LAPORAN KASUS
PASIEN dengan ASMA BRONKIAL PERSISTEN
BERAT dan ISPA
Disusun oleh :
Frisca Aprillia Halim
07120100055
Pembimbing :
dr. Agung Kristyono, Sp.P
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMKITAL MARINIR CILANDAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 14 JULI 20 SEPTEMBER 2014
1
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. EA
Usia : 63 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Tempat, Tgl. lahir : Jakarta, 15 Desember 1950
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Kebangsaan : Indonesia
Pendidikan terakhir : SMP
Alamat : KP. Kandang 1/7. 36 Cilandak Timur
No. RM : 104150
Tgl, masuk RS : 22 Agustus 2014
II. Anamnesis
Didapatkan keterangan dari pasien (autoanamnesis) pada hari Jumat,
tanggal 22 Agustus 2014 pk 13.30 WIB di poliklinik paru Rumah Sakit Marinir
Cilandak.
Keluhan utama : Sesak napas
Keluhan tambahan : Batuk berdahak
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik paru Rumah Sakit Marinir Cilandak dengan
keluhan utama sesak napas sejak 6 hari yang lalu. Sesak napas dirasakan terus
menerus dan semakin lama semakin memburuk. Sesak semakin berat ketika
pasien terlalu capek. Sesak napas berawal karena pasien terlalu capek. Sesak yang
disertai dengan bunyi mengi pada saat pasien bernapas. Sesak napas lebih enak
setelah di uap. Sesak napas yang dirasakan pasien tidak membaik dengan tidur
maupun obat-obatan yang sudah biasa dikonsumsi oleh pasien. Pasien memiliki
riwayat asma sejak 29 tahun yang lalu dan pasien sudah berobat. Pasien pernah
dirawat di rumah sakit fatmawati selama 1 minggu karena sesak napas. Sejak
2
pengobatan tersebut pasien mengatakan asmanya tidak pernah kambuh. Namun,
sejak 14 tahun terakhir ini pasien merasakan asma sering kambuh. 2 tahun terakhir
ini semakin sering merasa sesak napas. Biasanya dalam 1 bulan pasien berobat ke
puskesmas sebanyak 2 sampai 3 kali untuk mengobati asma. Namun, pada 6 hari
terakhir ini pasien merasakan sesak napas yang terus menerus dan tidak hilang
dengan istirahat maupun mengkonsumsi obat asma (prednison) yang memang
sudah biasa dikonsumsi oleh pasien.
Pada hari selasa tanggal 19 agustus 2014 malam, pasien datang ke UGD
RSMC dengan keluhan sesak napas. Pasien diberi pengobatan ambroxol,
salbutamol, metilprednisolon dan cefadroxil. Pasien juga diuap sebanyak 2 kali
selama 20 menit. Setelah di uap pasien merasa lebih enakan tetapi kurang lebih 4
jam kemudian pasien sesak napas kembali. Pasien mengatakan dengan
mengkonsumsi obat yang diberikan dari UGD juga tidak membaik. Oleh karena
itu, pada hari Rabu tanggal 20 agustus 2014 pagi, pasien datang kembali ke UGD
RSMC dengan keluhan yang sama. Pada saat itu pasien juga diuap 2 kali selama
20 menit. Setelah itu pasien merasa lebih enakan, tetapi setelah bangun tidur
pasien merasakan sesak napas kembali. Oleh karena itu pada hari kamis pasien
datang ke poliklinik paru. Pasien diuap 1 kali selama 20 menit. Dan diberikan obat
azitromycin dan obat racik. Setelah di uap pasien merasa lebih baik. Namun, 4
jam setelah itu pasien merasakan sesak kembali.
Pasien mengatakan bahwa sesak napas ini sangat mengganggu aktivitas
pasien, karena pasien merasa lebih cepat capek saat beraktivitas. Selain itu,
terkadang sesak muncul malam hari sehingga pasien tidak dapat tidur. Riwayat
nyeri dada dan dada berdebar-debar disangkal. Riwayat tidur menggunakan lebih
dari 1 bantal disangkal. Riwayat bengkak pada kedua tungkai, perut, serta wajah
disangkal. Riwayat sakit jantung dan darah tinggi disangkal oleh pasien. Riwayat
trauma pada dada disangkal.
Selain itu, pasien juga mengeluh batuk berdahak yang muncul sejak 6 hari
yang lalu. Timbul bersamaan dengan sesak. Pasien mengatakan dahak berwarna
putih bening kental dan tidak ada darah susah keluar. Pasien sudah mengkonsumsi
obat namun tidak membaik. Terkadang pasien merasa dadanya panas saat batuk.
3
Setelah mengkonsumsi obat yang diberikan dari poliklinik paru batuk lebih
enakan, dahak bisa keluar dan dada tidak terasa panas. Pasien mengatakan setiap
sesak napas tidak selalu diikuti dengan batuk. Riwayat pengobatan 6 bulan dan
batuk lebih dari 2 minggu disangkal oleh pasien. Pasien memiliki kebiasaan suka
makan gorengan. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya pilek. Namun pilek
yang dirasakan pasien tidak berat dan tidak sampai merasakan hidung tersumbat.
Ingus berwarna putih bening kental, tidak ada darah dan tidak pernah berwarna
hijau. Pasien juga sudah berobat untuk pileknya namun belum sembuh. Pasien
memiliki kebiasaan suka mengkonsumsi minuman dingin.
Pasien tidak merasakan adanya demam, mual, muntah, sakit kepala. Pasien
juga tidak merasakan adanya penurunan nafsu makan dan berat badan. Riwayat
keganasan disangkal pasien. BAK dan BAB pasien normal seperti biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah dirawat hanya karena keluhan sesak napas
karena asma yang ia derita. Selain itu, pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit.
Riwayat TB paru, hipertensi, diabetes, jantung, hati, ginjal, dan keganasan
disangkal oleh pasien. Pasien memiliki riwayat asma sejak 29 tahun yang lalu
sampai sekarang. Pasien juga memiliki riwayat maag.
Riwayat Operasi
Pasien tidak mempunyai riwayat operasi sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien tidak memiliki riwayat penyakit apapun, riwayat DM, HT,
TB, keganasan dan asma disangkal. Ibu pasien memiliki riwayat asma. Kakak dan
adik pasien tidak memiliki riwayat asma, dari 5 bersaudara hanya pasien saja yang
memiliki riwayat asma.
4
Pedigree keluarga Ny. EA
Keterangan :
Asma (Perempuan)
Sehat (laki-laki)
Sehat (Perempuan)
Menikah
Anak
laki=laki (meninggal)
Perempuan asma (meninggal)
Riwayat Obat
Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi prednison bila pasien merasa
sesak napas. Pasien memiliki kebiaasan mengkonsumsi obat tersebut sejak pasien
menderita asma. Selain itu, pasien juga memiliki kebiasan mengkonsumsi obat
batuk jika pasien batuk. Pasien tidak pernah menggunakan obat semprot untuk
mengatasi asma yang diderita.
Riwayat Alergi
Pasien mengatakan bahwa ia memiliki alergi makanan yaitu telur ayam
dan ikan asin. Biasanya jika pasien mengkonsumsi telur ayam atau ikan asin
pasien merasakan gatal pada tubuhnya. Pasien mengatakan terkadang asma yang
diderita dapat timbul dengan adanya asap rokok. Pasien mengatakan asma lebih
sering muncul bila pasien terlalu capek dan keadaan dingin. Pasien tidak memiliki
alergi terhadap obat-obatan.
5
Ayah
Kakak 1 Kakak 2 Adik pasien
Ibu
Pasien
Kakak 3
Suami
Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi
Pasien seorang ibu rumah tangga. Pasien mengatakan terkadang ia terlalu
capek karena mengurus keperluan suami dan anak-anaknya.
Pasien tinggal dirumah kecil sekitar kampung kandang dengan ventilasi
yang cukup baik. Setiap kamar dirumah pasien menggunakan kipas angin.
Terkadang suami pasien merokok tetapi setiap suaminya merokok pasien selalu
menghindar dari asap rokok.
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol maupun obat-obatan terlarang. Pasien
tidak memiliki kebiasaan berolahraga. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok.
III. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Jumat 22 Agustus 2014.
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 88 x/menit, isi cukup, reguler, kanan = kiri
Laju pernapasan : 28 x/menit
Suhu tubuh : 36 0 C
Data Antopometri
Tinggi badan : 135 cm
Berat badan : 40 kg
IMT : 21.94 (normal)
Status Generalisata
o Kepala : normosefali, rambut hitam tidak mudah dicabut, tidak terdapat benjolan ataupun luka.
o Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung
(++/++), gerak bola mata terkonjugasi ke segala
6
arah.
o Telinga : deformitas -/-, nyeri tekan -/-, serumen -/-o Hidung : simetris, septum di tengah, sekret -/-, epistaksis -/-,
tidak ada pernapasan cuping hidung.
o Mulut & Tenggorokan Bibir : kering, simetris, tidak pucat
Gigi : utuh, tidak ada karies
Lidah : normal, tidak kotor, tidak ada deviasi, pergerakan
baik, tidak ada tremor, mukosa mulut basah
Palatum : normal, tidak ada celah langit-langit
Tonsil : T1/T1, kripta tidak melebar, detritus -/-,
hiperemis (-)
Faring : arkus simetris, uvula di tengah, hiperemis (-)
o Leher : bentuk normal, simetris, tidak teraba pembesaran KGB leher maupun aksila, JVP 5 + 1 cm.
o Toraks Paru
Pemeriksaan Hemitoraks kanan Hemitoraks kiriInspeksi Pergerakan dada normal,
sela iga tidak melebar maupun menyempit
Pergerakan dada normal, sela iga tidak melebar maupun menyempit
Palpasi Taktil fremitus normalvokal fremitus ka = ki
Taktil fremitus normalvokal fremitus ka = ki
Perkusi SonorBatas paru hepar : ICS VI midklavikularis dekstra
SonorBatas paru hepar : ICS VI midklavikularis sinistra
Auskultasi SN. Vesikuler +/+
Rhonki + ++ +
Wheezing+ +
SN. Vesikuler +/+
Rhonki + ++ +
Wheezing+ +
7
+ + + +
Jantung
Inspeksi : tidak terlihat iktus kordis
Palpasi : iktus kordis teraba
Perkusi :
o Batas atas : ICS III linea midclavicular sinistrao Batas kiri : ICS V line midclavicula sinistrao Batas kanan : ICS IV parasternalis dekstra.
Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
o Abdomen Inspeksi: datar, venektasi (-), kaput medusa (-), bekas luka (-).
Palpasi : supel, bising usus +, nyeri tekan (-).
Hepar & Lien tidak teraba. Ballotement -/-
Perkusi: timpani pada seluruh lapang perut, nyeri ketok CVA -/-.
Auskultasi : bunyi bising usus 6x / menit.
o Anogenital Genitalia : tidak dilakukan
Anus : tidak dilakukan
o Ekstremitas : akral hangat, clubbing finger -/-, edema -/-, capillary refill time < 2 detik.
o Kulit : tidak pucat, tidak sianosis, tidak ikterik, lesi kulit (-) turgor kulit baik.
IV. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (22 Agustus 2014) :
Pemeriksaan Hasil Nilai normalHb 12 12-16 mg/dlHt 41 37 54 %Leukosit 4.6 5 ribu 10 ribu/ulTrombosit 209 150 ribu 400 ribu/ul
8
Gula darah puasa 145 < 200 mg/dlSGOT 26 < 35 u/lSGPT 26 < 35 u/lUreum 37 20-50 mg/dlCreatinin 0.83 0.8 1.1 mg/dl
2. Foto Thorax PA (30 Agustus 2014) :
Trakea : lurus tidak terdorong ke kanan maupun ke kiri
Sinus kostofrenikus dan diafragma kanan dan kiri baik.
Cor : membesar (16 : 28 x 100% = 57.14%), kalsifikasi arkus aorta
Hillus :
- Hillus kanan baik.
- Hillus kiri baik
Pulmo :
- Corakan bronkovaskular paru kanan dan kiri kasar. Tak
tampak infiltrat maupun kavitas pada paru kanan dan kiri.
Tulang-tulang dada baik.
9
16 cm
28 cm
Kesan : Cardiomegali
Elongasi aorta
Corakan bronkitis meningkat
V. Follow up
Hari/ tanggal KeluhanSabtu
23 08 - 2014
S : Sesak napas + dan bertambah berat bila dari kamar mandi
atau bergerak dan lebih enak bila berbaring, batuk +,
dahak +, pilek +
O : TD : 120/90
Nadi : 80 kali / menit, isi cukup, reguler
RR : 22 kali / menit
Suhu : 36oc
Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+
THT : T1/T1, faring tenang
Thorax : Cor : S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Vesikuler,
Rhonki muncul saat ekspirasi
+ ++ +
Wheezing muncul saat ekspirasi
+ ++ +
Abd : Supel, datar, BU +, NT -
Eks : akral hangat, capillary refil time < 2 detik, edema -
A : Asma Bronkial persistent berat +ISPA
P : O2 3-4 liter / menit via nasal kanul (k/p)
IVFD NaCl : Aminophilin 1 ampul 16 tpm
inj metilprednison 3 x 125 mg (iv)
azitromycin 1 x 500 mg
10
Nebulizer combivent : bisolvon : NaCl per 8 jamMinggu 24 08 -2014
S : Sesak napas + (sedikit berkurang), batuk +, dahak +,
pilek +, semalam tidak dapat tidur karena pasien lain berisik
O : TD : 140/90
Nadi : 88 kali / menit, isi cukup, reguler
RR : 24 kali / menit
Suhu : 36oc
Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+
THT : T1/T1, faring tenang
Thorax : Cor : S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Vesikuler,
Rhonki
+ ++ +
Wheezing
+ ++ +
Abd : Supel, datar, BU +, NT -
Eks : akral hangat, capillary refil time < 2 detik, edema -
A : Asma Bronkial persistent berat + ISPA
P : O2 3-4 liter / menit via nasal kanul (k/p)
IVFD NaCl : Aminophilin 1 ampul 16 tpm
inj metilprednison 3 x 125 mg (iv)
azitromycin 1 x 500 mg
Nebulizer ventolin : bisolvon : NaCl per 8 jamSenin 25 08 -2014
S : Sesak napas + (berkurang), batuk +, dahak +, pilek +,
kadang ulu hati nyeri bila terlambat makan, semalam sudah
bisa tidur. Riwayat maag +
O : TD : 140/80
Nadi : 80 kali / menit, isi cukup, reguler
RR : 20 kali / menit
11
Suhu : 36,5oc
Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+
THT : T1/T1, faring tenang
Thorax : Cor : S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Vesikuler,
Rhonki
+ ++ +
Wheezing
+ ++ +
Abd : Supel, datar, BU +, NT +
Eks : akral hangat, capillary refil time < 2 detik, edema -
A : Asma Bronkial persistent berat + ISPA
P : O2 3-4 liter / menit via nasal kanul (k/p)
IVFD NaCl : Aminophilin 1 ampul 16 tpm
inj metilprednison 3 x 125 mg (iv)
azitromycin 1 x 500 mg
Nebulizer ventolin : bisolvon : NaCl per 6 jam
Bricasma 2 x ampul (subcutan)Selasa 26 08 2014
S : Sesak napas + (berkurang), batuk +, dahak +, pilek +, habis
dari kamar mandi dan habis batuk sesak. Uluhati sudah tidak
nyeri. Semalam setelah diberikan obat suntik menjadi
berdebar-debar dan badan terasa gemetar.
O : TD : 140/80
Nadi : 84 kali / menit, isi cukup, reguler
RR : 24 kali / menit
Suhu : 36,5oc
Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+
12
++
THT : T1/T1, faring tenang
Thorax : Cor : S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Vesikuler,
Rhonki
- -- -
Wheezing
+ ++ +
Abd : Supel, datar, BU +, NT -
Eks : akral hangat, capillary refil time < 2 detik, edema -
A : Asma Bronkial persistent berat + ISPA membaik
P : O2 3-4 liter / menit via nasal kanul (k/p)
IVFD NaCl : Aminophilin 1 ampul 16 tpm
inj metilprednison 3 x 125 mg (iv)
azitromycin 1 x 500 mg
Nebulizer ventolin : bisolvon : NaCl per 6 jam
Bricasma 2 x ampul (subcutan) stop karena pasien
mengeluh berdebar-debarRabu 27 08 -2014
S : Sesak napas + (berkurang), batuk + (berkurang), dahak +,
pilek +
O : TD : 140/80
Nadi : 80 kali / menit, isi cukup, reguler
RR : 20 kali / menit
Suhu : 36,5oc
Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+
THT : T1/T1, faring tenang
Thorax : Cor : S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Vesikuler,
Rhonki
13
- -+ -
Wheezing
- -- -
Abd : Supel, datar, BU +, NT -
Eks : akral hangat, capillary refil time < 2 detik, edema -
A : Asma Bronkial persistent berat + ISPA membaik
P : O2 3-4 liter / menit via nasal kanul (k/p)
IVFD NaCl : Aminophilin 1 ampul 16 tpm
inj metilprednison 3 x 125 mg (iv)
azitromycin 1 x 500 mg
Nebulizer ventolin : bisolvon : NaCl per 12 jamKamis 28 08 2014
S : Tadi pagi setelah dari kamar mandi tiba-tiba sesak, batuk +
(berkurang), dahak +, pilek +
O : TD : 120/80
Nadi : 80 kali / menit, isi cukup, reguler
RR : 24 kali / menit
Suhu : 36,4oc
Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+
THT : T1/T1, faring tenang
Thorax : Cor : S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Vesikuler,
Rhonki
- -- -
Wheezing
- -- -
Abd : Supel, datar, BU +, NT -
Eks : akral hangat, capillary refil time < 2 detik, edema -
14
A : Asma Bronkial persistent berat + ISPA membaik
P : O2 3-4 liter / menit via nasal kanul (k/p)
IVFD NaCl : Aminophilin 1 1/2 ampul 16 tpm
inj metilprednison 3 x 125 mg (iv)
azitromycin 1 x 500 mg
Nebulizer ventolin : bisolvon : NaCl per 12 jamJumat 29 08 2014
S : Tadi pagi setelah dari kamar mandi tiba-tiba sesak, batuk +
(berkurang), dahak +, pilek +
O : TD : 120/80
Nadi : 80 kali / menit, isi cukup, reguler
RR : 24 kali / menit
Suhu : 36,4oc
Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+
THT : T1/T1, faring tenang
Thorax : Cor : S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Vesikuler,
Rhonki
- -- -
Wheezing
- -- -
Abd : Supel, datar, BU +, NT -
Eks : akral hangat, capillary refil time < 2 detik, edema -
A : Asma Bronkial persistent berat + ISPA membaik
P : O2 3-4 liter / menit via nasal kanul (k/p)
IVFD NaCl : Aminophilin 1 1/2 ampul 16 tpm
inj metilprednison 3 x 125 mg (iv)
azitromycin 1 x 500 mg
Nebulizer ventolin : bisolvon : NaCl per 12 jamRawat Jalan Aminophilin 3x1
15
Ambroxol 3x1
Salbutamol 2x2 mg
Metilprednison 2x4 mg
Disarankan untuk kontrol 1 minggu setelah keluar rumah sakit
Rencana Treatment:
- Seretide 250 2x1
- Ventolin inhaler 3x1 (jika serangan)
VI. Diagnosis Kerja
- Asma Bronkial persistent berat
- ISPA
VII. Diagnosis Banding
PPOK
Penyakit jantung kongestif
Bronkiektasis
Tuberkulosis
VIII. Penatalaksanaan
o Diagnosa Rencana spirometri
X-ray thorax PA
Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, Lekosit, Trombosit)
o Terapi Non-Medikamentosa :
O2 2-3 liter / menit via nasal kanul.
Cari dan hindari faktor pencetus. Pada pasien ini faktor
pencetusnya adalah aktivitas dan dingin oleh karena itu pasien
tidak boleh terlalu capek dan berlebihan dalam beraktivitas
dan harus menghindari dingin.
16
Medikamentosa :
IVFD NaCl 0.9% : aminophilin 1 ampul 16 tpm
Inj Metilprednison 3 x 125 mg (iv)
Jam 14.00 22.00 06.00
Azitromycin 1 x 500 mg
Nebulizer combivent : ventolin : NaCl tiap 8 jam
o Monitoring Observasi tanda-tanda vital.
Observasi keluhan utama pasien, dengan menanyakan
apakah sesaknya bertambah atau berkurang.
Observasi batuk pasien, dengan menanyakan apakah batuk
berkurang dan dahak bisa keluar atau tidak.
o Edukasi Memberi tahu pasien tentang penyakitnya.
Memberitahu pasien untuk mencari apa saja faktor-faktor
lain yang dapat menyebabkan asma kabuh dan menyarankan
untuk menghindari faktor-faktor pencetus tersebut
Menyarankan pasien untuk banyak beristirahat dan tidak
melakukan aktivitas berlebihan
Memberi tahu pasien untuk istirahat yang cukup dan makan
makanan yang bergizi.
IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
17
X. Tinjauan Pustaka
Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan
berbagai sel inflamasi dan elemennya yang berhubungan dengan hiperreaktivitas
bronkus, sehingga menyebabkan episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
rasa berat di dada, dan batuk terutama malam atau dini hari. Episodik perburukan
berkaitan dengan luasnya peradangan, variabilitas, beratnya obstruksi jalan napas
yang bersifat reversibel baik spontan ataupun dengan pengobatan. 1
Etiologi
Faktor risiko yang dapat mempengaruhi perkembangan asma terdiri dari 2
faktor yaitu faktor pejamu terutama genetik dan faktor lingkungan. Selain itu ada
dipengaruhi juga oleh faktor pencetus yang dapat mempengaruhi timbulnya
gejala. Faktor pencetus terdiri dari alergen, infeksi virus pernapasan, polutan dan
obat-obatan. 2
Mekanisme dan patofisiologi asma
Inflamasi jalan napas bersifat kronik dan persisten tetapi memberikan
gejala episodik. Inflamasi yang terjadi meliputi seluruh sistem saluran napas
termasuk saluran napas atas, tetapi efek fisiologiknya dominan terlihat pada
saluran napas bawah. Pola inflamasi pada asma, baik asma alergik, asma akibat
18
Faktor pejamu
Genetik: Genetik alergi
Genetik hipereaktivitas bronkusGenetik asma
ObesitasJenis kelamin
Faktor lingkungan
Alergen :debu,serpihan, bulu binatang
tepung, jamurInfeksi pernapasan terutama karena virus
Sensitisasi lingkungan kerja (okupasi)Asap rokok (aktif, pasif)
Polusi udara
ASMA
aspirin, asma pada exercise adalah sama. Sel inflamasi yang terlibat adalah sel
mast, eosinofil, limfosit T terutama Th2, sel dendritik, makrofag dan neutrofil.
Sedangkan sel struktur jalan napas yang terlibat dalam produksi mediator
inflamasi dan berkontribusi dalam proses inflamasi kronik adalah sel epitel jalan
napas, sel otot polos jalan napas, sel endotelial pembuluh darah bronkus, sel
fibroblas dan miofibroblas dan serabut saraf jalan napas. Selain itu terdapat
mediator yang terlibat yaitu kemokin, sisteinil leukotrien, sitokin, histamin, oksida
nitrat, dan prostaglandin D2..2,3
Kontraksi otot polos bronkus sebagai respon terhadap mediator
neurotransmiter yang bersifat bronkokonstriktor yang merupakan mekanisme
utama obstruksi jalan napas pada asma dan memberikan respon baik dengan obat
bronkodilator.2
Proses inflamasi kronik lain yang berkaitan dengan perbaikan jaringan
yang menghasilkan perubahan struktur pada asma disebut airway remodelling
yang sering dikaitkan dengan beratnya asma ireversibel obstruksi jalan napas. 2
Perubahan struktur jalan napas tampak sebagai fibrosis subepitelial akibat
deposit serabut kolagen dan proteoglikan di bawah membran basalis. Selain itu
fibrosis juga terjadi pada lapisan lain dinding jalan napas dengan deposit kolagen
dan proteoglikan. Perubahan struktur ini juga disebabkan oleh penebalan otot
polos jalan napas (hipertrofi dan hiperplasia), proliferasi pembuluh darah bronkus,
dan peningkatan sel goblet epitel jalan napas dan kelenjar mukus submukosa.2
Obstruksi jalan napas dipengaruhi beberapa faktor yaitu bronkokonstriksi,
edema dinding saluran napas, penebalan dinding jalan napas, dan hipersekresi
mukus. Bronkokonstriksi dipengaruhi kontraksi otot polos bronkus yang
merupakan dasar reversibilitas pada asma. Edema dinding saluran napas
merupakan akibat inflamasi kronik pada asma yang meningkat pada saat
eksaserbasi akut. Penebalan dinding jalan napas akibat penebalan membran basal
merupakan perubahan struktur jalan napas yang disebut airway remodelling,
faktor tersebut menyebabkan asma tidak sepenuhnya reversibel. Hipersekresi
mukus menyebabkan sumbatan lumen jalan napas oleh lendir yang mengental
merupakan hasil inflamasi yaitu hipersekresi mukus dan eksudasi inflamasi.2,3,4
19
Tanda khas kelainan fungsional asma adalah penyempitan jalan napas
sebagai respons rangsangan atau hipereaktif yang pada tidak terjadi pada orang
normal. Hipereaktivitas bronkus berkaitan dengan proses inflamasi jalan napas
dan menunjukkan respon reversible sebagian dengan pengobatan.2
Beberapa faktor yang berhubungan dengan hipereaktivitas bronkus adalah
kontraksi otot polos bronkus, uncoupling of airway contraction, penebalan
dinding jalan napas, dan serabut sensorik yang tersensitisasi oleh inflamasi.
Kontraksi otot polos bronkus disebabkan karena volume otot yang meningkat dan
kontraksi sel-sel otot. Uncoupling of airway contraction disebabkan karena
perubahan dinding jalan napas akibat inflamasi yang menghasilkan penyempitan
jalan napas dan hilangnya kontraksi maksimum jalan napas. Penebalan dinding
jalan napas disebabkan edema dan perubahan struktur yang menambah
penyempitan jalan napas. Serabut sensorik yang tersensitisasi karena inflamasi
sehingga menimbulkan penambahan bronkokonstriksi saat respons dengan
rangsangan atau stimuli.2,4
Gejala
Gejala asma yaitu batuk berulang, sesak napas, rasa berat di dada, dan
napas berbunyi (mengi). Tidak ada gejala khas asma karena berbagai gejala dapat
ditemukan pada gangguan pernapasan lain seperti bronkitis, PPOK dan lain-lain.
Akan tetapi, gambaran dan pola gejala khas asma yaitu episodik, variabilitas dan
reversibel. Episodik adalan serangan yang berulang atau hilang timbul yang
diantaranya terdapat periode bebas serangan. Variabilitas adalah variasinya pada
waktu-waktu tertentu seperti perubahan cuaca, akibat provokasi pencetus seperti
alergen, iritasn dan lain-lain. Variabilitas dapat memburuk pada malam atau dini
hari. Reversibel adalah meredanya gejala dengan atau tanpa obat bronkodilator
agonis beta 2 kerja singkat (SABA) karena adanya mekanisme obstruksi jalan
napas pada asma terutama didominasi oleh kontraksi otot polos bronkus.3
Kondisi yang mendukung diagnosis asma yaitu disertai gejala lain seperti
rinitis alergi, gejala atopi seperti konjungtivitis alergi dan dermatitis alergi,
mempunyai riwayat alergi dalam keluarga, dan bila batuk pilek berlangsung lebih
dari 10 hari dan sering terjadi komplikasi saluran napas bawah.2
20
Diagnosis
Pemeriksaan fisik pada asma dapat ditemukan normal saat stabil atau
eksaserbasi dan dapat ditemukan klinis yang berat saat eksaserbasi akut berat.
Pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi,
yang merupakan tanda terdapat obstruksi jalan napas. Wheezing umumnya
bilateral, polifonik dan lebih terdengar pada fase ekspirasi. Pada pemeriksaan fisis
dapat tidak terdengar mengi atau hanya terdengar jika melakukan ekspirasi paksa.
Hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan napas yang tidak berat sehingga
intensitas bunyi napas tambahan tidak keras, nada tidak tinggi dan hanya
terdengar pada 1 fase pernapasan yaitu ekspirasi. Semakin berat obstruksi jalan
napas, semakin tinggi nadanya, semakin keras intensitasnya dan terdengar pada
kedua fase pernapasan. Pada obstruksi jalan napas yang sangat berat, mengi tidak
terdengar dan pasien tampak gelisah bahkan kesadaran menurun serta sianosis.
Kondisi ini disebut silent chest. Tanda klinis asma lain yang dapt ditemukan saat
eksaserbasi akut adalah peningkatan nadi dan frekuensi napas, penggunaan otot
bantu napas, pulsus paradoksus, dan lain-lain.1,2,3
Pemeriksaan penunjang pada asma terdiri dari pemeriksaan penunjang
standar dan tambahan. Pemeriksaan yang wajib dilakukan pada asma adalah
pemeriksaan faal paru standar dengan spirometri untuk menilai obstruksi jalan
napas, reversibilitas, dan variabilitas. Terdapat berbagai metode yang dapat
digunakan untuk menilai faal paru tetapi spirometri merupakan metode yang
paling dianjurkan. 1,2
Pemeriksaan faal paru standar dengan spirometri untuk menilai obstruksi
jalan napas reversibilitas dan variabilitas. Penilaian obstruksi jalan napas dengan
manuver paksa untuk mendapatkan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1),
kapasitas vitas paksa (KVP), dan arus puncak ekspirasi (APE). Obstruksi jalan
napas berdasarkan rasio VEP1 dan KVP (VEP1/KVP) yang normal diatas 75-80%
pada dewasa sedangkan pada anak-anak >90%. bila nilai yang didapatkan
dibawah nilai tersebut maka dinyatakan sebagai obstruksi jalan napas. Menilai
reversibilitas dilakukan dengan menilai perubahan cepat dari VEP1 atau APE
setelah pemberian bronkodilator (SABA). Reversibilitas sebesar perubahan VEP1
21
12% dan 200 ml dari sebelum bronkodilator dan setelah pemberian bronkodilator
mengindikasikan terdapat respons bronkodilator artinya obstruksi jalan napas
yang terjadi di dominasi oleh konstraksi otot polos bronkus.1,2,3,5
Selain itu penilaian faal paru dapat dilakukan dengan menggunakan alat
peak expiratory flow rate meter (PEFR) untuk mengukur arus puncak ekspirasi
(APE). Pengukuran APE dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan
monitoring asma. Pengukuran APE digunakna untuk penilaian reversibilitas dan
variabilitas.1,2
Penilaian reversibilitas1,2
Perubahan (APE meningkat >= 60 l/mnt atau 20%) setelah pemberian
bronkodilator mengindikasikan terdapat respons bronkodilator.
Penilaian variabilitas1,2
Variabilitas harian dinilai dengan mengukur APE pagi dan malam
untuk mendapatkan nilai terendah dan tertinggi setiap hari selama 1-2
minggu. Nilai variasi diurnal APE > 20% (selama 2 minggu)
mengindikasikan terdapat varabilitas yang lebih dari normal oleh
karena itu kemungkinan diagnosis asma.
Variabilitas harian = APE malam APE pagi x 100%
(APE malam + APE pagi)
Pemeriksaan penunjang lain yang dibutuhkan untuk mendiagnosis asma
adalah uji provokasi bronkus, uji alergi, dan pemeriksaan serum IgE spesifik. Uji
provokasi bronkus untuk menilai hiperreaktivitas bronkus dengan inhalasi
metakolin atau histamin karena pada asma pemeriksaan fisis dan faal paru normal.
Pemeriksaan ini merefleksikan sensitivitas saluran napas terhadap faktor-faktor
yang menimbulkan gejala. Hal dari uji ini menunjukkan dosis atau konsentrasi zat
provokasi yang menimbulkan penunrunan VEP 20%. Uji provokasi bronkus
sensitif untuk diagnosis asma tetapi mempunyai spesifisitas terbatas yaitu dengan
hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten pada pasien tanpa
inhalasi kortikosteroid, sedangkan hasil positif tidak selalu berarti pasein tersebut
asma karena hiperreaktivitas bronkus dapat terjadi pada banyak kondisi atau
penyakit lain seperti kistik fibrosis, PPOK, bronkiektasis. 1,2,5
22
Uji alergi untuk menilai status alergi karena terdapat hubungan yang erat
antara asma dengan alergi sehingga meningkatkan probabilitas diagnosis asma
pada pasien dengan pernapasan yang konsisten asma. Uji alergi ini untuk menilai
status alergi dan mengidentifikasi alergen sebagai faktor risiko perburukan asma.
Uji alergi dengan tusuk kulit sering kali dilakukan meskipun memungkinkan
adanya positif palsu sehingga konfirmasi pajanan alergen yang relevan dengan
gejala harus dilakukan.1,2
Pemeriksasan serum IgE spesifik dengan hasil positif tidak selalu berarti
penyakitnya berdasar alergi atau menyebabkan asma. Penurunan IgE total tidak
mempunyai nilai sebagai uji diagnostik alergi atau atopi.1,2
Diagnosis banding
Berbagai kondisi atau penyakit yang dapat menjadi diagnosis banding
asma adalah sindrom hiperventilasi dan serangan panik, obstruksi saluran napas
atas dan benda asing, disfungsi pita suara, bronkitis kronik, PPOK, bronkiolitis
atau diffuse pan bronchiolotis, dan kondisi lain yang bukan repiras misalnya gagal
ginjal ventrikular. 2
Klasifikasi asma Tabel 1. Derajat Asma 1,2
Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru1 Intermiten - Gejala < 1x/mgg
-Tidak ada gejaal diluar eksaserbasi- Eksaserbasi singkat
= 80% prediksi
variabilitas VEP1 atau APE < 20%
2 Persisten ringan
- Gejala > 1x/mgg tetapi < 1 x/hari- Eksaserbasi mengganggu aktivitas dan tidur- Membutuhkan bronkodilator setiap hari
> 2x/bulan VEP1 atau APE >= 80% prediksi
variabilitas VEP1 atau APE 20-30%
3 Persisten sedang
- Gejala setiap hari- Eksaserbasi mengganggu aktivitas dan tidur
> 1x/minggu VEP1 atau APE 60-80% prediksi
23
- Membutuhkan bronkodilator setiap hari
variabilitas VEP1 atau APE >30%
4 Persisten berat
- Gejala setiap hari- Eksaserbasi sering- Aktivitas fisik terbatas
Sering VEP1 atau APE 30%
Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan kondisi terkontrolnya asma1,2
DERAJAT KONTROL ASMAPenilaian Kontrol Asma (lebih dari 4 minggu terakhir)
Karakteristik Terkontrol total(semua kriteria)
Terkontrol sebagian (minimal 1 kriteria setiap minggunya)
Tidak terkontrol
Gejala harian Tidak ada (= 2 x/minggu Terdapat >= 3 kriteria dari asma terkontrol sebagian dalam setiap minggu.
Keterbatasan aktivitas
Tidak ada ada
Asma malam Tidak ada adaKebutuhan pelega Tidak ada
(
Hiposensitisasi dengan menyuntikkan dosis kecil alergen yang dosisinya
makin ditingkatkan diharapkan tubuh dapat membentuk IgG yang
mencegah alergen berikatan dengan IgE pada sel mast.
Mencegah pelepasan mediator2,6
Pemberian natrium kromolin dapat mencegah spasme bronkus yang
dicetuskan alergen dimana mekanisme kerjanya dengan mencegah penglepasan
mediator mastosit. Obat ini hanya digunakan untuk profilaktik pada terapi
pemeliharaan karena tidak dapat mengatasi spasme bronkus yang sudah terjadi.
Efektif unutk asma pada anak yang disebabkan karena alergi. Golongan agonis
beta 2 dan teofilin bersifat sebagai bronkodilator dan mencegah pelepasan
mediator.
Melebarkan saluran napas dengan bronkodilator2,6,7
Simpatomimetik :
Agonis beta 2 salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol
Epinefrin diberikan subcutan sebagai pengganti agonis beta 2 pada
serangan asma berat
Aminofilin dipakai saat serangan akut. Diberikan dosis awal dan dosis
pemeliharaan
Kortikosteroid sistemik bukan bronkodilator tetapi tidak secara
langsung dapat melebarkan saluran napas. Dipakai pada asma akut atau
terapi pemeliharaan asma berat.
Antikolinergik (ipatropium bromida) suplemen bronkodilator agonis
beta 2 pada asma.
Mengurangi respon dengan meredam inflamasi saluran napas 1,2,6,7
Pada dasarnya obat anti asma dipakai untuk mencegah dan mengendalikan
gejala asma. Fungsi penggunaan obat anti asma antara lain :
Pencegah (controller)1,2,6,7
25
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Termasuk golongan ini yaitu obat-obat anti
inflamasi dan bronkodilator kerja panjang.
Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik
Sodium kromoglikat
Nedokromil sodium
Metilsantin
Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
Agonis beta-2 kerja lama, oral
Leukotrien modifiers
Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
Glukokortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.
Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru,
menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi
frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualitas hidup. Steroid
inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai
berat).1,2,6,7
Tabel 3. Dosis glukokortikosteroid inhalasi
DEWASA DOSIS
RENDAH
DOSIS
MEDIUM
DOSIS
TINGGI
Obat
Beklametason
dipropionat
Budesonid
Flunisolid
Flutikason
200-500 ug
200-400 ug
500-1000 ug
100- 250 ug
400 1000 ug
500-1000 ug
400-800 ug
1000-2000ug
250 500 ug
1000 2000 ug
>1000 ug
> 800 ug
> 2000 ug
> 500 ug
> 2000 ug
26
Triamsinolon
asetonid
ANAK DOSIS DOSIS DOSIS
Obat
Beklometason
dipropionat
Budesonid
Flunisolid
Flutikason
Triamsinolon
asetonid
100-400 ug
100-200 ug
500-750 ug
100-200 ug
400-800 ug
400-800 ug
200-400 ug
1000-1250 ug
200-500 ug
800-1200 ug
>800 ug
>400 ug
>1250 ug
>500 ug
>1200 ug
Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks
terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik
daripada steroid oral jangka panjang.1,2,
Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma
persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk
menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.1,2,
Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat
digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan
pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal
paru.1,2,6,7
27
Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti
lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos,
meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti
pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan
basofil.1,2,6,7
tabel 4. agonis beta 2
Onset Durasi ( Lama kerja )
Singkat Lama
Cepat Fenoterol
Prokaterol
Salbutamol/Albuterol
Tetrabutalin
pirbuterol
Formeterol
Lambat Salmeterol
Leukotriene modifiers
Merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan
menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise.
Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.
Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga
mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas
(antagonis reseptor leukotrien sisteinil).1,2,6,7
Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki
28
inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.1,2,6,7
Termasuk pelega adalah:1,2,6,7
Agonis beta2 kerja singkat
Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik sebagai obat pelega bila
penggunaan bronkodilator lain sudah optimal tetapi hasil belum
tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).
Antikolinergik
Aminofillin
Adrenalin
Agonis beta-2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan
prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja
(onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu
relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier,
menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan
mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan
sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exerciseinduced asthma.1,2,6,7
Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah
dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.2
Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek
penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas.
Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal
intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang
disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium
bromide dan tiotropium bromide.1,2,6,7
29
Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat.
Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia
lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat
diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside
monitoring).1,2,6,7
Umumnya pasien melakukan kunjungan 1-3 bulan bergantung kondisi asma
dan yang terkait. Pengontrol memberikan perbaikan optimal dalam waktu 3-4
bulan (kurang lebih 12 minggu) bergantung kondisi asmanya. Dalam pemberian
pengontrol secara umum terdapat 2 hal yang harus diperhatikan yaitu :1,2
Menurunkan pengobatan pengontrol (stepping down)
Menurunkan pengobatan setelah mencapai asma terkontrol. Pertahankan
kondisi terkontrol sehinggal diyakini stabil umumnya 3-6 bulan, kemudian
turunkan pengobatan bertahap dengan tetap mempertahankan kondisi asma
terkontrol.
Menghentikan pengobatan terkontrol bila tidak ada gejala selama 1 tahun
walau dalam dosis pengontrol terendah.
Menaikkan pengobatan
jika kebutuhkan reliever > 1-2 x/hari. Dosis peningkatan 4 kali lipat yang
setara dengan kortikosteroid oral diberikan selama 7-14 hari kemudia
kembali ke dosis sebelumnya.
30
Gambar 1. Rencana pengobatan asma berdasarkan berat serangan
Gambar 2. Obat asma yang terdapat di Indonesia
31
Gambar 3. Obat pengontrol asma
32
Gambar 4. obat pelega asma
33
Interpretasi ACT (Asthma Control Test)
Gambar 5. ACT
tabel 5. Interpretasi ACT
Nilai / skor Arti Apa yang harus dilakukan tatalaksana
dilakukan serta identifikasi jika ada perburukan.
Bagan 1. pengobatan asma
35
Pasien mengalami eksaserbasi
Nilai berat eksaserbasi
Pengobatan awal :- O2 mencapa saturasi > 90% dws, 95% ank- inhalasi agois beta 2 kerja singkat melalui
Nebulizer tiap 20 mnt dlm 1 jam- Kortikosteroid sistemik
Nilai ulang kondisi pasien stlh 1 jam
- O2- nebulizer (agonis beta 2 singkat
+ antikolinergik singkat) 1 jam- kortikosteroid sistemik
Lanjutkan pengobatan 1-3jam kl perbaikan
- O2- nebulizer (agnis neta 2 singkat + antikolinergik singkat) 1 jam
- kortikosteroid sistemik- pertimbangkan magnesium IV
Nilai ulang setelah 1-2 jam pengobatan lanjutan
Eksaserbasi sedang atau berat
Eksaserbasi sedangAPE 60-80%
Gejala + otot bantu napas
Eksaserbasi berat APE
Bagan 2. respon klinis asma
Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah status asmatikus,
atelektasis, hipoksemia, dan pneumothoraks. Status asmatikus adalah gejala asma
yang memburuk dengan terjadinya komplikasi terhadap asma tersebut sehingga
bertambahnya gejala terhadap distress pernapasan. Gejala yang muncul adalah
pernapasan wheezing, rhonki kemudian berlanjut pernapasan labored
(perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis,
respirasi sianosis, dyspnea, dan berakhir dengan tachypnea.
XI. Resume
Pasien wanita, 63 tahun datang ke poliklinik paru RSMC dengan keluhan
sesak napas sejak 6 hari yang lalu yang dirasakan terus menerus. Sesak disertai
dengan bunyi mengi saat bernapas. Sesak dirasakan lebih memburuk ketika pasien
36
terlalu capek atau kadang saat malam hari. Pasien sudah berobat 2 kali ke UGD
namun tidak membaik. Sesak terasa lebih enak jiga diuap. Pasien memiliki
riwayat asma sejak 29 tahun yang lalu. Biasanya pencetus asma pada pasien
adalah aktivitas yang berlebihan dan keadaan dingin. Pasien mengeluhkan adanya
batuk berdahak disertai pilek sejak 6 hari yang lalu. Dahak dan ingus berwarna
putih bening kental tidak ada darah. Batuk membaik setelah diberikan obat dari
poli klinik karena dahak bisa keluar dan dada terasa dingin. Sebelumnya dahak
susah keluar dan dada terasa panas saat batuk. Pasien tidak memiliki riwayat
batuk lama, batuk darah, maupun pengobatan penyakit paru. Ibu pasien memiliki
riwayat penyakit asma.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Laju napas : 28 x/menit.
Status Lokalis
Paru :
Pemeriksaan Hemitoraks kanan Hemitoraks kiriInspeksi Pergerakan dada normal,
sela iga tidak melebar maupun menyempit
Pergerakan dada normal, sela iga tidak melebar maupun menyempit
Palpasi Taktil fremitus normalvokal fremitus ka = ki
Taktil fremitus normalvokal fremitus ka = ki
Perkusi SonorBatas paru hepar : ICS VI midklavikularis dekstra
SonorBatas paru hepar : ICS VI midklavikularis sinistra
Auskultasi SN. Vesikuler +/+Rhonki
+ ++ +
SN. Vesikuler +/+Rhonki
+ ++ +
37
Wheezing+ ++ +
Wheezing+ ++ +
Laboratorium 22 agustus 2014:
Pemeriksaan Hasil Nilai normalHb 12 12-16 mg/dlHt 41 37 54 %Lekosit 4.6 5 ribu 10 ribu/ulTrombosit 209 150 ribu 400 ribu/ulGula darah puasa 145 < 200 mg/dlSGOT 26 < 35 u/lSGPT 26 < 35 u/lUreum 37 20-50 mg/dlCreatinin 0.83 0.8 1.1 mg/dl
Foto Thorax 30 januari 2014 :
38
Trakea : lurus tidak terdorong ke kanan maupun ke kiri
Sinus kostofrenikus dan diafragma kanan dan kiri baik.
Cor : membesar (16 : 28 x 100% = 57.14%), kalsifikasi arkus aorta
Hillus :
- Hillus kanan baik dan hillus kiri baik
Pulmo :
- Corakan bronkovaskular paru kanan dan kiri kasar. Tak tampak
infiltrat maupun kavitas pada paru kanan.
Tulang-tulang dada baik.
Kesan : Cardiomegali
Elongasi aorta
Corakan bronkitis meningkat
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan pasien didiagnosis asma bronkial persisten berat. Tergolong persisten
berat karena gejala yang timbul pada pasien ini mencakup semua kriteria
klasifikasi asma pada tingkat persisten berat yaitu aktivitas fisik terbatas, gejala
39
terus menerus, dan sering terjadi eksaserbasi akut.
Oleh karena itu, pada pasien ini diberikan pengobatan O2 3-4 liter/menit jika
diperlukan, IVFD RL : aminophilin, nebulizer ventolin : bisolvon : NaCl,
azitromycin dan metilprednison. Dengan pengobatan tersebut keluhan pasien
membaik dan pasien dapat berobat jalan setelah pasien mendapat perawatan
selama 1 minggu. Untuk terapi rawat jalan diberikan aminophilin, ambroxol,
salbutamol, dan metilprednison. Pasien disarankan untuk kontrol 1 minggu setelah
keluar rumah sakit dan kemudian diberikan rencana terapi seretide untuk
mengontrol asma dan ventolin yang digunakan pada saat serangan.
DAFTAR PUSTAKA
1. RiyantoBS, HisyamB. AsmaBronkial. Dalam: BukuAjar IlmuPenyakitDalam. Jilid I. Edisi ke 5. Jakarta : PusatPenerbitanDepartemenIlmuPenyakitDalamFKUI.2010.h40414.2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & PenatalaksanaandiIndonesia.2011.3. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsipprinsip IlmuPenyakitDalam.IsselbacherKJetal,editor.Jakrta:EGC.2000.131118.4. Rahmawati I, Yunus F, WiyonoWH. Patogenesis dan PatoAisiologi Asma.JurnalCerminKedokteran.2003;141.56.
5. MorrisMJ.Asthma.[updated2011June13;cited2011June29].Availablefrom:http://emedicine.medscape.com/article/296301overview#showall6. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. MajalahKedokteranIndonesia.Nopember2008;58(11),44451.7. DewanAsmaIndonesia.YouCanControlYourAsthma:ACTNOW!.Jakarta.
40
2009May4th.Availablefrom:http://indoneisanasthmacouncil.org/index.phpoption=com_content&task=view&id=13&Itemid=5
41