II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan mengenai : (2.1) Padi, (2.2) Struktur Padi dan Gabah,
(2.3) Beras, (2.4) Kimia Beras, (2.5) Komposisi Beras, (2.6) Pengolahan Beras,
(2.7) Beras Aromatik, (2.8) Sifat Kimia dan Nilai Gizi Beras dan (2.9) Flavor
Beras Aromatik
2.1. Padi
Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae
atau Glumiflorae). Tanaman semusim, berakar serabut, batang sangat pendek,
struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling
menopang, daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna
hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang
pendek dan jarang, bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga
disebut floret, yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula, buah
tipe bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya,
bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh
palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan
adalah endosperm yang dimakan orang (Anonim, 2010). Klasifikasi ilmiah padi
dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 2. Klasifikasi Ilmiah PadiKlasifikasi Nama Ilmiah
Kerajaan PlantaeDivisi Magnoliophyta
Monocots (tidak termasuk)Commelinids (tidak termasuk)
Ordo PoalesFamili Gramineae (Poaceae)Genus OryzaSpesies sativa
Nama Binomial : Oryza sativaSumber : Anonim, 2010.
Lu dan Chang (1980) melaporkan bahwa Oryza sativa dan Oryza
glaberrima berasal dari leluhur yang sama, yakni Oryza perennis Moench, dengan
Gondwanaland sebagai habitat asal. Proses evolusi kedua cultigen tersebut hingga
berkembang menjadi tiga ras ecogeographic, yakni Sinica (dulu dikenal dengan
Japonica), Indica dan Javanica.
Padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting di dunia, melebihi
kentang, jagung, gandum dan serealia lainnya. Tanaman ini dipertimbangkan
sangat penting kehadirannya di dunia, karena padi merupakan pangan pokok bagi
lebih dari setengah penduduk dunia (Lu, 1999).
Bagi bangsa kita padi identik dengan hidup, sebab selain padi sebagai
sumber penghidupan, ia juga merupakan bahan makanan utama bagi penduduk
indonesia, meskipun ada sebagian yang mengkonsumsi jagung, ubi dan sagu.
Keberadaan padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi
dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan makanan yang lain
(Anonim, 2011).
Ditinjau dari kegunaannya tanaman padi dapat dibedakan dalam dua jenis,
yaitu : (a) padi beras, yaitu jenis tanaman padi yang hasilnya untuk dijadikan
makanan pokok sehari-hari. Beras sebagai hasil akhir tanaman dijadikan sumber
utama karbohidrat, dimasak menjadi nasi dan dimakan; (b) padi ketan, yaitu jenis
tanaman padi yang hasilnya bukan sebagai makanan pokok sehari-hari. Beras
ketan umumnya dibuat tepung sebagai bahan pembuat penganan atau makanan
ringan. Dengan demikian padi ketan tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan
pokok sebagaimana padi beras (Yandianto, 2003).
2.2. Struktur Padi dan Gabah
Biji padi atau gabah terdiri atas dua penyusun utama yaitu 72 sampai 82%
bagian yang dapat dimakan atau kariopsis (beras pecah kulit) dan 18 sampai 28 %
kulit gabah atau sekam. Kariopsis tersusun dari 1 sampai 2 % perikarp, 4 sampai 6
% aleuron dan testa, 2 sampai 3 % lemma, dan 89 sampai 94 % endosperm.
Kisaran yang berbeda, kemungkinan disebabkan oleh perbedaan varietas gabah,
keadaan daerah penanaman, dan perbedaan pola budidayanya. Hasil penelitian
lain menyatakan bahwa kariopsis terdiri atas 6,5% perikarp, testa, nuselus, dan
aleuron, 2 sampai 2,1 % skutelum, 0,8 sampai 1,1 % lembaga atau embrio, dan
90,4 sampai 90,6 % endosperm (Juliano, 1980).
Struktur umum padi terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit biji, butir biji
(endosperm) dan lembaga (embrio). Kulit biji disebut sekam, sedangkan butir biji
dan embrio adalah butir beras itu sendiri. Secara lebih terperinci, endosperma
dapat dibedakan dari kulit ari sebagai pembungkusnya. Lapisan terluar disebut
pericarp, kemudian tegmen, lapisan aleron, dan bagian dalam adalah endosperma.
Ketiga lapisan kulit ari ini hanya 5% dari berat butir beras (Herudiyanto, 2008).
Butir padi atau disebut gabah terdiri dari kulit pembungkus. Kulit
pembungkus ini terdiri dari dua belahan sekam yang tidak sama besarnya.
Belahan sekam yang terbesar disebut lemma, sedangkan belahan sekam kedua dan
lebih kecil disebut palea Struktur biji beras dapat dilihat pada Gambar 1.
(Juliano, 1972).
Gambar 1. Struktur Gabah (Anonim, 2010).
Lemma diduga berasal dari pelepah daun, sedangkan palea mirip dengan
profilla (Gould, 1968). Lemma selalu lebih besar dari palea dan menutupi hampir
2/3 permukaan beras, sedangkan isi palea tepat bertemu pada bagian sisi lemma
(Yoshida, 1981).
Dari sekam akan diperoleh abu yang cukup besar. Abu sekam ini
mengandung hampir 95% silica (SiO2) yang mempunyai derajat kekerasan tinggi.
Lapisan aleuron banyak mengandung protein. Pericarp dapat dibagi atas beberapa
jaringan sel, yaitu epicarp dan mesocarp yang mengandung sellulosa,
hemiselullosa, dan protein.
Tegmen terdiri dari 2 lapisan, yaitu spermoderma dan perisperma yang
banyak mengandung lemak. Embrio atau lembaga terdiri dari bakal akar (radikal),
bakal daun (plumul) dan tudung skutelum serta epiblas. Lembaga terutama
mengandung lemak dan protein.
Endosperma terdiri dari pati. Butir belum disosoh disebut beras pecah
kulit. Dalam proses penyosohan sebagian lapisan-lapisan luar dan lembaga ikut
terbawa (Herudiyanto, 2008).
2.3. Beras
Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi oleh sebagian besar
masyarakat. Bahkan preferensi masyarakat terhadap beras semakin besar.
Berdasarkan data Susenas 1990-1999, tingkat partisipasi konsumen beras di setiap
provinsi maupun tingkatan pendapatan mencapai sekitar 97-100%. Ini artinya
hanya sekitar 3% rumah tangga yang tidak mengkonsumsi beras sebagai bahan
pangan pokok terutama pangan pokok tunggal. Tingkat partisipasi konsumsi beras
yang lebih kecil 90% hanya ditemukan di pedesaan Papua. Sebagai gambaran,
tingkat konsumsi beras rata-rata di kota tahun 1999 adalah
96,0 kg per kapita/tahun dan didesa adalah 111,8 kg per kapita/tahun
(Erwidodo et al. 1996).
Klasifikasi mutu beras terutama ditentukan oleh kadar air, derajat sosoh,
beras patah/beras kepala, butir mengapur, butir kuning, butir rusak, beras merah,
butir gabah dan benda asing.
Ada dua jenis pati dalam beras, yaitu amilosa dan amilopektin. Beras
berbulir panjang kaya akan amilosa, sedangakan bulir pendek kaya akan
amilopektin. Sifat-sifat nasi yang yang matang sangat beragam, tergantung pada
jenis beras atau rasio kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati. Ketika telah
matang, beras berbulir panjang tidak terlalu lengket bila dibandingkan dengan
beras berbulir pendek.
Selain dari pati ( karbohidrat), beras juga mengandung sejumlah protein
dan serat. Sebagai kandungan gizi dalam beras, umumnya protein dan serat
terdapat pada lapisan luar butir beras yang disebut dedak (kulit ari beras)
(Wahyudi, 2010).
Sebagai sumber karbohidrat, beras banyak mengandung pati yang terdapat
dalam bentuk granula-granula pati. Pati adalah polimer molekul-molekul glukosa
dengan ikatan ± 1-4 glukosida. Polimer yang lurus dikenal dengan nama amilosa,
sedangkan polimer yang bercabang adalah amilopektin (Herudiyanto, 2008).
Perbandingan antara amilosa dan amilopektin pada beras akan
mempengaruhi jenis berasnya karena untuk setiap jenis beras perbandingan itu
selalu bervariasi. Variasi tersebut akan mempengaruhi apakah suatu jenis beras
dinamakan beras pera atau beras pulen. Beras dengan kandungan amilosa 17-22%
akan terasa pulen, sedangkan yang kadar amilosanya 25% atau lebih akan terasa
pera bila dimasak dan bila didinginkan akan terasa keras (Herudiyanto, 2008).
Distribusi kadar abu dalam beras pecah kulit adalah 15% dalam dedak,
10% dalam lembaga, 11% dalam bekatul, dan 28% dalam beras giling. Distribusi
P, Fe, dan K menunjukkan kesamaan dengan distribusi abu total. Beberapa
mineral lainnya seperti Na dan Ca menunjukkan distribusi yang lebih merata
dalam biji (Tabel 3). Pada beras giling, 63% kandungan Na dan 74% kandungan
Ca diperkirakan berada dalam beras pecah kulit. Walaupun demikian, sebagian
besar mineral seperti halnya vitamin dan lipida, terdapat dalam bagian luar biji,
terutama di lapisan aleuron dan lembaga. Makin ke tengah, kandungan mineral
makin menurun.
Sebagian besar mineral dalam abu beras yang terdiri atas P, Mg, dan K
terdapat dalam jumlah yang cukup besar pada abu beras pecah kulit dan beras
giling. Di samping itu juga terdapat Ca, Cl, Na, Si, dan Fe. Fosfor dan K
merupakan mineral utama dalam beras pecah kulit, disusul oleh Si dan Mg.
Tabel 3. Kandungan senyawa anorganik dalam beras pecah kulit dan fraksi-fraksinya.
Sumber: Juliano., 1980.
Gregorio et al. (2000) melaporkan varietas IR-64 (kandungan besi rendah)
setelah mengalami proses penyosohan selama 15 menit yang setara dengan waktu
penyosohan skala komersial, mengalami penurunan kandungan besi lebih dari
30%. Namun kandungan besinya tidak mengalami perubahan dengan semakin
lama waktu penyosohan. Hal serupa juga terjadi pada varietas Jalmagna dan Tong
Lang Mo Mi yang diketahui mempunyai kandungan besi lebih tinggi. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kandungan besi beras berada di lapisan
luar/aleuron.
Tabel 4. Rata-rata kandungan mineral beras giling dan nasi beberapa varietas padi
Sumber: Indrasari at al. 2002.
Pengolahan padi dan beras dapat menghasilkan berbagai produk
diantaranya parboiled rice, precooked rice, dan enriched rice. Proses pengolahan
parboiled rice menggunakan bahan dasar gabah kemudian dilakukan perendaman,
pengukusan, pengeringan, dan penggilingan. Parboiled rice menghasilkan beras
yang kaya akan zat gizi karena pada saat proses pengukusan gabah, zat-zat yang
terlarut akan masuk ke aleuron dan sebagian endosperm. Kandungan karbohidrat
akan memperkuat lapisan luar endosperm dan zat-zat gizi tersebut akan tertahan
sehingga pada waktu penggilingan kadar zat gizi akan tetap. Proses pengolahan
precooked rice menggunakan bahan dasar beras kemudian dilakukan perendaman,
pengukusan, dan pengeringan. Produk yang dihasilkan sangat praktis dalam
penyajiannya, tetapi kandungan zat gizinya kurang sebab selama pengukusan
banyak zat gizi yang terlarut dalam air. Proses pengolahan enriched rice sama
dengan proses pengolahan precooked rice, untuk mengimbangi kehilangan zat
gizi seperti vitamin pada waktu penggilingan maka ditambahkan beberapa macam
vitamin misalnya tiamin, niasin atau vitamin B kompleks dengan persentase
tertentu sehingga warna dari produk menjadi kuning atau coklat. Warna kuning
atau coklat kurang disukai konsumen, oleh karena itu ditambahkan pigmen
pemutih seperti kalsium fosfat, kalsium oksida, talc, dan titanium dioksida
sehingga menghasilkan produk dengan penampakan putih
(Chang dan Eliceo., 1999).
2.4. Kimia Beras
Komponen terbesar beras adalah pati. Oleh sebab itu ciri-ciri inderawi
utama, khususnya teksturnya, ditentukan oleh sifat dan perilaku pati. Secara
umum dapat dinyatakan bahwa olahan pangan berpati, dikatakan sudah masak
apabila granula pati sudah mengalami tingkatan gelatinisasi tertentu. Olahan
pangan berpati terasa enak karena pati tergelatinisasi mudah dicerna oleh enzim
amilase dalam air liur dan teksturnya menjadi lebih disenangi
(Whistler dan Daniel., 1984).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosida, terdiri
dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut
amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Struktur granula pati dapat
dibedakan menjadi dua bagian yang kristalin dan bagian yang amorf. Struktur
kristalin merupakan susunan yang teratur dan kompak yang tersusun dari amilosa
dan bagian rantai lurus pada amilopektin. Bagian amorf lebih mudah menyerap air
dan lebih mudah diserang oleh enzim (Hood, 1982)
(1) Amilosa
Amilosa merupakan fraksi linier dengan ikatan α-1,4-D-glukosa, tiap
polimer mengandung 200 sampai 2000 unit D-glukosa. Amilosa bersifat
hidrofilik, karena banyaknya gugus hidroksil pada molekulnya, gugus ini bersifat
polar. Rantai lurus amilosa cenderung membentuk susunan paralel satu sama lain
dan berikatan melalui ikatan hidrogen. Jika hal ini terjadi, maka afinitas amilosa
terhadap air akan menurun karena adanya ikatan antar molekul. Kumpulan
molekul amilosa ini akan meningkat sampai mencapai suatu titik dimana terjadi
pengendapan bila konsentrasinya rendah dan akan terbentuk gel bila
konsentrasinya tinggi. Berat molekul amilosa berkisar antara 1x105 sampai
2.1x105 (Wurzburg, 1968).
Amilosa adalah polisakarida yang terdiri dari glukosa yang membentuk
rantai linier dan polisakarida yang bergabung dengan mengeliminasi satu molekul
air dari setiap ikatan. Amilosa memiliki kemampuan membentuk ikatan hidrogen
atau mengalami retrogradasi. Struktur yang lurus ini membuat amilosa dapat
dihidrolisis sempurna dengan enzim α-amilase. Rantai lurus dan sifat hidrofilik
amilosa menyebabkan molekul ini cenderung membentuk susunan paralel satu
sama lainnya melalui ikatan hidrogen (Juliano, 1980). Rumus bangun amilosa
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Amilosa (Winarno, 2008).
Kadar amilosa beragam tergantung varietas beras, dapat berkisar antara
7 sampai 37% berat kering atau 8 sampai 37% dari berat pati yang terkandung.
Beras dengan varietas yang sama dapat memiliki kandungan amilosa yang
beragam hingga 6%, misalnya beras PB 8 mempunyai kadar amilosa 27 sampai
33,5%. Berdasarkan kadar amilosanya beras dapat dikelompokkan menjadi beras
beramilosa rendah (10 sampai 20 %), beras beramilosa sedang (20 sampai 25 %)
dan beras beramilosa tinggi disebut beras keras mengandung kadar amilosa 25
sampai 33 %. Beras yang mengandung amilosa tinggi menghasilkan nasi yang
pera dan “kering”, sebaliknya beras yang mengandung amilosa rendah
menghasilkan nasi yang lengket dan lunak (Juliano et al.,1994).
Suatu survei telah dilakukan IRRI untuk mengetahui kandungan amilosa
dari varietas-varietas padi yang ditanam di beberapa negara, hasilnya adalah
varietas-varietas japanica yang umumnya ditanam didaerah iklim sedang seperti
Korea, Jepang, dan Taiwan mengandung amilosa rendah sampai sedang dengan
tekstur nasi lembek, basah, dan lekat. Varietas indica umumnya dibudidayakan di
wilayah iklim tropis mengandung amilosa sedang sampai amilosa tinggi seperti
Indonesia, Pakistan, dan sebagian Filipina menyukai beras berkadar amilosa
sedang yang sifat nasinya pulen, tidak terlalu basah ataupun kering
(Haryadi, 2008).
Analisis amilosa menggunakan Spektrofotometer. Spektrofotometer terdiri
dari Spektrometer dan Fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum
pada panjang gelombang (λ) tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur
intensitas cahaya yang di transmisikan atau yang di absorpsi. Prinsip kerja alat
spektrofotometer visible : intensitas warna dari suatu larutan sebanding dengan
jumlah cahaya yang diserap. Semakin pekat warna, maka semakin banyak cahaya
yang diserap.
Penetapan kadar amilosa terdiri atas dua tahap yaitu pembuatan kurva
standar dan penetapan sampel. Kurva standar dibutuhkan untuk mendapatkan nilai
slope yang selanjutnya dapat digunakan untuk perhitungan kadar amilosa.
Pembuatan kurva standar menggunakan amilosa kentang karena memiliki kadar
amilosa tinggi, kemurnian lebih tinggi dan lebih stabil
Pengukuran kadar amilosa pada beras dilakukan berdasarkan prinsip
iodine-binding (pengikatan iodine) dimana amilosa akan berikatan dengan iodine
pada pH rendah (4,5 sampai 4,8) menghasilkan kompleks berbentuk heliks
berwarna biru yang diukur dengan spektrofotometer, semakin tinggi intensitas
warna biru yang terukur, maka kadar amilosa yang terukur akan semakin tinggi
(Juliano, 1979).
Pengukuran kadar amilosa beras umumnya dilakukan secara kalorimetri,
berdasar intensitas warna biru yang terbentuk akibat pembentukan senyawa
kompleks amilosa-iod, pada pH 4,5 sampai 4,7. Pengukuran dilakukan berdasar
tingkat penyerapan sinar dengan panjang gelombang 620 nm oleh larutan yang
mengandung amilosa yang diukur (Juliano, 1971). Pengukuran panjang
gelombang 620 nm sebelumnya dilakukan penentuan panjang gelombang
maksimum dengan mengukur intensitas nilai absorbansi tertinggi (kurva
adsorbsi).
(2) Amilopektin
Amilopektin merupakan rantai cabang dari pati yang mempunyai ikatan
α-1,4-D-glukosa sebagai rantai lurusnya dan ikatan α-1,6-D-glukosa sebagai
cabangnya. Titik percabangan ini terdiri dari 20 sampai 30 unit glukosa. Molekul
amilopektin terdiri dari beratus-ratus cabang dan berat molekulnya diperkirakan
sekitar satu juta. Amilopektin memiliki bentuk globular yang memperlihatkan
peningkatan pembengkakan dan viskositas yang lebih tinggi dalam larutan.
Amilopektin mempunyai kemampuan terbatas dalam pembentukan
polimer yang komplek, namun kedua fraksi pati tersebut dapat dihidrolisa oleh
enzim amilase menjadi senyawa gula sederhana seperti glukosa, dekstrin, maltosa,
dan maltotriosa. Amilopektin berstruktur banyak cabang, karena strukturnya yang
banyak bercabang, butir padi mengembang dan membentuk koloid dalam air.
Proses kristalisasi amilopektin berbeda dengan amilosa. Pada amilopektin,
kristalisasi terhalang oleh rantai cabang polimer. Hal ini disebabkan oleh
kristalisasi yang dipengaruhi oleh keteraturan dari polimer (Glicsman, 1976).
Rumus bangun amilopektin dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur Amilopektin (Winarno, 2008).2.5. Komposisi Beras
Komposisi dan sifat beras ternyata sangat beragam tergantung dari varietas
dan kondisi lingkungan. Analisa terhadap susunan kimia beras pecah kulit dan
fraksi gilingnya menunjukkan bahwa distribusi komponen-komponen
penyusunnya tidak merata dalam bagian beras. Pada bagian luar biji lebih kaya
akan kandungan bukan pati dan bagian endosperm kaya akan pati. Sebagian
terbesar karbohidrat dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil pentose,
selulosa, hemiselulosa, dan gula. Berat kering beras antara 85 sampai 90 %
adalah pati. Padi yang baru dipanen mengandung 72,2 sampai 74,9 % pati,
1,45 sampai 2,56 % glukosa, 0,31 sampai 0,48 % sukrosa, 0,05 sampai 1,56 %
dekstrin, sedikit pentosa dan galaktosa, kadang terdapat rafinosa (Grist, 1986).
Protein beras juga cukup lengkap susunan asam aminonya, kecuali
tryptophane. Beras pecah kulit mengandung protein sekitar 8% pada kadar air
14%, dan sekitar 7% pada beras giling. Kandungan protein pada beras dengan
varietas yang sama dapat berbeda hingga 7% (Erwidodo et al.,1996).
Beras kaya akan vitamin B. Berdasarkan hasil penelitian Rusinti (2002),
frekuensi pencucian berpengaruh terhadap kandungan thiamin (sebelum dicuci
mengandung 0,2850 mg). Pengaruh pencucian dengan sekali cuci menyebabkan
kandungan thiamin berkurang menjadi 0,2575 mg, dua kali pencucian kandungan
thiamin menjadi 0,1765 mg. Pencucian tiga kali thiamin tersisa 0,1560 mg.
Apabila dilakukan penggosokan saat pencucian sekali mengakibatkan berkurang
menjadi 0,2090 mg, dua kali penggosokan 0,1650 mg, dan tiga kali penggosokan
0,1435 mg. Maka, pencucian beras tidak perlu digosok agar kandungan
thiaminnya tidak hilang terlalu banyak. Komposisi beras dari berbagai cara
pengolahan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 5. Komposisi Beras dari berbagai Cara PengolahanKomposisi Beras Pecah Kulit Beras Giling Beras Pratanak
Kadar air (%)Kalori/100gProtein (%)Lemak (%)Ekstrak N-Bebas (%)Serat (%)Abu (%)Thiamin (mg/100g)Riboflavine (mg/100)Niacine (mg/100g)
12,03607,51,977,40,91,20,340,054,7
12,03636,70,480,40,30,50,070,031,6
10,33697,40,381,30,20,70,44
-3,5
Sumber : Barber, 1972.
Beras yang ada di Indonesia secara umum dikategorikan atas varietas bulu
dengan ciri bentuk butiran agak bulat sampai bulat dan varietas cere dengan ciri
bentuk butiran lonjong sampai sedang. Jenis Indica mempunyai butir padi
berbentuk lonjong panjang dengan rasa nasi pera, sedangkan pada jenis Japanica
butirnya pendek bulat, dengan rasa nasi pulen dan lengket. Indica lebih pendek
masa tanamnya, tahan kekurangan air, dipanen sekaligus karena butir padi mudah
terlepas dari malainya sehingga mudah tercecer. Beras japonica lebih lama masa
tanamnya, tanaman lebih tinggi, dipanen satu per satu karena butir padi melekat
kuat pada malainya. Di Indonesia, beras dapat digolongkan berdasarkan varietas,
asal daerah, cara pengolahan, dan tingkat penyosohan. Beberapa penggolongan
beras diantaranya :
1. Asal daerah, seperti beras Cianjur, beras Solok, beras Delanggu, dan beras
Banyuwangi.
2. Jenis atau varietas padi, misalnya beras Rojolele, beras bulu, dan beras IR
3. Cara prosesing, dikenal beras tumbuk dan beras giling.
4. Tingkatan penyosohan, misalnya beras slip I dengan derajat penyosohan 1/1
dan beras slip II dengan derajat penyosohan ¾.
5. Gabungan antara varietas dengan hasil penyosohan pada derajat yang berbeda,
berlaku untuk suatu daerah misalnya di Jawa Tengah dikenal beras TP, SP, dan
BP; di Jawa Barat dikenal beras TA, BGA, dan TC
(Damardjati dan Purwani, 1991).
2.6. Pengolahan Beras
Beras sebelum dikonsumsi harus diolah terlebih dahulu melalui proses
penanakan untuk menjadi nasi yang dapat dilakukan dengan cara pemasakan
konvensional maupun menggunakan alat rice cooker.
Rice cooker adalah alat penanak nasi dengan tenaga listrik yang bekerja
secara automatic, sehingga waktu perhatian untuk menanak nasi dapat dikurangi.
Rice cooker menggunakan 3 sistem pemanasan yang terdapat pada inner pot,
water tank, dry box. Untuk proses penanakan nasi ditambahkan steam pot yang
dapat menanak nasi. Body heater yang terdapat pada permukaan dari outer pot
dapat mempertahankan suhu pada inner pot yang berisi nasi dan lid heater yang
terdapat pada top cover dapat mencegah nasi bau dan berair. Penanak nasi
memiliki 3 fungsi utama yaitu :
1. Fungsi Penanakan
Fungsi penanakan yang dihasilkan dari heating plate menanak nasi yang
memiliki suhu lebih dari 1400C dan switch magnet otomatis akan mematikan
switch penanakan.
2. Fungsi Setelah Penanakan
Fungsi penanakan meskipun sudah dalam keadaan tidak aktif, fungsi setelah
penanakan akan hidup setelah 15 menit ditandai dengan menyalanya lampu
petunjuk penghangatan, hal ini merupakan fungsi inti untuk menghasilkan
tanak nasi yang baik, dengan lapisan absorsi di bagian inner pot menghasilkan
suhu menanak 1400C dan suhu 1500C pada post heating.
3. Fungsi Penghangatan
Suhu optimal penghangatan adalah 750C yang dihasilkan di lid heater, body
heater, dan heating plate memberikan kondisi penghangatan yang optimal.
Fungsi penghangatan ini digunakan sebagai fungsi untuk melakukan proses
penyimpanan. Walaupun kadang-kadang dengan proses penghangatan terus
menerus menyebabkan nasi berubah warna menjadi pertanda penurunan mutu
telah terjadi selama proses penyimpanan tersebut (Parwati, 2003). Kandungan
zat gizi nasi dari beras giling per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 6. Kandungan Zat Gizi Nasi dari Beras Giling per 100 gramZat Gizi Jumlah (dalam 100 gram nasi)
Air (g %) 57Energi (Kalori) 178Protein (g %) 2,1Lemak (g %) 0,1Karbohidrat (g %) 40,6Kalsium (Ca) (mg %) 5Pospor (P) (mg %) 22Besi (Fe) (mg %) 0,5Vitamin B1 (mg %) 0,02
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1995.
2.7. Beras Aromatik
Menurut Maga (1984), beras aromatik (scented rice) adalah beras dari
beberapa varietas yang mempunyai aroma yang kuat dibandingkan beras biasa
(non-aromatik). Beberapa penelitian mengatakan scented rice sebagai aromatik,
popcorn, atau pecan rice. Varietas yang banyak terdapat di negara Timur-Jauh
adalah Basmati sedangkan di Amerika adalah Della. Di beberapa bagian di dunia,
varietas scented rice lebih diinginkan, karena itu baik pemulia tanaman dan
beberapa ahli kimia flavor tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai
komposisi beras ini.
Beras-beras aromatik berbeda dari beras-beras biasa. Perbedaannya yaitu
aroma wangi dan karakteristik kualitas beras. Disamping itu, beras aromatik
memerlukan kondisi lingkungan yang berbeda sebagai perbandingan dengan
beras-beras biasa (Sing et al., 2000). Menurut Buttery et al. (1983), 2-acetyl-1-
pyrroline merupakan komponen aroma terpenting yang memberikan kontribusi
terhadap karakteristik aroma pada beras. Komponen ini juga ditemukan pada
analisis terhadap komponen volatil dari daun pandan (pandanus amaryllifolius).
Selain pada padi Pandanwangi, aroma ini juga ditemukan pada berbagai padi
beraroma yang terdapat di seluruh Asia. Komponen 2-acetyl-1-pyrroline paling
banyak mengandung gugus alkohol.
Menurut Yoshihashi et al. (2005), komponen 2-acetyl-1-pyrroline
mempunyai karakteristik ‘‘popcorn’’-like. Menurut Yoshihashi et al. (2005),
kandungan 2-Acetyl-1-pyrolline dipengaruhi oleh derajat penggilingan, waktu dan
suhu penyimpanan. Kandungan 2-Acetyl-1-pyrolline di dalam padi lebih besar
dari pada beras yang telah digiling. Derajat penggilingan yang rendah dapat
meningkatkan jumlah 2-Acetyl-1-pyrolline, akan tetapi konsentrasi rendah dari
aroma offflavour dan rating sensori yang tinggi menyebabkan beras giling lebih
dipilih konsumen, meskipun dari segi nutrisional, padi atau beras setengah giling
dianggap pilihan lebih baik. Efek pengemasan dan suhu pada kandungan 2-Acetyl-
1-pyrroline dalam beras aromatik selama penyimpanan telah diteliti, dimana
kandungan 2-acetyl-1-pyrroline ini menurun lebih cepat dengan semakin
meningkatnya suhu penyimpanan. Asam lemak pada beras akan meningkat
selama penyimpanan, sebaliknya jumlah 2-acetyl-1-pyrroline akan menurun
selama penyimpanan.
2.8. Sifat Kimia dan Nilai Gizi Beras
Menurut Winarno (1997), berdasarkan kandungan amilosanya beras atau
nasi dibagi menjadi 4 golongan yaitu beras dengan kadar amilosa tinggi 25 - 33%,
beras dengan kadar amilosa sedang 20 - 25%, beras dengan kadar amilosa rendah
9 - 20%, dan beras dengan kadar amilosa sangat rendah kurang dari 9%. Menurut
Damardjati dan Purwani (1991), beras dengan kadar amilosa sedang mempunyai
sifat nasi yang pulen, tidak terlalu basah dan kering. Sedangkan beras berkadar
amilosa tinggi mempunyai sifat nasi yang keras, kering dan pera. Beras ketan
memiliki kadar amilosa yang sangat sedikit (1 - 2%), sedangkan beras yang
mengandung amilosa lebih dari 2 % disebut beras biasa atau beras bukan ketan.
Penduduk daerah tropis seperti Indonesia, Pakistan, dan sebagian Filipina
menyukai beras berkadar amilosa sedang. Sedangkan penduduk Srilanka, Vietnam
Selatan, Malaysia Barat, dan Burma menyukai beras berkadar amilosa tinggi.
Tabel 7. Beberapa Varietas Beras Berdasarkan Kandungan Amilosanya
Kadar Amilosa (%) Tekstur Nasi Varietas9 - 20 Pulen Bengawan Solo, Tukad
Petanu, Sentani, Sintanur,Memberamo, Cilosaridan Cisadane
20 - 25 Sedang Bondoyudo,Pandanwangi, Rojolele,IR 64, Cibodas, Maros,Way Apo Buru
25 - 33 Pera IR 68, Batang Anai,Digul, Dewi Ratih dan IR36
Sumber : Deliani (2004)
Menurut Juliano (1979) proksimat beras adalah suatu cara yang dilakukan
untuk mengetahui kadar komponen tertentu dalam beras secara estimasi.
Proksimat beras antara lain kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat. Beras
sebagai bahan pangan disusun oleh pati, protein dan unsur lain seperti lemak, serat
kasar, mineral, vitamin, dan air. Analisis terhadap susunan kimia beras dan fraksi
gilingnya menunjukkan bahwa distribusi penyusunnya tidak merata. Lapisan
terluar beras kaya akan komponen non pati seperti protein, lemak, serat, abu,
pentosan, dan lignin, sedangkan bagian endosperm kaya akan pati.
Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian berupa
pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Pati beras antara 85 - 90% dari berat
kering beras. Kandungan petosan berkisar antara 2,0 – 2,5% dan gula 0,6% - 1,4%
dari beras pecah kulit (Houston, 1972). Menurut Winarno (1997), pati merupakan
homopolimer glukosa dengan ikatan -glukosidik. Pati terdiri atas 2 fraksi yang
dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut adalah amilosa sedangkan fraksi
tidak terlarut adalah amilopektin. Kadar rata-rata komposisi kimia berdasarkan
kadar amilosa dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 8. Rata-rata komposisi kimia berdasarkan kadar amilosa
Komposisi Kimia Beras
Komposisi Nilai Rataan Komposisi Kimia
Beras KadarAmilosa Tinggi
Beras KadarAmilosa Sedang
Beras KadarAmilosa rendah
Karbohidrat (%) 90,17 89,86 89,93
Air (%) 12,05 12,05 12,35
Lemak (%) 0,86 0,92 0,89
Protein (%) 7,91 8,00 7,67
Abu (%) 1,06 1,3 1,52
Serat Kasar (%) 3,4 3,29 3,49
Sumber : Rohman (1997)
Menurut Juliano (1979), protein sebagai penyusun terbesar kedua setelah
pati, mempunyai ukuran granula 0,5 - 5 μm, terdiri dari 5% fraksi albumin (larut
dalam air) dan 10% globulin (larut dalam basa). Fraksi protein yang paling
dominan adalah glutelin yang bersifat tidak larut dalam air sehingga dapat
menghambat penyerapan air dan volume pengembangan butir padi selama
pemanasan. Kadar lemak beras pecah kulit berkisar antara 2,4 – 3,9%, sedangkan
pada beras giling berkisar antara 0,3 – 0,6% (Juliano, 1972). Kandungan lipid
beras ini dipengaruhi oleh varietas, derajat kematangan biji, kondisi penanaman,
dan metode ekstraksi lipid. Menurut Juliano (1972), asam lemak utama dalam
lemak beras adalah palmitat (16:0), oleat (18:1), dan linoleat (18:2). Perbedaan
varietas memberikan perbedaan komponen asam lemak.
Kandungan vitamin dalam beras terutama adalah tiamin, riboflavin, niasin,
dan piridoksin (Damardjati dan Purwani, 1991). Beras tidak mengandung vitamin
A dan D. Proses penyosohan dapat menyebabkan penyusutan vitamin B kompleks
dalam beras pecah kulit lebih dari 50% (Juliano, 1972).
Komposisi mineral dalam biji beragam tergantung dari perbedaan
komposisi dan ketersediaan nutrien tanah dimana tanaman tumbuh serta
perbedaan metode analisis yang digunakan peneliti (Juliano, 1972). Menurut
Haryadi et al. (1990) mineral utama yang terdapat pada gabah dan produk hasil
gilingannya adalah kalsium, magnesium, fosfor, kalium, silikon, dan belerang.
Mineral yang terdapat dalam jumlah kecil (mikroelemen) antara lain alumunium,
brom, kalsium, kobalt, tembaga, iodium, natrium, besi, seng, dan mangan.
2.9. Flavor Beras Aromatik
Flavor merupakan suatu apresiasi kompleks dari penerimaan total yang
diterima ketika seseorang mengkonsumsi makanan dan minuman. Dalam
pengertian sehari-hari flavor sering diartikan secara sederhana sebagai aroma
bahan pangan. Komponen aroma tersebut baru bisa dikenali apabila berbentuk gas
atau uap dan molekul-molekulnya yang menyentuh sel olfaktori (Winarno, 1997).
Menurut Rothe (1988) flavor merupakan kesan atau persepsi gabungan terutama
oleh aroma (smell) dan rasa (taste) yang dipengaruhi oleh penampakan tekstur
serta akustik.
Aroma suatu produk terdeteksi ketika komponen volatil produk memasuki
rongga hidung dan diterima oleh indera penciuman. Jumlah komponen volatil
yang dilepaskan oleh suatu produk dipengaruhi oleh suhu dan komponen
alaminya. Rasa dapat didefinisikan sebagai karakteristik sensori yang diterima
oleh indera pengecap manusia ketika makanan dikonsumsi (Meilgaard et al.,
1999). Menurut Morton dan Maleod. (1982), rasa juga diartikan sebagai flavor,
tetapi lebih tepatnya merupakan sensasi yang dihasilkan oleh makanan dan
komponen kimia lain ketika merangsang reseptor dalam indera pengecap/perasa
pada lidah. Tetapi makanan dapat terus membangkitkan sensasi rasa walaupun
makanan telah memasuki tenggorokan, karena ada indera pengecap pada epiglotis
(katup tenggorokan).
Pembeda beras aromatik dengan beras-beras biasa lainnya adalah
karakteristik aroma yang dimilikinya. Aroma ini dihasilkan dari komponen volatil
yang dibebaskan dari beras. Karakteristik aroma ini juga dipengaruhi oleh
penanganan sebelum dan setelah pemanenan, misalnya waktu penyimpanan dan
cara pengeringan padi. Lebih dari 100 komponen aktif beras teridentifikasi oleh
banyak peneliti, hanya beberapa komponen yang mempunyai nilai threshold
cukup rendah untuk memberikan kontribusi terhadap karakteristik aroma pada
beras (Wongpornchai et al., 2004). Menurut Maga (1984) komponen aroma pada
beras antara lain hidrokarbon, lkohol, fenol, aldehid, keton, ester, asam, dan
komponen aromatik (siklik). Sedangkan yang termasuk kedalam komponen utama
yang memberikan kontribusi terhadap profil flavor beras yaitu alkohol, aldehid,
keton, dan aromatik (siklik).
Buttery et al. (1982) berhasil mengidentifikasi 2-acetyl-1-pyrolline sebagai
komponen utama aroma pada beras yang telah dimasak. Komponen ini diyakini
menjadi komponen yang penting pada aroma compound, dan diidentifikasi oleh
indra manusia sebagai popcorn-like (Buttery et al., 1988). Pada penelitian tersebut
juga menyebutkan bahwa komponen aroma tersebut merupakan thermally
produced, karena komponen tersebut hanya teridentifikasi pada beras yang telah
dimasak, bukan pada beras mentah. Gambar 2 menunjukkan proses pembentukan
aroma 2-acetyl-1-pyrolline.
Gambar 4. Diagram Proses Pembentukan Aroma 2-acetyl-1-pyrolline
Fraksinasi pada aroma beras menunjukkan grup berbeda pada komponen
yang bertanggung jawab terhadap aroma beras. Widjaja et al. (1996)
memfraksinasikan komponen aroma ke dalam fraksi netral, asam, dan basa. Pada
penelitian ini menunjukkan bahwa fraksi asam mempunyai bau tengik, yang
utamanya dikontribusi dengan adanya asam palmitat, miristat, dan linoleat.
Turunan piridin (pirazine, tetrahidropiridin) teridentifikasi ke dalam fraksi basa,
yang mempunyai aroma panggang yang lembut dan kacang, serta diyakini
thermally generated melalui reaksi Maillard. Fraksi netral terdiri atas aldehid,
keton, dan ester, yang ditimbulkan melalui proses oksidasi lipid (Zhou et al.,
1999).
Komponen volatil yang terdapat pada selaput terluar pada beras
memegang peran penting pada pembentukan aroma nasi. Fujima et al. (1997)
menyatakan bahwa komponen utama asam pada konsentrat uap volatil pada
selaput terluar beras adalah 4-vinilfenol, sedangkan 2-asetilthiazol dan benzotiazol
adalah komponen kunci pada fraksi netral dan basa pada aroma selaput terluar
beras. Derajat penggilingan yang tinggi akan menurunkan jumlah komponen-
komponen tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Widjaja et al. (1996) berhasil
membandingkan jumlah heksanal pada beras aromatik dan non-aromatik, beras
non aromatik memiliki jumlah hexanal lebih banyak dari pada beras aromatik.
Selain itu beras non-aromatik mengandung lebih banyak 6- metil-5-hepten-2-
on, trans-2-heptenal, 1-octen-3-ol, nonanal, trans-2-oktenal, dan trans-2-trans-
4-decadienal. Sedangkan beras aromatik mengandung lebih banyak piridin,
pentilfuran, 4-vinilguaiakol, dan 4-vinilfenol.