12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Kedaulatan Rakyat
1. Pengertian Kedaulatan Rakyat
Sebelum membahas pengertian atau batasan konsep kedaulatan rakyat
perlu dipaparkan terlebih dahulu pengertian kedaulatan baik dalam kamus
maupun menurut pendapat ahli. Secara etimologi kedaulatan yang dalam
bahasa Inggris disebut souvereignty berasal dari kata Latin superanus yang
berarti teratas.9 Sejalan dengan itu C.F. Strong menyatakan bahwa
kedaulatan berarti superioritas yang dalam konteks kenegaraan
mengisyaratkan adanya kekuasaan untuk membuat hukum.10 Lebih lanjut,
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi
atas pemerintahan negara, daerah, dan sebagainya.11 Sementara itu menurut
kamus filsafat karya Simon Blackburn kedaulatan (souvereignty) adalah
otoritas tertinggi yang tidak tunduk pada otoritas lainya.12 Uraian diatas
menjelaskan bahwa kedaulatan merupakan salah satu bentuk dari kekuasaan,
dalam hal ini kekuasaan tertinggi.
Kedaulatan sebagai bentuk kekuasaan tertinggi mempunyai beberapa
segi yakni :13 Kedaulatan dari segi internal dan eksternal dan Kedaulatan dari
9 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes. 2002. Pengantar Hukum Internasional.
Bandung. Alumni. Hal. 16. 10 C. F. Strong. 2011. Konstitusi-konstitusi Politik Modern. Bandung. Nusa Media. Hal. 8. 11 Kamus Besar Bahasa Indonesia. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kedaulatan. diakses
tanggal 27 Januari 2018. 12 Simon Blackburn. 2013. Kamus Filsafat. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal. 822. 13 Hotma P. Sibuea. 2014. Ilmu Negara. Erlangga. Jakarta. Hal. 213-214.
13
segi hukum dan politik. Kedaulatan dari segi internal dan eksternal
merupakan bentuk kedaulatan negara, atau pemerintah secara ke-dalam atau
ke-luar. Kedaulatan internal merupakan kekuasaan pemerintah atau negara
atas individu-individu (rakyat) yang berada dalam teritorinya. Perlu dicatat,
bahwa daya berlaku dari kedaulatan internal ini hanya dalam batas-batas
yuridiksinya. Sedangkan kedaulatan eksternal dimaksudkan sebagai
kekuasaan negara untuk memenentukan sikap dan nasibnya secara bebas dan
mandiri tanpa intervensi dari negara lain. Jadi kedaulatan secara eksternal
berkaitan erat dengan kondisi pergaulan suatu negara dengan negara lainya,
lebih khusus terkait dengan pengakuan negara lain sebagai negara yang
merdeka. Kemudian yang dimaksud dengan kedaulatan dari segi kedaulatan
hukum yakni adanya suatu kekuasaan pihak tertentu untuk menentukan dan
menuntut pemenuhan atas hukum yang diberlakukanya terhadap individu-
individu yang berada dalam yuridiksinya. Dalam kehidupan bernegara
kedaulatan hukum diemban oleh pemerintah yang lebih lanjut dijalankan
alat-alat kelengkapanya seperti lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif
serta organ-organ penunjang lainya. Kemudian kedaulatan dari segi
kedaulatan politik yakni menyangkut kekuasaan rakyat untuk terlibat dalam
penentuan kebijakan-kebijakan politik dalam penyelenggaraan kehidupan
bernegara. Contoh perwujudan dari kedaulatan politik adalah pemilihan
umum yang dimana keseluruhan rakyat14 terlibat untuk menentukan pejabat-
14 Dengan syarat-syarat tertentu, misalnya usia.
14
pejabat politik. Kedaulatan dari segi politik ini yang akan dibicarakan lebih
lanjut, dalam bahasan berikut ini.
Kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi – khususnya kekuasaan negara
– maka perlu dikaji dari mana kekuasaan tertinggi itu berasal. Atau dengan
kata lain dari mana sumber legitimasi kekuasaan pemerintah yang eksis saat
ini. Sebab tanpa dapat menjelaskan hal ini, akan timbul pemahaman bahwa
kekuasaan negara hanya karena adanya kelengkapan negara yang dapat
memberikan daya paksa terhadap rakyat. Jika demikian halnya, kekuasaan
negara tidak berbeda dengan kekuasaan sekelompok penyamun yang
menyandera para korbanya15. Untuk menjelaskan dengan hal ini, para ahli
mengajukan tesis mengenai sumber legitimasi tersebut. Penjelasan tersebut
dikenal dengan istilah doktrin, ajaran atau teori kedaulatan. Dalam lintasan
sejarah, terdapat berbagai macam ajaran kedaulatan yang dikenal luas yakni
:16 ajaran kedaulatan Tuhan, ajaran kedaulatan raja, ajaran kedaulatan negara,
ajaran kedaulatan hukum dan ajaran kedaulatan rakyat. Namun lima ajaran
diatas sesungguhnya merupakan pengembangan dari tiga doktrin utama
yakni : ajaran kedaulatan tuhan, ajaran kedaulatan Raja, ajaran kedaulatan
Rakyat. Ajaran kedaulatan Tuhan menganggap bahwa pemilik kedaulatan
yang sesungguhnya adalah Tuhan dan manusia yang berkuasa sebagai
pemimpin di suatu negara hanyalah wakilnya yang telah dikehendaki untuk
mempin. Doktrin kedaulatan Tuhan berkaitan erat dengan alam pemikiran
15 Budiono Kusumohamidjojo. Filsafat Politik. 2015. Jalasutra. Yogyakarta. Hal. 126-129. 16 Hotma P. Sibuea. Op. Cit. Hal. 213-214.
15
teologis yang mana Tuhan dianggap sebagai prima causa atau penyebab
utama. Kemudian doktrin kedaulatan raja yang mengangap raja sebagai
wakil Tuhan, atau titisan dewa17 yang bertugas untuk mengurus segala hal
menyangkut kehidupan duniawai. Jadi legitimasi dari kekuasaan raja atau
kaisar adalah karena mereka merupakan wakil Tuhan atau titisan dewa.
Sehingga memiliki keistimewaan tertentu yang tidak dimilki oleh manusia
lain (semacam ada keunikan). Lalu, menyangkut ajaran kedaulatan rakyat
yang menganggap bahwa kehendak rakyat adalah satu-satunya sumber
kekuasaan bagi pemerintah. Maka dari itu legitimasi kekuasaan pemerintah
adalah berasal dari rakyat. Sehingga segala aspek penyelenggaraan
pemerintahan seyogyanya melibatkan rakyat atau setidak-tidaknya tidak
menciderai kepentingan dan nurani rakyat. Apabila ditilik lebih dalam lagi,
sesungguhnya konsep kedaulatan rakyat berhubungan erat dengan doktrin
kontrak sosial Thomas Hobbess, Jeans Jacoub Resseau, dan John Locke.
Secara gradual doktrin kontrak sosial menganggap bahwa antara rakyat dan
penguasa telah terjadi kontrak baik secara terang-terangan atau secara diam-
diam. Kontrak tersebut berupa pengakuan mengenai siapa yang diberi hak
untuk memerintah siapa dan siapa yang mempunyai kewajiban diperintah
oleh siapa.18 Lebih lanjut, konsekuensi dari doktrin kedaulatan ini ialah
bahwa rakyat mempunyai peran sentral dalam penyelenggaraan kehidupan
bernegara. Hal senada seperti jargon milik Abraham Lincoln “dari, oleh dan
17 Seperti di Jepang yang menganggap bahwa Kaisar merupakan keturunan dari Dewi
Ameterasu (Dewi Matahari) 18 Abu Daud Busroh. 2011. Ilmu Negara. Bumi Aksara. Jakarta. Hal. 72-74.
16
untuk rakyat”. Untuk itu, semua aspek penyelenggaraan negara harus melalui
persetujuan rakyat atau setidak-tidaknya oleh lembaga yang mewakili rakyat.
Sehingga dasar pembenar atau penghahalan kekuasaan pemerintah adalah
kehendak dan persetujuan rakyat.
Berdasarkan uraian diatas yang dimaksud dengan kedaulatan rakyat
adalah penempatan rakyat sebagai pemilik kekuasaan tertinggi dalam suatu
negara, yang mana menjadi sumber legitimasi atau pembenar kekuasaan
pemerintah dan penyelenggaraan dalam suatu negara.
2. Kedaulatan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Sistem hukum merupakan kesatuan perangkat-perangkat hukum yang
bekerja secara sinergis dan koheren.19 Indonesia sebagai negara yang
berdasarkan atas hukum, tentu menyelenggarkan pemerintahanya melalui
suatu sistem hukum. Sistem hukum Indonesia dimulai dari Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum tertinggi dan
dijabarkan atau rigidkan oleh peraturan perundang-undangan dibawahnya
tanpa boleh bertentangan dengan hukum pokoknya. Dalam Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 frasa “kedaulatan rakyat”
dicantumkan pada Pembukaan alinea ke-IV20.
19 Satjipto Rahardjo. 2012. Ilmu Hukum. Bandung. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Hal. 48-
50. 20 Bunyi Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea
ke-IV yakni …maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang
Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa…
17
a. Kedaulatan Rakyat Sebelum Perubahan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kedaulatan rakyat dalam Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan diatur pada Pasal 1 ayat (2).
Pasal tersebut menyatakan bahwa Kedaulatan adalah di tangan rakyat,
dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Dalam penjelasanya21 disebutkan bahwa :
Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu Badan, bernama “Majelis
Permusyawaratan Rakyat” sebagai penjelmaan seluruh rakyat
Indonesia. Majelis ini menetapkan Undang-undang Dasar dan
menetapkan garis-garis besar haluan negara. Majelis ini mengangkat
Kepala Negara (presiden) dan Wakil Kepala Negara (wakil
presiden).
Majelis inilah yang memegang kekuasaan Negara yang tertinggi,
sedang presiden harus menjalankan haluan Negara menurut garis-
garis besar yang telah ditetapkan Majelis.
Pengaturan kedaulatan rakyat pada ketentuan tersebut.
Menempatkan kedaulatan berada di tangan rakyat namun pelaksanaan
diserahkan sepenuhnya kepada Majelis Permusywaratan Rakyat. Maka
dengan demikian sesungguhnya kedaulatan tertinggi berada di tangan
Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai penjelmaan seluruh rakyat
Indonesia. Dengan argumen yang demikian menjadikan Majelis
Permusywaratan Rakyat sebagai lembaga tertinggi negara.
Konsekuensinya ialah adanya kewenangan Majaleis Permusyawaratan
Rakyat untuk mengangkat Presiden dan Wakil Presiden serta
21 Sekedar catatan bahwa Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebelum perubahan memiliki penjelasan, kalau sekarang sudah tidak ada.
18
menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan dapat
meminta pertanggungjawaban Presiden.
Secara doktrinal, sistem ketetanegaraan Indonesia sebelum
amandemen—khususnya terkait dengan kedaulatan—menganut sistem
distribution of power. Artinya terdapat distribusi kekuasaan lembaga-
lembaga negara yakni dari lembaga tertinggi negara kepada lembaga
tinggi negara. Distribusi kewenangan tersebut yakni dari Majelis
Permusywaratan Rakyat selaku lembaga tertinggi negara kepada
lembaga-lembaga tinggi negara.
b. Kedaulatan Rakyat Sesudah Perubahan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Beda halnya dengan kedaulatan rakyat pada Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan.
Sesudah perubahan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Kedaulatan berada
di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Rumusan tersebut apabila ditafsirkan secara gramatikal mengandung
makna bahwa kekuasaan tertinggi dipegang atau berada pada kehendak
rakyat. Namun penyelenggaraan kekuasaan tersebut didasarkan pada
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini
dapat dimengerti, sebab apabila kekuasaan rakyat dijalankan tanpa
19
didasarkan pada atauran main tertentu akan mengakibatkan suatu kondisi
anarkis atau chaos dan bubarlah Indonesia.
Pelaksanaan kedaulatan menurut Undang-undang Dasar tersebut,
ditindaklanjuti oleh peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Peraturan perundang-undangan yang mengakomodir pengaturan terkait
dengan kedaulatan rakyat ialah undang-undang menyangkut Pemilihan
Umum maupun Pemilihan Umum Kepala Daerah beserta peraturan-
peraturan senada lainya.
3. Teori Perwakilan
Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa dalam bentuknya yang
paling kuno demokrasi dipraktikan di Athena secara langsung. Rakyat
(kecuali perempuan dan budak) terlibat secara langsung dalam pengambilan
kebijakan negara. Namun dalam perkembangannya asas demokrasi seperti
itu tidak memungkinkan lagi seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk, luas wilayah, dan kompleksitas urusan kenegaraan. Maka, praktik
demokrasi langsung bergeser menjadi demokrasi perwakilan. Mula-mula
demokrasi perwakilan atau sistem perwakilan digunakan pada Abad
Pertengahan (+1500-1700 M) di Perancis. Saat itu para tuan tanah (Land
Lord) yang dianggap menguasai tanah sekaligus orang-orang yang berdiam
di dalamnya dijadikan sebagai penasehat Raja bersama dengan para pendeta.
Tuan Tanah dan Pendeta tersebut tergabung dalam badan curiaregis yang
kemudian menjadi House of Lord. Dalam perkembangan berikutnya, muncul
pula perwakilan yang bukan dari golongan bangsawan. Golongan ini berasal
20
dari kelas menengah atau rakyat kebanyakan yang dipercaya oleh
sekelompok masyrakat untuk memperjuangkan kepentinganya. Golongan ini
kemudian menjadi badan yang sekarang dikenal dengan sebutan House Of
Commons.22 23
Perkembangan praktik demokrasi tersebut, kemudian memunculkan
dokrin-doktrin baru mengenai demokrasi. Sekarang secara umum dikenal
ada istilah Demokrasi Langsung (dirrect democracy) dan Demokrasi Tidak
Langsung (indirect democracy). Demokrasi tidak langsung atau demokrasi
perwakilan dalam praktiknya mempunyai aneka macam model. Model-
model perwakilan itu ada terdiri atas perwakilan teritorial, perwakilan
fungsional dan perwakilan politik. Perwakilan teritorial merupakan model
perwakilan yang digunakan untuk mewakili kepentingan teritori atau daerah-
daerah tertentu. Jadi masing-masing daerah di sutau negara akan diwakili
oleh seseorang atau beberapa orang yang akan memeperjuangkan
kepentingan daerahnya. Kemudian perwakilan fungsional merupakan bentuk
perwakilan yang didasarkan atas fungsi-fungsi tertentu dari golongan
masyarakat. Fungsi yang dimaksud seperti jabatan, keahlian, atau
kedudukanya. Kemudian perwakilan politik ialah perwakilan yang berasal
partai politik tertentu yang diutus mewakili partainya di lembaga perwakilan.
Di Indonesia sendiri, ketiga model perwakilan tersebut pernah dan/atau
masih diterapkan. Untuk perwakilan teritorial dikenal dengan nama Dewan
22 Hotma P. Sibuea. Op. Cit. Hal. 294-295. 23 Abu Daud Busroh. Op.Cit. Hal.143-144.
21
Perwakilan Daerah, untuk perwakilan politik dikenal dengan nama Dewan
Perwakilan Rakyat, sedangkan perwakilan fungsional dikenal dengan istilah
utusan golongan24. Pasca amandemen Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 utusan golongan sekarang sudah tidak
digunakan lagi.
Terkait dengan masalah perwakilan selain masalah model-model
perwakilan juga terdapat masalah mengenai hubungan antara si wakil dengan
konstituenya. Mengenai hubungan itu terdapat beberapa pandangan. Tapi
sebelumnya bolehlah saya bercerita, bahwa pada zaman dulu di Spanyol pada
masa abad pertengahan sebelum si wakil menghidiri rapat parlemen, kota
atau wilayah yang diwakilinya akan memberi paduan rinci mengenai apa
yang harus yang harus disampaikan dan dibela dalam rapat parlemen. Si
wakil juga diharuskan untuk mengangkat sumpah dan membuat perjanjian
agar si wakil tidak menyimpang atau melangkahi mandat yang telah
diberikan. Praktik semacam ini kemudian dikenal dengan sebutan mandat
imperatif. Jadi si wakil secara murni hanya bertugas untuk menyampaikan
kehendak para konstituenya terlepas dari keyakinan nuraninya. Kemudian
praktik mandat imperatif semacam ini bergeser menjadi model perwalian
karena dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan demokrasi. Pada
model perwalian si wakil yang terpilih tidak lagi dianggap sebagai
mandataris, tapi sebagai orang yang dipercaya untuk memperjuangkan
24 Jimly Asshiddiqie. 2013. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Rajawali Grafindo. Jakarta.
Hal. 305-306.
22
kepentingan konstituennya menurut nurani dan pikiranya. Jadi si wakil
dianggap sebagai wali dari para konstituenya yang mengerti dan mengetahui
kepentingan kepentingan terbaik para konstituen dan membela kepentingan
itu dengan caranya sendiri.25
Mengenai hubungan antara si wakil dan konstituenya terdapat pula
pandangan para ahli. Salah satunya pendapat Gilbert Abcarian yang
menyatakan ada empat tipe mengenai hubungan si wakil dengan yang
diwakilinya yakni 26:
a. Si wakil bertindak sebagai “wali” (trustee)
Di sini si wakil bebas bertindak sebagai atau mengambil keputusan
menurut pertimbanganya sendiri tanpa perlu berkonsultasi dengan yang
diwakilinya
b. Si wakil bertindak sebagai “utusan” (delegate)
Di sini si wakil bertindak sebagai utusan atau duta dari yang diwakilinya,
si wakil selalu mengikuti instruksi dan petunjuk dari yang diwakilinya.
c. Si wakil bertindak sebagai “politico”
Di sini si wakil kadang-kadang bertindak sebagai wali (trustee) dan ada
kalanya sebagai utusan (delegate). Tindakanya tergantung materi yang
dibahas.
d. Si wakil bertindak sebagai “partisan”
Di sini si wakil bertindak sesuai dengan keinginan atau program dari
partai (organisasi) si wakil. Setelah si wakil dipilih oleh pemilihnya maka
lepaslah hubunganya dengan pemilihnya, dan mulailah hubunganya
dengan partai (organisasi) yang mencalonkanya tersebut.
B. Konsep Partai Politik
1. Pengertian Partai Politik
Kata partai politik tidak asing tidak asing lagi ditelinga kita. Dengan
maraknya pemberitaan yang berkaitan dengan situasi politik dalam negeri,
25 Norm Kelly & Sefakor Ashiagbor. 2011. Partai Politik dan Demokrasi Dalam Perspektif
Teoritis dan Praktis. National Democratic Institute. Washington DC. Hal. 7. 26 Abu Daud Busroh. Op.Cit. Hal. 147-148.
23
kata partai politik acapkali terdengar beserta seluk-beluk dan dinamikanya.
Partai politik secara sederhana merupakan sarana partisipasi politik
masyarakat dalam mengelola kehidupan negara. Namun terdapat sekian ahli-
ahli yang memberikan rumusan atau definisi partai politik dengan berbagai
macam perspektifnya. Miriam Budiardjo menyatakan bahwa “partai politik
adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan dari kelompok ini ialah
untuk memperoleh kekuasaan politik dan memperoleh kedudukan politik
secara konstitusional guna menjalankan program-programnya.”27 Carl J.
Friedrich28 sebagaimana dikutip Miriam Budiardjo dalam bukun Dasar-dasar
Ilmu Politik merumuskan bahwa partai “politik ialah sekelompok manusia
yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan
penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan penguasaan
ini, memberikan manfaat idiil dan materil bagi anggota-anggotanya”.
Pendapat Miriam dan Friedrich sama menekankan bahwa partai politik
merupakan kelompok manusia yang bergerak secara terorganisir untuk
mendapatkan dan/atau mempertahankan kekuasaan politik untuk
mewujudkan visi-visinya. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 2
Tahun 2008 Tentang Partai Politik menyatakan bahwa :
27 Miriam Budiardjo. Op.Cit. Hal. 403-404. 28 Ibid. Hal. 404.
24
Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh
sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Definisi partai politik yang ditandasakan dalam Undang-undang Nomor
2 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008
Tentang Partai Politik secara gradual tidak jauh berbeda dengan definisi
partai politik secara teoretis. Bagian-bagian tertentu yang membedakan
terletak pada syarat bahwa partai politik harus turut memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan pada beberapa definisi partai politik diatas, dalam karya
tulis ini penulis menggunakan definisi partai politik sebagaimana yang
terdapat pada Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik
yakni Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk
oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
25
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
2. Peran dan Fungsi Partai Politik
Fungsi partai politik sesungguhnya telah sedikit dipaparkan pada
bagian latar belakang, baik secara doktrinal maupun yuridis. Namun pada
bagian ini akan dibahas secara lebih mendalam, agar terdapat kesatuan
paham. Miriam Budiardjo memaparkan bahwa partai politik mempunyai
fungsi yakni29 :
1. Sebagai Sarana Komunikasi Politik
Pada masyarakat modern, tentu banyak ragam pendapat dan aspirasi
yang berkembang. Pendapat yang beragam tersebut akan hilang bagai
butiran debu terseok angin apabila tidak ditampung dan digabung
dengan pendapat yang senada. Maka diperlukan upaya penggabungan
atas pendapat dan aspirasi tersebut. Proses ini dinamakan
penggabungan kepentingan. Setelah adanya penggabungan atau
agregasi, pendapat dan aspirasi tadi diolah dalam bentuk yang lebih
teratur atau artifisial. Setelah proses tersebut, maka partai politik
merumuskanya menjadi usul kebijakan. Usul kebijakan ini kemudian
dimasukan ke dalam program atau platform partai politik untuk
diperjuangkan atau disampaikan kepada pemerintah melalui parlemen
(DPR dan/atau DPRD-Pen) agar dijadikan kebijakan umum
pemerintah. Demikianlah alur penyampaian pendapat dan aspirasi
kepada pemerintah melalui partai politik.
2. Sebagai Sarana Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan proses yang melaluinya sesorang
memperoleh sikap dan orientasi politik, yang berlangsung ditempat ia
berada. Disisi lain sosialisasi politik bermakna sebagai proses yang
melaluinya masyarakat menyampaikan budaya politik yakni nilai-
nilai, norma-norma dari satu generasi ke generasi berikutnya.
3. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik
Fungsi ini berkaitan erat dengan seleksi kepemimpinan baik untuk
keperluan internal partai politik tersebut atau untuk keperluan
kepemimpinan nasional. Untuk kepentingan internal, partai politik
29 Ibid. Hal. 405-409.
26
memerlukan kader-kader berkualitas demi menjamin perkembangan
partai kedepanya. Selain itu, dengan mempunyai kader-kader
berkualitas partai poltik lebih berpeluang untuk mencalon kader-
kadernya ke bursa kepemimpinan nasional.
4. Sebagai Sarana Pengatur Konflik
Pada setiap komunitas masyarakat pasti terdapat konflik-konflik
kepentingan tertentu, apalagi dilingkungan masyarakat dengan tingkat
heterogenitas yang tinggi. Fungsi partai politik dalam kondisi yang
demikian ialah untuk meminimalisir potensi konfilk tersebut dengan
cara menumbuhkan rasa saling pengertian diantara kader dan
pendukungnya yang bergam.
Pendapat lain diutarakan oleh Micheal G. Roskin, bahwa secara
umum setidak-tidaknya partai politik mempunyai beberapa fungsi yakni :30
1. A bridge between people and government (sebagai jembatan antara
rakyat dan pemerintah)
Partai politik berfungsi sebagai alat dalam hubungan rakyat-
pemerintah, yaitu sebagai mediator antara kebutuhan dan keinginan
(aspirasi) rakyat dan responsivitas pemerintah dalam mendengar
tuntutan rakyat.
2. Aggregation of Interests (Agregasi kepentingan)
Agregasi kepentingan adalah suatu aktivitas yang didalamnya
tuntutan-tuntutan indvidu dan kelompok dikombinasikan menjadi
usulan kebijakan publik yang signifikan.
3. Integrtion into political system (integrasi ke dalam sistem politik)
Fungsi ini dijalankan oleh partai politik dengan jalan
mengintegrasikan/memasukan elemen-elemen masyarakat dengan
berbagai identitas sosial (misal buruh, petani, profesional, dsb) ke
dalam sistem politik untuk menjadi bagian didalamnya dan ikut
berkiprah.
4. Political Socialization (sosialisasi politik)
Fungsi ini berupa pengajaran kepada kader partai politik terkait
tentang bagaimaan bermain politik. Secara praktis, hal itu dapat
dilakukan dengan cara memperkenalkan kandidat atau pejabat terpilih
kepada warga negara. Salah satu tujuan dari aktifitas ini, ialah
membuat anggota-anggota partai politik berpartisipasi dalam
kehidupan politik atau terlibat dalam proses-proses politik.
5. Mobilization of Voters (mobilisasi pemilih)
30 Dalam Deden Faturohman dan Wawan Sobari. 2002. Pengantar Ilmu Politik. Malang.
Penerbit UMM Press. Hal. 275-277.
27
Fungsi ini berkenaan dengan aktifitas partai politik dalam pemilu.
Partai politik berusaha mendapatkan suara dari pendukung-
pendukungnya. Fungsi mobilisasi bukan berarti paksaan, serangkaian
strategi berupa kampanye dari para kandidat dari partai politik terkait.
6. Organization of government (mengorganisasikan pemerintahan)
Partai politik yang memenangkan pemilihan umum, biasanya akan
menjalankan fungsi ini. Mereka berusaha agar tugas-tugas
pemerintahan dan kekuasaan, digunakan untuk mengubah kebijakan
pemerintah agar sesuai dengan cita-cita partai politik.
Secara yuridis fungsi partai politik diatur pada Pasal 11 Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang berbunyi sebagai berikut :
(1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana:
a. pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi
warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat
dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
d. partisipasi politik warga negara Indonesia; dan
e. rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan
keadilan gender.
(2) Fungsi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan
secara konstitusional.
3. Hak dan Kewajiban Partai Politik
Pada bagian terdahulu telah dijabarkan pengertian serta fungsi partai
politik. Sejalan dengan kedudukan dan fungsinya itu, partai politik juga
mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban partai diatur secara
eksplisit dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
jo Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Adapun hak partai politik
28
yang tercantum pada Pasal 12 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik jo Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yakni :
Partai Politik berhak:
a. memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari negara;
b. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri;
c. memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar Partai
Politik sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d. ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan
Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
e. membentuk fraksi di tingkat Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
f. mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
g. mengusulkan pergantian antarwaktu anggotanya di Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
h. mengusulkan pemberhentian anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
i. mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon gubernur
dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon walikota
dan wakil walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
j. membentuk dan memiliki organisasi sayap Partai Politik; dan
k. memperoleh bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan peraturan
perundang- undangan.
Kemudian selain hak terdapat pula kewajiban partai politik yang diatur
pada Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik jo
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yakni :
29
Partai Politik berkewajiban:
a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perundang - undangan;
b. memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
c. berpartisipasi dalam pembangunan nasional;
d. menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia;
e. melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik
anggotanya;
f. menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum;
g. melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota;
h. membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah
sumbangan yang diterima, serta terbuka kepada masyarakat;
i. menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran
keuangan yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara
berkala 1 (satu) tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksa oleh
Badan Pemeriksa Keuangan;
j. memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum; dan
k. menyosialisasikan program Partai Politik kepada masyarakat.
C. Konsep Pemberhentian Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Pemberhentian antarwaktu anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau yang
dikenal dengan recall. Recall menurut Black’s Law Dictionary yaitu Removal of
a public official from office by popular vote31 (terjemahan bebasnya ialah
pemberhentian pejabat publik dari jabatanya oleh atau atas keinginan mayoritas
pemilih). Sejurus dengan pengertian tersebut C.F. Strong mengemukakan bahwa
recall memberikan hak bagi para pemilih yang tidak puas untuk mengusulkan,
diantara rentang waktu pemilihan-pemilihan, agar wakilnya diberhentikan dan
diganti dengan wakil lain menurut kehendak rakyat.32 Jadi recall menurut Strong
adalah penarikan kembali wakil rakyat oleh konstituenya atau para pemilihnya.
Sedangkan dalam kamus politik karangan B.N. Marbun, recall diartikan sebagai
31 Bryan A.Garner. 2000. Black’s Law Dictionary: Seventh Edition. Saint Paul. West Group.
Hal. 1019. 32 C. F. Strong. 2011. Op.Cit. Hal. 304.
30
suatu proses penarikan kembali atau penggantian anggota DPR oleh induk
organisasinya, yaitu Partai Politik.33 Dari pemaparan diatas dapat dimengerti
bahwa pengertian recall menurut B.N. Marbun sesuai dengan pengaturan dan
praktik pemberhentian antar waktu anggota Dewan Perwakilan Rakyat di
Indonesia. Adapun fungsi Recall oleh partai politik yakni sebagai mechanism
control dari partai politik yang memiliki wakilnya yang duduk sebagai anggota
parlemen.34
Lebih lanjut, secara yuridis Pemberhentian antarwaktu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat diatur pada Pasal 239 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yakni :
(1) Anggota DPR berhenti antarwaktu karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(2) Anggota DPR diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf apabila:
a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan
tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa
keterangan apa pun;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR;
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan;
33 B.N. Marbun. Kamus Politik. Jakarta. Sinar Harapan. Hal. 43. 34 Nike K. Rumokoy. 2012. Kajian Yuridis Tentang Hak Recall Partai Politik Dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia. Manado. Jurnal Hukum Unsrat. Vol.XX/No.1/Januari-Maret/2012.
Fakultas Hukum. Universitas Sam Ratulangi. Hal. 3.
31
e. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum
anggota DPR, DPD dan DPRD;
f. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini;
g. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; atau menjadi anggota partai politik lain.