PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
706
IMPLEMENTASI LAYANAN SELF SERVICE BAGI
NARAPIDANA DAN PENGUNJUNG DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN
Elsafira Maghfiroti Resyanta1, Puspitadini Cahyaning Utami2, Saraswati3
Politeknik Ilmu Pemasyarakatan
[email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Layanan informasi self service yang saat ini sedang banyak di sorot oleh publik merupakan sebuah
legitimasi pelayaan tanpa pungutan liar. Self service di wilayah pemasyarakatan ialah sebuah inovasi
untuk menjalankan transparansi layanan pemasyarakatan berbasis teknologi informasi guna
mempermudah pemberian hak-hak kepada narapidana. Dengan jumlah Unit Pelaksana Teknis
(UPT) yang ada dibawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per tanggal 21 November 2019
sebanyak 358 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan 165 Rumah Tahanan Negara (Rutan), sudah
banyak UPT Pemasyarakatan yang menggunakan layanan self service. Dengan adanya self service
warga binaan pemasyarakatan tidak perlu lagi untuk langsung bertatap muka dengan petugas tentang
hak-haknya. Warga binaan pemasyarakatan bisa mengakses sendiri identitas pribadi mereka dan
juga dapat melihat informasi mengenai masa penahanan, tanggal bebas, lalu semua hak yang akan
didapatkan seperti remisi, tanggal bisa mengikuti program asimilasi dan mendapatkan pembebasan
bersyarat. Hanya dengan menggunakan deteksi sidik jadi (finger print) wargabinaan pemasyarakatan
dapat mengakses semua itu dalam bentuk Sistem Database Pemasyarakatan (SDP). Penelitian ini
akan mengangkat permasalahan mengapa pelaksanaan layanan self service di UPT Pemasyarakatan
belum berjalan optimal?. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui efektifitas dari
layanan self service bagi narapidana dan tahanan. Penelitian ini menggunakan pedekatan
penelitian kualitatif dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumen yang selanjutnya
diolah dan dianalisis secara kualitatif. Hasil dari penelitian ini dapat menunjukan bahwa layanan
self service sangat diperlukan di setiap Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan. dapat
mempermudah warga binaan pemasyarakatan serta mendukung program wbk wbbm saat ini.
Kata kunci : Layanan; Self Service; Narapidana; Tahanan
ABSTRACT
The self-service information service that is currently being highlighted by the public is a legitimate
service without illegal levies. Self-service in the penal area itself is a inovation in implementing
transparency of information technology-based correctional services to facilitate the granting of
rights to prisoners. With the number of Technical Implementation Units (UPT) under the Directorate
General of Corrections as of November 21, 2019, there were 358 Penitentiaries (Lapas) and 165
State Detention Houses (Detention Centers), many Correctional UPTs were using self service
services. With the self-service prisoners, there is no need to directly face-to-face with officers about
their rights. Correctional assisted residents can access their personal identities and can also view
information on detention periods, free dates, and rights obtained such as remissions, dates when
they can participate in the assimilation and parole program. Only by using finger print detection of
correctional services can access all of that in the system of the Correctional Database System
(SDP). This research will raise the issue why the implementation of self service services in UPT
Penitentiary has not been running optimally ?. This research was conducted to determine the
effectiveness of self service services for inmates and detainees. This study uses a qualitative research
approach with observation, debriefing, and literature study techniques which are then processed
and analyzed qualitatively. The results of this study can show that self service is needed in every
Penitentiary Technical Implementation Unit. can facilitate correctional fostered citizens and
support the current wbk wbbm program.
Keywords: Service; Self Service; Inmate; Prisoner
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
707
PENDAHULUAN
Seiring berkembangnya zaman teknologi di dunia semakin modern,
sehingga membuat pemerintahan suatu negara berkembang harus selalu mengikuti
berkembangnya teknologi. Sekarang ini teknlogi telah menjadi menjadi suatu
kebutuhan dari masyarakat urban, di mana teknologi menjadi suatu tuntutan yang
sangat dasar dari sebuah pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah dengan
tujuan untuk mendapatkan suatu pelayanan public secara efektif dan efisien
seiring dengan perkembangan paradigm dari Old Public Administrtation hingga
Dynamic Governance mempunyai hubungan yang begitu kental dengan
berkembangnya suatu teknologi. Pada dewasa masyarakat suatu negara
mempunyai peran besar dalam berjalannya suatu pemerintahan, masyarakat
mempunyai tuntuan yang sangat besar akan adanya suatu pelayanan publik guna
mampu meraih pelayanan publik yang prima (Buchari, 2016)
Pengaruh dari lingkungan dan globalisasi akan membawa dampak kepada
ciri dari masyarakat yang berbasis informasi, membuat organisasi publik dituntut
untuk memberikan suatu pelayanan yang lebih berkualitas yang tercermin dari
adanya suatu prinsip-prinsip Good Governanceyaitu: transparan, akuntabilitas,
hak yang sama, hak yang seimbang dan kewajiban, responsive, efektif dan
efisien. Teknologi Informasi ialah studi atau peralatan elektronika, misalnya
komputer, untuk menyimpan, menganalisa,dan menyampaikan berbagai
informasi, mulai dari kata, angka, dan gambar. Teknologi Informasi ialah alat
yang digunakan untuk membantu suatu pekerjaan dengan informasi dan
menjalankan tug berkaitan dengan sebuah proses informasi. (Hofman, 2010).
Menurut Okut-Uma dan Caffrey e-Government diartikan sebagai the
processes and structures pertinent to the electronic delivery of government
services to the public (Proses dan struktur yang berkaitan dengan pengiriman
elektronik layanan pemerintah kepada masyarakat). Isu e-governance mulai
memasuki arena pembangunan di Indonesia didorong oleh adanya dinamika yang
menurut perubahan-perubahan disisi pemerintahan. Governance disini diartikan
sebagai mekanisme,praktek dan tata cara pemerintahan dan mengatur sumber daya
serta pemecahan masalah publik, (Sumarto, 2004) gagasan inovatatif bisa muncul
dimana saja,tetapi kesempatan untuk melakukan tindakan nyata untuk
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
708
merealisasikan gagasan tersebut tidak mudah untuk itu perlu ketekunan dan
konsistensi.
Indonesia saat ini masuk ke dalam kategori korupsi yang kritis, hal ini
disebabkan oleh buruknya sistem pemerintahan di Indonesia, dikarenakan
Indonesia masih belum melaksanakan prinsip-prinsip pengelolaan pemerintahan
yang baik (good government). Oleh karena itu tidak mengherankan apabila
Indonesia berdasarkan survey transparansi Internasional indeks persepsi korupsi
Indonesia tetap berada di urutan 89 sejak tahun 2017-2018.
Reformasi birokrasi ialah sebuah program perubahan pemerintahan yang
memiliki tujuan untuk menciptakan pemerintahan yang baik, efektif dan efisien,
gerakan reformasi birokrasi ini pertama kali di cetuskan oleh Kementrian
Pendayaguaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN-RB) sebuah
pemeritahan dapat di katakan baik dan bertanggung jawab apabila 9 komponen
pentingnya tercapai. Menurut United Nation Development Program (UNDP)
dasar yang diterapkan pada cara mengelola Pemerintahan yang Baik (Good
Governance) ialah :
1) Partisipasi Setiap Orang atau Warga
Setiap warga negara mempunyai hak untuk memberikan pendapat yang
sama dalam setiap pengambilan suatu keputusan, melalui langsung maupun
melalui lembaga perwakilan, sesuai seperti kehendak dan aspirasi mereka.
Partisipasi perlu diterapkan dalam suatu kebebasan yang berserikat dan
berpendapat, juga kebebasan untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2) Kepastian Hukum (Rule Of Law)
Susunan aturan hukum dan perundangan-undangan harus berlandaskan
keadilan dan bisa ditegakkan serta dipatuhi secara penuh (impartialy), yang
terpenting mengenai aturan hukum dan hak asasi manusia.
3) Transparansi
Transparansi harus dibangun untuk mewujudkan kebebasan aliran
informasi beragam proses, kelembagaan dan informasi harus dapat di lihat secara
bebas oleh orang yang membutuhkan dan juga disediakan secara memadai dan
mudah dimengerti sehingga bisa dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan
monitoring dan evaluasi.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
709
4) Tanggung Jawab (Responsiveness)
Setiap instansi dan prosesnya harus megarah kepada upaya guna pihak-
pihak yang berkepentingan. Keselarasan pada program dan kegiatan pelayanan
yang akan diberikan dari organisasi publik dengan kebutuhan dan keinginan
masyarakat yang direncanakan dan dilaksanakan oleh organisasi publik, sehingga
kinerja organisasi itu akan semakin baik. Responsivitas yang sangat rendah
terlihat dari ketidakselarasan antara pelayanan yag diberikan dan kebutuhan bagi
masyarakat. Hal itu jelas menggambarkan ketidakberhasilan sebuah organisasi
untuk mencapai misi dan tujuan organisasi publik.
5) Orientasi Konsensus (Consensus Orientation)
Pemerintahan yang Baik (Good Governance) akan berlaku sebagai
penengah (mediator) dari macam-macam kepentingan guna untuk mencapai
kesepakatan yang paling baik bagi kepentingan semua pihak, memungkinkan juga
diberlakukan terhadap kebijakan-kebijakan dan prosedur yang akan di tetapkan
oleh pemerintah.
6) Berkeadilan (Equity)
Pemerintahan yang baik akan memberikan peluang yang sama baiknya
kepada laki-laki maupun perempuan didalam usaha mereka guna meningkatkan
dan mempertahankan kualitas hidup mereka.
7) Efektifitas dan Efisiensi
Dalam sebuah kegiatan dan kelembagaan ditujukan untuk dapat
mendapatkan sesuatu yang sungguh sama dengan kebutuhan melewati
pemanfaatan yang baik dari sumber yang ada.
8) Akuntabilitas
Para pengambil keputusan (Decision Maker) didalam organisasi yang
memeberikan pelayanan dan masyarakat madani memiliki pertanggung jawaban
(akuntabilitas) pada publik seperti kepada para pemilik (stakeholder).
9) Visi yang Strategis (Strategic Vision)
Para pemimpin dan masyarakat mempunyai pemikiran yang luas dan harus
melihat kedepan mengenai penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik (Good
Governance) dan pembangunan manusia, bersama- sama dengan kebutuhan guna
pembangunan tersebut. Jumlah komponen ataupun dasar yang menjadi pedoman
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
710
tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu instansi ke instansi lainnya,
dari satu ahli ke ahli lainnya.
Namun paling tidak terdapat prinsip yang dianggap sebagai prinsip-
prinsip utama yang mendasari good governance, yaitu transparansi, partisipasi, dan
akuntabilitas (Sedarmayanti M. A., 2009). Kementerian Hukum dan HAM adalah
salah satu institusi pemerintahan yang melaksanakan program reformasi birokrasi.
Dengan adaya program reformasi birokrasi diharapkan mampu mencetak kader-
kader yang berkarakteristik, berintegritas tinggi, professional dan memiliki
dedikasi untuk melayani publik dengan baik, sehingga dapat mewujudkan
pemerintahan yang good governance dan clean governance di wilayah
kementerian Hukum dan HAM.
Sejak tahun 2010, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Kemenkumham) bercita-cita untuk mewujudkan perubahan pada tata kelola
organisasi pada institusi untuk membentuk suatu birokrasi pemerintahan yang
profesional yang memiliki karakter, mampu mengikuti perubahan arus globalisasi,
berintegritas tinggi , professional serta terbebas dari perilaku KKN, serta mampu
memberikan pelayanan publik secara akuntabel (Good Governance). Hal yang
dapat diupayakan guna mencapai Good Governance ialah dengan cara
membentuk Zona Integritas pada satuan kerja. (kemenkumham.go.id, 2018)
Pemasyarakatan adalah salah satu institusi dibawah naungan kementrian
hukum dan HAM yang merupakan penyedia pelayanan publik. Guna mencapai
institusi yang good governance dan clean governance pemasyarakatan
menyediakan layanan informasi bagi narapidana dan masyarakat berupa self
service. Layanan self service merupakan suatu inovasi yang diciptakan untuk
menunjang pemberian sebuah layanan oleh Lembaga Pemasyarakatan juga
sebagai jawaban dari tantangan penyelenggaraan pemerintahan di era industry 4.0.
Terdapat 2 bentuk self service yang disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan
yaitu, bagi narapidana dan bagi masyarakat. Untuk narapidana sendiri dengan
adanya self service narapidana dapat mengetahui kapan mereka bias mendapatkan
PB,CB, remisi serta masa tahapan yang mereka lalui. Sedangkan untuk
masyarakat dengan adanya self service mempermudah masyarakat untuk registrasi
layanan kunjungan. Akhir-akhir ini telah terjadi beberapa kasus pungli dalam
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
711
pemberian layanan public di Lembaga Pemasyarakatan seperti yang dimuat di
laman berita nasional.okezone.com dikatakan bahwa pejabat yang ada di dalam
Lembaga Pemasyarakatan tersebut meminta pugutan kepada Narapidana. Lalu
pungutan itu diminta untuk mendapatkan remisi, pembebasan bersyarat, da cuti
bersyarat (Batubara, 2019).
1.1 Rumusan Masalah
1. Bagaimana implementasi layanan self service bagi narapidana dan
pengunjung di Lembaga Pemasyarakatan?
2. Apa saja kendala yang dihadapi dalam penerapan layanan self service di
Lembaga Pemasyarakatan
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi layanan self service bagi
narapidana dan pengunjung di Lembaga Pemasyarakatan.
2. Untuk mengetahui apa saja kendala yang dihadapi dalam penerapa
layanan self service di Lembaga Pemasyarakatan
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Dengan menggunakan studi literature dari berbagai sumber data. Menurut
John W. Creswell penelitian kualitatif dengan karateristik analisis data
induktif dan deduktif (W. Creswell, 2016). Metode kualitatif adalah metode
yang dilakukan dengan menggambarkan dan menjelaskan suatu informasi
yang diperoleh dari hasil penelitian. Metode penelitian kualitatif sangat
berhubungan langsung dengan sasaran hingga diperoleh pemahaman yang
lebih mendalam. Metode kualitatif lebih peka, sensitif atau lebih dapat
menyesuaikan diri dengan penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola
yang dihadapi (Bungin, 2007). Jenis penelitian yang diterapkan dalam
penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian kualitatif
yang mengartikan dan menjelaskan data yang berhubungan dengan kondisi
yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam
masyarakat, hubungan antarvariabel, perbedaan antar fakta, pengaruh
terhadap suatu kondisi, dan lain-lain.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
712
2.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lapangan.
Lapangan digunakan untuk mencari informasi yang dibutuhkan oleh peneliti
yang kemudian dianalisis. Maka dari itu jenis penelitian yang digunakan
penulis adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian data deskriptif
berupa kata-kata yang tertulis atau lisan.
Sumber data yang ada di dalam penelitian ini terdapat dua sumber yaitu
sumer primer dan sumber sekunder :
a. Data Primer ialah sumber data yang berhubungan secara langsung
dengan masalah yang akan dibahas dan orang yang berada di daerah
tersebut. Responden ialah WBP yang bersedia untuk dimintai
keterangan tentang sebuah fakta maupun pendapat. Keterangan tersebut
bisa berupa tulisan atau lisan (Arikunto, 2002).
b. Data sekunder ialah sumber informasi yang didapat dari dokumentasi
yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Seperti: photo- photo
kegiatan,data subtantif dan fasilitatif lembaga pemasyarakatan,
dokumen kegiatan. Hal tersebut dilakukan guna membantu penulis
didalam melakukan penelitian, serta guna mendapatkan kebenaran dari
narasumber dalam memberikan keterangan mengenai hal yang
berhubungan dengan objek yang diteliti.
2.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dipergunakan
penulis didalam melakukan penelitian guna mendapatkan info atau data
yang tepat agar bisa dipertanggung jawabkan mejadi sebuah penelitian sosial
yang bersifat ilmiah. Berikut ialah teknik pengumpulan data yang dimaksud
terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
a. Teknik pengumpulan data yang bersifat primer ialah melalui observasi
atau pengamatan serta wawancara yang mendalam atau indept interview,
dan dokumentasi.
a) Observasi
Observasi ialah pencarian mendalam mengenai gejala sosial bersifat
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
713
sistematis. Observasi yang digunakan didalam suatu penelitian ialah
observasi secara langsung. Dimana melakukan penelitian berkunjung
langsung ke lapangan, mengamati langsung tingkah laku objek, tanda-
tanda yang terlihat di tempat melakukan penelitian serta memperhatikan
kondisi yang sesuai dengan lingkungan dan mengobservasi semua
kemungkinan yang ada mesebagai tambahan dimensi- dimensi baru
dalam konteks memahami fenomena yang diteliti tersebut atau
pengumpulan data dengan mengamati langsung dengan segala gejala
yang terlihat di setiap penelitian, melalui cara mengumpulkan dan
melalui pengamatan dan pencatatan serta pelaksanaan langsung pada
tempat dimana kejadian atau keadaan itu terjadi.
b) Wawancara
Wawancara ialah teknik pengumpulan data yaiutu dengan cara
mengajukan beberapa pertanyaan secara langsung dengan narasumber.
Teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan,
percakapan dan tanya jawab secara lisan dan tatap muka secara
langsung dengan informan menggunakan interview guide (pedoman
wawancara) yang bertujuan guna mengetahui tentang hal yang ada tidak
bisa diobservasi, lalu jawaban dari responden dicatat atau direkam
dengan alat perekam (Moleong, 2006)
c) Angket (Kuesioner)
Dalam penelitian ini metode yang dipergunakan untuk mendapatkan
informasi dari responden ialah dalam bentuk angket. Tipe angket yang
penulis gunakan yaitu angket tertutup, yaitu angket yang telah tersedia
jawabannya.
b. Kemudian data yang telah didapatkan dan bersifat sekunder seperti
teori, pandangan hasil penelitian, buku dan catatan serta studi
dokumentasi dan kepustakaan. Dalam studi kepustakaan ini
mengumpulkan dan mempelajari beragam teori serta konsep dasar yang
relevan dengan masalah yang diangkat. Teori dan konsep dasar tersebut
diperoleh penulis melalui bermacam bacaan seperti buku, jurnal, dan
bahan bacaan relevan lainnya
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
714
2.3 Analisis Data
Proses analisis data diawali dengan memahami informasi atau data
yang telah didapatkan, baik yang berasal dari wawancara, pengamatan,
maupun dari studi terhadap beragam dokumen. Semua data yang telah
didapatkan diringkas dan dikategorikan sesuai dengan masalah dan tujuan
penelitian. Kemudian, data yang sudah di klasifikasikan tersebut di
kontruksikan melalui pendekatan kualitatif kemudian diubah menjadi sebuah
deskriptif guna selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan yang
utuh. Analisis data ialah kegiatan setelah data dari semua responden
terkumpul. Kegiatan dalam analisis data ialah : mengelompokan data sesuai
variabel dan jenis responden, mentabulasi data didasari pada variabel dan
jenis responden, menyajikan data tiap variabel yang telah diteliti, melakukan
perhitungan guna menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan
untuk menguji hipotesis yang telah diajukan (Sugiyono, 2013)
KERANGKA TEORI ATAU TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Teknologi Informasi
Berdasarkan Undang- Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik pasal 1 (3) menyatakan bahwa Tekonologi Informasi
adalah sebuah cara untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, menyiapkan
memproses, mengumumkan, dan/atau menyebarkan informasi. Teknologi
Informasi (TI) atau dikenal dalam bahasa Inggris dengan Information
technology (IT), (Hofman, 2010) istilah untuk teknologi yang dapat membantu
manusia dalam mengubah, mengkomunikasikan, membuat, menyimpan, dan atau
menyebarkan informasi. TI menyatukan komputasi dan komunikasi berkecepatan
untuk suara, data, dan video.
Contoh dari Teknologi Informasi tidak hanya komputer pribadi, tetapi juga
telepon, TV, peralatan rumah tangga elektronik, dan peranti genggam modern
(misalnya ponsel/gadget). Dalam konteks bisnis,yang dikutip oleh (Hofman,
2010) Information Technology Association of America menjelaskan penyimpanan,
Pengolahan, informasi bergambar, penyebaran vokal, teks dan numerik oleh
mikroelektronika berbasis kombinasi komputasi dan Telekomunikasi. Istilah pada
definisi modern muncul pertama kali pada artikel 1958 yang dikeluarkan dalam
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
715
Harvard Business Review, Teknologi baru belum mempunyai nama satu-satunya
yang didirikan.Kita dapat mengatakannya sebagai teknologi informasi (TI).
Teknologi Informasi merupakan sebuah perlengkapan elektronika, seperti
komputer, yang dimana gunanya untuk menganalisa, menyimpan, dan
menyebarkan informasi yang ada, termasuk bilangan, kata-kata, dan gambar.
Teknologi Informasi ialah sebuah alat yang dapat membantu sebuah pekerjaan
dengan adanya sebuah informasi dan membuat tugas yang berkaitan dengan
pemrosesan informasi. (Hofman, 2010). Berdasarkan kamus Oxford 1995
Teknologi Informasi (TI) dilihat dari susunan katanya adalah teknologi dan
informasi. Kata teknologi beerarti penerapan dan pengembangan segala peralatan
atau sistem untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh manusia
dalam kehidupannya, kata teknologi sama artinya dengan tata cara.
Pengertian dari teknologi informasi itu sendiri Menurut McKeown yang dikutip
oleh (Sutarman, 2012) teknologi informasi mengarah kepada semua bentuk
teknologi yang dipakai untuk menciptakan, mengubah, menyimpan dan
menggunakan informasi dalam setiap bentuknya. Pendapat yang sama juga
dikemukakan oleh Williams dan saywer yang dikutip oleh Suyanto, bahwa
teknologi informasi adalah bentuk umum yang menjelaskan bahwa setiap
teknologi yang membantu menghasilkan, menyimpan, memanipulasi
mengkomunikasikan dan atau menyampaikan informasi.
3.2 Fungsi Teknologi Informasi
Teknologi Informasi pada saat sekarang merupakan suatu hal yang dirasa penting
karena sangat banyak organisasi yang menggunakan teknologi informasi untuk
mendukung kegiatan dari organisasi tersebut. Penerapan teknologi informasi pada
perusahaan atau organisasi tentunya memiliki sebuah tujuan yang tidak sama
karena penerapan TI dalam sebuah organisasi merupakan untuk menduung
kepentingan dari usahanya. Adapun yang menjadi sebuah tujuan dari hadirnya
teknologi informasi menurut Sutarman (Sutarman, 2012) untuk memecahkan
masalah, kreativitas, membuka, dan meningkatkan efesiensi dan efektivitas dalam
melakukan pekerjaan.
Fungsi Teknologi Informasi menurut Sutarman (Sutarman, 2012) ada lima fungsi,
yaitu :
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
716
1. Mengolah (Processing)
Menggabungkan catatan rinci dari aktivitas, misalnya menerima input dari
keyboard, mic, scanner dan sebagainya. Mengolah/memproses data masukan yang
telah diterima untuk dijadikan informasi. pengolahan/pemrosesan data dapat
berupa konversi , analisis , perhitungan, sintesis segala bentuk informasi dan data.
2. Menghasilkan
Menghasilkan sebuah informasi dalam bentuk yang berguna. Misalnya :
tabel, laporan, grafik dan sebagainya
3. Transmisi
Memberikan informasi dan data dari sebuah lokasi ke lokasi lain melalui
jaringan computer. Misalnya mengirimkan data dari user A ke user lainnya dan
sebagainya.
3.3 Peranan Teknologi Informasi
Peranan Teknologi Informasi pada zaman sekarang telah sangat terikat
dalam kehidupan manusia. Bagaimana tidak, Teknologi Informasi memiliki peran
penting dalam proses pemenuhi kebutuhan manusia yang semakin bertambah,
mulai dari berinteraksi,membaca berita,transaksi, belajar dan lain-lain. Semuanya
menggunakan produk-produk Teknologi Informasi. Dalam dunia pendidikan
Teknologi Informasi dapat menjadi transformasi pembelajaran ilmu pengetahuan
yang lebih mudah dan cepat. Teknologi informasi dapat merubah perekonomian
desa menjadi lebih baik kualitasnya dalam sektor Pertanian ,Perkebunan,
Peternakan , dengan cara melihat informasi yang dirasa sangat penting berkaitan
pada sektor-sektor tersebut. Dan tidak bisa delakkan, kehadiran teknologi dapat
membawa sebuah pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan manusia di
berbagai bidang, seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan,
pertahanandan lain sebagainya. Dalam kehidupan manusia, dengan hadirnya
teknologi informasi dalam kehidupan manusia membut teknologi informasi
mejadi sumber yang bisa dipercaya untuk memenuhi sebagian besar keperluan
manusia. Dari pembahasan di atas, bisa dipahami bahwa teknologi informasi
mempunyai tujuan dan fungsi yang berbeda bagi suatu institusi maupun
perusahaan dan itu semua tergantung pada bidang usaha masing-masing institusi
maupun perusahaan.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
717
3.4 Pelayanan Publik
Pelayanan Istilah pelayanan berasal dari kata “service” yang diambil dari
Bahasa inggris. (Moenir, 2002) menjelaskan bahwa” pelayanan merupakan
Gerakan yang dikerjakan oleh seseorang atau kelompok dengan menggunakan
landasan tertentu dimana tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang
yang melayani atau dilayani, tergantung dari kemampuan penyedia jasa dalam
memenuhi harapan dari pemakai.” Pelayanan umumnya merupakan serangkaian
kegiatan, karena dalam proses pemberian pelayanan berlangsung secara rutin dan
saling berkenimbungan meliputi keseluruhan kehidupan dalam berorganisasi di
masyarakat. Proses yang dimaksud dilakukan saling memenuhi kebutuhan satu
sama lain. Berdasarkan (Moenir, 2002) bahwa proses pemenuhan kebutuhan
melalui aktivitas orang lain yang langsung inilah yang dinakaman pelayanan.. Jadi
dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah kegiatan yang memiliki tujuan untuk
membantu seseorang untuk menyiapkan sesuatu yang dibutuhkannya.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat di mengerti bahwa pelayanan terjadi
melalu hubungan antara konsumen dan pemberi pelayanan melalui alat yang
berupa organisasi maupun suatu Lembaga.
Kerangka hukum (rule of law) public dan peraturan perundang- undangan
harus selalu dirumuskan, ditetapkan dan dilaksanan berdarakan prosedur baku
yang telah melembaga dan diketahui oleh masyarakat umum, serta memiliki
kesempatan untuk mengevaluasinya. Pelayanan Publik Pelayanan Publik dapat
diterjemahkan sebgai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah kepada
masyarakat yang memiliki kepentingan terhadap organisasi itu sendiri dan
menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terika pada suatu produk secara
fisik sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditetapkan (Sinambela, 2006)
Kualitas Pelayanan Publik Menurut KepMenPan 81/1995 kinerja organisasi
public dalam memberikan pelayanan public dapat dilihat dari indicator, seperti:
1. Kesederhanaan adalah tata cara pelayanan umum menjadi mudah, lancer,
capat, tidak berbelit-belit, mudah yaitu aturan yang dipahami dan mudah
dilaksanakan.
2. Kejelasan dan kepastian tentang tata cara, rincian biaya layanan dan cara
pembayarannya, jadwal dan waktu peyelesaian layanan, dan unit kerja.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
718
3. Keamanan adalah usaha dalam memberikan rasa aman dan bebas terhadap
pelanggan dari adanya bahaya, resiko, dan keraguan-keraguan.
4. Keterbukaan adalah transfaransi informasi sehingga pelanggan dapat
mengetahui seluruh informasi yang di butuhkan dengan mudah dan jelas.
Baik itu informasi tata cara, persyaratan, waktu,penyelesaian, biaya dan lain-
lain.
5. Efisiensi adalah pelayanan umum yang hanya di batasi pada hal-hal yang
berkaitan dengan pencapaian sasaran yang tetepa memperhatikan perpaduan
antara persyaratan dan produk pelayanan public yang diberikan.
6. Ekonomis adalah agar pengenaan biaya pelayanan diteteapkan secara wajar,
dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan pelanggan untuk
membayar.
7. Keadilan yang merata, yaitu cakupan pelayanan umum yang harus
diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan
secara adil.
8. Ketepatan Waktu adalah dalam pelaksanaan pelayanan umum dapat
diselesaikan secara cepat dan tepat dalam kurun waktu yang sudah
ditentukan.
3.5 Good Governance
Pengertian Good governance adalah pelaksanaan pemerintahan suatu
negara yang bertanggung jawab dan professional serta efektif dan efisien dan
menjaga kesinergian antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat
(Sedarmayanti, 2004). Prisip-prinsip good governance gambir Bhatta dalam
(Widodo, 2001) mengungkapkan bahwa unsur utama governance yaitu :
akuntabilitas (accountability) merupakan suatu tolak ukur dimana dana public
digunakan secara tepat untuk tujuan dimana dana tersebut tadi ditetapkan dan
tidak digunakan secara illegal. Transparansi (transparency) lebih mengarah pada
segala kebijakan dan implementasi kebijakan baik di pusat maupun daerah harus
selalu dilaksanakan secara terbuka dan diketahui umum. Keterbukaan (Opennes)
mengacu kepada terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
719
tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilainya tidak transparan.
3.6 E-Govermment
Definisi E-Govermment (Indrajit, E-Government Strategi Pembangunan
Dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital, 2004)
mengungkapkan bahwa E-Govermment adalah suatu interaksi modern antara
pemerintah denga masyarakat atau kalangan lain (stakeholder) yang mana
melibatkan Teknologi Informasi yang bertujuan memperbaiki kualitas pelayanan
yang berjalan. Tujuan dan Manfaat e- Govermment Tujuan pengembangan e-
Govermment berdasarkan inpres No.3 Tahun 2003. Untuk mengembangkan
penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik dalam rangka
meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Pembentukan
system manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta
memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah. Manfaat yang
diperoleh dengan diterapkannya diterapkannya dalam konsep e-government :
(Indrajit, Membangun Aplikasi E-Government, 2002)
a. Memperbaiki kualitas pemerintah terhadap stakeholder-nya (masyarakat,
kalangan bisnis dan industry) terutama dalam hal kinerja efektifitas, efisiensi
dan efesiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara.
b. Meningkatkan transparansi, control dan akuntablilitas penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka penerapan Good Corporate Governance.
c. Mengurangi secara signifikan biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang
dikeluarkan oleh pemerinta maupun stakeholder untuk kebutuhan aktifitas
sehari-hari.
d. Membuka peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber pendapatan
baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak berkepentingan.
e. Menciptakan lingkungan masyarakat baru secara cepat dan tepat dalam
menjawab berbagai persoalan yang dihadap sehingga sejalan dengan berbagai
perubahan global dan trend yang ada.
f. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah
dalam proses pengambilan berbagai kebijakan public secaa merata dan
demokratis.
Hambatan dan tantangan dalam e-Government Hambatan dan tantangan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
720
dalam penerapan e-Government menurut hasil pengamatan Kementrian
Komunikasi sebagai berikut:
a. E-Leadership
prioritas dan inisiatif di dalam mengatasi dalam menggunakan teknologi
informasi yang telah maju.
b. Infrastruktur jaringan informasi
keadaan infrastruktur komunikasi serta akses kualitas, lingkup dan biaya
jasa akses.
c. Pengelolaan informasi
kualitas dan kemana pengelolaan informasi.
d. Lingkungan bisnis
keadaan pasar, system perdagangan dan aturan yang membangun konteks
perkembangan bisnis teknologi informasi.
e. Masyarakat dan sumber daya manusia
diusi teknologi informasi di dalam kegiatan masyarakat baik individu
maupun kelompok, dan juga sampai mana suatu teknologi informasi
diinformasikan pada masyarakat melewati suatu tahap pendidikan.
E-Service ialah salah satu program ternama yang pemanfaatannya dengan
menggunakan sebuah teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada tempat
yang berbeda. Meskipum peneliti memiliki pengertian yang berbeda, namun
mereka setuju bahwa teknologi mempunyai peran didalam menyediakan
pengiriman suatu service.
Layanan elektronik itu meliputi berbagai unsur layanan E-Tailing,
dukungan pelanggan, dan pelayanan”. Penjelasan ini menggambaran tiga
komponen penting yaitu layanan, penerima layanan dan saluran pelayanan
(teknologi). Contohnya, yang berhubungan untuk layanan dengan elektronik
public, badan public ialah penyedia layanan dan warga negara serta bisnis
penerima layanan.
Saluran pelayanan ialah syarat ketiga dari sebuah layanan elektronik.
Internet adalah saluran utama dari layanan elektronik pengiriman sementara
saluran klasik lainnya juga dipertimbangkan (misalnya teleponn, call centre, kios
public, telepon genggam, televisi). Tantangan dan Manfaat E-Service Beberapa
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
721
tantangan E-Service seperti yang diiden-tifikasikan:
1. Rendahnya penetrasi ICT terutama di negara-negara berkembang. Di beberapa
Negara yang sedang berkembang, jaringan internet sangat di batasi dan selain
itu kecepatannya juga sangat lemah. Di contoh ini penyedia jasa dan pelanggan
masih tetap mempergunakan platform tradisional karena dampak sering
terjadinya kesalahan teknis dalam penggunan teknologi khsusnya internet.
2. Penipuan dalam ruang internet yang kira- kira di kisaran USD 2.8 Milyar.
Memungkinan penipuan akan semakin mengurangi penggunaan dari internet
itu sendiri.
3. Privasi karena muncunya berbagai jenis spywaredan security holes. Adanya rasa
khawatir bahwa transaksi yang pelanggan lakukan memiliki keterbatasan
privasi, misalnya dengan diam-diam ikut dalam aktivitas online, organisasi
juga bisa mengembangkan deskripsi yang lumayan tepat dari sebuah profil
pelanggan. Kemungkinan pelanggaran terhadap privasi akan mengurangi
pemanfaatan dari internet tersebut .
4. Karakteristik menggangu layanan sebagai pelanggan tidak ingin dihubingi
dengan penyedia layanan setiap saat. Misalnya seperti, suatu organisai mampu
berkomunikasi dengan orang lewat sebuat perangkat mobile kapan saja dan
dimana saja
3.7 Kerangka Teori
Kualitas pelayanan (service quality) ini berasal dari dunia bisnis, walau
selanjutnya tidak sedikit digunakan untuk organisasi publik. Walaupun konsep
mengenai service quality (servqual) yang dijelaskan oleh para ahli tersebut secara
menyeluruh tidak sama tetapi semua bisa menambah pemahaman lebih dalam
mengenai servqual tersebut. Salah satu teori yang menjelaskan mengenai servqual
yang cukup dikenal adalah servqual yang dikemukakan oleh Zeithaml,
Parasurahman,(1990).
Zeithaml, Parasurahman,(1990) mengatakan bahwa pelayanan disebut
berkualitas apabila pelayanan yang diterima relatif lebih memuaskan dilihat dari
sudut pandang pelanggan, sudut pandang tersebut antara lain adalah :
a. Tangible, merupakan kebutuhan fisik dari suatu pelayanan yang dapat berupa
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
722
kelengkapan fasilitas fisik, interior/eksterior, peralatan yang digunakan,
material komunikasi, penampilan karyawan dan lingkungan sekitar guna
pemberian pelayan yang baikbagi pengguna jasa.
b. Reability, merupakan hal yang berkaitan dengan kemampuan yang dapat
memberikan jasa secara akurat dan meyakinkan, sehingga penyedia jasa
pelayanan bisa disebut telah memenuhi janji dan dapat dipercaya.
c. Responsiveness, merupakan bentuk kemauan dan kemampuan karyawan atau
jajaran untuk menolong pelanggan dan melakukan pelayanan dengan segera.
d. Competence, yaitu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seluruh
karyawan agar dapat menyajikan sebuah pelayanan yang diinginkan oleh
pelanggan.
e. Courtesy, yaitu sikap keramahan, sopan santu, perhatian, dan hormat kepada
pelanggan yang dimiliki karyawan.
f. Credibility, yaitu sifat dapat dipercaya, jujur, karakteristik pribadi karyawan
dalam berkomunikasi dengan pelanggan, yang memperlihatkan reputasi
perusahaan.
g. Security, yaitu menyangkut pemenuhan rasa aman dari segala ancaman di luar
maupun dari dalam yang dapat membahayakan pelanggan.
h. Access, yaitu menyangkut kemudahan untuk ditemui dan dihubungi, hal ini
berkaitan dengan lokasi dan saluran komunikasi.
i. Communication, yaitu menjaga sehingga pelanggan seriap saat diberikan
informasi denganbahasa yang dapat dipahami oleh pelanggan, dan juga selalu
mendengarkan keluhan dan saran pelanggan dengan baik.
j. Understanding the Customer, yaitu melaksanakan segala upaya agar dapat
mengerti keinginan dan kebutuhan pelanggan dengan baik.
Sesuai dengan perkembangan kesepuluh sudut pandang pelanggan seperti
tersebut diatas, telah disederhanakan oleh Zeithaml, Parasurahman, dan Berry
(1990), menjadi lima dimensi pokok meliputi :
a. Tangible, yaitu bukti yang ditujukan oleh fasilitas fisik, perlengkapan yang
digunakan, penampilan karyawan, material, dan sarana komunikasi.
b. Reliability, yaitu menyuguhkan jasa sesuai seperti janji dengan tepat dan
memuaskan.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
723
c. Responsiveness, yaitu kesediaan setiap karyawan untuk memberikan pelanggan
dan menyajikan pelayanan dengan cepat.
d. Assurance, yaitu keterampilan , pengetahuan dan kemampuan serta sopan
santun karyawan dalam memberikan sebuah pelayanan, aman dari sebuah
resiko, bahaya, keraguan serta memiliki sifat bisa dipercaya.
e. Emphaty, yaitu komunikasi yang baik, kemudahan dalam berinteraksi,
memberikan perhatian secara pribadi serta mengerti keinginan dan kebutuhan
pelanggan.
3.8 Alur Pemikiran
Penelitian ini memakai metode kualitatif serta studi kepustakaan untuk
mendapatkan data dan informasi dari narasumber dari berbagai pihak yang akan
dipertajam dalam referensi kepustakaan. Kesemuanya ini telah dituangkan dalam
Standard Minimum Rules for The Threatmen of Prisoners ( SMR ), Undang-
Undang Republik Indonesia No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Hak
Warga Binaan Pemasyarakatan Dalam rangka pelaksanaan dan pemenuhan hak
Narapidana Seyogyanya narapidana dan tahanan memperoleh pelayanan sama
seperti masyarakat lainnya apabila hak-hak tersebut tidak dapat terpenuhi maka
akan terjadi kericuhan, dengan terciptanya inovasi pelayanan informasi berbasis
teknologi diharapkan tidak hanya memenuhi kebutuhan narapidana namun juga
dapat memberikan pelayanan terbaik dan berkualitas bagi narapidana.
Berdasarkan gambar dibawah ini peneliti menyimpulkan bahwa dengan adanya
layanan berbasis teknologi informasi tidak hanya dapat memberikan informasi
dengan cepat dan mudah namun juga dapat mengurangi adanya penggunaan
kertas secara berlebih. Hal ini juga dapat mencegah terjadinya kericuhan di dalam
Lembaga Pemasyarakatan, dengan adanya pelayanan yang cepat,mudah,
berkualitas serta juga dapat ikut turut serta dalam pelaksanaan go green dengan
cara mengurangi kertas atau bisa disebut dengan paperless.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
724
Gambar 3.1 Alur Pemikiran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada saat ini pelayanan publik yang professional dan berkualitas mejadi
suatu tuntutan bagi pemerintahan. Pelayanan berbasis teknologi informasi pada
masa kini dirasa sangat mempermudah setiap pekerjaan selain itu juga merupakan
gagasan yang dibuat untuk mengurangi tindakan pungli di dalam pelaksaan
pemberian pelayanan yang dapat mendukung program WBK dan WBBM yang
dicetuskan pertama oleh Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan merupakan salah satu
sub unit khusus yang berada dibawah kementrian Hukum dan HAM Republik
Indonesia yang mempunya tugas untuk membuat, melaksanakan dan mengawasi
peraturan serta teknis di bidang pemasyarakatan. Direktorat jenderal
pemasyarakatan membawahi Dengan jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang
ada dibawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per tanggal 21 November 2019
sebanyak 358 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan 165 Rumah Tahanan Negara
(Rutan) dengan jumlah narapidana dan tahanan yang berada di seluruh Indonesia
sebanyak 268,039 orang. (smslap.ditjenpas.go.id, 2019).
Better
aster
Cheaper
Melalui Teknologi Informasi
Terpenuhinya Pelayanan self service sebagai salah satu hak Narapidana/Taha nan
Pelaksanaan
Pelayanan
self service
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
725
Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 1995
tentang Pemasyarakatan, dijelaskan bahwa Pemasyarakatan merupakan kegiatan
yang dilakukan untuk pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan
system, kelembagaan, dan cara pembinaan yang dimana merupakan bagian akhir
dari system pemidanaan dalam tata peradilan pidana. (Indonesia, 1995). Lembaga
Pemasyarakatan merupakan salah satu unit kerja dari pemasyarakatan yang
merupakan tempat dilakukannya program pembinaan bagi Narapidana. Program
pembinaan yang diberikan kepada narapidana tersebut dimaksudkan agar mereka
tidak mengulangi dan menyadari kesalahannya serta dapat meningkatkan kualitas
hidup narapidana tersebut.
Indonesia merupakan negara hukum dimana sehigga setiap warga
negaraya harus diperlakukan dengan adil dihadapan hukum (equality before the
law) tanpa terkecualo. Narapidana merupakan seorang warga negara yang
melanggar hukum sehingga kehilangan kemerdekaannya. Namun tetap pada
hakikatnya narapidana merupakan seorang insan manusia yang harus
diperlakukan dengan baik dan manusiawi, sama seperti manusia biasa narapidana
juga memiliki hak hak yang harus dipenuhi yang tertuang di dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan (Indonesia, 1995) yaitu:
1. Beribadah sesuai dengan agama atau kepercayaan yang diimani
2. Mendapatkan perawatan, baik perawatan secara jasmani maupun rohani
3. Mendapatkan Pendidikan
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan serta makanan yang layak
5. Menyampaikan keluhan
6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa yang tidak
dilarang
7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang sudah dilakukan
8. Menerima kunjungan dari keluarga,penasihat hukum atau orang tertentu
lainnya
9. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
10. Mendapatkan kesempatan untuk berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
726
keluarga
11. Mendapatkan pembebasan bersyarat
12. Mendapatkan cuti menjelang bebas
Pada kenyataanya dapat kita lihat di dalam Lembaga Pemasyarakatan
masih bayak penyimpangan hak yang dilakukan oleh petugas contohnya seperti
pada saat pemberian layanan informasi mengenai hak integrasi narapidana
sebelum adanya pelayanan self service, narapidana masih belum mendapatkan
hak-haknya secara optimal. Khususnya untuk mendapatkan hak remisi, PB, CB,
CMK, CMB narapidana saat ini masih belum bisa mendapatkan pelayanan yang
baik dikarenakan banyaknya narapidana yang tidak sebanding dengan jumlah
petugas selain itu karena data masih menggunakan cara manual, sehingga untuk
mendapatkan informasi mengenai hak-hak tersebut narapidana harus sedikit
bersabar. Selain itu, ada beberapa oknum yang memanfaatkan keadaan tersebut
sebagai ladang untuknya untuk mata pencarian tambahan oknum petugas.
Untuk memenuhi hak hak narapidana Lembaga pemasyarakatan membuat
berbagai upaya salah satunya dengan membuat aplikasi self service. Aplikasi self
service merupakan salah satu inovasi yang diciptakan untuk meningkatan
pelayanan kepada narapidana khususnya pada bidang pelayanan di bidang
informasi. Melalui aplikasi self service yang berbasis data dari Sistem Database
Pemasyarakatan (SDP), kini narapidana tidak perlu lagi untuk bertemu langsung
dan bertanya kepada petugas mengenai hak-hak integrasinya. Dengan adanya self
service diharapkan dapat mencegah adanya pungutan-pungutan liar yang
dilakukan oleh oknum petugas.
Gambar 4.1 Kegunaan Layanan Self Service
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
727
Self service merupakan suatu aplikasi layanan informasi yang transparan
yang berbasis data dari Sistem Database Pemasyarakatan(SDP) yang dapat
diakses oleh Narapidana dan Pengunjung. Bagi Narapidana layanan self service
berguna untuk mengetahui informasi mengenai hak integrasi mereka hanya perlu
menempelkan jarinya saja pada alat pemindai kemudian system akan
menampilkan data dari narapidana tersebut mulai dari data diri, informasi
mengenai masa penahanan, tanggal pembebasan maupun hak hak integrasi
lainnya yang diperoleh narapidana. Sedangkan bagi Pengunjung self service
berupa layanan kunjungan secara online serta self service informasi mengenai
narapidana yang hendak dikunjungi.
Gambar 4.2 Alur layanan Self Service
Sebelum adanya layanan self service semua dilakukan secara manual oleh
petugas hal tersebut tidak menutup kemungkian banyak penyimpangan yang akan
terjadi diantaranya adalah :
a. Narapidana tidak mendapatkan hak-hak nya dengan baik.
b. Dapat memicu terjadinya pungutan liar dari petugas.
c. Diskriminasi dari petugas kepada narapidana dan pengujung.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
728
d. Menghambat proses pemberian pelayanan dari narapidana satu ke narapidana
lain.
Dalam penelitian ini kami sebagai penulis mengambil sampel penelitian
kami pada unit pelaksana teknis Lembaga Pemasyarakatan II A Cibinong yang
berada di bawah Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Jawa Barat. Layanan berbasis teknologi komunikasi yang di terapkan yaitu
layanan self service bagi narapidana dan pengunjung.
Berdasarkan hasil wawancara kami mengenai layanan self service dengan
narapidana, mengatakan bahwa layanan self service tersebut sangat memudahkan
para narapidana terutama ketika mereka ingin mengetahui beberapa informasi
terkait tentang hak-hak integrasi mereka. Sehingga tidak lagi harus melalui
petugas. Dan untuk pengunjung juga dirasa sangatlah efektif, jadi yang
mengetahui identitas dan hak-hak narapidana bukan hanya narapidana yang
bersangkutan melinkan keluarga dari narapidana tersebut juga dapat
mngetahuinya. Dari segi petugas mengatakan bahwa dengan adanya layanan self
service ini tidak ada lagi penumpukan antrian oleh narapidana yang ingi melihat
telah sampai mana proses pemenuhan hak-hak integrasi mereka dan juga
berkurang proses tatap muka antara narapidana dan petugas. Dengan begitu pada
saat ini Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Cibinong dijadikan sebagai
Lembaga Pemasyarakatan percontohan bagi seluruh Unit Pelaksana Teknis yang
ada di Indonesia.
Seperti yang kita ketahui akhir-akhir ini terjadi sangat banyak
penyimpangan mengenai layanan publik, walaupun penyimpangan tersebut hanya
dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak memiliki integritas dalam pekerjaannya.
Dalam memberikan suatu layanan tentu saja harus mempertimbangkan kualitas
pelayanannya. Kualitas pelayanan (service quality) ini berasal dari dunia bisnis,
yang kemudian digunakan juga untuk organisasi publik. Walaupun kerangka
mengenai service quality (servqual) yang diungkapkan oleh para ahli tersebut
secara umum tidak seragam namun semua itu dapat memperluas pengetahuan
secara mendalam tentang servqual tersebut. Salah satu teori mengenai servqual
yang dikenal banyak ialah servqual yang dikemukakan oleh Zeithaml,
Parasurahman (A Parasuraman, 1990).
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
729
Zeithaml, Parasurahman mengatakan bahwa pelayanan disebut berkualitas
apabila pelayanan yang diterima relatif lebih memuaskan dilihat dari sudut
pandang pelanggan, sudut pandang tersebut antara lain adalah :
a) Tangible, merupakan kebutuhan fisik dari suatu pelayanan yang dapat berupa
kelengkapan fasilitas fisik, interior/eksterior, peralatan yang digunakan,
material komunikasi, penampilan karyawan dan lingkungan sekitar jasa yang
diberikan kepada para pengguna jasa.
b) Reability, merupakan sesuatu yang berkaitan dengan kemampuan guna dapat
memberikan jasa secara akurat dan meyakinkan, sehingga penyedia jasa
pelayanan bisa disebut menepati janjidan dapat dipercaya.
c) Responsiveness, merupakan bentuk kemauan dan kemampuan karyawan atau
jajaran untuk melayani pelanggan dan melakukan pelayanan dengan segera.
d) Competence, yaitu kemampuan dan ilmu yang dimiliki oleh setiap karyawan
untuk dapat memberikan pelayanan yang diperlukan oleh pelanggan.
e) Courtesy, yaitu sikap sopan santun, keramahan, hormat, dan perhatian terhadap
pelanggan yang dimiliki karyawan.
f) Credibility, yaitu sifat jujur, dapat dipercaya, karakteristik pribadi karyawan
dalam berinteraksi dengan pelanggan, yang mencerminkan reputasi dan nama
baik perusahaan.
g) Security, yaitu menyangkut pemenuhan rasa aman dari segala ancaman di
dalam maupun dari luar yang dapat membahayakan pelanggan.
h) Access, yaitu menyangkut kemudahan untuk dihubungi dan ditemui, hal ini
berhubungan dengan lokasi dan saluran komunikasi.
i) Communication, yaitu usaha agar pelanggan selalu mendapatkan info dalam
bahasa yang mudah dimengerti oleh pelanggan, serta mau untuk menerima
saran dan mendengarkan keluhan pelanggan dengan baik.
j) Understanding the Customer, yaitu melakukan semua usaha supaya bisa
mengerti kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan baik.
Sesuai dengan perkembangan kesepuluh sudut pandang pelanggan seperti
tersebut diatas, telah disederhanakan oleh Zeithaml, Parasurahman, dan Berry (A
Parasuraman, 1990) menjadi lima dimensi pokok meliputi :
a) Tangible, yaitu bukti yang ditujukan oleh fasilitas fisik, peralatan yang
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
730
digunakan, penampilan karyawan, material, dan sarana komunikasi.
b) Reliability, yaitu memberikan jasa sesuai dengan janji dengan tepat dan dapat
memuaskan.
c) Responsiveness, yaitu kesediaan para pegawai untuk memberikan pelayanan
kepada pelanggan dan memberikan pelayanan dengan segera.
d) Assurance, yaitu pengetahuan, keterampilan dan kemampuan serta sopan
santun karyawan dalam memberikan pelayanan, aman dari bahaya, resiko,
keraguan serta memiliki sifat dapat dipercaya.
e) Emphaty, yaitu kemudahan dalam berinteraksi, komunikasi yang baik,
memberikan perhatian secara pribadi serta mengerti apa yang dibutuhkan dan
apa yang diinginkan pelanggan.
Sehingga untuk mewujudkan suatu pelayanan yang baik, berkualitas dan
professional diciptakanlah suatu inovasi untuk mengembangkan pelayanan
manual menjadi sebuah layanan berbasis teknologi yaitu berupa aplikasi self
service. Layanan self service tersebut tidak hanya dapat digunakan oleh
narapidana melainkan dapat digunakan juga oleh pengunjung narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan. Sebelum adanya pelayanan self service para
pengunjung harus antre berjam-jam hanya agar bisa masuk untuk mengunjungi
sanak-saudaranya. Selain itu, keluarga narapidana pun tidak banyak mengetahui
informasi.
Dengan adanya layanan self service untuk pengunjung lebih memudahkan
pengunjung untuk melakukan registrasi ketika berkunjung, dan juga dapat melihat
identitas narapidana, tanggal bebas, hak integrasi, dan tahapan program
pembinaan yang dilaksanakan oleh narapidana. Dalam mengimplementasikan self
service tetunya aka ada hambatan- hambatan yang muncul antara lain :
1. Kurangnya SDM yang handal
Teknologi informasi merupaka sebuah bidang khusus yang memerlukan
keahlian khusus.petugas pada umumnya jarang memiliki SDM yag handal
yang mengerti mengenai bidang teknologi informasi.
2. Infrastruktur yang belum memadai
Dikarenakan tidak semua unit pelaksana teknis pemasyarakatan berada di
kota kota besar sehingga terkadang masih belum terjamah dengan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
731
infrastruktur komunikasi. Sehingga sulit untuk bisa mendapatkan jaringan
internet. Sehigga hal ini dapat menghambat proses pelaksanaan pelayanan
informasi berbasis teknologi.
3. Kultur Budaya
Kultur Budaya yang masih kental sehingga narapidana maupun pengujung
masih belum bisa menerima dengan adanya modernisasi layanan berbasis
teknologi. Masih banyak narapidana dan pengunjung yang tetap memilih
mendapatkan pelayanan secara manual.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa
dengan adanya Aplikasi self service di Lembaga pemasyarakata dapat
meningkatan pemberian pelayanan kepada narapidana khususnya pada bidang
pelayanan di bidang informasi. Melalui aplikasi self service yang berbasis data dari
Sistem Database Pemasyarakatan (SDP), kini narapidana tidak perlu lagi untuk
bertemu langsung dan bertanya kepada petugas mengenai hak-hak integrasinya.
Dengan adanya self service diharapkan dapat mencegah adanya pungutan-
pungutan liar yang dilakukan oleh oknum petugas. Sekarang hanya dengan
menempelkan jarinya saja pada alat pemindai kemudian system akan
menampilkan data dari narapidana tersebut mulai dari data diri, informasi
mengenai masa penahanan, tanggal pembebasan maupun hak hak integrasi
lainnya yang diperoleh narapidana. Sedangkan bagi Pengunjung self service
berupa layanan kunjungan secara online serta self service informasi mengenai
narapidana yang hendak dikunjungi.
Namun saat ini penggunaan aplikasi Self Service di Lembaga
Pemasyarakatan belum bisa berjalan degan lancer hal ini disebabkan oleh
beberapa hambatan yang mucul dalam pelaksaaan program self service antara lain
:
1. Kurangnya SDM yang handal
Teknologi informasi merupaka sebuah bidang khusus yang memerlukan
keahlian khusus.petugas pada umumnya jarang memiliki SDM yag handal
yang mengerti mengenai bidang teknologi informasi.
2. Infrastruktur yang belum memadai
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
732
Dikarenakan tidak semua unit pelaksana teknis pemasyarakatan berada di
kota kota besar sehingga terkadang masih belum terjamah dengan
infrastruktur komunikasi. Sehingga sulit untuk bisa mendapatkan jaringan
internet. Sehigga hal ini dapat menghambat proses pelaksanaan pelayanan
informasi berbasis teknologi.
3. Kultur Budaya
Kultur Budaya yang masih kental sehingga narapidana maupun pengujung
masih belum bisa menerima dengan adanya modernisasi layanan berbasis
teknologi. Masih banyak narapidana dan pengunjung yang tetap memilih
mendapatkan pelayanan secara manual.
Saran
Berdasarkan Penjelasan di atas Peneliti memberikan beberapa saran yang
dapat digunakan agar aplikasi self service di Lembaga Pemasyarakatan dapat
digunakan dengan baik antara lain :
1. Mengembangkan SDM dari petugas dengan cara memberikan pelatihan
khusus mengenai teknologi informasi .
2. Memperbaiki sarana prasarana yang ada sehingga pelaksanaan pelayanan
berbasis teknologi dapat berjalan dengan baik.
3. Memberikan sosialisasi terhadap Narapidana serta pengunjung mengenai
aplikasi Self Service sehingga Narapidana dan pengunjung tidak memerlukan
lagi pelayanan secara manual dan juga Narapidana dan pengunjung mampu
menggunakan aplikasi Self Service dengan baik.
4. Mengembangkan Inovasi self Service yang sudah ada sehingga
Pemasyarakatan mampu menjadi instansi yang bisa mengikuti perkembangan
jaman yang kini sudah mulai memasuki jaman 4.0 dimana segala hal sudah
menggunakan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
A Parasuraman, v. A. (1990). Delivering Quality Service : Balancing Customer
Perception and Expectations. The Free Press.
Arikunto, S. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
733
Batubara, P. (2019, mei selasa). oke news. Retrieved November 14, 2019, from
nasional.okezone.com:
https://nasional.okezone.com/read/2019/05/07/337/2052347/korban-
diimbau-laporkan-oknum-yang-lakukan-pungli-di-lapas
Buchari, R. A. (2016). Implementasi E-Service Pada Organisasi Publik Di Bidang
Pelayanan Publik Di Kelurahan Cibangkong Kecamatan Batununggal
Kota Bandung. 1.(1)
Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media
Group. Hofman, B. (2010). Basic Informatic Techology: Introduction For
Informatic Technology. Bandung: Sarana Cipta.
Indrajit, R. E. (2002). Membangun Aplikasi E-Government. Jakarta: PT Elek
Media Komputindo.
Indrajit, R. E. (2004). E-Government Strategi Pembangunan Dan Pengembangan
Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital. Yogyakarta: andi
offset.
kemenkumham.go.id. (2018, Agustus 2). Kemenkumham Targetkan Predikat
WBK/WBBM di Tahun 2018. Jakarta, Jakarta, Indonesia. Retrieved
November 15, 2019, from Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia:
https://www.kemenkumham.go.id/berita/kemenkumham-targetkan-
predikat-wbk-wbbm-di-tahun-2018
Moenir. (2002). Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Moleong, j. L. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosakarya.
Sedarmayanti. (2004). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:
PT. Mandar Maju.
Sedarmayanti, M. A. (2009). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja.
Bandung: Mandar Maju.
Sinambela, L. (2006). Reformasi Pelayanan Publik:Teori, Kebijakan, dan
Implementasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
734
smslap.ditjenpas.go.id. (2019, November 21). Data Lembaga Pemasyarakatan.
Jakarta, Jakarta Pusat, Indonesia.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumarto, H. ,. (2004). Inovasi Partisipasi dan Good Governance : 20 Prakarsa
Inovatif dan Partisipasi di Indonesia . Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sutarman. (2012). Pengantar Teknologi Informasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
W. Creswell, J. (2016). Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Widodo, J. (2001). Good Governance: Telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan
Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi
Daerah.Surabaya: insan cendekia.
Indonesia, R. (1995). www.bphn.go.id.