A. Infiltrasi
Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan)
masuk kedalam tanah. Perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air
yang berasal dari infiltrasi ke tanah yang lebih dalam. Kebalikan dari
infiltrasi adalah rembesan (speege). Laju maksimal gerakan air masuk
kedalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi. Kapasitas infiltrasi terjadi
ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap
kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada
kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan.
Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk
kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi.Laju
infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan
intensitas curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang
tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi
air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai disekitar.
Mekanisme infiltrasi melibatkan 3 proses yang tidak saling
mempengaruhi :
a. proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah
b. tertampungnya air hujan tersebut didalam tanah
c. proses mengalirnya air tersebut ketempat lain (bawah, samping,
atas)
Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju
infiltrasi adalah sebagai berikut:
a. Tinggi genangan air di atas permukaan tanah dan tebal lapisan tanah
yang jenuh.
b. Kadar air atau lengas tanah
c. Pemadatan tanah oleh curah hujan
d. Penyumbatan pori tanah mikro oleh partikel tanah halus seperti
bahan endapan dari partikel liat
e. Pemadatan tanah oleh manusia dan hewan akibat traffic line oleh alat
olah
f. Struktur tanah
g. Kondisi perakaran tumbuhan baik akar aktif maupun akar mati (bahan
organik)
h. Proporsi udara yang terdapat dalam tanah
i. Topografi atau kemiringan lahan
j. Intensitas hujan
k. Kekasaran permukaan tanah
l. Kualitas air yang akan terinfiltrasi
m. Suhu udara tanah dan udara sekitar
Apabila semua faktor-faktor di atas dikelompokkan, maka dapat
dikategorikan menjadi dua faktor utama yaitu:
1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat
sehingga air mendapat kesempatan untuk terinfiltrasi (oppurtunity
time).
2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah.
Penentukan besarnya infiltrasi dapat dilakukna dengan melalui tiga
cara yaitu:
1. Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air
larian pada percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan
buatan (metode simulasi laboratorium).
2. Menggunakan alat ring infiltrometer (metode pengukuran lapangan).
3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode
separasi hidrograf).
Singh (1989) menyajikan beberapa model infiltrasi yang telah
diusulkan dan digunakan pada kebanyakan analisa hidrologi dan hidraulik
yang berkaitan dengan sistem keairan. Model - model tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelas yakni: (1) model empiris, dan (2) model
konseptual.
Model empiris menyatakan kapasitas infiltrasi sebagai fungsi waktu.
Dimana kadar lengas tanah memiliki sifat dinamis terhadap waktu, sehingga
laju infiltrasi ditentukan oleh kondisi lengas tanah mula-mula saat proses
infiltrasi mulai terjadi. Adapun model- model empiris infiltrasi diantaranya
adalah Model Kostiakov, Model Horton, Model Holtan dan Model Overton.
Uraian masing-masing model disajikan sebagai berikut:
a. Model Philip Tanah Dua-Lapis
Pada satu seri dari papernya, Philip memperkenalkan analisis dari
infiltrasi berdasarkan persamaan Fokker-Planck, atau persamaan aliran
untuk tanah homogen dengan kadar lengas tanah awal dan suplai air
yang berlebihan dipermukaan. Parameter S dan C merupakan fungsi
difusi air tanah awal dan kadar air permukaan dari tanah
Infiltrasi dapat diukur dengan cara berikut :
a. Dengan infiltrometer
Infiltrometer merupakan suatu tabung baja silindris pendek,
berdiameter besar (atau suatau batas kedap air lainnya) yang mengitari
suatu daerah dalam tanah (Seyhan, 1990). Ring infiltrometer utamanya
digunakan untuk menetapkan infiltrasi kumulatif, laju infiltrasi,
sorptivitas dan kapasitas infiltrasi. Ada dua bentuk ring infiltrometer,
yaitu single ring infiltrometer dan double atau concentric-
ringinfiltrometer. Single ring infiltrometer umunyaberukuran diameter
10-50 cm dan panjang atau tinggi 10-20 cm. Ukuran double ring
infiltrometer adalah ring pegukur/ring dalam umunya berdiameter 10-20
cm, sedangkanring bagian luar (ring penyangga/buffer ring) berdiameter
50 cm(Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2006). Untuk
tujuan tertentu sering digunakan ukuran ring yang lebih besar atau lebih
kecil. Namun demikian, pengguaan ring yang terlalu kecil juga
menyebabkan semakin tingginya tingkat kesalahan (error) pengukuran
(Tricker, 1978 dalam Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian,
2006).
Menurut dosen ilmu fisik tanah Bapak Suci Handayani, pada dasarnya
tidak ada perbedaan antara single ring infiltrometer dan double,
pengukuran dengan single ring infiltrometer dapat menggunakan
lingkaran tengah double ring infitrometer. Hanya saja yang membedakan
kedua alat tersebut adalah pendekatanya dimana untuk double ring
infiltrometer, ring bagian luar bertujuan untuk mengurangi pengaruh
batas dari tanah agar air tidak dapat menyebar secara lateral dibawah
permukaan tanah.
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1993), penggunaan double ring
infiltrometer, lingkaran luar digunakan untuk mencegah peresapan
keluar dari air dalam lingkaran tengah setelah meresap ke dalam tanah.
Ditujukan untuk mengurangi pengaruh rembesan lateral. Oleh karena
adanya rembesan lateral, sering menyebabkan hasil pengukuran dari
alat ini menjadi tidak mudah untuk diekstrapolasikan ke dalam skala
lapangan.
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1993) kedua jenis alat ukur
infiltrasi ini mempunyai persoalan-persoalan yang sama yaitu:
o Effek pukuan butir-butir hujan tidak diperhitungkan.
o Effek tekanan udara dalam tanah tidak terjadi.
o Struktur tanah sekeliling dinding tepi alat itu telah terganggu pada
waktu pemasukannya ke dalam tanah.
Menurut Dunne dan Leopold (1978) dalam Asdak (2010), dengan cara
ini hasil laju infiltrasi yang diperoleh biasanya lebih besar daripada
keadaan yang berlangsung di lapangan (infiltrasi dari curah hujan), yaitu
2-10 kali lebih besar.
Pengukuran kapasitas infiltrasi dilakukan dengan menggunakan
single dan double ring infiltrometer . Dimana kedua alat tersebut terbuat
dari baja untuk double ring infiltrometer diameter ring tengah 16,5 cm
serta tinggi 25 cm dan ring luar berdiameter 27,5 cm dengan tinggi 15
cm. Sedangkan untuk single ring infiltrometer merupakan ring yang
hanya menggunakan ring tengah double ring infiltrometer. Cara
penggunaanya sebagai berikut :
1. Double ring infiltration
Double ring dimasukkan ke dalam tanah sampai sedalam separuh
tinggi alat, dengan kedudukan diusahakan tegak lurus serta tanah
dalam silinder dijaga jangan sampai rusak atau pecah.
Untuk menghindari kerusakan struktur tanah dalam silinder, maka
sebelum dituangkan air terlebih dahulu permukaan tanah ditutup
plastik, baru kemudian dituangkan diatas plastik tersebut.
Sebelum penuangan air pada silinder tengah, maka silinder luar
sebaiknya diisi air terlebih dahulu supaya perembesan ke arah
luar terkurangi, ring tengah harus selalu terisi air saat
pengamatan.
Setelah diisikan ke dalam ring tengah dengan cepat plastik ditarik
dan ditambah air sampai ketinggian tertentu lalu dibaca skala
penurunan air setiap 15 menit sampai penurunan air dalam
silinder konstan.
Hal tersebut dilakukan juga terhadap titik-titik pengukuran
infiltrasi lainnya.
2. Single ring infiltration
Single ring yang merupakan silinder tengah dari double ring
dimasukkan ke dalam tanah sampai sedalam separuh tinggi alat,
dengan kedudukan diusahakan tegak lurus serta tanah dalam
silinder dijaga jangan sampai rusak atau pecah. Pengukuran
kapasitas infiltrasi dengan metode ini dilakukan pada jarak 1-2 m
dari lokasi pengukuran menggunakan metode double ring.
Untuk menghindari kerusakan struktur tanah dalam silinder, maka
sebelum dituangkan air terlebih dahulu permukaan tanah ditutup
plastik, baru kemudian dituangkan diatas plastik tersebut.
Setelah diisikan air, dengan cepat plastik ditarik dan ditambah air
sampai ketinggian tertentu lalu dibaca skala penurunan air setiap
15 menit sampai penurunan air dalam silinder konstan.
Hal tersebut dilakukan juga terhadap titik-titik pengukuran
infiltrasi lainnya. Model infiltrasi yang akan dipergunakan adalah
metode Horton:
f = fc + (f0 – fc).e-kt
Keterangan :
f = laju infiltrasi (cm/menit)
f0 = laju infiltrasi awal (cm/menit)
fc = laju infiltrasi konstant (cm/menit)
k = konstanta
t = waktu (menit)
B. Run Off
Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang
mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Air
hujan yang jatuh ke permukaan tanah ada yang langsung masuk ke dalam
tanah atau disebut air infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam
tanah dan oleh karenanya mengalir di atas permukaan tanah ke tempat
yang lebih rendah. Ada juga bagian dari air hujan yang telah masuk ke
dalam tanah, terutama pada tanah yang hampir atau telah jenuh, air
tersebut ke luar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke bagian yang
lebih rendah. Aliran air permukaan yang disebut terakhir sering juga disebut
air larian atau limpasan.
Bagian penting dari air larian dalam kaitannya dengan rancang
bangun pengendali air larian adalah besarnya debit puncak, Q (peak flow
atau debit air yang tertinggi) dan waktu tercapainya debit puncak, volume
dan penyebaran air larian. Curah hujan yang jatuh terlebih dahulu
memenuhi air untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, dan mengisi cekungan
tanah baru kemudian air larian berlangsung ketika curah hujan melampaui
laju infiltrasi ke dalam tanah.
Semakin lama dan semakin tinggi intensitas hujan akan
menghasilkan air larian semakin besar. Namun intensitas hujan yang terlalu
tinggi dapat menghancurkan agregat tanah sehingga akan menutupi pori -
pori tanah akibatnya menurunkan kapasitas infiltrasi. Volume air larian akan
lebih besar pada hujan yang intensif dan tersebar mera ta di seluruh
wilayah DAS dari pada hujan tidak merata, apalagi kurang intensif.
Disamping itu, faktor lain yang mempengaruhi volume air larian adalah
bentuk dan ukuran DAS, topografi, geologi dan tataguna lahan.
Kerapatan daerah aliran (drainase) mempengaruhi kecepatan air
larian. Kerapatan daerah aliran adalah jumlah dari semua saluran air/sungai
(km) dibagi luas DAS (km2). Makin tinggi kerapatan daerah aliran makin
besar kecepatan air larian sehingga debit puncak tercapai dalam waktu
yang cepat. Vegetasi dapat menghalangi jalannya air larian dan
memperbesar jumlah
air infiltrasi dan masuk ke dalam tanah
Aspek-aspek yang berpengaruh pada limpasan permukaan yakni
- Curah hujan = curah hujan, intensitas curah hujan dan frekuensi
hujan
- Tanah = jenis dan bentuk toprografi
- Tutupan = kepadatan, jenis dan macam vegetasi.
- Luas daerah aliran
Perhitungan Koefisien Runoff
Koefisien Air Larian
Koefisien air larian (C) adalah bilangan yang menunjukkan
perbandingan antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan.
dimana:
di = Jumlah hari dalam bulan ke-i
Q = Debit rata-rata bulanan (m3/detik) dan 86400 = jumlah detik dalam 24
jam.
P = Curah hujan rata-rata setahun (m/tahun)
A = Luas DAS (m2)
Misalnya C untuk hutan adalah 0,1 arti nya 10% dari total curah hujan
akan menjadi air larian. Angka C ini merupakan salah satu indikator untuk
menentukan apakah suatu DAS telah mengalami gangguan fisik. Nilai C
yang besar berarti sebagian besar air hujan menjadi air larian, maka
ancaman ero si dan banjir akan besar. Besaran nilai C akan berbeda -beda
tergantung dari tofografi dan penggunaan lahan. Semakin curam
kelerengan lahan semakin besar nilai C lahan tersebut. Nilai C pada
berbagai topografi dan penggunaan lahan bisa dilihat pada Tabel 4.1.
C. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah perpaduan dua proses yakni evaporasi dan
transpirasi. Evaporasi adalah proses penguapan atau hilangnya air dari
tanah dan badan-badan air (abiotik), sedangkan transpirasi adalah proses
keluarnya air dari tanaman (boitik) akibat proses respirasi dan fotosistesis.
Kombinasi dua proses yang saling terpisah dimana kehilangan air dari
permukaan tanah melalui proses evaporasi dan kehilangan air dari tanaman
melalui proses transpirasi disebut sebagai evapotranspirasi (ET).
Evapotranspirasi ditentukan oleh banyak faktor yakni:
a. Radiasi surya (Rd): Komponen sumber energi dalam memanaskan
badan-badan air, tanah dan tanaman. Radiasi potensial sangat
ditentukan oleh posisi geografis lokasi,
b. Kecepatan angin (v): Angin merupakan faktor yang menyebabkan
terdistribusinya air yang telah diuapkan ke atmosfir, sehingga proses
penguapan dapat berlangsung terus sebelum terjadinya keejenuhan
kandungan uap di udara,
c. Kelembaban relatif (RH): Parameter iklim ini memegang peranan
karena udara memiliki kemampuan untuk menyerap air sesuai
kondisinya termasuk temperatur udara dan tekanan udara atmosfit
d. Temperatur: Suhu merupakan komponen tak terpisah dari RH dan
Radiasi. Suhu ini dapat berupa suhu badan air, tanah, dan tanaman
ataupun juga suhu atmosfir.
1. Evaporasi
Jika permukaan penguapan adalah permukaan tanah, maka tingkat
penutupan tanaman pelindung (crop canopy) dan jumlah air tersedia
pada permukaan penguapan juga menjadi faktor yang mempengaruhi
proses evaporasi. Kejadian hujan, irigasi dan gerakan vertikal air dalam
tanah dari muka air tanah dangkal merupakan sumber pembasahan
permukaan tanah. Jika tanah dapat menyuplai air dengan cepat yang
memenuhi kebutuhan evaporasi, maka evaporasi dari tanah ditentukan
hanya oleh kondisi meteorologi. Akan tetapi, bila interval antara hujan
dan irigasi cukup lama dan kemampuan tanah mnegalirkan lengas ke
dekat permukaan tanah kecil, maka kandungan air di lapisan topsoil
meturun dan menyebabkan permukaan tanah menjadi kering. Pada
lingkungan dimana air terbatas, maka jumlah air tersedia menjadi faktor
pembatas. Berkurannya supplai air ke permukaan tanah menyebabkan
evaporasi menurun drastis. Proses ini mungkin akan terjadi dalam
beberapa hari
2. Transpirasi
Proses transpirasi meliputi penguapan cairan (air) yang terkandung
pada jaringan tanaman dan pemindahan uap ke atmosfir. Tanaman
umumnya kehilangan air melalui stomata.
3. Evapotranspirasi
Doonrenbos dan Pruitt (1977), menjelaskan bahwa untuk menghitung
kebutuhan air tanaman berupa evapotranspirasi dipergunakan
persamaan:
Koefisien konsumtif tanaman (Kc) didefinisikan sebagai perbandingan
antara besarnya evapotranspirasi potensial dengan evaporasi acuan
tanaman pada kondisi pertumbuhan tanaman yang tidak terganggu.
Dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan perhitungan
evapotranspirasi acuan tanaman (ETo), maka dimasukkan nilai Kc yang
nilainya tergantung pada musim, serta tingkat pertumbuhan tanaman
(Allen, et al., 1998).
4. Evapotranspirasi Acuan
Evapotranspirasi acuan (ETo) adalah nilai evapotranspirasi tanaman
rumput-rumputan yang terhampar menutupi tanah dengan ketinggian 8
– 15 cm, tumbuh secara aktif dengan cukup air, untuk menghitung
evapotranspirasi acuan (ETo) dapat digunakan beberapa metode yaitu
(1) metode Penman, (2) metode panci evaporasi, (3) metode radiasi, (4)
metode Blaney Criddle dan (5) metode Penman modifikasi FAO
(Sosrodarsono dan Takeda, 1983).
Menduga besarnya evapotranspirasi tanaman (Handayani, 1992), ada
beberapa tahap harus dilakukan, yaitu menduga evapotranspirasi acuan;
menentukan koefisien tanaman kemudian memperhatikan kondisi
lingkungan setempat; seperti variasi iklim setiap saat, ketinggian
tempat, luas lahan, air tanah tersedia, salinitas, metode irigasi, dan
budidaya pertanian. Beberapa metode pendugaan evapotranspirasi
acuan :
a. Metode Blaney – Cridle
b. Metode Thornthwaite
c. Metode Pan Evaporasi
d. Metode Penman
Metode Penman modifikasi (FAO) digunakan untuk luasan lahan
dengan data pengukuran temperatur, kelembaban, kecepatan angin
dan lama matahari bersinar (Doorenbos dan Pruitt, 1977).
Harga koefisien panci evaporasi (Kp) tergantung pada iklim, tipe
panci dan lingkungan panci. Untuk tipe Pan A yang dikelilingi oleh
tanaman hijau pendek makaharga koefisien panci berkisar antara 0,4
– 0,85 yang dipengaruhi oleh kecepatan angin dan kelembaban nisbih
udara rata-rata. Selanjutnya dikatakan untuk daerah tropis seperti
Indonesia dimana kecepatan angin lemah sampai sedang dan
kelembaban nisbih udara rata-rata diatas 70 %, harga Kp hanya
berkisar dari 0,65 – 0,85.
Linsley dan Franzini (1979), menganjurkan penggunaan nilai Kp =
0,70 yang umum digunakan di daerah tropis.