DEGRADASI EKSTRAK KASAR KULIT UDANG OLEH Mucor miehei
MENJADI GLUKOSAMIN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI
UV-Vis
(Skripsi)
Oleh
RUWAIDAH MULIANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRAK
DEGRADASI EKSTRAK KASAR KULIT UDANG OLEH Mucor miehei
MENJADI GLUKOSAMIN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI
UV-Vis
Oleh
Ruwaidah Muliana
Kitin merupakan suatu polimer tak larut yang tersusun dari residu β-1,4-N-asetil-
D-glukosamin (GlcNAc). Kitin dapat diisolasi dari kulit udang melalui dua
tahapan proses, yaitu deproteinasi dan demineralisasi. Selanjutnya kitin hasil
isolasi dapat didegradasi dengan enzim kitinase menjadi monomer-monomer dan
oligomernya oleh Mucor miehei. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendapatkan rendemen maksimum dari ekstrak kulit udang yang sudah
dihilangkan proteinnya dengan cara deproteinasi. Fermentasi selama 2 hari
dengan waktu pengambilan sampel 8, 16, 24, 32, 40, dan 48 jam. Glukosamin
dalam rendemen hasil fermentasi direaksikan menggunakan senyawa ninhidrin
0,8% dan buffer fosfat pH 6, akan membentuk Ruhemann purple
(diketohidrindamin–diketohidrindiliden) bila dipanaskan pada temperatur 1000C.
Absorbansi glukosamin dan ninhidrin diukur menggunakan spektrofotometri
UV-Vis pada λ maks 567 nm. Hasil pengukuran diplotkan ke dalam persamaan
regresi linear y = 0,0094x – 0,1238. Dari persamaan linear ini didapatkan
hasilkan glukosamin tertinggi pada fermentasi 8 jam yaitu sebesar 2,431%.
Kandungan mineral yang masih ada pada glukosamin seperti Mg2+
dan Na+
mengakibatkan aktivitas enzim kitinase menurun, oleh sebab itu rendemen yang
dihasilkan sedikit.
Kata Kunci : demineralisasi, deproteinasi, D-gukosamin, kitin, Mucor miehei. dan
spektrofotometri UV-Vis.
ABSTRACK
DEGRADATION SHRIMP SHELLS ROUGH EXTRACT BY Mucor miehei
BE GLUCOSAMINE WITH SPECTROPHOTOMETRY UV-Vis METHOD
By
Ruwaidah Muliana
Chitin is an insoluble polymer which composed by β-1,4-N-asetil-D-glucosamine
(GlcNAc) residues. Chitin can be isolated from shirmp shells through two
processes, namely deproteinization and demineralization. Furthermore, chitin can
be hidrolyzed as its monomers and oligomers by chitinase enzyme from Mucor
miehei. The aim of this research is to obtain maximum yield from shrimp shells
removed protein by deproteinization process. Fermentation during 2 days, with
sampling every 8, 16, 24, 32, 40 and 48 hours. Glucosamine from fermentation
reacted with 0.8% ninhydrin solution and phosphate buffer pH 6, resulting in a
so called Ruhemann purple color (diketohydrindamine–diketohydrindylidene)
when heated at a temperature of 1000C. Glucosamine and ninhydrin absorbance
was measured using UV-Vis spectrophotometry a maximum absorbance at 567
nm. The measurement results were plotted in a linear regression equation y =
0,0094x - 0.1238. The highest glucosamine yields during 2 days fermentation at 8
hours is equal to 2,431%. Mineral still exist in glucosamine such as Mg2+
and Na+,
to work on chitinase enzyme activity declined, therefore glucosamine yields
gained slightly.
Keywords : demineralization, deproteinization, D-gucosamine, chitin, Mucor
miehei, and spectrophotometry UV-Vis.
DEGRADASI EKSTRAK KASAR KULIT UDANG OLEH Mucor miehei
MENJADI GLUKOSAMIN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI
UV-Vis
Oleh
Ruwaidah Muliana
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Metro selama 1 tahun kemudian
melanjutkan di SMP Negeri 2 Bandar Lampung kelas VIII dan IX pada tahun
2008 dan 2009, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Sekolah Menengah
Teknologi Industri (SMTI) Bandar Lampung jurusan kimia analis pada tahun
2012. Pengalaman organisasi selama SMA adalah anggota Karya Ilmiah
Remaja (KIR) dan anggota Rohis pada tahun 2010. Tahun 2011 melakukan
Praktek Kerja Lapangan di PTPN VII Unit Usaha Bekri, Lampung Tengah.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung pada tahun 2012 melalui jalur
Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), dan merupakan
salah satu penerima beasiswa PT. Sumber Indah Perkasa, Kecamatan Katibung,
Penulis dilahirkan di Palembang, Provinsi Sumatera
Selatan pada tanggal 13 April 1994, sebagai anak kedua
dari tiga bersaudara pasangan Bapak Muslim Rachman
dan Ibu Zaitun. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di
SD Pertiwi Teladan, Metro pada tahun 2006, Sekolah
Lampung Selatan, dan juga pernah mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi
Akademik (PPA) 2012/2013, 2014/2015 dan 2015/2016.
Selama menjadi mahasiswa pernah menjadi asisten prakitum Kimia Dasar Jurusan
Agroteknologi 2014/2015, asisten pratikum Kimia Dalam Kehidupan Jurusan
Kimia 2015/2016 serta asisten pratikum Biokimia Jurusan THP dan TEP
2015/2016. Pengalaman organisasi penulis menjadi anggota bidang Sains Dan
Penalaran Ilmu Kimia (SPIK) 2013-2015, bendahara umum Rohani Islam (ROIS)
FMIPA Universitas Lampung periode 2014/2015, dan bendahara departemen
PSDM Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA Universitas Lampung
periode 2015/2016. Pada tahun 2014 dan 2016 penulis melakukan Praktek Kerja
Lapangan dan Penelitian di Laboratorium Biokimia, Jurusan Kimia, Universitas
Lampung. Penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Tiyuh
Waysido, Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Tulang Bawang Barat.
PERSEMBAHAN
Puji Syukur kepada Allah SWT, atas segala karunia yang telah
menganugerahkan nikmat iman dan islam, serta sholawat
beriring salam untuk murabbi terbaik nabi Muhammad SAW.
Dengan mengharap berkah dari Allah SWT, ku persembahkan
karya ini sebagai tanda bakti, cinta dan kasihku kepada :
Ibunda tercinta (Zaitun) dan ayahanda tercinta (Muslim Rachman)
Yang telah bersabar dalam membesarkan dan mendidikku serta
selalu medoakan, menguatkan dan mendukung segala
langkahku dalam menuju kesuksesan.
Kakak tersayang (Syafadan Muza Perdana) dan adik tersayang
(Muthiah Sari)
Yang telah menjadi penyemangat ku.
Rasa hormatku kepada
Ibu Dra Aspita Laila, M.S, Bapak Prof. Dr. John Hendri, M.S., dan
Bapak Andi Setiawan, Ph.D.
Dosen yang telah membimbingku selama mengerjakan
penelitian dan tugas akhir.
Semua Bapak dan Ibu Guru yang telah memberikan ilmu,
bimbingan dan selalu mengingatkan tentang pentingnya ilmu
dalam kehidupan ini.
Semua teman-temanku yang telah mengajarkan arti
kebersamaan, kekeluargaan, cinta dan kebahagiaan.
Serta Almamaterku
Tercinta…
Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-
Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,
dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui
akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada
kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At-taubah : 105)
“Apabila manusia telah meninggal dunia maka terputuslah
semua amalannya kecuali tiga amalan : shadaqah jariyah, ilmu
yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan dia.” (HR.
Muslim)
Ilmu lebih utama daripada harta. Sebab ilmu warisan para
nabi adapun harta adalah warisan Qorun, Firaun dan
lainnya. Ilmu lebih utama dari harta karena ilmu itu menjaga
kamu, kalau harta kamulah yang menjaganya. (Ali bin Abi
Thalib )
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT tuhan
semesta alam atas segala nikmat dan karunianya, serta rahmatnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Degradasi Ekstrak Kasar
Kulit Udang Oleh Mucor miehei Menjadi Glukosamin Dengan Metode
Spektrofotometri UV-Vis” sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains
pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Ibu Dra. Aspita Laila, M.S. selaku pembimbing I atas segala bimbingan,
motivasi, kesabaran, keikhlasan, dan ilmunya sehingga penelitian dan skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik. Atas semua yang telah beliau berikan
semoga Allah SWT memberikan keberkahan dan kemudahan kepada beliau.
2. Bapak Prof. Dr. John Hendri, M.S. selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, keikhlasan, kesabaran, waktu, dan ilmu.
Semoga Allah SWT selalu memberikan keberkahan dan kemudahan kepada
beliau.
3. Bapak Andi Setiawan, Ph.D selaku pembahas atas bimbingan, arahan, dan
semua ilmu yang telah diberikan. Semoga Allah SWT selalu memberikan
pertolongan dan membalas semua kebaikan.
4. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T selaku ketua jurusan kimia
FMIPA Unila.
5. Bapak Prof. Dr. Warsito, DEA. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
6. Ibu Dr. Noviany, M.Si. selaku pembimbing akademik atas bimbingan,
nasehat, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung atas
seluruh ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama mengikuti
perkuliahan dikampus, semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat.
8. Seluruh staf administrasi Universitas Lampung dan Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universita Lampung
9. Bapak Muslim Rachman dan Ibu Zaitun atas segala cinta, kasih sayang,
waktu, kesabaran, keikhlasan, dan ketulusan doa yang selalu beliau
panjatkan.
10. Kakak dan Adikku atas motivasinya, semoga Allah memberikan
kemudahan dan pertolongan disetiap jalanmu.
11. Guru-guruku yang telah memberikan ilmu, semangat, dan motivasinya.
Semoga Allah bisa membalas semua kebaikan kalian semua.
12. Mbak Erlita, Maul, mbak Windi dan kak Jeje sebagai rekan kerja yang telah
banyak bersabar dalam membantu menyelesaikan penelitian ini.
13. Mbak Noe atas saran, motivasi dan pembelajarannya.
14. Andi research group (Edi, Arya, Dela, Tri, Intan, Dewi dan Sofian) atas
kerjasama, bantuan, motivasi, dan kebersamaannya.
15. Penghuni Laboratorium biokimia mbak putri, mbak ana, mbak april, mbak
uswa, kak azies, pak john dan ibu john yang telah banyak membantu.
16. Sahabat hijrah jeje jean, elsa, yundadari dona, dan dedew.
17. Murni, ismi, upeh, encop, tri, arif, dan adi alay sebagai teman cerita.
18. Keluarga Kimia 2012 : Adi Setiawan, Aditian Sulung S, Agus Ardiansyah,
Ajeng Wulandari, Ana Maria K, Apri Welda, Arif Nurhidayat, Arya
Rifansyah, Atma Istanami, Ayu Imani, Ayu Setianungrum, Deborah Jovita,
Derry Vardella, Dewi Aniatul Fatimah, Diani Iska M, Dwi Anggraini, Edi
Suryadi, Eka Hurwaningsih, Elsa Zulha, Erlita Aisah, Febita Glysenda, Feby
Rinaldo Pratama K, Fenti Visiamah, Ferdinand Haryanto S, Fifi Adriyanthi,
Handri Sanjaya, Indah Wahyu P, Indri Yani Saney, Intan Mailani, Ismi
Khomsiah, Jean Pitaloka, Jenny Jesica S, Khoirul Anwar, Maria Ulfa, Meta
Fosfi B, Muhamad Rizal R, Murni Fitria, Nila Amalin N, Putri Ramadhona,
Radius Uly Artha, Riandra Pratama Usman, Rifki Husnul Khuluk, Rizal Rio
S, Rizki Putriyana, Ruliana Juni Anita, Ruwaidah Muliana, Siti Aisah, Siti
Nur Halimah, Sukamto, Susy Isnaini Hasanah, Suwarda Dua Imatu Dela,
Syathira Assegaf, Tazkiya Nurul, Tiand Reno, Tiara Dewi Astuti, Tiurma
Debora S, Tri Marital, Ulfatun Nurun, Wiwin Esty Sawita, Yepi Triapriani,
Yunsi’U Nasy’Ah, dan Zubaidi. Atas kebersamaan pertemanan,
persahabatan, dan kekeluargaannya. Semoga tali silaturahmi ini tetap ada
sampai kapanpun.
19. Para pejuang pimpinan rois periode 2014/2015, dan pimpinan BEM periode
2015/2016, semoga selalu istiqomah.
20. Teman-teman SMK (asih, tika, isma, vina, yesi, puput, ayuda, ratna, zamal,
radit, dan karel) dan SMP (fai, muti, ais, arika, christin, tia) atas semua
motivasi dan dukungannya.
21. Teman KKN tiyuh Waysido, kecamatan Tulang Bawang Udik, anak abi (lina),
dedek iyut, iin, ocha, abang ogut dan ihsan.
22. Keluarga besar Kimia 2011, 2013, 2014, dan 2015 atas kebersamaan dan
persaudaraannya selama ini.
23. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara tulus
dan ikhlas memberikan bantuan moril dan materil kepada penulis.
Bandar Lampung, September 2016
Penulis
Ruwaidah Muliana
1
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan …. ...................................................................................... 2
C. Manfaat . ........................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Udang ............................................................................................. 4
B. Mucor miehei ................................................................................. 5
C. Kitin ............................................................................................... 6
D. Kitosan ........................................................................................... 8
E. Ekstraksi Kitin ............................................................................... 9
1. Deproteinasi ............................................................................. 9
2. Demineralisasi .......................................................................... 10
F. Enzim ............................................................................................. 11
G. Kitinase .......................................................................................... 11
H. Kitindeasetilase .............................................................................. 14
I. N-asetilglukosamin ........................................................................ 15
J. Glukosamin .................................................................................... 16
K. Fermentasi Fase cair Sistem Tertutup (Batch) ............................... 17
L. Spektrofotometri UV-Vis ............................................................... 19
III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat ......................................................................... 22
B. Alat dan Bahan ............................................................................... 22
C. Prosedur ......................................................................................... 23
iii
2. Isolasi Kitin .............................................................................. 23
D. Persiapan Isolat Mucor miehei ....................................................... 24
1. Pembuatan Potato Extract........................................................ 24
2. Media PDA (Potato Dextrose Agar) dan Pertumbuhan Mucor
miehei pada Media PDA ......................................................... 24
3. Media PDL (Potato Dextrose Liquid) dan Pertumbuhan
Mucor miehei pada Media PDL ............................................... 25
4. Larutan Buffer Sitrat pH 4 ....................................................... 25
5. Pembuatan Inokulum Mucor miehei ........................................ 26
6. Fermentasi Fase Cair Tertutup Pada Kulit Udang Tanpa
Protein Dengan Mucor miehei ................................................. 26
E. Karakterisasi Glukosamin .............................................................. 27
1. Analisa Glukosamin dengan Spektrofotometer UV-Vis .......... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Kulit Udang Bebas Protein .......................................... 30
B. Peremajaan Mucor miehei .............................................................. 31
C. Fermentasi Fase cair Sistem Tertutup (Batch) ............................... 32
D. Spektrofotometri UV-Vis ............................................................... 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................... 39
B. Saran .............................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 41
LAMPIRAN .................................................................................................... 46
4
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Absorbansi Deret Standar Glukosamin ................................................... 49
2. Absorbansi Sampel Hasil Fermentasi .................................................... 49
3. Kosentrasi Glukosamin Sebenarnya Dalam Hasil Fermentasi ............... 49
4. Kadar Glc Dalam Hasil Fermentasi ....................................................... 51
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur kitin ........................................................................................... 7
2. Struktur Kitosan ...................................................................................... 9
3. Kerja Enzim Endokitinase dan Eksokitinase .......................................... 12
4. Reaksi pemutusan diasetilkitobiose, kitotriose dan kitotetraose dan
menghasilkan monomer-monomer GIcNAc ........................................... 13
5. Jalur degradasi kitin secara enzimatik .................................................... 13
6. Struktur N-asetilglukosamin .................................................................. 16
7. Struktur D-glukosamin ............................................................................ 17
8. Skema Kerja Spektrofotometri UV-Vis... ............................................... 20
9. Kurva Standar Glukosamin ..................................................................... 33
10. Kurva Sampel Hasil Fermentasi ............................................................ 34
11. Persentase Rendemen Glukosamin Hasil Fermentasi ............................. 36
12. Warna biru α standar Glc, warna merah α sampel .................................. 37
13. Struktur pepton ........................................................................................ 38
14. Filtrat hasil deproteinasi (a), filtrat deproteinasi direaksikan dengan
CUSO4 (b) ............................................................................................... 47
15. Kulit udang bebas protein setelah dioven suhu 600C selama 6 jam........ 47
vi
16. Bentuk Spora Mucor ............................................................................... 47
17. Isolat Mucor murni (a) isolate Mucor terkontaminasi (b) ....................... 48
18. Fermentasi Kulit Udang Tanpa Protein .................................................. 48
19. Hasil Fermentasi 8, 16, 24 jam (a) Hasil Fermentasi 32, 40, 48 jam (b) 52
20. Perubahan Warna Ruhemann Purple ...................................................... 52
21. Perubahan warna pepton dan perubahan warna glukosamin .................. 52
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peluang bisnis di sektor ekspor non migas seperti ekspor udang merupakan
bisnis yang cukup menjanjikan. Ditambah lagi dengan permintaan konsumen
dari tahun ke tahun selalu meningkat. Menurut data dari Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan produksi udang
terus meningkat dengan kenaikan rata-rata selama lima tahun terakhir sebesar
13,83% per tahun. Hal ini akan menimbulkan masalah yaitu banyaknya
limbah yang dihasilkan dari kepala dan cangkang udang.
Pengolahan limbah udang di Indonesia hanya dimanfaatkan sebagai bahan
baku utama pembuatan terasi dan kerupuk udang. Namun memanfaatkan
limbah udang menjadi glukosamin dapat meningkatkan nilai jual yang lebih
tinggi. Glukosamin merupakan monomer penyusun membentuk polimer kitin.
Limbah kulit udang terdiri dari tiga komponen utama yaitu protein (25-44%),
kalsium karbonat (45-50%), kitin (15-20%) (Fohcher, 2009). Kitin dapat
didegradasi menjadi glukosamin dengan menggunakan mikroorganisme
penghasil enzim kitinase dan enzim deasetilase yaitu jamur Mucor miehei.
2
Pembuatan glukosamin dari kitin dalam waktu fermentasi 7 hari dengan
pengambilan sampel setiap satu hari menggunakan Mucor miehei didapatkan
hasil optimum sebanyak 88% glukosamin pada hari ke empat dengan
kemurnian sebesar 97,3% (Yolanda, 2014). Kemudian dilakukan penelitian
fermentasi dengan Actinomycetes ANL-4 selama 4 jam dengan pengambilan
sampel setiap 1 jam sekali, didapatkan hasil optimum sebanyak 69%
glukosamin pada fermentasi 3 jam dengan kemurnian sebesar 99,7% (Robiah,
2015).
Berdasarkan referensi tersebut akan dilakukan penelitian yaitu melihat berapa
lama waktu yang dibutuhkan enzim kitinase dan deasetilase tersebut mulai
bekerja mendegradasi ekstrak kasar kulit udang menjadi glukosamin serta
lama waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah optimum
glukosamin. Pemetaan atau mapping akan dilakukan dengan waktu fermentasi
selama 2 hari dalam pengambilan sampel setiap 1 hari (replikat 8, 16 dan 24
jam), dimana sampel yang digunakan adalah serbuk kulit udang yang telah
dihilangkan kandungan proteinnya dengan cara menambahkan NaOH 20%
(deproteinasi).
B. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan rendemen glukosamin optimum pada fermentasi dalam waktu
2 hari.
3
2. Menentukan waktu optimum yang dibutuhkan enzim kitinase dalam
bekerja mendegradasi ekstrak kasar kulit udang menjadi glukosamin.
3. Menentukan pengaruh proses demineralisasi terhadap glukosamin yang
diperoleh.
4. Mengkarakterisasi glukosamin yang diperoleh dengan Spektrofotometer
UV-Vis.
C. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi Mucor
miehei dalam menghasilkan enzim kitinase, serta pemanfaatan limbah kulit
udang deprotein sebagai bahan baku utama pembuatan glukosamin yang lebih
menguntungkan baik dari segi ekonomi maupun lingkungan hidup.
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Udang
Bagian udang yang dimanfaatkan sebagai pangan terutama adalah daging
udang. Bagian udang yang tidak dikonsumsi manusia dapat menjadi limbah
udang. Limbah udang berasal dari kulit, kepala dan ekor udang. Limbah kepala
udang mencapai 35% -50% dari total berat udang. Di Indonesia sebagian
limbah udang telah dimanfaatkan untuk pembuatan kerupuk udang, terasi, dan
bahan pencampur pakan ternak. Pada negara maju seperti Amerika dan Jepang,
limbah udang telah dimanfaatkan antara lain pada industri farmasi, biokimia,
biomedikal, pangan, pertanian, dan kesehatan. Hal ini karena limbah udang
dapat dimanfaatkan sebagai zat pembuat kitosan. Limbah udang memiliki
potensi yang besar untuk diolah menjadi kitosan karena ketersediaan limbah
udang sebagai bahan baku cukup besar dan mudah diperoleh (Widodo, 2006).
Produksi udang Indonesia rata-rata meningkat sebesar 7,4% pertahun. Pada
tahun 2001 produksinya mencapai 633.681 ton. Jika diasumsikan laju produksi
tetap, maka pada tahun 2004 potensi udang diperkirakan sebesar 785.025 ton.
Dari jumlah itu, 60-70% menjadi limbah (bagian kulit, kepala dan ekor).
5
Melalui proses demineralisasi dan deproteinisasi dengan rendemen 20% akan
dihasilkan kitin sebesar 157.005 ton. Pada proses deasetilasi kitin dengan
rendemen 80% akan diperoleh kitosan sebesar 125.604 ton (Widodo, 2006).
Dengan demikian limbah udang sangat potensial untuk dimanfaatkan. Limbah
kulit udang terdiri dari tiga komponen utama yaitu protein (25%-44%),
kalsium karbonat (45%-50%), dan kitin (15%-20%) (Fohcher, 2009). Kitin
mempunyai struktur yang sama walaupun berasal dari sumber yang berbeda,
tetapi assosiasinya dengan protein dan kalsium karbonat berbeda kadarnya.
B. Mucor miehei
Jamur adalah sekelompok organisme yang digabungkan dalam takson
Kingdom Fungi berdasarkan sistem Whitaker. Kingdom fungi mempunyai ciri
khas yaitu bersifat heterotrof yang mengabsorbsi nutrien dan memiliki kitin
pada dinding selnya. Jamur benang atau kapang adalah golongan fungi yang
membentuk lapisan jaringan miselium dan spora yang tampak. Miseliumnya
terdiri dari filamen tubular yang tumbuh yaitu hifa (Singleton dan Sainsbury,
2006). Jamur dapat bersifat sapotrof yaitu dengan mendapatkan nutrisi dari
organisme lain yang telah mati, ada juga yang bersifat parasit dengan
mengisap nutrisi dari organisme lain yang hidup, atau dengan bersimbiosis
mutualisme dengan satu organisme (Sadava, 2003).
Mucor adalah genus fungi yang berasal dari ordo Mucorales yang merupakan
fungi tipikal saprotrop pada tanah dan serasah tumbuhan yang mampu
6
menghasilkan enzim kitindeasetilase pada substrat kitin atau kulit Crustaceae
dan media cair yang mengandung nutrien yang diperlukan. Mucor berkembang
biak secara aseksual dengan membentuk sporangium yang ditunjang oleh
batang yang disebut sporangiofor. Hifa vegetatifnya bercabang-cabang, bersifat
senositik dan tidak bersepta. Ciri khas pada Mucor adalah memiliki
sporangium yang berkolom-kolom atau kolumela.
Mucor miehei sebagai salah satu anggota ordo Mucorales mempunyai talus
yang berupa miselium yang lebat. Pembiakkan aseksual dilakukan dengan
spora tak berflagel (Aplanospora). Aplanospora terbentuk dalam sporangium
dan sporangium terletak pada ujung sporangiofor atau pada ujung cabang-
cabangnya. Pembiakkan seksual pada Mucorales berlangsung dengan
bersatunya dua gametangium yang berinti banyak. Gametangium terbentuk
pada ujung hifa atau ujung cabang hifa (Singleton dan Sainsbury, 2006).
C. Kitin
Kitin merupakan suatu polimer linier yang sebagian besar tersusun dari unit-
unit β-(1→4)-2-asetamida-2-deoksi-β-D-glukopiranosa dan sebagian dari β-
(1→4)-2-amino-2-deoksi-β-D-glukopiranosa (Kumirska et al., 2010). Kitin
terdistribusi luas di lingkungan biosfer seperti pada kulit crustacea (kepiting,
udang, dan lobster), ubur-ubur, komponen struktur eksternal insekta, dinding
sel fungi (22-40%), alga, nematoda ataupun tumbuhan (Gohel et al., 2004).
Rantai kitin antara satu dengan yang lainnya berasosiasi melalui ikatan
hidrogen yang sangat kuat antara gugus N-H dari satu rantai dengan gugus
7
C=O dari rantai lain yang berdekatan. Ikatan hidrogen ini menyebabkan kitin
tidak larut dalam air dan membentuk serabut (fibril) (Suryanto dan Yurnaliza,
2005).
Gambar 1. Struktur kitin (Murray et al., 2003)
Dalam hal kelarutan kitin berbeda dengan selulosa karena kitin merupakan
senyawa yang stabil terhadap pereaksi kimia. Kitin bersifat hidrofobik, tidak
larut dalam air, alkohol dan hampir semua pelarut organik. Kitin dapat larut
dalam asam klorida, asam sulfat dan asam fosfat pekat. Aplikasi kitin yang
utama adalah sebagai senyawa pengkelat logam dalam instalasi pengolahan
air bersih atau limbah, kosmetik sebagai fungisida dan fungistatik
penyembuh luka. Kitin bersifat biodegradable, biocompatible,
citocompatible, dan mempunyai bioaktivitas serta daya adsorpsi yang
ditentukan oleh sifat biologi dan fisikokimiawinya (Kumirska, et al., 2010).
Proses isolasi kitin biasanya terdiri dari demineralisasi, deproteinisasi dan
pemutihan (bleaching). Dua tahap pertama dapat dilakukan dengan urutan
yang sebaliknya atau saling dipertukarkan tergantung kepada pemisahan
karotenida dan protein dan penggunaan kitin yang dihasilkan. Kitin yang
8
akan digunakan untuk absorben atau penjerat enzim harus didahului oleh
didemineralisasi, karena pemisahan garam akan mengisi dan melindungi
struktur materi kitin menjamin deasetilasi polisakarida pada penembahan
alkali selama depeoteinisasi. Akan tetapi deprotenisasi harus dilakukan lebih
dulu untuk memproses cangkang yang sebelumnya telah diekstraksi dengan
minyak untuk memisahkan karotenoidnya (Synoweiecky and Al-Khateeb,
2003).
D. Kitosan
Kitosan disebut juga dengan β-1,4-2-amino-2-dioksi-D-glukosa. Senyawa
ini memiliki bentuk seperti lembaran tipis dan berserat, berwarna putih atau
kuning, tidak berbau, dan memiliki sifat tidak larut dalam air, sedikit larut
dalam HCl, HNO3, dan H3PO4 serta tidak larut dalam H2SO4. Kitosan
memiliki struktur yang mirip dengan kitin, hanya saja gugus asetilnya telah
dihilangkan dengan menggunakan basa kuat. Adanya gugus amina dan
hidroksil pada kitosan menjadikan sifatnya lebih aktif dan bersifat
polikationik (Murray et al., 2003).
Di alam kitosan banyak terdapat pada dinding sel jamur, terutama pada
ordo Mucorales, dimana sebagian besar penyusun komponen dinding selnya
adalah kitosan dan pada Saccharomyces cerevisiae, kitosan merupakan
penyusun utama pada askospora. Struktur kitosan dapat dilihat pada
Gambar 2.
9
Gambar 2. Struktur Kitosan (Murray et al., 2003)
Dewasa ini, kitosan telah banyak digunakan dalam banyak bidang, dalam
kosmetik, farmasi, tambahan makanan, dan pertanian (Kannan et al., 2010).
Kitosan berfungsi menyerap zat racun, mencegah plak dan kerusakan gigi,
membantu mengontrol tekanan darah, memebantu menjaga pengayaan
kalsium (Ca) atau memperkuat tulang, dan bersifat anti tumor.
E. Ekstraksi Kitin
Kulit udang mengandung protein (25-40 %), kalsium karbonat (45-50%), dan
kitin (15-20%), namun besarnya kandungan tersebut bergantung pada jenis
udangnya (Foucher et al., 2009). Ekstraksi kitin dari kulit udang dilakukan
melalui dua tahapan proses yaitu penyisihan protein (deproteinasi) dan
penyisihan kalsium karbonat (demineralisasi). Kedua tahapan proses dalam
ekstraksi kitin tersebut dapat dilakukan secara kimia maupun biologi (Beaney
et al., 2005).
1. Deproteinasi
Protein yang terikat secara fisik dalam kulit udang dapat dihilangkan dengan
perlakuan fisik seperti pengecilan ukuran dan pencucian dengan air. Adapun
10
protein yang terikat secara kovalen dapat dihilangkan dengan perlakuan
kimia yaitu pelarutan dalam larutan basa kuat atau dengan perlakuan
biologis (Synowiecki and Al-Khateeb, 2003). Namun, deproteinasi
menggunakan basa kuat NaOH lebih sering digunakan karena lebih mudah
dan efektif. NaOH mampu memperbesar volume partikel bahan (substrat),
sehingga ikatan antar komponen menjadi renggang, juga mampu
menghidrolisis gugus asetil pada kitin sehingga kitin akan mengalami
deasetilasi dan berubah menjadi kitosan yang menyebabkan kadar kitin
berkurang.
2. Demineralisasi
Kulit udang mengandung mineral 30-35% (berat kering), komposisi yang
utama adalah kalsium karbonat. Komponen mineral ini dapat dilarutkan
dengan penambahan asam seperti asam klorida, asam sulfat, atau asam
laktat (Synowiecki and Al-Khateeb, 2003). Demineralisasi optimum dapat
diperoleh dengan ekstraksi menggunakan HCl 1,0 M yang diinkubasi pada
suhu 75 0C selama 1 jam (Bahariah, 2005).
Proses demineralisasi sebaiknya dilakukan setelah proses ekstraksi protein
karena penambahan larutan alkali pada proses sebelumnya akan
memberikan efek penstabil pada kulit udang dan memaksimalkan produk
dan kualitas protein yang dihasilkan. Kontaminasi protein pada cairan
ekstrak mineral dapat terjadi apabila proses demineralisasi dilakukan
sebelum proses deproteinasi (Angka dan Suhartono, 2000).
11
F. Enzim
Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup,
dan mempunyai fungsi penting sebagai biokatalisator reaksi biokimia yang
secara kolektif membentuk metabolisme-perantara dari sel. Enzim dapat
mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi bebas pengaktifan.
Katalis bergabung dengan reaktan sedemikian rupa sehingga dihasilkan
keadaan transisi yang mempunyai energi bebas pengaktifan yang lebih rendah
dari pada keadaan transisi tanpa katalis. Setelah reaksi terbentuk, katalis
dibebaskan kembali ke keadaan semula (Lehninger, 2005). Kelebihan enzim
dibandingkan katalis biasa adalah (1) dapat meningkatkan produk lebih tinggi;
(2) bekerja pada pH yang relatif netral dan suhu yang relatif rendah; dan (3)
bersifat spesifik dan selektif terhadap substrat tertentu. Enzim telah banyak
digunakan dalam bidang industri pangan, farmasi, dan industri kimia lainnya.
Enzim dapat diisolasi dari hewan, tumbuha, dan mikroorganisme (Azmi,
2006).
G. Kitinase
Kitinase merupakan glikosil hidrolase yang mengkatalisis degradasi kitin. Enzim
ini ditemukan dalam berbagai organisme, termasuk organisme yang tidak
mengandung kitin dan mempunyai peran penting dalam fisiologi dan ekologi
(Tomokazu et al., 2004). Suryanto et al., (2005) membagi kitinase dalam tiga tipe
yaitu :
12
1. Endokitinase yaitu kitinase yang memotong secara acak ikatan β-1,4 bagian
internal mikrofibril kitin. Produk akhir yang terbentuk bersifat mudah larut
berupa oligomer pendek N-asetilglukosamin (GIcNAc) yang mempunyai berat
molekul rendah seperti kitotetraose.
2. Eksokitinase dinamakan juga kitobiodase atau kitin 1,4-β-kitobiodase, yaitu
enzim yang mengatalisis secara aktif pembebasan unit-unit diasetilkitobiose tanpa
ada unit-unit monosakarida atau polisakarida yang dibentuk. Pemotongan hanya
terjadi pada ujung non reduksi mikrofibril kitin dan tidak secara acak.
Gambar 3. Kerja Enzim Endokitinase dan Eksokitinase(Suryanto et al., 2005)
3. β-1,4-N-asetilglukosaminidase merupakan suatu kitinase yang bekerja pada
pemutusan diasetilkitobiose, kitotriose dan kitotetraose dengan menghasilkan
monomer-monomer GIcNAc.
13
Gambar 4. Reaksi pemutusan diasetilkitobiose, kitotriose dan kitotetraosedan menghasilkan monomer-monomer GIcNAc (Suryanto et al., 2005)
Gambar 5. Jalur degradasi kitin secara enzimatik (Gooday, 1994).
Enzim kitinase banyak dihasilkan oleh organisme seperti bakteri, fungi,
khamir, tumbuhan, insekta, protozoa, manusia, dan hewan (Gohel et al.,
2004). Kitinase oleh bakteri dihasilkan secara ekstraseluler dan digunakan
untuk pengambilan nutrisi dan parasitisme (Patil et al., 2000). Kitinase pada
fungi berperan dalam pengaturan fisiologis saat pembelahan sel, diferensiasi,
14
dan aktivitas mikoparasit. Khamir menggunakan kitinase untuk proses
pembagian sel selama pertunasan dan untuk mekanisme perlawanan terhadap
fungi lain. Tumbuhan menggunakan kitinase untuk mendegradasi dinding sel
fungi patogen. Insekta menggunakan kitinase untuk perkembangannya (Gohel
et al., 2004).
H. Kitindeasetilase
Enzim kitin deasetilase terdapat bakteri laut, beberapa jamur dan beberapa
serangga, yang mengkatalisis proses deasetilasi kitin, suatu biopolimer struktural
yang ditemukan mikroorganisme laut, sel jamur dan dinding spora serta kutikula
dan peritrofik matriks serangga (Zhao et al., 2010). Kitin deasetilase pertama kali
ditemukan dari ekstrak jamur Mucor rouxii (Araki et al., 1975) dan lebih lanjut
diketahui bahwa enzim tersebut dikaitkan dengan sintesis dinding sel dengan
mengubah kitin menjadi kitosan.
Sampai saat ini sudah banyak dilakukan penelitian mengenai enzim kitin
deasetilase. Penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mempelajari sifat-sifat
yang dimiliki oleh enzim kitin deasetilase (Zhao et al., 2010), antara lain yaitu:
1. Masa Molekular
Massa molekul untuk sebagian besar kitin deasetilase adalah dalam kisaran 25
sampai 80 kDa.
2. Suhu dan pH Optimum
Menurut hasil yang dilaporkan, pH optimum untuk kitin deasetilase
ekstraseluler adalah netral atau dalam kisaran basa 7-12, sementara sebagian
15
kitin deasetilase intraseluler yang nilai pH optimal berada dalam kisaran 4,5-
6. Suhu optimal adalah 50-60 °C.
3. Substrat Spesifik
Caufrier et al. (2003) menguji asetil xilan, peptidoglikan dan kitin sebagai
substrat untuk kitin deasetilase dari M. rouxii dan asetil xilan esterase dari
Streptomyces lividans. Semua enzim diuji untuk menentukan aktif tidaknya
pada asetil xilan, peptidoglikan, dan kitin. Hasil menunjukkan bahwa enzim
kitin deasetilase tidak aktif pada peptidoglikan tetapi aktif pada asetil xilan.
Hal ini menjelaskan bahwa baik kitin deasetilase dan asetil xilan esterase
memiliki domain katalitik yang sama.
I. N-asetilglukosamin
N-asetilglukosamin adalah suatu bagian monosakarida dari glukosa. Secara
kimia merupakan amida antara glukosamin dan asam asetat. Struktur
molekulnya adalah C8H15NO6, massa molar 221,21 g/mol dan zat ini
merupakan bagian penting dalam sistem biologi.
Gambar 6. Struktur N-asetilglukosamin
N-asetilglukosamin (C6H13NO5) merupakan gula amino dan di negara maju
telah diproduksi secara komersial mengingat manfaatnya di berbagai industri,
seperti bidang kesehatan, farmasi, biokimia, bioteknologi, kosmetika,
16
biomedika, pangan, tekstil, kertas, dan lain-lain. Pemanfaatan tersebut
didasarkan atas sifat-sifatnya yang dapat digunakan sebagai pengemulsi,
koagulasi, pengkhelat, dan penebal emulsi. Berbeda dengan kitin, N-
asetilglukosamin bersifat mudah larut dalam air, sedikit larut dalam metanol
yang dipanaskan dan tidak larut dalam dietileter. N-asetilglukosamin sering
ditemukan sebagai komponen utama pada rangka luar Crustacea, Arthropoda,
dan cendawan (Horton, 2009).
J. Glukosamin
Glukosamin (2-amino-2-deoxyglucose, chitosamin) adalah gula amino yang
diperoleh dari proses hidrolisis kitin (Shantosh et al. 2007). Glukosamin pertama
kali diidentifikasi oleh Dr. Georg Ledderhose pada tahun 1876, tetapi struktur
stereokimia tidak sepenuhnya diketahui sampai ditemukan oleh Walter Haworth
pada tahun 1939 (Horton et al, 2009). Glukosamin merupakan salah satu senyawa
gula amino yang ditemukan secara luas pada tulang rawan dan memiliki peranan
yang sangat penting untuk kesehatan dan kelenturan sendi (EFSA 2009).
Glukosamin (C6H13NO5) merupakan gula amino dan prekursor penting dalam
sintesis biokimia dari protein glikosilasi dan lipid. Glukosamin ditemukan sebagai
komponen utama dari rangka luar Crustacea, Arthropoda, dan cendawan.
Glukosamin merupakan salah satu monosakarida yang banyak dijumpai. Dalam
industri, glukosamin diproduksi dengan cara hidrolisis rangka luar Crustacea.
17
Gambar 7. Struktur D-glukosamin
Golongan hewan dan jamur tersebut tersusun atas kitin, dimana kitin merupakan
prekusor kitosan, dan kitosan sendiri merupakan polimer dari glukosamin (D-
glukosamin). Glukosamin dapat berfungsi sebagai pengemulsi, koagulasi,
pengkhelat dan penebal emulsi (Anonim, 2007).
K. Fermentasi Fase cair Sistem Tertutup (Batch)
Fermentasi merupakan proses dimana komponen-komponen kimiawi
dihasilkan sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikroba
yang mencakup proses aerob dan anaerob. Fermentasi dapat meningkatkan
nilai gizi bahan yang berkualitas rendah sehingga berfungsi dalam pengawetan
bahan dan merupakan suatu cara untuk menghilangkan zat antinutrisi atau
racun yang terkandung dalam suatu bahan makanan. Fermentasi dapat
dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam (submerged).
Medium kultur permukaan dapat berupa medium padat maupun medium cair.
Sedangkan kultur terendam dilakukan dalam media cair menggunakan
bioreaktor yang dapat berupa labu yang diberi aerasi, labu yang digoyang
dengan shaker atau fermentor.
18
Kondisi yang optimum untuk fermentasi tergantung pada jenis
mikroorganisme yang digunakan. Pengendalian faktor-faktor fermentasi
bertujuan untuk menciptakan kondisi yang optimum bagi pertumbuhan dan
produksi metabolit yang diinginkan dari suatu mikroorganisme tertentu.
Fermentasi medium cair lebih memungkinkan adanya pengendalian faktor-
faktor fisik dan kimia yang mempengaruhi proses fermentasi seperti suhu, pH,
dan kebutuhan oksigen (Ton et al.,2010).
Fermentasi medium cair dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu fermentasi
tertutup (batch culture) dan fermentasi kontinyu (fed batch). Pada fermentasi
tertutup, setelah inokulasi tidak dilakukan lagi penambahan medium kedalam
fermentor, kecuali pemberian oksigen (udara steril), antibuih dan asam atau
basa yang mengatur pH. Karena itu pada sistem tertutup ini, dengan sekian
lamanya waktu fermentasi, laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme semakin
menurun sampai akhirnya pertumbuhan terhenti. Penurunan dan berhentinya
pertumbuhan disebabkan karena dengan semakin bertambahnya waktu fermentasi
nutrien-nutrien esensial dalam medium semakin berkurang atau terjadi akumulasi
autotoksin yang mempengaruhi laju pertumbuhan atau kombinasi dari keduanya.
Dengan demikian pada fermentasi tertutup jumlah sel pada fase stationer
merupakan jumlah sel maksimum.
Keuntungan Fermentasi Fase Cair Sistem Tertutup (Batch)
Dibandingkan dengan medium padat, medium cair memiliki beberapa kelebihan,
yaitu (Weites et al.,2001):
19
a. Jenis dan konsentrasi komponen-komponen dapat diatur sesuai dengan yang
diinginkan.
b. Dapat memberikan kondisi yang optimum untuk pertumbuhan.
c. Pemakaian medium lebih efisien.
L. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan
fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditranmisikan atau
yang diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang
kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko
dan suatu alat untuk mengukur pebedaan absorpsi antara sampel dan blangko
ataupun pembanding (Khopkar, 2002).
Spektroskopi UV-Vis melibatkan absorpsi radiasi elektromagnetik dari
kisaran 200-800 nm dan kemudian eksitasi elektron ke tingkat energi lebih
tinggi. Absorpsi cahaya ultraviolet/tampak oleh molekul organik terbatas
hanya untuk beberapa gugus fungsi (kromofor) yang mengandung elektron
valensi dari energi eksitasi yang rendah. Spektrum UV-Vis merupakan
spektrum yang kompleks dan nampak seperti pita absorpsi berlanjut, hal ini
dikarenakan gangguan yang besar dari transisi rotasi dan vibrasi pada transisi
elektronik memberikan kombinasi garis yang tumpang tindih (overlapping)
(Hunger and Weitkamp, 2001).
20
Gambar 8. Skema kerja spektrofotometri UV-Vis (Anonim, 2014)
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri
ultraviolet (Rohman, 2007), yaitu:
1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum
Panjang gelombang yang digunakn untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk memperoleh panjang
gelombang serapan maksimum dapat diperoleh dengan membuat kurva
hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan
baku dengan konsentrasi tertentu.
2. Pembuatan kurva kalibrasi
Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi
kemudian asorbansi tiap konsentrasi di ukur lalu dibuat kurva yang merupakan
hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi yang lurus
menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi.
21
3. Pembacaan absorbansi sampel
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai
0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal ini disebabkan
karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang
terjadi adalah paling minimal.
Spektrofotometer UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel yang
berupa larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu
diperhatikan pelarut yang dipakai (Mulja dan Suharman, 1995), antara lain:
1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi
pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.
2. Tidak berinteraksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.
3. Kemurniannya harus tinggi untuk analisis.
23
III. METODELOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada tanggal Maret 2016 hingga Juni 2016 di
Laboratorium Biokimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, shaker,
Heating Magnetic Strirer, pH meter, mikropipet, Laminar air flow, Inkubator
Memmer-Germany/INCO2, centrifuge Hitachi/ CF 16 RX II, digital
waterbath Wiggen Houser, autoclave, Frezeer, neraca digital Wiggen Houser,
termometer, mortar, oven, Shaker Incubator, penangas air dan
Spektofotometer UV-Vis.
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah standar Glukosamin WAKO
Jepang, standar kitin produk WAKO Jepang, kentang, agar for microbiology,
dekstrosa, laktosa, bakto pepton, amonium sulfat ((NH4)2SO4), urea, kalium
hidrogen sulfat (KHSO4), besi (II) sulfat heptahidrat (FeSO4.7H2O),
23
Kalsium klorida (CaCl2.2H2O), seng (II) sulfat heptahidrat (ZnSO4.7H2O),
asam sitrat, natrium sitrat, ninhidrin, natrium hidrogen fosfat (Na2HPO4.2H2O),
natrium dihidrogen fosfat (NaH2PO4.2H2O), isolat Mucor miehei, NaOH,
kertas saring, aquades, dan indikator universal.
C. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Sampel
Cangkang kulit udang dibersihkan, direbus dan dikeringkan, kemudian
dihaluskan menggunakan blender kering hingga ukuran 10-40 mesh yang
selanjutnya disebut sampel.
2. Isolasi Kitin
Proses Isolasi kitin terdiri atas tiga tahap, yaitu: deproteinasi yang
merupakan proses pemisahan protein dari sampel, demineralisasi yang
merupakan proses pemisahan mineral, dan depigmentasi yang merupakan
tahap pemutihan kitin. Depigmentasi ini bertujuan untuk menghilangkan zat
warna (pigmen) yang terdapat pada sampel dari kitin. Untuk kerja praktik
ini pembuatan kitin secara kimia hanya dilakukan sampai tahap
deproteinasi.
a. Deproteinasi
Sebanyak 100 gram sampel ditempatkan dalam bejana tahan asam dan
basa yang dilengkapi pengaduk dan termometer, kemudian ditambahkan
24
1 L NaOH 20%. Setelah itu sampel diletakkan dalam penangas air dan
didiamkan selama 1 jam pada suhu 90o C (Pareira, 2004). Setelah itu
dilakukan penyaringan sehingga diperoleh residu dan filtrat. Filtrat diuji
dengan CuSO4, protein dengan CuSO4 akan membentuk senyawa
kompleks berwarna ungu untuk membuktikan bahwa protein berhasil
dipisahkan dari kitin melalui deproteinasi. Residunya dicuci dengan
akuades hingga pH netral yang diukur dengan indikator universal.
Kemudian residu dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 24
jam, sehingga diperoleh kitin kering.
D. Persiapan Isolat Mucor miehei
1. Pembuatan Potato Extract
Sebanyak 200 gram kentang dikupas kulitnya lalu dipotong seperti dadu
dan direbus dalam 1000 mL akuades selama 1 jam setelah mendidih.
Setelah kondisi tercapai, disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh
ekstrak kentang yang bening. Ekstrak kentang disimpan dalam botol reagen
lalu disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121˚C dan tekanan 1 atm
selama 20 menit. Ekstrak kentang yang telah disterilisasi, didinginkan pada
suhu kamar kemudian disimpan dalam lemari pendingin (kulkas) (DZMZ,
2013).
25
2. Media PDA (Potato Dextrose Agar) dan Pertumbuhan Mucor miehei pada
Media PDA
Sebanyak 100 mL potato extract ditambahkan 4 gram dekstrosa dan 3
gram agar dalam labu Erlenmeyer 250 mL lalu disterilisasikan dengan
autoclave pada suhu 121˚C dan tekanan 1 atm selama 20 menit (DSMZ,
2013). Setelah itu media PDA ini di-UV selama 10 menit dalam Laminar
Air Flow dan dituang ke dalam cawan petri. Strain jamur Mucor miehei
ditumbuhkan kurang lebih selama 5 hari sampai spora jamur ini tumbuh
(Alves et al., 2005).
3. Media PDL (Potato Dextrose Liquid) dan Pertumbuhan Mucor miehei
pada Media PDL
Sebanyak 100 mL potato extract ditambahkan 4 gram dekstrosa dalam
labu Erlenmeyer 250 mL lalu disterilisasikan dengan autoclave pada suhu
121˚C dan tekanan 2 atm selama 20 menit. Setelah itu media PDL ini di-
UV selama 10 menit dalam Laminar Air Flow. Spora kultur 5 hari
dipisahkan dan dimasukkan dalam media PDL dan diletakkan dalam
shaker incubator dengan kecepatan 175 rpm pada suhu 30˚C selama ± 5
hari (Alves et al., 2005).
4. Larutan Buffer Sitrat pH 4
Sebanyak 0,96 gram asam sitrat dilarutkan dalam 50 mL akuades dalam
labu takar 50 mL dan dikocok hingga homogen. Larutan ini merupakan
larutan stok A. Kemudian dilarutkan sebanyak 0,65 gram natrium sitrat
26
dalam 25 mL akuades dalam labu volumetrik 25 mL dan dikocok hingga
homogen. Larutan ini merupakan larutan stok B. Sebanyak 33 mL larutan
stok A (asam sitrat 0,10 M) dan 17 mL larutan stok B (natrium sitrat 0,10
M) dilarutkan dalam 100 mL akuades dalam labu volumetrik 100 mL
(Mardiana, 2002).
5. Pembuatan Media Inokulum Mucor miehei
Substrat yang digunakan adalah kitin yang telah dicuci terlebih dahulu
dengan 0,5% NaOH selama satu jam berdasarkan metode Gray et al.
(1978). Selanjutnya kitin disaring, dibilas dengan akuades, dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 60̊ C selama 24 jam. Sebanyak 0,1
gram substrat kitin dimasukan ke dalam 7 labu Erlenmeyer 100 mL,
kemudian ditambahkan 0,01 gram laktosa; 0,03 gram bakto pepton; 0,14
gram amonium sulfat; 0,03 gram urea; 0,2 gram kalium dihidrogen sulfat;
0,03 gram besi (II) sulfat heptahidrat; 0,03 gram kalsium klorida; dan
0,029 gram seng (II) sulfat heptahidrat, serta dilarutkan dalam 10 mL
buffer sitrat pH 4. Selanjutnya campuran diaduk sampai homogen lalu
disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121˚C dan tekanan 1 atm selama
20 menit. Kemudian media didinginkan pada suhu ruang dalam Laminar
Air Flow. Sebanyak 1 mL kultur awal dari media PDL diinokulasikan ke
dalam media ini dan difermentasi pada 30 ˚C dalam shaker-incubator
dengan kecepatan 250 rpm selama 7 hari (Chahal et al., 2001).
27
6. Fermentasi Fase Cair Sistem Tertututp (Batch) Kulit Udang Bebas Protein
dengan Mucor miehei
Fermentasi batch dilakukan dengan menggunakan shaker incubator dengan
sistem tertutup. Substrat yang digunakan adalah kulit udang tanpa protein.
Sebanyak 1 g substrat kitin dimasukkan dalam Labu Duran 250 mL. Substrat
kemudian direndam dengan larutan mineral garam sebagai media dan pH
larutan dikondisikan pada 7,0 dengan menggunakan buffer fospat pH 7
kemudian media disterilisasi dengan autoclave pada 1 atm temperatur 1210C
selama 20 menit. Kultur awal diinokulasikan dalam media kitin dengan
perbandingan 1 : 1 (Tabel 2), lalu difermentasikan pada 30oC dengan shaking
250 rpm selama 2 hari dengan pengambilan glukosamin setiap 1 hari (replikat
8, 16 dan 24 jam) waktu fermentasi (Chahal et al, 1996).
Sejumlah hasil dari fermentasi batch dipanaskan dengan waterbatch pada
suhu 70oC selama 45 menit. Kemudian dicampur dengan 5 mL air destilasi
dengan membiarkan tabung pada rotary shaker selama 1 jam pada 200 rpm.
Campuran disaring menggunakan kain katun dan filtrat disentrifugasi dengan
kecepatan 13.000 rpm selama 20 menit pada suhu 40 C. Semua filtrat yang
diperoleh dibekukan di dalam frezeer selama 24 jam, kemudian diliofilasi
dengan menggunakan freezer dryer sampai terbentuk kristal glukosamin.
E. Karakterisasi Glukosamin
1. Analisis Glukosamin dengan Spektrofotometer UV-Vis
28
Sampel yang digunakan merupakan rendemen hasil fermentasi tiap selang
waktu. Analisis dilakukan dengan senyawa ninhidrin dan buffer posfat.
a. Pembuatan larutan standar glukosamin
Konsentrasi larutan glukosamin yang dibuat masing-masing adalah 50,
60, 70, 80, 90, 100, 110, 120, 130, 140, dan 150 mg/L. Mula-mula
ditimbang 0,1 gram glukosamin standar, lalu dilarutkan dalam labu
ukur 100 ml dengan akuades. Larutan standar induk ini kemudian
diencerkan secara bertahap menjadi 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120,
130, 140, dan 150 mg/L dibuat dengan dipipet secara teliti 0,5; 0,6; 0,7;
0,8; 0,9; 1,0; 1,1; 1,2; 1,3; 1,4; dan 1,5 ml larutan standar 1000 mg/L,
masing-masing diencerkan dengan pelarut akuades dalam labu takar 10
ml hingga tanda batas tera, lalu dihomogenkan. Kemudian masing-
masing standar ini direaksikan dengan 0,5 ml ninhidrin 0,8% dan 0,5
ml buffer fosfat pH 6, lalu dipanaskan pada water bath suhu 1000C
selama 30 menit. Perubahan warna ungu kompleks akan terjadi bila
sampel mengandung glukosamin (Yunqi et al, 2005).
b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum untuk analisis dengan
spektrofotometer UV-Vis dilakukan dengan menggunakan larutan
standar glukosamin yang telah direaksikan dengan ninhidrin 0,8% dan
buffer fosfat pH 6. Scanning panjang gelombang dilakukan dari
panjang gelombang 400 nm sampai 600 nm.
29
c. Kalibrasi Sampel Glukosamin
Hasil fermentasi glukosamin di ambil 4 ml sebagai sampel yang akan
dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Sampel ini
dilarutkan dengan akuades dalam labu ukur 10 ml. Kemudian masing-
masing sampel ini direaksikan dengan 0,5 ml ninhidrin 0,8% dan 0,5
ml buffer fosfat pH 6, lalu dipanaskan pada water bath suhu 1000C
selama 30 menit. Absorbansi glukosamin dalam sampel dikalibrasikan
dengan kurva standar glukosamin menggunakan persamaan regresi
linear. Hasil yang diperoleh dikalikan dengan faktor pengenceran
sehingga diperoleh konsentrasi glukosamin dalam hasil fermentasi.
39
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Fermentasi dalam 2 hari didapatkan rendemen maksimum sebesar 2,431 %
dari 1 gram bobot kulit udang bebas protein awal.
2. Fermentasi selama 2 hari, waktu optimum dihasilkan glukosamin
terbanyak yaitu pada 8 jam inkubasi.
3. Glukosamin yang didapatkan bewarna coklat dan berair (bersifat higrokopis)
bila disimpan dalam keadaan tertutup selama 2 minggu, hal ini disebabkan
masih terdapatnya mineral-mineral seperti Ca2+, Mg2+, dan Na+.
4. Scanning panjang gelombang glukosamin standar dan hasil fermentasi
dengan spektrofotometer UV-Vis dilakukan pada rentang 450-600 nm
didapatkan panjang gelombang maksimum yaitu sebesar 567 nm.
40
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka pada penelitian
selanjutnya disarankan untuk :
1. Menelusuri kinerja enzim kitinase dari Mucor miehei dalam
mendegradasi kulit udang menjadi glukosamin.
2. Mengidentifikasi karakteristik morfologi dari isolat Mucor miehei
dengan SEM (Scanning Electron Microscope).
3. Membandingkan karakterisasi menggunakan spektrofotometri UV-
Vis antara pereaksi ninhidrin dengan pereaksi fenil isotiosianat
(PITC).
4. Melakukan tahap demineralisasi tanpa tahap deproteinasi pada kulit
udang.
42
DAFTAR PUSTAKA
Alves, Maria Helena, Galba M. De Campos-Takaki, Kaoru Okada, Ines HelenaFerreira Pessoa, and Adauto Ivo Milanez. 2005. Detection of extracellularprotease in Mucor species. Rev Iberoam Micol. Vol. 22, pp. 114-117.
Angka, S.L. dan M.T. Suhartono. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. PKSPL-IPB.Bogor.
Anonim. 2007. Glukosamin Untuk Osteoartitis. http://www.halalguide.info.Diakses pada 10 Januari 2013.
Anonim. 2014. Spektrofotometri UV-Vis.http://www.valdisreinaldo.blogspot.com. Diakses pada tanggal 21 Juni2014.
Araki, Y. and E. Ito. 1975. A pathway of chitosan formation in Mucor rouxii. Eur.J. Biochem. Vol 55, pp. 71–78.
Azmi, J. 2006. Penentuan Kondisi Optimum Fermentasi Aspergillus oryzaeUntuk Isolasi Enzim Amilase Pada Medium Pati Biji Nangka(Arthocarphus heterophilus Lmk). Jurnal Biogenesis. 2(2): 55-58.
Bahariah. 2005. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Suhu pada ProsesDeproteinasi Untuk Produksi Kitin dari Limbah Kulit Udang Putih(Penaeus merguensis). Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Beaney, P., J Lizardi-Mendoza, and M Healy. 2005. Comparison of ChitinsProduced by Chemical and Bioprocessing Methods. J. Chem. Technol.Biotechnol. (80): 145-150.
Caufrier, F., A. Martinou, C. Dupont, and V. Bouriotis. 2003. Carbohydrateesterase family 4 enzymes:Substrate specificity. Carbohydrate. Res.Vol 338,pp 687–692
42
Chahal, P. S., D. S. Chahal, and G. B. B. Lee. 2001. Production of Cellulose inSolid State Fermentation with Trichorderma reesi MCG 80 on Wheat Straw.Applied Biochemistry and Biotechnology. Vol. 57-58, pp. 433-441.
Clark, K. 2007. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC). http://www.chem-is-try.org. Diakses pada 28 Januari 2013.
DSMZ. 2013. DSMZ: List of Media for Microorganisms.https://www.dsmz.de/catalogues/catalogue-microorganisms/culture-technology/list-of-media-for-microorganisms.html. Diakses pada 1Desember 2013.
EFSA [European Food Safety Authority]. 2009. Scientific Opinion on thesubstantiation of a health claim related to glucosamine hydrochloride andreduced rate of cartilage degeneration and reduced risk of development ofosteoarthritis pursuant. Parma, Italy. European Food Safety Authority,7(10): 1358.
Foucher, J.P., G.K. Westbrook, A. Boetius, S. Ceramicola, S. Dupre, J. Mascle, J.Mienert, O. Pfannkuche, C. Pierre, and D. Praeg. 2009. Structure andDrivers of Cold Seep Ecosystems. Oceanography, 22: 92-109.
Gohel, V., P. Vyas, and H. S. Chhatpar. 2004. Activity staining method ofchitinase on chitin agar plate through polyacrylamide gelelectrophoresis. African Journal of Biotechnology. Vol. 4, pp. 87-90.
Gooday, G.W., W.Y. Zhu, and R.W. O'Donnell. 1994. What are the roles ofchitinases in the growing fungus. Microbiology Letters, 100(3): 387-391.
Gray, P., N. Hendy, and W. Dunn. 1978. Digestion by Cellulolytic Enzymes ofAlkali Pretreated Bagasse. J. Aust. Inst. Agric. Sci, pp. 210-212.
Gritter, R.J., J.M. Bobbitt, and A.E. Schwarting. 1991. Intoduction toChromatography. Halden Day Inc Oakland. USA.
Harman, G.E., Crown K.H., Mitchel L., Ray M.B., Alexander D.P., Candy P., andAndrew T.. 1993. Chitinolitic Enzyme of Trichoderma hazianum:Purification of Chitobiosidase and Endochitinase Phytopathology,2(83):313-318.
Holker, U., M. Hofer, and J. Lenz. 2004. Biotechnological Advantages ofLaboratory-Scale Solid State Fermentation with Fungi. Journal of AppliedMicrobiology and Biotechnology,64:175–186.
Horton, D. and J.D. Wander. 2009. The Carbohydrates. Vol IB. Academic Press.New York.Hsu, C.P.S. 1994. Infrared Spectroscopy. Handbook of
43
Instrumental Techniques for Analytical Chemistry. Hualingan. Shanghai.Hlm. 123-126.
Hunger, M. and J. Weitkamp. 2001. In situ IR, NMR, EPR, and UV/VisSpectroscopy: Tool for New Insight into the Mechanisms of HeterogeneousCatalysis. Angew-Chem Int Ed Engl. Vol. 49, pp. 2954-2971.
Kannan M., Nesakumari M., Rajarathinam K., Singh AJAR. 2010. Productionand Characterization of Mushroom Chitosan Under Solid-StateFermentation Conditions. Adv Biol Res. Vol. 4(1), pp. 10-13.
Khopkar, S. M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Kumirska, J., M. X. Weinhold, J. Thoming, and P. Stepnowski. 2010. Biomedicalactivity of chitin/chitosan based materials influence of physicochemicalproperties apart from molecular weight and degree of acetylation.Polymers. Vol 3, pp. 1875-1901.
Lee, J.P. and B.Y. Hwang, 2002. Diversity of Antifungal Actinomycetes inVarious Vegetative Soils of Korea. Canadian Journal of Microbiology,48(5): 407–17.
Lehninger, A.L. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta. Hlm. 84-89.
Mardiana. 2002. Studi Pendahuluan Kitosans Secara Fermentasi MenggunakanMucor miehei pada Media Kitin dari Kulit Udang Windu (Penaeusmonodon) (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Mitchel, D., N. Krieger, and M. Berovic. 2006. Solid-State FermentationBioreactors. Springer-Verlag Berlin. Heidelberg.
Mulja, M. dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga UniversityPress. Surabaya. Hlm.121-123.
Murray, A.T. and P.T. Sandford. 2003. Chitin and Chitosan: Sources, Chemistry,Biochemistry, Physical Properties and Applications. Journal of ElsevierApplied Science, 12(6): 561.
Noviendri, D., Fauzya, Y.N., Chasanah, E. 2008. Karateristik dan Sifat KinetikaEnzim Kitinase Dari Isolat Bakteri T5a1 Asal Terasi. Jurnal PascapanenBioteknologi Kelautan dan Perikanan, Vol 3, no 2.
Pariera, B. M. 2004. Limbah Cangkang Udang menjadi Kitosan.http://www.chem-is-try.org. Diakses pada 24 Oktober 2013.
Pandey, A., C. Soccoll, and D. Mitchell. 2000. New Developments in Solid-StateFermentation: I – Bioprocesses and Products. Journal of ProcessBiochemistry, 35: 1153–1169.
44
Patil, R.S., V. Ghormade, and M.V. Deshpande. 2000. Chitinolytic Enzymes: AnExploration. Journal of Enzyme and Microbial Technology, 26: 473-483.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta. Hlm. 472.
Pujaningsih, R. 2005. Teknologi Fermentasi dan Peningkatan Kualitas Pakan(Skripsi). Universitas Diponogoro. Semarang.
Robiah Nur. 2015. Mapping Aktivitas Enzim Kitinase Dan Kitin Deasetilase DariIsolat Actinomycetes ANL-4 Dalam Degradasi Kitin Selama 24 Jam WaktuInkubasi (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis : Spektrofotometri UV dan Tampak(visibel). Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Sadava, Purves. 2003. Life The Science of Biology Seventh Edition, Taylor andFrancis Group LLC. USA.
Shantosh, S., and P.T. Mathew. 2007. Preparation of glucosamine andcarboxymethylchitin from shrimp shell. Journal of Applied PolymerScience, 107: 280-285.
Silverstein, R.M., G.C. Bassler, dan T.C. Morril. 1986. PenyelidikanSpektromerik Senyawa Organik. Edisi keempat. Alih bahasa A.J. Hartonodan Purba A.V. Erlangga. Jakarta. Hlm. 17-33.
Singleton, Paul dan Diana Sainsbury. 2006. Dictionary of Microbiology andMolecular Biology Third Edition. John Wiley & Sons, Ltd. England.
Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Antar Universitas Bioteknologi.IPB. Bogor.
Suryanto, D. dan Yurnaliza. 2005. Eksplorasi Bakteri Kitinolitik : KeragamanGenetik Gen Penyandi Kitinase pada Berbagai Jenis Bakteri danPemanfaatannya. [http:repository.usu.ac.id] diakses pada 25 februari 2013
Syahmani dan A. Slohahuddin. 2009. Interaksi Cd (II) dengan Kitin dan KitosanIsolat Limbah Kulit Udang. http://ptp2007.wordpress.compemanfaatan-kitosan. Diakses pada 25 Januari 2013.
Synowiecki, J. and Al-Khateeb, N. A. 2003. Production, Properties, andSome New Applications of Chitin and its Derivatives. Critical Reviews inFood Science and Nutrition, 43, no. 2, 145-171.
Tomokazu, K., S. Saito, S. Sato, K. Kanai, F. Fujii, N. Nikaidou, and W.Watanabe. 2004. Distribution and Phylogenetic Analysis of Family 19Chitinases in Actinobacteria. Journal of American Society for Microbiology,70(2) : 1135-1144.
45
Ton, N.M.N., M.D. Nguyen, T.T.H. Pham and V.V.M. Le. 2010. Influence ofinitial pH and sulfur dioxide content in must on wine fermentation byimmobilized yeast in bacterial cellulose. International Food ResearchJournal, 6(3): 743-749.
Weites, A.M., D.R. Gondim, and L.R.B. Gonçalves. 2001. Ethanol production byfermentation using immobilized cells of Saccharomyces cerevisiae incashew apple bagasse. Journal of Biochemistry and Biotechnology, 1(8):209–217.
Widodo, A., Mardiah, dan Prasetyo, A., (2006), Potensi Kitosan Dari SisaUdang Sebagai Koagulan Logam Berat Limbah Cair Industri Tekstil,Jurusan Teknik Kimia, Institut Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya.
Yolanda, Chintia. 2014. Penetapan Waktu Inkubasi Optimum Degradasi KitinSecara Enzimatik Oleh Mucor Miehei Dengan Metode Ultraviolet-VisibleSpectrophotometry (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Yunqi, W., Munnir, H., and Reza, F,. 2005. Development of a simple analyticalmethodology for determination of Glucosamine release from modifiedrelease matrix tablets. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis,pp 263-269.
Yurnaliza. 2002.Senyawa Kitin dan Kajian Aktivitas Enzim MikrobialPendegradasinya. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Yuwono, Triwibowo. 2010. Biologi Molekular. Erlangga. Jakarta. Hlm 19.
Zhao, Yong., Ro-Dong Taman, and Riccardo A. A. Muzzarelli. 2010. ChitinDeacetylases: Properties and Application. Marine Drugs. Vol 8, pp. 24-46.