Keteguhan Rekat dan Bentuk Kerusakan Blockboard Berbasis Kayu Kelapa Sawit (Indra Mawardi)
1
KETEGUHAN REKAT DAN BENTUK KERUSAKAN BLOCKBOARD
BERBASIS KAYU KELAPA SAWIT
Indra Mawardi Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jl. Banda Aceh-Medan Km. 280 P.O. Box 90Buketrata, Lhokseumawe 24301
E-mail: [email protected]
Abstract
This research aims to get bond strength values and analyze forms of damage blockboard oil-
palm wood (OPW. This research examines the properness of as core material in producing
block board by observing its physical and mechanical characteristic. The core material is
created from particles composite with matrix from polystyrene (PS). Proportion of OPW and
PS was arranged in 3 variations (w/w), i.e. 30:70, 40:60, and 50:50. Afterwards, the
resulting OPW-PS composite was sandwich between veneers of meranti hardwood using
urea formaldehyde adhesive. After conditioning, the block board sustained the test on shear
strength under tension load. The results showed shear strength under tention load ranges
4,63-7,23 kg/cm2 and constancy maximum an adhesive composition matériel blockboard
occurring in w/w 30:70 namely 14,45 kg/cm2. Those overall tests referred to the
specification of Indonesian National Standard SNI 01-5008.2-2000. Damage occurs either
loose of vineers not on a line an adhesive. In faktografi damage of blockboard more
dominated by pull out particles particles into nuclei.
Keywords: Blockboard, oil-palm wood, polystyrene, bond strength
PENDAHULUAN
Industri kehutanan terutama industri
industri perkayuan di Indonesia terus
meningkat, hal ini tidak diikuti dengan
ketersediaan kayu di hutan semakin menurun
dari tahun ke tahun. Kelangkaan bahan baku
kayu ini bahkan sudah sampai mengancam
kelangsungan usaha sektor pengolahan hasil
hutan. Kelangkaan kayu tersebut tidak terlepas
dari pembalakan liar yang dilakukan selama
ini. Disisi lain, permintaan terhadap barang-
barang yang terbuat dari kayu semakin
meningkat dan bervariasi. Industri furniture
telah beralih menggunakan plywood,
blockboard, papan partikel, teakboard, dan
laminboard sebagai material alternatif
pengganti kayu. Blockboard merupakan salah
satu produk yang banyak digunakan oleh
industri furniture saat ini.
Menurut Lisman.S [1] kayu kelapa
sawit (KKS) mempunyai potensi penghasil
kayu yang cukup besar. Dengan luas
perkebunan kelapa sawit pada tahun 2005
tercatat sekitar 5,59 juta ha. Hasil penelitian
mencatat volume batang kelapa sawit rata-rata
1,72 m3/pohon, apabila diambil 75% dari
populasi pohon akan diperoleh 128 pohon/ha,
maka akan tersedia volume batang kayu
sebesar 165,12 m3/ha.
Pemanfaatan secara terencana kayu
kelapa sawit tua untuk bahan baku industri
kayu akan memberikan peran strategis dalam
mempertangguh usaha kelapa sawit dan
sumber alternatif bahan baku perkayuan yang
ramah lingkungan, serta menyelesaikan
masalah limbah, sekaligus katup pengaman
kerusakan hutan tropis. Apalagi selain mudah
didapat, proses perlakuan yang menjadikan
batang kelapa sawit itu menjadi bahan baku
kayu tidak membutuhkan biaya yang terlalu
tinggi. Melalui modifikasi/rekayasa terhadap
karakteristik dasar KKS yang memiliki
kualitas yang rendah dibanding dengan kayu,
diharapkan KKS menjadi bahan baku funiture
yang potensial.
Tujuan penelitian secara spesifik
adalah mendapatkan nilai kekuatan rekat dan
menganalisis bentuk kerusakan dari
blockboard KKS. Penelitian secara jangka
Jurnal Teknologi, Vol. 13, No. 1, April 2013 : 6-10
2
panjang bertujuan mengoptimalkan limbah
perkebunan kelapa sawit terutama
batang/kayunya. Pengembangan produk
blockboard KKS merupakan salah satu upaya
memproduksi material yang murah, memenuhi
standart mutu dan menambah varian baru
blockboard.
METODE
A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain: kayu kelapa sawit,
matriks komposit digunakan polystyrene (PS),
NaOH (alkali), benzoil peroksida, maleated
coupling agent, dan pelarut organik (silena).
B. Prosedur Penelitian
1. Persiapan partikel KKS
Partikel KKS dihasilkan dari batang
kelapa sawit yang telah diserut dan disortir
dengan diameter < 5 mm. Partikel KKS
direndam di dalam 5% NaOH selama 4 jam
kemudian dicuci dengan air bersih dan
dikeringkan [2].
2. Pembuatan material inti
Material inti terbuat dari komposit
partikel KKS-PS. Proses pembentukan matriks
dilakukan dengan mencampur hingga rata
semua bahan-bahan; PS, silena, coupling agent
dan peroksida. Penggunaan coupling agent
sebanyak 8% dari berat PS, peroksida
sebanyak 8% dari coupling agent, dan silena
200% dari berat PS. Partikel KKS dimasukan
ke dalam matriks dan diaduk hingga rata.
Proses pengadukan partikel KKS dengan
matriks menggunakan mesin ekstrusi dengan
putaran 50 rpm pada temperatur 50-600C.
Partikel KKS dan matriks yang telah
tercampur homogen dimasukan ke dalam
cetakan dengan ketebalan komposit sebesar 15
mm. Proses pencetakan dilakukan pada suhu
ruang, dan dibiarkan kering dan mengeras
selama 14 hari sebelum dipakai pada
pembuatan papan blok. Variasi unsur
pembentuk material inti berdasarkan fraksi
berat KKS-PS, yaitu 30:70, 40:60 dan 50:50.
3. Pembuatan blockboard
Proses pembentukan blockboard
dilakukan dengan melapisi material inti dengan
vinir pada bagian atas dan bawah. Vinir yang
digunakan adalah plywood jenis meranti
dengan ketebalan 2,5 mm. Perekatan vinir
pada material inti menggunakan perekat urea
formaldehida dan dikempa pada suhu ruang
sebesar 20 kg/cm2 selama 15 menit.
4. Pengujian
Pengujian keteguhan rekat dilakukan
dengan uji geser tarik. Pola pemotongan
spesimen untuk pengujian geser tarik mengacu
pada standar SNI 01-5008.2-2000 Kayu Lapis
Penggunaan Umum [3]. Dimensi spesimen uji
geser tarik dibuat dengan ukuran 100 mm x 25
mm, dengan ukuran bidang geser adalah 25
mm x 25 mm (Gambar 1). Pengujian dilakukan
dengan menggunakan mesin servo pulser jenis
UCT Series pada temperatur 250C dan
kelembaban 50% RH. Kecepatan penarikan
adalah 2 mm/menit.
Ket. 1 & 3 = lapisan muka
2 = lapisan inti
Gambar 1. Dimensi spesimen uji geser tarik
Nilai keteguhan geser tarik dapat
dihitung dengan persamaan :
(1)
Keterangan :
P : beban tarik (kg)
p : panjang bidang geser (cm)
L : lebar bidang geser (cm)
Nilai keteguhan rekat dihitung menggunakan
persamaan :
(2)
Keterangan:
KR : keteguhan rekat (kg/cm2)
KGT : keteguhan geser tarik (kg/cm2)
1
2 3
25
25
mm
100
mm
Keteguhan Rekat dan Bentuk Kerusakan Blockboard Berbasis Kayu Kelapa Sawit (Indra Mawardi)
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan
untuk mengetahui tingkat perekatan antara
vinir dan inti dari komposit partikel KKS.
Nilai keteguhan rekat didapat dari hasil
perkalian nilai geser tarik dengan koefesien
dari hasil perbandingan tebal vinir dan inti.
Gambar 2 memperlihatkan spesimen uji geser
tarik blockboard KKS yang telah dibentuk
dengan dengan berbagai variasi inti.
Gambar 2. Spesimen uji geser tarik
Tipikal grafik perpanjangan terhadap
beban penarikan dari blockboard KKS
diperlihatkan pada Gambar 3. Dari bentuk
grafik yang terjadi, terlihat perpanjang akibat
penarikan cukup besar. Hal ini menunjukan
blockboard KKS dengan menggunakan
material inti dari komposit partikel KKS
memiliki sifat ulet yang cukup baik.
Gambar 3. Tipikal perpanjangan vs beban
blockboard KKS
Dari kekuatan geser tarik blockboard KKS
dengan berbagai variasi, dapat digambarkan
hubungan antara kekuatan geser tarik rata-rata
terhadap komposisi material inti komposit
polimer KKS (30:70, 40:60, dan 50:50) pada
gambar 4.
Kekuatan geser tarik papan blok KKS
dengan inti komposit partikel KKS-PS berkisar
antara 4,63 kg/cm2 - 7,23 kg/cm
2, dengan
kekuatan geser tarik tertinggi terjadi pada
komposisi material inti 30:70. Dari gambar 4.
terlihat kekuatan geser tarik cenderung
meningkatnya dengan semakin besar
persentase PS terhadap partikel KKS pada
material inti blockboard, ini menunjukan peran
penting PS sebagai pengikat dalam
meningkatkan kuat geser tarik.
1 = KKS-PS 30:70, 2 = KKS-PS 40:60, 3 = KKS-PS 50:50
Gambar 4. Kekuatan geser tarik blockboard
Nilai keteguhan rekat didapat dari
hasil perkalian nilai geser tarik dengan
koefesien dari hasil perbandingan tebal vinir
dan inti. Koefisien antara tebal lapisan inti
dengan lapisan muka ditentukan berdasarkan
rasio yang disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Rasio antara tebal lapisan inti dengan
lapisan muka
No.
Rasio antara tebal
lapisan inti dengan
lapisan muka
Koefisien
1. 1,5 - < 2,0 1,1
2. 2,0 - < 2,5 1,2
3. 2,5 - < 3,0 1,3
4. 3,0 - < 3,5 1,4
5. 3,5 - < 4,0 1,5
6. 4,0 - < 4,5 1,7
7. >.4,5 2,0
Dari hasil perhitungan, nilai keteguhan
rekat merupakan hasil perkalian kekuatan
geser tarik dengan 2 (pembanding tebal lapisan
inti terhadap tebal lapisan muka > 4,5), maka
dihasilkan keteguhan rekat rata-rata
blockboard KKS dengan inti komposit partikel
Jurnal Teknologi, Vol. 13, No. 1, April 2013 : 6-10
4
KKS berkisar antara 9,26 kg/cm2 - 14,45
kg/cm2. Gambar 5 merupakan grafik keteguhan
rekat blockboard KKS. Keteguhan rekat
mengikuti nilai kekuatan tarik geser, semakin
besar nilai kekuatan geser tarik maka semakin
besar nilai keteguhan rekat.
A = KKS-PS 30:70, B = KKS-PS 40:60, C = KKS-PS 50:50
Gambar 5. Keteguhan rekat blockboard
Keteguhan rekat antara vinir meranti
dengan material inti dari komposit partikel
KKS pada pengujian ini dapat dianggap baik
dan memenuhi standar SNI 01-5008.2-2000
yang mempersyaratkan nilai minimum
keteguhan rekat sebesar 7 kg/cm2.
Meskipun keteguhan rekat blockboard
KKS memenuhi standar SNI 01-5008.2-2000,
akan tetapi nilai tersebut masih lebih kecil
dibandingkan keteguhan rekat blockboard
yang dibuat 5 lapis menggunakan inti dari strip
kayu kelapa sawit (pengujian menggunakan
metode 2 dan uji kering) sebesar 15,58 kg/cm2
- 28,01 kg/cm2 [4]. Jika dikompilasi dengan
penelitian [5] keteguhan rekan blockboard
sengon dengan venir silang kayu tusam 5 lapis
yang berkisar antara 7,45 kg/cm2 hingga 9,8
kg/cm2, nilai keteguhan rekat blockboard KKS
dengan inti komposit partikel masih lebih baik.
2. Analisis Bentuk Kerusakan
Kerusakan blockboard KKS dengan
inti material komposit akibat geser tarik terjadi
dua bentuk,yaitu; kerusakan pada bagian vinir
(bukan pada garis rekat) dan lepasnya vinir
dari material inti (terjadi pada garis rekat).
Kerusakan bentuk pertama terjadi pada
blockboard KKS dengan komposisi material
inti 40:60 dan 50:50. Sedangkan kerusakan
pada garis rekat terjadi pada komposisi
material inti 30:70. Kerusakan pada garis rekat
pada komposisi material inti ini hampir
mencapai 60%. Gambar 6 dan 7 memperlihat
bentuk-bentuk kerusakan akibat geser tarik.
Gambar 6. Bentuk kerusakan pada bagian vinir
Gambar 7. Bentuk kerusakan pada garis rekat
Kerusakan pada bagian vinir
menunjukan keteguhan rekat antara vinir
dengan material inti sangat baik. Tidak
terjadinya kerusakan pada material inti
dikerenakan komposit partikel KKS yang
menggunakan PS sebagai perekat mempunyai
suatu ikatan antar muka yang baik antara
perekat dengan partikel. Akan tetapi pada
komposisi PS yang lebih banyak dibandingkan
partikel (30:70) menyebabkan permukaan
komposit menjadi licin (terbentuk lapisan
polimer pada pemukaan komposit partikel). PS
yang merupakan jenis polimer dapat
mengakibatkan daya rekat antara vinir dengan
material inti menjadi rendah. Faktor inilah
yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada
garis rekat.
Kerusakan blockboard akibat
pengujian juga mempunyai bentuk kerusakan
pada bagian vinir. Mekanisme patahnya bagian
inti adalah tercabutnya (pull out) partikel KKS
dari perekat PS (lepasnya ikatan antar muka),
diperlihatkan pada gambar 8.
Gambar 8. Mekanisme patah akibat pull out
Jika permukaan perpatahan pada
gambar 8 diperbesar hingga 50 - 100 x, maka
akan lebih jelas terlihat lokasi dan bentuk
dimple (lubang) akibat bekas tercabutnya
partikel dari ikatan antar muka dan daerah
garis rekat antara vinir dengan material inti
(Gambar 9-11).
Keteguhan Rekat dan Bentuk Kerusakan Blockboard Berbasis Kayu Kelapa Sawit (Indra Mawardi)
5
Gambar 9. Lokasi tercabutnya partikel dari
ikatan antar muka
Gambar 10. Partikel KKS yang tercabut dari
ikatan antar muka
Gambar 11. Daerah garis rekat
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian telah berhasil
dibuat papan blok varian baru bagi industri
funiture yaitu blockboard KKS dengan
material inti komposit partikel KKS. Hasil
kekuatan geser tarik menunjukan kisaran 4,63
kg/cm2 - 7,23 kg/cm
2 dan keteguhan rekat
maksimum bloskboard KKS terjadi pada
komposisi material inti 30:70 sebesar 14,45
kg/cm2. Dari karakteristik keteguhan rekat
bloskboard KKS telah memenuhi nilai yang
disyaratkan standar SNI 01-5008.2-2000.
Kerusakan yang terjadi berupa lepasnya vinir
dari material inti kerusakan pada bagian vinir
(bukan pada garis rekat). Secara faktografi
kerusakan perpatahan blockboard KKS lebih
didominasi oleh tercabutnya partikel KKS
pada material inti.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyampaikan terima-kasih
atas bantuan dana penelitian yang diberikan
Dikti melalui DIPA Politeknik Negeri
Lhokseumawe Tahun Anggaran 2012, sesuai
dengan Surat Perjanjian Penugasan dalam
Rangka Pelaksanaan Penelitian Hibah
Bersaing Nomor: 035/PL20/R8/SPP-
PLHB/2012, tanggal 08 Februari 2012
DAFTAR PUSTAKA
[1] Lisman, S. dan S.D. Waluyo. 2007.
Analisa Konsumsi Kayu Nasional.
(http://www.rimbawan.com/pdf, 12 April
2010)
[2] Indra, M. 2009. Mutu Papan Partikel dari
Kayu Kelapa Sawit (KKS) Berbasis
Perekat Polystyrene. Jurnal Teknik Mesin
11(2): 91-96. Petra Surabaya.
[3] Anonim, 2002. Kayu lapis penggunaan
umum. Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta. SNI 01-5008.2-2000.
[4] Desyanti. 2000. Pemanfaatan Kayu Sawit
sebagai Inti Papan Blok. Tesis Magistes
Sain, IPB, Bogor.
[5] Iskandar M.I. dan Sulastiningsih. 2006.
Sifat Papan Blok Sengon dengan Venir
Silang Kayu Tusam. Jurnal Penelitian
Hasil Hutan 24 (2). Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial
Ekonomi Kehutanan. Bogor.
Dimple (lubang) bekas
Partikel KKS
Perekat
Vinir
Material inti (komposit partikel
KKS)
Interface (garis rekat)
Jurnal Teknologi, Vol. 13, No. 1, April 2013 : 6-10
6
PAPAN PARTIKEL THERMOCOMPOSITE BERPENGUAT SERAT ALAM
Muhamad Haiyum
Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jl. Banda Aceh-Medan Km. 280 P.O. Box 90, Buketrata, Lhokseumawe 24301
E-mail: [email protected]
Abstract
The purpose of this research is the utilization of natural resources which is un-optimal tobe
a material such as particles board thermocomposite. Especially, this research aim to obtain
theoppropriate composition of the volume of weight fibers coir with thermoplasti. Particle
board to be used in accordance with SNI standards. It also aims to determine the mechanical
properties characteristic produced. Fiber coir as reinforment varied with thermoplastic as a
matrix of polystyrene in the ratio 40:60, 50:50, and 60:40. To increase the interface fiber
and a matrix used NaOH, and as a solvent used the xylenes. The tensile test specimen
according to ASTM D638M standart and the bending test base on ASTM D790-81. The
tensile testing produces particles board SSK-PS highest in the composition of 40:60, is 14,25
kg/cm2 and the lowest at 60:40 is 4,73 kg/cm
2. The particle board bending stress SSK-PS
highest at the composition of 50:50, namely 8,99 kg./cm2 and lowest at 60:40, namely 6,34
kg./cm2. The composition SSK-PS 40:60 has met the SNI standart 03-2105-1996 particle
board type 100.
Keywords: Thermocomposites, natural fibers, coir, polistirena, particle board
PENDAHULUAN
Komposit adalah material yang terdiri
dari dua atau lebih material yang disusun
sedemikian rupa dalam skala makroskopik,
sehingga diperoleh kombinasi sifat akhir yang
lebih baik. Perkembangan teknologi komposit
saat ini sudah mulai mengalami pergeseran
dari bahan komposit berpenguat serat sintetis
menjadi bahan komposit berpenguat serat
alam.
Seirama dengan hal tersebut,
munculnya peraturan pemerintah dan
berkembangnya kesadaran masyarakat untuk
melestarikan lingkungan hidup telah memicu
pergeseran paradigma untuk mendesain
material yang ramah lingkungan. Pemakaian
material komposit dengan matriks termoset
dan termoplastik yang menggunakan serat
pertanian sebagai sistem penguatan, yang
berasal dari sumber daya alam yang terbaharui,
dapat memberikan manfaat positif, yaitu untuk
pengembangan potensi pemanfaatan serat alam
yang tersedia berlimpah di Indonesia sebagai
hasil aktifitas pertanian, melalui penelitian
karakterisasi material dan teknologi
pemrosesan produk komposit ramah
lingkungan yang bernilai ekonomis.
Disamping itu juga dapat memenuhi kebutuhan
industri yang berkembang di masyarakat,
melihat ketersedia-an di alam yang cukup
besar dan biaya bahan yang jauh lebih murah.
Produk yang dihasilkan dapat lebh ringan dan
membutuhkan konsumsi energi yang rendah,
sehingga dapat menurunkan biaya produksi
selain upaya meningkatkan nilai tambah
produk lokal.
Sabut kelapa yang berasal dari buah
kelapa merupakan salah satu serat perkebunan
yang belum optimal digunakan. Beberapa
penelitian tentang penggunaan sabut kelapa
telah dilakukan, akan tetapi penggunaan sabut
kelapa untuk dijadikan material thermo-
komposit sebagai bahan baku funiture dan
bahan bangunan masih sedikit sekali. Atas
dasar itu penelitian dilakukan untuk mengkaji
sejauh mana sabut kelapa dapat dijadikan
sebagai material thermocomposite papan
partikel untuk bahan pembuatan funiture dan
bahan bangunan lainnya. Penelitian ini juga
untuk menambah varian papan partikel yang
telah banyak digunakan selama ini, yang
Papan Partikel Thermocomposite Berpenguat Serat Alam (Muhd. Haiyum)
7
terbuat dari tatal atau serbuk kayu. Papan
patikel dari thermocomposite yang diperkuat
sabut kelapa diharapkan akan lebih unggul dari
papan partikel selama ini, baik dari segi
lingkungan (emisi perekat), sifat fisis, sifat
mekanis dan sifat kimianya. Selain itu papan
partikel thermocomposite ini juga dapat
memanfaatkan limbah styrofoam sebagai
matriks yang ramah lingkungan.
Didasari berlimpahnya ketersediaan
sabut kelapa di Indonesia dan belum
optimalnya penggunaan sabut kelapa itu
sendiri, maka peneliti merasa tertarik untuk
memanfaatkan serat sebut kelapa sebagai
bahan penguat pada material thermocomposite.
Penelitian dirasa penting mengingat tujuan
akhir dari penelitian ini adalah pemanfaatan
sumber daya alam yang belum optimal
menjadi sebuah material berupa papan partikel
thermocomposite. Keunggulan produk ini
nantinya adalah lebih tahan terhadap kedap air,
dapat didaur ulang, produksi bebas dari emisi
zat kimia.
Penelitian ini secara umum bertujuan
memanfaatkan limbah perkebunan (sabut
kelapa) untuk dijadikan bahan papan partikel
thermocomposite sebagai bahan baku funiture
dan bahan bangunan. Sedangkan tujuan khusus
penelitian antara lain; (1) mendapatkan
komposisi volume berat yang sesuai antara
serat sabut kelapa dengan thermoplastic untuk
dijadikan papan partikel memenuhi standar
SNI, (2) mengetahui karakteristik sifat
mekanik papan partikel yang diproduksi.
Papan partikel thermocomposite
diharapkan dapat menambah varian papan
partikel selama ini. Papan partikel yang selama
ini diproduksi menggunakan tatal (serpihan)
kayu dengan menggunakan perekat kimia
formaldehida. Disamping itu papan partikel
tersebut rawan terhadap air, sehingga mudah
rusak saat digunakan di daerah basah.
Serat kelapa berasal dari buah kelapa.
Kelapa yang terdiri dari daging, tempurung
dan sabut sebagai pembungkus bagian luar.
Serat sabut kelapa dapat dikategorikan dalam
dua jenis, yaitu; serat putih dan serat coklat.
Serat putih mempunyai karakteristik, kekuatan
yang lebih rendah dibandingkan serat coklat,
akan tetapi serat putih lebih lembut. Serat putih
harus dianyam terlebih dahulu sebelum
digunakan. Serat coklat kebanyakan digunakan
untuk material struktur karena mempunyai
elestisitas yang lebih baik.
Papan partikel umumnya berbentuk
datar dengan ukuran relatif panjang, relatif
lebar, dan relatif tipis sehingga disebut panel.
Mutu papan partikel meliputi beberapa hal
seperti cacat, ukuran, sifat fisis, sifat mekanis,
dan sifat kimia. Ketentuan mengenai mutu
papan partikel tidak selalu sama pada setiap
standar dan dapat berubah sesuai dengan
perkembangan teknologi dan penggunaan
papan partikel [1].
Papan partikel atau panel dari material
komposit alam telah diteliti oleh (Sudhakaran,
2007), pada penelitian ini sudhakaran berhasil
memproduksi panel yang diperkuat dari variasi
serat sabut kelapa dan jute. Produk ini
menggunakan resin sintetis sebagai matriks.
Rahman and Khan [2] juga meneliti pengaruh
perlakuan pemukaan serat sabut kelapa
terhadap physico-mechanical properties.
Roseno [3] menyatakan, untuk hampir
semua komposit alam, kekakuan komposit
dengan serat pendek ini sama dengan
kekakuan yang dimiliki komposit dengan serat
kontinyu, jika serat yang digunakan memiliki
panjang sekitar 1 mm. Mechanichal strength
dari komposit polimer yang diperkuat sabut
kelapa juga telah diteliti oleh [4]. Hasil
penelitian tersebut antara lain adalah komposit
polimer yang diperkuat serat sabut kelapa yang
berorientasi acak menghasilkan kekuatan yang
rendah, akan tetapi dengan flexural strength
yang cukup tinggi dapat digunakan untuk
material selain untuk struktur bangunan. Sifat
mekanik (tarik dan bending) komposit polimer
yang diperkuat kombinasi serat sabut kelapa
dan E-glass juga telah diteliti [5]. Sindhu [6]
telah meneliti komposit polimer yang
diperkuat serat sabut kelapa pada kondisi yang
berbeda dan dibandingkan dengan serat E
glass, hasil penelitian tersebut menunjukan
serat dengan panjang 20 mm memiliki
mechanical properteis yang lebih baik.
METODE
Material
Material yang digunakan antara lain :
a. Serat sabut kelapa sebagai penguat
b. Thermoplastic sebagai matriks dari jenis
polistirena (PS).
c. NaOH (alkali),
d. Sebagai pelarut digunakan silena.
Jurnal Teknologi, Vol. 13, No. 1, April 2013 : 6-10
8
Peralatan
Pada penelitian ini digunakan
beberapa peralatan utama yaitu: (1) Mesin uji
tarik dan lentur Servopulser (2) Peralatan cetak
spesimen, (3) Timbangan digital dan peralatan
pendukung lainnya.
Prosedur Kerja
Penyediaan serat sabut kelapa
Serat sabut kelapa disortir dengan
diameter serat (max 0,3 mm). Serat yang
terpilih dipotong kecil-kecil menjadi partikel
dengan panjang kurang dari 5 mm. Partikel
serat sabut kelapa direndam didalam 5%
NaOH selama 4 jam. Setelah diredam, serat
sabut kelapa dicuci dengan aqudes dan
dikeringkan. Gambar 1 memperlihatkan serat
sabut kelapa yang telah dibersihkan dan siap
digunakan
Gambar 1. Serat sabut kelapa
Proses pembentukan spesimen
Polistirena dan SSK ditimbang
terlebih dahulu sesuai dengan komposisi
masing-masing (Tabel 1). Polistirena yang
berfungsi sebagai perekat dilarutkan terlebih
dahulu dengan pelarut silena. Setelah
polistirena melarut dengan baik, dicampurkan
serat sabut kelapa dan diblending hingga rata.
Pembentukan spesimen uji
Pengujian papan partikel didasarkan
pada standar SNI 03-2105-1996 [7]. Untuk
spesimen uji tarik menggunakan standart
ASTM D638M mengikuti ASTM D 790-81
untuk spesimen uji lentur.
Tabel 1. Variasi perbandingan antar unsur-
unsur pembentuk papan partikel
Variasi Serat Sabut
Kelapa (gr)
Polistirena
(gr)
I 40 60
II 50 50
III 60 40
Pengujian tarik dan lentur
Untuk uji tarik, spesimen diikatkan
pada dua buah pemegang spesimen (chuck)
dengan posisi vertikal. Gaya tarik diberikan
oleh pemegang spesimen bagian bawah yang
diatur memberikan gerakan tarik dengan
kecepatan konstan (dalam penelitian ini 2
mm/menit). Metode pengujian bending
menggunakan three point bending, dengan
kecepatan penekanan 2 mm/menit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Spesimen Uji
Dari hasil pencetakan spesimen
dengan mengadopsi standart ASTM D 790-81
dihasilkan lima belas (15) buah spesimen uji
lentur dan 15 buah spesimen uji tarik dengan
berbagai komposisi SSK-polistirena (Gambar
2 dan 3).
Gambar 2. Spesimen uji lentur
Gambar 3. Spesimen uji tarik
Pembahasan
Hasil uji tarik dan lentur sering dipakai
sebagai parameter dalam menentukan
penggunaan papan partikel pada funitur yang
menuntut pemakai pada kondisi datar. Dari
hasil pengujian tarik yang dilakukan pada tiga
variasi komposisi SSK dan matriks PS,
didapatkan suatu peningkatan tegangan tarik
seiring dengan bertambahnya jumlah matriks
Papan Partikel Thermocomposite Berpenguat Serat Alam (Muhd. Haiyum)
9
yang digunakan. Kekuatan papan partikel
meningkat dengan bertambah jumlah matriks
dikarenakan zat-zat ekstraktif yang terkandung
di dalam serat SSK membantu kekuatan
matriks dalam meningkatkan interfacenya
untuk semakin baik. Penambahan jumlah
matriks juga berarti mengurangi jumlah serat
yang digunakan sehingga mengurangi luas dan
volume serat yang dapat ditutupi matriks.
Semakin rapat dan luasnya daerah kontak
antara serat membuat pemakaian matriks
menjadi lebih efektif dan akan menghasilkan
kekuatan papan yang lebih tinggi.
Gambar 4. Tegangan tarik papan partikel SSK
dengan berbagai komposisi
Gambar 4 memperlihat tegangan tarik
papan partikel SSK dengan berbagai
berbandingan komposisi. Pada komposisi
SSK-PS 40:60, terjadi tegangan tarik
maksimum rata-rata, yaitu sebesar 14,25
kg/cm2. Sedangkan pada SSK-PS 50:50 dan
60:40, berturut-turut mempunyai tegangan
tarik rata-rata 17,81 kg/cm2
dan 4,73 kg/cm2.
Besarnya tegangan tarik rata-rata dengan
berbagai variasi komposisi SSK-PS telah
memenuhi standar kekuatan tarik yang
dipersyaratkan oleh SNI 03-2105-1996, yaitu
1,5 kg/cm2.
Hasil pengujian lentur jauh berbeda
fenomenanya dibandingkan dengan pengujian
tarik. Tegangan lentur yang terjadi hampir
merata untuk semua komposisi (Gambar 5).
Secara umum dengan meningkatnya
volume matrik, maka diiringi juga
meningkatnya kekuatan lentur yang diterima
papan partikel SSK. Tegangan lentur terendah
terjadi pada komposisi SSK-PS 60:40 yang
menghasilkan tegangan lentur 7,34 kg/cm2,
sedangkan tegangan lentur tertinggi terdapat
pada komposisi SSK-PS 50:50 yaitu 8,99
kg/cm2, sedangkan pada perbandingan SSK-PS
40:60 mengasilkan nilai tegangan lentur
sebesar 7,16 kg/cm2. Nilai tegangan lentur
yang didapat dari semua komposisi SSK-PS
belum memenuhi standar tegangan lentur yang
dipersyaratkan oleh SNI 03-2105-1996, yaitu
80 kg/cm2 untuk papan type 100. Belum
terpenuhinya tegangan lentur ini diperkirakan
karenakan tingkat kerapatan spesimen yang
masih sangat kurang, karena spesimen ditekan
secara manual dengan perasaan tangan,
sehingga masih banyak terdapatnya rongga
yang belum terisi.
Gambar 5. Tegangan lentur papan partikel
SSK dengan berbagai komposisi
Gambar 6. Modulus elastisitas tarik papan
partikel SSK dengan berbagai komposisi
Hasil perhitungan modulus elastisitas
tarik dan lentur diperlihat pada Gambar 6 dan
7. Pada gambar 6, trend grafik modulus
elastisitas tarik yang terjadi hampir sama
dengan trend grafik tegangan tarik. Modulus
elastisitas tarik pada komposisi SSK-PS 40:60
menghasilkan nilai optimum yaitu 1893,27
kg/cm2, sedangkan untuk komposisi 50:50 dan
60:40, dihasilkan modulus elastisitas tarik
1209,97 dan 695,76 kg/cm2. Gambar 7 yang
0
2
4
6
8
10
12
Komposisi Berat SSK-PS (gr)
Teg
an
gan
Len
tur
(kg
/cm
^2)
40 : 60 50 : 50 60 : 40
0
5
10
15
20
25
Komposisi Berat SSK-PS (gr)
Teg
an
gan
Tari
k (
kg
/cm
^2)
40 : 60 50 : 50 60 : 40
0
500
1000
1500
2000
2500
Komposisi Berat SSK-PS (gr)
E.
Tari
k (
kg
/cm
^2)
40 : 60 50 : 50 60 : 40
Jurnal Teknologi, Vol. 13, No. 1, April 2013 : 6-10
10
memperlihatkan modulus elastisitas lentur
mempnyai nilai yang hampir merata untuk
semua komposisi SSK-PS. Nilai modulus
elastisitas lentur optimum terjadi pada
komposisi 50:50 yaitu, 458,72 kg/cm2,
sedangkan pada komposisi 40:60 dan 60:40
menghasilkan modulus elastisitas 419,98 dan
448,52 kg/cm2.
Gambar 7. Modulus elastisitas lentur papan
partikel SSK dengan berbagai komposisi
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan
antara lain; tegangan tarik papan partikel SSK-
PS tertinggi terjadi pada komposisi 40:60,
yaitu 14,25 kg/cm2 dan terendah pada 60:40,
yaitu 4,73 kg/cm2, tegangan lentur papan
partikel SSK-PS tertinggi terjadi pada
komposisi 50:50, yaitu 8,99 kg/cm2 dan
terendah pada 60:40, yaitu 6,34 kg/cm2.
Komposisi SSK-PS 40:60 telah memenuhi
standar SNI 03-2105-1996 untuk sifat mekanis
papan partikel type 100.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Sutigno, Paribroto., 2000. Mutu Papan
Partikel. Pusat Penelitian dan
Pengebangan Hasil Hutan dan Sosial
Ekonomi Kehutanan. Bogor.
[2] Rahman, MM and Khan, MA, 2007,
Surface treatment of coir (Cocos nucifera)
fibers and its influence on the fibers’
physico-mechanical properties, (www.
sciencedirect.com /science/journal/
[3] Roseno S, Agus Hadi Santosa
Wargadipura, 2003, Karakterisasi Dan
Model Mekanis Material Komposit
Berpenguat Serat Alam, Prosiding
Seminar Teknologi untuk Negeri 2003,
Vol. I, hal. 332 -344 /HUMAS-BPPT
[4] Monteiro S N., Luiz Augusto H. Terrones,
Felipe P. D. Lopes, José Roberto M.
d’Almeida, 2005, Mechanical Strength of
Polyester Matrix Composites Reinforced
with Coconut Fiber Wastes, Revista
Matéria, vol. 10, no. 4, pp. 571 – 576,
(http://www. materia.coppe.ufrj.br/sarra/
artigos/artigo10693)
[5] Mawardi I, Ramli I, Zuhaimi, 2007,
Kekuatan Tarik dan Bending Komposit
Polimer Diperkuat Kombinasi Serat Sabut
Kelapa dan E-Glass, Buletin Utama
Teknik Vol. 11 No.1
[6] Sindhu, Kuruvilla Joseph , Jasmine Maria
Joseph, Thomas V. Mathew, 2008,
Degradation Studies of Coir
Fiber/Polyester and Glass
Fiber/Polyester Composites under
Different Conditions, (http://www.
jrp.sagepub.com/ cgi/content /abstract )
[7] Standar Nasional Indonesia SNI, Papan
partikel Standar Nasional Indonesia SNI
03-2105-2006.
0
200
400
600
800
1000
1200
Komposisi Berat SSK-PS (gr)
E.
Len
tur
(kg
/cm
^2)
40 : 60 50 : 50 60 : 40
Stabilitas Bentuk dan Dimensi Plastik Polypropylene Terhadap Kecepatan Putaran Screw (Ariefin)
11
STABILITAS BENTUK DAN DIMENSI PLASTIK POLYPROPYLENE
TERHADAP KECEPATAN PUTARAN SCREW MESIN EKSTRUSI
Ariefin
Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jl. Banda Aceh-Medan Km. 280 P.O. Box 90, Buketrata, Lhokseumawe 24301
E-mail: [email protected]
Abstract
Research aim is to analyze the influence of the screw rotation speed to change the shape to
and dimensions of the product by a single screw extrusion. This study a model of the form of
the product produced square shaped rectangular. Material type of plastic is polypropylene
(PP). Extrusion machine used is a single screw with a ratio l/d barrel- screw is 14. Speed
greatly depending on the size pulleys diameter that used. At this study, variation in screw
rotation is done by varying the amount of difference that used. Each pulley diameter pulleys
varied rotation speed is measured using a rotation speed variation tachometer. As for will do
are 100, 80, 60, 40, and 20 showed rpm. Results screw ratation speed extrusion machine
approximates the shape of die is at 100 rpm. Difference diameter dimensions die and cross
section products range from 12 % to 38 %.
Keywords: Shaped and dimension, ekstrusion, single screw, speed, polypropylene
PENDAHULUAN
Produk plastik telah mendominasi
setiap bidang dari kehidupan manusia sekarang
ini, mulai dari peralatan rumah tangga,
pertanian, industri, rumah sakit, sampai pada
teknologi ruang angkasa menggunakan plastik.
Trend penggunaan bahan plastik cenderung
terus meningkat dari tahun ke tahun. Di
Indonesia pemakaian bahan plastik, baik untuk
keperluan industri, rumah tangga, pengemasan
dan keperluan lainnya terus meningkat. Tetapi
penggunaan plastik di Indonesia masih jauh
tertinggal dibandingkan negara di Asia
Tenggara [1].
Ketertinggalan Indonesia dalam
penggunaan plastik dikarenakan oleh salah satu
faktor yaitu kurangnya teknologi tentang
pengolahan plastik, baik dari segi peralatan
maupun teknik produksinya. Produk plastik
dapat diproduksi melalui proses-proses tertentu
sesuai dengan kebutuhannya. Persentase
penggunaan dari setiap proses adalah Extrusion
36%, Injection 32%, Blow molding 10%,
Calendering 6%, Coating 5%, Compression
3%, Powder (Roto) 2%, dan lain-lain 6% [2].
Dari persentase di atas dapat kita lihat,
kebanyak produk plastik diproduksi dengan
menggunakan proses ekstrusi. Pada proses
ekstrusi bentuk produk dengan dimensi
toleransi yang ketat tidak mudah didapat,
karena terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut antara
lain, yaitu: kecepatan putaran screw, besarnya
tekanan dan temperatur yang digunakan.
Ketepatan dan stabilitas dimensi
produk yang baik sangat diharapkan dalam
proses pembentuk plastik, tetapi itu tidak
mudah didapat, sehingga banyak produk yang
mempunyai ukuran yang tidak sesuai dengan
harapan. Ketepatan dan stabilitas dimensi
tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor
(kecepatan putaran screw, besarnya tekanan dan
temperatur proses) sehingga dimensi dapat
menyimpang dari yang direncanakan. Melalui
penelitian ini akan dilihat pengaruh kecepatan
screw terhadap dimensi produk dengan
mengkondisikan temperatur proses sebagai
variabel tetap.
Berdasarkan permasalahan tersebut,
maka perlu dilakukan penelitian yang
berkenaan dengan variabel-variabel yang
mempengaruhi hasil proses pembentukan
plastik. Pada penelitian ini ruang lingkup
dibatasi hanya dengan memvariasikan salah
satu faktor yang dapat merubah dimensi dan
Jurnal Teknologi, Vol. 13, No. 1, April 2013 : 11-15
12
bentuk produk yaitu kecepatan putaran screw.
Untuk temperatur diatur konstan sebesar 1800C,
berdasarkan hasil penelitian [3] untuk mesin
ekstrusi single screw yang akan digunakan
nantinya.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis
pengaruh kecepatan putaran screw terhadap
perubahan bentuk dan dimensi produk yang
dihasilkan oleh mesin ekstrusi single screw.
Mesin ekstrusi tanpa menggunakan sistem
penepatan dan pendingin.
Konsep dasar ekstrusi mirip injection
molding yaitu material lewat melalui hopper ke
dalam barrel yg mana dicairkan dan didorong
keluar karena pergerakan dari screw. Proses
ekstrusi biasanya untuk membentuk komponen-
komponen yang kontinyu dengan bentuk profil
yang konstan seperti misalnya film, sheet,
filament, pipa, batangan dan lain-lain.
Perbedaan utama ekstrusi dengan injection
moulding adalah ekstrusi beroperasi pada
tekanan rendah (1-10 MPa) namun bisa juga
mencapai (35-70 MPa) sedang injection
moulding beroperasi pada tekanan tinggi (14-
210 MPa).
Material yang masuk ke barrel dibawa
mengalir oleh screw ke sepanjang barrel hingga
keluar melalui die, dengan putaran sekitar 60
rpm. Screw mempunyai peran yang penting
untuk mendorong material hingga keluar
menjadi produk. Screw dibagi menjadi tiga
bagian yaitu: (1) feed section, bagian ini
merupakan bagain awal dimana material
berpindah dari hooper ke barrel dan bagian
dimana terjadi pemanasan awal; (2)
compression section, bagian dimana plastik
bertransformasi menjadi liquid hingga menjadi
melt dan material ditekan ke depan; dan (3)
metering section, bagian dimana terjadi
pengadukan untuk mendapatkan melt yang
homogen, dan material terdorong melewati die
hingga keluar menjadi produk.
Screw dan barrel adalah dua komponen
utama dari sebuah mesin ekstrusi. Screw
berfungsi sebagai poros pendorong, pemotong,
dan pengaduk plastik panas yang terdapat di
dalam barrel. Sedangkan barrel adalah
selongsong yang merupakan ruang pemanas
dimana screw berada di dalamnya. Barrel
berfungsi sebagai tempat proses plastisisasi.
Menurut Rosato [2], untuk menjamin
kelangsung proses, rasio diameter screw dan
diameter barrel (clearance) dianjurkan sebesar
0.0005 s.d 0.002 in (0,05 mm).
Dalam penggunaannya diameter screw
mempengaruhi laju aliran plastik dalam barrel.
Pemilihan diameter dan panjang screw
didasarkan pada rasio perbandingan (L/D)
dengan range 6 s.d 48, akan tetapi kebanyakan
proses plastik mengambil ratio L/D sebesar 24
s.d 36 [2]. Sedangkan Groover [4] menyatakan
bahwa secara tipikal, diameter dalam barrel
berkisar dari 1 s.d 6 in (25 s.d 150 mm).
Panjang barrel relatif terhadap diameter
biasanya rasio perbandingan antara 10 s.d 30.
Istilah plastik mencakup produk
polimerisasi sintetik atau semi-sintetik. Mereka
terbentuk dari kondensasi organik atau
penambahan polimer dan bisa juga terdiri dari
zat lain untuk meningkatkan performa atau
ekonomi. Ada beberapa polimer alami yang
termasuk plastik. Plastik dapt dibentuk menjadi
film atau fiber sintetik. Nama ini berasal dari
fakta bahwa banyak dari mereka "malleable",
memiliki properti keplastikan. Plastik didesain
dengan variasi yang sangat banyak dalam
properti yang dapat menoleransi panas, keras,
"reliency" dan lain-lain. Digabungkan dengan
kemampuan adaptasinya, komposisi yang
umum dan beratnya yang ringan memastikan
plastik digunakan hampir di seluruh bidang
industri. Amstead [5] mengelompokan
polypropylene ke dalam kelompok
termoplastik. Bahan ini memiliki sifat-sifat
listrik yang baik, nilai impak dan kekuatan yang
tinggi dan sangat tahan terhadap suhu dan
bahan-bahan kimia. Contoh produk dari bahan
ini antara lain: alat-alat untuk rumah sakit,
mainan anak-anak, koper, perabot, lembaran
untuk pengemasan makanan, kotak televisi dan
isolasi listrik..
Beberapa penelitian tentang plastik
telah dilakukan seperti, Indra [6] meneliti
tentang pengaruh temperatur melting PP pada
proses ekstrusi, dari hasil penelitian
menunjukan temperatur melting yang berbeda
menghasilkan dimensi yang berbeda pula.
Michaeli [7] melalui papernya memaparkan
metode baru desain geometri die untuk ekstrusi.
Metode ini menggunakan gabungan finite
element analisis (FEA) dan flow analisis
network (FAN). Hasil risetnya dalah algoritma
untuk optimasi aliran pada saluran dies ekstrusi
secara aoutomatis. Michaeli [8] juga meneliti
gesekan polypropelene (PP) di dalam feed
section dari single screw ekstrusi, yang
menghasilkan additive, filler dan bentuk pellet
Stabilitas Bentuk dan Dimensi Plastik Polypropylene Terhadap Kecepatan Putaran Screw (Ariefin)
13
berpengaruh terhadap gesekan di dalam
extruders.
Groover [4] dalam bukunya
menyatakan polypropylene (PP) diperkenalkan
sejak tahun 1950 dan saat ini menjadi plastik
utama yang banyak digunakan dalam
pembuatan produk plastik. Polypropylene
mempunyai simbol kimia (C3H6)n. Karakteristik
PP menurut [4] antara lain: mempunyai
modulus elastisitas 1400 MPa, tensile strength
35 MPa, elongation 10% s.d 500%, glass-
transition temperature -200
C, dan melting
temperature 1760
C. Howe [9] menyatakan
polimer jenis polypropylene (PP) banyak
digunakan untuk produk pipa, tubing,
kontainer, interior otomotif dan lain-lain.
METODE
Pada penelitian ini, model dari produk
yang dianalisis berbentuk persegi empat. Bahan
plastik yang digunakan adalah bahan plastik
jenis polypropylene (PP). Bahan PP ini
termasuk dalam kategori bahan polimer
termoplastik. Mesin ekstrusi yang digunakan
adalah mesin ekstrusi single screw dengan per
bandingan L/D barrel- screw adalah 14.
Kecepatan putaran screw sangat
tergantung dari besarnya diameter puli yang
digunakan. Pada penelitian ini, variasi putaran
screw dilakukan dengan memvariasikan
perbedaan besaran diameter puli yang
digunakan. Setiap puli yang divariasikan diukur
kecepatan putaran menggunakan tachometer.
Adapun variasi kecepatan yang akan dilakukan
adalah 100, 80, 60, 40, dan 20 rpm
Adapun prosedur pengujian:
a. Setting ukuran puli sesuai dengan putaran
yang diinginkan. Pengukuran kecepatan
screw dilakukan dengan tachometer.
b. Lakukan pemanasan dengan cara
menghidupkan heater hingga mencapai
temperatur 1800C dan tahan (holding time)
hingga 15 menit pada temperatur tersebut.
Tujuan dari holding time selama 15 menit
tersebut adalah untuk mendapatkan
temperatur yang homogen dibagian luar
dan dalam barrel.
c. Hidupkan motor listrik untuk mendapatkan
putaran screw. Putaran motor listrik
dengan sistem transmisi sabuk direduksi
oleh gear box reduksi dan puli kemudian
diteruskan ke poros screw.
d. Masukan butiran plastik ke dalam
pengumpan (hooper). Dengan gaya
gravitasi butiran plastik masuk ke dalam
barrel dan dengan screw yang berputar
memindahkan material ke sepanjang barrel.
Elemen pemanas (heater) meleburkan
butiran plastik hingga mencapai temperatur
melting. Melalui pergerakan screw dalam
barrel, butiran plastik yang telah menjadi
viskos plastik ditekan ke dalam die.
e. Produk yang keluar dari cetakan dapat
didinginkan dengan udara.
f. Potong bagian produk dan ukur
dimensinya.
g. Untuk analisis permukaan, penampang
produk yang dipotong diamplas dan
dilakukan pengamatan melalui mikroskop
atau scanner.
Die dibuat dari baja St 37 dengan
diamter persegi empat 10 mm. Die yang
digunakan diperlihatkan pada gambar 1.
Gambar 1. Bentuk die
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pengujian dengan
menggunakan temperatur 1800C dengan variasi
putaran 100, 80, 60, 40, dan 20 rpm dihasilkan
beberapa karakteristik bentuk produk yang
berbeda sebagai berikut.
a. Putaran 100 rpm
Putaran 100 rpm didapat dari penggunaan puli
motor 4 inchi, reduser 4 inchi dan 8 inchi dan
screw 4 inchi. Posisi puli tampak depan dan
bentuk penampang produk diperlihatkan pada
gambar 2.
Bentuk penampang produk yang
dihasilkan pada putaran 100 rpm mendekati
bentuk segi empat, akan tetapi masih terjadi
perubahan dimensi. Pengukuran dimensi
diameter rata-rata produk (12,65 mm), diameter
die 10 mm. Terjadi selisih ukuran produk lebih
besar 21% dari ukuran diameter die. Pada
Jurnal Teknologi, Vol. 13, No. 1, April 2013 : 11-15
14
batangan masih terlihat butiran plastik yang
belum mencair sempurna.
Gambar 2. Posisi puli putaran 100 rpm dan
penampang produk
b. Putaran 80 rpm
Putaran 80 rpm didapat dari penggunaan puli
motor 4 inchi, reduser 4 inchi dan 5 inchi dan
screw 3 inchi. Posisi puli tampak depan dan
bentuk penampang produk diperlihatkan pada
gambar 3.
Gambar 3. Posisi puli putaran 80 rpm dan
penampang produk
Bentuk penampang produk yang
dihasilkan pada putaran 80 rpm mendekati
bentuk segi empat. Dimensi diameter die 10
mm dan diameter rata-rata produk (15,15 mm),
disini terjadi selisih ukuran produk lebih besar
34% dari ukuran diameter die. Pada batangan
masih terlihat juga butiran plastik yang belum
mencair sempurna.
c. Putaran 60 rpm
Putaran 60 rpm didapat dari penggunaan puli
motor 4 inchi, reduser 4 inchi dan 4 inchi dan
screw 3 inchi. Posisi puli tampak depan dan
bentuk penampang produk diperlihatkan pada
gambar 4.
Bentuk penampang produk yang
dihasilkan pada putaran 60 rpm berbentuk
batangan segi empat. Dari pengukuran dimensi,
diameter rata-rata produk (16 mm), diameter
die 10 mm. Terjadi selisih ukuran produk lebih
besar 38% dari ukuran diameter die. Pada
batangan butiran plastik telah mencair
sempurna.
Gambar 4. Posisi puli putaran 60 rpm dan
penampang produk
d. Putaran 40 rpm
Putaran 40 rpm didapat dari penggunaan puli
motor 4 inchi, reduser 4 inchi dan 4 inchi dan
screw 5 inchi. Posisi puli tampak depan dan
bentuk penampang produk diperlihatkan pada
gambar 5.
Gambar 5. Posisi puli putaran 40 rpm dan
penampang produk
Bentuk penampang produk yang dihasilkan
pada putaran 40 rpm berbentuk batangan segi
empat. Dari pengukuran diameter rata-rata
produk (15 mm) dan diameter die 10 mm.
Stabilitas Bentuk dan Dimensi Plastik Polypropylene Terhadap Kecepatan Putaran Screw (Ariefin)
15
Terjadi selisih ukuran produk lebih besar 33%
dari ukuran diameter die. Pada batangan butiran
plastik telah mencair sempurna.
e. Putaran 20 rpm
Putaran 20 rpm didapat dari penggunaan puli
motor 4 inchi, reduser 4 inchi dan 3 inchi dan
screw 9 inchi. Posisi puli tampak depan dan
bentuk penampang produk diperlihatkan pada
gambar 6.
Gambar 6. Posisi puli putaran 20 rpm dan
penampang produk
Bentuk penampang produk yang dihasilkan
pada putaran 20 rpm berbentuk batangan segi
empat. Dari pengukuran diameter rata-rata
produk (13,45 mm), diameter die 10 mm.
Terjadi selisih ukuran produk lebih besar 25%
dari ukuran diameter die. Pada batangan butiran
plastik telah mencair sempurna.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat diambil
kesimpulan; Selisih ukuran dimensi diameter
die dan penampang produk berkisar antara
12% sampai dengan 38%. Kecepatan putaran
screw yang semakin tinggi akan menghasilkan
bentuk penampang produk yang mendekati
bentuk die. Pada putaran screw yang semakin
tinggi, plastik belum mencair sempurna.
Kecepatan screw mesin ekstrusi yang
mendekati bentuk die pada kecepatan 100 rpm.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Suratno, B. 2003. Polimer and Composite
Material, Seminar Dosen Tamu di
Magister T. Mesin USU, Sentra Teknologi
Polimer, Serpong
[2] Rosato, D. 1997. Plastics Processing Data
Handbook, Ed.2, Chapman & Hall,
London.
[3] Indra., M. 2007, Analisis Bentuk
Ekstruded Polypropylene akibat Perbedaan
Temperatur Proses menggunakan Single
Screw Extrusion, Jurnal Sistem Teknik
Industri USU, Vol. 8. No.1, 2007
[4] Groover. Mikel P. 1996. Fundamentals of
Modern Manufacturing Materials,
Processes and Systems, John Wiley &
Sons Inc. New York
[5] Amstead B.H, 1991. Teknologi Mekanik.
Jilid 1, Erlangga, Jakarta
[6] Indra., M 2005, Analisis Temperatur
Melting Polypropylene terhadap Perubahan
Bentuk Produk Dengan Menggunakan
Desain Extrusi Single Screw, Prosiding
Research Grant TPSDP Batch III. Jakarta
[7] Michaeli,W., Imhoff, A. Friction in the
Feed Section of Single Screw Extruders
Dependent on Pellet Shape, Fillers and
Additives, Journal of Applied Polymer
Engineering, Vol. 24, No. 5, 2004
[8] Michaeli,W., Kaul,S. Approach of an
Automati Extrusion Die Optimization,
Journal of Applied Polymer Engineering,
Vol. 24, No. 5, 2004
[9] Howe, David. 1999. Polimer Data
Handbook. Oxford University Press, Inc
New York
.
11