1
ANALISIS MUSIKAL LAGU-LAGU GEREJA YANG
DITAMPILKAN DALAM PERTUNJUKAN MUSIK GEREJA
“BERNUANSA” ETNIS DI TARUTUNG
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
NAMA : ESRA PUJA
NIM : 140707012
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2019
2
3
4
5
i
6
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul: “Analisis Musikal Lagu-Lagu Gereja Yang
Ditampilkan Dalam Pertunjukan Musik Gereja “Bernuansa” Etnis Di Tarutung”.
Penelitian ini membahas tentang perkembangan musik gereja dan
mendeskripsikan pertunjukan yang dilaksanakan oleh Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Musik Gereja yang di dukung oleh Pemerintah Kabupaten
Tapanuli Utara. Dalam pertunjukannya penulis menjabarkan mengenai
pertunjukan musik dan menganalisis musik gereja yang bernuansa etnis. Etnis
yang tampil dalam pertunjukan musik gereja bernuansa etnis ialah etnis Melayu,
Toba, Karo, Mentawai, Minang, China, India. Etnis Melayu, Karo, dan Minang
menjadi object utama dalam penulisan karya ilmiah ini, dipilihnya ketiga etnis ini
ialah karena musik yang disajikan mendapat respon paling banyak disenangi oleh
masyarakat yang ada di Tarutung dan memiliki konsep musik yang menarik
dengan tambahan melodi yang menimbulkan ciri khas dari etnis tersebut. Hasil
dari penelitian ini bertujuan untuk menimbulkan kecintaan masyarakat tentang
berharganya budaya yang dimilikinya, menambah tingkat solidaritas bersuku dan
beragama dalam masyarakat, mengajak masyarakat khususnya pemuda-pemudi
yang ada di Tarutung agar merubah pola pikir mereka terhadap musik etnis yang
dulunya tidak bisa dipakai kedalam gereja, namun dengan seiringnya waktu musik
etnis juga bisa mendapat tempat dalam mengambil peran yang sama dengan
musik barat dalam memuji dan memuliakan Tuhan.
Dalam penelitian karya ilmiah ini penulis menggunakan teori yang
dikemukakan oleh Alan P. Marriam yaitu Music and cultural dynamics, dan
metode yang digunakan adalah metode transkripsi yang di kemukakan oleh Bruno
Nettl untuk memudahkan penulis dalam mentranskripsikan atau menganalisis lagu
yang disajikan oleh etnis Melayu, Karo, Minang dan metode kualitatif untuk
mencari data-data tentang pertunjukan musik bernuansa etnis di Tarutung.
Hasil yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui bagaimana
mendeskripsikan lagu-lagu gereja yang ditampilkan dalam pertunjukan musik
gereja bernuansa etnis di Tarutung.
Kata Kunci : Etnis, Pertunjukan, Musik Gereja, Tarutung
ii
7
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
kasih dan karuniaNya yang begitu besar. Penulis berterima kasih atas segala
berkat, kekuatan, penghiburan, pertolongan dan perlindungan Tuhan yang tidak
pernah berhenti dalam penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Analisis Musikal Lagu-Lagu Gereja Yang
Ditampilkan Dalam Pertunjukan Musik Gereja “Bernuansa” Etnis Di
Tarutung”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Budi Agustono,
M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran di Dekanat Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Arifni Netrirosa,
SST.,M.A. sebagai Ketua Program Studi Etnomusikologi. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada seluruh staf pengajar Program Studi Etnomusikologi USU
yang telah banyak memberikan pemikiran dan wawasan baru kepada penulis
selama mengikuti perkuliahan.
Terima kasih kepada Dosen Pembimbing I saya Ibu Dra. Rithaony
Hutajulu, M.A. yang telah telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta
pengalaman yang telah ibu berikan selama saya berkuliah. Kiranya Tuhan selalu
membalaskan semua kebaikan yang ibu berikan. Kepada Bapak Drs. Bebas
iii
8
Sembiring, M.Si. selaku sekretaris Program Studi Etnomusikologi dan sebagai
Dosen Pembimbing II saya yang telah membimbing dan memberikan masukan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk perhatian,
ilmu dan semua kebaikan yang bapak berikan. Kiranya Tuhan membalas semua
kebaikan bapak.
Kepada seluruh dosen di Etnomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba,
M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Bapak Drs. Kumalo Tarigan,
M.A., Bapak Drs. Fadlin, M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si., Ibu Drs. Heristina
Dewi, M.Pd, Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Dermawan Purba,
M.Si, Bapak Drs. M. Takari, M.Hum, Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum,
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak-ibu sekalian yang telah
membagikan ilmu dan pengalaman hidup bapak-ibu sekalian. Sungguh ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan karena telah belajar dari orang-
orang hebat seperti bapak-ibu sekalian. Biarlah kiranya ilmu yang penulis
dapatkan dari bapak-ibu sekalian bisa saya aplikasikan dalam kehidupan dan
pendidikan selanjutnya. Biarlah Tuhan membalaskan semua jasa-jasa bapak-ibu
sekalian.
Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan
mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai,
Ayahanda tercinta alm Rellus Tambunan dan Ibunda Saida br Tampubolon.
Terimakasih buat segala cinta kasih serta ketulusan kalian sehingga saya bisa
seperti sekarang, terima kasih buat perhatian yang tak pernah putus-putus
khususnya selama pengerjaan skripsi ini, terima kasih buat motivasi-motivasi
yang kalian berikan sehingga saya tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi
iv
9
ini, terima kasih buat doa-doa yang kalian panjatkan sehingga saya mendapatkan
kekuatan dan penghiburan dari Tuhan. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada saudara-saudari yang saya sayangi kakak Septina Pesta Ramayanti
Tambunan, abang Erwin Sunardy Tambunan dan abang Jepri Aryanto Tambunan.
Terima kasih buat doa, wawasan dan semangat yang telah kalian berikan kepada
saya.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Amudi Lumbantobing,
M.Hum dan keluarga yang telah memberikan banyak informasi kepada saya
sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, sehingga data yang diperoleh
mendukung penulisan skripsi ini.
Kepada saudara-saudara penulis Etno 2014, buat Fitri Siagian, Marimar
Manihuruk, Omega Silitonga, Hendri Tindaon, Kiky Simatupang, Fey Sinaga,
Bestari Purba, Sefti Andayani, Kristina Samosir, Lisa Yanti, Lestari Hutabarat,
Gadhietri Sagala, Putri Olivia, Indri Pardede, Septi Arshila, Anantha Sitio, Reza
Pane, Akim Sagala, Diki, Dolok Purba, Ezra Mendrofa, Unggun, Chayadi, Fadly
Dharmawan, Johannes Nababan, Only Rajagukguk, Endiko Sagala, Yohannes
Antonio, Reinhard Hutapea, Candra Silitonga, Candra Ritonga, Jhonson Pasaribu,
Viyata, Jems Tambun, Junaidi, Hendra Siregar, Gustaf, Laster Malau, Armando
Haloho, Mardika, terima kasih buat beberapa tahun kebersamaan yang telah kita
miliki. Bangga bisa menjadi bagian orang-orang hebat seperti kalian. Sungguh
pengalaman yang tidak terlupakan bisa menjadi bagian hidup kalian. Hal tersebut
merupakan kenangan yang tidak bisa penulis lupakan. penulis percaya kita semua
akan menjadi orang-orang yang hebat. Biarlah jalinan kasih kita tidak terputus dan
bisa berlanjut di masa yang mendatang. Kepada Senior dan junior di
v
10
Etnomusikologi terutama stambuk 2012 dan 2015 terima kasih banyak buat Mario
Yosua Sinaga karena telah meluangkan waktunya, ilmu dan wawasan yang telah
membantu penulis dalam mentranskripsi musik, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Terima kasih juga buat Jamal Tampubolon, Hans Hutagalung,
Yehezkiel, buat hari-hari saya di perkuliahan yang begitu bersemangat karena
kalian semua.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari masih belum sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu
pengetahuan dalam bidang Etnomusikologi. Akhir kata peneliti mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu peneliti dalam
penyempurnaan skripsi ini.
vi
11
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN…………………………………………………………………. i
ABSTRAK………….………………………………………………………….... ii
KATA PENGANTAR……………………………………….………………… iii
DAFTAR ISI……………………………………...…………………………...... vii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..…... ix
DAFTAR GAMBAR…………………………………..………………………... x
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Pokok Permasalahan ............................................................................... 7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 7
1.3.1. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
1.3.2. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
1.4. Konsep dan Teori .................................................................................... 8
1.4.1. Konsep .......................................................................................... 8
1.4.2. Teori.............................................................................................. 10
1.5. Metode Penelitian.................................................................................... 11
1.5.1. Studi Kepustakaan ........................................................................ 11
1.5.2. Kerja Lapangan ............................................................................. 12
1.5.3. Wawancara ................................................................................... 13
1.5.4. Kerja Laboratorium ...................................................................... 14
1.6. Lokasi Penelitian ..................................................................................... 14
BAB II : GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN
TARUTUNG DAN SEJARAH MUSIK GEREJA DI
KOTA TARUTUNG .......................................................................... 16
2.1. Wilayah Kecamatan Tarutung .............................................................. 16
2.2. Penduduk ............................................................................................... 19
2.3. Organisasi Sosial ................................................................................... 22
2.4. Sistem Kekerabatan ............................................................................... 24
2.5. Sistem Mata Pencaharian ...................................................................... 26
2.6. Kesenian Musik Batak Toba Di Tarutung ............................................ 28
2.7. Bahasa ................................................................................................... 30
2.8. Kepercayaan Masyarakat Batak Toba Di Tarutung .............................. 31
2.9. Sejarah Musik Gereja Di Tarutung ....................................................... 32
BAB III : DESKRIPSI PERTUNJUKAN MUSIK GEREJA
BERNUANSA ETNIS ........................................................................ 34
3.1. Teknis Acara ......................................................................................... 35
3.1.1. Pawai .......................................................................................... 35
3.1.2. Ibadah ......................................................................................... 36
3.1.3. Pertunjukan Musik Gereja Bernuansa Etnis ............................... 36
vii
12
BAB IV : TRANSKRIPSI DAN ANALISIS STRUKTUR
MELODI IKUT DIKAU SAJA TUHAN, DI BADAI
TOPAN DUNIA, DAN KUMASUK RUANG MAHA
KUDUS ................................................................................................ 46
4.1. Transkripsi .......................................................................................... 46
4.1.1. Simbol Dan Notasi...................................................................... 47
4.1.2. Transkripsi Lagu ......................................................................... 50
4.1.3. Tangga Nada (Scale) .................................................................. 63
4.1.4. Nada Dasar (Pitch Center) ......................................................... 64
4.1.5. Wilayah Nada (Range) ............................................................... 65
4.1.6. Pola Kadensa (Cadence Patterns) .............................................. 66
4.1.7. Formula Melodik (Melodic Formulas) ....................................... 67
4.1.8. Kontur (Contour) ........................................................................ 68
4.1.9. Analisis Ritem ............................................................................ 69
4.1.10. Bentuk (Form) .......................................................................... 70
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 74
5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 74
5.2. Saran ...................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 76
LAMPIRAN ......................................................................................................... 78
DAFTAR INFORMAN ....................................................................................... 82
viii
13
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Luas Wilayah Kecamatan Berdasarkan Desa 18
Tabel 2.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jumlah Penduduk Desa 19
Tabel 2.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Dan Desa 20
Tabel 2.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur Dan Jenis Kelamin 21
Tabel 2.5 Jumlah Rumah Ibadah Berdasarkan Desa Dan Jenis Rumah Ibadah 23
Tabel 2.6 Jumlah Guru, Tenaga Kesehatan, Petani Berdasarkan Desa 26
Halaman
ix
14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Sopo Partungkoan Tarutung 16
Gambar 2.1 Wilayah Kecamatan Tarutung 17
Gambar 2.2 Kecamatan Tarutung 18
Gambar 2.3 Kelompok Musik Tiup Bahana Tapanuli 29
Gambar 2.4 PSM IAKN Tarutung 30
Gambar 3.1 Pertunjukan Paduan Suara Kecamatan Lintong Ni Huta 37
Gambar 3.2 Pertunjukan Etnis China 38
Gambar 3.3 Pertunjukan Home Band S Tradisi 39
Gambar 3.4 Pertunjukan Etnis Karo 40
Gambar 3.5 Pertunjukan Etnis Batak Toba 41
Gambar 3.6 Pertunjukan Etnis India 42
Gambar 3.7 Pertunjukan Etnis Mentawai 43
Gambar 3.8 Pertunjukan Etnis Melayu 44
Gambar 3.9 Pertunjukan Etnis Minang 45
Gambar Lampiran 78
Gambar Lampiran 78
Gambar Lampiran 79
Gambar Lampiran 79
Gambar Lampiran 80
Gambar Lampiran 80
Gambar Lampiran 81
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Masalah
Kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat, serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang
diperoleh manusia sebagai makhluk sosial. Kebudayaan diwujudkan dalam
bentuk tata hidup, merupakan kegiatan manusia yang mencerminkan nilai
budaya yang dikandungnya. Pada dasarnya tata kehidupan dalam masyarakat
merupakan pencerminan yang konkrit dari nilai budaya yang bersifat abstrak.
Suriasumantri (1982:27) mengatakan;
“Keseluruhan dari fase kebudayaan tersebut sangat erat hubungannya
dengan pendidikan sebab semua materi yang terkandung dalam suatu
kebudayaan diperoleh manusia secara sadar lewat proses belajar. Lewat
kegiatan inilah diteruskan kebudayaan dari generasi yang satu ke
generasi selanjutnya. Dengan demikian kebudayaan diteruskan dari
waktu ke waktu. Kebudayaan yang telah lalu bereksistensi pada masa
kini dan kebudayaan masa kini disampaikan ke masa yang akan datang”.
Tapanuli Utara merupakan daerah yang mayoritas suku1 Batak Toba dan.
Tapanuli Utara juga diwarnai dengan keberadaan etnik2 Batak Toba sebagai salah
satu etnik yang paling dominan dari sejumlah etnik yang bermukim di Tapanuli
Utara seperti etnik Karo, Nias, Simalungun, Mandailing, Angkola, Pakpak (Dairi),
Tionghoa, dan beberapa etnik lainnya yang berasal dari luar daerah Provinsi
Sumatera Utara. Semua etnis memiliki nilai budaya masing-masing, mulai dari
adat istiadat, tari daerah, musik tradisi, jenis makanan, budaya, pakaian adat, dan
1 Suku Bangsa adalah kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan sosial lain berdasarkan
kesadaran akan identitas perbedaan kebudayaan, khususnya bahasa. (KBBI, 2019) 2 Etnik adalah kelompok sosial bertalian dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau
kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa. (KBBI, 2019)
2
bahasa daerah masing-masing. Pola hubungan sosial antar individu dalam
masyarakat cenderung bersifat toleran, menerima kenyataan untuk hidup
berdampingan secara damai antara satu dengan yang lainnya, kendati ada
perbedaan-perbedaan yang melekat pada tiap identitas sosial, ekonomi dan
berbagai aktivitas yang melingkarinya.
Mayoritas penduduk Tapanuli Utara merupakan memeluk agama Kristen.
Dalam kurun beberapa tahun terakhir ini seluruh umat Kristen dan gereja di
Tapanuli Utara menyadari bahwa pentingnya peningkatan kualitas musik gereja,
dan bernyanyi, dikarenakan hampir 90% seluruh rangkaian ibadah gereja tidak
terlepas dari musik dan nyanyian.3
Umat Kristen yang beraneka ragam etnis dengan latar belakang sosial dan
budaya masing-masing mengekspresikan nilai-nilai yang dimiliki dalam Liturgi
dan ibadah, misalnya bahasa, kesenian, khususnya nilai-nilai musik dari masing-
masing etnis digunakan dalam ibadah-ibadah, hal ini menegaskan keberadaan
musik gereja sebagai bagian integral dalam kehidupan jemaat. Seluruh umat
Kristen dan gereja menyadari pentingnya peningkatan kualitas musik gereja, akan
tetapi disebabkan keterbatasan tenaga professional untuk menangani musik gereja,
sehingga keinginan-keinginan untuk meningkatkan kualitas musik gereja menjadi
terkendala, selain hal itu keterbatasan dana dan ketidak tersediaan pakar dan
praktisi musik gereja juga turut menjadi kendala. Hampir di setiap jemaat gereja
sangat terbatas tenaga profesional untuk menangani musik gereja secara
3 Dikutip dari Proposal Kegiatan Pagelaran Musik Gereja Bernuansa Etnis Ke-8. Tahun 2017
3
keseluruhan maupun partial. (Hasil wawancara dengan Bapak Amudi
Lumbantobing).4
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Musik Gereja (PPPMG) merupakan
organisasi yang melayani masyarakat umat Kristen dan gereja Organisasi ini
berpartisipasi aktif untuk menumbuh kembangkan kesadaran bermusik yang baik,
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan ibadah dan kehidupan sehari-hari
melalui usaha-usaha dan kegiatan menyebarluaskan teknik kemampuan musik
gereja yang baik di masyarakat dengan berpedoman kepada konsep musik gereja
dan liturgi.
PPPMG yang didirikan oleh Amudi Lumbantobing, Alm. Ben M.
Pasaribu, Hulman Sihombing, Boho Pardede pada tahun 2009, memiliki visi
untuk meningkatkan sumber daya masyarakat khususnya bidang seni budaya dan
juga untuk meningkatkan solidaritas masyarakat Tapanuli Utara. Oleh karena itu
PPPMG berupaya mendukung Visi dan Misi pemerintah Kabupaten Tapanuli
Utara dalam sektor pariwisata.
Tujuan PPPMG untuk memajukan musik gereja sebagaimana diuraikan
tersebut di atas dimulai dengan penyelenggaraan seminar internasional “Varieties
Of Church Music” yang dilaksanakan bersamaan dengan pengenalan organisasi
PPPMG kepada masyarakat luas pada tanggal 30 november 2009 dengan
menghadirkan pembicara dari Malaysia, Amerika Serikat dan Indonesia, juga
telah melaksanakan pagelaran musik gereja bernuansa etnis selama delapan kali
berturut-turut mulai tahun 2009 sampai dengan tahun 2018 yang menampilkan
keberagaman musik gereja bernuansa etnis sebagai gambaran setiap suku bangsa-
4 Wawancara dengan Bapak Amudi Lumbantobing pada tanggal 8 februari 2018
4
bangsa memuji memuliakan nama Tuhan. Setiap tahunnya PPPMG mengadakan
Pagelaran Musik Gereja Bernuansa Etnis, yang mana mengundang masyarakat
Kristen yang berada di luar Tapanuli Utara untuk berkunjung ke kota wisata
Rohani Tarutung Silindung melihat keindahan panorama dan sejarah awal ke-
Kristenan di Sumatera Utara yang di latar belakangi monumen Salib Kasih.5
Menurut PPPMG, maksud dan tujuan kegiatan dilaksanakannya Pagelaran
Musik Gereja Bernuansa Etnis adalah: (1) Mengapresiasi musik tradisi sebagai
nilai-nilai sosial budaya setiap etnis yang harus di lestarikan. (2) Bahwa musik
tradisi bisa digunakan dalam memuji Tuhan, dan menjadi tolak ukur merubah pola
pikir (mind set) yang selama ini beranggapan bahwa musik tradisi berbau kepada
mistis alam gaib. (3) Dengan terang injil, musik tradisi hasil dari budaya dapat di
kembangkan dan di kemas menjadi suatu musik yang indah dalam memuji Tuhan.
(4) Melestarikan kearifan-kearifan lokal (local wisdom) sekaligus mengajak
masyarakat dan gereja sebagai pengguna musik untuk menyadari bahwa realitas
kehidupan musik di gereja sudah perlu dioptimalkan kuantitas dan kualitas
penyajiannya. (5) Mengajak seluruh tenaga profesional musik gereja untuk secara
sadar membangun karakter ibadah dengan pelaksanaan pelayanan musik gereja
yang bermutu.6 Dengan diadakannya pertunjukan musik gereja bernuansa etnis ini
masyarakat Tarutung secara bertahap telah menerima konsep musik tradisi
kedalam ibadah gereja.
Menurut Murgiyanto, (1995) seni pertunjukan merupakan sebuah tontonan
yang memiliki nilai seni dimana tontonan tersebut disajikan sebagai pertunjukan
di depan penonton. Sal Murgiyanto juga mengatakan bahwa kajian pertunjukan
5 Wawancara dengan Bapak Amudi Lumbantobing pada tanggal 8 februari 2018
6 Wawancara dengan Bapak Amudi Lumbantobing pada tanggal 8 februari 2018
5
adalah sebuah disiplin baru yang mempertemukan ilmu-ilmu seni (musikologi,
kajian tari, kajian teater) di satu titik dan antropologi di titik lain dalam satu kajian
inter-disiplin (etnomusikologi, etnologi tari dan performance studies).
Seni pertunjukan sebagai disiplin yang masih muda, seperti halnya ilmu-
ilmu humaniora yang lain juga belum begitu tua, padahal seni pertunjukan dalam
kehidupan manusia sudah sangat tua usianya serta memiliki fungsi yang
bermacam-macam seperti: berfungsi sebagai ritual kesuburan, memperingati daur
hidup sejak kelahiran manusia sampai ia mati, mengusir wabah penyakit,
melindungi masyarakat dari berbagai macam bahaya, sebagai hiburan pribadi,
sebagai presentasi estetis (tontonan), sebagai media propaganda, sebagai
penggugah solidaritas sosial, sebagai pembangunan integritas sosial, sebagai
pengikat solidaritas nasional, dan sebagainya.
Pagelaran ini dilaksanakan pada tanggal 25 november 2017 pukul 19.00
WIB di gedung kesenian Sopo Partungkoan Tarutung. Sebelum acara ini di mulai,
para tim pagelaran melakukan pawai di siang hari untuk memperkenalkan dan
memberitahukan kepada masyarakat setempat bahwa acara pagelaran akan
dilaksanakan. Tim pagelaran tersebut mengenakan aksesoris kesenian dari tiap-
tiap etnis yang akan tampil dan dipandu oleh pihak kepolisian dalam menjaga
kelancaran pawai tersebut.
Dalam penelitian ini penulis akan berfokus untuk menganalisis lagu Ikut
Dikau Saja Tuhan (Melayu), Dibadai Topan Dunia (Minang) dan Ku Masuk
Ruang Maha Kudus (Karo), pemilihan lagu tersebut penulis pilih karena tingginya
minat penonton dalam menanti pertunjukan musik etnis Melayu, Karo, Minang,
dan dipilihnya lagu tersebut sebagai bahan analisis penulis karena lagu-lagu
6
tersebut dimainkan dengan beberapa alat musik asli dari tiap etnis yang tampil.
Dalam pertunjukannya lagu-lagu yang dimainkan sejatinya tidak memiliki
perubahan struktur dari versi aslinya, hanya saja ada penambahan-penambahan
melodi yang membuat lagu tersebut memiliki nuansa dari etnis yang
membawakannya. Seperti lagu Ikut Dikau Saja Tuhan, seniman etnis Melayu
menambahkan cengkok dan melodi khas Melayu kedalam lagu tersebut, etnis
Karo menambahkan rengget dan patam-patam dalam lagu tersebut, supaya lagu
tersebut memiliki unsur nuansa Karo, etnis Minang menambahkan pola melodi
minang yang tegas kedalam komposisi musik tersebut agar nuansa Minang dalam
lagu tersebut kelihatan.
Dalam pembahasan mengenai pagelaran musik gereja bernuansa etnis
seperti yang terurai di atas, sangatlah relevan untuk dikaji secara etnomusikologi,
sebagai disiplin ilmu yang penulis pelajari selama beberapa tahun belakangan ini.
Dalam penulisan skripsi ini yang penulis maksud dengan etnomusikologi (di
kemukakan oleh Bruno Netll dalam buku terjemahan Teori Dan Metode Dalam
Etnomusikologi)7 adalah ilmu yang mempelajari musik dan berbagai aspeknya
dalam kebudayaan manusia, di luar peradapan Barat. Dalam kaitan ini, penulis
merasa sangat tertarik dengan perkembangan musik gereja serta masuknya musik
etnis dalam menciptakan suasana baru dalam lingkup ibadah gereja. Oleh karena
itu penulis memilih judul, “Analisis Musikal Lagu-Lagu Gereja Yang
Ditampilkan Dalam Pertunjukan Musik Gereja “Bernuansa” Etnis Di
Tarutung”.
7 Dalam buku Bruno Nettl, yang berjudul “Teori Dan Metode Dalam Etnomusikologi” yang di
terjemahkan oleh Nathalian H.P.D. Putra. Jayapura: Jayapura Center Of Music, 2012
7
I.2 Pokok Permasalahan
Dari uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, maka
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi pertunjukan musik gereja bernuansa etnis yang
diselenggarakan oleh PPPMG.
2. Bagaimana unsur-unsur musik etnis Melayu, Minang, Karo dalam
pertunjukan musik gereja bernuansa etnis yang diselenggarakan oleh
PPPMG.
I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
I.3.1 Tujuan Penelitian
Pada umumnya sebuah kegiatan penelitian berorientasi kepada tujuan
tertentu. Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsi pertunjukan musik gereja bernuansa etnis yang
diselenggarakan oleh PPPMG.
2. Untuk mendeskripsi analisis musik dari etnis Melayu, Minang, Karo
pada pertunjukan musik gereja bernuansa etnis yang diselenggarakan
oleh PPPMG.
I.3.2 Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini dirampungkan, diharapkan dapat bermanfaat sebagai
berikut:
1. Sebagai masukan bagi penulis dalam menambah pengetahuan tentang
perkembangan musik gereja bernuansa etnis.
8
2. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang musik gereja
bernuansa etnis.
3. Sebagai bahan referensi dan acuan bagi peneliti tentang musik gereja
bernuansa etnis.
I.4 Konsep Dan Teori
I.4.1 Konsep
Konsep adalah penggambaran atas image (citra) sebelumnya dengan
meletakkan perbedaanya (Schopenhauer 1992). Pemahaman konsep diperoleh
melalui proses belajar. Sedangkan belajar merupakan proses kognitif
(kepercayaan) yang melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan.
Ketiga proses tersebut yaitu: (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi
informasi, dan (3) menguji relevansi dan ketetapan pengetahuan.
Dalam mencari ketiga proses diatas tidak akan terlepas dari kata observasi
dan pengamatan, Pengertian observasi adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan secara sistematis dan sengaja, yang dilakukan melalui pengamatan dan
pencatatan gejala-gejala yang diselidiki. Dalam hal ini observasi dan pengamatan
yang dilakukan adalah observasi dan pengamatan mengenai pertunjukan musik
gereja bernuansa etnis di Tarutung.
Menurut Komaruddin (2001;53), analisis adalah suatu kegiatan atau proses
berfikir untuk membagi dan menguraikan sesuatu secara keseluruhan menjadi
bagian dari komponen yang berbeda sehingga tanda-tanda dan ciri dari setiap
komponen bisa dikenal, dan dihubungkan satu sama lainnya. Masing-masing
komponen memiliki fungsi yang berbeda dan jika disatukan menjadi satu
9
keseluruhan yang saling terpadu. Penelitian ini akan menganalisis musik gereja
yang bernuansa etnis, sehingga bentuk dari musik gereja tersebut terdapat nuansa
etnis.
Menurut Jan Van Luxemburg (1989) lirik atau syair lagu dapat dianggap
sebagai puisi yang mengungkapkan pepatah, semboyan dan doa-doa. Dalam
penulisan ini yang dimaksud dengan lagu-lagu gereja adalah lagu yang digunakan
sebagai sarana pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam lingkup ibadah gereja
dengan berpedoman pada buku seperti Buku Ende, Kidung Jemaat.
Musik adalah suatu ekspresi jiwa atau sebuah ide yang dituangkan
kedalam bentuk bunyi-bunyian yang dimainkan sesuai dengan urutan-urutan nada
yang memiliki tingkat keharmonisan. Menurut Pusat Pengkajian Dan
Pengembangan Musik gereja dari hasil wawancara penulis, musik gereja yang
benar adalah musik yang mengandung prinsip-prinsip Teologia Alkitabiah baik
dari segi liriknya, elemen musiknya, serta perkawinan elemen musik dan lirik.
Musik gereja yang sehat dan benar haruslah dipakai di dalam ibadah gereja.
Pertunjukan adalah seni yang disajikan dengan penampilan peragaan,
maksudnya seni itu akan dapat dihayati selama berlangsungnya proses ungkap
oleh pelakunya (Bastomi, 1992: 72). Dalam hal ini penulis ingin mendeskripsikan
tentang pertunjukan musik gereja bernuansa etnis, maksud dari kata bernuansa
dalam pembahasan karya ilmiah ini ialah sebuah gambaran tentang suatu warna
musik yang memiliki ciri khas sendiri, seperti misalnya musik Melayu memiliki
cengkok yang menggambarkan tentang ciri khas musik tersebut. Kalimat
“bernuansa” tersebut dikutip dari nama acara pagelaran musik gereja bernuansa
etnis.
10
I.4.2 Teori
Teori merupakan serangkaian bagian variabel, definisi, yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai
fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel dengan maksud
menjelaskan fenomena alamiah. Teori mempunyai hubungan yang erat dengan
penelitian dan juga dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa
teori, penemuan tersebut akan merupakan keterangan-keterangan empiris yang
berpencar. (Moh. Nazir, 1983:22-25).
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan landasan teori oleh
Allan P. Merriam dalam bukunya The Anthropology Of Music yaitu music and
cultural dynamics8 dimana pengertiannya tentang pergerakan musik dalam suatu
budaya yang bergerak secara dinamika, dimana sewaktu-waktu akan ada
perubahan yang terjadi antara musik dan budaya yang dipengaruhi oleh berbagai
hal seperti transmisi, akulturasi dan inovasi. Untuk menganalisis pertunjukan
musik penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Milton Singer bahwa
seni pertunjukan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) waktu pertunjukan yang
terbatas, (2) mempunyai awal dan akhir, (3) acara kegiatan yang terorganisir, (4)
sekelompok pemain, (5) sekelompok penonton, (6) tempat pertunjukan, dan (7)
kesempatan untuk mempertunjukkan (dalam Sal Murgiyanto 1996:164-165).
Diharapkan dengan menggunakan teori ini penulis dapat menyelesaikan
penelitiannya dan dapat mengatasi tiap-tiap masalah yang muncul selama
penelitian ini berlangsung.
8 Buku Alan P. Merriam, yang berjudul The Anthropology Of Music, chapter XV “Music And
Cultural Dynamics”. Tahun 1963.
11
I.5 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur
yang digunakan oleh seorang disiplin ilmu yang melakukan penelitian. Metode
penelitian juga merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara untuk mencapai
hasil dari suatu penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
transkripsi oleh Bruno Nettl, (1964:96)9 dimana nantinya metode ini dapat
membantu penulis dalam menyelesaikan analisis lagu yang memiliki nuansa etnis,
membantu penulis mencari karakter melodi yang bernuansa etnis dan juga melihat
bentuk dari lagu yang akan di analisis dan menggunakan metode kualitatif untuk
memahami permasalahan yang terdapat dalam deskripsi pagelaran musik gereja
bernuansa etnis di Tarutung Tapanuli Utara. Kajian ini akan meliputi berbagai hal,
dimulai dari tahap persiapan sebelum kelapangan, tahap kerja lapangan,
pengambilan data, analisis data dan penulisan laporan.
I.5.1 Studi Kepustakaan
Sebelum mengadakan penelitian lapangan, terlebih dahulu harus dilakukan
studi kepustakaan untuk memperlebar wawasan pengetahuan penulis dalam
menyelesaikan sebuah penelitian ilmiah yaitu dengan cara membaca bahan-bahan
yang relevan, baik itu tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet dan catatan-
catatan yang berkaitan dengan objek penelitian, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan data yang relevan untuk mendukung penulisan skripsi ini.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan acuan referensi karya
ilmiah yang diteliti oleh Listya, Agastya Rama (2011) yang berjudul
“Kontekstualisasi Musik Gerejawi: Sebuah Keniscayaan”, karya ilmiah tersebut
9 Buku Bruno Nettl, yang berjudul “Teori Dan Metode Dalam Etnomusikologi” yang di
terjemahkan oleh Nathalian H.P.D. Putra. Jayapura: Jayapura Center Of Music, 2012
12
membahas musik gereja merupakan “anak zaman” yang di dalamnya terkandung
nilai-nilai universal yang berlaku sepanjang waktu dan di semua tempat. Bila
musik gerejawi tidak dikembangkan sesuai dengan zamannya maka ia akan
kehilangan konteks terhadap nilai-nilai budaya, lingkungan alam dan manusia.
Penulis juga memakai referensi dari karya ilmiah Listya, Agastya Rama (2011)
“Kontekstualisasi Musik Gerejawi Dan Aplikasinya Dalam Komposisi Musik
Koral Sakral Indonesia”, isi dari karya ilmiah tersebut adalah membahas
komposisi musik koral sakral kontekstual di Indonesia yang di kelompokkan
menjadi tiga jenis, yaitu: 1) Sepenuhnya menggunakan idiomatika lokal (skala
melodik, ornamentasi, instrumentasi, dan lirik); 2) Mengkombinasikan antara
idiomatika atau nuansa lokal dengan teknik kompositorik Barat Klasik terutama
dalam hal penulisan kontrapung dan harmoni; 3) Mengutip penggalan melodi atau
filosofi lokal dijabarkan dalam teknik kompositorik modern.
I.5.2 Kerja Lapangan
Kerja lapangan ini dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat dalam
menyelesaikan objek penelitian ini. Dalam hal ini penulis menggunakan teknik
observasi atau pengamatan dimana observasi adalah satu teknik pengumpulan
data secara sistematis yang dilakukan secara sengaja. Sesuai dengan pendapat
diatas maka penelitian yang dilakukan di lapangan adalah dengan cara
pengamatan yang terlibat langsung agar penulis dapat mengamati serta
memahami objek yang sedang diteliti. Disamping itu pengamatan ini bertujuan
untuk menciptakan komunikasi serta interaksi yang baik antara penulis sendiri
dengan objek yang diteliti yaitu deskripsi dan fungsi pagelaran musik gereja
13
bernuansa etnis di Tarutung Tapanuli Utara, sehingga data yang dibutuhkan dapat
diperoleh secara lebih akurat.
I.5.3 Wawancara
Wawancara adalah percakapan antara dua orang atau lebih dan
berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah
untuk mendapatkan informasi dimana pewawancara melontarkan pertanyaan-
pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang diwawancarai. Wawancara merupakan
bagian yang sangat penting dalam pengambilan data dimana dalam pengambilan
data tersebut haruslah memerlukan kejelian dan teknik-teknik tertentu.
Koentjaraningrat (1986:136) membagi wawancara kedalam dua golongan
besar yaitu wawancara berencana dan wawancara tak berencana, menyangkut
beberapa definisi mengenai wawancara diatas maka penulis dalam hal penggalian
atau pengambilan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. Penulis
menggunakan teknik wawancara berencana yang di bagi lagi kedalam sub
wawancara terfokus dan wawancara sambil lalu. Mengacu pada bagian
wawancara yang dikemukakan Koentjaraningrat (1985:139), yaitu: wawancara
berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview), wawancara
sambil lalu (casual interview).
Maka dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan
yang akan di ajukan sesuai dengan keadaan di lapangan, pertanyaan yang diajukan
tidak berdasarkan urutan yang telah ditentukan pada daftar pertanyaan, tetapi
dapat berkembang sesuai dengan pembicaraan, walaupun demikian pertanyaan
tersebut selalu terpusat pada pokok permasalahan dan tujuan penelitian yang ingin
dicapai. Dalam wawancara yang dilakukan penulis, penulis menggunakan media
14
rekam, dan kamera sebagai alat untuk pengambilan dan penyimpanan data yang
diperlukan dari informan yang penulis wawancarai.
I.5.4 Kerja Laboratorium
Ada pendekatan dalam penelitian etnomusikologi yaitu kegiatan kerja
laboratorium (desk work) yang meluputi: mengolah data, mentranskripsi musik,
menganalisis data, dan menyusun laporan. Semua data yang telah diperoleh pada
saat pengambilan data di lapangan dicatat, kemudian diolah dan dianalisis dengan
teliti. Hasil olahan dan analisis data tersebut kemudian akan dijadikan dalam
bentuk karya tulisan, dan selanjutnya hasil-hasil dari pengolahan dan analisis data
tersebut baik berupa data tulisan, gambar maupun suara disusun secara sistematis
atau teratur, sehingga hasilnya dapat dilihat dalam suatu bentuk laporan karya
ilmiah atau skripsi.
I.6 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang menjadi objek kajian dalam tulisan ini adalah
berada di sopo partungkoan Jl. Sisingamangaraja, Hutatoruan VI, Tarutung,
kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara 22411. Sopo Panisioan atau yang biasa
disebut sebagai Sopo Partungkoan berada di sekitar kawasan kantor pemerintahan,
diapit oleh dua gedung pemerintahan yakni di sebelah kanang Sopo Partungkoan
terdapat gedung DPRD Tapanuli Utara dan di sebelah kiri Sopo Partungkoan
terdapat gedung Badan Kepegawaian. Bentuknya seperti rumah adat Batak,
gedung berornamen seni batak gorga ini dalam bahasa batak, “sopo” berarti
“rumah” dan “partungkoan” berarti pertemuan.
15
Dahulu sopo ini digunakan para leluhur sebagai wadah komunikasi dan
musyawarah dalam mengambil keputusan dalam berbagai hal, seperti: penetapan
hukum, hubungan sosial masyarakat, sumber daya alam dan manusia, perumusan
adat, keamanaan dan juga sebagai lembaga pertimbangan hakim untuk
memutuskan perkara akibat pelanggaran hukum yang selanjutnya diputuskan oleh
raja adat. Pada saat ini bangunan sopo partungkoan difungsikan sebagai gedung
kesenian dan tempat perhelatan berbagai acara karena memiliki luas yang cukup
memadai. Adapun lokasi penelitian yang terdapat pada gambar di atas merupakan
tempat berlangsungnya pagelaran musik gereja bernuansa etnis.
Gambar 1.1 Sopo Partungkoan Tarutung
Dokumentasi: http://hutabarat13.blogspot.com
16
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN TARUTUNG DAN
SEJARAH MUSIK GEREJA DI KOTA TARUTUNG
2.1 Wilayah Kecamatan Tarutung
Tarutung adalah Ibukota Kabupaten Tapanuli Utara, kata Tarutung ini
berasal dari bahasa Batak Toba yang artinya adalah Durian. Dinamakannya
tempat tersebut menjadi Tarutung (durian) karena dahulu kala di tempat tersebut
ada sebuah pohon durian yang sangat besar terletak di tengah Kota. Para
pedagang dan pelintas lainnya sering singgah di pohon durian tersebut sebagai
tempat melepaskan lelah sekaligus membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan
barang dagangannya. Lama kelamaan tempat persinggahan ini semakin dikenal
bahkan dikenang untuk memudahkan tujuan alamat seseorang selalu menyebut di
Tarutung sehingga inilah nama kota tersebut sampai sekarang.
Gambar 2.1 Wilayah Kecamatan Tarutung
Dokumentasi: https://id.wikipedia.org
17
Tarutung memiliki ketinggian 900 sampai dengan 1200 Meter diatas
permukaan laut dan luas wilayah Tarutung sebesar 107,68 Km2. Adapun batas
wilayah Tarutung ialah: sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sipoholon,
sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pahae Julu, sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Adiankoting, sebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Siatas Barita dan Sipahutar.
Tarutung memiliki 31 Desa yaitu: Siandor-andor, Hutapea Banuarea,
Parbubu Pea, Parbubu I, Parbubu II, Parbubu Dolok, Hutatoruan I, Hutatoruan III,
Hutatoruan IV, Hutatoruan V, Hutatoruan VI, Hutatoruan VII, Hutatoruan VIII,
Hutatoruan IX, Hutatoruan X, Hutatoruan XI, Sosunggulon, Parbaju Toruan,
Hapoltahan, Aek Sian Simun, Partali Toruan, Parbaju Tonga, Simamora,
Gambar 2.2 Kecamatan Tarutung
Dokumentasi: http://tapanuliutarakab.bps.go.id
18
Hutagalung Siwalu Ompu, Siraja Oloan, Hutauruk, Parbaju Julu, Partali Julu,
Sitampurung, Jambur Nauli, Sihujur.
Tabel 2.1 Luas Wilayah Kecamatan Berdasarkan Desa
Desa Luas (Km2) Rasio Terhadap Total Luas
Kecamatan (%)
No. (1) (2) (3)
1 Siandor-andor 8,50 7,89
2 Hutapea Banuarea 8,25 7,66
3 Parbubu Pea 1,25 1,16
4 Parbubu II 4,50 4,18
5 Parbubu Dolok 7,94 7,37
6 Hutatoruan VIII 3,50 3,25
7 Parbubu I 4,75 4,41
8 Hutatoruan I 2,00 1,86
9 Sosunggulon 2,62 2,43
10 Parbaju Toruan 4,55 4,23
11 Hapoltahan 1,44 1,34
12 Hutatoruan IV 0,87 0,81
13 Aek Sian Simun 4,56 4,23
14 Hutatoruan V 1,50 1,35
15 Hutatoruan VI 3,25 3,02
16 Hutatoruan XI 0,20 0,19
17 Hutatoruan IX 0,85 0,79
18 Hutatoruan X 1,04 0,97
19 Hutatoruan VII 2,00 1,86
20 Partali Toruan 0,62 0,58
21 Parbaju Tonga 3,50 3,25
22 Simamora 3,40 3,16
23 Hutagalung Siwalu Ompu 3,20 2,97
24 Siaraja Oloan 3,75 3,48
25 Hutauruk 2,19 2,03
26 Parbaju Julu 3,50 3,25
27 Partali Julu 2,00 1,86
28 Sitamputung 7,75 7,20
29 Jambur Nauli 8,76 8,14
30 Sihujur 5,00 4,64
31 Hutatoruan III 0,44 0,41
Tarutung 107,68 100,00
2.2 Penduduk
(Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara 2017)
19
2.2 Penduduk
Tabel 2.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jumlah Penduduk Desa
Desa Jumlah Penduduk (Jiwa)
No. (1) (2)
1 Siandor-andor 599
2 Hutapea Banuarea 1024
3 Parbubu Pea 489
4 Parbubu II 687
5 Parbubu Dolok 1167
6 Hutatoruan VIII 493
7 Parbubu I 1114
8 Hutatoruan I 1876
9 Sosunggulon 1013
10 Parbaju Toruan 1262
11 Hapoltahan 875
12 Hutatoruan IV 909
13 Aek Sian Simun 1099
14 Hutatoruan V 701
15 Hutatoruan VI 665
16 Hutatoruan XI 1556
17 Hutatoruan IX 1248
18 Hutatoruan X 4662
19 Hutatoruan VII 5622
20 Partali Toruan 2938
21 Parbaju Tonga 1131
22 Simamora 2482
23 Hutagalung Siwalu Ompu 1272
24 Siaraja Oloan 1350
25 Hutauruk 584
26 Parbaju Julu 1031
27 Partali Julu 1209
28 Sitamputung 845
29 Jambur Nauli 1120
30 Sihujur 469
31 Hutatoruan III 323
2016 41815
(Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara 2017)
Pada tabel diatas penulis melihat adanya perbandingan penduduk yang
mendiami satu desa ke desa lainnya, untuk keseluruan penduduk Tarutung yang
terdata pada BPS Kabupaten Tapanuli Utara desa Hutatoruan VII adalah desa
20
yang memiliki jumlah penduduk paling tinggi sebanyak 5622 jiwa, Hutatoruan III
memiliki tingkat penduduk paling sedikit sekitar 323 jiwa.
Tabel 2.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Dan Desa
Desa Laki-laki Perempuan Jumlah
No. (1) (2) (3) (4)
1 Siandor-andor 301 298 599
2 Hutapea Banuarea 470 554 1024
3 Parbubu Pea 240 249 489
4 Parbubu II 314 373 687
5 Parbubu Dolok 623 544 1167
6 Hutatoruan VIII 229 264 493
7 Parbubu I 555 559 1114
8 Hutatoruan I 893 983 1876
9 Sosunggulon 449 564 1013
10 Parbaju Toruan 638 624 1262
11 Hapoltahan 419 456 875
12 Hutatoruan IV 444 465 909
13 Aek Sian Simun 527 572 1099
14 Hutatoruan V 328 373 701
15 Hutatoruan VI 335 330 665
16 Hutatoruan XI 748 808 1556
17 Hutatoruan IX 604 644 1248
18 Hutatoruan X 2271 2391 4662
19 Hutatoruan VII 2725 2897 5622
20 Partali Toruan 1410 1528 2938
21 Parbaju Tonga 547 584 1131
22 Simamora 1212 1270 2482
23 Hutagalung Siwalu Ompu 633 639 1272
24 Siaraja Oloan 663 687 1350
25 Hutauruk 310 274 584
26 Parbaju Julu 504 527 1031
27 Partali Julu 591 618 1209
28 Sitamputung 425 420 845
29 Jambur Nauli 566 554 1120
30 Sihujur 247 222 469
31 Hutatoruan III 164 159 323
2016 20385 21403 41815
(Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara 2017)
Pada tabel diatas penulis melihat adanya perbandingan penduduk laki-laki
dan perempuan yang mendiami satu desa ke desa lainnya, untuk keseluruan
penduduk Tarutung yang terdata pada BPS Kabupaten Tapanuli Utara ada sekitar
21
20385 jiwa penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dan ada 21403 jiwa
penduduk yang berjenis kelamin perempuan.
Tabel 2.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur Dan Jenis Kelamin
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
No. (1) (2) (3) (4)
1 0-4 2248 2238 4486
2 5-9 2232 2132 4364
3 10-14 2171 2173 4344
4 15-19 2330 2448 4778
5 20-24 1453 1319 2772
6 25-29 1406 1367 2773
7 30-34 1290 1361 2651
8 35-39 1282 1205 2487
9 40-44 1180 1284 2464
10 45-49 1249 1345 2594
11 50-54 1114 1225 2339
12 55-59 928 1043 1971
13 60-64 707 748 1455
14 65-69 342 503 845
15 70-74 231 463 694
16 75+ 222 576 798
2016 20385 21403 41815
(Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara 2017)
Pada tabel diatas penulis melihat adanya perbandingan usia penduduk
yang mendiami satu desa ke desa lainnya, untuk keseluruan penduduk Tarutung
yang terdata pada BPS Kabupaten Tapanuli Utara penduduk dengan rentang usia
15-19 tahun menjadi jumlah penduduk terbanyak dengan jumlah laki-laki 2330
jiwa dan perempuan 2448 jiwa. Mengingat banyaknya jumlah penduduk yang
memiliki usia yang tergolong muda Pusat Pengkajian dan Pengembangan Musik
Gereja membuat suatu gerakan untuk memanfaatkan potensi muda dalam menjaga
nilai budaya dengan cara melestarikan kesenian yang terdapat di Tarutung
khususnya seni musik dan tari. Oleh sebab itu PPPMG bersama Pemerintah
22
Tapanuli Utara mulai gencar untuk mengadakan kegiatan-kegiatan yang
mencerminkan nilai budaya.
2.3 Organisasi Sosial
Organisasi soaial merupakan bagian dari masyarakat yang mendukung
kelangsungan masyarakat tersebut sesuai kebutuhan kelompok atau keseluruhan
dan memperlihatkan hubungan dinamis yang berbeda satu dari yang lain. Pada
umumnya, organisasi sosial dalam suatu negeri paling utama akan berkaitan
dengan organisasi yang memiliki hubungan dengan kelembagaan birokrasi,
keagamaan, ekonomi (termasuk di dalamnya pemasaran, dan kegiatan eksploitasi
atau produksi), pendidikan, pertahanan dan keamanan. (Mukhlis PaEni: 2009:9).10
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Musik Gereja (PPPMG) merupakan
organisasi yang melayani masyarakat umat Kristen dan gereja. Organisasi ini
berpartisipasi aktif untuk menumbuh kembangkan kesadaran bermusik yang baik,
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan ibadah dan kehidupan sehari-hari
melalui usaha-usaha dan kegiatan menyebarluaskan teknik kemampuan musik
gereja yang baik di masyarakat dengan berpedoman kepada konsep musik gereja
dan liturgi.
PPPMG yang didirikan oleh Amudi Lumbantobing, Alm. Ben M.
Pasaribu, Hulman Sihombing, Boho Pardede pada tahun 2009, memiliki visi
untuk meningkatkan sumber daya masyarakat khususnya bidang seni budaya dan
juga untuk meningkatkan solidaritas masyarakat Tapanuli Utara. Awal
pembentukan organisasi ini dimulai dengan menyelenggarakan seminar
10
Dikutip dalam buku Mukhlis PaEni, yang berjudul “Sejarah Kebudayaan Indonesia”. Tahun 2009.
23
internasional “Varieties Of Church Music” yang dilaksanakan bersamaan dengan
pengenalan organisasi PPPMG kepada masyarakat luas pada tanggal 30 november
2009 dengan menghadirkan pembicara dari Malaysia, Amerika Serikat dan
Indonesia, dan dalam perjalanannya PPPMG juga telah melaksanakan pagelaran
musik gereja bernuansa etnis selama delapan kali berturut-turut mulai tahun 2009
sampai dengan tahun 2018 yang menampilkan keberagaman musik gereja
bernuansa etnis sebagai gambaran setiap suku bangsa-bangsa memuji memuliakan
nama Tuhan. Setiap tahunnya PPPMG mengadakan Pagelaran Musik Gereja
Bernuansa Etnis, yang mana mengundang masyarakat Kristen yang berada di luar
Tapanuli Utara untuk berkunjung ke kota wisata Rohani Tarutung Silindung
melihat keindahan panorama dan sejarah awal ke-Kristenan di Sumatera Utara
yang di latar belakangi monumen Salib Kasih.
Tabel 2.5 Jumlah Rumah Ibadah Berdasarkan Desa Dan Jenis Rumah Ibadah
Desa Mesjid Gereja
Katolik
Gereja
Protestan
Kuil Jumlah
No. (1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Siandor-andor 0 0 3 0 3
2 Hutapea Banuarea 0 0 1 0 1
3 Parbubu Pea 0 0 2 0 2
4 Parbubu II 0 0 1 0 1
5 Parbubu Dolok 1 1 2 0 4
6 Hutatoruan VIII 0 0 4 0 4
7 Parbubu I 0 0 3 0 3
8 Hutatoruan I 0 0 2 0 2
9 Sosunggulon 0 0 3 0 3
10 Parbaju Toruan 0 0 4 0 4
11 Hapoltahan 0 0 3 0 3
12 Hutatoruan IV 0 0 0 0 0
13 Aek Sian Simun 0 0 2 0 2
14 Hutatoruan V 0 0 2 0 2
15 Hutatoruan VI 0 0 0 0 0
16 Hutatoruan XI 0 0 2 0 2
17 Hutatoruan IX 0 0 2 0 2
18 Hutatoruan X 1 1 3 0 5
19 Hutatoruan VII 1 0 5 0 6
24
20 Partali Toruan 0 0 5 0 5
21 Parbaju Tonga 0 0 5 0 5
22 Simamora 0 0 7 0 7
23 Hutagalung Siwalu Ompu 0 0 1 0 1
24 Siaraja Oloan 0 0 2 0 2
25 Hutauruk 0 0 1 0 1
26 Parbaju Julu 0 0 2 0 2
27 Partali Julu 0 0 5 0 5
28 Sitamputung 0 0 3 0 3
29 Jambur Nauli 0 0 5 0 5
30 Sihujur 0 0 5 0 5
31 Hutatoruan III 0 0 0 0 0
2016 3 2 85 0 90
(Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara 2017)
Pada tabel diatas terlihat jelas bahwa rumah ibadah Kristen Protestan
menjadi rumah ibadah yang terbanyak di Kota Tarutung yang menandakan bahwa
persebaran Kristen sangat kuat disana.
2.4 Sistem Kekerabatan
Sebagai wilayah yang mayoritas Suku Batak Toba maka sistem kehidupan
sosial kekerabatan yang tinggal tercermin dalam sebuah konsep budaya yang
disebut dengan Dalihan Na Tolu. Dalam setiap aktivitas, kehidupan sosial
masyarakat dan adat istiadat diatur oleh tiga konsep yaitu hula-hula (pihak
keluarga pemberi istri); anak boru (pihak keluarga penerima istri); dan dongan
tubu (sesama saudara lelaki dari induk marga yang sama). Ketiga konsep ini tidak
bisa dipisahkan satu sama lain. Konsep ini mempunyai prestise dan tingkatan
yang berbeda. Hula-hula berada pada status tertinggi baik secara sosial maupun
dalam konteks spritual atau adat. Ketiga konsep ini juga terungkap dalam sebuah
pepatah Batak Toba yang menyatakan somba marhula-hula, elek marboru, manat
mardongan tubu. Artinya setiap orang harus sopan dan hormat terhadap hula-hula,
25
memberikan perhatian terhadap anak boru, serta harus menjaga hubungan yang
baik dengan dongan tubu.
Masyarakat yang tinggal sangat menjunjung tinggi hubungan antara
kelompok sosial yang satu dengan kelompok sosial lainnya berdasarkan turunan
marga. Ketika seseorang baru bertemu dengan yang lain, biasanya masing-masing
individu akan menyebutkan marganya terlebih dahulu dan kemudian mencari
posisi marganya tersebut dalam keluarga atau turunan marganya. Kemudian hal
ini akan memunculkan posisi baru bagi setiap individu tersebut dalam konteks
adat sesuai dengan konsep Dalihan Na Tolu.
Koentjaraningrat (1995:110) mengatakan bahwa stratifikasi sosial orang
Batak dalam kehidupan sehari-hari dapat dibedakan menjadi empat prinsip yaitu:
1) Perbedaan tingkat umur, sistem pelapisan sosial masyarakat Batak Toba
berdasarkan perbedaan tingkat umur yang dapat dilihat dalam sistem adat istiadat.
Dalam pesta adat, orang-orang tua yang tingkat umurnya lebih tinggi, akan lebih
banyak berbicara atau disebut raja adat. 2) Perbedaan pangkat dan jabatan, sistem
pelapisan sosial berdasarkan perbedaan pangkat dan jabatan ini dapat dilihat pada
perbedaan harta dan keahlian yaitu pada keturunan raja-raja, dukun, pemusik
(pargonsi) dan juga pandai-pandai seperti besi, tenun, ukir dan lain-lain. 3)
Perbedaan sifat keaslian, sistem pelapisan sosial berdasarkan perbedaan sifat dan
keaslian dapat kita lihat dalam jabatan dan kepemimpinan. Dalam sistem ini
berlaku sifat keturunan contohnya, di daerah Muara adalah daerah asal marga
Simatupang. Maka secara otomatis turunan marga Simatupang ini lebih berhak
atas jabatan kepemimpinan di daerah tersebut seperti Kepala Desa atau yang di
luar jabatan pemerintahan, demikian juga halnya dalam pemilikan tanah. 4) Status
26
kawin adalah sistem pelapisan sosial berdasarkan status kawin dapat dilihat di
dalam kehidupan sehari-hari yaitu pada orang Batak yang sudah berkeluarga.
Mereka sudah mempunyai wewenang untuk mengikuti acara adat atau berbicara
dalam lingkungan keluarganya, dan biasanya orang Batak yang sudah berkeluarga
akan menjaga wibawanya dalam adat ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu sangat besar arti perkawinan pada masyarakat Batak Toba.
2.5 Sistem Mata Pencaharian
Tabel 2.6 Jumlah Guru, Tenaga Kesehatan, Petani Berdasarkan Desa
Desa Guru Tenaga
Kesehatan
Petani
No. (1) (2) (3) (4)
1 Siandor-andor 8 4 230
2 Hutapea Banuarea 20 4 359
3 Parbubu Pea 8 1 119
4 Parbubu II 0 1 214
5 Parbubu Dolok 10 3 190
6 Hutatoruan VIII 10 1 141
7 Parbubu I 16 3 239
8 Hutatoruan I 48 3 224
9 Sosunggulon 9 4 170
10 Parbaju Toruan 0 5 176
11 Hapoltahan 48 3 113
12 Hutatoruan IV 18 1 172
13 Aek Sian Simun 14 2 183
14 Hutatoruan V 56 2 38
15 Hutatoruan VI 25 3 75
16 Hutatoruan XI 19 3 50
17 Hutatoruan IX 69 4 59
18 Hutatoruan X 208 43 21
19 Hutatoruan VII 71 9 126
20 Partali Toruan 110 10 355
21 Parbaju Tonga 25 3 267
22 Simamora 24 1 105
23 Hutagalung Siwalu Ompu 18 4 130
24 Siaraja Oloan 10 4 328
25 Hutauruk 0 3 178
26 Parbaju Julu 0 2 303
27 Partali Julu 26 4 293
27
28 Sitamputung 25 2 215
29 Jambur Nauli 15 2 354
30 Sihujur 9 1 149
31 Hutatoruan III 8 1 49
2016 927 136 5625
(Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara 2017)
Mata pencaharian adalah keseluruhan kegiatan untuk mengeksploitasi dan
memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada pada lingkungan fisik, sosial dan
budaya yang terwujud sebagai kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi
(Mulyadi, 1993:79). Secara tradisional, mata pencaharian masyarakat Tarutung
umumnya adalah bercocok tanam. Pekerjaan bercocok tanam yang dilakukan
adalah berladang dan menanam padi di sawah. Di samping itu, mereka juga
mengelola hasil hutan terutama untuk memenuhi hidup sehari-hari. Salah satu ciri
khas desa-desa kecil yang terdapat di Tarutung adalah bentuk dari permukiman
tradisionalnya. Pola permukiman desa-desa tersebut umumnya terdiri atas
beberapa perumahan yang dikelilingi oleh rerimbunan pohon diantara bentangan
lahan persawahan di sekelilingnya.
Menurut hukum adat, dahulu lahan yang dijadikan untuk bercocok tanam
tersebut diperoleh dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga
mandapat tanah warisan tetapi tidak boleh menjualnya. Tapi seiring
perkembangan zaman, hukum tersebut lama kelamaan sudah mulai tidak dipakai
lagi, sebab sudah ada beberapa oknum yang pernah menjual tanahnya meskipun
tanah itu warisan marganya. Kendatipun demikian, penduduk Tarutung masih
banyak yang memegang teguh hukum adat tersebut. Sebagian besar masyarakat
menghidupi dirinya dengan bercocok tanam seperti menanam padi, sayur-sayuran,
kacang-kacangan. Sebab menurut penduduk setempat, kegiatan bercocok tanam
28
sangat baik dilakukan di Kota Tarutung mengingat iklim dan kondisi tanah yang
baik.
Mata pencaharian merupakan aktivitas manusia untuk memperoleh taraf
hidup yang layak dimana antara daerah yang satu dengan daerah lainnya berbeda
sesuai taraf kemampuan penduduk dan keadaan demografinya (Daldjoeni,
1987:89). Selain sektor pertanian, perternakan juga merupakan salah satu mata
pencaharian penduduk Tarutung, antara lain perternakan kerbau, sapi, babi,
kambing, ayam, dan bebek. Hasil dari pertanian dan peternakan tersebut sebagian
dijual dipasar dan sebagian lagi dikonsumsi oleh keluarga.
Sektor kerajinan tangan juga berkembang, misalnya tenun, anyaman rotan,
ukiran kayu, tembikar, yang ada kaitannya dengan pariwisata. Jika ditinjau secara
keseluruhan sebagian besar masyarakat di Tarutung saat ini bermata pencaharian
sebagai petani, peladang, pegawai, wiraswasta dan pejabat pemerintahan. Dalam
berwiraswasta bidang usaha yang banyak dikelola oleh masyarakat adalah usaha
kerajinan tangan seperti usaha penenunan ulos, ukiran kayu, dan ukiran logam.
Saat ini sudah cukup banyak juga yang mulai merambah ke bidang usaha jasa.
Menurut Koentjaraningrat, sistem mata pencaharian hidup merupakan segala
usaha manusia untuk mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan. Sistem mata
pencaharian hidup atau sistem ekonomi yang meliputi, berburu dan
mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan, perdagangan.
2.6 Kesenian Musik Batak Toba Di Tarutung
Kegiatan musikal masyarakat Batak Toba di Tarutung ini dikenal dengan
margondang, aktivitas bermain musik dalam bentuk ensembel gondang
29
sabangunan. Dapat diartikan dengan “bermusik” yang dipergunakan dalam
mengiringi berbagai konteks bentuk upacara adat. Sistem perilaku musik bagi
orang Batak Toba, dari bentuk ensembel gondang sabangunan dan gondang
hasapi hingga bentuk-bentuk lain dalam kelompok musik yang berperan dalam
upacara adat.
Di Tarutung terdapat kelompok musik tiup salah satunya adalah musik
tiup Bahana Tapanuli. Kelompok musik tiup ini sering main dalam acara pesta
adat. Alat musik yang dimainkan adalah trumpet, saxophone, trombone, sulim,
keyboard, drum set, gitar strings dan bas.
Tarutung juga memiliki potensi kuat dalam bidang seni suara, banyaknya
talenta muda yang memiliki potensi yang tinggi dalam bernyanyi membuat
Tarutung memiliki organisasi paduan suara dalam kampus IAKN Tarutung yang
cukup di segani dalam tingkat Daerah, Provinsi, Nasional dan Internasional,
sampai saat ini paduan suara ini sangat eksis dalam mengikuti perlombaan baik
Provinsi dan Nasional, adapun kegiatan yang diikuti paduan suara mahasiswa
Gambar 2.3 Kelompok Musik Tiup Bahana Tapanuli
Dokumentasi: Facebook Stevan
30
IAKN Tarutung ialah : Pestival Paduan Suara Musik Gerejawi, PESPARAMNAS,
Festival Folklor Nusantara (FFN), Inggou Victory Choir Festival 2018.
2.7 Bahasa
Menurut Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang
bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan
konvensional, yang dipkai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia
untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Sejak berabad-abad yang lampau suku-
suku bangsa yang tinggal di berbagai kepulauan di Nusantara memiliki bahasa
masing-masing yang dipergunakan dalam pergaulan dan komunikasi antar sesama
suku tersebut. Bahasa itu dinamakan sebagai “bahasa daerah” yang disebutkan
sesuai dengan suku bangsa yang memiliki bahasa tersebut. Misalnya bahasa Batak
Toba dipergunakan oleh Batak Toba. Bahasa yang umum digunakan yaitu Bahasa
Indonesia dan Batak Toba.
Gambar 2.4 PSM IAKN Tarutung
Dokumentasi: http://batakpost.com
31
Dalam percakapan sehari-hari karena sudah terbiasa dan turun-temurun
bahasa yang digunakan adalah Bahasa Batak Toba. Sementara Bahasa Indonesia
digunakan dalam proses belajar mengajar di sekolah dan di dalam kegiatan yang
bersifat formal dalam urusan administrasi pemerintahan meskipun sebenarnya
karena terbiasa pada saat percakapan berlangsung juga menggunakan Bahasa
Batak Toba.
2.8 Kepercayaan Masyarakat Batak Toba Di Tarutung
Orang Batak Toba, baik secara pribadi maupun secara kelompok
mengakui adanya kuasa di luar kuasa manusia. Pengakuan demikian nyata benar
dalam kehidupan sehari-hari adanya hasrat manusia secara keseluruhan
menyerahkan diri kepada kuasa yang di maksud itu, dan hal itu pula mendorong
setiap individu dalam masyarakat supaya tunduk kepada kuasa tersebut sesuai
dengan cara bagaimana menghormati kuasa itu sendiri. Hal ini pula lah yang
menyebabkan timbulnya perbedaan cara penyembahan sesuai dengan
kesanggupan memahami makna kuasa. Namun demikian, bagaimanapun cara
yang dapat dilakukan memuja kuasa yang dimaksud sesuai dengan daya pikir
masing-masing, motif setiap penghormatan ditujukan untuk mendapat
perlindungan agar terhindar dari bahaya, baik bahaya alam, penyakit menular,
atau serangan binatang buas. Demikian pula untuk maksud-maksud mendapat
restu, baik untuk mendapat restu dalam perkawinan, usaha untuk mencari rezeki
dilaksanakan memalui pemujaan. Jauh sebelum agama Kristen dan Islam masuk
ke tanah Batak, orang telah percaya kepada Allah yang telah menciptakan segala
sesuatu di bumi.
32
2.9 Sejarah Musik Gereja Di Tarutung
Pada saat missionaris Jerman datang ke tanah Batak tahun 1861 dan
mendirikan Gereja Mission Batak (GMB) yang sekarang menjadi HKBP
(Huria Kristen Batak Protestan) mereka memperkenalkan injil dengan cara
berkotbah dan bermusik. Alat musik yang digunakan adalah: organ atau
disebut poti marende dan musik tiup. Adapun tujuan mendasarnya adalah
untuk mempercepat perkembangan injil ditanah Batak. Organ atau poti
marende dibunyikan dengan cara seperti mendayung sepeda, kemudian
keluarlah bunyi merdu dari organ tersebut. Seiring dengan perkembangan
zaman poti enam marende atau organ manual tidak dipakai lagi tetapi
menggunakan organ elektrik yang sudah dapat dihubungkan dengan listrik
tidak perlu lagi membunyikannya dengan seperti mendayung sepeda.
Alat musik kedua yang dipakai di gereja sekitar tahun 1900-an adalah
musik tiup. Pada dasarnya musik tiup ini dibuat bukan untuk mengiringi
nyanyian, tetapi untuk memberikan tanda atau peringatan seperti tiupan
terompet pada upacara penobatan raja, atau tanda dimulainya perang. Tetapi
para misionaris memperkenalkan musik tiup ini karena tingginya minat dan
kerinduan orang Batak belajar tentang memainkan alat musik dan belajar not
balok. Walaupun pada akhirnya para misonaris meningalkan Indonesia karena
penjajahan di Indonesia oleh Jepang sekitar tahun 1942, tetapi pengaruh
penggunaan musik tiup dan organ gereja semakin berakar ditangan orang
Batak pecinta musik gereja secara khusus di Tarutung, dan Balige sekitarnya.
Pada tahun 1975 penggunaan organ gereja sudah di padu dengan musik
tiup seperti terompet, saxaphone alto, saxaphone tenor, trombon dan bariton.
33
Semangat bermain musik di gereja meningkatkan semangat beribadah jemaat
di tanah Batak, walaupun diluar daerah tanah Batak penggunaan alat musik
tiup kurang berkembang saat itu. Seiring dengan perkembangan kemajuan
penggunaan musik organ dan musik tiup, di tahun 1980 berkembang pula
penggunaan musik gondang Batak pada acara ibadah kebaktian gereja di
HKBP dengan tujuan agar penggunaan gondang Batak tidak lagi digunakan
untuk upacara pemujaan kepada roh nenek moyang tetapi untuk memuji
Tuhan Allah. Adapun jenis perangkat gondang Batak yang digunakan dalam
ibadah gereja saat ini adalah sulim, taganing, hasapi, sarune. Penggunaan
ogung tidak begitu sering digunakan kecuali ada pelantikan pejabat negara di
Kabupaten dan Provinsi.
34
BAB III
DESKRIPSI PERTUNJUKAN MUSIK GEREJA BERNUANSA ETNIS
Dalam bab ini penulis akan membahas tentang pagelaran atau pertunjukan
musik gereja bernuansa etnis yang di gelar pada hari sabtu, 25 november 2017
yang bertempat di Sopo Partungkoan Tarutung. Pertunjukan musik gereja
beruansa etnis ini sangat lah mendapat perhatian dikalangan masyarakat Tarutung
yang notabene beragama Kristen. Seni pertunjukan tradisional adalah seni
pertunjukan dimana unsur tradisional atau budaya lokal masih sangat dominan
didalamnya. Sedangkan seni pertunjukan modern adalah seni pertunjukan yang
dianggap lebih maju dan sarat dengan unsur asing di dalamnya, misal musik band.
Pagelaran musik gereja bernuansa etnis ini menjadi gebrakan dalam
memajukan dan melestarikan musik tradisi Indonesia, sekaligus memiliki tujuan
untuk meningkatkan kejenjangan sosial antar suku dan menjalin kerukunan umat
beragama. Pagelaran ini juga menarik perhatian Pemerintah Daerah Tapanuli
Utara untuk ikut andil dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Sampai dewasa ini
pertunjukan ini telah di adakan sebanyak delapan kali, tentunya banyak seniman
yang ikut serta dalam meramaikan kegiatan pagelaran musik gereja bernuansa
etnis ini, bahkan banyak seniman yang bersedia datang dari luar Kabupaten
Tapanuli Utara seperti seniman yang datang dari Kabupaten Tapanuli selatan,
Kabupaten Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan dari kota Medan.
Sedangkan etnis yang tampil dalam pagelaran ini ialah dari etnis Batak
Mandailing, Batak Toba, Karo, Melayu, Simalungun, Nias, Mentawai, India,
35
China. Masing-masing seniman menampilkan suatu karya musik dan tari yang
menjadi ciri khas dari kebudayaan etnis tersebut.
3.1 Teknis Acara
Pada kegiatan pagelaran musik gereja bernuansa etnis pastinya
memerlukan tahapan-tahapan kegiatan sebagai suatu event yang cukup besar di
Tapanuli Utara, perlunya kesiapan panitia dalam menyelenggarakan kegiatan
tersebut. Untuk itu sudah dari jauh hari panitia menyiapkan rancangan kegiatan
dalam mensukseskan acara tersebut, baik itu dari pengenalan acara pada
masyarakat sampai pada pertunjukan nantinya. Berikut adalah tahapan-tahapan
pelaksanaan kegiatan pagelaran musik gereja bernuansa etnis yang diadakan di
sopo partungkoan Tarutung.
3.1.1 Pawai
Sebelum kegiatan berlangsung panitia bersama pihak kepolisian
mengadakan pawai dalam rangka mengingat atau memberitahukan masyarakat
Tarutung agar kiranya dapat menghadiri acara pagelaran musik gereja bernuansa
etnis tersebut. Panitia dan pihak kepolisian membawa beberapa perwakilan dari
tiap-tiap etnis yang tampil untuk ikut dalam rombongan pawai agar masyarakat
Tarutung semakin tertarik untuk menghadiri acara tersebut. Pawai tersebut
dilaksanakan pada jam 16.30 dimulai dari Sopo Partungkoan mengelilingi kota
Tarutung.
36
3.1.2 Ibadah
Sebelum kegiatan pagelaran musik gereja bernuansa etnis dimulai, terlebih
dahulu di awali dengan ibadah11
yang di bawakan oleh Pdt. Dra. Sondang A.H.
Hutagalung, AAS. Ibadah tersebut memakai tatanan ibadah gereja Protestan
dikarenakan mayoritas masyarakat disana beribadah di gereja HKBP dan GKPI.
Ibadah yang dilaksanakan merupakan ibadah singkat yang hanya menyanyikan
beberapa lagu dan khotbah yang dibawakan oleh Pdt. Dra. Sondang A.H.
Hutagalung. AAS dan ditutup dengan Doa Syafaat. Pelaksanaan ibadah singkat ini
bertujuan untuk mengucap syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas kasih
karunia yang telah diberikan dan sebagai doa dalam melancarkan kegiatan musik
gereja bernuansa etnis.
3.1.3 Pertunjukan Musik Gereja Bernuansa Etnis
1. Paduan Suara Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang
Hasundutan.
Sebagai pembuka kegiatan pagelaran musik gereja bernuansa etnis
PPPMG mengundang paduan suara yang berasal dari Kabupaten Humbang
Hasundutan. Paduan Suara ini terdiri dari 19 perempuan dan 11 Laki-laki
yang didominasi oleh orang tua yang berasal dari gereja GKPI. Dalam
pagelarannya mereka menampilkan lagu Haleluya karya G.F. Handel.
11
Ibadah merupakan suatu ucapan syukur yang di berikan kepada sang pencipta melalui puji-pujian dan Doa.
37
2. Etnis China
Penampilan etnis China didominasi oleh anak-anak yang berasal
dari sekolah disekitaran Kota Tarutung, mereka membawakan tari kipas
yang berasal dari kebudayaan China dengan iringan lagu rohani Bless The
Lord yang diaransemen dengan bahasa China dan musik yang bernuansa
China. Penampilan ini terdiri dari sembilan orang yaitu dua laki-laki dan
tujuh perempuan, dengan mengenakan pakaian adat tradisi China. Tarian
ini memiliki gerakan yang cepat dan riang sebagai tanda untuk
mengucapkan syukur dan sukacita kepada Sang Pencipta. Dahulu kala
tarian ini dipakai sebagai ritual pemujaan dan penghormatan untuk
memuja Dewa mitologi China, seiring berjalannya waktu tarian ini pun
berubah fungsi sebagai tarian hiburan dalam menjamu tamu dalam acara-
acara penting seperti acara kenegaraan.
Gambar 3.1 Pertunjukan Paduan Suara Kecamatan
Lintongnihuta
Dokumentasi: Penulis
38
3. S Tradisi Band Medan
S Tradisi Band merupakan grup musik yang terdiri dari beberapa
pelajar yang bersekolah disekolah musik di kota Medan, mereka menjadi
pembuka dalam acara dan sekaligus menjadi penampilan penutup dari
pagelaran musik gereja bernuansa etnis, dengan membawakan konsep
musik kontemporer12
. Instrumen yang mereka mainkan ada taganing,
sulim, saxophone, keyboard, gitar, bass, dan drum. Lagu yang dibawakan
berjudul Ro Ma Ho Tibu Ma Ro Tu Jesus.
12
Kontemporer merupakan perkembangan seni yang berpengaruh dampak modernisasi dan digunakan sebagai istilah umum sejak istilah contemporary art berkembang di Barat sebagai produk seni yang dibuat sejak perang dunia kedua
Gambar 3.2 Pertunjukan Etnis China
Dokumentasi: Penulis
39
4. Etnis Karo
Etnis Karo dalam penyajiannya membawakan lagu rohani
“Kumasuk Ruang Maha Kudus” dengan aransmen musik yang khas
dengan nuansa etnis tersebut, dalam penyajiannya etnis Karo memakai
instrument kulcapi, keteng-keteng, gong penganak, keyboard dan bass.
Dalam pertunjukannya etnis karo memakai dua penari. Aransmen yang
dibuat dalam lagu Kumasuk Ruang Maha Kudus ini sangat kental
bernuansa Karo dikarenakan untuk mempermudah penari dalam mengikuti
alunan musik yang dimainkan. Pada saat pertunjukan berlangsung
penonton sangat menikmati paduan antara alunan musik dan tari yang
dikemas dengan sangat baik, penonton melihat gerakan tari yang anggun
diawal pertunjukannya dan ditutup dengan melodi patam-patam dimana
secara tiba-tiba musik relatif menjadi lebih cepat dan penari mengikuti
alunan musik yang berubah cepat. Ada beberapa gaya yang dikenal dalam
musik Karo yang terkait dengan gaya tarian dan tempo yaitu; gaya
Gambar 3.3 Pertunjukan Home Band S Tradisi
Dokumentasi: Penulis
40
Simalungen Rayat dengan tempo 60-66, gaya Mari-mari dengan tempo
70-80, gaya Odak-odak dengan tempo 90-98, gaya Patam-patam dengan
tempo 98-105.
5. Etnis Toba
Etnis Toba sebagai etnis mayoritas menjadi suatu etnis yang
ditunggu-tunggu penampilannya oleh masyarakat Tarutung yang
diperankan oleh masyarakat asli Tarutung karena memang di sana banyak
muda-mudi yang memiliki talenta dalam memainkan musik tradisi Batak
Toba. Dalam penyajiannya etnis ini membawa musik uning-uningan13
dan
tari kreasi dengan lagu yang dibawa ialah lagu padan nauli. Pemain yang
membawakan etnis ini juga tergolong masih muda, mereka berasal dari
SMA HKBP 1 Tarutung.
13
Uning-uningan, sekumpulan alat musik Toba yang terdiri dari tiga bagian yaitu alat musik tiup seperti (tulila, sulim, sarune, sordam), alat musik pukul seperti (hesek, odap, taganing, ogung, garantung, saga-saga, jenggong) dan alat musik dawai seperti (hasapi, tanggetang, mengmung).
Gambar 3.4 Pertunjukan Etnis Karo
Dokumentasi: Penulis
41
6. Etnis India
Sebagai etnis pendatang, penampilan etnis India juga menjadi
sorotan masyarakat Tarutung dimana penampilan etnis ini juga sangat
dinantikan oleh masyarakat karena mampu membuat penonton merasa
kagum dalam pertunjukannya, dan memiliki kesan yang baik dimata
masyarakat. Dalam penampilannya etnis ini lebih menonjolkan seni tari
dalam mengenalkan kebudayaannya, sedangkan musiknya mereka
memakai Midi. Konsep tarian yang dipertunjukkan oleh etnis India ini
ialah tarian muda-mudi dalam rangka mencari pasangan hidup, mereka
melalukan tarian ini untuk menarik perhatian lawan jenis.
Gambar 3.5 Pertunjukan Etnis Batak Toba
Dokumentasi: Penulis
42
7. Etnis Mentawai
Penampilan etnis Mentawai diwakilkan oleh mahasiswa/mahasiswi
IAKPN (Institut Agama Kristen Protestan Negeri Tarutung) yang memang
berasal dari suku asli Mentawai, mereka membawakan musik dan tari
untuk memperkenalkan tradisi mereka. Pagelaran yang disajikan pun
sangat menarik dan banyak mendapat simpati penonton. Konsep
pertunjukkannya ialah seperti vokal grup dimana para talenta muda
membagi suara mereka menjadi beberapa warna suara yang membentuk
harmoni. Lagu yang dibawakan oleh etnis Mentawai ialah lagu Marolop
Olop Tondiki dalam bahasa Mentawai. Dalam pertunjukannya mereka
memakai pakaian tradisional Mentawai dimana pakaian tersebut seperti
dedaunan yang dibentuk seperti pakaian yang menutupi tubuh.
Gambar 3.6 Pertunjukan Etnis India
Dokumentasi: Penulis
43
8. Etnis Melayu
Sebagai salah satu etnis asli Sumatera Utara tentunya etnis ini
menjadi sorotan bagi masyarakat Tarutung, ditambah dalam tiap
penyajiannya, etnis ini banyak melakukan manuver-manuver dalam
aransment musiknya, menciptakan cita rasa baru pada nyanyian-nyanyian
gereja. Etnis Melayu datang dari daerah Kota Medan dengan membawa
instrumen tradsi mereka seperti; Gendang Melayu, Biola, Akordion, serta
ditambah dengan instumen pendukung seperti gitar dan bass sebagai
pondasi lagu. Dalam pagelarannya etnis Melayu ini membawa lagu Ikut
Dikau Saja Tuhan yang diaransmen dengan nuansa Melayu. Adapun
aransmen yang dilakukan ialah aransmen pada pembukaan lagu seperti
intro lagu yang dibuat menyerupai melodi musik Melayu untuk menambah
cita rasa nuansa dalam pertunjukan musik dan tari Melayu.
Gambar 3.7 Pertunjukan Etnis Mentawai
Dokumentasi: Penulis
44
9. Etnis Minang
Dalam pertunjukan musik gereja bernuansa etnis Minang juga
turut menampilkan keseniannya, dalam pertunjukannya etnis Minang
membawakan lagu Di Badai Topan Dunia dengan arransmen yang
menggabungkan instrument asli Minang dengan instrument modern.
Pemain dalam etnis Minang terdiri dari delapan orang pemain, dua
penari dan enam pemusik, penari memakai busana tari khas Minang
denga aksesorisnya, dan musik yang dipakai dalam pertunjukan ialah
talempong, doal, gitar, keyboard dan vokal.
Gambar 3.8 Pertunjukan Etnis Melayu
Dokumentasi: Penulis
45
Gambar 3.9 Pertunjukan Etnis Minang
Dokumentasi: Penulis
46
BAB IV
TRANSKRIPSI DAN ANALISIS STRUKTUR MELODI IKUT DI KAU
SAJA TUHAN, DI BADAI TOPAN DUNIA, DAN KUMASUK RUANG
MAHA KUDUS
4.1 Transkripsi
Transkripsi menurut ilmu Etnomusikologi merupakan proses penelitian
bunyi-bunyian sebagai hasil dari pengamatan dan pendengaran suatu musik ke
dalam bentuk simbol-simbol yang disebut dengan notasi. Dalam hal ini penulis
ingin memvisualisasikan melodi lagu Ikut Di Kau Saja Tuhan, Di Badai Topan
Dunia dan Ku Masuk Ruang Maha Kudus. Untuk melakukan transkripsi dari lagu
Ikut Di Kau Saja Tuhan, Di Badai Topan Dunia dan Ku Masuk Ruang Maha
Kudus, penulis akan memakai sistem notasi deskriptif yang dikemukakan oleh
Charles Seeger. Notasi deskriptif ini ditujukan untuk menyampaikan kepada
pembaca tentang ciri-ciri musik atau detail-detail komposisi musik yang belum
diketahui oleh pembaca.
Dalam bab ini, penulis memilih untuk melakukan transkripsi dan analisis
melodi dari lagu Ikut Di Kau Saja Tuhan, Di Badai Topan Dunia dan Ku Masuk
Ruang Maha Kudus dengan menggunakan notasi Barat. Penulis memilih notasi
Barat agar dapat menggambarkan pergerakan melodi lagu lagu Ikut Di Kau Saja
Tuhan, Di Badai Topan Dunia dan Ku Masuk Ruang Maha Kudus secara grafis
atau tertulis (dapat dilihat).
47
4.1.1 Simbol Dan Notasi
Notasi-notasi yang digunakan dalam mentranskripsi melodi lagu Ikut Di
Kau Saja Tuhan, Di Badai Topan Dunia dan Ku Masuk Ruang Maha Kudus
merupakan simbol-simbol notasi Barat. Berikut ini merupakan beberapa simbol
yang digunakan dalam hasil transkripsi dari lagu Ikut Di Kau Saja Tuhan, Di
Badai Topan Dunia dan Ku Masuk Ruang Maha Kudus.
1. Pada gambar dibawah ini terlihat garis paranada yang memiliki lima garis
paranada dan empat spasi, dan memiliki empat tanda kres yang menunjukkan
nada dasar E = do, dan memiliki birama 4/4 dalam tanda kunci G
2. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/16 dan memiliki nilai
1/4 ketuk.
3. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/8 dan memiliki nilai ½
ketuk.
4. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/4 dan memiliki nilai 1
ketuk.
5. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/2 dan memiliki nilai 2
ketuk.
48
6. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not penuh dan memiliki nilai
4 ketuk.
7. Pada gambar dibawah ini merupakan 2 simbol dari not 1/8 yang telah
digabungkan dan memiliki nilai 1 ketuk.
8. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/8 yang bagian depan
nya diberikan tanda titik yang di artikan bahwa tanda titik itu memiliki nilai
setengah dari not yang ada dibelakangnya. Artinya jika not dibelangkanya
bernilai 1/8 maka tanda titik itu bernilai 1/16, dan memiliki nilai 1/2 + 1/4
ketuk.
9. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari not 1/8 dan not 1/16 yang
bagian depan not 1/8 diberikan tanda titik yang di artikan bahwa tanda titik itu
memiliki nilai setengah dari not yang ada dibelakangnya. Artinya jika not
dibelakangnya bernilai 1/8 maka tanda titik itu bernilai 1/16, dan memiliki
nilai 1/8 + 1/16 + 1/16 ketuk, jika digabungkan menjadi 1 ketuk.
49
10. Pada gambar dibawah ini merupakan simbol dari legato. Yang memiliki arti
dapat menyambungkan antara not yang satu dengan yang lainnya, contohnya
seperti dibawah ini jika not 1/8 dengan not 1/8 di berikan tanda legato maka
not itu bernilai 1 ketuk tanpa henti.
11. Pada gambar di bawah ini merupakan tanda berhenti yang bernilai 4 ketuk
12. Pada gambar di bawah ini merupakan tanda berhenti yang bernilai 2 ketuk
13. Pada gambar dibawah ini merupakan tanda berhenti yang bernilai 1 ketuk
14. Pada gambar di bawah ini merupakan tanda berhenti yang bernilai 1/2 ketuk
15. Pada gambar di bawah ini merupakan tanda berhenti yang bernilai 1/4 ketuk
50
4.1.2 Transkripsi Lagu
Ikut Di Kau Saja Tuhan Cipt : J. Elginbury
Transkripsi : Esra Puja Tambunan
51
52
53
Di Badai Topan Dunia Cipt : Ira D. Sankey 1985
Transkripsi : Esra Puja Tambunan
54
55
56
57
58
59
60
Kumasuk Ruang Maha Kudus Dipopulerkan : Herlin Pirena
Transkripsi : Esra Puja Tambunan
61
62
63
4.1.3. Tangga Nada (Scale)
Tangga nada dalam musik barat dapat diartikan sebagai satu kumpulan not
yang diatur sedemikian rupa dengan aturan yang telah ada (baku) sehingga
memberikan karakter tertentu. Dalam lagu Ikut Di Kau Saja Tuhan dan lagu Di
Badai Topan Dunia, penulis memberikan urutan-urutan nada yang terendah
sampai nada yang tertinggi berdasarkan pemakaian nada.
Berdasarkan tangga nada yang dipakai dalam lagu Ikut Di Kau Saja Tuhan
di atas, penulis melihat bahwa nada yang dipakai dalam lagu tersebut adalah nada
E-Fis-Gis-A-B-Cis-Dis-E’.
Berdasarkan tangga nada yang dipakai dalam lagu Di Badai Topan Dunia di
atas, penulis melihat bahwa nada yang dipakai dalam lagu tersebut adalah nada C-
D-E-F-G-A-B-C’.
Berdasarkan tangga nada yang dipakai dalam lagu Ikut Di Kau Saja Tuhan
di atas, penulis melihat bahwa nada yang dipakai dalam lagu tersebut adalah nada
E-Fis-Gis-A-B-Cis-Dis-E’.
Ikut Di Kau Saja Tuhan
Di Badai Topan Dunia
Ku Masuk Ruang Maha Kudus
64
4.1.4. Nada Dasar (Pitch Center)
Bruno Nettl mengemukakan ada tujuh cara untuk menentukan nada dasar
(pitch center/tonalitas) yaitu :
1. Patokan umum adalah melihat nada mana yang paling sering dipakai dan nada
mana yang jarang dipakai dalam komposisi tersebut.
2. Kadang-kadang nada yang harga ritmisnya besar dapat dianggap sebagai nada
dasar, walaupun nada tersebut jarang dipakai.
3. Nada yang dipakai pada akhir (awal) komposisi atau pada akhir (awal) bagian-
bagian komposisi, dapat dianggap sebagai tonalitas dalam komposisi tersebut.
4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada atau posisi
persis ditengah-tengah dapat juga dianggap penting.
5. Interval-interval yang terdapat diantara nada-nada kadang dipakai sebagai
patokan.
6. Ada tekanan ritmis pada sebuah nada, juga dipakai sebagai tonalitas.
7. Harus diingat bahwa barang kali ada gaya-gaya musik yang mempunyai
sistem tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-patokan diatas.
Untuk mendeskripsikan sistem tonalitas seperti ini, cara terbaik tampaknya
adalah berdasarkan pengalaman, pengenalan yang akrab dengan gaya musik
tersebut akan dapat ditentukan tonalitas dari musik yang diteliti.
Dari kutipan diatas penulis melihat pernyataan pertama dan ketiga
disepakati penulis untuk menjadi patokan nada dasar pada lagu Ikut Di Kau Saja
Tuhan, Di Badai Topan Dunia dan Ku Masuk Ruang Maha Kudus. Maka nada
dasar lagu Ikut Di Kau Saja Tuhan, Di Badai Topan Dunia dan Ku Masuk Ruang
Maha Kudus dalam tulisan ini adalah nada E, C dan E.
65
4.1.5. Wilayah Nada (Range)
Wilayah nada dalam sebuah komposisi musik adalah jarak antara nada
terendah dengan nada tertinggi yang ada pada melodi tersebut. Untuk
mempermudah penulis dalam mendapatkan wilayah nada lagu Ikut Di Kau Saja
Tuhan, Di Badai Topan Dunia dan Ku Masuk Ruang Maha Kudus, maka melodi
lagu Ikut Di Kau Saja Tuhan, Di Badai Topan Dunia dan Ku Masuk Ruang Maha
Kudus tersebut akan dimasukkan ke dalam garis paranada untuk dapat melihat
dengan jelas susunan nada-nada yang ada pada lagu tersebut, dengan tujuan untuk
mempermudah penulis dalam melihat nada terendah dan tertinggi dalam lagu
tersebut. Wilayah nada lagu Ikut Di Kau Saja Tuhan, Di Badai Topan Dunia dan
Ku Masuk Ruang Maha Kudus dapat kita lihat pada gambar dibawah, berikut
adalah wilayah nada dari yang terendah hingga tertinggi.
Wilayah Nada Vokal
Wilayah Nada Biola
Ikut Di Kau Saja Tuhan
Wilayah Nada Talempong
Wilayah Nada Vokal
Di Badai Topan Dunia
66
Ku Masuk Ruang Maha Kudus
4.1.6. Pola Kadensa (Cadence Patterns)
Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni atau melodi penutup pada akhir
lagu atau di tengah kalimat, sehingga dapat dengan sempurna menutup lagu
tersebut. Dalam lagu Ikut Di Kau Saja Tuhan, Di Badai Topan Dunia dan Ku
Masuk Ruang Maha Kudus penulis memilih melodi akhir sebagai pola kadensa.
Pola Kadensa Ku Masuk Ruang Maha Kudus
Pola Kadensa Ikut Di Kau Saja Tuhan
Pola Kadensa Di Badai Topan Dunia
Wilayah Nada Kulcapi
Wilayah Nada Vokal
67
4.1.7. Formula Melodik (Melodic Formulas)
Formula melodi dalam hal ini terdiri atas bentuk, frasa, dan motif. Bentuk
adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa
adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Sedangkan motif adalah ide melodi
sebagai dasar pembentukan melodi. Berikut beberapa istilah untuk menganalisis
bentuk, yang dikemukakan oleh William P. Malm:
1 Repetitif yaitu bentuk nyanyian/melodi yang diulang-ulang.
2 Ireratif yaitu bentuk nyanyian/melodi yang memakai formula melodi yang
kecil dengan kecenderungan pengulang-pengulang di dalam keseluruhan
nyanyian.
3 Strofic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks
nyanyian/melodi yang baru atau berbeda.
4 Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian/melodi terjadi
pengulangan pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan
melodi.
5 Progressive yaitu bentuk nyanyian/melodi yang terus berubah dengan
menggunakan materi melodi yang selalu baru.
Pada lagu Ikut Di Kau Saja Tuhan, Di Badai Topan Dunia dan Ku Masuk
Ruang Maha Kudus, penulis menyimpulkan dari kutipan diatas bahwa bentuk
melodi lagu ini adalah bentuk Repetitif dimana dalam lagu Ikut Di Kau Saja
Tuhan, Di Badai Topan Dunia dan Ku Masuk Ruang Maha Kudus tersebut
dinyanyikan dengan melodi yang sama dan lirik yang sama juga.
68
4.1.8. Kontur (Contour)
Kontur adalah sebuah alur melodi yang biasanya ditandai dengan menarik
garis. Menurut Malm ada beberapa jenis kontur (Malm dalam Jonson 2000:76).
Jenis-jenis tersebut antara lain:
1. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnya naik dari nada rendah ke nada
yang lebih tinggi. seperti tampak pada gambar dibawah:
2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke
nada yang rendah. seperti tampak pada gambar dibawah:
3. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari (a) nada yang
rendah ke nada yang tinggi, kemudian kembali ke nada yang rendah atau dari (b)
nada yang tinggi ke nada yang rendah, kemudian kembali ke nada yang tinggi.
Seperti tampak pada gambar dibawah:
(a) (b)
4. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga dari
nada yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar, seperti tampak pada
gambar dibawah:
69
5. Statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabila gerakan-gerakan
intervalnya terbatas, seperti tampak pada gambar dibawah:
→ Dari jenis-jenis kontur yang tertera diatas, dalam lagu Ikut Di Kau Saja
Tuhan, Di Badai Topan Dunia dan Ku Masuk Ruang Maha Kudus terdapat alur,
yaitu: Pendulous
4.1.9. Analisis Ritem
1. Tempo : 80-85
2. Durasi nyanyian : Ikut Dikau Saja Tuhan, 6 menit 55 detik
Di Badai Topan Dunia 3 menit 35 detik
Ku Masuk Ruang Maha Kudus 1 menit 52 detik
3. Meter : 4/4
4. Melodi musikal : Melodi musikal etnis Melayu dalam lagu Ikut
Dikau Saja Tuhan terdapat pada bar ke 4-12, 16-17,
20, 24-25, 28-36, 40-41, 44, 48-49, 52-60. Melodi
70
etnis Melayu tersebut dimainkan pada alat musik
biola yang mengambil pola melodi Melayu.
: Melodi musikal etnis Minang dalam lagu Di Badai
Topan Dunia terdapat pada keseluruhan bar yang
dimainkan pada alat musik talempong. Melodi
Minang dimainkan dari bar 1-90 yang menciptakan
melodi khas Minang dalam lagu tersebut.
: Melodi musikal etnis Karo dalam lagu Kumasuk
Ruang Maha Kudus terdapat pada keseluruhan bar
yang dimainkan pada alat musik keteng-keteng dan
penganak. Permainan alat musik tersebut sudah
termasuk untuk menambah nuansa etnis Karo dalam
lagu tersebut.
4.1.10. Bentuk (Form)
Bentuk dapat diartikan sebagai hubungan antara bagian-bagian dari sebuah
komposisi musik dan hal ini merupakan struktur dari keseluruhan sebuah
komposisi termasuk hubungan diantara unsur-unsur melodis dan ritmis. Dalam
lagu Ikut Di Kau Saja Tuhan, Di Badai Topan Dunia dan Ku Masuk Ruang Maha
Kudus dapat kita lihat bawah:
1. Dalam lagu Ikut Di Kau Saja Tuhan (Melayu) memiliki bentuk A-B-B-C-
A-B-C-A.
71
2. Terdapat sebuah intro diawal lagu dan 2 frasa dalam lagu Ikut Di Kau Saja
Tuhan (Melayu).
3. Dalam lagu Di Badai Topan Dunia (Minang) memiliki bentuk A-B-C-A-
B-C-A-B-C-A-B-C-A.
4. Terdapat sebuah intro diawal lagu dan 2 frasa dalam lagu Di Badai Topan
Dunia (Minang).
Frasa A
Frasa B
Frasa C
Frasa A
72
5. Dalam lagu Ku Masuk Ruang Maha Kudus (Karo) memiliki bentuk A-B-A-B-
C.
6. Terdapat sebuah intro diawal lagu dan 2 frasa dalam lagu Ku Masuk Ruang
Maha Kudus (Karo).
Frasa B
Frasa C
Frasa A
Frasa B
73
Frasa C
74
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari seluruh bab yang telah penulis uraikan, penulis dapat menyimpulkan
bahwasanya pagelaran musik gereja bernuansa etnis ini sangat berdampak baik
bagi masyarakat Tarutung karena dengan adanya kegiatan ini telah meningkatkan
solidaritas antar suku dan agama dalam bermasyarakat. Kegiatan ini sangat
bermanfaat untuk meningkatkan kepedulian anak muda dalam melestarikan
kebudayaan yang dimiliki dan juga untuk mengembangkan kreativitas dalam
berkesenian. Dalam pertunjukannya sangat mengandung nuansa etnis dimana
dalam tiap pertunjukan seniman membawakan lagu dengan gaya etnis yang
dimilikinya seperti halnya lagu Bless The Lord yang diubah kedalam bahasa
China, lagu Marolop Olop Tondiki yang di ubah kedalam bahasa Mentawai.
Keberadaan pagelaran musik gereja seperti ini sangat diperlukan bagi kaum muda
untuk lebih lagi memahami konsep musik seperti paduan musik gereja yang
notabene memakai musik barat dengan dicampurkan dengan musik tradisi.
5.2 Saran
Sebagai event besar yang bertemakan budaya dan rohani, pagelaran musik
gereja bernuansa etnis haruslah di persiapkan dengan tahapan yang berstruktur
agar nantinya mendapatkan hasil yang maksimal. Saran penulis adalah
meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat tentang adanya kegiatan pagelaran
musik gereja bernuansa etnis ini, karena masih ada juga beberapa kelompok
masyarakat yang tidak tahu tentang kegiatan tersebut. Tentunya acara ini tidak
75
akan berjalan maksimal tanpa ada dukungan dari pemerintah daerah Tapanuli
Utara, diharapkan pemerintah juga berperan aktif dan saling bekerjasama dengan
panitia acara untuk memaksimalkan kegiatan tersebut. Sebagai masyarakat yang
memiliki budaya kita haruslah mempertahankan, memelihara, dan
mengembangkan kebudayaannya. Tentunya pada pagelaran musik gereja yang
diadakan di Tarutung ini patut untuk mendapat apresiasi karena menciptakan
wadah bagi para seniman tradisi untuk dapat menyalurkan kreativitasnya dalam
berkesenian ditambah lagi dengan adanya kegiatan ini dapat mengubah pemikiran
masyarakat tentang musik tradisi yang dulunya tidak dapat dimainkan kedalam
ibadah gereja, kini dengan seiringnya waktu, masyarakat dapat menerima masuk
nya musik tradisi kedalam ibadah gereja. Diharapkan kegiatan seperti ini akan
terus berlanjut untuk tetap dapat menjaga kekayaan budaya yang kita miliki,
perlunya peranan pemerintah dan masyarakat untuk mendukung kegiatan-kegiatan
seperti ini, agar nantinya pagelaran musik gereja bernuansa etnis ini terus
mengalami kemajuan dan menjadi pertunjukan yang akan terus ditunggu-tunggu
oleh masyarakat.
76
DAFTAR PUSTAKA
Bastomi, Suwaji. 1992. Seni dan Budaya. Semarang: IKIP Semarang Press.
Eidheim, Harald. 1988. Ciri Etnik Sebagai Cacat Sosial. Jakarta: UI Press.
Emzir. 2012. Analisis Data: Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali
Pers.
Hardjana, S. 2003. Corat-coret: Musik Kontemporer Dulu Dan Kini :
Diterbitkan atas kerjasama Ford Foundation dan Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia.
Hermin. 2000. Seni Tentang Pertunjukan. Semarang : CV Aneka Ilmu.
Jamalus. 1988. Pengajaran Musik Melalui Pengalaman Musik. Jakarta:
Depdikbud.
Jazuli, M. 1994. Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang : IKIP Semarang Press.
Koentjaraningrat. 1985. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
PT.Gramedia.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI-Press.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Listya, Agastya Rama. 2011. “Kontekstualisasi Musik Gerejawi: Sebuah
Keniscayaan”. Karya Ilmiah.
Listya, Agastya Rama. 2011. “Kontekstualisasi Musik Gerejawi Dan
Aplikasinya Dalam Komposisi Musik Koral Sakral Indonesia”.
Karya Ilmiah.
Maleong, J Lexy. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mardalis. 2010. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Maryaeni. 2005. Metode penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Maryoto. 1989. Sejarah Musik. Yogyakarta : Pusat Musik Liturgi.
Merriam P. Alan. 1964. The Antropology Of Music. Chicago: Northwestern
University Press.
Nakagawa, Shin. 2000. Musik Dan Kosmos: Sebuah Pengantar
Etnomusikologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Nettl Bruno. 1964. The Study Of Etnomusikologi: Twenty-Nine Issues And
Concepts. Urbana: University Of LIIinois Press.
Nettl Bruno. 1964. Teori Dan Metode Dalam Etnomusikologi. (alihbahasa
Nathalian H.P.D.P) Jayapura Center Of Music.
Riantiarno, N. 2011. KITAB TEATER Tanya Jawab Seputar Seni Pertunjukan.
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Samosir, H, Agustina. 2014. “Musik Dalam Ibadah Gereja HKBP Pasar
Melintang Medan: Penggunaan, Fungsi, Dan Perubahan”. Tesis S2.
Medan.
Santoso, E, 2003. Musik Dalam Ibadah. Jurnal Theologia Aletheia.
Sihotang, H, R. Giat. 2014. “Penggunaan, Fungsi, Dan Perubahan Musik
Pengiring Dalam Ibadah Yang Dilakukan Pemuda-Pemudi Di
Gereja GKPI Maranatha Perumnas Simalingkar Medan”. Skripsi
77
Sarjana S1. Medan: Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Suharto, M. 1990. Pendidikan Seni Musik Buku Guru Sekolah Menengah
Pertama. Jakarta : Depdikbud.
Sukarto, Aristarchus. 1994. Kontekstualisasi Musik Gerejawi: Suatu
Pertimbangan Teologis Dan Kultural Dalam Musik Gereja.
Yogyakarta: Jurnal Teologi Duta Wacana Gema No. 48 Fakultas
Teologi UKDW.
Suriasumantri, J.S. 1982. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Susetyo, Bagus. 2007. Pengkajian Seni Pertunjukan Indonesia, Semarang.
Sumber Internet
BPS. 2017. Kecamatan Dalam Angka. http://tapanuliutarakab.bps.go.id
KBBI. 2019. Pengertian Suku: http://kbbi.web.id/suku.html
Bona Pasogit Tapanuli Utara. 2014. Visi.
http://bonapasogittapanuliutara.blogspot.com/2014/06/bupati-taput-
lantik-pejabat-eselon-ii.html
Tapanuli Media. 2013. Visi. http://www.tapanulimedia.co.id/2013/09/visi-
misi-nikson-mauliate-2014-2019.html
78
LAMPIRAN
Kata Sambutan
Gambar: Pidato Ketua Panitia Pagelaran Musik Gereja Bernuansa Etnis
Bapak Amudi Lumbantobing S.Sn, M.Hum.
Dokumentasi: Penulis
Gambar: Pidato Bupati Tapanuli Utara Bapak Drs. Nikson Nababan
Dokumentasi: Penulis
79
Pemberian Cendramata
Gambar: Pemberian Cendramata Dari Bupati Tapanuli Utara Bapak
Drs. Nikson Nababan Kepada Perwakilan Tim Etnis India
Dokumentasi: Penulis
Gambar: Pemberian Cendramata Dari Ketua Panitia Pagelaran Musik
Gereja Bernuansa Etnis Bapak Amudi Lumbantobing S.Sn, M.Hum.
Kepada Perwakilan Tim Etnis Mentawai
Dokumentasi: Penulis
80
Foto Bersama
Gambar: Foto Bersama Perwakilan Tim Pagelaran Musik Gereja Bernuansa
Etnis Menerima Cendramata
Dokumentasi: Penulis
Gambar: Foto Bersama Seluruh Tim Pagelaran Musik Gereja Bernuansa Etnis
Dokumentasi: Penulis
81
Foto Bersama Informan
Gambar: Foto Penulis Bersama Informan Sekaligus
Ketua Panitia Pagelaran Musik Gereja Bernuansa
Etnis Bapak Amudi Lumbantobing S.Sn, M.Hum.
82
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Amudi Lumbantobing, M.Hum
Umur : 48 Tahun
Alamat : Saitnihuta, Hutatoruan, Tarutung
Pekerjaan : Dosen STAKPN Tarutung
Pembina dan pelatih PSM IAKN Tarutung
(Ketua panitia Pagelaran Musik Gereja Bernuansa Etnis)
2. Nama : Natal Lumbantobing, S.Th
Umur : 40 Tahun
Alamat : Saitnihuta, Hutatoruan, Tarutung
Pekerjaan : Pegawai STAKPN Tarutung
Pemain musik keyboard Bahana Star Musik
(Sekretaris panitia Pagelaran Musik Gereja Bernuansa Etnis)
3. Nama : Sannur Dame Friska Sinaga, M.Sn
Umur : 47 Tahun
Alamat : Medan
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Pelatih paduan suara
(Pelatih dari tim home band S Tradisi)
4. Nama : Setia Budi Pasaribu
Umur : 25 Tahun
Alamat : Hutagalung Siwalu Ompu
Pekerjaan : Wiraswasta
(Sebagai penonton acara Pagelaran Musik Gereja Bernuansa
Etnis)