6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Lapisan Tanah Dasar Jalan
2.1.1 Pengertian Tanah Dasar
Lapisan tanah dasar merupakan hal yang sangat penting dari
konstruksi jalan, yaitu untuk mendukung lapisan pondasi bawah, lapisan
pondasi atas, lapisan permukaan, atau yang mendukung perkerasan. Lapisan
pondasi bawah adalah lapisan tanah yang berfungsi sebagai tempat perletakan
lapisan perkerasan dan mendukung konstruksi perkerasan jalan di atasnya.
Dapat dikatakan bahwa lapisan tanah dasar yang berfungsi sebagai penahan
dan yang mendukung seluruh konstruksi jalan, serta beban lain yang melintas
di atasnya.
Tanah dasar sebagai pondasi perkerasan di samping harus mempunyai
kekuatan atau daya dukung terhadap beban kendaraan, tanah dasar juga harus
mempunyai stabilitas volume akibat pengaruh lingkungan terutama air. Tanah
dasar yang mempunyai kekuatan dan stabilitas volume yang rendah akan
mengakibatkan perkerasan mudah mengalami deformasi dan retak. Dengan
demikian perkerasan yang dibangun pada tanah dasar yang lemah dan mudah
dipengaruhi lingkungan akan mempunyai umur pelayanan yang pendek dan
jika suatu jalan dibangun pada tanah dasar yang baik maka umur dari jalan
tersebut akan lama atau mempunyai pelayanan yang lama.
Kekuatan serta keawetan jalan raya sangat tergantung pada kestabilan
tanah dasar, yaitu memiliki stabilitas dan daya dukung tanah yang optimal
7
serta tahan akan pengaruh cuaca yang berubah-ubah. Di samping dari fungsi
tanah dasar adalah bahan yang berfungsi sebagai penahan dan pendukung
beban yang timbul diatasnya, tanah dasar juga dapat dijadikan sebagai
penentu mahal tidaknya pembangunan jalan. Hal itu disebabkan kekuatan
danah dasar menentukan tebal tipisnya lapisan perkerasan di atasnya.
2.1.2 Tanah Sebagai Bahan Material Tanah Dasar Jalan Raya
Tanah sebagai bahan material terdiri dari agregat mineral-mineral
padat yang tidak terikat secara kimia antara satu sama lain dari bahan-bahan
organik yang telah melapuk yang berpartikel padat disertai dengan zat cair
dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat
tersebut.
Tanah dasar merupakan material tanah yang dipadatkan sebagai tanah
dasar dari suatu perkerasan jalan. Tanah dasar meliputi seluruh bagian dari
pada jalan. Tanah dasar pada umumnya terdiri dari material permukaan
tanah asli itu sendiri, air dan udara.
Berdasarkan letak tofografi dan design aligment vertikal dari suatu
rencana jalan, tanah dasar dapat dibedakan menurut keduduknya yang akan
menentukan cara-cara pekerjaan tanah dasar. Uraian pekerjaan yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Lapisan tanah galian sebagai tanah dasar
2. Lapisan tanah timbunan sebagai tanah dasar
(sumber: Silvia Sukirman, 1992)
Suatu perencanaan konstruksi pekerjaan jalan raya sangat dipengaruhi
oleh keadaan atau sifat-sifat dari tanah dasar misalnya, kekuatan dari tanah
8
tersebut, kepadatan dan saluran pengeringan (drainase). Tanah sebagai bahan
material tanah dasar memiliki sifat-sifat fisik dan kekuatan (daya dukung)
yang berbeda-beda, sehingga dalam pekerjaan tanah dasar sering ditemukan
masalah-masalah selama pekerjaan.
Masalah-masalah yang dihadapi dalam tanah dasar merupakan
masalah yang sudah umum dijumpai selama proses pekerjaannya. Adapun
masalah-masalah yang sering dijumpai pada pekerjaan tanah dasar (Silvia
Sukirman, 1992) adalah sebagai berikut.
1. Perubahan bentuk tetap, yaitu perubahan bentuk akibat beban lalu
lintas. Perubahan bentuk yang besar akan mengakibatkan jalan
tersebut rusak.
2. Sifat mengambang dan menyusut dari tanah, yaitu perubahan yang
terjadi akibat perubahan kadar air yang didukung tanah tersebut.
3. Perubahan bentuk karena daya dukung tanah yang tidak merata
dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dan macam tanah
yang mempunyai sifat dan kedudukan yang berbeda.
4. Perubahan bentuk akibat terjadinya lendutan dan pengembangan
kenyal yang besar selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari
macam tanah tertentu.
5. Perubahan bentuk akibat dilakukannya tambahan pemadatan,
karena terjadinya penurunan oleh beban tanah dasar tidak
dipadatkan secara baik, dimana daya dukung tidak optimal.
Untuk memperkecil terjadinya masalah yang menyangkut tanah dasar
seperti masalah-masalah di atas, maka langkah yang harus dilakukan adalah
9
melakukan pekerjaan tanah dasar sesuai dengan peraturan pelaksanaan
pembangunan jalan raya yang berlaku. Peratuaran pelaksanaan yang
menyangkut penyelidikan lokasi mengenai faktor kadar air tanah, material
tanah, keadaan dan klasifikasi tanah dan sifat penting tanah serta daya
dukung tanah.
Tanah yang kurang memenuhi persyaratan untuk dijadikan sebagai
lapisan tanah dasar, maka hal perlu dilakukan untuk meningkakatkan daya
dukung tanah tersebut adalah dengan melakukan perombakan terhadap tanah
tersebut. Adapun cara yang dilakukan untuk meningkatkan daya dukung
tanah tersebut (Silvia Sukirman, 1992)dengan cara:
1. Cara dinamis, yaitu perbaikan tanah dasar dengan menggunakan
alat-alat berat seperti compector yang dilengkapi dengan alat
penggetar untuk pekerjaan pemadatan.
2. Memperbaiki gradasi yang ada, yaitu dengan cara menambah
fraksi yang kurang kemudian dicampur dan dipadatkan.
3. Dengan stabilitas kimia, yaitu menstabilitaskan lapisan tanah
dasar dengan bahan-bahan kimia seperti semen portland, kapur,
dan bahan kimia lainnya.
4. Membongkar dan mengganti, langkah ini dilaksanakan apabila
tanah dasarnya sangat jelek dan mengganti tanah aslinya dengan
material yang lebih baik, berkualitas tinggi, dan mempunyai daya
dukung yang optimal.
10
2.1.3 Stabilitas Tanah
Stabilitas tanah merupakan kemampuaan tanah dasar untuk menerima
atau memikul beban yang bekerja di atasnya yang disebut daya dukung tanah
dasar (L.A Sitangggang 2004). Di lapangan akan banyak ditemukan bahwa
tidak semua tanah dasar dasar memiliki daya dukung yang baik, oleh karena
itu harus diadakan perbaikan karekteristik tanah tersebut dengan cara
perbaikan stabilitas dengan bahan-bahan kimia dan juga dengan cara
pemadatan dengan mekanis.
Dengan memperhatikan dilapangan bahwa kebanyakan tanah
memiliki daya dukung yang rendah, maka ada beberapa cara atau teknik
perbaikan tanah yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Adapun
cara atau teknik yang dapat dilakukan dilapangan sesuai dengan keadaan
tanah dilapangan adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan Stabilitas Tanah Dasar Dengan Pemadatan
Menurut dari pengertian pemadatan tanah bahwa pemadatan tanah itu
adalah proses yang dilakukan terhadap tanah untuk meningkatkan volume
tanah, meningkatkan daya dukung tanah (Braja M Das 1998). Sehingga
dapat dikatakan bahwa peningkatan stabilitas tanah dasar dengan cara
pemadatan adalah bertujuan untuk memperbaiki karekteristik mekanis tanah
yaitu memperkecil pori-pori tanah serta mengeluarkan air yang terkandung di
dalam tanah tersebut. Energi pemadatan yang dibutuhkan di lapangan
diperoleh dari mesin gilas. Dengan cara ini maka gaya geser tanah atau
permaebilitas tanah akan turun. Hasil yang dapat diperolah dengan cara
pemadatan adalah sebagsi berikut (Braja M Das 1998):
11
a. Pengurangan penurunan tanah (subsidensi) akibat gerakan-gerakan
vertikal di dalam masa tanah sendiri, akibat berkurangnya angka
pori tanah
b. Keawetan daya dukung tanah optimal
c. Berkurangnya volume akibat berkurangnya kadar air dari nilai
patokan pada saat pengeringan.
1.1 Perbaikan Stabilitas Dengan penyesuaian Dengan Gradasi
Gradasi adalah pemberian jumlah butiran masing-masing dari suatu
masa tanah, makin besar jumlah butir didalam tanah dengan ukuran yang
sama (misalnya mencapai 75%), maka tanah itu dinamakan bergradasi baik
dan merata.Gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran
agregat merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas
perkerasan. Perbaikan dengan cara ini dilakukan apabila tanah asli tidak
memenuhi persyaratan distribusi yang ditentukan, hal ini dapat diketahui
dengan mengadakan evaluasi test laboraturium dapat diketahui ukuran butir
dan jumlah tanah yang harus ditambah mencapai distribusi yang baik.
Perbaikan gradasi yaitu perbaikan stabilitas tanah dengan cara
mencampur tanah asli yang bergradasi kurang baik dengan tanah yang
mempunyai ukuran butiran tertentu, hingga diperoleh gradasi yang baik.
Distribusi gradasi tanah ditentukan pemakaiannya pada konstruksi, jika
distribusi perbutiran tanah cukup baik, maka ruang kosong diantara butiran-
butiran yang akan di isi oleh gradasi dengan butiran yang lebih kecil,
sehingga ruang kosong yang mungkin timbul yang mengakibatkan
permaebilitas semakin kecil atau mungkin akan bersifat kedap air. Tanah
12
yang baik sebagai pendukung ataupun bahan konstruksi perkerasan jalan
adalah permaebilitas sangat kecil, karena infiltrasi ini dapat mempermudah
pergeseran bidang kontak antara butir-butir tanah dan air bersifat sebagai
pelumas. Tanah yang memikul campuran gradasi yang baik dan dapat
dipadatkan sampai suatu kepadatan yang tinggi dan stabil, dalam
prakteknya dapat diperkirakan distribusi gradasi sebagai berikut:
𝑃 = 100 𝑑
𝐷 0,45
(Braja M Das, 1998)
Dimana : P = presentase berat butiran yang lebih kecil dari
suatu ukuran butir sembarang d (%)
d = ukuran butir sembarang (mm)
D = ukuran maksimum dari bahan (mm)
1.2 Perbaikan Stabilitas Tanah Dengan Kapur Atau Semen
Stabilitas dengan kapur dilakukan untuk tanah kohesif atau jenis tanah
yang mempunyai kadar lempung yang tinggi, karena tanah dengan kadar
lempung tinggi memiliki indeks plastisitas (IP) yang tinggi dan kadar ini akan
baik untuk material jalan. Tujuan utama dari stabilitas dengan tanah kapur
adalah untuk mereduksi harga IP yang baik untuk perkerasan adalah di bawah
10% dengan nilai liquid limid (LL) kurang dari 30% untuk material yang
lolos saringan no 40. Selain untuk mereduksi harga IP, reaksi peningkatan
antara kapur dan silika atau alumunium bebas yang terdapat pada tanah
lempung akan menghasilkan perbaikan daya dukung dan stabilitas tanah asli.
13
Untuk tanah berpasir dan berkerikil serta mengandung sedikit tanah yang
berbutir-butir akan digunakan bahan stabilitas semen, maka perlu diselidiki
tentang kadar air, dan konsistensi tanah yang akan distabilitas.
2. Membongkar dan Mengganti Material Tanah
Membongkar dan mengganti yaitu memperbaiki stabilitas tanah
dengan cara membongkar atau mengganti tanah yang berasal dari daerah lain
yang mempunyai karekteristik yang lebih baik dari pada kondisi tanah pada
lokasi pembangunan jalan.
a. Sifat-sifat Tanah
Tanah mempunyai sifat struktur yang bermacam-macam, hal itu
disebabkan karena tanah mempunyai banyak sifat-sifat fisis yang berbeda.
Sifat-sifat fisis meliputi berat isi, angka pori, nilai sudut geser, dan berat
volume. Berat isi adalah berat tanah termasuk air dan udara dengan volume
total. Sudut geser terbentuk akibat dari gerak antara butiran-butiran tanah.
Berat volume adalah berat volume butiran tanah termasuk udara, dengan
volume total tanah. Dalam merencanakan pembangunan suatu proyek ada
baiknya dilakukan survey di lapangan untuk mempelajari sifat-sifat tanah
pada lokasi yang akan dijadikan area proyek. Hal ini penting mengingat tanah
mempunyai sifat-sifat yang berbeda pada tempat tertentu disuatu lokasi
tertentu dan dari hasil survey lapangan dapatlah kita simpulkan apakah pada
lokasi tersebut layak dilaksanakan bangunan jalan raya misalnya, atau
landasan pacu, pabrik, dan bangunan-bangunan lainnya.
Secara umum dari hasil survey lapangan dan test laboraturium tanah
memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Braja M Das, 1998) :
14
b. Permaebilitas tanah
c. Kemampuan dan konsuliditas tanah
d. Kekutan tegangan geser tanah.
e. Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah adalah cara untuk menentukan jenis tanah
sehigga diperoleh gambaran sepintas tentang sifat-sifat tanah (Ir.
Shirley LH, 1987). Klasifikasi tanah berfungsi untuk
mengetahui jenis dan sifat masing-masing tanah, kepadatan serta
kadar airnya yang bertujuan untuk mempermudah perkiraan dan
daya dukung tanah dasar dan pengerjaannya.
Secara umum tanah dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu tanah
kohesif dan tanah tanah tidak kohesif (granular). Sifat-sifat tanah kohesif
adalah sebagai berikut :
i. Jika butir-butir tanah pada pembasahan dan pengeringan akan
menyusun butir-butir tanah tersebut satu sama lain, sehingga diperlukan
gaya untuk memisahkan dalam keadaan kering.
ii. Berdasarkan satu keadaan analsis makanis, maka yang dimaksud
dengan tanah non kohesif adalah bila butir-butir tanah akan terpisah-
pisah sesudah dikeringkan, butir-butir tersebut hanya bersatu kembali
jika dalam keadaan basah karena pengaruh gaya tarik permukaan
didalam air.
Berdasarkan ukuran-ukuran butirannya, maka tanah dapat dibagi
menjadi 4 jenis (L.A Sitanggang, 2004), yaitu:
1. Tanah yang berbutir kasar (2 mm)
15
2. Tanah berbutir sedang (2 – 0,075 mm)
3. Tanah berbutir halus (0,075 – 0,005 mm)
4. Tanah lempung (<0,005 mm)
Pembagian jenis tanah ini umumnya digunakan untuk bahan-bahan
yang non kohesif seperti pasir kasar, pasir sedang, kerikil, dan tidak berlaku
bahan-bahan yang kohesif.
Untuk menentukan sesuai tidaknya suatu tanah untuk bahan-bahan
konstruksi, maka perlu dibentuk suatu klasifikasi tanah yang lebih lengkap
dan mendetail, mengingat klasifikasi tanah diatas bersifat umum, dimana
mungkin terjadi klasifikasi yang sama untuk tanah-tanah yang hampir
bersamaan.
Adapun sistem klasifikasi yang resmi dipakai adalah :
a. Sistem klasifikasi tanah AASTHO (American Association of State
Highway and Transportation Officials).
b. Sistem klasifikasi tanah USCS (Unified Soil Classification
System).
a. Sistem Klasifikasi Tanah AASTHO
Dengan sistem klasifikasi tanah AASTHO, tanah dapat didefenisikan
menjadi tujuh kelompok, yaitu A-1 sampai A-7. Dimana kelompok tanah A-1
sampai A-3 adalah tanah berbutir dengan tidak lebih dari 35% bahan lewat
saringan no 200. Kelompok tanah A-1 terdiri dari campuran kerikil, pasir
kasar, pasir halus yang bergradasi cukup baik dan bahan pengikat yang
mempunyai plastisitas yang sangat rendah. Kelompok A-1 terdiri dari sub
kelompok yaitu A-1a dan A-1b.
16
Sub kelompok A-1a mengandung kerikil yang cukup banyak dan
merupakan bahan yang bergradasi yang baik, sedangkan sub kelompok A-1b
terdiri dari pasir serta mempunyai nilai plastisitas (PI) <6. Kelompok A-2
merupakan bahan berbutir dengan jumlah bahan yang lewat saringan no 200
tidak lebih dari 35%. Tanah A-3 merupakan campuran pasir halus yang
mempunyai ukuran relatif seragam dan serupa campuran pasir halus
bergradasi kurang baik dengan sebagian kecil terdiri dari bahan pasir kasar
dan kerikil serta merupakan bahan yang tidak plastis.
Tanah A-4 sampai A-7 dianggap tanah berbutir halus dan semuanya
mempunyai bahan yang lewat saringan no 200 minimum 36%. Kelompok A-
7 masih dibagi atas sub kelompok yaitu A-7-5 dimana PI < (LL-30) dan sub
kelompok A-7-6 bila PI > (LL-30).
b. Sistem Klasifikasi Tanah USCS (Unified Soil Classification System)
Dalam sistem ini, tanah-tanah lewat notasi (simbol) kelompok yang
terdiri dari sebuah prefiks dan sebuah sufiks. Prefiks berfungsi untuk
menunjukkan jenis tanah utama dan sufiks menunjukkan sub divisi didalam
kelompok-kelompok sebagai berikut.
17
Tabel 2.1 Sistem klasifikasi tanah (sumber, USCS)
Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Sufiks
Kerikil G Gradasi baik W
Pasir S Gradasi buruk P
Gradasi seragam U
Berlanau M
Lanau M
Lempung C LL 50% L
Organis O LL 50% H
Gambut P
Keterangan :
G = kerikil (Gravel)
S = Pasir (Sand)
M = Lanau (Silt/Moam)
C = Lempung (Clay)
W = Bergradasi baik (Well Graded)
P = Bergradasi buruk (Poor Graded)
U = Bergradasi seragam (Uniform Graded)
L = Plastisitas rendah (Low Liquid Limit)
H = Plastisitas tinggi (High Liquid Limit)
O = Organik (Organic)
Dari tabel diatas, sistem tanah USCS memberikan defenisi sebagai
berikut :
18
a. Berbutir kasar, apabila lebih dari 50% tertahan pada saringan
no 200
b. Berbutir halus apabila lebih dari 50% lolos saringan no 200.
Klasifikasi tanah berbutir kasar adalah :
a. Kerikil, apabila fraksi kasar yang tertahan pada saringan no 4
lebih dari 50%
b. Pasir, apabila fraksi saringan yang lolos melalui saringan no
4.
Sistem klasifikasi tanah USCS ini merupakan sistem yang paling
banyak digunakan untuk pekerjaan Teknik Sipil, misalnya pekerjaan teknik
pondasi, saluran pondasi, dan landasan.
2.2. Jenis Lapisan Tanah
2.2.1 Lapisan Permukaan (Surface course)
Lapisan Permukaan (surface course) disebut lapisan permukaan.
Fungsi Lapisan permukaan adalah (Silvia Sukirman, 1992):
1. Lapisan permukaan penahan beban roda, lapisan mempunyai
stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak
meresap ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan
tersebut.
3. Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita atau
mengalami gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi
aus.
19
4. Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat
dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih
jelek.
2.2.2 Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan
lapisan permukaan dinamakan lapisan pondasi atas (base course). Fungsi
lapisan pondasi atas antara lain (Silvia Sukirman, 1992):
1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
3. Bantalan lapisan terhadap lapisan permukaan.
Material yang digunakan untuk lapisan pondasi atas adalah material
yang cukup kuat. Untuk lapisan pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya
menggunakan material dengan CBR >50% dan plastisitas indeks (IP) <4%.
Bahan-bahan alam seperti batu pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan
semen dan kapur digunakan sebagai lapisan pondasi atas.
2.2.3 Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapisan perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah
dasar dinamakan lapisan pondasi bawah (subbase). Lapisan pondasi bawah
ini berfungsi (Silvia Sukirman, 1992):
1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda
ketanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20%
dan IP ≤ 10%.
20
2. Efesiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif
murah dibandingkan lapisan perkerasan diatasnya.
3. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.
4. Lapis peserapan, agar air tanah tidak berkumpul dilapisan pondasi.
5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini
sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera
menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya
dukung tanah dasar menahan roda-roda alat besar.
6. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar
naik kelapisan pondasi atas.
2.2.4 Lapisan Tanah Dasar (subgrade)
Lapisan tanah setebal 50-100 cm diatas mana akan diletakkan lapisan
pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar (subgrade). Lapisan tanah
dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah
yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang stabilisasi
dengan kapur atau bahan lainnya. Pemadatan yang baik diperoleh jika
dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan
selama umur rencana. Hal ini dapat dicapai dengan perlengkapan drainase
yang memenuhi syarat.
2.3 Perencanaan Tebal Perkerasan
Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan lentur dengan metode
analisa komponen SKBI.2.3.26.1987 UDC:625.73(25) (Asiyanto, 2008)
adalah:
21
1. Tentukan nilai daya dukung tanah dasar dengan mempergunakan
pemeriksaan CBR.
2. Dengan memperhatikan nilai CBR yang diperoleh, keadaan lingkungan,
jenis dan kondisi tanah dasar disepanjang jalan, tentukan CBR segmen.
3. Tentukan nilai daya dukung tanah dasar (DDT) dari setiap nilai CBR
segmen yang diperoleh dengan menggunakan gambar. Gambar CBR
menggunakan skala logaritma, sedangkan grafik DDT mempergunakan
skala linier.
4. Tentukan umur rencana dari jalan yang hendak direncanakan. Umumnya
jalan baru mempergunakan umur rencana 20 tahun, dapat dengan
konstruksi bertahap atau tidak.
5. Tentukan faktor pertumbuhan lalu lintas selama masa pelaksanaan dan
selama umur rencana i %.
6. Tentukan faktor regional (FR). Faktor regional berguna untuk
memperhatikan kondisi jalan yang berbeda antara jalan yang satu dengan
jalan lain. Hal-hal yang dapat dimasukkan dalam nilai FR adalah :
Kondisi persimpang yang ramai
Keadaan medan jalan
Kondisi drainase yang ada
Pertombangan teknis dari perenci ketinggian seperti ketinggian
muka air tanah, perbedaan kecepatan akibat adanya hambatan
tertentu, dan lain-lain.
7. Tentukan Lintas Ekivalen Rencana (LER)
LET = ½ (LEP + LEA) (Asiyanto, 2008)
22
LER = LET x FP
Dimana :
LET = Lintas Ekivalen Tengah
LEP = Lintas Ekivalen Permukaan
LEA = Lintas Ekivalen Akhir
FP = Faktor Penyesuaian
FP = UR/10
UR = Umur Rencana
8. Tentukan indeks permukaan awal (IPo) dengan mampergunakan tabel 3.1
yang ditentukan sesuai dengan jenis lapisan permukaan yang
dipergunakan.
Tabel 2.2 indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) (25)
(Asiyanto, 2008)
Jenis lapisan permukaan Ipo Roughness*(mm/km)
Laston ≥ 4 ≤ 1000
3,9 – 3,5 >1000
Lasbutag 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 >2000
HRA 3,9 – 3,5 ≤2000
3,4 – 3,0 >2000
Burda 3,9 – 3,5 <2000
Burtu 3,4 – 3,0 <2000
Lapen 3,4 – 3,0 ≤3000
2,9 – 2,5 >3000
Latasbum 2,9 – 2,5
23
Buras 2,9 – 2,5
Latasir 2,9 – 2,5
Jalan tanah ≤2,4
Jalan kerikil ≤2,4
*alat pengukur roughhometer yang dipakai adalah NAASRA, yang
dipasang pada kendaraan standart datsun 1500 station wagon, dengan
kecepatan kendaraan ± 32 km/jam.
9. Tentukan indeks permukaan akhir (IPt) dari perkerasan rencana.
Tabel 2.3 Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt) (25) (Asiyanto,
2008)
LER Jalan Lokal Jalan Kolektor Jalan Arteri Jalan Tol
< 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
100-1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
>1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5
10. Tentukan indeks tebal perkerasan (ITP). Pada konstruksi bertahap, ITP
dapat ditentukan berdasarkan konsep umur sisa. Konstruksi tahap kedua
dilaksanakan jika dianggap umur sisa tahap awal tinggal 40%.
ITP1 yaitu ITP untuk tahap pertama diperoleh dari nomogram dengan
menggunakan LER = 1,6 LER1 dan ITP1+2 yaitu ITP untuk tahap pertama
ditambah tahap kedua, diperoleh dari nomogram dengan menggunakan
LER=2,5 LER2.
LER1 adalah LER selama tahap pertama.
LER2 adalah LER selama tahap kedua.
24
11. Tentukan jenis material yang digunakan. Pemilihan jenis lapisan
perkerasan ditentukan dari :
a. Material yang tersedia
b. Dana awal yang tersedia
c. Tenaga kerja dan peralatan yang tersedia
d. Fungsi jalan.
12. Tentukan koefisien kekuatan (a) dari setiap jenis lapisan perkerasan yang
dipilih.
13. Dengan mempergunakan rumus:
ITP = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3 (Asiyanto, 2008)
Dapat diperoleh tebal masing-masing lapisan.
Dimana :
a1, a2, a3 adalah kekuatan relatif dari tabel 3.3 untuk lapisan permukaan
(a1), lapisan pondasi atas (a2), dan lapisan pondasi bawah (a3).
D1, D2, D3, adalah tebal lapisan masing-masing lapisan dalam cm
untuk lapisan permukaan (D1), lapisan pondasi atas (D2), dan lapisan
pondasi bawah (D3). Perkiraan besarnya ketebalan masing-masing jenis
lapisan perkerasan ini tergantung dari nilai minimum yang ditentukan
oleh Bina Marga. Tebal minimum dari masing-masing jenis lapisan
perkerasan dapat dilihat pada tabel 3.3.
14. Kontrol apakah tebal dari masing-masing lapisan perkerasan telah
memenuhi ITP yang bersangkutan.
26
Tabel 2.5 Tebal minimum lapisan permukaan (Asiyanto, 2008)
ITP Tebal minimum(cm) Bahan
<3,00 Lapisan pelindung, BURAS, BURTU/BURDA
3,00 – 6,70 5 LAPEN/aspal macadam, HRA, asbuton, LASTON
6,71 – 7,49 7,5 LAPEN/aspal macadam, HRA, asbuton, LASTON
7,50 – 9,99 7,5 Asbuton, LASTON
>10,00 10 LASTON
Tabel 2.6 Tebal minimum lapisan pondasi (Asiyanto, 2008)
ITP Tebal minimum (cm) Bahan
<3,00 15 Batu pecah, stabilita stabilitas tanah dengan semen,
stabilitas tanah dengan kapur.
3,00 – 7,59 20
10
Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
stabilitas tanah dengan kapur.
LASTON ATAS
7,90 – 9,99 20
15
Batu pecah, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi
macadam.
LASTON
10,0 – 12,24 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macandam,
LAPEN, LASTON atas.
ITP Tebal minimum (cm) Bahan
>12,15 25 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam,
LAPEN, LASTON atas.
27
2.4 Pemadatan Lapisan Tanah Dasar Jalan
2.4.1 Pengertian Pemadatan
Pemadatan adalah merapatkan partikel-partikel tanah dengan cara
mengurangi pori-pori udaranya untuk memperbaiki sifat-sifat teknis dari
masa tanah (Joseph E Bowles). Pemadatan adalah suatu proses untuk
mengeluarkan udara dari pori-pori tanah untuk memperkecil adanya ruang
kosong pada tanah (Silvia Sukirman, 1992). Pemadatan tanah adalah suatu
proses yang dilakukan terhadap tanah untuk meningkatkan volume tanah dan
meningkatkan kekuatan tanah atau daya dukung tanah (Braja M Das 1988).
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemadatan tanah
dasar adalah suatu proses untuk mengurangi pori-pori pada tanah, untuk
memperbaiki sifat tanah dan untuk meningkatkan daya dukung tanah.
Hal ini dapat dicapai dengan cara memberikan eneri pada material
yang akan dipadatkan, baik secara mekanis maupu manual. Pemadatan
merupakan pekerjaan yang pada umumnya dipadatkan dengan menggunakan
alat-alat mekanis, sedangkan dilaboraturium dilakukan dengan cara memukul.
Menurut L.D Wesley 1977, tujuan pemadatan adalah :
1. Untuk memperbesar kekuatan dan daya dukung tanah
2. Memperkecil comperssility dari tanah tersebut
3. Memperkecil pengaruh air terhadap tanah.
Untuk memadatkan hasil yang lebih baik, maka perlu diketahui kadar air yang
dikandung oleh tanah itu sendiri, di mana kadar air sangat berpengaruh pada
pekerjaan pemadatan.
28
Tanah yang kaku atau keras, sangat sukar untuk dipadatkan, maka
untuk mempermudah pemadatannya adalah dengan cara menambah kadar air
sebagai bahan pelumas untuk mengisi ruang-ruang pada tanah tersebut. Tetapi
tanah yang kadar airnya rendah, dipadatkan dengan memberi energi yang
cukup besar, hasil tanah tersebut adalah semakin padat (baik). Jadi tanah yang
mempunyai angka pori yang kecil, biasanya mempunyai berat isi kering yang
lebih tinggi yang berarti derajat hasil pemadatanya tinggi.
Makin baik radasi tanah berpasir, maka makin tinggi berat isi kering
maksimumnya, dan bila makin buruk gradasi butirannya makin rendah berat
isi kering maksimumnya. Untuk tanah kohesif dan bahan lempung, berat isi
kering maksimumnya rendah dan memiliki kadar air optimum.
2.4.2 Pengujian Pemadatan/Pengukuran Pemadatan di Laboraturium
Pengujian pemadatan di laboraturium adalah percobaan untuk
mendapatkan data-data pemadatan di laboraturium. Untuk menentukan kadar
air optimium dan berat isi kering maksimum berdasarkan percobaan dapat
diperoleh dua macam percobaan (L.D Wesley, 1977), yaitu :
1. Percobaan Pemadatan Standart (Standart Compaction Test)
Di dalam percobaan pemadatan standart digunakan tanah yang
dirapatkan pada sebuah cetakan (mould) yang isinya 1/30 ft2 (942,2 cm
3).
Tanah yang sudah ditentukan dicampur dengan air yang kadar airnya
berbeda-beda dan dipadatkan dengan menggunakan alat penumbuk khusus
seberat 5,5 pound (2,45 kg) dengan tinggi jauh kira-kira 12 inc (30cm). Pada
cetakan yang sudah disediakan diisi tiga lapis tanah dengan tebal tiap lapisan
kira-kira 1 inc dan dipadatkan dengan alat penumbuk, setiap lapisannya
29
dipadatkan dengan jumlah pukulan 25 kali. Tanah segera dikeluarkan dari
cetakan dan sebagian diambil untuk diperiksa kadar airnya.
Pada percobaan pemadatan standart ini dilakukan sampai 6-8 kali
percobaan dengan kadar air yang berbeda-beda. Setelah selesai dilakukan
pemadatan selanjutnya dapat dilukiskan grafik antara kadar air dengan berat
isi kering.
2. Percobaan Pemadatan Dimodifikasi (Modified Compaction Test)
Percobaan ini biasanya dianggap lebih tepat dibanding dengan
percobaan Standart Compaction Test dalam hal percobaan laboratorium.
Cetakan yang dipakai sama pada alat percobaan standart, bedanya percobaan
ini memakai alat pemukul lebih besar yaitu 10 pound dengan tinggi jauh 18
inc. Dalam proses percobaananya pada cetakan diisi dengan 5 lapisan dan
setiap lapisannya dipadatkan dengan 25 kali pukulan.
Dari hasil percobaan, akan ditemukan garfik dan dapat dilihat garis
yang disebut garis derajat kejenuhan 100%. Garis kejenuhan ini adalah garis
yang menyatakan berat volume kering maksimum secara teoritis dapat
dicapai dengan kadar air tertentu, atau dengan kata lain pori-pori tanah sudah
tidak mengandung udara lagi apabila derajat jenuh dicapai 100%.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemadatan Tanah Dasar
Untuk memperoleh hasil pemadatan tanah dasar yang diinginkan,
maka terlebih dahulu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemadatan
dalam pelaksanaan dilapangan baik dari hasil survey, maupun data-data
percobaan laboraturium. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemadatan tanah
30
adalah kadar air yang dikandung tanah dasar, ukuran dan gradasi tanah dasar
serta energi yang dibutuhkan untuk pemadatan.
Dari hasil percobaan di lapangan dan di laboraturium, faktor-faktor
yang mempengaruhi pemadatan tanah adalah sebagai berikut(L.D Wesley,
1977) :
1. Jenis Tanah Yang Dipadatkan
Jenis tanah ditentukan oleh distribusi ukuran butir, bentuk, sfesifik berat
tanah dan jumlah mineral lempung yng dikandung oleh tanah. Jenis tanah
menentukan harga berat volume kering maksimum dan kadar air optimal dari
tanah tersebut. Kurva pemadatan tanah dari jenis tanah menyimpulkan ada
empat jenis tipe pemadatan tanah (Lee dan Sudkamp 1997). Adapun keempat
tife tanah tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kurva pemadatan tipe a, tife kurva ini hanya memiliki satu puncak.
Kurva ini biasanya dijumpai pada jenis tanah yang mempunyai
batas cair (LL) 30%-70%.
b. Kurva pemadatan tife b, tife kurva ini memiliki hanya setengah
puncak. Tipe kurva ini biasanya dijumpai pada jenis tanah yang
mempunyai batas cair (LL) <30%.
c. Kurva pemadatan tipe c, tipe kurva ini memiliki puncak ganda. Tipe
kurva ini biasanya dijumpai pada jenis tanah yang mempunyai batas
cair (LL) <30%.
d. Kurva pemadatan tipe d, tipe kurva ini memiliki puncak tertentu.
Tipe kurva ini biasanya dijumpai pada jenis tanah yang mempunyai
batas cair (LL) >70%.
31
2. Hubungan Antara Kadar Air Dengan Karakteristik Tanah
Kadar air sangat mempengaruhi karekteristik tanah yang sudah
dipadatkan. Hal ini disebabkan oleh keadaan tanah dasar asli, serta keadaan
lingkungan, ketinggian muka air yang mengakibatkan kadar air
mempengaruhi karekteristik tanah pada jalan-jalan yang sudah selesai
dibangun. Kadar air tanah memiliki variasi di dalam tanah dan variasi ini
akan memberikan variasi juga terhadap karekteristik mekanis suatu tanah.
Hubungan berat kering dengan tingkat kadar air suatu tanah serta
variasi karekteristik tanah dibedakan menjadi 4 tingkatan (L.D Wesley,
1977), yaitu :
1. Tingkat I (kondisi semi beku)
Kondisi ini tercapai apabila kadar air yang terkandung didalam tanah
relatif rendah, dimana sebagian air terserap masuk kedalam butiran tanah.
Pada kondisi ini pemadatan dilakukan dengan cara menumbuk padat, dimana
cara ini akan menimbulkan perpindahan tempat kedudukan butiran-butiran
tanah yang mengakibatkan semakin rapatnya butiran-butiran tanah sampai
tercapai kepadatan maksimum.
2. Tingkat II (kondisi elastis)
Dengan bertambahnya kadar air sehingga selaput air yang melapisi
butiran-butiran tanah semakin menebal dan akhirnya butiran-butiran tanah
saling bersinggungan satu sama lain. Dalam kondisi elastis, besar pori-pori
diantara butiran-butiran suatu tanah masih berisi udara, dan apabila kadar air
ditambah, maka kekuatan gaya-gaya dari tegangan permukaan air akan
32
menurun, yang akan mengakibatkan daya dukung tanah tersebut akan
menurun.
3. Tingkat III (kondisi plastis)
Apabila kadar air tanah terus menerus mengalami peningkatan,
sehingga kadar air yang terdapat diantara butiran-butiran tanah berlebihan.
Pada kondisi ini tanah mulai mempunyai sifat-sifat plastis, sehingga
ketahanan terhadap keruntuhan dan daya dukung tanah terdapat penetrasi
semakin rendah.
4. Tingkat IV (kondisi semi cair lekat)
Pada kondisi ini tanah mempunyai rongga-rongga udara yang terdapat
pada butiran tanah, dan hampir jenuh berisi air akibat kadar air yang
bertambah. Daya kohesi antara butiran-butiran yang saling berdekatan
semakin menurun, maka tanah tersebut mulai bersifat cair lekat. Hal ini
biasanya terjadi pada tanah yang berbutir halus seperti lanau dan lempung.
3. Analisa Ukuran Gradasi Butiran Tanah
Gradasi adalah pemberian jumlah butiran masing-masing dari suatu
masa tanah, makin besar jumlah butir didalam tanah dengan ukuran yang
sama (misalnya mencapai 75%), maka tanah itu dinamakan bergradasi baik
dan merata. Bergradasi merata adalah apabila masing-masing jumlah
presentase tanah mengikuti ukuran tertentu, sedangkan tanah yang
mempunyai ukuran butiran tidak teratur disebut bergradasi buruk (poor
graded).
Suatu tanah yang mempunyai butiran-butiran berbentuk bundar dan
bergradasi merata, pada pelaksanaannya di lapangan tidak dapat mencapai
33
kepadatan yang optimal untuk pembuatan tanah dasar jalan raya, maka
tanah semacam ini kurang baik digunakan. Tanah yang baik digunakan
untuk lapisan tanah dasar jalan raya adalah tanah yang bergradasi baik
serta memiliki butiran-butiran yang bersegi-segi. Tanah yang mempunyai
butiran-butiran yang persegi mempunyai rongga udara diantara butiran-
butiranya dan rongga ini diisi oleh butiran yang lebih kecil lagi dan
seterusnya, sehingga benar-benar diperoleh masa tanah yang cukup padat,
dan jumlah udara dalam tanah yang sedikit.
Pada umumnya material yang digunakan diambil langsung dari
sumber-sumber alam (dengan tahap pemeriksaan), sehingga sepenuhnya
tercapai daya dukung dan kestabilan yang optimal. Untuk mengatasi
tercapainya kestabilan tanah dapat diperoleh dari gejala lain yang terdapat
pada material alam itu sendiri, seperti daya ikat antara butiran-butiran tanah
sebagian dari material didalam masa. Tanah liat (clay) merupakan bahan
yang mempunyai daya ikat yang tinggi karena sifatnya yang kohesif.
Mengingat tanah yang kohesif tidak akan kita jumpai disetiap lapangan
pekerjaan pembuatan tanah dasar jalan raya, maka perlu dilakukan
pemeriksaan dilaboraturium.
Jika usaha pemadatan volume tanah berubah, maka kurva pemadatan
akan berubah. Ada 4 buah kurva pemadatan tanah lempung berpasir.
Pemadatan tanah ini dilakukan dengan pemadatan standart dengan jumlah
tumbukan perlapisan berbeda-beda mulai dari 20 sampai 50 tumbukan.
34
Tabel 2.7 Contoh perhitungan energi pemadatan (L.D Wesley, 1977)
Nomor Kurva Jumlah Tumbukan Per Lapis Energi Pemadatan
(ft-lb / ft3)
1 20 9.900
2 25 12.375
3 30 14.850
4 50 24.750
2.6 Cara Pemadatan Tanah Dasar
Pemadatan lapisan tanah dasar merupakan usaha untuk mendapatkan
dan meningkatkan daya dukung tanah dasar untuk menahan beban yang ada
di atasnya. Pemadatan dapat mengurangi besarnya penurunan tanah yang
tidak diinginkan dan dapat meningkatkan ketahanan lereng timbunan jalan.
Pada pelaksanaan pemadatan tanah di lapangan umumnya dengan
menggunakan alat-alat mekanis, seperti mesin penggilas permukaan halus,
dan penggilas getar dan lain-lain.
Pemadatan tanah dapat diperoleh dengan cara memberikan energi
pada tanah yang akan dipadatkan dengan cara menekan, menumbuk dan
menggetar.
1. Cara Menekan
Pemadatan tanah yang dilaksanakan dengan cara menekan, sehingga
udara yang berapa pada butiran tanah secara perlahan-lahan akan keluar
melalui pori-pori butiran tanah dan sekaligus untuk mengeluarkan kelebuhan
air dalam tanah. Pemadatan tanah dengan cara menekan umumnya digunakan
mesin penggilas yang permukaannya licin, hingga tanah yang dipadatkan
35
mempunyai permukaan yang rata dan padat sekaligus meningkatkan tegangan
geser tanah.
Alat yang digunakan untuk pemadatan tanah dengan cara menekan
adalah antara lain :
a. Segment roller
b. Three wheel roller
c. Pneumatic roller.
2. Cara Menumbuk
Pemadatan tanah dilaboraturium biasanya dilakukan dengan cara
menumbuk padat, yaitu dengan menjatuhkan benda penumbuk dari suatu
ketinggian tertentu dengan menghasilkan energi. Energi yang ditimbulkan
benda padat akan diterima tanah dan menghasilkan reaksi pemadatan.
Pemadatan dengan cara menumbuk akan menghasilkan kekuatan yang
lebih tinggi. Untuk gaya pembebanan tertentu, cara menumbuk padat akan
menghasilkan gradasi yang baik, misalnya butiran batu akan pecah yang
berfungsi untuk memperbaiki gradasi tanah, sebaliknya gaya tumbuk yang
dihasilkan berlebihan akan menimbulkan kehancuran pada permukaan tanah
batu.
Alat mekanis yang digunakan untuk pemadatan tanah dengan cara
menumbuk padat antara lain :
a. Compactor hammer
b. Tamper.
36
3. Cara Menggetar
Pemadatan dengan cara menggetar adalah melakukan pemadatan
terhadap tanah dengan cara menggetar tanah dengan menggunakan alat berat.
Alat pemadat yang digunakan pada pekerjaan ini adalah vibrator ruller. Alat
pemadat ini akan menghasilkan tegangan (getaran yang besar) jika digunakan
selama pemadatan, sehingga pori-pori yang kosong diantara butir-butir tanah
akan terisi padat. Dengan cara ini butir-butir tanah akibat gaya berat dan
getaran-getaran yang dihasilkan akan bergerak menyesuaikan diri mencari
rongga-rongga yang kosong. Pemadatan dengan cara menggetar padat sangat
baik dan tepat untuk memadatkan tanah yang tidak mempunyai kohesi sperti
tanah yang berpasir.
Alat mekanis yang digunakan untuk pemadatan tanah dengan cara
menggetar antara lain :
a. Vibrator roller
b. Mesh gird roller