Download pdf - Case Appendisitis

Transcript

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama

: KGS. Agustian Bin AR. RusliUmur

: 28 tahun (17-08-1986)Jenis Kelamin: Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Agama : Islam

Pekerjaan

: BuruhStatus

: Menikah

Alamat : Jl. Letnan Jaimas No 778 24ilir, PalembangMRS

: 10 April 2015

No. Med Rec: 886029II. ANAMNESIS

Dilakukan anamnesis terhadap pasien pada tanggal 10 April 2015.

Keluhan utama

: Nyeri perut kanan bawah.

Riwayat perjalanan penyakit:

3 hari SMRS, penderita mengeluh nyeri di ulu hati, nyeri timbul secara tiba-tiba. Nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah jika beraktivitas. Pasien juga mengeluh mual(+) dan muntah(+), pasien muntah 5x, isi apa yang dimakan dan diminum. Nafsu makan menurun(+), demam(-), BAB dan BAK tidak ada kelainan. Kemudian pasien beobat ke bidan dan diberikan obat penghilang rasa nyeri dan obat maag, namun tidak ada perubahan. 1 hari SMRS pasien merasakan nyeri pada ulu hati berpindah ke bagian perut kanan bawah, nyeri dirasakan terus-menerus dan bertambah dengan pergerakan. Mual (+), muntah(+) apa yang dimakan dan diminum, demam(+), BAK dan BAB tidak ada keluhan.

3 jam SMRS pasien berobat ke RS AK Ghani namun tidak mendapatkan obat apapun, karena pasien merasa tidak puas pasien datang ke IGD RSMH.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat Sakit maag disangkal

Riwayat menderita penyakit dengan keluhan yang sama disangkal

Riwayat penyakit paru, ginjal, kencing manis, darah tinggi disangkal.

Riwayat operasi sebelumnya tidak ada

Riwayat trauma disangkal

Riwayat Kebiasaan: Pasien sering mengkonsumsi makan-makanan pedas dan jarang mengkonsumsi makanan berserat seperti sayuran.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat penyakit pada keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum: Sakit sedang

Kesadaran: Compos mentisNadi: 92 x/menit

Tekanan Darah: 120/80 mmHg

Pernafasan: 20 x/menit

Suhu: 38,6 C

Kepala: Konjungtiva pucat (-/-) Sklera ikterik (-/-)Leher: Tidak ada kelainan

Thorax: Tidak ada kelainan

Jantung: HR: 92x/menit, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru: vesikuler +/+ , ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen: Status lokalisGenitalia Eksterna: Tidak ada kelainan

Ekstremitas superior : Tidak ada kelainan

Ekstremitas inferior : Tidak ada kelainanStatus Lokalis Abdomen I : datar.A : BU (+) normal

P : timpani, nyeri ketok kuadran kanan bawah (+), nyeri ketok regio CVA(-) P : lemas, nyeri tekan (+) di kuadran kanan bawah (Mc.Burney sign). Nyeri lepas (rebound tenderness) (+), rovsing sign (+), massa (-). Hepar dan lien tidak teraba. Psoas sign (+)

Alvarado Score

Migratory right iliac fossa pain

: 1

Anorexia

: 1Nausea / Vomiting

: 1

Tenderness in right iliac fossa

: 2

Rebound tenderness in right iliac fossa

: 1

Elevated temperature

: 1Leucocytosis

: 2

Shift to the left of neutrophils

: 1

Total

: 10IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

IV. Laboratorium

Hematologi HasilNilai normal

Hemoglobin12,5 g/dl13,2-17,3 g/dl

Leukosit17600 /mm34500-11000/mm3

Hematokrit39 %43-49 %

Trombosit312 x 103 /L150-450 x 103 /L

Hitung Jenis Leukosit

Basofil00-1 %

Eosinofil01-6 %

Neutrofil8350-70 %

Limfosit1025-40 %

Monosit72-8 %

2. Ultrasonografi (10 Maret 2015)

Hasil USG

Apendiks : Appendiks terlihat membesar, tampak gambaran target sign pada potongan transversal dan gambaran saussage pada potongan longitudinal, tak tampak gambaran massa dan cairan bebas. V. DIAGNOSIS

Appendisitis AkutVI. PENATALAKSANAAN

IVFD RL gtt XX/i

Injeksi ceftriaxon 2x1gr IV

Injeksi ranitidin 2x50mg IV

Appendectomy Cito

Rawat bedah digestif

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad fungsionam: dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1. Anatomi Apendiks

Appendix vermiformis adalah organ sempit, berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan lymphoid. Panjang appendix vermiformis bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan posteromedial caecum, sekitar 1 inci (2,5cm) di bawah junctura ileocaecalis. Bagian appendix vermiformis lainnya bebas. Appendix vermiformis diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesenterium intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang pendek, mesoappendix. Mesoappendix berisi arteria, vena appendicularis dan saraf saraf. 1

Appendix vermiformis terletak di regio iliaca dextra, dan pangkal diproyeksikan di dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus (titik McBurney). Di dalam abdomen, dasar appendix vermiformis mudah ditemukan dengan mencari taeniae coli caecum dan mengikutinya sampai dasar appendix vermiformis, tempat taeniae coli bersatu membentuk tunica muscularis longitudinal yang lengkap.1-2Ujung appendix vermiformis mudah bergerak dan mungkin ditemukan pada tempat tempat berikut ini : (1) tergantung ke bawah ke dalam pelvis berhadapan dengan dinding pelvis dextra; (2) melengkung di belakang caecum; (3) menonjol ke atas sepanjang pinggir lateral caecum, dan (4) di depan atau di belakang pars terminalis ileum. Posisi pertama dan kedua merupakan posisi yang sering ditemukan.1-2ArteriaeArteria appendicularis merupakan cabang arteria caecalis posterior. Arteria ini berjalan menuju ujung appendix vermiformis di dalam meso-appendix.2Venae

Vena appendicularis mengalirkan darahnya ke vena caecalis posterior.2Aliran limfePembuluh limfe mengalirkan cairan limfe ke satu atau dua nadi yang terletak di dalam mesoappendix dan dari sini dialirkan ke nodi mesenterici superiores.2Persarafan

Saraf saraf berasal dari cabang cabang saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari plexus mesentericus superior. Serabut saraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari appendix vermiformis berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis setinggi vertebra thoracica X.2Secara histologis, struktur apendiks hampir sama dengan usus besar. Apendiks mempunyai 4lapisan yaitu tunika mukosa,submukosa,muskularis, dan serosa. Tunika muskularis terdiri atas dua lapisan. Lapisan dalam berbentuk sirkuler merupakan kelanjutan dari lapisan muskulus sekum, sedangkan lapisan luar berbentuk muskulus longitudinal yang dibentuk oleh penyatuan 3 taenia coli diperbatasan sekum dan apendiks. Kelenjar submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang mengandung pembuluh darah besar dan berlanjut kedalam mesoapendiks.2

Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir kedalam lumen. Hambatan aliran di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenensis apendisitis.2-3Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT ( gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.22.2 Apendisitis

Apendisitis akut adalah peradangan pada apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut. Apendisitis umunya disebabkan oleh infeksi bakteri dengan faktor pencetus obstruksi pada lumen apendiks. Obstruksi tersebut biasanya disebabkan oleh fecalith (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat), hiperplasia jaringan limfe, parasit (seperti spesies Schistosomes, spesies Strongyloides), korpus alienum (sejenis biji-bijian), tuberkulosis, dan tumor.3Beberapa teori mengenai etiologi apendisitis, diantaranya adalah teori sumbatan (obstruksi), teori infeksi, teori konstipasi dan teori hygiene belum ada yang jelas dan pasti. Diperkirakan pula bahwa pada penderita tua obstipasi merupakan faktor resiko yang utama, sedangkan pada umur muda adalah adanya pembengkakan sistim limfatik apendiks akibat infeksi virus. Disebut pula adanya perubahan konsentrasi flora usus dan spasme sekum mempunyai peranan yang besar.1,3Faktor resiko penyakit ini antara lain:

1. Konstipasi karena diet rendah serat.

2. Infeksi virus (diperkirakan Yersinia enterolitica) yang menyebabkan ulserasi mukosa.

2.3 Epidemiologi

Sekitar 80.000 anak pernah menderita apendisitis di Amerika Serikat setiap tahun, di mana terjadi 4 per 1000 anak di bawah 14 tahun. Kejadian apendisitis meningkat dengan bertambahnya umur, memuncak pada remaja, dan jarang terjadi pada anak kurang dari 1 tahun.1,3Berdasarkan World Health Organization (2002), angka mortalitas akibat apendisitis adalah 21.000 jiwa, di mana populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Angka mortalitas apendisitis sekitar 12.000 jiwa pada laki-laki dan pada perempuan sekitar 10.000 jiwa.1,3

2.4 Patogenesis dan PatofisiologiApendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di mukosa apendiks. 3-5,7Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit, yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). 7Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.3-5,7Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.7Mekanisme :

2.5 Manifestasi Klinis

1. Nyeri pada abdomen

Awalnya nyeri muncul di sekitar umbilikus dan semakin lama semakin meningkat intensitasnya selama 24 jam pertama. Nyeri kemudian berpindah dan menetap di fosa iliaka kanan. Nyeri yang pertama kali dirasakan pasien merupakan nyeri alih akibat inervasi visceral dari usus tengah (midgut). Nyeri ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut (tidak pin-point). Selain itu nyeri juga timbul oleh karena kontraksi apendiks, distensi dari lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding apendiks yang mengalami peradangan. Nyeri visceral ini merupakan nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Nyeri yang terlokalisir kemudian disebabkan oleh peradangan (>6 jam) dan iritasi langsung peritoneum parietalis akibat proses peradangan lebih lanjut. Biasanya penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik.Nyeri ini memiliki sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.32. Anoreksia, mual, dan muntah menyertai keluhan nyeri

Muntah terjadi akibat rangsangan terhadap nervus vagus. Anoreksia, nausea, dan vomitus biasanya muncul beberapa jam setelah nyeri abdomen. Anoreksia hampir selalu dijumpai pada pasien dengan apendisitis akut. Hampir 75% penderita disertai dengan muntah, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan muntah hanya sekali atau dua kali. Muntah yang berat mungkin menandakan onset awal peritonitis generalisata akibat perforasi apendiks. Sebaliknya muntah jarang dijumpai pada apendiks nonperforasi33. Demam ringan (subfebris antara 37,5 38, 5 oC)

Keluhan panas biasanya muncul apabila apendisitis disertai komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5-38,50 C. Demam tinggi biasanya dijumpai pada kasus apendisitis yang diduga telah terjadi perforasi.34. Obstipasi

Terjadi karena penderita takut mengejan. Keluhan obstipasi biasanya muncul sebelum rasa nyeri dan beberapa penderita sebaliknya dapat mengalami diare. Diare biasanya timbul pada letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum.3Sedangkan pada keadaan apendisitis dengan komplikasi, manifestasi klinis yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut :

a) Perforasi: Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Rasa nyeri bertambah dasyat dan mulai dirasa menyebar, demam tinggi (rata-rata 38,30C). Jumlah leukosit yang meninggi merupakan tanda khas kemungkinan sudah terjadi perforasi.3

b) Peritonitis: Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari apendisitis yang telah mengalami gangren. Sedangkan peritonitis umum merupakan tindak lanjut dari peritonitis lokal. Bertambahnya rasa nyeri, defans muskuler yang meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin tinggi dan timbul gejala-gejala sepsis, menunjukkan peritonitis yang makin berat. 3c) Abses/infiltrat: Teraba masa lunak di abdomen kanan bawah karena perforasi yang menyebabkan walling off (pembentukan dinding) oleh omentum atau viscera lainnya. Masa mula-mula bisa berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi rongga yang berisi pus. Dengan USG bisa dideteksi adanya bentukan abses ini. 32.6 Diagnosis4-6,8Diagnosis apendisitis akut didapatkan dari :a. Anamnesis

1) Identitas pasien

2) Keluhan utama : nyeri pada ulu hati yang berpindah ke abdomen kuadran kanan bawah3) Keluhan tambahan : mual, muntah, anoreksia, demam4) Riwayat

Perjalanan penyakit

Pemakaian obat-obatan

Operasi

b. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi

Abdomen datar berarti normal. Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.

2) Palpasi

Nyeri tekan Mc.Burney (kuadran kanan bawah)

Nyeri lepas: Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney. Nyeri ini terjadi akibat rangsangan pada peritoneum.

Defans muscular (+) local pada abdomen kanan bawah. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietalis. Rangsangan ini kemudian menyebabkan rangsangan pada muskulus rektus abdominis sehinggga otot ini mengalami kontraksi.

Rovsing sign: Penekanan perut sebelah kiri akan menyebabkan nyeri sebelah kanan. Hal ini disebabkan karena tekanan merangsang peristaltik dan udara usus, sehingga menggerakan peritoneum sekitar apendiks yang meradang.

Psoas sign: tanda ini biasanya ditemukan pada apendiks yang terletak retrosekal. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks. Ada 2 cara memeriksa :

Aktif:Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien memfleksikan articulatio coxaekanan dan nyeri dirasakan di perut kanan bawah.

Pasif:Pasien berbaring pada posisi lateral dekubitus kiri kemudian pemeriksa melakukan ekstensi pasif paha kanan sambil menahan pinggul kanan penderita (tanda bintang).

Obturator Sign: Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.

Blumberg Sign: nyeri kanan bawah bila tekanan sebelah kiri dilepaskan.

Tenhorn sign: nyeri perut kanan bawah saat testis kanan ditarik kebawah.

3) Perkusi

Nyeri ketok pada abdomen kanan bawah

4) Auskultasi

Bising usus normal

c. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

Leukosit: meningkat (tanda telah terjadi perforasi jika leukosit >18.000/mm3)

LED

: meningkat dan merupakan tanda terjadi infeksi

Diff.count: shift to the left, tanda adanya infeksi akut.62) Pemeriksaan USG

Ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks atau memperlihatkan appendiks yang membesar dengan dindingnya tipis. Namun bila appendiks tidak dapat ditemukan, diagnosis tidak dapat ditiadakan. Hasil ini berguna untuk meniadakan kista ovarium, kehamilan ektopik, atau abses tuba ovarium.5Alvarado ScoreApabila skor yang didapatkan:

a. 7-10 (emergency surgery group): pasien harus dipersiapkan untuk dilakukan apendektomi emergensi.

b. 5-6 (observation group): pasien harus tetap diobservasi dalam 24 jam dengan evaluasi ulang data klinis dan penilaian ulang skor.

c. 1-4 (discharge home group): setelah diberikan initial symptomatic treatment, pasien dapat dipulangkan dan diminta untuk periksa kembali apabila gejala timbul kembali atau bahkan menjadi lebih buruk. 4-5Menurut beberapa penelitian, Alvarado Scoring System merupakan sistem yang murah dan cepat yang dapat diaplikasikan dalam keadaan gawat darurat untuk mendiagnosis apendisitis akut. Namun menurut Shrivastava dkk, Alvarado scoring system lebih berguna pada pasien pria daripada pasien wanita. Pada pasien wanita, diperlukan pemeriksaan tambahan untuk mengkonfirmasi diagnosis. 52.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan apendisitis :

a. Tindakan operasi

Bedah terbuka

Tindakan apendiktomi dilakukan dengan cara pembedahan perut secara terbuka dengan mengacu pada titik Mc Burney. Hal ini segera dilakukan setelah diagnosis apendiks akut untuk mencegah perforasi dan peritonitis.6,8 Laparoskopi

Laparoskopi dapat berfungsi sebagai alat diagnostik dan terapi. Disamping dapat mendiagnosis apendisitis secara langsung, laparoskopi juga dapat digunakan untuk melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan penyulit peritonitis berupa apendektomi yang dicapai melalui laparotomi. Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.6,8b. Non-operatif

Bed rest total posisi Fowler (anti Trendelenburg)

Diet rendah serat

Antibiotika spektrum luas

Metronidazol

Monitor : Infiltrat, tanda-tanda peritonitis (perforasi), suhu tiap 6 jam, LED, bila baik mobilisasi pulang. 6,82.8 Komplikasi

Komplikasi apendisitis akut dapat berupa:

a. Perforasi : setelah 24-48 jam setelah awitan nyeri, ditandai dengan nyeri tekan yang kontinyu, demam tinggi dan penampilan toksik

b. Apendisitis infiltrate : Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.c. Peritonitis lokal atau generalisata

d. Ileus : pergerakan kontraksi normal dinding usus terhenti untuk sementara waktu.

e. Abses abdominopelvis.

f. Stump appendicitis : adalah inflamasi yang terjadi pada bekas operasi apendiks.

2.9 Prognosis

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat. 6,8BAB III

ANALISIS KASUS

Seorang laki-laki 28 tahun tinggal di 24 ilir Palembang datang ke IGD Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah.

3 hari SMRS, penderita mengeluh nyeri di ulu hati, nyeri timbul secara tiba-tiba. Nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah jika beraktivitas. Pasien juga mengeluh mual(+) dan muntah(+), pasien muntah 5x, isi apa yang dimakan dan diminum. Nafsu makan menurun(+), demam(+), BAB dan BAK tidak ada kelainan.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pada status lokalis abdomen dari Inspeksi didapatkan abdomen datar; Palpasi teraba abdomen lemas, nyeri tekan (+) di kuadran kanan bawah (Mc.Burney sign), nyeri lepas (rebound tenderness) (+), rovsing sign (+), massa (-). Auskultasi bising usus menurun. Dan juga didapatkan psoas sign.Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dipikirkan adanya apendisitis akut pada pasien ini, keluhan yang baru timbul seperti mual, muntah, dan juga nyeri di ulu hati yang berpindah dan menetap di perut kanan bawah merupakan tanda yang mengarah ke peradangan pada apendiks.

Pada pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan yaitu berupa pemeriksaan laboratorium hematologi didapatkan leukositosis 17600 /mm3, Neutrofil 83% yang menandakan adanya peradangan akut. Dari pemeriksaan ultrasonografi gambaran Appendiks terlihat membesar, tampak gambaran target sign pada potongan transversal dan gambaran saussage pada potongan longitudinal. Kesan: curiga akut appendicitis.Penatalaksanaan pada pasien ini dengan mengikuti penilaian Skor Alvarado didapatkan jumlah point total 10 yang berarti pasien harus dipersiapkan untuk dilakukan apendektomi cito.

Prognosis quo ad vitam dan quo ad functionam adalah bonam. Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.

DAFTAR PUSTAKA1. A. Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000.2. Snell R.S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-6. EGC, Jakarta, Indonesia.3. Grace, Pierce. A., Neil R. Borley., At a Glance, Edisi 3. Erlangga, Jakarta, 2007, hlm.106-107.4. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.5. Price, Sylvia Anderson & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. 6. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical Practice. Edisi 16.USA: W.B Saunders companies.2002 7. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill companies.20058. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004 Gambar 2.3. Tanda psoas. Nyeri saat dilakukan ekstensi pasif pada paha kanan.

Gambar 2.4. Tanda obturator. Nyeri saat dilakukan rotasi pada paha yang berada dalam keadaan fleksi.

1

4