1
EFIKASI HERBISIDA METIL METSULFURON UNTUK
MENGENDALIKAN GULMA PADA AREAL
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis
Jacq.) MENGHASILKAN
(Skripsi)
Oleh
Rizky Kurniawan Rosyady
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
2
ABSTRAK
EFIKASI HERBISIDA METIL METSULFURON UNTUK
MENGENDALIKAN GULMA PADA AREAL
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis
Jacq.) MENGHASILKAN
Oleh
Rizky Kurniawan Rosyady
Kelapa sawit merupakan komoditas penting dalam perekonomian Indonesia,
karena sebagai penyumbang devisa dan penyedia lapangan kerja bagi rakyat
Indonesia. Salah satu masalah dalam upaya meningkatkan produktivitas kelapa
sawit adalah keberadaan gulma. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan
berbagai macam metode salah satunya adalah pengendalian gulma secara kimiawi
dengan herbisida berbahan aktif metil metsulfuron. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui tingkat efektivitas metil metsulfuron dalam mengendalikan gulma di
areal perkebunan kelapa sawit menghasilkan, mengetahui perubahan komposisi
spesies gulma akibat aplikasi herbisida metil metsulfuron, dan apakah terjadi
keracunan tanaman kelapa sawit menghasilkan akibat aplikasi metil metsulfuron .
Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Desa Pancasila,
Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium.
3
Ilmu Gulma Fakultas Pertanian Univeritas Lampung mulai Juli sampai November
2018. Perlakuan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6
perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan berupa metil metsulfuron dengan dosis 13,5,
18,0, 22,5, dan 27,0 g/ha, penyiangan mekanis, dan tanpa pengendalian (kontrol).
Homogenitas ragam diuji dengan Uji Barlet, additivitas data diuji dengan Uji
Tukey. Jika asumsi terpenuhi data dianalisis ragam dan perbedaan nilai tengah
diuji dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: (1) Herbisida metil metsulfuron dengan dosis 13,5– 27,0
g/ha efektif dalam mengendalikan gulma di areal perkebunan kelapa sawit hingga
12 Minggu Setelah Aplikasi MSA; (2) Terjadi perubahan komposisi spesies
gulma pada 4 sampai 12 (MSA) akibat aplikasi herbisida metil metsulfuron dosis
13,5-27,0 g/ha; (3) Tidak terjadi gejala keracunan pada tanaman kelapa sawit
akibat aplikasi herbisida metil metsulfuron dosis 15,5-27,0 g/ha.
Kata Kunci: gulma, kelapa sawit, metil metsulfuron
Rizky Kurniawan Rosyady
4
EFIKASI HERBISIDA METIL METSULFURON UNTUK
MENGENDALIKAN GULMA PADA AREAL
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis
Jacq.) MENGHASILKAN
Oleh
Rizky Kurniawan Rosyady
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
7
Dengan rasa syukur dan kerendahan hati , karya ini aku
persembahkan untuk
Kedua orang tuaku Bapak Satiman dan Ibu Susinah yang
sudah membesarkan dan mendukung dalam moril dan
materi selama ini, serta adik-adikku Andika Baskoro dan
Bagus Tri Handoko.
8
The main key to finding happiness lies nowhere else but in my soul
(Inoue Joe - Closer)
10
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta 21 September 1994. Penulis merupakan anak
pertama dari 3 bersudara dari pasangan bapak Satiman dan Ibu Susinah. Penulis
menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Nurul Hikmah pada tahun
2000 kemudian menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SDN Pabuaran 1
pada tahun 2006. Penulis melanjutkan sekolah di SMP N 2 Cibinong dan pada
tahun 2009 melanjutkan sekolah di SMP PLUS PGRI Cibinong. Penulis
melanjutkan Pendidikan tinggi di Sekolah Vokasi Institut Pertanian Bogor pada
tahun 2012 dan lulus pada tahun 2015.
Penulis terdaftar sebaga mahasiswa jurusan Agroteknologi pada tahun 2016
sebagai mahasiswa alih program. Selama menjadi mahasiswa di Universitas
Lampung penulis aktif dalam berbagai kegiatan akademik seperti menjadi asisten
praktikum untuk mata kuliah Lanskap Hortikultura, Ilmu dan Teknik
Pengendalian Gulma, serta Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Pada Januari
2018 Penulis melakukan kegiatan Kuliah Kerja Nyata di Kabupaten Tulang
Bawang Barat.
ii
ii
SANWACANA
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang dengan izin dan hidayah-Nya penulis
mampu untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efikasi herbisida metil
metsulfuron untuk mengendalikan gulma pada areal kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) menghasilkan”. Penulis menyadari bahwa sulit untuk
menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dikesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
3. Bapak Ir. Herry Susanto, M.P. selaku pembimbing pertama atas bimbingan,
saran, nasihat serta motivasi selama proses penelitian dan penulisan skripsi.
4. Bapak Ir. Sugiatno, M.S. selaku pembimbing kedua atas nasihat, arahan serta
motivasi selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung.
5. Ibu Dr. Hidayat Puji Siswanto, S.P., M.P. selaku pembahas atas segala
masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibu Dr.Ir.Nyimas Sa’diyah,M.P. selaku pembimbing akademik yang sudah
banyak memberikan arahan, nasihat dan saran dari awal masuk kuliah.
xi
xi
7. Teman-teman seperjuangan selama berkuliah di Universitas Lampung Parulian,
Suyadi, Herdinan Said Al-Fath, Rendi Arief Setiawan dan lainnya yang tidak
bisa disebutkan satu persatu.
8. Teman-teman Weed rangers: Maria, Rosikin, Dini, Pera, Puspa, Gangga, Meri
dan Wasri yang selalu membantu dalam proses penelitian serta Alief dan Danu
yang telah mengajarkan cara mengolah data.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Bandar Lampung, Mei 2019
Rizky Kurniawan Rosyady
xii
xii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI…………………………………………………………..... xii
DAFTAR TABEL……………………………………………………….. xv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………. xix
I. PENDAHULUAN……………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………... 1
1.2 Perumusan Masalah………………………………………………... 3
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………... 3
1.4 Landasan Teori…………………………………………………...... 4
1.5 Kerangka Pemikiran……………………………………………...... 6
1.6 Hipotesis…………………………………………………………… 8
II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………... 9
2.1 Tanaman Kelapa Sawit…………………………………………...... 9
2.2 Klasifikasi tanaman kelapa sawit…………………………………... 10
2.3 Ciri Fisiologi Tanaman Kelapa Sawit……………………………… 10
2.4 Potensi Kelapa Sawit………………………………………………. 12
2.5 Pengendalian Gulma di Perkebunan Kelapa Sawit Menghasilkan… 13
2.6 Herbisida…………………………………………………………… 14
2.7 Metil Metsulfuron………………………………………………….. 15
2.8 Pengaruh Penggunaan Metil Metsulfuron Terhadap Lingkungan… 13
xiii
xiii
III. BAHAN DAN METODE…………………………………………… 18
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………… 18
3.2 Bahan dan Alat……………………………………………………... 18
3.3 Metode Penelitian…………………………………………………... 18
3.4 Pelaksanaan Penelitian……………………………………………... 19
3.4.1 Pembuatan Petak Satuan Percobaan………………………….. 19
3.4.2 Penyiangan Mekanis dan Kontrol……………………………… 20
3.4.3 Aplikasi Herbisida……………………………………………... 20
3.5 Pengamatan………………………………………………………... 21
3.5.1 Fitotoksisitas…………………………………………………… 21
3.5.2 Bobot kering gulma……………………………………………. 22
3.5.3 Penekanan herbisida terhadap gulma…………………………. 23
3.5.4 Perhitungan SDR (Summed Domminace Ratio)………………. 23
3.5.6 Koefisien komunitas (C)………………………………………. 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………….. 25
4.1 Efikasi Herbisida Metil Metsulfuron terhadap Gulma Total……… 25
4.2 Efikasi Herbisida Metil Metsulfuron terhadap
Gulma Pergolongan……………………………………………….. 26
4.2.1 Efikasi herbisida metil metsulfuron pada
golongan daun lebar………………………………………….. 27
4.2.2 Efikasi herbisida metil metsulfuron pada gulma
golongan rumput……………………………………………… 28
4.3 Efikasi Herbisida Metil Metsulfuron terhadap Gulma Dominan…... 30
4.3.1 Efikasi herbisida metil metsulfuron pada
Asystasia gangetica……………………………………........... 31
4.3.2 Efikasi herbisida metil metsulfuron pada
Nephrolepis biserrata…………………………………………. 32
4.3.2 Efikasi herbisida metil metsulfuron pada
Ottochloa nodosa……………………………………………... 34
4.4 Perbedaan Komposisi Gulma (Koefisien Komunitas)…………….. 35
4.5 Fitotoksisitas Tanaman Kelapa Sawit……………………………... 38
4.6 Rekomendasi………………………………………………………. 39
xiv
xiv
V. SIMPULAN DAN SARAN.…………………………………………. 40
5.1 Simpulan……………………………………………………………. 40
5.2 Saran………………………………………………………………... 40
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 41
LAMPIRAN……………………………………………………………… 43
Tabel 12-68………………………………………………………………. 44
xv
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perlakuan percobaan metil metsulfuron di lahan kelapa sawit
menghasilkan........................................................................................... 19
2. Pengaruh herbisida metil metsulfuron terhadap bobot kering
gulma total……………………………………………………………… 26
3. Pengaruh herbisida metil metsulfuron terhadap bobot kering
gulma daun lebar………………………………………………………. 28
4. Pengaruh herbisida metil metsulfuron terhadap bobot kering
gulma rumput........................................................................................... 29
5. Nilai SDR (Summed Domminace Ratio) pada kontrol
di 4, 8 dan 12 MSA……………………………………………………. 30
6. Pengaruh herbisida metil metsulfuron terhadap bobot kering
gulma Asystasia gangetica…………………………………………...... 31
7. Pengaruh herbisida metil metsulfuron terhadap bobot kering
gulma Nephrolepis biserrata…………………………………………... 33
8. Pengaruh herbisida metil metsulfuron terhadap bobot kering
gulma Ottochloa nodosa……………….………………………………. 34
9. Pengaruh herbisida metil metsulfuron terhadap koefisien komunitas
4 MSA...................................................................................................... 36
10. Pengaruh herbisida metil metsulfuron terhadap koefisien komunitas
8 MSA………………………………………………………………… 37
11. Pengaruh herbisida metil metsulfuron terhadap koefisien komunitas
12 MSA………………………………….….………………………… 38
12. Jenis dan tingkat dominansi gulma (SDR) 4 MSA…………………… 44
13. Jenis dan tingkat dominansi gulma (SDR) 8 MSA…………………………..45
14. Jenis dan tingkat dominansi gulma (SDR) 12 MSA…………….……. 46
xvi
xvi
15. Bobot kering gulma total 4 MSA…………….……………………….. 47
16. Transformasi √ √ (x+0,5) bobot kering gulma total 4 MSA………….. 47
17. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 4 MSA……………….. 47
18. Bobot kering gulma total 8 MSA akibat herbisida metil metsulfuron...…….48
19. Transformasi √ √ (x+0,5) bobot kering gulma total 8 MSA…………. 48
20. Analisis ragam bobot kering gulma total 8 MSA…………………….. 48
21. Bobot kering gulma total 12 MSA ………………………………….... 49
22. Transformasi √√ (x+0,5) bobot kering gulma total 12 MSA…………. 49
23. Analisis ragam bobot kering gulma total 12 MSA…………………… 49
24. Bobot kering gulma golongan rumput 4 MSA………………………. . 50
25. Transformasi √ √(x+0,5) bobot kering gulma golongan
rumput 4 MSA……………………………………………………….. 50
26. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput 4 MSA……….. 50
27. Bobot kering gulma golongan rumput 8 MSA……………………….. 51
28. Transformasi √ √(x+0,5) bobot kering gulma golongan
rumput 8 MSA……………………………………………………….. 51
29. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput 8 MSA……….. 51
30. Bobot kering gulma golongan rumput 12 MSA………………………. 52
31. Transformasi √ √(x+0,5) bobot kering gulma golongan
rumput 12 MSA…...........................................................................................52
32. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput 12 MSA……… 52
33. Bobot kering gulma golongan daun lebar 4 MSA……………………. 53
34. Transformasi √ √√ (x+0,5) bobot kering gulma golongan
daun lebar 4 MSA…………………………………………………… 53
35. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar 4 MSA……. 53
36. Bobot kering gulma golongan daun lebar 8 MSA……………………. 54
xvii
xvii
37. Transformasi √ √√ (x+0,5) bobot kering gulma
golongan daun lebar 8 MSA…………………………………………. 54
38. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar 8 MSA……. 54
39. Bobot kering gulma golongan daun lebar 12 MSA…………………… 55
40. Transformasi √√ (x+0,5) bobot kering gulma
golongan daun lebar 12 MSA………………………………………… 55
41. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar 12 MSA…... 55
42. Bobot kering gulma A. gangetica 4 MSA…………………………….. 56
43. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma A. gangetica 4 MSA… 56
44. Analisis ragam bobot kering gulma A. gangetica pada 4 MSA……… 56
45. Bobot kering gulma A. gangetica 8 MSA……………………………. 57
46. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering gulma A. gangetica 8 MSA…... 57
47. Analisis ragam bobot kering gulma A. gangetica 8 MSA……………. 57
48. Bobot kering gulma A. gangetica 12 MSA…………………………… 58
49. Transformasi √√ (x+0,5) bobot kering gulma A. gangetica 12 MSA… 58
50. Analisis ragam bobot kering gulma A. gangetica 12 MSA…………… 58
51. Bobot kering gulma O. nodosa 4 MSA……………………………….. 59
52. Transformasi √√√ (x+0,5) bobot kering gulma O. nodosa 4 MSA…… 59
53. Analisis ragam bobot kering gulma O. nodosa 4 MSA………………. 59
54. Bobot kering gulma O. nodosa 8 MSA……………………………….. 60
55. Transformasi √√√ (x+0,5) bobot kering gulma O. nodosa 8 MSA…… 60
56. Analisis ragam bobot kering gulma O. nodosa 8 MSA………………. 60
57. Bobot kering gulma O. nodosa 12 MSA……………………………… 61
58. Transformasi √√√ (x+0,5) bobot kering gulma O. nodosa 12 MSA…. 61
59. Analisis ragam bobot kering gulma O. nodosa 12 MSA……………… 61
xviii
xviii
60. Bobot kering gulma N. biserrata 4 MSA……………...……………… 62
61. Transformasi √√√ (x+0,5) bobot kering gulma N. biserrata 4 MSA… 62
62. Analisis ragam bobot kering gulma N. biserrata 4 MSA……...…….. 62
63. Bobot kering gulma N. biserrata 8 MSA……………………...……… 63
64. Transformasi √√√ (x+0,5) bobot kering gulma N. biserrata 8 MSA…. 63
65. Analisis ragam bobot kering gulma N. biserrata 8 MSA…...……….. 63
66. Bobot kering gulma N. biserrata 12 MSA……………...…………….. 64
67. Transformasi √√ (x+0,5) bobot kering gulma N. biserrata 12 MSA… 64
68. Analisis ragam bobot kering gulma N. biserrata 12 MSA…………… 64
xix
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Rumus Bangun Herbisida Metil Metsulfuron…………………..……… 16
2. Tata letak percobaan…………………………………………………… 20
3. Areal Aplikasi Herbisida……………………………………………….. 21
4. Titik pengambilan contoh gulma………………………………………. 22
5. Tingkat penekanan herbisida metil metsulfuron terhadap gulma total… 26
6. Tingkat penekanan herbisida metil metsulfuron terhadap gulma
golongan daun lebar……………………………………………………. 28
7. Tingkat penekanan herbisida metil metsulfuron terhadap gulma
golongan rumput…………………………...…………………………… 30
8. Tingkat penekanan herbisida metil metsulfuron
terhadap gulma A. gangetica.…………………………………............... 32
9. Gulma Asystasia gangetica……………………………………………. 32
10. Tingkat penekanan herbisida metil metsulfuron
terhadap gulma N. biserrata…………………………………………. 33
11. Gulma Nephrolepis biserrata..………………………………………... 34
12. Tingkat penekanan herbisida metil metsulfuron
terhadap gulma O. nodosa……………………………………………. 35
13. Gulma Ottochloa nodosa…………………………………………………… 35
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber
pendapatannya, hal ini didukung oleh kondisi geografis, iklim, serta karakteristik
masyarakat Indonesia yang sudah turun temurun melakukan kegiatan budidaya
tanaman. Indonesia memiliki berbagai macam komoditas pertanian dengan nilai
jual cukup tinggi di pasar internasional. Salah satu yang menyumbang kontribusi
terbesar bagi pendapatan nasional Indonesia adalah tanaman kelapa sawit
(Suwarto, 2012).
Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri besar yang terus
meningkatkan kualitas serta kuantitas hasil produksinya. Bentuk dari usaha
meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit ialah dengan
memperbaiki teknik budidaya serta menghilangkan hambatan yang muncul dan
berpotensi menurunkan kualitas serta kuantitas produksi kelapa sawit. Salah satu
yang menjadi masalah terbesar dari usaha peningkatan produksi kelapa sawit ialah
keberadaan gulma di areal tanaman kelapa sawit.
Gulma merupakan istilah untuk tumbuhan yang kehadirannya tidak dikehendaki
dalam populasi tanaman karena dapat menggangu pertumbuhan melalui perebutan
2
unsur hara, sinar matahari, air, dan berpotensi menjadi inang alternatif untuk
beberapa jenis hama atau patogen tertentu (Sastrahidayat, 2015).
Keberadaan gulma di budidaya tanaman kelapa sawit memberikan dampak buruk
yang cukup besar seperti menimbulkan persaingan dengan tanaman utama, gulma
juga berpotensi sebagai inang bagi hama tanaman serta gulma mampu mengurangi
keefektifan kerja karyawan di perkebunan kelapa sawit, selain itu gulma juga
menimbulkan kerugian lain seperti dapat meracuni tanaman melalui alelopati,
menurunkan nilai tanah karena menurunkan estetika tanah dan dampak yang
paling besar ialah menurunkan kuantitas serta kualitas produksi (Sembodo, 2010).
Salah satu solusi dari masalah keberadaan gulma di perkebunan kelapa sawit ialah
melakukan pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida. Saat ini dikenal
berbagai jenis herbisida dengan berbagai merek dagang dan bahan aktif. Salah
satu yang umum digunakan ialah herbisida dengan bahan aktif metil metsulfuron.
Herbisida berbahan aktif metil metsulfuron merupakan herbisida yang bersifat
sistemik dan selektif. Herbisida ini bekerja dengan cara menghambat sintesis
asam amino yaitu dengan menempel pada enzim AHAS (acetohydroxy sintase)
atau ALS (acetolacte sintase) (Sensemen, 2007).
Metil metsulfuron dapat menjadi salah satu solusi terhadap keberadaan gulma,
oleh karena itu perlu diadakan kajian lebih dalam terkait kemampuan herbisida
berbahan aktif metil metsulfuron dalam mengendalikan gulma di areal tanaman
kelapa sawit khususnya gulma yang menjadi sasaran seperti Ageratum
conyzoides, Borreria alata, Cleome rutidosperma, dan Synedrella nodiflora.
3
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, penelitian dilakukan untuk
menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan herbisida metil metsulfuron mampu mengendalikan
gulma di areal tanaman kelapa sawit secara efektif ?
2. Apakah terjadi perubahan komposisi gulma setelah aplikasi herbisida metil
metsulfuron ?
3. Apakah aplikasi herbisida metil metsulfuron menyebabkan terjadinya
fitotoksisitas pada tanaman kelapa sawit ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kemampuan herbisida metil metsulfuron dalam
mengendalikan gulma di areal tanaman kelapa sawit.
2. Untuk mengetahui adanya perubahan komposisi gulma yang tumbuh
setelah aplikasi herbisida metil metsulfuron.
3. Untuk mengetahui apakah terjadi fitotoksisitas tanaman kelapa sawit
akibat aplikasi herbisida metil metsulfuron.
4
1.4 Landasan Teori
Gulma dapat diartikan sebagai tumbuhan yang menganggu atau merugikan
kepentingan manusia sehingga perlu dikendalikan. Dalam batasan tertentu gulma
dijelaskan sebagai tumbuhan yang tumbuh di sekitar tanaman dan menimbulkan
persaingan (Sembodo, 2010).
Keberadaan gulma berpotensi besar menimbulkan kerusakan dan kerugian dalam
kegiatan budidaya tanaman melalui berbagai hal, di antaranya ialah
(1) menurunkan jumlah hasil (kuantitas) akibat adanya kompetisi dalam
memperoleh sarana tumbuh, (2) menurunkan mutu hasil (kualitas) akibat
tercampurnya hasil tanaman dengan biji atau bagian tubuh gulma, pencampuran
benih dengan biji gulma, pertumbuhan tanaman yang kurang baik atau tidak
seragam, dan sebagainya, (3) meracuni tanaman karena adanya zat alelopati, (4)
menurunkan nilai tanah, (5) merusak atau menghambat penggunaan alat mekanik,
(6) merupakan inang bagi hama dan penyakit, (7) menambah biaya produksi
(Sembodo, 2010).
Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti manual,
mekanis, kultur teknis, dan kimia. Pengendalian secara manual dilakukan dengan
mencabut gulma secara langsung sedangkan mekanis dilakukan dengan bantuan
alat-alat seperti cangkul, arit, atau alat pemotong rumput. Pengendalian secara
kultur teknis dilakukan dengan mengatur teknik budidaya seperti jarak tanam,
penanaman tanaman penutup tanah, dan lain sebagainya. Pengendalian secara
kimia dilakukan dengan menggunakan bahan kimia yang mampu menekan
5
pertumbuhan gulma. Di antara empat teknik pengendalian gulma, cara kimia
merupakan salah satu yang paling sering digunakan (Adi, 2015).
Menurut Sembodo (2010) pengendalian gulma secara kimia dilakukan dengan
menggunakan herbisida. Herbisida menurut definisinya adalah bahan kimia atau
kultur hayati yang dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan gulma.
Herbisida mampu mempengaruhi satu atau lebih proses yang diperlukan gulma
untuk tetap mempertahankan kehidupannya. Saat ini dikenal berbagai macam
jenis herbisida, salah satu yang umum digunakan di budidaya tanaman kelapa
sawit ialah herbisida yang mengandung bahan aktif metil metsulfuron.
Metil metsulfuron merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai
bahan utama kandungan herbisida. Metil metsulfuron mampu mengendalikan
gulma yang muncul di area tanaman kelapa sawit. Menurut klasifikasinya metil
metsulfuron termasuk dalam famili Sulfonilurea yang bekerja dengan cara
menghambat kerja enzim acetolactate synthase (ALS) dan acetohydroxy synthase
(AHAS) (Sensemen, 2007).
Menurut Tomlin (2009) metil metsulfuron bekerja mematikan gulma dengan cara
mencegah terbentuknya protein. Mekanisme awal herbisida ini bekerja dengan
cara menghambat perubahan α ketoglutarat menjadi 2-acetohydroxybutyrat dan
piruvat menjadi 2-acetolactat sehingga mengakibatkan rantai cabang asam amino
valin, leusin, dan isoleusin tidak dihasilkan. Herbisida berbahan aktif metil
metsulfuron merupakan herbisida selektif yang khusus digunakan untuk
pengendalian gulma daun lebar seperti Ageratum conyzoides, Borreria latifolia,
dan Synedrella nodiflora.
6
Penggunaan herbisida dalam pengendalian gulma berpotensi menyebabkan
perubahan komposisi gulma. Perubahan jenis gulma yang lebih besar
kemungkinan disebabkan oleh adanya tekanan selektivitas yang lebih tinggi dari
herbisida yang digunakan. Selain itu perubahan komposisi gulma juga dapat
diakibatkan karena adanya perbedaan tanggapan masing-masing jenis gulma
terhadap perlakuan yang diberikan, adanya pemencaran biji gulma dari daerah
sekitar, dan tumbuh kembalinya bagian vegetatif yang tersisa di dalam tanah
(Sastroutomo, 1990).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya herbisida metil
metsulfuron mampu mengendalikan gulma di areal perkebunan kelapa sawit
menghasilkan. Penelitian yang dilakukan oleh Hidayati et al.(2014) menunjukkan
bahwa metil metsulfuron mampu mengendalikan gulma golongan daun lebar dan
rumput hingga 12 MSA. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Koryando et al.(2014) yang menyatakan bahwa herbisida metil metsulfuron
mampu mengendalikan gulma golongan daun lebar dan rumput hingga 12 MSA.
1.5 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, maka disusun kerangka
pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah
seperti yang tertera di bawah.
Gulma merupakan tumbuhan di sekitar tanaman budidaya yang keberadaannya
tidak diinginkan. Gulma berpotensi menimbulkan kerugian karena beberapa
alasan, seperti timbulnya kompetisi atau perebutan unsur hara dan ruang tumbuh
7
antara tanaman utama dengan gulma, menghambat dan mengurangi keefektifan
pekerja di lahan, serta menambah biaya untuk pengendalian gulma.
Gulma dapat dikendalikan dengan berbagai cara, seperti penimbunan dengan
tanah, penggenangan dengan air, dicabut langsung, dipotong menggunakan alat,
pengaturan teknik budidaya, serta pemanfaatan bahan kimia. Pengendalian gulma
menggunakan bahan kimia merupakan salah satu cara yang paling sering
digunakan karena lebih efektif dan efisien khususnya untuk lahan yang luas
seperti perkebunan. Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai alat pengendali
gulma umum disebut dengan herbisida.
Pada umumnya setiap herbisida memiliki karakter yang berbeda-beda hal ini
ditandai dengan kandungan bahan aktif yang berbeda. Salah satu bahan aktif
yang umum digunakan ialah metil metsulfuron. Bahan aktif metil metsulfuron
dapat digunakan sebagai bahan aktif herbisida yang digunakan untuk
mengendalikan gulma di areal tanaman kelapa sawit menghasilkan. Metil
metsulfuron mematikan gulma dengan cara menghambat pembentukan asam
amino melalui kegagalan tumbuhan meghasilkan rantai cabang asam amino valin,
leusin, dan isoleusin.
Penggunaan metil metsulfuron akan menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi gulma. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan selektivitas dan
perbedaan tanggapan akibat penggunaan metil metsulfuron. Penggunaan metil
metsulfuron juga tidak berpotensi menimbulkan keracunan pada tanaman utama
karena aplikasi tidak ditujukan pada tanaman utama melainkan pada piringan
kelapa sawit. Hal ini dapat juga disebabkan karena dosis yang digunakan
8
sangatlah kecil sehingga tidak menimbulkan keracunan pada tanaman kelapa
sawit.
1.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, disusun hipotesis
sebagai berikut:
1. Herbisida metil metsulfuron mampu mengendalikan gulma di areal
tanaman kelapa sawit menghasilkan hingga 12 MSA.
2. Terjadi perubahan komposisi gulma setelah aplikasi herbisida berbahan
aktif metil metsulfuron.
3. Aplikasi herbisida metil metsulfuron pada gulma yang diuji tidak
meracuni tanaman kelapa sawit menghasilkan.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tanamam yang menjadi komoditas
unggulan di Indonesia. Sejarah budidaya tanaman ini dimulai di negara tropis
benua afrika seperti Ghana, Liberia, Nigeria, Togo dan Angola. Para penduduk di
negara tersebut umumnya memanfaatkan minyak kelapa sawit untuk berbagai
keperluan seperti bahan untuk memasak dan diolah menjadi bahan baku kosmetik.
Pemanfaatan yang besar menyebabkan kelapa sawit menjadi bahan baku penting
untuk berbagai barang, khususnya berbagai masakan tradisional yang berasal dari
Afrika Barat. Penyebaran kelapa sawit di dunia dimulai pada abad ke 14 hingga
ke abad ke 17, ditandai dengan dibawanya bibit kelapa sawit keluar dari Afrika
menuju Amerika (Effendi dan Widanarko, 2011).
Indonesia pertama kali mengenal kelapa sawit pada tahun 1848 saat pemerintah
Kolonial Belanda membawa 4 tanaman kelapa sawit yang 2 di antaranya berasal
dari Mauritius dan sisanya berasal dari Bourbon. Keempat tanaman kelapa sawit
yang dibawa oleh pemerintah belanda ditanam di Bogor tepatnya di Kebun Raya
Bogor dan difungsikan sebagai tanaman hias koleksi. Pada tahun 1853 tanaman
kelapa sawit yang dibawa Pemerintah Kolonial Belanda berbuah untuk
10
pertama kalinya dan dibagikan secara gratis kepada para petani (Effendi dan
Widanarko, 2011).
2.2 Klasifikasi tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Elaeis guinensis
Jacq. adalah tanaman sejenis palma yang terdiri dari akar,batang,daun,bunga,dan
buah. Kelapa sawit termasuk kedalam divisi Spermatophyta dengan subdivisi
Angiospermae yang berarti tumbuhan berbiji tertutup. Kelapa sawit tergabung
dalam suku Arecaceae atau suku pinang-pinangan (palem) serta digolongkan
sebagai tanaman berbiji satu atau monokotil (Jumin, 1991)
2.3 Ciri Fisiologi Tanaman Kelapa Sawit
Daun kelapa sawit merupakan daun majemuk yang berwarna hijau tua, bersirip
genap, dan bertulang daun sejajar. Kumpulan daun kelapa sawit membentuk satu
pelepah dengan panjang mencapai 7,5-9,0 meter. Tahap pertumbuhan daun
kelapa sawit dimulai dengan lanceolate atau daun yang awal keluar pada masa
pembibitan yang berupa helaian yang masih utuh. Tahap selanjutnya ialah
bifurcate yang merupakan daun dengan helaian daun yang sudah pecah tetapi
bagian ujung belum terbuka dan pinnate yang merupakan bentuk daun dengan
helaian yang telah terbuka dengan sempurna dengan anak daun ke atas dan ke
bawah. (Risza, 1995).
Kelapa sawit memiliki batang yang tidak berkambium dan umumnya tidak
memiliki cabang. Batang kelapa sawit muda tidak terlihat karena tertutup oleh
11
pelepah daun. Batang tanaman kelapa sawit akan diselimuti pelepah hingga
mencapai umur 12 tahun. Setelah tanaman kelapa sawit mencapai umur 12 tahun
pelepah yang mengering akan terlepas sehingga kelapa sawit akan mirip dengan
tanaman kelapa (Pardeman, 2011).
Kelapa sawit memiliki akar serabut yang ujungnya runcing serta berwarna putih
atau kekuningan. Akar ini mampu menopang tubuh tanaman kelapa sawit sesuai
dengan umur produksinya yang mencapai 25 tahun. Akar tumbuh mengarah ke
bawah dan ke samping. Akar tanaman kelapa sawit yang pertama kali muncul
adalah akar radikula, selanjutnya akar radikula akan mati dan digantikan oleh akar
primer dari bagian bawah batang, yang kemudian bercabang menjadi akar
sekunder, tersier, dan kuartier. Akar yang paling aktif dalam menyerap air dan
unsur hara adalah akar tersier dan kuartier yang berada pada kedalaman 60 cm
dari permukaan tanah dan kedalaman 2,5 m dari pangkal batang (Pahan, 2007).
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu atau yang biasa disebut
monoecious yang berarti tanaman kelapa sawit memiliki bunga jantan dan bunga
betina yang berada dalam satu pohon yang sama. Kelapa sawit mulai berbunga
pada umur 2,5 tahun namun bunga yang muncul akan gugur di fase awal
generatif. Bunga sawit muncul pada ketiak daun dan merupakan bunga majemuk.
Proses pembentukan awal bunga kelapa sawit berlangsung selama 2-3 bulan. Pada
tahap ini mulai terihat apakah bunga yang terbentuk ialah bunga jantan atau
betina. Proses penentuan kelamin bunga ditentukan oleh kondisi tanaman. Setelah
proses pembentukan awal bunga berlangsung, akan ada satu kelamin yang
pertumbuhannya terhenti dan hanya satu kelamin yang terus berkembang meski
12
tak jarang kedua organ kelamin tetap berkembang dan menghasilkan organ
hermaprodit (Effendi dan Widanarko, 2011).
Kelapa sawit memiliki buah yang disebut fructus. Warna buat kelapa sawit
umumnya beragam hal ini dipengaruhi oleh varietas kelapa sawit dan umur kelapa
sawit saat berbuah. Pembagian buah kelapa sawit secara anatomi terdiri dari dua
bagian yaitu perikarpium dan biji. Perikarpium atau daging buah terbungkus oleh
epikarpium dan mesokarpium sedangkan biji terdiri dari endokarpium, endosperm
dan lembaga atau embrio (Suwarto, 2012).
2.4 Potensi Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit merupakan salah satu minyak nabati yang digunakan oleh
masyarakat dunia selain minyak dari kedelai, zaitun, biji lobak, dan bunga
matahari. Dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, minyak kelapa sawit
memiliki banyak kelebihan yang membuatnya menjadi salah satu minyak nabati
yang paling populer. Minyak kelapa sawit memiliki sifat dasar yang dapat
dimakan karena produk oleokimianya relatif aman. Selain itu minyak kelapa
sawit lebih ramah lingkungan karena mudah diuraikan, dlihat dari segi kesehatan,
minyak kelapa sawit memiliki kandungan beta karoten sebagai pro-vitamin A dan
vitamin E (Andoko dan Widodoro, 2013).
Selain dari segi pemanfaatan, potensi kelapa sawit sebagai tanaman penghasil
minyak nabati juga muncul dari produktivitasnya yang relatif besar. Kelapa sawit
memiliki produktivitas mencapai 4-6 ton/ha/tahun. Nilai produktivitas tersebut
relatif lebih besar jika dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati
13
lainya seperti minyak kedelai yang hanya 0,4-0,5 ton/ha/tahun dan minyak lobak
yang hanya 0,57 ton/ha/tahun (Andoko dan Widodoro, 2013).
Saat ini minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian yang
permintaannya selalu meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 1963-1967 konsumsi
minyak nabati dunia pertahunnya sebesar 34,15 juta ton dan sekitar 4% dari total
tersebut merupakan minyak yang berasal dari kelapa sawit. Peningkatan
konsumsi minyak kelapa sawit terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini ditandai
pada tahun 1993-1997 konsumsi minyak nabati dunia sebesar 92,03 juta ton dan
sekitar 14,9% merupakan minyak kelapa sawit. Setelah melewati tahun 2000
permintaan minyak kelapa sawit terus meningkat, pada tahun 2003-2007
konsumsi minyak nabati mencapai 117,88 juta ton dan 18% di antaranya ialah
minyak kelapa sawit. Peningkatan permintaan kelapa sawit di masa depan
diprediksi akan terus berlangsung bahkan di tahun 2020 kebutuhan minyak nabati
akan mencapai 180 juta ton dan 68 juta ton di antaranya adalah minyak kelapa
sawit (Andoko dan Widodoro, 2013).
2.5 Pengendalian Gulma di Perkebunan Kelapa Sawit Menghasilkan
Tanaman kelapa sawit akan mulai berbunga pada saat berumur 10-12 bulan dan
akan mulai berbuah saat berumur 30 bulan. Pada saat kelapa sawit mulai
memasuki fase produksi atau biasa disebut sebagai tanaman menghasilkan, kelapa
sawit mulai mendapatkan perawatan untuk melindungi tanaman kelapa sawit dari
berbagai hal yang berpotensi mengurangi produksi dan salah satu di antaranya
ialah gulma. Keberadaan gulma di lahan budidaya tanaman kelapa sawit
menghasilkan berpotensi menimbulkan kompetisi dengan tanaman utama dalam
14
hal serapan unsur hara, ruang tumbuh dan lain-lain. Gulma yang berbahaya atau
pesaing berat di areal tanaman kelapa sawit menghasilkan diantaranya ialah
sembung rambat (Mikania micrantha), alang-alang (Imperata cylindrica), dan
Asystasia gangetica karena dapat menurunkan produksi hingga 20% (Astuti,
2014).
Pengendalian gulma di areal tanaman kelapa sawit menghasilkan dilaksanakan di
tiga tempat berbeda yaitu dilaksanakan di piringan, jalan pikul, dan gawangan
dengan dua cara mekanis dan kimia. Pengendalian gulma memiliki beberapa
tujuan utama yang berbeda tergantung lokasi pengendaliannya seperti
pengendalian gulma di piringan bertujuan untuk mengurangi persaingan antara
gulma dan tanaman kelapa sawit, pengendalian gulma di pasar pikul bertujuan
untuk mempermudah kegiatan pemeliharaan, dan pengendalian gulma di
gawangan bertujuan untuk menjaga kebersihan lahan (Astuti, 2014).
2.6 Herbisida
Penggunaan herbisida merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
mengendalikan gulma di areal budidaya kelapa sawit. Menurut definisinya
herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa aktif yang digunakan untuk
menghambat pertumbuhan atau mengendalikan gulma. Penggunaan herbisida
dapat mematikan gulma di lapangan melalui berbagai mekanisme kerja seperti
menganggu proses pembelahan sel, menghambat perkembangan jaringan,
menghambat pembentukan klorofil, mempengaruhi proses di dalam tubuh
tumbuhan seperti fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim,
dan lain sebagainya (Riadi et al., 2011).
15
Pada dasarnya herbisida terbagi atas beberapa kategori berdasarkan cara kerja dan
waktu penggunaan. Berdasarkan cara kerja herbisida dibagi atas dua jenis yaitu
herbisida sistemik dan kontak. Herbisida sistemik memiliki cara kerja berupa
penyerapan dan penyebaran ke seluruh bagian gulma. Mulai dari bagian daun
sampai ke akar atau sebaliknya. Hal ini menyebabkan waktu yang dibutuhkan
semakin lama namun lebih efektif mengendalikan karena menyerang seluruh
bagian gulma. Herbisida kontak memiliki karakteristik mematikan bagian gulma
yang terkena langsung oleh herbisida terutama bagian yang berwarna hijau.
Herbisida bereaksi lebih cepat dari sistemik namun penggunaanya hanya efektif
pada gulma yang memiliki sistem perakaran yang tidak meluas. Herbisida juga
dibedakan berdasarkan waktu aplikasi yaitu herbisida pratumbuh dan purna
tumbuh. Herbisida pratumbuh digunakan saat gulma belum tumbuh dengan cara
mematikan biji-biji gulma yang berpotensi berkecambah, baik yang berada di
dalam maupun di atas permukaan tanah. Herbisida purna tumbuh digunakan
untuk mengendalikan gulma yang telah tumbuh, umumnya digunakan dengan cara
disemprotkan ke gulma sasaran terutama daun muda yang berwarna hijau (Barus,
2003).
2.7 Metil Metsulfuron
Metil metsulfuron merupakan salah satu bahan aktif yang dapat digunakan untuk
mengendalikan pertumbuhan gulma. Menurut sejarahnya metil metsulfuron
pertama kali diperkenalkan oleh Du Pont Numeorus and COP pada tahun 1984
dengan rumus kimia C14H15N5O6S. Herbisida metil metsulfuron termasuk
golongan sulfunilurea yang dapat digunakan sebagai herbisida pra tumbuh dan
16
pasca tumbuh. Metil metsulfuron memiliki bobot molekul 381,4 dengan nama
kimia 2-(4-methoxy-6-methyl-1,3,5-triazinylcarbonylaminosulfonil) benzoic acid
(Tomlin, 2009).
Gambar 1. Rumus Bangun Herbisida Metil Metsulfuron (C14H15N5O6S)
Metil metsulfuron bekerja dengan cara menghambat kerja dari enzim acetolactate
synthase (ALS) dan acetohydroxy synthase (AHAS) sehingga mampu menahan
laju perubahan dari α ketoglutarate menjadi 2-acetohydroxybutyrate dan piruvat
menjadi 2-acetolactate, dampak dari proses ini ialah rantai cabang-cabang asam
amino valin, leusin, dan isoleusin tidak mampu dibentuk, hasilnya ialah tanpa
keberadaan asam-asam amino penting tersebut protein gagal untuk dihasilkan dan
gulma akan mati (Tomlin, 2009).
2.8 Pengaruh Penggunaan Metil Metsulfuron Terhadap Lingkungan
Meskipun penggunaan metil metsulfuron memiliki manfaat dalam pengendalian
gulma, namun pada tingkat yang berlebihan penggunaan metil metsulfuron
berdampak langsung pada lingkungan. Hal ini terbukti penggunaan metil
metsulfuron pada konsentrasi yang tinggi mampu membunuh dan mempengaruhi
perkembangbiakan Daphnia sp yang merupakan salah satu bioindikator
pencemaran lingkungan karena karakteristiknya yang sensitif terhadap perubahan
lingkungan.
17
Pencemaran metil metsulfuron pada konsentrasi 91,17 ppm membunuh 12%
Daphnia sp pada 24 jam pengamatan dan 19% pada jam ke 48. Hal ini semakin
memburuk karena pada konsentrasi 397,96 ppm pencemaran metil metsulfuron
berdampak pada matinya 100% Daphnia sp sejak 24 jam pertama pengamatan.
Dampak lain yang muncul ialah Daphnia sp yang terpapar metil metsulfuron akan
cenderung hanya melahirkan anakan jantan. Hal ini disebabkan karena terjadinya
penghambatan ecdysteroid sehingga menyebabkan aktifnya pembentukan methyl
farnesoate. Methyl farnesoate memiliki peran dalam menentukan jenis kelamin
anakan Daphnia sp. Pada saat induk Daphnia sp siap bereproduksi, semakin
tinggi konsentrasi metil metsulfuron yang memapar Daphnia sp, maka semakin
banyak Daphnia sp. yang memproduksi Methyl farnesoate, sehingga hal tersebut
menyebabkan tingginya potensi anakan jantan yang dihasilkan (Muarif et al.,
2014).
18
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di areal kebun sawit rakyat Desa Pancasila, Kecamatan
Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium Gulma Fakultas
Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus sampai dengan November 2018.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah areal tanaman kelapa sawit menghasilkan berumur
7 tahun, air, cat kayu, kantong plastik, amplop kertas, dan herbisida berbahan aktif
metil metsulfuron 24% (Ally 24 WG). Alat yang digunakan yaitu knapsack
sprayer semi otomatik, nozel kipas warna biru, gelas ukur, ember, rubber bulb,
arit, meteran, kuas, oven, timbangan digital, alat tulis, dan kuadran besi berukuran
0,5m x 0,5m.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 6 perlakuan dan 4
ulangan, dengan perlakuan tertera di dalam Tabel 1:
19
Tabel 1. Perlakuan percobaan metil metsulfuron di lahan kelapa sawit
menghasilkan.
NO Perlakuan
Dosis
Formulasi (g/ha)
Bahan Aktif (g/ha)
1 Metil metsulfuron 56,25 13,5
2 Metil metsulfuron 75,0 18,0
3 Metil metsulfuron 93,75 22,5
4 Metil metsulfuron 112,5 27,0
5 Penyiangan mekanis - -
6 Kontrol - -
Homogenitas data diuji dengan menggunakan uji Barlett dan Aditivitas diuji
dengan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi, maka data dianalisis dengan sidik ragam
dan untuk menguji perbedaan nilai tengah perlakuan diuji dengan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Petak Satuan Percobaan
Satuan petak percobaan terdiri atas gulma di piringan 3 tanaman kelapa sawit
dengan jari-jari 1,5 m dari pangkal batang. Pengelompokan satuan petak
percobaan dilakukan dengan memperhatikan persen penutupan gulma minimal
75% dengan kondisi yang relatif homogen. Penentuan tata letak perlakuan di
20
dalam suatu kelompok dilakukan sedemikian rupa sehingga sebaran gulma relatif
merata. Tata letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 2.
Ulangan 1 P3 P1 P5 P4 P6 P2
Ulangan 2 P3 P2 P6 P5 P1 P4
Ulangan 3 P3 P1 P2 P4 P6 P5
Ulangan 4 P2 P3 P4 P5 P6 P1
Gambar 2. Tata letak percobaan.
Keterangan :
P1 = Metil metsulfuron 13,5 g/ha
P2 = Metil metsulfuron 18,0 g/ha
P3 = Metil metsulfuron 22,5 g/ha
P4 = Metil metsulfuron 27,0 g/ha
P5 = Penyiangan mekanis
P6 = Kontrol
3.4.2 Penyiangan Mekanis dan Kontrol
Penyiangan mekanis dilakukan dengan mengoret gulma di piringan kelapa sawit
berjari-jari 1,5 m dari pangkal batang. Penyiangan mekanis dilaksanakan satu kali
bersamaan dengan aplikasi herbisida. Pada petak kontrol gulma yang tumbuh
dibiarkan tanpa ada pengendalian.
3.4.3 Aplikasi Herbisida
Herbisida diaplikasikan menggunakan sprayer semi otomatik dengan nozel T-jet
pada area piringan seluas 21.19 m2 yang kerapatan gulmanya minimum 75%.
21
Volume semprot yang didapatkan saat kalibrasi sebesar 1 l untuk 3 piringan ,
maka volume semprot yang digunakan adalah
471 l/ha. Aplikasi dimulai dengan melarutkan herbisida menggunakan air di
dalam ember sesuai dosis yang telah ditentukan. Penyemprotan herbisida
dilakukan merata pada petak yang telah ditandai dengan menggunakan cat sesuai
tata letaknya. Herbisida disemprotkan pada 3 piringan kelapa sawit yang berjari-
jari 1,5 m untuk setiap perlakuan (Gambar 3).
Gambar 3. Areal Aplikasi Herbisida
3.5 Pengamatan
3.5.1 Fitotoksisitas
Pengamatan fitotoksisitas dilakukan dengan mengamati tingkat keracunan pada
tanaman kelapa sawit akibat aplikasi herbisida. Pengamatan ini dilakukan secara
visual pada bagian daun muda tanaman kelapa sawit. Menurut Direktorat Pupuk
dan Pestisida (2012) fitotoksisitas diamati pada 4, 8, dan 12 minggu setelah
aplikasi (MSA) serta dilakukan skoring dengan ketentuan sebagai berikut:
0 = tidak ada keracunan ; 0–5% bentuk dan atau warna daun tidak normal
22
1 = keracunan ringan ; > 5– 10% bentuk dan atau warna daun tidak normal
2 = keracunan sedang ; > 10–50% bentuk dan atau warna daun tidak normal
3 = keracunan berat ; > 50–75% bentuk dan atau warna daun tidak normal
4 = keracunan sangat berat ; >75% bentuk dan atau warna daun tidak normal
3.5.2 Bobot kering gulma
Pengamatan bobot kering gulma dilakukan sebanyak 3 kali yaitu 4,8, dan 12
(MSA). Gulma diambil dengan menggunakan kuadran berukuran 0,5 m x 0,5 m.
Pengambilan gulma dilakukan di tiga sisi berbeda dari tanaman kelapa sawit
seperti yang tertera pada Gambar 4 dengan ketentuan setiap pengambilan
dilakukan di dua titik. Gulma yang berada pada petak kuadran dipotong tepat
setinggi permukaan tanah, dipilah menurut spesiesnya, dikeringkan dengan oven
selama ± 48 jam, lalu ditimbang.
Gambar 4. Titik pengambilan contoh gulma
Keterangan :
1 = pengamatan pertama 4 MSA
2 = pengamatan kedua 8 MSA
3 = Pengamatan ketiga 12 MSA
23
3.5.3 Penekanan herbisida terhadap gulma
Persen penekanan herbisida terhadap gulma dihitung menggunakan data bobot
kering gulma. Perhitungan dilakukan pada gulma total, gulma pergolongan, dan
gulma spesies dengan menggunakan rumus berikut:
Persen Penekanan = 100 − (Bobot kering perlakukan
bobot kering kontrol X 100%)
3.5.4 Perhitungan SDR (Summed Domminace Ratio)
Perhitungan Summed Domminace Ratio SDR memiliki tujuan untuk mengetahui
jumlah nisbah dominasi. Perhitungan ini dilakukan menggunakan data bobot
kering gulma menggunakan rumus berikut:
a. Dominan Mutlak (DM)
Bobot kering jenis gulma tertentu dalam petak contoh.
b. Dominansi Nisbi (DN)
Dominansi Nisbi =𝐷𝑀 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝐷𝑀 𝑆𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠𝑋 100%
c. Frekuensi Mutlak (FM)
Jumlah Kemunculan gulma tertentu pada setiap ulangan.
d. Frekuensi Nisbi (FN)
Frekuensi Nisbi (FN) = 𝐹𝑀 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐺𝑢𝑙𝑚𝑎 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝑀 𝑆𝑒𝑚𝑢𝑎 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐺𝑢𝑙𝑚𝑎𝑋 100%
e. Nilai Penting
Jumlah Nilai peubah Nisbi yang digunakan (DN + FN).
24
f. Summed Dominance Ratio (SDR)
SDR = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑢𝑏𝑎ℎ 𝑛𝑖𝑠𝑏𝑖=
𝑁𝑃
2
3.5.6 Koefisien komunitas (C)
Perhitungan koefesien komunitas digunakan untuk menentukan perubahan antar
komunitas akibat perlakuan herbisida. Koefesien komunitas dihitung dengan
menggunakan SDR dua komunitas (perlakuan) yang dibandingkan. Perhitungan
koefisien menggunakan rumus sebagai berikut:
C = 2 𝑥 𝑊
𝑎+𝑏 x 100%
Keterangan:
C = Koefisien komunitas
W = Jumlah nilai terendah dari pasangan SDR pada dua komunitas yang
dibandingkan
a = Jumlah semua SDR dari komunitas I
b = Jumlah semua SDR dari komunitas II
Jika nilai C lebih besar dari 75% maka kedua komunitas yang dibandingkan
memiliki komposisi gulma yang sama (Tjitrosoedirdjo et al., 1984).
40
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Herbisida metil metsulfuron dosis 13,5-27 g/ha efektif dalam
mengendalikan gulma di areal tanaman kelapa sawit hingga 12 MSA.
2. Herbisida metil metsulfuron dosis 13,5-27,0 g/ha menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi jumlah spesies gulma pada 4 sampai 12 MSA.
Perubahan komposisi gulma ditandai dengan hilangnya beberapa spesies
gulma dan tumbuhnya beberapa spesies gulma lain di petak perlakuan
herbisida metil metsulfuron dosis 13,5-27,0 g/ha.
3. Herbisida metil metsulfuron dosis 13,5-27,0 g/ha tidak menyebabkan
terjadinya keracunan pada tanaman kelapa sawit menghasilkan hingga 12
MSA.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian penulis menyarankan untuk menguji herbisida metil
metsulfuron dengan kondisi lahan dan tanaman yang berbeda untuk mengetahui
tingkat keefektifan herbisida metil metsulfuron dengan kondisi tanaman dan lahan
yang berbeda.
41
DAFTAR PUSTAKA
Adi, P. 2015. Kaya dengan Bertani kelapa sawit. Pustka Baru Press Yogyakarta .
60 hlm.
Andoko, A dan Widodoro. 2013. Berkebun Kelapa Sawit “Si Emas” Cair. PT
Agromedia Pustaka. Jakarta. 130 hlm.
Astuti, M . 2014. Pedoman Budidaya Kelapa Sawit (Elais Guineensis) Yang
Baik. Direktorat Jendral Perkebunan. Jakarta. 81 hlm.
Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Kansius. Yogyakarta. 130
hlm.
Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2012. Metode Standar Pengujian Efikasi
Herbisida. Direktorat Sarana dan Prasarana Pertanian. Jakarta. 229 hlm.
Effendi, R dan Widanarko, A. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit Cetakan I.
Agro Media Pustaka. Jakarta. 296 hlm.
Hidayati, N., N. Sriyani., dan R. Evizal. 2014. Efikasi Herbisida Metil
Metsulfuron Terhadap Gulma pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaesis
guinensis Jacq.) yang Belum Menghasilkan (TBM). Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan. 15 (1): 1-7.
Jumin, H. B. 1991. Dasar-dasar Agronomi. Rajawali Press. Jakarta. 140 hlm.
Koriyando, V., H. Susanto., Sugiatno. 2014. Efikasi Herbisida Metil Metsulfuron
untuk Mengendalikan Gulma pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis
Guineensis Jacq.) Menghasilkan. Jurnal Agrotek Tropika. 2 (3): 375-381.
Muarif., Hasnani, Q dan Wijayanti, H. 2014. Toksisitas Metil Metsulfuron
Hubungannya Dengan Maskulinitas Copepoda Daphnia Sp. Jurnal Ilmu
Perikanan dan Sumberdaya Perairan. Vol 2, No 2, 11-16.
Pahan,. I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu
Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Bogor. 411 hlm.
Pardeman, M. 2011. Sukses Membuka Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit. Penebar
Swadaya. Jakarta. 69 hlm.
42
Riadi, M., Sjahril, R, dan Syam’un, E. 2011. Herbisida dan Aplikasinya (Diktat).
Fakultas Pertanian UNHAS. Makasar. 40 hlm.
Risza, S. 1995. Kelapa Sawit Upaya Peningkatan Produktivitas. Kanisius,
Yogyakarta. 55 hlm
Sastrahidayat, I. R. 2015. Strategi pengendalian Organisme pengganggu
tanaman dalam usaha pertanian di daerah tropika basah. UB Press.
Malang. 30 hlm.
Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
236 hlm
Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
168 hlm.
Senseman, S.A. 2007. Herbicide Handbook (9 th Eat). Weed Sciense Society of
America. 546 pp.
Setyamidjaja, D., 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya, Panen dan Pengolahan.
Kanisius, Yogyakarta. 89 hlm
Suwarto. 2012. Budi Daya 12 Tanaman Perkebunan Utama. Penebar Swadaya.
Jakarta. 260 hlm.
Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo dan J. Wiroatmodjo (Eds). 1984. Pengelolaan
Gulma di Perkebunan. Kerjasama Biotrop Bogor -PT Gramedia. Jakarta.
225 hlm.
Tomlin, C. D. S. 2004. The Pesticide Manual volume 3.0. British Crop Protection
Council. England. 1606 pp.