Tinjauan Terhadap Ilmu Keperilakuan
BAB II
Tinjauan terhadap ilmu Keperilakuan: Dalam Prespektif Akuntansi
A. Mengapa mempertimbangkan aspek keperilakuan pada akuntansi
Akuntansi adalah Tentang Manusia
Berdasarkan pemikiran perilaku, manusia dan faktor social secara jelas di desain dalam aspek-aspek
operasional utama dari seluruh system akuntasi. Belum perah ada sudut pandang semacam itu, dan
para akuntan belum pernah mengoperasikan perilaku kepada suatu yang vakum. Para akuntan
secara berkelanjutan membuat beberapa asumsi mengenai bagaimana mereka membuat orang
termotivasi, bagaimana mereka menginterprestasikan dan menggunakan informasi akuntansi, dan
bagaimana system akuntansi mereka sesuai dengan kenyataan manusia dan memengaruhi
organisasi. Jika akuntan berhubungan dengan efektifitas dan prosedur perusahaan secara luas, maka
mereka juga selayaknya memonitor ketepatan asumsi yang bersifat kontradiktif terhadap apa yang
mereka lihat dan realitas perusahaan.
Akuntansi adalah Tindakan
Dalam organisasi, semua anggotanya mempunyai peran yang harus dimainkan dalam mencapai
tujuan organisasi. Peran tersebut bergantung pada seberapa besar porsi tanggung jawab dan rasa
tanggung jawab anggota tersebut terhadap pencapaian tujuan. Rasa tanggug jawab tersebut pada
sebagian organisasi dihargai dalam bentuk penghargaan tertentu. Pencapaian tujuan dalam bentuk
kuantitatif juga merupakan salah satu bentuk tanggung jawab organisasi dalam memenuhi
keinginannya untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Peran anggota organisasi sangat
berpengaruh pada pencapaian tujuan.
B. Dimensi Akuntansi Keperilakuan
Lingkup Akuntansi Keperilakuan
Ruang lingkup akuntansi keperilakuan sungguh luas, yang meliputinya antara lain :
1. Aplikasi dari konsep ilmu keperilakuan terhadap desain dan kostruksi system akuntansi.
2. Studi reaksi manusia terhadap format dan isi laporan akuntansi.
3. Cara dengan mana informasi diproses untuk membantu dalam pengambilan keputusan.
4. Pengembangan teknik pelaporan yang dapat mengkomunikasikan perilaku pemakai data.
5. Pengembangan strategi untuk memotivasi dan memengaruhi perilaku, cita-cita, serta tujuan
dari orang-orang yang menjalankan organisasi.
Akuntansi Keperilakuan: Perluasan Logis dari Peran Akuntansi Tadisional
Sejak meningkatnya jumlah orang yang telah memberikan pengakuan terhadap beberapa aspek
perilaku dan social dari akuntansi belakngan ini, terdapat suatu kecendrungan untuk memandang
secara lebih luas terhadap bagian akuntansi yang lebih substansial. Prespektif perilaku menurut
pandangan ini telah dipenuhi dengan baik sehingga membuat system akuntansi yang lebih dapat
dicerna dan lebih bisa diterima oleh para menejer dan karyawan. Pelayanan akuntansi mungkin juga
telah sampai pada puncak permasalahan yang rumit dan gagasan akuntansi dapat muncul dari
beberapa nilai yang ada. Tetapi, pertimbangan social dan perilaku tidak berarti mengubah resep dari
tugas akuntansi secara radikal. Para akuntan dalam perusahaan serta masyarakat akademis, menrut
pandangan popular ini, mulai mengembangkan prespektif mereka sendiri dalam mendekati
beberapa pengertian yang mendalam mengenai pemahaman atas perilaku manusia pada orgaisasi.
C. Lingkup dan Sasaran Hasil Ilmu Keperilakuan
Ilmu keperilakuan adalah bagian dari ilmu social manusia. Ilmu social meliputi disiplin ilmu
antropologi, ekonomi, sejarah, politik, psikologi, dan sosiologi. Ilmu keperilakuan meliputi psikologi
dan sosiologi, aspek ekonomi keperilakuan dan ilmu pengetahuan politik, serta aspek sntropologi
keperilakuan. Beberapa jurnal telah menerbitkan artikel yang didasarkan pada metode riset
keperilakuan, pengembangan teori, aplikasi praktik, dan uraian perilaku manusia dalam berbagai
pengaturan. Terdapat banyak temuan-temuan riset dari para ilmuwan setiap tahunnya mengenai
perkembangan literature ilmu keperilakuan.
D. Lingkup dan Sasaran Hasil dari Akuntasi keperilakuan
Para akuntan keperilakuan memusatkan perhatian mereka pada hubungan antara perilaku dan
system akuntansi. Mereka menyadari bahwa proses akuntansi melibatkan ringkasan dari sejumlah
kejadian ekonomi makro yang dihasilkan dari perilaku manusia dan akuntansi itu sendiri, serta dari
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku, yang pada gilirannya secara bersama-sama
akan menentukan semua keberhasilan peristiwa ekonomi.
E. Persamaan dan Perbedaan Ilmu Keperilakuan dan Akuntansi Keperilakuan
Ilmu keperilakuan mempunyai kaitan dengan penjelasan dan prediksi keperilakuan manusia.
Akuntansi keperilakuan menghubungkan antara keperilakuan manusia dengan akuntansi. Para
akuntan keperilakuan bertanya-tanya mengenai apa pengaruh dari mengejakan proses akuntansi
ketika individu dan perilaku dikumpulkan, dan apa pengaruh perilaku manusia berdasarkan proses
akuntansi? Para akuntan keperilakuan juga merasa tertarik untuk melihat bagaimana keperilakuan
dapat memengaruhi perubahan atas cara akuntansi dapat digunakan lebih efektif untuk membantu
individu dan organisasi dalam mencapai tujuannya.
F. Prespektif Berdasarkan Perilaku Manusia: Psikologi, sosiologi, dan Psikologi Sosial
Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha untuk mengukur, menjelaskan, dan
terkadang untukmengubah perilaku manusia. Para psikologi memperhatikan, mempelajari, dan
berupaya untuk memahami perilaku individual.
Sedangkan sosiologi mempelajari orang-orang dalam hubungannya sesame manusia. Secara spesifik,
sosiologi telah memberikan kontribusi yang besar pada perilaku organisasi melalui studi mereka
terhadap perilaku kelompok dalam organisasi, terutama organisasi yang formal dan relative rumit.
Psikologi social adalah suatu bidang kajian didalam psikologi, tetapi memadukan konsep-konsep baik
dari psikologi maupun sosiologi. Psikologi social memfokuskan pada pengaruh satu-satu tehadap
orang lain.
G. Beberapa Hal Penting dalam Perilaku Organisasi
· Teori peran
Peran merupakan komponen perilaku nyata yang disebut norma. Norma-norma adalah harapan dan
kebutuhan perilaku yang sesuai untuk suatu peranan tertentu. Tiap-tiap peran berhubungan dengan
suatu identitas yang menggambarkan individu dalam hal bagaimana mereka perlu bertindak dalam
situasi khusus.
· Struktur social
Studi keperilakuan manusia yang sistematis bergantung pada dua fakta. Pertama, orang-orang
bertindak secara teratur dengan pola yang berulang. Kedua, orang-orang tidak mengisolasikan
bentuk, tetapi mereka saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
· Budaya
Budaya merupakan satu titik pandang yang pada saat yang bersamaan dijadikan jalan hidup oleh
suatu masyarakat. Tidak terdapat masyarakat tanpa suatu budaya, dan budaya tidak ada diluar suatu
masyarakat.
· Komitmen organisasi
Komitmen organisasi merupakan tingkat sampai sejauh mana seorang karyawan memihak pada
suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat untuk mempertahankan
keanggotaanya dalam organisasi itu.
· Konflik peran
Konflik peran merupakan suatu merupakan suatu gejala psikologis yang dialami oleh anggota
organisasi, yang bisa menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan berpotensi untuk
menurunkan motivasi kerja.
· Konflik kepentingan
Konflik kepentingan terbagi 2, yaitu konflik kepentingan pekerja dan konflik kepentingan keluarga
yang sangat merugikan karyawan dan perusahaan dan memberikan pengaruh negatif terhadap
kinerja karyawan.
· Pemberdayaan karyawan
Pemberdayaan karyawan dilakukan untuk :
a. Meningkatkan motivasi guna mengurangi kesalahan dan mendorong karyawan untuk
bertanggungjawab.
b. Meningkatkan dan mengembangkan kreativitas dan inovasi
c. Mendorong peningkatan kualitas produk dan jasa
d. Meningkatkan kepuasan pelanggan dengan mendekatkan karyawan terhadap pelanggan,
sehingga karyawan dapat melayani dengan lebih baik.
e. Meningkatkan kesetiaan dan mengurangi tingkat kemangkiran
f. Mendorong kerja sama yang lebih baik
g. Mengurangi tugas pengawasan dari manajemen menengah dalam pekerjaan operasional
sehari-hari
h. Menyiapkan karyawan untuk berkembang dan menghadapi perubahan
http://irma-yuni.blogspot.com/2012/04/tinjauan-terhadap-ilmu-keperilakuan.html
TINJAUAN PERSPEKTIF AKUNTANSI TERHADAP ILMU KEPERILAKUAN
Mengapa Mempertimbangkan Aspek Keperilakuan Pada Akuntansi
Beberapa riset akuntansi mulai mencoba menghubungkan dan menganggap penting untuk
memasukkan aspek keperilakuan dalam akuntansi. Sejak meningkatnya orang yang sudah
memberikan pengakuan terhadap beberapa aspek perilaku dari akuntansi terdapat suatu
kecenderungan untuk memandang secara lebih luas terhadap bagian akuntansi yang lebih
subtansial. Perspektif perilaku menurut pandangan ini telah dipenuhi dengan baik sehingga membuat
sistem akuntansi yang lebih dapat dicerna dan lebih bisa diterima oleh para manajer/pimpinan dan
karyawannya. Pelayanan akuntansi mungkin juga telah sampai pada puncak permasalahan yang
rumit dan gagasan akuntansi dapat muncul dari beberapa nilai yang ada. Tetapi, pertimbangan
perilaku dan sosial tidak berarti mengubah dari tugas akuntansi secara radikal. Namun mulai
mengembangkan perspektif dalam mendekati beberapa pengertian yang mendalam mengenai
pemahaman atas perilaku manusia pada organisasi.
Manusia dan faktor sosial diikut sertakan secara jelas dalam aspek-aspek operasional utama dari
seluruh sistem akuntansi, karena para akuntan membuat asumsi mengenai bagaimana mereka
termotivasi, bagaimana mereka menginterpretasikan dan menggunakan informasi akuntansi, dan
bagaimana sistem akuntansi mereka sesuai dengan kenyataan manusia dan mempengaruhi
organisasi
Berdasarkan pengalaman, banyak manajer dan akuntan telah memperoleh suatu pemahaman yang
lebih dari sekadar aspek manusia dalam tugas mereka. Bagaimanapun harus diakui bahwa banyak
sistem akuntansi masih dihadapkan pada berbagai kesulitan manusia yang tidak terhitung, bahkan
penggunaan dan penerimaan seluruh sistem akuntansi terkadang dapat menjadi meragukan.
Pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan dilakukan atas dasar sudut pandang hasil laporan
mereka dan bukan atas dasar kontribusi mereka yang lebih luas terhadap efektivitas organisasi.
Sebagian prosedur saat ini juga dapat menimbulkan pembatasan yang tidak diinginkan terhadap
inisiatif manajerial. Prosedur dapat menjadi tujuan akhir itu sendiri jika semata-mata dibandingkan
dengan teknik organisasi yang lebih luas.
Dalam organisasi, semua anggota mempunyai peran yang harus dimainkan dalam mencapai tujuan
organisasi. Peran tersebut bergantung pada seberapa besar porsi tanggung jawab dan rasa tanggung
jawab anggota terhadap pencapaian tujuan. Rasa tanggung jawab tersebut pada sebagian organisasi
dihargai dalam bentuk penghargaan tertentu. Dalam organisasi, masing-masing mempunyai tujuan
dan bertanggung jawab untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Keselarasan tersebut akan dapat
lebih diwujudkan manakala individu memahami dan patuh pada ketetapan-ketetapan yang ada di
dalam anggaran.
Dimensi Akuntansi Keperilakuan
Akuntansi keperilakuan berada di balik peran akuntansi tradisional yang berarti mengumpulkan,
mengukur, mencatat dan melaporkan informasi keuangan. Dengan demikian, dimensi akuntansi
berkaitan dengan perilaku manusia dan juga dengan desain, konstruksi, serta penggunaan suatu
system informasi akuntansi yang efisien. Akuntansi keperilakuan, dengan mempertimbangkan
hubungan antara perilaku manusia dan system akuntansi, mencerminkan dimensi sosial dan budaya
manusia dalam suatu organisasi.
Stainer juga menjelaskan secara singkat mengenai definisi keperilakuan, yaitu sebagai suatu riset
ilmiah yang berhadapan secara langsung dengan perilaku manusia. Definisi ini menangkap
permasalahan inti dari ilmu keperilakuan, yaitu riset ilmiah dan perilaku manusia.
Lingkup dan Sasaran Hasil Dari Akuntasi Keperilakuan
Pada masa lalu, para akuntan semata-mata fokus pada pengukuran pendapatan dan biaya yang
mempelajari pencapaian kinerja perusahaan di masa lalu guna memprediksi masa depan. Mereka
mengabaikan fakta bahwa kinerja masa lalu adalah hasil masa lalu dari perilaku manusia dan kinerja
masa lalu itu sendiri merupakan suatu faktor yang akan mempengaruhi perilaku di masa depan.
Mereka melewatkan fakta bahwa arti pengendalian secara penuh dari suatu organisasi harus diawali
dengan memotivasi dan mengendalikan perilaku, tujuan, serta cita-cita individu yang saling
berhubungan dalam organisasi.
Persamaan dan Perbedaan Ilmu Keperilakuan dan Akuntansi Keperilakuan
Ilmu keperilakuan mempunyai kaitan dengan penjelasan dan prediksi keperilakuan manusia.
Akuntansi keperilakuan menghubungkan antara keperilakuan manusia dengan akuntansi. Ilmu
keperilakuan merupakan bagian dari ilmu sosial, sedangkan akuntansi keperilakuan merupakan
bagian dari ilmu akuntasi dan pengetahuan keperilakuan. Namun ilmu keperilakuan dan akuntansi
keperilakuan sama-sama menggunakan prinsip sosiologi dan psikologi untuk menilai dan
memecahkan permasalahan organisasi.
Akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) adalah cabang akuntansi yang mempelajari
hubungan antara perilaku manusia dengan sistem akuntansi (Siegel, G. et all. 1989), istilah sistem
akuntansi yang dimaksud di sini dalam arti yang luas yang meliputi keseluruhan desain alat
pengendalian manajemen yang meliputi sistem pengendalian, sistem penganggaran, desain
akuntansi pertanggung jawaban, desain organisasi seperti desentralisasi atau sentralisasi, desain
pengumpulan biaya, desain penilaian kinerja serta pelaporan keuangan. Secara lebih rinci ruang
lingkup akuntansi keperilakuan meliputi :
1.Mempelajari pengaruh antara perilaku manusia terhadap desain, konstruksi dan penggunaan
sistem akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan, yang berarti bagaimana sikap dan gaya
kepemimpinan manajemen mempengaruhi sifat pengendalian akuntansi dan desain orgaisasi.
2.Mempelajari pengaruh sistem akuntansi terhadap perilaku manusia, yang berarti bagaimana sistem
akuntansi mempengaruhi motivasi, produktifitas, pengambilan keputusan, kepuasan kerja dan kerja
sama.
3.Metode untuk memprediksi perilaku manusia dan strategi untuk mengubahnya, yang berarti
bagaimana sistem akuntansi dapat dipergunakan untuk mempegaruhi perilaku.
Sebagai bagian dari ilmu keperilakuan (Behavioral Science), teori-teori akuntansi keperilakuan di
kembangkan dari penelitian empiris atas perilaku manusia di organisasi. Dengan demikian, peranan
penelitian dalam pengembangan ilmu itu sendiri sudah tidak diragukan lagi. Ruang lingkup penelitian
di bidang akuntansi keperilakuan sangat luas sekal, tidak hanya meliputi bidanga akuntansi
manajemen saja, tetapi juga menyangkut penelitian dalam bidang etika, auditing (pemeriksaan
akuntan), sistem informasi akuntansi bahkan juga akuntansi keuangan.
Perspektif Berdasarkan Perilaku Manusia : Psikologi, Sosiologi dan Psikologi Sosial
Menurut Robbins (2003), Ketiga hal tersebut, yaitu psikologi, sosiologi dan psikologi sosial menjadi
kontribusi utama dari ilmu keperilakuan. Ketiganya melakukan pencarian untuk menguraikan dan
menjelaskan perilaku manusia, walaupun secara keseluruhan mereka memiliki perspektif yang
berbeda mengenai kondisi manusia. terutama merasa tertarik dengan bagaimana cara individu
bertindak. Fokusnya didasarkan pada tindakan orang-orang ketika mereka bereaksi terhadap stimuli
dalam lingkungan mereka, dan perilaku manusia dijelaskan dalam kaitannya dengan ciri, arah dan
motivasi individu. Keutamaan psikologi didasarkan pada seseorang sebagai suatu organisasi.
Psikologi, merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mengukur, menjelaskan dan kadang
mengubah perilaku manusia. Para psikolog memperhatikan studi dan upaya memahami perilaku
individual. Mereka yang telah menyumbangkan dan terus menambah pengetahuan tentang perilaku
organisasional teoritikus pembelajaran, teoritikus keperibadian, psikologi konseling dan psikologi
industri dan organisasi.
Bila psikologi memfokuskan perhatian mereka pada individu, sosiologi mempelajari sistem sosial di
mana individu-individu mengisi peran-peran mereka, jadi sosiologi mempelajari orang-orang dalam
hubungan dengan manusia-manusia sesamanya. Secara spesifik, sosiolog telah memberikan
sumbangan mereka yang terbesar kepada perilaku organisasi melalui studi mereka terhadap perilaku
kelompok dalam organisasi, terutama organisasi yang formal dan rumit. Beberapa bidang dalam
perilaku organisasi yang menerima masukan yang berharga dari para sosiolog adalah dinamika
kelompok, desain tim kerja, budaya organisasi, teknologi organisasi, birokrasi, komunikasi,
kekuasaan dan konflik.
Psikologi sosial, adalah suatu bidang dalam psikologi, tetapi memadukan konsep-konsep baik dari
psikologi maupun sosiologi yang memusatkan perhatian pada perilaku kelompok sosial. Penekanan
keduanya adalah pada interaksi antara orang-orang dan bukan pada rangsangan fisik. Perilaku
diterangkan dalam hubungannya dengan ilmu sosial, pengaruh sosial dan ilmu dinamika kelompok.
Disamping itu para psikologi sosial memberikan sumbangan yang berarti dalam bidang-bidang
pengukuran, pemahaman, dan perubahan sikap, pola komunikasi, cara-cara dalam kegiatan dapat
memuaskan kebutuhan individu dan proses pengambilan keputusan kelompok.
Kita sering berpikir bahwa yang namanya dunia psikologi adalah dunia yang berkaitan dengan
persoalan perasaan, motivasi, kepribadian, dan yang sejenisnya. Dan kalau berpikir tentang sosiologi,
secara umum cenderung memikirkan persoalan kemasyarakatan. Kajian utama psikologi adalah pada
persoalan kepribadian, mental, perilaku, dan dimensi-dimensi lain yang ada dalam diri manusia
sebagai individu. Sosiologi lebih mengabdikan kajiannya pada budaya dan struktur sosial yang
keduanya mempengaruhi interaksi, perilaku, dan kepribadian. Kedua bidang ilmu tersebut bertemu di
daerah yang dinamakan psikologi sosial.
Dengan demikian para psikolog berwenang merambah bidang ini, demikian pula para sosiolog.
Namun karena perbedaan latar belakang maka para psikolog akan menekankan pengaruh situasi
sosial terhadap proses dasar psikologikal - persepsi, kognisi, emosi, dan sejenisnya. Sedangkan para
sosiolog akan lebih menekankan pada bagaimana budaya dan struktur sosial mempengaruhi perilaku
dan interaksi para individu dalam konteks sosial, dan lalu bagaimana pola perilaku dan interaksi tadi
mengubah budaya dan struktur sosial. Jadi psikologi akan cenderung memusatkan pada atribut
dinamis dari seseorang; sedangkan sosiologi akan mengkonsentrasikan pada atribut dan dinamika
seseorang, perilaku, interaksi, struktur sosial, dan budaya, sebagai faktor-faktor yang saling
mempengaruhi satu sama lainnya
Beberapa Hal Penting Dalam Perilaku Organisasi
Ada beberapa teori perilaku organisasional yang mencerminkan inti yang ditangani oleh teori-teori,
yaitu :
1. Teori Peran
Walau Park menjelaskan dampak masyarakat atas perilaku kita dalam hubungannya dengan peran,
namun jauh sebelumnya Robert Linton (1936), seorang antropolog, telah mengembangkan Teori
Peran. Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain
sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan
peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter,
mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku
sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah seorang
dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter maka dia harus mengobati pasien yang datang
kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran sosial
Kemudian, sosiolog yang bernama Glen Elder (1975) membantu memperluas penggunaan teori
peran. Pendekatannya yang dinamakan “life-course” memaknakan bahwa setiap masyarakat
mempunyai harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan
kategori-kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Contohnya, sebagian besar warga
Amerika Serikat akan menjadi murid sekolah ketika berusia empat atau lima tahun, menjadi peserta
pemilu pada usia delapan belas tahun, bekerja pada usia tujuh belah tahun, mempunyai istri/suami
pada usia dua puluh tujuh, pensiun pada usia enam puluh tahun. Di Indonesia berbeda. Usia sekolah
dimulai sejak tujuh tahun, punya pasangan hidup sudah bisa usia tujuh belas tahun, pensiun usia lima
puluh lima tahun. Urutan tadi dinamakan “tahapan usia” (age grading). Dalam masyarakat
kontemporer kehidupan kita dibagi ke dalam masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan
masa tua, di mana setiap masa mempunyai bermacam-macam pembagian lagi.
2. Struktur Sosial
Telah kita catat bahwa telah terjadi perdebatan di antara para ilmuwan sosial dalam hal menjelaskan
perilaku sosial seseorang. Untuk menjelaskan perilaku sosial seseorang dapat dikaji sebagai sesuatu
proses yang (1) instinktif, (2) karena kebiasaan, dan (3) juga yang bersumber dari proses mental.
Mereka semua tertarik, dan dengan cara sebaik mungkin lalu menguraikan hubungan antara
masyarakat dengan individu. William James dan John Dewey menekankan pada penjelasan
kebiasaan individual, tetapi mereka juga mencatat bahwa kebiasaan individu mencerminkan
kebiasaan kelompok - yaitu adat-istiadat masyarakat atau struktur sosial. Para sosiolog yakin bahwa
struktur sosial terdiri atas jalinan interaksi antar manusia dengan cara yang relatif stabil. Kita mewarisi
struktur sosial dalam satu pola perilaku yang diturunkan oleh satu generasi ke generasi berikutnya,
melalui proses sosialisasi. Disebabkan oleh struktur sosial, kita mengalami kehidupan sosial yang
telah terpolakan. James menguraikan pentingnya dampak struktur sosial atas "diri" (self) - perasaan
kita terhadap diri kita sendiri. Masyarakat mempengaruhi diri (self).
Sosiolog lain Robert Park dari Universitas Chicago memandang bahwa masyarakat
mengorganisasikan, mengintegrasikan, dan mengarahkan kekuatan-kekuatan individu- individu ke
dalam berbagai macam peran (roles). Melalui peran inilah kita menjadi tahu siapa diri kita. Kita adalah
seorang anak, orang tua, guru, mahasiswa, laki-laki, perempuan, Islam, Kristen. Konsep kita tentang
diri kita tergantung pada peran yang kita lakukan dalam masyarakat. Beberapa teori yang melandasi
persektif strukturan adalah Teori Peran (Role Theory), Teori Pernyataan - Harapan (Expectation-
States Theory), dan Posmodernisme.
3. Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang
dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk
sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga
banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuiakan perbedaan-
perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak
aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosial-budaya ini tersebar dan
meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari
budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang
dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra
yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme
kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" d Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina.
Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman
mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam
anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian
dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
4.Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi adalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak
organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam
organisasi tersebut. Menurut Robbins (2003), didefinisikan bahwa keterlibatan pekerjaaan yang tinggi
berarti memihak pada pekerjaan tertentu seseorang individu, sementara komitmen organisasional
yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Dalam organisasi sekolah
guru merupakan tenaga profesional yang berhadapan langsung dengan siswa, maka guru dalam
menjalankan tugasnya sebagai pendidik mampu menjalankan kebijakan-kebijakan dengan tujuan-
tujuan tertentu dan mempunyai komimen yang kuat terhadap sekolah tempat dia bekerja.
Menurut L. Mathis-John H. Jackson, komitmen organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan
yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama atau
meninggalkan perusahaan pada akhirnya tercermin dalam ketidakhadiran dan angka perputaran
karyawan.
Menurut Griffin, komitmen organisasi (organisational commitment) adalah sikap yang mencerminkan
sejauh mana seseorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Seseorang individu yang
memiliki komitmen tinggi kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi.
Menurut Luthan (1998), komitmen organisasi didefinisikan sebagai :
1.keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu;
2.keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan
3.keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan
proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi
dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan
Menurut Allen dan Meyer (1991), ada tiga Dimensi komitment organisasi adalah :
1.Komitmen afektif (affective comitment): Keterikatan emosional karyawan, dan keterlibatan dalam
organisasi,
2.Komitmen berkelanjutan (continuence commitment): Komitmen berdasarkan kerugian yang
berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan
senioritas atas promosi atau benefit,
3.Komitmen normatif (normative commiment): Perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi
karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan.
Dessler memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang
mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri
karyawan :
1.Berkomitmen pada nilai manusia: Membuat aturan tertulis, memperkerjakan menejer yang baik dan
tepat, dan mempertahankan komunikasi.
2.Memperjelas dan mengkomukasikan misi : Memperjelas misi dan ideologi; berkharisma;
menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai dan
pelatihan; membentujk tradisi,
3.Menjamin keadilan organisasi: Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang koprehensif;
menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif,
4.Menciptakan rasa komunitas: Membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan
kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim, berkumpul bersama,
5.Mendukung perkembangan karyawan: Melakukan aktualisasi; memberikan pekerjaan menantang
pada tahun pertama; memajukan dan memberdayakan; mempromosikan dari dalam; menyediakan
aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi
Mardiana (2004) mengemukakan komitmen yang dimiliki oleh seorang karyawan terhadap organisasi
atau perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain :
1.Karakteristik individu, Karakteristik individu merupakan gambaran dari pribadi seseorang yang
dibawa dalam tatanan organisasi, dalam dunia kerja dan memiliki kecenderungan untuk selalu
berkembang dan mempengaruhi dalam melaksanakan aktivitas pekerjaan. Karakteristik individu disini
dapat berupa minat, sikap, kebutuhan, tingkat pendidikan dan motif berprestasi.
2.Karakteristik pekerjaan, Karakteristik pekerjaan dapat berupa variasi kecakapan, identitas
tugas,tugas, otonomi dan umpan balik.
3.Pengalaman kerja., Pengalaman kerja merupakan suatu ukuran lamanya seseorang bekerja di
suatu organisasi atau instansi, semakin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi, maka orang
tersebut dapat dikatakan semakin berpengalaman dan dengan pengalaman tersebut diharapkan
seseorang dapat lebih produktif dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
Mowday, Porter dan Steers (Sjabadhyni, Graito dan Wutun, 2001) mengemukakan hal-hal yang dapat
mempengaruhi komitmen organisasi antara lain karakteristik pribadi, karakteristik yang berkaitan
dengan peran, karakteristik struktural dan pengalaman kerja. Lebih lanjut, Morrow (Prayitno, 2005)
menyebutkan komitmen organisasi dipengaruhi antara lain :
1.Karakteristik personal yang berupa usia, masa kerja dan pendidikan.
2.Fungsi situasional yang berhubungan dengan lingkungan kerja seperti konflik peran dan iklim
organisasi.
3.Marchington (Kurniawan, 2006) menyebutkan lima faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi
yaitu :
4.Kondisi fisik lingkungan kerja.
5.Perasaan atau keinginan untuk bekerja pada pemimpin atau perusahaan yang baik.
6.Rasa aman dalam bekerja, dalam hal ini terkait dengan munculnya kondisi job insecurity yang
dirasakan oleh karyawan.
7.Pembayaran upah.
8.Penghargaan atau peluang dalam bekerja.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa komitmen karyawan kepada organisasi
dipengaruhi oleh faktor individu yang bersangkutan dan faktor lingkungan kerja atau organisasi.
Faktor yang berkaitan dengan diri individu seperti minat, sikap, tingkat pendidikan dan motif
berprestasi serta pengalaman kerja. Faktor yang berkaitan dengan lingkungan kerja atau organisasi
seperti kondisi fisik lingkungan kerja, konflik peran yang dialami oleh karyawan dan rasa aman dalam
bekerja, dalam hal ini terkait dengan munculnya kondisi job insecurity yang dirasakan karyawan.
Aspek-aspek Komitmen Organisasi
Steers (Kuntjoro, 2002) mengemukakan terdapat tiga aspek utama dari komitmen organisasi yaitu :
1.Identifikasi, Identifikasi merupakan bentuk kepercayaan pegawai terhadap organisasi. Hal ini dapat
dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para
pegawai atau dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai
dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para
pegawai dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela
menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena pegawai menerima tujuan
organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula.
2.Keterlibatan, Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja, penting untuk
diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkan mereka akan mau dan senang
bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesame teman kerja. Salah satu cara yang
dapat digunakan untuk memancing keterlibatan pegawai adalah keikut sertaan pegawai dalam
berbagai kesempatan pembuatan keputusan sehingga menumbuhkan keyakinan pada pegawai
bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama.
3.Loyalitas, Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk
melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan
pribadinya tanpa mengharapkan apapun dari organisasi. Kesediaan pegawai untuk mempertahankan
diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap
organisasi tempat pegawai tersebut bekerja.
5. Konflik Peran
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah
satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan,
adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam
interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di
masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak
sempurna dapat menciptakan konflik.
Maramis (1994) mengemukakan konflik terjadi apabila seseorang tidak dapat memilih antara dua atau
lebih macam kebutuhan atau tujuan. Puspa dan Riyanto (1999) menyatakan konflik peran merupakan
suatu gejala psikologis yang dialami oleh anggota organisasi yang bisa menimbulkan rasa tidak
nyaman dalam bekerja dan secara potensial akan menurunkan motivasi kerja karyawan. Brief
(Andraeni, 2005) mendefinisikan konflik peran adalah adanya ketidak cocokan antara harapan-
harapan yang berkaitan dengan suatu peran. Lebih lanjut, Leigh (Andraeni, 2005) menyatakan bahwa
konflik peran merupakan hasil dari ketidakkonsistenan harapan berbagai pihak atau persepsi adanya
ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai individu, dan sebagainya.
Sebagai akibatnya, individu yang mengalami konflik peran berada dalam suasana terombang-ambing,
terjepit dan serba salah. Indrawijaya (2000) menyebutkan konflik peran merupakan kondisi yang
terjadi bila seseorang melakukan berbagai macam peranan dimana kondisi tersebut terjadi karena
tekanan yang datang dari luar diri seseorang misalnya dari orang yang ada kaitan hierarki seperti dari
pimpinan, kolega yang setingkat dan dari bawahan atau bahkan dari orang luar organisasi seperti
teman separtai, kerabat atau keluarga.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik peran merupakan suatu
gejala psikologis yang dialami oleh anggota organisasi sebagai hasil dari ketidak konsistenan
harapan-harapan berbagai pihak atau persepsi adanya ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan
kebutuhan, nilainilai individu dan tekanan baik yang berasal dari luar individu maupun yang
berasal dari orang luar organisasi atau perusahaan.
Jenis-jenis Konflik Peran
Gibson, Ivancevich dan Donnelly (1996) mengemukakan bahwa konflik peran dapat dibagi menjadi
tiga macam antara lain :
Konflik peran pribadi (person role conflict), Konflik peran pribadi terjadi ketika persyaratan-
persyaratan peran melanggar nilai dasar, sikap dan kebutuhan individu yang menduduki posisi
tersebut. Sebagai contohnya seorang penyelia yang mendapatkan kesulitan untuk memecat
bawahannya karena soal keluarga, atau seorang eksekutif yang lebih senang mengundurkan diri
daripada melakukan kegiatan yang tidak pantas.
Konflik intra peran (intra role conflict) Konflik intra peran terjadi apabila beberapa orang yang
berbeda-beda menentukan sebuah peran menurut rangkaian harapan yang berbeda-beda sehingga
tidak mungkin bagi orang yang menduduki peran tersebut untuk memenuhi semuanya. Hal ini
mungkin akan terjadi apabila peran tertentu mempunyai serangkaian peran yang kompleks, dalam arti
banyak hubungan peran yang berbeda-beda. Sebagai contohnya seorang penyelia di situasi industri
mempunyai serangkaian peran yang agak kompleks sehingga dapat mengalami konflik intra peran.
Konflik antar peran (inter role conflict) Konflik antar peran muncul karena orang menghadapi berbagai
peran. Hal ini terjadi karena individu sekaligus memainkan banyak peran, beberapa diantara peran ini
mempunyai harapan yang saling bertentangan. Sebagai contohnya seorang ilmuwan yang bekerja di
pabrik kimia, yang juga merangkap menjadi anggota manajemen, mungkin mengalami konflik peran
semacam ini.
Dalam situasi tersebut, ilmuwan tersebut mungkin diharapkan berperilaku sesuai dengan harapan
manajemen maupun sesuai dengan harapan ahli kimia profesional.
Miles dan Perreault (Munandar, 2001) membedakan empat jenis konflik peran yaitu :
Konflik peran pribadi, muncul bilamana seorang karyawan ingin melakukan tugas berbeda dari yang
disarankan dalam uraian pekerjaannya.
Konflik intra sender, muncul bilamana seorang karyawan menerima penugasan tanpa memiliki tenga
kerja yang cukup untuk dapat menyelesaikan tugas dengan berhasil.
Konflik inter sender, muncul bilamana seorang karyawan diminta untuk berperilaku sedemikian rupa
sehingga terdapat orang merasa puas dengan hasilnya, sedangkan orang lain tidak.
Konflik peran dengan beban berlebih, muncul bilamana seorang karyawan mendapat penugasan
kerja yang terlalu banyak dan tidak dapat ditangani secara efektif.
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan jenis-jenis konflik peran dapat dibagi menjadi
konflik peran pribadi, konflik intra peran dan konflik antar peran. Konflik peran pribadi terjadi apabila
persyaratan peran melanggar nilai dasar, sikap dan kebutuhan individu yang menduduki suatu posisi.
Konflik intra peran terjadi apabila beberapa orang yang berbeda-beda menentukan sebuah peran
menurut rangkaian harapan yang berbeda-beda. Konflik antar peran muncul karena orang
menghadapi berbagai peran.
Penyebab Konflik Peran
Pasewark dan Strawser (Ratnawati dan Kusuma, 2002) mengemukakan konflik peran terjadi karena
adanya lebih dari satu permintaan dari sumber yang berbeda yang menimbulkan suatu ketidak
pastian pada karyawan. Indrawijaya (2000) mengemukakan bahwa konflik peran dapat disebabkan
oleh adanya :
1.Konflik fungsional merupakan konflik peran yang terjadi oleh adanya berbagai macam subsistem
dalam organisasi. Setiap sub sistem yang mempunyai fungsi tertentu dalam suatu organisasi
cenderung melahirkan norma kelompok (norma hubungan sosial, norma kerja dan norma kekuasaan)
dan membentuk sistem nilai tertentu. Konflik fungsional dapat juga terjadi karena adanya ketidak
cocokan tugas atau tujuan yang harus dicapai. Schmidt dan Kochan (Indrawijaya, 2000) menyatakan
bahwa persepsi mengenai adanya ketidak cocokan tugas atau tujuan yang harus dicapai merupakan
penyebab terciptanya konflik peran.
2.Konflik hierarkis merupakan keadaan dimana suatu kelompok mendapatkan tekanan dari luar.
Tekanan dari luar tersebut dapat berupa penyediaan anggaran, pemberian status dan persetujuan
pengangkatan pegawai.
3.Konflik kesamaan fungsi merupakan konflik yang timbul oleh adanya kesamaan fungsi yang harus
dilakukan oleh berbagai anggota kelompok sehingga dapat pula menghasilkan perilaku persaingan
yang cukup sehat.
Wolfe dan Snoke (Cahyono dan Ghozali, 2002) mengemukakan konflik peran timbul karena adanya
dua perintah yang berbeda yang diterima secara bersamaan dimana pelaksanaan salah satu perintah
saja akan mengakibatkan terabaikannya perintah yang lain. Seorang profesional dalam
melaksanakan tugasnya terutama ketika menghadapi suatu masalah tertentu maka sering menerima
dua perintah sekaligus. Perintah pertama datangnya dari kode etik profesi sedangkan perintah kedua
datangnya dari sistem pengendalian yang berlaku di perusahaan. Apabila seorang profesional
bertindak sesuai dengan kode etiknya maka individu yang bersangkutan akan merasa tidak berperan
sebagai karyawan perusahaan dengan baik. Sebaliknya, apabila seorang professional bertindak
sesuai dengan prosedur yang ditentukan perusahaan maka individu yang bersangkutan akan merasa
telah bertindak secara tidak profesional.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik peran muncul oleh karena adanya dua
perintah yang berbeda yang diterima oleh seorang karyawan secara bersamaan dimana dalam
pelaksanaan salah satu perintah akan mengakibatkan terabaikannya perintah yang lain sehingga
dapat menimbulkan suatu ketidak pastian pada diri karyawan.
6. Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan adalah suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang memerlukan
kepercayaan, seperti pengacara, politikus, eksekutif atau direktur suatu perusahaan, memiliki
kepentingan profesional dan pribadi yang bersinggungan. Persinggungan kepentingan ini dapat
menyulitkan orang tersebut untuk menjalankan tugasnya. Suatu konflik kepentingan dapat timbul
bahkan jika hal tersebut tidak menimbulkan tindakan yang tidak etis atau tidak pantas. Suatu konflik
kepentingan dapat mengurangi kepercayaan terhadap seseorang atau suatu profesi.
Menurut prinsip manajemen yang dikemukakan oleh Henry Fayol (1914), kepentingan pribadi atau
kelompok harus tunduk kepada kepentingan organisasi secara keseluruhan. Maka sudah sangat
dipahami bila dalam praktek bisnis, demi kepentingan orang yang lebih banyak atau organisasi,
manajemen harus memutuskan hubungan kerja dengan seorang atau beberapa orang karyawan,
walaupun karyawan tersebut mungkin telah selama puluhan tahun ikut serta dalam mengembangkan
dan membesarkan perusahaan. Karena menganut pandangan bahwa urusan pribadi harus
dipisahkan dari bisnis serta bahwa kepentingan perusahaan harus lebih didahulukan daripada pribadi,
maka banyak eksekutif yang sukses dalam memimpin danmengatur perusahaan, tetapi gagal dalam
memimpin dan mengatur keluarga.
Banyak bukti riset yang menunjukkan bahwa konflik kepentingan pekerja dan keluarga sangat merugi
kan karyawan dan perusahaan. Konflik kerja dan keluarga cenderung berpengaruh negative terhadap
kinerja karyawan. Hasil-hasil riset tersebut merekomendasikan perlunya manajemen perusahaan
untuk mengambil kebijakan yang menginterpretasikan kepentingan pekerjaan dengan kepentingan
pribadi.
7. Pemberdayaan Karyawan
Perberdayaan karyawan berarti penciptaan sebuah lingkungan di mana karyawan memiliki wewenang
yang lebih untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dengan konsekuensi mereka bertanggungjawab
atas hasil penciptaan sebuah lingkungan karyawan dimana karyawan memiliki wewenang yang lebih
banyak untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dengan konsekuensi mereka bertanggungjawab atas
hasil pekerjaan tersebut.
Mas’ud (2002) menuliskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mendorong organisasi dalam
melaksanakan pemberdayan. Beberapa di antaranya adalah tuntutan pelanggan yang semakin tinggi
terhadap kualitas produk maupun layanan, jaminan keamanan, perlindungan konsumen, persaingan
dalam efisiensi dan inovasi produk, penggunaan teknologi baru yang canggih, peraturan pemerintah
dan lain sebagainya. Apabila organisasi melaksanakan pemberdayaan karyawan, maka berarti
bahwa karyawan tersebut diperlakukan sesuai denga teori Y, artinya pimpinan organisasi tersebut
menganut paham atau cara pandang bahwa karyawan di perusahaan tersebut adalah karyawan yang
mempunyai kaeakteristik yang pada umumnya positif.
Akan tetapi dalam kenyataannya, terdapat banyak pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan
pemberdayaan dan bagaimana cara untuk melakukan pemberdayaan. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya defenisi atau pengertian yang diberikan oleh para alhi di berbagai literatur. Namun,
terdapat kesamaan dalam hal maksud dilakukannya pemberdayaan dalam organisasi, yaitu antara
lain untuk :
1.Meningkatkan motivasi guna mengurangi kesalahan dan mendorong karyawan untuk bertanggung
jawab terhadap tindakannya.
2.Meningkatkan dan mengembangkan kreativitas dan inovasi.
3.Mendorong peningkatan kualitas produk dan jasa.
4.Meningkatkan kepuasan pelanggan dengan mendekatkan karyawan terhadap pelanggan, sehingga
karyawan dapat melayani dengan lebih baik.
5.Meningkatkan kesetiaan pada saat yang sama mengurangi tingkat kemangkiran.
6.Mendorong kerja sama yang lebih baik dengan sesama rekan kerja dalam meningkatkan
pengawasan dan produktivitas.
7.Mengurangi tugas pengawasan (pengendalian) dari manajemen menengah dalam pekerjaan
operasional sehari-hari, sehingga para manajer lebih mempunyai waktu dan perhatian terhadap
masalah-masalah yang lebih besar.
8.Menyiapkan karyawan untuk berkembang dan menghadapi perubahan dan tuntutan persaingan.
9.Meningkatkan daya saing bisnis.
Untuk melaksanakan pemberdayaan tersebut, biasanya organisasi kemudian menyususun dan
menentukan visi serta misi organisasi. Disampingi itu, perusahaan melaksanakan pula rencana
strategis dan berbagai macam pelatihan yang berkaitan dengan pemberdayaan karyawan, seperti :
membangun kerja sama tim, pemberdayaan kepemimpinan dan motivasi, kepekaan emosional di
tempat kerja, peningkatan kualitas terus-menerus, pelatihan ketrampilan khusus yang berkaitan
dengan pekerjaan dan lain sebagainya.