BAB III
ANALISA KASUS
Furunkulosis
Furunkulosis adalah infeksi dalam folikel rambut yang dapat
menimbulkan terbentuknya abses yang berisi nanah dan jaringan nekrotik.
Furunkel tampak merah, bengkak, dan nodul yang lunak pada bagian tubuh yang
berambut dan agent infeksi yang paling sering disebabkan oleh Staphylococcus
aureus, tapi bakteri lain juga dapat menyebabkannya.10
Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan subkutan
sekitarnya. Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat. Jika lebih dari
satu tempat disebut furunkulosis. Furunkulosis dapat disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang, dan daya tahan tubuh
yang kurang. Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada folikel rambut di
kulit (folikulitis), kemudian menyebar kejaringan sekitarnya.1,3 Karbunkel adalah
satu kelompok beberapa folikel rambut yang terinfeksi oleh Staphylococcus
aureus, yang disertai oleh peradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan
dibawahnya termasuk lemak bawah kulit.4 Pada pasien ini didapatkan adanya
furunkulosis karena furunkel atau peradangannya terdapat di beberapa tempat.
Gambar 1. Furunkel. 5
26
Gambar 2. Furunkulosis. 6
Gambar 3. Karbunkel 3
Penyakit ini memiliki insidensi yang rendah. Belum terdapat data spesifik
yang menunjukkan prevalensi furunkel. Furunkel umumnya terjadi pada anak-
anak, remaja sampai dewasa muda frekuensi terjadinya antara pria dan wanita.2
Pada kasus ini furunkulosis terjadi pada laki-laki usia remaja.
Permukaan kulit normal atau sehat dapat dirusak oleh karena iritasi,
tekanan, gesekan, hiperhidrosis, dermatitis, dermatofitosis, dan beberapa faktor
yang lain, sehingga kerusakan dari kulit tersebut dipakai sebagai jalan masuknya
Staphylococcus aureus maupun bakteri penyebab lainnya. Penularannya dapat
melalui kontak atau auto inokulasi dari lesi penderita. Furunkulosis dapat menjadi
kelainan sistemik karena faktor predisposisi antara lain, alcohol, malnutrisi,
27
diskrasia darah, iatrogenic atau keadaan imunosupresi termasuk AIDS dan
diabetes mellitus.3 Pada kasus ini furunkulosis disebabkan oleh kontak dari lesi
penderita yang merupakan keluarga pasien sendiri. Berdasarkan anamnesis,
terdapat riwayat penyakit keluarga yang memiliki persamaan penyakit seperti
yang terjadi pada pasien kasus ini.
Patogenesis
Kulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus yang merupakan flora
residen pada permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran
hidung. Predileksi terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau
paha. Bakteri tersebut masuk melalui luka, goresan, robekan dan iritasi pada kulit.
Selanjutnya, bakteri tersebut berkolonisasi di jaringan kulit. Respon primer host
terhadap infeksi S.aureus adalah pengerahan sel PMN ke tempat masuk kuman
tersebut untuk melawan infeksi yang terjadi. Sel PMN ini ditarik ke tempat infeksi
oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau peptidoglikan dan sitokin
TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin (IL) 1 dan 6 yang dikeluarkan oleh
sel endotel dan makrofag yang teraktivasi. Hal tersebut menimbulkan inflamasi
dan pada akhirnya membentuk pus yang terdiri dari sel darah putih, bakteri dan
sel kulit yang mati. 3 Seperti yang terjadi pada pasien kasus ini, pada pemeriksaan
fisik didapatkan adanya inflamasi yang awalnya hanya berbentuk nodul dan lama-
kelamaan melunak menjaddi abses.
Didapatkan keluhan utama dan keluhan tambahan pada perjalanan dari
penyakit furunkel. Lesi mula-mula berupa infiltrat kecil, dalam waktu singkat
membesar kemudian membentuk nodula eritematosa berbentuk kerucut.
Kemudian pada tempat rambut keluar tampak bintik-bintik putih sebagai mata
bisul. Nodus tadi akan melunak (supurasi) menjadi abses yang akan memecah
melalui lokus minoris resistensi yaitu di muara folikel, sehingga rambut menjadi
rontok atau terlepas. Jaringan nekrotik keluar sebagai pus dan terbentuk fistel.
Karena adanya mikrolesi baik karena garukan atau gesekan baju, maka kuman
masuk ke dalam kulit. Beberapa faktor eksogen yang mempengaruhi timbulnya
furunkel yaitu, musim panas (karena produksi keringat berlebih), kebersihan dan
hygiene yang kurang, lingkungan yang kurang bersih. Sedangkan faktor endogen
28
yang mempengaruhi timbulnya furunkel yaitu, diabetes, obesitas, hiperhidrosis,
anemia, dan stres emosional.2 Pada pasien ini faktor yang mempengaruhi
furunkulosis adalah faktor eksogen, seperti produksi keringat berlebih, hygiene
dan lingkungan yang kurang bersih dikarena pasien berada dalam satu lingkungan
pondok yang dihuni oleh beberapa orang sekaligus (pondok pesantren).
Gambar 4. Klasifikasi dari infeksi bakterial pada folikel rambut
Gejala Klinis
Mula-mula nodul kecil yang mengalami keradangan pada folikel rambut,
kemudian menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan menyembuh setelah pus
keluar dengan meninggalkan sikatriks. Awal juga dapat berupa macula
eritematosa lentikular setempat, kemudian menjadi nodula lentikular setempat,
kemudian menjadi nodula lentikuler-numular berbentuk kerucut.4
Nyeri terjadi terutama pada furunkel yang akut, besar, dan lokasinya di
hidung dan lubang telinga luar. Bisa timbul gejala kostitusional yang sedang,
seperti panas badan, malaise, mual. Furunkel dapat timbul di banyak tempat dan
dapat sering kambuh. Predileksi dari furunkel yaitu pada muka, leher, lengan,
pergelangan tangan, jari-jari tangan, pantat, dan daerah anogenital.7,8 Pada kasus
ini pasien mengeluhkan nyeri yang berat oleh karena lokasi furunkel berada di
ekstremitas sehingga sangat mengganggu aktivitas sehari-hari.
29
Gambar 5. Furunkel pada belakang telinga. 9
Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis,
pemeriksaan bakteriologi dari sekret.2
a. Anamnesa
Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul
tersebut meningkat dalam beberapa hari. Beberapa pasien mengeluh demam dan
malaise.4 Sesuai dengan hasil anamnesa yang dilakukan pada pasien kasus ini,
pasien mengeluhkan nodul yang nyeri dan terus meningkat tanpa ada
pengurangan kualitas nyeri disertai demam.
b. Pemeriksaan Fisik
Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi
setelah kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar tunggal
(single follicular orifices). Furunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk
lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan
dengan granulasi.8 Pada pasien dalam kasus ini, terdapat nodul berwarna merah,
hangat dan berisi pus.
c. Pemeriksaan Penunjang
30
Furunkel biasanya menunjukkan leukositosis. Pemeriksaan histologis dari
furunkel menunjukkan proses inflamasi dengan PMN yang banyak di dermis dan
lemak subkutan. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang
dikonfirmasi dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri. Pewarnaan gram
S.aureus akan menunjukkan sekelompok kokus berwarna ungu (gram positif)
bergerombol seperti anggur, dan tidak bergerak. Kultur pada medium agar MSA
(Manitot Salt Agar) selektif untuk S.aureus. Bakteri ini dapat memfermentasikan
manitol sehingga terjadi perubahan medium agar dari warna merah menjadi
kuning. Kultur S. aureus pada agar darah menghasilkan koloni bakteri yang lebar
(6-8 mm), permukaan halus, sedikit cembung, dan warna kuning keemasan. Uji
sensitivitas antibiotik diperlukan untuk penggunaan antibiotik secara tepat.3
Gambar 6. Gambaran Mikroskopik S.aureus dengan Pengecatan Gram.
31
Gambar 7. Hasil Kultur S. aureus dalam Medium MSA.
Gambar 8. Hasil Kultur S.aureus dalam Medium Agar Darah
32
Diagnosa Banding
a. Kista Epidermal
Diagnosa banding yang paling utama dari furunkel adalah kista epidermal
yang mengalami inflamasi. Kista epidermal yang mengalami inflamasi dapat
dengan tiba-tiba menjadi merah, nyeri tekan dan ukurannya bertambah dalam satu
atau beberapa hari sehingga dapat menjadi diagnosa banding furunkel. Diagnosa
banding ini dapat disingkirkan berdasarkan terdapatnya riwayat kista sebelumnya
pada tempat yang sama, terdapatnya orificium kista yang terlihat jelas dan
penekanan lesi tersebut akan mengeluarkan masa seperti keju yang berbau tidak
sedap sedangkan pada furunkel mengeluarkan material purulen.6
b. Hidradenitis Suppurativa
Hidradenitis suppurativa (apokrinitis) sering membuat salah diagnosis
furunkel. Berbeda dengan furunkel, penyakit ini ditandai oleh abses steril dan
sering berulang. Selain itu, daerah predileksinya berbeda dengan furunkel yaitu
pada aksila, lipat paha, pantat atau dibawah payudara. Adanya jaringan parut yang
lama, adanya saluran sinus serta kultur bakteri yang negatif memastikan diagnosis
penyakit ini dan juga membedakannya dengan furunkel. 6
c. Sporotrikosis
Merupakan kelainan jamur sistemik, timbul benjolan-benjolan yang
berjejer sesuai dengan aliran limfe, pada perabaan terasa kenyal dan terdapat nyeri
tekan.2
d. Blastomikosis
Didapatkan benjolan multipel dengan beberapa pustula, daerah sekitarnya
melunak. 2
e. Skrofuloderma
Biasanya berbentuk lonjong, livid, dan ditemukan jembatan-jembatan kulit
(skin bridges). 2
33
Penatalaksanaan
Pada furunkel di bibir atas pipi dan karbunkel pada orang tua sebaiknya
dirawat inapkan. Pengobatan topikal, bila lesi masih basah atau kotor dikompres
dengan solusio sodium chloride 0,9%. Bila lesi telah bersih, diberi salep natrium
fusidat atau framycetine sulfat kassa steril. 2,4
Antibiotik sistemik mempercepat resolusi penyembuhan dan wajib
diberikan pada seseorang yang beresiko mengalami bakteremia. Antibiotik
diberikan selama tujuh sampai sepuluh hari. Lebih baiknya, antibiotik diberikan
sesuai dengan hasil kultur bakteri terhadap sensitivitas antibiotik.3 Pada pasien
dalam kasus ini diberikan antibiotik berupa ceftriaxone dan cefadroxil.
Tabel 1. Antibiotik Sistemik
Antimicrobial Agent Dosing (PO Unless Indicated), Usually For
7 to 14 Days
Natural penicillins
Penicillin V 250–500 mg tid/qid for 10 days
Penicillin G 600,000–1.2 million U IM qd for 7 days
Benzathine penicillin G 600,000 U IM in children 6 years, 1.2
million units if 7 years, if compliance is a
problem
Penicillinase-resistant penicillins
Cloxacillin 250–500 mg (adults) qid for 10 days
Dicloxacillin (drug of choice) 250–500 mg (adults) qid for 10 days
Nafcillin 1.0–2.0 g IV q4h
34
Oxacillin 1.0–2.0 g IV q4h
Aminopenicillins
Amoxicillin 500 mg tid or 875 mg q12h
Amoxicillin plus clavulanic acid
(Betha-lactamase inhibitor)
875/125 mg bid; 20 mg/kg per day tid for 10
days
Ampicillin 250–500 mg qid for 7–10 days
Cephalosporins
Cephalexin (drug of choice) 250-500 mg (adults) qid for 10 days; 40–50
mg/kg per day (children) for 10 days
Cephradine 250–500 mg (adults) qid for 10 days; 40–50
mg/kg per day (children) for 10 days
Cefaclor 250–500 mg q8h
Cefprozil 250–500 mg q12h
Cefuroxime axetil 125–500 mg q12h
Cefixime 200–400 mg q12–24h
Erythromycin group
Erythromycin ethylsuccinate 250–500 mg (adults) qid for 10 days; 40
mg/kg per day (children) qid for 10 days
Clarithromycin 500 mg bid for 10 days
Azithromycin Azithromycin: 500 mg on day 1, then 250
35
mg qd days 2–5
Clindamycin 150-300 mg (adults) qid for 10 days; 15
mg/kg per day (children) qid for 10 days
Tetracylines
Minocycline 100 mg bid for 10 days
Doxycycline 100 mg bid
Tetracycline 250–500 mg qid
Miscellaneous agents
Trimethoprim-sulfamethoxazole 160 mg TMP + 800 mg SMX bid
Metronidazole 500 mg qid
Ciprofloxacin 500 mg bid for 7 days
Bila infeksi berasal dari methicillin resistent Streptococcus aureus (MRSA)
dapat diberikan vankomisin sebesar 1 gram tiap 12 jam. Pilihan lain adalah
tetrasiklin, namun obat ini berbahaya untuk anak-anak. Terapi pilihan untuk
golongan penicilinase-resistant penicillin adalah dicloxacilin Pada penderita yang
alergi terhadap penisilin dapat dipilih golongan eritromisin. Pada orang yang
alergi terhadap β-lactam antibiotic dapat diberikan vancomisin. 3,10
Tindakan insisi dapat dilakukan apabila telah terjadi supurasi. Higiene
kulit harus ditingkatkan. Jika masih berupa infiltrat, pengobatan topikal dapat
diberikan kompres salep iktiol 5% atau salep antibotik. Adanya penyakit yang
mendasari seperti diabetes mellitus, harus dilakukan pengobatan yang tepat dan
adekuat untuk mencegah terjadinya rekurensi.2,4 Pada pasien kasus ini dilakukan
insisi karena telah terjadi supurasi.
36
Terapi antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi
berkurang. Lesi yang didrainase harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi.
Pasien dengan furunkel yang berulang memerlukan evaluasi dan penanganan
lebih komplek.2 Pada pasien juga dilakukan drainase dan ditutupi dengan kasa
steril.
Tabel 2. Manajemen furunkulosis atau karbunkel rekuren
● Evaluasi penyebab yang mendasari dengan teliti
- Proses sistemik
- Faktor-faktor predisposisi yang terlokalisasi spesifik: paparan zat industri (zat kimia, minyak).
- Higiene yang buruk.
- Sumber kontak Staphylococcus: infeksi piogenik dalam keluarga, olahraga kontak seperti gulat,
autoinokulasi.
- Stahphylococcus aureus dari hidung : disini tempat dimana penyebaran organisme ke tempat
tubuh yang lain.terjadi. Frekuensi dari bawaan nasal bervariasi : 10%-15% pada balita 1 tahun,
38% pada mahasiswa, 50% pada dokter RS dan siswa militer.
● Perawatan kulit secara umum: tujuannya adalah mengurangi jumlah S.aureus pada kulit.
Perawatan kulit pada kedua tangan dan tubuh dengan air dan sabun adalah penting. Sabun
antimikrobial yang mengandung providone iodine atau benzoyl peroxide atau klorheksidin 4%
dapat digunakan untuk mengurangi kolonisasi stafilokokus pada kulit.. Handuk yang terpisah
harus digunakan dan secara hati-hari dicuci dengan air panas sebelum digunakan.
● Jenis Pakaian : pakaian yang menyerap keringat, ringan dan longgar harus digunakan sesering
mungkin. Sejumlah besar stafilokokus sering berada pada seprai dan pakaian dalam pasien
dengan furunkulosis atau karbunkel dan dapat menyebabkan reinfeksi pada pasien dan infeksi
pada anggota keluarganya. Pakaian secara terpisah dicuci dalam air hangat dan diganti tiap hari.
● Pertimbangan umum: beberapa pasien tetap memiliki siklus lesi rekuren. Kadang-kadang,
masalah dapat diperbaiki atau dihilangkan dengan menyuruh pasien agar tidak melakukan
pekerjaan rutin regular. Terutama pada individu dengan stres emosional dan kelelahan fisik.
Liburan selama beberapa minggu, idealnya pada iklim sejuk atau kering akan membantu dengan
cara menyediakan istirahat dan juga menyisihkan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan
program perawatan kulit.
● Pertimbangkan hal yang bertujuan eliminasi S.aureus (yang `peka methicillin maupun yang
resisten methicillin) dari hidung (dan kulit) :
37
- Penggunaan salep lokal pada vestibulum nasalis mengurangi S.aureus pada hidung dan secara
sekunder mengurangi sekelompok organisme pada kulit, sebuah proses yang menyebabkan
furunkulosis rekuren. Pemakaian secara intranasal dari salep mupirocin calcium 2% dalam base
paraffin yang putih dan lembut selama 5 hari dapat mengeliminasi S.aureus pada hidung sekitar
70% pada individu yang sehat selama 3 bulan. Resistensi stafilokokus terhadap mupirocin hanya
didapatkan pada 1 dari 17 pasien. Profilaksis dengan salep asam fusidat yang dioleskan pada
hidung dua kali sehari setiap minggu keempat pada pasien dan anggota keluarganya yang
merupakan karier strain infeksius S.aureus pada hidung (bersamaan dengan pemberian
antibiotik anti-stafilokokus peroral selama 10-14 hari pada pasien) telah terbukti dengan
beberapa keberhasilan.
- Antibiotik oral (misalnya rifampin 600 mg PO tiap hari selama 10 hari) efektif dalam
mengeradikasi S.aureus untuk kebanyakan nasal carrier selama periode lebih dari 12 minggu.
Penggunaan rifampin dalam jangka waktu tertentu untuk mengeradikasi S.aureus pada hidung
dan menghentikan siklus berkelanjutan dari furunkulosis rekuren adalah beralasan pada pasien
yang dengan pengobatan lain gagal. Namun, strain yang resisten rifampin dapat muncul dengan
cepat pada terapi seperti itu. Penambahan obat kedua (dikloxacillin bagi S.aureus yang peka
methicillin; trimethoprim-sulfametaxole, siprofloksasin, atau minoksiklin bagi S.aureus yang
resisten methicillin) telah digunakan untuk mengurangi resistensi rifampin dan untuk mengobati
furunkulosis rekuren.
Prognosis
Prognosis baik sepanjang faktor penyebab dapat dihilangkan, dan
prognosis menjadi kurang baik apabila terjadi rekurensi. Umumnya pasien
mengalami resolusi, setelah mendapatkan terapi yang tepat dan adekuat. Beberapa
pasien mengalami komplikasi bakteremia dan bermetastasis ke organ lain.
Beberapa pasien mengalami rekurensi, terutama pada penderita dengan penurunan
kekebalan tubuh.2 Pada pasien dalam kasus ini, setelah dilakukan insisi dan
pemberian antibiotik menunjukkan prognosa yang baik.
38
39
Recommended