Akhlak al-Karimah
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits
Dosen Pengampu :
Dr. Mundzier Suparta, M.A.
DISUSUN OLEH :
Resti Fauziah 11140110000009
Tsamrotul Fuadah 11140110000022
Miftah Farid 11140110000029
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan kepada kami rahmat, hidayah, serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tanpa suatu halangan apapun. Shalawat serta salam tak lupa selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad Saw. Yang kami nanti-natikan syafa’atnya di Yaumul Qiyamah nanti.
Ucapan terima kasih yang mendalam kami sampaikan kepada dosen mata kuliah hadis yaitu Bapak Dr. Mundzier suparta, M.A. yang telah memberikan bimbingan dan kesempatan untuk kami menyusun makalah ini.
Makalah yang berjudul “Akhlak al-Karimah” ini, disusun berdasarkan buku-buku referensi yang semoga dapat memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya pemakalah sebagai pembekalan calon guru Pendidikan Agama Islam (PAI).
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun bagi kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Belakang .......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 2
A. Orang yang Baik adalah Orang yang Baik Akhlaknya ................... 2
B. Kejujuran Membawa Kepada Kebikasanaan .................................. 4
C. Orang yang Paling Berkah untuk dihormati ................................... 7
D. Berbuat Baik Kepada Tetangga ...................................................... 11
BAB III PENUTUP ................................................................................... 15
A. Kesimpulan ..................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhlak adalah suatu gerakan dalam jiwa seseorang yang menjadi
sumber perbuatann yang bersifat baik atau buruk, sesuai dengan pendidikan
yang diberikan kepadanya. Apabila jiwa dididik untuk mengutamakan
kemuliaan dan kebenaran, maka dengan mudah akan lahirnya perbutan-
perbuatan yang baik dan tidak sulit baginya untuk melakukan akhlak baik.
Sebagai manusia yang sempurna dan sebagai khalifah di muka bumi
ini maka manusia di tuntut untuk berakhhlak terpuji karena dengan aklak
terpuji maka manusia akan selamat di dunia dan akhirat dan hendaklah
berakhlak terpuji dimanapun berada dimulai dengan berbuat baik terhadap
diri sendiri, lingkungan keluarga dan masyarakat. Islam menekankan akhlak
baik dan menyeru kaum Muslim untuk senantiasa membinanya serta
menanamkannya didalam jiwa mereka dan keimanan seorang hamba
berdasarkan keutamaan dirinya dan mengukur keislaman seorang hamba
berdasarkan kebaikan akhlaknya.
B. Perumusan Masalah
Apakah hadist yang berkaitan dengan; Tingkah Laku yang Terpuji
(Akhlak al-karimah) mengenai orang yang baik adalah orang yang baik
akhlaknya, kejujuran membawa kepada kebijaksanaan, orang yang paling
berhak dihormati, dan berbuat baik terhadap tetangga?
C. Tujuan
Mengetahui hadist yang berkaitan dengan orang yang baik adalah
orang yang baik akhlaknya, kejujuran membawa kepada kebijaksanaan, orang
yang paling berhak dihormati, dan berbuat baik terhadap tetangga.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Orang yang Baik adalah Orang yang Baik Akhlaknya
Rasulullah saw, bersabda:
حدثني محمد بن حاتم بن ميمون, حدثنا ابن مهدي, عن معاوية بنواس بن حمن بن جبير بن نفير, عن أبيه, عن الن صالح, عن عبد الر
ه صلى الله عليه وسلم عن سمعان األنصاري, قال سألت رسول الل البر واإلثم فقال " البر حسن الخلق واإلثم ما حاك في صدرك وكرهت
اس " . لع عليه الن أن يطArtinya: (2553) “Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Hatim bin
Maymun, Telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi, Dari Muawiyah bin
Shalih, Dari Abdurrahman bin Jubair bin Nufair, Dari Ayahnya, Dari an-Nawas
bin Sam’an al-Anshari, ia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw
tentang al-birr dan al-itsmi? Beliau menjawab: ‘Al-birr (kebajikan) itu adalah
budi pekerti yang baik, sedangkan al-Itsmi (kejahatan) adalah segala sesuatu yang
menyesakkan dadamu dan engkau tidak suka orang lain tahu.” (HR. Muslim)1
Akhlak adalah perilaku lisan, perbuatan fisik, bahkan perbuatan diam kita.
Akhlak terpuji adalah akhlak yang baik, diwujudkan dalam bentuk sikap, ucapan,
dan perbuatan yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Akhlak terpuji yang
ditujukan kepada Allah swt berupa ibadah, dan mengikuti ajaran-ajaran
Rasulullah saw, serta kepada sesama manusia dengan selalu bersikap baik pada
manusia yang lain. Hadits diatas yang terdapat dalam kitab Sahih Muslim dalam
ooر واإلثم ير الب ooاب تفسooب atau Bab makna ‘al-Birr’ dan ‘al-Itsm’
menjelaskan bahwa kebaikan itu adalah sebuah akhlak (budi pekerti yang
baik).
1 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Shahih Muslim, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah: 2010), Cet. I, Jilid 4, h. 397.
2
Asbabul Wurud hadits ini adalah, Kata Abu Umamah, seorang laki-laki
telah bertanya kepada Rasulullah tentang iman. Dijawab oleh Rasulullah seperti
bunyi hadits diatas. Dan sebagai kelengkapannya, orang tersebut bertanya: “Ya
Rasulullah apakah dosa itu?” Jawab Rasulullah: “Jika sesuatu menggoncangkan
jiwamu, tinggalkanlah!”.
Menjadi manusia yang berakhlak mulia bukanlah suatu hal yang mudah.
Nabi Muhammad saw. diutus oleh Allah swt kepada kita semua untuk
memeperbaiki akhlak manusia. Beliau bersabda:
ما بعثت ألتمم صالح األخالق إنArtinya: “Sesungguhnya Aku diutus hanya untuk memperbaiki akhlak.”
Rasulullah saw juga bersabda:
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليهأكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقاوسلم
Artinya: (1230) “Dari Abu Hurairah ra berkata, “Rasulullah saw bersabda: ‘Orang
mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik
akhlaknya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban dan Hakim, Shahihul
Jaami’)
Akhlak adalah cermin hati. Artinya, ketika seseorang berakhlak baik maka
berarti ia memiliki hati yang bersih dan jernih. Sedangkan orang yang memiliki
akhlak buruk maka hatinya pun tidak jernih dan tidak jelas tujuan hidupnya, dan
membawa keburukan baik untuk dirinya sendiri maupun terhadap lingkungan
sekitarnya. Itulah sebabnya setiap manusia harus memperbaiki akhlaknya.
Hadist tersebut berkenaan dengan akhlak yang baik, yaitu menerangkan
betapa tingginya nilai orang yang akhlaknya baik, orang yang berbudi pekerti
luhur. Dinyatakan dalam hadist tersebut orang yang demikian adalah orang yang
paling sempurna imannya. Iman adalah sesuatu yang paling tinggi nilainya di sisi
Allah. Iman merupakan kekayaan yang tak ternilai harganya, karena ia merupakan
landasan dari segala-galanya. Dapat juga dikatakan seorang muslim yang
akhlaknya baik, berarti kadar keimanan orang tersebut tinggi. Sebaliknya
seseorang yang buruk budi pekertinya, tergolong orang yang rendah imannya.
3
Demikian pentingnya akhlak yang baik itu sampai Nabi menyetarakan akhlak
tersebut dengan iman, padahal iman adalah suatu yang paling mendasar bagi
kehidupan dan kesejahteraan manusia di dunia maupun di akhirat.
Memiliki akhlak yang baik atau akhlak mulia bagi setiap manusia adalah
suatu hal yang sangat penting. Karena dimanapun kita berada, apapun pekerjaan
kita, akan disenangi oleh siapa pun. Artinya, akhlak menentukan baik buruknya
seseorang di hadapan sesama.
Akhlak atau budi pekerti yang baik bisa dilakukan dengan berbagai cara
antara lain seperti mengerjakan kebaikan, mencegah kemungkaran, lemah lembut
serta pemaaf.2
Rasulullah saw adalah orang yang paling baik akhlaknya. Hal ini
dinyatakan sendiri oleh Allah sesuai dalam Firman-Nya:
ك لعلى خلق عظي ٤م� وإنArtinya: “Dan sesungguhnya Engkau (Muhammad) mempunyai pekerti yang
agung”. (QS. Al-Qalam: 4).
Sudah sepantasnya pula umatnya juga mewarisi perangai yang terpuji
seperti Rasulullah saw.
أخooر م ي ه و لل جوا من كان ي ل وة حسن ه أ لل في رسول ق كان لك ل�ل ٱ ل� ل� ٱ ٱ ل� ة� ل ٱ ل� ل�ه كثيرا لل ٢١ٱوذكر
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab: 21).
B. Kejujuran Membawa Kepada Kebijaksanaan
Kejujuran selalu melekat pada pribadi Muslim. Ajaran Islam yang telah
menjadi bagian hidupnya mengajarinya bahwa kejujuran merupakan puncak
segala keutamaan, dan asas kemuliaan akhlak. Kejujuran pada akhirnya akan
membimbing manusia kearah kebaikan, mengantarkan manusia ke surga.
Sebaliknya, dusta membawa manusia menuju kezaliman dan kejahatan, menyeret
ke dalam api neraka dan siksa. Seorang Muslim yang benar akan selalu menghiasi
2 Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim, Asbabul Wurud 1, (Jakarta, Kalam Mulia: 2003), Cet. I, h. 59.
4
dirinya dengan kejujuran di dalam setiap ucapan dan amalan. Yang demikian itu
merupakan martabat yang tinggi dan mulia.3
Rasulullah Saw bersabda :
قال, وإسحاق بن إبراهيم, وعثمان بن أبي شيبة,حدثنا زهير بن حرب, عن أبي وائل, عن منصور, حدثنا جرير,إسحاق أخبرنا وقال اآلخران
ه ه صلى الله عليه وسلم " إن الصدق,عن عبد الل قال قال رسول اللى يكتب جل ليصدق حت ة وإن الر يهدي إلى البر وإن البر يهدي إلى الجن
ار وإن صديقا وإن الكذب يهدي إلى الفجور وإن الفجور يهدي إلى النابا " . ى يكتب كذ جل ليكذب حت الر
Artinya : (2607) “Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harbin, dan
‘Utsman bin Abu Syaibah, dan Ishaq bin Ibrahim, Ishaq berkata, telah
mengabarkan kepada kami, dan berkata dua orang yang lain, Telah menceritakan
kepada kami Jarir, Dari Mansur, Dari Abu Wail, Dari Abdullah , dia berkata:
“Rasulullah saw bersabda, ‘Sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada
kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan masuk ke dalam surga. Dan
seseorang senantiasa bersifat jujur sehingga dicatat sebagai orang yang jujur. Dan
sesungguhnya kebohongan mengantarkan kepada kemaksiatan, sesungguhnya
kemaksiatan mengantarkan masuk ke dalam neraka. Dan sesungguhnya seseorang
senantiasa berbohong sehingga di catat sebagai seorang yang pembohong.” (H.R.
Muslim).4
Sebagaimana diterangkan di atas bahwa berbagai kebaikan dan pahala
akan diberikan kepada orang yang jujur, baik di dunia maupun di akhirat. Ia akan
dimasukan ke dalam surga dan mendapat gelar yang sangat terhormat, yaitu
siddiq, artinya orang yang sangat jujur dan benar. Bahkan dalam Al-qur’an
dinyatakan bahwa orang yang selalu jujur dan selalu menyampaikan kebenaran
dinyatakan sebagai orang yang bertaqwa sebagaimana Allah swt berfirman:
قون مت ق وصدق به أولئك هم لص ذي جاء ب ل ل�و ٱ ۦ ل� ٱ ٣٣ٱ
3Dr. Muhammad Ali Hasyimi, Apakah Anda Berkepribadian Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press. 1994). Cet.9. h. 11
4 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Op.Cit., h. 435.
5
Artinya: “Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan
membenarkannya, mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zumar:
33)
Hal itu sangat pantas diterima oleh mereka yang jujur dan dipastikan tidak
akan berkhianat kepada siapa saja, baik kepada Allah SWT, sesama manusia,
maupun dirinya sendiri. Orang yang jujur akan melaksanakan segala perintah
Allah dan menjauhi segala larangannya, serta mengikuti segala sunah Rasulullah
saw, karena hal itu merupakan janjinya kepada Allah ketika mengucapkan dua
kalimat syahadat.
Dengan kata lain, orang jujur akan menjadi orang yang paling taat kepada
Allah SWT. Siapa orang yang berusaha untuk jujur dalam perkataan maka akan
menjadi karakternya dan barangsiapa sengaja berdusta dan berusaha untuk dusta
maka dusta juga akan menjadi karakterya.
Hadits diatas menunjukkan agungnya perkara kejujuran dimana pada
akhirnya akan membawa orang yang jujur ke jannah serta yang berdusta pada
akhirnya akan membawa orang yang dusta ke neraka.5
Asbabul Wurud hadits diatas ialah As Aswad ibnu Ashram menceritakan:
“Aku membawa unta yang gemuk badannya ke Madinah pada saat musim kurang
subur dan keadaan tanah panas kering. Maka aku akan sebutkan mengenai unta itu
kepada Rasulullah saw dan kemudian beliau menyuruh seseorang melihatnya.
Maka unta itu dibawa kepada beliau. Beliau keluar rumah untuk melihatnya.
Beliau bersabda: “Mengapa engkau giring untamu ini kesini ?”. Aku menjawab:
“Aku ingin unta ini sebagai pelayan keperluanku”. Beliau bertanya lagi: “Untuk
melayani siapa unta tersebut ?”. Usman ibnu Affan menjawab : “Untuk melayani
keperluan saya wahai Rasulullah” . Beliau bersabda: “Bawalah kesini”. Maka unta
itu dibawa dan aku mengikutinya, sedangkan Rasulullah saw menambatkan pula
untanya. Maka aku berkata: “Wahai rasulullah aku wasiat.” Beliau bersabda:
“Apakah engkau dapat menguasai lidahmu?”. Aku menjawab: “Bagaimana aku
memiliki jika aku tidak menguasai lidahku?”. Beliau bertanya: “Apakah engkau
5 Muhammad Abdul Aziz al-Khauli, Menuju Akhlak Nabi (Semarang: Pustaka Nuun, 2006), h. 150.
6
menguasai tanganmu?”. Aku menjawab: “Bagaimana aku memiliki jika aku
tidak menguasai tanganku?”. Beliau bersabda: “Janganlah lidahmu mengucapkan
sesuatu melainkan kebaikan, dan janganlah engkau bentangkan tanganmu
melainkan untuk kebaikan.” (Riwayat Bukhari)
Orang yang jujur sudah pasti bijaksana, bijaksana pada dirinya, orang lain,
dan lingkungan sekelilingnya dimanapun ia berada. Karena kejujuran adalah awal
mula segala kebaikan. Mari tanamkan kejujuran pada diri kita sekecil apapun
bentuknya.
Inti yang bisa diambil dari hadits ini antara lain yaitu kejujuran termasuk
akhlak terpuji yang dianjurkan oleh Islam, jujur merupakan sebaik-baik sarana
keselamatan di dunia dan akhirat, seorang mukmin yang bersifat jujur dicintai di
sisi Allah swt dan di sisi manusia, dusta merupakan sifat buruk yang dilarang
Islam dan merupakan jalan yang menyampaikan ke neraka.6
C. Orang yang Paling Berhak untuk dihormat
Setelah umat manusia mengemban beberapa tugas terhadap Allah swt,
tugas terbesar dan terpenting berikutnya adalah berkaitan dengan perintah ibadah
berbuat baik kepada orang tua. Jadi, siapakah orang yang paling berhak untuk
dihormat? Jawabannya adalah kedua orang tua kita, terutama Ibu.
Rasulullah saw bersabda:
قفي, وزهير بن حرب, قاال حدثنا قتيبة بن سعيد بن جميل بن طريف الث حدثنا جرير, عن عمارة بن القعقاع, عن أبي زرعة, عن أبي هريرة,ه صلى الله عليه وسلم فقال من أحق قال جاء رجل إلى رسول اللاس بحسن صحابتي قال " أمك " . قال ثم من قال " ثم أمك " . الن
قال ثم من قال " ثم أمك " . قال ثم من قال " ثم أبوك " .Artinya: (2548) “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id bin Jamil
bin Tharif suku as-Tsaqafi, dan Zuhair bin Harbin, Telah berkata (Qutaibah dan
Zuhair) telah menceritakan kepada kami Jarir, Dari ‘Umar bin Qa’qa’, Dari Abu
Zur’ah, Dari Abu Hurairah, dia berkata: “Seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah saw, lalu dia bertanya: ‘Siapakah manusia yang paling berhak aku
6 Suparman Syukur, Etika Religius (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 274.
7
perlakukan dengan baik?’ Rasulullah saw menjawab: ‘Ibumu.’ Lalu siapa?
‘Ibumu’. Lalu siapa? ‘Ibumu’. Lalu siapa? ‘Ayahmu’. (HR. Muslim).7
Ibu adalah seseorang yang telah mengandung dan melahirkan kita serta
memelihara dan mengasuh kita dengan kasih sayang tanpa memikirkan untung
dan rugi. Sudah sepantasnya “Ibu” kita hormati dengan penuh kesungguhan.
Begitu pentingnya seorang Ibu, sehingga sampai tiga kali Rasulullah menekankan
bahwa Ibu berhak menerima penghormatan dari anak-anaknya.
Hadist ke-2548 dalam kitab Shahih Muslim jilid ke-4 yang terdapat dalam
به هما أحق بر الوالدين وأن ,atau Bab: Berbakti kepada Dua Orang Tua باب
memberi petunjuk bahwa kita harus menghormati, patuh, dan berbakti kepada
kedua orang tua kita yang telah melahirkan, terlebih pada Ibu, selama kedua orang
tua tidak mengajak durhaka kepada Allah.
Asbab al-Wurud hadits tersebut adalah Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah bahawa ada seorang laki-laki yang datang menghadap Rasulullah saw,
lalu ia bertanya: siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?
Lalu Rasulullah menjawab “Ibumu”, sampai bertanya tiga kali dengan jawabn
yang sama, baru ketika si pria bertanya lagi untuk yang ke-4 kalinya, Rasulullah
baru menjawab “Ayahmu”.8
Demikian tinggi dan mulianya taraf seorang Ibu dari pandangan Islam.
berbakti kepada Ibu lebih didahulukan karena Ibu-lah asal dari segalanya. Ibu
disebut juga sebagai “Madrasatul Ulaa” karena ibu adalah orang yang pertama
kali mengajarkan anak-anaknya.
Allah swt juga berfirman:
لغن عنooدك إما ي ن ooس ن إ ooد ول اه وب ooدوا إآل إي ب ك أال ت ى رب ooل�وقض ا� ل� ل� ل� ٱ ل�ل�كبر أحدهما ال ٱ همooا ق همooا وقooل ل ه وال ت هما أ كالهما فال تقل ل ل�أ ل� ل� �� م ل�
٢٣كريما
7 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Op.Cit., h. 387.8 Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi AD Damsyiqi, Asbabul Wurud I –
Latar Belakang Historis Timbulnya Hadits-hadist Rasul, (Jakarta: Kalam Mulia, 2003), Cet. VII, h. 377-378.
8
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Israa’:
23).
Dalam ayat tersebut, Allah swt tanpa terpisah setelah menjelaskan perintah
menyembah dan bertauhid kepada-Nya, kemudian menyebutkan hak orang tua
dengan berbakti dan berbuat baik kepada mereka.
Imam Shadiq as dalam mengomentari ayat “wa bil waalidaini ihsana”,
mengatakan bahwa ihsan disitu berarti bersopan santunlah kepada kedua orang
tuamu, berikanlah perhatian kepada mereka, perhatikan dan penuhilah segala
kebutuhannya sebelum mereka meminta kepada mu.9
Ada sebuah kisah dari sahabat Rasulullah, tentang kewajiban
mendahulukan berbakti kepada kedua orang tua daripada shalat sunnah, dijelaskan
dalam kitab Shahih Muslim pada hadist ke-2550, Rasulullah saw bersabda:
وخ, حدثنا سليمان بن المغيرة, حدثنا حميد بن هالل, حدثنا شيبان بن فرد في صومعة ه قال كان جريج يتعب عن أبي رافع, عن أبي هريرة, أن فجاءت أمه . قال حميد فوصف لنا أبو رافع صفة أبي هريرة لصفة
ه صلى الله عليه وسلم أمه حين دعته كيف جعلت كفها فوق رسول اللمني . حاجبها ثم رفعت رأسها إليه تدعوه فقالت يا جريج أنا أمك كلهم أمي وصالتي . فاختار صالته فرجعت ثم فصادفته يصلي فقال اللهم أمي مني . قال الل انية فقالت يا جريج أنا أمك فكل عادت في الث
مته ي كل هم إن هذا جريج وهو ابني وإن وصالتي . فاختار صالته فقالت اللى تريه المومسات . قال ولو دعت هم فال تمته حت مني الل فأبى أن يكل
عليه أن يفتن لفتن . قال وكان راعي ضأن يأوي إلى ديره - قال -اعي فحملت فولدت غالما فخرجت امرأة من القرية فوقع عليها الر فقيل لها ما هذا قالت من صاحب هذا الدير . قال فجاءوا بفئوسهم
مهم - قال - فأخذوا يهدمون ومساحيهم فنادوه فصادفوه يصلي فلم يكلم ثم ديره فلما رأى ذلك نزل إليهم فقالوا له سل هذه - قال - فتبس
9 Tim Akhlak, Etika Islam, (Jakarta: Al-Huda, 2003), Cet. 1, h. 28.
9
مسح رأس الصبي فقال من أبوك قال أبي راعي الضأن . فلما سمعوا ذلك منه قالوا نبني ما هدمنا من ديرك بالذهب والفضة . قال ال ولكن
.أعيدوه ترابا كما كان ثم عاله Artinya: (2550) “Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farukh, Telah
menceritakan kepada kami Sulaiman bin Mughirah. Telah menceritakan kepada
kami Humaid bin Hilal, dari Abu Rafi’, dari Abu Hurairah, sesungguhnya dia
berkata: “Ada seorang laki-laki yang bernama Juraij, dia beribadah di tempat
peribadatannya, lalu ibunya datang.”
Humaid berkata: “Lalu Abu Rafi’ menceritakan kepada kami, seperti yang
diceritakan kepadanya Abu Hurairah dari Rasulullah saw bahwa ibunya (Juraij)
tengah memanggilnya, bagaimana ibunya meletakkan telapak tangannya di
dahinya, diangkatlah kepalanya untuk memanggilnya, lalu ibunya berkata: ‘Wahai
Juraij! Aku Ibumu, bicaralah kepadaku! Ketika itu Juraij sedang shalat.’ Juraij
berkata: ‘Ya Allah! Ibuku atau shalatku?’ Lalu dia memilih shala. Maka ibunya
datang untuk kedua kalinya. Ibunya berkata: ‘Wahai Juraij! Aku Ibumu! bicaralah
kepadaku!’ Juraij berkata: ‘Ya Allah! Ibuku atau shalatku?’ Lalu dia memilih
shalat. Ibunya berkata: ‘Ya Allah! Sesungguhnya dia ini adalah Juraij, dia anakku,
sungguh aku telah memanggilnya dan dia tidak menjawab panggilanku. Ya Allah
jangan Engkau cabut nyawanya hingga Engkau uji dia dengan perempuan-
perempuan pezina.’
Humaid berkata: “Jika ibunya berdoa agar Juraij ditimpa fitnah pasti dia
akan terfitnah.”
Humaid berkata: “Ada seorang penggembala kambing yang datang ke
peribadatan Juraij, lalu seorang perempuan desa lewat dan penggembala itu
berzina dengannya sampai hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki.
Perempuan itu ditanya: ‘Anak siapa ini?’ Dia menjawab: ‘Dari pemilik tempat
peribadatan itu!’ Lalu orang-orang datang dengan membawa kampak dan penggali
dari besi, lalu mereka memanggil Juraij, ternyata dia sedang shalat, sehingga dia
tidak menjawabnya. Maka mereka menghancurkan tempat peribadatan itu, ketika
dia melihat hal itu, maka dia menemui mereka dan mereka bertanya kepadanya:
‘Tanyakan kepada perempuan ini?’ Dia tersenyum dan mengusap kepala anak
10
bayi itu, lalu bertanya: ‘Siapa ayahmu?’ Bayi itu menjawab: ‘Ayahku adalah
penggembala kambing.’ Ketika mereka mendengar hal itu mereka berkata: ‘Kami
bangun lagi peribadatan yang telah kami hancurkan dengan emas dan perak.’ Dia
(Juraij) berkata: ‘Jangan, bangun saja dari tanah, seperti semula.” (HR. Muslim)10
Dari hadits tersebut terlihat jelas bahwa berbakti kepada kedua orang tua,
terutama Ibu harus lebih di dahulukan dari pada shalat sunnah, begitu luar
pentingnya berbakti kepada seorang Ibu sampai-sampai disetarakan dengan shalat
sunnah. Jika Ibu kita memanggil tapi kita dalam keadaan shalat sunnah, maka
shalat tersebut boleh dibatalkan dan penuhilah panggilan Ibumu.
Oleh karena itu sudah sepatutnya kita membalas jasa baik orang tua kita,
terutama Ibu, sekurang-kurangya hormati-lah, muliakan-lah, dan jagalah segala
kebajikannya terutama ketika mereka memerlukan penjagaan kita dihari tua
mereka.
D. Berbuat Baik kepada Tetangga
Tetangga merupakan orang yang rumahnya paling dekat dengan kita.
Dalam Islam, memperhatikan hak tetangga mendapat perhatian yang istimewa.
Dan hal ini dipandang sebagai tanda beriman.
Rasulullah saw bersabda:
حدثنا قتيبة بن سعيد, حدثنا أبو األحوص, عن أبي حصين, عن أبيه صلى الله عليه وسلم " صالح, عن أبي هريرة, قال قال رسول الله ه واليوم اآلخر فال يؤذ جاره, ومن كان يؤمن بالل من كان يؤمن بالل
ه واليوم اآلخر فليقل واليوم اآلخر فليكرم ضيفه, ومن كان يؤمن باللخيرا أو ليصمت ".
Artinya: 6018 “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id, telah
menceritakan kepada kami Abu al-Ahwash, Dari Abu Hashin, Dari Abu Shalih,
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah saw telah bersabda, ‘Siapa yang
beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya;
siapa saja yang beriman kepda Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia
memuliakan tamunya; dan siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
10 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Op.Cit., h. 389-391.
11
maka hendaklah ia berkata-kata yang baik atau hendaknya dia diam.” (HR.
Bukhari)11
Dari hadits diatas dapat kita ambil pelajaran, untuk mengukur keimanan
seseorang menurut cara Rasulullah saw, yaitu keimanan seorang muslim dapat
dilihat dari tiga hal, yaitu: kebaikannya terhadap tetangganya, berbuat baik kapada
tamu dan perkataannya kepada orang lain. Tiga alat ukur yang sudah disampaikan
oleh Rasulullah saw diatas dan bisa dijadikan barometer bagi seseorang dalam
kehidupan sehari-hari.
Tidak menyakiti hati tetangga, menghormati tamu, dan berkata baik atau
memilih diam menjadi kerangka ukur bagi orang yang beriman kepada Allah swt
dan hari akhir. Orang yang sudah mengaku beriman kepada Allah swt dan hari
akhir, dilarang keras mengganggu apalagi menyakiti tetangga, baik fisik maupun
psikis. Menghormati dan memuliakan orang lain merupakan langkah baik untuk
membangun relasi antara keluarga dan tetangga.
Asbabul Wurud hadits tersebut adalah Allah swt memperlihatkan kepada
hamba-hamba Nya bahwa Allah melihat semua perbuatan yang terkecil sekalipun.
Maka disaat itu datanglah tamu kepada Nabi saw dan Nabi saw tidak bisa
menjamunya karena tidak ada makanan. Rasul bertanya pada istrinya “Punya
makanan apa kita untuk menjamu tamu ini?”, Istri Nabi saw menjawab “Tidak
ada, yang ada cuma air”. Maka Rasul berkata “Siapa yang mau menjamu tamuku
ini?” Satu orang Anshar langsung mengacungkan tangan “Aku yang menjamu
tamumu ya Rasulullah”. Kemudian sahabat itu membawa tamu Rasul itu ke
rumahnya, sampai dirumah mengetuk pintu dengan keras hingga istrinya bangun.
“Kenapa suamiku? Kau tampak terburu-buru”. “Kita dapat kemuliaan tamunya
Rasulullah. Ayoo.. muliakan, keluarkan semua yang kita miliki daripada pangan
dan makanan, semua keluarkan. Ini tamu Rasulullah bukan tamu kita, datang
kepada Rasul, Rasul saw tidak bisa menyambutnya. Rasul bertanya “Siapa yang
bisa menyambutnya?”, Aku buru-buru tunjuk tangan, ini kemuliaan besar bagi
kita.” Istrinya berkata “Suamiku, makanannya hanya untuk 1 orang. Tidak ada
11 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Sahih Bukhari, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah: 2010), Cet. I, Jilid 5, h. 168.
12
makanan lagi, itu pun untuk anak- anak kita. 2 orang anak- anak kita hanya akan
makan makanan untuk 1 orang, Kau ini bagaimana menyanggupi undangan tamu
Rasul? Kau tidak bertanya lebih dulu? Apakah kita punya kambing, punya ayam,
punya beras, punya roti, jangan main terima sembarangan!” Maka suaminya
sudah terlanjur menyanggupi “Sudah kalau begitu anak kita tidurkan cepat- cepat,
matikan lampu agar anaknya tidur”.
Di tidurkan anaknya tanpa makan. Lalu tinggal makanan yang 1 piring
untuk 1 orang, “Ini bagaimana? tamunya tidak mau makan kalau hanya ditaruh 1
piring kalau shohibul bait (tuan rumah) tidak ikut makan karena cuma 1 piring
makanannya”. Suaminya berkata “Nanti sebelum kau keluarkan piringnya, lampu
ini kau betulkan lalu saat makan tiup agar mati pelitanya, jadi pura- pura lampu
mati. Taruh piring, silahkan makan dan kita taruh piring kosong di depan kita,
tamu makan kita tidak usah makan tapi seakan-akan makan dan tidak kelihatan
lampunya gelap”.
Maka tamunya tidak tahu cerita lampunya mati, pelitanya rusak, tamunya
makan dengan tenangnya, nyenyak dalam tidurnya, pagi-pagi shalat subuh
kembali kepada Rasul saw “Alhamdulillah ya Rasulullah aku dijamu dengan
makanan dan tidur dengan tenang”. Rasul berkata “Allah semalam sangat ridho
kepada shohibul bait (tuan rumah) yang menjamumu itu.” (Riwayat Bukhari)
Rasulullah saw juga bersabda:
ه بن يوسف يث,حدثنا عبد الل حدثنا سعيد o هو المقبري o عن, حدثنا اللبي صلى الله عليه وسلم يقول " يا, عن أبي هريرة,أبيه قال كان الن
"نساء المسلمات ال تحقرن جارة لجارتها ولو فرسن شاة Artinya: 6017 “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, telah
menceritakan kepada kami al- Laits, telah menceritakan kepada kami Sa’id yaitu
al-Maqburi Dari Ayahnya Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Nabi saw bersabda,
‘Wahai wanita-wanita muslimah, janganlah tetangga wanita meremeh-kan
(pemberian) tetangga wanita lainnya meskipun berupa kaki kambing.” (HR.
Bukhari)12
12 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Op.Cit., h. 168.
13
فظ إلسحاق - قال, وإسحاق بن إبراهيم,حدثنا أبو كامل الجحدري - والل, إسحاق أخبرنا عبد العزيز بن عبد الصمد العمي:أبو كامل حدثنا وقال
ه بن الصامت قال, عن أبي ذر,حدثنا أبو عمران الجوني عن عبد الله صلى الله عليه وسلم " يا أبا ذر إذا طبخت مرقة قال رسول الل
فأكثر ماءها وتعاهد جيرانك "Artinya: 2625 “Telah menceritakan kepada kami Abu Kamil al-Jahdari, dan Ishaq
bin Ibrahim, dan lafadz haditsnya kepunyaan Ishaq, telah berkata Abu Kamil telah
bercerita kepada kami dan telah berkata, Ishaq telah mengabarkan kepada kami,
Abdul Aziz bin Abdi Shomad al-‘Ammi, telah bercerita kepada kami Abu ‘Imran
al-Jauni dari Abdullah bin Shomit. Dari Abu Dzar, dia berkata: “Rasulullah saw
bersabda: ‘Wahai Abu Dzar! Jika engkau memasak daging berkuah, maka
perbanyaklah kuahnya dan sisihkan untuk tetanggamu”. (HR. Muslim)13
Dari beberapa penjelasan hadits diatas dapat dipahami bahwa Rasulullah
sangat menganjurkan untuk saling berbagi terutama kepada orang yang pintu
rumahnya paling dekat dengan kita, yaitu tetangga. Apabila memasak maka
jangan sampai lupa untuk berbagi kepada tetangga kita walaupun diumpamakan
hanya “kaki kambing” atau “kuahnya” saja. Jangan sampai kita membiarkan
tetangga kita hanya mencium aroma harumnya masakan yang kita masak.
Perlu diketahui, tetangga itu bukan hanya orang yang tempat tinggalnya
persis di depan rumah kita, namun sesuai sabda Rasulullah tetangga itu adalah
empat puluh rumah di depan, di belakang, di sebelah kanan dan disebelah kiri
rumah kita.
13 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Op.Cit., h. 450.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak adalah perilaku lisan, perbuatan fisik, bahkan perbuatan diam kita.
Akhlak terpuji adalah akhlak yang baik, diwujudkan dalam bentuk sikap, ucapan,
dan perbuatan yang baik sesuai dengan ajaran Islam.
Akhlak adalah cermin hati. Artinya, ketika seseorang berakhlak baik maka
berarti ia memiliki hati yang bersih dan jernih. Sedangkan orang yang memiliki
akhlak buruk maka hatinya pun tidak jernih dan tidak jelas tujuan hidupnya, dan
membawa keburukan baik untuk dirinya sendiri maupun terhadap lingkungan
sekitarnya.
Kejujuran termasuk akhlak terpuji yang dianjurkan oleh Islam, jujur merupakan
sebaik-baik sarana keselamatan di dunia dan akhirat, seorang mukmin yang bersifat jujur
dicintai di sisi Allah swt dan di sisi manusia, dusta merupakan sifat buruk yang dilarang
Islam dan merupakan jalan yang menyampaikan ke neraka.
Tetangga itu bukan hanya orang yang tempat tinggalnya persis di depan
rumah kita, namun sesuai sabda Rasulullah tetangga itu adalah empat puluh
rumah di depan, di belakang, di sebelah kanan dan disebelah kiri rumah kita.
15
DAFTAR PUSTAKA
Akhlak, Tim, Etika Islam, (Jakarta: Al-Huda, 2003).
Baqi, Muhammad Fuad Abdul, Sahih Bukhari, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah:
2010).
Baqi, Muhammad Fuad Abdul, Shahih Muslim, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah.
2010).
Damsyiqi, Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi AD, Asbabul Wurud I – Latar
Belakang Historis Timbulnya Hadits-hadist Rasul, (Jakarta: Kalam Mulia,
2003), Cet. VII.
Hasyimi, Dr. Muhammad Ali, Apakah Anda Berkepribadian Muslim, (Jakarta:
Gema Insani Press. 1994). Cet.9.
Khauli, Muhammad Abdul Aziz al-, Menuju Akhlak Nabi (Semarang: Pustaka
Nuun, 2006).
Syukur, Suparman, Etika Religius (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004).
Wijaya, Suwarta dan Zafrullah Salim, Asbabul Wurud 1. (Jakarta: Kalam Mulia.
2003).
16