Bab IV.
DESKRIPSI, INTERPRETASI, DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Prasnrvai
1. Deskripsi Hasil Prasurvai
Data-data prasurvai diperoleh dari hasil penyebaran angket, observasi,
dan wawancara sesuai dengan masalah penelitian. Penyebaran angket dilakukan
kepada delapan orang dosen mata kuliah keterampilan berbahasa pada Program
Pendidikan Bahasa Jerman FPBS UPI dan 30 orang mahasiswa semester 4 pada
program yang sama sebagai sampel yang telah ditetapkan sebagaimana
dijelaskan pada Bab m. Ketiga puluh mahasiswa yang menjadi sumber data
dalam kegiatan prasurvai diberi angket yang berisi tentang masalah-masalah
yang berkaitan dengan kemampuan dan minat mahasiswa terhadap mata kuliah
keterampilan berbahasa.
Selain melalui penyebaran angket kepada para dosen dan mahasiswa,
prasurvai juga dilakukan melalui observasi lapangan dan wawancara. Observasi
dan wawancara tersebut dilakukan kepada subjek penelitian dengan jumlah
sampel yang sama, yakni delapan orang dosen Program Pendidikan Bahasa
Jerman dan sejumlah dosen program lain (Jepang dan Prancis) sebagai
pelengkap dan pembanding.
Hasil dari pengolahan data prasurvai pada setiap pokok permasalahan
yang dijadikan salah satu dasar pengembangan program, dijelaskan seperti di
bawah ini.
138
139
a. Persepsi Dosen testa ag Proses PembelajaraB Keterampilan Berbahasa
Rangkaian pembelajaran keterampilan berbahasa hakekatnya terdiri atas
penyusunan rencana pembelajaran; pelaksanaan pembelajaran; dan evaluasi
pembelajaran. Bagaimana persepsi dosen tentang ketiga hal tersebut, berikut
mi dipaparkan mengenai hasil dari angket yang telah disebarkan.
1) Pendapat Dosen tentang Peaynsnnan Rencana Pembelajaran
Hasil analisis data menunjukkan bahwa para dosen memiliki
kecenderungan pendapat yang sama dalam menyusun rencana pembelajaran
keterampilan berbahasa. Mereka berpendapat bahwa setiap penyusunan
rencana pembelajaran selalu diawali dengan penyusunan tujuan umum yang
merujuk pada rumusan tujuan kurikulum yang berlaku. Sementara itu, pada
tahapan pembelajaran, tujuan yang lebih khusus ditetapkan berdasarkan materi
dan kompetensi yang dituntut dalam pembelajaran bahasa, terutama yang
berkenaan dengan keempat keterampilan, yakni menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis.
Tujuan yang dirumuskan, juga didasarkan pada pertimbangan lain,
seperti kemampuan mahasiswa dengan berbagai tingkatan kognisi, afeksi dan
psikomotor; serta standar keterampilan berbahasa yang dibutuhkan.
Hal-hal yang berhubungan dengan bahan materi pembelajaran, dosen
cenderung memiliki kesamaan pendapat, bahwa bahan atau materi tersebut
disusun berdasarkan acuan rumusan tujuan kurikulum, buku sumber, pokok
Azu Ma%*ktm/Daermi/PPS-UPI2006
140
bahasan berupa deskripsi matakuliah yang tercantum dalam silabus atau satuan
acara perkuliahan (SAP); dan kompetensi yang harus dimiliki para mahasiswa.
Dalam menyusun rencana pembelajaran, hampir setiap dosen
menetapkan cara atau metode yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan
pembelajaran di dalam kelas. Metode tersebut di antaranya adalah metode
komunikatif, simulasi (role playing), tanya jawab, diskusi, pemberian tugas,
audio visual, interkultural (silang budaya), dan metode ceramah (kuliah).
Pertimbangan-pertimbangan yang diambil dalam memilih dan menetapkan
metode pembelajaran sebagaimana disebutkan di atas didasarkan pada tujuan
yang ingin dicapai; materi perkuliahan yang akan diberikan; perbedaan
individu mahasiswa; dan kemampuan atau kompetensi yang harus dimiliki.
Dalam hal menentukan urutan atau langkah-langkah pembelajaran,
dosen juga memiliki pendapat yang sama, bahwa langkah-langkah tersebut
terdiri atas pendahuluan (appersepsi), pembahasan materi pokok dan latihan-
latihan, serta penutup pembelajaran dalam bentuk penyimpulan dan evaluasi.
Demikian pula ketika menyusun rencana evaluasi pembelajaran, hampir semua
dosen menyiapkan pertanyaan atau soal-soal untuk mengevaluasi tingkat
pencapaian belajar mahasiswa. Pertimbangannya didasarkan pada acuan yang
berkenaan dengan tujuan kurikulum, materi perkuliahan, dan tingkat kesukaran
soal-soal tersebut.
Selain itu, dosen juga cenderung berpendapat yang sama, bahwa
penyusunan rencana pembelajaran dibarengi pula dengan menyiapkan tugas-
tugas yang harus dikerjakan oleh para mahasiswa di luar jam perkuliahan. Hal
Azis MahfuddWDiserüai/TPS-UP¡2006
141
ini dilakukan dengan pertimbangan, bahwa tugas-tugas tersebut dapat
diselesaikan dan dipecahkan melalui latihan-latihan dengan menggunakan buku
sumber yang ada.
Dalam mengimplementasikan pendekatan dengan model belajar tuntas
(mastery learning), dosen melakukan upaya-upaya sebagai berikut: a)
membuat langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan metode
yang digunakan; b) melakukan evaluasi secara kontiniu; dan c) memberikan
jam tambahan berupa bimbingan bagi mahasiswa yang kurang atau belum
memiliki kemampuan yang memadai. Kegiatan ini dilakukan agar tidak
terlampau jauh berbeda antara yang memiliki kemampuan lebih dengan yang
memiliki kemampuan kurang. Perbedaan kemampuan yang terlalu jauh
(menurut mereka) akan membuat sulit dalam mengimplementasikan belajar
tuntas, terlebih bahan atau sumber pembelajaran yang digunakan memuat
kesinambungan materi dari yang satu ke yang lainnya.
2) Pendapat Dosen tentang Implementasi Pembelajaran
Para dosen memiliki kecenderungan pendapat yang sama tentang
pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbahasa. Mereka berpendapat bahwa
pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbahasa menuntut adanya berbagai
variasi kegiatan yang harus dilakukan melalui penggunaan metode yang sesuai
dengan situasi pembelajaran itu sendiri.
Harapan para dosen dalam aktivitas pembelajaran keterampilan
berbahasa tersebut mencakup dimilikinya kemampuan berbahasa asing (bahasa
Aza Mahfitddm/Dissrtasi/PPS-UPI2006
142
Jerman) yang memenuhi standar, yakni berupa kemampuan menyimak,
berbicara, membaca, dan kemampuan menulis.
Untuk mengembangkan penguasaan keterampilan berbahasa, para dosen
selalu mendorong mahasiswa untuk aktif berbahasa, baik lisan maupun tertulis.
Aktivitas pembelajaran dilakukan melalui percakapan, dialog, ungkapan-
ungkapan untuk dihafal dan dilatih secara teratur oleh mahasiswa.
Dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), dosen juga berusaha
mengembangkan kemampuan bernalar melalui bahasa asing (bahasa Jerman)
dengan cara melatih kemampuan berfikir mahasiswa, dan mencoba menghargai
ungkapan bahasa Jerman mereka, sehingga mereka termotivasi dan percaya
diri dalam mengungkapkan pertanyaan atau jawaban atas pertanyaan yang
diajukan dosen.
Selain itu, pada tataran pelaksanaan pembelajaran ini pun, mahasiswa
kadang-kadang diberi kesempatan untuk menentukan urutan proses
pembelajaran yang dikehendaki; untuk mengevaluasi hasil belajar mereka
sendiri; dan untuk mengubah susunan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
mereka. Hal ini dilakukan agar proses pembelajaran lebih terfokus pada
aktivitas mahasiswa; sementara dosen lebih berperan sebagai motor atau
penggerak pembelajaran. Namun demikian, urutan proses pembelajaran yang
selama ini dilakukan, lebih banyak ditentukan oleh dosen dengan mengacu pada
sumber atau bahan pembelajaran yang ada.
Azis Mahjxidm/Di3ems¡/PPS'UP¡2006
143
Dalam aktivitas pembelajaran selanjutnya, sebagian besar dosen selalu
menempatkan diri sebagai pembimbing belajar, sebagai motivator, dan sebagai
fasilitator. Hal ini sangat beralasan, karena pelaksanaan pembelajaran
keterampilan berbahasa sangat membutuhkan bimbingan, motivasi, fasilitas dan
berbagai kemudahan yang diberikan oleh dosen. Dosen lebih berperan sebagai
pemberi stimulus kepada para mahasiswa, untuk kemudian memperoleh respons
dengan segera dari mahasiswa.
Untuk lebih menghidupkan suasana komunikatif, dalam interaksi belajar
mengajar keterampilan berbahasa, dosen seringkali memberikan kesempatan
atau menganjurkan kepada para mahasiswa untuk melakukan kerja sama
dengan teman-temannya. Di sini dosen berusaha mengembangkan kebiasaan
mahasiswa untuk saling tukar informasi dalam hal bahan atau materi
perkuliahan; mengembangkan kemampuan mahasiswa untuk bertanya dan
menyampaikan jawaban atau pendapat melalui ungkapan bahasa asing (bahasa
Jerman). Sementara, upaya dosen untuk melatih dan meningkatkan
kemampuan mahasiswa dalam menyampaikan pertanyaan dan pendapat melalui
bahasa asing dilakukan melalui: a) dialog atau tanya jawab dengan ungkapan
bahasa sehari-hari; b) pemberian stimulus berupa pernyataan-pernyataan untuk
dipilih sesuai dengan jawaban yang tepat; c) pemberian kesempatan untuk
bertanya dan berpendapat; dan d) pemberikan reward secara wajar pada setiap
pendapat atau jawaban yang dikemukakan mahasiswa.
Azis Mahfiiddm/l>isertasi/PPS-UPI2006
144
Dalam aktivitas interaksi belajar mengajar, para dosen juga selalu
memperhatikan sikap mahasiswa terhadap proses belajar mengajar yang sedang
berlangsung. Demikian pula dalam meningkatkan sikap positif mahasiswa
terhadap matakuliah keterampilan berbahasa dan pembelajarannya. Upaya-
upaya yang dilakukan ke arah itu di antaranya adalah: a) memberikan motivasi
dan menghargai pendapat; b) memberi kesempatan yang sama untuk
menyampaikan jawaban atau pendapat; c) memberi reward pada tiap upaya
mahasiswa; dan d) memperhatikan dengan sungguh-sungguh setiap jawaban
atau pendapat mahasiswa.
Minat dan kesungguhan para mahasiswa untuk mengikuti perkuliahan
keterampilan berbahasa, juga seringkali mendapat perhatian dosen. Hal ini
dilakukan agar proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan memenuhi
hasil yang diharapkan.
Untuk meningkatkan minat mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan
keterampilan berbahasa tersebut, dosen melakukan upaya-upaya sebagai
berikut:
a) menjelaskan prospek lulusan;
b) menjelaskan keunggulan bahasa Jerman;
c) selalu mendorong mahasiswa untuk maju;
d) memperhatikan dan menghargai setiap pendapat mahasiswa;
e) menyesuaikan bahan (tema) dengan kebutuhan mahasiswa;
f) menyampaikan materi secara bervariasi;
Azii Ma^vddin/Di3eruai/PPS-UPl2006
g) menciptakan suasana belajar yang menyenangkan melalui tema-tema
sesuai dengan minat mahasiswa, misalnya melalui permainan;
h) memberikan pemahaman pentingnya penguasaan bahasa asing;
i) menegaskan kembali kehadiran kuliah 80 % kepada para mahasiswa; dan
j) hadir mengajar tepat waktu.
Hal-hal yang berkenaan dengan prilaku belajar mahasiswa berupa sikap
dan minat, terdapat butir-butir aktivitas yang sering digunakan dalam
mengevaluasi sikap dan minat mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan. Butir-
butir aktivitas itu di antaranya adalah: a) mengajukan pertanyaan-pertanyaan;
b) mengemukakan pendapat atau memberikan jawaban atas pertanyaan; c) aktif
terlibat dalam kelas dengan terus mengikuti perkuliahan dan mengerjakan
tugas-tugas; dan d) tetap melanjutkan pekerjaan atau tugas-tugas walaupun
waktu telah habis.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, dosen (sebagian besar) juga
mengembangkan metode dan pendekatan pembelajaran yaog merujuk pada
pengembangan kompetensi mahasiswa. Metode atau pendekatan yang
digunakan (menurut mereka) di antaranya adalah: a) komunikasi aktif dua arah;
b) simulasi (role playing); c) tanya jawab; d) diskusi; e) audio visual; f)
ceramah; g) pemberian tugas; dan h) tnterkultural (silang budaya);
Dalam hubungannya dengan bahan atau materi pembelajaran, dosen
mencoba berupaya mengembangkan bahan atau materi tersebut berdasarkan
kebutuhan dan kompetensi yang diharapkan, di antaranya adalah dengan cara:
a) memilih dan mengemas bahan atau materi sedemikian rupa; b) menyusun
Azis Mahfuddtn/Dtsenasi/PPS-VPnOOó
146
bahan atau materi berdasarkan urutan logis; dan c) memilih bahan yang aktual
sesuai dengan kebutuhan dan pengalaman mahasiswa. Dengan cara ini
diharapkan semua mahasiswa memiliki taraf kemampuan dan keterampilan
berbahasa yang tidak jauh berbeda, sehingga proses pembelajaran selanjutnya
tidak memperoleh hambatan yang berarti.
3) Pendapat Dosen tentang Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran keterampilan berbahasa menurut dosen
dilakukan atau bertujuan untuk mengetahui kemampuan mahasiswa dalam
menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat kemampuan dan
keterampilan ini tidak terpisah satu sama lain, melainkan terintegrasi dalam
suatu aktivitas yang padu karena setiap keterampilan selalu terkait dengan
keterampilan lainnya. Karena itu, menurut dosen evaluasi bertujuan untuk
melihat kemampuan keseluruhan dalam menguasai bahasa asing (bahasa
Jerman), baik lisan maupun tertulis. Kemampuan berbahasa lisan berkenaan
dengan keterampilan menyimak dan berbicara; sedangkan kemampuan
berbahasa tulis berkenaan dengan keterampilan membaca dan menulis.
Menurut pendapat dosen, evaluasi diarahkan tidak saja pada hasil
pembelajaran, tetapi juga pada prosesnya. Evaluasi hasil pembelajaran
berkaitan dengan capaian hasil belajar yang diperoleh mahasiswa; sedangkan
evaluasi proses pembelajaran berkaitan dengan upaya memperbaiki kegiatan
pembelajaran dari mulai awal hingga akhir sebagai bentuk umpan balik
(feedback).
Azis Mahfuddm/Dt3ertasi/PP$-UP!2006
147
Tujuan evaluasi semacam ini menurut mereka tidak terlepas dari adanya
sifat atau karakteristik raatakuliah keterampilan berbahasa dengan berbagai ciri
khas atau keunikannya yang mungkin menimbulkan kesulitan, terutama hal-hal
yang berkaitan dengan komponen-komponen linguistik seperti fonologi,
morfologi, sintaksis dan semantik. Kesulitan-kesulitan tersebut dapat diatasi
melalui evaluasi proses pembelajaran secara keseluruhan dengan melihat dari
sisi bahan atau materinya, metodologinya, media yang digunakan, serta alat
evaluasinya itu sendiri.
Akan tetapi, yang menjadi tujuan atau prioritas utama dalam melakukan
evaluasi pembelajaran keterampilan berbahasa, menurut sebagian besar dosen
adalah hasil pembelajaran, berupa: a) penguasaan mahasiswa terhadap
matakuliab yang telah diajarkan; dan b) kemampuan mahasiswa dalam
menyampaikan ungkapan-ungkapan berbahasa Jerman secara lisan dan tertulis
pada level tertentu.
Untuk mengevaluasi tingkat pencapaian pembelajaran mahasiswa,
sebagian besar dosen menyiapkan pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal yang
disusun berdasarkan peilimbangan-pertimbangan yang mengacu pada tujuan
kurikulum pembelajaran, materi perkuliahan, dan tingkat kesukaran soal-soal
yang dibuat
Untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan berbahasa asing
(bahasa Jerman) dengan baik, semua dosen berpendapat bahwa evaluasi
dilakukan pada setiap akhir proses belajar mengajar dan pada setiap
mengajarkan satu pokok bahasan. Hal ini dilakukan untuk mendorong
Azis Mahfitddin/DisertasisTPS- UPI2006
148
mahasiswa aktif belajar secara kontiniu, sehingga dari waktu ke waktu
peningkatan kemampuan yang dimiliknya dapat diketahui. Sementara, untuk
mengetahui kemampuan mahasiswa menguasai materi pada level tertentu,
evaluasi dilakukan pada tengah dan akhir semester, sebagaimana tercantum
dalam pedoman dan kalender akademik yang berlaku.
Sebagian besar dosen juga berpendapat bahwa keberhasilan
pembelajaran keterampilan berbahasa sangat tergantung pada bagaimana alat
evaluasi itu dibuat dan disusun agar dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur. Untuk mengukur keterampilan berbahasa tentu membutuhkan alat ukur
yang mampu mengungkap kemampuan mahasiswa dalam berbagai
keterampilan, baik keterampilan menyimak, berbicara, membaca maupun
menulis. Untuk itu, di lingkungan Program telah tersedia alat ukur standar,
yakni berupa alat ukur Zids (Zerfifikat fitr indonesische Deutschstudenten).
Bagaimana para dosen memahami fungsi hasil evaluasi, semua dosen
memiliki pendapat yang sama, bahwa hasil evaluasi berfungsi untuk: a)
menentukan keberhasilan tujuan pembelajaran bagi mahasiswa; b) mengetahui
apakah materi kuliah dikuasai mahasiswa atau tidak; c) menentukan nilai akhir
mahasiswa pada setiap semester, dan d) sebagai umpan balik untuk perbaikan
proses pembelajaran berikutnya.
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, persepsi dosen yang
didasarkan pada hasil olahan angket, umumnya menunjukkan bahwa
pembelajaran keterampilan berbahasa berlangsung dalam suatu rangkaian
aktivitas, yakni perencanan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Azu Mahfuddm/DueTtasi/PPS-UPUtM
149
Untuk lebih memperkuat apa yang telah dipersepsikan dosen dalam
angket, berikut ini dikemukakan juga persepsi dosen melalui hasil wawancara
terbuka yang dilakukan secara terpisah saru sama lain.
Apa yang telah dikemukakan di atas, hasil wawancara dengan para
dosen tersebut menunjukkan hasil yang relatif sama. Hasil wawancara tentang
tujuan dan pola pembelajaran keterampilan berbahasa misalnya, secara umum
dapat digambarkan seperti di bawah ini:
Menurut para dosen, tujuan yang ingin dicapai oleh matakuliah
keterampilan berbahasa adalah agar mahasiswa memiliki kemampuan dan
menguasai keempat keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara,
membaca dan menulis. Yang melatarbelakangi pendapat tersebut adalah bahwa
mahasiswa sebagai calon guru dituntut untuk memiliki kemampuan
berkomunikasi dalam bahasa asing (bahasa Jerman) dengan menguasai keempat
keterampilan. Untuk sampai pada tujuan tersebut di atas diperlukan langkah
atau pola pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran
keterampilan berbahasa, diantaranya adalah faham akan maknanya, dan dapat
menggunakannya atau mengungkapkannya.
Pola pembelajaran keterampilan berbahasa, menurut sebagian besar
dosen diawali dengan pemberian stimulus berupa pertanyaan-pertanyaan untuk
mendapat respons agar suasana awal perkuliahan menjadi hidup sebagai bentuk
penciptaan situasi kelas. Setelah itu, kemudian dilakukan pembahasan materi
pokok dengan berbagai pertanyaan yang mengacu pada materi pembelajaran
yang dibahas. Pada akhir perkuliahan dilakukan juga tanya jawab yang
Aza M<AfudtHn/Dixnaii/PPS-UPl2006
150
mengarah pada sebuah kesimpulan pokok bahasan, sekaligus untuk mengetahui
tingkat pemahaman dan kemampuan mahasiswa secara umum.
Dari hasil wawancara tersebut, pola pembelajaran pada umumnya
dilakukan melalui lebih dulu penyajian pendahuluan (berupa appersepsi dalam
bentuk pertanyaan-pertanyaan pemancing); pelaksanaan (berupa pemberian
atau pembahasan materi pokok); dan penutup (berupa kegiatan pemberian tes
sederhana atau pertanyaan-pertanyaan singkat baik lisan maupun tertulis) untuk
mengetahui tingkat pemahaman para mahasiswa. Pola ini dianggap baku dan
sudah menjadi kebiasaan di dalam aktivitas belajar mengajar keterampilan
berbahasa yang dilakukan para dosen selama ini.
Mengenai bentuk pelaksanaan evaluasi matakuliah keterampilan
berbahasa, sebagian besar dosen berpendapat bahwa evaluasi dilakukan melalui
cara-cara tanya jawab, quis, land control, dan diskusi; sedangkan tujuan yang
ingin dicapai oleh pelaksanaan evaluasi tersebut adalah: 1) untuk dapat
mengidenufikai kemampuan mahasiswa; 2) untuk mengetahui siapa yang
belum bisa (menguasai); 3) untuk mengetahui berapa persen yang sudah bisa
(menguasai); dan 4) untuk menemukan metode apa (metode mana) yang cukup
baik dalam proses pembelajaran tersebut Dengan cara seperti ini diharapkan
proses pembelajaran akan dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan
tuntutan tujuan kurikulum pembelajaran bahasa asing (bahasa Jerman) yang
telah ditetapkan.
Azu MahfuddimDiseniai/PPS-VPn0O6
151
Dalam hal pemanfaatan media pembelajaran, sebagian besar dosen
memanfaatkan media elektronik berupa tape-recorder, OHP, LCD, dan peta
atau gambar yang tersedia di lingkungan Program Studi. Media pembelajaran
tersebut menurut mereka sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar
keterampilan berbahasa.
Dalam mengawali pembelajaran, sebagian besar dosen pada umumnya
memulai dengan ucapan salam (melalui bahasa Jerman); kemudian dilakukan
semacam brain storming, yakni berupa pertanyaan-pertanyaan pembuka atau
berceritera tentang hal-hal yang ada hubungannya dengan materi pokok yang
akan disajikannya.
Tujuan yang ingin dicapai dengan teknik membuka perkuliahan
semacam itu (menurut mereka) adalah agar para mahasiswa tidak terlalu
merasa mendadak masuk pada tema atau topik pokok. Hal ini dilakukan agar
suasana awal pembelajaran terasa kondusif dan menyenangkan, terutama
apabila dimulai dengan cerifera lebih dulu tentang apa-apa yang berhubungan
dengan tema atau materi yang akan disajikan. Untuk menggugah perhatian para
mahasiswa, dosen juga dapat melakukannya melalui pertanyaan-pertanyaan
dalam bahasa asing (bahasa Jerman) yang sederhana.
Dalam menyampaikan perkuliahan keterampilan berbahasa, metode
yang digunakan dosen meliputi metode komunikatif, tanya jawab, diskusi, role
playing, dan metode presentasi. Metode ini digunakan secara variatif dan
eklektik. Penggunaan metode yang variatif dan eklekik tersebut dimaksudkan
agar pembelajaran menjadi menarik, tidak monoton atau tidak
Azis Mahfuddin/Diserlati/PPS-UPl2006
152
membosankan. Untuk menunjang metode pembelajaran tersebut, sebagaimana
telah diungkapkan di atas, digunakan beberapa media pembelajaran diantaranya
adalah tape recorder, OHP, LCD, peta, gambar atau grafik statistik, dan lain-
lain sebagainya. Pemanfaatan media pembelajaran ini membantu
mempermudah proses pembelajaran dengan baik.
Dari rangkaian proses pembelajaran keterampilan berbahasa yang telah
dikemukakan tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran adalah
agar diketahuinya kemampuan para mahasiswa dalam menguasai keempat
keterampilan berbahasa. Sebagian besar dosen menghendaki adanya upaya
pengembangan program pembelajaran keterampilan berbahasa yang
berorientasi pada kompetensi komunikatif, agar mahasiswa mampu
berkomunikasi dalam bahasa asing (bahasa Jerman) dengan baik sesuai dengan
kaidah-kaidah bahasa dan pragmatisme bahasa yang berlaku.
b. Persepsi Dosen tentang Hakekat dan Tujuan Pembelajaran Keterampilan Berbahasa
1) Pendapat Dosen tentang Mata kuliah Keterampilan Berbahasa
Pada umumnya dosen berpendapat bahwa keterampilan berbahasa
hakekatnya adalah matakuliah yang berhubungan dengan praktek bahasa yang
terdiri atas menyimak (listening), berbicara (speaking), membaca (reading),
dan menulis (writing). Matakuliah keterampilan berbahasa ini merupakan
matakuliah yang sangat penting, bahkan merupakan sentra dari seluruh
matakuliah bidang studi yang ada dalam kurikulum bahasa asing (bahasa
Jerman).
Azis Ma>ifuddm/DixrUal/PPS-UPI2006
153
Menurut para dosen, matakuliah ini membutuhkan kemampuan dan
keterampilan dosen dalam mengajarkannya; membutuhkan kesungguhan dan
kesabaran dalam menyampaikannya, dan membutuhkan waktu yang cukup
memadai dalam pelaksanaannya.
Dosen juga berpendapat bahwa keterampilan berbahasa memerlukan
sarana dan fasilitas pendukung yang memadai, ruangan dan alat-alat praktek
bahasa yang representatif dan lingkungan belajar yang kondusif. Ini semua
diperlukan agar proses pembelajaran berjalan dengan baik.
Menurut sebagian besar dosen, matakuliah keterampilan berbahasa, juga
merupakan matakuliah yang sangat memerlukan perhatian khusus, karena
hakekat pembelajaran bahasa sebenarnya terletak pada penguasaan
keterampilan berbahasa. Ini mengandung arti, bahwa ujung dari semua
rangkaian proses pembelajaran bahasa tersebut tertuju pada penguasaan
keterampilan berbahasa secara terpadu (integrated) antara keterampilan
menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Karena itu pembelajaran keterampilan berbahasa (menurut mereka)
tidak dilakukan secara terpisah antara keterampilan yang satu dengan
keterampilan lainnya. Dalam mengajarkan keterampilan membaca (misalnya),
unsur keterampilan yang lain akan muncul ketika dosen bertanya mengenai isi
bacaan, lalu mahasiswa menjawabnya dengan bahasa lisan (speaking) atau
bahasa tulis (writing).
Azis Mahfitddm/Dtxrttisí/PPS-UPttm
154
2) Pendapat Dosen tentang Tujuan Pembelajaran Keterampilan Berbahasa
Setiap kali mengajar keterampilan berbahasa di dalam kelas, tujuan
utama yang ingin dicapai menurut para dosen adalah bagaimana agar para
mahasiswa memiliki pengetahuan dan keterampilan berbahasa sesuai dengan
tema atau materi yang diberikan. Pengetahuan berkaitan dengan konteks atau isi
tema; sedangkan keterampilan berkaitan dengan kemampuan mengungkapkan
isi tema tersebut
Tujuan yang lain juga dikemukakan, bahwa para mahasiswa diharapkan
dapat menguasai kompetensi komunikatif berupa keterampilan berbahasa, yakni
memahami dan menguasai ragam komunikasi lisan dan tertulis dalam berbagai
wacana dan topik, serta mampu menggunakan sistem bahasa secara efektif dan
benar.
Tujuan tersebut menurut mereka merupakan tujuan utama, karena
keberhasilan pembelajaran keterampilan berbahasa ditentukan oleh sejauh mana
mahasiswa dapat atau mampu menguasai kompetensi keterampilan berbahasa
secara lisan dan tertulis.
Untuk mencapai tujuan tersebut persyaratan yang harus dipenuhi
diantaranya adalah: a) adanya kesesuaian materi pembelajaran dengan
pengalaman, pengetahuan, dan kebutuhan mahasiswa; b) adanya ketersediaan
sarana dan prasarana yang dapat menunjang tujuan tersebut; c) adanya suasana
lingkungan pembelajaran yang baik dan nyaman, serta d) adanya komitmen
dari seluruh tim dosen matakuliah keterampilan berbahasa dalam mengantarkan
mahasiswanya untuk berkemampuan yang baik dan optimal.
Alit Mahfiatdm/Duerasi/PPS-UPnm
155
c Persepsi Dosen tentang Penyusunan Rencana Pembelajaran Keterampilan Berbahasa
Hasil analisis data menunjukkan bahwa dosen memiliki kecenderungan
pendapat yang sama tentang proses penyusunan rencana pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran disusun dengan mempelajari lebih dulu perencanaan
yang sudah ada yakni berupa petunjuk umum mengenai kurikulum yang
berlaku; kemudian memperbaiki hal-hal yang kurang lengkap atau dianggap
kurang sempurna; namun dari langkah tersebut, sebagian kecil saja (sekitar
25%) dosen melakukan penyusunan rencana pembelajaran didahului dengan
mempelajari kurikulum atau mengacu pada kurikulum yang berlaku pada
Program Pendidikan Bahasa Jerman.
Mereka berpendapat, bahwa hal ini dilakukan karena kurikulum
merupakan sumber yang dapat dijadikan pegangan atau titik tolak dalam
merumuskan berbagai komponen pembelajaran, dari mulai penyusunan rencana
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, sampai pada evaluasi pembelajaran.
Dalam menyusun rencana pembelajaran, aspek materi pembelajaran
juga menjadi salah satu bahan pertimbangan. Materi apa yang akan
disampaikan; berapa lama diperlukan untuk menyampaikan pokok-pokok
materi tersebut, dan bagaimana menyampaikannya, seluruhnya disusun dalam
bentuk deskripsi mata kuliah keterampilan berbahasa. Dengan demikian,
menurut mereka, penyusunan perencanaan pembelajaran keterampilan
berbahasa merupakan bentuk kegiatan yang di dalamnya terdiri atas rangkaian
kegiatan dari mulai merumuskan tujuan, memilih materi pembelajaran,
Alis M<&fixldbi/DixTla3i/PPS-UPI2006
156
melaksanakan kegiatan, menentukan media, sampat pada menetapkan alat
evaluasi.
d. Kondisi Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Pada Program Pendidikan Bahasa Jerman FPBS UPI selama ini
Dalam pelaksanaan pembelajaran, hal-hal pokok yang menjadi fokus
kajian diantaranya adalah metode pembelajaran yang digunakan; sumber belajar
yang digunakan; serta sarana/fasilitas dan lingkungan belajar yang menunjang
pembelajaran. Berikut ini disajikan fokus kajian utama berkenaan dengan
kondisi pembelajaran tersebut.
1) Metode Pembelajaran yang Digunakan
Metode yang paling banyak digunakan dalam pembelajaran
keterampilan berbahasa adalah metode tanya jawab dan metode pemberian
tugas. Metode tanya jawab berkenaan dengan keterampilan menyimak dan
berbicara; sedangkan metode pemberian tugas berkenaan dengan keterampilan
membaca dan menulis.
Selain kedua metode pembelajaran tersebut, dosen juga menggunakan
metode lainnya, yakni metode ceramah. Alasan menggunakan metode ceramah
ini adalah untuk mempermudah dalam menjelaskan hal-hal yang berhubungan
dengan tata-bahasa dan hal-hal yang bersifat kontekstual. Cara menyampaikan
metode ceramah tersebut dilakukan dengan menggunakan bahasa Jerman
secara langsung dalam kalimat-kalimat yang sederhana dan mudah dimengerti.
Dosen kadang-kadang juga menggunakan bahasa Indonesia bila diperlukan.
Azu Mckjuddin/Di3erto3i/PPS-UP12006
157
Dengan cara ini menurut dosen, pemahaman akan struktur atau tatabahasa
bahasa Jerman dan aturan-aturan penggunaannya lebih baik bila dibandingkan
dengan cara atau metode yang lainnya.
Mengajarkan keterampilan berbahasa menurut mereka pada hakekatnya
adalah mengajarkan praktek bahasa, baik secara lisan maupun tertulis.
Mempraktekkan bahasa asing dalam konteks dan pokok bahasan tertentu
memerlukan bentuk praktek yang dapat menghidupkan situasi atau suasana
pembelajaran yang menyenangkan.
Salah satu metode yang juga dapat digunakan (selain tanya jawab)
adalah metode simulasi dalam bentuk role playing, yakni menyuruh para
mahasiswa untuk berdialog sesuai dengan tema yang sudah disiapkan dosen
terutama berkenaan dengan keterampilan berbicara dan menyimak. Di sini
mahasiswa ditugasi untuk bermain peran sesuai dengan perannya masing-
masing. Dengan cara ini diharapkan mahasiswa mampu mengapresiasikan
bahasa Jerman secara langsung melalui tema dialog yang ada. Dengan
demikian praktek pembelajaran keterampilan berbahasa menjadi fokus kegiatan
dalam upaya meningkatkan kemampuan berbahasa mahasiswa.
Data hasil angket dan wawancara tersebut juga sejalan dengan data hasil
observasi. Menurut catatan obeservasi, praktek pembelajaran keterampilan
berbahasa yang dilakukan dosen banyak diwarnai oleh upaya dosen untuk
mendorong mahasiswa agar aktif dan produktif dalam menguasai materi
pembelajaran sesuai dengan sumber atau buku yang digunakan. Hal ini
Azis Mahfuddm/Díxrtas¡/PPS-UP12006
158
dilakukan melalui cara-cara dialog atau bentuk pertanyaan yang diajukan secara
intensif atau terus menerus.
Hasil observasi juga menunjukkan, setiap dosen keterampilan berbahasa
cenderung memiliki pola mengajar yang sama dalam mata kuliah keterampilan
berbahasa. Pola mengajar tersebut dilakukan melalui tiga tahap, yakni pertama,
tahap pendahuluan sebagai pembuka aktivitas pembelajaran; kedua, tahap
proses atau pelaksanaan pembelajaran berupa pembahasan materi pokok; dan
ketiga, tahap penutup sebagai bentuk kesimpulan pembelajaran.
Tahap pendahuluan diawali dengan penciptaan situasi dengan tanya
jawab ringan, sekaligus mengecek kembali materi yang telah diberikan
sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pemberian materi
selanjutnya, sehingga antara apa yang telah diberikan sebelumnya dengan apa
yang akan disampaikan saat itu terdapat kesinambungan.
Pada tahap proses pembelajaran, dosen mulai dengan materi pokok
melalui metode dan teknik pembelajaran yang sesuai dengan tema atau topik
yang diberikan. Untuk menghidupkan suasana belajar mengajar yang kondusif,
pada setiap proses pembelajaran dosen melakukan upaya-upaya pemberian
motivasi, dan pemberian reward atau reinforcement kepada mahasiswa.
Menurut mereka cara seperti ini dapat membangkitkan motivasi dan minat para
mahasiswa, sekaligus dapat membangkitkan suasana belajar yang kondusif dan
menyenangkan.
Upaya lain juga dilakukan melalui interaksi interpersonal antara dosen
dan mahasiswa dengan cara tanya jawab intensif mengenai tema atau topik
Aza MattfuddMDtiertasi/PPS-UPnm
yang sedang dibahas. Menurut dosen hal ini sangat cocok
kompetensi komunikatif mahasiswa khususnya dalam keterampilan menyimak
dan berbicara.
Pada tahap akhir proses pembelajaran, kegiatan pembelajaran ditutup
dengan menyampaikan kesimpulan mengenai apa-apa yang telah disajikan,
sekaligus dilakukan evaluasi melalui tanya jawab singkat atau pertanyaan-
pertanyaan pendek untuk mengetahui apakah hasil pembelajaran telah tercapai
atau tidak. Dalam matakuliah keterampilan berbahasa, proses tanya jawab
dapat terjadi setiap saat atau selama pembelajaran berlangsung. Hal ini
dilakukan agar mahasiswa terlatih menyimak dan aktif dalam berbahasa lisan.
Selanjutnya dosen melakukan pemberian tugas kepada mahasiswa untuk
mengerjakan soal-soal atau kajian tema yang ada pada buku sumber yang
digunakan.
2) Sumber Belajar yang Digunakan Dosen dalam Pembelajaran Keterampilan Berbahasa
Buku Themen Neu dan EM adalah buku sumber yang menjadi acuan
atau sumber bacaan bagi para mahasiswa. Buku sumber Themen Neu terdiri atas
tiga jilid, yakni Themen Neu 1 untuk semester 1; Themen Neu 2 untuk semester
2, dan Themen Neu 3 untuk semester 3. Sementara pada semester 4, buku
sumber yang digunakan adalah EM neu. Semua dosen matakulah keterampilan
berbahasa menggunakan buku tersebut dengan alasan bahwa buku ini memiliki
isi yang cukup relevan dalam mengakomodasi pengetahuan dan keterampilan
berbahasa, baik yang menyangkut keterampilan menyimak, berbicara,
Azis Mahfitd£n/Dixrtaa/PPS-UPI2006
160
membaca maupun menulis. Isi buku ini memuat berbagai topik atau tema serta
latihan-latihan yang dapat dipilih atau dikemas kembali oleh dosen sesuai
dengan kebutuhan mahasiswa. Khusus untuk keterampilan menyimak, buku ini
juga ditunjang oleh penggunaan media dalam bentuk CD.
Namun demikian, sejak kurikulum 1994, buku tersebut terus
disempurnakan dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan para penggunanya
melalui terbitan baru. Walaupun begitu, para dosen dapat mengembangkannya
dan mengemasnya sendiri materi-materi yang ada dalam buku tersebut sesuai
dengan kompetensi yang diharapkan.
Buku sumber belajar ini juga menggunakan pendekatan pembelajaran
secara terintegrasi, artinya bahwa keterampilan berbahasa (menyimak,
berbicara, membaca dan menulis) tidak diajarkan secara terpisah, melainkan
terpadu dalam satu kesatuan yang utuh, dan materinya disajikan secara
berkesinambungan melalui tim dosen. Dengan cara ini para dosen dapat
berkolaborasi mengenai materi yang disajikan, sehingga dapat memperkaya
hasanah pengetahuan bahasa mahasiswa.
3) Sarana, Fasilitas dan Lingkungan Belajar yang Digunakan dalam Proses Pembelajaran
Sarana, fasilitas, dan lingkungan belajar merupakan faktor penunjang
yang cukup penting dalam mengantarkan proses pembelajaran yang baik dan
efektif. Dalam proses pembelajaran keterampilan berbahasa, hampir semua
dosen berpendapat bahwa sarana atau fasilitas, dan lingkungan belajar
Aiis Mahfi*WtfDixrtasia'PS-UPI20O6
161
merupakan faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan
belajar mahasiswa.
Suasana kelas, ketersediaan alat bantu atau alat peraga dan fasilitas
lainnya (termasuk lingkungan belajar di luar kelas) dianggap dapat memberikan
sumbangsih yang positif dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan
mahasiswa dalam berbahasa asing (bahasa Jerman). Ketersedian sarana atau
fasilitas dan penggunaan media yang cocok (baik media gambar maupun
elektronik), serta penyajian yang menarik, dapat memberikan motivasi kepada
para mahasiswa untuk tetap bersemangat belajar. Pendekatan komunikatif
dengan menggunakan berbagai media pembelajaran, secara langsung akan
dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan berbahasa yang lebih
efektif.
Dari hasil observasi awal, persepsi dosen tentang sarana, fasilitas, dan
lingkungan belajar yang ada dalam kegiatan proses pembelajaran keterampilan
berbahasa adalah sebagai berikut:
a) Secara umum, mengenai ukuran, bentuk dan suasana ruang kelas yang ada
sekarang ini (menurut mereka) dianggap kurang begitu menunjang keberhasilan
kegiatan belajar mengajar keterampilan berbahasa. Kondisi ini sangat beralasan
karena adanya keterbatasan kemampuan lembaga dalam menyediakan ruangan
yang representatif bagi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Menurut
sebagian besar dosen, ruangan kelas dengan segala kelengkapannya merupakan
parasarana yang cukup penting, karena kondisi ruangan kelas tersebut
berhubungan langsung dengan suasana pembelajaran.
Azis M<úifuddm/Dnertasi&PS-UPnm
162
b) Dalam pembelajaran keterampilan berbahasa, buku pegangan dosen yang
sesuai dengan kurikulum yang berlaku dianggap sudah cukup memadai,
walaupun masih perlu referensi lain yang dapat mendukung buku pegangan
tersebut Sementara buku perkuliahan yang dijadikan pegangan mahasiswa,
kurang atau tidak tersedia di perpustakaan; namun mereka diwajibkan untuk
memilikinya dengan cara membeli atau memfoto-copy. Ketidak-tersediaan
buku sumber untuk mahasiswa merupakan salah satu faktor penghambat dalam
proses pembelajaran keterampilan berbahasa.
c) Alat bantu atau alat peraga pendidikan yang digunakan dalam pembelajaran
keterampilan berbahasa cukup tersedia di jurusan atau di program. Namun
demikian, alat ini menurut dosen perlu diupayakan peningkatan
ketersediaannya, baik dari segi jumlahnya maupun mutunya agar rasio jumlah
alat peraga dengan jumlah mahasiswa sebanding dan proporsional. Alat atau
media pembelajaran yang tersedia meliputi tape recorder, OHP, LCD, beberapa
gambar atau peta dan media lainnya.
d) Berkenaan dengan situasi pembelajaran, iklim kerja, dan kondisi komunikasi
interpersonal di kalangan para dosen di lingkungan program, serta hubungan
dengan pimpinan program atau jurusan, dosen mempersepsikan bahwa situasi
pembelajaran tersebut dianggap cukup menunjang proses pembelajaran
keterampilan berbahasa; sedangkan suasana atau lingkungan belajar di luar
kelas kurang mendukung terhadap penciptaan suasana dan pelaksanaan belajar
mengajar di dalam kelas, karena suasananya terlalu gaduh dengan banyaknya
aktivitas mahasiswa lainnya.
Azis MahfutWDlseru¡si/PPS-UPI2006
163
e) Fasilitas dan alat bantu yang ada, khusus untuk keperluan matakuliah
keterampilan berbahasa cukup dapat menunjang keberhasilan kegiatan
pembentukan keterampilan berbahasa mahasiswa; artinya bahwa peralatan
praktek bahasa untuk menunjang keterampilan berbahasa yang sesuai dengan
tuntutan kurikulum dianggap cukup memadai dalam mengatasi situasi kelas
yang kurang mendukung tadi. Sementara itu, mengenai bahan atau materi yang
diinginan untuk praktek bahasa yang dapat membentuk keterampilan berbahasa
mahasiswa, menurut sebagian besar dosen juga cukup memadai. Hal ini
ditunjang oleh adanya upaya dosen untuk mengemas dan menyusun materi
sesuai dengan pengalaman dan kebutuhan para pembelajar yang juga dilengkapi
dengan referensi atau sumber buku lain relevan.
f) Hal-hal yang berhubungan dengan tugas-tugas administrasi yang diberikan
kepada para dosen, sebagian dosen mempersepsikan bahwa tugas-tugas tersebut
cukup mendukung tugas utama kegiatan pembelajaran. Tugas-tugas itu cukup
bermanfaat karena berkaitan dengan penyusunan silabus, satuan acara
perkuliahan (SAP), dan hand out atau deskripsi matakuliah yang kesemunya
dapat dijadikan pegangan untuk kemudian digunakan dalam pelaksanaan
kegiatan pembelajaran.
f. Persepsi dan Pola Pembelajaran Mahasiswa dalam Matakuliah Keterampilan Berbahasa
Untuk mengetahui persepsi dan pola pembelajaran mahasiswa dalam
matakuliah keterampilan berbahasa, berikut ini disajikan hasil angket yang telah
disebarkan kepada mereka.
Aza Ma^uddm/DhfrmsifPPS-UPn006
164
1) Persepsi Mahasiswa terhadap Mata kuliah Keterampilan Berbahasa
Tentang matakuliah keterampilan berbahasa, mahasiswa memiliki
kecenderungan persepsi yang sama, bahwa matakuliah keterampilan berbahasa
tersebut merupakan mata kuliah yang relatif sulit, jika dibandingkan dengan
matakuliah yang lain dalam suatu semester tertentu. Kesulitan itu disebabkan
oleh : a) adanya kompleksitas kaidah atau tatabahasa Jerman yang cukup unik,
b) kesempatan waktu yang kurang dalam mempraktekkan bahasa, c)
kekurangan buku sumber atau referensi sebagai pegangan dalam menunjang
keterampilan bebahasa; dan d) adanya tuntutan wajib tempuh dan wajib lulus.
Kesulitan yang berkenaan dengan kaidah atau tatabahasa bahasa Jerman
menyangkut masalah pola dan struktur bahasa yang berbeda, baik dengan
bahasa Indonesia maupun dengan bahasa Inggris. Perbedaan ini seringkah'
membuat mahasiswa sulit untuk mengungkapkan pikiran dan pendapatnya
secara benar dalam bahasa asing. Demikian pula perbedaan dilihat dari sisi
ucapan (pronunciation), ungkapan-ungkapan pragmatik sebagaimana bahasa
yang diungkapkan oleh penutur asli (native Speaker), dan ungkapan-ungkapan
lain yang memiliki padanan makna (idiomatik).
Kesulitan yang berkenaan dengan waktu yang kurang dalam
mempraktekkan bahasa, sudah menjadi alasan yang seringkah dikemukakan.
Kesempatan mahasiswa untuk mempraktekkan bahasa hanya terbatas pada
waktu-waktu perkuliahan saja. Ini pun tidak menjamin setiap mahasiswa
memperoleh kesempatan mempraktekkan bahasa secara langsung karena
keterbatasan waktu. Karena itu, perlu diupayakan bentuk Lain untuk memberi
Azis Mahfi*kfoi/Disertiui/PPS-UPn006
165
kesempatan seluas-luasnya kepada para mahasiswa untuk dapat
mengaplikasikan pengetahuan kebahasaannya.
Kesulitan yang berkenaan dengan buku sumber yang dapat menunjang
keterampilan berbahasa, juga merupakan salah satu alasan yang dikemukakan
para mahasiswa. Buku sumber seyogyanya tidak terpaku pada buku pegangan
khusus dosen, tetapi juga buku-buku sumber lain yang harus dimiliki mabastwa
yang disediakan khusus untuk latihan-latihan.
Di samping itu pula ada kesulitan lain yang berkenaan dengan sarana
dan fasilitas pembelajaran keterampilan berbahasa. Penggunaan sarana
pembelajaran keterampilan berbahasa menurut persepsi mahasiswa belum
maksimal. Hal ini disebabkan oleh kondisi dan situasi ruangan yang kurang
represenatif dan fasilitas pembelajaran yang jumlahnya masih terbatas.
Pemanfaatan media pembelajaran akan dapat menunjang proses pembelajaran
dengan baik apabila dilakukan secara optimal dan sesuai dengan kebutuhan
yang ada. Dengan demikian, kesulitan-kesulitan yang dialami dalam kegiatan
belajar mengajar dapat diminimalisir sekecil mungkin, agar proses
pembelajaran tetap berlangsung sebagaimana mestinya.
2) Minat Mahasiswa terhadap Matakuliah Keterampilan Berbahasa
Dalam menguasai keterampilan berbahasa, faktor minat merupakan
salah satu pendukung yang kuat. Hal ini sejalan dengan hasil yang diperoleh
dari sebaran angket, bahwa semakin tinggi skor minat seseorang, semakin
tinggi pula skor keterampilan berbahasa. Sebaliknya, semakin rendah skor
Azis Mtüjfami/DisenasUPPS-VP¡2006
166
minat seseorang terhadap keterampilan berbahasa, semakin rendah pula skor
kemampuan dalam keterampilan berbahasa.
Bila dilihat hasil secara keseluruhan dari responden (yakni 24 orang
mahasiswa), rata-rata skor minat yang diperoleh adalah sebesar 1, 77 dari
skala 0 sampai 3 ( 0 - 1 - 2 - 3 ) . Apabila angka 1 ditafsirkan kurang; 2 =
cukup atau sedang; dan 3 = baik, maka angka atau skor sebesar 1,77
termasuk kategori di bawah kategori cukup atau sedang. Ini mengandung arti
bahwa minat mahasiswa terhadap keterampilan berbahasa belum optimal atau
dapat ditafsirkan kurang.
Dalam konteks pembelajaran keterampilan berbahasa, minat mahasiswa
perlu dikembangkan melalui berbagai upaya yang dapat merangsang gairah
belajar mahasiswa. Salah saru upaya tersebut berkaitan dengan bagaimana
membuat dan mengembangkan program pembelajaran yang dapat
meningkatkan minat mahasiswa agar mereka memiliki keterampilan berbahasa
yang lebih baik.
3) Pola dan Cara Belajar Keterampilan Berbahasa Mahasiswa
Keberhasilan mahasiswa yang ditunjukkan dalam bentuk kemampuan
atau keterampilan berbahasa, salah satunya ditentukan oleh pola dan cara
mereka belajar. Keterampilan berbahasa merupakan matakuliah yang
membutuhkan waktu pembelajaran yang cukup, aktivitas dan intensitas yang
tinggi, dan ketekunan serta kemauan para mahasiswa yang tinggi pula. Tuntutan
kebutuhan tersebut belum dapat dilaksanakan secara optimal dalam kegiatan
Azu Mafyuddm/DaeTtasi/PPS-UPnm
167
belajar mahasiswa selama ini. Karena itu hasil pembelajaran keterampilan
berbahasa belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Hasil prasurvai menggambarkan bahwa secara umum kemampuan
mahasiswa dalam keterampilan berbahasa (Jerman) termasuk kategori cukup
atau sedang. Data menunjukkan angka rata-rata 3,125 dari standar angka 1
sampai dengan 5 dengan penafsiran 1 - kurang sekali; 2 - kurang; 3 = cukup;
4 = baik; 5= baik sekali.
Kemampuan dalam hal keterampilan berbahasa tersebut berkenaan
dengan 1) kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis; 2)
kemampuan menguasai perbendaharaan kata (Wortschatz); 3) kemampuan
untuk memahami konten atau isi materi perkuliahan; 4) kemampuan untuk
memahami ide-ide dalam pembelajaran keterampilan berbahasa; dan 5)
kemampuan dalam memperbaiki hasil belajar secara efisien.
Berkenana dengan pola dan cara belajar mahasiswa, pada umumnya
mereka memiliki pola dan cara belajar yang bersifat pasif, yakni cara belajar
yang cenderung menekankan aspek pengetahuan bahasa secara teori (kognitif);
belum sepenuhnya menekankan pada aspek penggunaan bahasa (language use),
baik lisan maupun tertulis. Namun demikian, aktivitas pembelajaran
keterampilan berbahasa untuk mahasiswa selalu didorong dan dipacu oleh
aktivitas dosen berupa pemberian stimulus.
Pemberian stimulus dalam pembelajaran tersebut, dilakukan melalui
pertanyaan-pertanyaan yang sederhana tetapi memancing jawaban dengan
segera. Misalnya, "was mdchten wirfllr heute?" (apa yang kita inginkan hari
Azis Mahjuddrn/Diser1ast/PPS-UPI2006
168
ini), atau "was machen wir fur heute? " (apa yang akan kita lakukan hari ini?).
Sementara itu, hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan kosakata, kalimat,
textbook, dan materi tambahan lainnya dilakukan dengan cara mencatat dan
mengkaji bacaan-bacaan textbook. Aktivitas pembelajarannya dilakukan
dengan cara latihan-latihan, baik lisan maupun tertulis, diskusi kelompok, dan
pemberian tugas-tugas individual.
Para mahasiswa umumnya menganggap bahwa kosakata textbook,
textbook pembelajaran, dan materi tambahan yang digunakan cukup membantu
dalam pembelajaran keterampilan berbahasa. Namun demikian, materi-materi
tersebut masih perlu disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa, terutama yang
berhubungan dengan isi atau konteks yang relevan dengan pengalaman dan
pengetahuan mahasiswa.
Di samping itu, para mahasiswa juga berpendapat bahwa latihan-latihan
membaca cepat, dan diskusi-diskusi kelompok tentang materi-materi membaca
cukup baik dalam membantu mereka berbahasa. Alat bantu seperti tape
recorder, video, buku panduan dan lain-lain, juga cukup menunjang para
mahasiswa dalam belajar. Demikian pula diskusi-diskusi kelompok, latihan-
latihan tertulis dan latihan-latihan lisan di dalam kelas, mereka menganggap
aktivitas tersebut sangat membantu dan menunjang keberhasilan belajar.
Berkenaan dengan usaha-usaha mahasiswa dalam kegiatan
pembelajaran keterampilan berbahasa, pandangan mereka cukup bervariasi.
Beberapa mahasiswa kurang begitu tertarik dengan bahasa (keterampilan
berbahasa; tetapi umumnya mereka mencoba berusaha secara sungguh-
AMs Mahfuddiw'Dlsertasi/PPS-UPI2006
169
sungguh sesuai dengan kemampuannya untuk memperoleh hasil belajar yang
lebih baik.
Usaha-usaha yang mereka lakukan itu di antaranya adalah:
1) belajar dengan cara membaca teks, kemudian berusaha memahami isi dan
maknanya, lalu mempraktekkan percakapan tersebut dengan teman-temannya.
2) berupaya untuk aktif menyimak pelajaran di kelas dan juga ikut serta aktif
dalam proses pembelajarannya.
3) berupaya untuk terus latihan, terutama dalam mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan dosen.
4) berupaya untuk mengerti pelajaran yang diberikan di kelas, untuk kembali
dipelajari di rumah. Apabila kurang mengerti, mereka berusaha untuk bertanya
pada teman-teman yang lebih mengerti.
5) berusaha untuk memotivasi diri dalam belajar keterampilan berbahasa
6) berusaha untuk belajar bersama melalui kelompok-kelompok belajar yang
di bentuk di lingkungan kelasnya
7) berusaha untuk mengulang dan mencatat kembali dalam buku catatan tentang
apa-apa yang telah diajarkan di kelas
8) berusaha untuk giat belajar setiap waktu, minimal dua jam dalam satu hari.
Upaya-upaya tersebut menurut mereka dapat membantu meningkatkan
kemampuan berbahasa asing sekaligus memotivasi diri untuk terus belajar dan
latihan.
Alis MahfuddinKhserwi/PPS-UPiTm
170
2. Interpretasi Hasil Prasurvai
Pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi antara dosen yang
mengajar dan mahasiswa yang belajar dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran. Kegiatan pembelajaran berlangsung secara sengaja yang
dirancang untuk mempengaruhi mahasiswa belajar, sehingga proses belajar
berjalan dengan baik dan efektif.
Pembelajaran keterampilan berbahasa merupakan suatu proses kegiatan
belajar mengajar dengan tujuan agar para mahasiswa memiliki kemampuan
berbahasa, baik lisan maupun tertulis dengan mengacu pada prinsip-prinsip
pembelajaran bahasa yang berhubungan dengan kaidah-kaidah linguistik.
Kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran ini berupa pemahaman dan
penguasaan ragam bahasa komunikasi lisan dan tulis bahasa asing (bahasa
Jerman) secara standar dalam berbagai wacana dan topik.
Untuk mencapai itu semua, dosen dituntut untuk memiliki kemampuan
profesional dalam mengajar; memiliki keterampilan berbahasa yang baik dan
latar belakang akademik yang baik pula. Di sini dosen harus selalu berupaya
meningkatkan wawasan dan kinerjanya dalam rangka membantu mahasiswa
untuk memperoleh hasil belajar yang optimal.
Upaya untuk meningkatkan wawasan dan kinerja tersebut dapat
dilakukan melalui berbagai kegiatan, misalnya melalui penelitian tindakan
kelas, atau diskusi dengan teman sejawat untuk mencari solusi bagaimana
kemampuan dan keterampilan berbahasa mahasiswa itu dapat ditingkatkan
secara signifikan sebagaimana yang diharapkan. Ini merupakan salah satu
Azis MakfuddMDisertasr/PPS-UPnm
masalah yang dihadapi para dosen dalam meningkatkan kinerjanya agar
kemampuan dan keterampilan mahasiswa dalam berbahasa tersebut menjadi
lebih baik. Sebagian besar dosen menganggap bahwa sampai saat ini
kemampuan dan keterampilan berbahasa mahasiswa (secara rata-rata) belum
mencapai standar hasil yang memuaskan. Fenomena ini menunjukkan bahwa
program pembelajaran keterampilan berbahasa perlu dikembangkan lebih lanjut
dengan berbagai upaya yang dilakukan.
Dalam konteks pembelajaran yang terfokus pada kurikulum
pembelajaran, terdapat tiga aspek kegiatan yang dilakukan, yakni 1) aspek
perencanaan pembelajaran; 2) aspek pelaksanaan pembelajaran; dan 3) aspek
evaluasi pembelajaran.
Sehubungan dengan itu, hasil-hasil yang dilakukan melalui kegiatan
prasurvai telah dikemukakan pada deskripsi di bagian awal bab ini, untuk
selanjutnya dilakukan interpretasi dari setiap aspek seperti berikut
a) Aspek Perencanaan Pembelajaran
Interpretasi dari aspek ini adalah bahwa kegiatan perencanaan
pembelajaran keterampilan berbahasa yang dilakukan para dosen merupakan
suatu bentuk persiapan atau rancangan dalam rangkaian kegiatan belajar
mengajar di dalam kelas, dari mulai awal pembelajaran sampai dengan akhir
pembelajaran.
Persepsi dosen tentang matakuliah keterampilan berbahasa memiliki
kaitan dengan proses penyusunan pembelajaran keterampilan berbahasa itu
Aza Mahfiiddm/Di3ertasi/PPS-UP12006
172
sendiri. Nampaknya perencanaan pembelajaran yang disusun oleh para dosen
selama ini hanya merupakan perencanaan yang berorientasi pada materi
pembelajaran yang rinciannya mencakup 14 hingga 16 kali pertemuan. Ini dapat
dilihat dari proses penyusunan silabus yang mereka lakukan. Mereka tidak lagi
melihat kurikulum secara utuh, namun perencanaan tersebut disusun
berdasarkan materi atau tema-tema yang sudah tercantum dalam buku sumber
yang susunan isinya telah terpolakan sedemikian rupa.
Proses penyusunan rencana pembelajaran juga dilakukan dengan
melihat format atau hasil perencanaan yang sudah ada sebelumnya. Di sini
seakan-akan perencanaan berfungsi sebagai persyaratan yang sifatnya
administratif; dan bukan merupakan pedoman yang digunakan langsung dalam
proses pembelajaran. Merencanakan pembelajaran keterampilan berbahasa bagi
dosen adalah merancang materi apa saja yang harus dikuasai mahasiswa; bukan
lagi tujuan atau kompetensi seperti apa yang mesti dimiliki mahasiswa. Untuk
merencanakan pembelajaran ada empat langkah yang dilakukan dosen.
Langkah pertama adalah merumuskan tujuan pembelajaran. Untuk
merumuskan tujuan pembelajaran, acuan umum yang digunakan para dosen
memang mengacu pada tujuan yang tercantum dalam kurikulum dan aspek
kompetensi yang harus dimiliki mahasiswa berkenaan dengan kemampuan atau
tingkat kognisi, afeksi dan psikomotor, serta materi pembelajaran. Namun
demikian, penyusunan rumusan tujuan dalam merencanakan pembelajaran
tersebut lebih terfokus pada tujuan yang ingin dicapai pada setiap keterampilan
berbahasa. Sebagai contoh misalnya, tujuan keterampilan membaca (Lesen)
Azis Matyuddin/Disertasifi'PS~UP!2006
173
Azis Mafyuddm/DIsertasi/PPS- UP12006
pada semester 3 adalah agar mahasiswa dapat memahami teks terutama yang
menggunakan bahasa sehari-hari atau bahasa yang berhubungan dengan
bidang pekerjaan; memahami surat pribadi yang mengabarkan kejadian,
perasaan, dan keinginan. (Silabus Matakuliah Lesen UI).
Rumusan tujuan ini lebih menggambarkan hubungan langsung dengan
materi pembelajaran, yakni berupa teks-teks yang di dalamnya memuat
berbagai tema atau topik-topik tertentu. Khusus untuk keterampilan berbahasa,
aspek tentang bagaimana menggunakan bahasa (language use) memang belum
mendapat penekanan khusus dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran
masih berorientasi pada sejauh mana para mahasiswa memahami isi teks atau
tema yang disajikan; belum merujuk pada bagaimana para mahasiswa
menggunakan bahasa dalam memahami isi teks atau tema. Bagi dosen, yang
penting adalah bahwa mahasiswa mampu memahami atau mengerti isi atau
konteks yang sedang dibahas. Hal ini belum menunjukkan kompetensi-
kompetensi yang mengarah pada kemampuan mengaplikasikan pengetahuan
bahasa dalam bentuk keterampilan berbahasa secara nyata.
Langkah kedua dalam merumuskan perencanaan adalah berupa
pemilihan bahan atau materi yang akan diberikan. Pemilihan materi
pembelajaran tersebut menurut para dosen disesuaikan dengan kebutuhan dan
kebermanfaatan bagi para pembelajar (mahasiswa) pada setiap level tertentu.
Hal ini mengandung arti bahwa materi tersebut harus diselaraskan dengan
tujuan pembelajaran khusus yang dirumuskan berdasarkan acuan tujuan
umum dalam kurikulum; namun dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan
174
selama ini, dosen hanya memilih materi atau pokok bahasan berdasarkan materi
atau tema-tema yang tercantum dalam buku sumber (buku pegangan).
Di smi para dosen terlalu terpaku pada bahan atau materi yang ada,
sehingga tidak ada upaya pengemasan materi yang didasarkan pada pengalaman
dan kebutuhan mahasiswa melalui sumber atau referensi lain. Materi
pembelajaran yang sejalan dengan pengetahuan dan pengalaman mahasiswa
memang akan sangat membantu untuk meningkatkan motivasi dan minat
belajar mahasiswa.
Menurut para dosen, dalam menyusun rencana pembelajaran, materi
yang diberikan disusun berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang mengacu
pada: 1) rumusan tujuan kurikulum; 2) buku sumber yang digunakan; 3) pokok
bahasan yang tercantum dalam deskripsi mata kuliah; dan 4) kompetensi yang
harus dimiliki para mahasiswa. Namun demikian, perencanaan pembelajaran
pada umumnya disusun berdasarkan materi yang sudah tersusun sedemikian
rupa, baik struktur atau susunannya maupun kedalaman isinya yang tertera
dalam buku sumber (pegangan). Di sini dosen tinggal melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan materi yang ada, tanpa harus mengkolaborasi
dengan bahan atau materi dari buku sumber yang lain.
Secara lebih khusus, penyusunan rencana pembelajaran yang meliputi
tujuan khusus yang akan dicapai; pemilihan materi yang sesuai dengan
kebutuhan dan lingkup pengetahuan mahasiswa (dunia dan pengalaman
mahasiswa); penentuan metode yang sesuai dan menarik; penggunaan media
pembelajaran secara optimal; penyusunan alat evaluasi yang dapat mengukur
Aia Utdifitddin/Disena3i/PPS-UPD006
175
hasil pembelajaran; perbaikan sistem pembelajaran apabila tidak mencapai
sasaran tujuan dalam bentuk umpan balik (feedback), belum sepenuhnya
dilakukan. Penyusunan perencanaan pembelajaran (dalam bentuk silabus)
masih sebatas syarat administratif, bukan sebagai upaya untuk penyelenggaraan
proses pembelajaran yang lebih baik.
Langkah ketiga adalah memilih metode pembelajaran yang tepat
Metode pembelajaran merupakan cara-cara atau strategi dalam mengajarkan
materi pembelajaran agar apa yang diajarkan mencapai tujuan yang diharapkan.
Pemilihan metode yang tepat dan sesuai dengan materi yang diberikan akan
membantu memudahkan pencapaian tujuan secara optimal.
Dalam konteks penyusunan rencana pembelajaran bahasa asing (bahasa
Jerman) terutama pembelajaran keterampilan berbahasa, para dosen telah
berusaha menentukan beberapa metode pembelajaran yang akan digunakan
dalam kegiatan pembelajaran. Metode yang digunakan umumnya terdiri atas
metode ceramah, tanya jawab, diskusi dan bermain peran. Penentuan metode
pembelajaran ini masih terkesan umum, belum menyentuh pada hakekat
pembelajaran keterampilan berbahasa yang mengutamakan dan menekankan
kompetensi komunikatif dengan aktivitas mahasiswa yang lebih utama.
Langkah keempat adalah menyusun alat evaluasi yang dapat mengukur
apa yang menjadi tujuan pembelajaran khusus sesuai dengan bahan atau materi
yang diberikan. Penyusunan alat evaluasi dalam rencana pembelajaran ini
belum sepenuhnya dirancang dan dipersiapkan dengan baik. Alat evaluasi baru
sebatas terbentuk pertanyaan-pertanyaan yang sudah ada atau tersedia dalam
AzU Makfuddtn/DisrUaifPPS-UPnOOé
176
materi atau bahan pembelajaran. Dosen belum mengemasnya secara lebih
khusus untuk mengetahui tingkat pemahaman dan kemampuan mahasiswa
secara keseluruhan, dengan memperhatikan kompetensi-kompetensi yang ingin
dicapai dalam proses pembelajaran. Penyusunan alat evaluasi tidak dilakukan
dengan menentukan lebih dulu kompetensi apa atau kompetensi mana yang
perlu dijadikan fokus evaluasi. Penyusunan alat evaluasi masih terfokus pada
pemahaman atau penguasaan materi yang disajikan.
b) Aspek pelaksanaan pembelajaran
Dalam pelaksanaan pembelajaran, ada tiga aspek utama yang dijadikan
pegangan dosen untuk mengamati proses pembelajaran keterampilan berbahasa
dalam kelas interaksi Pertama, aspek kondisi kelas yang mencerminan
dinamika pembelajaran antara dosen dan mahasiswa. Kedua, aspek manajemen
kelas yang berkenaan dengan aktivitas dosen dalam mengelola (memanaj)
kelas. Ketiga, aspek pengukuran kriteria untuk tugas-tugas belajar bahasa
(keterampilan berbahasa).
Ketiga aspek tersebut merupakan gambaran umum mengenai proses
pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbahasa yang dilakukan dosen dalam
aktivitasnya. Prinsip yang dikembangkan dalam pembelajaran keterampilan
berbahasa mengacu pada penguasaan keempat keterampilan, yakni menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis melalui pendekatan komunikatif.
Aza Mahfuddin/DuertasifPP$-UPI2<m
177
Untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung
berikut ini dijelaskan mengenai kondisi kelas, pengelolaan kelas dan
pengukuran kriteria untuk tugas-tugas belajar keterampilan berbahasa.
Kondei Kelas
Dalam proses pembelajaran keterampilan berbahasa, secara umum
kegiatan atau aktivitas dosen-mahasiswa di dalam kelas berjalan sesuai dengan
pola dan kebiasaan pembelajaran yang selama ini berlangsung; dan belum ada
upaya inovatif yang dilakukan dosen untuk meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan para mahasiswa. Hal ini disebabkan oleh rasa puas diri terhadap
apa yang dilakukannya selama ini, karena apa yang dilakukannya merasa sudah
sesuai dengan apa yang diperolehnya dari sumber yang dianggap relevan.
Dalam interaksi belajar mengajar keterampilan berbahasa, dosen secara
rutin memang lebih banyak menggunakan metode tanya jawab, yakni dengan
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab mahasiswa; akan
tetapi pertanyaan-pertanyaan itu masih terlalu terpaku pada aspek pemahaman
akan konteks materi pembelajaran. Aspek-espek yang berkaitan dengan
penggunaan bahasa asing (bahasa Jerman) dalam menjawab pertanyaan belum
sepenuhnya mendapat perhatian, sehingga aktivitas belajar mahasiswa terkesan
lebih terfokus pada pertanyaan-pertanyaan isi.
Dalam menjelaskan materi pembelajaran keterampilan berbahasa, poin-
poin tata bahasa (grammar), kosa kata, materi bahasa yang bersifat fungsional,
poin-poin yang berhubungan dengan isi atau tema bacaan, tidak terlalu
Azis Mahfuddtn/Diseriasl/PPS-UPI2006
178
mendapat tekanan dalam kegiatan pembelajaran. Menurut dosen, kondisi ini
sangat beralasan karena pendekatan pembelajaran keterampilan berbahasa
merujuk pada pendekatan komunikatif yang lebih menekankan pengembangan
keterampilan berbahasa secara terintegrasi (antara menyimak, berbicara,
membaca dan menulis). Nampaknya, aktivitas mahasiswa masih sangat
tergantung pada bagaimana dosen memperlakukannya. Mahasiswa masih
terkesan pasif apabila pola dan gaya mengajar dosen tidak mampu
membangkitkan mereka dalam aktivitas yang tinggi.
Manajemen Kelas
Secara umum pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbahasa
menunjukkan kategori cukup, apabila dilihat dari sudut pandang manajmen
kelas. Hal ini ditunjukkan melalui hasil pengamatan, bahwa sepanjang
pembelajaran atau kegiatan proses belajar mengajar berlangsung, berjalan
dengan cukup baik, walaupun masih ada kekakuan terutama ketika pertanyaan
dosen belum terjawab oleh mahasiswa. Di sini suasananya sudah menunjukkan
bahwa kelas itu difahami sebagaimana yang diharapkan sepanjang waktu, yakni
efektif, efisian, dan menghasilkan sesuatu yang diharapkan, walaupun belum
optimal.
Berkenaan dengan penciptaan iklim belajar, nampaknya dosen secara
sungguh-sungguh telah berusaha untuk membuat mahasiswa tertarik pada
perkuliahan yang diberikan; berusaha untuk membuat semua mahasiswa faham
atau mengerti; berusaha untuk mencintakan iklim atau atmosftr kelas yang
Azis Maf^vddM)i3erUui/PPS-UPI2m
179
positif dan menyenangkan; berusaha untuk membuat kontak personal dengan
mahasiswa; dan berusaha untuk menentukan dan memperbaiki langkah-langkah
pembelajaran yang dianggap cocok dan sesuai; akan tetapi usaha-usaha tersebut
belum sepenuhnya memberikan kontribusi terhadap proses pembelajaran yang
terjadi. Beberapa kemungkinan yang dapat diduga di antaranya disebabkan oleh
faktor kondisi mahasiswa itu sendiri, baik yang berkenaan dengan minat dan
bakat, motivasi, suasana individu, maupun latar belakang mereka yang
beragam.
Dalam manajemen (pengelolaan) kelas, dosen secara umum belum
sepenuhnya melaksanakan proses pembelajaran secara variatif; artinya bahwa
kegiatan pembelajaran masih terpaku pada metari pokok dan metode yang
digunakan selama ini. Variasi pembelajaran baru dilakukan melalui pembuatan
contoh-contoh lain di luar pokok bahasan. Memang hal ini sangat membantu
untuk meningkatkan pemahaman kebahasaan mahasiswa dalam rangka
mencapai kompetensi yang diharapkan.
Berkenaan dengan penampilannya, dosen sebenarnya sudah berusaha
untuk berkomunikasi secara sungguh-sungguh; berusaha terampil dalam
mengorganisasikan kerja kelompok mahasiswa; berusaha menjelaskan poin-
poin bahasa secara baik dan tepat; dan berusaha menciptakan atmosfir
pembelajaran yang menyenangkan agar para mahasiswa merasa enjoy dalam
belajar, namun usaha-usaha ini belum sepenuhnya menghasilkan hasil yang
optimal, karena peningkatan dan perubahan yang diinginkan memerlukan
proses yang membutuhkan waktu.
Axis Mahfuddtn/Disertasi/PPS- UPI2006
180
Pengukuran Kriteria Untuk Tugas-Tugas Belajar Bahasa
Dalam proses belajar bahasa, tugas-tugas yang diberikan merupakan
bagian yang penting dari kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan
keterampilan berbahasa mahasiswa.
Hasil sementara mengenai tugas-tugas yang diberikan dosen kepada
para mahasiswa menunjukkan bahwa tugas-tugas tersebut: 1) didasarkan pada
data-data otentik, termasuk katogori cukup baik; 2) mengarah pada kebutuhan
riil mahasiswa, berkategori cukup baik; 3) menggunakan pendekatan-
pendekatan yang relatif fleksibel; 4) memungkinkan solusi-solusi yang beragam
atau berbeda tergantung skill dan kemampuan mahasiswa; 5) mengacu pada
pertanyaan-pertanyaan yang merupakan input dari mahasiswa; 6) mencakup
interaksi dalam memecahkan masalah atau tugas-tugas tersebut; 7) sesuai
dengan kondisi mahasiswa untuk menilainya; 8) memberi tantangan kepada
para mahasiswa; 9) memberi kesempatan untuk mengungkapkan penggunaan
bahasa; 10) didasarkan pada keadaan mahasiswa untuk mempengaruhi
kemampuan berbahasa dan belajar secara kritis; 11) memberikan motivasi yang
tinggi untuk mendorong para mahasiswa aktif belajar; 12) memberi kontribusi
pada peningkatan kemampuan mahasiswa; 13) membantu mahasiswa untuk
dapat memecahkan tugas-tugas; dan 14) membantu meningkatkan intensitas
belajar di luar kelas.
Data-data tentang tugas tersebut menggambarkan kesempatan yang
cukup luas yang diberikan kepada mahasiswa dalam beraktivitas, sekaligus
meningkatkan kemampuannya; akan tetapi sejauh itu kondisi tersebut belum
Azis Mafyuddin/Diíeriasi/PPS-UPnm
181
menyentuh hakekat pembelajaran keterampilan berbahasa yang sebenarnya
untuk dapat menghasilkan hasil belajar yang maksimal.
c Aspek Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran merupakan salah satu aspek yang paling penting
dalam proses pembelajaran, karena evaluasi berfungsi untuk mengetahui
ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Prinsip evaluasi
pembelajaran yang dikembangkan mengacu pada rambu-rambu terutama dalam
merancang evaluasi hasil belajar, yakni kurikulum yang berlaku dan buku
sumber pembelajaran yang digunakan.
Dalam kurikulum bahasa asing, khususnya bahasa Jerman, tujuan yang
dikembangkan berorientasi pada pengembangan kompetensi berupa
kemampuan berbahasa lisan dan tulis secara standar sesuai dengan level dan
wacana tertentu; namun dalam konteks ini ada anggapan bahwa tujuan utama
pembelajaran keterampilan berbahasa mengarah pada pemahaman materi
pembelajaran. Karena itu, evaluasi pembelajaran terfokus pada hasil belajar,
yakni bagaimana mahasiswa dapat menguasai dan memahami materi
pembelajaran yang diberikan. Sementara itu, evaluasi terhadap proses
pembelajaran (evaluasi formatif) belum difungsikan sebagaimana mestinya, dan
hasil dari evaluasi formatif itu sendiri sebenarnya akan membantu memberikan
umpan balik (feedback) bagi perbaikan proses pembelajaran selanjutnya.
Di sini tampak bahwa evaluasi hanya dilakukan untuk mengetahui hasil
pembelajaran; sedangkan evaluasi terhadap proses pembelajaran itu sendiri
Azis MStfitddWDisrrttai/PPS-UPnOOe
182
agaknya selalu terabaikan. Ketika hasil pembelajaran yang dicapai tidak
memenuhi harapan, maka yang jadi perhatian utama adalah mahasiswa. Proses
pembelajarannya belum mendapat perhatian khusus untuk dikaji dan dievaluasi
dari berbagai sisi, misalnya tentang langkah-langkahnya, cara mengajarnya,
kesesuaian materinya, media yang digunakannya, dan lain sebagainya.
Apa yang dilakukan dosen dalam kegiatan pembelajaran selama ini
merupakan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
mahasiswa yang umumnya masih bertumpu pada pemahaman dan penguasan isi
atau materi pembelajaran, bukan pada penguasaan dan penggunaan bahasa
secara funsional, walaupun penggunaan bahasa selalu terkait dengan aspek
pemahaman.
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran keterampilan berbahasa,
memang dosen menggunakan prosedur pembelajaran melalui tanya jawab
secara intensif; namun pertanyaan tersebut spenuhnya berisi mengenai
penguasaan materi secara tematis, bukan pertanyaan yang merangsang dan
mengundang kemampuan berfikir mahasiswa untuk kemudian
mengungkapkannya dalam bahasa (lisan dan tulisan). Di sinilah pentingnya
upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran yang tidak saja berorientasi pada
pemahaman, tetapi juga penggunaann atas dasar pemahaman.
Banyak orang beranggapan bahwa salah satu penyebab rendahnya mutu
hasil belajar diakibatkan oleh lemahnya mutu pembelajaran yang dilakukan
oleh para pelaku pendidikan. Dengan pola pembelajaran yang terlalu
berorientasi pada pemahaman dan penguasaan materi pembelajaran, akan
Azii Mahfiiddm/Diserms</PPS-UPnG06
183
dikahawatirkan menjadi lemahnya interaksi antara pendidik dan peserta didik
(dosen dan mahasiswa) secara edukatif. Proses pembelajaran yang terfokus
pada hasil belajar mahasiswa yang hanya menanamkan pengertian dan
pemahaman, akan menjadi hampa tanpa dibarengi dengan bagaimana proses
pembelajaran keterampilan berbahasa itu terjadi dan berlangsung. Paradigma
proses pembelajaran keterampilan berbahasa seyogyanya diubah atau digeser
dari paradigma PBM tentang bahasa menjadi PBM bahasa sebagai alat
komunikasi yang muaranya mahasiswa mempelajari metabahasa, yakni bahasa
yang digunakan untuk menerangkan bahasa.
Dalam konteks pembelajaran keterampilan berbahasa, evaluasi
pembelajaran yang dilakukan dosen masih terfokus pada hasil akhir belajar
mahasiswa dalam kurun waktu tertentu, tetapi belum pada proses pembelajaran
yang terjadi. Memang di satu sisi, proses evaluasi yang dilakukan dosen terjadi
sepanjang kegiatan belajar-mengajar berlangsung dari awal hingga akhir
pembelajaran melalui tanya jawab. Ini sangat berarti bagi dosen untuk
mengetahui tingkat kemampuan dan pemahaman mahasiswa. Akan tetapi di
sisi lain jalannya proses pembelajaran yang di dalamnya terkait aspek tujuan,
bahan atau materi, metode, media dan evaluasi itu sendiri, kurang mendapat
perhatian. Karena itu, nuansa pembelajaran keterampilan berbahasa asing
(bahasa Jerman) diwarnai dengan aktivitas tanya jawab dan pemberian tugas
secara intensif yang dilakukan dosen.
Proses pembelajaran dengan tanya jawab dan pemberian tugas secara
intensif ini memang merupakan salah satu bentuk evaluasi pembelajaran
Azis Uahfi*btm/D*ertasrf>PS-l!PnO<)6
184
keterampilan berbahasa yang cukup efektif. Hal ini sangat beralasan, karena
tanya jawab dan pemberian tugas dengan menggunakan bahasa asing (bahasa
Jerman) merupakan bentuk komunikasi interaktif langsung yang dapat
meningkatkan keterampilan berbahasa secara aktif; namun cakupan hasil
evaluasi pembelajaran ini hanya meliputi kemampuan yang berkenaan dengan
pengetahuan dan pemahaman akan isi materi pembelajaran, belum terkait
dengan bagaimana bisa mempraktekkan untuk berkomunikasi (language use).
Kondisi semacam ini memang dianggap sangat wajar, karena
pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa lebih menekankan
pemahaman makna tanpa harus perpegang pada aturan struktur (tatabahasa),
walaupun struktur atau tatabahasa tersebut sebenarnya merupakan sarana untuk
melaksanakan maksud komunikatif.
Dalam pembelajaran bahasa yang menggunakan pendekatan
komunikatif, banyak orang berpendapat bahwa pendekatan tersebut lebih cocok
dibandingkan dengan pendekatan tradisional yang berorientasi pada struktur
atau tatabahasa. Landasan utama pembelajaran bahasa adalah komunikasi yang
memiliki arah dan tujuan. Dalam pendekatan ini peranan dosen dalam poses
pembelajaran menjadi minim. Manakala mahasiswanya harus berkomunikasi,
maka dosen seyogyanya melepaskan perannya sebagai orang yang
menyampaikan pengetahuan kebahasaan.
Dengan menganjurkan mahasiswa untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaannya sendiri, secara praktis dosen melepaskan kontrolnya terhadap
kelas. Mahasiswa diminta untuk memberanikan diri agar tidak merasa takut
Azis Mahfuddin/Diseriasi/PPS-UPl2006
ISS
salah dalam mengungkapkan pendapat atau pikirannya dengan bahasa asing,
dan kesalahan yang dibuat tersebut harus dianggap sebagai sesuatu yang wajar.
Dengan demikian, di sini pada akhirnya dosen berperan sebagai pengelola kelas
dan pembimbing serta sekaligus sebagai motivator untuk membantu
mahasiswanya menyampaikan apa yang ada dalam dirinya, dan bukan datang
dari dosennya sendiri.
Teknik pembelajaran yang mendukung pendekatan komunikatif tersebut
adalah teknik pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar (learning
centered), dan bukan teknik pembelajaran yang berpusat pada kegiatan
mengajar (teaching centered). Karena itu, sampai saat ini pembelajaran bahasa
asing selalu menggunakan pendekatan komunikatif.
Dari kenyataan yang terjadi di beberapa perguruan tinggi, nampaknya
ada semacam kontradiksi. Di satu sisi, para dosen menganggap bahwa selama
ini kinerja mereka sudah sesuai dengan tuntuan jabatan profesional sebagai
dosen ahli pendidikan bahasa untuk selalu berupaya optimal dalam
meningkatkan mutu pembelajaran yang dilakukannya agar hasil belajar
mahasiswa meningkat; akan tetapi di sisi lain ada anggapan bahwa mutu hasil
belajar masih belum optimal atau belum sesuai dengan tujuan kurikulum.
Tentu saja ini merupakan tantangan sekaligus masalah yang harus dikaji dan
dipecahkan oleh para dosen, untuk kemudian dicari jalan keluarnya.
Di sini dosen dituntut kinerja yang lebih keras agar para mahasiswanya
memiliki kemampuan dan keterampilan berbahasa asing yang memadai dan
memenuhi standar sesuai dengan tujuan kurikulum yang telah ditetapkan. Oleh
Azis Ma%uddm/DiseTtasl/PPS-UPf2006
186
karena itu, dalam pembelajaran keterampilan berbahasa, perlu diciptakan suatu
program pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berbahasa
mahasiswa, agar dapat menjawab harapan semua pihak sekaligus
menjembatani dua anggapan yang berbeda tadi.
Berdasarkan kajian studi literatur, sebagaimana telah disinggung pada
bab-bab sebelumnya, salah satu program pembelajaran yang dapat
meningkatkan keterampilan berbahasa adalah program pembelajaran berbasis
kompetensi. Kompetensi dalam pembelajaran bahasa secara sederhana
mengandung makna kemampuan menggunakan bahasa dilihat dari sistem
bahasa. Munculnya upaya pengembangan program pembelajaran berbasis
kompetensi ini didasari oleh berbagai pemikiran mengenai makna kompetensi
dalam segala hal, termasuk dalam pembelajaran bahasa asing.
Pemikinm-penuJdran tentang kompetensi dari Wolf (1995), Tuxwort
(1995), Debling (1995), Burke (1995) dan dikembangkan lebih luas oleh
Sukmadinata (2004), memberikan inspirasi yang sangat berarti dalam upaya
meningkatkan kemampuan dan keterampilan berbahasa asing di perguruan
tinggi dengan basic kompetensi yang diusungnya. Karena itu, istilah yang
diambil penulis dalam konteks pembelajaran keterampilan berbahasa adalah
"Program Pembelajaran Berbasis Kompetensi".
B. Perencanaan Pengembangan Program Pembelajaran
Pengembangan program pembelajaran keterampilan berbahasa adalah
salah satu bentuk upaya untuk mengembangkan program-program pembelajaran
Aza Mahfuddtn/Disertasi/PPS-UPnm
yang telah ada dengan mengacu pada kompetensi pembelaj
khususnya bahasa Jerman, yakni memahami dan menguasai ragam komunikasi
lisan dan tulis bahasa Jerman standar dalam berbagai wacana dan topik.
Pembelajaran berbasis kompetensi dalam matakuliah keterampilan
berbahasa adalah model atau program pembelajaan yang bertumpu pada
pengembangan kompetensi mahasiswa melalui telaahan fakta-fakta yang ada
dalam pengalaman belajar mahasiswa dalam memecahkan masalah
pembelajaran yang dihadapi, terutama dalam meningkatkan kemampuan dan
keterampilan berbahasa.
Sesuai dengan prosedur penelitian dan dengan memperhatikan kajian
pra survai tentang program atau pola pembelajaran keterampilan berbahasa
yang selama ini dilakukan, maka dalam proses perencanaan pengembangan
program diawali dengan melakukan diskusi. Diskusi tersebut bertujuan untuk
menyamakan persepsi tentang hakekat matakuliah keterampilan berbahasa pada
Program Pendidikan Bahasa Jerman, Jurusan Pendidikan Bahasa Asing FPBS
Universitas Pendidikan Indonesia.
Matakuliah keterampilan berbahasa ini tidak saja berorientasi pada
penguasaan keempat keterampilan yakni menyimak, berbicara, membaca dan
menulis, akan tetapi juga pada pengembangan kompetensi mahasiswa dalam
memahami dan menguasai komunikasi ragam bahasa Jerman standar, baik lisan
maupun tertulis.
Selain itu, didiskusikan pula mengenai apa hekekat pengembangan
program pembelajaran keterampilan berbahasa, mengapa perlu dikembangkan,
Alit Matymidto/DaerUxVPPS-UPI2m
188
dan bagaimana mengembangkannya. Ini yang akan dijadikan pola atau program
pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berbahasa asing khususnya
bahasa Jerman.
Pengembangan program pembelajaran keterampilan berbahasa pada
dasarnya mengarah pada upaya peningkatan, pendalaman, dan pemantapan
program pembelajaran agar terjadi peningkatan kemampuan dan keterampilan
berbahasa secara signifikan bagi para mahasiswa yang sedang belajar bahasa
asing (bahasa Jerman). Dasar perlu dikembangkannya program pembelajaran
tersebut mengacu pada realitas hasil yang dicapai selama ini yang belum
optimal serta belum memenuhi standar kompetensi yang diharapkan. Data
terakhir menunjukkan angka rata-rata kemampuan sebesar 2,75 (dibawah
kategori baik, yakni 3,00).
Setelah dilakukan diskusi, selanjutnya penulis bersama dosen-dosen
matakuliah keterampilan berbahasa melakukan pengkajian dan review desain
program pembelajaran tersebut
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, review dilakukan pada tiga
bentuk desain, yakni desain perencanaan program pembelajaran, desain
pelaksanaan program pembelajaran, dan desain evaluasi pembelajaran. Hasil
review terhadap program pembelajaran, selanjutnya menghasilkan program
awal dari pengembangan program pembelajaran keterampilan berbahasa
tersebut. Program ini merupakan draft permulaan yang akan dikembangkan
lebih lanjut dalam proses uji coba terbatas.
Aia Mahfuddin/Disertast/PPS-UPI2(l06
189
Dari hasil review bersama dosen, di bawah ini disajikan ketiga jenis
desain sebagai program awal pengembangan, yakni program perencanaan,
program pelaksanaan, dan program evaluasi.
1. Desain Awal Program Perencanaan Pembelajaran Keterampilan
Berbahasa
Komponen-komponen pada program ini mengacu pada pola atau
program pembelajaran yang selama ini berlangsung; namun sesuai dengan
bentuk dan sosok pengembangan program pembelajaran keterampilan
berbahasa, terdapat upaya memperbaiki atau modifikasi terutama pada aspek
kegiatan belajar mengajar yang lebih berorientasi pada upaya pengembangan
penguasaan kemampuan berbahasa melalui latihan-latihan, baik lisan maupun
tertulis. Sosok program desain awal perencanaan pembelajaran keterampilan
berbahasa digambarkan pada bagan berikut ini.
1 2 3 4 5
Merumus Memilih Menetap Menetap
kan tujuan maten kan kegia kan media
pembelajar an
pembelajar ao
lanpembe dan sumpembelajar an
pembelajar ao tejaran ber pembe
pembelajar an
pembelajar ao
lajaran
Mengembangkan alat
evaluasi pembelajaran
Revisi Pembelajaran
Gambar 4.1. Desain Awal Program Perencanaan Pembelajaran
Azis MafyMdtn/DiKriasvTPS-UPnm
190
Berdasarkan bagan tersebut, desain program pembelajaran keterampilan
berbahasa terdiri atas empat langkah pokok, yakni:
a) merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai sesuai dengan
kurikulum yang berlaku dan kompetensi yang diharapkan;
b) memilih materi pembelajaran sesuai dengan topik yang dijadikan tema
pembelajaran;
c) menetapkan kegiatan pembelajaran keterampilan berbahasa melalui tiga
tahap pokok: pendahuluan, pembahasan materi pokok, dan penutup;
d) menetapkan media dan sumber pembelajaran yang akan digunakan sesuai
dengan topik atau materi pembelajaran; dan
e) menentukan atau mengembangkan alat evaluasi pembelajaran, termasuk jenis
dan prosedur evaluasi untuk keberhasilan proses pembelajaran keterampilan
berbahasa.
Apabila dalam rangkaian perencanaan pembelajaran tersebut terjadi
kekeliruan, baik yang menyangkut tujuan, materi, kegiatan, media/sumber
maupun evaluasi pembelajaran, maka tahap selanjutnya dilakukan revisi
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.
1) Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam
rangkaian aktivitas pembelajaran. Dalam konteks pembelajaran keterampilan
berbahasa, tujuan utama pembelajaran mengarah pada pencapaian hasil belajar
Azu MahfuddJn/Disertasi/PPS-UPUfm
191
dengan dikuasainya seperangkat pengetahuan dan keterampilan dalam
berbahasa oleh para mahasiswa.
Untuk menguasai seperangkat pengetahuan dan keterampilan tersebut,
diperlukan suatu gambaran kegiatan, baik kegiatan yang dilakukan dosen
maupun yang dilakukan para mahasiswa. Merumuskan tujuan adalah salah satu
bentuk kegiatan yang dilakukan dosen dalam merencanakan pembelajaran.
Karena itu, proses pembelajaran lebih dulu diawali dengan menjelaskan tujuan
pembelajaran kepada para mahasiswa sehingga apa yang ingin dicapai oleh
seluruh rangkaian proses pembelajaran benar-benar dapat diketahui mahasiswa
dengan baik.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dosen dan mahasiswa ini
siratnya interaktif. Prinsip pembelajaran yang dikembangkan lebih menekankan
pada aktivitas mahasiswa dalam mempraktekkan bahasa asing (bahasa Jerman).
Di sini kegiatan dosen tertumpu pada upaya pemberian stimulus berupa
pertanyaan-pertanyaan. Sementara itu, kegiatan mahasiswa bersifat responsif
terhadap apa yang dilakukan dosen dalam berbahasa sehingga kondisi belajar
mahasiswa menjadi lebih aktif dan produktif dalam berbahasa asing.
Cara-cara seperti tersebut di atas pada intinya merupakan upaya untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ditetapkan berdasarkan
kompetensi yang diharapkan, dan kompetensi tersebut mengacu pada: 1)
pemahaman dan penguasaan ragam komunikasi lisan dan tulis bahasa Jerman
standar dalam berbagai jenis wacana dan topik; 2) pemahaman dan penguasaan
Azis Mahfuddm/Duertasi/PPS-UPI2006
192
struktur, fungsi dan penggunaan bahasa Jerman; dan 3) pemahaman hubungan
antara bahasa yang diajarkan dengan budaya masyarakat pemakainya.
Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, ketiga kompetensi tersebut
dijabarkan ke dalam sub-sub kompetensi yang lebih spesifik dan terfokus pada
jenis keterampilan berbahasa, yakni keterampilan berbahasa lisan dan
keterampilan berbahasa tulis. Keterampilan berbahasa lisan mengandung unsur
menyimak dan berbicara; sedangkan keterampilan berbahasa tulis mengandung
unsur membaca dan menulis.
Untuk penjabaran lebih lanjut, setiap sub kompetensi dirinci kembali ke
dalam butir-butir indikator yang rumusannya lebih bersifat praktis dan
operasional. Misalnya, untuk keterampilan berbahasa lisan rumusan sub
kompetensi yang dikembangkan adalah pemahaman dan penguasaan ragam
komunikasi lisan bahasa Jerman dalam jenis wacana tertentu.
Dari kompetensi tersebut dirumuskan sub kompetensinya menjadi
kemampuan memahami wacana lisan tertentu, dan kemampuan berkomunikasi
lisan untuk mengungkapkan perasaan, pikiran dan pendapat. Sementara,
indikatornya misalnya : a) menemukan kata-kata kunci dalam wacana lisan; b)
mengidenifikasi perbedaan makna karena pola intonasi yang digunakan; c)
menafsirkan makna berdasarkan unsur nonverbal; d) melafalkan kata, frase dan
kalimat bahasa Jerman; e) menggunakan percakapan dengan tepat; dan lain
sebagainya.
Dalam merumuskan tujuan pembelajaran keterampilan berbahasa, tentu
saja baik kompetensi, sub kompetensi maupun indikatornya, ketiganya dapat
Azis MahfuddMDiserlasifPPS-UPnm,
193
dijadikan rujukan atau pedoman yang memudahkan para dosen menyusunnya.
Tujuan-tujuan tersebut juga didasarkan pada tema atau topik yang menjadi
materi pembelajaran yang disajikan.
2) Memilih Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem
pembelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
harus diajarkan kepada para mahasiswa. Dalam proses pembelajaran,
komponen ini memegang peranan penting dalam membantu para mahasiswa
mencapai kompetensi yang diharapkan. Karena itu, materi pembelajaran perlu
dipilih dengan tepat agar sejalan dengan pengalaman dan kemampuan
mahasiswa untuk dapat membantu mereka mencapai tujuan pembelajaran
yang diinginkan.
Pemilihan materi pembelajaran menyangkut beberapa hal, diantaranya
adalah jenis, cakupan, urutan, dan perlakuan (treatment) terhadap materi
pembelajaran tersebut Jenis materi berkenaan dengan upaya identifikasi secara
tepat karena materi perlu ancangan strategi, media dan cara menilai
(mengevaluasi). Cakupan materi berkenaan dengan ruang lingkup, relevansi
dan kedalaman materi. Urutan materi berhubungan dengan jenjang atau
keruntutan antara yang satu ke yang lain; sedangkan perlakuan materi
berkenaan dengan ketepatan dan kejelasan dalam menyampaikannya. Misalnya,
apakah materi tersebut disampaikan untuk dihafalkan, difahami, atau
dipraktikkan (diaplikasikan).
AzO Ma%midm/Duertasi/PPS-UPI2m
194
Dalam konteks pembelajaran keterampilan berbahasa, materi
pembelajaran berhubungan dengan pengetahuan kebahasaan dan praktek
penggunaan bahasa berdasarkan sistem atau kaidah-kaidah yang berlaku pada
bahasa itu.
Dalam rangka pelaksanaan pembelajaran bahasa, materi menjadi fokus
utama yang harus dipilih, dikemas dan dipilah-pilah berdasarkan kebutuhan,
terutama yang menyangkut tema atau topik bahasan. Tema atau topik bahasan
tersebut berhubungan langsung dengan kompetensi yang dikembangkan,
misalnya kompetensi mamahami wacana, dan kompetensi dalam pembelajaran
bahasa asing lebih banyak menekankan pada komponen atau domain
pengetahuan (kognisi) dan domain keterampilan (skill).
Domain pengetahuan merujuk pada keilmubahasaan (misalnya bahasa
Jerman) yang berkenaan dengan komponen-komponen linguistik, yakni
fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik yang tergabung dalam satu
kesatuan struktur atau tatabahasa bahasa Jerman; sedangkan domain
keterampilan berbahasa (language skill) merujuk pada praktik atau aplikasi
dari bahasa itu sendiri, baik secara lisan maupun tertulis dengan tetap
memperhatikan kaidah-kaidah bahasa yang berlaku.
Secara umum lingkup materi yang dibahas dalam pembelajaran
keterampilan berbahasa mencakup beberapa hal pokok: pertama berkenaan
dengan kosakata (Wortschatz); kedua berkenaan dengan kalimat dan pola
kalimat; ketiga berkenaan dengan makna kata, frasa dan kalimat; dan keempat,
Ana MahfudMDtieruoi/PPS-UPntm
195
menyangkut masalah pragmatisme bahasa, yakni adanya hubungan antara
bahasa yang diajarkan dengan budaya dan masyarakat pemakainya.
Keempat hal tersebut pada hakekatnya merupakan satu kesatuan yang
utuh dalam lingkup kebahasaan. Dalam sebuah teks unsur-unsur bahasa tersebut
selalu ditemukan
3) Menetapkan Kegiatan Pembelajaran
Melaksanakan kegiatan pembelajaran merupakan inti dari seluruh
rangkaian proses pembelajaran, setelah program pembelajaran direncanakan
atau didesain sedemikian rupa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Dalam menetapkan kegiatan pembelajaran, hal-hal yang perlu dilakukan oleh
dosen adalah menentukan langkah-langkah strategis sesuai urutan logis, yang
dapat membuat situasi belajar mahasiswa menjadi hidup dan mendorong
aktivitas pembelajaran menjadi menarik.
Penentuan penggunaan metode pembelajaran, memang merupakan salah
sahi faktor dalam pelaksanaan pembelajaran; namun langkah-langkah
pembelajaran yang telah dirancang selaras dengan metode pembelajaran yang
digunakan, perlu dilaksanakan secara runtut dan berjenjang.
Dalam konteks pembelajaran keterampilan berbahasa asing (bahasa
Jerman) misalnya, kompetensi yang dikembangkan adalah kompetensi
komunikatif. Pendekatan kompetensi komunikatif ini sebenarnya mengandung
makna pendekatan pada desain silabus, bukan berupa metode pembelajaran
bahasa. Di dalam proses pembelajaran, materi pembelajaran disusun dan
Azis Mahfaddin/Dtsertasi/PPS-UPn006
196
dirancang dengan memperhatikan fungsi-fungsi bahasa atau penggunaan
bahasa, misalnya "menyatakan pendapat" atau "meminta penjelasan".
Langkah-langkah pembelajaran fungsi-fungsi bahasa tersebut mungkin
sekali berbeda dari materi pembelajaran yang satu dengan materi pembelajaran
yang lain. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan isi tema atau topik yang
disajikan, dan perbedaan jenis keterampilan yang disampaikan. Karena itu,
dalam kegiatan pembelajaran, materi pembelajaran untuk pendekatan
fungsional harus didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan komunikatif pembelajar
(mahasiswa), untuk kemudian dilakukan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran yang sesuai dengan desain silabus. Untuk lebih jelasnya berikut
ini secara umum di kemukakan salah satu contoh materi pembelajaran yang
disajikan berikut jenis keterampilannya, sekaligus dengan langkah-langkah atau
tahapan kegiatannya.
Materi Pokok/Sub Materi
Uraian Materi
Langkah/Prosedur Pembelajaran
Wohnung gesucht
(Dicari Rumah Sewa)
a. Menyimak
Besar rumah dan jumlah kamar Suasana lalu lintas Keadaan rumah sewa Harga sewa Syarat-syarat sewa Waktu masuk
Tahap pertama: memperdengarkan percakapan Tahap kedua: mencari kata-kata kunci Tahap ketiga: tanya jawab tentang isi percakapan Tahap empat: menyimpulkan
b. Berbicara Kelebihan dan kekurangan rumah sewa Ungkapan-ungkapan yang salah dalam pembicaraan di telepon
Tahap pertama: mengamati gambar tentang kedaan rumah Tahap kedua: meminta mahasiswa mengungkapkan kelebihan dan kekurangan
Atis Mahfiiddln/Dixr1a3i/PPS-UPI2006
197
rumah dari mulai pintu, balkon, jendela, karpet, lampu, alat pemanas, dinding, gardeng dlsb. Tahap ketiga: tanya jawab tentang isi dari gambar rumah Tahap keempat: menyimpul apa yang tertera dalam gambar
c. Membaca Membaca teks tentang tema tertentu; misalnya McDonald's
Tahap pertama: membaca teks secara global Tahap kedua: mencatat kata-kata kunci Tahap ketiga: tanya jawab tentang isi teks Tahap keempat: meminta mengungkapkan isi per alinea Tahap kelima: menyimpulkan
d. Menulis Menulis surat kepada seseorang tentang rumah yang akan disewakan
Tahap pertama: mempersilakan membaca contoh surat Tahap kedua: mengidentifikasi yang diinginkan sambil menentukan kata-kata kunci Tahap ketiga: menulis surat dengan kata-kata sendiri Tahap keempat, menelaah kembali tulisan surat yang dibuat Tahap kelima: merevisi hasil tulisan yang dibuat mahasiswa.
Gambar 4.2. Analisis Materi Pembelajaran Keterampilan Berbahasa
Aza Mtf$Mldm/DnerlasifPPS-UPI2006
198
Berdasarkan bagan di atas, setiap keterampilan berbahasa memiliki
langkah atau tahapan pembelajaran yang relatif berbeda. Pembelajaran
keterampilan berbahasa pada intinya merupakan pembelajaran yang dilakukan
secara terintegrasi, artinya bahwa tiap keterampilan berbahasa memiliki
keterkaitan satu sama lain. Karena itu, prosedur pembelajarannya hampir sama
dengan prosedur pembelajaran materi lainnya, yakni pendahuluan yang diawali
dengan pertanyaan-pertanyaan pembuka yang ada hubungannya dengan tema;
penyajian pokok materi sesuai dengan tema yang disajikan; dan penutup berupa
penyimpulan dari tema atau materi yang dibahas.
Sehubungan dengan hal tersebut, berhasil tidaknya pelaksanaan
pembelajaran, akan tergantung pula pada bagaimana langkah-langkah kegiatan
pembelajaran itu dilakukan secara berjenjang dan berurutan.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan responden,
diperoleh data mengenai kegiatan-kegiatan pembelajaran secara umum yang
dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Azti Mcfyiiddin/DisemsWPS-VPnm
Tabel 4.1. Kegiatan Pembelajaran
No. Kegiatan pembelajaran Jawaban responden Ya Tidak
1. Menjelaskan terlebih dahulu tujuan pembelajaran 2 6
2. Memberi gambaran umum mengenai materi yang akan diajarkan 7 1
3- Mengajukan pertanyaan untuk mengingat kembali apa yang pernah disampaikan 4 4
4. Membahas dan menjelaskan materi yang diajarkan 8 0
5. Menjelaskan materi dengan contoh-contoh yang berhubungan dengan materi tersebut
6 2
6. Memotivasi dan memberi stimulus kepada mahasiswa untuk aktif menyimak dan berbicara
7 1
7. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengungkapkan pendapat tentang materi yang dibahas
6 2
8. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya 7 1
9. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengulang atau menyimpulkan materi yang dibahas dengan menggunakan kata-kata sendiri
5 3
10. Memberi tugas-tugas tambahan untuk memperkaya pengetahuan kebahasaan dan kosakata
7 1
11. Melakukan evaluasi pembelajaran 7 1
12. Memberikan penguat (reinforcement) materi yang didasarkan pada hasil pekerjaan mahasiswa
5 3
Dari gambaran hasil observasi dan wawancara dengan responden
tersebut, pada intinya dosen mampu menyelenggarakan kegiatan pembelajaran
keterampilan berbahasa dengan cukup baik. Pola pembelajaran yang dilakukan
Atis Makfuddm/Daenasi/PPS-UP12006
200
didasarkan pada kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan dan
keterampilan bebahasa secara berkelanjutan untuk mencapai level kemampuan
dan kompetensi yang diharapkan.
Pola umum yang digunakan dalam pembelajaran keterampilan
berbahasa mencakup pendahuluan, pembahasan materi pembelajaran, dan
penutup. Pola ini berlaku untuk semua pembelajaran keempat keterampilan
berbahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Dalam pendahuluan, dosen ummnya tidak menjelaskan lebih dulu tujuan
pembelajaran mengenai apa yang akan dikuliahkan pada saat itu, namun
langsung pada kegiatan appersepsi untuk mengulang kembali apa yang pernah
dikuliahkan sebelumnya untuk kemudian masuk pada materi pokok. Pada
appersepsi ini, dosen menyampaikan beberapa pertanyaan, atau mahasiswa
diberi kesempatan untuk bertanya lebih dulu. Kondisi ini dianggap dapat
membantu menghidupkan situasi kelas dalam berinteraksi.
Untuk keterampilan menyimak misalnya; pada tahap pelaksanaan,
beberapa kegiatan yang dilakukan dosen diantaranya adalah membahas tema
atau topik melalui ungkapan-ungkapan lisan yang diperdengarkan melalui
media pembelajaran, yakni berupa tape recorder untuk disimak secara bersama
oleh para mahasiswa. Dalam membahas tema, mahasiswa diminta untuk
mendengarkan secara seksama atau mencatat kata-kata kunci dan isi pokok dari
tema tersebut
Cara ini digunakan, agar para mahasiswa dapat mengungkapkan
kembali apa yang disimaknya. Setelah pembahasan selesai, dosen
Aas Mahfiiddin/Disertasi/PPS-UPI2006
201
menyampaikan berbagai pertanyaan yang berhubungan dengan materi pokok
yang dibahas dengan bahasa yang mudah dipahami. Pada kesempatan itu pula,
mahasiswa diberi kesempatan untuk bertanya, atau mengungkapkan pikirannya
dalam bahasa asing (bahasa Jerman).
Menjelang akhir perkuliahan, mahasiswa juga diminta untuk sedikit
mengulang kembali dan menyimpulkan apa-apa yang telah dibicarakan;
kemudian diakhiri dengan pemberian tugas-tugas harian untuk membantu
melatih keterampilan-keterampilan lainnya seperti keterampilan membaca dan
menulis. Kadang-kadang dalam mengakhiri perkuliahan, dosen juga
memberikan evaluasi dalam bentuk tes untuk mengetahui tingkat ketercapaian
pembelajaran.
Pada tahap penutupan, dosen umumnya mengakhiri perkuliahan dengan
memberi kesimpulan mengenai apa yang telah diberikan, dan sekaligus
memberi tugas yang harus dikerjakan di rumah untuk bahan latihan.
4) Menetapkan Media dan Sumber Pembelajaran
Dalam menetapkan media dan sumber pembelajaran, aspek materi
pembelajaran seringkah menjadi rujukan; artinya bahwa penggunaan media
pembelajaran akan sangat tergantung pada materi pembelajaran yang disajikan.
Komponen ini berkenaan dengan media yang digunakan, baik yang
berhubungan dengan gambar-gambar, grafik, peta, foto, film (slide projector),
maupun yang berhubungan dengan sumber pembelajaran seperti buku-buku,
majalah, surat kabar, internet dan lain sebagainya.
Azts MahfitddMDlteriasitfPS-UPnOM
202
Penggunaan media dan sumber pembelajaran ini sangat membantu
mempermudah proses pembelajaran keterampilan berbahasa, sehingga
memudahkan pula proses pemahaman akan makna materi yang disajikan, sekali
gus memperkaya penguasaan keterampilan berbahasa para mahasiswa.
5) Menentukan Alat Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran merupakan penilaian keseluruhan program
pembelajaran termasuk perencanaan pembelajaran. Evaluasi pembelajaran
membantu para pembelajar memperoleh informasi mengenai hasil pembelajaran
yang dicapainya. Untuk mengetahui lebih jelas kemampuan pembelajar dalam
proses belajar mengajar, diperlukan alat evaluasi yang dapat mengukur
keberhasilan belajar tersebut
Secara umum, ada empat jenis alat evaluasi yang dapat digunakan dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran, diantaranya adalah: tes, cecklist, skala
rating, dan kuesioner (angket). Tes diberikan untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman dan keterampilan yang dikuasai oleh para pembelajar. Cecklist
adalah daftar kriteria untuk menilai performansi atau hasil akhir yang
digunakan untuk mencek kriteria yang ditemukan. Skala rating digunakan
apabila ingin meraung kualitas dari performansi yang ditemukan pada hasil
akhir. Sementara itu, kuesioner digunakan untuk memperoleh informasi atau
mendapatkan opini, perasaan, pendapat, minat, dan lain-lain.
Dalam pembelajaran keterampilan berbahasa asing, alat evaluasi yang
lazim digunakan adalah tes yang ragamnya disesuaikan dengan materi yang
Azis Mahfuddin/Diserlasi/PPS-UPI2m
203
disajikan. Alat evaluasi yang digunakan untuk keterampilan berbahasa lisan,
tentu menggunakan sejumlah daftar pertanyaan yang telah disusun berdasarkan
konteks materi pembelajaran yang dikemukakan secara lisan. Daftar pertanyaan
tersebut bisa berupa essay, isian atau alternatif pilihan (tes objektif); sedangkan
alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur keterampilan berbahasa tulis,
berupa tes tulis yang ragamnya bisa berupa isian, pilihan, jodohkan, essay
singkat atau pernyataan-pernyataan yang mengungkapkan isi dari meteri yang
disajikan.
Dari uraian di atas, penentuan alat evaluasi dalam pembelajaran
keterampilan berbahasa sangat diperlukan, agar hasil belajar keterampilan
berbahasa dapat diketahui dengan pasti. Penentuan alat evaluasi tersebut
memudahkan dosen untuk mengetahui perkembangan kemampuan dan
kemajuan mahasiswa pada setiap saat, sehingga dosen dengan mudah pula
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam proses pembelajaran.
2. Desain Awal Program Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan
Berbahasa
Program pelaksanaan pembelajaran yang dikembangkan untuk
meningkatkan kemampuan dan keterampilan berbahasa mahasiswa dapat
dilihat pada Bagan 4.3. di bawah ini.
Aza MahfuddWDixrlaxi/PPS- UPI20O6
204
Kegiatan Dosen Mencintakan situasi dan membawa mahasiswa pada kegiatan awal dengan per tanyaan pembuka yang ada hubungan nya dengan materi pembelajaran
Kegiatan Dosen Mengajukan pertanyaan mengenai tema yang dibahas dengan kata-kata kunci tertentu; memancing mhs, untuk bertanya; dan menemu kan jawaban
Kegiatan Dosea Mengajukan pertanyaan-pertanyaan dlm bentuk penyim putan isi tema yang dibahas; memberikan tugas, dan menelaah kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran
TAHAP PENDAHULUAN
TAHAP PEMBAHASAN MATERI
3 TAHAP
PENUTUP
Kegiatan Mahasiswa Menyimak apa yang diungkapkan dan memberikan jawaban atau respons atas pertanyaan-per tanyaan yang diajukan dosen, serta me ngajukan pertanyaan
KtgUUi Mafaubwa Mahasiswa menjawab pertanyaan dosen atau mengaju-kan pertanyaan yang berbubngande ngan tema; mencari kata-kata kunci jawaban dan menemu kan tawaban
Kctiataa Mafaubwi Menemukan jawaban dari permasalahan alau pertanyaan yang diajukan dosen; menyimpulkan dengan ungkapan bahasa sendiri; dan mengenakan tugas yg diberikan dosen
Gambar 4 J. Desain Awal Program Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan
Berbahasa
Sebagaimana yang tertera pada bagan tersebut di atas, desain awal
program terdiri atas tiga tahapan pokok, yakni tahap pendahuluan, tahap
pembahasan materi pembelajaran, dan tahap penutup. Untuk melihat bentuk
atau sosok awal program pelaksanaan, maka selanjutnya setiap tahapan
program pembelajaran tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Azis Mal$ddm/Disertasí/PPS-UPI2006
205
a. Tahap Pendahuluan
Berdasarkan temuan survai awal, dosen melakukan kegiatan
pembelajaran dengan lebih dulu menjelaskan lingkup materi yang akan dibahas
melalui bahasa asing (Jerman) dengan fokus tema tertentu. Ungkapan awal
berupa pertanyaan-pertanyaan bertujuan untuk menggugah motivasi dan
aktivitas mahasiswa dalam proses pembelajaran. Langkah yang ditempuh pada
tahap pendahuluan ini pada intinya adalah penciptaan situasi kelas agar para
mahasiswa siap menerima materi yang akan disajikan.
Penciptaan situasi dan pemberian motivasi terhadap mahasiswa pada
permulaan pembelajaran merupakan sesuatu yang cukup penting dalam
mengantarkan mahasiswa pada pemahaman materi yang disajikan. Dengan cara
ini kepercayaan diri mahasiswa dalam mengungkapkan pendapat dengan bahasa
asing (bahasa Jerman) akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kompetensi
yang diharapkan. Hal ini tergambar dengan banyaknya mahasiswa yang
mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan pembuka yang diajukan dosen.
Pada tahap selanjutnya aktivitas dosen terfokus pada bagaimana mahasiswa
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakannya untuk masuk pada
materi pokok. Sementara, aktivitas mahasiswa pada tahap pendahuluan ini
terfokus pada pertanyaan-pertanyaan dosen yang harus dijawab. Dengan
aktivitas seperti ini mahasiswa menjadi lebih aktif dan produktif dalam
berbahasa asing (bahasa Jerman).
Atis MtAfiiddin/Diserlasi/PPS-Vpntm
206
b. Tahap Pembahasan Materi
Aktivitas dosen pada tahap utama pembelajaran diawali dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan lisan mengenai tema yang dibahas melalui
ungkapan-ungkapan dengan kata-kata kunci tertentu Pertanyaan-pertanyaan ini
dimaksudkan untuk memancing pengalaman belajar mahasiswa dan untuk
mengetahui pengetahuan dan kemampuan awal tentang lingkup materi yang
akan disajikan.
Dengan cara seperti ini dosen dapat memberikan materi pokok yang
didasarkan pada kemampuan dan pengalaman mahasiswa yang dimiliki. Cara
ini ternyata lebih efektif dibanding dengan penyajian materi yang isi atau
temanya kurang berhubungan dengan pengalaman mereka. Suasana
pembelajaran menjadi hidup dan interaksi antara dosen dengan mahasiswa lebih
aktif.
Aktivitas mahasiswa pada tahap utama pembelajaran ini terfokus pada
upaya mencari dan mengemukakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dosen.
Ketika dosen memberi kesempatan pada mahasiswa untuk bertanya, pada
umumnya mahasiswa sulit untuk menyampakan pertanyaan. Ini disebabkan
oleh adanya ketidak-beranian mengemukakan pertanyaan dengan bahasa asing
(bahasa Jerman); namun dosen berusaha untuk memancing dan memberi
motivasi dengan kata-kata "kalaupun salah tidak apa-apa", mahasiswa pun tetap
belum merasa terdorong untuk mengajukan pertanyaan walaupun dalam
kalimat-kalimat tanya yang sederhana.
Axis Maftfuddm/Disertast/PPS-UPI2QQ6
207
Dari kondisi seperti ini dosen berupaya menghidupkan kembali situasi
kelas dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan lanjutan. Kesempatan setiap
mahasiswa untuk mengemukakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dosen
sangat terbuka lebar, sehingga dosen harus selalu bersikap responsif terhadap
jawaban-jawaban mahasiswa, walaupun jawaban tersebut kurang tepat atau
kurang tersusun secara grarnmatik (tatabahasa). Kondisi ini memungkinkan
pembelajaran keterampilan berbahasa menjadi menarik, karena aktivitas para
mahasiswa terus berlangsung, dan dosen selalu menggunakan pendekatan
komunikatif melalui metode tanya-jawab.
Langkah utama pembelajaran ini termasuk langkah tnkuiri, yakni
mengembangkan kemampuan berfikir mahasiswa melalui kegiatan berbahasa
asing (bahasa Jerman). Dengan dikemukakannya berbagai pertanyaan, dosen
dapat mengamati dan menilai kemampuan mahasiwa, sekaligus melatih
kemampuan berbahasa secara produktif.
Karena itu, kemampuan menggunakan teknik-teknik bertanya dengan
bahasa asing (bahasa Jerman) yang sederhana dan mudah difahami, merupakan
salah satu syarat dan kemudahan dalam mengembangkan keterampilan
berbahasa asing mahasiswa.
c Tahap Penutup
Pada tahap ini dosen memberi kesempatan kepada para mahasiswa
untuk bertanya atau menyimpulkan apa-apa yang dibahas dalam penyajian
tema. Melalui ungkapan-ungkapan kalimat yang terputus atau belum selesai,
208
dosen meminta mahasiswa melengkapi atau menyempurnakan ungkapan
kalimat tersebut Hal ini dilakukan agar dapat diketahui tingkat pemahaman
para mahasiswa terhadap konteks tema yang dibahas.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang tingkat pemahaman mahasiswa,
dosen mengemukakan tugas-tugas yang harus dikerjakan sambil menelaah dan
mengamati kemampuan berbahasa mahasiswa, sebagai bentuk kegiatan evaluasi
pembelajaran yang telah berlangsung.
3. Desain Awal Program Evaluasi Pembelajaran Keteraampilan Berbahasa
Dalam mengevaluasi hasil pembelajaran keterampilan berbahasa,
terdapat dua komponen pokok yang menjadi fokus, yakni 1) bagaimana
mahasiswa menggunakan bahasa; dan 2) bagaimana mahasiswa memahami
substansi atau isi tema yang dibahas.
Sebagaimana juga desain awal perencanaan program, dan desain awal
pelaksanan (implementasi) program, desain awal program evaluasi
pembelajaran memerlukan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk
dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan tahapan-tahapan penelitian. Untuk
itu, perlu dipetakan bentuk desain evaluasi; prosedur yang dilakukan; alat atau
teknik evaluasi yang digunakan; serta sasaran yang akan dicapai.
Desain awal program evaluasi keterampilan berbahasa dapat dilihat
pada Bagan 4.4 di bawah ini.
Aza Mahfuddm/Disertast/PPS-UPntm
209
DESAIN EVALUASI
PROSEDUR
proses riilalfiilrim secan terus
menerus
ALAT EVALUASI
Tes tulis dan tes lisan, serta pedoman observasi
SASARAN Kemampuan
berbahasa mahasiswa dilihat dari kelancaran
berbahasa lisan dan tertulis
Gambar 4.4. Desain Awal Program Evaluasi Pembelajaran Keterampilan Berbahasa
C. Hasil Uji Coba Terbatas
1. Deskripsi
Uji coba terbatas adalah uji coba yang dilakukan untuk mengembangkan
program awal yang telah dirancang atau didesain sebelumnya. Tujuan
penelitian pada tahap ini adalah untuk menemukan bentuk program
pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berbahasa mahasiswa,
sesuai dengan standar kompetensi dan kurikulum yang berlaku pada Program
Pendidikan Bahasa Jerman Universitas Pendidikan Indonesia.
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, proses uji coba program
pembelajaran difokuskan pada proses pengembangan program yang dilakukan
Aai MatytddMDisertcxi/PPS-UPI2006
210
dosen dalam upaya meningkatkan keterampilan berbahasa mahasiswa yang
dapat dilihat dari aspek kelancaran berkomunikasi melalui bahasa asing (bahasa
Jerman), baik lisan maupun tertulis, sesuai dengan level kemampuan tertentu.
Uji coba dalam skala terbatas ini dilakukan pada lingkungan Program
Pendidikan Bahasa Jerman FPBS-Universitas Pendidikan Indonesia Semester
4 dalam tiga kali putaran. Penentuan banyaknya putaran tersebut didasarkan
pada adanya kemungkinan kecenderungan perubahan dari setiap putaran secara
signifikan yang mengarah pada keberhasilan dosen dalam
mengimplementasikan program pembelajaran berbasis kompetensi sesuai
dengan tujuan pengembangan yang telah ditentukan, sehingga ditemukan
bentuk program pembelajaran yang dianggap memadai.
Hasil uji coba terbatas tersebut digunakan sebagai bahan untuk
melakukan perbaikan (revisi) terhadap desain program pembelajaran berbasis
kompetensi yang akan dan sedang dikembangkan. Uji coba ini dilakukan secara
berulang-ulang sehinga diperoleh draft utama (pokok) yang siap diujicobakan
kembali dalam skala yang lebih luas. Setiap kali uji coba, ditempuh langkah-
langkah sebagai berikut: a) mengembangkan draft awal program pembelajaran;
b) implementasi program pembelajaran; c) evaluasi program pembelajaran; dan
d) penyempurnaan program pembelajaran.
Hasil setiap putaran dalam uji coba terbatas yang dilakukan dapat
diuraikan seperti uraian di bawah ini.
Azis Maltfuddin/Disertast/PPS-UPn006
211
Uji Coba Terbatas Pengembangan Program Putaran Pertama
a. Perencanaan Pembelajaran
Sesuai dengan program awal yang telah ditetapkan, komponen-
komponen program perencanaan pembelajaran terdiri atas komponen tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, media dan sumber
pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran.
Keterampilan yang diajarkan dalam pembelajaran keterampilan
berbahasa adalah membaca dengan topik atau pokok bahasan "Hygiene
oberstes Gebot bei McDonald's" (Cara Sehat dengan Aturan Ketat pada
McDonald's)
Komponen tujuan pembelajaran berisi rumusan prilaku atau kompetensi
yang harus dicapai oleh para mahasiswa setelah proses pembelajaran selesai.
Komponen materi pembelajaran berisi tentang uraian materi dengan topik
bahasan McDonald's (sebuah topik makanan sehat yang sejalan dengan
pengetahuan dan pengalaman mahasiswa).
Komponen kegiatan pembelajaran memuat tentang kegiatan-kegiatan
dosen dalam proses pembelajaran yang terdiri atas tiga tangkah kegiatan, yakni
pendahuluan, pembahasan utama materi, dan penutup. Komponen media dan
sumber pembelajaran berisi tentang alat-alat dan sumber pembelajaran yang
digunakan untuk menunjang pencapaian tujuan; sedangkan komponen evaluasi
pembelajaran berisi tentang alat atau instrumen untuk memperoleh data
mengenai kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
sejalan dengan kegiatan pembelajaran yang telah ditentukan.
Azis Mahfitddfn/DiseriaH/PPS- UPI2006
212
b. Implementasi Uji Coba Skala Terbatas Putaran Pertama
Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu, awal desain
program pembelajaran terdiri atas tiga langkah utama, yakni langkah
pendahuluan, langkah pembahasan materi, dan tangkah penutup. Ketiga
langkah tersebut implementasinya dapat diuraikan sebagai berikut
Tahap Pendahuluan
Langkah pendahuluan yang dilakukan dosen pada putaran pertama ini,
kurang berlangsung sebagaimana mestinya. Dosen belum sepenuhnya mampu
mencintakan situasi perkuliahan yang dapat membangkitkan minat dan motivasi
mahasiswa dalam memahami permasalahan yang disampaikannya. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya:
1) teknik bertanya yang menggunakan bahasa asing (bahasa Jerman) belum
merangsang jawaban mahasiswa atas masalah yang diajukan. Misalnya, pada
saat dosen mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang kurang berhubungan
dengan pengalaman dan pengetahuan mahasiswa (atau sesuatu yang tidak
diminati mahasiswa).
2) tingkat keberanian dan kepercayaan diri mahasiswa yang masih kurang
dalam menyampaikan jawaban atas pertanyaan dosen melalui bahasa Jerman.
Karena itu dosen pulalah yang menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan yang
diajukannya, sekaligus menjelaskannya dalam bahasa Jerman. Tampaknya pada
tahap pendahuluan ini dosen masih perlu mempersiapkan teknik-teknik
bertanya dengan menjelaskan atau menceriterakan lebih dulu permasalahan
Aza MahfmMn/Disemai/PPS-UPI2006
yang ada kaitannya dengan materi pokok yang akan disampaikan^i^^^qiat > j)
dilihat dari pertanyaan-pertanyaan yang bersifat spontan tanpa mengacu pada
lingkup materi pokok yang akan dibahas dan pada kompetensi yang ingin
dikembangkan. Kondisi ini terjadi karena dosen (mungkin) menganggap bahwa
proses pembelajaran belum memasuki wilayah pembahasan materi pokok.
Tahap Pembahasan Materi Pokok
Seperti juga pada langkah pendahuluan, pada langkah pembahasan
materi pokok pun, dosen masih belum mampu merangsang mahasiswa untuk
memecahkan masalah melalui bahasa asing (bahasa Jerman). Hal ini masih
disebabkan oleh adanya pertanyaan-pertanyaan yang belum dipahami
maksudnya. Dosen belum sepenuhnya dapat mengembangkan pertanyaan-
pertanyaan sederhana dalam bahasa Jerman yang dapat dipahami
mahasiswanya, sehingga dosen tidak dapat memperoleh jawaban mahasiswa
secara tepat dan benar, baik bahasanya maupun konteksnya.
Pada pokok bahasan keterampilan membaca, dengan tema
"McDonald's", mahasiswa pada awalnya diminta untuk membaca dalam hati
selama 15 sampai 20 menit. Setelah dilakukan tanya-jawab mengenai
permasalahan yang ada pada isi materi, ternyata mahasiswa belum dapat
memberikan jawaban yang tepat sesuai dengan konteks yang dibahas. Jawaban
hanya diperoleh melalui kata-kata singkat; namun itu pun belum sesuai dengan
harapan, karena pada akhirnya dosen sendiri yang memberikan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan tersebut, kemudian menjelaskannya. Di sini dosen masih
Azis Mabfyddm/Dlter1eui/PPS-UP¡2006
214
dominan dalam situasi pembelajaran keterampilan berbahasa, sehingga dosen
lebih aktif dibandingkan mahasiswanya. Aktivitas dosen dalam pembelajaran
ini lebih banyak menekankan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab
mahasiswa; sedangkan mahasiswa belum diberi kesempatan seluas-luasnya
untuk menjawab, mengoreksi kesalahannya, bahkan membuat pertanyaan-
pertanyaan sendiri tentang apa yang dibahasnya untuk kemudian dijawabnya
sendiri diantara mereka.
Tahap Penutup (Mengakhiri Pembelajaran)
Langkah penutup pada dasarnya merupakan langkah transfer of
knowledge dari keseluruhan apa yang telah disampaikan, yakni berupa tema
pembahasan "McDonald's".
Pada langkah ini, nampaknya dosen juga belum dapat membangkitkan
dan meningkatkan keterampilan berbahasa mahasiswa melalui jawaban-
jawaban berbahasa Jerman yang tepat dengan tema yang telah disebutkan di
atas. Pemahaman mahasiswa baru sebatas memilih alternatif jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang dibuat secara tertulis yang telah dipersiapkan
dosen, sehingga kemampuan berbahasa lisan sebagai gambaran pemahaman
akan konteks materi, belum mencerminkan kemampuan berbahasa secara
fungsional..
Sebagai contoh, di bawah ini dikemukakan dua buah soal berbentuk
pertanyaan-pertanyaan pilihan.
Azis Meú$KÍdtn/Di3erta3i/PPS-VPI2006
215
1. Vor allem junge Leute sieht man in allen Lokalen von McDonald's,
a weil sie immer voll sind b. weil es nicht nur in Basel solche Lokale gibt c. weil alle gleich sind und jeder immer weiß, was er bekommt.
Jawaban dari alternatif pilinan tersebut adalab c
2. Um die Sauberkeit zu garantieren,
a. muss jeder neue Mitarbeiter ein Gesundheitszertifikat vorlegen. b. dürfen Gäste mit Bart das Lokal nicht betreten.
c. sollten die Gäste Kopfbedeckung und Schuerzen tragen.
Jawaban dari alternatif pilihan tersebut adalah a
Pada saat dosen meminta kesimpulan isi materi yang dibahas dari alinea
ke alinea, mahasiswa juga belum mampu menyimpulkannya secara tepat;
namun ketika dosen menuntunnya dengan kata-kata kunci, lambat laun
mahasiswa dapat meneruskan kalimat-kalimat kesimpulan tersebut dengan
benar. Di sini aktivitas dosen dalam berbahasa masih lebih dominan
dibandingkan dengan mahasiswanya, karena dosen selalu mengajukan
pertanyaan-pertanyaan secara intensif; sementara jawaban mahasiswa hanya
sebatas menunjukkan pemahaman isi materi.
c Hasil Observasi dan Rekomendasi Uji Coba Terbatas Putaran Pertama
Hasil observasi yang dilakukan dalam pembelajaran keterampilan
berbahasa serta diskusi dengan para dosen sebagai subjek penelitian,
pengembangan program pada uji coba terbatas putaran pertama dapat
disimpulkan sebagai berikut.
Aas MatifuMn/Disertaii/PPS-UPI2Ö06
216
Setelah dilakukan pengamatan mengenai proses pembelajaran
keterampilan berbahasa yang dilakukan dosen, maka bentuk atau sosok
program pembelajaran berbasis kompetensi sebagai suatu program yang dapat
meningkatkan keterampilan berbahasa mahasiswa, belum dapat dikembangkan
sebagaimana mestinya. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk program belum
dapat ditemukan. Belum dapat ditemukannya bentuk program tersebut
disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya kurang berfungsinya rencana
pembelajaran yang telah disusun dalam bentuk silabus atau satuan acara
perkuliahan (SAP). Proses pembelajaran berlangsung "sebagaimana adanya"
sesuai dengan materi atau pokok bahasan yang bersumber dari buku acuan.
Tahapan-tahapan pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya, kurang
berjalan sebagaimana mestinya. Selain itu, cara dosen dalam mengembangkan
pembelajaran keterampilan berbahasa masih menggunakan pola pembelajaran
yang selama ini digunakan.
Dosen umumnya masih terlalu berperan aktif dalam menyampaikan
materi pembelajaran, sebagaimana ditunjukkan melalui pertanyaan-pertanyaan
yang disampaikan kepada mahasiswa secara terus menerus. Apabila mahasiswa
tidak mampu menjawab, dosen sendiri yang berusaha menjawabnya sekaligus
menjelaskannya. Aktivitas mahasiswa masih sebatas menyimak apa yang
dikemukakan dosen. Sementara itu, keterampilan berbahasa menuntut
kemampuan mahasiswa untuk mengemukakan jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan yang disampaikan. Di sini mahasiswa masih belum terdorong untuk
dapat mengembangkan kemampuan bernalar bahasa asing melalui ungkapan-
Ans Matyiddm/Daertasi/PPS-UPnm
217
ungkapan lisan dan tulis tanpa stimulus dari dosen melalui pertanyaan-
pertanyaan; sedangkan pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan dosen masih
sebatas pertanyaan untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa terhadap
konteks; dan belum menunjukkan jenis-jenis pertanyaan yang variatif, yakni
pertanyaan yang dapat mendorong dikuasainya kompetensi dan kemampuan
fungsional bahasa, misalnya pertanyaan isian, pertanyaan jebakan, pertanyaan
pilihan, pertanyan yang memerlukan penjelasan, dan lain sebagainya.
Belum ditemukannya sosok atau bentuk program pembelajaran, juga
disebabkan oleh kurang dimanfaatkannya media pembelajaran secara optimal.
Penggunaan media pembelajaran, seperti alat peraga visual (grafik, peta,
gambar), OHP, LCD, dan lain sebagainya baru sebatas media atau alat yang
diarahkan untuk membantu mempermudah mahasiswa dalam mengembangkan
kemampuan dan keterampilan berbahasa, serta mempermudah proses
pembelajaran.
Sebagai konsekuensi dari peran dosen dalam mengajar seperti itu, maka
pada putaran pertama ini aktivitas mahasiswa dari setiap tahapan (mulai tahap
pendahuluan sampai tahap penutup), belum sepenuhnya nampak. Dosen masih
berperan dominan. Demikian pula kemampuan mahasiswa dalam keterampilan
berbahasa baik dilihat dari aspek kelancaran berbahasa (lisan dan tulisan)
maupun dari aspek pemahaman akan konteks, belum begitu nampak. Hal ini
tidak berarti karena tidak adanya upaya dosen dalam membangkitkan motivasi
mahasiswa untuk menjawab pertanyaan atau menyampaikan pikirannya, akan
Aza M&fmbWDistTlasifPPS-UnTim
218
tetapi juga tampak adanya kekurang-beranian dan keraguan mahasiswa dalam
proses pembelajaran.
Karena itu, untuk memperbaiki desain program pembelajaran
keterampilan berbahasa, disarankan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, sebaiknya dalam proses pembelajaran, dosen secara lengkap
menyusun rencana atau skenario pembelajaran yang akan dilakukan, agar pada
saat proses pembelajaran tidak mengalami hambatan. Semuanya dapat
dipahami dengan benar; misalnya ketika tidak ada yang bertanya atau
berkomentar, dosen dapat segera mengajukan pertanyaan-pertanyaan kembali
untuk meyakinkan pemahaman mahasiswa tersebut
Kedua, sebaiknya dosen disarankan untuk memfungsikan perencanaan
pembelajaran (silabus matakuliah) sebagai acuan atau pedoman bagi pelaksanan
pembelajaran agar program pembelajaran berjalan efektif.
Ketiga, dalam implementasi pembelajaran berbasis kompetensi, seyogyanya
diawali dengan langkah pendahuluan sebagai tahap orientasi. Pada tahap ini
dosen sebaiknya menjelaskan kepada mahasiswa mengenai tujuan pembelajaran
yang hendak dicapai, dan menyampaikan apa-apa yang harus dilakukan dalam
proses pembelajaran. Dosen juga seyogyanya meningkatkan kinerjanya dalam
mengemas berbagai pertanyaan yang dapat merangsang mahasiswa untuk
menjawab dan mengungkapkan daya nalarnya dalam berbahasa asing.
Mis Mahfuddtn/Disertast/PPS~UPI2<m
219
Pengembangan Program Uji Coba Skala Terbatas Putaran Kedua
a. Perencanaan Pembelajaran
Sebagaimana telah direkomendasikan pada putaran pertama, pada
putaran kedua terdapat beberapa penyempurnaan pada aspek peren carian
pembelajaran yang berkenaan dengan langkah pendahuluan sebagai langkah
penciptaan situasi pembelajaran awal melalui pertanyaan-pertanyaan sederhana,
termasuk di dalamnya penjelasan mengenai tujuan pembelajaran dan berbagai
kegiatan belajar yang harus ditempuh.
Pada putaran kedua ini, topik pembelajaran yang dijadikan materi dalam
kegiatan pembelajaran adalah "Die Familie" (keluarga). Topik ini diambil dari
buku sumber EM neu terbitan tahun 2006.
Berdasarkan hasil diskusi dengan dosen, materi pembelajaran yang
disajikan berkenaan dengan materi yang berhubungan dengan pengetahuan dan
pengalaman mahasiswa. Materi tentang "Familie" (keluarga) ini diasumsikan
akan mudah dipahami secara kontekstual; tetapi juga mudah
mengungkapkannya dalam bahasa asing (bahasa Jerman), karena aspek
memahami cenderung berkorelasi positif dengan aspek menggunakan.
b. Implementasi Uji Coba Terbatas Pengembangan Progam Putaran Kedua
Sebagaimana telah direkomendasikan, bahwa pelaksanaan atau
implementasi pembelajaran keterampilan berbahasa berbasis kompetensi pada
putaran kedua dimulai dengan tahap pendahuluan yang dilanjutkan dengan
tahap pembahasan materi pokok, dan selanjutnya tahap penutup.
Azis Mahfuddfa/Datrrtasi/PPS-VPI2006
220
Tahap Pendahuluan
Pada tahap ini dosen mengawali pembelajarannya dengan lebih dulu
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan sederhana sebagai pembuka atau
pertanyaan appersepsi untuk menciptakan situasi pembelajaran. Selanjutnya,
dosen juga menyampaikan atau menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai; misalnya mahasiswa diharapkan dapat mengemukakan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan; mengungkapkan kalimat-kalimat bahasa
Jerman secara utuh sesuai dengan konteksnya; dan dapat menyampaikan pokok-
pokok pikirann yang sederhana dalam hubungannya dengan tema atau topik
yang dibahas.
Selain itu, dosen juga menjelaskan prosedur atau langkah-langkah
pembelajaran yang harus dilakukan oleh mahasiswa, bahwa dalam membahas
topik tersebut, dosen akan mengajukan pertanyaan-partanyaan yang harus dapat
dijawab oleh mahasiswa dengan ungkapan-ungkapan bahasa Jerman yang tepat.
Dikemukakan pula, bahwa mahasiswa tidak perlu ragu atau merasa takut salah
dalam berbahasa terutama dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan dosen. Mahasiswa diharapkan mampu berftkir melalui bahasa Jerman,
sekaligus dapat mengungkapkannya.
Melalui penjelasan-penjelasan pada tahap pendahuluan tersebut,
nampak mahasiswa pada tahap berikutnya lebih hidup, lebih interaktif, dan
lebih aktif dalam berbahasa. Keterlibatan mereka dalam proses pembelajaran
melalui tanya jawab atau dialog semakin meningkat dibandingkan dengan
sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya dialog antara dua orang
Ani Mt&juddirfDuertaji/PPS-UPI2006
221
mahasiswa di depan kelas dengan cara membacakan teks dialog yang telah
dibuat dan dipersiapkan mahasiswa di rumah (sebagai bentuk pemberian tugas).
Pada kesempatan berikutnya dosen mengomentari isi dialog, dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada mahasiswa untuk mengetahui tingkat
pemahaman mahasiswa secara keseluruhan.
Tahap Pembahasan Materi
Pada tahap ini dosen mulai mengalami kemajuan dalam mengajukan
permasalahan yang sesuai dengan sifat atau karakteristik pembelajaran berbasis
kompetensi. Perubahan ke arah kemajuan ini ditandai dengan langkah, di mana
dosen memulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang cukup merangsang
mahasiswa untuk menjawabnya; misalnya dengan kata tanya "was (apa),
warum (mengapa), dan wie (bagaimana" (sesuai dengan materi yang sedang
dibahas).
Manakala dikemukakan permasalahan seperti ini, mahasiswa awalnya
terdiam sejenak sambil menyimak apa yang ditanyakan dosen tersebut, dan
sekali waktu minta diulangi pertanyaan itu. Dosen pun mengulangi kembali
pertanyaan tadi. Pada tahap ini dosen berusaha meminta mahasiswa sekali lagi
untuk menjawab atau memecahkan permasalahan yang disampaikan melalui
bahasa Jerman dengan pemahaman konteks yang benar, namun dosen
nampaknya belum berusaha memahami kesulitan mahasiswa dalam menjawab
atau memecahkan masalah, misalnya dengan mengubah pertanyaan menjadi
pertanyaan yang lebih membuka peluang menjawab; seperti melalui alternatif
Azh M<àfoddm/Di3crUisi/PPS-UPn006
222
jawaban pilihan. Pada akhirnya, dengan tuntunan dosen melalui kata-kata kunci
yang diberikan, mahasiswa sedikit demi sedikit mampu menjawabnya dengan
baik. Kondisi ini memungkinkan dosen untuk mengubah pola pembelajaran
secara lebih terstruktur dengan tetap memperhatikan kemampuan mahasiswa
dalam menjawab persoalan atau pertanyaan yang diajukan.
Pada tahap pelaksanaan pembelajaran ini, fokus utama kegiatan dosen
adalah bagaimana mahasiswa memahami materi pembelajaran yang disajikan.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, hanya sekedar untuk mengetahui apakah
mahasiswa memahami dan mengerti tema atau tidak. Fokus terhadap
bagaimana mahasiswa menggunakan (to use) bahasa Jerman dalam konteks
materi tersebut, belum tersentuh.
Berikut ini salah satu contoh untuk mengetahui tingkat kemengertian
mahasiswa dalam pembelajaran keterampilan "membaca", dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan seperti di bawah ini. Mahasiswa diminta untuk
mengamari gambar dan membaca uraian teks yang ada pada buku EM neu
selama lima menit Bentuk pertanyaannya adalah:
1) Welche Personen glauben Sie im Text?
2) Beschreiben Sie die Personen im Bild?
3) Was glauben Sie noch mit den anderen Personen?
4) Was macht die Familie gerade?; dan seterusnya
Dari bentuk soal ini mahasiswa diminta untuk menjawab secara lisan
dengan tepat dan sesuai dengan isi teks atau bacaan. Apabila mahasiswa
menjawabnya kurang tepat, maka mahasiswa lain diberi kesempatan untuk
Aza MahfuddMDaeriasUPPS-UPnom
223
menjawabnya. Demikian seterusnya proses tanya jawab yang dilakukan. Setiap
mahasiswa selalu mendapat giliran pertanyaan, baik pertanyaan yang sudah
disiapkan maupun pertanyaan-pertanyaan spontan yang diajukan dosen.
Dalam kesempatan lain, dosen juga memberi peluang kepada
mahasiswa untuk membuat pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada isi teks
yang ada pada buku sumber. Pertanyaan-pertanyan yang muncul di antaranya
adalah: 1) Wie heißen sie? (siapa nama-nama mereka); 2) Was ist er von
Beruft; 3) Wie lange arbeiten siel 4) Wie viel verdient er? 5) Haben sie gut
bezahlt! 6) Wie verbringen sie ihre Freizeit? Dst
Pembahasan selanjutnya, dosen menyajikan pembelajaran menyimak
(hören) dalam bentuk dialog atau inteview yang diperdengarkan melalui tape
r e cor der. Prosesnya dengan memperdengarkan lebih dulu dialog atau interview
secara global dari bab satu (Abschnitt l) sampai bab empat (Abschnitt 4).
Mahasiswa menyimaknya dengan seksama selama 10 menit Seteleh selesai,
dosen mengajukan pertanyaan-pertanyaan, diantaranya: Über welche Themen
besprechen sie? (tentang tema apa saja yang mereka bicarakan)? Mahasiswa
menjawab dengan berbagai kemungkinan: Tagesablauf; Familie;
Mittagessen; Freizeitstätigkeit; Taschengeld der Kinder; dan seterusnya.
Dosen bertanya kembali: Was macht die Familie? Mahasiswa menjawab
(sambil dituntun dan diarahkan oleh dosen): Sie essen zu Abend; atau Sie sind
bei Abendessen, Demikian seterusnya, proses pembelajaran dilakukan dengan
penuh tanya jawab dan dialog antara dosen dan mahasiswa.
Azis Mátfaddm/Dixrta3ifl>PS-UPf2006
224
Tahap Penutup
Pada tahap ini dosen menyuruh mahasiswa untuk membaca kembali teks
dari bab ke bab atau dari Lektion satu ke Lektion lainnya. Setiap paragraf dalam
bab-bab tersebut mahasiswa diminta untuk menyimpulkan isi atau materi yang
dibaca melalui kata-kata sendiri. Dalam menyimpulkan hasil bacaan teks
tersebut, dosen masih tetap berperan untuk memberikan stimulus berupa kata-
kata kunci atau kalimat-kalimat yang perlu dilanjutkan oleh mahasiswa.
Nampaknya, tujuan pembelajaran keterampilan membaca ini, masih terfokus
pada aspek pemahaman mahasiswa akan konteks bacaan; sementara aspek
bagaimana mahasiswa menggunakan bahasa Jerman belum mendapat perhatian
sepenuhnya.
c Hasil Observasi dan Rekomendasi Uji Coba Skala Terbatas Putaran Kedua
Berdasarkan hasil observasi pada uji coba skala terbatas, pengembangan
program putaran kedua dapat dijelaskan seperti berikut ini.
Dilihat dari cara dosen mengembangkan program pembelajaran,
nampaknya pola pembelajaran yang dilakukan mulai ada perubahan, walaupun
pola pembelajaran berbasis kompetensi sebagai salah satu program
pembelajaran untuk memperbaiki dan meningkakan keterampilan berbahasa
mahasiswa masih belum dapat diformulasikan dengan sempurna. Berubahnya
pola pembelajaran ini dapat dilihat dari rangkaian proses pembelajaran yang
lebih menekankan pada aktivitas mahasiswa dalam berbahasa baik lisan
maupun tertulis. Di sini dosen berusaha untuk mengembangkan terus dialog
Azts MayuddarfDixrtasi/PPS-UPI20O6
225
dalam bentuk tanya jawab; berusaha untuk melibatkan mahasiswa melalui
kegiatan memecahkan masalah sendiri, seperti membuat pertanyaan sendiri, dan
menjawabnya sendiri, sehingga aktivitas pembelajaran sepenuhnya ada pada
mahasiswa. Dosen hanya berfungsi sebagai fasilitator dan stimulator.
Namun demikian, ada beberapa kelemahan yang nampak sehingga
pembelajaran berbasis kompetensi ini kurang sempurna, diantaranya: petama,
dosen belum optimal memfungsikan rencana pembelajaran. Proses
pembelajaran terkadang keluar dari skenario yang telah disusun sebelumnya.
Kedua, dalam pelaksanaan setiap tahapan proses pembelajaran, dosen
rampaknya masih belum mampu menggunakan variasi pertanyaan yang dapat
merangsang mahasiswa menjawabnya.
Jenis-jenis pertanyaan yang mengundang kemampuan untuk
mengungkapkan bahasa Jerman belum sepenuhnya dilakukan, misalnya dengan
kata tanya "w/e" (bagaimana) dan "warum" (mengapa). Ketiga, dosen masih
kurang sabar menunggu jawaban mahasiswa atas pertanyaan yang diajukan,
sehingga terkadang dosen sendiri yang memberikan jalan untuk menjawabnya.
Keempat, pemanfaatan media pembelajaran dirasakan masih belum optimal,
sehingga proses pembelajaran agak monoton.
Dilihat dari sisi mahasiswa, nampaknya ada perubahan dan peningkatan
yang signifikan. Mahasiswa lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran
keterampilan berbahasa. Banyak di antara mereka yang nampak mulai
menunjukkan kepercayaan diri dan keberaniannya dalam mengungkapkan
bahasa Jerman, baik dalam bentuk pertanyaan ataupun jawaban, walaupun
Aza Maf^tddm/Dixrtasl/PPS-UPI2006
226
terkadang struktur bahasa dan penggunaan kosa kata masih perlu diperbaiki.
Keadaan seperti ini paling tidak sudah menunjukkan indikator meningkatnya
kemampuan atau keterampilan berbahasa yang dikembangkan melalui program
pembelajaran berbasis kompetensi. Adanya peningkatan kemampuan dan
keterampilan seperti ini disebabkan mahasiswa memahami apa yang harus
dilakukan dalam proses pembelajaran, sebagaimana yang dikemukakan dosen
pada tahap pendahuluan sebagai tahap orientasi.
Berdasarkan hasil catatan observasi lapangan, maka berikut ini
disampaikan beberapa rekomendasi atau saran yang perlu dilakukan untuk
menemukan program pembelajaran keterampilan berbahasa melalui
pembelajaran berbasis kompetensi.
Pertama, walaupun pola pembelajaran yang dilakukan mulai berubah
dengan meningkatnya aktivitas mahasiswa dalam berbahasa Jerman, namun
masih nampak kesulitan dalam menjawab pertanyaan dosen, ketika dosen
meminta jawaban yang menggunakan kata tanya "mengapa" dan "bagaimana"
(warum und wie). Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya mahasiswa kurang memahami konteks pertanyaan dosen oleh
karena pertanyaan tersebut kurang berhubungan dengan pengalaman
mahasiswa, dan mahasiswa juga harus berpikir ganda dalam menjawab
pertanyaan tersebut, yakni bagaimana memahami isi jawabannya, dan
bagaimana mengungkapkannya dalam bahasa Jerman yang benar. Atas dasar
itulah, maka program pembelajaran berbasis kompetensi untuk meningkatkan
keterampilan berbahasa yang berorientasi pada aktivitas dan pengalaman
Azis Mahfiiddtn/Dueriasi/PPS-UPnOM
mahasiswa, perlu diterapkan. Untuk itu, sebaiknya dosen memahami terler
dahulu pengalaman dan pemahaman mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran
bahasa asing (bahasa Jerman). Pengalaman dan pemahaman mahasiswa tersebut
selanjutnya dapat dijadikan dasar untuk menentukan langkah berikutnya.
Untuk memahami kemampuan dan pengalaman mahasiswa berdasarkan
kesepakatan hasil diskusi dengan dosen, sebelum melakukan tahap pembahasan
materi pokok, dilakukan tahapan penjajagan (eksplorasi) terhadap pengalaman
dan pemahaman mahasiswa.
Kedua, dalam proses pelaksanaan atau implementasi program untuk
penambahan komponen atau tangkah penjajagan, dosen perlu meningkatkan
kemampuan bertanya terutama jenis-jenis pertanyaan yang dapat melacak
tingkat pemahaman dan pengalaman mahasiswa dalam berbahasa. Dosen juga
perlu sabar dalam menunggu respons atau jawaban mahasiswa atas pertanyaan
yang diajukan. Selain itu, dosen juga perlu memberikan motivasi dalam bentuk
reward atau reinforcement terhadap respons atau jawaban yang dikemukakan
mahasiswa, baik dengan bahasa verbal maupun non-verbal.
Ketiga, fasilitas dan atau media pembelajaran perlu dimanfaatkan dan
digunakan secara optimal untuk menunjang proses pembelajaran keterampilan
berbahasa; dan keempat, dosen perlu memfungsikan rencana pembelajaran
secara lebih baik dan lebih cermat agar rangkain proses pembelajaran berbasis
kompetensi untuk meningkatkan keterampilan berbahasa mahasiswa berjalan
sesuai dengan yang diharapkan.
AzisMakM<IWDtoeruw/PPS-VP12006
228
Pengembangan Program Uji Coba Skala Terbatas Putaran Ketiga
a. Perencanaan
Perencanaan pembelajaran secara umum tidak mengalami perubahan
berarti, kecuali adanya penambahan komponen pada kegiatan pembelajaran,
yakni dengan menambahkan komponen penjajagan (eksplorasi) untuk
mengetahui atau melacak tingkat pemahaman dan pengalaman mahasiswa
dalam berbahasa Jerman, baik dari sisi substansi atau isi tema maupun dari sisi
penggunaan bahasanya. Tema yang direncanakan pada uji coba program
putaran ketiga ini adalah masih tentang keluarga (die Familie) dengan sub
tema "Wo leben die meisten jungen Leute mit ca. 18, 20, und 26 Jahren? (Di
manakah para anak muda usia 18, 20 dan 26 kebanyakan bertempat tinggal?".
Jenis keterampilan yang diajarkan pada uji coba putaran ketiga ini adalah
berbicara (sprechen).
b. Implementasi Pengembangan Program Putaran Ketiga
Sebagaimana yang telah direkomendasikan pada bagian terdahulu,
dengan menambah satu komponen penjajagan (eksplorasi) dalam kegiatan
pembelajaran, implementasi pengembangan pembelajaran berbasis kompetensi
untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, dilakukan melalui lima tahapan,
yakni 1} tahap pendahuluan, 2) tahap penjajagan (eksplorasi) untuk
mengetahui tingkat pemahaman dan pengalaman mahasiswa, 3) tahap
pembahasan materi pokok, 4) tahap klarifikasi untuk memperbaiki kekeliruan
Aza Mahjuddm/Di&rtasi/PPS-UPIim
229
yang dibuat mahasiswa, dan 5) tahap penutup. Proses implementasi
pengembangan program putaran ketiga ini dijelaskan sebagai berikut.
Tahap Pendahuluan
Seperti halnya pada putaran kedua, pada tahap ini pun dosen mengawali
pembelajaran dengan lebih dulu mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana
sebagai pembuka atau pertanyaan appersepsi untuk mencipakan situasi awal
pembelajaran. Pertanyaan itu di antaranya adalah: 1) wie geht es Ihnerii (apa
kabar?); 2) was haben Sie besonders am Wochenende gemachtl (apa yang anda
lakukan secara khusus pada akhir pekan?)
Selanjutnya, dosen juga menyampaikan atau menjelaskan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Tujuan yang ingin dicapai tersebut
di antaranya: mahasiswa dapat mengemukakan jawaban secara lisan dengan
bahasa yang lebih jelas atas pertanyaan yang diajukan; mengungkapan jawaban
melalui kalimat-kalimat bahasa Jerman secara utuh sesuai dengan konteksnya;
dan dapat mengemukakan pokok-pokok pikiran yang sederhana dalam
hubungannya dengan tema atau topik. Selain itu juga, sebagai tujuan yang
berkaitan dengan proses pembelajaran, mahasiswa diharapkan dapat berpikir
kritis dalam menjawab setiap pertanyaan berbahasa Jerman, baik dari sisi
konteksnya maupun dari sisi bahasanya, terutama ketika mengomentari atau
menanggapi jawaban temannya setelah berdiskusi.
Untuk penjelasan terakhir pada tahap pendahuluan ini, dosen juga
menjelaskan prosedur pembelajaran yang harus dilakukan mahasiswa, yakni
Azls Ma%uddm/Distrtaai/PPS-UPI2m
230
mahasiwa harus aktif menyimak dan berbicara, aktif berpikir kritis dalam
menanggapi setiap pertanyaan dosennya; dan setiap mahasiswa yang aktif
memberikan jawaban memperoleh reward dalam bentuk poin tambahan
penilaian yang akan dicatat dan diperhitungkan dalam penilaian akhir semester.
Tahap Penjajagan (Eksplorasi)
Tahap ini merupakan tahap sela atau sisipan antara tahap pendahuluan
dan tahap pembahasan materi pokok yang telah didiskusikan dengan dosen
program setelah mempertimbangkan kelemahan-kelemahan yang terjadi pada
putaran sebelumnya. Berdasarkan hasil pengamalan sementara, ternyata tahap
ini memiliki makna yang cukup penting dalam upaya mengembangkan dan
meningkatkan keterampilan berbahasa mahasiswa.
Melalui tahap penjajagan ini dosen dapat menentukan jenis dan teknik
pertanyaan yang harus diajukan kepada para mahasiswa secara terarah untuk
dapat dijadikan titik tolak selanjutnya dalam memasuki tahapan pembahasan
materi pokok. Misalnya, sebelum dosen membahas atau mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang isi tema, dosen terlebih dahulu mengemukakan
pertanyaan tentang sub tema tersebut, seperti: Wo leben die meisten Jungen mit
18 Jahren? (Di mana kebanyakan anak muda usia 18 tahun bertempat tinggal
atau hidup?). Pertanyaan ini menimbulkan jawaban yang beragam; dan dosen
menampung semua jawaban yang dikemukakan mahasiswa dengan penuh
perhatian.
Azis Matfuddht/Dtstriasi/PPS-UP¡2006
231
Pada tahap ini dosen juga dapat menilai sejauh mana mahasiswa dapat
mengemukakan pendapat atau jawabannya dalam bahasa Jerman sebagai
indikator adanya peningkatan keterampilan berbahasa mereka. Ketika
mahasiswa mengalami hambatan atau kesulitan untuk menjawab pertanyaan
yang memerlukan penjelasan, dosen membantu dengan menjajagi lebih dulu
pemahaman dan pengalaman mahasiswa selama ini. Contoh: Erzählen Sie mal,
was glauben Sie mit den jungen Leuten in Indonesien? Wo leben sie im
allgemeinen? (Ceriterakan, bagaimana pendapat anda tentang anak-anak muda
di Indonesia? Di mana mereka hidup atau tinggal pada umumnya?). Mahasiswa
menjawab : " Die meisten jungen Leute leben im allgemeinen bei ihren Eltern.
(Kebanyakan anak-anak muda Indonesia pada umumnya masih tinggal bersama
orang tuanya).
Menanggapi jawaban mahasiswa seperti ini dosen memberikan
semacam reinforcement kepada mereka; kemudian kembali bertanya: "warum
leben sie noch bei ihren Eltern? " (mengapa mereka masih tinggal bersama
orang tuanya? Satu diantara mahasiswa menjawab: "weil sie noch nicht allein
leben können ". (karena mereka belum bisa hidup mandiri).
Pertanyaan-pertanyaan semacam ini diajukan atas dasar reaksi jawaban
mahasiswa, sehingga proses tanya jawab berjalan seperti dialog.
Dalam proses pembelajaran keterampilan berbahasa berbasis
kompetensi, pertanyaan atau dialog seperti ini dapat membantu dosen untuk
meningkatkan daya nalar mahasiswa dalam berbahasa Jerman sekaligus
memperlancar percepatan keterampilan berbahasa mereka.
Azis Mahfiiddin/DisertasVPPS-UPßW6
232
Tahap Pembahasan Materi
Pada tahap ini dosen mulai mencoba masuk pada tataran pembahasan
materi pokok, setelah memperoleh gambaran pemahaman dan pengalaman
mereka melalui proses tanya jawab pada tahap penjajagan (eksplorasi). Di sini
dosen berusaha membawa mahasiswa pada permasalahan materi yang disajikan
melalui tema atau sub tema tertentu untuk dipecahkan.
Penggunaan pertanyaan-pertanyaan sebagaimana digunakan pada tahap
pendahuluan dan tahap penjajagan, masih berlaku untuk menggali tingkat
pemahaman dan tingkat penggunaan bahasanya. Proses tanya jawab atau dialog
selalu menjadi model atau program pembelajaran ketetampilan berbahasa
dengan tetap mengutamakan aktivitas mahasiswa. Sebagai contoh, pada tahap
ini dosen meminta mahasiswa untuk melakukan diskusi kelompok untuk
membahas atau menjawab pertanyaan tentang: Wo leben die meisten jungen
Leute mit 18 Jahren; mit 20 Jahren; mit 26 Jahren? Untuk memudahkan
jawaban tersebut, dosen memberi kata-kata kunci seperti: Ich glaube,
atau Ich schätze, daß untuk kemudian disempurnakan
kalimatnya.
Proses tanya jawab atau dialog pada tahap pembahasan materi pokok
ini nampak mulai meluas dan kelihatannya dosen kurang dapat mengendalikan
proses pembelajaran yang seharusnya berpegang pada pedoman pembelajaran
yang telah dirancang. Namun demikian, dalam konteks penggunaan bahasa
yang dilakukan mahasiswa dalam mengungkapkan pikirannya (meskipun tidak
Azis Mahfuddm/DisertasVPPS-lJPttOM
233
kontekstual), dosen membiarkannya untuk kemudian disikapinya sebagai
sesuatu yang berguna untuk mereka dalam berbahasa.
Pada persoalan seperti ini, dosen berusaha mengendalikan kembali
pertanyaan-pertanyaan atau dialog pada substansi pembahasan yang
sebenarnya. Di sini dosen secara terus menerus berusaha membangkitkan
mahasiswa untuk selalu memberikan jawaban yang terkait dengan materi pokok
melalui proses tanya jawab dan dialog. Suasana pembelajaran memang lebih
hidup dan aktif. Konteks yang dibahas mengacu pada materi yang ada dalam
buku sumber EM neu; namun situasinya diubah dari situasi di Jerman menjadi
situasi di Indonesia.
Ketika dosen bertanya, mengapa kebanyakan anak muda usia 18 dan 20
tahunan masih tinggal bersama orang tua? Jawabannya sangat beragam.
Misalnya: karena mereka belum bekerja; karena mereka belum bisa hidup
mandiri; karena mereka belum bisa mencari uang; karena mereka masih
memerlukan perhatian orang tua; karena orang tua belum mengizinkan anak-
anaknya untuk hidup sendiri; karena mereka manja; dan lain sebagainya.
Semuanya dikemukakan dalam bahasa Jerman. Di sini nampak, mahasiswa
berusaha menemukan jawaban sendiri tentang dimana kecenderungan anak usia
18,20 atau 26 itu tinggal kebanyakan.
Tahap klarifikasi
Pada tahap ini dosen mencoba melihat kembali proses pembelajaran
yang dilakukan pada tahap pembahasan materi pokok. Dalam aktivitas
Asu Mtdfiddin/Dtsenasi/PPS-UPnOM
234
pembelajaran yang berkenaan dengan pembahasan materi pokok, seringkah
muncul masalah-masalah yang Hjlalnik»n para mahasiswa; misalnya masalah
yang berkenaan dengan kesalahan-kesalahan atau kekeliruan yang dibuat
terutama yang menyangkut penggunaan kosakata, frasa, atau susunan kalimat
yang dalam konteks pembelajaran bahasa memberikan makna yang lebih jelas.
Masalah-masalah yang berkaitan dengan kesalahan pemahaman atau salah
mengerti tentang materi tema yang dibahas, juga merupakan masalah yang
seringkah' muncul sebagai akibat kurang konsentrasinya penyirnakan dari pihak
mahasiswa terhadap apa yang disampaikan dosen; namun kekeliruan yang
umumnya dialami mahasiswa adalah berkenaan dengan struktur atau tatabahasa
Jerman, walaupun secara kontekstual apa yang dikemukakan mahasiswa
dianggap benar.
Kondisi seperti ini memerlukan tahapan perlakuan untuk dapat
memperbaiki kesalahan dan kekeliruan, menyempurnakan sesuatu yang belum
sempurna, dan menjelaskan hal-hal yang belum jelas, serta mengembalikan
pada apa yang sebenarnya. Tahapan inilah yang disebut dengan tahapan
klarifikasi, yakni sebuah tahapan yang dapat dijadikan titik tolak untuk
menyimpulkan apa yang telah disampaikan pada tahapan pembahasan materi
pokok, untuk kemudian dimasukkan pada tahap penutup atau akhir dari
pembelajaran.
Pada tahap klarifikasi ini, kegiatan tetap bertumpu pada akivitas
mahasiswa. Ketika mahasiswa berbuat kesalahan atau kekeliruan dalam
mengungkapkan pikirannya melalui bahasa asing (bahasa Jerman), tugas dosen
Azii Ma>$sidm?Di3erttxi/PPS-UPI2t>06
235
hanya menunjukkan kesalahan atau kekeliruan tersebut untuk kemudian
mahasiswa sendiri yang memperbaikinya melalui pembimbingan dosen.
Dengan cara seperti ini proses klarifikasi terhadap kesalahan atau kekeliruan
yang terjadi dapat memberikan makna yang berarti bagi upaya peningkatan
keterampilan berbahasa mahasiswa.
Tahap Penutup
Sebagaimana telah diungkapkan pada bagian terdahulu, salah satu
kegiatan yang dilakukan dalam tahap penutup adalah berupa transformasi
terhadap pengetahuan tentang apa yang telah disajikan dosen pada tahap
pembahasan materi pokok. Transformasi pengetahuan di sini dapat berupa
pengetahuan kebahasaan, pengetahuan isi atau substansi materi yang telah
disajikan; dan pengetahuan lainnya, termasuk di dalamnya kosakata dan
struktur atau tatabahasa; namun secara umum pada tahap ini dosen
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan sebagai bahan kontrol atau evaluasi
untuk mengetahui sejauh mana tingkat penguasaan materi yang dimiliki
mahasiswa setelah mengikuti tahap-tahap sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut dilakukan dengan pertanyaan tertulis dan atau pertanyaan lisan, sesuai
dengan kebutuhan. Sementara itu, pada tahap ini juga dilakukan penyimpulan
tentang apa yang telah disampaikan. Pengungkapan kesimpulan tentang apa
yang telah disampaikan dalam proses pembelajaran, dikemukakan oleh
mahasiswa. Di sini dosen menyuruh mahasiswa secara bergantian untuk
membuat kesimpulan dalam setiap tahapan pembahasan materi..
Aiti Mafffùddin/Datriasi/PPS-VP[2006
236
Dari cara dosen melakukan pembelajaran seperti ini, teknik
penyimpulan yang dilakukan mahasiswa tersebut merupakan sesuatu yang
menarik, dan sekaligus dapat mengembangkan daya nalar mahasiswa dalam
mengungkapkan pikirannya dalam bahasa asing (bahasa Jerman). Hal ini
dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai berhasil tidaknya
proses pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan
berbahasa mahasiswa sebagai titik tolak proses pembelajaran selanjutnya. Pada
kesempatan ini pula dosen mencoba memberikan tugas-tugas kepada
mahasiswa untuk dikerjakan sebagai bahan latihan.
c Hasil Observasi dan Rekomendasi Putaran Ketiga
Berdasarkan hasil obeservasi kelas, pada uji coba skala terbatas
pengembangan program putaran ketiga, dapat dijelaskan sebagai berikut
Dilihat dari cara dosen mengembangkan pembelajaran keterampilan
berbahasa, nampaknya sudah ada pola perubahan pembelajaran yang mengarah
pada program pembelajaran berbasis kompetensi secara lebih nyata. Program
hasil pengembangan tersebut mulai nampak meskipun belum menunjukkan
sosok yang utuh. Kondisi ini dapat dilihat dari beberapa hal di antaranya,
pertama, komunikasi dalam berbahasa asing (bahasa Jerman) yang dibangun
oleh dosen dan mahasiswa dalam bentuk tanya jawab atau dialog sudah berjalan
lebih baik. Nampak kompetensi yang berkembang adalah kemampuan
mengungkapkan bahasa lisan secara lebih aktif.
Aas MakfmMn/DiMnast/PPS-UPI2m
237
Kedua, dalam proses pembelajaran keterampilan berbahasa, dosen telah
menempatkan dirinya sebagai penggerak (motivator) aktivitas mahasiswa dalam
berbahasa, sehingga memungkinkan mahasiswa dapat mengembangkan
kemampuan dan keterampilannya dalam berbahasa asing (bahasa Jerman).
Ketiga, kemampuan dosen menggunakan teknik-teknik bertanya untuk
membangkitkan atau merangsang jawaban mahasiswa sudah lebih baik dan
lebih sempurna. Keempat, kemampuan dosen untuk merespons jawaban atau
pertanyaan mahasiswa sudah lebih terarah, dan dapat menumbuhkan motivasi,
sehingga aktivitas belajar menjadi meningkat
Dari keseluruhan aspek tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa, pola
program pembelajaran berbasis kompetensi untuk meningkatkan keterampilan
berbahasa sudah nampak jauh lebih baik apabila dibandingkan dengan pola
program pembelajaran pada putaran-puataran sebelumnya.
2. Interpretasi Hasil Uji Coba Skala Terbatas
Bersumber dari data-data yang diperoleh dari setiap putaran uji coba
terbatas, nampak bahwa program pembelajaran berbasis kompetensi, sebagai
sosok atau bentuk pengembangan program pembelajaran keterampilan
berbahasa, belum dapat ditemukan dan dipahami secara utuh. Anggapan ini
sangat beralasan, karena baik dosen maupun mahasiswa seolah-olah sudah
memiliki pola pembelajaran yang baku khususnya dalam pembelajaran
keterampilan berbahasa. Karena itu, untuk menemukan program pembelajaran
Aza Mah/uMn/Disertasi/PPS-UPl2006
238
berbasis kompetensi yang ideal (sebagaimana yang diharapkan) dibutuhkan
proses penyesuaian (adaptasi) terlebih dahulu.
Pada putaran pertama uji coba, pada awalnya dosen mengakui telah
memahami dengan baik program pembelajaran yang akan dikembangkan, baik
secara konseptual maupun secara praktis; namun pada pelaksanaannya mereka
sedikit mengalami hambatan terutama dari mahasiswa. Hambatan yang dialami
dosen diantaranya adalah kurangnya kemampuan untuk mengembangkan dan
mengemas pertanyaan-pertanyaan atau dialog yang dapat merangsang jawaban
mahasiswa. Dalam pembelajaran keterampilan berbahasa, pertanyaan atau
dialog seperti ini merupakan salah satu alat pembelajaran yang sangat penting.
Dalam menyampaikan pertanyaan, dosen masih terpaku pada
pemahaman materi, sehingga jawaban yang disampaikan mahasiswa cenderung
antara "ya (ya) dan tidak (nem)", atau jawaban-jawaban singkat Dengan
jawaban seperti ini, dosen menganggap bahwa mahasiswa telah memahami
konteks atau isi tema yang dibahas. Di sini dosen belum bisa sepenuhnya
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing mahasiswa
untuk mengeluarkan pikirannya atau jawabannya dalam bentuk ungkapan
bahasa secara lengkap. Dengan demikian, pada putaran ini pengembangan
program keterampilan berbahasa berbasis kompetensi (sebagaimana
diharapkan) belum dapat dibangun; dan secara umum program tersebut belum
dapat dilakukan secara optimal oleh dosen matakuliah keterampilan berbahasa.
Hambatan lain yang dialami mahasiswa diantaranya adalah adanya
keraguan, kekurang-beranian dan ketidak percayaan diri dalam menjawab atau
Azu Mahfaddbi/DiseTtasVPPS-UPnm
239
mengungkapkan pikirannya dalam bahasa asing (bahasa Jerman). Pola belajar
mahasiswa dalam proses pembelajaran keterampilan berbahasa masih
cenderung menggunakan pola belajar menyimak atau mendengarkan untuk
memahami apa yang dikemukakan dosen.
Pada putaran kedua, setelah dilakukan diskusi dengan para dosen dan
observer lainnya untuk melihat dan mengevalusi apa yang telah dilakukan pada
putaran pertama, kelemahan-kelemahan yang ditemukan mulai dapat
dipecahkan. Tahap pendahuluan pada proses pembelajaran yang dilakukan
dosen sebagai tahap pengkondisian situasi belajar, memiliki pengaruh yang
cukup signifikan terhadap pola dan cara belajar mahasiswa.
Kekakuan dalam proses pembelajaran sebagai akibat dari kurang
merangsangnya pertanyaan dan dialog-dialog yang disampaikan, pada akhirnya
dapat diatasi sedikit demi sedikit, sehingga pada putaran uji coba selanjutnya,
program pembelajaran berbasis kompetensi dapat dibangun secara utuh.
Kemampuan dan keterampilan berbahasa mahasiswa dapat berkembang secara
lebih baik, apalagi setelah dimasukkannya tahap eksplorasi atau penjajagan
(setelah tahap pendahuluan) untuk mengetahui kemampuan dan pengalaman
awal mahasiswa.
Hal lain yang cukup penting adalah, bagaimana program pembelajaran
keterampilan berbahasa berbasis kompetensi ini dapat mendorong mahasiswa
untuk mengembangkan kemampuannya Keterampilan berbahasa seperti yang
telah ditampilkan pada tahap eksplorasi, nampaknya sesuai dengan tuntutan
kurikulum pembelajaran program studi bahasa Jerman. Tahapan ini merupakan
AUs Maltfiuklm/Dtoertasi/PPS- UPI2006
240
tahapan yang sangat penting dan stratergis dalam pembelajaran keterampilan
berbahasa.
Dalam proses pengembangan program, permulaan pelaksanaan uji coba
skala terbatas merupakan langkah yang agak tersendat. Sampai akhir putaran
pertama, dosen belum memahami sepenuhnya pembelajaran berbasis
kompetensi sebagai program pembelajaran dalam matakuliah keterampilan
berbahasa, sebab pada awal pengembangan ini dosen belum memperoleh
bentuk yang utuh dari program yang diinginkan. Dosen masih terpaku pada
pola pembelajaran yang selama ini dilakukan, walaupun pembelajaran tersebut
sebenarnya sudah mengarah pada kompetensi, yakni berupa kemampuan
berbahasa dengan beberapa indikator yang ditunjukkan seperti, susunan
kalimatnya, ucapannya dan pilihan katanya. Dosen juga masih menganggap
bahwa pogram pembelajaran keterampilan berbahasa yang selama ini dilakukan
sudah cukup memadai.
Namun demikian, setelah selesai beberapa kali putaran, lambat laun
pembelajaran berbasis kompetensi untuk keterampilan berbahasa diakui sebagai
salah satu program yang dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan
berbahasa. Melalui model atau program seperti ini para mahasiswa menjadi
lebih siap dalam belajar. Hal ini dapat diketahui pengakuan mahasiswa yang
berhasil diminta keterangannya dalam kesempatan wawancara. Menurut
mahasiswa, program pembelajaran berbasis kompetensi yang diterapkan dosen
membuat mereka lebih baik dalam belajar, karena proses pembelajaran lebih
terarah, dan dosen banyak memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
Azis McAfiKUMDaertast/PPS-UP!2006
241
mengemukakan jawaban, pendapat serta pikirannya dalam bahasa Jerman,
terutama hal-hal yang berhubungan dengan materi pembelajaran.
D. Perbaikan Program Pembelajaran
Pada mulanya, program pembelajaran yang bertumpu pada peningkatan
keterampilan berbahasa dikembangkan melalui tiga tahapan utama yakni tahap
pendahuluan, tahap pebahasan materi pokok, dan tahap penutup. Berdasarkan
hasil uji coba skala terbatas, untuk memperoleh bentuk atau sosok program
yang dianggap sesuai dengan kondisi dan kurikulum yang berlaku, maka
dilakukan pengembangan tahapan menjadi lima tahap, yaitu 1) tahap
pendahuluan, 2) tahap penjajagan (eksplorasi) terhadap kemampuan dan
pengalaman mahasiswa, 3) tahap pembahasan materi pokok, 4) tahap
klarifikasU dan 5) tahap penutup.
Dasar pengembangan program tersebut merujuk pada teori yang
dikemukakan Gagne, bahwa sistem pembelajaran merupakan serangkaian
peristiwa yang dapat mempengaruhi peserta didik sehingga terjadi proses
belajar pada dirinya; dan proses belajar tersebut dipandang sebagai suatu sistem
karena memiliki sejumlah komponen yang saling berhubungan dan berinteraksi,
serta memiliki fungsi masing-masing untuk mencapai tujuan pembelajaran, dan
membentuk kompetensi peserta didik; dan kelima tahapan tersebut merupakan
rangkaian kegiatan yang tersusun secara sistemik dan logis untuk membentuk
sosok program pembelajaran sebagai hasil pengembangan.
AJU MahJuddntSDixrtaji/PPS- UPI20O6
242
Sebagaimana yang digambarkan pada hasil uji coba putaran pertama
dengan menggunakan tiga tahapan, nampak pembelajaran keterampilan
berbahasa berbasis kompetensi kurang berkembang secara utuh. Karena itu,
pengembangan tahapan dari tiga tahap menjadi lima tahap perlu dilakukan.
Kurang berkembangnya tahapan tersebut disebabkan, karena selama ini
pembelajaran keterampilan berbahasa masih bertumpu pada pola yang biasa
dilakukan dalam pembelajaran keterampilan berbahasa, yakni menyimak dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang disajikan. Oleh
karenanya, ketika dosen dan mahasiswa memulai pembelajaran dengan pola
pembelajaran yang lebih terarah dan memiliki landasan, awalnya nampak ada
sedikit keraguan. Untuk menghindari keraguan tersebut, diperlukan tahapan
pendahuluan sebagai tahapan orientasi.
Tahapan ini bagi dosen dan mahasiswa berfungsi di samping sebagai
pembuka perkuliahan yang sekaligus mengingatkan peran yang harus
dilakukan, juga untuk mengarahkan pembelajaran dan memahami apa saja yang
harus dicapai dalam proses pembelajaran tersebut Untuk itulah, maka pada
tahap pendahuluan berisi tentang pertanyaan-pertanyaan pembuka awal
pembelajaran, penjelasan tentang tujuan pembelajaran yang harus dicapai, serta
proses pembelajaran yang harus dilakukan. Tahapan ini memiliki makna yang
cukup penting sebagai penegasan bahwa program pembelajaran keterampilan
berbahasa berbasis kompetensi lebih efektif bila dibandingkan dengan pola dan
program pembelajaran yang selama ini berlangsung.
AzU MahfuMn/DijerlasvPPS-UPI2006
243
Hasil dari pengamatan yang dilakukan, penambahan tahapan ini
memberikan gambaran yang lebih jelas dan lebih efektif untuk permulaan
pengembangan program pembelajaran berbasis kompetensi. Ini ditunjukkan
dengan semakin meningkatnya aktivitas mahasiswa dalam proses pembelajaran
dengan dosen sebagai fasilitatornya. Aktivitas pembelajaran menjadi lebih
hidup karena nuansa pembelajaran dibarengi dengan proses tanya jawab atau
dialog secara intensif. Bukan saja antara dosen dengan mahasiswa, tetapi juga
antara mahasiswa dengan mahasiswa. Dengan dijelaskannya lebih dulu
mengenai tujuan pembelajaran pada tahap pendahuluan, maka mahasiswa
memahami apa yang mereka harus lakukan.
Tahap penjajagan (eksplorasi) terhadap kemampuan dan pengalaman
mahasiswa dan tahap klarifikasi terhadap kekeliruan yang dibuat mahasiswa
merupakan penambahan atau sela tahapan pembelajaran yang lain untuk
perbaikan dan pengembangan program. Tahap penjajagan (eksplorasi)
merupakan tahap sisipan atau sela antara tahap pendahuluan dengan tahap
pembahasan materi pokok; dan tahap klarifikasi merupakan sela antara tahap
pembahasan materi pokok dengan tahap penutup. Kedua tambahan tahapan ini
merupakan upaya mencari bentuk pengembangan program yang baru, dan
dilakukan dengan tujuan agar proses pembelajaran keterampilan berbahasa
berbasis kompetensi dapat berjalan secara lebih baik dan teratur.
Yang menjadi alasan pokok mengapa dilakukan tambahan tahapan ini
adalah bahwa tahapan ini memang sangat diperlukan, karena ketika proses
pembelajaran berlangsung, tanpa pemahaman dosen mengenai kemampuan dan
Ani Md^ddm/Disenasi/?PS4JPnm
244
pengalaman mahasiswa, proses pembelajaran menjadi terhambat, dan kurang
efektif Pembelajaran akan menjadi kaku, dan dosen dituntut lebih banyak
untuk mencari jalan keluar dalam menanggulangi kekakuan tersebut
Sebagai contoh, ketika dosen menyuruh mahasiswa membuat bentuk
pertanyaan tentang bagaimana isi dan bentuk pertanyaan yang disampaikan
kepada para pelamar kerja; para mahasiswa nampak tidak mampu
membuatnya. Hal ini diduga, bahwa mereka tidak tahu masalah tersebut karena
minimnya wawasan dan pengetahuan tentang dunia kerja sebagai akibat dari
kurangnya membaca pengetahuan tentang hal itu. Oleh karena itu, untuk
mengurangi hal-hal semacam itu dosen perlu mengetahui dan memahami
terlebih dahulu kemampuan dan pengalaman mahasiswa melalui tahap
penjajagan atau eksplorasi. Atas dasar pemahaman itulah, dosen dapat
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan kemampuan dan
pengalaman yang dimiliki mahasiswa.
Dimasukkannya tahapan penjajagan (ekspolarasi) sebagai sela antara
tahap pendahuluan dan tahap pembahasan materi pokok, nampaknya program
pembelajaran berbasis kompetensi ini berkembang lebih baik, karena
pengetahuan dan pengalaman awal mahasiswa diketahui lebih dulu secara jelas
untuk kemudian dosen menjadikannya sebagai titik tolak masuk pada isi materi
pokok yang disajikan. Pembelajaran berbasis kompetensi ini merupakan
program pembelajaran yang bertumpu pada upaya meningkatkan keterampilan
berbahasa asing mahasiswa menjadi lebih nyata dan berguna.
Azis MahfuMMDiseruaifPPS-UPnm
245
Dalam konteks pembelajaran bahasa asing, matakuliah keterampilan
berbahasa bukan saja berfungsi sebagai alat atau sarana untuk menggunakan
bahasa dalam kehidupan sehari-hari atau dalam situasi-situasi tertentu (lisan dan
tulisan), tetapi juga dalam materi pembelajaran matakuliah keterampilan
berbahasa terdapat berbagai pengetahuan yang mungkin berguna bagi
mahasiswa. Oleh karena itu, pembelajaran keterampilan berbahasa di
perguruan tinggi seyogyanya mengarah pada kedua hal tersebut di atas. Di sini
mahasiswa diarahkan pada kemampuan menggunakan bahasa asing, sekaligus
memahami konteks atau isi pengetahuan dari materi yang disajikan. Dengan
demikian, penguasaan pengetahuan dan kemampuan menggunakan bahasa
merupakan dua hal yang saling berhubungan dan selalu diperlukan dalam
segala hal.
Pada tahap selanjutnya, proses pembelajaran keterampilan berbahasa
berbasis kompetensi memerlukan tahapan lain yang dapat memperkaya sosok
program, yakni tahapan klarifikasi. Istilah klarifikasi ini penulis pinjam dari
istilah yang tertera pada Kamus Besar Bahasa Indonesia yang maknanya adalah
penjernihan, penjelasan, dan pengembalian pada yang sebenarnya (tentang
karya ilmiah).
Dalam pembelajaran bahasa asing, kesalahan-kesalahan atau kekeliruan
yang dibuat mahasiswa sudah tentu sering terjadi, baik kesalahan atau
kekeliruan dalam hal struktur, atau kesalahan dalam memahami isi dan
mengungkapkannya. Tahapan klarifikasi merupakan tahapan lanjutan setelah
tahapan pembahasan materi pokok. Pada tahapan ini diharapkan mahasiswa
Aiu Mcjtfuddin/Daertcai/PPS-UPI2006
246
dapat memperbaiki dan menyempurnakan apa yang telah mereka lakukan ketika
berbuat salah atau keliru, baik dari segi bahasanya maupun konteksnya.
Tugas dosen pada tahapan ini adalah mengarahkan dan membimbing
mahasiswa untuk menemukan pemahaman dan pengetahuan yang benar.
Namun demikian, dosen juga membantu meluruskan dan memperbaiki sesuatu
yang keliru, sehingga pada tahap kesimpulan, tidak ada sesuatu yang salah atau
keliru lagi. Melalui tahapan ini pulalah, diharapkan mahasiswa akan lebih
memahami dan terampil dalam menggunakan bahasa asing (bahasa Jerman)
dengan lebih baik.
Selanjutnya bentuk pembelajaran keterampilan berbahasa berbasis
kompetensi sebagai hasil pengembangan uji coba skala terbatas dapat
digambarkan seperti bagan 4.5. di bawah ini.
Azis McfyuddrfDisenasi/PPS-UPI2006
Kegiatan Dosen Kegiatan MahísisW \sj:.
Mencintakan situasi dan membawa mahasiswa pada kegiatan awal dengan pertanyaan pembuka yang ada
hubungannya dengan materi pembelajaran,
sekaligus menjelaskan tujuan pembelajaran
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan pengalaman dan pengetahuan mahasis
wa, dan terkait dengan materi yang akan disajikan
Mengnfukan pertanyaan-pertanyaan mengenai tema yang dibahas; dan memancing mahasiswa untuk ber
tanya, dan menemukan jawaban
Membantu memperbaiki dan menyempurnakan
kesalahan dan kekeliruan yang dibuat mahasiswa,
baik bahasanya maupun isi materinya
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menarik kesimpulan isi tema yang
dibahas, memberikan tugas, dan menelaah ke
mampuan mahasiswa dalam pembelajaran
J TAHAP
PENDAHULUAN
2 TAHAP
PENJAJAGAN
3 TAHAP
PEMBAHAS AN MATERI
POKOK
4 TAHAP
KLARIFIKA SI
T 5
TAHAP PENUTUP
Menyimak apa yang diungkapkan dan memberikan jawaba atas pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan; serta memahami tujuan dan
proses pembelajaran yang dilakukan
Menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dosen dengan
mengemukakan beberapa pengalaman yang ada
kaitannya dengari materi yang akan disajikan
Menjawb pertanyan-pertanya an dosen, atau mengajukan
pertanyaan yang berhubungan dengan tema; mencari kata-kata kunct, dan menemu
kan jawaban
Memperbaiki kesalahan dan kekeliruan yang dibuatnya
secara bersama atau individu al, baik bahasanya maupun
isi materinya
Memberikan jawaban atas pertanyaan dosen; menyimpulkan dengan unkapan bahasa sendiri, dan mengerja
kan tugas yang diberikan dosen
Gambar 4.5. Desain Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Berbasis Kompetensi
Perbaikan Hasil Uji Coba Skala Terbatas
Azis U<¿ÍuddmJDiseríasUPPS'VPn(m
248
E. Hasil Uji Coba yang Lebih Luas {main field testing)
1. Deskripsi
Uji coba pada tahap yang lebih luas ini dapat juga disebut uji coba
utama atau pokok dengan skala yang lebih luas. Tujuannya adalah untuk
menentukan apakah suatu produk (hasil) yang telah dikembangkan benar-benar
telah menunjukkan suatu tampilan atau performansi sebagaimana yang
diharapkan. Dengan kata lain, tujuan yang ingin dicapai pada uji coba ini adalah
menemukan sosok program pembelajaran berbasis kompetensi sebagai satu
program pembelajaran yang dapat digunakan di perguruan tinggi dalam upaya
meningkatkan kamampuan dan keterampilan berbahasa asing mahasiswa.
Untuk mencapai tujuan tersebut, tahap ini menggunakan lebih dari satu
program studi. Hasil uji coba utama digunakan untuk memperbaiki (merevisi)
dan memantapkan produk tersebut, sehingga suatu produk siap untuk dilakukan
validasi.
Uji coba utama ini melibakan program studi Bahasa Prancis yang
dilakukan dalam tiga kali putaran, sehingga diperoleh program pembelajaran
keterampilan berbahasa berdasarkan kompetensi yang siap untuk divalidasi.
Penentuan banyaknya putaran ini didasarkan pada adanya keyakinan bahwa
hasil observasi program pembelajaran dapat dianggap telah memadai sebagai
suatu program yang memiliki kontribusi positif terhadap peningkatan
kemampuan dan keterampilan berbahasa asing mahasiswa, sekaligus
berpengaruh pula pada proses dan hasil belajar mereka.
Aza Mohfuddm/Dixrtaii/PPS-UPI2006
249
Selanjutnya, basil uji coba yang lebih luas mengenai proses dan hasil
pembelajaran pada setiap putaran dapat dijelaskan pada uraian berikut ini.
a. Hasil Uji Coba yang Lebih Luas pada Program Studi Bahasa Prancis
1) HasU Uji Coba Putaran Pertama
Analisis Proses Pembelajaran
Pada uji coba putaran pertama pada Program Studi Pendidikan Bahasa
Prancis, tema yang dibahas adalah "Personnage, Places, Affaïrs personnels".
Bahasa pengantar dalam proses pembelajaran keterampilan berbahasa ini
menggunakan bahasa Prancis secara langsung, dan juga diselingi dengan bahasa
Indonesia ketika dibutuhkan.
Pada putaran ini, secara umum program pembelajaran berbasis
kompetensi sebagai sebuah program pembelajaran untuk meningkatkan
keterampilan berbahasa asing, telah nampak mewarnai proses pembelajaran.
Dosen telah mampu mengembangkan langkah-langkah pembelajaran sesuai
dengan karakteristik pembelajaran bahasa yang bertumpu pada keterampilan
berbahasa. Pada setiap langkah pembelajaran, dosen berusaha untuk tetap
memfokuskan pada aktivitas mahasiswa melalui berbagai pertanyaan yang
bersifat interaktif; dan mendorong mereka untuk dapat mengembangkan dan
meningkatkan keterampilannya dalam berbahasa asing.
Dalam aktivitas pembelajaran, nampaknya masih ada beberapa
kelemahan yang dilakukan dosen di antaranya dalam membagi pertanyaan
kepada para mahasiswa dan pada saat menunggu jawaban dari mereka. Dalam
Aza Mahfuddtn/Daertasi/PPS-UPI20O6
250
membagi pertanyaan, terkadang dosen masih terfokus kepada mahasiswa-
mahasiswa tertentu saja; tidak kepada seluruh mahasiswa yang terlibat dalam
kegiatan pembelajaran. Sementara itu, ketika dosen menunggu respons atau
jawaban mahasiswa, nampak dosen selalu menuntunnya atau menunjukkannya
melalui kalimat yang terputus-putus untuk kemudian disuruh dilengkapi oleh
mahasiswa. Terkadang dosen juga yang akhirnya menjawab pertanyaan-
pertanyaan tersebut.
Hal menarik yang ditemukan dalam putaran pertama ini berkenaan
dengan tahap pembelajaran pembahasan materi pokok. Pada tahap ini
pertanyaan yang diajukan oleh dosen kurang mampu menggiring mahasiswa
untuk memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa (Prancis) yang
sempurna secara struktur bahasa. Jawaban hanya terfokus pada jawaban singkat
sebagai indikasi adanya pemahaman terhadap materi tersebut
Pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan cenderung terfokus pada
materi pembelajaran. Sebagai contoh, misalnya ketika dosen membahas materi
pokok, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan merujuk pada pertanyaan tentang
isi atau materi yang dibahas. Mahasiswa lebih cenderung diarahkan pada
pemahaman materi; sementara proses berbahasanya kurang mendapat
perhatian. Hal ini sering muncul kalimat pendek atau tidak sempurna, bahkan
cukup dengan satu atau dua kata saja, namun mahasiswa tetap memahami
konteks materi tersebut.
Pola pertanyaan memang lebih bersifat deduktif karena lebih mengarah
pada penguasaan materi pembelajaran. Dalam pengembangan program
Azis Mdtfuddtn/Diserlasi/PPS-UP12006
251
pembelajaran berbasis kompetensi, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
sebaiknya lebih mudah ditangkap oleh mahasiswa dan mereka dapat
memberikan jawabannya berdasarkan hasil penemuannya sendiri, dan
mengungkapkannya dengan bahasa sendiri pula. Pola yang dikembangkan
dalam pembelajaran berbasis kompetensi sebenarnya mengacu pada pola
belajar dengan cara berfikir induktif, yakni pola pembelajaran dari materi yang
ada, kemudian dikembangkan dalam bentuk dialog atau tanya jawab dengan
menggunakan bahasanya sendiri. Aktivitas pembelajaran tidak terlalu diarahkan
pada pemahaman dan penguasaan materi, akan tetapi lebih difokuskan pada
proses berbahasa mereka. Materi hanya merupakan alat untuk dijadikan
pegangan atau acuan dalam memproses penggunaan bahasa.
Pola pembelajaran seperti ini dapat mendorong terjadinya proses
berfikir mahasiswa dalam menyusun rangkaian kalimat atau pertanyaan-
pertanyaan dalam berbahasa asing. Kebiasaan ini tentu dapat berpengaruh
positif terhadap peningkatan kemampuan dan keterampilan berbahasa
mahasiswa. Namun demikian, sebagaimana telah dikemukakan pada putaran
pertama ini, bahwa secara keseluruhan proses pembelajaran keterampilan
berbahasa yang ditampilkan dosen, sudah mampu membangkitkan aktivitas
mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan berbahasa
mereka.
Atii Mahfuddtn/Distriajt/PPS-UPI2006
252
2) Hasil Uji Coba Putaran Kedua
Analisa Proses Pembelajaran
Pada putaran kedua ini tema yang dibahas dalam pembelajaran
keterampilan membaca adalah "Sports, Nature, Culture" (olah raga, alam, dan
kebudayaan). Bahasa pengantar yang digunakan dalam proses pembelajaran
masih tetap menggunakan bahasa Prancis yang terkadang juga menggunakan
bahasa Indonesia sebagai selingan.
Pada uji coba putaran ini proses pembelajaran keterampilan berbahasa
dengan menggunakan program pembelajaran berbasis kompetensi, nampaknya
berkembang lebih baik. Beberapa kelemahan yang terjadi pada putaran
sebelumnya sedikit demi sedikit dapat diperbaiki oleh dosen yang
bersangkutan. Hampir semua mahasiswa mendapat kesempatan untuk terlibat
dalam kegiatan berbahasa. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan secara
intensif kepada para mahasiswa menjadikan mahasiswa lebih aktif, sekaligus
mampu meningkatkan keterampilan bahasanya melalui tema yang disajikan
dosen. Melalui pertanyaan itu pula, dosen dapat mengetahui gambaran
pengalaman dan kemampuan mahasiswa dalam menggungkapkan pikirannya
melalui bahasa Prancis, sehingga proses pembelajaran selanjutnya tidak
memperoleh hambatan yang berarti. Di sini dosen lebih membawa
mahasiswanya pada pola berfikir induktif, yakni menuntun mereka untuk
mampu menemukan jawaban yang lebih tepat melalui bahasa asing yang benar,
sehingga dapat menarik satu kesimpulan yang benar pula
Azu Mahfiddm/Disertasi/PrS-UPnm
253
Dengan cara seperti ini, ternyata program pembelajaran yang
dikembangkan dosen menjadikan kemampuan mahasiswa meningkat atau lebih
berkembang, baik dari sisi kelancaran dalam mengungkapkan bahasanya
maupun dari sisi pemahaman akan konteksnya. Hal ini ditunjukkan melalui
gambaran aktivitas mahasiswa yang semakin lancar dalam proses pembelajaran,
dan meningkatnya kemampuan dan keterampilan berbahasa mahasiswa di
dalam kelas.
Pada putaran ini mahasiswa cenderung lebih cepat dan tepat dalam
memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan, sehingga
dosen tidak terlalu lama menunggu jawaban mahasiswanya.
3) Hasil Uji Coba Putaran Ketiga
Analisis Proses Pembelajaran
Pada uji coba putaran ketiga, proses pembelajaran keterampilan
berbahasa nampak semakin baik dan sempurna. Pada putaran ketiga ini tema
yang dibahas dalam keterampilan membaca pemahaman adalah "la musique,
objets touristiguer, l'amour (musik, objek wisata, kasih sayang).
Di sini nampak bahwa dosen sudah dapat memerankan dirinya sebagai
fasilitator pembelajaran. Teknik bertanya dengan menggunakan bahasa Prancis
yang diajukan dosen sudah membuat mahasiswa lebih aktif menjawab.
Mahasiswa semakin giat dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dosen.
Suasana pembelajaran semakin hidup dan gairah belajar mahasiswa menjadi
meningkat Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dosen dijawabnya dengan
Azis Mahfiddin/Dàeriasi/PPS-UPI2006
254
lebih baik, baik dilihat dari segi susunan bahasanya maupun konteksnya.
Bahkan beberapa orang mahasiswa sudah mampu mengungkapkan bahasa
Prancis dengan susunan kalimat yang berstruktur dan prommciation yang
benar. Ini terungkap dari hasil pembicaraan penulis dengan dosen ketika ada
kesempatan untuk berdiskusi setelah proses pembelajaran selesai.
Dalam hal menarik kesimpulan, dosen awalnya berinisiatif untuk
menyimpulkan seluruh rangkaian proses pembelajaran dengan acuan materi
tertentu, namun pada akhirnya dosen meminta mahasiswa untuk menyimpulkan
dari alinea ke alinea, apa yang telah dibahas. Mahasiswa dengan bahasa
mereka sendiri dapat menyimpulkan dengan baik, walaupun masih sedikit
dibantu oleh dosen mengarahkannya. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa
kemampuan dan keterampilan berbahasa mahasiswa sudah menunjukkan
kemajuan yang cukup baik dilihat dari aspek kelancaran penggunaan bahasanya
dan pemahaman akan konteksnya.
2. Interpretasi Hasil Uji Coba Pada Skala Yang Lebih Luas
Dalam menginterpretasikan hasil uji coba pada skala yang lebih luas,
yang menjadi fokus utama adalah: pertama, interpretasi tentang proses
pembelajaran, dan yang kedua, interpretasi tentang hasil pembelajaran. Kedua
hal ini akan dapat memberi gambaran secara utuh mengenai pengaruhnya
terhadap peningkatan kemampuan dan keterampilan berbahasa asing.
Dilihat dari sisi proses pembelajaran, nampaknya program pembelajaran
keterampilan berbahasa berbasis kompetensi dengan lima tahapan kegiatan
Azu Mahfuddtn/Di3ertast/PPS-UP12006
255
merupakan suatu program pembelajaran yang dapat memberikan kontribusi
terhadap peningkatan kemampuan dan keterampilan berbahasa asing
mahasiswa. Sebagaimana yang terjadi pada akhir program pengembangan dan
akhir uji coba terbatas, serta uji coba yang lebih luas, proses pembelajaran yang
dikembangkan oleh dosen melalui tahanan atau langkah-langkah program
pembelajaran berbasis kompetensi, telah terjadi peningkatan aktivitas
pembelajaran mahasiswa yang cukup berarti, sehingga pada gilirannya dapat
meningkatkan kemampuan dan keterampilan mahasiswa dalam berbahasa
asing, baik dilihat dari kelancaran menggunakan bahasanya maupun ketepatan
memahami konteks yang terkandung di dalamnya.
Pada aspek penggunaan bahasa asing, nampak dapat dilihat dari
aktivitas pembelajaran mereka, terutama dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan dosen. Mahasiswa sudah mulai percaya diri dan
berani mengungkapkan pikirannya dalam berbahasa asing sejalan dengan
materi pembelajaran yang disajikan, walaupun masih ada sebagian kecil
mahasiswa yang belum sepenuhnya mampu mengungkapkan pikirannya
melalui bahasa asing sebagai akibat dari penerapan program pembelajaran
berbasis kompetensi tersebut. Hal ini disebabkan belum meratanya kesempatan
yang diberikan kepada mereka dalam aktivitas berbahasa di dalam kelas.
Namun demikian, secara umum kemampuan dan keterampilan
berbahasa mahasiswa nampak lebih baik dibandingkan dengan sebelum mereka
memiliki pengalaman belajar melalui program pembelajaran berbasis
kompetensi.
Ani Ma^fitddirt/Diserlasi/PPS- UPI20G6
256
Dalam aspek kelancaran berkomunikasi yang ditunjukkan melalui
ungkapan-ungkapan bahasa lisan, dapat diketahui melalui jawaban-jawaban
yang dikemukakan mahasiswa atas pertanyaan dosen. Mahasiswa sudah mampu
mengungkapkan jawabannya dengan menggunakan kata-kata bahasa asing yang
dikuasainya secara baik dan benar. Mereka tidak lagi memberi jawaban yang
sama persis dengan materi yang ada pada buku sumber.
Kemampuan mahasiswa untuk mengungkapkan pendapat dan
pikirannya dalam bahasa asing merupakan kemampuan yang cukup memiliki
arti penting dalam proses pembelajaran keterampilan berbahasa. Sesuai dengan
hasil pengamatan penulis, kemampuan berkomunikasi atau mengungkapkan
bahasa asing dalam konteks tertentu, apabila dilihat dari sisi kelancaran dan
keberanian, memang tidak secara cepat dan serentak dimiliki oleh mahasiswa
begitu saja. Untuk mendapatkan kemampuan berbahasa seperti ini memerlukan
suatu proses serta upaya yang panjang dan sungguh-sungguh dari dosen yang
bersangkutan dan juga dari mahasiswa yang bersangkutan.
Hal ini terungkap dalam proses uji coba terbatas, dimana kemampuan
seperti tersebut di atas baru mulai diperoleh pada putaran ketiga. Tidak
menutup kemungkinan, apabila program pembelajaran ini terus digunakan
dalam jangka lama, akan dapat memberikan kontribusi positif dalam
meningkatkan keterampilan berbahasa asing secara lebih baik.
Dilihat dari aspek penggunaan bahasa, juga nampak bahwa program
pembelajaran berbasis kompetensi ini memiliki pengaruh yang positif terhadap
penguasaan struktur bahasa yang digunakan. Hal ini dapat ditunjukkan melalui
Aiis Maftfuddin/Dl!ertasi/PPS-UPI2006
257
kemampuan mahasiswa dalam memperkaya kosakata, menyusun kalimat
dengan struktur yang baik, dan mengungkapkannya dengan ucapan
{prounounciation) yang benar. Setiap kali mahasiswa menjawab pertanyaan
dari dosennya, mereka mampu menjawabnya dengan ungkapan susunan kalimat
yang tepat, walaupun pada mulanya diliputi oleh keraguan, karena ada rasa
takut salah. Di sini dosen turut pula membimbing, menuntun, dan
mengarahkannya.
Kemampuan menggunakan bahasa seperti diungkapkan di atas, tentu
saja tidak dihamilkan secara tiba-tiba. Sebagaimana juga pada kemampuan
berkomunikasi, kemampuan menggunakan bahasa secara benar, juga
membutuhkan proses yang panjang dan terus menerus yang dilakukan dosen
dalam membimbing mahasiswanya belajar bahasa asing, karena bahasa asing
memiliki karakteristik yang khas dan membutuhkan ketekunan dan kecermatan
dalam menggunakannya. Oleh sebab itu, kompetensi yang perlu dikembangkan
dari pembelajaran keterampilan berbahasa asing adalah kompetensi
kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa akan diperoleh dengan baik
apabila mahasiswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk meningkatkan
keterampilan berbahasa lisannya melalui latihan berbicara, dan meningkatkan
keterampilan berbahasa tulisnya melalui menulis atau mengarang.
Berdasarkan kemampuan mahasiswa yang secara terus menerus
meningkat, maka dapat dipastikan program pembelajaran berbasis kompetensi
memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kemampuan dan
keterampilan berbahasa asing mahasiswa.
Azis Mahfudcb^ueTtasi/PPS-UPI2006
258
Dari hasil analisis observasi, ternyata program pembelajaran berbasis
kompetensi yang dikembangkan, juga memiliki pengaruh positif terhadap
kemampuan mahasiswa dalam memahami materi pembelajaran dalam bentuk
wacana dan tema pembelajaran.
Dari hasil analisis tersebut, hasil yang diperoleh dari setiap putaran uji
coba menunjukkan adanya kecenderungan yang semakin meningkat Gambaran
ini menggambarkan bahwa hasil uji coba program pembelajaran berbasis
kompetensi ternyata dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan
mahasiswa dalam berbahasa asing, serta menambah pengetahuan yang
terkandung di dalamnya
Adanya pengaruh yang signifikan tersebut dapat terjadi, oleh karena
dalam proses pembelajaran keterampilan berbahasa, dosen tidak saja
berorientasi pada pemahaman materi pembelajaran, tetapi juga pada proses
bagaimana mahasiswa menggunakan bahasa secara benar, baik grammatiknya
maupun ungkapan yang selazimnya.
Memahami materi pembelajaran dalam konteks pembelajaran berbasis
kompetensi merupakan salah satu bentuk kompetensi yang dikembangkan pada
tahap pembahasan materi pokok. Pada tahap ini mahasiswa diarahkan untuk
tidak saja memahami materi yang disajikan melalui bahasa asing, tetapi juga
pada bagaimana menggunakan bahasa asing dalam hubungannya dengan materi
pembelajaran tersebut.
Struktur bahasa, susunan kalimat, ucapan dan intonasi selalu mendapat
perhatian, karena makna kalimat sangat tergantung pada struktur, ucapan dan
Azis Mahfi4ddin/Disemsi/PPS-UPI2006
259
intonasi dimaksud. Karena itu, dalam pola atau program pembelajaran berbasis
kompetensi, aktivitas mahasiswa di dalam kelas menjadi aktivitas yang paling
utama. Kelas dipandang sebagai tempat dimana mahasiswa berinteraksi satu
sama lain melalui bahasa asing, baik dengan dosennya maupun diantara mereka
sendiri.
Dalam situasi seperti ini, mahasiswa digiring untuk memperoleh
pengetahuan kebahasaan dan kemampuan menggunakannya dalam konteks-
konteks tertentu. Pola pembelajaran yang diterapkan dosen sebagaimana
digambarkan di atas, nampaknya cukup berpengaruh pada pola belajar
mahasiswa, sehingga mahasiswa harus selalu siap dalam menerima perkuliahan
yang diiukutinya. Pembelajaran dengan metode tanya jawab secara intensif
memberi dampak positif terhadap mahasiswa yang pada gilirannya dapat
meningkatkan kompetensi komunikatif yang harus mereka miliki.
Karena itu, adanya pengaruh program pembelajaran berbasis
kompetensi terhadap peningkatan kemampuan dan keterampilan berbahasa
mahasiswa tidak terlepas dari adanya beberapa aspek yang terkait, misalnya
keterkaitan antara pengembangan program dengan kinerja dosen; dan
keterkaitan antara pengembangan program dengan pola belajar dan motivasi
mahasiswa.
1. Keterkaitan antara Pengembangan Program dengan Kinerja Dosen
Kinerja dosen dalam pengembangan program memiliki hubungan yang
erat dengan peningkatan kemampuan dan keterampilan berbahasa yang
Azts Mahftiddin/Disertasi/PPS-UP12006
260
ditunjukkan oleh mahasiswa. Keterbukaan dalam menerima program yang
hendak dikembangkan menggambarkan betapa pentingnya upaya memperbaiki
sistem pembelajaran yang selama ini berlangsung. Perbaikan sistem
pembelajaran tersebut tentu saja akan memberi dampak positif terhadap
meningkatnya hasil belajar mahasiswa.
Secara konseptual, kurikulum program pendidikan bahasa asing (bahasa
Jerman, Arab, Jepang dan Prancis) memang berorientasi pada kurikulum
berbasis kompetensi yang pada saat perubahan dari kurikulum 1994 menjadi
kurikulum 2006, dikembangkan lebih jauh. Akan tetapi dalam praktiknya,
ketika proses pembelajaran berlangsung, pola pembelajaran yang dilakukan
masih berkutat pada pola lama yang telah baku.
Sebagian besar dosen menganggap bahwa apa yang dilakukannya dalam
proses pembelajaran sudah cukup memadai. Namun demikian, dalam
kesempatan diskusi dengan para dosen, disepakati bahwa pengembangan
program pembelajaran perlu dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan
hasil belajar mahasiswa. Karena itulah, proses pengembangan program
pembelajaran yang ditawarkan, cukup berjalan dengan baik sebagaimana yang
diharapkan. Di sini dosen mulai nampak serius dalam mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan untuk proses pengembangan program, termasuk di
dalamnya perencanaan pembelajaran.
Meningkatnya upaya dan kinerja dosen dalam pengembangan program
pembelajaran berdampak pula pada meningkatnya hasil belajar mahasiswa. Hal
ini terbukti dengan adanya peningkatan dari setiap putaran uji coba. Kondisi ini
Azis Mahfuddm/D¡sertasi/PPS-UPm06
belajar yang dicapai sejalan dengan harapan kurikulum.
Peningkatan kinerja dosen dalam mengembangkan program
pembelajaran tersebut tentu saja dapat memberikan kontribusi positif terhadap
upaya perbaikan mutu proses dan hasil pembelajaran.
Selain itu, pengembangan program juga memberi pengaruh positif
terhadap peningkatan kemampuan dosen dalam menentukan langkah-langkah
pembelajaran. Pada awal uji coba pertama, program pembelajaran keterampilan
berbahasa berbasis kompetensi memang belum menunjukkan hasil yang
memuaskan, karena dosen belum dapat melepaskan kebiasaannya dalam
mengajarkan keterampilan berbahasa. Mereka menganggap apa yang
dilakukannya sudah sesuai dengan konsep pembelajaran bahasa.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam proses pembelajaran masih
mengacu pada pertanyaan tentang isi materi pembelajaran. Hal-hal yang
berkaitan dengan bagaimana mahasiswa menggunakan atau mengungkapkan
bahasa asing pada konteks-konteks tertentu belum dilakukan sepenuhnya,
sebagaimana yang diharapkan. Namun demikian, secara berangsur-angsur
kemampuan dosen, baik dalam melakukan tahapan-tahapan program
pembelajaran, maupun dalam mengembangkan pertanyaan-pertanyaan
pemancing, menjadi semakin meningkat Dengan meningkatnya kemampuan
tersebut, meningkat pula kemampuan dan keterampilan mahasiswa dalam
berbahasa walaupun tidak terlalu besar dan signifikan, karena pembelajaran
berbahasa asing memerlukan proses dan waktu.
Azis Ma¡^uddtn/Diseiiasi/PPS-UPI2<m
262
2. Keterkaitan antara Pengembangan Program dengan Pola dan Motivasi Belajar Mahasiswa
Pola belajar dan motivasi belajar mahasiswa juga memiliki keterkaitan
yang cukup erat dengan hasil pengembangan program pembelajaran.
Pendekatan progam pembelajaran yang berfokus pada mahasiswa sebagai ciri
pembelajaran berbasis kompetensi, memberikan pengalaman kepada mereka
tentang bagaimana belajar bahasa asing yang sebenarnya. Pembelajaran
berbasis kompetensi memberi jawaban tentang persoalan tersebut Karena itu
mahasiswa memiliki motivasi dan apresiasi yang relatif tinggi terhadap program
pembelajaran yang dikembangkan.
Bagi mereka istilah pembelajaran berbasis kompetensi bukan sesuatu
hal yang baru. Memang pada mulanya mereka menganggap tidak terlalu jauh
berbeda antara program pembelajaran berbasis kompetensi yang dikembangkan
dengan pembelajaran yang dilakukan dosen selama ini. Setelah dijelaskan
mengenai hakekal pembelajaran berbasis kompetensi dengan lima tahapan
program pembelajaran, lambat laun mereka mampu beradaptasi dengan
program pembelajaran yang dikembangkan tersebut, walaupun pada awalnya
penerimaan terhadap program pembelajaran yang dimaksud agak lamban,
mengingat proses pembelajaran yang dilakukan sudah merupakan sesuatu yang
dianggap memadai dan baku.
Pola dan motivasi belajar mahasiswa juga didukung oleh ketersediaan
sarana prasarana dan fasilitas pembelajaran yang mereka gunakan, termasuk
buku sumber. Buku sumber yang mereka gunakan sebenarnya tidak terpaku
Ans MahfvdMDiaermsi/PPS-UPnm
263
pada buku sumber yang ada. Banyak buku atau referensi lain yang dapat
mereka pakai sebagai bahan rujukan dan penunjang kegiatan pembelajaran.
Bahkan dengan dilugasinya para mahasiswa mencari sumber lain melalui
internet, menjadikan para mahasiswa dapat memanfaatkan fasilitas tersebut
untuk kepentingan penambahan wawasan pengetahuan. Suasana ini
memberikan motivasi kepada mahasiswa sehingga pola belajar yang dilakukan
dengan dukungan buku sumber dan fasilitas yang ada berdampak positif bagi
peningkatan kemampuan dan keterampilan berbahasa.
Hal semacam ini ditemukan pada mahasiswa Program Pendidikan
Bahasa Prancis. Informasi yang diperoleh dari mereka (melalui hasil
wawancara), dalam mempelajari bahasa Prancis terutama yang berkaitan
dengan keterampilan berbahasa, tidak hanya mengandalkan buku sumber yang
tersedia, namun mereka berusaha untuk mencari berbagai informasi dari
internet Kondisi ini dibenarkan oleh dosen mereka dalam kesempatan
berdiskusi, bahwa memang mereka ditugasi untuk itu agar memperoleh
wawasan pengetahuan kebahasaan yang lebih luas.
Apresiasi mahasiswa terhadap program pembelajaran yang
dikembangkan tersebut juga mendorong mereka untuk terus aktif belajar lebih
baik, karena tuntutan pembelajaran di dalam kelas lebih menekankan partisipasi
mahasiswa dalam berbahasa, baik melalu proses tanya jawab maupun melalui
proses dialog. Kecakapan dalam berbahasa asing tentu saja akan ditunjukkan
melalui seberapa jauh mahasiswa terlibat dalam aktivitas berbahasa di dalam
Azis Makfuddm/E>isertasi/PPS-VPI2006
264
kelas. Hal inilah yang difahami oleh para mahasiswa, sehingga mereka cukup
antusias mengikuti program pembelajaran yang dikembangkan.
Karena itulah, aspek-aspek sebagaimana disebutkan di atas
menyebabkan adanya perbedaan hasil belajar yang diperoleh mahasiswa. Hasil
perhitungan statistik menunjukkan bahwa program pembelajaran berbasis
kompetensi memberi pengaruh atau kontribusi terhadap peningkatan
kemampuan dan keterampilan berbahasa mahasiswa secara signifikan.
F. Perbaikan Program
Pada tahapan uji coba yang lebih luas, secara prinsip tidak ada
perbaikan program, karena program pembelajaran yang ditemukan pada uji
coba skala terbatas sudah dianggap memadai sebagai bentuk atau sosok
program pembelajaran berbasis kompetensi yang telah dikembangkan dalam
pembelajaran keterampilan berbahasa asing. Perbaikan program pada setiap
putaran uji coba yang lebih luas hanya dilakukan pada pelaksanaan atau
implementasi pembelajaran pada tiap tahapan. Tujuannya adalah agar program
yang dikembangkan lebih terarah dan lebih tajam.
Perbaikan program yang dilakukan pada implementasi (pada setiap
tahapan) disesuaikan dengan masalah yang dihadapi masing-masing dosen dari
setiap Program Studi (Bahasa Jerman dan Bahasa Prancis) Pada subjek
penelitian (di lingkungan Program Pendidikan Bahasa Prancis), perbaikan
terjadi lebih banyak pada hal-hal yang bersifat konseptual, misalnya mengapa
dosen perlu menentukan langkah-langkah strategis dalam pembelajaran
Alis Mal$Klt£n/Duertari/PPS-VP12006
265
keterampilan berbahasa; mengapa pendekatan pembelajaran harus berfokus
pada aktivitas mahasiswa di dalam kelas?; mengapa dosen perlu mengemas
bentuk-bentuk pertanyaan pancingan?; lalu bagaimana agar para mahasiswa
dapat mengungkapkan bahasa asing dengan kata-kata sendiri untuk
meningkatkan kemampuan dan keterampilannya dalam berbahasa?
Dari gambaran di atas, pengembangan program tersebut bila dipandang
dari sisi pelaksanaan, tidak diperoleh masalah yang berarti. Di sini, kemampuan
dosen dalam mengembangkan program pembelajaran sudah dianggap cukup
memadai, sehingga hasil pengembangan itu berpengaruh pula pada hasil
pembelajaran yang dicapai.
Kemampuan dosen dalam melakukan tahapan pembelajaran dan
kemampuan dosen dalam mengemas pertanyaan-pertanyaan yang berorinetasi
pada kompetensi kemampuan berbahasa, telah sepenuhnya dimiliki. Karena
itu, program pembelajaran berbasis kompetensi yang dikembangkan berjalan
lebih cepat. Demikian pula halnya dengan kemampuan mahasiswa; mereka
tidak memperoleh kesulitan yang berarti dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan dosen, sehingga proses pembelajaran berlangsung
lebih baik dan tanpa hambatan.
Perbaikan program, juga terjadi pada desain evaluasi. Dalam proses uji
coba pada skala yang lebih luas evaluasi dilakukan tidak saja pada hasil
pembelajaran, tetapi juga pada proses pembelajaran sebagaimana telah
diungkapkan pada bagian terdahulu. Evaluasi hasil pembelajaran dilakukan
melalui tes (baik lisan maupun tertulis); sementara evaluasi proses
Aza ^fmkbWDuerwi/PPS-UPVm
266
pembelajaran dilakukan melalui observasi, yakni mengamati langsung
bagaimana proses pembelajaran itu terjadi.
Untuk melihat gambaran proses pengembangan program dari mulai
implementasi pertama pada uji coba terbatas hingga pada implementasi kelima
pada uji coba lebih luas, dapat dipetakan pada bagan 4.6. pada lampiran
berikut ini.
Azi3 Mahjuddm/Diserttai/PPS-UPI2006
Putaran I
Desain Perencanaan Pembelajaran 1 .merumuskan tujuan 2.memilih materi 3,menentukan kegiatan pembelajaran melalui tiga tahapan, yakni pendahuluan, pembahasan materi, dan penutup 4.memilih media dan sumber pembelajaran 5 .menentukan alat evaluasi
Implementasi Pembelajaran 1 .tahap pendahuluan (penciptaan situasi pembelajaran melalui pertanyaan-pertanyaan pembuka/awal) 2. tahap pembahasan materi melalui membaca, tanya jawab dan dialog
3 .tahap penutup: evaluasi, penarikan kesimpulan
Evaluasi Pembelajaran 1 .SAP keterampilan berbahasa belum difungsikan 2.tahpan proses pembelajaran belum berjalan 3 .media pembelajaran belum difungsikan 4.evaluasi sebatas tanya jawab biasa Rekomendasi I .SAP seyogyanya dijadikan acuan dalam pembelajaran 2.dimulai dengan langkah pendahuluan sebagai tahap orientasi 3 .menjelaskan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai 4.memfungsikan media pembelajaran dan alat evaluasi secara optimal.
Putaran 2
Desain Perencanaan Pembelajaran 1 .merumuskan tujuan 2.memilih materi 3.menentukan garis besar kegiatan pembelajaran melalui 3 tahap: pendahuluan, pembahasan materi, penutup. 4.memilih media dan sumber pembelajaran 5.menentukan alat evaluasi Implementasi Pembelajaran 1 .tahap pendahulan; mengajukan pertanyaan-pertanyaan pembuka/awal; menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menjelaskan langkah-langkah atau prosedur pembelajaran. 2.pembahasan materi: membaca teks dan menyimak bacaan; mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan teks; dialog dan tanya jawab. 3 .penutup: membaca teks dari bab ke bab (yang saling berhubungan)', tanya jawab; dan menyimpulkan. Evaluasi Pembelajaran l.SAP (silabus) masih belum difungsikan 2.tahapan proses sudah mulai berubah dan dilaksanakan 3.media pembelajaran belum difungsikan secara optimal 4.evaiuasi berfokus pada pemahaman materi. Rekomendasi 1 .SAP (silabus) difungsikan sesuai dengan rencana kegiatan 2.perlu memahami lebih dulu pengalaman dan pengetahuan mahasiswa dalam proses pembelajaran 3.mentntens)fkan kegiata Tanya jawab dengan teknik-teknik tertentu 4.memfungsikan media pembelajaran secara optimal
Palaran 3
Desain Perencanaan Pembelajaran 1 .perumusan tujuan 2.pemilihan materj (topik) pembelajaran 3.penentuan kegiatan belajar mengajar melalui 5 tahap: pendahuluan; penjajagan (eksplorasi); pembahasan materi; klarifikasi, dan penutup. 4.penetapan media dan sumber pembelajaran S.penentuan alat evaluasi Implementasi Pembelajaran 1 .tahap pedahuluan: mengajukan pertanyaan-pertanyaan pembuka/awal; penjelasan tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran 2.tahap eksplorasi: menentukan jenis dan teknik pertanyaan yang mengacu pada materi; dialog dan tanya jawab 3.tahap pembahasan materi: melakukan tanya jawab tentang materi secara intensif; dialog; memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengungkapkan bahasa (asing) secara utuh 4.tahap klarifikasi: memperbaiki kesalahan, baik bahasanya maupun konteksnya S.tahap penutup: menyampaikan pertanyaan-pertanyaan sebagai control atau evaluasi terhadap materi yang dibahas; dan menyimpulkannya. Evaluasi Pembelajaran I.SAP (silabus) sudah mulai berfungsi 2.dengan 4 tahapan, program pembelajaran berbasis kompetensi mulai nampak ada perkembangan dalam berbahasa (beraktivitas) mahasiswa 3 .kemampuan dosen bertanya jawab (dialog) menjadikan mahasiswa lebih aktif 4.media pembelajaran belum optimal difungsikan 5 .evaluasi tidak saja pada pemahaman materi, tetapi juga pada penggunaan bahasa secara benar Rekomendasi Proses dialog dan Tanya jawab perlu dikembangkan terus Dsen harus selalu memberi kesempatan seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk aktif menggunakan bahasa (asing)
Putaran 4
Desain Perencanaan Pembelajaran Perencanaan pembelajaran disusun seperti pada putaran uji coba terbatas, yakni 1) merumuskan tujuan; 2) memilih materi; 3)menen-tukan kegiatan belajar mengajar melalui S tahapan (pendahuluan, penjajagan, pembahasan materi pokok, klarifikasi dan penutup); 4) penetapan media dan sumber pembelajaran; dan S) penentuan alat evaluasi pembelajaran.
Implementasi Pembelajaran Implementasi program dilakukan dengan 5 tahapan seperti pada putaran ke 3 uji coba terbatas yakni: pendahuluan, penjajagan (eksplorasi), pembahasan materi, klarifikasi, dan penutup
Evaluasi Pembelajaran I .Proses pembelajaran sudah mampu membangkitkan aktivitas mahasiswa dalam berbahasa 2.proses pembelajaran masih berfokus pada pemahaman dan penguasaan materi (isi pokok bahasan) 3.penggunaan atau praktek bahasa belum sepenuhnya muncul 4.jawaban yang dilakukan mahasiswa masih terfokus pada jawaban singkat.
Rekomendasi 1 .aktivitas pembelajaran sebaiknya dikembangkan dengan mengacu pada a) penguasaan atau pemahaman materi; dan b) penggunaan atau praktek bahasa 2.pola pembelajaran sebaurnya mengacu pada cara dan pola berfiktr induktif, yakni dari materi, lalu dikembangkan dalam bentuk dialog dan tanya jawab dengan mengunakan bahasa sendiri
Pitaran S
Desain Perencanaan Pembelajaran Desain perencanan disusun seperti pada putaran sebelumnya (putaran 4) yakni l) merumuskan tujuan: 2) memilih materi; 3) menentukan tahapan kegiatan (pendahuluan, penjajagan, pembahasan materi, klarifikasi, dan penutup); 4) menetapkan media dan sumber pembelajaran; 5) menentukan alat evaluasi.
Implemantasi Pembelajaran Implementasi program dilakukan melalui 5 tahapan seperti pada putaran sebelumnya (putaran 4) yakni: pendahuluan, penjajagan (eksplorasi), pembahasan materi, klarifikasi dan penutup
Hasil Evaluasi Pembdajaraa 1 .program pembelajaran berbasis kompetensi berkembang lebih baik 2.mahasiswa lebih aktif dalam berbahasa karena peran dosen berfungsi. Hal ini ditunjukkan melalui kelancaran dalam mengungkapkan bahasa sesuai dengan konteks yang dibahas 3.mahasiswa lebih cepat dan tepat dalam memberikan jawaban, baik struktur bahasanya maupun konteksnya.
Rekomendasi Program pembelajaran berbasis kompetensi untuk meningkatkan keterampilan berbahasa (asing) dengan 5 tahapan kegiatan pembelajaran, siap untuk diuji atau divalidasi
PROGRAM PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN
Putaran 6
Desain P e r a t a naas Pembelajaran 1. merumuskan tujuan pembelajaran berbasis kompetensi 2. memilih materi (topik) pembelajaran yang sesuai dengan penga
laman dan pengetahuan mahasiswa 3. menentukan kegiatan belajar mengajar melalui S tahap: penda
huluan, penjajagan, pembahasan materi, klarifikasi, penutup. 4. menetapkan media dan sumber pembelajaran; dan 5. menentukan alat evaluasi (tes lisan dan tulis) yang sesuai. Implementasi Pembelajaran Implementasi program dilakukan melalui 5 tahapan sebagaimna dilakukan pada putaran 5 yakni: pendahuluan, penjajagan (eksplorasi), pembahasan materi, klarifikasi, dan penutup.
Hasil Evalnatt Pembelajaran 1 .Pada uji coba yang lebih luas (pada Program Studi Pendidikan Bahasa Prancis), program pembelajaran berbasis kompetensi dapat dilaksanakan secara lebih baik daa sempurna. Hal ini ditandai dengan meningkatnya aktivitas mahasiswa dalam berbahasa (dalam setiap tahapan) 2.Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dosen dijawab dengan baik dan benar, baik dilihat dari sisi susunan bahasanya maupun konteksnya 3.Mahasiswa sudah mampu menarik kesimpulan dengan bahasanya sendiri. Rekomendasi Pola pembelajaran berbasis kompetensi dengan 5 tahapan perlu dipertahankan dan dikembangkan lebih lanjut, sekali gus dapat diuji cobakan pada s kup yang lebih luas.
UTUH DAPAT DILIHAT PADA LAMPIRAN
267
G. Hasil Uji Validasi Program
Deskripsi
Uji validasi dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana
efektivitas program yang dikembangkan terhadap peningkatan kemampuan dan
keterampilan berbahasa mahasiswa. Karena itu, untuk melihat keefektivan
program, yang diteliti dalam uji validasi ini adalah membandingkan antara
kemampuan dan keterampilan berbahasa mahasiswa yang menggunakan
program berbasis kompetensi (sebagai kelompok eksperimen) dengan
kemampuan dan keterampilan berbahasa mahasiswa yang menggunakan
program pembelajaran yang selama ini berlangsung (sebagai kelompok
kontrol).
Dalam uji validasi ini, subjek penelitian yang terlibat adalah satu orang
dosen program Pendidikan Bahasa Prancis yang memegang kelas A beserta
mahasiswanya (sebagai kelompok eksperimen), dan satu orang dosen lainnya
(masih Program Pendidikan Bahasa Prancis) kelas B beserta mahasiswanya
(sebagai kelompok kontrol). Sementara, desain yang digunakan dalam uji
validasi, sebagaimana dikemukakan Sudjana dan Ibrahim (1989: 37) adalah
desain statis dua kelompok.
Pada uji validasi ini, kegiatan eksperimen tidak dilakukan pemberian
pra-tes lebih dulu, baik pada kelompok eksperimen maupun pada kelompok
kontrol. Yang mendasari tidak dilakukannya pre-test adalah adanya asumsi
bahwa baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol memiliki
kemampuan dan keterampilan awal yang sama. Asumsi ini didasarkan pada
Azis if<A/uddm/Diserteai/PPS-UPf2006
pernyataan kedua dosen yang bersangkutan (kelas A dan kelas B) yang
menganggap bahwa kemampuan dan keterampilan mahasiswa dari kedua
kelompok itu sama. Menurut mereka, kemampuan dan keterampilan berbahasa
mahasiswa ( baik kelas A maupun kelas B) berkisar antara 70% sampai
dengan 75%.
Untuk menentukan asumsi ini peneliti tidak merujuk pada perolehan
rata-rata nilai akhir semester, karena nilai akhir semester tersebut merupakan
nilai gabungan antara UTS, Tugas dan UAS (2 x hasil UAS ditambah 1 x hasil
UTS ditambah Tugas, dibagi 4). Karena itu untuk mengetahui tingkat kesamaan
kemampuan dan keterampilan berbahasa awal mahasiswa (baik sebagai
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol), digunakan pendapat atau
perkiraan dosen sebagaimana telah diungkapkan di atas.
Selanjutnya, untuk keperluan pengujian statistik, terlebih dahulu
diajukan hipotesis nol, yakni tidak ada perbedaan yang signifikan mengenai
rata-rata kemampuan dan keterampilan berbahasa antara kelompok mahasiswa
(kelas A) yang menggunakan program pembelajaran berbasis kompetensi
dengan kelompok mahasiswa (kelas B) yang menggunakan program
pembelajaran yang lain (yang selama ini digunakan).
Sekaitan dengan itu, statistik yang digunakan untuk pengujian hipotesis
dalam uji validasi ini adalah pengujian selisih dua rata-rata pada kelompok
sampel dengan uji z pada a = 0,05 atau pada taraf (tingkat) kepercayaan
95%. Untuk pengujian signifikansi, data-data yang bersangkutan terlebih
dahulu diuji normalitasnya (distribusi normalnya) dengan menggunakan uji Chi
Azis Mahfiaiiin/DixTlaa/PFS-UPfZ006
269
Quadrat dan uji homoginitas data melalui uji F. Hasil pengujian statistik
tersebut dapat digambarkan pada uraian berikut ini.
Hasil Uji Validasi
Berdasarkan basil pengujian statistik yang telah dilakukan, program
pembelajaran berbasis kompetensi secara signifikan berpengaruh terhadap
kemampuan dan keterampilan berbahasa mahasiswa. Ini dapat dilihat dari data-
data yang diperoleh. Dari tiga kali putaran hasil uji coba program, hasil post tes
kelompok eksperimen lebih unggul dibandingkan dengan hasil post tes
kelompok kontrol. Dari kelompok eksperimen dengan n = 24, SD ~ 8334,
diperoleh nilai rata-rata hasil post-test sebesar 71,33 Sedangkan kelompok
kontrol dengan n = 22, SD = 9,933, diperoleh nilai rata-rata hasil post-test
sebesar 65,09. Bila dilihat dari hasil perhitungan mengenai Standar Deviasi
(SD), skor yang diperoleh kelompok eksperimen lebih homogin dibandingkan
dengan kelompok kontrol, sebab SD pada kelompok eksperimen sebesar 8,334
< SD pada kelompok kontrol sebesar 9,933. Ini mengandung arti bahwa pada
kelompok eksperimen tingkat kemampuan dan keterampilan berbahasa
mahasiswa lebih merata dibandingkan dengan pada kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh nilai z sebesar
1,87993. Sementara, harga t tabel yang merupakan batas kritis pada tabel
distribusi t pada taraf kepercayaan a 0,05 (95%) sebesar 1,71.
Oleh karena harga z= 1,87933 > ttabel (1,71), maka perbedaan skor
tersebut signifikan. Dengan demikian Ho ditolak, dan Ha diterima.
Aza MahfkMto/Disertasi/PPS-UPnm
270
Hasil perhitungan statistik tersebut di atas, dapat dipetakan dalam
bentuk tabel berikut ini.
Tabel 42. Hasil Uji Vau'dasi
KELOMPOK n X SD t hit ttab. Keterangan
Eksperimen 24 7133 8,334 1.71 signifikan
Kontrol 22 65,09 9,933 1,895 1,72 signifikan
2. Interpretasi Hasil Uji Validasi Program
Hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas memberikan gambaran,
bahwa Program Pembelajaran berbasis kompetensi dalam matakuliah
keterampilan berbahasa, tidak hanya mempengaruhi secara positif proses
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan keterampilan berbahasa,
sebagaimana data-data yang ditunjukkan dalam uji coba, namun juga
mempengaruhi hasil pembelajaran yang ditunjukkan melalui data-data hasil uji
validasi.
Dari hasil perhitungan statistik yang digambarkan pada tabel di atas,
pada uji validasi pada Program Pendidikan Bahasa Prancis dalam tiga kali
putaran, ternyata kelompok eksperimen lebih unggul dalam peroleban skor
post- test dibanding dengan kelompok kontrol. Ini menunjukkan bahwa
program pembelajaran berbasis kompetensi yang dikembangkan memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan dibanding dengan program pembelajaran
yang selama ini dilakukan dosen.
Aza Mah/uddm/Diser*uVPPS-UPI2m
271
Secara grafis, perbedaan skor rata-rata antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
80,
70 ' s -
60
50 y
40
30
20
10
0
1,50.54
H, 71.33 IB, 66 09
• I
• II
• III
Keterangan: I = Hasil Pre-test KE 11= Hasil Post-test KE IH= Hasil Post-test KK
Gambar 4.7. Grafik Rata-rata hasil pre-test dan post-test pada uji validasi Program
Pendidikan bahasa Prancis
Adanya perbedaan hasil belajar antara mahasiswa yang menggunakan
program pembelajaran berbasis kompetensi dengan mahasiswa yang
menggunakan program pembelajaran yang biasa digunakan selama ini, selalu
terkait dengan aspek-aspek yang ada dalam proses pembelajaran. Berikut ini
dijelaskan mengenai 1) keterkaitan antara capaian hasil belajar dengan pola dan
gaya mengajar dosen; 2) keterkaitan antara proses pembelajaran dengan hasil
pembelajaran; dan 3) keterkaitan antara rencana pembelajaran dengan
implementasi pembelajaran.
Azis Makfi*idm/Duertasi/PPS-UPI2m
272
1. Keterkaitan Capaian Hasil Pembelajaran dengan Pola dan Gaya Mengajar Dosen
Program pembelajaran berbasis kompetensi dalam matakuliah
keterampilan berbahasa adalah salah satu program pembelajaran yang
menekankan akivitas mahasiswa di dalam kelas melalui metode tanya jawab
atau dialog secara intensif yang dibimbing dan diarahkan oleh dosen. Tugas
dosen adalah membelajarkan mahasiswa untuk menguasai keterampilan
berbahasa yang memadai.
Bagaimana pola dan gaya dosen membelajarkan mahasiswanya, akan
sangat berpengaruh terhadap hasil pembelajaran yang dicapai oleh mahasiswa
tersebut Karena itu, yang menjadi fokus atau sasaran pembelajaran adalah
mahasiswa dengan segala potensi yang dimilikinya. Konsekuensinya, dosen
dituntut untuk bekerja secara optimal dalam mengarahkan mahasiswanya
mencapai hasil belajar yang optimal pula Di sini pentingnya pola dan gaya
mengajar dosen untuk dapat memberikan kontribusinya terhadap kemampuan
dan pengalaman mahasiswa dalam proses pembelajaran keterampilan
berbahasa.
Program pembelajaran berbasis kompetensi dalam pelaksanaannya
memang harus di dasarkan pada prinsip-prinsip tersebut. Hal ini mengandung
arti bahwa program pembelajaran berbasis kompetensi dalam matakuliah
keterampilan berbahasa memerlukan ketekunan, keseriusan, dan kesungguhan
dosen dalam melaksanakan pembelajaran di dalam kelas.
Hasil penelitian telah membuktikan bahwa semakin tinggi perhatian,
usaha dan kesungguhan dosen dalam mengajarkan keterampilan berbahasa
Azit MahfuddBi/Dberto&PPS-Umm
273
melalui pengembangan pembelajaran berbasis kompetensi, maka cenderung
semakin baik hasil belajar yang diperoleh mahasiswa. Pola dan gaya mengajar
dosen dalam cara bertanya jawab dan dialog yang bervariasi pada pembelajaran
keterampilan berbahasa, memberikan pengaruh hasil belajar yang lebih baik
pula. Karena itu, para dosen memiliki persepsi yang sangat positif terhadap
upaya pengembangan pola pembelajaran berbasis kompetensi, terutama dalam
pembelajaran keterampilan berbahasa bahasa asing. Ini ditunjukkan melalui
pandangan-pandangannya dalam kesempatan diskusi.
2. Keterkaitan Proses Pembelajaran dengan Hasil Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran dari
awal hingga akhir pembelajaran; sedangkan hasil pembelajaran merupakan
produk capaian yang dihasilkan oleh rangkaian proses pembelajaran tadi.
Dalam konteks ini, proses pembelajaran yang baik, sistematis dan terarah, akan
dapat menghasilkan produk (hasil) pembelajaran yang optimal. Sebaliknya,
proses pembelajaran yang tidak sitematis dan terarah, tidak akan menghasilkan
hasil yang optimal pula.
Keberhasilan program pembelajaran berbasis kompetensi yang
dikembangkan dalam meningkatkan keterampilan berbahasa, tentu saja amat
berkaitan erat dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Proses
pembelajaran yang dikembangkan dan dibangun untuk memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan dan keterampilan berbahasa asing, dapat
memberikan motivasi terhadap mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan-
Azis Mahfuddm/Duertasl/PPS-UPnm
274
kegiatan pembelajaran. Di sini dosen secara sungguh-sungguh memfungsikan
kelas sebagai tempat berlangsungnya proses pembelajaran dalam membawa
mahasiswanya beraktivitas bahasa, baik melakukan dialog-dialog maupun
melakukan tanya jawab dalam bahasa asing sesuai dengan tema atau wacana
yang dipilih.
Proses pembelajaran yang baik memang membutuhkan suasana dan
lingkungan yang menunjang. Suasana dan lingkungan tersebut tentu saja harus
didukung oleh sarana prasarana pembelajaran yang baik, termasuk di dalamnya
buku-buku atau referensi sumber belajar yang digunakan.
Dengan penggunaan buku-buku sumber yang lain, paling tidak buku-
buku sumber tersebut dapat memberikan wawasan tambahan mengenai
pengetahuan-pengetahuan yang ada di dalamnya, sehingga ketika mereka
berdiskusi dan bertanya jawab, mereka tidak lagi merasa kaku dalam berbahasa
asing, karena mereka memahami konteksnya. Dengan demikian, proses
pembelajaran yang diarahkan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa
asing, sudah dapat dipastikan memiliki keterkaitan yang erat dengan hasil
pembelajaran yang diperoleh mahasiswa.
3. Keterkaitan Perencanaan Pembelajaran dengan Implementasi Pembelajaran
Pada program pembelajaran yang dilakukan oleh dosen selama ini,
manakala proses pembelajaran berlangsung, dosen seringkah tidak
menggunakan perencanaan pembelajaran sebagai pegangannya. Satuan Acara
Perkuliahan (SAP) yang pernah disusun menurut mereka seakan hanya
Axis Ma^«ddmmixrtasi'PPS-UPI2m
275
merupakan tugas admirustratif yang harus dibuat oleh setiap dosen untuk setiap
matakultah. Sementara, dalam kegiatan pembelajaran, cukup dengan
mempersiapkan materi atau bahan yang akan disajikan, tanpa harus mengemas
langkah atau program pembelajaran sebagaimana tuntutan teoritis.
Dalam konteks pembelajaran keterampilan berbahasa, kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dosen (menurut mereka) sudah dianggap cukup
memadai, karena apa yang dilakukan selama ini tidak memperoleh hambatan
dan tidak mempengaruhi hasil belajar yang lebih buruk.
Namun demikian, proses pembelajaran berbasis kompetensi dalam
matakuliah keterampilan berbahasa memerlukan perencanaan yang matang dan
terarah, karena apa yang dilakukan dosen sebenarnya tidak terlepas dari
perencanaan yang disusunnya tadi. Untuk itulah, desain perencanaan yang
dikembangkan akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang pada
gilirannya akan berpengaruh pula pada hasil belajar mahasiswa.
H. Pembahasan Hasil Penelitian
I. Hakekat Pengembangan Program
Sebagaimana dikemukakan pada bagian terdahulu, program
pembelajaran berbasis kompetensi dalam keterampilan berbahasa pada intinya
bertumpu pada adanya peningkatan aktivitas mahasiswa dalam proses
pembelajaran sehingga kemampuan dan keterampilan berbahasa mereka
menjadi meningkat.
Azis Mafyiddm/Dixnasi/PPS-UPI2006
276
Sebelum pembahasan penelitian diarahkan pada bentuk dan sosok
pembelajaran berbasis kompetensi tersebut, terlebih dahulu dibahas mengenai
proses pengembangan program itu sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk
memberi gambaran bahwa program pembelajaran berbasis kompetensi dalam
mataku! iah keterampilan berbahasa yang dihasilkan itu bukan sekedar hasil
modifikasi atau rekayasa dari program yang telah ada, akan tetapi program
tersebut merupakan hasil proses pengembangan yang ditunjang oleh fakta-fakta
yang bersifat empiris.
Dalam konteks penelitian dan pengembangan (research and
development), penelitian yang dilakukan ini diarahkan untuk menghasilkan
suatu produk dalam meningkatkan pendidikan dan pembelajaran. Karena itu,
dalam prosesnya, penelitian ini diawali dengan melakukan lebih dulu studi
pendahuluan; kemudian mendesain program pembelajaran, menguji cobakan
program, melakukan perbaikan program, dan melakukan uji validasi, sehingga
dihasilkan sebuah sosok program atau produk dalam bentuk program
pembelajaran. Karena itulah, untuk meningkatkan keterampilan berbahasa,
program pembelajaran berbasis kompetensi merupakan bentuk program yang
dihasilkan melalui proses pengembangan.
Dilihat dari sisi hakekat program, secara koseptual program
pembelajaran keterampilan berbahasa berbasis kompetensi dikembangkan atas
dasar acuan teori-teori tentang CBTE (competence based teacher educatiori)
yang diliris oleh Wolf (1995), Tuxwort dan Burke, John (1995), Debling (1995)
dan lain-lain. Sementara pembelajaran berbasis kompetensi yang dikemukakan
Azis Mahfuddtn/DisenastfPPS- UP 12006
277
Sukmadinata (2004), juga memberikan dukungan kuat terhadap konsep
pembelajaran berbasis kompetensi untuk meningkatkan keterampilan
berbahasa.
Dalam paparannya, Sukmadinata (2004:179) mengemukakan bahwa
kompetensi dalam pembelajaran merupakan target dan sasaran yang harus
dicapai dalam proses pembelajaran. Karena itu, pembelajaran berbasis
kompetensi bertujuan untuk mengembangkan kompetensi peserta didik melalui
program dan strategi pembelajaran. Dalam konteks pembelajaran keterampilan
berbahasa, tujuan yang ingin dicapai melalui program pembelajaran berbasis
kompetensi tersebut hanya terfokus pada usaha meningkatkan kemampuan dan
keterampilan berbahasa mahasiswa.
Dilihat dari sisi prosedur pembelajaran keterampilan berbahasa yang
telah dikembangkan, prosedur yang dimaksud tentu saja berbeda dengan
prosedur pembelajaran yang selama ini berlangsung. Fakta empiris
menunjukkan bahwa tahapan pembelajaran keterampilan berbahasa yang
selama ini dilakukan meliputi tiga tahapan, yakni tahap pendahuluan,
pembahasan materi pembelajaran, dan penutup; sedangkan hasil
pengembangan program pembelajaran berbasis kompetensi mencakup lima
tahapan, yakni tahap pendahuluan, eksplorasi, pembahasan materi, klarifikasi,
dan penutup; namun dari sisi substansi, kedua hal di atas memiliki arah yang
sama, yakni diperolehnya kemampuan dan keterampilan berbahasa mahasiswa
secara memadai. Hanya saja dengan pengembangan tiga tahap menjadi lima
tahap, ada perbedaan yang signifikan, yakni dikembangkannya keterampilan
Azis Mahfitddin/Di3ertasi/PPS-VPI20O6
278
berbahasa mahasiswa melalui aktivitas yang lebih intensif tentang bagaimana
mereka menggunakan bahasa asing (how to use the language).
Pada pembelajaran yang menggunakan tiga tahap kegiatan, proses
pembelajaran lebih terfokus pada penguasaan isi materi. Sementara itu, pada
pembelajaran yang dikembangkan menjadi lima tahap, proses pembelajaran
tidak saja terfokus pada bagaimana mahasiswa memahami (menguasai) isi
meteri, tetapi juga bahagimana mereka menggunakan bahasa asing dengan
materi-materi tertentu. Jadi tahapan-tahapan program pembelajaran berbasis
kompetensi untuk meningkatkan keterampilan berbahasa sebenarnya
merupakan hasil pengembangan dari proses pembelajaran yang telah ada.
Dalam hasil pengembangan program pembelajaran keterampilan
berbahasa, mahasiswa tidak langsung dihadapkan pada bentuk pertanyaan-
pertanyaan awal untuk masuk pada materi pokok, akan tetapi mereka diberi
penjelasan lebih dulu mengenai tujuan yang harus dicapai dan prosedur
pembelajaran yang harus dilakukan, baru kemudian dilakuan tanya jawab atau
dialog melalui bahasa asing. Isi pertanyaan atau dialog, tentu saja tergantung
pada kebutuhan; dan paling tidak, pertanyaan itu diajukan untuk mengetahui
tingkat pemahaman, pengalaman dan pengetahuan mahasiswa sebagaimana
dirumuskan dalam tahap penjajagan (eksplorasi).
Melalui pemahaman akan pengalaman dan pengetahuan mahasiswa
itulah, dosen selanjutnya masuk pada tataran materi pokok yang sudah tentu ada
hubungannya dengan apa yang ditanyakan pada tahap sebelumnya. Untuk
mencapai tujuan yang berkaitan dengan penguasaan materi, program
Alis MahfuJdin/Domaii/PPS-UPntm
279
pembelajaran berbasis kompetensi melakukan tahapan pembahasan materi
melalui dialog dan tanya jawab secara intensif yang mengarah pada
pengembangan kompetensi pemahaman tema atau wacana; namun kompetensi
lain juga turut menjadi fokus pengembangan, yakni kompetensi kemampuan
berbahasa atau kemampuan mempraktekkan bahasa. Kedua kompetensi
tersebut menjadi tujuan utama program pembelajaran berbasis kompetensi yang
dikembangkan.
Dilihat dari sisi proses pembelajaran keterampilan berbahasa yang
direkomendasikan, maka program pembelajaran berbasis kompetensi mi
sebenarnya merupakan hasil dari proses pengembangan dari program
pembelajaran yang telah ada. Selama ini, proses pembelajaran keterampilan
berbahasa lebih terfokus pada bagaimana mahasiswa memahami materi
pembelajaran yang telah ditentukan. Keterampilan berbahasa dalam konteks
praktek berbahasa atau penggunaan bahasa belum sepenuhnya mendapat
perhatian atau penekanan dalam kegiatan belajar mengajar.
Memang secara konseptual, pembelajaran bahasa asing dapat
menggunakan pendekatan atau prinsip belajar deduktif dan induktif yang
didasarkan pada apa yang diketahui dari kebutuhan komunikasi tentang
semantik dan pragmatik; dan apa yang diketahui dari kebutuhan khusus para
mahasiswa itu sendiri dalam belajar bahasa asing tersebut; namun dalam
prakteknya, program pembelajaran berbasis kompetensi sebagai sebuah
program pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, bertitik
tolak dari fenomena yang terjadi selama ini, yakni berangkat dari pengalaman-
Azh MahfiuidmT>isertasi/PPS-UPI2(W
280
pengalaman berbahasa mahasiswa untuk kemudian menuju pada konsep-konsep
berbahasa secara umum. Karena itu, program pembelajaran berbasis
kompetensi dapat dikatakan sebagai suatu program pembelajaran yang lebih
unggul jika dibandingkan dengan program pembelajaran yang selama ini
berlangsung.
Dalam kegiatan pembelajaran bahasa (asing) yang selama ini dilakukan,
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan komunikatif dengan pola pikir
induktif. Ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Brown (1995: 6), bahwa
apa-apa yang dibutuhkan dalam penguasaan keterampilan membaca (reading),
menulis (writing), menyimak (listening), dan berbicara (speaking), dapat
menggunakan pendekatan komunikatif.
Melalui pendekatan ini, kompetensi yang dikembangkan lebih
menekankan pada kompetensi akademis, yakni berupa kemampuan
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan berbahasa yang dilakukan
mahasiswa, baik secara individual maupun kelompok. Di sini aktivitas
mahasiswa dalam pembelajaran keteramplan berbahasa menjadi fokus utama.
Dari apa yang diuraikan di atas, jelas bahwa program pembelajaran
berbasis kompetensi sebagai sebuah program pembelajaran untuk meningkatkan
keterampilan berbahasa, merupakan sebuah program yang dihasilkan dari
proses pengembangan. Tentu saja hal ini bukan sekedar hasil modifikasi atau
rekayasa program yang telah ada, akan tetapi benar-benar merupakan hasil
pengembangan dengan dilakukannya tahapan-tahapan dari mulai uji coba
program terbatas, uji coba program yang lebih luas, sampai pada uji validasi.
Aril Maltfuddin/Disertast/PPS-UP!2006
281
2. Efektivitas Program Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa program pembelajaran
berbasis kompetensi untuk meningkatkan keterampilan berbahasa bertitik tolak
dari pengembangan tiga tahapan yang telah ada menjadi lima tahapan dengan
orientasi yang berbeda. Program pembelajaran yang telah ada mengacu pada
kompetensi pemahaman materi pembelajaran; sedangkan hasil pengembangan
program, disamping mengacu pada pemahaman materi, juga mengacu pada
praktik penggunaan bahasa dengan pola atau struktur kalimat yang benar sesuai
dengan kaidah-kaidah bahasa asing yang berlaku.
Program pembelajaran berbasis kompetensi, sebagai salah satu program
pembelajaran yang berorientasi pada proses perbaikan dan peningkatan
keterampilan berbahasa mahasiswa, ternyata cukup efektif dalam meningkatkan
kemampuan dan keterampilan berbahasa mereka, baik dilihat dari sisi
penggunaan bahasanya, maupun pemahaman akan konteksnya. Hal ini sangat
mungkin terjadi, karena kemampuan berketerampilan bahasa ini memerlukan
intensitas kegiatan yang bertumpu pada banyaknya aktivitas mahasiswa di
dalam kelas. Apalagi kalau dilakukan secara terus menerus sepanjang kurun
waktu tertentu dalam kegiatan belajar.
Jadi, dalam proses pembelajaran keterampilan berbahasa tersebut
kompetensi yang dikembangkan tidak saja bertumpu pada penguasaan dan
pemahaman materi (subject matter) dalam tema-tema tertentu, tetapi juga pada
bagaimana mempraktekkan bahasa dengan materi tersebut. Dengan demikian,
kedua kemampuan di atas saling berkaitan satu sama lain.
Azis Mrirfuddtn/Dtsertast/PPS-UPI2006
282
Program pembelajaran berbasis kompetensi dengan lima tahapan
kegiatan pembelajaran, membuktikan bahwa sasaran untuk meningkatkan
keterampilan berbahasa asing mahasiswa adalah dapat dikuasainya materi
pembelajaran melalui penggunaan atau praktek berbahasa sebagai indikatornya.
Hai ini dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap upaya meningkatkan
kemampuan dan keterampilan berbahasa mahasiswa.
Sebagai suatu program yang bertujuan untuk perbaikan dan peningkatan
keterampilan berbahasa, program pembelajaran berbasis kompetensi dengan
lima tahapan merupakan program pembelajaran yang mempunyai karakteristik
khusus, yakni program pembelajaran yang berfokus pada aktivitas mahasiswa;
dan bukan pada dosen. Di sini aktivitas mahasiswa menjadi titik sentral dalam
proses pembelajaran keteramptan berbahasa (learning certiered), karena
keterampilan berbahasa sangat menuntut aktivitas tersebut Sementara, dosen
hanya bertindak sebagai fasilitator, yakni mengatur dan mengorganisasikan
kegiatan belajar dalam kelas. Ini mengandung arti, bahwa kemampuan
berbahasa mahasiswa akan diperoleh dengan baik, apabila mereka diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk meningkatkan keterampilan berbahasa
melalui latihan berbicara (speaking), dan meningkatkan keterampilan berbahasa
lainnya melalui membaca (reading), menyimak (Jistening) dan menulis
(writing). Jika aspek-aspek tersebut tidak memperoleh porsi penekanan dalam
proses pembelajaran, kemungkinan mutu kemampuan dan keterampilan
berbahasa tidak akan pernah tercapai sebagaimana diharapkan oleh tuntutan
kurikulum.
Aza Mahfuddin/Dátrtast/PPS-UPnOOó
283
Sejalan dengan itu pula, program pembelajaran berbasis kompetensi,
juga bertumpu pada suasana pembelajaran yang dialogis dengan pertanyaan-
pertanyaan yang intensif. Semuanya diarahkan untuk memperbaiki dan
meningkatkan keterampilan berbahasa mahasiswa melalui pemaham an-
pemahaman materi yang diberikan.
Upaya untuk mencapai hasil optimal dalam hal kemampuan dan
keterampilan berbahasa tersebut tidak mungkin dapat diperoleh apabila
mahasiswa ditempatkan pada posisi belajar yang pasif sebagaimana proses
pembelajaran di luar matakuliah keterampilan berbahasa.
Kemampuan dan keterampilan berbahasa akan dapat diperoleh, apabila
mahasiswa secara aktif dan intensif menggunakan bahasa asing dalam
memahami materi yang disajikan sesuai dengan pengalamannya. Karena itu,
peran utama dosen dalam kegiatan pembelajaran, tidak lain hanya
membimbing, mengarahkan, dan mengorganisasikan secara dialogis bentuk-
bentuk pertanyaan dalam bahasa asing, sehingga mahasiswa terangsang untuk
menjawabnya dengan baik. Di sinilah peran dosen dalam menentukan
keberhasilan program pembelajaran, khususnya dalam haJ keterampilan
berbahasa.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi
Program Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Keberhasilan program pembelajaran berbasis kompetensi sebagai
sebuah program pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berbahasa
Aza Mahfuddm/Disertasi/PPS-VPUfm
284
dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dilihat dari sisi dosen maupun dari sisi
mahasiswa.
a. Dari sisi dosen
1) kemampuan dosen dalam menciptakan ikilm belajar dan pembelajaran yang
memposisikan mahasiswa sebagai subjek pembelajaran dengan segala aktivitas
yang dilakukannya terutama dalam kegiatan berbahasa (asing) dalam konteks-
konteks tertentu;
2) kemampuan dosen dalam mengembangkan pertanyaan-pertanyaan dialogis
yang tidak terpaku pada pertanyaan yang mengacu pada materi semata-mata,
namun lebih jauh dapat mengembangkan pertanyaan yang mampu memancing
jawaban mahasiswa dengan kalimat dan struktur yang benar sesuai dengan
kaidah-kaidah bahasa yang berlaku;
3) kemampuan dosen untuk mendorong dan membangkitkan keberanian
mahasiswa dalam berbahasa asing tanpa takut merasa salah dalam
mengungkapkannya, baik dari isi (konteks) materinya maupun bahasanya.
Posisi dosen harus selalu membimbing, mengarahkan, memperbaiki dan
menorganisasikan seluruh rangkaian proses pembelajaran di kelas, sehingga
tercipta hubungan komunikasi berbahasa yang ujungnya bermuara pada
peningkatan kemampuan berbahasa mahasiswa secara lebih baik;
4) kemampuan dosen untuk mengemas materi pembelajaran yang sesuai dengan
pengetahuan dan pengalaman mahasiswa. Materi pembelajaran yang sesuai
dengan pengetahuan dan pengalaman mahasiswa akan mudah dipahami dan
Azis MahfuddrfDtserlasi/PPS-UPI20W
285
dicerna dengan baik melalui ungkapan-unkapan bahasa asing yang benar
berdasarkan kaidah-kaidah bahasa yang benar pula, sehingga orientasi
pembelajaran tidak saja pada pemahaman dan penguasaan materi, tetapi juga
pada penggunaan dan praktek berbahasa.
b. Dari sisi mahasiswa
1) motivasi mahasiswa dalam pembelajaran keterampilan berbahasa
memerlukan motivasi yang tinggi dalam mempraktekkan bahasa. Ini sangat
membantu meningkatkan kemampuan mereka dalam berbahasa.
2) partisipasi mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas dalam
konteks program pembelajaran berbasis kompetensi juga sangat dibutuhkan
untuk melatih diri dan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan berbahasa.
Tanpa keterlibatan mereka (seperti dalam dialog, diskusi dan tanya jawab),
tidak mungkin akan tercapai kemampuan berbahasa yang diharapkan.
3) kemampuan mentransfer pengetahuan kebahasaan dalam konteks linguistik
memerlukan perhatian. Penguasaan struktur atau tatabahasa dan kosakata
bahasa asing dengan berbagai karakteristik lainnya sangat diperlukan dalam
memahami konteks materi. Hal ini membutukan ketekunan mahasiswa dalam
mempelajari aspek-aspek bahasa.
4) kebutuhan mahasiswa dalam menguasai kemampuan dan keterampilan
berbahasa sangat diperlukan untuk mengetahui arah dan manfaat apa yang
dipelajarinya. Mereka harus menyadari betapa perkembangan ilmu pengetahuan
dewasa ini amat membutuhkan kemampuan berbahasa sebagai media
Azis Mahfuddm/Disenasi/PPS-UPn006
286
komunikasi yang efektif dalam mengakses segala pengetahuan yang
berkembang. Ini perlu mendapat perhatian dan penekanan dari mahasiswa.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh para dosen dalam mengembangkan Program Pembelajaran
Berbasis Kompetensi, yakni:
a) Dalam proses pembelajaran keterampilan berbahasa, perencanaan program
pembelajaran harus menjadi pegangan secara konsistens. Perencanaan tersebut
tidak dianggap sebagai persyaratan administratif semata. SAP, silabus, dan
deskripsi matakuliah, seyogyanya tetap menjadi acuan atau rujukan dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas.
b) Dosen dalam menetapkan keberhasilan belajar mahasiswa tidak saja dilihat
dari sisi penguasaan dan pemahaman materi pembelajaran semata, tetapi juga
yang penting adalah pada kemampuan mahasiswa mempraktekkan atau
menggunakan bahasa, baik dilihat dari sisi kelancaran berbahasanya, ucapannya
(Aussprache), pilihan katanya maupun dari sisi penguasaan strukturnya (tata
bahasanya).
c) Dosen perlu juga mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran
keterampilan berbahasa, sehingga proses pembelajaran menjadi menarik dan
efektif.
Azis MohfadMDixTtaji/PPS-VPI2m
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Mengacu pada pembahasan hasil penelitian, berikut ini dirumuskan
beberapa simpulan penelitian yang didasarkan pada fokus masalah dan
pertanyaan-pertanyaan penelitian.
1. Program Pembelajaran Berbasis Kompetensi dalam Keterampilan Berbahasa
Program pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan
berbahasa asing sebagai produk hasil pengembangan adalah program
pembelajaran berbasis kompetensi dengan lima tahapan kegiatan, yakni
pendahuluan, penjajagan, pembahasan materi pokok, klarifikasi, dan penutup.
Program pembelajaran ini bertumpu pada aktivitas pembelajaran mahasiswa
(learning centered), dan bukan pada guru atau dosen (teaching centered).
Sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian, berikut ini dijelaskan
secara singkat mengenai desain standar program pembelajaran berbasis
kompetensi dalam matakuliah keterampilan berbahasa asing di perguruan
tinggi, baik dilihat dari desain program perencanaan, desain program
implementasi maupun desain program evaluasi pembelajaran.
287