9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Nilai-nilai Budaya
a. Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan
dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat,
karena itu sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga nila
kebenaran, nilai estetika, baik nilai moral, religius dan nilai agama (Elly
Setiadi, 2006:31).
Nilai merupakan kualitas ketentuan yang bermakna bagi kehidupan
manusia perorangan, masyarakat, bangsa, dan negara. Kehadiran nilai dalam
kehidupan manusia dapat menimbulkan aksi dan reaksi, sehingga manusia
akan menerima atau menolak kehadirannya. Sebagai konsekuensinya, nilai
akan menjadi tujuan hidup yang ingin diwujudkan dalam kenyataan kehidupan
sehari-hari. Sebagai contohnya, nilai keadilan dan kejujuran, merupakan nilai-
nilai yang selalu menjadi kepedulian manusia untuk dapat diwujudkan dalam
kenyataan. Dan sebaliknya pula kebohongan merupakan nilai yang selalu
ditentang atau ditolak oleh manusia (Joko Tripasetyo,2008: 18).
Menurut Rusmin Tumangor dkk (2010:25) menjelaskan bahwa:
“Nilai adalah sesuatu yang abstrak (tidak terlihat wujudnya) dan tidak
dapat disentuh oleh panca indra manusia. Namun dapat di identifikasi
apabila manusia sebagai objek nilai tersebut melalukan tindakan atau
perbuatan mengenai nilai-nilai tersebut. Bagi manusia nilai dijadikan
sebagai landasan, alasan, ataupun motivasi dalam segala tingkah laku
dan perbuatannya. Dalam bidang pelaksanaannya nilai-nilai dijabarkan
dan diwujudkan dalam bentuk kaidah atau norma sehingga merupakan
suatu larangan, tidak diinginkan, celaan, dan lain sebagainya”.
Relevan dengan teori tersebut, penulis menegaskan bahwa nilai bisa
dikatakan juga sebagai ukuran sikap dan perasaan seseorang atau kelompok
yang berhubungan dengan keadaan baik, buruk, benar salah atau suka tidak
suka terhadap suatu objek. Menjadi sebuah ukuran tentang baik-buruknya,
10
tentang tingkah laku seseorang dalam kehidupan di masyarakat, lingkungan
dan sekolah. Menjadikan sebuah tolak ukur seseorang dalam menanggapi
sikap orang lain dilihat dari pencerminan budaya yang ada dalam suatu
kelompok masyarakat.
Demikian luasnya implikasi konsep nilai ketika dihubungkan dengan
konsep lainya, ataupun dikaitkan dengan sebuah statement. Konsep nilai
ketika dihubungkan dengan logika menjadi benar-salah ketika dihubungkan
dengan estetika indah-jelek, dan ketika dihubungkan dengan etika menjadi
baik-buruk. Tapi yang pasti bahwa nilai menyatakan sebuah kualitas.
Pendidkan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai pada diri
seseorang atau sebagai bantuan terhaap pesertadidik agar menyadari dan
mengalami nilai serta menempatkanya secara integral dalam keseluruhan
hidupnya (Zaim Elmubarok, 2008:12).
Nilai muncul dari permasalahn yang ada di lingkungan, masyarakat
serta sekolah dimana diberikan pendidikan untuk membekali para siswa
supaya nantinya mereka mampu mengahadapi kompleksitas di masyarakat
yang sering berkembang secara tidak terduga. Maka munculah masalah yang
berkatan dengan nilai baik-buruknya seseorang dalam mengahadapi
pandangan seseorang terhadap orang lain.
b. Pengertian Budaya
Budaya suatu cara hidup yang berkembang, dan memiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi kegenrasi. Budaya
terbentuk dari sebuah unsur yaitu sistem agama, politik, adatistiadat, bahasa
dan karya seni. Buadaya juga merupakan suatu pola hidup menyeluruh yang
bersifat kompleks, abstrak dan luas juga banyak aspek budaya turut
menentukan prilaku komunikatif (Supartono Widyosiswoyo, 2009:25).
Budaya merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya
terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia
sebagai anggota masyarakat, unsur-unsur pembentukan tingkah laku didukung
dan diteruskan oleh anggota dari masyarakat (Joko Tripasetyo, 2013:29).
11
Budaya merupakan suatu totalitas nilai, tata sosial, tata laku manusia
yang diwujudkan dalam pandangan hidup, falsafah Negara dalam berbagai sisi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang menjadi asa untuk
melandasi pola perilaku dan tata struktur masyarakat yang ada.
Berdasarkan uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan, bahwa bagi
ilmu sosial, arti budaya adalah amat luas, yang meliputi kelakuan dan hasil
kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan yang dapat dilakukan
dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. budaya
dan segenap hasilnya muncul dari tata cara hidup yang merupakan kegiatan
manusia atas budaya yang bersifat abstrak (idea) nilai budaya hanya bisa
diketahui melalui badan dan jiwa, sementara tata cara hidup manusia dapat
diketahui oleh pancaindera.
c. Pengertian nilai budaya
Nilai budaya merupakan konsep abstrak mengenai masalah besar dan
bersifat umum yang sangat penting serta bernilai bagi kehidupan masyarakat.
Nilai budaya itu menjadi acuan tingkah laku sebagian besar anggota
masyarakat yang bersangkutan, berada dalam alam fikiran mereka dan sulit
untuk diterangkan secara rasional. Nilai budaya bersifat langgeng, tidak
mudah berubah ataupun tergantikan dengan nilai budaya yang lain (Abdul
Latif, 2007 : 35).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa nilai budaya
adalah sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, mempengaruhi perilaku
yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dengan alam, hubungan
manusia tentang hal yang diinginkan dengan hal yang tidak diinginkan
berkaitan dengan lingkungan dan sesama manusia. Begitupun nilai-nilai
budaya yang terdapat dilingkungan sekolah sangat mempengaruhi terhadap
guru dan siswa itu sendiri seperti budaya disiplin dimana para siswa sering
terlambat datang ke sekolah meskipun sudah ada aturan atau tatatertib yang
berlaku di Sekolah
12
d. Fungsi Nilai-nilai Budaya
Nilai budaya mempunyai beberapa fungsi dalam kehidupan manusia.
Menurut Supartono Widyosiswoyo (2009:54) mengatakan bahwa fungsi nilai-
nilai budaya sebagai berikut :
1) Nilai budaya berfungsi sebagai standar, yaitu standar yang menunjukan
tingkahlaku dari berbagai cara, yaitu :
a) Membawa individu untuk mengambil posisi khusus dalam masalah sosial.
b) Mempengaruhi individu dalam memilih ideologi atau agama.
c) Menilai dan menentukan kebenaran dan kesalahan atas diri sendiri dan
orang lain.
d) Merupakan pusat pengkajian tentang proses-proses pembandingan untuk
menentukan individu bermoral dan kompeten.
e) Nilai digunakan untuk mempengaruhi orang lain atau mengubahnya
2) Nilai budaya berfungsi sebagai rencana umum dalam menyelesaikan
konflik dan pengambilan keputusan.
3) Nilai budaya berfungsi motivasional. Nilai memiliki komponen
motivasional yang kuat seperti halnya komponen kognitif, afektif, dan
behavioral.
4) Nilai budaya berfungsi penyesuaian, isi nilai tertentu diarahkan secara
langsun kepada cara bertingkah laku serta tujuan akhir yang berorientasi
pada penyesuaian. Nilai berorientasi penyesuaian sebenarnya merupakan
nilai semu karena nilai tersebut diperlukan oleh individu sebagai cara untuk
menyesuaikan diri dari tekanan kelompok.
5) Nilai budaya berfungsi sebagai ego defensiv. Didalam prosesnya nilai
mewakili konsep-konsep yang telah tersedia sehingga dapat mengurangi
ketegangan dengan lancar dan mudah.
6) Nilai budaya berfungsi sebagai pengetahuan dan aktualisasi diri fungsi
pengetahuan berarti pencarian arti kebutuhan untuk mengerti,
kecenderungan terhadap kestuan persepsi dan keyakinan yang lebih baik
untuk melengkapi kejelasan dan konsepsi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai budaya
memiliki banyak sekali fungsi diantaranya sebagai pengetahuan dan
aktualisasi diri fungsi pengetahuan berarti pencarian arti kebutuhan untuk
mengerti, kecenderungan terhadap kesatuan persepsi dan keyakinan yang lebih
baik untuk melengkapi kejelasan dan konsepsi. Penyesuaian nilai tertentu
diarahkan secara langsun kepada cara bertingkah laku serta tujuan yang
berorientasi pada penyesuaian. Nilai berorientasi penyesuaian sebenarnya
merupakan nilai semu karena nilai tersebut diperlukan oleh individu sebagai
cara untuk menyesuaikan diri dari tekanan kelompok atau masyarakat.
13
e. Wujud Kebudayaan
Selain unsur kebudayaan, ada juga pendapat umum mengatakan ada
dua wujud kebudayaan. Pertama, kebudayaan bendania (material) yang
memiliki ciri dapat dilihat, diraba, dan dirasa sehingga lebih konkret atau
mudah dipahami. Kedua, kebudayaan rohaniah (spiritual) yang memiliki ciri
dapat dirasa saja. Oleh karena itu, kebudayaan rohaniah bersifat abstrak dan
lebih sulit dipahami ( Supartono Widyosiswoyo, 2004:35-39).
Menurut Koentjaraningrat dalam karyanya Kebudayaan, Mentalitet,
Pembangunan dalam buku Supartono Widyosiswoyo (2004) menyebutkan
bahwa paling sedikit ada tiga wujud kebudayaan, yaitu :
a. Sebagai suatu kompleks dari idea-idea, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan dan sebagainya.
b. Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam
masyarakat.
c. Sebagai benda-benda hasil manusia.
Berdasarkan uraian di atas wujud kebudayaan memiliki ciri hanya dapat
dirasakan, tetapi tidak dapat dilihat dan diraba. Contohnya adalah adat istiadat
dan ilmu pengetahuan. Aktifitas kelakuan mempunyai sifat dapat dirasakan dan
dilihat ttapi tidak dapat diraba, contohnya adalah gotong royong dan kerjasama,
sedangkan benda-benda yang sifat nya dapat dilihat, dirasa, dan diraba,
contohnya adalah meja dan kursi. Wujud kebudayaan ternayat saling
keterkaitan antara nilai, norma dengan peraturan dengan masyarakat dimana
setiap seseorang yang melanggar norma yang telah ditetapkan maka akan ada
sebuah sanksi yang didapat kan berupa teguran maupun sebuah sanksi yang
cukup keras sehingga bisa tersadar dari kesalahan seseorang dalam melanggar
sebuah aturan atau norma yang berlaku di lingkungan tersebut.
f. Sifat-Sifat Budaya
Selain memiliki unsur dan wujud, kebudayaan juga memiliki sifat.
Sifat-sifat kebudayaan sangat banyak mengingat kebudayaan kita sangat
beragam secara umum akan dikemukakan tujuh sifat budaya, menurut
Supartono Widyosiswoyo (2009) yaitu :
1) Kebudayaan beraneka ragam
14
Keanekaragaman kebudayaan disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain karena manusia tidak memiliki struktur secara khusus pada tubuhnya
sehingga harus menyesuaikan diri dengan lingkunganya.
2) Kebudayaan dapat diteruskan secara social dengan pelajaran.
Penerus kebudayaan dapat dilakukan dengan cara horizontal dan vertikal.
Penerusan secara horizontal dilakukan terhadap suatu generasi dan
biasanya secara lisan, sedanglan penerus vertikal dilakukan antara
generasi dengan jalan melalui tulisa (literer). Dengan daya ingat yang
tinggi manusia mampu menyimpan pengalaman sendiri maupun yang
diperoleh dari orang lain.
3) Kebudayaan dijabarkan dalam komponen-komponen biologi, psikologi,
dan sosiologi.
Biologi, psikologi dan sosiologi merupakan tiga komponen yang
membentuk kepribadian manusia. Secara biologis manusia memiliki
sifat-sifat yang diturunkan oleh orang tuanya yang diperoleh sewaktu
dalam kandung kandungan sebagai kodrat pertama. Bersamaan dengan
itu, manusia memiliki sifat-sifat psikologi yang sebgaian diperolehnya
dari orang tuanya sebagai dasar atau pembawaan. Setelah seorang bayi
dilahirkan dan berkembang menjadi anak dalam alam kedua,
terbentuklah kepribadianya oleh lingkungan, khususnya melalui
pendidikan. Manusia sebagai unsur masyarakat dalam lingkungan ikut
serta dalam pembentukan kebudayaan.
4) Kebudayaan mempunyai struktur.
Cultur universal yang telah dikemukakan unsur-unsurnya dapat dapat
dibgai dalam bagian bagian kecil yang disebut traits complex lalu terbagi
dalam traits dan terbagi dalam items. Begitu pula dengan kebudayaan
nasional terdiri atas kkebudayaan suku-bangsa merupakan subkultural
yang dibagi lagi menurut daerah, agama, adat istiadat dan sebagainya.
5) Kebudayaan mempunyai nilai.
Nilai kebudayaan (culture value) adalah relatif, bergantung pada siapa
yang memberikan nilai, dan alat pengukur apa yang digunakan. Bangsa
15
timur misalnya cenderung mempergunakan ukuran rohani sebagai alat
penilayanya, sedangkan bangsa baarat dengan ukuran materi.
6) Kebudayaan mempunyai sifat statis dan dinamis.
Kebudayaan dan masyarakata sebenarnya tidak statis 100% sebab jika
hal itu terjadi sebaiknya dikatakan mati saja. Kebudayaan dikatakan statis
apabila suatu kebudayaan sangat sedikit perubahanya dalam tempo yang
lama. Sebaliknya apabila kebudayaan cepat berubah dalam tempo singkat
dikatakan kebudayaan itu dinamis.
7) Kebudayaan dapat dibagi dalam bermacam-macam bidang atau aspek
Ada kebudayaan yang bersifat rohani dan sifat nya kebendaan, ada
kebudayaan darat dan kebudayaan maritim, dan ada kebudayaan menurut
daerah. Semuanya bergantung pada siapa yang membedakanya dan untuk
apa itu dilakukan (supartono Widyosiswoyo, 2009:37-38).
Banyak sekali sifat-sifat kebudayaan yang berpengaruh terhadap
sesorang atau kelompok yang dimana akan berdapak terhadap pembentukan
moral seseorang, dilihat dari sifat kebuadayaan. Sifat-sifat budaya tersebut
berorientasi terhadap perubahan dan pembentukan moral seseorang yang
terarah dan tidak melenceng dari apa yang telah di tentukan. Namun nilai
budaya juga tidak hany adi turunkan oleh nenek moyang saja, ada nilai budaya
yang di orientasikan terhadap cerita, dongeng dan literatur agar tidak hanya
masyarakat lokal saja yang tau dan paham namun orang lain yang bukan
masyarakat lokal itu sendiri mengetahuinya lewat tulisan.
g. Macam-Macam Nilai Budaya
Macam-macam nilai budaya sangat erat kaitanya dengan kebudayaan
dan masyarakat. Setiap masyarakat atau setiap kebudayaan memiliki nilai-nilai
tertentu mengenai suatu hal dan terkadang kebudayaan dan masayarakat itu
sendiri merupakan nilai yang tiada terhingga bagi orang yang memilikinya.
Menurut pendapat seorang ahli menjelaskan bahwa suatu sistem nila
budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia membagi
nilai menjadi tiga bagian yaitu nilai material, nilai vital, dan nilai kerohanian.
16
Berikut penjabaranya: yang yang dikutip oleh Koentjaraningrat (2009) dalam
buku (Tilar A.R, 2002:20).
1. Nilai Material
Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.
2. Nilai Vital
Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3. Nilai Kerohanian
Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yanng berguna bagi rohani
manusia. Nilai kerohanian dapat dibedakan atas 4 macam antara lain :
a) Nilai kebanaran ( kenyataan) yang bersumber dari unsur akal
manusia.
b) Nilai keindahan (estetika) yang bersumber dari unsur perasaan.
c) Nilai moral (kebaikan) yang bersumber dari unsur kehendak atau
kemauan (etika dan karsa)
d) Nilai religius ( nilai ke-tuhanan) yang bersumber dari keyakinan dan
kepercayaan manusia kepada sang pencipta.
Berdasarkan penjelasan diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
banyak sekali nilai budaya yang berkembang di sekolah maupun di masyarakat
yang harus dipatuhi oleh setiap individu agar moral nya menjadi terarah lebih
kepada positif dan tidak menyimpang dari nilai-nilai budaya yang berkembang.
Nilai budaya sangat banyak sekali adapun diantaranya sudah di uraikan diatas
seperti nilai moral, nilai religius, nilai kerohanian dan lain-lain yang berdapak
pada moralitas individu .
Nilai-nilai budaya yang dimaksud oleh penulis adalah nilai budaya
yang berkembang di sekolah dan sudah membudaya di sekolah dan harus
dipatuhi oleh siswa Menurut Kemendignas dalam buku (Asri
Budiningsih,2013:10-11) mengatakan bahwa macam-macam nilai budaya
Dalam naskah akademik pengembangan pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa Kementerian telah merumuskan lebih banyak nilai-nilai karakter (18
nilai) yang akan dikembangkan atau ditanamkan kepada anak-anak dan
generasi muda bangsa Indonesia. Nilai-nilai budaya dan karakter tersebut dapat
di deskripsikan dalam tabel sebagai berikut :
17
Tabel 2.1
Macam-macam Moralitas Siswa
No. Nilai Deskripsi
1. Religius
Sikap dan prilaku yang patuh
dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lai.
2. Jujur Prilaku yang dilaksanakan pada
upaya menjadikan dirinya
sebagau orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan,
tindakan dan pekerjaan
3. Toleransi Sikap yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap dan tindakan
orang lain yang berbeda dari
dirinya
4. Disiplin Tindakan yang menunjukan
prilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras Prilaku yang menunjukan upaya
sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan
belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan
sebai-baiknya.
6. Kreatif Berfikir dan melakukan sesuatu
untuk mengasilkan cara atau hasil
18
baru dari sesuatu yang telah
dimiliki
7. Mandiri Sikap dan prilaku yang tidak
tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis Cara berfikir, bersikap dan
bertindak yang menillai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang
lain.
9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih
dalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajari, dilihat dan
didengar.
10. Semangat Kebangsaan Cara berifikir dan bertindak dan
berwawasan yang menentukan
kepentingan bangsa dan negara
diatas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air Cara berifikir, bersikap, dan
berbuat menunjukan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yan
tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial budaya,
ekonomi dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk
mengahsilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan
mengakui serta menghormati
19
keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat / Komunikatif Tsa indakan yang memperhatikan
rasa senang berbicara, bergaul
dan bekerja sama dengan orang
lain.
14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan
yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas
kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu
untuk membaca yang
memberikan kebajikan bagi
dirinya.
16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan
pada lingkungan alam di
sekitarnya dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah
terjadi.
17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu
ingin memberi bantuan pada
oranglain dan masyarakat yang
membutuhkan.
18. Tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang
untuk melaksanakan tugas dan
kewajibanya, yang seharusnya
dilakukan terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan ( alam,
sosial, dan budaya) negara dan
20
Tuhan Yang Maha Esa.
(Asri Budiningsih,2013:10-11)
Berdasarkan tabel di atas dapat di simpulkan macam-macam moralitas
siswa ada 18 macam yaitu : Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kreatif,
Mandiri, Rasa ingin tahu, Menghargai prestasi, Bersahabat, Gemar membaca,
Peduli lingkungan, Peduli sosial, Tanggung jawab dll. sekolah menanamkan
nilai budaya seperti kolom diatas, agar siswa tidak melenceng dari nilai budaya
yang berkembang di sekolah tersebut. Siswa harus mematuhi agar tidak
terjerumus kedalam budaya yang bersifat negatif, biasanya nilai budaya
tersebut di cantumkan dalam sebuah peraturan sekolah yang nantinya harus
dipatuhi dan diataati, jika melanggar maka guru yang ada dilingkungan sekolah
wajib menegur, memberi nasihat atau memberi hukuman.
Kenapa sekolah mencantumkan nilai-nilai budaya tersebut dalam
sebuah peraturan, sebab jika ada yang melanggar maka guru atau karyawan
sekolah berhak memperingat atau menegurnya jika keapatan ada siswa yang
melenceng dari nilai budaya tersebut. Selain dapat menegur siswa jika ada
yang salah nilai budaya tersebut juga dapat menjadi sebuah acuan atau patokan
prilaku siswa disekolah agar moralnya lebih terarah ke hal yang lebih positif.
Berdasarkan uraian macam-macam nilai budaya di atas penulis
mengambil tiga jenis nilai budaya yaitu religius, toleransi dan disiplin. Peneliti
nantinya akan meneliti bagaiman jika nilai budaya itu sudah di tanamkan
kepada siswa kemudian apakah dampak yang ditimbulkan dari penanaman
nilai tersebut terhadap moralitasnya apakah akan lebih baik atau malah tidak
ada perubahanya dan cenderung menjadi negatif karena sering di desak dan
dipaksa dalam mentaati nilai budaya sekolah yang tercantum dalam peraturan
sekolah. misalnya saat ada siswa yang datang terlambat ke sekolah berulang-
ulang kali akan tetapi guru tidak memberi peringatan secara tegas yang sesuai
tata tertib disekolah.
21
2. Moralitas Siswa
a. Pengertian Moralitas
Moralitas berasal dari kata dasar “moral” berasal dari kata “mos” yang
berarti kebiasaan. Kata “mores” yang berarti kesusilaan, dari “mos”, “mores”.
Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain; akhlak budi pekerti; dan susila.
Kondisi mental yang membuat orang tetap berani; bersemangat; bergairah;
berdisiplin dan sebagainya buruk (Agus Abdulrahman, 2013:183).
Moral secara etimologi diartikan: a) Keseluruhan kaidah-kaidah
kesusilaan dan kebiasaan yang berlaku pada kelompok tertentu, b) Ajaran
kesusilaan, dengan kata lain ajaran tentang azas dan kaidah kesusilaan yang
dipelajari secara sistimatika dalam etika. Dalam bahasa Yunani disebut “etos”
menjadi istilah yang berarti norma, aturan-aturan yang menyangkut persoalan
baik dan buruk dalam hubungannya dengan tindakan manusia itu sendiri, unsur
kepribadian dan motif, maksud dan watak manusia. kemudian “etika” yang
berarti kesusilaan yang memantulkan bagaimana sebenarnya tindakan hidup
dalam masyarakat, apa yang baik dan yang buruk (agus Abdulrahma,
2013:193).
Moral juga merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur
perilaku individu dalam kehidupanya dengan kelompok sosial dan masyarakat,
moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu sebagai
anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan
seseorang dalam kaitanya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan
seimbang maka prilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang
damai penuh keteraturan, ketertiban dan keharmonisan (Nur Elbrahim,
2012:70).
Relevan dengan teori diatas penulis menegaskan bahwa Moralitas yang
secara leksikal dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur
pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat
membedakan baik dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun
dapat mewujudkannya, atau suatu azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup
22
bermasyarakat, dalam mempelajari sikap moral terdapat empat pokok utama :
(1) mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosisal dari anggotanya
sebagaimana telah dicantumkan dalam hukum, kebiasaa, dan peraturan (2)
mengembangkan hati nurani (3) belajar mengalami persaan bersalah dan rasa
malu bila perilaku individu tidak sesuai dengan harapan kelompok (4) dan
mempunyai kesempatan untuk interaksi sosial untuk belajar apa saja yang
diharapkan anggota kelompoknya.
b. Pengertian Siswa
Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang
menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar, dalam proses belajar
mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita memiliki tujuan dan
kemudian ingin mencapainya secara optimal.
Siswa akan menjadi faktor penentu, sehingga dapat mempengaruhi
segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya. Menurut
kamus besar bahasa Indonesia pengertian siswa berarti orang, anak yang
sedang berguru (belajar, bersekolah). Sedangkan menurut pasal 1 ayat 4 UU RI
No. 20 tahun 2013. Dimana siswa adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan diri mereka melalui proses pendidikan pada jalur dan jenjang
dan jenis pendidikan tertentu (Muhammad Ali dkk, 2015:5).
Siswa juga merupakan seorang remaja, remaja dalam bahasa aslinya
disebut adolescene, berasal dari bahasa adolescere yang artinya “tumbuh atau
tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan orang-orang
purbakala memandang masa puber dan masa remaja berbeda dengan periode
lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah
mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescene sesungguhnya memiliki arti
mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik, Pandangan tersebut
mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana anak
tidak merasa berada dibawah tingkat orang yang lebih tua, melainkan merasa
sama atau paling tidak sejajar (Muhammad Ali dkk, 2015:7).
Siswa yang termasuk kedalam Remaja, juga sedang mengalami
perkembangan pesat dalam aspek intelektual. Transformasi intelektul dari cara
23
berpikir remaja ini memungkinkan mereka tidak hanya mapu mengintregasikan
dirinya kedalam masyarakat dewasa, tetapi juga merupakan karakterisitik yang
paling menonjol dari semua periode perkembangan. Remaja sebetulnya tidak
mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-
anak, tetapi belum juga dapat secara penuh diterima secara penuh untuk masuk
kegolongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. oleh
karena itu, remaja sering kali di kenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase
“topan dan badai” (Muhammad Ali dkk, 2015:9)
Meraka masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara
maksimal fungsi fisik maupun fsikisnya. Akan tetapi, yang perlu ditekankan
disini adalah bahwa fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah
berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi,
maupun fisik. mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas,
dan nubilitas (Romlah, 2014:91).
Adapun remaja yang dimaksud peneliti diatas adalah siswa yang berada
dalam lingkungan sekolah. Dimana siswa dalam masa transisi yang
memungkinkan untuk cepat goyah atau tak masih tak memiliki pendirian
sehingga di takutkan terjerumus kedalam hal yang negtaif dimana ada masa
pemberontakan. Pada masa itulah hati nurani mulai mengambil peran dalam
menentukan perilaku remaja, dan rasa tanggung jawab atas segala akibat dari
perilakunya sendiri baik itu baik-buruk atau bagus tidaknya.
c. Pengertian Moralitas siswa
Moralitas siswa adalah segala tinggkah laku murid atau pesesrta didik
yang tercermin dalam sikap dan perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai
masyarakat. Maka siswa harus bisa mencerminkan moral yang tinggi. Dalam
sebuah kehidupan suatu perbuatan dianggap benar dan salah berdasarkan,
kebiasaan manusia, hukum-hukum. Hendaknya pendidkan moral dalam
keluarga, sekolah dan masyarakat dapat membawa siswa kepada moral yang
lebih tinggi dan pengembangan bakat. Dengan demikian moral siswa dapat
terarah ke hal yang lebih baik lebih bermanfaat di dalam kehidupan yang akan
mereka jalani di masa yang akan datang (Darmadi Hamid,2009:57).
24
Moral juga sangat penting dalam membentuk kualitas para generasi
muda, dengan demikian kita bisa menanamkan kehidupan yang memiliki
kemapuan untuk merubah segala hal yang berbau dengan kemajuan zaman
yang ada sekarang menjadi alat guna membina moral masyarakat dan generasi
muda agar tidak terjerumus dalam kehancuran tentu saja kita tahu bahwa
kehancuran suatu negara dapat terjadi karena kehancuran moral beberapa
penerus nya. Pendidkan moral yang akan mennetukan kemana negara ini kelak
berkembang. Guru, pemerintah, dan lainya harus mulai bersama-sama
memperbaiki moral siswa atau remaja saat ini tentu saja hal itu tidak mudah
naum jika berusaha tentu akan mendapatkan hasil yang baik kelak.
d. Tahap-Tahap Perkembangan Moralitas
Perubahan pokok dalam moralitas selama masa remaja terdiri dari
mengganti konsep-konsep moral khusus dengan konsep-konsep moral tentang
benar dan salah bersifat umum, membangun kode moral berdasarkan pada
prinsip-prinsip moral individu dan mengendalikan prilaku melalui
perkembangan hati nurani.
Ada beberapa tahap-tahap perkembangan moral yang sangat dikenal
diseluruh dunia adalah yang dikemukakan oleh E B Hurlock (1995:58), yaitu
sebagai berikut :
1) Tingkat Prakonvensioanl
Tingkat pra konvensional adalah aturan-aturan dan ungkapan-
ungkapan moral masih ditafsirkan oleh individu/anak berdasarkan
akibat fisik yang akan diterima baik berupa sesuatu yang menyakitkan
atau kenikmatan.
2) Tingkat prakonvensial memiliki dua tahap, yaitu:
a) Orientasi hukuman dan kepatuhan
Pada tahap ini, akibat-akibat fisik pada perubahan
menentukan baik buruknya tanpa menghiraukan arti dan nilai
manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata
menghindari hukuman dan tunduk pada kekuasaan tanpa persoalan.
b) Orientasi relativis-instrumental
Pada tahap ini, perbuatan dianggap benar adalah perbuatan
yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhanya
sendiri kadang-kadang juga kebutuhan orang lain.
25
3) Tingkat Konvensional
Tingkat konvensioanl atau konvensional awal adalah aturan-
aturan dan ungkapan-ungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti
harapan keluarga, kelompok atau masyarakat. Tingkat konvensional
memiliki dua tahap yaitu, sebagai berikut :
a) Orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut orientasi “anak
manis”
Pada tahap ini, perilaku yang dipandang baik adalah yang
menyenangkan dan membatu orang lain serta yang disetujui oleh
mereka.
b) Orientasi hukum dan ketertiban
Pada tahap ini, terdapat orientasi terhadap otoritas aturan yang
tetap penjagaan tata tertib sosial prilaku yang baik adalah semata-
mata melakukan kewajiban sendiri menghormati otoritas aturan yan
tetap dan penjagaan tata tertib sosial yang ada semua ini dipandang
sebagai sesuatu yang bernilai didalam dirinya.
c) Tingkat Pasca Konevensional, otonom atau berdasarkan prinsip
Tingkat pascakonvensional adalah atauran-aturan dan
ungkapan-ungkapan moral yang dirumuskan secara jelas
berdasarkan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan
dan dapat di terapkan terlepas dari otoritas kelompok atau yang
berpegang pada prinsip tersebut dan terlepas pula dari identifikasi
diri dengan kelompok tersebut.
4) Tingkat pascakonvensional memiliki dua tahap, yaitu :
a) Orientasi kontrak sosial legalitas
Pada tahap ini individu pada umumnya sengat bernada
ultiritarian artinya perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam
kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara
kritis dan telah disepakati.
b) Orientasi prinsip dan etika universal
Pada tahap ini, hak ditentukan oleh suara batin sesuai dengan
prnsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan mengacu kepada
komprehensivitas logis, universalitas dan konsestensi logis. Pada
dasarnya inilah prinsip-prinsip universa keadilan, resipositas,
persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat kepada manusia
sebagai pribadi (Nur Elbrahim, 2012:71-72).
Berdasarkan penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa, adanya
sebuah peraturan itu untuk dipatuhi di taati dan dijalankan terus menerus dan
dapat menjadi sebuah kebudayaan atau budaya yang baik. sehingga moral
seseoarang bisa jadi apa yang diharapkan dan sesuai dengan nilai dan norma
yang berlaku, namun jika ada yang melanggar atau tidak mematuhi maka
akan ada sanksi yang diberikan oleh yang berwenang. Biasanya sanksi yang
26
diberikan tidak terlalu sulit melainkan berupa peringatan agar tidak terulang
kembali dan tidak menyimpang dari apayang diharapkan biasanya hal ini
tertuju untuk kalangan pelajar seperti siswa dan siswi di sekolah mereka
harus mematuhi tatatertib yang berlaku disekolah dan di realisasikan dalam
kebiasaan sehari hari agar terhindar dari pergaulan yang bersifat negatif.
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Moralitas Siswa
Moralitas merupakan salah satu karakteristik penting dari manusia
sebagai makhluk sosial. Kita sering kali melakukan penilaian baik dan buruk,
dan penilaian tersebut berpengaruh pada bagaimana kita berprilaku dan
memperlakukan orang lain. Penelitian mutahir menemukan adanya variasi
prinsip moral di berbagai budaya selain prinsip keadilan dan kepedulian,
ditemukan juga prinsip moral lain seperti prinsip loyalitas, otoritas, dan
kesucian yang cukup dominan di beberapa budaya tertentu (Sarirto W
Sarwono, 2013:198).
Prilaku moral merupakan suatu komplek yang dipengaruhi oleh faktor
personal, sosial, spiritual. Penelitian yang mempengaruhi prilaku moral
menunjukan variabelitas yang sangat besar, faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap prilaku moral bisa di kategorikan menjadi empat, yaitu : faktor
kognitif, faktor emosi, faktor kepribadian dan faktor Situasional. Termasuk
nilai budaya juga bisa mempengaruhi moralitas siswa dari keempat faktor
tersebut Menurut Agus Abdul Rahman (2013) yang menjelaskan bahwa ada 4
unsur yang dapat mempengaruhi moralitas siswa sebagai berikut :
27
Gambar 2.1
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Moralitas Siswa
Menurut penjelasan pada bagan di atas dapat peneliti uraikan,
bahwasanya hasil moralitas itu dapat di pengaruhi oleh bebearpa faktor yang
mempengaruhi siswa dimana akan terbentuknya moral siswa apakah menjadi
baik atau tidak baik. Moral adalah sebuah bentuk yang dinamis, karena bisa
berubah-ubah dan tidak tetap tergantung pengaruh dari faktor tersebut siswa
bisa jadi lebih baik atau buruk.
1) Faktor kognitif
Kemampuan kognitif sesorang di dalam mengatasi dilema moral
diyakini sangat berpengaruh terhadap prilaku moralnya. Orang yang
penalaran moralnya kurang baik akan cenderung memilih tindakan tidak
bermoral, sebaliknya orang penalaranya moral baik akan memilih tindakan
bermoral,.
2) Faktor Emosi
Emosi moral merupakan faktor terpenting dalam menjelaskan
prilaku moral, emosi moral memiliki beberapa karakteristik umum yaitu
berkaitan dengan tubuh, mempunyai kemampuan untuk memotivasi, sulit
FAKTOR EMOSI (Kepekaan moral, emosi moral, dan
intuisi moral)
FAKTOR KEPRIBADIAN (identitas moral, agensi moral,
integritas moral, motivasi moral,
karakter moral)
FAKTOR SITUASIONAL (kelompok sosial, kekuasaan, nilai-
nilai agama, stratifikasi sosial, dan
lain-lain)
FAKTOR KOGNITIF (pengetahuan moral, pemahaman
moral, penalaran oral, dan penilaian
moral)
Nilai Budaya
Prilaku Moral
28
dikendalikan secara sadar. Moralitas yang sudah menyatu dengan tubuh
mempunyai pengaruh yang lebih besar dibanding moralitas yang dipahami
secara kognitif. Salah satu tanda bahwa suatu nilai moral sudah mnyatu
dengan tubuh adalah kita merasakan suatu emosi tertentu ketika berhadapan
dengan suatu prilaku atau peristiwa yang berhubungan dengan nilai moral
tersebut.
3) Faktor Kepribadian
Faktor kesatuan antara moralitas dan kepribadian juga merupakan
faktor penting dalam pembentukan perilaku moral. Identitas moral adalah
sejauh mana seseorang menganggap bahwa menjadi sesorang yang bermoral
merupakan identitas yang sangat penting bagi dirinya. Identitas moral terdiri
dari dua aspek yaitu internalisasi dan simbolisasi kedua aspek tersebut
sangat penting dalam pembentukan prilaku moral.
4) Faktor Situasional
Selain dipengaruhi oleh fator-faktor personal, seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya prilaku moral juga dipengaruhi oleh faktor
situasional. Rambo (1995) menganggap penting faktor konteks dalam proses
perubahan keyakinan spiritual seseorang menurutnya, yang dimaksud
dengan kinteks adalah lingkungan sosial, kultural, keagamaan, dan personal
baik yang bersifat mikro maupun makro. Konteks yang berbeda beda
tentunya akan menstimulasi prilaku moral yang berbeda. Budaya timur
misalnya, yang lebih menekankan nilai-nilaike patuhan, loyalitas,
kerjasama, ataupun kesucian untuk menst imulasi prilaku yang berbeda
dengan budaya barat yang lebih menekankan individualisme, kebebasan
berekspresi, dan sekularisme.
f. Fungsi dan pendidikan moral
Pendidikan karakter dalam setting sekolah mempunyai tujuan. Tujuan
pendidkan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nila-
nilai tertentu sehingga terwujud dalam prilaku anak, baik ketika proses sekolah
maupun setelah proses sekolah/ setelah dari lulus sekolah dari sekolah.
29
Penulis memperinci bahwa pendidikan karakter memiliki fungsi untuk
mengembangkan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut diurai dari fungsi pendidikan
karakter : (1) mengembangkan potensi dasar agar baik hati, berpikiran baik,
dan berprilaku baik. (2) memperkuat dan membangun prilaku bangsa yang
multi kultural. (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam
pergaulun dunia. (4) pendidkan karakter dilakukan berbagai media yang
mencakup keluarga, satuan pendidkan, masyarakat sipil, masyarakat politik,
pemerintahan, dunia usaha dan media.
Penguatan pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan dalam
setting sekolah bukanlah sekedar suatu dogmatisasi nilai kepada peserta didik,
tetapi sebuah proses yang membawa peserta didik untuk memahami dan
merefleksikan bagaimana suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam
prilaku keseharian manusia, termasuk bagi anak. Pengetahuan juga
mengarahkan proses pendidkan pada proses pembiasaan yang disertai logika
dan refleksi terhadap proses dan dampak proses pembiasaan yang dilakukan
oleh sekolah baik dalam setting kelas maupun sekolah. Penguatanpun memiliki
makna adanya hubungan antara penguatan prilaku melalui pembiasaan
disekolah dengan pembiasaan dirumah. Berdasarkan kerangka hasil atau output
pendidkan moral setting sekolah pada setiap jenjang, maka lulusan sekolah
akan memiliki sejumlah prilaku khas bagaimana nilai yang dijadikan rujukan
oleh sekolah tersebut. Lalu bagaimana enggan prestasi akademik peserta didik
? apakah prestasi akademik mereka juga menjadi tujuan yang harus dicapai
oleh anak atau tidak? asumsi yang terkandung dalam tujuan pendidikan moral
yang pertama ini adalah bahwa penguasaan akademik diposisikan sebagai
media atau saran untuk mencapai tujuan penguatan dan pengembangan moral.
Atau dengan kata lain sebagai tujuan perantara untuk terwujudnya pendidkan
harus dilakukan secara konstektual (Kesuma dkk, 2012:9).
Tujuan kedua pendidkan karakter adalah mengoreksi prilaku peserta
didik yang tidak bersesuaian dengan nila-nila yang dikembangkan oleh
sekolah. Tujuan ini memiliki bahwa pendidkan moral memiliki sasaran untuk
30
meluruskan berbagai prilaku anak yang negatif menjadi positif. Proses
pelurusan yang dimakna sebagai pengoreksian prilaku dipahami sebagai proses
yang pedagogis, bukan suatu pemaksaan atau pengkondisian yang tidak
mendidk. Proses pedagogis dalam mengoreksi prilaku negatif diaahkan pada
pola fikir anak, kemudia dibarengi dengan keteladanan lingkungan sekolah dan
rumah, dan proses pembiasaan berdasarkan tingkat dan jenjang sekolahnya
(Kusuma dkk, 2012:10).
Tujuan ketiga dalam pendidikan karakter setting sekolah adalah
pengembangunan kosenkuesi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat
dalam merencanakan tanggung jawab pendidikan moral di sekolah harus
dihubungkan dengan proses pendidkan dikeluarga. Jika saja pendidkan
karakter di sekolah hanya bertumpu pada interaksi antara peserta didik dengan
guru di kelas dan di sekolah, maka pencapaian berbagai moral yang diharapkan
akan sangat sulit diwujudkan. Karena penguatan prilaku merupakan suatu hal
yang menyuluruh bukan suatu cuplikan dari rentangan waktu yang dimiliki
oleh anak. Dala setiap menit dan detik interaksi anak dengan lingkunganya
dapat dipastikan akan terjadi proses mempengaruhi prilaku anak (Kesuma dkk,
2012:10-11).
Berdasarkan teori-teori di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa
cara yang digunakan sebaiknya praktis sehingga dapat mudah di terapkan oleh
peserta didik. Kita bisa memanfaatkan kegiatan belajar mengajar baik di dalam
maupun di luar kelas. Serta bisa memanfaatkan kegiatan rumah atau di
lingkungan. Ada banyak kegiatan yang bisa dijadikan sebagai kesempatan
memperkuat pendidikan moral. Percuma menemukan cara praktis untuk
mentransferkan moral baik kepada anak apabila tidak diterapkan. Hasil yang
ingin kita capai tidak datang hanya dengan satu atau dua kali penerapan
melainkan lebih banyak dari yang kita perkirakan. Pendidikan moral
memerlukan konsistensi sebab di dalam konsistensi dan intensitas agar dapat
terlihat hasil yang diharapkan. Dan sesuatu yang dilakukan berkali-kali akan
membuahkan hasil. Sasaran dari pendidikan moral ialah anak-anak
menunjukan moral yang baik dalam sikap dan prilaku keseharian mereka.
31
Tujuan ini bisa tercapai setiapkali menunjukan moral baik dalam cara hidup
kita mengajak anak-anak untuk melakukan hal yang sama.
g. Macam-Macam Moral
Moral adalah ukuran baik-buruknya seseorang yang dapat orang lain
lihat dari luar. Moral bisa juga dikatakan sebuah hasil yang di ciptakan
seseorang melalui unsur-unsur yang mempengaruhinya. Berbicara tentang
moral, moral dapat kita bagi kedalam 2 macam yaitu ada moral yang baik dan
ada juga moral yang tidak baik adapun contoh moral yang baik dan yang tidak
baik sebagai berikut :
1. Contoh moral yang baik
a) Bertutur sapa yang baik pada oranglain
b) Selalu jujur
c) Mentaati peraturan yang ada
d) Selalu menghormati yang lebih tua
2. Contoh moral yang tidak baik :
a) Jika berkata kurang sopan
b) Selalu melanggar peraturan
c) Selalu berbohong
d) Tidak pernah menghargai sesseorang yang lebih tua
Berdasarkan uraian diatas adalah sebagian contoh dari beberapa
kejadian-kejadian yang sering terjadi dikalangan siswa pada saat di sekolah.
Moral sendiri terbentuk tergantung siswa itu sendiri yang dapat memilah
milahnya. Guru dan karyawan seolah hanya sebuah perantara untuk
membimbing dan mengarahkan namun hasilnya tergantung siswa ingin
mempunyai moral yang lebih baik atau tidak baik.
3. Teori Implikasi Nilai-Nilai Budaya Terahadp Moralitas Siswa
Nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk sesuatu,
moral merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari,
sedangkan sikap merupakan predikposisi atau kecenderungan individu untuk
merespon terhadap suatu objek atau sekumpulan objek bebagai perwujudan
dari sistem nilai dan moral yang ada di dalam dirinya. Sistem nilai
32
mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya
akan menentukan sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral
tersebut. Dengan sistem nilai yan dimiliki individu akan menentukan perilaku
mana yang harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam
sikap dan perilaku nyata sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang
mendasarinya (Muhamad Ali dkk, 2015:11).
Bagi Sigmund Freud dalam buku Panut (1999:22) yang telah
menjelaskan melalui teori Psikoanalisisnya, antara nilai, moral, dan sikap
adalah satu kesatuan dan tidak dibeda-bedakan. Dalam konsep Sigmund Freud,
struktur kepribadian manusia itu terdiri dari tiga, yaitu:
1. Id atau Das Es
2. Ego atau Das Ich
3. Super Ego atau Da Uber Ich.
Id atau Das Es berisi dorongan naluriah, tidak rasional, tidak logis, tak
sadar, amoral, dan bersifat memenuhi dorongan kesenangan yang diarahkan
untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan dan menghindari kesakitan.
Ego atau Das Ich merupakan eksekutif dari kepribadian yang
memerintah, mengendalikan dan mengatur kepribadian individu. Tugs utama
Ego adalah mengantar dorongan-dorongan naluriah dengan kenyataan yang ada
di dunia sekitar. Superego adalah sumber moral dalam kepribadian.
Super ego atau Da Uber Ich adalah kode moral individu yang tugas
utamanya adalah mempertimbangkan apakah suatu tindakan baik atau buruk,
benar atau salah. Superego memprestasikan hal-hal yang ideal bukan hal-hal
yang riil, serta mendorong ke arah kesempurnaan bukan ke arah kesenangan
Dalam konteksnya hubungan antara nilai, moral, dan sikap adalah jika
ketiganya sudah menyatu dalam superego dan seseorang yang telah mampu
mengembangkan superegonya dengan baik, sikapnya akan cenderung
didasarkan atas nilai-nilai luhur dan aturan moral tertentu sehingga akan
terwujud dalam perilaku yang bermoral. Ini dapat terjadi karena superego yang
sudah berkembang dengan baik dapat mengontrol dorongan-dorongan naluriah
dari id yang bertujuan untuk memenuhi kesenangan dan kepuasan.
33
Berkembangnya superego dengan baik, juga akan mendorong berkembang
kekuatan ego untuk mengatur dinamika kepribadian antara id dan superego,
sehingga perbuatannya selaras dengan kenyataannya di dunia sekelilingnya.
B. Kajian Penelitian Yang Relevan
Untuk mengkaji penelitian yang relevan, penulis mengkaji beberapa
contoh penelitian diantaranya :
1. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Riski Azan (2013) tentang “
upaya penguatan karakter melalui internalisasi nilai-nilai kearifan lokal pada
pembelajaran sejarah di SMAN 1 Kendal ajar (2012/2013)” menyatakan
bahwa : Hasil penelitian tersebut mengalami perubahan yang menunjukan
bahwa nilai-nilai karakter yang dikembangkan di SMAN 1 Kendal sudah
cukup baik, karena nilai-nilai yang ditanamkan tersebut sesuai dengan hasil
kajian empirik dari pusat kurikulum. Setelah nilai nilai tersebut dengan baik
melalui berbagai kegiatan dan pembiasaan di sekolah seperti adnya kantin
kejujuran, foto-foto pahlawan dan saran yang menunjang lainya. Internalisasi
nilai-nilai kearifan lokal pada pembelajaran sejarah di kelas X1 dilakukan oleh
guru sejarah melalui metode ceramah, penguatan nilau karakter melalui nilai
kearifan lokal yang di internalisasikan dalam pembelajaran sejarah berupa
petuah-petuah dan kearifan tokoh kepahlawanan diantaranya walisanaga, sultan
agung, dan petuah-petuah yang berbunyi ajadumeh, mulatsarira
hangsarawani, dina anaupa, oraobahoramamah.
Hal ini sesuai dengan konsep pendidikan karakter adat dan budaya
jawa. Tujuan penelitian tersebut yakni untuk menghasilkan nilai karakter dalam
kearifan lokal. Adapun perbedaan dilaksanakan peneliti dengan penelitian yang
relevan tersebut yakni terletak pada internalisasi nilai kearifan lokal dengan
pengaruh nilai budaya.
2. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Tri Maryanti (2015) yang berjudul
“ penenaman nilai-nilai keutamaan moral pada remaja dalam keluarga TNI-Ad
Asrama Depok Pendidikan ( Dodik) scata rindam IV/Dipenogoro Kecamatan
Gombong Kabupaten Kebumen” hasil penelitian menunjukan bahwa
penanaman nilai-nilai keutamaan moral oleh orang tua kepada remaja telah
34
dilakukan secara komprehensip melalui metode pendekatan pendidikan moral
mencangkup dimensi normatif, dimensi sosial dan dimensi spiritual dalam
bentuk komunikasi langsung berupa sharing serta pemberian nasihat dan
komunikasi tidak langsung dalam bentuk pemberian teladan dan bermain peran
(simulasi). Hambatan dalam penenaman nilai-nilai keutamaan moral pada
remaja utamanya dikarenakan ego dari remaja itu sendirim sedangkan pola
asuh lingkungan, tempat tinggal dan berkembang ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak menjadi hambatan.
Bentuk internalisasi nilai-nilai keutamaan moral oleh remaja telah
dilakukan dengan cukup baik sesuai dengan nilai-nilai keutamaan moral yang
berdasar terutama kedisiplinan dalam hal menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaan, kesediaan remaja untuk bertanggung jawab, dan
kemandirian moral remaja dalam memandang fenomena yang ada dengan
memuculkan pandangan moralnya sendiri. Tujuan penelitian tersebut yakni
untuk menanamkan moral pada remaja dalam keluarga.
Adapun perbedaan dilaksanakan penelitian dengan penelitian yang
relevan tersebut terletak pada penanaman nilai keutamaan moral remaja dalam
keluarga dengan moralitas siswa dalam sekolah.
3. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Roroh Rokayah (2014) tentang “
pengaruh pendidikan karakter terhadap pembentukan perilaku sosial siswa di
SMK Swadaya PUI Kuningan Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan” hasil
penelitian menyatakan : banyak budaya asing yang masuk membuat banyak
generasi muda yang melupakan budaya lokal karena besarnya pengaruh budaya
asing yang telah masuk ke Indonesia. Terutama dikota kota besar di Indonesia
bisa kita lihat dari segi pergaulan, penampilan, cara bicara dan masih banyak
lagi yang belum kita ketahui. Disamping itu generasi muda harus mampu
tanggung jawab dan peran yang besar dalam menjaga dan melestarikan budaya
di indonesia agar norma-norma kesopanan tumbuh dalam diri generasi muda
dan dapat mengahumkan nama indonesia di mata dunia. Berdasarkan
permasalahan yang diketahui bahwa siswa yang berkarakter beragama dimana
siswa dapat menghargai perbeedaan agama maupun tempat ibadahnya. Selain
35
itu, siswa dapat mengahrgai orang lain dan yang lebih tua akan tetapi di sisilain
masih banyak siswa yang belum mempunyai karakter tersebut. hasil penelitian
tersebut mengalami perubahan yang menunjukan bahwa nilai-nilai karakter
yang dikembangkan di SMAN 1 menyatakan : hasil penelitian tersebut
mengalami perubahan yang menunjukan bahwa budaya haul berpengaruh
terhadap karakter siswa hal ini ditunjukan dengan kebiasaan siswa dala
membaca al-Qur’an mengikuti acara tahlilan sambil membaca doa-doa.
Adapun perbedaan dilaksanakan penelitian dengan penelitian yang
relevan tersebut terletak pada pengaruh budaya haul terhadap karakter dengan
implikasi bnilai-nilai budaya terhadap moralitas siswa.
C. Kerangka Fikir
Nilai merupakan tatanan tertentu atau kriteria didalam diri individu
yang dijadikan dasar untuk mengevaluasi suatu sistem. Atau penilaian individu
terhadap suatu objyek atau sekumpulan objek yang lebih berdasarkan pada sistem
nilai tertentu (Muhammad Ali dkk, 2004:144).
Nilai erat hubunganya dengan manusia, baik dalam bidang etika yang
mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari, maupun bidang
estetika yang berhubungan dengan persoalan keindahan. Oleh karena itu nilai
berhubungan dengan sikap seseorang sebagai warga masyarakat, warga suatu
bangsa, sebagai pemeluk suatu agama dan sebagai warga dunia (Arifi
Hakim.M,2001:22-23 ).
Budaya adalah hasil, cipta, karya dan rasa manusia. Yang semuanya itu
hanya dimiliki oleh manusia, seiring berjalanya sejarah, manusia ada sebuah
stratifikasi budaya baik agama, nasional, regional. Yang seluruhnya itu memiliki
perbedaan dan mempunyai sifat khasnya masing-masing. Atau sebuah konsep,
keyakinan, nilai dan norma yang dianut masyarakat yang memengaruhi perilaku
mereka dalam upaya menjawab tantangan yang berasal dari alam sekeliling (
Rusmin Tumanggor dkk, 2010:20 ).
Budaya sekolah adalah segala bentuk tatacara atau sebuah budaya yang
berkembang di sekolah dan patut untuk di patuhi serta ditaati biasanya budaya
sekola berisi tentang falsafah hidup dan bersifat kebaikan yang nantinya akan
36
membuat siswa tidak terjerumus ke hal negatif. Moral merupakan kaidah norma
dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam kehidupanya dengan
kelompok sosial dan masyarakat, moral merupakan standar baik-buruk yang
ditentukan bagi individu sebagai anggota sosial (Nur Elbrahi, 2012:70).
Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang
menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar, dalam proses belajar
mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita memiliki tujuan dan
kemudian ingin mencapainya secara optimal.
Peneliti merencanakan adanya tindakan pengaruh nilai-nilai budaya
terhadap moralitas siswa di SMP Islam Terpadu Nuurusshiddiq kecamatan
kejaksan kota cirebon agar moral siswa dapat terarah dengan adanya nilai-nilai
budaya yang di kembangnkan di sekolah, kerangka pemikiran tersebut dapat
peneliti gambarkan sebagai berikut :
37
Gambar 2.2
Kerangka Berfikir
NILAI-NILAI BUDAYA
SEKOLAH
Peraturan
Sekolah
Moral yang baik :
1. Mematuhi peraturan
sekolah.
2. sopan dan santun terhadap
guru.
3. berturtur kata yang baik
dll.
Moral yang kurang baik :
1. Tidak mematuhi tata
tertib sekolah.
2. tidak memiliki sopan dan
santun terhadap guru.
3. Dalam bertutur kurang
baik sehingga
mengeluarkan bahasa
kasar
Peraturan Sekolah
Tujuan Penanaman nilai Budaya :
1. Menjadi warga negara yang
baik
2. Mengitu budaya yang ada
3. Komitmen terhadap nilai
budaya
4. Dapat berkomunikasi dan
bekerja sama
Nilai – nilai budaya yang
ditanamkan kepada siswa :
1. Toleransi
2. Disiplin
3. religius
Moralitas siswa
38
Nilai nilai budaya yang di tanamkan di SMP IT, dalam hal ini dalam
peraturan. Nilai-nilai tersebut berupa toleransi dan disiplin terhadap keragaman
yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Siswa nantinya juga diharapkan
menjadi generasi yang menjujung tinggi moralitas, kedisiplinan dan rasa
toleransi dalam berprilaku sehari-hari. Melalui penanaman nilai-nilai budaya
tersebut, maka nantinya akan terbentuk suatu moral yang di harapkan.
Mengenai sikap pesertadidik yang sesuai dengan nilai-nilai budaya
yanga terdapat dalam sekolah yang harus dipatuhi dan ditaati oleh siswa,
sedangkan nilai nilai budaya itu sendiri adalah sebuah acuan atau batasan
terhadap moral siswa disekolah yang kita tahu sekarang sudah banyak siswa
yang mengalami degradasi moral.
Sikap bentuk berbagai faktor yang mempengaruhinya. Antara
lain:pengalaman pribadi, kebudayaan. Orang llain dianggap penting, media
massa, instutusi atau lembaga pendidikan, serta faktor emosi dalam diri
individu. Kesemua faktor andilnya masing-masing dalam membentuk moral
seseorang, yang membedakan hanya prosentase dari masing-masing faktor
tersebut mempengaruhi moral seseorang. Terutama pendidikan tetanamnya
nilai-nilai budaya agar mampu hidup dengan menjadi manusia yang bermoral
dalam suatu ruang lingkup pendidkan tidak hanya memprioritaskan kearah
kognitif saja akan tetapi nilai-nilai toleransi dan disiplin dapat tertanam dalam
jiwa anak didik yang akan menumbuhkan sikap awal yang positif pada diri
sendiri siswa hingga terjalin harmonis.