GAMBARAN HASIL PEMERIKSAN TELUR CACING GELANG (Ascaris
lumbricoides)METODE SEDIMENTASI DENGAN KECEPATAN
SENTRIFUS YANG BERBEDA PADA ANAK YANG TINGGAL
DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH
DI KELURAHAN PUUWATU KOTA KENDARI
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan PendidikanDiploma III Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kendari
OLEH :
ICHSAN WAHID INGRATP00341014011
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2017
ii
iii
iv
v
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Ichsan Wahid Ingrat
Nim : P00341014011
TTL : Ambon, 24 Novembr 1996
Suku/Bangsa : Tolaki/ Indonesia
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
B. Pendidikan
1. SD Negeri 2 Lalonggasumeeto, Tamat tahun 2008
2. Madrasah Tsanwayiah Negeri Soropia, Tamat tahun 2011
3. SMK Tunas Husada , Tamat tahun 2014
4. Tahun 2014 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan sampai sekarang.
vi
MOTTO
Tak ada peluang menuju kesuksesan tanpa ada usaha dan doa
Berusahalah semampumu walau dunia tidak mengakuimu
Kupersembahkan untuk Almamaterku
Ayah dan Ibunda tercinta
Keluargaku Tersayang
Doa Dan Nasehat Untuk Menunjang Keberhasilan
vii
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’ alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
dengan judul ‘’Gambaran Hasil Pemeriksaan Telur Cacing Gelang (Ascaris
lumbricoides) Metode Sedimentasi Dengan Kecapatan Sentrifus Yang
Berbeda Pada Anak Yang Tinggal Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir
Sampah di Kelurahan Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian
ini disusun dalam rangka melengkapi salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan program Diploma III (D III)Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari.
Rasa hormat, terimaksih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
ayah dan ibu tercinta atas semua bantuan moril maupun materil, motivasi,
dukungan dan cintak kasih yang tulus serta doanya demi kesuksesan studi yang
penulis jalani selama menuntun ilmu sampai selesainya karya tulisi ini. Proses
penulisan karya tulis ini telah melewati perjalanan panjang, dan penulis banyak
mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis juga menghaturkan rasa terimakasih kepada Bapak
Muhaimin Saranani,S.Kp.,Ns.,M.Sc selaku pembimbing I dan ibu Reni
Yunus,S.Si.,M.Sc selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
kesabaran dalam membimbing dan atas segala pengorbanan waktu dan pikiran
selama menyusun karya tulis ini. Ucapan terimakasih penulis juga tunjukan
kepada :
1. Direktur Poltekes Kemenkes Kendari Bapak Petrus,SKM.,M.Kes.
2. Kepala Kantor Badan Riset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah
memberikan izin penelitian.
3. Ketua Jurusan Analis Kesehatan Ibu Ruth Mongan, B.Sc.,S.Pd.M.Pd.
4. Kepala Laboratorium Jurusan Analis Kesehatan Ibu Satya Darmayani,
S.Si.,M.Eng.
ix
5. Ibu Ruth Mongan, B.Sc.,S.Pd.M.Pd, Bapak Petrus,SKM.,M.Kes,Ibu Tuty
Yuniarty,S.Si,.M.Kes Terimakasih atas masukan, saran dan kritik selama
menguji.
6. Ibu Reni Yunus,S.Si.,M.Sc Terimakasih telah menjadi instruktur
penelitan.
7. Bapak dan Ibu dosen Poltekes Kemenkes Kendari Jurusan Analis
Kesehatan serta seluruh staf dan karyawan atas segala fasilitas dan
pelayanan akademik yang diberikan selama penulis menuntun ilmu.
8. Buat kedua orang tuaku, yang telah mengasuh mendidik, membesarkan,
memotivasi, dan mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan karya
tulis ilmiah ini.
9. Kepada Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam terselesainya
karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya dengan segala kekurangan dan
keterbatasan yang ada penulis, sehingga bentuk dan isi karya Tulis Ilmiah ini
masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat kekeliriuan, dan kekurangan.
Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Karya
Tulis ini.
Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat, khususnya
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................................... v
MOTTO ............................................................................................................................ vi
ABSTRAK ....................................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR.................................................................................................... viii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang............................................................................................. 1
b. Rumusan Masalah ..............................................................................5
c. Tujuan Penelitian......................................................................................... 5
d. Manfaat Penelitian....................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
a. Tinjauan umum Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) ............................. 6
b. Tinjauan umum pemeriksaan Telur Cacing Gelang(Ascarislumbricoides) ....................................................................................13
c. Tinjauan umum pemeriksaan Telur Cacing Metode Sedimentasi ............. 14
d. Tinjauan umum tentang Sentrifus ...................................................15
BAB III KERANGKA KONSEP
a. Dasar pemikiran......................................................................................... 19
b. Bagan kerangka pikir.......................................................................21
c. Definisi operasional dan Kriteria Objektif .......................................22
BAB IV METODE PENELITIAN
a. Jenis penelitian .......................................................................................... 24
b. Waktu dan tempat penelitian ............................................................24
c. Populasi dan sampel .................................................................................. 24
d. Instrumen penelitian ...............................................................................25
xi
e. Prosedur penelitian ...........................................................................25f. Pengolahan data................................................................................27
g. Analisa data .............................................................................................27h. Penyajian data...................................................................................27
i. Etika penelitian .................................................................................27
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil penelitian......................................................................................... 29
b. Pembahasan .............................................................................................. 32
BAB V PENUTUP
a. Kesimpulan............................................................................................... 36
b. Saran......................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil pemeriksaan telur cacing gelang(Ascaris lumbricoides) dengankecepatan sentrifus yang berbeda ....................................................30
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Telur Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) fertile............................. 7
Gambar 2. Telur CacingGelang (Ascaris lumbricoides) infertile.......................... 8
Gambar3. Telur Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) berembrio.......................8
Gambar 4.Telur Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) decorticated...................9
Gambar 5. Morfologi telur dari sampel S5............................................................31
Gambar 6. Morfologi telur dari sampel S6............................................................31
Gambar 7. Morfologi telur dari sampel S8............................................................31
Gambar 8. Morfologi telur dari sampel S9............................................................31
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Penelitian Dari Poltekkes Kemenkes
Kendari
Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian Dari Badan Riset
Lampiran 3 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 4 Surat Keterangan Bebas Labolatorium
Lampiran 5 Surat hasil penelitian
Lampiran 6 Master tabel
Lampiran 7 Surat Keterangan Bebas Pustaka
Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang tersebar luas didaerah
tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization
(WHO) pada tahun 2012 lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi
dunia terinfeksi Soil Transmitted Helminths (STH) (Sutanto,dkk, 2008).
Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang
masih menjadi masalah dinegara berkembang termaksud di Indonesia. Di
Indonesia sekitar 60-90% penduduk menderita infeksi yang ditularkan melalui
tanah (siregar, 2006). Salah satu infeksi kecacingan disebabkan oleh Ascaris
lumbricoides (Inayati, 2015).
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, Provinsi Sulawesi
Tenggara memiliki prevalensi kecacingan dari hasil survey tahun 2000 adalah
40,01%, untuk kota Kendari yaitu sebesar 31,12%. Berdasarkan data Dinas
Kesehatan Kota Kendari jumlah penderita penyakit kecacingan tahun 2015
berjumlah 291 orang. (Dinkes Kota Kendari,2016). Sementara berdasarkan
data profil kesehatan kota Kendari jumlah penderita kecacingan tahun 2001
sebanyak 432 orang dan tahun 2002 menjadi 467, dari data tersebut dapat
diketahui bahwa terjadi pertambahan jumlah penderita sebanyak 35 orang atau
7% (profil kesehatan kota Kendari, 2001).
Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides
atau lebih dikenal dengan cacing gelang yang penularannya dengan
perantaraan tanah (Soil Transmited Helminths). Infeksi yang disebabkan oleh
cacing ini disebut Ascariasis.
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh
dunia, lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di
beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk.
Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5-10 tahun
2
sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih
tinggi (Haryanti E. 1993).
Ascariasis adalah penyakit cacing yang paling besar prevalensinya
diantara penyakit cacing lainnya (Widoyono, 2008). Sekitar 40 hingga 60
persen penduduk Indonesia menderita cacingan dan dataWorld Health
Organization (WHO) menyebutkan lebih dari satu milliar penduduk dunia
juga menderita cacingan. Sebagian besar penderita cacingan hidup di wilayah
kumuh. Dan penderita di kalangan anak sekolah pun masih cukup tinggi
(Pedoman Pengendalian Cacingan, 2006).
Ascariasis merupakan infeksi cacing paling lazim di dunia, walau
demikian pada pengendaliannya hanya mendapat sedikit perhatian (Nelson,
2000). Di Indonesia sendiri, program pemberantasan cacingan dilakukan sejak
zaman penjajahan oleh sektor kesehatan saja. Langkah yang dilakukan
meliputi pengobatan dan pembuatan jamban. Pemberantasan cacingan
dilakukan secara Nasional pertama kali pada Tahun 1975 setelah dibentuk unit
stuktural di Direktorat JendralPencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Menular(PM3). Program pemberantasan cacingan dilakukan oleh DEPKES RI
Tahun 2006 lalu dengan sasaran pengendalian terhadap cacingan di seluruh
daerah di Indonesia, dengan kerjasama antara pemerintah daerah, petugas
kesehatan, dan juga masyarakat (Pedoman Pengendalian Cacingan, 2006).
Infeksi cacing Ascaris lumbricoides tidak hanya menyerang anak-anak
tetapi semua umur dan jenis kelamin. Ascaris lumbricoides dewasa hidup
dalam rongga usus halus manusia seekor cacing betina dapat bertelur
sebanyak 200.000 butir sehari yang dapat berlangsung selama masa hidupnya
(sekitar 1 tahun). Telur tidak menetas dalam tubuh manusia tetapi akan keluar
bersama tinja hospes (Safar, 2010).
Ascaris lumbricoides dinamakan juga cacing perut (Giant intensial
roundworm) berhabitat diusus besar dan penyakit yang ditimbulkannya
dinamakan Ascariasis. Dalam membicarakan spesies ini perlu juga
dibicarakan spesies lain yang menginfeksi hewan, tetapi dapat menginfeksi
manusia yaitu Ascaris suum sebagai pembanding.
3
Penularan dapat terjadi dengan cara kontak langsung misalnya kaki,
tangan atau kuku terkotaminasi tanah yang mengandung telur cacing. Apabila
berlebihan dapat menyebabkan gangguan penyerapan gizi, anemia, gangguan
pertubuhan dan menurunan kecerdasan pada anak, serta penurunan
produktivitas pada orang dewasa. Infeksi terjadi tanpa gejala sehingga
penyakit ini kurang mendapatkan perhatian (Inayati, 2015).
Dalam mendiagnosis penyakit yang disebabkan oleh parasit, adapun
cara yang harus dilakukan yaitu analisa pemeriksaan telur cacing dengan
metode langsung dan tidak langsung. Untuk pemeriksaan metode tidak
langsung dilakukan dengan teknik sedimentasi. Metode ini digunakan untuk
mendiagnosis infeksi parasit ketika tahap diagnosis dapat ditemukan pada
tinja. Berguna sebagai bagian dari pemeriksaan rutin atau ketika tanda klinis
menunjukkan terjadi peningkatan kecurigaan infeksi parasit (Natadisastra,
Djaenudin, 2010).
Teknik ini sering digunakan dalam melakukan pemeriksaan diagnosa
terhadap infeksi kecacingan. Kecepatan sentrifus diukur dalam revolution per
minutes (rpm). Sentrifus menurut jenisnya dibagi dalam 3 fungsi berdasarkan
pada kecil besarnya kecepatan yaitu, General Purpose Centrifuge, Micro
Sentrifuge, Speciality Sentrifuge. Pada General Purpose Centrifuge yang
dirancang untuk pemisahan sampel urine, serum atau cairan lain dari bahan
padat yang tidak larut. Sentrifus ini biasanya berkecepatan 0-4000 rotasi
permenit(rpm), dan bisa menampung sampel dari 5-100 mL.Pada pemeriksaan
sedimentasi dengan kecepatan sentrifus 2000 rotasi permenit (rpm) belum ada
penelitian yang melaporkan bahwa sentrifus tidak bisa menggunakan
kecepatan dibawa 2000 rotasi permenit(rpm) atau diatas 2000 rotasi permenit
(rpm).
Pencemaran tanah merupakan penyebab terjadinya transmisi telur
cacing dari tanah kepada manusia melalui tangan atau kuku yang mengandung
telur cacing, lalu ke mulut bersama makanan. Tinggi rendahnya frekuensi
tingkat kecacingan berhubungan dengan kebersihan diri dan sanitasi
lingkungan yang menjadi sumber infeksi. Nematoda usus merupakan
4
kelompok yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia Karena masih
banyak yang mengidap cacing ini sehubungan banyaknya faktor yang
menunjang untuk hidup suburnya cacing parasiter ini. Faktor penunjang ini
antara lain keadaan alam serta iklim, sosial ekonomi, pendidikan, kepadatan
penduduk serta masih berkembangnya kebiasaan yang kurang baik (Akhsin
Zulkoni, 2010).
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di Sekitar pembuangan
akhir sampah di kelurahanpuuwatu , yang sebelumnya tidak pernah dilakukan
penelitian mengenai pemeriksaan telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
pada anak-anak yang berumur 5-12 tahun yang tinggal disekitar tempat
pembuangan akhir sampah dikelurahan puuwatu. Selain itu, masih ditemukan
anak-anak yang tidak memperhatikan kebersihan perorangan seperti bermain
di tanah, sebagian anak tidak menggunakan alas kaki, serta kuku-kuku yang
tidak di potong dan kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan dan
sesudah bermain di tanah. Sehingga dengan kondisi tersebut dapat menjadi
faktor penyebab resiko terjadinya kecacingan pada anak dimungkinkan dapat
terjadi.
Tempat pembuangan akhir sampah Puuwatu Kota Kendari merupakan
satu-satunya areal penampungan akhir sampah yang masih aktif di Kota
Kendari. Sampah setiap harinya yang dihasilkan oleh masyarakat Kota
Kendari kemudian akan dibuang di tempat pembuangan sampah sementara
dan akhirnya akan diangkut oleh petugas sampah ke tempat pembuangan akhir
sampah Puuwatu Kota Kendari. Diantara tumpukan sampah yang penuh
dengan berbagai bahan buangan, terdapat aktivitas pemulung mengais sampah
yang dimanfaatkan untuk dijual kembali.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Gambaran pemeriksaan telur cacing
gelang(Ascaris lumbricoides) dengan metode sedimentasi pada kecepatan
sentrifus yang berbeda pada anak yang tinggal disekitar tempat pembuangan
akhir sampah di KelurahanPuuwatu Kota Kendari Provinsi Sulawesi
Tenggara.”
5
B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh kecepatan sentrifusterhadap keberadaan telur
cacing gelang (Ascaris lumbricoides)metode sedimentasi?
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahuikeberadaan telur cacing gelang (Ascaris
lumbricoides) kecepatan sentrifus yang berbeda padafeses dengan metode
sedimentasi.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui keberadaan telur cacing gelang (Ascaris
lumbricoides) pada kecepatan sentrifus pada 1000,2000,3000 dan 4000
rotasi permenit(rpm) dengan menggunakanmetode sedimentasi.
b. Untuk mengetahui morfologi telur cacing gelang (Ascaris
lumbricoides) pada kecepatan sentrifus yang berbeda.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis
a. Sebagai bahan informasi kepada mahasiswa hendak melakukan
pemeriksaan mengenai gambaran kecepatan sentrifus 1000, 3000 , dan
4000 rotasi permenit (rpm) terhadap keberadaan telur gelang(Ascaris
lumbricoides) pada feses dengan metode sedimentasi.
b. Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan yang bersangkutan
mengenai masalah yang teliti.
2. Manfaat teoritis
Peneliti dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang
kesehatan masyarakat terutama mengenai infeksi telur cacing
gelang(Ascaris lumbricoides).
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Cacing Gelang(Ascaris Lumbricoides)
1. Klasifikasi dan Morfologi Cacing Gelang(Ascaris lumbricoides)
Klasifikasi cacing gelang(Ascaris lumbricoides)
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Secernentea
Ordo : Ascaridida
Superfamili : Ascaridoidea
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides.
Cacing nematoda ini adalah cacing berukuran besar, berwarnaputih
kecoklatan atau kuning pucat. Cacing jantan berukuran panjangantara 10-31
cm, sedangkan cacing betina panjang badannya antara 22-35 cm. Kutikula
yang halus bergaris-garis tipis menutupi seluruhpermukaan badan cacing.
Ascaris lumbricoides mempunyai mulutdengan tiga buah bibir, yang terletak
sebuah di bagian dorsal dan duabibir lainnya terletak subventral (Soedarto,
2011).
Selain ukurannya lebih kecil daripada cacing betina, cacing
jantanmempunyai ujung posterior yang runcing, dengan ekor melengkung
kearah ventral. Di bagian posterior ini terdapat 2 buah spikulum yangukuran
panjangnya sekitar 2 mm, sedangkan di bagian ujung posteriorcacing terdapat
juga banyak papil-papil yang berukuran kecil. Bentuktubuh cacing betina
membulat (conical) dengan ukuran badan lebih besardan lebih panjang
daripada cacing jantan dan bagian ekor yang lurus, tidak melengkung
(Soedarto, 2011).
7
Morfologi Ascaris lumbricoidesmorfologi telur terdapat 2 macam jenis
telur yaitu telur yang mengalami pembuahan (fertil) dan yang tidak
mengalami pembuahan (infertil). Dari kedua jenis telur ini kadang dijumpai
telur yang tanpa dilapisi albumin (dekortikasi) dan telur yang utuh/dilapisi
albumin (kortikasi).
a) Ciri-ciri telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) fertil:
1. Berbentuk oval
2. Ukuran : panjang 45-75 μm dan lebar 35-50 μm
3. Dinding 3 lapis : lapisan luar yang tebal berkelok-kelok (lapisan
albumin), lapisan kedua dan ketiga relatif halus (lapisan hialin dan
vitelin)
4. Telur berisi embrio
5. Berwarna kuning kecoklatan
Gambar.1 Telur Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)fertile.
b) Ciri-ciri telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) infertil :
1. Bentuk oval memanjang (kedua ujungnya agak datar).
2. Ukuran : panjang 88-94 μm dan lebar 40-45 μm.
3. Dinding 2 lapis : lapisan luar yang tebal berkelok-kelok sangat
kasar/tidak teratur (lapisan albumin), lapisan kedua relatif halus
(lapisan hialin).
4. Telur berwarna granula refraktil berwarna kuning kecoklatan.
8
Gambar 2. Telur cacing gelang(Ascaris lumbricoides)infertile.
c) Ciri-ciri telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) berembrio :
1. Didalam telur berisi embrio/larva
2. Embrio bersifat infektif
3. Bentuk kira-kira 2-3 minggu ditanah
Dalam pertumbuhannya, telur cacing gelang(Ascaris
lumbricoides)dimulai bentuk satu sel (telur inilah yang dikeluarkan
bersama tinja) kemudian berkembang melalui pembelahan sel menjadi
morulla, gastrula dan telur berembrio. Telur berembrio yang mengandung
larva stadium ketiga adalah telur yang infeksius.
Gambar3. Telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) berembrio.
d) Ciri-ciri telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) decorticated
1. Telur dibuahi
2. Kehilangan lapisan albuminoid
3. Dinding tebal mulus
Telur fertil tanpa lapisan protein (decorticated eggs) berwarna
keabu-abuan dan sangat menyerupai telur hookworm. Telur ini hanya
memiliki dua lapisan, yaitu lapisan glycogen dan lipiodal saja. Lapisan
terluarnya hilang, beberapa kepustakaan nengatakan bahwa telur ini hanya
9
terjadi dilaboratorium,yaitu saat melakukan pewarnaan dengan lugol,
lapisan luar telur menghilang dan tinggal lapisan dalamnya saja.
Untuk keperluan praktikum, decorticated egg secara laboratorium
dapat dibuat dengan jalan menambahkan hypochlorite dan H2SO4.
Gambar 4 Telur cacinggelang(Ascaris lumbricoides) decorticated
2. Siklus Hidup cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
Pada tinja penderita Ascariasis yang membuang air tidak pada
tempatnya dapat mengandung telur Ascariasis yang telah dibuahi. Telur
ini akan matang dan menjadi bentuk yang infektif dalam waktu 21 hari
dalam lingkungan yang sesuai. Bentuk infektif ini, jika tertelan oleh
manusia menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus
menuju pembuluh darah atau saluran limfa, kemudian dialirkan ke
jantung. Dari jantung kemudian dialirkan menuju ke paru-paru (Widodo,
2013).
Larva di paru-paru menembus dinding pembuluh darah,lalu
dinding alveolus, masuk rongga alveolus kemudian naik ke trakea
melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju faring,
sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena
rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam oesofagus, lalu menuju
ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak
telur matang tertelan sampai cacing dewasa berteur dibutuhkan waktu
kurang lebih 2 bulan (Gandahusada dkk, 2000; CDC).
10
3. Patologi dan Gambaran Klinis cacing gelang(Ascaris lumbricoides)
Kelainan klinik dapat disebabkan larva maupun cacing gelang
dewasa Ascaris lumbricoides. Patologi dan gambaran klinis yang terjadi
disebabkan oleh :
a) Migrasi larva
Kelainan akibat larva yaitu demam selama beberapa hari
pada periode larva menembus dinding usus dan bermigrasi akhirnya
sampai ke paru. Biasanya pada waktu tersebut ditemukan eosinofilia
pada pemeriksaan darah. Foto thoraks menunjukkan adanya infiltrat
yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut
Sindrom Loeffler yang hanya ditemukan pada orang yang pernah
terpajan dan rentan terhadap antigen Ascaris atau bilamana terdapat
infeksi berat. Pada penderita penyakit yang juga disebut
pneumonitisAscaris, dapat ditemukan gejala ringan seperti batuk
ringan sampai pneumonitis berat yang berlangsung selama 2-3
minggu. Kumpulan gejala termasuk batuk, mengi, sesak nafas, agak
meriang, sianosis, takikardi, rasa tertekan pada dada atau sakit dada,
dan di dalam dahak kadang-kadang ada darah. Gejala-gejala
berlangsung selama 7-10 hari dan menghilang secara spontan pada
waktu larva bermigrasi keluar paru (Margono, 2011).
b) Cacing dewasa
Terdapatnya cacing Ascaris dewasa dalam jumlah yang besar
di usus halus dapat menyebabkan abdominal distension dan rasa
sakit. Keadaan ini juga dapat menyebabkan lactose intolerance,
malabsorpsi dari vitamin A dan nutrisi lainnya. Hepatobiliary dan
pancreaticascariasis terjadi sebagai akibat masuknya cacing dewasa
dari duodenum ke orificium ampullary dari saluran empedu, timbul
kolik empedu, kolesistitis, kolangitis, pankreatitis dan abses hepar
(Suriptiastuti, 2006).
Jumlah cacing yang banyak sangat berhubungan dengan
terjadinya malnutrisi, defisit pertumbuhan dan gangguan kebugaran
11
fisik, di samping itu masa cacing itu sendiri dapat menyebabkan
obstruksi. Hidup dalam rongga usus halus manusia mengambil
makanan terutama karbohidrat dan protein, seekor cacing akan
mengambil karbohidrat 0,14 g/hari dan protein 0,035 g/hari (Siregar,
2006).
4.Pengobatan cacing gelang(Ascaris lumbricoides)
Obat-obat yang digunakan untuk terapi Ascariasis adalah:
a) Pirantel pamoat Derivat pirimidin ini berkhasiat terhadap Ascaris,
Oxyuris, dan cacing tambang, tetapi tidak efektif terhadap Trichiuris.
Mekanisme kerjanya berdasarkan pelumpuhan cacing dengan jalan
menghambat penerusan impuls neuromuskular. Lalu
parasitdikeluarkan oleh peristaltik usus tanpa memerlukan laksans.
Efek sampingnya ringan berupa gangguan saluran cerna dan kadang
sakit kepala. Dosis yang diberikan pada cacing kremi dan gelang
adalah 2-3 tablet dari 250 mg, anak-anak 1½-2 tablet sesuai usia
(10mg/kg). Pada cacing cambuk dosisnya sama selama 3 hari (Tjay
dan Rahardja, 2007).
b) Mebendazol Ester-metil dari benzimidazol ini adalah
antihelmintikum berspektrum luas yang sangat efektif terhadap
cacing kermi, gelang, pita, cambuk dan tambang. Mekanisme
kerjanya melalui perintangan pemasukan glukosa dan mempercepat
penggunaannya (glikogen) pada cacing. Tidak perlu diberikan
laksans. Efek sampingnya jarang terjadi dan berupa gangguan
saluran cerna seperti sakit perut dan diare. Dosis dewasa dan anak-
anak sama,yakni pada infeksi cacing gelang, tambang, benang, pita
dan cambuk 2 dd 100 mg selama 3 hari, bila perlu diulang setelah 3
minggu (Tjay dan Rahardja, 2007).
c) Albendazol Derivat karbamat dari benzimidazol ini berspektrum luas
terhadap Ascaris, Oxyuris, Taenia,Ancylostoma, Strongyloides dan
Trichiuris. Efek sampingnya berupa gangguan lambung-usus,
12
demam, dan rontok rambut. Dosis pada ascariasis, enterobiasis,
ancylostomiasis, trichuriasis anak dan dewasa single dose 400 mg
d.c, pada strongyloidiasis 1 dd 400 mg d.c selama 3 hari (Tjay dan
Rahardja, 2007).
d) Piperazin Zat basa ini sangat efektif terhadap Oxyuris dan
Ascarisberdasarkan perintangan penerusan-impuls neuromuskuler,
hingga cacing dilumpuhkan untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh
oleh gerakan peristaltik usus. Efek sampingnya jarang terjadi, pada
overdose timbul gatal-gatal (urticaria), kesemutan (paresthesia) dan
gejala neurotoksis (rasa kantuk, pikiran kacau konvulsi, dll). Dosis
terhadap Ascaris 75 mg/kg berat badan atau dosis tunggal dari 3 g
selama 2 hari (Tjay dan Rahardja, 2007).
e) Levamisol Derivat-imidazol ini sangat efektif untuk Ascaris dan
cacing tambang dengan jalan melumpuhkannya. Khasiat lainnya
yang penting adalah stimulasi sistem-imunologi tubuh. Efek
sampingnya jarang terjadi, yakni reaksi alergi (rash),
granulocytopenia dan kelainan darah lainnya. Dosis untuk Ascariasis
pada orang dewasa dengan berat badan lebih dari 40 kg adalah 150
mg d.c (garam HCl), anak-anak 10-19 kg: 50 mg, 20-39 kg: 100 mg
(Tjay dan Rahardja, 2007).
f) PraziquantelObat ini digunakan sebagai obat satu-satunya pada
schistosomiasis dan juga dianjurkan pada taeniasis. Khasiatnya
berdasarkan pemicuan kontraksi cepat pada cacing dan desintegrasi
kulitnya, untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh. Dosis 600 mg
setelah makan malam. Untuk taeniasis dosis tunggal 10 mg/kg.
13
B. Tinjauan Umum Pemeriksaan Telur Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
1. Cara Langsung (sediaan basah)
Cara langsung (sediaan basah) adalah metode yang digunakan
bertujuan untuk mengetahui telur cacing pada tinja secara langsung dengan
menggunakan larutan eosin 2%(dengan menggunakan kaca penutup).
Pemeriksaan feses menggunakan metode langsung merupakan pemeriksaan
mikroskop untuk mengetahui feses yang positif mengandung telur cacing.
Pemeriksaa feses secara langsung dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
dengan kaca penutup dan tanpa kaca penutup (Fuad,2012).
Cara kerja pembuatan sediaan langsung metode penutup kaca
adalah sebagai berikut. Satu tetes cairan diletakan diatas kaca objek
kemudian feces diambil dengan lidi (1-2 mm³) dan diratakan sampai
homogen. Apabila terdapat bahan yang kasar dikeluarkan dengan lidi,
kemudian ditutup dengan kaca penutup. Usahakan supaya cairan merata
dibawah kaca penutup tanpa ada gelembung udara. Sediaan dapat diamati
menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x atau 40x (Fuad,2012).
Pembuatan sediaan langsung dengan metode tanpa kaca penutup
diperoleh dengan meletakan satu tetes air pada kaca benda, kemudian feses
diambil menggunakan lidi (2-3 mm³) sediaan diaratakan sampai homogen
sehingga menjadi lapisan tipis tetapi tetap basah, kemudian diperiksa
menggunakan mikroskop dengan pembesaran 10x atau 40x (Fuad, 2012).
2. Cara Tidak Langsung
a. Metode apung (metode flotasi)
Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau
larutan gula jenuh yang didasarkan atas berat jenis telur sehingga telur
akan mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk
pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya
didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur
terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel
yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksan ini hanya berhasil
untuk telur - telur nematoda, Schistostoma dibothriosephalustelur yang
14
berpori-pori dari family taenidae, telur-telur achantocephala ataupun
telur Ascaris yang infertil.
b. Metode sedimentasi
Metode ini digunakan pada pemeriksaan identifikasi telur cacing
metode sedimentasi atau pengapungan menggunakan larutan NaCl
0,85%. Kemudian disentrifus dengan tujuan mengendapkan telur cacing
pada feses.
C. Tinjauan Umum Pemeriksaan Telur Cacing Metode Sedimentasi
Metode sedimentasi adalah pemisahan larutan berdasarkan perbedaan
berat jenis (BJ), dimana parikel yang tersuspensi akan mengendapkan kedasar
wadah. Metode sedimentasi dilakukan dengan memusingkan sampel atau
larutan uji menggunakan sentrifus dengan kecepatan rotasi permenit (rpm) dan
waktu tertentu (Gandahusada dkk, 2000).
Prinsip pemeriksaan metode sedimentasi adalah adanya gaya
sentrifugal dari sentrifuge yang dapat memisahkan antara suspensi dan
supernatannya sehingga telur cacing akan terendapkan (Fuad,2012).
Cara pemeriksaan metode sedimentasi (Sentrifus) :
1. Masukan ± 2 gram feaces ke dalam gelas kimia 100 ml kemudian
ditambahkan dengan air secukupnya lalu suspensikan dengan batang
pengaduk.
2. Suspensi kemudian disaring ke dalam gelas kimia lain.
3. Suspensi kemudian di pipet ke dalam tabung sentrifus sebanyak 2/3
tabung.
4. Kemudian diputar ke dalam sentrifus selama 5 menit dengan kecepatan
2000 rotasi permenit (rpm).
5. Supernatan dibuang dengan endapan ditambahkan aquadest, homogenkan.
6. Kemudian lakukan kembali prosedur 4-5 diatas, (pencucian dilakukan
sampai larutan supernatan kelihatan jernih lalu dibuang).
7. Sedimen diambil dengan menggunakan pipet tetes dan diletakan di atas
gelas objek kemudian ditutup dengan kaca penutup.
15
8. Lakukan pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan mikroskop
dengan pembesaran lemah. 10x dan 40x.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan telur cacing cara
sedimentasi dibanding cara pengapungan dan cara langsung adalah cara
sedimentasi lebih sensintif sebab volume tinja yang diperiksa lebih banyak,
dengan demikian hasil negatif dari pemeriksaan langsung menunjukan hasil
positif bila diperiksa dengan metode konsentrasi. Meskipun pada sediaan cara
sedimentasi terdapat partikel-partikel tinja, namun semua protozoa, telur dan
larva yang ada akan terdeteksi, telur-telur cacing tetap utuh tidak terdistorsi
mengendap didasar lubang. Dan cara ini juga merupakan cara yang lebih kecil
kemungkinannya menjadi subjek kesalahan teknik.
D. Tinjauan Umum Tentang Sentrifus
1. Definisi sentrifus
Sentrifus merupakan alat yang yang digunakan untuk memisahkan
organel berdasarkan masa jenisnya melalui proses pengendapan. Dalam
prosesnya, sentrifus menggunakan prinsip rotasi atau perputaran tabung
yang berisi larutan agar dapat dipisahkan berdasarkan massa jenisnya.
Larutan akan terbagi menjadi dua fase yaitu supernatan yang berupa cairan
dan butiran atau organel yang mengendap. Peralatan sentrifus terdiri dari
sebuah rotor atau tempat untuk meletakkan larutan yang akan dipisahkan.
Rotor ini nantinya yang akan berputar dengan cepat yang akan
mengakibatkan larutan akan terpisah menjadi dua (supernatan dan
endapan) (Nadadisastra, Djaenudin. 2009).
2. Prinsip sentrifus
Prinsip kerja sentrifus adalah melawan gaya tarik bumi (gravitasi)
dengan kekuatan sentrifugasi sehingga partikel yang terlarut dalam cairan
mengendap ke bawah dari pusat putaran, dengan berat paling besar akan
mengendap lebih dulu. Tenaga ini disebut Relative Centrifugal Force
(RCF) dalam satuan gravitasi yang menggambarkan daya pemisah alat
tersebut. Sehingga laju pengendapan suatu partikel yang tersuspensi
16
tersebut dapat diatur dengan meningkatkan atau menurunkan pengaruh
gravitasi terhadap partikel. Pengaturan laju pengendapan tersebut dapat
dilakukan dengan cara menempatkan wadah yang berisi suspensi partikel
ke mesin sentrifus tepatnya pada bangian rotor yang kemudian akan
berputar dengan kecepatan tertentu.
Hal tersebut tergantung pada ukuran dan bobot jenis dari suspensi.
Teknik ini dapat digunakan untuk mengisolasi molekul biologi dan
komponen selular. Hasil sentrifugasi terbagi menjadi dua, yaitu supernatan
dan butir. Supernatan adalah subtansi hasil sentrifugasi yang memiliki
bobot jenis yang lebih rendah. Posisi dari subtansi ini berada pada lapisan
atas dan warnanya lebih jernih. Sementara butir adalah substansi hasil
sentrifugasi yang memiliki bobot jenis yang lebih tinggi.
3. Fungsi sentrifus
Dalam sebuah laboraturium sentrifus berguna untuk memisahkan
partikulat padat dalam cairan dengan memaksa partikel yang lebih berat
terkumpul ke dasar tabung sentrifus. Sebagaicontoh :
a. Untuk pemeriksaan mikroskopis urine
b. Untuk memisahkan serum
c. Untuk pemeriksaan Hematokrit
d. Untuk pemeriksaan mikroskopis feses.
4. Jenis-jenis sentrifus
a. General Purpose Sentrifuge atau model biasanya adalah tabletop (bisa
diletakkan di atas meja) yang dirancang untuk pemisahan sampel
urine, serum, atau cairan lain dari bahan padat yang tidak larut.
Sentrifus ini biasanya mempunyai kecepatan 0-3000 rotasi
permenit(rpm), dan bisa menampung sampel dari 5-100 mL.
b. Micro Sentrifugeatau disebut juga microfuges, memutar microtubes
khusus pada kecepatan tinggi. Volume microtubes berkisar 0,5-2,0
mL.
c. Speciallity Sentrifugeyaitu sentrifus yang dipakai untuk keperluan
yang lebih spesifik. Seperti microhematocrit sentrifus dan blood bank
17
sentrifuges, yang dirancang untuk pemakaian spesifik di laboraturium
klinik. Microhematocrit sentrifus merupakan variasi dari
microsentrifuge yang dapat menampung sampel kapiler untuk
pengukuran volume hematokrit pack cell, sedangkan blood bank
sentrifugeyang dipakai di bank darah dan serologi yang dirancang
untuk memisahkan sampel serologis dalam tabung.
d. Sentrifus Berkecepatan Tinggi. Jenis lain adalah sentrifus
berkecepatan tinggi yaitu, ultrasentrifuge dan refrigerated sentrifuge.
Sentrifus berkecepatan tinggi berputar pada kecepatan 0-20.000 rotasi
permenit(rpm) dan ultrasentrifuge berputar pada kecepatan 50.000
rotasi permenit(rpm). Kebanyakan sentrifus ini dilengkapi dengan
pendinginan untuk menjaga sampel tetap dingin selama sentrifugasi.
Sentrifus ini biasanya lazim dipakai di laboratorium penelitian.
5. Jenis-jenis rotor pada sentrifus
a. Swing Out/Horizontal Rotor dapat menghasilkan butiran endapan yang
terdistribusi merata serta dapat disesuaikan dengan berbagai tabung.
Bisa untuk volume tunggal yang besar. Kerugiannya, kecepatan
terbatas dan menimbulkan gesekan yang tinggi (bunyi, panas) dan
kecepatanya lambat serta ada bangian yang bergerak lebih banyak.
b. Fixed Angel Rotor berkecepatan tinggi, memberikan jalur pemisahan
yang lebih pendek dan memberikan dukungan tube yang lebih
maksimum. Menghasilkan gesekan dan panas yang lebih sedikit.
Kerugianya, menghasilkan butiran endapan yang tidak merata dan
kapasitas yang lebih terbatas, sehingga tube menerima tekanan yang
tinggi. Tube tanpa tutup, tidak bisa diisi penuh.
c. Drum Rotor menghasilkan butiran endapan yang terdistribusi merata
dan memiliki kapasitas besar. Kerugiannya, terbatas pada micro
volume tube dan tidak menghasilkan tenaga seperti angle rotor.
d. Winshield Rotor mengurangi tingkat gesekan dan panas serta
meningkatkan kecepatan potensial dari swing out rotor. Kerugianya,
18
meningkatkan cost rotor, meningkatkan berat rotor, dan memerlukan
tempat yang lebih besar untuk menampung Winshield.
6. Teknik kecepatan sentrifus
Sentrifus adalah sebuah mesin putar dengan gaya putar atau
sentrifugasi yang terdiri dari rangkaian terpadu yaitu Elektrik dan
Mekanik. Dalam elektriknya terdapat sebuah rotor pengerak yang
terhubung dengan sumber tegangan listrik yang menggunakan rangkaian
mekanik yang sudah disusun dengan berbagai ukuran.
7. Cara Pemakaian Sentrifus
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian sentrifus adalah
sebagai berikut :
a. Sebelum memulai sentrifus, pastikan bahwa tutupnya terpasang dan
terkunci.Jangan pernah membuka tutup selama sentrifus dioperasikan
Pastikan kebersihan sentrifus, segera bersihkan semua tumpahan.
b. Seimbangkan muatan sentrifus sebelum pemakaian.
c. Amati dan lakukan tindakan yang sesuai jika ada bunyi atau getaran
yang tidak lazim selama pemutaran.
d. Putar sampel dengan tutup terpasang.
e. Gunakan tabung yang diperuntukkan untuk sentrifus tersebut.
(Nadadisastra, Djaenudin. 2009).
19
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Ascaris lumbricoides adalah salah satu jenis cacing nematoda intestinal
dnegan ukuran terbesar yang menginfeksi manusia. Penyakit yang disebabkan
cacing ini disebut Ascariasis. Parasit ini bersifat kosmopolit, yaitu tersebar di
seluruh dunia, terutama di daerah tropis dengan kelembaban cukup tinggi.
Manusia dapat terinfeksi cacing ini karena mengkonsumsi makanan
minuman yang terkontaminasi cacing gelang(Ascaris lumbricoides) yang telah
berkembang (berembrio, segmented eggs). Bahkan beberapa kepustakaan
mengatakan dapat pula ditemukannya telur yang telah berkembang di debu
(dust borne). Telur yang telah berkembang tadi menetas menjadi larva di
dalam usus halus. Selanjutnya larva tadi akan bergerak menembus pembuluh
darah dan limfa ke ductus thoracicus menuju kejantung. Setelah sampai
dijantung larva ini akan dipompakan keseluruh tubuh antara lain ke paru
melalui arteria pulmonalis. Larva didalam paru ini mencapai alveoli dan
tinggal disitu selama 10 hari unutk berkembang lebih lanjut. Bilamana larva
ini telah menapai ukuran 1,5 mm, ia mulai bermigrasi kesaluran nafas, ke
epiglottis dan kemudian ke esophagus, lambung akhirnya kembali ke usus
halus dan menjadi dewasa yang berukuran 15-35 cm.
Identifikasi cacing gelang (Ascaris lumbricoides) dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan cara langsung (sediaan basah) dan cara tidak
langsung dengan metode flotasi dan metode sedimentasi, menggunakan
sampel feses manusia yang terduga terinfeksi cacing gelang (Ascaris
lumbricoides).
Metode sedimentasi adalah pemisahan larutan berdasarkan perbedaan
berat jenis (BJ), dimana parikel yang tersuspensi akan mengendapkan kedasar
wadah. Metode sedimentasi dilakukan dengan memusingkan sampel atau
larutan uji menggunakan sentrifus dengan kecepatan rotasi permenit (rpm) dan
waktu tertentu (Gandahusada dkk, 2000). Prinsip pemeriksaan metode
20
sedimentasi adalah adanya gaya sentrifugal dari sentrifuge yang dapat
memisahkan antara suspensi dan supernatannya sehingga telur cacing akan
terendapkan (Fuad,2012).
Teknik ini sering digunakan dalam melakukan pemeriksaan diagnosa
terhadap infeksi kecacingan. Kecepatan sentrifus diukur dalam revolution per
minutes (rpm). Sentrifus menurut jenisnya dibagi dalam 3 fungsi berdasarkan
pada kecil besarnya kecepatan yaitu, General Purpose Centrifuge, Micro
Sentrifuge, Speciality Sentrifuge. Pada General Purpose Centrifugeyang
dirancang untuk pemisahan sampel urine, serum atau cairan lain daribahan
padat yang tidak larut. Sentrifus ini biasanya berkecepatan 0-4000 rotasi
permenit(rpm), dan bisa menampung sampel dari 5-100mL. Pada pemeriksaan
sedimentasi dengan kecepatan sentrifus 2000 rotasi permenit(rpm) belum ada
penelitian yang melaporkan bahwa sentrifus tidak bisa menggunakan
kecepatan dibawa 2000 rpm atau diatas 2000 rotasi permenit (rpm).
Tempat pembuangan akhir sampah Puuwatu Kota Kendari merupakan
satu-satunya areal penampungan akhir sampah yang masih aktif di Kota
Kendari. Sampah setiap harinya yang dihasilkan oleh masyarakat Kota
Kendari kemudian akan dibuang di tempat pembuangan sampah sementara
dan akhirnya akan diangkut oleh petugas sampah ke tempat pembuangan akhir
sampah Puuwatu Kota Kendari. Diantara tumpukan sampah yang penuh
dengan berbagai bahan buangan, terdapat aktivitas pemulung mengais sampah
yang dimanfaatkan untuk dijual kembali.
21
Objek glass
B. Bagan kerangka pikir
sese
Feses
Sedimentasi
Sentrifus
4000 rpm3000 rpm2000rpm1000 rpm
Pemeriksaan Mikroskopik objektif 10x dan 40x
Hasil
Tidak ada telur cacingAscaris lumbricoides
Ada telur cacing Ascarislumbricoides
22
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
a. Definisi operasional
1. Ascaris lumbricoides atau lebih dikenal dengan cacing gelang adalah
salah satu penyebab infeksi (Ascariasis) yang penularannya dengan
perantaraan tanah.
2. Telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides)yaitu telur yang dihasilkan
oleh cacing Ascaris lumbricoides yang terbagi menjadi 2 macam jenis
telur yaitu telur yang mengalami pembuahan (fertil) dan yang tidak
mengalami pembuahan (infertil).
3. Pemeriksaan telur cacing gelang(Ascaris lumbricoides) adalah suatu
kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan telur cacing
pada suatu sampel pemeriksaan dapat berupa feses maupun kuku.
Pemeriksaan telur cacing gelang(Ascaris lumbricoides)terbagi menjadi
2 cara yaitu cara langsung (sediaan basah) dan tidak langsung. Cara
langsung terdiri dari 2 metode yaitu metode apung (flotasi) dan metode
sedimentasi.
4. Metode sedimentasi adalah pemisahan larutan berdasarkan perbedaan
berat jenis (BJ), dimana partikel yang tersuspensi akan mengendapkan
kedasar wadah. Metode sedimentasi dilakukan dengan sentrifus sampel
atau larutan uji menggunakan sentrifus dengan kecepatan rotasi
permenit (rpm) dan waktu tertentu.
5. Sentrifus merupakan alat yang digunakan untuk memisahkan organel
berdasarkan masa jenisnya melalui proses pengendapan. Dalam
prosesnya, sentrifus menggunakan prinsip rotasi atau perputaran
tabung yang berisi larutan agar dapat dipisahkan berdasarkan massa
jenisnya.
b. Kriteria objektif
1. Pada kecepatan sentrifus 1000,2000,3000 dan 4000 dengan
menggunakan metode sedimentasi dapat diuraikan sebagai berikut :
Ada : jika ditemukan telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides).
23
Tidak : Jika tidak ditemukan telur cacing gelang (Ascaris
lumbricoides) .
2. Telur cacing gelang(Ascaris lumbricoides)sterbagi menjadi 4 macam,
yaitu :
- Telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides)fertile, memiliki ciri
- ciri berbentuk oval,Telur berisi embrio berwarna kuning
kecoklatan.
- Telur cacing gelang(Ascaris lumbricoides)infertile, memiliki
ciri-ciriberbentuk oval memanjang (kedua ujungnya agak datar)
dan telur berwarna granula refraktil berwarna kuning
kecoklatan.
- Telur cacinggelang (Ascaris lumbricoides) berembrio, memiliki
ciri-ciri didalam telur berisi embrio/larva, embrio bersifat
infektif, bentuk kira-kira 2-3 minggu ditanah.
- Telur cacing gelang(Ascaris lumbricoides) decorticated,
memiliki cici-ciri telur telah dibuah, kehilangan lapisan
albuminoid dan dinding tebal mulus.
24
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif melalui uji laboratorium. Subjek penelitian adalah telur
cacing gelang(Ascaris lumbricoides).
B. Tempat dan waktu penelitian
1. Tempat penelitian
Tempat pengambilan sampel penelitian yaitu di daerah kelurahan
Puuwatu Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara yang dimana
terkhusus pemeriksaan pada anak yang tinggal disekitar tempat
pembuangan akhir sampah. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20- 22 juli 2017.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak pemulung berusia
5-12 tahun yang tinggal disekitaran Tempat Pembuangan Akhirsampah di
Kecamatan Puuwatu Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu
sebanyak 40 anak.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah feses yang diperoleh dari anak -
anak yang tinggal disekitarTempat Pembuangan Akhirsampah di
Kelurahan Puuwatu Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Anak-anak
yang memiliki kriteria berusia 5-12 tahun, kebiasaan tidak menggunakan
alas kaki saat bermain keluar rumah, kuku yang panjang dan kotor,
berbadan kurus dan perut buncit.
Berdasarkan ketentuan diatas maka kriteria pengambilan sampel
pada penelitian ini menggunakan kriteria inklusi yaitu karakteristik umum
25
dari suatu populasi target yang akan dijadikan subjek penelitian
(Nursalam, 2003).
D. Instrument Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan :
a. Alat:
−Batang pengaduk
−Cover glass
−Mikroskop
−Obyek gelas
−Pipet tetes/pipet pasteur
−Pot sampel
−Saringan kawat
−Sentrifus
− Lidi
− Gelas kimia
b. Bahan
− Aquadest
− Sampel Feses
− Tisue
− Air
E. Prosedur Penelitian
a. Pra analitik
Alat:
− Batang pengaduk
− Cover glass
− Mikroskop
− Obyek gelas
− Pipet tetes/pipet pasteur
− Pot sampel
− Saringan kawat
− Sentrifus
26
− Lidi
− Gelas kimia
Bahan
− Aquadest
− Sampel Feses
− Tisue
− Air
b. Analitik
1) Masukan ± 2 gram feaceske dalam gelas kimia 100 ml kemudian
ditambahkan dengan air secukupnya lalu suspensikan dengan
batang pengaduk.
2) Suspensi kemudian disaring ke dalam gelas kimia lain.
3) Suspensi kemudian di pipet ke dalam tabung sentrifus sebanyak 2/3
tabung.
4) Kemudian diputar ke dalam sentrifus selama 5 menit dengan
kecepatan 2000 rotasi permenit (rpm).
5) Supernatan dibuang dengan endapan ditambahkan aquadest,
homogenkan.
6) Kemudian lakukan kembali prosedur 4-5 diatas.(pencucian
dilakukan sampai larutan supernatan kelihatan jernih lalu dibuang).
7) Sedimen diambil dengan menggunakan pipet tetes dan diletakan di
atas gelas objek kemudian ditutup dengan kaca penutup.
8) Lakukan pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan
mikroskop dengan pembesaran lemah. 10x dan 40x.
c. Pasca analitik
Penilaian pemeriksaan mikroskopis :
1. Kualitatif
Hasil positif (+) :ditemukan telur cacing gelang(Ascaris
lumbricoides)
Hasil negatif (-) :tidak ditemukan telur cacing gelang(Ascaris
lumbricoides)
27
2. Kuantitatif
Sampel yang dinyatakan positif telur cacing gelang(Ascaris
lumbricoides) kemudian di hitung jumlahnya dalam bentuk
persentasi.
F. Pengolahan data
Data yang diperoleh dianalisa secara kualitatif dan kuantatif, yang
kemudian diolah dalam bentuk table.
G. Analisa Data
Data yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam tabel yang
selanjutnya akan dianalisis dan diolah menjadi hasil dari pengamatan.
Rumus : f = ×100%
Keterangan :
f : persentase
x : jumlah yang didapat
n : jumlah sampel
H. Penyajian Data
Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel yang kemudian
dijelaskan dalam bentuk narasi.
I. Etika Penelitian
Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak subyek. Dalam
penelitian ini menekankan masalah etika yang meliputi :
1. Anoniminity (tanpa nama)
Dilakukan dengan cara tidak memberikan nama responden pada
lembar alat ukur, hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan
data.
28
2. Confidentiality (kerahasiaan)
Dilakuakan dengan menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik
informasi maupun masalah-masalah lainnya. Informasi yang
dikumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh peneliti.
29
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran umum lokasi penelitian
a. Letak geografis dan luas wilayahkecamatan puuwatu
Letak wilayah Kecamatan Puuwatu sebelah utara berbatasan
dengan Kabupaten Konawe, sebelah selatanberbatasan dengan
Kecamatan Kadia dan Kecamatan Wua-wua, sebelah timur berbatasan
dengan kecamatan Mandonga dan sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Konawedan Kecamatan Baruga.
Kecamatan Puuwatu terbentuk atas Peraturan Daerah Kota
Kendari Nomor 22 Tahun 2006 yang ditetapkan pada tanggal 12
Desember 2006 dengan status Kecamatan Daerah Tingkat III Puuwatu.
Luas wilayah daratan Kecamatan Puuwatu 39,72 Km.
Wilayah Kecamatan Puuwatu terletak dibagian barat laut
KotaKendari. Seluruh wilayah Puuwatu berada didaratan Pulau
Sulawesi. Luas wilayah Kecamatan Puuwatu 39,72 Km² atau
14,86persen dari luas daratan Kota Kendari.
b. Gambaran Umum Lokasi TPA Puuwatu
TPA Puuwatu terletak di Kelurahan Puuwatu Kecamatan
Puuwatu Kota Kendari yang mempunyai ketinggian 30 m di atas
permukaan laut dengan topoggrafi lembah–datar–berbukit. Perbedaan
tinggi antara lembah dan bukit ± 20 m dengan suhu rata-rata 26,4 ºC.
2. Gambaran pemeriksaan telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides)pada
kecepatan sentrifus yang berbeda.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di laboratorium Jurusan Analis
Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari tentanggambaran pemeriksaan telur
cacing gelang(Ascaris lumbricoides) dengan metode sedimentasi pada
kecepatan sentrifus yang berbeda pada anak-anak yang tinggal disekitar
tempat pembuangan akhir sampah di KelurahanPuuwatu Kota Kendari
30
Provinsi Sulawesi Tenggara, adapun hasil penelitian yang diperoleh sebagai
berikut :
Tabel 1. Hasil pemeriksaan telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
dengan kecepatan sentrifus yang berbeda.
Kode
Sampel
Telur Cacing Gelang(Ascaris lumbricoides)
1000 rpm 2000 rpm 3000 rpm 4000 rpm
Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif
S1 _ √ _ √ _ √ _ √S2 _ √ _ √ _ √ _ √S3 _ √ _ √ _ √ _ √S4 _ √ _ √ _ √ _ √S5 _ √ √ _ _ √ _ √S6 _ √ √ _ _ √ _ √S7 _ √ _ √ _ √ _ √S8 _ √ √ _ _ √ _ √S9 _ √ √ _ _ √ _ √
Jumlah 0 9 4 5 0 9 0 9
Persentase 0 100% 44,44% 55,56% 0 100% 0 100%
Dari tabel diatas pada kecepatan sentrifus 2000 rotasi permenit (rpm) dari
9 sampel ditemukan 4 sampel positif telur cacing gelang (Ascaris
lumbricoides)dengan jumlah persentase 4.44% dan 5 sampel tidak ditemukan
telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) dengan persentase 5.56%.Setelah
diperoleh hasil penelitian dari 9 sampel yang berbeda,kemudian didapatkan
persentase hasil positif dari telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) pada
kecepatan sentrifus yang berbeda.
3. Morfologi telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
Morfologi cacing gelang (Ascaris lumbricoides) yang ditemukan 2
bentuk fertile,1 bentuk infertile dan 1 bentuk embrioned. Morfologi ini
dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
31
Gambar 5. Morfologi telur dari sampel S5
Gambar 6. Morfologi telur dari sampel S6
Gambar 7. Morfologi telur dari sampel S8
Gambar 8. Morfologi telur dari sampel S9
keterangan : bentukfertil
keterangan : bentukinfertil
keterangan : bentukembrioned
keterangan : bentukfertile
32
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 20-22 juli
2017 di laboratorium analis kesehatan poltekes kemenkes kendari
tentanggambaran pemeriksaan telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
dengan metode sedimentasi pada kecepatan sentrifus yang berbeda pada anak
pemulung yang tinggal disekitar tempat pembuangan akhir sampahuntuk
mengetahui gambaran kecepatan sentrifus yang berbeda terhadap keberadaan
telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) pada feses dengan metode
sedimentasi, yang bertujuan Untuk mengetahui gambaran kecepatan sentrifus
yang berbeda terhadap keberadaan telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
pada feses dengan metode sedimentasi, diperoleh hasil sebagai berikut ;
ditemukan positif (+) telur cacing gelang (Ascaris Lumbricoides)pada
kecepatan 2000 rotasi permenit(rpm) ditemukan positif pada S5,S6,S8, dan S9
sedamgkan pada kecepatan 1000,3000, dan 4000 rotasi permenit (rpm) tidak
ditemukan telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides).
Sampel pemeriksaan diperoleh dari anak pemulung yang tinggal
disekitar tempat pembuangan akhir sampah . Pengambilan sampel dilakukan
pada tanggal 20-22 juli 2017. Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan kriteria inklusi yaitu karakteristik umum dari suatu populasi
target yang akan dijadikan subyek penelitian, adapun kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah anak-anak pemulung yang berusia 5-12 tahun, kebiasaan
menggunakan alas kaki saat bermain keluar rumah, kuku yang panjang dan
kotor, berbadan kurus dan perut buncit.
Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa jika kecepatan sentrifus
dinaikkan dari batas optimal kecepatan sentrifus, maka telur cacing
gelang(Ascaris lumbricoides)yang terendap ke dasar tabung tidak berbentuk
sempurna sebagai telur melainkan telah hancur disebabkan pengaruh gravitasi
dan apabila kecepatan sentrifus diturunkan maka telur cacing gelang(Ascaris
lumbricoides) tidak dapat terlihat jelas dikarenakan endapan yang terbentuk
masih banyak mengandung partikel yang berada dalam feses.
33
Pada Pra analitik penelitian ini, pengambilan sampel berasal dari
Kelurahan Puuwatu tepatnya di tempat pembuangan sampah, tempat ini
peneliti pilih dikarenakan karena cakupan wilayah geografisnya
memungkinkan tempat efektif untuk perkembangan cacing yang melibatkan
tanah sebagai siklus hidupnya.
Sifat maupun tipe tanah sangat mempengaruhi perkembangan dan daya
tahan hidup telur/larva Ascaris lumbricoides. Situasi lapangan saat peneliti
melakukan pengambilan sampel hampir keseluruhan dipenuhi oleh tumbuhan
liar dengan kondisi lingkungan yang tidak terjaga kebersihanya, kondisi
rumah penampungan yang berdempetan dengan kualitas air seadanya, di
tempat lain rumah yang dipenuhi sampah yang berserakan serta kondisi
jamban yang tidak terawat, dan terdapat sisa puing-puing rumah yang tidak
berpenghuni. Keadaan wilayah dengan bertekstur tanah liat yang secara
keseluruhan lembab.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan berdasarkan kriteria
inklusi dimana sampel yang diambil yaitu anak-anak dari usia 5-12 tahun.
Peneliti memilih anak-anak berusia 5-12 tahun dikarenakan pada usia seperti
itu, mereka lebih cenderung bermain diluar rumah yang secara langsung
aktivitas bermain melibatkan lingkungan sekitar dan pasti bersentuhan dengan
tanah, ditambah dengan ketidakpedulian terhadap kebersihan diri mereka
sendiri. Sampel feses yang diperoleh berasal dari defekasi langsung dengan
kateristik sampel yang berbeda dari lunak, dan padat, warna yang normal
(kuning dan hitam) dengan bau yang khas. Sampel feses yang diperoleh terdiri
dari 9 jenis sampel yang berbeda. Sampel terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan langsung, untuk mengetahui sampel yang diambil positif (+).
Dari 9 sampel yang diambil, 4 sampel ditemukan positif (+) telur cacing
gelang(Ascaris lumbricoides)dan 5 sampel yang ditemukan negatif (-) telur
cacing gelang(Ascaris lumbricoides).
Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan sentrifugasi yang diakukan
dengan variasi kecepatan yang berbeda, dengan menggunakan metode
sedimentasi. Metode sedimentasi adalah suatu metode yang digunakan untuk
34
mendapatkan endapan atau presipitat berdasarkan perbedaan berat jenis dalam
suatu suspensi. Metode sedimentasi yaitu pemeriksaan secara tidak langsung
dengan teknik pemeriksaan kualitatif.Kecepatan sentrifus bervariasi
berdasarkan tipe dan jenis sentrifus yang digunakan. Kecepatan rendah
biasanya digunakan untuk mengendapakan sedimen, untuk menghitung jenis
sel, untuk pemeriksaan antibody, untuk mengendapkan telur cacing.
Kecepatan sentrifus yang digunakan untuk mengendapkan telur cacing adalah
2000 rotasi permenit (rpm). Sedangkan untuk kecepatan tinggi digunakan
untuk mengendapkan nematoda parasit dengan sampel tanah, dan pada sampel
akar tumbuhan. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pemeriksaan
dengan menggunakan teknik sedimentasi (sentrifus) yaitu endapan
mempunyai kelarutan yang kecil sekali dan tidak dapat dipisahkan dengan
proses sentrifugasi, banyak endapan yang terbuang karena pencucian, proses
pemipetan pelarut yang tidak cukup dengan volume yang ditentukan.
Kecepatan yang digunakan dalam penelitian ini 1000, 2000, 3000, dan
4000 rotasi permenit (rpm) selama 5 menit dengan sampel feses. Berdasarkan
hasil penelitian diperoleh dengan pengamatan mikroskopis untuk kecepatan
sentrifus 2000 rpm ditemukan telur cacing gelang(Ascaris lumbricoides)yaitu
(+) positif pada sampel nomor S5,S6,S8,dan S9 kecepatan sentrifus
1000,3000, dan 4000 rotasi permenit(rpm) tidak ditemukan telur cacing
gelang(Ascaris lumbricoides) yaitu (-) negatif pada sampel nomor
S1,S2,S3,S4,dan S7.
Dari hasil yang diperoleh semakin tinggi kecepatan sentirifus yaitu
kecepatan 3000 dan 4000 rotasi permenit (rpm) maka semakin kecil
kemungkinan untuk dm itemukannya telur cacing gelang(Ascaris
lumbricoides)diakibatkan laju perputaran rotor sentrifus yang menyebabkan
telur cacing yang terendah hancur sehingga tidak dapat diamati dibawah
mikroskop. Sedangkan pada kecepatan rendah yaitu 1000 rotasi permenit(rpm)
telur cacing gelang(Ascaris lumbricoides) tidak dapat terlihat jelas
dikarenakan endapan yang terbentuk masih banyak mengandung partikel yang
berada dalam feses.
35
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 20-22
Juli 2017 tentang “Gambaran pemeriksaan telur cacing gelang(Ascaris
lumbricoides) dengan metode sedimentasi pada kecepatan sentrifus yang
berbeda pada anak yang tinggal disekitar tempat pembuangan akhir sampah di
KelurahanPuuwatu Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara,dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada kecepatan sentrifus 2000 rotasi permenit (rpm) dari 9 sampel
ditemukan 4 sampelpositif telur cacing gelang(Ascaris lumbricoides)dan5
sampel lainnya dinyatakan negatif pada kecepatan sentrifus 1000, 3000,
dan 4000 rotasi permenit (rpm).
2. Morfologi telur cacing Ascaris lumbricoides yang ditemukan positif antara
lain sebagai berikut :
a. Sampel 5 : Telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) yang
ditemukanberbentuk fertile.
b. Sampel 6 : Telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) yang ditemukan
berbentuk infertile.
c. Sampel 8 : Telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) yang ditemukan
berbentuk berembrio
d. Sampel 9: Telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) yang ditemukan
berbentuk fertile.
36
B. SARAN
1. Pemeriksaan mikroskopis telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides)lebih
baik menggunakan 2000 rotasi permenit (rpm) dalam proses sentrifugasi.
2. Bagi institusi pendidikan agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang
pemeriksaan telur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) metode
sedimentasi dengan kecepatan sentrifus yang berbeda-beda.
3. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat lebih memahami bahwa pemeriksaan
mikroskopis telur cacinggelang (Ascaris lumbricoides)lebih baik
menggunakan 2000 rotasi permenit (rpm) dalam proses sentrifus, sehingga
perlunya peneliti selanjutnya untuk meneliti pengaruh penyimpanan
sampel terhadap keberadaan telur cacinggelang (Ascaris lumbricoides).
DAFTAR PUSTAKA
Akhsin Zulkoni, 2010.Parasitologi. Yogyakarta : Muha medika.p.61-70
Ascarissuum,http://www.biosci.ohio-state.edu
Depkes. 2006. PedomanPengendalianKecacingan. Diaksespadatanggal 26 Juni2014. http:www.depkes.go.com.
Fuad.F.2012.perbandinganhasil permeriksaan telur cacing soiltransminattedhelminthpadatanahdenganmetodeflotasiNaCljenuh (willis)danmetodesuzuki,skripsi, universitasmuhamadiyahsemarang.
Gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W. 2000. ParasitologiKedokteran. Jakarta:FKUI
Gandahusada S, Illahude H, Pribadi W, 2008. ParasitologiKedokteran. Jakarta:Balaipenerbit FKUI.
Haryanti,E. 1993. HelmitologiKedokteran. BagianParasitologiFakultasKedokteranUSU, Medan.
Inayati, N TantotosErtinYustin ,Fihirudin,. 2015. Infeksicacing soil transmittedhelmintspadapenjualtanamanhiasdiBintaro Kota Mataram.Tesis.PolitekhnikKesehatanKemenkesMataram.
Iskandar. 2013. MetodologiPenelitianPendidikandanSosial. Jakarta :Referens
Mardiana, Djarismawati. (2008) PrevalensiCacingUsusPada MuridSekolahDasarWajibBelajarPelayananGerakanTerpaduPengentasanKemiskinan Daerah Kumuh Di Wilayah DKI Jakarta,JurnalEkologiKesehatanVolume 7, No.2, Agustus, 2008, hlm.19
Margono. 2010. MetodologiPenelitianPendidikan. Jakarta: RinekaCipta.
Moersintowarti, B. 1992. PengaruhcacinganPadaTumbuhKemabangAnak.MakalahdisampaikanpadaPertemuanIlmiahPenanggulanganCacingan.FakultasKedokteranUnair. Surabaya Viqar Zaman, Loh Ah Keong:BukuPenuntunParasitologiKedokteran. PenerbitBinacipta.
Nadadiasastra, DjaenudindanRidad,Agoes.2009 ParasitologiKedokteran:Ditinjaudari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC
Nelson, Behrman, Kliegman, dkk. 2000. IlmuKesehatanAnak Nelson edisi 15 vol1. Jakarta : EGC
PedomanPengendalianCacinganTahun 2006 [online] [update : June 2006] [citedApril 30]. [ 27 Pages ]. Available from: URL
Safar, R. 2010. ParasitologiKedokteran: Protozoologi,EntomologidanHelmintologi. Cetakan I. Bandung: YramaWidya.
Sanjaja, B. 2007.parasitologi kedokteran helminthologi kedokteran. Jakarta:prestasi pustaka.Halaman 115 – 121.
Siregar C.2006. PengaruhInfeksiCacingUsus yang Ditularkanmelalui TanahpadapertumbuhanFisikAnakUsiaSekolahDasar,SariPediatri. 8(2):112-117.
Soedarto. 2009. PengobatanPenyakitParasit. Jakarta :SagungSeto.
Soedarto. 2011.Buku ajar Parasitologikedokteran. Jakarta: S agungSeto.
Sumardjoko,Bambang. (2003), MetodologiPenelitianKualitatif, Surakarta:Program PascaSarjanaUniverstasMuhammadiyah Surakarta.
Supranto. J 2000, Statistik (TeoridanAplikasi), EdisiKeenam, Jakarta,Erlangga.
Suriptiastuti. 2006. Re-emergenciChikungunya:EpidemiologidanPeranVektorPadaPenyebaranPenyakit. Journal http://www.univmed.org/wpcontent /uploads /2012 /04/Suriptiastuti - vol-26- no-2. pdf diaksestanggal 27 januari 2014 jam22:34.
Sutanto,Inge, Is Suhariah I, Pudji K. S, Saleha S. 2008. ParasitologiKedokteran,EdisiKeempat, Jakarta :BalaiPenerbit FKUI.
Team Depdikbud. 1993.Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Tjay, Tan HoandanKiranaRahardja, 2007, Obat-ObatPentingKhasiat,PenggunaandanEfek-EfekSampingnya, EdisiKeenam, 262, 269-271, PT.Elex Media Komputindo, Jakarta.
Widodo H. 2013. ParasitologiKedokteran. Jogjakarta : D-medika
Widoyono. 2008. PenyakitTropis, Epidemiologi, Penularan, PencegahandanPemberantasannya. Jakarta : EMS H. 34.
LAMPIRANDOKUMENTASI HASIL PENELITIAN
a. Pra Analitik1)Persiapan Sampel
Pengambilan sampel feses disekitar tempat pembuangan sampah diKeluarahan Puuwatu.
2) Persiapan Alat Dan Bahana. Alat
Mikroskop Sentrifus
LAMPIRANDOKUMENTASI HASIL PENELITIAN
a. Pra Analitik1)Persiapan Sampel
Pengambilan sampel feses disekitar tempat pembuangan sampah diKeluarahan Puuwatu.
2) Persiapan Alat Dan Bahana. Alat
Mikroskop Sentrifus
LAMPIRANDOKUMENTASI HASIL PENELITIAN
a. Pra Analitik1)Persiapan Sampel
Pengambilan sampel feses disekitar tempat pembuangan sampah diKeluarahan Puuwatu.
2) Persiapan Alat Dan Bahana. Alat
Mikroskop Sentrifus
Tusuk gigi Saringan
Slide Tes Deck Glass
Timbangan Analitik Batang Pengaduk
Tusuk gigi Saringan
Slide Tes Deck Glass
Timbangan Analitik Batang Pengaduk
Tusuk gigi Saringan
Slide Tes Deck Glass
Timbangan Analitik Batang Pengaduk
b. Bahan
b. AnalitikProses sentrifus Pemisahan sediment
b. Bahan
b. AnalitikProses sentrifus Pemisahan sediment
b. Bahan
b. AnalitikProses sentrifus Pemisahan sediment
c. Pasca Analitik
Sampel 5 : Telur cacing gelang ( Ascaris lumbricoides ) fertile.
Sampel 6 :Telur cacing gelang ( Ascaris lumbricoides )infertile.
Sampel 8 Telur cacing gelang ( Ascaris lumbricoides ) berembrio.
c. Pasca Analitik
Sampel 5 : Telur cacing gelang ( Ascaris lumbricoides ) fertile.
Sampel 6 :Telur cacing gelang ( Ascaris lumbricoides )infertile.
Sampel 8 Telur cacing gelang ( Ascaris lumbricoides ) berembrio.
c. Pasca Analitik
Sampel 5 : Telur cacing gelang ( Ascaris lumbricoides ) fertile.
Sampel 6 :Telur cacing gelang ( Ascaris lumbricoides )infertile.
Sampel 8 Telur cacing gelang ( Ascaris lumbricoides ) berembrio.
2
Sampel 9 :Telurcacing gelang ( Ascaris lumbricoides ) fertile.
2
Sampel 9 :Telurcacing gelang ( Ascaris lumbricoides ) fertile.
2
Sampel 9 :Telurcacing gelang ( Ascaris lumbricoides ) fertile.