4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Buah Semangka
Semangka (Citrullus vulgaris, Schard) merupakan salah satu buah yang
sangat digemari masyarakat Indonesia karena rasanya yang manis, renyah dan
kandungan airnya yang banyak. Menurut asal-usulnya, tanaman semangka konon
berasal dari gurun Kalahari di Afrika, kemudian menyebar ke segala penjuru dunia,
mulai dari Jepang, Cina, Taiwan, Thailand, India, Belanda, bahkan ke Amerika.
Semangka biasa dipanen buahnya untuk dimakan segar atau dibuat jus. Biji
semangka yang dikeringkan dan disangrai juga dapat dimakan isinya sebagai kuaci.
Buah semangka memiliki kulit yang keras, berwarna hijau pekat atau hijau muda
dengan larik-larik hijau tua tergantung kultivarnya, daging buahnya yang berair
berwarna merah atau kuning (Prajnanta, 2003).
Gambar 1. Bagian buah semangka (Amstrong, 2002)
Berdasarkan klasifikasinya, tanaman semangka merah termasuk ke dalam:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Subkelas : Sympetalae
Ordo : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Citrullus
Species : Citrullus vulgaris
(Rukmana, 1994)
5
Buah semangka diketahui mengandung zat-zat tertentu yang cukup efektif
dalam membunuh sel-sel kanker, yaitu zat yang mampu menghidupkan aktivitas
fungsi sel darah putih yang mampu meningkatkan sistem kekebalan. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa semangka mengandung zat-zat yang dapat
menstimulir phagocyte, yaitu suatu sel darah yang mampu melindungi sistem darah
dari infeksi dengan cara menyerap mikroba untuk mematikan sel-sel penyebab
penyakit kanker. Kandungan kalori buah semangka sangat rendah sehingga
semangka dapat berfungsi sebagai diuretik. Buah semangka mengandung pigmen
karotenoid jenis flavonoid yang memberikan warna daging buah merah atau
kuning. (Prajnanta, 2003) Kandungan gizi dari buah semangka dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Semangka
Nama Zat Gizi Kandungan Zat Gizi
Depkes R.I * FNRC**
Air 92,10 g 92,30 g
Kalori 28,00 kal 28,00 kal
Lemak 0,50 g 0,10 g
Karbohidrat 0,20 g 0,20 g
Kalsium 7,00 g 8,00 g
Fosfot 12,00 g 7,00 mg
Zat besi 0,20 mg 0,20 mg
Serat - 0,50 mg
Natrium - 1,00 mg
Kalsium - 82,00 mg
Niacin - -
Vitamin B1 0,05 mg 0,20 mg
Vitamin C 6,00 mg 6,00 mg
Sumber :*Direktur Gizi Depkes R.I (1981), **Food and Nutrisi Research Center,
Handbook No.1 Manila (1964)
6
2.1.2. Perbandingan Kandungan Antioksidan pada Buah dan Kulit
Semangka
Berdasarkan hasil penelitian Fatmawati (2008) yaitu daya antioksidan
ekstrak etanol 96% buah semangka (Citrullus vulgaris Schrad.) diperoleh bahwa
penentuan daya antioksidan dengan metode DPPH menggunakan pembanding
vitamin C. Parameter dalam pengujian ini adalah IC50 yang menunjukkan besarnya
konsentrasi ekstrak uji yang diperlukan untuk menghasilkan 50% aktivitas
antioksidan. Pada pembuatan ekstrak etanol 96% buah semangka diperoleh
rendemen sebanyak 2,84%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol
96% buah semangka mempunyai daya antioksidan ditunjukkan dengan nilai IC50
sebesar 131,77 mg/mL, sedangkan pembanding vitamin C sebesar 3,28 mg/mL.
Dari hasil ini terlihat bahwa daya antioksidan vitamin C lebih kuat dari ekstrak
etanol 96% buah semangka. Walaupun demikian ekstrak etanol 96% buah
semangka masih dapat dikatakan memiliki daya antioksidan kuat karena nilai IC50
yang ditunjukkan kurang dari 200 mg/mL. sedangkan pada kulit buah semangka
atau sering disebut sebagai albedo juga memiliki antioksidan berupa zat citrulline.
Menurut Guoyao dkk. (2007), pada daging dan kulit buah semangka ditemukan zat
citrulline. Citrulline lebih banyak ditemukan pada kulit semangka yakni sekitar
60% dibanding dagingnya
2.2. Kulit Semangka/Pulp Buah Semangka
Semangka mempunyai kulit buah yang tebal, berdaging dan licin. Daging
kulit semangka ini disebut dengan albedo. Warna albedo semangka putih. Bagian
kulit semangka memiliki banyak kandungan yang bermanfaat bagi kesehatan. Kulit
semangka kaya akan zat sitrulin. Warna kulit buah bermacam-macam, seperti hijau
tua, kuning agak putih, atau hijau muda bergaris putih. Daging buahnya renyah,
7
mengandung banyak air dan rasanya manis dan sebagian besar berwarna merah,
walaupun ada yang berwarna jingga dan kuning. Bentuk biji pipih memanjang
berwarna hitam, putih, kuning atau cokelat kemerahan, bahkan ada semangka tanpa
biji (seedless) (Apriogi Ade Sandra, 2012).
Menurut Guoyao dkk. (2007), pada daging dan kulit buah semangka
ditemukan zat citrulline. Citrulline lebih banyak ditemukan pada kulit semangka
yakni sekitar 60% dibanding dagingnya. Zat citrulline akan bereaksi dengan enzim
tubuh ketika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup lalu diubah menjadi arginin,
asam amino non essensial yang berkhasiat bagi jantung, sistem peredaran darah,
dan kekebalan tubuh. Albedo dapat disebut sebagai lapisan tengah (mesokarp) buah
semangka yang terletak di antara epidermis luar (eksokarp) dan epidermis dalam
(endokarp). Albedo merupakan bagian kulit buah yang paling tebal dan berwarna
putih. Sebagaimana jaringan tanaman lunak yang lain, albedo semangka juga
tersusun atas pektin (Kalie, 1999)
2.2.1. Manfaat dan Kandungan Gizi Kulit/Pulp Buah Semangka
Kulit buah semangka terdapat zat Cirtulline yang lebih banyak daripada
daging buahnya. Zat Cirtulline dapat dimanfaatkan untuk mengatasi hipertensi,
memperlebar pembuluh darah dan mengeluarkan amonia dari hati (Riestya, 2010).
Selain itu, kulit buah semangka dapat menurunkan kadar glukosa darah. Komposisi
kimia kulit semangka dapat dilihat pada Tabel 2 berikut dibawah ini.
8
Tabel 2. Komposisi Kulit Semangka dalam 100 g Bahan
Kandungan zat Jumlah
Air (g) 94,00
Energi (kal) 18,00
Protein (g) 1,60
Lemak (g) 0,10
Karbohidrat (g) 3,20
Abu (g) 0,70
Serat (g) 0,60
Kalsium (mg) 31,00
Fosfor (mg) 11,00
Zat besi (mg) 0,50
Natrium (mg) 1,00*
Kalium (mg) 82,00*
Mangan (mg) 0,038*
Magnesium (mg) 10,00*
Riboflavin (mg) 0,03
Thiamin (mg) 0,03
Niacin (mg) 0,6
(Sumber: We Leung, 1970; *: Rukmana, 1994)
Kulit buah semangka mengandung antioksidan yang cukup tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Ismayanti (2013) dalam
penelitiannya menggunakan buah semangka bulat dan buah semangka lonjong
untuk mengetehui kandungan aktivitas antioksidan diperoleh aktivitas antioksidan
dengan nilai IC50, pada kulit semangka bulat 214,369 ppm dan semangka lonjong
376,266 ppm. Berdasarkan nilai IC50, kedua sampel tersebut tergolong antioksidan
lemah.
2.2.2. Pengolahan Kulit Buah Semangka
Cara memanfaatkan kulit atau pulp semangka dapat dikatakan tidak sulit.
Di beberapa negara seperti Amerika Selatan, Rusia, Ukraina, Rumania, Bulgaria,
dan Arab, kulit buah semangka sering dibuat acar atau dimakan sebagai sayuran.
Kulit buah semangka juga dapat diminum setelah dijus dengan campuran buah
lainnya (Daniel, 2012). Selain itu, menurut Mhd.Iqbal Nusa (2014) kulit buah
semangka yang berwarna putih ini bisa kita manfaatkan untuk berbagai keperluan.
9
Seperti untuk campuran fruit cocktail, dibuat kalua (sejenis setup manis dengan
banyak air), acar, bahkan dimasak sayur bening, tumis, sambal goreng santan, atau
lainnya. Menurut Purwanti Widhy H (2016), kulit semangka bagian dalam yang
berwarna putih ini bisa kita manfaatkan untuk permen jelly. Permen jelly
merupakan permen yang dibuat dari air atau sari buah dan bahan pembentuk gel,
yang berpenampilan jernih. Bahan pembentuk gel yang biasa digunakan antara lain
gelatin, karagenan dan agar. Permen jelly tergolong pangan semi basah, oleh karena
itu produk ini cepat rusak, penambahan bahan pengawet diperlukan untuk
memperpanjang waktu simpannya. Bahan pengawet yang biasa digunakan adaiah
sodium propionat yang efektif dalam menghambat pertumbuhan kapang dan
beberapa jenis bakteri, Sodium Propionat efektif pada pH 5-6, dan daya
pengawetannya berkurang dengan semakin tingginya pH, penambahan sodium
Propionat yang diperbolehkan dalam makanan maksimum 0,3%. Permen jelly
memerlukan bahan pelapis berupa campuran tepung tapioka dengan tepung gula.
Guna bahan pelapis ini adalah untuk membuat permen tidak meiekat satu sama lain
dan juga menambah rasa sehingga bertambah manis. Umumnya permen dari gelatin
dilapisi dengan tepung pati kering untuk membentuk lapisan luar yangtahan lama,
dan menghasilkan bentuk gel yang baik dengan perbandingan komposisi bahan
pelapis permen jelly terbaik adalah tepung tapioka : tepung gula (1 : 1). Teknologi
pengolah pembuatan manisan kering kulit buah semangka dilakukan dengan
penambahan bahan pembentuk tekstur dan rasa yaitu dengan penambahan gula dan
mengurangi kandungan air yang cukup banyak melalui proses pengeringan.
Penggunan alat pengering oven untuk mengeringkan kulit buah semangka sehingga
10
kadar air pada manisan kulit semangka aman untuk disimpan lama, dan disukai
(Mhd.Iqbal Nusa,dkk.,2014).
Selain itu menurut Nila Zahidah (2015), kulit semngka dapat dimanfaatkan
menjadi selai. Dengan memanfaatkan kulit semangka ini untuk diolah menjadi selai
dapat menghasilkan berbagai manfaat. Manfaatnya antara lain dengan mengurangi
limbah kulit semangka yang dihasilkan oleh masyarakat. Selain itu, apabila kulit
semangka ini akan sangat sia-sia apabila hanya dibuang begitu saja, karena pada
kulit semangka ini walaupun memiliki rasa yang tidak seenak dengan daging
semangka tetapi khasiat yang dimiliki tidak jauh berbeda. Pada kulit semangka ini
mengandung senyawa citrulline yang berhubungan langsung dengan sistem
kekebalan tubuh. Dengan adanya senyawa citrulline pada kulit semangka ini maka
kulit semangka dapat sangat bermanfaat bagi tubuh. Untuk pembuatan selai kulit
semangka ini bahan yang dibutuhkan tidak susah untuk didapatkan. Berikut ini
merupakan contoh selai dari kulit semangka yang merupakan dari salah satu
percobaan yang telah dilakukan.
2.3. Selai
Gambar 2. Selai kulit semangka (Dokumentasi Pribadi, 2016)
11
Produk yang dibuat dari buah-buahan yang telah dihancurkan atau sari buah,
serta dilakukan penambahan gula kemudian dipanaskan atau dimasak sampai
terbentuk tekstur kental disebut selai. Produk ini umumnya tidak dikonsumsi secara
langsung akantetapi sering dijadikan sebagai bahan tambahan untuk memberi rasa
dan aroma pada roti tawar (Syahrumsyah, 2010). Menurut SNI (1995) selai buah
adalah produk pangan semi basah yang merupakan pengolahan bubur buah dan gula
yang dibuat dari campuran tidak kurang dari 45% berat sari buah dan 55% berat
gula. Campuran tersebut kemudian dipekatkan sampai diperoleh hasil akhir berupa
padatan terlarut lebih dari 65% yang diukur menggunakan refraktometer.
Selai menurut Food and Drug Administration (FDA) sebagai produk olahan
buah-buahan, baik berupa segar, buah beku, buah kaleng maupun campuran
ketiganya dalam proporsi tertentu terhadap gula (sukrosa) dengan atau tanpa
penambahan air. Proporsinya adalah 45% bagian berat buah dan 55% bagian berat
gula. Campuran yang dihasilkan kemudian dipekatkan sehingga hasil akhirnya
mengandung total padatan terlarut minimum 65% (Fachruddin 2008). Buah yang
ideal untuk pembuatan gel harus mengandung pektin dan asam yang cukup unutk
menghasilkan selai yang baik (Desrosier, 2008). Menururt Suryani (2004), selai
yang bermutu baik mempunyai tanda spesifik yaitu:
1) Konsistensi kokoh,
2) Warna cemerlang,
3) Distribusi buah merata,
4) Tekstur lembut,
5) Flavor buah alami,
6) Tidak mengalami sineresis dan kristalisasi selama penyimpanan
12
Menurut Muchtadi (1989) kerusakan yang sering terjadi pada pembuatan
selai adalah terbentuknya Kristal-kristal karena bahan terlalu banyak mengandung
gula, gel besar dan kaku disebabkan rendahnya kadar gula atau pektin yang tidak
cukup, gel yang kurang padat dan menyerupai sirup karena kadar gula terlalu tinggi
sehingga tidak seimbang dengan kandungan pektin dan pengeluaran air dari gel
(sineresis) karena terlalu banyak asam. Jam mempunyai definisi yang sama dengan
selai, dengan pengecualian bahwa yang digunakan pada jam adalah bahan-bahan
penyusun buah selain sari buah. Pengentalan dilakukan sampai mencapai kadar zat
padat paling sedikit 65 % untuk semua jenis jam. Beberapa jam memerlukan kadar
68 % untuk mencapai kualitas yang dikehendaki. Di Amerika Serikat jam yang
diizinkan beredar paling sedikit dibuat dengan perbandingan 45 pound buah untuk
setiap 55 pound gula (Sutomo, 2009).
Tabel 3. Syarat Mutu Selai Buah-Buahan
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan : -
- Aroma - Normal
- Rasa - Normal
- Warna - Normal
Serat buah - Positif
Padatan terlarut % fraksi massa Min. 65
Cemaran logam :
Timah (Sn)* mg/kg Maks. 250,0*
Cemaran Aren (As) mg/kg Maks. 1,0
Cemaran mikroba
Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 1,0 x 103
Bakteri coliform APM/g <3
Staphylococcus aureus Koloni/g Maks. 2,0 x 101
Clostridium sp. Koloni/g <10
Kapang/khamir Koloni/g Maks. 5,0 x 101
Ket : *Dikemas dalam kaleng
Sumber: SNI 3746 (2008))
13
2.3.1. Pembuatan Selai
Pembuatan selai meliputi tahap pemilihan bahan, pencucian, pengupasan,
penghancuran buah, pemasakan, pengemasan dalam wadah botol, pasteurisasi dan
pendinginan. Pembuatan selai biasanya dilakukan pada titik didih 1030C- 1050C
akan tetapi titik didih ini dapat bervariasi menurut buah atau perbandingan gula.
Pada persiapan bahan, pemilihan tingkat kematangan buah yang digunakan akan
mempengaruhi hasil akhir selai yang dihasilkan. Bila digunakan buah segar, maka
harus dipilih buah yang berkualitas baik, kemudian dilakukan pengupasan pada
buah yang berkulit serta penghilangan biji pada buah-buahan yang berbiji (Suryani,
2004). Menurut Buckle, dkk., (1987) kondisi optimum untuk pembentukan gel pada
selai adalah pektin (0,75-1,5%), gula (65-70%) dan asam pH (3,2-3,4).
Pada persiapan bahan, pemilihan buah dan tingkat kematangan buah yang
akan digunakan harus dilakukan karena akan mempengaruhi hasil akhir selai yang
dihasilkan. Bila yang digunakan adalah buah yang segar, maka buah yang harus
dipilih adalah buah yang berkualitas baik, setelah itu dilakukan pencuncian dengan
air bersih kemudian dilakukan pengupasan pada buah yang berkulit dan
penghilangan biji pada buah-buahan yang berbiji.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pembuatan selai adalah asam,
pektin dan gula. Asam berperan dalam menurunkan pH bubur buah sehingga
terbentuk struktur gel yang baik dan mencegah terjadinya kristalisasi gula. Gula
berfungsi dalam pembentukan tekstur, penampakan dan flavor pada selai. Pektin
berperan dalam pembentukan gel selai terutama ketika 50% karboksil telah
termetilasi. Proses pemanasan dalam pembuatan selai bertujuan untuk
14
menghomogenkan campuran buah, gula, dan pektin serta menguapkan sebagian air
sehingga terbentuk struktur gel (Fatonah, 2002). Menurut Sundari dan Komari
(2010) asam sitrat dan pektin mampu mencegah terjadinya reaksi pencoklatan
dengan memepersingkat waktu pemasakan.
2.4. Bahan yang Ditambahkan Dalam Pembuatan Selai
2.4.1. Gula
Penambahan gula dalam proses pembuatan selai bertujuan untuk
memperoleh tekstur, penampakan dan flavor yang baik. Asam dan gula mampu
mempengaruhi konsistensi dan dipersibilitas yang memiliki hubungan dengan daya
oles selai, dalam hal ini gula dan asam berpengaruh dalam pembentukan gel.
Sukrosa (gula) akan mengalami hidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa karena
adanya pengaruh dari suhu pemanasan dan asam yang meningkatkan kelarutan
sukrosa (Fatonah, 2002). Tujuan penambahan gula dalam pembuatan selai adalah
untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal. Dalam pembuatan
selai, proses pengawetan yang terjadi merupakan kombinasi antara tingkat
keasaman yang rendah, pasteurisasi, dan penambahan bahan kimia seperti asam
benzoat (Fachruddin, 2008). Keseimbangan pektin dapat dipengaruhi dengan
penambahan gula, kandungan gula yang ideal dalam pembuatan selai agar terbentuk
gel yang baik sekitar 60-65% (Fachruddin, 2008). Kadar gula yang tinggi dan asam
mampu membentuk gel pektin dan menambah stabilitas terhadap mikroorganisme
(Nurminabari, 2008).
Kandungan sukrosa pada suatu gula menentukan kualitas gula. Semakin
tinggi kandungan sukrosanya maka kualitas gula semakin baik. Sukrosa bersifat
optis aktif yaitu memutar bidang polarisasi cahaya ke kanan (dextrorotatory), tetapi
15
jika dilarutkan dalam air pemutaran ke kanan makin berkurang dan akhirnya
memutar sedikit ke kiri. Hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa disebut
dengan proses inversi sukrosa. Gula yang memiliki kandungan glukosa atau gula
inversi tinggi akan sulit mengeras dan umur simpan singkat karena mudah meleleh
(Indahyanti, 2014).
2.4.2. Pektin
Pektin merupakan bahan pangan yang bersifat fungsional. Pektin dapat
digunakan sebagai pembentuk gel, sebagai penstabil dan sebagai bahan pengental
yang baik pada bahan pangan. Pektin dapat diperoleh dengan mudah dari limbah
hasil pengolahan buah-buhan maupun sayuran (Putri, 2014). Pektin merupakan
suatu senyawa karbohidrat golongan polisakarida dan polimer dari asam D-
galakturonat yang dihubungkan oleh ikatan β–1,4 glukosida. Asam galakturonat
merupakan turunan dari galaktosa (Winarno, 2002). Pektin merupakan suatu
senyawa yang berfungsi dalam pembentukan jendolan (gel) pada pembuatan selai
dan jelly. Dalam pembutan selai dibutuhkan kandungan pektin dalam jumlah 0,5-
1% (Santoso, 2006).
Pektin adalah golongan substansi yang terdapat dalam sari buah, yang
membentuk koloidal berasal dari perubahan protopektin selama proses pemasakan
buah. Selai terbentuk bila tercapai kadar yang sesuai antara pektin, gula dan asam
dalam air. Fungsi penambahan pektin adalah untuk membuat terbentuknya gel
(Desrosier, 2008). Penggunaan pektin pada pembuatan produk selai bermanfaat
untuk membentuk gel (kekentalan). Penambahan pektin sekitar 0,75%-1%
merupakan jumlah yang ideal untuk pembentukan gel pada selai. Dengan
16
konsentrasi pektin 1% dan kadar gula tidak lebih dari 65% telah dapat menghasilkan
gel dengan kekerasan yang cukup baik. Gel akan bertambah keras dengan semakin
besarnya konsentrasi pektin yang digunakan (Fachruddin, 2008).
Gambar 3. Struktur pektin (Hariyati, 2007)
2.4.3. Asam Sitrat
Asam sitrat adalah asam organik lemah yang dapat diperoleh dari daun dan
buah tanaman genus citrus (jeruk-jerukan yang memiliki tiga gugus karboksil).
Secara komersial asam sitrat dapat diproduksi dari bahan yang mengandung
glukosa dan sukrosa melalui proses fermentasi (Widyorini, 2012). Manfaat asam
sitrat dalam bahan pangan adalah sebagai pengasam, penyegar dan bahan pengawet.
Ketika ditambahkan dalam bahan pangan, asam sitrat tidak memiliki batasan
maksimum. Asam sitrat merupakan bahan pengasam yang mudah ditemukan dan
berbentuk kristal bening yang tidak berbau. Konsentrasi asam sitrat yang digunakan
dalam pembuatan selai dipengaruhi oleh jenis buah dan jumlah konsentrasi gula
(Rosyida dan Sulandari, 2014).
Asam sitrat merupakan bahan yang mampu menurunkan pH sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri (Wiraatmaja, 2007). Menurut Buckle, dkk.,
(1987) kondisi optimum untuk pembentukan gel pada selai adalah kondisi asam
berkisar pada pH (3,2-3,4). Tujuan penambahan asam sitrat pada produk adalah
untuk mencegah terjadinya kristalisasi gula, memberi rasa asam pada produk
17
pangan, sebagai katalisator hidrolisis sukrosa kedalam bentuk gula invert selama
proses penyimpanan berlangsung dan juga sebagai penjernih gel yang akan
dihasilkan (Bait, 2012).
Gambar 4. Rumus bangun asam sitrat (Widyorini, 2012)
Pada pembuatan selai dalam penelitian ini menggunakan jeruk nipis sebagai
pengganti asam sitrat. Penggunaan jeruk nipis sebagai pengganti asam sitrat karena
berasal dari bahan alami dan untuk menghindari penggunaan bahan tambahan
makanan atau bahan kimia. Selain itu, jeruk nipis juga memiliki nilai kandungan
gizi yang cukup banyak. Buah jeruk nipis memiliki rasa pahit, asam, dan bersifat
sedikit dingin. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam jeruk nipis di
antaranya adalah asam sitrat sebanyak 7-7,6%, damar lemak, mineral, vitamin B1,
sitral limonene, fellandren, lemon kamfer, geranil asetat, cadinen, linalin asetat.
Selain itu, jeruk nipis juga mengandung vitamin C sebanyak 27mg/100 g jeruk, Ca
sebanyak 40 mg/100 g jeruk, dan P sebanyak 22 mg (Hariana, 2006).
2.5. Potensi Penggunaan Pewarna Alami
Bahan pangan akan menjadi bewarna jika ditambahkan zat warna
kedalamnya. Pewarna makanan adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses
pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar
terlihat lebih menarik (Winarno, 2002). Berbagai jenis pangan dan minumnan
18
beredar di Indonesia, baik secara sengaja maupun tidak sengaja telah diwarnai
dengan pewarna tekstil atau pewarna yang bukan food grade, yang tidak diijinkan
digunakan dalam pangan (Cahyadi, 2009). Oleh sebab itu, penggunaan pewarna
dari bahan alami sangat baik dan aman untuk kesehatan. Pewarna alami yang bias
digunakan salasatunya adalah buah naga merah yang memiliki warna yang sangat
menarik. Selain itu, mengandung banyak nutrisi yang cukup tinggi. Dalam
penelitian (Sutomo, 2007) mengatakan bahwa buah naga merah termasuk dalam
buah yang eksotik karena penampilannya yang menarik, rasanya asam manis
meyegarkan dan memiliki beragam manfaat uktuk kesehatan.
2.5.1. Buah Naga Merah
Gambar 5. Buah Naga Merah (Dokumentasi Pribadi, 2017)
Jenis buah naga ada empat, yaitu Hylocereus undatus (buah naga daging
putih), Hylocereus costaricensis (buah naga daging super merah), Hylocereus
polyrhizus (buah naga daging merah), Selenicereus megalanthus (buah naga kulit
kuning daging putih) (Cahyono, 2009). Buah naga merupakan buah yang banyak
digemari oleh masyarakat karena memiliki khasiat dan manfaat serta nilai gizi
cukup tinggi. Bagian dari buah naga 30-35% merupakan kulit buah namun
seringkali hanya dibuang sebagai sampah (Nazzarudin, 2011).
19
Buah naga merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah beriklim tropis
kering. Pertumbuhan buah naga dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara, keadaan
tanah dan curah hujan. Habitat asli buah naga berasal dari negara Meksiko, Amerika
Utara dan Amerika Selatan bagian utara. Namun buah naga saat ini telah
dibudidayakan di Indonesia seperti di Jember, Malang, Pasuruan dan daerah
lainnya. Buah naga merah merupakan tanaman kaktus yang berasal dari Amerika
Tengah dan telah dibudidayakan di Indonesia. Buah naga merah kaya dengan
vitamin C dan antioksidan serta berbagai jenis mineral sehingga sangat baik untuk
kesehatan. Buah naga mengandung air sekitar 90,2% dari berat buah dengan kadar
gula mencapai 13-18°Brix (Kristanto, 2008). Aktivitas antioksidan buah naga
merah lebih tinggi dibandingkan buah naga putih karena adanya pigmen merah
(anthocyanidin). Buah naga daging merah mengandung total fenolat 1.076<mol
gallic acid equivalents (GAE)/g puree sedangkan buah naga daging putih
mengandung 523 GAE/g puree. Aktivitas antioksidan buah naga daging merah
mencapai 7,59<mol trolox equivalents (TE)/g puree sedangkan buah naga daging
putih ssebesar 2,96 TE/ g puree (Pangkalan Ide, 2009). Berdasarkan penelitian
Sekar (2015) pada karakterisasi selai lembar buah naga merah (hylocereus
polyrhizus) dengan variasi rasio daging dan kulit buah, hasil penelitian
menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan pada buah naga merah adalah 27,65%.
20
Tabel 4. Kandungan Nutrisi pada Daging dan kulit Buah Naga merah
Komponen Kadar
Fenol (kulit buah naga merah) 1.049,18 mg/100 g
Flavonoid (kulit buah naga merah) 1.310,10 mg/100 g
Antosianin (kulit buah naga merah) 186,90 mg/100 g
Fenol 561,76 mg/100 g
Karbohidrat 11,5 g
Serat 0,71 g
Magnesium 60,4 mg
Kalsium 8,6 mg
Fosfor 9,4 mg
Betakaroten 0,005 mg
Vitamin B1 0,28 mg
Vitamin B2 0,043 mg
Vitamin C 9,4 mg
Niasin 1,297-1,300 mg
Sumber : Taiwan Food Industry Develop & Research Authoritis (2005)
Jenis buah naga yang kini banyak dibudidayakan adalah jenis buah naga
putih (Hylocereus undatus), buah naga merah (Hylocereus costaricensis) dan buah
naga kuning (Selenicerius megalanthus), namun jenis buah naga merah dan putih
yang banyak beredar dipasaran. Ketiga jenis buah naga tersebut memiliki ciri-ciri
yang berbeda yaitu:
1. Buah Naga Putih (Hylocereus undatus)
Buah naga putih termasuk tanaman jenis kaktus pemanjat
dengan bentuk buah bulat agak lonjong. Kulit buahnya berwarnaa
merah bersisik. Daging buahnya berwarna putih berkisar 500-600
gram/buah.
2. Buah Naga Merah (Hylocereus costaricensis)
Buah naga merah termasuk tanaman jenis kaktus pemanjat
dengan bentuk buah bulat mirip buah nanas. Kulit buahnya berwarna
merah bersisik. Daging buahnya berwarna merah, teksturnya lunak
21
dan bertabur biji kecil berwarna hitam. Berat buah naga merah
berkisar 400-500 gram/buah.
3. Buah Naga Kuning (Selenicerius megalanthus)
Buah naga kuning termasuk jenis kaktus pemanjat dengan
bentuk buah agak lonjong. Kulit buahnya berwarna kuning penuh
tonjolan disekujur kulit buah. Daging buahnya berwarna putih agak
bening, teksturnya lunak bertabur biji kecil berwarna hitam. Berat
buah naga kuning berkisar 300-400gram/buah.
Selain ketiga jenis buah tersebut, ada dua jenis buah naga yang belum begitu
popular dan masih langkah yaitu buah naga Super red (Hylocereus mommoth).
Dengan ciri kulit merah dan daging buahnya berwarna lebih merah, buah naga
hitam (Hylocereus madagascariensis) degan ciri kulit berwarna merah bersisik
kehitaman (Hariyanto, 2007).
Menurut (Hadiyanto, 2007), ada empat jenis buah naga yaitu buah naga
daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus
costaricensis), buah naga dading super merah (Hylocereus mommoth), dan buah
naga kulit kuning daging putih (Selenicerius megalanthus). Dari keempat jenis buah
naga tersebut, buah naga daging putih paling digemari dan diminati. Selain bentuk
dan ukurannya yang lebih besar dari tiga jenis buah naga lainnya, buah naga daging
putih juga terasa lebih segar karena mengandung rasa masam yang khas. Buah naga
ini mempunyai jenis yang berbeda-beda. Pada dasarnya buah naga mempunyai 9
jenis yang ada, namun orang awam menyebutkan ada 3 jenis buah naga berdasarkan
warna daging buahnya. Daging buah naga ada 3 macam yaitu warna putih, merah
dan ungu dengan taburan biji berwarna hitam yang boleh dimakan. Rasa buah naga
22
adalah seperti buah kiwi. Ciri-ciri unik inilah yang menjadikan buah naga amat
sesuai disajikan campuran dalam salad buah-buahan. Berikut ini adalah jenis-jenis
asam lemak pada buah naga merah, dapat dilihat pada tabel 5.berikut dibawah ini.
Tabel 5. Komposisi Asam Lemak Buah Naga Merah
Jenis Asam Lemak Kadar (%)
Asam linoleat 49,6
Asam oleat 21,6
Asam palmitat 17,9
Asam stearate 5,49
Asam palmitoleat 0,91
Asam vaccenic-cis 3,14
Asam miristat 0,2
Linolenat 1,21
Sumber : Jayanti (2010)
2.5.2. Kulit Buah Naga Merah
Kulit buah naga mengandung vitamin C, vitamin E, vitamin A, alkaloid,
terpenoid, flavonoid, tiamin, niasin, piridoksin, kobalamin, fenolik, karoten, dan
fitoalbumin (Jaafar, 2009). Menurut penelitian Wu (2006) keunggulan dari kulit
buah naga yaitu kaya polifenol dan merupakan sumber antioksidan. Selain itu
aktivitas antioksidan pada kulit buah naga lebih besar dibandingkan aktivitas
antioksidan pada daging buahnya, sehingga berpotensi untuk dikembangkan
menjadi sumber antioksidan alami. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Nurliyana (2010) yang menyatakan bahwa di dalam 1 mg/ml kulit buah naga
merah mampu menghambat 83,48 1,02% radikal bebas, sedangkan pada daging
buah naga hanya mampu menghambat radikal bebas sebesar 27,45 5,03 %. Selain
itu aktivitas antioksidan kulit buah naga juga didukung dengan penelitian oleh
Mitasari (2012) yang menyatakan bahwa ekstrak kloroform kulit buah naga merah
memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 43,836 µg/mL. Penelitian
yang dilakukan Fajriani (2013) bahwa kulit buah naga super merah memiliki
23
persentase peredaman radikal bebas DPPH sebesar 79,24%, namun pada penelitian
tersebut belum menentukan nilai IC50 dari ekstrak kulit buah naga tersebut sehingga
pada penelitian ini dilakukan penentuan nilai IC50. Nilai IC50 umum digunakan
untuk menyatakan aktivitas antioksidan suatu bahan uji dengan metode peredaman
radikal bebas DPPH dimana IC50 yakni konsentrasi suatu larutan uji (sampel)
memberikan peredaman DPPH sebesar 50% (Molyneux, 2004).
Pada kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terdapat antosianin
berjenis sianidin 3-ramnosil glukosida 5-glukosida, berdasarkan nilai Rf 2
(retrogradation factor) sebesar 0,36-0,38 dan absorbansi maksimal pada panjang
gelombang dengan λ= 536,4 nm (Anis, 2002 ; 2009). Menurut Herawati (2013)
terdapat kandungan betasianin sebesar 186,90 mg/100g berat kering dan aktivitas
aktioksidan sebesar 53,71% dalam kulit buah naga merah. Kulit buah naga merah
juga mengandung zat warna alami antosianin. Antosianin merupakan zat warna
yang berperan memberikan warna merah berpotensi menjadi pewarna alami untuk
pangan dan dapat dijadikan alternatif pengganti pewarna sintetis yang lebih aman
bagi kesehatan (Citramukti, 2008).
2.6. Antioksidan
Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari senyawa
antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa
antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan dan
senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke
makanan sebagai bahan tambahan pangan. Ada banyak bahan pangan yang dapat
menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa,
bijibijian, serealia, buah-buahan, sayur-sayuran dan tumbuhan/alga laut. Bahan
24
pangan ini mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti
asam-asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid, tokoferol, karotenoid,
tannin, peptida, melanoidin, produkproduk reduksi, dan asam-asam organik lain
(Pratt,1992). Antioksidan sekunder, seperti asam sitrat, asam askorbat, dan
esternya, sering ditambahkan pada lemak dan minyak sebagai kombinasi dengan
antioksidan primer. Kombinasi tersebut dapat memberi efek sinergis sehingga
menambah keefektifan kerja antioksidan primer. Antioksidan sekunder ini bekerja
dengan satu atau lebih mekanisme berikut (a) memberikan suasana asam pada
medium (sistem makanan), (b) meregenerasi antioksidan utama, (c) mengkelat atau
mendeaktifkan kontaminan logam prooksidan, (d) menangkap oksigen. (e)
mengikat singlet oksigen dan mengubahnya kebentuk triplet oksigen (Gordon,
1990).
2.7. Antosianin
Gambar 6. Struktur Kimia Antosianin
. Antosianidin adalah aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin
dihidrolisis dengan asam. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu
struktur aromatic tunggal, yaitu penambahan atau pengurangan gugus hidroksil
ataudengan metilasi atau glikosida (Haborne, 1987) dalam Saati, 2002). Terdapat
25
enam antosianidin yang umum. Antosianidin yang paling umum sampai saat ini
adalah sianidin yang berwarna merah lembayung. Warna jingga disebabkan oleh
pelargonidin yang gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan sianidin,
sedangkan warna merah lembayung dan biru umumnya disebabkan oleh delfinidin
yang gugus hidroksilnya lebih satu disbanding sianidin. Tiga jenis eter metal
antosianidin juga sangat umum, yaitu peonidin yang merupakan turunan sianidin,
serta petunidin dan malvidin yang terbentuk dari definidin. Masing-masing
antioksidan tersebut terdapat sebagai sederetan glikosida dengan berbagai gula
yang terikat. Keragaman utama ialah sifat gulanya (glukosa, galaktosa, ramnosa,
xilosa atau arabinose), jumlah satuan gula (mono-,di-, atau triglikosida), dan letak
ikatan gula biasanya pada 3-hidroksi atau pada 3-hidroksi dan 5- hidroksi
(Harborne, 1987 dalam Saati, 2002).
2.7.1. Sifat Fisik dan Kimia Antosianin
Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru
yang tersebar dalam tanaman. Pada dasarnya, antosianin terdapat dalam sel
epidermal dari buah, akar, dan daun pada buah tua dan masak (Eskin,1990 dalam
Abbas, 2003). Menurut Harborne dan Grayer (1988) dalam Leimena (2008),
antosianin merupakan salah satu kelompok pigmen utama pada tanaman.
Antosianin tergolong pigmen flavonoid. Antosianin tersusun oleh sebuah aglikon
berupa antosianidin yang teresterifikasi dengan satu atau lebih molekul gula.
Pigmen antosianin sebagai besar terdapat pada tanaman yang berbunga dan
menghasilkan warna dari merah tua sampai biru pada bunga, buah dan daun. Semua
antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin
26
dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi atau glikosilasi
maka jenis antosianin lain dapat terbentuk.
Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki
kemampuan untuk berinteraksi baik dengan asam maupun dalam basa. Dalam
medium asam antosianin berwarna merah seperti halnya saat dalam vakuola sel dan
berubah karena perubahan kondisi dari posisi ikatannya (Charley, 1970, dalam
Sutanto 2012). Menurut (Winarno, 2002) antosianin dan antoxantin tergolong
pigmen yang tergolong senyawa flavonoid yang pada umumnya larut dalam air.
Flavonoid mengandung dua cincin benzene yang dibutuhkan oleh tiga atom karbon.
Ketiga karbon tersebut dirapatkan oleh sebuah atom oksigen sehingga terbentuk
cincin diantara dua cincin benzene. Pigmen antosianin adalah pigmen yang bersifat
larut air, terdapat dalam bentuk aglikon sebagai antosianidin dan glikon sebagai
gula yang diikat secara glikosidik. Bersifat stabil pada pH asam, yaitu sekitar 1-4
dan menampakkan warna orange, merah muda, merah, ungu hingga biru. Sifat
fisika dan kimia dari antosianin larut dalam pelarut polar seperti methanol, aseton,
atau kloroform, terlebih sering dengan air dan diasamkan dengan asam klorida atau
asam format (Socaciu, 2007).
2.7.2. Stabilitas Pigmen Antosianin
Pigmen antosianin sangat dipengaruhi oleh pH dimana dalam suatu larutan
kestabilan strukturnya bisa berwarna sampai tidak berwarna bentuk kation (ion
flavilium) yang berwarna merah, stabil pada pH rendah dan kestabilannya berubah
menjadi tidak berwarna jika pH meningkat menuju pH netral. Beberapa antosianin
berwarna merah dalam larutan asam, ungu jika berada dalam larutan netral dan biru
27
dalam larutan alkali. Kebanyaknya antosianin sangat berwarna pH ˂ 4 (Vargaz dan
Lopez, 2003). Umumnya antosianin lebih stabil dalam kondisi asam, media bebas
oksigen dan dalam kondisi suhu dingin dan gelap. Hilangnya warna selama
pengalengan, pembotolan dan proses pemanasan terjadi karena antosianin tidak
stabil dalam prosesing.
Buah dan senyawa pada pH 1-4 nampakkan warna merah, dan jika lebih
dari 4 mulai terjadi perubahan warna sehingga antosianin tidak berwarna. Pada
peningkatan temperature akan mempengaruhi stabilitas antosianin ini. Pigmen
antosianin bunga pacar air yang disimpan pada suhu 10-12ºC (dalam kulkas) selama
36 jam mampu mempertahankan absorbansi sebesar 77,8% (Saati, 2002). Proses
pemanasan juga merupakan faktor terbesar yang menyebabkan kerusakan
antosianin. Antosianin akan berubah warna seiring dengan perubahan nilai pH.
Pada pH tinggi antosianin cenderung berwarna bitu atau tidak berwarna, sedangkan
untuk pH rendah berwarna merah. Kebanyakan antosianin menghasilkan warna
merah keunguan pada pH kurang dari 4. Jumlah gugus 6 hidroksi atau metoksi pada
struktur antosianidin, akan mempengaruhi warna antosianin. Adanya gugus
hidroksi yang dominan menyebabkan warna cenderung biru dan relative tidak
stabil, sedangkan jika gugus metoksi yang dominan pada struktur antisianidin, akan
menyebabkan warna cenderung merah dan relativ stabil (Hidayah, 2013).
28
2.8. Sanitasi dan Higiene
Sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk
kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan
penyakit pada manusia (Chandra, 2006). Higiene adalah upaya kesehatan dengan
cara memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya seperti mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring
untuk melindungi kebersihan piring, serta membuang bagian makanan yang rusak
untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004).
Menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), tujuan dari sanitasi makanan :
a. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan
b. Mencegah penularan wabah penyakit
c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat
d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan
e. Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang
disebarkan oleh perantara-perantara makanan
Selain itu menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), di dalam upaya
sanitasi makanan, terdapat 6 tahapan yang harus diperhatikan yaitu:
a. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi
b. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan
c. Keamanan terhadap penyediaan air bersih
d. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran
e. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses
pengolahan, penyajian dan penyimpanan
f. Pencucian, pembersihan, dan penyimpanan alat-alat atau perlengkapan