KESANTUNAN TINDAK DIREKTIF GURU DALAM PEMBELAJARAN DI KELAS SD NEGERI SANGIR
KECAMATAN WAJO KOTA MAKASSAR
Politeness of directive acts on teachers
Spoken In Learning at SD Negeri Sangir
Kecamatan Wajo Macassar City .
TESIS
Oleh :
SARMILA
Nomor Induk Mahasiswa : 04.07.828.2012
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER BAHASA INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2014
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk.1992. Modalitas dalam Bahasa Indonesia.Yogyakarta : Balai Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Austin, J.L. 1969. How to Do Things with Words. Cambridge: Harvard University Press
Bach, Kent dan Robert Harnish M. 1979.Linguistics Communication and Speech Acts. Cambridge: The Mit Press
Brown, P. dan Levinson, S.C 1978. Politeness: Some Universal Indonesia Language Usage. Cambridge
Brown, P. dan Gerge Yule. 1996. Discourse Analysis. Cumbridge. CUP
Chaer, Abdul. 2007. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Renika Cipta
___________.2010.Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.
Cummings, Louise. 2007. Pragmatik Kliniks, Kajian tentang Penggunaan dan Gangguan Bahasa secara Kliniks. Terjemahan oleh Abdul Syukur Ibrahim (Ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Duranti, Allesandro. 2000. Linguistic Antorophology. Cambridge: CUP
Fraser, Bruce. 1978. ‘Perspectives of Politeness’, Jurnal of Pragmatics 14:219-236
Gunarwan, A. 1994.Kesantunan Negatif di Kalangan Dwibahasawan Indonesia-Jawadi Jakarta:kajian Sosioprogmatik PELLBA7: 81-122.Jakarta:Lembaga Bahasa Unika Atmajaya.
Hanafi, Muhammad, Komaruddin. 2001. Fungsi Perintah dan Persepsi Kesantuanan dalam Bahasa Indonesia-Tesis tidak diterbitkan. Ujung Pandang: PPS IKIP Makassar.
Hidayat, Komaruddin. 2010. Krisis ke Pemimpinan Bangsa. Jakarta: Metro TV
Hohnes, J. 2001. An Introduction to Sociolingaistics.Harlow: Person Education
Hymes.Dell. 1974. Foundation in Sociolinguistics: An Etnosraphic Approach. Philadelphia: University of Pennsylvan Press, Inc
Ibrahim, Abdul Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur.Surabaya: Usaha Nasional.
Karim, Ali.2008. Penggunaan Tindak Imperatif dalam Wacana Kelas. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: PPs UM. Malang.
Kartomihardjo, S. 1988. Bahasa Cermin Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Depdikbud.
Leech, G. 1983. Principles of Pragmatics.London: Logman.
________ . 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Terjemahan oleh M.D.D. Oka.1993. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press)
Martinich, A.P. 2001. The Philosophy of Language.Fourth Edition. New York Oxford University Frees.
Mey, Jakob L. 1996.Pragmatics: An Introduction. Oxford: Blackwell.
Mills, Matthew B. dan Huberman, A. Michael.2004.Analisis Data Kualitas Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muslich, Mansur. 2006. Kesantunan Berbahasa: Sebuah Kajian Sosiolinguistik. Pendidikan Network (onlinc). (http///www.Artikel Pendidikan Network) Kesantunan Berbahasa-htm, diakses 20 Maret 2012)
Pranowo.2009. Berbahasa Secara Santun.Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar. 2010. Pedoman Penulisan Tests dan Disertasi(Edisi Ketiga). Makassar: Badan penerbit UNM.
Rahardi, Kunjana. 2000. Imperatif dalam Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
________ . 2005. Pragmatik:Kesantunan Tindak Impertaif Bahasa Indonesia.Jakarta: Indonesia.
Richard, Jack C. 1995. Tentang Percakapan. Terjemahan oleh ismari. Surabaya: Airlangga University Press.
Saleh, Muhammad. 2009. Representasi Kesantunan Berbahasa Mahasiswa Dalam Wacana Akademik Kajian Etnografi Komunikasi di Kampus Universitas Negeri Makassar.Disertasi tidak diterbitkan. Malang: PPs. UM. Malang
Searle, J.R. 1985.Speech Act: An Essay in the Philosophy of LanguageCambridge: Cambridge University Press.
Soemarsono dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda
Suemarsono. 2003. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda
Syafaruddin. 2010. Kesantunan Honorifik dalam Tindak Direktif Berbahasa Indonesia Keluarga Terpelajar Masyarakat Tutur Makassar. Disertasitidak diterbitkan. Malang: PPs. UM. Malang.
Syahrul R. 2006 .Representasi Kesarituriah Tindak Tatar Berbahasa Indonesia dalam Pembelajaran di Kelas (Kajian Etnografi Komunikasi di SMA PMTHamkaSumbar).Disertasi tidak drterbitkan. Malang: PPs. UM. Malang.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik.Yogyakarta:
Yule, George. 2006. Pragmatik. Terjemahan oleh Indah Fajar Wahyuni.Yogyakarta.Pustaka Pelajar.
RIWAYAT HIDUP
SARMILA, lahir di Ujung Pandang pada tanggal 07
Nopember 1982. Ia merupakan anak kedua dari
pasangan Ahmad dan Husnah, S.Pd.
Ia mengawali pendidikan formal di SD Negeri Sangir tahun 1988
tamat tahun 1994. Pada tahun 1994 ia melanjutkan pendidikan ke SMP
Negeri 5 Makassar dan tamat tahun 1997. Selanjutnya ia melanjutkan
pendidikan ke SMU Negeri 5 tahun 1997 dan tamat tahun 2000. Pada
tahun 2001 ia melanjutkan pendidikan S1 ke Universitas Muhammadiyah
Makassar Prodi Bahasa Indonesia dan selesai tahun 2005. Pada tahun
2012 melanjutkan pendidikan magister (S2) pada jurusan Bahasa
Indonesia Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.
Ia memulai karier sebagai tenaga pendidik pada tahun 2004 di SD Negeri
Sangir Kecamatan Wajo Kota Makassar sampai sekarang
HALAMAN PENGESAHAN
TESIS
KESANTUNAN TINDAK DIREKTIF GURU DALAM PEMBELAJARAN
DI KELAS SD NEGERI SANGIR KECAMATAN WAJO
KOTA MAKASSAR
yang disusun dan diajukan oleh
SARMILA
NIM 04.07.828.2012
Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Tesis
pada tanggal 16 Oktober 2014
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum
Pembimbing II
Dr. H. Bahrun Amin, M.Hum
Mengetahui; Direktur Program Pascasarjanas
Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum
Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M.,M.Pd.
KESANTUNAN TINDAK DIREKTIF GURU DALAM PEMBELAJARAN DI KELAS SD NEGERI SANGIR
KECAMATAN WAJO KOTA MAKASSAR
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister
Program Studi
Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Disusun dan Diajukan oleh
SARMILA
Nomor Induk Mahasiswa 04.07.828.2012
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2014
HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI
Judul : KESANTUNAN TINDAK DIREKTIF GURU DALAM PEMBELAJARAN DI KELAS SD NEGERI SANGIR KECAMATAN WAJO KOTA MAKASSAR Nama : SARMILA NIM : 04.07.828.2012 Program Studi : Bahasa Indonesia Kosentrasi : -
Telah diuji dan dipertahankan di depan Panitia Penguji Tesis pada Tanggal 16 Oktober 2014 dan dinyatakan telah memenuhi pesyaratan dan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Bahasa Indonesia pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, 16 Oktober 2014
TIM Penguji :
1. Dr.Abd.Rahman Rahim, M.Hum (……………………) ( Pembimbing I )
2. Dr.H.Bahrun Amin, M.Hum (……………………) ( Pembimbing II )
3. Prof.Dr.H.M.Ide Said D.M., M.Pd (……………………) ( Penguji )
4. Dr.Andi Sukri Syamsuri, M.Hum (……………………) ( Penguji )
iv
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa
taala berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Tesis ini diajukan guna memenuhi salah satu
persyaratan akademik untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Bahasa, Kekhususan Pendidikan Bahasa
Indonesia Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.
Dalam penyusunan tesis yang berjudul “Kesantunan Tindak Direktif Guru
dalam Pembelajaran di Kelas SD Negeri Sangir Kecamatan Wajo Kota
Makassar”, penulis banyak mendapat bantuan dalam bentuk bimbingan,
saran, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
tesis ini. Terima kasih diucapkan kepada Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum.
pembimbing I dan Dr. H. Bahrun Amin, M.Hum. pembimbing II yang telah
membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran dalam penyelesaian
tesis ini. Terima kasih kepada Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M.,M.Pd.
penguji I dan Dr. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum. penguji II yang telah
memberikan saran, kritikan demi kesempurnaan tesis ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktur PPs UNISMUH
Prof. Dr. H. Ide Said D.M., M.Pd. dan Rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar, Ketua Prodi. Pendidikan Bahasa, beserta staf yang telah
memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis, baik pada waktu
v
mengikuti perkuliahan, penelitian, maupun pada saat penulisan tesis.
Ucapan terima kasih pula kepada seluruh dosen dan Prodi Kekhususan
Bahasa Indonesia yang telah membekali penulis berbagai pengetahuan
selama perkuliahan sampai pada hasil penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kepala sekolah, guru dan
murid SD Negeri Sangir Makassar yang membantu penulis dalam
melaksanakan penelitian ini. Secara khusus, penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan kepada ayahanda dan ibunda yang sangat
berjasa telah melahirkan, mendidik, membesarkan, memberikan kasih
sayang dan doanya. Terima kasih pula kepada suami tercinta dan seluruh
keluarga dengan penuh kesabaran dan ketabahan mendampingi penulis
dalam penyelesaian studi dan senantiasa setia mendoakan penulis agar
dapat meraih kesuksesan.
Akhirnya, penulis berharap semoga segala bantuannya yang telah
diberikan oleh berbagai pihak dapat bernilai ibadah dan mendapat pahala
dari Allah swt.
Makassar, 16 Oktober 2014
SARMILA
vi
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Sarmila NIM : 04.07.828.2012 Program Studi : Bahasa dan Sastra Indonesia Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan karya asli saya sendiri,bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, 16 Oktober 2014
SARMILA
vii
ABSTRAK
SARMILA, 2014. Kesantunan Tindak Direktif Berbahasa Indonesia Guru dalam Pembelajaran di Kelas SD Negeri Sangir Kecamatan Wajo Kota Makassar. Dibimbing oleh A.Rahman Rahim, dan H.Bahrun Amin. Penelitian ini bertujuan mengkaji kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia guru dalam pembelajaran di kelas SD Negeri Sangir Kecamatan Wajo Kota Makassar. Fokus penelitian ini adalah wujud kesantunan tindak direktif dan fungsi tindak direktif guru dalam pembelajaran di kelas SD Negeri Sangir Kecamatan Wajo Kota Makassar. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data penelitian berupa pernyataan/kalimat yang digunakan oleh guru dalam pebelajaran di kelas. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan perekaman. Untuk memverifikasi keabsahan data dapat dilakukan dengan triangulasi, perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, dan pengecekan teman sejawat. Analisis data dilaksanakan dengan menstranskip data rekaman ke dalam bentuk tulis, mengklasifikasikan wujud dan fungsi tindak direktif, mendeskripsikan data berdasarkan penanda kesantunan, menyajikan data dalam bentuk deskriptif. Berdasarkan analisis data, wujud kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia oleh guru dalam pembelajaran di kelas secara deskriptif diekspresikan melalui tiga modus tuturan yakni : (1) modus tuturan deklaratif; (2) modus tuturan imperatif; (3) modus tuturan interrogatif. Fungsi kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia guru diekspresikan melalui : (1) fungsi kesantunan dalam perintah ; (2) fungsi kesantunan dalam ajakan ; (3) fungsi kesantunan dalam permintaan ; (4) fungsi kesantunan dalam mengizinkan ; dan (5) fungsi kesantunan dalam menasishati. Hasil penelitian menunjukksan bahwa penggunaan kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia guru dalam pembelajaran di kelas di representasikan secara beragam melalui wujud dan fungsi dengan menggunakan teori tindak tutur dalam kesantunan.
viii
ABSTRACT
Sarmila.2014. Politeness of directive acts on teachers’ Indonesian Language Spoken In Learning at SDN. Sangir Kecamatan Wajo Macassar City .Supervised by A. Rahman Rahim, and H. Bahrun Amin. The study aimed at examining the politeness of directive acts on teachers’spoken of Indonesian language in learning at SDN. Sangir Kecamatan Wajo Maccassar City. The study on the form of directive acts and function of teachers’ directive acts in learning at SDN. Sangir Kecamatan Wajo Macassar City. This study is a qualitative research. Data of the study are statements/sentences used by teachers in the class. Data were collected through observation and recording techniques. Data validation was conducted through triangulation, extended participation, observation, and member check. Data were analyzed by transcribing the recording data into the written from, classifying the form and function of directive acts, describing data based on the politeness markers, and presenting the data descriptively. Based on the data analysis, it is found the diversification of form and function of directive acts politeness on teachers’ Indonesian Language spoken as follows: the form of politeness of diterctive acts on teachers spoken of Indonesian language in class descriptively is expressed trough three speech modes, namely (1) declarative speech mode, (2)imperative speech mode, and (3) interrogative speech mode. The function of teachers’directive acts were expressed through (1) function of politeness is giving order, (2) function of politeness in inviting, (3) function of politeness in asking, (4) function of pioliteness is giving permission, and (5) function of politeness in advice. The result revealed that the use of politeness of directive acts on Indonesian language of teachers in class was represented in diversity throuhh the forms and functions using the theory of speech acts and politeness. Based on the study, it is suggested that (1) teachers can improve the politeness of directive acts on Indonesian language of students, (2) students understand have knowledge of language, particularly the politeness of directive acts on Indonesian language, (3) the principal of SDN. Sangir should stress on teachers to use the politeness of directive acts on Indonesian language in classs, and (4) the researcher should develop a study on politeness of directive acts by employing different research design to examine the benefit of polite language in improving students’ learning achievement.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Hasil Penelitian 8
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 10
A. Kajian Pustaka 10
1. Pragmatik sebagai Media Ekspresi Kesantunan Tindak
Direktif 10
2. Hakikat Tindak Tutur 18
3. Jenis-Jenis Tindak Tutur 19
4. Hakikat Kesantunan 21
5. Wujud Kesantunan 22
6. Fungsi Kesantunan 23
7. Jenis-Jenis Kesantunan 23
x
8. Tindak Tutur Direktif 25
9. Struktur Tindak Tutur Direktif 27
10. Keragaman Tindak Tutur Direktif 28
11. Fungsi Tindak Tutur Direktif 31
12. Kesantunan Tindak Direktif dalam Dimensi Analisis
Sosiolinguistik 32
B. Kerangka Pikir 33
BAB III. METODE PENELITIAN 35
A. Jenis Penelitian 35
B. Desain Penelitian 35
C. Batasan Istilah 35
D. Lokasi Penelitian 36
E. Data dan Sumber Data 37
F. Instrumen Penelitian 37
G. Definisi Operasional 37
H. Teknik Pengumpulan Data 38
I. Teknik Analisis Data 39
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 40
A. Hasil Penelitian 40
1. Wujud Kesantunan Tindak Direktif Berbahasa Indonesia
Guru dalam Pembelajaran di Kelas 40
a. Penggunaan Tuturan dengan Modus Deklaratif 40
b. Penggunaan Tuturan dengan Modus Imperatif 44
xi
c. Penggunaan Tuturan dengan Modus Interogatif 49
2. Fungsi Kesantunan Tindak Direktif Berbahasa
Indonesia Guru dalam Pembelajaran di Kelas 57
a. Penggunaan Fungsi Kesantunan dalam Perintah 58
b. Fungsi Kesantunan dalam Ajakan 67
c. Fungsi Kesantunan Permintaan 70
d. Fungsi Kesantunan dalam Mengizinkan 87
e. Fungsi Kesantunan dalam Menasehati 89
B. Pembahasan 91
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 103
A. Simpulan 103
B. Saran 105
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesantunan yang dipadankan dengan etiket, tatakrama, sopan
santun, dan budi pekerti merupakan aspek-aspek bahasa yang
diekspresikan dalam sebuah komunikasi yang dilingkupi oleh berbagai
konteks. Fraser (1978: 11) melihat bahwa kesantunan sebagai properti
yang diasosiasikan dengan tuturan. Sehubungan dengan hal itu, Chaer
(2007: 45) menyatakan bahwa ada tiga hal yang harus dipenuhi oleh
penutur ketika berbahasa agar dapat dikatakan sebagai manusia yang
beradab, yakni kesantunan berbahasa, etika berbahasa, dan
kesopanan berbahasa. Pertama, kesantunan berbahasa berkenaan
dengan substansi bahasanya. Kedua, etika berbahasa berkenaan
dengan perilaku atau tingkah laku di dalam bertutur, dan ketiga
kesopanan berbahasa berkenaan dengan topik tuturan, konteks situasi
pertuturan, dan jarak hubungan sosial antara penutur dan lawan tutur.
Percakapan dalam pembelajaran merupakan realitas interaksi
sosial yang dipengaruhi oleh faktor sosial budaya. Oleh karena itu,
penggunaan bahasa dalam pembelajaran di kelas menarik untuk
diperhatikan dan dipahami karena realitas tersebut dapat disebut
sebagai miniatur kehidupan sosial dalam masyarakat. "Peristiwa
komunikasi yang terjadi ditandai oleh percakapan antara penutur dan
mitra tutur yang bersifat resiprokal, bersemuka dan bentuknya
2
ditentukan oleh tujuan sosial" (Richard, 1995:3). Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa dalam mencapai tujuan sosial, bahasa
digunakan sebagai alat komunikasi paling efektif dan media ekspresi
bagi penuturnya. Bahasa sebagai media ekspresi bagi penutur dan
mitra tutur dalam kehidupan sosial di masyarakat memerlukan
seperangkat nilai. Salah satu nilai yang dimaksud adalah kesantunan
berbahasa. Kesantunan sebagai sebuah nilai yang diasosiasikan
melalui penggunaan bahasa dalam pembelajaran di kelas diharapkan
mampu mengatur hubungan atau interaksi antara siswa dengan siswa
atau siswa dengan guru sehingga tercipta interaksi yang harmonis.
Terkait dengan pandangan-pandangan di atas, Hobnes (dalam
Syafruddin 2010:2) mengungkapkan bahwa bahasa merupakan sarana
interaksi antarpenutur, baik secara individu maupun kelompok, yang
terpola sesuai dengan kaidah-kaidah kebahasaan dan norma-norma
sosial. Salah satu tindak tutur yang menarik untuk diperhatikan dan
dipahami ketika kesantunan diasosiasikan dengan tindak tutur tersebut
adalah tindak direktif. Secara umum, tindak direktif didefinisikan sebagai
suatu tindak tutur yang mengekspresikan maksud atau keinginan
penutur yang menghendaki mitra tutur untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan yang dikehendaki penutur.
Lebih lanjut, Yule (2006 : 93) menyatakan bahwa tindak tutur
direktif merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penutur agar lawan
tutur melakukan sesuatu, misalnya tindak memaksa, memerintah,
3
mengajak, menyuruh, memperingatkan, mengizinkan, dan sebagainya.
Dengan demikian, tindak direktif merupakan jenis tindak tutur yang
dilakukan penutur untuk membuat mitra tutur melakukan sesuatu, baik
yang berfungsi sebagai pengatur tingkah laku maupun yang berfungsi
sebagai pengontrol tindak.
Salah satu aspek kebahasaan yang perlu diperhatikan dan
digalakkan di sekolah-sekolah adalah penggunaan kesantunan tindak
direktif berbahasa Indonesia karena sering diekspresikan oleh para
guru-siswa saat berinteraksi di kelas. Sesuai dengan fakta tersebut,
penggunaan tuturan dalam pembelajaran di kelas SDN Sangir
Kecamatan Wajo Kota Makassar senantiasa dipengaruhi faktor sosial
budaya setempat.
Fenomena tersebut dapat dilihat pada percakapan berikut.
Guru : Anak-anakku, tolong didengarkan soalnya ya! (1) Mengapa gubernur memiliki kedudukan rangkap dalam struktur pemerintahan? (2) Siswa : Karena, a. . .nuh Bu, (3) gubernur sebagai kepala
propinsi Guru : kenapa?(4) Siswa : Jelaskan sajami, Bu,(5) tidak tau'ki" (6)
Tuturan di atas dituturkan oleh Guru ketika berlangsung
percakapan di dalam kelas. Dalam kutipan di atas terungkap aspek
kesantunan tindak direktif melalui tuturan langsung dengan modus
imperatif (1) dengan menggunakan pemarkah tolong dan anak-anakku
sebagai wujud penunjukan solidaritas tinggi seorang guru ketika
4
memerintah siswanya. Hal itu mengindikasikan bahwa ada upaya nyata
dari guru (penutur) untuk melembutkan daya ilokusi bermakna perintah
tersebut sehingga terdengar wajar dan santun bagi siswa (mitra tutur).
Melalui tuturan (3), (5) dan (6) siswa tampak menggunakan tuturan
langsung dengan modus imperatif dan deklaratif. Aspek kesantunan
tindak direktif yang dapat dilihat dalam tuturan siswa tersebut antara
lain. Pertama, penggunaan sapaan anuh Bu yang disampaikan dengan
intonasi rendah dengan menunjukkan rasa hormat melalui sapaan Bu
berarti bahwa siswa tetap memposisikan guru sesuai dengan statusnya
(asimetris) yang patut dihormati. Kedua, sikap rendah diri siswa dan
berterus terang dengan menggunakan pemarkah honorifik
(penghormatan, kita) sebagai sosiokultural masyarakat Bugis.
Pemahaman bahasa sebagai realitas interaksi sosial yang
dipengaruhi faktor sosiokultural, tuturan guru-siswa dalam
pembelajaran di kelas merupakan ekspresi penuturnya sebagai wujud
kerja sama(cooperative). Oleh karena itu, penggunaan kesantunan
tindak direktif berbahasa Indonesia dalam pembelajaran di kelas tidak
dapat dipisahkan dari dua fokus utama, yakni: (1) penggunaan bentuk
(wujud verbal) yang berkenaan dengan jenis tindak direktif, dan (2)
penggunaan fungsi (tujuan, maksud, atau makna) tindak direktif.
Percakapan dalam pembelajaran di kelas sebagai bentuk tuturan
juga memiliki komponen tutur, seperti latar tutur (setting), peserta tutur,
tujuan tutur, nada tutur, topik tuturan, norma tutur, sarana tutur, dan
5
jenis tuturan. Dalam penelitian ini, komponen tutur di atas menjadi titik
tolak kajian untuk melihat penggunaan kesantunan tindak direktif
berbahasa Indonesia dalam pembelajaran di kelas sebagai salah satu
subkajian pragmatik.
Berdasarkan kajian kepustakaan dilihat dari urgensi, kelayakan,
serta kedudukan penelitian ini di antara berbagai penelitian kesantunan
yang relevan, berikut diuraikan relevansi penelitian ini dengan beberapa
penelitian terdahulu. Pertama, Gunarwan (1994), mengkaji persepsi
kesantunan direktif bahasa Indonesia di antara beberapa kelompok
etnik di Jakarta. Kesimpulan yang diperoleh terdapat kesejajaran di
antara ketaklangsungan tindak direktif dan kesantunan pemakainya.
Kedua, Karim (2008) mengkaji penggunaan tindak imperatif dalam
wacana kelas. Dengan memfokuskan kajian pada penggunaan tindak
imperatif guru dan penggunaannya terhadap siswa.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dalam penyampaian tindak imperatif guru maupun
siswa adakalanya menekan dan memaksa dan adakalanya halus.
Ketiga, Saleh (2009) mengkaji tentang Kesantunan Berbahasa
Mahasiswa dalam Wacana Akademik. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa strategi kesantunan berbahasa mahasiswa dalam wacana
akademik didasarkan pada upaya penutur untuk menjaga muka mitra
tutur.
Keempat, Syafaruddin (2010) tentang Kesantunan Honorifik dalam
Tindak Direktif Berbahasa Indonesia Keluarga Terpelajar Masyarakat
6
Tutur Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesantunan
honorofik dalam tindak direktif dipengaruhi oleh norma sosial dan
budaya yang mereka miliki.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut tampak bahwa
topik-topik yang dikaji berkaitan dengan penggunaan kesantunan tindak
direktif berbahasa Indonesia dalam pembelajaran di kelas. Oleh karena
itu, penelitian ini banyak berkiblat terhadap penelitian-penelitian
sebelumnya, agar penelitian ini lebih terarah dan dapat menunjukkan
loyalitas terhadap hal-hal yang ingin dicapai. Meski penelitian tentang
kesantunan berbahasa dan tindak direktif telah banyak dilakukan,
namun penelitian ini tetap perlu dilakukan untuk menambah wawasan
penelitian kesantunan tindak direktif yang telah ada sebelumnya.
Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi
hasil-hasil penelitian terdahulu yang menyangkut dengan kesantunan
ataupun tindak direktif.
Peneliti melihat "Kesantuan Tindak Direktif Guru dalam
Pembelajaran di Kelas" sebagai sebuah fenomena bahasa yang
memungkinkan untuk dijadikan penelitian di kelas SDN Sangir dengan
pertimbangan bahwa percakapan antara guru dan siswa saat
pembelajaran berlangsung di kelas sering sekali berkaitan dengan
kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia yang tidak dapat
dipisahkan dari dua fokus utama, yakni: (1) penggunaan bentuk (wujud
7
verbal) yang berkenaan dengan jenis tindak direktif, dan (2)
penggunaan fungsi (tujuan, maksud, atau makna) tindak direktif.
Peneliti mengharapkan agar tindak tutur direktif pada tuturan guru
dalam proses belajar mengajar dijadikan sebagai salah satu contoh
pengajaran kesantunan berbahasa dan tetap mempertahankan
nilai-nilai kesantunan berbahasa dalam tuturan direktifnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, ditemukan rumusan
masalah dalam penelitian ini seperti yang diuraikan berikut ini:
1. Bagaimanakah wujud kesantunan tindak direktif guru dalam
pembelajaran di kelas SDN Sangir Kecamatan Wajo Kota
Makassar .
2. Bagaimanakah fungsi kesantunan tindak direktif guru dalam
pembelajaran di kelas SDN Sangir Kecamatan Wajo Kota
Makassar.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, tujuan
penelitian ini juga ada dua, yaitu:
1. Mengkaji wujud kesantunan tindak direktif guru dalam
pembelajaran di kelas SDN Sangir Kecamatan Wajo Kota
Makassar.
8
2. Mengkaji fungsi kesantunan tindak direktif guru dalam
pembelajaran di kelas SDN Sangir Kecamatan Wajo Kota
Makassar.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari dua sisi yakni: (1) manfaat
teoretis dan (2) manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis hasil penelitian ini dapat menambah
perbendaharaan bahan bacaan mengenai teori-teori kesantunan, teori
tindak tutur, dan khususnya penggunaan kesantunan tindak direktif
dalam pembelajaran di kelas yang berkaitan dengan kajian pragmatik.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat bagi kajian
pragmatik, khususnya berkaitan dengan kesantunan tindak direktif.
Manfaat praktisnya antara lain:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru bahasa
Indonesia,sebagai salah satu alternasi bahan acuan dalam
penerapan bahan ajar, khususnya bahan ajar untuk pembelajaran
keterampiian berbahasa.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
informasi dan evaluasi diri bagi guru-siswa SDN Sangir terhadap
penggunaan bahasa sebagai alat berkomunikasi dalam
pencapaian hasil belajar yang maksimal.
9
c. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
sebagai salah satu bahan informasi khususnya dalam kajian tindak
tutur yang terkait dengan kesantunan tindak direktif berbahasa
Indonesia di bidang pragmatik.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Pragmatik sebagai Media Ekspresi Kesantunan Tindak Direktif
Penggunaan kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia tidak
dilepaskan dari kajian pragmatik. Hal ini didasarkan pada kenyataan
bahwa kesantunan berkaitan dengan bahasa, dan secara khusus
berkaitan dengan penggunaan bahasa, yang menjamin
mengklasifikasikannya dalam pragmatik. Untuk memahami kesantunan
tindak direktif berbahasa Indonesia dalam perspektif pragmatik,
beberapa konsep dasar dan pengembangan yang terkait dengan
pragmatik, penting untuk diuraikan dalam kajian ini. Konsep-konsep
tersebut meliputi: (a) hakikat pragmatik; (b) deiksis; (c) persuposisi atau
pra-anggapan; dan (d) implikatur percakapan (conversational
implicatur).
a. Hakikat Pragmatik
Elaborasi kesantunan tindak direktif dalam konstelasi kerangka
pragmatik, periu diuraikan hakikat pragmatik. Pada hakikatnya,
pragmatik merupakan studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk
kebahasaan dan pemakaian bentuk-bentuk itu. Yule (2006)
memandang hakikat pragmatik meliputi empat ruang cukup. Pertama,
pragmatik merupakan studi tentang maksud penutur. Kedua, pragmatik
adalah studi tentang makna kontekstual. Ketiga, pragmatik adalah studi
11
tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang
dituturkan. Keempat, pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari
jarak hubungan.
Pragmatik dalam kaitannya dengan maksud penutur, dipandang
sebagai studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur dan
ditafsirkan oleh pendengar. Sebagai akibatnya, studi ini lebih banyak
berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang
dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari fcata
atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu. Studi ini melibatkan
penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang dalam suatu konteks
khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang
dikatakan. Diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana cara
penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan yang disesuaikan
dengan orang yang mereka ajak bicara, di mana, kapan, dan dalam
keadaan apa.
Leech (1993) dan Wijana (1996) memandang pragmatik sebagai
studi kebahasaan yang terkait dengan konteks. Pragmatik sebagai ilmu
bahasa mempelajari kondisi penggunaan bahasa yang digunakan
manusia yang ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan
melatarbelakangi bahasa itu.
Keempat dimensi inilah yang merupakan hakikat pragmatik
sekaligus membedakannya dengan studi semantik maupun sintaksis.
Perbedaan ketiga jenis kajian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
12
Sintaksis merupakan studi tentang hubungan bentuk-bentuk
kebahasaan, bagaimana menyusun bentuk-bentuk linguistik dengan
entitas di dunia, yakni hubungan kata-kata dengan sesuatu secara
harafiah. Analisis semantik juga bersama membangun antara deskripsi
verbal dengan pernyataan-pernyataan hubungan di dunia secara akurat
atau tidak, tanpa menghiraukan siapa yang menghasilkan deskripsi
tersebut. Sementara itu, pragmatik merupakan studi tentang hubungan
antara bentuk-bentuk linguistik dengan pemakai bentuk-bentuk itu.
Sejalan dengan perbedaan tersebut, Gunarwan (1994:10)
mengemukakan bahwa makna dalam semantik ditentukan oleh
koteks(co-text), sedangkan makna dalam pragmatik ditentukan oleh
konteks (context). Yule (2006) menyatakan bahwa analisis pragmatik
berbeda dengan analisis semantik. Dalam kajian semantik, makna
didefenisikan berdasarkan ciri-ciri ungkapan dalam suatu bahasa
secara terpisah dari situasi, penutur, dan mitra tuturnya. Dengan
demikian, pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan
yang melibatkan tiga segi, yaitu ungkapan, arti ungkapan, sedangkan
semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang hanya
melibatkan dua segi, yakni ungkapan dan artinya.
Cummings (2007) memandang hakikat pragmatik dalam perspektif
multidisipliner. Cummings mendasarkan perspektif multidisiplinernya
pada definisi baku pragmatik. Berpijak pada definisi tersebut, Cummings
(2007) mengidentifikasi lima aspek yang mengarahkan pragmatik pada
13
orientasi multidistpliner. Kelima aspek tersebut adalah: (a) informasi, (b)
enkoding. (c) konvensi, (d) konteks, dan (e) penggunaan. Atas dasar
inilah Cummings mendeskripsikan definisi baku ini sebagai 'standar'
untuk memasukkan gagasan-gagasan seperti konteks dan
penggunaan, gagasan-gagasan yang sangat penting bagi setiap definisi
yang tepat dari suatu subjek. Cummings menyimpulkan bahwa
hampir-hampir tidak mungkin untuk mendeskripsikan apa yang terlihat
dalam pragmatik tanpa mempertimbangkan sifat multidisipliner ke
dalam deskripsi tersebut.
Berdasarkan hakikat pragmatik yang telah diuraikan di atas, dapat
dipastikan bahwa kajian penggunaan kesantunan tindak direktif
berbahasa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kajian pragmatik. Hal
ini antara lain dapat dilihat dari beberapa aspek berikut. Pertama,
pragmatik merupakan kajian tentang makna kontekstual. Jika dikaitkan
dengan kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia sangat
tergantung pada konteks yang melatarinya. Kedua, pragmatik mengkaji
ungkapan dari jarak hubungan. Dalam konteks ini, kesantunan tindak
direktif dapat berwujud sebuah ungkapan, misalnya ungkapan
permintaan. Kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia dalam
berinteraksi sangat terikat dengan jarak hubungan antara penutur
dengan mitra tutur. Ketiga, salah satu konsep dan teori penting dari
pragmatik adalah teori tindak tutur. Kesantunan tindak direktif
diwujudkan dalam tuturan. Dalam konteks ini pulalah, maka
14
pemfokusan kajian pragmatik diarahkan pada kajian secara khusus
pada tindak ilokusi direktif.
b. Deiksis
Deiksis adalah hubungan antara kata yang digunakan dalam
tindak tutur dengan referen kata itu yang tidak tetap atau dapat berubah
dan berpindah. Kata-kata yang referennya bisa menjadi tidak tetap ini
disebut kata-kata deiksis. Kata-kata tersebut meliputi yang berkenaan
dengan persona, tempat, dan waktu.
Deiksis juga merupakan suatu cara yang dilakukan dalam bertutur
untuk mengacu pada hakikat makna tertentu dengan menggunakan
bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh
penutur dan dipengaruhi oleh konteks pembicaraan. Hal ini menyiratkan
makna bahwa sebagian kata dalam bahasa tidak dapat ditafsirkan sama
sekali apabila konteks penutur tidak diketahui. Kata-kata itu contohnya
di sini, di sana, ini, itu, sekarang, kemarin, dan pronomina seperti saya,
kamu, kalian, dan sebagainya.
Ada kalanya kalimat-kalimat dalam bahasa Indonesia tidak dapat
dimengerti apabila tidak diketahui siapa yang sedang mengatakan,
tentang apa, di mana, dan kapan, misalnya "dia harus mengembalikan
buku itu sekarang, sebab soya akan ulangan besok." apabila tidak
diketahui konteksnya, tentu maknanya kabur. Kalimat itu mengandung
deiksis (dia, itu, sekarang, saya, besok) yang maknanya tergantung
pada konteks penuturnya.
15
c. Presuposisi atau Praanggapan
Presuposisi atau pra-anggapan secara umum didefnisikan sebagai
asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam
ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Yang dimaksud dengan
presuposisi dalam tindak tutur adalah makna informasi tambahan yang
terdapat dalam bahasa yang digunakan secara tersirat. Jadi, dalam
ujaran tersebut selain mendapat makna 'asal' yang tersurat dalam
ujaran itu, terdapat pula makna lain yang hanya bisa dipahami secara
tersirat. Memahami makna yang tersirat ini sangat penting untuk
mendapatkan secara keseluruhan makna yang ada dalam suatu tindak
tutur.
Yule (2006) mengklafikasikan beberapa jenis presuposisi. Presuposisi
faktif (nyata), yaitu jenis presuposisi di mana informasi yang
dipra-anggapkan mengikuti kata kerja tertentu yang dapat dianggap
sebagai kenyataan. Sebaliknya, ada pula yang dikenal dengan
presuposisi non-faktif, yaitu suatu presuposisi yang diasumsikan tidak
benar. Juga ada sejumlah bentuk lain yang mungkin paling baik
dianggap sumber presuposisileksikal. Dalam presuposisi leksikal,
pemakaian suatu bentuk dengan makna yang dinyatakan secara
konvensional ditafsirkan dengan presuposisi bahwa suatu makna (yang
tidak dinyatakan) dipahami. Dalam presuposisi leksikal, pemakaian
ungkapan khusus oleh penutur diambil untuk mempra-anggapkan
sebuah konsep lain, sedangkan pada presuposisi aktif, pemakaian
16
ungkapan khusus diambil untuk mempra-anggapkan kebenaran
informasi yang dinyatakan setelah itu,
Di samping presuposisi yang diasosiasikan dengan pemakaian
kata-kata dan frasa-frasa tertentu, ada pula presuposisi struktural.
Dalam hal ini, struktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai
presuposisi secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu
sudah diasumsikan kebenarannya. Terakhir, presuposisi konter-faktual,
yang berarti bahwa apa yang dipra-anggapkan tidak hanya tidak benar,
tetapi bertolak belakang dengan kenyataan.
Pada akhirnya, sebuah tuturan dikatakan mempra-anggapkan
tuturan yang lain apabila ketidakbenarannya tuturan yang
dipresuposisikan mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenarannya
tuturan yang mempresuposisikan tidak dikatakan. Tuturan yang
berbunyi "siswa tercantik di SD Sangir pandai sekali"
mempra-anggapkan adanya seorang siswa yang berparas
cantik di SD Negeri Sangir. Apabila kenyataannya memang ada
seorang siswa yang berparas sangat cantik di SD Negeri Sangir, tuturan
tersebut dapat dinilai benar atau salahnya (Rahardi, 2005).
d. ImplikaturPercakapan(conversational implicatur)
Di dalam pertuturan sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat
secara lancar berkomunikasi karena mereka memiliki kesamaan latar
belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dibicarakan itu. Di antara
penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak
17
tertulis bahwa hal yang sedang dipercakapan itu dapat saling
dimengerti. Grice (dalam Wijana, 1996:37) mengemukakan bahwa
sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan
merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan
itu dapat disebut implikatur percakapan. Tuturan yang berbunyi "pak
guru datang, jangan ribut!",tidak semata-mata dimaksudkan untuk
memberitahukan bahwa Pak Guru sudah datang. Si penutur bermaksud
memperingatkan kepada mitra tutur bahwa Pak Guru yang bersikap
keras dan tegas itu akan melakukan sesuatu terhadapnya apabila ia
terus ribut. Dengan perkataan lain, tuturan itu mengimplikasikan bahwa
Pak Guru adalah orang yang keras, tegas, dan sering marah pada siswa
yang sedang ribut. Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang
sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan bersifat tidak
mutlak. Maksud tuturan harus didasarkan pada konteks tutur yang
mewadahi munculnya tuturan tersebut. Konteks tutur yang dipandang
teori tindak tutur dan pragmatik secara bersama-sama dalam kaitannya
dengan pengetahuan: apa yang diasumsikan, diketahui oleh penutur
dan mitra tutur (misalnya, tentang lembaga-lembagasosial, tentang
berbagai keinginan dan kebutuhan orang lain, tentang sifat rasionalitas
manusia) dan bagaimana pengetahuan tersebut dapat membimbing
penggunaan bahasa dan interpretasi terhadap tuturan.
Kegiatan bertutur dapat berlangsung dengan baik apabila para
peserta tutur terlibat aktif dalam proses bertutur tersebut. Apabila
18
terdapat satu atau lebih pihak yang tidak terlibat aktif dalam kegiatan
bertutur, dapat dipastikan pertuturan itu tidak dapat berjalan lancar.
Selanjutnya, dijelaskan pula bahwa proses berkomunikasi antara
penutur dan mitra tutur dapat berjalan baik dan lancar, mereka harus
dapat saling bekerjasama. Kerjasama yang baik dalam proses bertutur
itu dapat dilakukan dengan berperilaku sopan kepada pihak lain.
Berprilaku sopan itu dilakukan dengan cara mempertimbangkan "muka"
si mitra tutur di dalam kegiatan bertutur.
Rahardi (2000:50) menegaskan bahwa agar pesan (message)
dapat sampai dengan baik pada peserta tutur, komunikasi yang terjadi
itu perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip berikut: (1) prinsip
kejelasan, (2) prinsip kepadatan , dan prinsip kelangsungan.
Prinsip-prinsip ini secara lengkap dituangkan dalam prinsip kerjasama
Grice.
2. Hakikat Tindak Tutur
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh anggota
masyarakat dalam interaksi sosial. Dalam interaksi tersebut tampak
adanya upaya penyampaian gagasan, pertukaran gagasan, melalui
kerja sama di antara penutur dan mitra tutur. Dapat dipastikan bahwa
dalam aktivitas komunikasi tersebut senantiasa terjadi kegiatan bertutur.
Dalam kaitannya dengan kegiatan bertutur sebagai aktivitas
komunikasi, Richard (1995: 3) menjelaskan bahwa kegiatan bertutur
adalah suatu tindakan. Jika kegiatan bertutur dianggap sebagai
19
tindakan, berarti dalam setiap kegiatan bertutur terjadi tindak tutur.
Hakikat tindak tutur itu adalah unit terkecil aktivitas bertutur yang
memiliki fungsi.
Selanjutnya, Hymes ( dalam Pranowo 2009: 100) menjelaskan
tindak tutur hams dibedakan dari kalimat dan tidak bisa diidentifikasikan
dengan unit kalimat dan pada level gramatikal manapun. Tindak tutur
bisa memiliki bentuk-bentuk yang bervariasi. Bentuk-bentuk itu hanya
bisa dikenali melalui konteks.
Di sisi lain, Austin ( dalam Syahrul 2006) menjelaskan bahwa
tindak tutur dalam situasi tuturan secara keseluruhan adalah
satu-satunya fenomena aktual yang kita lakukan sehari-hari. Bahasa itu
baru bermakna dalam tuturan. Bahasa itu digunakan dan melibatkan
penutur dalam situasi dan di dalam keterlibatannya dalam situasi tutur,
penutur itulah yang memiliki makna.
Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang
erat antara pengguna bahasa dan konteks. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa suatu tindak tutur memiliki makna di dalam konteks.
3. Jenis-Jenis Tindak Tutur
Sistem klasifikasi umum menurut Searle dalam Yule (2006: 92)
mencantumkan 5 jenis fungsi umum yang ditunjukkan oleh tindak tutur;
deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif
Deklarasi ialah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui
tuturan. Deklarasi ini menggambarkan penutur harus memiliki peran
20
institusional khusus, dalam konteks khusus, untuk menampilkan suatu
deklarasi secara tepat. Pada waktu menggunakan deklarasi penutur
mengubah dunia dengan kata-kata.
Representatif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang
diyakini penutur kasus atau bukan. Pernyataan suatu fakta, penegasan,
kesimpulan, dan mendeskripsikan. Representatif merupakan sesuatu
yang diyakini oleh penutur yang menggambarkannya. Pada waktu
menggunakan sebuah representatif, penutur mencocokkan kata-kata
dengan apa yang diyakininya.
Ekspresif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang
dirasakan oleh penutur. Tindak tutur itu mencerminkan
pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan
kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau
kesengsaraan. Dalam ekspresif, tindak tutur mungkin disebabkan oleh
sesuatu yang dilakukan oleh penutur atau pendengar, tetapi semuanya
menyangkut pengalaman penutur. Pada waktu menggunakan ekspresif
penutur menyesuaikan kata-kata dengan perasaannya.
Direktif ialah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk
menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini
menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini
meliputi: perintah, pemesanan, permohonan, pemberian saran, dan
bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif. Pada waktu
21
menggunakan direktif penutur berusaha menyesuaikan sesuatu dengan
kata lewat pendengar.
Komisif ialah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk
mengikatkan dirinya tindakan-tindakan di masa yang akan datang.
Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur.
Tindak tutur ini dapat berupa: janji, ancaman, penolakan, ikrar, dan
dapat ditampilkan sendiri oleh penutur atau penutur sebagai anggota
kelompok. Pada waktu menggunakan komisif, penutur berusaha
menyesuaikan sesuatu dengan kata-kata lewat penuturnya.
4. Hakikat Kesantunan
Kesantunan berbahasa dalam kajian pragmatik tidak terlepas dari
peran para ahli. Teori mereka pada dasarnya beranjak dari pengamatan
yang sama. Lakoff ( dalam Abdul Chaer 2010:46) berpendapat bahwa
ada tiga kaidah yang perlu kita patuhi agar ujaran kita terdengar santun
oleh mitra tutur. Ketiga kaidah tersebut adalah formalitas,
ketaktegasan., dan persamaan. Jika dijabarkan formalitas berarti
"jangan memaksa" atau "jangan angkuh", ketaktegasan berarti "buatlah
sedemikian rupasehingga mitra tutur anda dapat menentukan pilihan",
dan persamaan bermakna "bertindaklah seolah-olah Anda dan mitra
tutur anda sama" atau "buatlah ia merasa senang". Dengan demikian
sebuah ujaran dikatakan santun jika ia tidak terdengar memaksa atau
angkuh, ujaran itu memberi pilihan tindakan kepada mitra tutur, dan
mitra tutur menjadi senang.
22
Defenisi kesantunan menurut Fraser dalam Abdul Chaer
(2010:47), yaitu: pertama, kesantunan adalah properti atau bagian dari
ujaran, jadi bukan ujaran itu sendiri. Kedua, pendapat mitra tuturlah
yang menentukan apakah kesantunan itu ada pada suatu ujaran.
Mungkin saja sebuah ujaran dimaksudkan sebagai ujaran yang santun
oleh si penutur, tetapi di telinga si mitratutur ujaran itu ternyata tidak
terdengar santun, dan demikian pula sebaliknya. Ketiga, kesantunan itu
dikaitkan dengan hak dan kewajiban penyerta interaksi. Artinya, apakah
sebuah ujaran terdengar santun atau tidak, ini diukur berdasarkan (1)
apakah si penutur tidak melampaui haknya kepada mitra tuturnya dan
(2) apakah si penutur memenuhi kewajibannya kepada mitra tuturnyaitu.
5. Wujud Kesantunan
Wujud kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia oleh guru
dalam pembelajaran di kelas secara deskriptif diekspresikan melalui tiga
modus tuturan yakni:
(1) modus tuturan deklaratif mengekspresikan tindak (a) memohon
sebelum menyatakan informasi, (b) menyatakan suruhan, (c)
menyatakan permintaan, dan (d) menyatakan larangan;
(2) modus tuturan imperatif mengekspresikan tindak (a) wujud tindak
ajakan, (b) wujud tindak permintaan, (c) wujud tindak suruhan, (d)
wujud tindak larangan, dan (e) wujud tindak pengizinan; dan
23
(3) modus tuturan interogatif mengekspresikan (a) wujud pertanyaan
menyatakan suruhan, (b) wujud pertanyaan menyatakan ajakan, (c)
wujud pertanyaan menyatakan permintaan, (d) wujud pertanyaan
menyatakan larangan, dan (e) wujud tindak pengizinan.
6. Fungsi Kesantunan
Fungsi kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia guru
secara deskriptif diekspresikan melalui
(1) fungsi kesantunan dalam perintah mencakup (a) fungsi kesantunan
dalam suruhan dan (b) fungsi kesantunan dalam larangan;
(2) fungsi kesantunan dalam ajakan,
(3) fungsi kesantunan dalam permohonan;
(4)fungsi kesantunan dalam permintaan mencakup (a) fungsi
kesantunan dalam meminta pengakuan, (b) fungsi kesantunan
dalam meminta keterangan, (c) fungsi kesantunan dalam meminta
alasan, (d)fungsi kesantunan dalam meminta pendapat, dan (e)
fungsi kesantunan dalam meminta kesungguhan;
(5) fungsi kesantunan dalam mengizinkan, dan
(6) fungsi kesantunan dalam menasihati.
7. Jenis-Jenis Kesantunan
Kesantunan dapat dibagi tiga, yaitu kesantunan berpakaian,
kesantunan berbuat, dan kesantunan berbahasa.Dalam kesantunan
berpakaian, ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama,
berpakaianlah yang sopan di tempat umum, hindarilah pakaian yang
24
dapat merangsang orang lain terutama lawan Jenis. Kedua,
berpakaianlah yang rapi dan sesuai dengan keadaan, yaitu berpakaian
resmi pada acara resmi, berpakaian santai pada situasi santai.
Kesantunan perbuatan adalah tatacara bertindak atau gerak-gerik
ketika menghadapi sesuatu atau dalam situasi tertentu. Situasi dan
keadaan tertentu memerlukan tatacara tertentu pula sesuai dengan
situasi dan keadaannya masing-masing. Kesantunan berbahasa
tercermin dalam tatacara berkomunikasi lewat tanda verbal atau
tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita mematuhi norma-norma
budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan.
Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang
ada dalam masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu
bahasa dalam berkomunikasi.
Tatacara berbahasa diharapkan dapat membuat orang lebih
memahami pesan yang disampaikan dalam komunikasi karena tatacara
berbahasa bertujuan mengatur serangkaian hal berikut:
a. Apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu dan keadaan tertentu.
b. Ragam bahasa apa yang sewajarnya dipakai dalam situasi tertentu.
c. Kapan dan bagaimana giliran berbicara dan pembicaraan sela
diterapkan.
d. Bagaimana mengatur kenyaringan suatu ketika berbicara.
e. Bagaimana sikap dan gerak-gerik ketika berbicara.
f. Kapan harus diam dan mengakhiri pembicaraan.
25
Tatacara berbahasa seseorang dipengaruhi norma-norma budaya
suku bangsa atau kelompok masyarakat tertentu. Kebudayaan
seseorang akan mempengaruhi pola berbahasanya. Oleh karena itu,
kita perlu mempelajari dan memahami norma-norma budaya sebelum
mempelajari bahasa sehingga dapat menghasilkan kesantunan
berbahasa.
8. Tindak Tutur Direktif
Tindak tutur direktif yang muncul dalam suatu peristiwa tutur
(speech event) dan dalam situasi tutur (speech situation) tertentu.
Secara umum, didefinisikan sebagai suatu tindak tutur yang
mengekspresikan maksud atau keinginan penuturnya agar mitra tutur
melakukan sesuatu sesuai dengan kehendak penutur. Hal itu sejalan
dengan Holmes (2001) bahwa ujaran yang bersifat direktif ditujukan
kepada seseorang agar melakukan sesuatu. Searle (1985) dalam
uraiannya menempatkan tindak tutur direktif sebagai salah satu aspek
makro tindak ilokusi setelah merujuk pada pembagian tindak tutur
Austin (1969) yang meliputi tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi.
Mereka bersepakat bahwa tindak tutur direktif merupakan produk tindak
verbal, bentuk tindakan yang memiliki tujuan yakni mengharapkan mitra
tutur untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendak penutur baik
berfungsi sebagai pengatur tingkah laku maupun berfungsi sebagai
pengontrol tindak. Sejalan dengan itu, Bach dan Haraish (1979:41),
menyatakan bahwa "tindak tutur direktif selaiu mengekspresikan sikap
26
penutur terhadap tindakan prospektif mitra tutur dan kehendak penutur
terhadap tindakan mitra tutur".
Martinich (2001:157) mengemukakan "ciri-ciri tindak direktif
sebagai tindak tutur yang beropini ilokusi usaha-usaha dengan berbagai
derajat yang bisa ditentukan melalui apa yang dilakukan penutur agar
mitra tuturnya mau melakaukan sesuatu". Usaha- usaha itu dilakukan
dalam berbagai cara, dari yang halus misalnya meminta melakukan
sesuatu, sampai kepada yang bersifat paksaan, misalnya mendesak
melakukan perbuatan tertentu.
Dengan demikian, bahasa yang digunakan oleh guru-siswa
merupakan perwujudan ekspresi tindak tutur. Setiap aktivitas
guru-siswa selaku peserta komunikasi dalam pembelajaran di kelas
selalu terkait dengan tuturan. Jika tuturan dianggap sebagai tindakan
maka setiap kali terjadi kegiatan bertutur dalam pembelajaran maka
terjadi pula tindak tutur. Oleh karena itu, tindak tulur dapat dinyatakan
sebagai hal yang ditakukan peserta komunikasi ketika bertutur karena
tindak tutur merupakan unit terkecil aktivitas bertutur yang memiliki
fungsi.
Salah satu tindak tutur yang menjadi bagian dari tindak tutur ilokusi
dan sering digunakan oleh guru-siswa dalam pembelajaran di kelas
adalah tindak tutur direktif. Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur
yang dirancang oleh penutur untuk mendorong mitra tutur melakukan
sesuatu. Tindak tutur direktif termasuk tindak tutur yang mempunyai
27
banyak jenis. Keragaman jenis tindak tutur direktif tampaknya terkait
dengan usaha-usaha yang dilakukan penutur agar mitra tutur
melakukan sesuatu. Usaha-usaha itu mulai dari yang paling hams,
seperti ketika penutur meminta atau menyarankan mitra tutur
melakukan sesuatu, hingga yang kasar, seperti paksaan sewaktu
penutur mendesak agar mitra tutur melakukan sesuatu (Searle, 1985)
9. Struktur Tindak Tutur Direktif
Struktur bentuk tindak tutur direktif, dalam realisasinya, biasanya,
ditandai oleh penanda-penanda formal tertentu. Tindak tutur direktif
dalam kelompok permintaan biasanya diwujudkan dalam struktur (a)
tuturan terdiri atas predikat verba dasar atau adjektiva ataupun
frasapreposisional yang sifatnya taktransitif,dan (b) pada umumnya
tuturandimarkahi oleh kata modalitas, misalnya mohon, tolong, dan
harap. Tindak tutur direktif kelompok pertanyaan diwujudkan dalam
struktur: (a) tuturan menghendaki jawaban ya atau tidak, (b) tuturan
menghendaki informasi, (c) tuturan yang menghendaki jawaban berupa
perbuatan, dan (d) tuturan yang diberi kata-kata tanya, misalnya apa,
siapa, berapa, kapan, dan bagaimana dengan partikel –kahatau tidak.
Nagasi yang digunakan juga ikut membedakan seperti jangan yang
diikuti oteh partikel. Jenis tindak tutur direktifpengizinan juga sejenis
dengan tindak tutur direktif melarang.Hanya saja, modalitas yang
biasanya melekat adalah baiklah, dengan senang nati, diperkenankan,
dan diizinkan. Tindak tutur direktif kelompok nasihat diwujudkan sama
28
dengan direktif pengizinan. Hanya saja, direktif kelompok nasihat
menggunakan modalitasmart, harap, kadang-kadang ayo, coba,
hendaknya, dan hendaklah.
Ditinjau dari perspektif pragmatik, tindak tutur direktif tidak selalu
diwujudkan dalam struktur sintaksis yang mengidentifikasi kelompok
tersebut. Karena faktor konteks tutur, mungkin saja, para peserta tutur
dalam proses komunikasi menggunakan bentuk struktur deklaratif untuk
mengungkapkan fungsi direktif. Bentuk-bentuk tindak tutur tidak
langsung memungkinkan digunakan penutur untuk mewujudkan tindak
direktif. Hymes (1974) menjelaskan bahwa tindak tutur harus dibedakan
dari tuturan. Perbedaan itu dapat dilihat dari bentuk tindak tutur yang
memiliki keragaman dan hanya dapat dikenali melalui konteks yang
melingkupinya. Secara formal sebuah tuturan dapat diidentifikasi
berdasarkan konteks linguistik dan nonlinguistik. Dari segi linguistik,
sebuah tuturan dapat berisi serangkaian tuturan dan dapat pula berisi
kata yang memiliki konteks nonlinguistik seperti situasi, partisipan,
waktu dan tempat, tujuan dan sebagainya. Dengan demikian, sebuah
kata dapat dipandang sebagai tuturan asalkan memiliki konteks yang
melingkupinya.
10. Keragaman Tindak Tutur Direktif
Keragaman tindak tutur direktif bergantung pada konteks, seperti
posisi penutur dan mitra tutur yang secara iangsung atau tidak langsung
berkaitan dengan prinsip-prinsip kesopanan. Fraser (1978:39-41)
29
mengemukakan dan mengklasifikan dalam isi proporsionalnya sebagai
berikut. Pertama, mitra tutur melakukan tindakan karena: (1)
benar-benar keinginan penutur, misalnya bertanya, meminta,
memohon, memerintahkan, mendorong; (2) berdasarkan wewenang
penutur, misalnya memerintah dan melarang. Kedua, mitra tutur yakin
bahwa ia berhak melakukan tindakan berdasarkan wewenang penutur,
misalnya menyetujui, memaafkan, mengizinkan. Ketiga, alasan kuat
bagi mitra tutur untuk melakukan tindakan seperti untuk mengingatkan,
menasehati, merekomendasikan, dan mengusulkan.
Berdasarkan maksud dan tujuan tindak personal, tindak tutur
direktif(directives) dibedakan seperti: tindak memesan, memerintah,
memohon, menuntut, dan memberi nasihat. Searle (1985) menegaskan
bahwa jenis tindak tutur direktif terkait dengan usaha-usaha yang
dilakukan penutur agar mitra tutur melakukan sesuatu. Usaha-usaha
yang dimaksud adalah mulai dari yang paling halus, seperti ketika
penutur meminta atau menyarankan kepada mitra tutur untuk
melakukan sesuatu, hingga yang kasar, seperti paksaan sewaktu
penutur mendesak agar mitra tutur melakukan sesuatu.
Pembagian tindak tutur direktif lebih rinci dilakukan oleh Bach dan
Harnish (1979:47-48). Kedua pakar ini membagi tindak tutur direktif
menjadi enam kelompok, yakni kelompok (a) permintaan (requesitive):
yang mencakup meminta, memohon, mengajak, mendorong,
mengundang dan menekan; (b) pertanyaan (questions): yang
30
mencakup bertanya, berinkuiri, dan menginterogasi; (c) persyaratan
(requirements): yang mencakup, mensyaratkan, memerintah,
mengomando, menuntut, mendikte, mengarahkan, mengintruksikan,
dan mengatur; (d) larangan (prohibitives), yang mencakup memberi izin,
membolehkan, mengabulkan, melepaskan, memperkenankan, memberi
wewenang, dan menganugerahi; dan (f) nasihat (advisories) yang
mencakup menasihati, memperingatkan, mengusulkan, membimbing,
menyarankan, dan mendorong.
Dalam perspektif etnografi komunikasi, tindak tutur direktif terkait
erat dengan latar tutur, pelaku tutur, tujuan tutur, nada tutur, sarana
tutur, norma tutur, dan jenis tutur. Sehubungan dengan hal tersebut,
dalam melaksanakan tindak tutur:(a) setiap penutur memiliki sesuatu
dalam pikirannya sehingga mitra tutur hams membuat inferensi maksud
tindakan yang diharapkan oleh penutur, dan (b) setiap tindak tutur
membawa dampak tertentu. Dampak tindak direktif dapat dilakukan
lawan tutur bersama penutur atau tindak yang dilakukan penutur atas
izin lawan tutur bergantung pada tindak yang diharapkan penutur baik
dalam hubungan sejajar(solidaritas) maupun dalam hubungan
atasan-bawahan. Daya ilokusi direktif yang lain menurut Brown dan
Levinson (1978) berkisar pada nosi muka positif dan negatif.
Berdasarkan komponen tindak tutur yang membentuk peristiwa tutur
tersebut, tindak tutur direktif dapat menunjukakan status dan peran
penutur dan mitra tutur; menunjukkan kaidah hubungan interaksi
31
sehubungan dengan kedudukan sosial dan latar interaksi; dan strategi
yang tepat sehubungan dengan pemilihan dan penyampaian tuturan
yang mengemban fungsi tindak. Dilihat dari segi maknanya, bentuk
tindak tutur direktif dapat bermakna literal atau tidak literalnya tindak
direktif, peranan konteks seperti pengetahuan perseptual, pengetahuan
awal, pengetahuan wacana, pengetahuan tindak tutur dan latar
belakang institusional, serta pengetahuan tentang dunia sangat
diperlukan agar tercipta adanya pemahaman bersama antara penutur
dan mitra tutur terhadap pemaksaan tersebut. Pemahaman bersama
tersebut menunjukkan adanya kompetensi linguistik dan kompetensi
komunikatif yang sama antara penutur dan mitra tutur.
11. Fungsi Tindak Tutur Direktif
Dalam penerapannya, tindak direktif mengemban fungsi.Fungsi itu
melekat pada setiap jenis tindak tutur yang bersangkutan. Leech (1993:
162-163) menyoroti fungsi-fungsi lokasi tindak tutur sesuai dengan
fungsi-fungsi tersebut dengan tujuan sosial, berupa pemeliharaan
perilaku yang sopan dan terhormat. Berdasarkan pandangan tersebut,
tindak tutur dapat diklasifikasikan atas empat fungsi, yakni: kompetitif,
menyenangkan, bekerjasama, dan konfliktif.
Pertama, fungsi kompetitif, yakni bersaing dengan tujuan sosial;
misalnya memerintah, meminta, menasihati, bertanya. Menurut Leech
(1983: 176), tindak tutur direktif tergolong fungsi kompetitif atau
bersaing dengan tujuan sosial. Tujuan-tujuan kompetitif ini pada
32
dasarnya tidak bertatakrama(discourteous), misalnya meminta
pinjaman uang dengan nada memaksa. Di sini, tatakrama dibedakan
dengan sopan santun. Tata krama mengacu pada tujuan, sedangkan
sopan santun mengacu pada perilaku linguistik atau perilaku lainnya
untuk melemahkan atau memperlambat tuturan yang tidak sopan. Hal
itu dilakukan agar kedua belah pihak sating menghormati atau saling
menguntungkan.
Kedua, fungsi menyenangkan, yakni yang bernilai positif dengan
tujuan sosial misalnya menawarkan, mengajak, menyapa,
mengundang, mengucapkan terima kasih. Fungsi ini pada dasarnya
sudah santun. Fungsi ini menaati prinsip sopan santun yang positif.
Ketiga, fungsi bekerjasama dengan tujuan sosial seperti
menyatakan, melapor, mengumumkan, dan mengajarkan. Penutur
mementingkan isi pesan sehingga sopan santun dipandang tidak
relevan.
Keempat, fungsi konfliktif atau bertentangan ditunjukkan dengan
adanya pertentangan antara tujuan lokasi dengan tujuan sosial. Tindak
tutur ini seperti mengancam, menuduh, menyumpahi, dan memarahi.
12. Kesantunan Tindak Direktif dalam Dimensi Analisis
Sosiolinguistik
Holmes (2001) memaparkan bahwa dalam analisis sosiolinguistik,
ada sejumlah faktor dan dimensi sosial yang mempengaruhi. Secara
garis besar, Holmes mengelompokkan faktor-faktor sosial tersebut atas
33
empat hal yakni: (1) peserta, berkaitan dengan siapa mereka bertutur;
(2) latar atau konteks sosial interaksi, berkaitan dengan di mana mereka
bertutur; (3) topik, berkaitan dengan apa yangsedang mereka tuturkan;
(4) dan fungsi, berikatan dengan mengapa mereka bertutur. Dalam
situasi mana pun pilihan-pilihan bahasa umumnya mencerminkan satu
atau beberapa komponen tersebut.
B. Kerangka Pikir
Kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia tidak dilepaskan
dari kajian pragmatik.Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa
kesantunan berkaitan dengan bahasa, dan secara khusus berkaitan
dengan penggunaan bahasa, yang menjamin pengklasifikasiannya
dalam pragmatik. Berdasarkan fungsinya, bahasa sebagai alat
komunikasi digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi
pembelajarannya di dalam kelas. Konteks tuturan mempengaruhi
pembelajaran di kelas. Ketika seseorang menggunakan bahasa dalam
berkomunikasi berarti ia telah melakukan tindak tutur. Tindak tutur
merupakan bagian dari aktivitas yang dilakukan oleh guru.
Tindak tutur direktif menghendaki lawan tutur untuk melakukan
sesuatu. Tindak tutur ini meliputi: perintah, pemesanan, permohonan,
dan pemberian saran. Sehingga, tuturan direktif ini bertujuan
menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan penutur.
Percakapan antara guru dan siswa saat pembelajaran
berlangsung di kelas berkaitan dengan penggunaan kesantunan tindak
34
direktif berbahasa Indonesia yang tidak dapat dipisahkan dari dua fokus
utama, yakni: (1) penggunaan bentuk (wujud verbal) yang berkenaan
dengan jenis tindak direktif, dan (2) penggunaan fungsi (tujuan, maksud,
atau makna) tindak direktif.
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui kesantuan tindak direktif
guru dalam pembelajaran di kelas pada SDN Sangir Kecamatan Wajo
Kota Makassar. Gambaran lebih konkret kerangka pikir.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Artinya, penelitian ini
berusaha mencatat secara teliti semua fenomena kebahasaan sesuai
dengan apa adanya. Dengan kata lain, penelitian ini berusaha
memberikan data bahasa yang sebenarnya. Berdasarkan jenis
penelitian ini maka penelitian dilakukan dengan maksud untuk mengkaji
kesantunan tindak direktif guru dalam pembelajaran di kelas pada SDN
Sangir.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data, mengolah
data, menganalisis data, dan menguji hasil penelitian secara objektif
atau apa adanya sesuai dengan hasil yang diperoleh di lapangan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Arikunto (1998) yang mengatakan bahwa
penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yangberusaha untuk
mengumpulkan informasi suatu gejala, keadaan apa adanya pada saat
penelitian dilakukan.
C. Batasan Istilah
Dalam penelitian ini ada sejumlah istilah yang digunakan, antara
lain: tindak tutur, kesantunan, tindak direktif, wujud kesantunan tindak
direktif, dan fungsi kesantunan tindak direktif. Untuk menghindari
36
kemungkinan terjadi perbedaan penafsiran dalam mengartikan istilah
tersebut, berikut ini akan diuraikan istilah tersebut.
1. Tindak tutur dalam penelitian ini adalah segala tindakan dalam
berbicara yang memiliki fungsi. Dengan kata lain, ketika seseorang
melakukan sesuatu dengan memanfaatkan kalimat-kalimat sebagai
medianya berarti ia telah melakukan tindak tutur
2. Kesantunan dalam penelitian ini adalah kesantunan adalah properti
yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam hal ini menurut
pendapat si pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atau
tidak mengingkari memenuhi kewajibannya.
3. Tindak direktif adalah tindak tutur yang dirancang untuk mendorong
mitra tutur melakukan sesuatu.
4. Wujud kesantunan tindak direktif adalah jenis bentuk verbal yang
mengekspresikan kesantunan berbahasa Indonesia yang digunakan
guru-siswa pada pembelajaran di kelas.
5. Fungsi kesantunan tindak direktif adalah kegunaan berbagai tuturan
oleh guru-siswa yang mengekspresikan kesantunan berdasarkan
pemahaman terhadap tujuan, maksud maupun makna tuturan.
D. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas SDN Sangir terletak di Kota
Makassar Kelurahan Melayu Baru Kecamatan Wajo.
37
E. Data dan Sumber Data
Sumber data adalah subjek yang menjadi masalah atau tempat
data itu diperoleh. Penelitian ini menyangkut bahasa lisan sehingga
yang menjadi sumber data adalah empat guru di kelas SDN Sangir
Kecamatan Wajo Kota Makassar, sedangkan data yang dijaring adalah
tuturan tindak direktif yang digunakan guru di kelas.
F. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen kunci adalah
peneliti. Oleh karena itu, untuk pengumpulan dan analisis data peneliti
menggunakan handphone dengan ukuran yang relatif kecil dan dapat
disembunyikan di balik baju ataupun disimpan dalam tas. Handphone ini
digunakan merekam tuturan tanpa diketahui oleh penutur yang direkam
sehingga tuturan yang diperoleh sifatnya alamiah. Kedua, lembar
observasi (pengamatan). Ketiga, catatan Iapangan.
G. Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian ini akan dikumpulkan dengan menggunakandua
teknik pengumpulan data, yakni observasi (pengamatan), dan
perekaman.
1. Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan pada saat guru berbicara
kepada siswa di kelas, pengamatan ini bertujuan untuk mendapatkan
data yang diliput dari alat komunikasi handphone, yaitu data yang
38
berkaitan dengan konteks peristiwa tutur. Observasi yang dilakukan
bersifat nonpartisipatif. Artinya, peneliti hanya mengamati dan mencatat
peristiwa yang diperlukan pada lembaran observasi yang telah
disiapkan. Dengan teknik ini diharapkan diperoleh catatan lapangan
deskriptif dan catatan Iapangan reflektif tentang kesantunan tindak
direktif berbahasa Indonesia dalam pembelajaran di kelas. Kegiatan
observasi selama pengumpulan data meliputi: (1) mengobservasi
peristiwa tutur yang sedang berlangsung konteks situasi tutur, serta
tindak tutur yang digunakan; dan (2) mengobservasi konteks-konteks
sosiokultural yang menyertai setiap peristiwa tutur yang bermodus
tindak direktif.
2. Perekaman
Perekaman dilakukan sewaktu guru-siswa berinteraksi dalam
pembelajaran di kelas. Teknik perekaman dilakukan untuk
mengumpulkan data tuturan guru-siswa saat berinteraksi dalam
pembelajaran di kelas. Teknik perekaman ini dapat dikatakan sebagai
teknik yang mendominasi seluruh kegiatan pengumpulan data.
Perekaman melalui handphone dapat dilakukan tersembunyi ataupun
terlihat sambil wawancara kepada subjek penelitian, perekaman manual
(alat tulis-menulis), dilakukan terhadap data yang diliput handphone.
Data tersebut berupa: (a) data yang muncul secara tiba-tiba; dan (b)
konteks penelitian sebagai catatan lapangan.
39
H. Teknik Analisis Data
Agar pembahasan dapat berjalan dengan baik dan tidak simpang
siur, analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mentranskrip data rekaman ke dalam bentuk tulisan.
2. Mengklasifikasikan wujud dan fungsi kesantunan tindak direktif
berdasarkan penanda kesantunan yang digunakan.
3. Menganalisis data berdasarkan wujud dan fungsi berdasarkan
penanda kesantunan yang digunakan.
4. Data disajikan dalam bentuk deskriptif sebagaimana adanya.
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Wujud Kesantunan Tindak Direktif Berbahasa Indonesia Guru
dalam Pembelajaran di Kelas
a. Penggunaan Tuturan dengan Modus Deklaratif
Berdasarkan hasil penelitian, wujud kesantunan tindak direktif
penutur yang diekspresikan melalui tuturan bermodus deklaratif dalam
pembelajaran di kelas meliputi memohon sebelum menyatakan
informasi, menyatakan suruhan, menyatakan permintaan, dan
menyatakan larangan.
1). Memohon Sebelum Menyatakan Informasi
Dalam konteks pembelajaran di kelas penutur mengekspresikan wujud
kesantunan tindak direktif melalui tindak memohon sebelum
menyatakan informasi dengan menggunakan tuturan bermodus
deklaratif, hal itu dituturkan oleh penutur ketika terlambat menyajikan
materi pelajaran karena ada laporan pertanggungjawaban keuangan
yang di ketik.
[A1.1] Penutur : Maaf anak-anakku, saya terlambat. (1) Kebetulan ada
yangdiketik tadi di kantor jadi ibu tinggal.(2)
Mitra tutur: (Diam, mendengarkan informasi yang disampaikan oleh
penutur)(3)
41
Tuturan (A1.1) dituturkan oleh penutur sebelum menyajikan
materi, ketika itu penutur terlambat masuk di kelas. Dalam kutipan
(A1.1) melalui tuturan (1) terungkap aspek kesantunan penutur melalui
tuturan tidak langsung bermodus deklaratif sebagai wujud ekspresi
tindak memohon sebelum menyatakan informasi. Hal itu di tandai oleh
penggunaan “Maaf anak-anakku, saya terlambat” yang dapat ditafsirkan
bahwa dalam tuturan tersebut penutur selaku partisipan yang memiliki
status sosial tinggi, berusaha melembutkan daya ilokusi dengan
permohonan maaf kepada mitra tutur yang memiliki status sosial lebih
rendah, penutur juga dalam tuturan tersebut menunjukkan solidaritas
tinggi.
2). Menyatakan Suruhan
Dalam konteks pembelajaran di kelas penutur mengeksresikan
wujud kesantunan tindak direktif melalui tindak memohon sebagai wujud
menyatakan suruhan dengan menggunakan tuturan bermodus
deklaratif, hal itu dituturkan oleh penutur ketika menyuruh mitra tutur
supaya belajar di rumah sebagai persiapan ujian harian. Berikut kutipan
(A1.2) memperlihatkan hal yang dimaksud.
[A1.2] Penutur : Anak-anakku minggu depan ujian akhir maki itu, kalau
perlutinggalkan sudah mainnya. (1) minggu
depannyapi baruki ujian praktik. (2)
Tuturan (A1.2) dituturkan oleh penutur dalam kegiatan akhir
pembelajaran, ketika itu penutur mengingatkan mitra tutur
42
mrmpersiapkan diri untuk menghadapi ulangan harian. Dalam kutipan
(A1.2) melalui tuturan (1) terungkap segala aspek kesantunan penutur
melalui tuturan tidak langsung bermodus deklaratif sebagai wujud
ekspresi tindak menyatakan suruhan kepada mitra tutur supaya belajar.
Penanda suruhan dalam tuturan tersebut dapat dilihat dari pemakaian
maki (kita akan) menandakan adanya penegasan isi pesan yang ingin
disampaikan penutur, kemudian diikuti oleh tuturan “kalau perlu
tinggalkan sudah mainnya”berfungsi sebagai penjelas isi pesan yang
disampaikan penutur sehingga dapat ditafsirkan bahwa penutur
menyuruh mitra tutur untuk belajar.
3). Menyatakan Permintaan
Dalam konteks pembelajaran di kelas penutur
mengekspresikan wujud kesantunan tindak direktif melalui tindak
menyatakan permintaan dengan menggunakan tuturan bermodus
deklaratif. Hal itu dapat dilihat melalui kutipan (A1.3) berikut.
[A1.3] Penutur : Sebentar lagi kita istirahat.(1)
Mitra tutur : Belumpi, bu.(2)
Tuturan (A1.3) dituturkan oleh penutur setelah melihat jam tangannya,
ketika itu mitra tutur sementara mengerjakan soal-soal latihan. Dalam
kutipan (A1.3) melalui tuturan (1) terungkap aspek kesantunan penutur
melalui tuturan tidak langsung bermodus deklaratif sebagai wujud
ekspresi tindak menyatakan permintaan didasarkan pada konteks,
situasi, dan waktu maka tuturan tersebut mengandung permintaan agar
43
mitra tutur mengerjakan cepat soal latihan tersebut dan segera
mengumpulkannya sebab jam pelajaran akan segera berakhir. Dengan
penggunaan kita sebagai penanda identitas dan kesantunan, penutur
mengidentifikasikan diri satu kelompok dengan mitra tutur. Hal itu
mengidentifikasikan bahwa penutur berupaya melembutkan daya ilokusi
tuturannya sehingga terkesan wajar dan santun bagi mitra tutur.
4). Menyatakan Larangan
Dalam konteks pembelajaran di kelas penutur mengekspresikan wujud
kesantunan tindak direktif melalui tindak meyatakan larangan dengan
menggunakan tuturan bermodus deklaratif. Hal itu dapat dilihat melalui
kutipan (A1.4) berikut.
[A1.4] Penutur : Benarmi itu nak. (1)
Mitra tutur : (melanjutkan tulisannya) (2)
Tuturan (A1.4) dituturkan oleh penutur dalam kegiatan inti
pembelajaran bahasa Indonesia ketika itu mitra tutur ingin menghapus
jawabannya di papan tulis. Dalam kutipan (A1.4) mealui tuturan (1)
terungkap aspek kesantunan penutur mealui tuturan tidak langsung
bermodus deklaratif sebagai wujud ekspresi tindak menyatakan
larangan kepada mitra tutur. Berdasarkan konteks, tuturan (1)
dikategorikan sebagai wujud tindak larangan kepada mitra tutur agar
tidak menghapus contoh kalimat yang telah ditulis mitra tutur di papan
tulis, sesuai dengan catatan lapangan mitra tutur setelah mendengar
pernyataan penutur tidak jadi menghapus tulisan tersebut. Dalam hal itu
44
juga penutur tampak melunakkan daya ilokusi dengan sapaan nak
sebagai serpihan diksi anak sebagai upaya menjalin keakraban
sehingga mitra tutur dapat melaksanakan apa yang diinginkan oleh
penutur dengan merasa dikasihi, disayangi, dan bersahabat.
b. Penggunaan Tuturan dengan Modus Imperatif
Berdasarkan hasil penelitian, wujud kesantunan tindak direktif
penutur yangdiekspresikan melali tuturan imperatif dalam pembelajaran
di kelas meliputi(1) wujud tindak ajakan, (2) wujud tindak permintaan, (3)
wujud tindak suruhan, (4) wujud tindak larangan, dan (5) wujud tindak
pengizinan.
1). Wujud Tindak Ajakan
Dalam konteks pembelajaran di kelas penutur mengekspresikan
wujud kesantunan tindak direktif melalui tindak ajakan dengan
menggunakan tuturan bermodus imperatif. Hal itu dapat dilihat melaui
kutipan (A2.1) berikut
[A2.1] Penutur : Sekarang mari kita melihat penulisannya ya!(1) kita lihat
contoh yang Ibu buat di atas!(2) Kalau awal kalimat
menggunakan huruf???(3)
Mitra tutur : Huruf besar, bu.(4)
Tuturan (A2.1) dituturkan oleh penutur ketika mengajak mitra
tutur mengecek contoh kalimat yang telah ditulis di papan tulis. Dalam
konteks tersebut, realisasi ajakan oleh penutur tampak pada
penggunaan pemarkah kesantunan mari kalimat imperatif ajakan
45
biasanya digunakan dengan penanda kesantunan ayo (yo), biar, coba,
mari, harap, hendaknya, dan hendaklah (Rahardi, 2005 : 82) sebagai
wujud ekspresi penutur untuk menggiring mitra tutur melakukan sesuatu
yakni melihat dalam arti luas, yakni mengajak mitra tutur untuk
memperbaiki sebuah contoh penulisan yang telah dibuat penutur di
papan tulis. Untuk menghindari ancaman yang tidak menyenangkan,
penutur berupaya mengidentifikasikan diri satu kelompok dengan mitra
tutur melalui penggunaan kita sehingga terjadi pelembutan daya ilokusi
yang menjadikan tuturan tersebut terasa santun bagi mitra tutur.
2). Wujud Tindak Permintaan
Dalam konteks pembelajaran di kelas penutur
mengekspresikan wujud kesantunan tindak direktif melalui tindak
permintaan dengan menggunakan tuturan bermodus imperatif. Hal ini
dapat dilihat melalui kutipan [A2.2] berikut
[A2.2] Penutur : Sayami yang bicara dulu d’i (1) sekarang tolong
dengarki baik-baik soalnya!(2)
Mitra tutur : Iye, Bu!(3)
Tuturan [A2.2] dituturkan penutur – mitra tutur pada kegiatan
inti pembelajaran ketika penutur ingin membacakan soal latihan
sementara mitra tutur masih rebut. Berdasarkan pada konteks dan
situasi yang melingkupi percakapan tersebut wujud tindak permintaan
tampak pada tuturan (1)”sayami yang bicara dulu d’I” maksud tuturan
tersebut kurang lebih seperti ini “Biarkanlah saya berbicara terlebih
46
dulu”. Tuturan tersebut mengindikasikan adanya interferensi varian tutur
bahasa Bugis yang menjadi pemarkah kesantunan terhadap pemakaian
bahasa Indonesia. Salah satu cara untuk menghubungkan variasi
bahasa dengan faktor-faktor dan kultur adalah melalui pemakaian
bahasa daerah sebagai pemarkah dalam penggunaan bahasa
Indonesia sebagai wujud pencerminan (Kartomiharjo, 1988) dalam
Sumarsono, (2003:348). Melalui tuturan tersebut tampak penggunaan
diksi informal berupa klitik penegasan sayami (biarkanlah) dan –d’i
(yang menyatakan keakraban dan penegas maksud permintaan dalam
tuturan) yang menempati posisi enklitik. Sebagai produk sosiokultural
masyarakat bugis –mi’ dan –d’i diimplikasikan dalam wujud perilaku
berbahasa santun terhadap mitra tuturnya. Artinya, -mi dan –d’i
dijadikan oleh penutur sebagai pelembut daya ilokusi tuturan agar
terdengar santun oleh mitra tutur.
3). Wujud Tindak Suruhan
Dalam konteks pembelajaran di kelas penutur
mengekspresikan wujud kesantunan tindak direktif melalui tindak
suruhan dengan menggunakan tuturan bermodus imperatif. Hal itu
dapat dilihat dalam kutipan [08] berikut.
[A2.3] Penutur : Sayami yang bicara dulu d’i (1) sekarang tolong
dengarki baik-baik soalnya!(2)
Mitra tutur : Iye, Bu!(3)
47
Tuturan [A2.3] dituturkan oleh penutur – mitra tutur pada
kegiatan inti pembelajaran ketika penutur ingin membacakan soal
latihan sementara mitra tutur ribut. Berdasarkan pada konteks dan
situasi yang melingkupi percakapan tersebut,wujud tindak suruhan yang
diekspresikan oleh penutur tampak pada tuturan (1) melalui
penggunaan dengar sebagai verba yang bergandengan dengan klitik
sapaan ki sebagai wujud pernyataan penghormatan, melalui tuturan
tersebut juga tampak penggunaan pemarkah tolong yang disampaikan
oleh penutur sebelum menyuruh mitra tutur untuk melakukan tindak
mendengar. Dengan demikian, perpaduan antara pemarkah
penghormatan (ki) dengan pemarkah kesantunan tolong semakin
menjadikan daya ilokusi tuturan tersebut terlembutkan dan
menimbulkan kadar kesantunan yang tinggi sehingga efek yang
ditimbulkan membuat mitra tutur merasa senang melakukan apa yang
telah disuruhkan oleh penutur.
4). Wujud Tindak Larangan
Dalam konteks pembelajaran di kelas penutur
mengekspresikan wujud kesantunan tindak direktif melalui tindak
larangan dengan menggunakan tuturan bermodus imperatif. Hal itu
dapat dilihat dalam kutipan [A2.4] berikut.
[A2.4] Penutur : Sayami yang bicara dulu d’i (1) sekarang tolong
dengarki baik-baik soalnya!(2)
Mitra tutur : Iye, Bu!(3)
48
Tuturan [A2.4] dituturkan oleh penutur – mitra tutur pada kegiatan inti
pembelajaran ketika penutur ingin membacakan soal latihan sementara
mitra tutur ribut. Berdasarkan pada konteks dan situasi yang melingkupi
percakapan tersebut, memperlihatkan bahwa mitra tutur pada waktu itu
sedang ribut dengan teman-temannya sedangkan penutur ingin
membacakan soal-soal, dengan penggunaan tuturan “sayami bicara
dulu d’i” penutur mengatasi masalahnya karena tuturan tersebut dapat
ditafsirkan sebagai wujud permintaan yang mengandung larangan
kepada mitra tutur supaya tidak ribut lagi.
5). Wujud Tindak Pengizinan
Dalam konteks pembelajaran di kelas penutur
mengekspresikan wujud kesantunan tindak direktif melalui tindak
pengizinan dengan menggunakan tuturan bermodus imperatif. Hal itu
dapat dilihat dalam kutipan [A2.5]berikut.
[A2.5] Mitra tutur : Bisa bertanya, Bu?(1)
Penutur : Boleh, Silahkan! (2)
Mitra tutur : Naik semuaki nanti, Bu?
Penutur : Saya sarankan supaya kelompok menentukan sendiri
siapa yang akan mempresentasikannya.
Tuturan [A2.5] dituturkan oleh penutur pada kegiatan inti
pembelajaran, ketika itu penutur mengharapkan mitra tutur agar
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan teman-temannya.
Wujud pengizinan yang diekspresikan oleh penutur dalam tuturan
49
bermodus imperatif di atas tampak pada penggunaan “Boleh, silahkan!”
pada tuturan (2) hal itu mengidikasikan bahwa penutur sebelum
menyatakan pengizinan melalui penanda silahkan berusaha
melembutkan tuturannya dengan penggunaan boleh yang dapat
ditafsirkan sebagai respon mengiyakan atas permintaan mitra tutur dan
dapat diartikan sebagai wujud perilaku penutur yang tidak ingin
mengecewakan mitra tutur.
c. Penggunaan Tuturan dengan Modus Interogatif
Wujud interogatif diekspresikan oleh penutur kepada mitra tutur
dalam pembelajaran di kelas digunakan apabila penutur bermaksud
mengetahui jawaban terhadap sesuatu hal atau suatu keadaan, melalui
pertanyaan penutur menghendaki adanya respon dari mitra tutur berupa
jawaban ya/tidak, menghendaki informasi, atau menghendaki jawaban
berupa perbuatan. Tindak direktif yang mengemban fungsi pertanyaan
antara lain ditandai pemarkah pertanyaan berupa kata tanya (apa,
siapa, berapa, kapan, dan bagaimana).
Berdasarkan hasil penelitian, wujud kesantunan tindak direktif
penutur yang diekspresikan melalui tuturan bermodus interogatif dalam
pembelajaran di kelas meliputi (1) wujud pertanyaan menyatakan
suruhan, (2) wujud pertanyaan menyatakan ajakan, (3) wujud
pertanyaan menyatakan permintaan, (4) wujud pertanyaan menyatakan
larangan, dan (5) wujud tindak pengizinan
1). Wujud Pertanyaan Menyatakan Suruhan
50
Sesuai dengan catatan lapangan, melalui mata pelajaran IPA
dalam konteks pembelajaran di kelas diperoleh data tuturan penutur
berwujud interogatif yang menyatakan suruhan dan mengandung wujud
kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia. Hal itu dapat dilihat
dalam kutipan [A3.1] berikut.
[A3.1] Penutur : Mau belajar tidak?(1)
Mitra tutur : Mau, Bu!(2)
Tuturan [A3.1] dituturkan oleh penutur diawal pembelajaran, ketika
proses absensi berlangsung sementara mitra tutur sedang ribut. Pada
kutipan [A3.1] melalui tuturan (1) terungkap aspek kesantunan melalui
tuturan bermodus interogatif menyatakan suruhan. Sebuah tindak tutur
disebut langsung apabila terdapat hubungan langsung antara struktur
tuturan dan fungsi komunikasinya. Sebaliknya, apabila tindak tutur
bertolak belakang apa yang diperformansikan dengan apa yang
dimaksudkan maka tindak tutur tersebut dikatakan sebagai tindak tutur
tak langsung. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur tidak langsung
apabila didasarkan pada konteks yang melatari tuturan tersebut.
Penutur melalui tuturan yang disampaikan bermaksud menyuruh mitra
tutur agar melakukan sesuatu berupa tindak diam. Artinya, tuturan
tersebut memperlihatkan bahwa apa yang disampaikan dengan apa
yang dimaksudkan tidak sesuai, sehingga menuntut mitra tutur untuk
mengenali maksud yang disampaikan lewat inferensi dengan
mempertimbangkan konteks yang melingkupinya. Sesuai catatan
51
lapangan tampak mitra tutur melakukan dua tindak sebagai wujud
respon yakni, mitra tutur menjawab tuturan penutur sesuai dengan
modusnya dan mitra tutur melakukan tindak diam sebagai realisasi
inferensi terhadap tuturan penutur. Dengan demikian, penutur dalam
pertuturan tersebut berusaha melakukan tindak meminimalisasi
ancaman muka negatif mitra tutur.
2). Wujud Pertanyaan Menyatakan Ajakan
Dalam konteks pembelajaran di kelas penutur
mengekspresikan wujud kesantunan tindak direktif melalui tindak
pertanyaan menyatakan ajakan. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan
[A3.2] berikut.
[A3.2] Penutur : Bagaimana kalau kita lanjut lagi d’i?(1)
Mitra tutur : Tunggu sebentar, Bu!(2)
Tuturan [A3.2] dituturkan oleh penutur dalam kegiatan inti
pembelajaran PKN ketika mengajak mitra tutur menyimak soal
berikutnya. Penanda kesantunan ajakan seperti ayo, mari, harap,
hendaknya, dan hendaklah yang dinyatakan Rahardi (2005:82) pada
kutipan [A3.2] tidak tampak sehingga inferensi yang dapat digunakan
untuk menafsirkan ajakan penutur yang diimplisitkan dalam tuturan
bermodus interogatif adalah mengaitkan dengan penggalan tuturan “kita
lanjut lagi d’i?” yang dapat diartikan bahwa penutur mengajak mitra tutur
untuk melakukan sesuatu yakni me;lanjutkan pembahasan soal-soal ke
nomor berikutnya. Aspek kesantunan penutur yang dapat diungkap
52
adalah ketidaklangsungan tuturan, penanda kesantunan identitas satu
kelompok, pemakaian penegas d’i diakhir tuturan. Namun yang perlu
diuraikan melalui tuturan ini adalah pemakaian d’i karena pemarkah
kesantunan yang lainnya telah dijelaskan sebelumnya.
3). Wujud Pertanyaan Menyatakan Permintaan
Dalam konteks pebelajaran di kelas penutur mengekspresikan
wujud kesantunan tindak direktif melalui tindak pertanyaan menyatakan
permintaan. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan [A3.3.1], [A3.3.2], dan
[A3.3.3] berikut.
[A3.3.1] Penutur : Bisakah kalian diam sejenak?(1)
Mitra tutur : (diam dan memperhatikan penutur)(2)
[A3.3.2] Penutur : Apakah sudah benar kita lihat?
Mitra tutur : Maaf, Bu!
[A3.3.3] Penutur : Bagaimana kalau sisanya kita kerja di rumah?
Mitra tutur : Baik Bu, Iye, Bu!
Tuturan [A3.3.1] dituturkan oleh penutur diawal pembelajaran
ketika itu penutur sedang mengabsen anak didiknya. [A3.3.2] dituturkan
oleh penutur dalam kegiatan inti pembelajaran, ketika itu penutur
meminta mitra tutur untuk memperbaiki jawaban yang ditulis di papan
tulis, dan tuturan [A3.3.3] dituturkan oleh penutur diakhir pembelajaran
ketika itu penutur dan mitra tuturbelum sempat membahas secara
keseluruhan soal IPA pada pertemuan itu karena waktu jam pelajaran
sudah tidak memadai. Tuturan permintaan yang disampaikan melalui
53
wujud pertanyaan di atas, masing-masing terdapat pada kutipan
[A3.3.1], [A3.3.2], dan [A3.3.3]. Melalui tuturan (1) dalam kutipan
[A3.3.1] tampak penggunaan penanya tanda bisakah dan intonasi yang
agak naik diakhir tuturan ketika disampaikan oleh penutur. Berdasarkan
konteks dan tujuan tuturan, penutur melalui wujud tersebut
mengekspresikan maksud permintaan agar mitra tutur melakukan
sesuatu, yakni tindak diam dan mendengarkan namanya ketika
disebutkan oleh penutur. Tujuan tuturan penutur melalui wujud tersebut
adalah berusaha mengendalikan suasana kelas agar bias tertib.
Pada kutipan [A3.3.2] melalui tuturan (1) penutur tampak
mengekspresikan wujud pertanyaan menyatakan permintaan dengan
memakai penanda tanya ‘apakah’ dengan diiringi intonasi yang agak
naik diakhir tuturan ketika disampaikan kepada mitra tutur. Didasarkan
pada konteks dan catatan lapangan, tuturan penutur menyatakan
permintaan agar mitra tutur sebelum kembali ke tempat duduk supaya
mencermati dan memperbaiki contoh kalimat komparatif yang telah
ditulisnya di papan tulis karena menunjukkan adanya kesalahan yang
tidak dinyatakan secara langsung oleh penutur. Melalui pertanyaan
“Apakah sudah benar kita lihat?” pertanyaan tersebut mengindikasikan
bahwa penutur berupaya meminimalisasikan ancaman muka positif
mitra tutur dengan tidak langsung menyatakan “perbaiki pekerjaanmu
karena salah”dan penutur juga berusaha melembutkan daya ilokusi
tuturan tersebut dengan mengidentifikasikan diri satu kelompok dengan
54
mitra tutur melalui pemakaian kita. Artinya, penutur berusaha
menunjukkan kesetiakawanan, berbagi rasa dan menghargai mitra
tutur. Kita sebagai persina pertama bersifat inklusif (termasuk orang
kedua: pembaca atau pendengar) lazim digunakan untuk
menyembunyikan diri, dengan menggunakan kita penutur memiliki
teman, berbagi rasa dengan dan menghargai mitra tutur.
Pada kutipan [A3.3.3] melalui tuturan (1) penutur tampak
mengekspreikan wujud pertanyaan menyatakan permintaan dengan
memakai penanda tanya ‘bagaimana’ diiringi intonasi yang agak naik
diakhir tuturan ketika disampaikan kepada mitra tutur. Tuturan yang
disampaikan penutur kepada mitra tutur apabila didasarkan pada
konteks yang melatarinya, dapat ditafsirkan bahwa penutur
menghendaki mitra tutur agar soal yang belum sempat dibahas pada
pertemuan itu supaya dikerjakan di rumah. Melalui tuturan (2) mitra tutur
memahami maksud permintaan penutur dengan langsung merespons
melalui pernyataan yang variatif. Melalui respons mitra tutur
menyatakan penghormatan dan menunjukkan rasa senang dengan
segera mengemasi soal-soal yang telah dibagikan oleh penutur
sebelumnya. Dengan demikian, aspek penentu kesantunan dalam
tuturan penutur adalah ketidaklangsungan tuturan dan pemarkah
identitas kelompok bersifat inklusif yang digunakan penutur dalam
melembutkan daya ilokusi sehingga tuturan terasa wajar dan santun
bagi mitra tutur.
55
4). Wujud Pertanyaan Menyatakan Larangan
Dalam konteks pembelajaran di kelas penutur
mengekspresikan wujud kesantunan tindak direktif melalui tindak
pertanyaan menyatakan larangan. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan
[A3.4] berikut.
[A3.4] Penutur : Siapa yang berbuat seperti itu?(1)
Mitra tutur : Main-mainki, Bu!(2)
Penutur : Bagaimana kalau kita dikasi seperti itu?(3)
Mitra tutur : Tidak enak, Bu!(4)
Tuturan [A3.4] dituturkan oleh penutur setelah menerima
pengaduan salah satu mitra tutur yang merasa diganggu oleh
teman-temannya pada saat menulis. Penanda larangan pada tuturan di
atas tidak dinyatakan secara ekspilit oleh penulis, tetapi melihat pada
konteks dan hasil wawancara peneliti kepada penutur, maka tuturan (1)
berwujud pertanyaan dengan penanda siapa dan tuturan (3) berwujud
pertanyaan dengan penanda bagaimana dari kedua wujud pertanyaan
tersebut, inferensi yang dapat dikemukakan sebagai upaya
menginterpretasikan tuturan penutur antara lain. Pertama, melalui
tuturan tersebut penutur mengimplimplisitkan maksud larangan yang
menjadi tujuan tuturan tersebut. Kedua, penutur dengan menggunakan
pertanyaan untuk menyatakan maksud larangan mengindikasikan
bahwa ketidaklangsungan tuturan penutur menjadi pelembut daya
56
ilokusi sehingga mitra tutur merasa bersalah dan langsung merespon
dengan berbasa-basi dalam tuturan (2) dengan tetap menunjukkan rasa
hormat melalui pemakaian sapaan Bu sebagai persona pertama.
Dengan demikian, tuturan penutur tersebut disimpulkan sebagai
ekspresi larangan yang menghendaki mitra tutur untuk tidak mengulangi
perbuatannya.
5). Wujud Pertanyaan Menyatakan Pengizinan
Wujud pengizinan dapat dituturkan melalui aneka modus
tuturan (Rahardi, 2005:146-147). Dalam konteks pembelajaran di kelas
penutur mengekspresikan wujud kesanatunan tindak direktif melalui
tindak pertanyaan menyatakan pengizinan. Hal itu dapat dilihat dalam
kutipan [A3.5] berikut.
[A3.5] Penutur : Apakah tidak sebaiknya kita dikelompok Edi Tahir
saja?(1)
Mitra tutur : Baik, Bu.(2)
Tuturan [A3.5] dituturkan oleh penutur dalam kegiatan inti
pembelajaran Bahasa Indonesia, ketika itu penutur mempersilahkan
salah satu mitra tutur untuk bergabung ke salah satu kelompok yang
telah dibentuk secara bersama-sama. Penanda kesantunan pengizinan
yang dinyatakan Rahardi (2005:81) seperti silakan, dipersilakan, dan
diperkenankan tidak tampak dalam tuturan tersebut. Artinya, penutur
tidak menyatakan secara eksplisit pengizinan yang ditujukan kepada
mitra tutur sehingga mitra tutur perlu mengaitkan konteks dengan
57
tuturan yang disampaikan penutur sebagai acuan supaya dapat menarik
inferensi atas maksud pengizinan yang ditujukan kepada diri mitra tutur.
Sesuai dengan kenyataan di lapangan yang teramati siswa tersebut
bergabung dengan kelompok yang dimaksudkan oleh penutur dalam
tuturan. Hal itu mengindikasikan bahwa salah satu cara untuk
menginterpretasikan maksud pengizinan pada kutipan [A3.5] adalah
mengaitkan konteks dengan penggunaan verba dikelompok yang dapat
diartikan bahwa penutur menunjukkan agar mitra tutur berada di dalam
kelompok yang dimaksud sebagai acuan untuk menarik inferensi. Aspek
kesantunan yang diekspresikan penutur antara lain. Pertama,
ketidaklangsungan tuturan, kedua, penggunaan pemarkah kesantunan
identitas satu kelompok.
2. Fungsi Kesantunan Tindak Direktif Berbahasa Indonesia Guru
Dalam Pembelajaran Di Kelas
Penggunaan fungsi kesantunan tindak direktif berbahasa
Indonesia oleh penutur dalam pembelajaran di kelas meliputi:
(1) Fungsi kesantunan dalam perintah yang mencakup :
a. Fungsi kesantunan dalam suruhan dan
b. Fungsi kesantunan dalam larangan
(2) Fungsi kesantunan dalam ajakan
(3) Fungsi kesantunan dalam permintaan yang mencakup :
a. Fungsi kesantunan dalam meminta pengakuan
b. Fungsi kesantunan dalam meminta keterangan
58
c. Fungsi kesantunan dalam meminta alasan
d. Fungsi kesantunan dalam meminta pendapat
e. Fungsi kesantunan dalam meminta kesungguhan,dan
f. Fungsi kesantunan dalam meminta berpikir
(4) Fungsi kesantunan dalam mengizinkan, dan
(5) Fungsi kesantunan dalam menasihati
a. Penggunaan Fungsi Kesantunan dalam Perintah
Dalam konteks pembelajaran di kelas, fungsi kesantunan dalam
perintah merupakan bagian dari fungsi kesantunan direktif yang
senantiasa menghendaki mitra tutur untuk melakukan sesuatussuai
dengan apa yang diperintahkan oleh penutur. Berdasarkan modusnya
perintah diidentikkan dengan tuturan imperative, tetapi kenyataan
memperlihatkan bahwa berkomunikasi dengan bahasa oleh penutur dan
mitra tutur dalam pembelajaran di kelas kadangkala modus suatu
tuturan dipertukarkan untuk menyatakan suatu maksud tertentu.
Sehingga tidak cukup bahasa yang disampaikan dijadikan sebagai
satu-satunya acuan tanpa mempertimbangkan konteks dalam
menginterpretasikan apa yang diinginkan oleh penutur kepada mitra
tuturnya. Chaer, (2010:90-92) menyatakan bahwa fungsi memerintah
secara garis besar dibagi dua, yaitu berfungsi suruhan dan berfungsi
larangan.
59
1) Fungsi Kesantunan dalam Suruhan
Dalam konteks pembelajaran penggunaan fungsi kesantunan
dalam suruhan oleh penuturdapat dilihat diawal, inti, dan akhir
pembelajaran. Hal itu dapat dilihat dalam contoh berikut.
[B1.1.1] Penutur : Coba disiapkan!(1)
Mitra tutur : Baik, Bu.(2)
Tuturan [B1.1.1] dituturkan oleh penutur diawal pembelajaran
kepada ketua kelas. Kalimat bermodus perintah tampak pada tuturan (1)
dalam kutipan [B1.1.1] melalui penggunaan disiapkan tuturan tersebut
berkategori langsung dengan fungsi perintah yang disampaikan oleh
penutur kepada mitra tutur dengan harapan agar mitra tutur
melaksanakan isi tuturan itu. Aspek kesantunan yang dapat diungkap
dalam tuturan tersebut adalah penggunaan pemarkah kesantunan coba
oleh penutur dan budaya kelas yang melatari penggunaan tuturan
tersebut menjadi pelembut daya ilokusi tuturan itu agar dapat terdengar
santun bagi mitra tutur.
Penggunaan fungsi kesantunan tindak direktif dapat pula dilihat
dalam contoh berikut yang disampaikan dalam kegiatan inti
pembelajaran. Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang ibu penutur
kepada salah seorang mitra tutur agar berkenaan untuk mengambil
buku yang dimaksudkan dalam tuturan ini.
[B1.1.2] Penutur : Ambilkan dulu buku saya di rumah Nak!(1)
60
Mitra tutur : Iye,Bu! Disebelah mania, Bu?
Tuturan [B1.1.2] dituturkan oleh penutur kepada mitra tutur
ketika ingin memulai pelajaran, ketika buku referensi penutur terlupakan
di rumah. Perintah dalam tuturan di atas tampak pada tuturan (1) dalam
kutipan [B1.1.2] melaui penanda ambilkan tuturan tersebut tergolong
tuturan yang tidak menganut pola SPO yang mengandung perintah
kepada mitra tutur agar melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan
penutur. Melalui tuturan tersebut penutur mengekspresikan persesuaian
diri dengan penggunaan saya dan penggunaan solidaritas tinggi dengan
penggunaan sapaan nak sebagai serpihan dari kata anak. Sapaan anak
dalam kultur masyarakat Bugis mencerminkan keakraban, solidaritas
tinggi, dan penunjukkan kasih sayang karena sapaan itu lazim
digunakan dalam lingkungan keluarga untuk menyapa salah satu
anggota rumah tangga.
Selain itu fungsi kesantunan perintah sebagai bagian dari
fungsi kesantunan direktif juga digunakan oleh penutur diakhir
pembelajaran kala memerintah mitra tutur untuk menulis namanya
dilembaran kerjanya dan mengumpulkan buku paket yang telah
dibagikan diawal pembelajaran.
[B1.1.3] Penutur : Sekarang, boleh dikumpul yang sudah!(1)
Mitra tutur : Sebentarpi, Bu.(2)
Mitra tutur : Kasi begini saja kita, pendekji kita, Bu!(3)
61
Penutur : Iye, tuliski namata ya!(4) jangan sampai kita lupa
lagi.(5)
Tuturan [B1.1.3] dituturkan oleh penutur dalam kegiatan akhir
pembelajaran agama islam. Pada kutipan [B1.1.3] melalui tuturan (4)
tampak penutur menggunakan penanda perintah tuliski yang diikuti
enklitik ki sebagai modalitas honorofik. Fungsi perintah dalam tuturan
tersebut menghendaki agar mitra tutur menulis namanya. Aspek
kesantunan yang diekspresikan oleh penutur dalam tuturan itu adalah
penggunaan respon iye sebagai wujud mengiyakan atas pertanyaan
mitra tutur dan enklitik ki berfungsi penghormatan, enklitik ta (berfungsi
insklusif) pada isi perintah namata berfungsi untuk menunjukkan
keakraban dan persekawanan kepada mitra tutur.
Dalam konteks pembelajaran di kelas pada kegiatan awal,
penutur menunjukkan penggunaan kesantunan suruhan melalui tuturan
tidak langsung bermodus interogatif untuk menyuruh mitra tutur
melakukan sesuatu. Hal itu dapat dilihat dalam contoh berikut.
[B1.1.4] Penutur : Mana ketua kelas?
Mitra tutur : (ketua kelas) langsung member aba-aba kepada
rekannya(duduk siap!)
Tuturan [B1.1.4] dituturkan oleh penutur ketika baru masuk
dalam kelas, sesuai dengan budaya di SD Negeri Sangir, sebelum
pembelajaran dimulai ketua kelas senantiasa menyiapkan
teman-temannya, member salam dan berdoa berdasarkan konteks
62
situasional peristiwa tuturnya serta konteks sosiokultural masyarakat
tuturnya. Tuturan (1) penutur dalam kutipan [B1.1.4] memperlihatkan
tuturan tak langsung dengan menggunakan tuturan bermodus
interogatif untuk menyuruh mitratutur. Tuturan (2) mitra tutur tampak
mempraanggapkan dengan memahami maksud tuturan penutur
tersebut dengan langsung mempersiapkan teman-temannya, mengajak
teman-temannya untuk memberi salam kepada penutur, dan kemudian
mengajak berdoa sebelum pelajaran dimulai.
Deskripsi di atas memperlihatkan fungsi kesantunan dalam
suruhan oleh penutur dengan menggunakan tuturan bermodus
interogatif untuk menyuruh mitra tutur.
Pada kegiatan inti dalam pembelajaran di kelas tampak juga
penutur menggunakan suruhan dengan menggunakan kesantunan
linguistik dengan penggunaan panjang pendeknya tuturan fungsi
suruhan bermuatan solusi dengan modus deklaratif. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat melalui contoh berikut.
[B1.1.5] Penutur : Kalau tidak bias baca, tulis bahasa Indonesiami dulu,
kemudian takasi cocok dengan tulisan arabnya (1)
Mitra tutur : Ndak apa-apa, Pak?(2)
Tuturan [B1.1.5] dituturkan penutur pada kegiatan inti
pembelajaran, ketika memberikan solusi kepada salah seorang mitra
tutur yang belum bisa membaca ayat dalam Al-Qur’an yang menjadi
materi dalam pembelajaran tersebut. Dalam kutipan [B1.1.5] melalui
63
tuturan (1) penanda suruhan tampak pada kata tulis dan takasi cocok
(kita sesuaikan) sebagai wujud sokongan yang member indikasi bahwa
penutur adalah suku Bugis. Aspek kesantunan yang terdapat dalam
tuturan tersebut antara lain. Pertama, tampak pada penggunaan variasi
tutur berupa klitik atau morfem terikat –mi yang menempati posisi
enklitik sebagai penegas isi pesan yang dimaksud dalam tuturan itu
“bahasa Indonesiami”. Kedua, tampak pada pilihan diksi informal takasi
cocok yang diartikan masyarakat penggunaanya dengan “kita
sesuaikan” dan morfem (-ta) dalam tuturan tersebut dapat diartikan
kamu dan kita apabila merujuk pada fungsi –ta ketika menempati posisi
sebagai enklitik dipadankan dengan –mu dalam bahasa Indonesia.
Tetapi masyarakat Bugis acapkali menghindari pemakaian –mu tersebut
karena adanya ta yang dianggap lebih santun. Sedangkan (kasi) bagi
masyarakat tuturannya diartikan sebagai beri sehingga perpaduan antar
keduanya menjadikannya berubah makna kita beri tetapi dalam bahasa
Indonesia menjadi “kita sesuaikan” sesuai dengan maksud penutur
dalam tuturan itu. Ketiga, tampak penutur mengekspresikan tuturan
yang terkesan tidak memaksa melalui penanda kalau yang dapat
dikatakan ciri seorang pendidik yang tanggap terhadap persoalan yang
dihadapi anak didiknya. “Ibarat pepatah tak ada rotan akarpun jadi”
itulah yang dilakukan oleh penutur dalam menangani anak didiknya
tersebut.
64
Dalam kegiatan akhir pembelajaran penggunaan tuturan fungsi
suruhan juga digunakan penutur untuk memotivasi mitra tutur dengan
pemarkah berupa morfem –ki, dan –d’i. Tuturan yang dimaksud dapat
dilihat melalui contoh berikut ini.
[B1.1.6] Penutur : Latih-latihanki menulis di rumah d’i(1)
Mitra tutur : Iye, Bu! Baik,Bu!(2)
Tuturan [B1.1.6] dituturkan penutur pada kegiatan akhir
pembelajaran, ketika memotivasi salah satu mitra tutur. Suruhan pada
kutipan [B1.1.6] tampak pada tuturan (1) melalui penanda perulangan
kata dasar latih yang mendapat afiksasi –an mengisyaratkan
terbentuknya verba suruhan. Aspek kesantunan yang dapat diungkap
dari penggunaan honorofik –ki dan penegas isi pesan d’i yang berfungsi
sebagai pembentuk penghormatan dan keakraban atau persesuaian
yang ditunjukkan oleh penutur kepada mitra tuturnya.
Selanjutnya, melalui tuturan fungsi suruhan dengan
menggunakan pemarkah kesantunan tolong diekspresikan oleh penutur
pada kegiatan akhir pembelajaran. Hal itu dapat dilihat melalui contoh
berikut.
[B1.1.7] Penutur : Yang sudah tolong dikumpul bukunya (1) kalau ada
yang belum selesai pinjam saja maki sama
temanta.(2) tolong tanya temanta siapa yang belum
kumpul.(3)
Mitra tutur : Iye,Bu!(4)
65
Tuturan [B1.1.7] dituturkan penutur pada kegiatan akhir
pembelajaran, ketika salah satu diantara mitra tutur telah
mengumpulkan buku paket agama yang telah dibagikan penutur diawali
pembelajaran. Dalam kutipan [B1.1.7] melalui tuturan (1) dan (2)
penutur menyatakan suruhan dengan menggunakan pemarkah
kesantunan tolong ketika menghendaki atau menyuruh mitra tutur untuk
mrngumpul dengan nada tidak memaksa dan dilanjutkan dengan
suruhan kepada salah seorang mitra tutur yang telah mengumpulkan
buku paket untuk menanyai teman-temannya agar mengumpulkan buku
paket yang telah dipinjamkan oleh penutur diawal pertemuan.
Sedangkan diksi temanta dalam tuturan tersebut digunakan untuk
mengidentifikasikan diri dengan menunjukkan persekawanan oleh
penutur kepada mitra tutur. Artinya bahwa penutur memperlihatkan
kepada mitra tutur bahwa teman mitra tutur adalah temannya juga,
dengan menghindari pemakaian temanmu yang bersifat ekslusif.
Dengan demikian, penggunaan diksi tolong dan pengidentifikasian diri
dengan persekawanan penutur dalam menyuruh mitra tutur untuk
melakukan suatu tindakan mengindikasikan bahwa penutur berperilaku
santun dalam berbahasa (Rahardi, 2005: Pranowo,2009)
2) Fungsi Kesantunan dalam Larangan
Fungsi kesantunan dalam larangan adalah bagian dari fungsi
perintah yang tergolong dalam fungsi kesantunan direktif dan digunakan
oleh penutur dalam kegiatan pembelajaran dan disampaikan pada
66
kegiatan awal, inti dan akhir. Data tuturan tentang itu dapat dilihat dalam
contoh berikut, yang disampaikan pada kegiatan awal pembelajaran.
[B1.2.1] Penutur : Mau belajar tidak?(1)
Mitra tutur : Mau, Bu!(2)
Tuturan [B1.2.1] dituturkan oleh penutur dalam kegiatan awal
pembelajaran, ketika itu proses absensi sedang berlangsung. Fungsi
kesantunan dalam larangan oleh penutur disampaikan pada tuturan (1)
dalam kutipan [B1.2.1] melalui modus interogatif larangan tidak
dinyatakan secara eksplisit oleh penutur sehingga menjadikan tuturan
tersebut bermakna tidak literal dan tidak langsung.
Dalam konteks pembelajaran di kelas penutur memperlihatkan
penggunaan fungsi kesantunan dalam larangan dan disampaikan pada
kegiatan inti pembelajaran dengan tujuan melarang mitra tutur agar
tidak gaduh. Hal itu dapat dilihat melalui contoh berikut.
[B1.2.2] Penutur : Enak itu kalau tidak ributki.
Mitra tutur : (diam)
Tuturan [B1.2.2] dituturkan oleh penutur kepada mitra tutur ketika
sedang menjelaskan materi pelajaran ketika itu mitra tutur pada ribut.
Secara eksplisit penanda larangan pada tuturan tersebut tidak tampak
karena penutur telah mengimplisitkannya, hal itu mengisyaratkan bahwa
tuturan tersebut bermakna literal. Akan tetapi, apabila dihubungkan
dengan konteks yang melingkupi tuturan tersebut maka dapat ditarik
sebuah inferensi bahwa “enak itu kalau tidak ributki” bermaksud
67
menyatakan “jangan ribut” sehingga pembentukan larangan dapat
diinterpretasikan apabila mengaitkannya dengan konteks tuturan itu.
Fungsi larangan juga dapat dilihat pada kegiatan akhir
pembelajaran ketika itu penutur menyuruh mitra tutur supaya berlatih
menulis di rumah.
[B1.2.3] Penutur : Janganki cuma main d’i(1)
Mitra tutur : Iyek, Bu!(2)
Tuturan [B1.2.3] dituturkan penutur pada kegiatan akhir
pembelajaran ketika menyuruh mitra tutur supaya latihan menulis di
rumah. Larangan dalam tuturan di atas dieksplisitkan oleh penutur
dalam tuturan (1) dengan dimarkahi variasi tutur ki sebagai
penghormatan pada kata janganki dan penegas isi pesan d’i agar mitra
tutur mengurangi aktivitas mainnya. Hal itu dituturkan oleh penutur
karena telah mempraanggapkan bahwa anak yang dimaksud dalam
tuturan belum mahir menulis karena banyak bermain sehingga larangan
pada tuturan tersebut berpotensi mengancam muka mitra tutur. Dengan
penggunaan penghormatan dan keakraban, persekawanan dalam
tuturan larangan tersebut menjadi pelembut daya ilokusi dengan
menghindari ancaman muka dengan menambah pujian pada diri mitra
tutur.
b. Fungsi Kesantunan dalam Ajakan
Salah satu fungsi tindak direktif yang berpotensi digunakan oleh
penutur dalam pembelajaran di kelas adalah fungsi ajakan. Fungsi
68
tindak ajakan pada dasarnya sama dengan fungsi-fungsi yang lainnya
yakni menghendaki mitra tutur untuk melakukan sesuatu tindakan
sesuai dengan apa yang diinginkan penutur. Dalam pembelajaran di
kelas fungsi ajakan ini digunakan penutur melalui kegiatan awal.inti dan
akhir pembelajaran. Hal itu dapat dilihat melalui data yang tertera dalam
contoh berikut.
[B2.1] Penutur : Ayolah kita lihat bersama-sama jawaban nomor 1 di
atas!(1)
Mitra tutur : (Serentak mengalihkan perhatiannya di papan tulis)(2)
Tuturan [B2.1] dituturkan oleh penutur pada kegiatan awal
pembelajaran. Pada kutipan [B2.1] melalui tuturan (1) penutur
menggunakan tuturan berkonstruk imperative bernada ajakan yang
ditujukan kepada mitra tutur agar melihat soal nomor 1 yang dimaksud
oleh penutur. Penanda ajakan yang digunakan oleh penuturdan
berkategori santun pada tuturan tersebut adalah ayolah sebagai wujud
ajakan halus yang mendapat penanda identitas satu kelompok kita
mengisyaratkan bahwa penutur dalam konteks tersebut tidak hanya
membebankan jawaban soal seperti yang dimaksud dalam pertuturan
itu. Dengan demikian, ayolah dan kita menjadi pelembut daya ilokusi
tuturan tersebut sehingga terasa wajar dan santun bagi mitra tutur.
Dalam konteks pembelajaran di kelas penutur juga menunjukkan
penggunaan tuturan yang mengimplikasikan ajakan melalui kegiatan inti
pembelajaran. Hal itu dapat dilihat dalam contoh berikut.
69
[B2.2] Penutur : Marilah kita pindah ke soal berikutnya !(1)
Mitra tutur : Nomot berapa, Bu?(2)
Penutur : Kalau dibilang berikutnya, ya nomor empat lagi (3)
coba dengarkan baik-baik soalnya.(4)
Tuturan [B2.2] dituturkan penutur pada kegiatan inti pembelajaran
PKN, ketika itu penutur memberikan soal-soal latihan kepada anak
didiknya. Ajakan di atas tampak pada penggunaan diksi marilah dalam
tuturan (1) sebagai pemarkah yang berkategori santun dan halus oleh
partikel –lah. Partikel –lah oleh Rahardi (2005) dipandang sebagai
penegas yang dapat menjadikan kata yang diikutinya menjadi lembut
atau halus. Dengan penggunaan “marilah kita” oleh penutur dalam
tuturan tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa penutur berusaha
mensejajarkan diri dengan memperkecil ancaman muka mitra tutur.
Dalam situasi yang berbeda penutur juga mengekspresikan fungsi
direktif melalui tuturan bermodus imperative yang mengandung ajakan
kepada mitra tutur di akhir pembelajaran. Hal itu dapat dilihat melalui
contoh berikut.
[B2.3] Penutur : Sebelum kita istirahat cobalah kita selesaikan soal ini
secara bersama-sama(1)
Mitra tutur : Na masih banyak, Bu!(2)
Tuturan [B2.3] dituturkan oleh penutur menjelang waktu istirahat.
Dalam kutipan [B2.3] melalui tuturan (1) tampak penutur menggunakan
tuturan bermodus imperatif untuk mengajak mitra tutur melakukan
70
sesuatu berupa tindak mengerjakan soal sampai selesai, situasi yang
melikngkupi peertuturan tersebut berkategori formal dengan durasi
waktu suadah diambang istirahat. Penanda ajakan pada tuturan
tersebut adalah penggunaan”cobalah kita selesaiakan soal ini secara
bersama-sama” dengan mengidentifikasikan diri satu kelompok dengan
mitra tutur melalui pilihan diksi kita, penutur memiliki alasan untuk
membuat perintah melalui cobalah kepada mitra tutur, dengan adanya
penanda kesantunan cobalah tersebut menjadi pelembut daya ilokusi
sehingga perintah bernada ajakan seakan-akan berubah menjadi
permintaan yang halus yang mengandung ajakan.
c. Fungsi Kesantunan Permintaan
Permintaan merupakan fungsi direktif yang digunakan penutur untuk
meminta mitra tutur melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh penutur. Dalam menyatakan suatu permintaan penutur
dan mitra tutur berpotensi menggunakan tuturan bermodus deklaratif,
imperative dan interogatif sebagai media ekspresinya. Dalam konteks
pembelajaran di kelas ditemukan sejumlah variasi fungsi permintaan
meliputi (1) kesantunan dalam meminta pengakuan, (2) kesantunan
dalam memintaketerangan, (3) kesantunan dalam meminta alasan, (4)
kesantunan dalam meminta pendapat, (5) kesantunan dalam meminta
kesungguhan, dan (6) kesantunan dalam meminta berpikir untuk
memilih.
1) Kesantunan dalam Meminta Pengakuan
71
Fungsi meminta adalah bagian dari fungsi tindak direktif yang
menghendaki atau menginginkan mitra tutur untuk berbuat sesuai
kehendak penutur. Fungsi kesantunan dalam meminta pengakuan
berpotensi dituturkan oleh penutur diawal, inti dan akhir pembelajaran.
Fungsi meminta pengakuan oleh penutur dalam kegiatan awal
pembelajaran disampaikan ketika mendapat laporan dari mitra tutur
yang lain bahwa mitra tutur yang bernama Rheka tidak mengikuti apel
pagi. Hal itu dapat dilihat melalui contoh yang tersaji berikut.
[B3.1.1] Penutur : Apakah benar kita tidak ikut upacara Rheka ?(1)
Mitra tutur : Iye, Bu! Terlambatka.(2)
Tuturan [B3.1.1] dituturkan penutur pada kegiatan awal
pembelajaran, ketika absensi sedang berlangsung di kelas. Dengan
menggunakan tuturan bermodus interogatif penutur meminta
pengakuan salah seorang mitra tutur, permintaan tersebut terlihat pada
tuturan (1) dalam kutipan [B3.1.1] melalui tuturan bermodus interogatif
dengan penanda tanya apakah digunakan untuk meminta pengakuan
salah seorang mitra tutur yang dimaksud dalam tuturan tersebut atas
kebenaran informasi yang mengklaim dirinya tidak ikut dalam suatu
kegiatan. Dengan penanda identitas suatu kelompok kita dan
penyampaian tuturan dengan intonasi datar, penutur memperlembut
daya ilokusi tuturannya dengan harapan bahwa mitra tutur yang
bersangkutan bersedia memberikan pengakuannya. Dengan demikian,
tuturan penutur mengisyaratkan bahwa senantiasa mengedepankan
72
kebijaksanaan dengan mengurangi kerugian dengan menambahi pujian
kepada mitra tuturnya.
Fungsi kesantunan dalam permintaan juga digunakan oleh
penutur dalam kegiatan inti pembelajaran ketika meminta pengakuan
mitra tutur dengan menggunakan penanda tanya siapa. Hal itu dapat
kita dilihat melalui sajian data dalam contoh berikut.
[B3.1.2] Penutur : Siapa yang belum bisa membaca doa penutup dzikir
ini?(1) Tolong angkat tangannya !(2)
Mitra tutur : (serentak mengangkat tangannya) (3)
Tuturan [B3.1.2] dituturkan penutur pada kegiatan inti pembelajaran
agama islam. Dalam kutipan [B3.1.2] fungsi meminta pengakuan oleh
penutur tampak dengan jelas pada tuturan (1) dan (2). Aspek
kesantunan yang diekspresikan penutur dalam tuturan itu yakni
penyampaian tuturan yang berintonasi tidak memaksa dan penggunaan
pemarkah tolong sebagai wujud perilaku penutur yang bijaksana dan
murah hati dengan menambahi kerugian diri sendiri dan menambahi
keuntungan pada diri mitra tutur. Dikatakan demikian karenan dilihat dari
status sosial penutur dapat dikategorikan sebagai pemimpin yang
memiliki kekuaasaan dominan dapat saja mengatakan “angkat tangan
yang tidak tahu membaca doa dzikir ini”. Selain dapat disampaikan
diawal dan inti, penutur juga menggunakan tuturan permintaan
pengakuan dalam kegiatan akhir pembelajaran. Data tuturan tentang itu
disajikan dalam contoh berikut.
73
[B3.1.3] Penutur : Sekarang tolong jujur pada diri sendiri, yang
menjawab benar semua.(1)
Mitra tutur : (sebagian mengangkat tangan) (2)
Tuturan [B3.1.3] dituturkan oleh penutur pada kegiatan akhir
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Permintaan pengakuan dalam
kutipan [B3.1.3] tampak pada tuturan (1) melalui penanda tolong dalam
tuturan bermodus deklaratif. Dalam konteks tersebut penutur
mengekspresikan kesantunan tindak direktif dengan meminta
pengakuan mitra tutur untuk menunjukkan kejujuran sesuai atau
sebagaimana yang diinginkan oleh tujuan tuturan. Penggunaan
pemarkah tolong dan tuturan bermodus deklaratif menunjukkan bahwa
penutur telah berperilaku santun kepada mitra tuturnya. Hal itu sesuai
dengan pernyataan yang mengungkapkan bahwa penggunaan modus
deklaratif yang mengandung suruhan atau permintaan di dalam
percakapan lebih santun daripada penggunaan modus imperatif
(Holmes,2001)
2) Fungsi Kesantunan dalam Meminta Keterangan
Fungsi kesantunan dalam meminta keterangan sebagai bagian
fungsi permintaan dalam tuturan direktif diekspresikan oleh penutur
dalam pembelajaran di kelas. Hal itu dapat dilihat melalui kegiatan awal
pembelajaran seperti yang tertera pada contoh berikut.
74
[B3.2.1] Penutur : Coba dengarkan dulu namata, Alvin, Citta
Pradaksena, Salsa, Keisha,Adelia Eka Nanda,
Aliya, Indria (1)
Mitra tutur : (mitra tutur yang bersangkutan tidak ada dalam
ruangan) (2)
Penutur : Tolong siapa diantara kalian yang mengetahui
mengapa Maharani tidak masuk sekolah? (3)
Mitra tutur : Sakit i, Bu. (4)
Penutur : Kenapa tidak masuk sekolah? (5)
Mitra tutur : Demam i, Bu. (6)
Tuturan [B3.2.1] dituturkan oleh penutur dalam kegiatan awal
pembelajaran, ketika mengabsen anak didiknya. Fungsi meminta
keterangan terlihat pada tuturan (3) dalam kutipan [B3.2.1] oleh penutur
yang menghendaki mitra tutur memberikan keterangan tentang
penyebab ketidakhadiran salah seorang anak didiknya yang bernama
Maharani, penyampaian permintaan itu menggunakan tuturan
bermodus interogatif dengan memakai penanda tanya siapa yang
sebelumya didahului oleh pemarkah kesantunan tolong dimaksudkan
penutur untuk melembutkan daya ilokusi tuturan tersebut sehingga
terdengar wajar dan santun bagi mitra tutur.
Penggunaan fungsi permintaan juga diekspresikan oleh
penutur dalam kegiatan inti pembelajaran agama islam sebagai upaya
memacu mitra tutur agar belajar membaca dengan baik dan benar ayat
75
yang dimaksud dalam pertuturan tersebut. Hal itu dapat dilihat melalui
contoh berikut.
[B3.2.2] Penutur : kalau boleh saya tahu usahata untuk bisa membaca
ayat ini dengan baik dan benar.(1)
Mitra tutur : kalau saya Bu, minta tolongka sama temanku yang
sudah lancar untuk bacai baru kutulis bahasa
Indonesia.(2)
Tuturan [B3.2.2] dituturkan oleh penutur kepada mitra tutur
yang belum bisa membaca dengan baik dan benar pada kegiatan inti
pembelajaran. Fungsi meminta keterangan oleh penutur dalam kegiatan
inti pembelajaran dimaksudkan untuk mengetahui usaha-usaha apa
yang akan dilakukan oleh mitra tutur agar dapat membaca dengan baik
dan benar, penanda permintaan dalam tuturan tersebut dilihat dari
“kalau boleh saya tahu” yang tertera dalam tuturan (1). Aspek
kesantunan yang diungkap melalui penggunaan fungsi meminta
keterangan adalah tuturan penutur yang terkesan tidak memaksa dan
kerendahan hati yang ditunjukkan kepada mitra tuturnya sehingga
ditafsirkan bahwa penutur menghindari pemaksaan kehendak kepada
mitra tutur walaupun hal itu dapat dilakukan melalui tuturan
seperti,”kamu harus tahu membaca ayat ini dengan baik dan benar”.
Dalam konteks pembelajaran di kelas fungsi kesantunan
dalam meminta keterangan juga diekspresikan oleh penutur pada
kegiatan akhir pembelajaran ketika meminta keterangan ketua kelas
76
tentang nama-nama teman yang bolos hari itu sehingga tidak
melaksanakan salat berjamaah di Masjid yang telah diwajibkan bagi
semua mitra tutur.
[B3.2.3] Penutur : Tolong beritahukan ibu d’i siapa-siapa temanta yang
tidakmelaksanakan salat berjamaah di Masjid?(1)
Mitra tutur : ini! Kutulis sajami, Bu.(2)
Tuturan [B3.2.3] dituturkan oleh penutur kepada ketua kelas
diakhir pembelajaran agama islam. Meminta keterangan sebagai bagian
dari fungsi permintaan tersurat melalui tuturan (1) yang menggunakan
tuturan bermodus interogatif dengan nada datar meminta kepada ketua
kelas memberikan keterangan siapa-siapa temannya yang pulang tanpa
melaksanakan salat berjamaah yang telah diwajibkan di sekolah itu.
Aspek kesantunan ynag dapat diungkap melalui tuturan tersebut antara
lain. Pertama, penggunaan pemarkah kesantunan tolong oleh penutur
memperhalus maksud tuturannya agar terasa santun bagi mitra
tuturnya. Kedua, penggunaan klitik penegas d’i oleh penutur disamping
menegaskan isi pesan yang disampaikan juga mengindikasikan
keakraban daripenutur kepada mitra tutur.
3) Fungsi Kesantunan dalam Meminta Alasan
Tuturan direktif fungsi meminta alasan mitra tutur berpotensi untuk
diekspresikan oleh penutur dalam pembelajaran di kelas. Hal itu dapat
dilihat melalui kegiatan awal pembelajaran seperti yang tertera pada
contoh berikut.
77
[B3.3.1] Penutur : Mengapa sampai bisa terlambat, Rheka?(1)
Mitra tutur : Anuh Bu, saya tidak bermalam di rumah, Bu!(2)
Penutur : Lalu bermalam dimanaki iya?(3)
Mitra tutur : Saya bermalam di rumah tante, Bu!(4)
Tuturan [B3.3.1] dituturkan oleh penutur dalam kegiatan inti
pembelajaran, ketika meminta alasan mitra tutur yang tidak sempat
mengikuti upacara. Fungsi kesantunan meminta alasan melalui tuturan
(1) dan (2). Penutur mengekspresikan diri melalui tuturan bermodus
bermodus interogatif untuk meminta mitra tuturnya melakukan sesuatu
berupa tindak memberikan alasan atas ketidakikutsertaannya dalam
apel pagi. Aspek kesantunan yang dapat diungkap melalui tuturan
tersebut antara lain penggunaan diksi bisa sebagai modalitas. Modalitas
merupakan keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap
pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yakni mengenai perbuatan,
keadaan atau peristiwa atau juga sikap terhadap lawan bicara. Sikap
tersebut dapat berupa pernyataan kemungkinan, keinginan, atau juga
keizinan dan penyampaian tuturan dengan nada datar mengisyaratkan
bahwa tuturan penutur tidak terlalu memaksa dengan menunjukkan
kebijaksanaan sehingga tidak menggunakan tuturan seperti “Mengapa
terlambat Rheka” yang bermakna perintah langsung.
Dalam konteks pembelajaran di kelas fungsi kesantunan dalam
meminta alasan tampak juga digunakan oleh penutur dalam kegiatan inti
pembelajaran ketika meminta alasan mitra tutur yang tidak membawa
78
catatannya sebagai bukti bahwa mitra tutur yang bersangkutan telah
mengerjakan apa yang telah diperintahkan oleh penutur. Hal itu dapat
dilihat melalui contoh berikut.
[B3.3.2] Penutur : Kita!(1)
Mitra tutur : Anu Bu, kulupa i saya di rumah(2)
Tuturan [B3.3.2] dituturkan oleh penutur dalam kegiatan inti
pembelajaran, ketika memeriksa kelengkapan catatan anak didiknya.
Penanda fungsi permintaan pada kalimat yang tertera di atas tidak
tampak karena penutur pada tuturan (1) mengimplisitkan maksud yang
ada dalam pikirannya, tetapi dengan melihat konteks dan nada tutur
serta mimik berupa gerakan tangan penutur saat menuturkan kita
mengisyaratkan bahwa tuturan tersebut menyiratkan perintah atau
pertanyaan yang berfungsi meminta mitra tutur menunjukkan
catatannya seperti yang dimaksud dalam pertuturan tersebut yakni
kelengkapan catatan agama mitra tutur. Dengan mencermati respon
mitra tutur berupa alasan, maka memperkuat praanggapan kita bahwa
penutur meminta alasan mitra tutur mengapa sampai tidak membawa
catatannya.
Fungsi kesantunan dalam meminta alasan dapat pula dilihat
pada kegiatan akhir pembelajaran digunakan oleh penutur ketika mitra
tutur meminta izin untuk tidak ikut les sore seperti yang dimaksud dalam
contoh berikut.
[B3.3.3] Mitra tutur : Bu, mungkin saya tidak datang sekolah besok.(1)
79
Penutur : Kasi tauka alasanta dulu (2)
Mitra tutur : Anu, Bu! Sakit nenekku.
Tuturan [B3.3.3] dituturkan oleh penutur dalam kegiatan akhir
pembelajaran, ketika memeriksa jawaban anak didiknya. Fungsi
permintaan secara eksplisit dinyatakan oleh penutur dalam kutipan
[B3.3.3] melalui tuturan (2) ketika merespon permintaan izin mitra tutur
melalui tuturan bermodus deklaratif pada tuturan (1). Penutur melalui
tuturan tersebut menyatakan secara langsung permintaannya dengan
“kasi tauka alasanta dulu” yang dapat diartikan “beritahu saya alasanmu
dulu”. Berdasarkan deskripsi tersebut, aspek kesantunan dan fungsinya
dalam tuturan tersebut adalah penutur merendah di depan mitra tutur.
4) Fungsi Kesantunan dalam Meminta Pendapat
Fungsi kesantunan dalam meminta pendapat berpotensi untuk
diekspresikan oleh penutur dalam pembelajaran di kelas. Hal itu dapat
dilihat melalui kegiatan awal pembelajaran seperti yang tertera pada
contoh berikut.
[B3.4.1] Penutur : Bisakah ibu mendengarkan pendapatta Salsa
Mutmainnah bagaimana itu langsung?(1)
Mitra tutur : Anuh, Bu! rakyat sebagai pemilih mempunyai hak
untuk memberikan suaranya secara langsung
sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa
perantara.(2)
80
Tuturan [B3.4.1] dituturkan oleh penutur pada kegiatan awal
pembelajaran, ketika meminta pendapat seorang mitra tutur yang
berinisial Andi Muh.Resky untuk menyampaikan pendapatnya. Melalui
tuturan (1) penutur menggunakan penanda tanya bisakah dengan
disertai intonasi datar dalam menyatakan permintaan kepada mitra tutur
agar berkenaan menyampaikan pendapatnya.
Dalam konteks pembelajaran di kelas penggunaan fungsi
kesantunan dalam meminta pendapat juga diekspresikan oleh penutur
pada kegiatan inti pembelajaran ketika mengharapkan mitra tutur aktif
dalam sebuah diskusi di kelas.
[B3.4.2] Penutur : Tolong angkat bicara dong!(1)
Mitra tutur : (diam) (2)
Tuturan [B3.4.2] dituturkan oleh penutur dalam kegiatan inti
poembelajaran, ketika itu penutur bertanya kepada siswa tentang
pelajaran yang dijelaskan. Melalui tuturan (1) penutur tampak
menggunakan penanda kesantunan tolong sebagai wujud permintaan
agar mitra tutur melakukan, yakni menyatakan pendapat agar proses
diskusi berjalan dengan lancar. Topik yang dibicarakan dalam konteks
tersebut dalah pemilu legislative dan suasana yang melingkupinya
terkesan santai sehingga tampak penutur menggunakan tuturan ragam
santai.
81
Selain awal dan inti, di akhir pembelajaran pun fungsi kesantunan
meminta pendapat dicerminkan oleh penutur ketika meminta mitra tutur
untuk berpendapat tentang materi yang sudah diulas.
[B3.4.3] Penutur : Sebelum kita mengakhiri pelajaran pada pagi hari ini,
saya ingin bertanya kepada anak-anakku apa
manfaat pemilu?(1)
Mitra tutur : (hening sejenak) (2)
Tuturan [B3.4.3] dituturkan oleh penutur dalam kegiatan akhir
pembelajaran, ketika itu waktu pelajaran tinggal lima menit. Penanda
permintaan tampak pada tuturan (1) penutur dengan menggunakan
penanda tanya apa menyatakan permintaan kepada mitra tutur agar
melakukan sesuatu berupa tindak menyatakan pendapat terhadap
pertanyaan yang diajukan seperti yang dimaksud dalam tuturan itu.
Tuturan tersebut bermodus interogatif dan berkategori tuturan tidak
langsung.
5) Fungsi kesantunan dalam Meminta Kesungguhan
Tuturan direktif fungsi meminta kesungguhan mitra tutur berpotensi
untuk diekspresikan oleh penutur dalam pembelajaran di kelas sebagai
upaya untuk mengatasi problem-problem yang terjadi di dalam prroses
pembelajaran. Hal itu dapat dilihat melalui kegiatan awal pembelajaran
seperti yang tertera pada contoh berikut.
[B3.5.1] Penutur : Sayami yang bicara dulu d’i?(1) janganki ribut (2)
Mitra tutur : Iye, Bu!(3)
82
Tuturan [B3.5.1] dituturkan oleh penutur pada kegiatan awal
pembelajaran ketika sedang menjelaskan materi pelajaran. Melalui
tuturan (1) dengan tuturan bermodus interogatif penutur meminta
kesungguhan mitra tutur untuk memperhatikan materi yang sedang
dijelaskan dengan penggunaan penanda permintaan sayami sebagai
persona pertama tunggal yang diiringi dengan klitik –mi sebagai
penegas maksud penutur yakni kesungguhan memperhatikan
penjelasan materi tersebut.
Dalam konteks yang berbeda penutur mengekspresikan fungsi
kesantunan dalam meminta kesungguhan mitra tutur supaya
mendengarkan soal latihan yang dibicarakan pada kegiatan inti
pembelajaran sebagai ajang latihan menghadapi ujian nasional. Hai itu
dapat dilihat melalui sajian data dalam contoh berikut.
[B3.5.2] penutur : Sekarang, tolong dengarkan baik-baik soalnya!(1)
Mitra tutur : Iye, Bu!(2)
Tuturan [B3.5.2] dituturkan oleh penutur pada kegiatan inti
pembelajaran ketika penutur ingin membacakan soal Ilmu Pengetahuan
Alam sementara mitra tutur masih ribut. Pada tuturan (1) penutur secara
eksplisit menyatakan permintaan kepada mitra tutur agar melakukan
tindak bersungguh-sungguh memperlihatkan soal yang akan dibacakan
oleh penutur. Melalui tuturan tersebut penutur tidak hanya menyatakan
permintaan melalui pemarkah kesantunan tolong tetapi juga
menyatakan penghormatan dengan menggunakan honorifik ki untuk
83
melembutkan daya ilokusi tuturannya supaya mitra tutur
bersungguh-sungguh dalam mendengarkan soal tersebut dan tidak
merasa diperintah.
Diakhir pembelajaran penutur juga meminta kesungguhan
mitra tutur supaya belajar dengan giat di rumah dalam rangka
mempersiapkan diri menghadapi ujian sekolah dan ujian nasional. Hal
itu dapat dilihat melalui contoh berikut.
[B3.5.3] Penutur : Tidak lama lagi anak-anakku akan ujian, saya mohon
supaya kalian mempergunakan waktu sebaik
mungkin untuk belajar di rumah karena kalian sudah
tahu bukan?Kami tidak dapat lagi membantu saat itu
(1)
Mitra tutur : Baik, Bu!(2)
Tuturan [B3.5.3] dituturkan oleh penutur pada kegiatan akhir
pembelajaran ketika itu penutur meminta kesungguhan anak didiknya
untuk belajar di rumah. Melalui tuturan (1)penutur tampak menggunakan
penanda kesantunan mohon dalam meminta kesungguhan mitra tutur
untuk belajar di rumah. Sebelum menyampaikan permintaannya penutur
melakukan tuturan pendahuluan dengan menggunakan tuturan
bermodus deklaratif untuk menyapa mitra tutur dengan anak-anakku
sebagai bentuk kasih sayang dan empati terhadap tantangan yang akan
dihadapi mitra tutur dalam ujian nasional.
6) Fungsi Kesantunan dalam Meminta Berpikir Untuk Memilih
84
Dalam konteks pembelajaran di kelas penggunaan tindak direktif
yang mengemban fungsi meminta berpikir untuk memilih digunakan
oleh penutur pada kegiatan inti pembelajaran. Hal itu dapat dilihat
melaui contoh berikut.
[B3.6.1] Penutur : Kita lanjut lagi pada soal berikutnya.(1) Soalnya
bilangseperti ini, penyesalan yang dirasakan akibat
perbuatanyang telah dilakukan merupakan sangsi
norma…..?jawabannya adalah……tolong kita
pikirkan baik-baik, cermati dulu jangan memilih saja
(2)
Mitra tutur : Saya C, Bu! (Jawaban mitra tutur beragam.A, B,
dan C)(3)
Penutur : Caranya menjawab soal-soal seperti ini lihatki yang
paling tepat dengan pengertiannya norma
tersebut!(4)
Mitra tutur : Norma agama, Bu!(5)
Tuturan [B3.6.1] dituturkan oleh penutur dalam kegiatan inti
pembelajaran, ketika penutur memberikan soal-soal latihan kepada
mitra tutur. Dalam kutipan [B3.6.1] terungkap kesantunan tindak direktif
penutur melalui tuturan tidak langsung dengan modus interogatif fungsi
pertanyaan. Topik yang dibicarakan dalam konteks tersebut adalah
pembahasan soal-soal ujian nasional sebelumnya sebagai persiapan
mengahdapi Ujian Nasional. Melalui tuturan (1) penutur dengan modus
85
deklaratif fungsi ajakan sebagai tuturan pendahuluan sebelum penutur
mengajukan pertanyaan kepada mitra tutur. Dalam tuturan (2)
menandakan bahwa tuturan penutur merupakan suatu upaya
pelembutan daya ilokusi dan tuturan yang digunakan penutur
merupakan tuturan tak langsung. Hal itu dapat dilihat dari bunyi tuturan
“soalnya bilang seperti ini”. Tuturan (3) dan (5) mitra tutur dengan
menggunakan tuturan langsung ketika merespon pertanyaan dalam
soal. Tuturan (4) penutur tampak memberikan penjelasan tentang
cara-cara menganalisa soal sebelum menarik kesimpulan sebagai
upaya menentukan pilihan (A,B,C dan D) kemudian diteruskan dengan
pertanyaan melalui tuturan langsung.
Berdasarkan deskripsi tersebut aspek fungsi kesantunan tindak
direktif dapat ditarik dalam tuturan penutur antara lain. Pertama,
dengan adanya tuturan pendahuluan penutur yang bermodus deklaratif
memperlihatkan bahwa semakin panjang sebuah tuturan semakin
santunlah tuturan itu karena secara ekonomis penutur menambahi
kerugian pada diri sendiri dan menambahi keuntungan pada mitra tutur
dengan sebanyak-banyaknya (Leech, 1983). Kedua, tuturan yang tidak
langsung digunakan penutur sebagai pertanda bahwa ada upaya nyata
penutur dalam melembutkan daya ilokusi sehingga tuturan tersebut
terasa wajar bagi mitra tutur. Ketiga, penggunaan ki oleh penutur ketika
memberikan penjelasan pertanda bahwa penutur menghargai mitra
tuturnya dengan begitu keakraban dapat dirasakan oleh mitra tutur.
86
Sedangkan penggunaan tuturan langsung mitra tutur setiap tuturan
langsung sebagai wujud respon selalu di akhiri dengan Bu yang berarti
mitra tutur tetap memosisikan penutur sebagai orang yang terhormat.
Penggunaan tindak direktif fungsi pertanyaan selanjutnya dapat dilihat
melalui contoh berikut ini.
[B3.6.2] Penutur : Kalau kalian menjadi bupati untuk mengurangi tingkat
pencemaran udara di daerahmu efektif ndak kalau
tasuru-i wargata untuk mengurangi pemakaian
motor?(1)
Mitra tutur : Spontanitas mitra tutur menjawab secara
bersama-sama tidak (2)
Penutur : Kalau begitu jawaban yang benar adalah? (3)
Mitra tutur : Yang benar adalah C, Bu!”menanam pohon sebagai
paru-paru kota” (4)
Tuturan [B3.6.2] dituturkan oleh penutur dalam kegiatan inti
pembelajaran, ketika penutur memberikan soal-soal latihan kepada
mitra tutur. Melalui kutipan [B3.6.2] terungkap kesantunan tindak direktif
penutur melalui tuturan fungsi pertanyaan. Topik yang dibicarakan
dalam konteks tersebut adalah upaya penanggulangan pencemaran
udara seperti yang tertera dalam soal latihan. Melalui tuturan (1) dan (3)
penutur fungsi pertanyaan yang disampaikan melalui tuturan tidak
langsung dan tuturan langsung. Kedua wujud penyampaian tersebut
terkesan tidak memaksa dengan penggunaan diksai kalau sebagai
87
pemarkah yang melembutkan daya ilokusi sehingga tuturan terasa
wajar. Tuturan (2) dan (4) mitra tutur yang disampaikan melalui tuturan
langsung dengan pemakaian diksi tidak yang lazimnya bermakna
penolakan atau kurang santun, tetapi dalam konteks tersebut makna
tidak bagi penutur adalah santun karena sebelumnya penutur telah
mempraanggapkan bahwa jawaban yang akan disampaikan mitra tutur
adalah tidak sebagai jawaban yang benar.
d. Fungsi Kesantunan dalam Mengizinkan
Tuturan dengan fungsi mengizinkan juga digunakan penutur dalam
pembelajaran di kelas dan penggunaannya memiliki kadar restriksi yang
paling rendah. Dalam bahasa Indonesia, tuturan pengungkapan wujud
pengizinan menggunakan sejumlah modalitas. Menurut Rahardi (2005)
tuturan yang mengungkapkan pengizinan biasanya menggunakan
sejumlah modalitas seperti silakan, biarlah, diperkenankan,
dipersilahkan, dan diizinkan.
Sesuai dengan data tuturan dalam pembelajaran di kelas
teridentifikasi tuturan fungsi mengizinkan yang digunakan penutur saat
berinteraksi dengan mitra tutur. Berikut dapat dilihat contoh
masing-masing tuturan penutur yang menggunakan fungsi pengizinan
dengan menggunakan diksi silakan melalui kutipan di bawah ini.
[B4.1] Penutur : Ok, hari ini kita belajar dengan topik ”Pemilu
Legislatif”(1)Ada yang bisa memberikan apa
pengertian dari pemilu?(2)
88
Mitra tutur : Saya, Bu!(3)
Penutur : Silakan, Salsa Mutmainnah!
[B4.2] Mitra tutur : Saya mau tanya bu.(1)
Penutur : Silakan! mau tanya apaki (2)
Tuturan [B4.1] dituturkan oleh penutur dalam kegiatan awal
pembelajaran, ketika meminta mitra tutur yang berinisial Salsa
Mutmainnah untuk mengemukakan pendapatnya tentang pengertian
pemilu. Tuturan [B4.2] dituturkan oleh mitra tutur dalam kegiatan inti
pembelajaran ketika mitra tutur mengajukan permintaan agar diizinkan
oleh penutur untuk menyampaikan pertanyaan. Dalam kutipan [B4.1]
dan [B4.2] melalui tuturan (2) dan (2) memperlihatkan penanda silakan
sebagai wujud respon mengiyakan yang mengharapkan mitra tutur
berbuat sesuai dengan apa yang dikehendaki penutur. Topik yang
dibicarakan dalam konteks tersebut adalah permintaan mitra tutur agar
diizinkan untuk menyampaikan pendapat dan pertanyaan. Melalui
kedua tuturan tersebut pemberian izin oleh penutur merupakan upaya
menghargai atau tidak ingin mengecewakan mitra tutur sekaligus
menunjukkan rasa hormat dengan menggunakan honorofik ki sehingga
tuturan sesuai dengan budaya masyarakat Bugis yang selalu
menekankan berperilaku “Sipakaleb’i si pakatau” yang berarti hargai
dan hormatilah sesamamu.
89
Dalam konteks pembelajaran di kelas fungsi kesantuna dalam
mengizinkan juga diekspresikan penutur dalam kegiatan inti
pembelajaran. Hal itu dapar dilihat melalui contoh berikut.
[B4.3] Mitra tutur : Bagaimanami ini, Bu?(1)
Penutur : Silakan dilanjutkan saja di bawah!(2)
Mitra tutur : Terpotongmi itu, Bu.(3)
Penutur : Tidak apa-apa, biarlah begitu!(4)
Tuturan [B4.3] dituturkan oleh penutur dalam kegiatan awal
pembelajaran, ketika meminta mitra tutur yang berinisial Salsa
Mutmainnah untuk mengemukakan pendapatnya tentang pengertian
pemilu. Pada kutipan [B4.3] melalui tuturan (2) dan (4) penutur
bertuturan langsung menyatakan fungsi pengizinan dengan
menggunakan penanda pengizinan silakan dan biarlah menghendaki
mitra tutur untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh penutur. Aspek yang dapat diungkap melalui deskripsi
tersebut adalah penggunaan diksi silakan dan biarlah oleh penutur
dalam tuturan tersebut merupakan upaya untuk melembutkan daya
ilokusi sehingga tuturan yang disajikan dalam percakapan tersebut
terasa wajar dan santan bagi mitra tutur. Secara refresentatif tuturan
fungsi pengizinan dalam pembelajaran hanya digunakan oleh penutur
ketika menyuruh dan mempersilahkan atau memenuhi permintaan mitra
tutur ketika ingin menanyakan sesuatu yang terkait dengan aktivitas
yang terjadi dalam pembelajaran tersebut.
90
e. Fungsi Kesantunan dalam Menasihati
Sesuai dengan fungsinya, tindak direktif digunakan oleh penutur
dalam pembelajaran di kelas untuk fungsi menasihati. Nasihat dapat
didefinisikan sebagai fungsi direktif yang berisi saran. Saran tersebut
senantiasa menghendaki mitra tutur untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan keinginan penutur. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, data menunjukkan bahwa tuturan fungsi menasehati dapat
dilihat melalui contoh berikut.
[B5.1] Penutur : Kalau begitu tidak ada-i guruta di dalamki, saya sudah
seringkasi tau, janganki berkeliaran di luar kalau jam
pelajaran(1)
Mitra tutur : Terdiam.(2)
Tuturan [B5.1] dituturkan oleh penutur dalam kegiatan awal
pembelajaran, ketika sebelumnya melihat mitra tutur masih berkeliaran
di luar kelas pada jam pelajaran. Penanda menasihati dalam tuturan
tersebut di atas secara eksplisit diungkapkan penutur melalui “kalau
tidak ada-i guruta di dalamki”. Melalui tuturan (1) penutur
mengekspresikan nasihat yang mengisyaratkan pemberian saran
setelah mendapati mitra tutur berkeliaran di luar kelas pada jam
pelajaran padahal sudah sering diingatkan dalam bentuk larangan oleh
penutur bahwa apabila guru mata pelajaran belum masuk atau tidak ada
supaya berdiam diri di kelas untuk belajar, apakah itu membaca buku
atau berdiskusi dengan teman-teman yang lainnya. Aspek kesantunan
91
yang dapat diungkap melalui tuturan penutur fungsi kesantunan dalam
menasihati adalah penggunaan tuturan oleh penutur yang terkesan
tidak memaksa dengan nada suara yang tidak terlalu tinggi.
B. Pembahasan
Berdasarkan deskripsi temuan penelitian tentang wujud kesantunan
tindak direktif berbahasa Indonesia guru (penutur) ketika berinteraksi
dengan siswa (mitra tutur) dalam pembelajaran di kelas diwujudkan
melalui tiga modus tuturan yaitu : (1) penggunaan tuturan dengan
modus deklaratif, (2) penggunaan tuturan dengan modus imperatif, (3)
penggunaan tuturan dengan modus interogatif. Ketiga wujud tuturan
tersebut diformulasikan ke dalam berbagai tindak dengan
menyesuaikan fungsi tindak ilokusi tuturan tersebut.
Pembelajaran di kelas penutur selaku partisispan yang proaktif
mengekspresikan diri melalui penggunaan wujud kesantunan tindak
direktif ketika berinteraksi dengan mitra tutur dengan menggunakan
tuturan bermodus deklaratif pada berbagai pemerian tindak (1)
memohon sebelum menyatakan informasi, (2) menyatakan suruhan, (3)
menyatakan permintaan, dan (4) menyatakan larangan.
Melalui penggunaan tuturan bermodus imperative yang didasarkan
pada temuan penelitian menunjukkan bahwa penutur mengekspresikan
diri dalam modus tersebut dengan berbagai tindak meliputi (1) wujud
tindak ajakan, (2) wujud tindak permintaan, (3) wujud tindak suruhan, (4)
wujud tindak larangan, dan (5) wujud tindak pengizinan.
92
Melalui tuturan bermodus interogatif penutur merealisasikan wujud
kesantunan tindak direktif melalui pemerian tindak meliputi (1) wujud
pertanyaan menyatakan suruhan, (2) wujud pertanyaan menyatakan
ajakan, (3) wujud pertanyaan menyatakan permintaan, (4) wujud
pertanyaan menyatakan larangan, dan (5) wujud tindak pengizinan.
Berdasarkan temuan penelitian yang telah disebutkan di atas dari
masing-masing modus yang digunakan oleh penutur mengindikasikan
bahwa dalam pembelajaran di kelas wujud kesantunan tindak direktif
berbahasa Indonesia cenderung disampaikan dengan menggunakan
tuturan tidak langsung. Artinya, kenyataan itu memperlihatkan bahwa
modus tuturan yang digunakan oleh peserta belajar tidak selamanya
mematuhi hasil konvensional bahwa deklaratif bermakna proposisi,
imperatif bermakna perintah atau suruhan dan interogatif bermakna
pertanyaan. Hal itu sejalan dengan apa yang telah dinyatakan oleh Yule
(1996:95) bahwa tuturan deklaratif yang dimaksudkan untuk
memberitakan, tuturan imperatif yang dimaksudkan untuk memerintah,
dan tuturan interogatif yang dimaksudkan untuk bertanya disebut tindak
tutur langsung. Sebaliknya, tuturan imperatif yang dimaksudkan untuk
meminta atau memerintah mitra tutur melakukan sesuatu disebut tindak
tutur tidak langsung. Sehingga apabila dikaitkan dengan kesantunan
tindak direktif semakin langsung ‘maksud’ sebuah tuturan yang
disampaikan oleh penutur ketika menghendaki lawan tutur untuk
melakukan sesuatu semakin tidak santunlah tuturan itu. Dan apabila
93
dikaitkan dengan kesantunan tindak direktif semakin tidak langsung
‘maksud’sebuah tuturan yang disampaikan oleh penutur ketika
menghendaki mitra tutur melakukan sesuatu semakin santunlah tuturan
itu (Leech, 1983).
Penggunaan tuturan tidak langsungoleh penutur sebagai wujud
kesantunan tindak direktif digunakan untuk menggiring anak didik ke
dalam perencanaan belajar yang telah disusun sedemikian rupa dengan
mempertimbangkan kaidah dan norma-norma sosial yang melingkupi
sebuah pertuturan. Holmes (2001) melihat dan menjelaskan bahwa
kaidah-kaidah yang mengatur perilaku di kelas itu begitu jelas sehingga
bisa di nyatakan bahwa anak-anak berperilaku berdasarkan bentuk
kaidah yang sangat umum. Pernyataan Holmes tersebut memberikan
indikasi bahwa tidak ada kaidah baku yang wajib di penuhi oleh peserta
belajar dalam pembelajaran sehingga diperlukan usaha secara
bersama-sama untuk menciptakan hubungan harmonis melalui
kerjasama berdasarkan norma sosial dan aturan cultural serta saling
menjaga.
Sesuai dengan temuan penelitian, salah satu usaha resiprokal
yang dilakukan oleh penutur dan mitra tutur dalam meminimalisasikan
ancaman muka selain penggunaan tindak tutur tidak langsung adalah
penggunaan tuturan langsung yang dimarkahi oleh pilihan diksi dan
variasi tutur informal berlatar sosiokultural masyarakat Bugis sebagai
wujud kesantunan tindak direktif. Variasi tutur tersebut mengacu kepada
94
kegiatan atau aktivitas di dalam kelas yang secara langsung diatur oleh
kaidah atau norma untuk penggunaan tutur. Menurut Kartomiharjo
(1988) mengatakan bahwa variasi tutur merupakan pencerminan dari
faktor-faktor sosial dan kultural dan terikat dengan kaidah dan norma.
Temuan penelitian tentang pilihan diksi dan variasi tutur yang
dijadikan sebagai pemarkah kesantunan tindak direktif sebagai
kecakapan penutur yang berkompoten dalam memperlakukan mitra
tuturnya secara baik. Penutur berkompeten adalah penutur yang
benar-benar mampu menggunakan bahasa dalam berbagai tindak
komunikasi, penutur berkompeten tidak hanya memiliki pengetahuan
tentang kosakata dan struktur bahasa yang bersangkutan, tetapi juga
mempunyai kemampuan mengomunikasikannya secara pragmatis
antara lain : Pertama, penggunaan persona pertama kita bersifat inklusif
(termasuk orang kedua : pembaca dan pendengar) pada modus tuturan
deklaratif, imperatif, dan interogatif sebagai pemarkah kesantunan
identitas kelompok mengindikasikan bahwa penutur dan mitra tutur
mengidentifikasikan diri kedalam suatu kelompok tertentu atau lazim
digunakan untuk menyembunyikan diri, dengan menggunakan kita
penutur memiliki teman, berbagi rasa dan menghargai mitra tutur.
Dalam konteks sosiokultural masyarakat Bugis penggunaan persona
kita dalam tuturan berbahasa Indonesia sering digunakan untuk merujuk
pada persona kedua tunggal yang lazimnya dalam tata bahasa baku
Indonesia digunakan untuk persona pertama jamak baik bersifat inklusif
95
maupun bersifat ekslusif. Hal ini merupakan interferensi bahasa Bugis
yang mengenal adanya dua bentuk persona kalimat tunggal, yakni idi
dan iko. Kedua kata tersebut memiliki makna inferensial yang sama
yakni sama-sama merujuk pada persona kedua tunggal namun kedua
kata tersebut memilki makna konotasi yang berbeda. Berdasarkan
budaya bahasa tersebut, masyarakat Bugis mengalami kesulitan untuk
mengekspresikan makna melalui penggunaan kata kamu. Itulah
sebabnya, sehingga persona kita sebagai interferensi dari persona idi.
Melalui penggunaan persona kita penutur mengekspresikan
penghormatan dan sekaligus keakrabannya dengan anak didiknya.
Oleh karena itu, penggunaan persona kita dalam menyampaikan
informasi melalui tuturan bermodus deklaratif, imperatif dan interogatif
berfungsi sebagai penghormatan, solidaritas, serta menjalin keakraban.
Kedua, penggunaan enklitik mi diekspresikan oenutur dan mitra tutur
dalam tuturan bermodus deklaratif, imperatif dan interogatif dan
berfungsi sebagai penegas kata yang diikutinya, mi bagi masyarakat
bugis apabila dilekatkan pada kata kerja maka maknanya adalah
menegaskan tindakan pada kata dasarnya dan apabila mengikuti kata
sifat maka maknanya adalah menyatakan arti sudah.
Ketiga, penggunaan enklitik penegas d’i diekspresikan penutur dan
mitra tutur sebagai realisasi kesantunan honorofik dalam wujud
kesantunan tindak direktifnmelalui modus deklaratif, imperatif, dan
interogatif. D’i sebagai penegas berdiri sendiri tanpa diletakkan pada
96
kata tertentu, tidak seperti dengan enklitik lainnya. Di dalam bahasa
Indonesia berbeda dengan d’i dalam bahasa Bugis. Perbedaan antar
keduanya diuraikan sebagai berikut. D‘i dalam bahasa Indonesia
mempunyai variasi bentuk yakni sebagai kata depan dan sebagai afiks
serta berfungsi sebagai pembentuk kata kerja pasif sedangkan d’i dalam
bahasa Bugis berfungsi sebagai penegas, posisinya selalu diakhir
tuturan atau kalimat, sebagai penanda keakraban, solidaritas,
penghormatan dan dapat mengikuti fungsi direktif seperti tindak
larangan, suruhan, bertanya, permintaan, dan sebagainya.
Berdasarkan paparan dan uraian tersebut di atas memperlihatkan
bahwa realitas berkomunikasi dengan bahasa penutur dan mitra tutur
tidak hanya dipengaruhi oleh bahasa itu sendiri tetapi konteks
sosiokultural dan situasional yang melatarinya juga turut mempengaruhi
(Hymes, 1974). Dengan mempertimbangkan konteks sosiokultural dan
situasional penutur telah melakukan tindak kesantunan yang disebut
sebagai sistem hubungan interpersonal, menurut sistem ini dirancang
untuk mempermudah interaksi dengan memperkecil terjadinya konflik
dan konfrontasi yang selalu ada dalam pergaulan manusia. Lebih lanjut
Lakoff menyatakan bahwa apabila seseorang menyampaikan pesan
secara langsung dan tujuan utamanya adalah berbicara maka ia akan
berusaha memperjelas tuturannya sehingga maksud yang ingin
disampaikan tidak ada yang disalah tafsirkan. Namun, apabila tujuan
utama penutur adalah menunjukkan status dan posisi penutur, maka
97
ekspresi kesantunan lebih diutamakan daripada kejelasan. Oleh karena
itu, dalam konteks pembelajaran di kela, ada dua hal yang perlu
direalisasikan oleh seorang penutur. Pertama, berkomunikasi dengan
bahasa untuk mencapai tujuan pembelajaran, diperlukan kejelasan
tuturan agar mitra tutur mampu menerima atau memahami maksud
yang diinginkan. Kedua, berkomunikasi dengan bahasa diperlukan
keteladanan,artinya penutur mampu memberi contoh yang baik kepada
anak didiknya dengan mempertimbangkan pilihan kata, cara
menyampaikan dan sebagainya.
Fungsi kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia dalam
pembelajaran di kelas disampaikan melalui pemerian tindak direktif
sebagai wujud pengekspresian diri dalam memfungsikan bahasa
sebagai media untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pemerian tindak
yang dimaksud meliputi :
(1) Fungsi kesantunan dalam perintah mencakup :
a. Fungsi kesantunan dalam suruhan dan
b. Fungsi kesantunan larangan,
(2) Fungsi kesantunan dalam ajakan
(3) Fungsi kesantunan dalam permintaan mencakup:
a. Fungsi kesantunan dalam meminta pengakuan
b. Fungsi kesantunandalam meminta keterangan
c. Fungsi kesantunan dalam meminta alasan
d. Fungsi kesantunan dalam meminta pendapat
98
e. Fungsi kesantunan dalam meminta kesungguhan dan
f. Fungsi kesantunan dalam meminta berpikir untuk memilih,
(4) Fungsi kesantunan dalam mengizinkan, dan
(5) Fungsi kesantunan dalam menasihati
Fungsi-fungsi tindak direktif di atas, diformulasikan ke dalam tiga
modus tuturan yakni : (1) tuturan bermodus deklaratif, (2) tuturan
bermodus imperatif, dan (3) tuturan bermodus interogatif. Penggunaan
ketiga modus tuturan tersebut tidaklah berpola secara sistematis dalam
setiap variasi fungsi tindak direktifketika disampaikan oleh penutur atau
mitra tutur. Diversifikasi fungsi-fungsi tindak direktif yang diekspresikan
penutur dalam pembelajaran di kelas adakalanya disampaikan secara
langsung dan tidak langsung. Berdasarkan temuan penelitian tentang
kegiatan bertutur sesungguhnya dalam pembelajaran di kelas ketiga
modus tuturan tersebut tidak selalu diwujudkan seperti dengan makna
yang disandangnya. Penutur sebagai partisipan yang proaktif dan
memiliki tanggung jawab atas ketercapaian tujuan pembelajaran
menggunakan bahasa sebagai wujud ekspresi dalam penyampaian
keinginan-keinginannya. Tetapi tidak selamanya mematuhi hasil
konvensional yang menyatakan bahwa modus deklaratif bermakna
proposisi, modus imperatif bermakna perintah dan modus interogatif
bermakna pertanyaan tetapi adakalanya penutur menggunakan modus
interogatif untuk menyuruh atau meminta sehingga fungsi kesantunan
99
tindak direktif dapat dilihat dari wujud cara menyampaikannya,yakni
secara langsung dan secara tak langsung.
Dalam konteks pembelajaran di kelas melalui ketiga modus
tuturan yang telah disebutkan, penutur selaku partisipan yang proaktif
mengekspresikan diri melalui berbagai pemerian tindak dengan aneka
fungsi tuturan yang disampaikan dan lebih dominan memnggunakan
tuturan fungsi permintaan. Fungsi permintaan digunakan oleh penutur
dalam pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan tutur, yakni tujuan
pembelajaran. Apabila dibandingkan penggunaan fungsi permintaan
dan fungsi perintah dalam pembelajaran di kelas, maka temuan
penelitian ini mengindikasikan bahwa kuantitas permintaan lebih
dominan diekspresikan oleh penutur ketika berinteraksi dengan anak
didiknya walau status yang melekat pada diri lebih besar apabila
dibandingkan dengan kekuasaan yang dimiliki oleh mitra tutur sebagai
mitra tuturnya. Artinya bahwa penutur memiliki peluang untuk
mengekspresikan diri melalui tuturan fungsi perintah namun hal itu tidak
dilakukan karena realitas penelitian menyatakan bahwa penutur
kerapkali menggunakan fungsi permintaan untuk melembutkan daya
ilokusi tuturannya sehingga terasa wajar dan santun bagi mitra tutur.
Penanda permintaan yang sering digunakan penutur sebagai cirri
adanya fungsi permintaan dalam sebuah pertuturan adalah pemakaian
modalitas tolong dan jika tuturan fungsi suruhan menggunakan
modalitas tersebut maka akan bernada permintaan, dengan pemarkah
100
tolong penutur dalam sebuah percakapan memperlihatkan motivasi
dalam mengungkapkan kesantunan.
Temuan penelitian juga memperlihatkan penggunaan fungsi
kesantunan tindak direktif dalam melarang yang digunakan oleh penutur
untuk melarang mitra tutur dan disampaikan oleh penutur dalam
pembelajaran di kelas ketika menstabilkan suasana yang gaduh dan
pada saat mengharapkan mitra tutur agar lebih giat belajar di rumah.
Penggunaan fungsi larangan mengindikasikan bahwa penutur memiliki
tingkat kekuasaan yang lebih tinggi. Hal itu dapat dilihat pada saat
menggunakan “mau tidak belajar?” yang membuat anak didiknya
langsung terdiam.
Penggunaan fungsi pengizinan dalam konteks pembelajaran di
kelas hanya digunakan oleh partisipan yang memiliki status lebih tinggi.
Artinya temuan penelitian tidak melihat adanya pengizinan mitra tutur
yang ditujukan kepada penutur. Fungsi pengizinan penutur biasanya
digunakan untuk mempersilahkan mitra tutur untuk bertanya dan
berpendapat. Penggunaan pengizinan melalui pemarkah silakan dan
boleh mengindikasikan bahwa penutur tidak ingin mengecewakan mitra
tutur dan melalui pemarkah itu penutur secara langsung melembutkan
daya ilokusi tuturannya supaya terdengar santun.
Di dalam pembelajaran fungsi menasihati juga ditemuakan oleh
penelitian ini disampaikan oleh Ibu guru sebagai wujud keinginan
seorang pendidik dalam mendidik anak didiknya agar hidup disiplin dan
101
taat aturan. Fungsi menasihati merupakan bagian dari fungsi direktif
yang berkategorikan santun dan senantiasa diiringi oleh nada datar
yang lemah lembut. Dalam menyampaikan nasihat biasanya bahasa
perempuan lebih sopan dari bahasa laki-laki. Perempuan banyak
memberikan umpan balik positif dan menyenangkan di dalam
percakapan daripada laki-laki. Di dalam interaksi percakapan,
perempuan adalah peserta yang penuh kerja sama,sebaliknya laki-laki
lebih kompetitif dan kurang sportif kepada orang lain.(Holmes,2001).
Lain halnya dengan Thomas dan Wareing (2007:130) yang melihat
penyebab perbedaan gaya berbicara antara wanita dan pria disebabkan
oleh topik yang dibicarakan. Wanita lebih dominan bersentuhan dengan
topik-topik personal seperti perasaan, persahabatan mereka, dan
sebagainya. Laki-laki lebih suka berbicara topik-topik yang bersifat
impersonal seperti sepakbola. Dengan mengaitkan pada kesantunan
berbahasa Brown dan Levinson (1987) dengan jelas menyatakan
bahwa bahasa perempuan lebih santun ketimbang bahasa laki-laki
karena perempuan lebih mengedepankan perasaan sedangkan laki-laki
mengedepankan logika.
Berdasarkan berbagai fungsi-fungsi tindak direktif yang
diekspresikan oleh penutur dalam pembelajaran di kelas melalui
persfektif etnografi komunikasi fungsi kesantunan tindak direktif memiliki
relevansi dengan tuturan yang disampaikan secara alamiah melalui
peristiwa komunikasi yang terjadi dalam latar budaya. Hal itu terkait
102
dengan kenyataan bahwa perhatian utama dalam etnografi komunikasi
sebagaimana didefinisikan Hymes (1974) dengan topik-topik antara lain
: pola dan fungsi komunikasi, komponen-komponen kompetensi
komunikatif, hubungan bahasa dan pandangan dunia dan organisasi
sosial, serta semesta dan ketidaksemestaan linguistik dan sosial. Dari
sejumlah topik bahasan etnografi komunikasi tersebut, fungsi
komunikasi merupakan topik yang memiliki relevansi yang sangat kuat
dengan penggunaan kesantunan tindak direktif bahasa Indonesia
103
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kesantunan tindak direktif
berbahasa Indonesia guru dalam pembelajaran di kelas SD Negeri
Sangir dapat ditarik kesimpulan seperti yang berikut ini.
1. Wujud penggunaan kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia
guru dalam pembelajaran di kelas diekspresikan melalui tiga modus
tuturan meliputi deklaratif, imperatif dan interogatif.
Wujud penggunaan tuturan dengan modus deklaratif dinyatakan
penutur melalui tindak : memohon sebelum menyatakan informasi,
menyatakan suruhan, menyatakan permintaan dan menyatakan
larangan.
Wujud penggunaan tuturan dengan modus imperatif dinyatakan
penutur melalui tindak : wujud tindak ajakan, wujud tindak
permintaan, wujud tindak suruhan, wujud tindak larangan dan wujud
tindak pengizinan.
Wujud penggunaan tuturan dengan modus interogatif dinyatakan
penutur melalui : wujud pertanyaan menyatakan suruhan, wujud
pertanyaan menyatakan ajakan, wujud pertanyaan menyatakan
permintaan, wujud pertanyaan menyatakan larangan dan wujud
pertanyaan menyatakan pengizinan.
104
2. Fungsi penggunaan kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia
guru dalam pembelajaran di kelas diekspresikan melalui tuturan
langsung dan tidak langsung.
Fungsi penggunaan tuturan langsung dan tidak langsung meliputi :
1. Fungsi kesantunan dalam perintah mencakup: fungsi kesantunan
dalam suruhan dan fungsi kesantunan dalam larangan.
2. Fungsi kesantunan dalam ajakan
3. Fungsi kesantunan dalam permintaan mencakup :
a. Fungsi kesantunan dalam meminta pengakuan
b. Fungsi kesantunan dalam meminta keterangan
c. Fungsi kesantunan dalam meminta alasan
d. Fungsi kesantunan dalam meminta pendapat
e. Fungsi kesantunan dalam meminta kesungguhan
4. Fungsi kesantunan dalam mengizinkan
5. Fungsi kesantunan dalam menasihati
Fungsi penggunaan kesantunan tindak tersebut disampaikan
dengan aneka pemarkah kesantunan serta mengemban fungsi
yang disandangnya. Adapun penentu kesantunan dari sekian
fungsi tindak tersebut yakni ketidaklangsungan tuturan atau
maksud, tidak memaksa, memberikan pilihan, solidaritas,
penghormatan dan rasa kasih yang disampaikan penutur melalui
penggunaan diksi formal dan informal yang berfungsi sebagai
pemarkah kesantunan.
105
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian kesantunan tindak direktif
berbahasa Indonesia guru dalam pembelajaran di kelas SD Negeri
Sangir Kecamatan Wajo Kota Makassar sebagai berikut :
1. Guru sebagai salah satu komponen pendidikan, diharapkan
memainkan perannya dalam meningkatkan kesantunan tindak
direktif berbahasa Indonesia siswa, khususnya dalam kegiatan
berkomunikasi dengan lawan tutur yang memiliki status dan latar
belakang sosial lebih tinggi daripada mereka.
2. Bagi siswa, disarankan memiliki wawasan kebahasaan khususnya
mengenai kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia agar
berkomunikasi antarpelajar dapat terlaksana dengan baik.
3. Kepala sekolah SD Negeri Sangir hendaknya memberikan
penekanan kepada guru agar senantiasa menggunakan kesantunan
tindak direktif berbahasa Indonesia di kelas dalam kegiatan
pembelajaran.
4. Hasil penelitian ini belum maksimal oleh karena itu, peneliti
selanjutnya hendaknya mengembangkan penelitian mengenai
kesantunan tindak direktif berbahasa Indonesia guru dalam
pembelajaran di kelas dengan rancangan penelitian yang berbedaa
untuk mengetahui manfaat bahasa santun dalam meningkatkan hasil
belajar siswa.
106
Lampiran
107
Nama Penutur : Sarmila, S.Pd Situasi tutur : Formal Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Tanggal : 30-04-2014 Waktu : 2 x 45 menit Topik : Menggunakan Huruf Kapital Partisipan : Penutur–Mitra tutur
Percakapan berlangsung di dalam kelas
(Awal Pembelajaran)
Penutur : Coba disiapkan dulu! Mitra tutur : Duduk siap, beri salam, Assalamu Alaikum Warahmatullahi
Wabarakatu Penutur : Waalaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatu Mitra tutur : Berdoa (semua siswa berdoa dalam hati) Penutur : Resky, tolong ambilkan dulu buku saya di rumah nak! Di atas
meja, di rumah na Mitra tutur : Iye, Bu! disebelah mania, Bu? Penutur : Di atasnya meja! Coba saya absen dulu dengarkan namanya
ya!Akbar A.Fatwa, A.Fauzan, Adelia Eka Nanda, Aliya Sriyanti,Ari, Andi Nasra, Celvin,Claudia, Devi, Disa Meutiba, Fernando, Hastiara, Illa Kartina, Mukhlis, Milha, Reski, Refitha, Yuli Wisie
Mitra tutur : Capila Penutur : Mukhlis mau belajar atau tidak kenapa main-main? Siapa itu
yang di sana Nirwan mauki belajar atau tidakkah? Mitra tutur : (Mitra tutur berhenti berbicara) Penutur : Maharani, Syahrani, Keisha, Nurul Aisyah, Indria, Salsa
Mutmainnah Mitra tutur : Sakit, Bu! Penutur : Oh, Maharani sakit ya nak. Na sekarang kita belajar
menggunakan huruf kapital. Mitra tutur : Menggunakan huruf capital Penutur : Perhatikan baik-baik! Jangan ada yang cerita, yang cerita nanti
saya kasih keluar diluar maki sja belajar. Selain digunakan sebagai hurufpertama dalam sebuah kalimat, huruf capital juga digunakan untuk keperluan lain. Salah satunya digunakan untuk menulis lembagapemerintahan. Contohnya, apa kira-kira yang biasa di tulis?Majelis Permusyawaratan Rakyat. Ya bukan hanya diawal kalimat digunakan huruf besar tetapi juga untuk menulis sebuah nama lenbaga contohnya ini Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Coba ditunjuk yang mana huruf kapitalnya?
108
Mitra tutur : M Penutur : Apa lagi? Mitra tutur : P Penutur : Apa lagi? Mitra tutur : R Penutur : R, jadi Majelis Permusyawaratan Rakyat. Misalnya lagi Dewan
Perwakilan Rakyat. Yang mana huruf besarnya? Mitra tutur : D…,P…,R… Penutur : DPR, Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi huruf capital dipakai
sebagai(penutur menulis di papan tulis) bisa dilihat dibelakang Mitra tutur: Bisaji, Bu!(Mitra tutur menyalin tulisan penutur yang ada di
papan tulis) Penutur :Jadi, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur
namanegara. Jadi kalau menuliski nama Negara harus menggunakan huruf besar. Selain unsur negara juga lembaga pemerintahan seperti tadi, sudah toh? Harus menggunakan huruf pertama huruf besar, kemudian ketatanegaraan serta nama dokumen resmi kecuali bila disana terdapat katadan kata dan itu tidak boleh digunakan huruf besar,melainkan harusmenggunakan huruf……….
Mitra tutur : Huruf kecil (Kegiatan Inti) Penutur : Kemudian apalagi, Amerika Serikat. Yang mana huruf
besarnya Mitra tutur : A…..,S….. Penutur : Kalau saya tulis seperti ini (penutur menulis di papan tulis)
republik china. Apakah sudah benar kita lihat di atas? Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Apakah sudah benar kita lihat ini. Sudah benar? Angkat tangan
yang bilang sudah benar. Apakah penulisan ibu di atas republik china ini!Apakah penulisan di atas republic china sudah betul kita lihat?
Mitra tutur : Iya, Bu! Penutur : Sudah betul? Jangan ketawa! Mitra tutur : Iya, Bu! Penutur : Sudah betul, iya, angkat tangan yang bilang betul! Mitra tutur : (sebagian mitra tutur mengangkat tangannya) Penutur : Janganki’bohongi kata hatita, kalau salah bilangki salah. Saya
tidak pernah memaksa seseorang to? Mitra tutur : Iya, Bu! Mitra tutur : Kata Akbar salah, Bu! Penutur : Kata Akbar yang di atas salah, yang lain siapa yang bilang
salah? Angkat tangan yang bilang salah! Mitra tutur : Fauzan, bilangko tadi salah. Penutur : Republik China, ingatki huruf kapital dipakai sebagai huruf
109
pertama semua nama negara. Berarti R huruf besar dan C juga huruf besar. Iya !terus (penutur menulis kata depan di papan tulis) diperhatikan yang diatas, sudah benar atau salah?
Mitra tutur : Salah Penutur : Sudah benar? Mitra tutur : Salah Penutur : Angkat tangan yang bilang benar! Mitra tutur : (mitra tutur sebagian menaikan tangan) Mitra tutur : Ha…ha…ha…. Penutur : Jawabannya sudah benar, R huruf besar dan C juga huruf
besar Penutur : Sekarang saya minta satu orang siapa yang bisa tulis di atas
Dewan pertimbangan agung. Siapa yang bisa tulis? Coba ditulis dulu di bukunya dewan pertimbangan agung kalau sudah selesai angkat tangannya yangmau naik di atas.
Mitra tutur : Firman tadi, Bu! Mitra tutur : Alvin, Bu! Mitra tutur : Langsung jawaban, Bu? Penutur : Dewan Pertimbangan Agung. Kenapa lagi anu? Sudah, sudah
ini dikerja Dewan Pertimbangan Agung Mitra tutur : Iya, Bu! Penutur : Sudah semua? Siapa yang bisa tulis di atas? Mitra tutur : (Mitra tutur mengangkat tangan) Penutur : Iyaa, Raihan! Dewan Mitra tutur : Dewan Pertimbangan Agung Penutur : Dewan Pertimbangan Agung. Coba semua perhatikan yang di
atas penulisannya! Diperhatikan penulisannya di atas. Apakah sudah benar kita lihat?
Mitra tutur : Maaf, Bu! Penutur : Sudah benar? Mitra tutur : Iya, Bu! Penutur : Dilihat, diperhatikan satu persatu hurufnya, apakah sudah
benar? Mitra tutur : Benarmi, Bu! Penutur : Semua kelas empat dari 38 siswa mengatakan di atas sudah
benar? Mitra tutur : Iya, Bu! Penutur : Iya Mitra tutur : Iya, Bu! Mitra tutur : Tidak, Bu! Penutur : Nirwan! Nirwan karena tidak benar coba perbaiki sedikit di atas!
Nirwan coba berani pasti ada sesuatu sehingga Suriadi mengatakanMasih ada kesalahan sedikit.
Mitra tutur : Iya, ada salah disitu Penutur : Nirwan, dari hati apa kira-kira yang dari tadi dianggap salah Mitra tutur : Sudah benarmi, Bu!
110
Penutur : Di perhatikan di atas,’janganki’cerita di situ!Dewan, silahkan tulis cepat!
Mitra tutur : (Mitra tutur menulis di papan tulis) Penutur : Dewan pertimbangan, tulis saja kasi sama saja itu di atas cuma
hurufnya ji yang mau dirubah Mitra tutur : Ada yang salah (mitra tutur menyaji) Penutur : Perhatikan kembali, yang mana yang benar? Mitra tutur : Yang di atas Penutur : Yang di atas sudah benar, bagian B sudah benar dan bagian A
sudah benar tapi ini (sambil menunjuk huruf di papan tulis) huruf apa ini?
Mitra tutur : W Penutur : W, kalau ditulis seperti ini adalah huruf besar. Masa ada huruf
besar ditengah-tengahnya. Jadi usahakan kalau menulis huruf w begini (penutur menulis di papan tulis). Sebenarnya sudah benar tujuannya ya, cuma cara penulisannya.
Mitra tutur : Ha….ha…..ha…. Penutur : Sama-sama huruf besar. Sudah paham? Mitra tutur : Iya, Bu! Penutur : Ingatki’na. dengarkan dulu Akbar. Coba didengar! Biar kamu
tidak tulis besar sekali saya sudah tau bahwa itu adalah huruf besar. Contoh, Awalaupun tidak ditulis seperti ini saya sudah tau,biarpun kita tulis sekecilseperti ini saya sudah tau bahwa ini huruf besar. Jadi harus diperhatikan, kita semua harus sudah tau bahwa apapun ditulis seperti ini kecilnya,tetap huruf besar. Kecuali kita tulis seperti ini apakah ini huruf besar?
Mitra tutur : Bukan! Penutur : Tetap ini adalah huruf kecil. Biar satu buku pake tulis huruf a
kecil kalau memang a-nya seperti ini, maka tetap a kecil. Mengerti?
Mitra tutur : Iya, Bu! Penutur :Tadi sudah to? Huruf capital dipakai sebagai huruf pertama
unsure nama negara. Nama lembaga, ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi. Iqrar perhatikan dulu! Dua, huruf capital dipakai sebagai huruf pertama setiapunsur bentuk ulang. Contohnya apa kira-kira yang biasa berulang, misalnya perserikatan bangsa-bangsa yang mana huruf besar, cobadisebut?
Mitra tutur : P…,B….,B… Penutur : PBB itu adalah perserikatan bangsa-bangsa. P huruf besar
perserikatan dan Bangsa-Bangsa yang berulang juga huruf besar, beda dengan lain-lain atau dll.
Mitra tutur : Iya, Bu! Penutur : Ya, jadi sudah bisa menulis huruf besar. Misalnya, pulau jawa P
ditulis huruf besar, J huruf besar pula. Danau toba, D ditulis huruf besar, t jugahuruf besar. Misalnya Akbar tinggal di jalan
111
timur, karena dia namaorang maka huruf pertamanya huruf besar. Nama jalannya juga huruf besar
Mitra tutur : Sudah, bu. Mitra tutur : Ditulis semua i,bu Penutur : Iya, tulismi saja nak, sampai selesai karena tetapji kita pelajari
sampai tuntas. Sudah semua? Mitra tutur : Capekta itu,bu! Mitra tutur : Tidak ada pulpenku, Bu! Penutur : Ini gunakan pulpen ibu, kembalikan nanti ya nak! Penutur : Sudah semua? Mitra tutur : Belumpi, Bu! Penutur : Nirwan, hapus dulu papan tulis! Na sekarang saya mau beri
tugas. (penutur menulis soal di papan tulis) (Kegiatan Akhir) Penutur : Na, sekarang saya sudah beri tugas.(penutur menulis soal di
papan tulis) Mitra tutur : (mitra tutur menulis soal dan mengerjakannya) Penutur : Janganki cuma main d’i! Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Kenapaki cerita na ini di atas saya suruki tulis. Ya,diganti yang
mana seharusnya menggunakan huruf besar. Bisa dikerja? Mitra tutur : Iya, Bu! Penutur : Yang mana seharusnya menggunakan huruf besar. Mitra tutur : Berkunjung nga itu, bu? Penutur : Iya, berkunjung ke korea selatan. Jangan ribut, jangan diskusi. Mitra tutur : Bu,,iniiee na gangguki menulis Penutur : Sudah? Mitra tutur : Belum, Bu. Penutur : Sudah selesai? Mitra tutur : Belum, Bu Penutur : Sebentar lagi kita istirahat!waktunya tinggal lima belas menit
yang selesai boleh kumpul, Mitra tutur : Belumpi, Bu! Mitra tutur : Dikumpulmi??? Penutur : Iye, dikumpulmi yang sudah. Selesaimi ini Alvin? Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Kenapa ditulis jie saja Akbar? Ganti mana yang menggunakan
huruf kecil dan mana yang menggunakan huruf besar. Akbar na!
Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : kemudian latihan-latihanki’ menulis di rumahta’! liat ini tulisanta
masih perlu diperbaiki na, janganki cuma main d’i! Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Ini Akbar kalau kayak undang-undang u harus huruf besar,
diganti semua yang huruf kecil menjadi huruf besar
112
Mitra tutur : Iye, Bu!
113
Nama Penutur : Sitti Nurbaya,S.Pd Situasi tutur : Formal Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Tanggal : 02-05-2014 Waktu : 2 x 45 menit Topik : Pemilu Legislatif Partisipan : Penutur–Mitra tutur
Percakapan berlangsung di dalam kelas (Awal Pembelajaran)
Penutur : Coba dengarkan dulu namata! Andika, Anita, Arda Talia, Ashabul, Ayu Kartika, Eka Lestari, Maharani
Mitra tutur : Tidak hadir, Bu! Penutur : Tolong siapa diantara anda yang mengetahui mengapa
Maharani tidak masuk sekolah? Mitra tutur : Sakit, Bu! Penutur : Mengapa? Arda Talia, kenapa Fibri tidak masuk sekolah? Mitra tutur : Sakit i,Bu! Penutur : Sakit apa? Mitra tutur : Demam i,Bu! Penutur : Oh iya. Haryadi, Harianto, Harianti, Haslinda, Hasnaeni,
Irma Rahma, Jamal, Husnul Khotima, Lis Indriyani, Muh. Rafik, Muh. Yasir, Muh. Saldi, Nur Alim Kusuma, Nur Ilmi Ahmad, Rahmawati, Ramlah, Riskayanti, Rukiyana, Rosmila, Riswandi, Saina ismiyanti, SukmaLestari, Sabri, Selvia, St. Hadijah, Sulaeman, Wahyu Ardiansya.
Mitra tutur : (semua mitra tutur menjawab hadir,bu!) Penutur : Ok, hari ini kita belajar dengan topik pemilu legislative. Ada
yang bisa memberikan apa pengertian dari pemilu? Apa itu pemilu? Siapa yang tau itu?
Mitra tutur : Saya, Bu! Penutur : Iya, silahkan Lis Indriyani! Mitra tutur : Pemilu adalah pemilihan umum Penutur : Pemilu adalah pemilihan umum, tepuk tangan untuk Lis
indrayani. Jadipemilu legislatif diselenggarakan untuk memilih wakil rakyat dan wakil rakyat tersebut nantinya akan menjadi anggota DPR, DPRD,DPRDP,DPRDK atau Kota dan DPD. Siapa yang tau artinya DPR?
Mitra tutur : Dewan Perwakilan Rakyat Penutur : Kalau DPRD?Sulaeman, apa itu DPRD? Mitra tutur : Dewan Perwakilan Daerah Penutur : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Tepuk tangan Mitra tutur : (mitra tutur memberikan aplaus) Penutur : Kalau DPD,
114
Mitra tutur : Saya, Bu! Penutur : Iya, Arda Talia, silahkan! Mitra tutur : Dewan Perwakilan Daerah Penutur : Dewan Perwakilan Daerah. Iya tepuk tangan.
(Kegiatan Inti) Penutur : Pemilu legislatif bertujuan untuk memilih partai politik dan
anggotanyauntuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Na, kemudian azas pemilu. Azas pemilu ini dilaksanakan secara LUBERdan JURDIL. Pernah mendengar itu LUBER?
Mitra tutur : Tidak pernah! Penutur : Siapa yang tau apa itu luber? Luber adalah langsung,
umum, bebas dan Rahasia. Kalau Jurdil? Mitra tutur : Jujur dan Adil.. Penutur : Jadi asas pemilu dilaksanakan dengan LUBER (langsung
umum bebasdan rahasia), Jujur dan Adil. Yang pertama,langsung. Bisakah ibumendengar pendapatta Lis Indriani, bagaimana itu maksudnyalangsung. Langsung, bagaimana maksudnya langsung langsung ituLis Indriani
Mitra tutur : Anu, Bu! rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak dan hati nuraninya tanpa perantara.
Penutur : Iya, tepuk tangan untuk Lis Indriani! Jadi, langsung maksudnya disiniadalah rakyat sebagai pemilih mepunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak dan hati nuraninya tanpa kemudian yang kedua, UMUM
Mitra tutur : Sulaeman! Penutur : Sulaeman, silahkan Sulaeman saya mau mendengar
pendapatnya Sulaeman! Mitra tutur : Menyuruh bagi semua warga negara tanpa membedakan
suku, agama,ras, golongan, jenis kelamin, pekerjaan dan status seseorang.
Penutur : Tepuk tangan untuk….. Mitra tutur : (Mitra tutur bersamaan bertepuk tangan) Penutur : Umum maksudnya disini tidak membedakan apakah dia
orang kaya, orang miskin bagaimana pekerjaannya, bagaimana jenis kelaminnya yang penting sudah dewasa berhak ikut pemilu. Maksudnya disiniumum adalah menyeluruh tanpa membedakan jenis kelamin dan sebagainya. Lanjut yang ketiga bebas,Wahyu Ardiansyah,bebas?
Mitra tutur : Setiap warga Negara bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun.
Penutur : Iya, tepuk tangan untuk Wahyu Ardiansyah. Jadi, bebas
115
maksudnyadisini kita bebas memilih tanpa ada tekanan dari siapapun. Tentunya terserah kita tidak ada tekanan dari siapapun. Yang keempat adalah rahasia. Pernah mendengar rahasia?
Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Atau punya rahasia semua? Sekarang, Eka!Apa itu
rahasia? Mitra tutur : Dalam memberikan suaranya pemilih dijamin bahwa
pilihannya tidak diketahui oleh siapapun. Penutur : Iya, tepuk tangan untuk Eka! Mitra tutur : (Mitra tutur memberikan aplaus secara bersamaan) Penutur : Jadi maksud rahasia disini dalam memberikan suara
pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak diketahui siapapun kecuali dirinya sendiri.Misalkan pemilihan kepala desa, siapa dulu yang dipilih kepala desa.Satu, siapa?
Mitra tutur : Aspa Basir Penutur : Siapa lagi satu? Mitra tutur : Pak Thamrin Penutur : Pak Thamrin. Siapa lagi? Mitra tutur : Lanasir Penutur : Misalkan ada tiga orang. Kamu mau pilih, ya dengarkan
dulu! Kamu mau pilih eh siapa kepala desa? Mitra tutur : Aspa Basir Penutur : Misalkan kita mau pilih Aspa Basir, tentunya kita saja yang
kita tau.Ah, kasih masuk dikotak Aspa Basir, sebentar tidak boleh ditanya hoe Aspa Basir saya pilih. Itu bukan rahasia namanya ya?
Mitra tutur : Iya, Bu! Penutur : Itu rahasia tidak boleh ada yang tau kecuali diri sendiri.
Ngerti? Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Kita pindah ke Jurdil. Disini jujur semua? Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Jadi, jujur maksudnya setiap penyelenggara pemilu atau
semua pihak yang terkait harus jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Jadi kita tidak boleh membohongi kata hati nurani. Woe anuji mau kupilih, Pak Thamrin na paksaka itu terpaksa pak Aspa Basir kupilih.Itu namanya tidak jujur. Jujur pada diri sendiri sesuai dengan kata hatinuraninya. Jadi misalkan dalam hatinya Pak Aspa Basir mau saya pilihjangan pilih Pak Thamrin. Ya, ngerti?
Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Iya, lanjut! Adil. Pernah adil semua? Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Adil, bagaimana itu adil? Coba ini selvi.Adil? Mitra tutur : Setiap penyelenggaraan pemilu dan semua pihak yang
116
terkait harusmendapatkan perlakuan yang adil serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Penutur : Iya, tepuk tangan untuk selvi! Mitra tutur : (mitra tutur bertepuk tangan semua) Penutur : Setiap penyelenggaraan pemilu dan semua pihak yang
terkait harus mendapatkan perlakuan yang adil serta bebas dari kecurangan pihakmanapun. Na, sekarang bisakah ibu mendengar pendapatta tentang manfaat pemilu. Coba Lis Indriani. Manfaat pemilu?
Mitra tutur : Rakyat dapat memilih pemimpin yang mereka inginkan melalui pemilu
Penutur : Iya, jadi jawaban Lis Indriani mafaat pemilu diantaranya rakyat dapat memilih pemimpin yang mereka inginkan, yang kedua siapa yang tau. Siapa yang kedua? Rakyat dapat melaksanakan namanya luber dan jur..
Mitra tutur : Jurdil Penutur : Jadi yang pertama rakyat dapat memilih pemimpin yang
diinginkan. Kedua dia dapat melaksanakan luber dan jurdil. Apa itu luber?
Mitra tutur : Langsung, umum, bebas dan rahasia. Penutur : Kalau jurdil? Tolong angkat bicara dong! Apa itu jurdil? Mitra tutur : Jujur dan Adil Penutur : Iya, sebelum kita mengakhiri pelajaran pada pagi hari ini
saya ingin bertanya kepada anak-anakku, apa yang kamu ketahui tentang pemilu?
Mitra tutur : Pemilu itu adalah pemilihan umum Penutur : Apa tujuan pemilu legislative. Nur Ilmi? Mitra tutur : Untuk memilih partai politik dan anggotanya untuk
dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD Penutur : Iya, tepuk tangan untuk Ilmi. Jadi yang dipilih dalam pemilu
legislative DPR, DPRD, dan DPD. Apa lagi yang kamu ketahui? Tadi yang pertama pengertian pemilu, kedua tujuan pemilu, yang ketiga manfaatpemilu. Coba disebut kembali manfaat pemilu.
Mitra tutur : Rakyat dapat memilih pemimpin yang mereka inginkan Penutur : Kedua rakyat dapat melaksanakan.
(Kegiatan Akhir)
Penutur : Na, sekarang saya kasi tugas. Nomor satu apa yang dimaksud pemilu,dua sebutkan dua manfaat pemilu, dan ketiga jelaskan apa yang dimaksud langsung, umum, bebas dan rahasia?
Mitra tutur : (mitra tutur mengerjakan soal yang diberikan oleh penutur)
117
Nama Penutur : Husnah, S.Pd
Situasi tutur : Formal Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam Tanggal : 07-05-2014 Waktu : 2 x 45 menit Topik : Alat Perkembangbiakan pada Hewan Partisipan : Penutur–Mitra tutur
Percakapan berlangsung di dalam kelas
(Awal pembelajaran) Penutur : Mana ketua kelas? Mitra tutur : Duduk siap, beri salam Assalamu AlaikumWarahmatullahi
Wabarakatu Penutur : Waalaikum Musallam Warahmatullahi Wabarakatu Mitratutur : Marilah kita berdoa sesuai dengan agama kita
masing-masing. Selesai duduk istirahat gerak. Penutur : Dengarkan dulu namanya! Andika, Anita, Arda Talia,
Ashabul, Ayu Kartika, Eka Lestari, Fibri Anugrah, Hariadi,Hariani, Harianto, Harianti, Haslinda, Irma Rahmayani, Jamal, Husnul Khotima, Lis Indriyani, Muh. Rafik. Mau belajar tidak?
Mitra tutur : Mau,Bu! Penutur : Kalau begitu dengar baik-baik namata! Muh. Yasir, Muh.
Saldi, Nur Alim Kusuma, Nur Ilmi Ahmad, Rahmawati, Ramlah,Riskayanti, Rukiyana, Rosmila, Riswandi, Saina ismiyanti, SukmaLestari, Sabri, Selvia, St. Hadijah, Sulaeman, Wahyu Ardiansya.
Mitra tutur : (semua menjawab hadir, jika disebut namanya) Penutur : Masih ingat pembelajaran minggu lalu? Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Dipelajari minggu lalu, alat perkembangbiakan…..? Mitra tutur : Laki-laki dan perempuan Penutur : Pada laki-laki dan perempuan. Kalau pada laki-laki apa alat perkembangbiakannya? Mitra tutur : Testis Penutur : Dengan Mitra tutur : Saluran sperma Penutur : Iya, saluran sperma, kalau pada perempuan? Mitra tutur : Ovarium Penutur : Apa lagi? Mitra tutur : Saluran telur, rahim dan vagina Penutur : Apa lagi? Mitra tutur : Rahim, vagina
118
(Kegiatan Inti) Penutur : Jadi masih ingat ya! Ada empat alat perkembangbiakan
pada perempuan. Na, sekarang karena perkembangan manusia sudah tuntas kita pindah ke perkembangbiakan hewan. Saya yang bicara dulu d’i.Apakah hewan berkembangbiak?
Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Iya, contohnya hewan apa yang berkembangbiak? Mitra tutur : Sapi, kuda…. Penutur : Sapi. Apalgi? Mitra tutur : Kambing! Penutur : Kambing.Apakah perkembangbiakan hewan sama dengan perkembangbiakan manusia? Mitra tutur :Tidak Penutur : Iya, jadi hewan memiliki alat perkembangbiakan yang
berbeda-bedatidak sama dengan alat perkembangbiakan manusia. Kalau hewanperekembangbiakannya ada lima macam yang pertama membelah diri yang kedua bertunas, yang ketiga bertelur, yang keempat melahirkan atau beranak, yang kelima bertelur. Sudah ditulis?
Mitra tutur : Belumpi, Bu! Penutur : Sudah ditulis Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Yang pertama kita bahas yaitu, apa yang pertama? Mitra tutur : Membelah diri Penutur : Ya, membelah diri. Jadi perkembangbiakan dengan cara
membelah dirimembutuhkan sel kelamin. Hewan tersebut dikenal dengan hewantingkat rendah. Hewan yang melakukan perkembangbiakan dengancara membelah diri biasanya dilakukan oleh hewan yang berukurankecil misalnya amoeba dan paramecium. Jadi hewan ini hanya bisadilihat hanya dengan menggunakan mikroskop. Pernah kalian melihat yang namanya mikroskop?
Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Kaca pembesar ya. Kita kasih begini, bisa dilihat. Kalau
tidak menggunakan alat tidak bisa dilihat karena ukurannya sangat kecil. Kemudian, hewan yang berkembangbiak dengan cara membelah diri tubuhnya dari satu menjadi dua. Dua menjadi empat dan seterusnya kalau empat menjadi?
Mitra tutur : Delapan Penutur : Tadi satu menjadi dua, dua menjadi empat. Kalau empat
menjadi? Mitra tutur : Delapan Penutur : Kalau delapan menjadi? Mitra tutur : Enam belas
119
Penutur : Enam belas. Dengan demikian, hewan yang bersangkutan memperoleh keturunan yang sama seperti induknya dengan cara membelah diri. Yang kedua yaitu betunas. Pernah melihat hewan bertunas?
Mitra tutur : Tidak, Bu! Penutur : Kalau tumbuhan bertunas? Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Apa kalau tumbuhan bertunas? Mitra tutur : Pisang Penutur : Apa lagi? Mitra tutur : Bambu Penutur : Bambu. Kalau hewan bertunas tidak pernah ya? Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Iya. Jadi, selain membelah diri ada beberapa hewan yang
berukuran sangat kecil, melakukan perkembangbiakan dengan cara bertunas. Hewan yang berkembangbiak dengan cara pada bagian tubuhnya tumbuh tunas yang menyerupai induknya. Coba lihat gambar!Induknya, kemudian disamping ada tumbuh tunas mirip induknya. Kalau di lihat ini gambar mirip ji tumbuhan ya padahal hewan. Tunas tersebutmakin lama makin membesar setelah cukup besar tunas tersebut melepaskan diri dari tubuh induknya dan menjadi individu baru.
Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Yang terakhir adalah bertelur melahirkan, kira-kira
contohnya apa? Mitra tutur : Ikan Paus Penutur : Apalagi? Mitra tutur : Ikan Pari Penutur : Apalagi? Mitra tutur : Ular Penutur :Ular, kalau hewan yang berkembangbiak dengan cara
bertelur melahirkan disebut ? Mitra tutur : Opipar Penutur : Ovovivipar jadi bukan opipar. Ovovivipar adalah hewan
yang berkembang biak dengan menghasilkan telur selama berada dalam saluran telur, telur mengalami pertumbuhan. Telur tersebut menetasbersamaan dengan keluarnya telur dari tubuh induknya. Jadi hewan tersebut Nampak seperti melahirkan anaknya. Kalau dilihat hewanitu melahirkan padahal dia bertelur dulu didalam tubuh induknyakemudian keluar menetas bersamaan dengan keluarnya dari tubuh induknya. Kira-kira ada yang mau ditanyakan?
Mitra tutur : Tidak ada, Bu! Penutur : Nda ada? Mitra tutur : Iye, Bu!
120
Penutur : Jelas semua? Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Kalau begitu saya kasi soal. Nomor satu, sebutkan hewan
yang berkembangbiak dengan cara membelah diri dan bertunas, lanjut kenomor dua…..sayami yang bicara dulu d’i! Sekarang tolong dengarkanbaik-baik soalnya!
Mitra tutur : Bisa diulang soalnya, Bu! Penutur : Sebutkan dua macam pembuahan! Tadi saya menjelaskan
ada duamacam pembuahan, nomor tiga sebutkan alat perkembangbiakan padahewan jantan! Nomor berapa sekarang?
Mitra tutur : Empat Penutur : Empat. Sebutkan alat perkembangbiakan pada hewan
betina! Nomorterakhir sebutkan tiga hewan yang termasuk dalam ovivar! Sudahnomor satu? Nomor satu
Mitra tutur : Dengan membelah diri, Bu! Penutur : Dengan membelah diri. Tadi saya sudah menjelaskan yang
menggunakan mikroskop Mitra tutur : Oh, mikroskop.Apa nomor dua?
Penutur : Nomor dua pertanyaannya! Sudah tadi saya jelaskan mana hewan yang termasuk membelah diri. Jadi yang memperhatikan tadi penjelasan ibu guru pasti jawabannya benar semua karena sudah saya jelaskan tadi semuanya. Ayo kita lihat sama-sama jawaban nomor satu di atas! Apa tadi pertanyaannya?
Mitra tutur : Sebutkan! Penutur : Sebutkan hewan yang berkembangbiak dengan cara
membelah diri dan bertunas. Dengan cara membelah diri amoeba dan paramecium, sedangkan yang adalah hewan hibra. Siapa yang benar jawabannya, adayang benar jawabannya? Kita lihat nomor dua sebutkan dua macam pembuahan?
Mitra tutur : Internal dan eksternal Penutur : Tepuk tangan….nomor tiga sebutkan alat perkembangbiakan
pada hewan jantan? Mitra tutur : Testis dan saluran sperma Penutur : Tepuk tangan. Pertanyaan keempat sebutkan alat
perkembangbiakan pada hewan betina. Hewan betina satu ovarium saluran telur, rahim tepuk tangan. Kemudian pertanyaan kelima sebutkan tiga contoh yang termasuk kedalam hewan…..,sudah semua. Sekarang tolong jujur pada diri sendiri yang menjawab benar semua.
Mitra tutur : (sebagian mengangkat tangan). Penutur : Coba dengarkan , jadi tidak lama lagi anak-anakku akan
ujian saya mohon supaya anda mempergunakan waktu sebaik mungkin untuk belajar di rumah karena anda sudah
121
tau bahwa guru-guru disini tidak dapat membantu saat itu. Jadi gunakan waktu sebaik mungkin belajar di rumah.
Mitra tutur : (mitra tutur tenang mendengarkan nasehat penutur).
122
Nama Penutur : Suriani Rahman, S.Pd Situasi tutur : Formal Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam Tanggal : 14-05-2014 Waktu : 3 x 45 menit Topik : Dzikir ssesudah Shalat Partisipan : Penutur–Mitra tutur
Percakapan berlangsung di dalam kelas
(Awal Pembelajaran)
Penutur : Hadir semua? Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Ok. Sekarang kita akan mempelajari lagi materi lafal dzikir
sesudah salat. Apa ? Mitra tutur : Dzikir sesudah salat! Penutur : Sekarang saya tanya, salat wajib itu ada berapa? Mitra tutur : Lima Penutur : Coba, siapa namamu? Mitra tutur : Taufik Ramadhan Penutur : Taufik Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Coba sebutkan salah satu salat wajib? Mitra tutur : Subuh, Bu Penutur : Subuh? Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Kau? Mitra tutur : Dhuha, Bu! Penutur : Apa lagi? Mitra tutur : Duhur Penutur : Apa lagi? Mitra tutur : Isya Penutur : Kau? Mitra tutur : Ashar Penutur : Kau Mitra tutur : Magrib
(Kegiatan Inti)
Penutur : Ya, itulah salat fardu yang wajib kita laksanakan sehari semalam. Sekarang, apabila kita telah melaksananakan salat fardu maka kita duduk tuma’nina membersihkan hati ya, menghadap ke kiblat dan perhatian kita itu tujukan kepada Allah untuk berdzikir. Apa?
123
Mitra tutur : Berdzikir Penutur : Berdzikir ya. Jadi, didalam berdzikir ini yang pertama kita
baca adalah istigfar. Apa? Mitra tutur : Istigfar Penutur : Ya, saya ulangi yang pertama kali kita lakukan adalah
membaca istigfar sebanyak? Mitra tutur : Tiga kali….. Penutur : Tiga kali, ya. Bunyi istigfar itu ada yang tau? Apa bunyinya?
Siapa yang tau istigfar. Ee,,,tidak ada yang tau? Astagafirullahuladzi lailaha illahuwalhayyul qaiyumu waatubuilaihi. Tiga kali kit abaca. Berapa kali??
Mitra tutur : Tiga kali……….. Penutur : Artinya! Mitra tutur : Artinya….. Penutur :Saya bacakan na, dengarkan baik-baik! Saya mohon
ampunan kepadaAllah Mitra tutur : Saya mohon ampunan kepada Allah Penutur : Tiada Tuhan Selain Dia Mitra tutur : Tiada Tuhan Selain Dia Penutur : Zat yang hidup Mitra tutur : Zat yang hidup Penutur : Dan berdiri sendiri Mitra tutur : Dan berdiri sendiri Penutur : Dan saya bertobat Mitra tutur : Dan saya bertobat Penutur : Kepadanya
Mitra tutur : Kepadanya Penutur : Itulah istigfar, dan istigfar itu kita lakukan diucapkan dalam
hati. Diucapkan dimana? Mitra tutur : Di dalam hati
Penutur : Di dalam hati, tidak berteriak seperti memanggil temanta. Duduk denganbaik, duduk tuma’nina menghadap kepada Allah berbisik dalam hatimaka Allah itu mendengarkan. Yang kedua membaca tahlil tiga kali.
Berapa kali? Mitra tutur : Tiga kali………… Penutur : Lailahaillallah Mitra tutur : Lailahaillallah Penutur : Wahdahu lasyarikalahu Mitra tutur : Wahdahu lasyarikalahu Penutur : Lahulmulku Mitra tutur : Lahulmulku Penutur : Walahulhamdu Mitra tutur : Walahulhamdu Penutur : Yuhyi Mitra tutur : Yuhyi
124
Penutur : Wayumitu Mitra tutur : Wayumitu Penutur : Wahualakullisyaiinkadir Mitra tutur : Wahualakullisyaiinkadir Penutur : Berapa kali??? Mitra tutur : Tiga kali Penutur : Tiga kali ya diucapkan juga dalam hati seperti itu ya, bukan
kedengaranArtinya…. Mitra tutur : Artinya……. Penutur : Tiada Tuhan Selain Allah Mitra tutur : Tiada Tuhan Selain Allah…. Penutur : Yang Maha Esa Mitra tutur : Yang Maha Esa Penutur : Tiada Sekutu Baginya Mitra tutur : Tiada Sekutu Baginya Penutur : Baginya kekuasaan Mitra tutur : Baginya kekuasaan Penutur : Dan kepunyaannya Mitra tutur : Dan kepunyaannya Penutur : Segala Puja dan Puji Mitra tutur : Segala Puja dan Puji Penutur : Dia Yang Menghidupkan Mitra tutur : Dia Yang Menghidupkan Penutur : Dan Yang Mematikan Mitra tutur : Dan Yang Mematikan Penutur : Dan Dia Maha Kuasa Mitra tutur : Dan Dia Maha Kuasa… Penutur : Atas segala sesuatu Mitra tutur : Atas segala sesuatu Penutur : Bacaan apa itu tadi? Mitra tutur : Tahlil…. Penutur : Apa? Mitra tutur : Berapa kali kita baca? Mitra tutur : Tiga kali…..
Penutur : Tiga kali ya, sekarang dilanjatkan dengan membaca doa. Seperti inallahumma antassalam waminkassalam wailaika yaudussalam fahayina rabbana bissalam waadhil najannatas salam tabarakta rabbanan wataalaita
yasaljalali walikram. Artinya Ya Allah engkau zat yang penyelamat darimu keselamatan itu dan kepadamu akan kembali keselamatan itu maka hidupkanlah kami. Ya, Tuhan kami dalam keselamatan dan masukkanlah kami ke dalam surga tempat keselamatan. Maha Suci dan Maha Agung engkau. Ya, Tuhan kami wahai pemilik keagungan dankemuliaan. Itu kalau di dalam berdoa menengadahkan tangan di depanya, kalau sudah membaca doa seperti itu kita
125
langsung membaca tasbih. Membaca apa? Mitra tutur : Tasbih Penutur : Sebanyak tiga puluh tiga kali. Siapa yang tau? Mitra tutur : Subhanallah, subhanallah Penutur : Iya, sebanyak tiga puluh tiga kali Mitra tutur : Tiga puluh tiga kali Penutur : Subhanallah, subhanallah, bisa menggunakan tasbih, bisa
menggunakan ibu jari tangan ya kalau ada tasbih bisa digunakan. Kemudian yang kedua membaca tahmid sebanyak tiga puluh tiga kali. Tahmid itubunyinya apa?
Mitra tutur : Alhmadulillah…….. Penutur : Alhamdulillah. Berapa kali kita baca? Mitra tutur : Tiga puluh tiga kali…… Penutur : Coba sebutkan! Mitra tutur : Alhamdulillah, alhamdulillah……… Penutur : Alhamdulillah sampai selesai sebanyak tiga puluh tiga kali.
Kemudiandilanjutkan dengan membaca……….. Mitra tutur : Takbir! Penutur : Apa? Mitra tutur : Takbir……… Penutur : Berapa kali juga? Mitra tutur : Tiga puluh tiga kali Penutur : Apa bunyi takbir itu? Mitra tutur : Allahu Akbar…. Penutur : Allahu Akbar, Allahu Akbar…… Mitra tutur :Allahu Akbar, Allahu Akbar…… Penutur : Terus, Allahu Akbar, Allahu Akbar…. Mitra tutur : Allahu Akbar, Allahu Akbar Penutur : Berapa kali? Mitra tutur : Tiga puluh tiga kali….. Penutur : Ya, sampai selesai sabanyak tiga puluh tiga…. Mitra tutur : Kali! Penutur : He, itulah takbir tiga puluh tiga kali juga. Allahu Akbar ya! Mitra tutur : Berapa kali? Penutur : Tiga puluh tiga kali ya. Coba siapa yang bisa lakukan lagi
baca takbir,satu orang ya ini pintar baca, takbir tiga puluh tiga kali. Ya, baca!
Mitra tutur : Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar,
126
Allahu Akbar, Allahu Akbar Penutur : Ya, sudah. Kalau sudah membaca takbir tiga puluh tiga kali
dibaca dengan menutup doa. Siapa yang belum bisa membaca doa penutup dzikir ini? Tolong angkat tangannya!
Mitra tutur :(serentak mengangkat tangan) Penutur :Coba Taufik baca doa penutup itu dalam berdzikir. Mitra tutur : Allahu akbar kabira walhamdulillahi katsira wasubuhanallahi
bukratanwaasilan lailahaillallah wahdahulasyarikalahu lahulmulku walahulhamdu yuhyi wayumitu wahuaalakullisyaiinkadiran lahaula walakuwataillabillahialiyulasyim.
Penutur : Ya, itulah doa penutup. Kita ulangi membaca doa penutup di dalam dzikirya kit abaca semua! Allahu akbar kabira walhamdulillahi katsira wasubuhanallahi bukratan waasilan lailahaillallah wahdahulasyarikalahulahulmulku walahul hamdu yuhyi wayumitu wahuaalakullisyaiinkadiran lahaula walakuwata illabillahialiyulasyim.
Mitra tutur : Allahu akbar kabira Penutur : Walhamdulillahi katsira Mitra tutur : Walhamdulillahi katsira Penutur : Wasubuhanallahi bukratan Mitra tutur : Wasubuhanallahi bukratan Penutur : Waasilan Mitra tutur : Waasilan Penutur : Lailahaillallah Mitra tutur : Lailahaillallah Penutur : Wahdahulasyarikalahu Mitra tutur : Wahdahulasyarikalahu Penutur : Lahulmulku Mitra tutur : Lahulmulku Penutur : Walahulhamdu Mitra tutur : Walahulhamdu Penutur : Yuhyi Mitra tutur : Yuhyi Penutur : Wayumitu Mitra tutur : Wayumitu Penutur : Wahuaalakullisyaiinkadir Mitra tutur : Wahuaalakullisyaiinkadir Penutur : Lahaula Mitra tutur : Lahaula Penutur : Walakuata Mitra tutur : Walakuata Penutur : Illabillahialiyulasyim Mitra tutur : Illabillahialiyulasyim Penutur : Sudahhh,,,itu doa penutup di dalam dzikir. Baru itu
dilanjautkan membaca doa, membaca doa apa saja yang kita
127
minta ya,mau pintarmembaca doa kepintaran membaca doa ilmu, mau makan,mau cantik,mau jadi tentara, mau jadi polisi, mau jadi penerbang, mau jadi presidenkita minta melalui doa, bisa dipaham?
Mitra tutur : Iya, Bu! (Kegiatan Akhir) Penutur : Ok, jadi sekarang karena sudah pintar semua berdzikir minta
kepadakedua orang tuamu bersama-sama berdzikir sebanyak-banyaknya.Jadi didalam hal itu kalau sesudah salat harus duduk berdzikir janganterus berlari pergi bermain. Di tulis sekarang bunyi satu tahlil, kedua
takbir. Tulis sekarang Mitra tutur : (mitra tutur mulai mengerjakan soal yang ada di papan tulis)
128
Nama Penutur : Sitti Nurbaya S.Pd Situasi tutur : Formal Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Tanggal : 16-05-2014 Waktu : 2 x 45 menit Topik : Pembahasan Soal PKn Partisipan : Penutur–Mitra tutur
Percakapan berlangsung di dalam kelas (Awal Pembelajaran)
Penutur : Assalamu Alaikum,anak-anak! Mitra tutur : Walaikummusallam Penutur : Coba ketua kelas siapkan temannya! Mitra tutur : Duduk siap, beri salam,Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu Penutur : Waalaikum Mussalam Warahmatullahi Wabarakatu Mitra tutur : Berdoa (semua siswa berdoa) Penutur : Nah anak-anak sekalian,sebelum kita melanjutkan pelajaran
terlebih dahulu coba anak-anakku dengar namata ya? Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Jadi kalau hadir bilangki hadir, Bu! Aldi, Ardiansyah,Fasli,
Firdayanti, Firman,Gustiawan, Mukhsin, Haikal, Irmayani, Ibnu Qayyum, Jefri,Lili. Ada Lilis?
Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Bilangki hadir Bu! Mitra tutur : Hadir, Bu.
Penutur : Muh.Alwi, Nia Rahmadani, Nurhana, Nurpianti, Rafli Ramadhan, Ramadani, Refaldi, Sandra, Sofyan, St. Maryam, Sulkifli Ilham, Sulfi, Ulfa, Zulfitra. Nah, coba ingat-ingat siapa yang tidak hadir pada hari ini! Siapa yang tidak hadir temanta?
Mitra tutur : Jefri Penutur : Siapa yang tau kenapa dia tidak datang? Mitra tutur : Sakit i kakinya na tusuk i paku Penutur : Oh, natusuk i paku Mitra tutur : Ufi, pindah juga di tempatnya orang! Penutur : Oh, jadi teman kalian yang tidak hadir hari ini hanya Jefri ya.
Jefri lagi sakit karena barangkali dia nakal sehingga kemana-mana tidak pakai sandal akhirnya kakinya di tusuk paku. Nah, baiklah kita lanjutkan pelajaran kita yaitu bidang studi apa sekarang? PKn ya, jadi kita lanjutkan pelajaran kita minggu lalu tentang kerukunan, masih ingatkah
Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Kerukunan di rumah. Jadi, di rumah kita itu terdiri atas
129
beberapa orangkarena keluarga itu terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anaknya. Malah ada keluarga yang masih utuh masih ada kakek dan neneknya. Saya tanya dulu siapa di rumahnya masih ada kakeknya? Kakek itu adalah bapaknya mama kamu di rumah. Ada?
Mitra tutur : Ada. (Kegiatan Inti) Penutur : Jadi yang akan kita pelajari yaitu kerukunan di rumah, jadi kita
sebagai anggota keluarga harus membiasakan hidup rukun di rumah ya?
Mitra tutur: Iye. Penutur : Bagaimana caranya hidup rukun? Coba yang lain jangan ada
yang ribut! Bisakah kalian diam sejenak? Bagus itu kalau tidak ributki dengan mudah kita bisa memahami pelajaran. Masih ada yang mau ribut?
Mitra tutur : Tidak Penutur : Jadi, janganki ribut ya! Supaya pelajaran kita berjalan lancar.
Kita lanjut, kita harus selalu hidup rukun di rumah. Bagaimana caranya,sebagai anak kita harus menghormati orang tua, siapa yang dihormati?
Mitra tutur : Ayah Penutur : Anak menghormati orang tuanya, orang tua itu ayah dan ibu.
Yang punya kakak, kakak juga dihormati. Sebagai kakak menyayangi adik begitu supaya hidup rukun, kalau adayang di kerjakan dikerja bersama-sama.Jadi, hidup rukun harus selalu dibina dalam kehidupan
Mitra tutur : Iya, Bu! Penutur : Jadi kita tidak boleh seenaknya bicara tidak sopan kepada
orang tua. Nah, sehubungan dengan pelajaran yang lalu, ibu guru sempat memberikan soal kepada kita, nomor satu sudah terjawab dulu ya?
Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur : Yaitu keluarga terdiri atas orang tua dan anak-anaknya. Sudah
terjawab? Mitra tutur : Iya, Bu! Penutur : Ok, anak-anakku ada yang mau bertanya sebelum kita lanjut
ke soal berikutnya atau ibu mengulang-ulangi penjelasan tentang kerukunan supaya kalian memahami artinya kerukunan maka kalian juga dapat menerapkannya.
Mitra tutur : Iya, Bu! Penutur : Ya, jadi kita harus selalu membina kerukunan di rumah karena
yang kita pelajari sekarang khusus rukun di rumah, rukun bersama anggota keluarga di rumah. Jangan ada yang curang semuanya harus bekerja semuanya saling membantu kalau sudah makan ada yang angkat piring ada yang menyapu, ada
130
yang mengepel tempat makan jadi semuanyaambil bagian kecuali ayah dan ibu. Bagaimana bisa kalian mencobanyadi rumah?
Mitra tutur : Iye….. Penutur : Sangat gembira hatinya itu orang tua kalau dia minta tolong
sama kita langsung kita kerjakan. Siapa ini, ini Fitrah kenapa jalan.Jangan selalu ribut ya? Kalau ada yang ribut kita semua terganggu.Enak itu kalau tidak ribuk ki’?
Mitra tutur : Iye, Bu! Penutur :Jadi, senang hatinya bapak dan mama kalau kita sering
membantunya. Dan ingat jangan membangkang. Apa itu membangkang anak-anak?Membangkang namanya kalau disuruki lalu kita tidak peduli dan itu tidak boleh kita lakukan.
Mitra tutur : Iye Penutur : Apa dibilang kalau disuruhki sama orang tua? Apa yang kita
bilang.Randi ambil air Randi! Seharusnya kita bilang apa? Mitra tutur : (mitra tutur diam) Penutur : Insya allah ma, ok ma kecil itu ma insya allah akan saya kerja Mitra tutur : Kecil sekali Penutur : Sekarang kita lanjut, dengarkan baik-baik ya. Jangan dulu
bicara, kitaharus saling membantu, saling menghargai dan saling menghormati sesama anggota keluarga. Saya tanya ulang kita sebagai adik apa yangkita lakukan sama kakak?
Mitra tutur : Hormati………. Penutur : Kita lanjut lagi di’!Nomor berapa kemarin? Mitra tutur : Nomor lima Penutur : Nomor Mitra tutur : Nomor empat Penutur : Nomor berapa lagi yang tidak terjawab kemarin? Mitra tutur : Lima Penutur : Kemarinkan ibu guru hanya berikan soal emapt nomor! Sudah
terjawab nomor satu dan nomor dua. Nomor berapa lagi yang belum?
Mitra tutur : Tiga…… Penutur : Nomor tiga itu soalnya seperti ini. Coba lihat! Kita harus
menghormati…..dan……,apa yang di tulis di situ. Menghormati, siapa yang harus dihormati
Mitra tutur : Ayah,adik Penutur : Coba siapa bisa jawab yang dihormati adalah…… Mitra tutur : Kakak, adik Penutur : Soalnya seperti ini, coba perhatikan dan simak baik-baik. Kita
harus menghormati….dan……belum masuk kakak disitu. Siapa dahulu yang kita hormati sebelum kakak?
Mitra tutur : Mama Penutur : Iya, kita harus menghormati ibu dan …… Mitra tutur : Bapak
131
Penutur : Begitu! Mitra tutur : Iya, Bu! (Kegiatan Akhir) Penutur : Nah, untuk pelajaran PKn pada pagi hari ini tentang hidup
rukun dirumah saya kira cukup sekian namun saya harus pesankan bahwa setelah pulang di rumah jangan ada yang bermain saja, tapi apa yang kita lakukan?
Mitra tutur : Menulis Penutur : Ya latihan menulis, membaca, pokoknya jangan tidur sebelum
belajar walaupun waktunya sebentar saja ya? Ya cukup sekian pelajaran kita tentang hidup rukun di rumah. Ulangi pelajaran setelah sampai di rumah, Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
Mitra tutur : Waalaikum Mussalam Warahmatullahi Wabarakatu.