7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
1/16
INFEKSI SISTEM SYARAF PUSAT
Mohamed bakry, MD
Fernando pujol, MD
Kata kunci
Organisme penyebab meningitis bakterial adalah streptococcus pneumoniae Angka kejadianmeningitis yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae telah
menurun selama dekade terakhir karena penggunaan luas dari vaksin Hib Pencitraan neurologis harus dilakukan sebelum lungsi lumbal pada kasus yang
dicurigai sebagai meningitis jika pasien menderita papiledema, defisit neurologis
focal, atau perubahan status mental.
vancomycin harus disertakan pada terapin empiris inisial untuk meningitis untukmencangkup infeksi S. pneumoniae yang resisten.
Ampicillin harus disertakan pada terapi empiris inisial untuk meningitis jika pasienadalah seorang anak-anak, lansia, ibu hamil, atau pasien imunocompromise untuk
menanggulangi Listeria moncytogenesis.
Aminoglikosida tidak menembus sawar darah-otak pada dewasa Rasionalitas tindakan profilaksis setelah infeksi meningitis adalah untuk
menyingkirkan kemungkinan kolonisasi nasofaringeal
Diagnosis dan manajemen meningitis aseptik mungkin sulit jika dicurgai penyebabdisemua kasus adalah virus
Meningitis herpes biasanya mempengaruhi lobus temporal, dan cairan cerebrospinalcenderung menjadi hemmoragik
Dua organisme penyebab infeksi jamur pada sistem syaraf pusat adalahCryptococcus neoformansdan coccidoides immitis
Infeksi sistem syaraf pusat bisa mengakibatkan gangguan neruologis yang berat atau
kematian jika tidak terdiagnosa lebih awal dan diterapi dengan baik. Sangatlah penting
untuk menentukan kapankah dan atas indikasi apa seorang dokter memerlukan pungsi
lumbal, CT-scan, dan memulai terapi antibiotik. Sawar anatomi dan fisiologi mempengaruhi
pendekatan yang diperlukan pada pasien kritis dengan infeksi sistem syaraf pusat (central
nervous system= CNS). Sawar darah-otak (blood-brain barrier= BBB) mempengaruhi
penggunaan antimikroba; struktur anatomi mempengaruhi presentasi klinis sebagaimana
rute masuk dan penyebaran infeksi CNS. Infeksi CNS dapat muncul dengan agen-agen
bakteri, virus, fungal, dan protozoa (tabel 58-1).
7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
2/16
Meningitis
Meningitis merujuk pada inflamasi dari meningen, dan digambarkan dengan peningkatan
leukosit pada cairan cerebrospinal (pleositosis). Meningitis akut adalah sindrom yang
digambarjan dengan onset simptom meningeal selama beberapa hari. Meningitis aseptik
adalah sindrom yang digambarkan dengan meningismus dan pleositosis tapi tidak ada bukti
untuk menentukan etiologi dari iritasi meningeal hanya dengan melakukan pemeriksaan
rutin saja. Kultur bakteri dijumpai negatif pada pemeriksaan rutin. Istilah meningitis aseptik
tidaklah cocok karena agen infeksi dan nonifeksi dapat terlibat bersama-sama.
Meningitis bakterial akut
Epidemiologi
Meningitis bakterial merupakan ancaman serius kesehatan global, dengan perkiraan 171.00
kematian diseluruh dunia per tahun. Angka kejadian setiap tahunnya pada pasien yang
berumur lebih dari 16 tahun yaitu 4-6 kasus per 100.000 dewasa. bahkan dengan terapi
antimikroba dan tersedianya layanan perawatan intensif, angka kejadian kasus fatal pada
meningitis bakterial adalah 5%-10% pada negara maju, dan lebih tinggi lagi pada negara-
negara berkembang.
Etiologi
Organisme paling sering sebagai penyebab meningitis bakterial pada dewasa adalah
streptococcus pneumoniae, neisseria meningitides, dan haemophilus influenzae. N.Menigitidis adalah satu-satunya bakteri yang mampu menyebabkan epidemi meningitis.
Angka kejadian H. influenzae telah menurun karena telah meluasnya penggunaan vaksin
Hib. Streptococci grup B, lysteria monocytogenes, dan S. pneumoniae, merupakan
organisme yang paling sering mempengaruhi neonatus. Pada pasien usia lebih tua, termasuk
dewasa dan lansia, S. pneumoniae dan N. Meningitides menyebabkan 80% kasus pada
meningitis yang diderita orang dewasa.
Patogenesis
Meningitis bakterial merupakan hasil dari proses antara faktor host-spesifik dan mekanisme
pertahanan host. Detail pada topik ini sangatlah luas dan tidak disebutkan dalam artikel ini
namun faktor risiko berikut telah diidentifikasi: pneumonia, otitis media, sinusitis, trauma
kepala, bocornya CSF (cerebrospinal fluid=cairan cerebrospinal), penyakit sel sabit,
splenektomy, diabetes mellitus, alkoholisme, dan pelajar yang tinggaln di asrama.
Presentasi klinis
Trias klasik berupa demam, kaku kuduk, dan perubahan status mental hanya ditemukan
pada 2/3 dari seluruh kasus. Kelumpuhan syaraf kranial dan tanda serebral fokal dijumpai
pada 10-20% pada kasus tanpa komplikasi. Sakit kepala, nausea, muntah, dan fotofobia
7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
3/16
umum ditemukan. Kejang dialami sepertiga pasien. Ptekhie atau purpura dapat muncul
pada bakteremia meningococcal dan pneumococcal. Rinorhea dan otorhea merupakan
tanda adanya kebocoran CSF.
Diantara pasien yang kooperatif dengan demam dan sakit kepala, jolt accentuation test
mempunyai sensitivitas 100% dan spesifitas 54%. Tes ini dilakukan dengan meminta pasien
menolehkan kepalanya dari satu sisi ke sisi lainnya dua sampai tiga kali setiap detik, dan
kemudian pasien ditanya apakah sakit kepalanya memburuk atau tidak.
Tanda brudzinski mempunyai sensitifitas 97% dan tanda kernig memiliki sensitifitas 57%.
Tanda brudzinski dinyatakan positif jika fleksi pasif dari leher menghasilkan fleksi spontan
pada paha dan lutut. Tanda kernig dinyatakan positif jika percobaan untuk meluruskan kaki
selagi paha dan lutut yang ditekuk memberikan rasa sakit.
Diagnosis
Meningitis bakterial di tentukan dengan pemeriksaan CSF. Untuk menyingkirkan risiko
herniasi jika lesi massa intrakranial dijumpai, maka algoritme pada figure 58-1
direkomendasikan. Jika pungsi lumbal) tidak dapat dilakukan lebih awal pada pasien tanpa
papiledema, defisit neurologis focal, atau perubahan status mental, maka direkomendasikan
untuk memulai antibiotik dalam 30 menit sejak mulainya gejala dan berusaha untuk
melakukan analisis CSF sesegera mungkin.
Abnormalitas CSF klasik pada meningitis bakterial adalah meningginya tekanan pembukaan,
pleocytosis predominansi polimorfonuklear, menurunnya konsentrasi glukosa, dan
meningkatnya konsentrasi protein (tabel 58-2). Glukosa CSF biasanya normal pada
meningitis aseptik (seperti ensefalitis virus herpes simplex), sedangkan pada meningitis
bakteri dan meningitis TB glukosa CSF cenderung rendah. Limfositosis CSF biasa ditemukan
pada meningitis TB, virus, dan cryptococcus. Sampel traumatis dapat memberikan
peningkatan jumlah sel palsu. Hal ini bisa diperbaiki dengan menggunakan rasio 1:700
kelebihan WBC pada RBC ekstra. Pewarnaan gram dapat dengan cepat mengidentifikasi
organisme penyebab pada 60%-90% meningitis bakteri, dan kultur darah positif pada 50%
dari seluruh pasien.
Penatalaksanaan
Prinsip terapi antimikroba
Agen antimikroba harus menembus BBB. Agen tersebut juga memberikan aktivitas
bakterisidal didalam CHF dan dapat mematikan bakteri dengan cepat.
Terapi empiris
Antibiotik harus diberikan sesegera mungkin berdasarkan hasil pewarnaan gram atau tes
antigen bakteri cepat jika tersedia; jika tidak pilihan obat harus didasarkan pada umur dan
7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
4/16
faktor risiko pasien (tabel 58-3). Obat pilihan harus dapat mengatasi pneumococci resisten
penisilin dan cefalosporin dan juga mengikutsertakan cefalosporin generasi ketiga
(cefotaxim atau ceftriaxon) dan ditambah vancomycin. Ampicilin harus ditambahkan untuk
mengatasi L. monocytogenes jika pasien merupakan orang lanjut usia atau imunosupresif.
Untuk neonatus, ampicilin ditambah cefalosporin generasi ketiga (cefotaxim) ataugentamicin merupakan obat pilihan inisial, sedangkan pada pasien berumur 1 bulan hingga
50 tahun vancomycin ditambah cefalosporin generasi ketiga (ceftriaxon, cefotaxim) atau
meropenem merupakan terapi inisial yang adekuat. Jika pasien alergi terhadap penisilin,
trimetropin-sulfametoksazol (TMP-SMX) dan vancomycin bisa digunakan sebagai terapi
atlernatif.
Jika L. monocytogenes dicurigai atau pasien berumur lebih dari 50 tahun, maka regimen
pilihan harus termasuk ampicilin. Pasien yang dicurigai menderita kebocoran CSF harus
mulai dierikan vancomycin dan cefalosporin generasi ketiga (ceftazidin). Sangat pentinguntuk diingat bahwa aminoglikosida tidak menembus BBB kecuali pada neonatus, tapi
mereka dapat digunakan pada pasien dewasa melalui rute intrathecal.
Terapi spesifik
Jika etiologinya telah teridentifikasi, terapi antimikroba harus diberikan sesuai organisme
penyebab.
Durasi terapi
Durasi terapi selama ini didasarkan lebih pada tradisi daripada bukti pasti. Pengobatan
selama 7-10 hari direkomendasikan pada meningitis meningococcus, dan lebih lama (14-21
hari) direkomendasikan jika organisme penyebabnya adalah L. monocytogenes dan
streptococcus grup B. Basil gram negatif harus diterapi selama 21 hari.
Dexametason pada meningitis bakteri
Penggunaan steroid untuk terapi pada dewasa dengan meningitis bakteri selama ini masih
menjadi perdebatan. Para ahli menyarankan penggunaan dexamethason (10 mg setiap 6
jam selama 4 hari) diberikan pada seluruh dewasa dengan meningitis bakteri sedang hingga
berat terutama yang disebabkan oleh pneumococcus, 15-20 menit sebelum atau bersamaan
dengan dosis pertama antibiotik. Dexametason mengurangi inflamasi meningeal selama
penetrasi antibiotik melalui BBB. Hal ini dapat mengurangi penetrasi vancomycin kedalam
ruang subarachnoid. Direkomendasikan untuk mengulangi pungsi lumbal setelah 24 jam
pada pasien dengan meningitis bakteri.
Prognosis
Angka kematian tertinggi disebabkan oleh meningitis pneumococcal (kira-kira 25%), diikuti
oleh meningitis meningococcal (kira-kira 10%) dan H. influenzae (kira-kira 5%). Angkakematian meningitis basil gram negatif telah menurun dalam 10-15 tahun terakhir. Faktor
7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
5/16
prognosis yang memberatkan yaitu usia yang lanjut, adanya fokus infeksi lain, underlying
disease (leukimia, alkoholisme), osbtundasi, kejang dalam 24 jam pertama, dan penundaan
dalam pemberian terapi yang sesuai. Untuk jangka lama bisa terjadi hilangnya fungsi
pendengaran (14%), terganggunya fungsi kognitif (10%) dan defisit neurologis fokal
sebanyak 30%.
Management intensif meningitis bakteri
Pasien yang memiliki tanda kenaikan tekanan intrakranial, perburukan status klinis, kejang,
atau gangguan sistem lain harus di observasi secara ketat dan dirawat didalam unit rawatan
intensif. Maintenance untuk normovolemia, kontrol temperatur, dan elektrolit normal
merupakan terapi tambahan yang penting. Pasien-pasien ini cenderung akan menderita
sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat sehingga menimbulkan hiponatremia.
Penurunan kesadaran yang cepat mungkin disebabkan oleh adanya meningoensefalitis,
hidorsefalus, atau kejang (konvulsi atau non-konvulsi). Pemeriksaan radiologi dan diagnosis
yang tepat harus dilakukan sesegera mungkin pada pasien ini guna deteksi dan manajemen
dini. Penyebab yang paling sering adalah defisit fokal yang baru saja diderita seperti infark
fokal, komplikasi serebrovaskular empiema subdural, dan hilangnya fungsi pendengaran.
Tindakan profilaksis post-paparan meningitis
Semua dewasa dan anak-anak yang mudah terjangkit yang telah terpapar pasien dengan
meningits meningococcal atau H. influenzae harus dievaluasi untuk tindakan profilaksis
post-paparan.
Infeksi spirochetal CNS
Treponema pallidum dan borrelia burgdorferi dapat menginvasi CNS pada fase awal dan
lanjutan dari penyakit ini. Walaupun kebanyakan kasus tidak mebutuhkan monitoring
perawatan intensif, hal ini merupakan differensial diagnosis penting dari sindrom meningitis
aseptik (tabel 58-).
Ehrlichiosis monositik akut
Ehrlichieae merupakan penyakit yang disebarkan oleh kutu (parasit akarida penghisap darah
superfamili ixodoidea) berupa bakteri gram negatif. Manifestasi klinis berupa demam, sakit
kepala, mialgia, skin rash, konfusi, lethargi, potofobia, vertigo, ataksia, dan kejang.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya pansitopenia, kelainan hematologi khas
sebagai disseminated intravascular coagulation (DIC), peningkatan enzim hati, dan gagal
ginjal. Organisme penyebab hanya dapat dilihat pada 10-25% kasus yang dikenal sebagai
agregat intrasitoplasmik bakteri (juga dikenal sebagai morulae) didalam leukosit dalam
darah perifer, sumsum tulang, atau CSF. Diagnosis ditegakkan dengan peningkatan empat
kali lipat titer antibodi imunofluresens dari fase akut ke fase konvalesen. Doksisiklin
merupakan obat pilihan.
7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
6/16
Meningitis aseptik
Kondisi ini merupakan sindrom yang digambarkan dengan meningismus, pleositosis tetapi
tidak ada bukti yang menunjukukkan penyebab dari iritasi meningeal melalui pemeriksaan
rutin. Istilah ini mungkin tidak tepat karena agen infeksius dan non infeksius dapat termasuk
didalamnya.
Diagnosis, manajemen, dan terapi mungkin sulit jika dicurigai penyebabnya adalah virus
pada semua kasus. Diagnosis dapat dibuat dengan menggunakan tiga faktor: tingkat
kesadaran (pasien biasanya sadar penuh); tampilan klinis (lambat, menunjukkan
penyebabnya merupakan mikobakteri, jamur, sifilis atau parameningeal; atau cepat,
menunjukkan penyebabnya adalah virus atau bakteri); dan temuan fokal (tidak ditemui
pada jika etiologinya virus; ditemukan dengan abses otak atau fokus infeksi paramenigeal )
(tabel 58-5).
Ensefalitis
Ensefalitis adalah inflamasi otak yang disebabkan oleh invasi langsung dari agen infeksi atau
proses demielinasi yang mengikuti infeksi. Manifestasi klinis bervariasi dan tergantung dari
sel yang terkena.
Etiologi
Banyak agen infeksius yang terlibat pada perkembangan ensefalitis. Tabel 58-7
menyediakan informasi diagnostik yang dapat menolong untuk mengidentifikasi organismepenyebab.
Ensefalitis viral
Pasien biasanya memiliki gejala dan tanda meningitis dan penurunan kesadaran dari konfusi
menjadi koma. Tanda neurologis fokal dan kejang umum dijumpai. Kelemahan otot,
peningkatan reflek tendon dalam dan respon plantar ekstensor juga dapat dijumpai.
Pergerakan abnormal dan disfungsi pituitary hipotalmik dapat terjadi. Juga dimungkinkan
adanya keterlibatan medulla spinalis, peningkatan tekanan intrakranial, dan lumpuhnya
syaraf kranial.
Ensefalitis herpes
Ensefalitis virus herpes simplex memerlukan perhatian khusus karena virus ini merupakan
penyebab paling sering pada ensefalitis nekrosis fokal berat dan penyakit ini dapat diobati.
Deteksi dini dan pemberian asiklovir (10mg/kg IV setiap 8 jam selama 3-4 minggu)
mengurangi mortalitas dari 70% menjadi 28%.
Manifestasi klinis menunjukkan adanya gangguan pada lobus temporal sehingga kelakuan
penderita menjadi aneh, halusinasi, dan afasia. Pada pemeriksaan CSF, eritrosit mungkin
dijumpai karena sifat alami adanya proses nekrosis penyakit ini. Kadar glukosa normal pada
7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
7/16
saat pasien pertama kali diperiksa namun mungkin akan turun pada beberapa pemeriksaan
selanjutnya. Pemeriksaan HSV-PCR CSF adalah pemeriksaan pilihan. MRI biasanya
menunjukkan lesi pada lobus temporal medial dan lobus frontal inferior, seringkali
dihubungkan dengan edema serebral. EEG tidak spesifik; bagaimanapun juga, EEG normal
dapat mengaburkan diagnosis ensefalitis HSV.
Penatalaksanaan ensefalitis
Pasien yang sedang koma yang diakibatkan oleh ensefalitis atau ensefalitis postinfeksi dapat
membaik bahkan setelah periode tidak sadar yang lama. Untuk alasan ini, terapi suportif
diindikasikan. Kejang, hipotermia dan edema serebram harus dikontrol. Terapi antiviral
sudah tersedia untuk melawan HSV, VZV, herpes B (asiklovir), CMV (gansiklovir atau
foscarnet), dan HIV (agen antiretroviral). Vaksinasi juga tersedia untuk ensefalitis jepang dan
rabies. Kontrol vektor juga efektif untuk arbovirus.
Prognosis tergantung pada umur pasien, tingkat kesadaran pada saat pertama kali datang,
dan lama terjadinya ensefalitis. Glasgow coma score 6 atau kurang menunjukkan prognosis
yang jelek. Kemungkinan bertahan hidup meningkat hingga 100% jika asiklovir diberikan
sejak dini.
Penyakit prion manusia
Penyakit ini didefinisikan sebagai penyakit subakut dan neurodegeneratif fatal yang
menginfeksi manusia dan binatang. Ada tiga klasifikasi: sporadik, herediter, dan didapat.
Penyebab dari penyakit sporadik Creutzfeldt-jakob tidak diketahui. kasus herediter
dihubungkan dengan mutasi gen protein prion; kasus yang didapat disebabkan dari manusia
ke manusia atau binatang ternak ke manusia.
Tidak ada terapi tersedia untuk penyakit prion, dan kebanyakan kasus didiagnosa pada
waktu stadium akhir dari penyakit ini. Pengendalian penyakit prion tampaknya merupakan
tantangan besar bagi ilmuwan, dokter, pejabat kesehatan masyarakat.
Infeksi CNS fungal
Infeksi fungal pada CNS dapat menyerang pasien imunokompeten dan imunocompromise.
Manifestasi klinis bervariasi dan termasuk meningitis akut dan kronis, abses otak, dan
ensefalitis. Dua organisme sebagai penyebab terbanyak adalah Cryptococcus neoformans
dan Coccidiodes immitis.
Diagnosis infeksi fungal CNS cukup menantang karena bervariasinya manifestasi klinis,
sulitnya melakukan kultur dari organisme penyebab, dan pemeriksaan serologi yang kurang
dapat diandalkan untuk kebanyakan fungi. Penggunaan agen imunosupresif dan epidemi
AIDS telah menyumangkan peningkatan infeksi CNS yang disebabkan oleh fungi. Sangatlah
penting untuk mengetahui penyakit imunodefisiensi yang tersembunyi , jika dimungkinkan.Hal ini mungkin termasuk penurunan dosis kortikostreoid atau penggunaan
7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
8/16
immunomodulator untuk meningkatkan imunitas pasien. Terapi untuk infeksi CNS fungal
masih dikembangkan karena jarangnya infeksi ini terjadi. Tabel 58-8 menyimpulkan
rekomendasi saat ini untuk infeksi CNS fungal spesifik.
Infeksi CNS supuratif
Infeksi CNS supuratif memiliki akibat neurologis yang sangat berat dan memerlukan deteksi
dini. Hal ini termasuk abses otak, abses epidural spinal, empiema subdural, dan
tromboplebitis intrakranial septik.
Abses otak
Abses otak disebabkan oleh sebuah area inflamasi pada parenkim otak yang terus berlanjut
membentuk area nekrosis supuratif yang terlokalisasi. Sumber infeksi paling sering adalah
penyebaran lokal dari fokus infeksi terdekat (seperti otitis media, mastoiditis, sinusitis, atau
infeksi gigi). Infeksi pada situs-situs tersebut menyebabkan tromboplebitis pada vena
mucosa cranium. Infeksi kemudian menyebar ke sinus vena dural, vena subdural, dan terus
ke vena serebral. Hal ini menyebabkan infeksi ruang subdural tanpa infeksi ekstradural atau
ostemomielitis. Penyebaran hematogen dari fokus septik jauh bertanggung jawab pada 25%
kasus abses otak. Patogen yang paling umum adalah spesies S. aureus, anaerob oral (spesies
bakteriodes dan fusobakterium), enterobacteriaceae, dan pseudomonas. Actinomyces,
nocardia, fungi, S. pneumoniae, protozoa, dan N. Meningitidesn lebih jarang dijumpai.
Infeksi biasanya polimikrobial. Pasien biasanya mengeluhkan sakit kepala, demam, nausea,
muntah, perubahan status mental, kejang, papiledema, dan kelumpuhan syaraf kranial
(terutama N. III dan N. IV), defisit neurologis motor atau sensori lain. MRI atau CT-scan otak
merupakan pemeriksaan penunjang inisial pilihan. CT-scan otak dengan kontras akan
menunjukkan peningkatan noduler dengan area intensitas rendah tanpa disertai
peningkatan ada serebritis awal. Kemudian, lesi seperti cincin dengan pusat hipodens akan
tampak lebih jelas. Pencitraan MRI dengan diperkuat T1 gadolinium memperjelas kapsul
abses tersebut, gambaran T2 akan menunjukkan edema disekitar abses. Terapi paling efektif
adalah dengan antibiotik dikombinasikan dengan pembedahan aspirasi atau eksisi. Aspirasi
stereotaktik dengan panduan CT atau pembedahan eksisi ditunda jika abses tidak dapat
diakses melalui pembedahan, multipel, atau pada stadium serebritis awal. Abses kurang dari2.5 cm dapat diobati dengan antibiotik. Pilihan antibiotik tergantung pada organisme paling
mungkin, kondisi predisposisi, skenario paling mungkin, dan hasil mikrobiologi jika tersedia
lebih awal.pilihan antibiotik inisial harus dikombinasikan dengan metronidazol dan penisilin
atau cefalosporin generasi ketiga. Cefalosporin generasi ketiga harus disertakan pada pasien
dengan sinusitis untuk mengatasi H. influenzae. Pada pasien dengan trauma kepala,
endokarditis infektif, atau prosedur pembedahan neurologi, harus dicurigai adanya
keterlibatan S. aureus. Data-data yang ada masih sedikit karena penggunaan fluorokuinolon.
Amfoterisin B digunakan jika infeksi fungal dicurigai atau diketahui. pyrimethamin dan
sulfadiazin digunakan untuk mengobati toxoplasma gondii. Antibiotik parenteral harusdiberikan selama 6-8 minggu, diikuti dengan 2-3 bulan terapi antimikroba oral. Drainase
7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
9/16
bedah direkomendasikan pada pasien dengan keadaan neurologis tidak stabil dengan
diametes abses tidak lebih dari 3 cm, abses fossa posterior, atau abses yang dekat dengan
permukaan ventrikular (untuk mencegah ruptur hebat kedalam sistem ventrikel).
Dexametason mungkin dapat mencegah enkapsulasi, mengurangi perburukan nekrosis, dan
membantu penetrasi antibiotik; direkomendasikan hanya untuk waktu yang singkat pada
pasien dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial, edema otak yang signifikan, atau
efek massa. Follow up dilakukan secara klinis dan dengan CT-scan atau MRI otak setiap dua
minggu dan pada perubahan tanda klinis apa saja.
Abses epidural spinal
Abses epidural spinal merupakan daerah terlokalisasi nekrosis supuratif pada ruang yang
terletak diluar duramater tetapi didalam kanal spinalis. Faktor risiko termasuk diabetes
mellitus, allkoholisme, infeksi HIV, injeksi obat, intervensi bedah, dan penyakit degeneratif.Infeksi mencapai ruangan ini melalui penyebaran lokal dari fokus septik jauh. S. aureus
merupakan pathogen paling umum dan insidensi S. aureus resisten metichillin meningkat
dibanyak rumah sakit. Pathogen yang lebih jarang yaitu streptococci, anaerob, dan gram
negatif. Yang lainnya termasuk mycobacterium tuberculosis, spesies Candida, dan spesies
Aspergillus. Trias klasik adalah sakit pada punggung, demam, dan melunaknya vertebra
lokal. MRI merupakan alat diagnosis pilihan. Drainase bedah dan terapi antibiotik yang lama
untuk mengatasi S. aureus harus diberikan sesegera mungkin untuk mencegah gangguan
neurologis yang irreversibel. Laminectomy dekompresif mungkin tidak bergitu
menguntungkan pada pasien dengan paralysis yang berlanjut lebih dari 24-48 jam. Paralisisireversibel dapat muncul pada 4%-22% kasus.
Empiema subdural
Empiema subdural adalah infeksi supuratif yang berkembang antara duramater dan
arachnoid mater. Infeksi biasanya menyebar secara lokal dari meningitis (dijumpai pada bayi
dan balita), atau dari sinus frontal, ethmoid, mastoid, atau sphenoid, septicemia, atau
sebagai komplikasi trauma atau pembedahan. Organisme yang peling umum adalah
streptococcianaerob dan aerob, sthapylococci, H. influenzae, dan basil gram negatif.
Pasien mungkin saja memiliki riwayat penyakit tersembunyi seperti sinusitis atau infeksi
pulmonal. Kebanyakan pasien mengeluhkan sakit kepala, demam, perubahan status mental,
kejang dan defisit neurologis fokal. MRI adalah pemeriksaan pilihan; pungsi lumbal
dikontraindikasikan karena peningkatan tekanan intrakranial dan kemungkinan herniasi
serebral.
Terapi pilihan adalah drainase bedah segera dan terapi antibiotik parenteral selama empat
minggu.
Tromboplebitis intrakranial septik
7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
10/16
Tromboplebitis intrakranial septik adalah trombosis vena septik pada pembuluh darah
kortikal dan sinus. Biasanya diikuti dengan infeksi sinus-sinus paranasal, telinga tengah,
mastoid, meningen, ruang subdural atau epidural, dan infeksi kulit bagian wajah. Organisme
paling umum ditemui adalah S. aureus, staphylococci koagulatif-negatif, streptococci, basil
gram negatif, dan anaerob. Manifestasi klinis tergantung dari sinus yang terkena (tabel 58-9). MRI lagi-lagi menjadi pemeriksaan penunjang pilihan. Bedah drainase dengan
pengangkatan tulang yang terinfeksi atau abses, dan penggunaan antibiotik spektrum luas
merupakan terapi pilihan. Penggunaan antikoagulan masih menjadi kontroversial karena
peningkatan risiko pendarahan intrakranial, walaupun data-data terbaru menunjukkan
tingkat kematian yang menurun, terutama jika diberikan pada tahap-tahap awal penyakit.
Kesimpulan
Infeksi CNS memiliki tingkat mortalitas dan morbiditas yang luar biasa jika tidak terdeteksi
lebih awal dan diberikan terapi yang benar. Setiap pasien dengan perubahan status mental
dan sindrom sepsis harus dievaluasi untuk kemungkinan infeksi CNS. Direkomendasikan
untuk melakukan pemeriksaan CT-scan atau MRI lebih awal. Semua pasien dengan
kemungkinan infeksi CNS harus diperiksakan kultur darahnya lebih awal sebagai tambahan
kultur terhadap daerah spesifik infeksi. Penundaan dalam memulai terapi antimikrobial yang
cocok karenan menunggu hasil kultur atau menggunakan antimikrobial yang tidak dapat
menembus BBB dapat memperburuk keadaan. Penundaan dalam menerapkan prosedur
bedah yang dibutuhkan untuk mengobati infeksi CNS juga dapat menyebabkan prognosis
yang jelek atau bahkan kematian. Pembedahan syaraf dan konsultasi penyakit infeksi lebih
awal dapat memberikan prognosis yang baik. Banyak pasien dengan infeksi CNS dapat
mempertahankan jalan nafas, tapi pada mereka yang tidak dapat mempertahankan jalan
nafas, harus dipertimbangkan untuk intubasi dan ventilasi mekanik lebih awal.
7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
11/16
Tabel 58-1 infeksi CNS pada pasien dengan keadaan umum jelek
organisme Penyakit
Bakteri Meningitis
Abses otak
Empiema subdural
Abses epiduralTrombosis sinus vena septik
Spirochetal Sifilis
Lyme disease
Viral Meningitis viral
Ensefalitis viral
Poliomielitis
Infeksi CNS viral kronik
Herpes zoster
Ensefalomielitis post-viral
Mielitis transversal
MielopatiNeuritis optik, tuli, dan vertigo
Parasit Protozoa
Helmintik
Fungal Cryptococcus neoformans
Coccidiodes immitis
Histoplasma capsulatum
Biastomyces dermatidis
Candidaspesies
Aspergillusspesies
Zygomycosis
Tuberculosis Meningitis tuberculomaTuberculosa spinal
papiledema, defisitneurologis fokal, atau
perubahan statusmental
tidak dijumpai
pungsi lumbal
antibiotik
dijumpai
kultur darah danantibiotik**
neuroimaging
pungsi lumbal*
7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
12/16
*terapi antibiotik dalam 2-4 jam sebelum pungis lumbal sepertinya tidak berpengaruh pada biokimia
atau biologi CSF dalam menegakkan diagnosa meningitis
** antibiotik harus diberikan dalam waktu 30 menit pertama
Figure 58-1. algoritma pendekatan untuk diagnosis pasien tersangka meningitis.
Tabel 58-2 temuan klasik pada pemeriksaan CSF pada infeksi CNF
Sel/mL %PMN Glukosa Protein
Meningitis bakteri 500-10.000 >90
7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
13/16
Tabel 58-4 infeksi spirochetal pada CNS
Sifilis Lyme disease
Etilogi T. pallidum Borelia burgdorferi
Presentasi klinis Meningitis limpositik
Pada sifilis sekunder
Neurosifilis akir(meningovaskular, spinal,
parenkimatus, dan okuler)
Penyakit neurologistahap awal (2-8
minggu): kelumpuhansyaraf kranial,
meningitis atau
meningoensefalitis, dan
neuritis perifer atau
radiculoneuritis
Penyakit neurologitahap akhir (beberapa
bulan): kelelahan
kronis, disfungsi
kognitif, kejang,
ataksia, dan neuraptiperifer
Diagnosis Tes VDRL CSF positif.
Pleositosis mononuklear,
peningkatan protein, dan
hypoglychorrachia sedang
Peningkatan antibodi spesifik
terhadap B. Burgdorferi pada
CSF dan pleositis limpositik
pada fase awal penyakit
Terapi Penisilin G atau ampisilin Penisilin aqua, cefalosporin
generasi ketiga (ceftriaxon),
atau doxyccyclin*
Terapi IV pada pasien dengan meningitis yang tidak dapat menerima penisilin atau ceftriaxon dan
terapi PO pada pasien dengan kelumpuhan syaraf kranial.
Tabel 58-5 penyebab meningitis aseptik
Abses otak
Abses epidural
Fungal
HIV
Amebic
Sifilis
Tuberkulosis
Fokus parameningeal dari Infeksi (otitis, sinusitis) Endokarditis infektif
Herpes simplex virus-2
Lyme disease
Paparan kimia
Obat-obatan
Leptospiral
Meningitis mollaret
Sarkoidosis
Behcet disease
Meningitis neoplastikMeningitis viral (paling sering)
7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
14/16
Systemic lupus erithematosus
Tabel 58-6 presentasi klinis ensefalitis
Sel yang terkena Temuan klinis
Infeksi neuronal Kejang fokal atau umumKeterlibatan oligodendroglia Demielinasi
Infeksi kortikal atau edema parenkim reaktif Perubahan kesadaran
Keterlibatan batang otak Koma atau gagal nafas
Infeksi mikroglia dan makrofag Disfungsi neurologi melalui efek tidak langsung
dari fungsi neuronal
Tabel 58-7 petunjuk diagnostik ensefalitis
Ensefalitis herpes simplex Perubahan kepribadian, halusinasi dan afasia
umum ditemukan (sebagai akibat keterlibatan
lobus temporal)Rabies Riwayat gigitan binatang. Rabies mungkin
dimulai dengan parestesia fokal pada tempat
gigitan dan agarophobia
Ensefalitis jepang Sindrom parkinson umum ditemukan
West nile encephalitis (WNE) Dihubungkan dengan koma pada 15% kasus,
depresi reflek tendon, kelemahan otot difus,
paralisis flaksid, dan gagal nafas (polineuropati
axon motor dengan serat sensori yang masih
tersisa, tidak seperti sindrom Gullian-Barre)
Lyme neuroborreliosis Umum ditemui kelumpuhan syaraf kranial
Lyme disease, rocky mountain spotted fever(RMSF), tifus, dan virus varicella-zoster
Lesi kulit yang khas
Infeksi mycoplasma, coxsackievirus, dan infeksi
echovirus
Exantema
RMSF, lyme disease, ehrlichiosis dan colorado
tick fever
Riwayat gigitan kutu
Creutzfeldt-jakob disease, subacute sclerosing
panencephalitis, HIV encephalopathy dan
mielopati, parapresis spastik tropis dan
eukoensefalopati multifokal progresif
Penyakit progresif lambat dengan onset
tersembunyi dan tidak ada demam
Mycobakteri, infeksi fungal, dan beberapa infeksi
bakteri (spirochetes, brucella)
Seringkali kronis, tapi pada beberapa kasus
(termasuk mucormycosis), dapat berupaserangan akut
Malaria, ehrlichia, borrelia dan trypanosoma Apusan perifer yang khas
HSV, acute necrotizing hemmoragic
leukoencephalitis, dan naegleria
Terdapat jumlah darah merah yang signifikan
pada CSF
Naegleria, nocardia, actinomyces, Candida, atau
aspergilus
Respon polimorfonuklear
Tabel 58-8 infeksi sistem CNS
Organisme Faktor risiko
Tampilan
penyakit Temuan CSF TerapiCryptococcus Cell-mediated Meningitis Leukosit rendah AmB 5-FC
7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
15/16
neoformans immunodeficiency
(contohnya: AIDS,
kortikosteroid,
transplantasi
organ)
Lesi massa
Hidrosefalus
Apusan tinta
india, kultur, dan
tes antigen
polisakarida
positif
Aspergillusspp. Neutropenia
Kortikosteroid
Injeksi obat
Pecandu
Diabetes mellitus
TB
Pasien post-
operasi
Single atau
multipel
Abses serebral
Meningitis
Abses epidural
Pendarahan
Subarachnoid
PCR CSF dan tes
antigen
Kultur CSF tidak
sensitif
AmB
Itrakonazol
Atau vorikonazol
Pengangkatan
jaringan terinfeksi
Candida spp.
(kecuali glabrata,
dan Krusei)
Neutropenia
Kortikosteroid
Kateter IVDefek leukosit
polimorfonuklear
Preamturitas
Meningitis
Ventrikulitis
Lesi parenkimalseperti abses atau
granuloma
Predominansi
neutrofil atau
mononuklear CSFKultur CSF positif
pada 50% kasus
AmB atau:
Flukonazol
Flucytosine dapatditambahkan
pada terapi AmB
Pengangkatan
alat prostetik jika
berhubungan
dengan prosedur
neurologis
Blastomyces
dermatitis
Tidak diketahui Meningitis
Lesi massa
parenkim
(blastomycoma)
Kronik
Neutrofilik
Pleositosis
Sitologi CSFpositif
AmB atau
flukonazol dosis
tinggi
Coccidiodes
immitis
AIDS
Kortikosteroid
Meningitis
Massa
intrakranial
Arachnoiditis
spinal dan
hidrosefalus
obstruktif
Vaskulitis serebral
dengan infark
Pleositosis CSF
(eosinofilia CSF
pada 70% kasus)
Complement-
fixing antibodi
CFA positif pada
CSF
Diagnosis
dilakukan dengan
kultur fungal yangpositif
Flukonazol oral
Itrakonazol
Intratekal AmB
azole pada pasien
yang tidak
memberikan
respon pada
terapi dengan
azole saja
Hidrosefalushampir selalu
memerlukan
tindakan
dekompresi
Histoplasma
capsulatum
AIDS
Kortikosteroid
Meningitis
Granuloma atau
lesi parenkim lain
Jarang
menginfeksi
medulla spinalis
Serologi untuk
antibodi dan
antigen pada CSF
Kultur CSF positif
hanya pada 10-
30% kasus
AmB diikuti
dengan
flukonazol
Lesi parenkimal
jarang
membutuhkan
eksisi bedahZygomycetes Diabetes mellitus Rhinocerebral Tidak ada tes Pembedahan
7/22/2019 Infeksi Sistem Syaraf Pusa1 (Autosaved) (Autosaved)
16/16
(mucorales) Deferoxamin
Pengguna obat IV
Mucomycosis
Infark dan
trombosis
serebral
serologi tersedia ditambah AmB IV
setiap hari hingga
terjadi perbaikan,
kemudian QOD
hingga total dosis
2,5-3 g
Tabel 58-9 presentasi klinis tromboplebitis intrakranial septik
Trombosis sinus sagital superior Sakit kepala, kejang, perubahan status mental
cepat menurun menjadi stupor dan koma dan
kelemahan ekstremitas bawah dengan tanda
babinski
Trombosis sinus cavernosus Demam tinggi, sakit kepala, malaise, nausea, dan
muntah. Pasien juga akan mengeluhkan sakit
retroorbital, proptosis, ptosis, diplopia, kemosis,
opthalmoplegia, berkurangnya reflek kornea,dan tanda defisit syaraf kranial (II,IV,V, dan VI)
Trombosis sinus lateral Sakit kepala, demam, sakit telinga, muntah,
vertigo, hyperesthesia, dan kelumpuhan syaraf-
syaraf wajah
Trombosis sinus petrosal superior Rasa sakit ipsillateral, defisit sensori, atau kejang
lobus temporal
Trombosis sinus petrosal inferior Gradenigo syndrome (rasa sakit pada wajah
ipsilateral dan kelemahan rektus lateral)