34
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Tujuan 3. Manfaat 1

Autis makalh

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sip

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

2. Tujuan

3. Manfaat

BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat B.A , 2002 )

Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif, dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan.

Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.(Stuart dan Sundeen, 2005)

Harga diri rendah adalah penilaian negative seseorang terhadap diri dan kemampuan yang diekspresikan secara langsung dan tidak langsung (Bawlis,2002)

Dari pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa harga diri rendah adalah sebagai perasaan negative terhadap diri sendiri dalam kepercayaan diri yang gagal mencapai keinginan.

2. Faktor Predisposisi dan Presipitasi

2.1. Faktor Predisposisi

a. Faktor yang mempengaruhi harga diri

Harga diri adalah sifat yang diwariskan secara genetik. Pengaruh lingkungan sangat penting dalam pengembangan harga diri. Faktor-faktor predisposisi dari pengalaman masa anak-anak merupakan faktor kontribusi pada gangguan atau masalah konsep diri. Anak sangat peka terhadap perlakuan dan respon orang tua. Penolakan orang tua menyebabkan anak memilki ketidakpastian tentang dirinya dan hubungan dengan manusia lain. Anak merasa tidak dicintai dan menjadi gagal mencintai dirinya dan orang lain.

Saat ia tumbuh lebih dewasa, anak tidak didorong untuk menjadi mandiri, berpikir untuk dirinya sendiri, dan bertanggung jawab atas kebutuhan sendiri. Kontrol berlebihan dan rasa memiliki yang berlebihan yang dilakukan oleh orang tua dapat menciptakan rasa tidak penting dan kurangnya harga diri pada anak. Orangtua membuat anak-anak menjadi tidak masuk akal, mengkritik keras, dan hukuman.

Tindakan orang tua yang berlebihan tersebut dapat menyebabkan frustasi awal, kalah, dan rasa yang merusak dari ketidak mampuan dan rendah diri. Faktor lain dalam menciptakan perasaan seperti itu mungkin putus asa, rendah diri, atau peniruan yang sangat jelas terlihat dari saudara atau orangtua. Kegagalan dapat menghancurkan harga diri, dalam hal ini dia gagal dalam dirinya sendiri, tidak menghasilkan rasa tidak berdaya, kegagalan yang mendalam sebagai bukti pribadi yang tidak kompeten.

Ideal diri tidak realistik merupakan salah satu penyebab rendahnya harga diri.Individu yang tidak mengerti maksud dan tujuan dalam hidup gagal untuk menerima tanggung jawab diri sendiri dan gagal untuk mengembangkan potensi yang dimilki. Dia menolak dirinya bebas berekspresi, termasuk kebenaran untuk kesalahan dan kegagalan, menjadi tidak sabaran, keras, dan menuntut diri. Dia mengatur standar yang tidak dapat ditemukan. Kesadaran dan pengamatan diri berpaling kepada penghinaan diri dan kekalahan diri. Hasil ini lebih lanjut dalam hilangnya kepercayaan diri.

b. Faktor yang mempengaruhi peran

Peran yang sesuai dengan jenis kelamin sejak dulu sudah diterima oleh masyarakat, misalnya wanita dianggap kurang mampu, kurang mandiri , kurang objektif, dan kurang rasional dibandingkan pria. Pria dianggap kurang sensitive, kurang hangat, kurang ekpresif dibanding wanita. Sesuai dengan standar tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak seperti lazimnya maka akan menimbulkan konflik didalam diri mapun hubungan sosial. Misalnya wanita yang secara tradisional harus tinggal dirumah saja, jika ia mulai keluar rumah untuk mulai sekolah atau bekerja akan menimbulkan masalah. Konflik peran dan peran yang tidak sesuai muncul dari faktor biologis dan harapan masyarakat terhadap wanita atau pria.

c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri

Intervensi orangtua terus-menerus dapat mengganggu pilihan remaja. Orang tua yang selalu curiga pada anak menyebakan kurang percaya diri pada anak. Anak akan ragu apakah yang dia pilih tepat, jika tidak sesuai dengan keinginan orang tua maka timbul rasa bersalah. Ini juga dapat merendahkan pendapat anak dan mengarah pada keraguan, impulsif, dan bertindak keluar dalam upaya untuk mencapai beberapa identitas. Teman sebayanya merupkan faktor lain yang mempengaruhi identitas. Remaja ingin diterima, dibutuhkan, diingikan, dan dimilki oleh kelompoknya.

2.2. Faktor Presipitasi

a. Trauma

Masalah khusus tentang konsep diri disebabakan oleh setiap situasi dimana individu tidak mampu menyesuaikan. Situasi dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Situasi dan stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri dan hilangnya bagian badan, tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, dan prosedur tindakan dan pengobatan.

b. Ketegangan peran

Ketegangan peran adalah stres yang berhubungan dengan frustasi yang dialami individu dalam peran.

Transisi perkembangan

Transisi perkembangan adalah perubahan normatif berhubungan dengan pertumbuhan. Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap tahap perkembangan harus dilakukan inidividu dengan menyelesaikan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stressor bagi konsep diri.

Transisi situasi

Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan. Transisi situasi merupakan bertambah atau berkurangnya orang yang penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua.

Transisi sehat sakit

Transisi sehat sakit berkembang berubah dari tahap sehat ke tahap sakit. Beberapa stressor pada tubuh dapat menyebabakan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, peran ,dan harga diri. Masalah konsep diri dapat dicetuskan oleh faktor psikologis, sossiologis, atau fisiologis, namun yang lebih penting adalah persepsi klien terhadap ancaman perilaku.

3. Manifestasi Klinis

Menurut L. J Carpenito dan Keliat , perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain :

Data Subjektif:

Mengkritik diri sendiri atau orang lain

Perasaan tidak mampu

Pandangan hidup yang pesimis

Perasaan lemah dan takut

Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri

Pengurangan diri/mengejek diri sendiri

Hidup yang berpolarisasi

Ketidakmampuan menentukan tujuan

Mengungkapkan kegagalan pribadi

Merasionalisasi penolakan

Data Objektif:

Produktivitas menurun

Perilaku destruktiv pada diri sendiri dan orang lain

Penyalahgunaan zat

Menarik diri dari hubungan social

Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah

Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)

Tampak mudah tersinggung /mudah marah

4. Psikopatologi

Menurut Stuart (2005), berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang yaitu Faktor predisposisi yang merupakan faktor pendukung harga diri rendah meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah peran gender, tuuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial. Sedangkan faktor presipitasi munculnya harga diri rendah meliputi trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksika kejadian yang megancam kehidupan dan ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi.

Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman. Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan. Semakin klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain.

Tanda dan gejala yang muncul pada gangguan konsep diri harga diri rendah yaitu mengkritik diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan,gangguan dalam berhubungan, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, rasa bersalah, ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis, adanya keluhan fisik, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung, menarik diri secara realitas,penyalahgunaan zat dan menarik diri secara sosial.(Stuart & Sundeen, 1998, hal. 230).melihat tanda dan gejala diatas apabila tidak ditanggulangi secara intensif akan menimbulkan distress spiritual, perubahan proses pikir (curiga), perubahan interaksi sosial (menarik diri) dan resiko terjadi amuk.

5. Penatalaksanaan

Menurut hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :

a. Psikofarmaka

Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat sebagai berikut :

Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup singkat.

Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil.

Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik untuk gejala positif maupun gejala negative skizofrenia.

Tidak menyebabkan kantuk

Memperbaiki pola tidur

Tidak menyebabkan lemas otot.

Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperidol. Obat yang termasuk generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan aripiprazole.

b. Psikoterapi

Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005)

c. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)

ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005)

d. Therapy Modalitas

Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien. Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Therapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata.

e. Therapy aktivitas

Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan Akemat,2005). Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).

BAB III

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1) Identitas Pasien

Nama : Tn A

Umur : 28 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : -

Alamat : Gombong , Kebumen

Penanggung Jawab

Nama : Tn T

Umur : 53 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Wiraswata

Hub. dg klien : Paman Klien

Alamat : Gombong, Kebumen

2) Alasan Masuk

Klien suka marah-marah, mudah tersinggung dan sering melamun sendiri.

3) Faktor Predisposisi

a) Gangguan Jiwa Dimasa Lalu

Klien mengatakan pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya karena mengamuk di rumahnya dan menjalani pengobatan di RS Banyumas dan keluar dari RS Banyumas klien melakukan rawat jalan dan setelah beberapa bulan klien mengatakan putus obat dank lien mengamuk lagi di rumah dan keluarga membawa klien ke rumah sakit jiwa Magelang.

b) Pengobatan Sebelumnya

Pengobatan yang dilakukan klien sebelumnya adalah belum berhasil karena masih ada gejala yang timbul.

c) Tumbuh Kembang

Lahir sampai Preskul

Klien mengatakan tidak mengingatnya karena sudah lama.

Usia Sekolah

Klien mengatakan dulu waktu sekolah klien memang pendiam, tidak suka bergaul dengan temannya. Tetapi klien mengatakan keluarga klien terutama ibunya sering memotivasi klien untuk bergaul dengan temannya.

Praremaja sampai Remaja

Klien mengatakan saat remaja klien sudah memiliki pacar dan tidak pendiam lagi.

d) Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa

Klien mengatakan ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa yaitu adiknya.

e) Faktor Presipitasi

Klien mengatakan dirinya korban PHK.

4) Fisik

a. Tanda Vital

TD: 100/60 mmHg

N: 86 x/mnt

RR: 22 x/mnt

b. Ukur

TB: 170 cm

BB: 64 kg

c. Keluhan Fisik

Klien mengatakan tidak ada keluhan fisik yang dirasakan sekarang.

5) Psikososial

a. Genogram

b. Konsep Diri

Citra Tubuh/Gambaran Diri

Klien mengatakan tidak memiliki pandangan buruk terhadap tubuhnya,klien mengatakan merasa bersyukur diberikan tubuh yang sehat dan tidak cacat.

Identitas

Klien mengatakan dirinya adalah seorang laki-laki yang bernama Tn. A,belum mempunyai istri dan belum juga mendapatkan kerja.

Peran

Klien mengatakan dirinya dirumah sebagai kakak dari tiga adiknya,selama dirawat di wisma sadewa klien merasa tidak berguna karena tidak bisa membiayai adiknya sekolah dan merasa kurang beruntung dan merasa kesepian.

Ideal diri

Klien mengatakan ingin menjadi lebih baik dari sekarang dan ingin menjadi yang berguna bagi semua orang dan mendapatkan kerja lagi.

Harga diri

Klien merasa tidak berguna, karena tidak bisa membiayai sekolah adiknya dan membanggakan orang tuanya klien mengatakan merasa kurang beruntung dan malu dengan keadaannya sekarang yang tidak bekerja,sehingga klien menyendiri dan tidak mau bergaul dengan temannya.

c. Hubungan Sosial

Orang yang berarti

Orang yang berarti dalam hidup klien adalah ibunya. Jika ada masalah ibunya sebagai tepat mencurahkan perasaanya . dan saat dirawat di rumah sakit jiwa klien mengatakan merasa sendiri dan ingin diam saja tanpa mau berbagi masalah dengan orang lain.

Peran serta kegiatan kelompok

Klien mengatakan tidak ada niat untuk berhubungan dengan orang lain dank lien mengatakan lebih baik sendiri .Selama klien dirawat di Wisma Sadewa klien lebih bnayak menyendiri , jarang berkomunikasi dengant eman-teman. Saat ada kegiatan klien mau bekerja dengan motivasi. Saat di interaksi kontak mata klien kurang serta jawaban yang disampaikan klien simple dan pendek.

Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Klien mengatakan tidak ada keinginan dalam berhubungan dengan orang lain dank klien mengatakan ingin sendiri saja.

d. Spiritual

Nilai dan keyakinan

Klien mengatakan dia seorang muslim

Kegiatan ibadah

Klien mengatakan jarang Sholat

6) Status Mental

a. Penampilan

Klien tampak rapi dan berpakaian sesuai dengan pakaian teman-temanya yang ada di bangsal,baju di kancingkan, rambut disisir.

b. Pembicaraan

Klien kooperatif saat berkomunikasi , pembicaraan klien sesuai dengan topic yang di bicarakan dan tidak ada inisisatif untuk bertanya kepada perawat.

c. Aktivitas Motorik

Klien tampak lesu, sering menyediri dan melamun , klien melakukan kegiatan jika di motivasi perawat.

d. Alam Perasaan

Klien mengatakan sedih , karena merasa tidak berguna bagi keluarganya dan kurang bersemangat.

e. Afek Klien

Afek klien yaitu afek datar, dimana saat diajak ngobrol klien tidak menunjukkan perubahan raut muka atau ekspresi wajah.

f. Interaksi Secara Wawancara

Selama interaksi klien kooperatif, kurang konsentrasi dan kontak mata kurang sering berpaling pandangan, sering menunduk ketika diajak ngobrol jawaban klien simple dan singkat.

g. Persepsi; Halusinasi

Klien mengatakan dulu sempat klien mendengar bisikan-bisikan tapi saat klien dibawa ke Rsj Magelang, klien mengatakan bisikan itu sudah hilang.

h. Isi Pikir

Klien tidak mengalami fobia, pikiran magic atau depersonalisasi (perasaan asing terhdap diri sendiri, orang lain dan lingkungan), klien tidak mengalami waham baik waham curiga,waham agama, waham kebesaran, maupun waham somatic.

i. Proses Pikir

Klien tidak mengalami waham.

j. Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran klien adalah bingung, klien tidak disorientasi waktu, tempat maupun orang.

k. Memori

Klien tidak mengalami gangguan daya ingat jangka panjang, pendek, maupun saat ini, karena klien mampu menjawab tentang pertanyaan hari ini , tanggal dan tahun dan klien mengingat kegiatan yang dilakukan kemarin yaitu seperti senam,dan lain-lain.

l. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung

Klien tidak mampu berkosentarasi secara penuh, karena klien terihat binggung dan sering berpaling muka saat diajak berbicara, klien dapat berhitung dengan pertanyaan yang sederhana seperti 2+3= 5 dan klien mampu menjawabnya.

m. Daya Tilik Diri

Klien menyadari dirinya sedang mengalami suatu masalah / sakit(pasien).

7) Kebutuhan Persiapan Pulang

a. Makan, Mandi, dan Berpakaian

Klien dapat menyiapkan makanan, mandi dan berpakaian secara mandiri.

b. BAB dan BAK

Klien mampu BAB dan BAK pada tempatnya serta dapat membersihkan toilet dan membersihkan diri saat BAB dan BAK.

c. Istirahat dan Tidur

Klien mengatakan susah tidur dimalam hari dan sering terbangun

d. Penggunaan Obat

Klien minum obat secara teratur dengan bantuan perawat

8) Mekanisme Koping

Mekanisme koping klien inefektif, selalu mengganggap diri tidak berguna, tidak berguna bagi keluarga dan orang lain.

9) Analisa Data

Tgl

Data Fokus

Diagnosa

ttd

25/3/2013 Jam 10.00

Data Subyektif

Klien mengatakan selama dirawat di wisma sadewa klien merasa tidak berguna karena tidak bisa membiayai adiknya sekolah dan merasa kurang beruntung.

Klien mengatakan malu dengan keadaannya sekarang yang tidak bekerja

Data Obyektif

Klien tampak sedih , klien tampak menunduk ketika diajak berbincang bincang , dan jawaban klien saat diajak berbincang-bincang singkat dan tidak ada inisiatif untuk bertanya.

Gangguan konsep diri ; Harga Diri Rendah

10) Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan Konsep Diri; Harga diri rendah

11) Rencana Tindakan Keperawatan

Tgl

No DX

Dx Keperawatan

Perencanaan

Tujuan

Kriteria evaluasi

Intervensi

Gangguan konsep diri ; harga diri rendah

TUM : klien memiliki konsep diri yang positif.

TUK :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

1. Klien menunjukan ekspresi wajah bersahabat ,menunjukan rasa senang, dan kontak mata, mau berjabat tangan ,mau menyebutkan nama , mau menjawab salam ,klien mau duduk berdampingan, dengan perawat , mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapiutik ;

- Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.

- Perkenalkan diri dengan sopan.

- Tanyakan nama lengkap dan nama pangilan yang disukai klien.

- jelaskan tujuan pertemuan

- Jujur dan menepati janji.

- Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

- Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

2. Klien dapat mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang dimiliki.

2. Klien menyebutkan :

- Aspek positif dan kemampuan klien yang dimiliki klien.

- Apek Positif keluarga

- Aspek positif lingkungan klien.

2.1 Diskusikan dengan klien tentang :

-Aspek positif yang dimiliki klien, keluarga dan lingkungan.

- Kemampuan yang dimiliki klien

2.2 Bersama klien buat daftar tentang:

-Aspek positif klien ,keluarga, lingkungan.

- Kemampuan yang dimiliki klien.

2.3 Beri Pujian yang realistis ,hindarkan member penilaian negative.

3. Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan.

3. Klien mampu menyebutkan kemampuan yang dapat dilaksanakan.

3.1 Diskusikan denan klien kemampuan yang dapat dilaksanakan.

3.2 Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan.

4. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

4. Klien mampu rencana kegiatan harian.

4.1Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan klien:

- kegiatan mandiri

-kegiatan dengan bantuan

4.2.Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien.

4.3. Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai rencana yang dibuat.

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai jadwal yang dibuat.

5.1. Anjurkan klien melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan.

5.2. Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien.

5.3. Beri pujian atas usaha usaha yang dilakukan klien .

5.4. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah pulang.

6. Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada.

6. Klien mampu memanfaatkan system pendukung yang ada di keluarga.

6.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.

6.2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien di rawat.

6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

12) Implementasi Keperawatan

A. Strategi pelaksanaan 1

1. Fase orientasi:

a. Salam terapeutik

Selamat pagi nama saya farida indriani bisa dipanggil farida, nama anda siapa? Biasa dipanggil siapa?

b. Evaluasi validasi

Bagaimana perasaan anda saat ini? Apakah masih ingat dibawa kesini?

c. Kontrak

Baiklah, bagaimana kalau kita berpincang-bincang tentang hal yang dialami? Mau diamana kalau kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau dibawah pohon?

Mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit?

2. Fase kerja:

a. Sekarang coba bapak ceritakan yang anda rasakan.

3. Fase terminasi:

a. Evaluasi subjektif

Bagaimana perasaan anda setelah kita bercakap-cakap?

b. Evaluasi objektif

Coba sebutkan hal yang biasa anda lakukan?

c. Rencana tindak lanjut

Baiklah sekian dulu pembicaraan kita, nanti coba ingat kembali hal-hal positif yang baisanya anda lakukan.

d. Kontrak

Bagaimana kalau kita bicarakan lagi hal-hal positif yang biasa anda lakukan, ceritakan pada saya. Mau dimana kita bicara? Bagaimana kalau ditaman? Mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit.

B. Strategi pelaksanaan 2

1. Orientasi :

a. Salam terapeutik

Assalammualaikum, selamat pagi.

b. Evaluasi validasi

bagaimana perasaan T pagi ini ? Wah, tampak cerah. Bagaimana T, apakah masih ingat yang akan dibicarakan nanti?

c. Kontrak

Baiklah sesuai kesepakatan kita kemarin, hari ini kita akan bicarakan mengenangi hal-hal positif yang biasa anda lakukan dirumah sakit.

d. Kerja :

T, apa saja kemampuan T miliki? Apa lagi? Saya buat daftarnya yaa? Apa saja kegiatan rumah tangga T lakukan? Bagaimana dengan merapikan kamar? Menyapu? Mencuci piring?. Wahh bagus sekali kemampuan dan kegiatan yang T miliki. Sekarang coba T pilih 1 kegiatan yang masih dapat dikerjakan. Ooooo yang nomer 1, merapikan tempat tidur? Kalau begitu bagaimana kalau sekarang kita latihan merapikan tempat tidur T. Mari kita lihat tempat tidur T. Sudah rapikah tempat tidurnya.

Nnahhhhh kalau merapikan tempat tidur mari kita pindahkan dulu bantal dan slimutnya. Bagusss sekarang kita angkat sepreinya dan kasurnya kita balik. Nnaahhh sekarang kita pasang lagi seprainnya dan kita mulai dari arah atas.. yyaaa baguss sekarang sebelah kaki, tarik dan masukan, lalu sebelah pinggir masukan. Sekarang ambil bantal, rapikan, dan letakan disebelah atas atau kepala. Mari kita lipat selimut, nnaahh letakan sebelah bawah atau kaki baguuusss.

e. Terminasi :

Bagimana perasaan T setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapikan tempat tidur? Ternyata banyak kemampuan yang dapat T lakukan dirumah sakit ini, salah satunya merapikan tempat tidur. Sekarang mari kita masukan pada jadwal harian T. Mau berapa kali sehari merapikan tempat tidur?. Bagusss ... 2x pagi- pagi pukul berapa? Lalu sehabis istirahat pukul 16.00. besok pagi kita lakukan kemampuan yang kedua. Masih ingat kemampuan yang mampu dilakukan dirumah selain merapikan tempat tidur? Yaaa baaagguusss, cuci piring. Kalau begitu kita akan latihan mencuci piring besok pukul 08.00 pagi didapur ruangan ini sehabis makan pagi.

Sampai jumpayyaaaaa!!!

BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara klinis ditandai oleh gejala gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan perilaku pada penderita. Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial dan respon anak terhadap dunia luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan dunianya sendiri. Dan cenderung suka mengamati hal hal kecil yang bagi orang lain tidak menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang menarik.

Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup dengan normal seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact

Sacharin, r.m, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta

Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta

Yupi Supartini, 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Les causes de lautisme, Autisme Montreal.(diakses 14 Desember 2013)

http://kumpulanmaterikeperawatan.blogspot.com/2010/04/askep-autisme.html ( diakses 15 Desember 2013)

http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme ( diakses 15 Desember 2013 )

Bernier, Raphael; Gerdts, Jennifer (2006). Autism Spectrum Disorders, A Reference Handbook. Greenwood Publishing Group. ISBN 978-1-59884-334-7.

Kring, Ann, et al. (2012). Abnormal Psychology. John Wiley & Sons, Inc. 978-1-118-01849-1.

Diagnostic And Statistical Of Manual Disorders 1992 Fourth Edition

19