EKSPRESI VERBAL DAN NONVERBAL ANAK AUTIS PROGRAM AWAL, MENENGAH,
DAN PENGAYAAN
Autistic Children’s Verbal And Non-Verbal Expressions In Primary,
Intermediate, And Advanced Program
Rita Novita
Abstract
This paper shows the findings of neurolinguistics research on
autistic children’s verbal and
non-verbal expressions. The subjects of this study were the
autistic children at primary, intermediate,
and advanced program who were able to use verbal and non-verbal
expressions. The research
showed the primary level autistic children’s verbal expression were
limited phonologically, whereas,
the children with autism at intermediate program were able to use
verbal expression at the level of
words. The autistic children at advanced program showed their
verbal capacity expressed in
sentences or clauses. Nonverbal expressions from the subject at
elementary program were limited in
terms of the capacity or the proficiency to use them in
communication. There were only five
categories of non-verbal expressions found in the group of
elementary program such as anger, fear,
enjoyment, love, and anxiety. Six types of non-verbal expressions
from the autistic children in
intermediate program includeed anger, sadness, fear, enjoyment,
love, and anxiety are more
improved than those of the elementary ones. Non verbal expressions
from those in advanced
program showed more improvement than the previous two groups
did.
Keywords: autism, expression, verbal, non-verbal, program
Abstrak
Makalah ini menyajikan hasil penelitian tentang ekspresi verbal dan
nonverbal a nak a utis
melalui kajian neurolinguistik. Subjek penelitian ini adalah anak
autis pada program awal, menengah,
dan pengayaan, yang dapat menggunakan ekspresi verbal dan
nonverbal.Subjek penelitian ini adalah
tiga penutur autisme di YPPA Padang yang pemgikuti program awal,
menengah, da n pengaya an.
Pemilihan tersebut didasarkan pada kajian yang bersifat studi
kasus. Metode pengumpulan da ta
yang digunakan adalah metode simak. Dalam penganalisisan, penulis
menggunakan metode padan.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa ekspresi ve rbal pada
program awal cenderung
sebatas tataran bunyi atau fonogis. Anak autis pada program
menengah telah dapat menyampaikan
ekspresi verbalnya pada tataran kata. Selanjutnya, anak autis pa da
progra m lanjut s udah da pat
menyampaikan ekspresi verbalnya pada tataran kalimat. Ekspresi
nonverbal subjek progra m a wal
masih terbatas. Penulis hanya menemukan lima jenis ekspresi
nonverbal pada subjek tersebut, yaitu
amarah, takut, kenikmatan, cinta, dan jengkel. Ekspresi nonverbal
subjek program menengah lebih
baik daripada subjek program awal. Penulis menemukan enam jenis
ekspresi nonverbal pada subjek
tersebut, yaitu amarah, sedih, takut kenikmatan, cinta, dan
jengkel. Ekspresi nonverbal subjek
program pengayaan lebih baik daripada subjek program awal dan
menengah. Penul is menemukan
tujuh jenis ekspresi nonverbal pada subjek tersebut, yaitu amarah,
takut, kenikmatan, cinta,
terkejut, jengkel, dan malu.
Kelasa, Vol. 14, No. 2, Desember 2019: 193—204
194
1. Pendahuluan Anak autis merupakan salah satu
bentuk gangguan perkembangan pada anak. Gangguan tersebut dapat
terjadi sejak anak tersebut dilahirkan. Akan tetapi, orang tua baru
dapat me- ngetahuinya setelah si anak berusia sekitar tiga bulan.
Pada usia itulah adanya kemampuan komunikasi anak dengan orang
lain. Salah satu tanda terjalinnya komunikasi antara anak dan orang
tua adalah adanya kontak mata yang dilakukan oleh si anak. Apabila
anak tersebut asyik sendiri atau tidak melakukan kontak mata dengan
orang tua, saat itulah orang tua hendaknya memerhatikan apakah anak
tersebut dikategorikan autis atau tidak. Akan tetapi, ia memiliki
potensi untuk berkembang atau meningkatkan ke- mampuannya dalam
berkomunikasi (Siegel, 1996:43).
Orang tua terkadang tidak meperhatikan perkembangan si anak. Dia
menganggap itu hanya ke- terlambatan yang biasa saja terjadi
sehingga ia tidak menyadari ada masalah dalam perkembangan pada
anak tersebut. Orang tua tersebut baru menyadari anaknya mengalami
gangguan setelah ia berusia sekitar tiga—lima tahun. Berbagai usaha
hendaknya dilakukan oleh orang tua agar anak tersebut dapat
mengatasi gangguan yang ia alami. Misalnya, orang tua dapat
memasukkan anaknya ke sekolah khusus yang menangani anak
autis.
YPPA merupakan salah satu yayasan yang menangani anak autis.
Yayasan ini menjalankan tiga program yang disesuaikan dengan
kemampuan anak, yaitu program awal, menengah, dan lanjutan. Pada
program awal anak diharapkan dapat menirukan bunyi bahasa, motorik
halus, motorik kasar, dan menyebutkan beberapa kata. Pada program
menengah anak diharapkan
dapat menguasai kosakata yang lebih banyak dan menjawab beberapa
per- tanyaan yang bersifat kontekstual. Selanjutya, pada kurikulum
akhir anak diharapkan mampu berkomunikasi lebih kompleks dan
memiliki ke- mampuan pragmatik. Di samping itu, yayasan tersebut
juga menjalankan program pengayaan. Pada program ini yayasan
membantu subjek dalam mengerjakan tuga-tugas di sekolah (Tim
Profil, 2000:2). Komunikasi yang terjadi tentunya memperhatikan
aspek fonologis, kata, dan kalimat.
Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis,
dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi. Secara etimologis, kata
fonologi berasal dari dua kata, yaitu fon memiliki arti bunyi dan
logi memiliki arti ilmu (Chaer, 2003:102). Klasifikasi bunyi antara
lain adalah bunyi vokal, bunyi diftong, dan bunyi konsonan.
Kata adalah rangkain bunyi yang memiliki makna. Saat kita mencoba
memahami makna suatu kata, kita akan berhadapan dengan sejumlah
kata yang secara struktur fonetik-fonoliginya sama, tetapi memiliki
kandungan makna yang berbeda (Saifullah, 2018:24).
Kalimat adalah rangkaian kata yang mengungkapkan pikiran secara
lengkap. Kalimat dasar terdiri atas subjek dan predikat (Wisnu,
2016:18).
Paul Bronca menemukan bahwa satu bagian dari belahan otak kiri
mengendalikan kemampuan berbicara. Bagian otak kiri berpikir secara
berurutan, unggul dalam menganalisisi, dan menangani kata-kata.
Anak autis mengalami gangguan otak pada bagian kiri. Oleh sebab
itu, perkembangan kemampuan berbahasa tidak sama seperti anak
normal lainnya (Pink, 2019:18).
Ekpresi emosional sesorang dapat diwujudkan dalam sebelas bentuk.
Kesebelas ekspresi tersebut
Ekspresi Verbal...(Rita Novita)
195
adalah 1) Ekspresi Emosi Jujur: salah satu cara untuk mengetahui
apakah seseorang bersifat terbuka dan jujur adalah dengan melihat
posisi telapak tangannya. Misalnya, seseorang yang ingin bersikap
terbuka atau jujur, ia akan menghadapkan satu atau dua telapak
tangannya ke arah lawan bicaranya, 2)Ekspresi Gembira: rasa gembira
dapat diperlihatkan dengan menggosok telapak tangan dan
menggerakkan lengan dan kaki. Di samping itu, gerakan tubuh semakin
intensif, misalnya bibir ditarik ke atas, berteriak, bertepuk
tangan, melompat- lompat, dan kadangkala memeluk sesuatu benda, 3)
Ekspresi Benci: ekspresi benci dapat dilihat dari posisi jari yang
dijalin dan memucat. Kadang kala ekpresi tersebut juga diikuti
dengan bibir yang mengerut. Ekspresi emosi ini mempunyai posisi
utama menjalin jari-jari di depan muka, tangan diletakkan di atas
meja atau di atas pangkuan apabila seseorang duduk dan di muka
tubuh apabila berdiri, 4) Marah: ekspresi marah biasanya berteriak
keras-keras, meronta-ronta, menendang kaki, mengibas tangan, dan
memukul. Isyarat lain adalah semakin tinggi tangan diangkat
menunjukkan seseorang semakin marah, 5) Sombong: ibu jari yang
menggambarkan superioritas, tampak sangat jelas apabila seseorang
berbicara sebaliknya. Misalnya, orang tersebut menyatakan bahwa ia
adalah orang biasa saja, tetapi ibu jarinya memegang kerah
kemejanya, 6) Bohong: Seorang anak yang berbohong atau
menyembunyikan sesuatu, telapak tangannya disembunyi- kan di
belakang punggungnya. Demikian pula, seseorang suami yang ingin
menutupi kepergiannya bersama teman-temannya akan sering memasuk-
kan tangan di saku celana atau melipatkan lengan sewaktu mencoba
menjelaskan ke mana ia pergi. Di samping itu, ekspresi ini dapat
juga dilihat dengan posisi tangan menutup
mulut dan jempol menekan pipi. Selanjutnya, kadang kala ekspresi
emosi ini hanya berupa jemari menutupi mulut atau bahkan kepalan
tangan, 7)Bosan: Apabila pendengar mulai menggunakan tangannya
untuk menopang kepalanya, itu pertanda ia mulai bosan. Tingkat
kebosanan pendengar berhubungan dengan sejauh mana tangannya
menopang kepalanya. Rasa sangat bosan dan kurang perhatian terlihat
apabila kepalanya sepenuhnya ditopang oleh tangan. Kebosanan
tersebut mencapai puncaknya apabila kepala sudah diletakkan di atas
meja dan orang itu tidur mendengkur, 8) Jengkel: Ekspresi emosi ini
terlihat apabila seseorang menarik-narik leher baju dan mengusap
telapak tangan pada punggung leher. Orang yang menggunakan ekspresi
emosi ini sewaktu berbohong biasanya meng- alihkan pandangan dan
menatap ke bawah, 9) Takut: Seseorang merasa takut dapat ditandai
dengan posisi lengan yang disilangkan. Kadang kala lawan bicaranya
menggantikannya dengan cara yang tidak begitu jelas, yaitu
menyilangkan sebagian lengan. Satu lengan di depan tubuh untuk
memegang atau menyentuh lengan satunya untuk membentuk penghalang,
10) Cemas: Ekspresi ini terlihat dengan menyilangkan lengan secara
ter- selubung, misalnya orang-orang yang senantiasa berhadapan
degan orang banyak. Di samping itu, satu lengan disilangkan di
depan tubuh untuk memegang lengan satunya. Sebagai ganti melipat
tangan, satu tangan memegang tas, gelang, jam tangan, manset, atau
benda lain yang ada pada lengan satunya. Mereka tidak ingin
khalayak mengetahui bahwa ia sedang cemas, 11) Malu: Ekspresi ini
terlihat dengan posisi lengan atau tungkai bersilang, memalingkan
wajah, me- mejamkan kedua mata, menutup wajahnya dengan kedua
telapak tangannya. Di samping itu, ekspresi ini
Kelasa, Vol. 14, No. 2, Desember 2019: 193—204
196
juga diikuti dengan bibir yang selalu terkatup (Piece dalam Taufik
2007:14— 29).
Penulis membandingkan bentuk ekspresi verbal dan nonverbal anak
autis pada setiap program. Dengan demikian, penulis mendapatkan
gambaran yang lengkap tentang perkembangan anak autis. Apakah ada
peningkatan kemampuan verbal dan nonverbal anak autis program awal
apabila dibandingkan dengan anak autis pada program menengah dan
anak program pengayaan. Penelitian tentang ekspresi verbal anak
autis telah pernah dilakukan oleh Lubis (2002). Akan tetapi,
penelitian tersebut tidak disandingkan dengan ekspresi
nonverbalnya. Hasil penelitian ini sangat penting untuk memberikan
gambaran pada masyarakat umum, khususnya orang tua yang memiliki
anak autis. Bagaimana mereka harus bersikap adil terhadap anak
autis. Para orang tua harus segera bersikap ketika mengetahui
anaknya menderita penyakit tersebut.
2. Metode Penelitian
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak yang
dilanjutkan dengan teknik simak bebas libat cakap dan simak libat
cakap dan teknik rekam. Penulis menyimak sambil merekam dialog yang
terjadi dalam kegiatan terapi. Pada saat tertentu, penulis juga
terlibat dalam pengumpul- an data. Metode analisis yang digunakan
adalah metode padan. Metode padan, alat penentunya di luar,
terlepas, dan tidak menjadi bagian yang bersangkutan (Sudaryanto,
2015:15). Metode padan referensial digunakan dalam menentukan
kemampuan ekspresi verbal anak autis. Selanjutnya, metode padan
pragmatis digunakan dalam menentukan ekspresi nonverbal anak
autis.
Subjek penelitian ini terdiri atas
tiga orang. Ketiga orang tersebut
berasal dari program awal, dari
program menengah, dan dari program pengayaan. Subjek program
lanjutan
tidak ada karena tidak terdapat anak yang mengikuti program
tersebut.
3. Hasil dan Pembahasan Berikut ini akan diuraikan ekspresi verbal
dan nonverbal anak autis pada program awal, menengah, dan
pengayaan. A. Eksperesi Verbal dan Nonverbal
Program Awal
Ekspresi verbal dan nonverbal anak autis program awal lebih
terbatas. Subjek pada program awal baru mampu mengucapkan bunyi
bahasa pada tataran yang paling rendah, yaitu bunyi-bunyi bahasa.
Ekspresi non- verbalnya ditemukan dalam lima bentuk, yaitu amarah,
takut, kenikmat- an, cinta, dan jengkel. Berikut salah satu contoh
bentuk ekpresi verbal dan nonverbal anak autis program awal.
Ekspresi nonverbal subjek program awal masih terbatas. Penulis
hanya menemukan lima jenis ekspresi nonverbal pada subjek tersebut,
yaitu amarah, takut, kenikmatan, cinta, dan jengkel. Dari kelima
ekspresi tersebut, ekspresi amarah yang paling sering ditemukan.
Hal tersebut dapat terlihat pada uraian berikut ini. A. Ekspresi
Anak Autis Program Awal
Ekspresi Marah
anak autis marah karena ia tidak dapat
mengungkapkan keinginannya kepada lawan tutur dengan bahasa lisan
yang
dapat dimengerti oleh orang lain. Di saat
itulah ia akan mengalami tantrum.
Berbagai bentuk tantrum akan di-
Ekspresi Verbal...(Rita Novita)
membenturkan kepala ke dinding, atau memekik dengan keras. Ekspresi
marah
tersebut terlihat bervariasi. Hal itu dapat terlihat pada uraian
berikut ini.
Gambar 1: Ekspresi Nonverbal
diminta dapat menyebutkan anggota tubuh. Subjek
memperlihatkan
kemaraha karena terapis memintanya untuk menyebutkan anggota tubuh
yang
disuruh oleh terapis. Ia memukul
kepalanya sebagai ekspresi kesal dan
mengeluarkan ekspresi verbal dalam bentuk fonologis, yaitu
A…!
Ekspresi Takut
ekpresi takut cenderung tidak diikuti
dengan ekpresi verbal. Hal itu dapat terlihat pada gambar di bawah
ini.
Gambar 2: Ekspresi Nonverbal Takut
pada Subjek Program Awal
mendengar suara mobil yang lewat di
depan sekolah. Saat itu subjek sedang
istirahat di kelas dan tiba-tiba terdengar suara mobil yang
melintasi sekolah
tersebut. Dalam mengekspresikan
tangannya. Akan tetapi, eskpresi
yang telah jelaskan pada bagian
gambaran umum anak autis bahwa anak
autis akan merasa takut dengan kebisingan.
Ekspresi Kenikmatan
A…!
E…..
198
Salah satu terapi yang diberikan kepada anak autis adalah dengan
menari. Tarian yang sedang diajarkan adalah tari Indang. Mereka
menari mengikuti gerakan terapis yang dengan diiringi musik dari
tape. Subjek telihat senang dalam mengikuti kegiatan tersebut.
Gerak tangannya mengikuti gerakan yang dicontohkan oleh terapis.
Ekspresi wajah bahagia subjek dari bentuk mulut yang tersenyum.
Selain itu, sorot mata subjek terlihat redup. Akan tetapi, subjek
tidak melihat ke arah terapis. Kebahagian subjek tersebut terlihat
pada gambar (3).
Subjek merasa nyaman men- dengarkan musik dan mengikuti tarian.
Musik memberikan rangsangan yang baik bagi emosional subjek. Dengan
demikian, kegiatan itu dapat menjadi salah satu cara untuk
menurunkan amarah subjek dalam mengikuti terapi.
Ekspresi Cinta
beberapa ekspresi cinta tersebut adalah
sebagai berikut.
pada Subjek Program Awal
Postur tubuh subjek terlihat lunglai dan menyandarkan kepala di
kursi tempat ia duduk. Di samping itu,
ekspresi wajah subjek memperlihatkan kebosanan. Pada saat itu
subjek juga tidak mengeluarkan sepatah kata pun untuk mennyatakan
bahwa dia sudah bosan.
Pada saat istirahat, subjek duduk di pangkuan penulis. Hal tersebut
memperlihatkan persahabatan subjek kepada penulis. Subjek
menyandarkan kepadanya ke bahu penulis dan tangannya memegang
tangan penulis. Ekspresi wajah subjek tidak mem- perlihatkan
kemarahan. Subjek tidak akan melakukan hal tersebut apabila tidak
senang dengan orang didekatknya. Jangankan untuk duduk tenang di
pangkuan seseorang, dipegang saja tanganya subjek tidak mau.
Ekspresi cinta subjek tersebut terlihat pada gambar (4) di
atas.
Ekspresi Jengkel
bosan untuk melakukan sesuatu.
Adapun beberapa ekspresi nonverbal
pada Subjek Program Awal
sekitar satu jam mengikuti terapis.
Ekspresi Verbal...(Rita Novita)
sekitar lima belas menit. Ekspresi kebosanan tersebut dapat
terlihat dari
tatapan matanya kosong.
Anak autis pada program menengah telah dapat menyampaikan
ekspresi verbalnya pada tataran kata.
Ekspresi nonverbal subjek program menengah lebih baik daripada
subjek
program awal. Penulis menemukan enam jenis ekspresi nonverbal
pada
subjek tersebut, yaitu amarah, sedih,
takut kenikmatan, cinta, dan jengkel.
Dengan demikian, satu ekspresi yang berbeda dengan anak pada
program
awal adalah adanya ekpresi sedih.
Ekspresi marah masih dominan terlihat.
Hal itu dapat disebabkan oleh masih
terbatasnya kemampuan subjek untuk mengungkapkan keinginan
kepada
orang lain. Satu ekspresi anak program menengah yang tidak
ditemukan pada
program awal adalah ekpresi sedih.
Berikut ekpresi marah dan sedih pada
anak autis program menengah.
Gambar 6: Ekspresi Nonverbal Amarah pada Subjek Program Menengah
Gambar (6) memperlihatkan
kemarahan subjek kepada temannya.
Ekspresi kemarahan tersebut terlihat
temannya tersebut. Ekspresi wajah subjek terlihat tegang dan kesal.
Subjek
juga berteriak keras. Hal itu terlihat pada gambar (7). Perlakuan
tersebut
tidak membuat teman subjek berhenti mengganggunya. Temannya
terus
mendekati subjek dan mengejek (sambil berkata “Wahyu…”). Hal
tersebut
membuat kemarahan subjek semakin
memuncak. Ia mendorong dan duduk di atas punggung temannya. Pada
saat itu
subjek juga mengeluarkan ekspresi
verbal tersebut muncul karena terapis berkata “Wahyu
nakal….”.
Ekspresi Sedih
Gambar 7: Ekspresi Nonverbal Sedih
pada Subjek Program Menengah
Gambar (7) memperlihatkan bahwa subjek sedih di hadapan terapis.
Awalnya, subjek berkelahi dengan salah seorang temannya yang sering
meng- ejeknya. Terapis melihat peristiwa
Wahyu
200
ketika mereka berkelahi. Selanjutnya, terapis memarahi subjek dan
mengatakan subjek adalah anak nakal. Hal tersebut membuat subjek
sedih dan menangis. Kesedihan subjek terlihat dari ekspresi wajah
yang suram. Di samping itu, air mata subjek juga keluar dari kedua
matanya.
Pada saat itu subjek juga mengeluarkan ekspresi verbal, yaitu
“Wahyu baik”. Pernyataan tersebut disampaikannya kepada guru agar
guru tidak menilainya sebagai anak yang tidak baik dan meminta guru
berhenti untuk menyatakan bahwa ia anak yang nakal.
C. Program Pengayaan
menengah. Penulis menemukan tujuh
tersebut, yaitu amarah, takut, kenikmatan, cinta, terkejut,
jengkel, dan
malu. Berikut uraian ketujuh ekspresi nonverbal tersebut.
Ekspresi Amarah
Subjek program pengayaan memperlihatkan ekspresi nonverbal amarah
yang berbeda daripada kedua subjek yang lain. Ketika marah, ia
tidak lagi merusak lingkungan dan memukul dirinya sendiri atau
orang lain. Di samping itu, subjek kadang-kadang menggunakan
ekspresi verbal secara baik bersamaan ekspresi nonverbalnya.
Terapis mencoba membujuk subjek dengan menyatakan bahwa ia tidak
belajar dengan temannya. Dalam keadaan tersebut, subjek tidak mau
melihat terapis dan ia menatap keluar jendela. Tanganya memegang
lemari yang ada di dekatnya. Subjek juga menanggapi bujukan terapis
tersebut dengan ekspresi verbal, yaitu “Iya?”. Ekspresi kemarahan
subjek sangat jauh berbeda dengan anak autis yang berada
pada kurikulum awal dan menengah. Subjek tidak mengekspresikan ke-
marahannya dengan tindakan ke- kerasan dan menjerit atau berteriak.
Akan tetapi, terapis harus membujuk agar ekspresi kemarahan
tersebut hilang. Apabila guru tidak menjelaskan bahwa ia tidak
bergabung dengan temannya tersebut, berkemungkinan subjek tetap
marah dan tidak mau belajar dengan terapis. Ekspresi Takut
Subjek pada program lanjutan juga memperlihat ekspresi takut.
Salah
satu ekspresi takut itu ditujukan kepada
salah seorang terapis. Subjek merasa takut karena akan ditanya oleh
terapis
mengapa kemarin ia marah kepada
terapis yang mengajaknya bercanda. Hal
itu diketahui pihak sekolah karena orang tuanya menanyakan
perihal
tersebut kepada salah seorang terapis. Ketidaksenangan subjek
diperlihatkan
dengan ekspresi kontak mata yang tidak
ingin melihat terapis. Tangan kiri subjek memegang kepala dan
tangan kirinya
seakan menutupi pandanganya
terhadap terapis tersebut.
etika subjek akan menuliskan jawaban
yang diberikan terapis kepadanya di atas kertas. Secara spontan,
subjek
mengambil pensil terapis yang terletak di atas meja. Terapis
mengambil pensil
tersebut dan menanyakan kepada subjek apakah ia membawa
pensil.
Subjek menjawabnya dengan nada senang, yaitu “Bawa”. Ekpresi
nonverbal
senang subjek diperlihatkan dengan wajah bahagia. Bibirnya
terlihat
Ekspresi Verbal...(Rita Novita)
Ekspresi Cinta
memperlihatkan ekspresi cinta yang
kalimat. Dia sudah dapat mengungkatpkan rasa cinta dengan
jelas kepada lawan bicara. Hal itu dapat
terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 7: Ekspresi Nonverbal Cinta
pada Subjek Program Pengayaan
melihat lawan bicaranya dengan tatapan yang cerah. Bibir subjek
pun
terlihat tersenyum lebar. Ia sedang
menanyakan sesuatu kepada lawan bicaranya. Hal itu
memperlihatkan
bahwa subjek bersahabat dengan lawan bicaranya. Betapa subjek
mengharapkan
jawaban lawan bicaranya. Ia tetap melihat lawan bicaranya sampai
lawan
bicaranya tersebut memberikan jawaban atas pertanyaan subjek.
Ekspresi Terkejut
memperlihatkan bahwa subjek terkejut
Terapis mengatakan bahwa banyak
menggunakan kunci jawaban dalam
Ujian Akhir Nasional. Matanya langsung melihat ke arah terapis
tersebut. Subjek
memiringkan badanya menghadap terapis . Hal itu dilakukan
untuk
meyakinkan apa yang dikatakan oleh terapis tersebut. Pada saat itu
subjek
juga menggunakan ekspresi verbal untuk menimpali apa yang
dikatakan
oleh terapis tersebut, yaitu “Tidak lulus?”.
Ekspresi Jengkel
belajar. Terapis meminta subjek mendengarkan soal yang akan
dibacakan oleh terapis. Tangan kanan
subjek menuliskan jawaban pertanyaan
yang berikan oleh guru,, sedangkan
tangan kirinya menopang kepalanya. Mata subjek mengarah ke arah apa
yang
ditulisnya.
Ekspresi malu tidak ditemukan pada program awal dan menengah.
Subjek ini memperlihatkan rasa malunya kepada penulis. Satu minggu
sebelumnya penulis pernah memperlihatkan sebuah buku yang bergambar
gadis cantik. Minggu berikutnya, subjek dan penulis bercerita
tentang buku tersebut. Subjek terlihat malu-malu untuk menceritakan
gambar gadis tersebut. Subjek tampak tersenyum tipis dan tatapan
matanya sayu melihat penulis. Kedua tangannya disilangkan di atas
paha. Dengan demikian, subjek juga telah menggunakan ekspresi
verbal dan nonverbal secara bersamaan.
Ekspresi verbal anak autis ketiga subjek tidaklah sama. Ekspresi
verbal anak autis program pertama cenderung dalam bentuk fonologis
atau bunyi- bunyi tertentu. Eskpresi nonverbalnya
Ada buku ADHD yang
202
masih juga sangat terbatas, yaitu amarah, takut, kenikmatan, cinta,
dan jengkel. Subjek belum memperlihatkan ekspresi nonverbal sedih,
terkejut, dan malu. Ekspresi yang dominan terlihat adalah ekspresi
amarah. Pada saat marah subjek cenderung untuk berteriak dan
melakukan gerak tubuh yang tidak terkontrol. Ekspresi kemarahan
subjek bukan saja dilampiaskan kepada dirinya sendiri, lingkungan,
melainkan juga menyakiti orang lain. Kemarahan tersebut sering
terjadi apabila subjek diminta untuk mengerjakan sesuatu yang tidak
ia sukai, misalnya menulis. Ia tidak dapat mengemukakan pendapatnya
secara baik. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut
terjadi adalah tidak adanya pemerolehan bahasa pertama atau akusisi
bahasa pada anak autis (Lubis, 2003:53). Subjek masih terbatas
dalam menggunakan ekspresi nonverbal, subjek jarang menggunakan
ekspresi verbal yang mengiringi ekspresi nonverbal. Ia hanya
mengoceh dan ocehan tersebut tidak jelas atau mengucapkan kata yang
tidak ada hubungannya dengan apa yang sedang terjadi. Hal itu
sejalan dengan pendapat Taufik (2007:425) yang menyatakan bahwa
komunikasi verbal dan nonverbal merupakan aspek sentral dalam semua
interaksi dalam kelas. Oleh karena itu, guru harus mem- perhatikan
kedua aspek tersebut dalam proses belajar-mengajar. Di samping itu,
Orang tua harus mem-berikan perhatian khusus untuk mengatasi
masalah perilaku yang dialami anak autis.
Ekspresi verbal anak autis program menengah sudah bisa dalam bentuk
kata. Untuk ekspresi non- verbalnya, subjek program menengah sudah
memperlihatkan ekspresi sedih. Ia merasa sedih apabila dimarahi
oleh guru. Dengan demikian, subjek ini memiliki kemajuan dapat
merespons apa yang dikatakan oleh orang lain atau
sudah mulai terjadi kontak sosial dengan lingkungan.
Ekspresi verbal anak autis program pengayaan sudah dalam tataran
kalimat. Subjek program pengayaan sudah memiliki ekspresi nonverbal
lebih baik daripada kedua subjek yang lain. Ia sudah dapat
mengekspresikan rasa sedih, terkejut, dan malu. Di samping itu,
penulis juga melihat adanya ekspresi verbal yang digunakan secara
bersamaan dengan ekspresi nonverbal.
Pendapat penulis tentang ekspresi verbal anak autis hampir sama
dengan hasil penelitian lubis. Pendapat yang sama terdapat pada
program menengah dan lanjutan. Akan tetapi, pendapat yang sedikit
berbeda terjadi pada subjek program awal. Lubis (2003) menyatakan
bahwa anak autis program pertama hanya memiliki kemampuan meniru,
sedangkan dalam penelitian ini ditemukan bahwa subjek program
pertama memiliki ekspresi verbal pada tataran fonologis atau
bunyi-bunyi tertentu. Keterbatasan berbahasa menimbulkan terjadinya
inkoheren dalam komunikasi anak autis. Penyebabnya antara lain
adalah tidak fokus pada lawan bicara dan hilangnya konsentrasi
lawan bicara (Himyati, 2008:72).
Berdasarkan uraian ekpsresi nonverbal ketiga subjek tersebut,
penulis menyimpulkan bahwa ekpsresi nonverbal dapat ditingkatkan
melalui terapi. Oleh sebab itu, subjek tidak hanya menghandalkan
ekspresi verbal, melainkan lambat laun dapat menggunakan ekspresi
verbal dan nonverbal secara bersamaan.
Adanya gangguan pada ekpresi nonverbal memperlihatkan bahwa subjek
mengalami gangguan pada bagian otak kanan. Di samping itu, Ekspresi
nonverbal yang mem- perlihatkan emosional subjek dapat disebabkan
oleh gangguan pada bagian otak. Denckla (dalam Murni, 2003:8)
Ekspresi Verbal...(Rita Novita)
203
menyatakan bahwa adanya gangguan pada cerebellum mengakibatkan se-
seorang terkadang menggunakan bahasa tubuh yang aneh. Di samping
itu, system sensorik yang tidak berfungsi dengan baik menuntut
anak-anak autisme berjuang setiap hari agar terhindar dari stimulus
yang berlebihan dan demi rasa nyaman (Ginanjar, 2007:11). Hal
itulah yang menyebabkan anak autis program pertama cenderung
mewujudkan ekpsresi emosionalnya dalam bentuk marah. Akan tetapi,
hal itu sedikit tidak sesuai dengan pendapat Smitth (2009:343) yang
menyatakan bahwa lebih banyak anak autisme mengalami gangguan
pencernaan daripada gangguan syaraf. Akan tetapi, gangguan tersebut
tetap membuka kemungkinan anak autis dapat ber- kembang atau
meningkatkan ke- mampuan verbal dan nonverbalnya. Hal itu dapat
terlihat dari penjelasan yang menyatakan bahwa setiap tingkatan
memilki peningkatan kemampuan verbal dan nonverbal. Oleh sebab itu,
harus ada tindakan sesegera mungkin untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
Keterbatasan ekspresi wajah pada subjek dapat disebabkan oleh
adanya gangguan pada batang otak. Subjek program awal belum dapat
memperlihatkan ekspresi wajah sedih. Ekspresi nonverbal yang
cenderung di- perlihatkannya adalah ekspresi marah. Di samping itu,
agresivitas dan perilaku subjek yang aneh juga disebabkan adanya
gangguan pada lobus temporalis.
4. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa ekspresi verbal pada
program awal cenderung sebatas tataran bunyi atau fonogis. Anak
autis pada program menengah telah dapat menyampaikan ekspresi
verbalnya pada tataran kata. Selanjutnya, anak autis pada program
lanjut sudah dapat
menyampaikan ekspresi verbalnya pada tataran kalimat. Ekspresi
nonverbal subjek program awal masih terbatas. Penulis hanya
menemukan lima jenis ekspresi nonverbal pada subjek tersebut, yaitu
amarah, takut, ke- nikmatan, cinta, dan jengkel. Ekspresi nonverbal
subjek program menengah lebih baik daripada subjek program awal.
Penulis menemukan enam jenis ekspresi nonverbal pada subjek
tersebut, yaitu amarah, sedih, takut kenikmatan, cinta, dan
jengkel. Ekspresi nonverbal subjek program pengayaan lebih baik
daripada subjek program awal dan menengah. Penulis me- nemukan
tujuh jenis ekspresi nonverbal pada subjek tersebut, yaitu amarah,
takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu. Dengan
demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa kemampuan verbal dan
nonverbal akan mengalami peningkatan setelah men- jalani terapi
pada setiap program.
Daftar Acuan
Rineka Cipta
Gangguan-Gangguan Komunikasi
Pemeriksaan Komunikasi Hemisfer
Hillyard. Jakarta: Djambatan.
Psikologi Universitas Indonesia.
Verbal Penderita Autis di Kota
Padang”. Padang: Balai Bahasa
204
Pemikiran yang Benar-Benar Baru dan
Komplet. Jakarta: Gramedia.
Dinamika. Jakarta: Bumi Aksara.
Kalimat. Jakarta: Pusat
Pengembangan dan Pembinaan
Child: Understanding and Teating
Austistic Spectrum. Oxford. Oxford
Symptoms in Children with Autis m
Compared to Normal Children and
Children with other
Unsur Nonverbalnya dalam I nteraksi
Guru--Siswa di Kelas I Sekolah da sar
1—10 Padang. Disertasi. Malang:
Pascasarjana (S-3) Universitas Negeri
Padang.