B. Jarum Bedah
Jarum (needle) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah teknik suture,
sehingga mengetahui konsep dasar tentang needle tersebut dapat membantu dalam
menguasai teknik suturing. Sebagaian besar needle tersebut terbuat dari stainless steel yang
tahan korosif dan melekat pada ujungnya benang melalui swage, yaitu lubang yang terdapat
pada pangkal needle, dimana benang dapat melekat di dalamnya. Needle harus cukup rigid
sehingga memungkinkan untuk dapat menembus jaringan tanpa menjadi bengkok, Diameter
yang cukup tanpa menyebabkan kerusakan jaringan sekitar, setipis mungkin sehingga tidak
meneyebabkan kebocoran. Ujung needle harus tajam untuk dapat menembus jaringan dengan
baik dan ukuran yang cukup besar sehingga dapat membawa benang tanpa ikut membawa
jaringan sekitarnya. Needle juga harus mempunyai ketajaman tiga dimensi yang
memungkinkan kita dapat memegang dengan baik dengan menggunakan needle holder tanpa
menyebabkan kerusakan jaringan lain yang tidak perlu.
Jarum bedah merupakan instrumen yang sangat penting dalam penjahitan bedah.
Pemilihannya disesuaikan dengan jaringan dan regio pembedahan. Kriteria umum yang
harus dimiliki oleh jarum bedah antara lain :
1. Mengandung bahan antikarat (stainless steel)
2. Cukup kuat untuk menembus jaringan tanpa menjadi bengkok
3. Tidak mudah patah
4. Ukuran yang ramping hingga tidak menimbulkan trauma pada jaringan
5. Tajam hingga dapat menembus jaringan dengan mudah
6. Stabil bila digunakan bersama instrumen (needle holder)
a. Anatomi jarum bedah
Surgical needle yang standar terdapat beberapa bagian yaitu : Needle Point, yaitu
ujung needle yang relatif lebih tajam dan memiliki diameter terkecil dibandingkan semua
bagian Needle. Swage adalah pangkal needle yang memiliki pegangan berupa lubang
atau celah untuk benang. Cord Length adalah jarak antara needle point dan swage apabila
ditarik garis lurus , sedangkan needle length adalah jarak antara swage dan needle point
dengan mengikuti lengkung lingkar luar needle. Radius adalah jarak antara pusat
kelengkungan needle dengan needle itu sendiri. Needle Diameter adalah ketebalan
needle pada setiap bagian.
b. Karakteristik Surgical Needle
Karakteristik dari surgical needle adalah :
1. Ketajaman dan kelengkungan
Ketajaman dan kelengkungan needle berkaitan erat dengan fungsinya. Seringkali
needle yang khusus hanya untuk satu jenis operasi saja, misalkan J-shaped, yang
digunakan hanya untuk operasi hernia femoralis.
1/4 Circle : Opthtalmic dan Microsurgery
3/8 Circle : Dipakai secara umum untuk semua jenis jaringan
1/2 Circle : Dipakai secara umum untuk semua jenis jaringan
5/8 Circle : Cardiovascular dan Cavitas (Oral, Nasal, Pelvis dll)
J-shaped : Untuk Femoral Hernia
2. Needle length dan diameter needle
(ukuran)
Potensial length dari needle, ditentukan oleh ketebalan bahan yang digunakan
dan rigiditas, ductility dan kekuatan sebuah needle menentukan ukuran needle.
Kenyataannya needle dengan diameter 66 mm dengan ultra-thin wire gauge akan
lebih mudah bengkok atau patah jika dibandingkan dengan needle yang pendek
dengan diameter yang tebal. Needle yang panjang lebih baik digunakan untuk
menjahit fasia dan kulit dengan bahan needle dan bahan yang lebih kuat. Needle yang
pendek seringkali digunakan untuk menjahit viseral dan pembuluh darah .
3. Mata needle dan bentuk melintang needle
Titik lubang yang dibentuk oleh needle ditentukan oleh bagian terujung dari
mata needle sampai diameter melintang yang terbesar dari needle. Terdapat empat
jenis lubang yang dibentuk oleh needle: yaitu :
a) Conventional Cutting, Reverse Cutting, Taper Point dan Blunt.
b) Conventional Cutting dan Reverse Cutting: digunakan dalam penjahitan kulit,
periosteum, tendon
c) Taper: Digunakan untuk jaringan yang gampang ditembus dan untuk mendapat
luka yang minimal
d) Blunt: Baik untuk menembus fascia dan aman pada glove.
4. Jenis perlekatan dengan benang jahit terhadap needle
Needle umumnya sudah melekat dengan benang yang akan kita gunakan.
Teknologi tersebut mulai dikenal beberapa dekade terakhir. Secara tradisional semua
needle memiliki 2 mata pada pangkalnya dan benang jahit harus dimasukkan pada
mata needle tersebut sebelum dipergunakan.
Terdapat dua macam perlekatan pada jarum-benang, yang pertama adalah tipe
eye, yang dewasa ini sudah mulai jarang digunakan karena kurang praktis dalam
pemakaianya dan menimbulkan trauma pada jaringan yang dijahit.
Tipe yang kedua adalah swedged, dimana benang sudah digabungkan dengan
jarum di dalam kemasan. Hal ini lebih disukai karena tipe ini menimbulkan trauma
yang minimal pada jaringan, selain itu penggunaan jarum pun tidak dapat diulang
sehingga mengurangi risiko penularan penyakit bagi pasien.
C. Tekhnik Suturing
a. Ligasi
Teknik yang digunakan dalam mengikat pembuluh darah dalam usaha homeostasis.
Ada dua macam teknik ligasi, yaitu :
1. Free tie / Freehand. Menggunakan benang serat tunggal. Setelah hemostat
dijepitkan pada ujung pembuluh darah, benang dilingkarkan ke sekeliling
pembuluh tepat dibawah hemostat, lalu simpul dikencangkan dengan menggunakan
jari.
Free Tie Stick Tie
2. Stick Tie / Suture ligature / Transfixion Suture. Adalah tehnik ligasi dengan
menggunakan jarum. Caranya, jarum dimasukkan di bawah pembuluh darah
kemudian diikat.
b. Jahitan Primer
Adalah jahitan yang mempertahankan aproksimasi tepi luka selama penyembuhan pada
kesempatan pertama.
1. Continous Suture / Running Stiches
Adalah suatu serial jahitan yang dibuat dengan menggunakan satu untaian
benang/bahan. Untaian benang/bahan.dapat diikat pada setiap ujung jahitan, dengan
cara mengikat kedua ujung benang. Cara ini dapat dilakukan dengan cepat,
meninggalkan sedikit benda asing pada luka, memperoleh kekuatan dari distribusi
tegangan seluruh jahitan sepanjang luka. Tarikan yang terlalu kuat harus dihindari
untuk mencegah putusnya jahitan yang akan merusak semua jahitan. Biasanya
digunakan diperitoneum atau fascia dinding abdomen. Untuk luka infeksi harus
menggunakan benang monofilament karena tidak mempunyai ruang yang dapat
digunakan untuk berkembang biaknya kuman. Macam jahitan yang terputus adalah
sebagai berikut :
a) Interlocking stitch, knotted at each end
b) Two strands knotted at each end and knotted in the middle
c) Looped suture tied to itself
d) Over and over running stitch
2. Interupted Suture
Teknik ini memerlukan lebih banyak benang karena setiap jahitan harus dibuat
simpul dan dipotong. Relatif lebih aman karena bila satu jahitan putus jahitan lainnya
tidak terganggu. Biasanya digunakan untuk luka yang terinfeksi, karena kuman
terlokasi dalam satu jahitan. Macam jahitan yang terputus adalah sebagai berikut :
a) Simple interrupted
b) Interrupted Vertical Mattress Suture
Indikasi utama penggunaan vertical matress suture adalah untuk mengangkat
permukaan pinggir luka.1-8 Vertical mattress suture sering digunakan pada bagian
tubuh pinggir luka mengalami kecenderungan untuk inverted, seperti posterior neck
atau luka yang terdapat pada permukaan yang concave. Beberapa peneliti percaya
bahwa penggunaan vertical mattress suture yang menyebabakan pinggir luka
mengalami eversi lebih baik dibandingkan teknik penjahitan luka yang lain.
3. Horizontal Mattress Suture
Teknik horizontal mattress suture adalah suatu teknik suture yang bertujuan
untuk membuat pinggir luka menjadi eversi (menjorok keluar) dan membagi rata
tekanan pada seluruh pinggir permukaan luka,7 Teknik ini dipergunakan biasanya
pada luka yang memiliki jarak kedua permukaan pinggir luka yang cukup jauh,
sehingga dipergunakana sebagai initial suture untuk mendekatkan dua permukaan
pinggir luka,7 Teknik suture ini juga cukup efektif dalam memegang permukaan
kulit luka yang rapuh seperti kulit pada orang tua dan orang yang mendapatkan
pengobatan steroid dalam jangka waktu lama.
4. Corner Stitch
Variasi dari teknik horizontal mattress suture dan half-buried horizontal
mattress suture, atau disebut juga corner stitch, banyak dipergunakan dalam
menutup luka di klinik–klinik.1 Teknik suture corner stitch dipergunakan untuk
mendekatkan pinggir luka yang membentu sudut tanpa menghilangkan atau
mengurangi suplai darah ke permukaan kulit tersebut.
5. Jahitan yang dikubur (buried)
Seluruh jahitan berada dibawah lapisan epidermal kulit. Bisa dilakukan
dengan menggunakan jahitan tidak terputus atau tidak terputus dan tidak diangkat
setelah operasi.
6. Jahitan pure-string
Merupakan jahitan tidak terputus pada sekitar lumen yang dikencangkan seperti
tali celana untuk membalikan bagian yang terbuka. Contohnya seperti pada
apendektomi.
7. Jahitan Subkutikuler
Adalah jahitan yang tidak terputus pada jaringan subkutan di bawah lapisan epitel.
Jalurnya searah atau paralel dengan luka. Jahitan dilakukan pendek-pendek, dibagian
lateral sepanjang luka. Setelah jahitan selesai dilakukan, kedua ujung tali diikat.
c. Jahitan Sekunder
Tujuan jahitan sekunder adalah untuk:
1. Memperkuat jahitan primer
2. Menghilangkan dead space
3. Mencegah akumulasi cairan pada luka abdominal selama proses penyembuhan.
4. Untuk penutupan luka sekunder karena kerusakan jahitan pada masa penyembuhan.
5. Umumnya digunakan benang tidak diserap.
Jahitan sekunder terdiri dari :
1. Jahitan sambung menyambung (through and through)
Jahitan yang dilakukan dari dalam ruang peritoneal melewati semua lapisan dinding
abdomen termasuk peritoneum.
2. Jahitan buried coaptation
Jahitan yang digunakan untuk menutup peritoneum. Memakai jahitan terputus
(interrupted), dengan cara menembus lapisan fascia hingga lapisan kulit.
d. Prinsip-Prinsip Dalam Membuat Simpul Ikatan
1. Kuat dan tidak mudah lepas, sederhana
2. Ikatan sekecil mungkin, ujung dipotong sependek mungkin
3. Tidak boleh ada gesekan antara untaian benang à melemahkan jahitan
4. Tidak boleh ada kerusakan materi jahitan
5. Tidak boleh terdapat tarikan yang berlebihan
6. Jangan menjahit terlalu kuat
7. Pertahankan tarikan pada satu ujung benang setelah ikatan pertama supaya lilitan
tidak longgar pada jahitan tidak terputus
8. Buat lilitan akhir sehorizontal mungkin
9. Jangan ragu–ragu merubah posisi pasien supaya letak simpul aman dan rata
e. Pengangkatan jahitan
Pengangkatan jahitan antara lain disesuaikan dengan daerah luka, kondisi luka, usia luka,
jenis benang yang digunakan, jenis tehnik jahitan. Jahitan mungkin ditinggalkan
terutama bila digunakan benang yang diserap. Pengangkatan dilakukan pada jahitan
kulit. Benang mungkin diangkat sekaligus atau berselang-seling dengan selang waktu1 –
3 hari.
Tabel 7. Suggested Removal Times for Interrupted Skin Sutures
Area Removal time (days)
Face 3 to 5
Neck 5 to 8
Scalp 7 to 9
Upper extremity 8 to 14
Trunk 10 to 14
Extensor surface hands 14
Lower extremity 14 to 28