Transcript

POSISI DAN PERAN LEMBAGA INTELIJEN DALAM PEMBERANTASAN INSURJENSI DI FILIPINA(Studi Kasus Operasi Informasi (OI) Militer Filipina 1946-1953)

I. PENDAHULUANI.I Latar belakang Operasi kontra insurgensi di Filipina pada tahun 1946-1956 merupakan contoh Small War yang menarik dan layak untuk dikaji bahkan sampai pada saat ini. Pengalaman pemeritahan Filipina yang baru merdeka melawan pemberontak Hukbalahap, sebuah kelompok insurgensi yang terorganisir secara baik dan memiliki basis pergerakan yang baik hasil dari kesuksesan perang gerilya yang telah mereka terapkan selama masa penjajahan Jepang selama perang dunia ke dua. Dari tahun 1946 sampai 1950 pemerintah Filipina dalam keadaan yang benar-benar menghawatirkan, dan dengan cepat kehilangan kontrol negara dalam melawan Hukbalahap. Bahkan, selama tahun pertama pemberontakan, keberhasilan yang terus menerus diraih oleh kelompok insurgensi ini membuat mereka percaya diri bahwa mereka mampu akan mampu menumbangkan pemerintahan Fiilipina yang sah dang menggantikan dengan rezim mereka sekitar tahun 1952. Akan tetapi faktanya tahun 1953 kelompok ini malah hampir berhasil dihancurkan lewat sebuah momentum yang benar-benar membalikkan keadaan. Perubahan drastis pemerintahan Filipina dari pihak yang hampir kalah menjadi pihak yang keluar sebagai pemenang memberikan pelajaran yang menarik dalam operasi kontar insurgensi dimasa depan khusunya bagi Indonesia. Dalam paper ini akan dibahas mengenai tindakan pemerintahan Filipina dari sudut pandang operasi informasi (OI).II Pembahasana. HukbalahapGerakan insurgensi ini pada awal yang dikenal sebagai Hukbalahap, kemudian disebut sebagai "Huk," gerakan insurgensi ini dimulai sekitar tahun 1930-an sebagai gerakan politik di Luzon Tengah. Gerakan ini mendapat dukungan dari rakyat filipina yang berusaha melakukan perubahan taraf kehidupan setelah bertahun-tahun hidup ketidakadilan dan kemiskinan sejak masa pemerintahan Spanyol berkuasa atas kepulauan Filipina (Agoncillo, Teodoro.1990). Sedikitnya akses masyarakat dalam hal kepemilikan lahan, diperparah dengan ketimpangan hukum agraria yang mengatur kepimilikan lahan tumbuh di kalangan penduduk. Adanya sistem penyewaan tanah yang sangat merugikan rakyat sebagai penggarap lahan yang harus membayar biaya sewa yang sangat tinggi. Tingginya biaya sewa ini membaut para petani dan rakyat biasa hidup dalam kemiskinan dan harus hidup dalam keadaan yang memprihatinkan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh partai yang beraliran sosialis-komunis untuk mendapatkan dukungan dengan menjanjikan perubahan dan perbaikan taraf hidup. Tindakan partai komunis yang menyerukan pemberontakan untu mengulingkan pemerintahan menyebabkan partai komunis Filipina (PKP) pada tahun 1932 dilarang beraktivitas (Saulo, Alfredo.1969). Namun sayap militer PKP terus melakukan aksinya dengan menangkap dan membunuh para tuan tanah dan juga membakar perkebunan milik mereka. Setelah pelarangan yang terjadi pada tahun 1942 gerakan ini kembali memproklamirkan diri dan menyebut diri mereka sebagai Hukbalahap (biasa disingkat dengan Huk). Gerakan Huk memperoleh legitimasi di diantara rakyat di Luzon Tengah selama Perang Dunia II, ketika Jepang menyerbu Filipina. Walaupun banyak kelompok gerilya anti Jepang yang muncul pada saat itu, Huks muncul sebagai salah satu kelompok kuat akibat kemampuan pengorganisasian politik mereka yang rapi dan tidak dimiliki oleh kelompok gerilya lainnya. Hal ini memungkinkan Huk dengan mudah melakukan perekrutan, melakukan indroktinasi, dan mempersenjatai relawan mereka. Dengan memanfaatkan semangat anti Jepang para tokoh pimpinan Huk yakin mereka dapat menarik lebih banyak dukungan dari masyarakat Filipina khususnya Luzon Tengah. Kata Hukbalahap sendiri merupakan singkatan dari " Hukbong Bayan Laban Sa Hapon , " yang berarti Tentara Rakyat Anti - Jepang. Disamping tujuan revolsioner yang dibawanya, pemilihan nama ini hanya sebagai kedok untuk dapat melembagakan ajaran komunisme didalam jajaran anggota kelompok ini. Banyak dari anggota kelompok sendiri tidak pernah menyadari tujuan komunis Huk. Faktanya para petinggi Huk dengan hati-hati tidak memasukan dan melibatkan permasalahan ideologi selama perjuangan melawan Jepang, hal ini bertujuan untuk mencegah unsur non-komuis dalam tubuh Huk berbalik melawan kelompok Huk. b. Pemberontakan HukKetika akhirnya Filipina memperoleh kemerdekaan nasional pada tanggal 4 Juli 1946, isu kerusuhan agraria masih menjadi perhatian utama dalam perpolitikan Filipina. Kelompok Huks memanfaatkan isu ini untuk terus meningkat popularitas mereka dengan melakukan berbagai usaha advokasi terhadap permasalahan (Lachica, Eduardo.1971). Tetapi secara diam-diam kelompok ini telah menyusun rencana tiga tahap untuk menggulingkan dan mengganti pemerintah. Tahap pertama, dijadwalkan berlangsung dari 1946-1949, adalah untuk memperluas dukungan populasi terhadap gerakan mereka. Tahap kedua, dari 1949-1951, adalah melakukan serangan terhadap pemerintahan Filipina, dimana masyarakat yang telah berhasil digalang oleh Huk akan dimasukkan kedalam tentara revolusioner. Tahap akhir adalah pengambilalihan pemerintah. Menurut data intelijen Filipina pada tahun 1946, kekuatan personel Huk berjumlah sekitar 15.000 pejuang bersenjata, dengan berbagai persenjataan, termasuk senapan (kebanyakan Enfield dan Springfield), pistol, senapan mesin (terutama 30 kaliber), dan mortir. Pengadaan senjata adalah salah satu permasalahan yang dihadapi oleh kelompok Huk, walaupun disinyalir mendapatkan bantuan persenjataan dari Unis Soviet pada saat itu (The Sydney Morning Herald. 4 April 1949). Huk tidak pernah mampu mengimbangi kemampuan persenjataan Angkatan Bersenjata Filipina (AFP). Walaupun menghadapi kesulitan dalam persenjataan kelompok Huk memiliki satu keuntungan yang besar dalam perjuangannya yaitu dukungan publik yang sebagian besar berasal dari para petani miskin, tercatat ada sekitar 250.000 simpatisan aktif yang dimiliki Huk selama perang melawan peerintahan Filipina. Di daerah yang dikuasai Huk masyarakat percaya dengan adanya perubahan politik yang dibawa oleh kelompok Huk, dimana pemerintahan Huk selalu berorinetasi pada kepentingan masyarakat kecil bukan kepentingan tuan tanah.Penduduk desa tidak hanya memberi makanan dan suplai kepada kelompok Huks, tetapi juga memberikan informasi mengenai lokasi, kekuatan, dan pergerakan pasukan pemerintah. Intelijen adalah kunci penting dalam kesuksesan Huk sukses, dan masyarakat dengan senang memasuk informasi kepada kelompok Huk. Sebagai Luis Taruc menyatakan, "Tanpa dukungan dari masyarakat ... gerakan gerilya tidak dapat bertahan hidup." ( L. Grant Bridgewater)c. Counterinsurgensi Tahap Pertama 1946-1950Pada tahapan pertama operasi COIN ini pemerintahan Filipina dinilai gagal dalam melakukan aksi melawan kelompok Huk, ada beberapa alasan kegagalan tersebut berikut beberapa diantaranya: Pada Pada tahun 1946 pemerintahan baru Filipina yang baru dibentuk mewarisi berbagai permasalahan dan tidak siap sama sekali dalam menghadapi kelompok Huk. Tidak tersedianya lahan pertanian adalah masalah utama yang dihadapi oleh pemerintahan baru ini (Kerkvliet, Benedict.1977). Walaupun keadaan ekonomi global yang mulai membaik pasca perang dunia, pemerintahan baru Filipina gagal memanfaatkan kekayaan sumberdayanya dalam usaha mengurangi masalah yang dihadapi penduduk. Selain itu, adanya kerusakan berbagai fasilitas dselruh pulau-pulai di Filipina akibat dari Perang Dunia II. Membuat pemerintah mengesampingkan permasalahan insurgensi yang dilakukan oleh kelompok Huk. Dalam pidato kepresidenannya Presiden Roxas mengecilkan isu pemberontakan ini dengan menyatakan ada "ketenangan dan ketertiban di seluruh Filipina, kecuali di daerah yang terbatas beberapa di Central Luzon." Namun, dalam sambutannya pada tahun berikutnya Presiden Roxas menyatakan bahwa "pelanggaran hukum ... memang terjadi di hampir setiap provinsi. Pada kenyataannya banyak pejabat perintahan yang berkantor di Luzon tengah enggan beraktivitas karena ketakuatan akan ancaman penculikan serta pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok Huk. Selain itu permintaan bantuan persentajataan yang diajukan oleh pemerinahan Filipina kepada Amerika Serikat ditolak dan pemerintah Amerika Serikata hanya mengirim penasehat militer yang kemudian sangat berpengaruh dalam operasi COIN yang dilaksanakan. Oleh karena itu, bisa dikatakan operasi COIN tahun 1946-1952 ini benar-benar dilakukan secara sendiri oleh pemerintahan Filipina.Selain beberapa alasan yang telah dijelaskan sebelumnya Hubungan antara penduduk dan pasukan pemerintah terutama polisi sangat buruk adalah alasan lain kegagalan COIN Filipina. pada tahun 1945 ketika akhirnya Jepang menyerah kalah dan meninggalkan Filipina, pemerintah secara terburu-buru melakukan reorganisasi dalam badan kepolisian untuk memastikan keamanan penegakan hukum di seluruh kepulauan Filipina. Pasukan keamanan dan kepolisian ini sering mengambil makanan dan suplai dari rakyat tanpa kompensasi dan peryataan yang jelas. Selain itu, pihak kepolisian sering melakukan isolasi penduduk dan membatas kontak dengan warga luar. Sebagai contoh untuk mendapatkan informasi intelejen, pihak keamanan serta kepolisian Filiina sering mengisolasi sebah desa dan melakukan interogasi kepada seluruh penduduk dan mencegah penduduk mendukung kelompok Huk. Tindakan isolasi dan interograsi ini menyulut kemarahan diantara penduduk karena masyarakat telah merasakan hal yang sama yang dilakukan oleh tentara Jepang selama pendudukan. Hal ini semakin memperkuat dukungan masyarakat teradap kelompok Huk Ini disajikan untuk memperkuat loyalitas penduduk desa ke Huk . sebagaimana yang disampaikan oleh penasehat militer Amerika Serikat yang bertugas di Filipina tulis dalam laporannya "pihak kepolisian dan pasukan keamanan Filipina memperlakukan orang lebih buruk daripada yang dilakukan kelompok Huks. "d. Counterinsurgensi Tahap Kedua 1950-1953Dalam tahapan kedua dari operasi COIN melawan kelompok Huk ini pemerintahan Filipina berhasil membalikan keadaan, perubahan situasi ini dimulai dengan serangan pasukan Huk kepada konvoi pejabat pemerintah, membunuh nyonya Aurora Quezon, istri mendiang Presiden Manuel Quezon pada tanggal 28 Agustus 1949. Efek dari serangan dan juga kematian mantan ibu negara Filipina ini benar-benar diluar dugaan kelompok Huk. Nyonya Quezon adalah salah satu wanita paling berengaruh dan dicintai di Filipina beliau adalah menjadi salah simbol perlawanan rakyat Filipina selama pendudukan Jepang dan kematian beliau menyebabkan dukungan masyarakat terhadap kelompok Huk turun secara drastis. Peristiwa ini dimanfaatkan pemerintah untuk mengambil tindakan yang lebih keras. Presiden Quirino sebagi pengganti Presiden Roxas menunjuk Ramon Magsaysay sebagai mentri pertahanan Filipina yang baru. Magsaysay yang dibantu oleh penasehat militer Amerika Serikat dengan cepat bertindak, serangan konvensional dengan skala besar terhadap kelompok Huk dihentikan karena dianggap tidak efektik dan menghabiskan biaya.Berdasarkan nasehat yang diajukan oleh para penasehat militer Amerika Serikat yang tergabung dalam Joint U.S. Military Advisory Group (JUSMAG) Magsaysay lebih memilih mengunakan cara-cara unconventional yang sengaja didesain secara spesifik untuk memenangkan dukungan populasi sekaligus mengeliminasi kelompok Huk (Lawrence M. Greenberg). Magsaysay merancang sebuah operasi intelejen yang menyeluruh yang berfungsi untuk mengelabuhi kelompok Huk dengan menyuplai informasi palsu kepada kelompok ini, menciptakan informasi yang salah ditengah masyarakat dan pada akhirnya berusaha meraih dukungan masyarakat. Untuk itu intelejen pasukan Filipina (AFP) melakukan operasi infiltrasi kedalam tubuh kelompok Huk, hal ini dilakukan untuk mengetahui pola dan cara kerja kelompok Huk, menangkap tokoh Huk, menyerang unit-unit Huk dan menciptakan kebingungan ditubuh kempok Huk. Operasi intelejen ini dinilai sangat sukses, banyaknya informasi palsu yang mereka dapatkan serta kecurigaan akan adanya agen pemerintah diantara mereka membuat kelompok Huk benar-benar kacau. Bahkan rasa saling curiga ini membuat banyak unit-unit kelompok Huk saling bertempur satu sama lainnya karena mengira salah satu dari mereka adalah agen atau tentara Filipina.Salah satu taktik operasi militariy deception MILDEC yang paling kreatif yang berhasil dilaksanakan oleh AFP dan juga intelejen Filipina adalah confusing and luring the enemy, taktik ini bertujuan untuk mengkondisikan respon lawan terhadap situasi yang sengaja diciptakan, metode digunakan oleh AFP mulai yang dilaksanakan secara terkoordinir sampai dilaksanakan secara sederhana. Sebagai contoh dari tatik ini adalah tindakan AFP yang mewajibkan anggota untuk meninggalkan wilayah operasi selama siang hari, hal ini memberi kesan bahwa AFP telah menyelesaikan tugas mereka dan kemudian pergi. Dengan mengamati pola ini kelompok Huk akan mengira wilayah itu aman dan akan kembali kewilayah tersebut. Kenyataannya operasi AFP belum selesai dan pasukan pemerintah akan kembali kearea yag sama dimalam hari untuk menyerang dan mengejutkan kelompok Huk. Penerapan taktik ini terbukti sangat efektif, taktik foraging (mencari makan) yang dilaksanakan Huk menjadi terbatas dan kelompok Huk dipaksa meminta lebih banyak suplai kepada masyarakat Luzon Tengah yang sudah miskin. Tindakan ini menyebabkan ketidaksenangan ditengah masyarakat terutama kelompok Huk sering melakukan tindakan keras dalam meminta suplai tersebut. Hal ini menyebabkan semakin menurunnya dukungan masyarakat terdapat kelompok Huk, selain itu anggota kelompok Huk dipaksa untuk terus waspada terhadap pasukan secara terus menerus sehingga meningkat tempo oprasi mereka dan juga menurunkan kesiapan postur kelompok Huk.Taktik operasi informasi selanjutnya yang digunakan oleh intelejen Filipina adalah Psychological Operation (PSYOP), dalam tiga pertama operasi COIN secara otomatis PSYOP hanya digunakan oleh kelompok Huk terutama dalam mengekploitasi kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah, baru pada tahun 1950 dinas intelejen yang tergabung dalam AFP melaksanakan operasi PSYOP. Dalam melaksanakan PSYO bukan hanya kepada kelompok Huk tetapi juga populasi, hal ini tercermin dari semboyan yang disampaikan oleh Magsaysay All-out Force or All-out Friendship terget dari pesan yang disampaikan oleh Magsaysay ini tidak terbatas hanya keada kelompok Huk tetapi juga kepada populasi netral dan bahkan AFP. Untuk melaksanakan operasi ini Magsaysay percaya bahwa AFP adalah pembawa pesan yang tepat, untuk itu Magsaysay berusaha mengintitusikan PSYOP kedalam tubuh AFP dengan melakukan reorganisasi dalam tubuh AFP. Magsaysay sendiri bertindak sebagai pimpinan strategis dari psy-war, untuk level operasional Magsaysay membentuk kantor HUMAS (PAO) yang membawahi 8-10 team psy-war untuk level taktis, tim ini terintegrasi kedalam setiap kompi tempur yang diterjunkan kewilayah operasi.Operasi terakhir yang dilaksanakan oleh AFP dalam upaya mengeleminasi kelompok Huk adalah melakukan Special Information Operation (SIO). Operasi ini meliputi upaya melakukan infiltrasi sebuah unit yang dilatih secara khusus untuk dapat bergabung dengan kelompok Huk, unit yang diberi nama Force X ini dipilih secara khusus dan dilatih selama 4 minggu yang didesain untuk memampukan mereka masuk kedalam Huk. Unit ini menerima pelatihan dari mantan anggota Huk tentang berbagai hal mengenai kebiasaan pasukan Huk. Unit ini kemudian disusupkan sebagai bagian dari anggota kelompok Huk yang beroperasi dibagian Luzon Selatan yang berusaha untuk bergabung dengan kelompok Huk di Luzon Utara. Untuk menambah kenyakinan kelompok Huk kepada unit, ini tim PSYOP memberita pertempuran palsu yang terjadi antara Force X dan dua kompi kepolisian Filipina di Luzon Selatan, berita ini disampaikan secara luas oleh tim PSYOP. Force X sendiri berhasil menyusup kedalam dua squadron kelompok Huk yang percaya akan aberita yang disampaikan oleh tim PSYOP. Setelah enam hari ketika anggota Force X merasa bahwa kelompok Huk yang asli mulai sadar akan penyusupan mereka, Force X mengkoordinir sebuah serangan yang akhirnya menghancurkan dua squadron Huk yang mereka susupi.Contoh diatas tidak hanya memperlihatkan bagaimana efek masif dai SIO tetapi juga memperlihatkan bagaimana berbagai aspek dalam operasi informasi harus terintegrasi untuk menjamin kesuksesan operasi COIN. Tentunya intelejen memainkan peran yang sangat pentingan dalam SOI, PSYOP dan juga MILDEC. III Kesimpulan Pemerintah Filipina telah berhasil dengan mengesankan menjalankan operasi informasi (OI) dalam usaha mengalahkan kelompok Huk. Dengan bantuan dari penasehat militer Amerika Serikat pemerintah Filipina mampu menjalankan taktik pengelabuhan menghalangi dan mengganggu logistik kelompok Huk yang kemudian menurunkan kesiapan kelompok Huk. Operasi PSYOP yang diorganisir dan dikoordinir dengan baik mampu mencapai hal yang tidak dicapai dengan cara konvensional yaitu menarik para pejuang Huk untuk menyerah bersamaan dengan mengambil hati populasi, PSYOP juga didukung dengan aktivitas kemasyaraktan yang mampu meningkatkan kemampuan pemerintah daam membantu dan mengatasi publik. Taktik ini terbkti mampu memenangkan hati populasi yang pada akhirnya dengan suka rela mau meberikan informasi-informasi vital yang mendukung operasi-operasi AFP. Hal ini menunjukkan bahwa operasi informasi (OI) memberikan taktik-taktik unconventional kepada pasukan yang berhadapan dengan pihak insurgen.IV. ReferensiAgoncillo, Teodoro (1990).History of the Filipino People 8th ed. Quezon City: Garotech Publishing.Bridgewater, L. Grant. Philippine Information Operations During The Hukbalahap Counterinsurgency Campaign. Joint Information Operation CentreKerkvliet, Benedict (1977).The Huk Rebellion: A Case Study of Peasant Revolt in the Philippines. London: University of California Press.Lachica, Eduardo (1971).The Huks: Philippine Agrarian Society in Revolt. New York: Preager Publishing.Lawrence M. Greenberg, The Hukbalahap insurrection : A Case Study of a Successful Anti-Insurgency Operation in the Philippines, 1946-1955, U.S. Army Center of Military HistorySaulo, Alfredo (1969).Communism in the Philippines: An Introduction. Quezon City: Ateneo de Manila Press.


Recommended