Hukum Adat Dayak Maanyan Yang Mengatur Perkawinan
Perkawinan yang diatur menurut hukum adat ditata secara bijaksana sebagai jaminan bagi
masyarakat untuk menghindari semua jenis pelanggaran hukum adat. Berkaitan dengan
perkawinan, para remaja Dayak Manyaan umumnya memilih sendiri pasangan hidup
mereka. Setelah saling jatuh cinta dan yakin bahwa pilihannya tidak keliru jalan yag
ditempuh menuju jenjang perkawinan dapat berupa:
Ijari
Pasangan calon pengantin mengunjungi tokoh masyarakat / pengurus agama lalu
menyerahkan pernyataan tertulis disertai barang bukti yang menguatkan pernyataan.
Biasanya disusul dengan musyawarah antar ahli waris kedua belah pihak untuk perencanaan
kapan dan bagaimana perkawinan anak-anak mereka dilaksanakan. Pertemuan tersebut
menghasilkan surat pertunangan yang kelak akan digunakan sebagai bukti resmi saat
perkawinan dilaksanakan.
Peminangan
Acara peminangan biasanya didahului oleh kesepakatan kecil antara ahli waris kedua remaja
saling jatuh cinta. Dalam acara peminangan dibuat surat pertunangan yang mencantumkan
hasil kesepakatan antara kedua belah pihak termasuk mencatat pula semua barang bukti
peminangan dan tata cara / hukum adat perkawinan.
Macam-macam Tata Cara Perkawinan Adat
Singkup Paurung Hang Dapur
Tata cara ini merupakan tata cara yang paling sederhana dalam hukum perkawinan Dayak
Manyaan. Perkawinan resmi ini hanya dihadiri oleh beberapa orang mantir (Tokoh Adat) dan
Ahli Waris kedua pengantin.
Dalam tata cara ini ada hukum adat yang mengatur berupa:
Keagungan Mantir
Kabanaran
Pamania Pamakaian
Tutup Huban (kalau ada)
Kalakar, Taliwakas
Turus Tajak
Pilah Saki tetap dilaksanakan.
Adu Bakal
Upacara Adu Bakal dianggap perlu agar kedua pengantin dapat hidup sah bersama untuk
mempersiapkan perkawinan lanjutan. Adu Bakal berlaku 100 hari, apabila perkawinan
lanjutan tertunda melebihi masa 100 hari perkawinan adu bakal, maka pengantin akan
dikenakan denda saat perkawinan lanjutan dilaksanakan berupa “Hukum Sapuhirang”.
Adu Jari (adu biasa)
Pada perkawinan resmi ini, pengantin diapit oleh rekan masing-masing mempelai. Perempuan
mendampingi pengantin perempuan dan laki-laki mendampingi pengantin laki-laki. Setelah
upacara perkawinan ada ketentuan yang disebut “pangasianan” asal kata “Kasianan” yang
artinya mertua. Acara “Pangasianan” adalah bertujuan untuk meningkatkan penyesuaian
antara mertua dengan menantu dan lingkungan yang baru. Dalam perkawinan ini ada hukum
“lanyung ume petan gantung”
Adu hante
Pada tata cara ini perkawinan diadakan secara meriah (baik keluarga mampu maupun kurang
mampu) dengan acara wurung jue dan igunung pirak. Tata cara perkawinan ini disertai
upacara belian 2 malam untuk memberi restu, mendoakan agar menjadi pasangan yang
berhasil. Kedua pengantin biasanya disanding di atas gong yang dilapisi 9 susun kain dan
diapit 9 orang pemuda/i.
Begunung perak adalah prosesi perkawinan adat dayak kalsel yang hampir punah.
Perkawinan adat dayak ini menurut ketua adat setempat diadakan terakhir pada
tahun 1983.
Desa warukin terletak di kabupaten tabalong, kalimantan selatan. Dari
Banjarmasin 6 jam driving (kalo jalanan lancar, ada titik2
kemacetan pada siang hari), arah ke utara melalui jalan lintas propinsi menuju
ke balikpapan. Untuk akses darat bisa menggunakan bus jurusan balikpapan di
sore sampai malam hari, atau menggunakan angkot. Akses udara bisa menggunakan
pelita air dengan durasi + 45 menit pada jam 12.30 siang (hari minggu off),
Sedangkan untuk akses air bisa menggunakan speed boat dari pelabuhan trisakti
(banjarmasin) + 4-5jam. Tapi sayang untuk menuju ke lokasi tidak ada
transportasi umum. Untuk akses darat dan udara hanya bisa sampai jalan lintas
propinsi saja. Apalagi dengan akses sungai hanya bisa sampai di daerah kelanis
( 1,5jam kearah barat warukin).
Suku Dayak Maanyan
Suku Dayak Maanyan
Orang Maanyan yang baru dibaptis tahun 1920.
Jumlah populasi
kurang lebih 71.000 jiwa
Kawasan dengan populasi yang signifikan
Kalimantan Tengah: 71.000.
Bahasa
Maanyan, Ngaju, Banjar, Indonesia
Agama
Kristen, dan Kaharingan
Kelompok etnik terdekat
Banjar, Dusun Witu, Paku,Dusun Malang
Suku Dayak Maanyan (olon Maanjan/meanjan) atau Suku Dayak Barito Timur merupakan
salah satu dari bagian sub suku Dayak dan juga merupakan salah satu dari suku-suku Dusun
(Kelompok Barito bagian Timur) sehingga disebut juga Dusun Maanyan. Suku-suku Dusun
termasuk golongan rumpun Ot Danum (Menurut J.Mallinckrodt 1927) walaupun dikemudian
hari teori tersebut dipatahkan oleh A.B Hudson 1967 yang berpendapat bahwa orang
Maanyan adalah cabang dari "Barito Family". Mereka disebut rumpun suku Dayak sehingga
disebut juga Dayak Maanyan. Suku Dayak Maanyan mendiami bagian timur
provinsi Kalimantan Tengah, terutama diKabupaten Barito Timur dan sebagian Kabupaten
Barito Selatan yang disebut Maanyan I. Suku Dayak Maanyan juga mendiami bagian utara
provinsi Kalimantan Selatan, tepatnya di Kabupaten Tabalong yang disebut Dayak
Warukin. Dayak Balangan (Dusun Balangan) yang terdapat di Kabupaten
Balangan dan Dayak Samihim yang terdapat di Kabupaten Kotabaru juga digolongkan ke
dalam suku Dayak Maanyan. Suku Maanyan di Kalimantan Selatan dikelompokkan sebagai
Maanyan II.
Suku Maanyan secara administrasi baru muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan
2,80% dari penduduk Kalimantan Tengah, sebelumnya suku Maanyan tergabung ke dalam
suku Dayak pada sensus 1930.
Menurut orang Maanyan, sebelum menempati kawasan tempat tinggalnya yang sekarang,
mereka berasal dari hilir (Kalimantan Selatan). Walaupun sekarang wilayah Barito Timur
tidak termasuk dalam wilayah Kalimantan Selatan, tetapi wilayah ini dahulu termasuk dalam
wilayah terakhir Kesultanan Banjar sebelum digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860,
yaitu wilayah Kesultanan Banjar yang telah menyusut dan tidak memiliki akses ke laut, sebab
dikelilingi daerah-daerah Hindia Belanda.
Menurut situs "Joshua Project" suku Maanyan berjumlah 71.000 jiwa.
Menurut sastra lisan suku Maanyan, setelah mendapat serangan Marajampahit (Majapahit)
kepada Kerajaan Nan Sarunai, suku ini terpencar-pencar menjadi beberapa sub-etnis. Suku
ini terbagi menjadi beberapa subetnis, di antaranya:
Maanyan Paku
Maanyan Paju Epat (murni)
Maanyan Dayu
Maanyan Paju Sapuluh (ada pengaruh Banjar)
Maanyan Banua Lima/Paju Dime (ada pengaruh Banjar)
Maanyan Warukin (ada pengaruh Banjar)
Maanyan Jangkung (sudah punah, ada pengaruh Banjar)
Keunikan Suku Dusun Maanyan, antara lain mereka mempraktikkan ritus pertanian, upacara
kematian yang rumit, serta memanggil dukun (balian) untuk mengobati penyakit mereka.
Bahasa Dayak Maanyan banyak memiliki persamaan dengan bahasa di Madagaskar. contoh
bahasa Maanyan adalah
kamu = Hanyu
Mandi = Mandrus
Tidur = manree
Dari tulisan Rolland Oliver dan Brian M. Fagan dalam bukunya "Africa in the Iron Age"
tahun 1978, yang mengatakan bahwa orang Maanyan datang dan menetap di pulau
Madagaskar pada tahun 945 - 946 M, berlayar langsung melalui Samudera Hindia dengan
1000 buah perahu bercadik. Dan berdasar fakta sejarah setiap bingkai relief di Candi
Borobudur mengkisahkan atau menceritakan kondisi Nusantara pada waktu masa kejayaan
agama Budha.
Yang menarik, Kerajaan Sriwijaya, NanSarunai dan Majapahit. Dalam perjalanan sejarahnya
menggunakan perahu bercadik ini.
Jika merujuk pada buku tulisan Sanusi Pane, Sejarah Indonesia I, tahun 1965 halaman 58 -
59. Kerajaan Sriwijaya memperluas kekuasaannya sampai meliputi wilayah Jawa Barat
hingga sebagian Jawa Tengah dan Empu Sendok dari Kerajaan Mataram Hindu sedang
terdesak sampai ke Jawa Timur dari tahun 929 - 947 M, maka besar kemungkinan ahli
sastra/seniman pada masa itu mengabadikan peristiwa tersebut ( orang Ma'anyan melakukan
evakuasi besar-besaran dengan menggunakan 1000 buah perahu bercadik pada tahun 945 -
946 M) pada relief-relief Candi.
Organisasi[sunting | sunting sumber]
Organisasi suku ini adalah "Dusmala" yang menggabungkan 3 suku Dayak yang serumpun
yaitu Dusun, Maanyan dan Lawangan.
Lagu Daerah Dayak Maanyan[sunting | sunting sumber]
Tumpi Wayu
Tataku Balinga
Miheput
NGANO
Suku Maanyan di Kabupaten Tabalong dan Balangan di Kalimantan Selatan[sunting | sunting
sumber]
Peta Kecamatan Tanta, di dalamnya terdapat dua desa yang dihuni Dayak Maanyan
Orang Dayak Maanyan Warukin yang sering disebut Dayak Warukin adalah subetnis suku
Dayak Maanyan yang mendiami desa Warukin, Haus, dan sekitarnya di Kabupaten
Tabalong, Kalimantan Selatan.[3]
Pemukiman Dayak Warukin terdapat dalam daerah kantong/enclave yang di sekitarnya
adalah daerah pemukiman suku Banjar.
Dayak Warukin di desa Warukin, Kecamatan Tanta, Tabalong merupakan bagian
dari Maanyan Benua Lima. Maanyan Benua Lima merupakan subetnis Maanyan yang
terdapat di kecamatan Benua Lima, Barito Timur. Nama asalnya Maanyan Paju Lima. Istilah
"benua" berasal dari Bahasa Melayu Banjar.
Upacara adat rukun kematian Kaharingan pada Dayak Warukin disebut mambatur. Istilah ini
pada subetnis Maanyan Benua Lima pada umumnya disebut marabia.
Kekerabatan bahasa Maanyan Warukin dengan bahasa Banjar Kuala Lupak (Banjar Kuala)
sekitar 50%. Kekerabatan bahasa Maanyan Warukin dengan bahasa Banjar Asam-
Asam sekitar 57%.
Di Kabupaten Tabalong ini terbagi menjadi empat wilayah keadatan Dayak, salah satu
diantaranya wilayah keadatan Dayak Maanyan yaitu :
Wilayah keadatan Dayak Maanyan di desa Warukin
Wilayah keadatan Dayak Deyah Kampung Sepuluh, meliputi sepuluh desa di kecamatan
Upau, Haruai, Bintang Ara.
Wilayah keadatan Dayak Deyah Muara Uya dan Jaro.
Wilayah keadatan Dayak Lawangan di desa Binjai.
Di luar keempat daerah-daerah kantong keadatan Dayak Kabupaten Tabalong tersebut juga
terdapat suku Banjar yang merupakan mayoritas populasi penduduk Tabalong dan suku
Banjar ini tidak terikat dengan Hukum Adat Dayak.
Seni tari : Tari Giring-Giring.
Dayak maanyan Warukin
Desa Warukin adalah salah satu desa yang terdapat di kabupaten Tabalong,ter letak sekitar 13
KM dari kota Tanjung, dengan berkecamatan Tanta. Jumlah penduduk di desa ini ±1858
orang,dengan mata pencaharian rata-rata sebagai petani Karet.
Mayoritas penduduk desa ini iyalah suku dayak, sedangkan suku-suku lain yang berbaur
didalamnya adalah suku Banjar, Batak, Jawa, dll. Selain itu juga hidup brdampingan
masyarakan antar umat beragama. Dalam kehidupan yang berdampingan terikatlah tali
persaudaraan antar suku, agama, dan ras.
Hanya saja di desa ini dudah hampir tak ada lagi yang menganut keyakinan KAHARINGAN.
Pusat kegiatan ekonomi desa ini terletak pada pasar Rabu, yang di kenal dengan sebutan
pasar Bajud, sesuai dengan tempatnya. Disinilah terjadi transaksi dan interaksi antar warga.
2.Asal usul
Warukin sendiri berasal dari kata Weruken,yang dulunya adalah tempat yang banyak terdapat
pohon durian/papaken (ma’anyan, yang disukai oleh binatang sejenis kera yang di sebutnya
weruk (ma’anyan).
Tempat ini juga konon katanya diberi nama oleh seseorang pengembara yang mencari tempat
tinggal, dimana untuknya melanjutkan hidup dan mencari makan. Seorang ini sanagat sakti,
Tampan dan Gagah. Dengan Hipet(dayak) yang digunakannya untuk mencari tempat tinggal
ia tembakan dan jatuh tepat ditempat yang banyak di tumbuhi pohon papaken, yang amat
disukai oleh weruk. Maka dijadikannyalah tempat itu sebagai tempat tinggalnya yang
kemudian di beri nama Weruken atau dikenal dengan sebutan Warukin(sekarang).
Sebagaimana suku lainnya, suku dayak di daerah ini juga memiliki kebudayaan dan ritual
serta upacara adat. Misalnya pada saat perkawinan, kematian, upacara ucapan syukur, pesta
panen, dll
3.Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat ini iyalah bahasa ma’anyan, tidak jauh beda dengan
suku dayak yang ada di daerah Bar-tim hanya saja mungkin karena terpengaruh dengan
dialeg sekitar nya maka dialeg dan gaya bicaranya sedikit beda dengan suku dayak yang ada
di Bartim. Setidaknya mungkin karena desa ini adalah satu-satunya pemukiman masyarakat
dayak di daerah tabalong.
Menurut orang Maanyan, sebelum menempati kawasan tempat tinggalnya yang sekarang,
mereka berasal dari hilir (Kalimantan Selatan). Walaupun sekarang wilayah Barito Timur
tidak termasuk dalam wilayah Kalimantan Selatan, tetapi wilayah ini dahulu termasuk dalam
wilayah terakhir Kesultanan Banjar sebelum digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860
yaitu wilayah Kesultanan Banjar yang telah menyusut dan tidak memiliki akses ke laut, sebab
dikelilingi daerah-daerah Hindia Belanda.
Menurut situs "Joshua Project" suku Maanyan berjumlah 71.000 jiwa.
Menurut sastra lisan suku Maanyan, setelah mendapat serangan Marajampahit (Majapahit)
kepada Kerajaan Nan Sarunai, suku ini terpencar-pencar menjadi beberapa subetnis. Suku
terbagi menjadi 7 subetnis, diantaranya :
* Maanyan Paju Epat (murni)
* Maanyan Dayu
* Maanyan Paju Sapuluh (ada pengaruh Banjar)
* Maanyan Benua Lima/Paju Lima (ada pengaruh Banjar)
* Maanyan Tanta (ada pengaruh Banjar)
* dan lain-lain
Keunikan Suku Dusun Maanyan, antara lain mereka mempraktikkan ritus pertanian, upacara
kematian yang rumit, serta memanggil dukun (balian) untuk mengobati penyakit mereka.
1. Kematian
Makam suku Maanyan menunjukkan hierarki sosial. Jajaran makam kaum bangsawan
terletak di hulu sungai, disusul ke arah hilir untuk makam kaum tentara, penduduk biasa, dan
yang paling hilir adalah makam untuk kaum budak.indonesia
TRANSISI ADAT PERKAWINAN WARGA DAYAK Musik Pop Gantikan Giring-giring
LAGU pop bernada ceria membahana dari lokasi hajatan pernikahan salah satu warga Dayak
Manyan di Desa Warukin, Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong, Sabtu (26/5).
Dua speaker di sudut kiri halaman rumah mempelai di RT 3 desa itu berdetak kencang seiring
tempo lagu. Para tamu yang hadir pun tampak larut dalam alunan lagu-lagu yang sedang
ngetop itu.
Ini berbeda dari kebiasaan warga suku itu, yang biasanya menyajikan hiburan saat pesta
pernikahan dengan tarian giring-giring. "Sekarang disesuaikan kemampuan yang punya
hajatan," kata Ulinawati, Kepala Desa Warukin.
Mencari penari giring-giring di zaman seperti sekarang, menurutnya relatif sulit. Di desa
setempat hanya ada satu grup tari yang kini sedang bertolak mengikuti festival tari Dayak ke
Jakarta.
Ditambah lagi saat ini banyak warga Desa Warukin bekerja di sektor formal seperti di
perusahaan atau pegawai negeri. Karena itu mereka tidak punya banyak waktu dan dana
untuk menggelar hajatan sesuai adat yang biasanya berlangsung sampai tiga hari berturut-
turut.
Humas Adat warga Dayak Manyan Warukin, Deny Djohn, mengatakan tak hanya pakaian
pengantin dan hiburan bagi para tamu yang mulai mengalami pergeseran mengikuti tren
zaman. Ada pula sejumlah tahapan adat yang sengaja dipangkas karena bukan keharusan.
"Misalnya, tradisi potong tali banjang sebagai bentuk penerimaan keluarga salah satu
mempelai yang berasal dari luar kampung. Sebagian dari kami tidak menyelenggarakan lagi,
karena sudah cukup prosesi inti, seperti hukum adat," paparnya.
Menurutnya prosesi potong tali banjang-- berupa tali katun yang digantungi aneka buah-
buahan dan janur, kini merepotkan karena harus mengundang balian dari luar kampung.
Di kampung setempat tidak ada lagi balian, karena rata-rata warga telah beragama Kristen.
Dari semua tahapan pernikahan warga Dayak, hanya hukum adat saja yang masih
dipertahankan. Biasanya tahapan simbolis ini dilakukan sehari atau sesaat sebelum kedua
mempelai dipertemukan dan duduk di pelaminan.
Hukum adat adalah tahapan pembicaraan lebih lanjut yang melibatkan seluruh anggota
keluarga besar terhadap lamaran yang diajukan mempelai pria.
Pada kesempatan itu keluarga besar kedua belah pihak juga saling berkenalan,
menyampaikan tanggapan dan persetujuan atas pernikahan yang akan dilaksanakan.
Selain hukum adat tradisi yang masih lestari adalah turus tajak atau pembacaan sumbangan
para tamu undangan. Pada kesempatan ini jumlah sumbangan dan pesan si penyumbang
dibacakan secara langsung oleh penghulu adat atau yang bersangkutan sebagai kenang-
kenangan dan ucapan selamat.
Waktu penyelenggaraan pernikahan juga relatif unik, biasanya menjelang Magrib sampai dini
hari. Menurut Ulinawati, hal tersebut sudah dilakukan sejak dulu menyiasati kesibukan
tetangga dan handai taulan di ladang pada siang hari.
Baluntang, Simbol Status Keluarga Dayak
SEBUAH patung kayu ulin sederhana seperempat bagiannya menggambarkan rupa manusia,
berhias ukiran tampak kokoh berdiri di halaman depan rumah Rumisah (85), warga Dayak
Manyan di Desa Warukin, Kecamatan Tanta, Tabalong.
Nuansa magis langsung terasa saat menatap patung setinggi 4-5 meter yang disebut warga
setempat Baluntang. Baluntang merupakan batur atau nisan leluhur atau kerabat yang telah
meninggal.
Rumisah, satu dari sedikit warga di sana yang masih memiliki benda itu. Selain nisan,
baluntang pun dikenal sebagai simbol status dan derajat pemiliknya dalam masyarakat. Setiap
baluntang memiliki ciri khas yang menunjukkan status atau pangkat almarhum saat masih
hidup.
Ciri khas dilihat dari pose purwarupa manusia pada patung. Menurut Rumisah yang dulu
menyandang status balian tetamba (dukun pengobatan), bila rupa manusia itu tampak berdiri
dan menyandang tongkat kecil sebagai kiasan giring-giring, berarti baluntang tersebut adalah
batur seorang balian.
Sedangkan yang membawa mandau atau tombak, berarti pejuang atau ksatria. "Bila duduk di
kursi berarti seorang pejabat seperti penghulu atau pembakal," jelasnya.
Status sosial masyarakat dayak bisa dilihat dari kepemilikan baluntang. Meskipun orang
biasa, bila memiliki baluntang bisa dikatakan sebagai orang berpunya, karena mendirikan
balutang perlu kerja keras dan kesiapan dana besar mecapai puluhan juta bahkan ratusan juta,
bila diukur dengan nilai uang saat ini.
Pelaksanannyapun harus melewati upacara atau aruh adat yang mengundang seluruh kerabat,
tetuha bahkan balian atau dukun dari kampung lain. Deny Djohn, tokoh adat warga dayak
dari Desa Bajut, Warukin memaparkan pendirian baluntang sangat sakral karena
menggambarkan kesempurnaan proses pengantaran arwah ke nirwana.
Karenanya meskipun besar biayanya, tetap diusahakan dilaksanakan. "Bahkan bisa saja satu
baluntang dibangun untuk lebih dari satu leluhur, asalkan masih satu garis keturunan,"
ujarnya.
Meskipun sederhana, baluntang pernah menjadi incaran pencuri sekitar tahun 1970-an karena
nilai seninya. Karena itu banyak baluntang milik warga yang hilang dicuri dan dijual keluar
negeri. Pemkab Tabalong berupaya melindungi aset budaya daerah ini dengan menjadikan
desa itu sebagai kawasan cagar budaya.
Adat perkawinan bagunung perak bagi kalangan warga Dayak Manya sepreti di Desa
Warukin Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong sangat sakral. Tidak sembarangan orang
dapat melaksanakan ritual persandingan pengantin yang memerlukan dana cukup besar itu.
Warga dayak Warukin mempertontonkan tahapan adat dalam perkawinan bagunung perak
yang langka karena sudah lebih lima puluh tahun tidak pernah digelar lagi.
Selain kendala biaya dan karena mayoritas warga dayak setempat yang telah memeluk
agama, tidak sembarang orang bisa menggelar ritual itu. Perkawinan adat atau iwurung juee
bagunung perak hanya dapat dilakukan keturunan raja, bangsawan atau orang kaya.
Bila dalam garis keturunan tidak pernah ada yang melaksanakan, maka anak cucunya juga
tidak boleh atau akan terkena bala. Acara kemarin merupakan upaya mengangkat khasanah
budaya dayak yang langka itu, yang dibesut Bagian Pariwisata Kabupaten Tabalong bekerja
sama dengan perusahaan swasta (PT Adaro Indonesia) melalui dana community development
(CD)nya.
Ritual dimulai dengan kedatangan mempelai lelaki bernama Mangaci ke rumah mempelai
wanita bernama Rohepilina di balai adat desa setempat sekitar pukul 09.30 Wita.
Dalam perkawinan bagunung perak sebenarnya biasanya semua prosesi dilakukan sore
menjelang malam. Sebab pada saat itu semua warga kampung dan tamu undangan yang
datang dari jauh sudah selesai bekerja sehingga dapat meluangkan waktu hadir.
Keluarga mempelai lelaki minta izin masuk dengan berbalas pantun. Setelah diizinkan,
mempelai lelaki melakukan natas banyang atau potong pantan, yakni menggunting tali dari
janur sebagai tanda membuka pagar. Rombongan masuk sambil diiringi tarian dan musik
tradisional, simbol kebahagiaan.
Lalu dengan diiringi tarian dan musik keluarga mempelai dikawal penari dan balian bawo
masuk ke rumah mempelai wanita. Balian bawo lalu berhenti di depan pintu dan menyapa
keluarga wanita dalam bahasa manyan sebelum masuk.
Dan seperti ritual adat lainnya, dilakukan musyawarah saat pembicaraan lamaran yang
disebut ngusul pakat atau mufakat. Tahapan ini dilakukan setelah acara dibuka oleh tetua adat
dengan minum bersama tuak air tapai ketan yang dicampur sedikit merica dan pewarna daun
pandan.
Setelah didapat kata sepakat, maka pengulu adat yang bertugas menikahkan pasangan
tersebut menyatakan pemenuhan hukum adat sesuai dengan hukum yang sudah diatur dan
dijalankan. Pasangan mempelai pun siap disandingkan di pelaminan yang disangga kepala
kerbau.
Mereka sudah cantik dan gagah mengenakan pakaian pengantin dayak dari beludru hitam
bermotif flora nuansa keemasan. Di rambut mereka juga tersemat bulu elang sebagai simbol
kejantanan dan kebangsawanan.
Dengan bersandingnya kedua mempelai, prosesi hampir selesai. Sebab setelah dilakukan saki
pilah atau pemalasan pengantin agar direstui Shang Hiyang Bihatara, kedua mempelai resmi
diserahkan oleh keluarga masing-masing.
DESA & KELURAHAN
Berdasarkan surat keputusan bersama Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat Desa dan
Departemen Dalam Negeri, Kabupaten Tabalong terdiri dari 12 kecamatan dan 131
desa/kelurahan yang dibagi menjadi 9 kelurahan dan 122 desa.
Tabel
Nama Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan
di Wilayah Administrasi Kabupaten Tabalong
Kecamatan Desa/Kelurahan
1. Banua Lawas 1. Desa Hapalah
2. Desa Batang Banyu
3. Desa Sunyai Durian
4. Desa Pematang
5. Desa Hariang
6. Desa Bungin
7. Desa Bangkiling
8. Desa Bangkiling Raya
9. Desa Banua Lawas
10. Desa Sungai Anyar
11. Desa Banua Rantau
12. Desa Habau
13. Desa Purai
14. Desa Habau Hulu
15. Desa Talan
2. Pugaan 1. Desa Pugaan
2. Desa Pampanan
3. DesaTamunti
4. Desa Halangan
5. Desa Sungai Rukam I
6. Desa Sungai Rukam II
7. Desa Jirak
3. Kelua 1. Desa Telaga Itar
2. Desa Ampukung
3. Desa Pudak Setegal
4. Desa Bahungin
5. Desa Takulat
6. Kelurahan Pulau
7. Desa Masintan
8. Desa Paliat
9. Desa Sungai Buluh
10. Desa Binturu
11. Desa Karangan Putih
12. Desa Pasar Panas
4. Muara Harus 1. Desa Madang
2. Desa Padangin
3. Desa Harus
4. Desa Tantaringin
5. Desa Manduin
6. Desa Mantuil
7. Desa Murung Karangan
5. Tanta 1. Desa Walangkir
2. Desa Pulau Ku’u
3. Desa Tamiyang
4. Desa Warukin
5. Desa Padang Panjang
6. Desa Barimbun
7. Desa Padangin
8. Desa Luk Bayur
9. Desa Mangkusip
10. Desa Tanta
11. Desa Tanta Hulu
12. Desa Puain Kanan
13. Desa Pamarangan Kanan
14. Desa Murung Baru
6. Tanjung 1. Desa Banyu Tajun
2. Desa Sungai Pimping
3. Desa Pamarangan Kiwa
4. Desa Puain Kiwa
5. Kelurahan Jangkung
6. Kelurahan Tanjung
7. Kelurahan Agung
8. Desa Kambitin
9. Kelurahan Hikun
10. Desa Kambitin Raya
11. Desa Wayau
12. Desa Juai
13. Desa Garunggung
14. Desa Kitang
15. Desa Mahe Seberang
7. Murung Pudak 1. Desa Sulingan
2. Kelurahan Pembataan
3. Kelurahan Mabu’un
4. Desa Maburai
5.
Kelurahan
Belimbing Raya
6. Kelurahan Belimbing
7. Desa Kapar
8. Desa Masukau
9. Desa Kasiau
10. Desa Kasiau Raya
8. Haruai 1. Desa Lok Batu
2. Desa Kembang Kuning
3. Desa Seradang
4. Desa Nawin Hulu
5. Desa Halong
6. Desa Suput
7. Desa Catur Karya
8. Desa Mahe Pasar
9. Desa Suriyan
10. Desa Hayup
11. Desa Bongkang
12. Desa Wirang
13. Desa Marindi
9. Bintang Ara 1. Desa Waling
2. Desa Usih
3. Desa Bintang Ara
4. Desa Argo Mulyo
5. Desa Burum
6. Desa Panaan
7. Desa Hegar Manah
8. Desa Dambung Raya
9. Desa Bumi Makmur
10. Upau 1. Desa Masingai I
2. Desa Masingai II
3. Desa Bilas
4. Desa Kaong
5. Desa Pangelak
6. Desa Kinarum
11. Muara Uya 1. Desa Ribang
2. Desa Kupang Nunding
3. Desa Mangkupum
4. Desa Kampung Baru
5. Desa Palapi
6. Desa Pasar Batu
7. Desa Simpung Layung
8. Desa Uwie
9. Desa Muara Uya
10. Desa Lumbang
11. Desa Santu’un
12. Desa Binjai
13. Desa Salikung
14. Desa Sungai Kumap
12. Jaro 1. Desa Namun
2. Desa Muang
3. DesaTeratau
4. Desa Purui
5. Desa Nalui
6. Desa Jaro
7. Desa Garagata
8. Desa Solan
9. Desa Lano
Sumber : Tabalong Dalam Angka 2013
Tari Tandik Balian (Balian Bulat)
Tari Tandik Balian
Suku Dayak Warukin (Tabalong-Kalsel) merupakan salah satu subsuku Dayak Maanyan
yang memiliki upacara balian bulat. Tradisi balian ini dibuat menjadi sebuah atraksi kesenian
yang disebut Tari Tandik Balian.
Sekilas Tentang Dayak Warukin
Orang Dayak Warukin adalah suku Maanyan yang terdapat di desa Warukin dan desa Haus,
Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.
Pemukiman Dayak Warukin terdapat dalam daerah kantong/enclave yang disekitarnya adalah
daerah pemukiman suku Banjar. Hal ini bisa terjadi karena dahulu kala daerah di sekitar
lembah sungai Tabalong pada umumnya adalah wilayah tradisonal suku Manyaan, tetapi
akhirnya mereka terdesak oleh perkembangan Kerajaan Negara Dipa yang menjadi cikal
bakal suku Banjar. Selanjutnya suku Maanyan terkonsentrasi di sebelah barat yaitu di
wilayah Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah. Dan sebagian terdapat di sebelah
timur yaitu di Kabupaten Kota baru yang disebut Dayak Samihim.
Dayak Warukin di desa Warukin, Kecamatan Tanta, Tabalong merupakan bagian dari
Maanyan Benua Lima. Maanyan Benua Lima merupakan subetnis Maanyan yang terdapat di
kecamatan Benua Lima, Barito Timur. Nama asalnya Maanyan Paju Lima. Istilah “benua”
berasal dari Bahasa Melayu Banjar.
Upacara adat rukun kematian Kaharingan pada Dayak Warukin disebut mambatur. Istilah ini
pada subetnis Maanyan Benua Lima pada umumnya disebut marabia.