BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun 1960, Bab I Pasal 2 adalah
keadaan yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial serta bukan
hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.1 Dan pengertian sehat tersebut
sejalan dengan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa sehat adalah suatu
kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental dan social merupakan
aspek positif dan tidak hanya bebas dari penyakit serta kecacatan yang merupakan aspek
negatif.2
Dalam kegiatan sehari-hari tubuh manusia ditentukan oleh kemampuan fungsional
anggota gerak, yang menggunakan tungkai bawah untuk berjalan. Dan lutut adalah salah
satu bagian yang sangat penting, karena sendi lutut merupakan sendi yang menopang
berat badan. Apabila struktur pembentukkan sendi lutut mengalami kelainan maka dapat
mengalami penurunan aktifitas fungsional, kelainan tersebut bisa berupa trauma, obesitas
dan degenerasi menunjukkan peningkatan. Dari hasil pemeriksaan radiologis di ketahui
bahwa + 50 % populasi diatas usia 40 tahun, sedikit banyak menunjukkan adanya
kelainan radiologis. Salah satu penyakit degenerasi yang sering timbul adalah
osteoarthritis.
1 http://www.penataanruang.net/taru/hukum/UU No.9-1960.pdf2 . www.webcache.googleusercontent.com
1
Osteoarthritis merupakan suatu penyakit degeneratif (ketuaan) yang bersifat
progresif yang biasanya menyerang pada cartilago sendi diartrosis, kemudian timbul
pembentukkan tulang baru pada pinggir tulang.. Perubahan degeneratif pada sendi
merupakan akibat normal dari stress yang berulang dari jaringan yang menua.
Pada penderita osteoarthritis lutut datang dengan keluhan sakit / nyeri yang hilang
timbul yang sudah menahun pada lututnya dan lama kelamaan kekuatan otot berkurang,
tidak mampu untuk naik tangga, sulit jongkok. Tetapi jika proses ini terjadi secara
berlebihan bisa timbul gejala yaitu rasa nyeri yang hebat. Maka keluhan tersebut
mengakibatkan penderita akan mengalami gangguan aktifitas sehari-hari.
Untuk itu diperlukan tindakan penanggulangan yang berupa tindakan terapi
dengan intervensi fisioterapi, namun ada juga tindakan medis dokter dengan medika
mentosa. Adapun pengertian tentang Fisioterapi menurut SK No. 1363 / MenKes / SK
/XII / 2001 adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan
atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi
tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peningkatan gerak peralatan (fisik elektroterapeutis dan mekanis).
Modalitas yang diberikan berupa Terapi Latihan Metode Quadriceps Exercise dan
Short Wave Diarthermy. Dalam pemberian terapi latihan metode quadriceps exercise
bertujuan untuk memperkuat otot-otot disekitar lutut, Sehingga mampu meningkatkan
stabilitas sendi lutut. Sesuai dengan judul penulis hanya membahas mengenai “
PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE QUADRICEPS EXERCISE
2
DAN SHORT WAVE DIARTHERMY UNTUK MENGURANGI NYERI PADA
KASUS OSTEOARTHRITIS GENU DEXTRA “.
B. RUMUSAN MASALAH
Aktivitas sehari-hari penderita seperti berlutut, naik tangga, berdiri (waktu yang
lama), dan berjalan akan terganggu karena adanya nyeri lutut dan kekuataan otot
berkurang, ini timbul akibat perubahan struktur pembentuk sendi lutut tersebut. Tindakan
fisioterapi diperlukan pada kasus ini guna meningkatkan kemampuan fungsional dari
sendi lutut penderita, agar dapat melakukan segala aktivitas kembali secara baik.
Metode yang diberikan adalah terapi latihan metode quadriceps exercise dan short
wave diarthermy yang berguna untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuataan
otot lututnya dan secara otomatis ini dapat mempengaruhi lingkup gerak sendinya.
Berdasarkan hal tersebut, maka timbullah masalah : “ Apakah Terapi Latihan Metode
Quadriceps Exercise Dan Short Wave Diarthermy dapat mengurangi nyeri dan
meningkatkan kekuatan otot khususnya otot Quadriceps Femoris pada kasus
Osteoarthritis Genu Dextra “.
C. BATASAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis membatasi masalah pada
Penatalaksanaan Terapi Latihan Metode Quadriceps Exercise Dan Short Wave
Diarthermy Untuk Mengurangi Nyeri Pada Kasus Osteoarthritis Genu Dextra.
3
D. TUJUAN PENULISAN
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis mempunyai beberapa tujuan :
1. Untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh Diploma III Akademi Fisioterapi.
2. Untuk mengetahui Penatalaksanan Terapi Latihan Metode Quadriceps Exercise dan Short
Wave Diarthermy Untuk Mengurangi Nyeri Pada Kasus Osteoarthritis Genu Dextra.
E. TERMINOLOGI ISTILAH
Untuk menghindari adanya salah pengertian pada penggunaan istilah yang dipakai
dalam judul penulisan pada Karya Tulis Ilmiah ini, maka diperlukan penjelasan terlebih
dahulu :
1. Terapi Latihan
Adalah suatu usaha pemulihan / pengobatan yang dalam pelaksanaannya
menggunakan latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif.
2. Quadriceps Exercise
Merupakan suatu latihan otot yang diberikan pada quadriceps femoris dengan
tehnik latihan aktif dengan tipe kontraksi otot isometrik.
3. Short Wave Diarthermy
Adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan frekuensi 27,33 MHz dan
panjang gelombang 11 meter (sujatno dkk, 1993).
4
4. Nyeri
Merupakan suatu sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E.).
5. Osteoarthritis
Merupakan suatu penyakit degeneratif (ketuaan) yang bersifat progresif yang
biasanya menyerang pada cartilago sendi diartrosis, kemudian timbul pembentukkan
tulang baru pada pinggir tulang.
6. Genu
Adalah lutut
7. Dextra
Adalah sisi sebelah kanan
BAB II
KAJIAN TEORI
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SENDI LUTUT
Sendi lutut merupakan sendi yang terbesar pada tubuh manusia. Sendi ini terletak
pada kaki yaitu antara tungkai atas dan tungkai bawah. Pada dasarnya sendi lutut ini
terdiri dari dua articulatio condylaris diantara condylus femoris medialis, lateralis dan
condylus tibiae yang terkait dalam sebuah sendi pelana , diantara patella dan fascies
patellaris femoris.
1) Tulang pembentuk sendi lutut
5
Sendi lutut dibentuk dari tiga buah tulang yaitu tulang femur, tulang tibia, tulang
fibula dan tulang patella.
a. Tulang femur
Merupakan tulang panjang yang bersendi keatas dengan pelvis dan kebawah dengan
tulang tibia. Tulang femur terdiri dari epiphysis proksimal, diaphysis dan epiphysis
distalis. Pada tulang femur ini yang berfungsi dalam persendian lutut adalah epiphysis
distalis. Epiphysis distalis merupakan bulatan sepanjang yang disebut condylous
femoralis lateralis dan medialis.
Dibagian proksimal tonjolan tersebut terdapat sebuah bulatan kecil yang disebut
epicondilus lateralis dan medialis. Bila dilihat dari depan, terdapat dataran sendi yang
melebar ke lateral yang disebut facies patelaris yang nantinya bersendi dengan tulang
patella. Dan bila dilihat dari belakang, diantara condylus lateralis dan medialis terdapat
cekungan yang disebut fossa intercondyloideal.
6
Gambar 1a. Tulang Femur Gambar 1b. Tulang Femur
tampak depan tampak belakang3
b. Tulang patella
Merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia dengan bentuk segitiga
dan gepeng dengan aspex menghadap kearah distal. Pada permukaan depan atau anterior
tulang patella kasar sedangkan permukaan dalam atau dorsal memiliki permukaan sendi
yang lebih besar dan facies medial yang lebih kecil.
3 http://scienceblogs.com/afarensis/femur.jpg7
Gambar 2a. Patella tampak Gambar 2b. Patella tampak
Depan belakang4
c. Tulang tibia
Merupakan salah satu tulang tungkai bawah selain tulang fibula, tibia merupakan
tulang kuat satu-satunya yang menghubungkan femur dan tumit kaki. Seperti halnya
tulang femur, tulang tibia dibagi tiga bagian, bagian ujung proksimal, corpus dan ujung
distal bagian dari tulang tibia yang membentuk sendi lutut adalah bagian proksimal,
dimana pada bagian ujung proksimal terdapat condillus medialis dan tubercullum inter
condiloseum lateral. Didepan dan dibelakang eminentia terdapat fossa intercondilodea
anterior dan posterior.
4http://2.bp.blogspot.com/_e6KHJps0mEU/TPNFa9HXmI/AAAAAAAAACc/bqGZGT1DkEc/s1600/patella.jpg
8
Gambar 3. Tulang Tibia5
d. Tulang fibula
Tulang fibula ini berbentuk kecil panjang, terletak di sebelah lateral dari tibia juga
terdiri dari tiga bagian : epiphysis proximal, diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis
proximalis membulat disebut capitulum fibula yang keproximal.
5 (grandmall10.files.wordpress.com/2010/02/tibia11.jpg)
9
Gambar 4. Fibula6
6 (http://d.lefebvre.pagesperso-orange.gif)
10
2) Jaringan lunak sekitar sendi lutut
a. Meniscus
Meniscus merupakan jaringan lunak, meniscus pada sendi lutut adalah meniscus
lateralis. Adapun fungsi meniscus adalah:
Penyebaran pembebanan
Peredam kejut (shock absorber)
Mempermudah gerakan rotasi
Mengurangi gerakan dan stabilisator setiap penekanan akan diserap oleh meniscus dan
diteruskan ke sebuah sendi.
b. Bursa
Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan terjadinya gesekan
dan gerakan, berdinding tipis dan dibatasi oleh membrane synovial. Ada beberapa bursa
yang terdapat pada sendi lutut antara lain :
bursa popliteus
bursa supra patellaris
bursa infra patellaris
bursa subcutan prapatelaris
bursa sub patellaris
c. Ligamen-ligamen Sendi Lutut
11
Ligamen mempunyai sifat yang cukup lentur dan jaringannya cukup kuat yang
berfungsi sebagai pembatas gerakan dan stabilitas sendi.
Ada beberapa ligamen sendi lutut yaitu :
1) Ligamentum cruciatum anterior
Berjalan dari depan fossa intercondyloidea anterior ke permukaan medial condilus
lateralis femoris yang berfungsi menahan hiperekstensi dan menahan bergesernya tibia
ke depan.
2) Ligamentum cruciatum posterior
Berjalan dari facies lateralis condylus medialis femoris menuju ke fossa intercondylodea
tibia yang berfungsi menahan bergesernya tibia ke arah belakang.
3) Ligamentum collateral lateral
Berjalan dari epicondylus lateralis ke capitulum fibula yang berfungsi menahan gerakan
varus atau samping luar.
4) Ligamentum collateral mediale
Berjalan dari epicondylus medial ke permukaan medial tibia (epicondylus medialis tibia)
yang berfungsi menahan gerakan valgus atau samping dalam eksorotasi. Namun secara
bersamaan fungsi – fungsi ligament collateralle menahan bergesernya tibia ke depan
pada lutut 90°.
5) Ligamentum patella
Yang merupakan lanjutan dari tendon M. Quadriceps Femoris yang berjalan dari patella
ke tuberositas tibia.
6) Ligamentum retinacullum patella lateral dan medial
12
Ligament ini berada disebelah lateral dari tendon M. Quadricep Femoris dan berjalan
menuju tibia, dimana ligamen-ligamen ini melekat dengan tuberositas tibia.
7) Ligamentum popliteum articuatum
Terletak pada daerah condylus lateralis femoris erat hubungannya dengan M. Popliteum.
8) Ligamentum popliteum oblicum
Berjalan dari condylus lateralis femoris kemudian turun menyilang menuju fascia
popliteum yang berfungsi mencegah hyperekstensi lutut.
3) Otot-otot sendi lutut
a) Otot-otot pada bagian depan tungkai atas (M. Quadriceps Femoris)
13
Gambar 5. M. Quadriceps7
a) M. Rectus Femoris
Origo : Spina iliaca anterior superior
Insertion : Tuberositas tibiae melalui ligament patela
7 www.mendmeshop.com/_img/quadricep-muscles.jpg
14
Innervasi : N. Femoralis
Aksio : Ekstensi tungkai bawah
b) M. Vastus Medialis
Origo : Bagian paling caudal line intertrochanterica
Labium Mediale linea aspera
Insertion : Tepi medial tendon M. Rectus femoris bagian
Lateral patella
Innervasi : N. Femoralis
Aksio : Ekstensi tungkai bawah
c) M. Vastus Intermedius
Origo : Permukaan anterior dan lateral femur
Insertion : Tendon M. Rectus femoris
Innervasi : N. Femoralis
Aksio : Ekstensi tungkai bawah
d) M. Vastus Lateralis
Origo : Permukaan anterior dan caudal trochanter mayor
Insertion : Tepi lateral tendon M.Rectus femoris
Innervasi : N. Femoralis
Aksio : Ekstensi tungkai bawah
b) Otot-otot pada bagian belakang tungkai atas
15
Gambar 6. M. Hamstring8
a) M. Adductor Magnus
Origo : Ramus ossis ischii
Insertion : 2/3 proximal linea aspera
Innervasi : N. Obturatorius dan N. ischiadicus
Aksio : adduksi-hip
b) M. Piriformis
Origo : Os sacrum, facies pelvic (plexus scaralis)
Insertion : Tepi patella, tuberositas tibia
8 www.thestretchinghandbook.com/archives/ezine_images/hamstring_muscle_group.jpg16
Innervasi : N. Femoralis
Aksio : Exorotasi dan adduksi hip
c) M. Sartorius
Origo : Sias
Insertion : Tuberositas tibia
Innervasi : N. Femoralis
Aksio : Fleksi-knee dan abduction-hip
d) M. Gracilis
Origo : Ramus inferior ossis pubis
Insertion : Mediale tuberositas tibiae
Innervasi: N. Obturatorius
Aksio : Adduksi-hip dan fleksi
e) M.Gastrocnemius
Origo : - Caput mediale : epicondylus medialis femoris
- Caput laterale : epicondylus lateralis femoris
Insertion : - Tuber calcanei dengan perantara tendo calcanei
achilles
- Facies posterior fibulae dan Linea poplitea tibiae
Innervasi : N. Tibialis
Aksio : Fleksi tungkai bawah
f) M. Biceps femoris
Origo : - Caput longum : Tuber ischiadicum
17
- Caput brevis : Labium lateral linea aspera
Insertion : - Capitulum fibulae
- Condylus lateralis tibiae
Innervasi : - N. Tibialis
- N. Peroneus Communis
Aksio : Fleksi pada articulation coxae
g) M. Semitendinosus
Origo : Tuber ischiadicum
Insertion : Tuberositas tibiae (medial)
Innervasi : N. Tibialis
Aksio : Fleksi-knee dan endorotasi-knee
h) M. Semi membranosus
Origo : Tuber ischiadicum
Insertion : Condylus medial tibiae dan lig. Popliteum oblicum
Innervasi : N. Tibialis
Aksio : Flexi-knee dan endorotasi
4) Meniscus sendi lutut
18
Gambar 7. Meniscus9
Meniscus medialis
Meniscus medialis berbentuk semi sirkulasi dan bersatu dengan ligament collateral
medial.
Meniscus lateralis
Meniscus lateralis berbentuk hampir sirkuler, tempat-tempat perlengketannya dekat
satu sama lain. Meniscus lateralis tidak bersatu dengan kapsula atau ligament collateral
dan maka dari itu meniscus lateral lebih mobile daripada meniscus medialis.
5) Vascularisasi dan persarafan sendi lutut
Regio femoralis anterior (A. femoralis)
9 http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/9621.jpg
19
Di regio femoralis anterior dibungkus oleh selubung yang merupakan lanjutan dari
jaringan ikat ektraperitonial dan dinamakan femoral sheat yang dibungkus oleh fascia
latae sedangkan dasarnya merupakan lekukan yang dibentuk oleh mm.iliopsoas dan
pectineus.
Regio femoralis posterior
Di regio femoralis posterior terdapat a. perforantes yang dipercabangkan dari a.
profunda femoris.
Regio genu anterior
Di regio genu anterior tidak terdapat saraf dan pembuluh darah yang besar. Pada sisi
medial kira-kira selebar tangan, di sebelah dorsal patella terdapat v. saphena magna.
Regio posterior
Arteri genu superior lateralis berjalan ke lateral proksimal terhadap condylus lateralis
femoris tertutup oleh tendon M. biceps femoris menuju M. vastus lateralis.
B. BIOMEKANIK SENDI LUTUT
Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari gerakan tubuh manusia. Pada bahasan
Karya Tulis Ilmiah ini penulis hanya membahas komponen kinematis, ditinjau dari
gerakan secara Osteokinematika dan secara Artrokinematika yang terjadi pada sendi
lutut.
a. Osteokinematika sendi lutut
Lutut termasuk dalam sendi ginglyus (hinge modified) dan mempunyai gerak yang
cukup luas seperti sendi siku, luas gerak fleksinya cukup besar. Osteokinematika yang
20
memungkinkan terjadi pada sendi lutut adalah gerak flexi dan extensi pada bidang
segitiga dengan lingkup gerak sendi untuk gerak fleksi sebesar + 140° hingga 150°
dengan posisi ekstensi 0° atau 5° dan gerak putaran keluar 40° hingga 45° dari awal mid
posisi, 20.
Fleksi sendi lutut adalah gerakan permukaan posterior ke bawah menjauhi permukaan
posterior tungkai bawah. Putaran ke dalam adalah gerakan yang membawa jari-jari ke
arah sisi dalam tungkai (medial). Putaran keluar adalah gerakan membawa jari-jari ke
arah luar (lateral) tungkai. Untuk putaran (rotasi) dapat terjadi posisi lutut fleksi 90°, R
(<90°).
b. Artrokinematika sendi lutut
Pada kedua permukaan sendi lutut pergerakan yang terjadi meliputi gerak sliding dan
rolling, maka disinilah berlaku hukum konkaf-konvek. Hukum ini menyatakan bahwa
“jika permukaan sendi cembung (konvek) bergerak pada permukaan sendi cekung
(konkaf) maka pergerakan sliding dan rolling berlawanan. Dan “jika permukaan sendi
cekung, maka gerak slidding dan rolling searah” (Mudasir, 2002). Pada permukaan femur
cembung (konvek) bergerak, maka gerakkan slidding dan rolling berlawanan arah. Saat
gerak fleksi femur rolling ke arah belakang dan sliddingnya kebelakang. Dan pada
permukaan tibia cekung (konkaf) bergerak, fleksi ataupun ekstensi menuju ke depan atau
ventral.
C. Osteoarthritis
1. Pengertian
21
Osteoarthritis merupakan suatu penyakit degeneratif (ketuaan) yang bersifat progresif
yang biasanya menyerang pada cartilago sendi diartrosis, kemudian timbul
pembentukkan tulang baru pada pinggir tulang.
2. Etiologi
Pada umumnya penderita Osteoarthritis lutut ini, etiologinya tidak diketahui. Namun
beberapa factor yang disebut-sebut mempunyai peranan atas timbulnya Osteoarthritis
antara lain :
a. Umur
Umumnya ditemukan pada usia lanjut (40 tahun), ini karena pada orang lanjut usia
pembentukan dasar tulan rawan berkurang dan dapat terjadi fibrosis tulang rawan.
b. Jenis kelamin
Sebelum usia 40 tahun kemungkinan laki-laki maupun perempuan yang terkena ini sama.
Namun setelah menopause frekuensi Osteoarthritis meningkatkan pada perempuan
(Setiawan, 2001).
c. Pekerjaan
Pekerjaan yang membebani lutut akan mempunyai resiko terserang Osteoarthritis.
d. kegemukan
Ini disebabhnkan karena penambahan beban tubuh pada sendi lutut mengakibatkan
kerusakan struktur sendi lutut bertambah cepat.
e. Trauma
Resiko trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada ligament, tendon, meniscus, bursa
pada sendi lutut.
22
f. Faktor lain
Seperti kepadatan tulang yang terlalu tinggi dapat meningkatkan risiko timbulnya
Osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak
membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.
Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek.
3. Klasifikasi
Sehubungan dengan dengan penyebabnya Osteoarthritis mempunyai dua bentuk yaitu :
a. Osteoarthritis primer / Idiopatik
Osteoarthritis primer jenis ini paling sering ditemukan dimana faktor predisposisinya
belum diketahui.
b. Osteoarthritis sekunder
Osteoarthritis sekunder merupakan jenis osteoarthritis pada sendi yang sebelumnya sudah
ditemukan kerusakan atau kelainan pada sendinya. Misalnya dysplasia sendi arthritis.
4. Patofisiologi
Pada Osteoarthritis lutut yang pertama kali mendapat serangan adalah kartilago sendi.
Kartilago normal berfungsi untuk melicinkan gerakan dan mengurangi tekanan pada
tulang. Kelainan Osteoarthritis berawal dari berkurangnya atau tidak terbentuknya
substansi kartilago. Terjadilah perlunakan kartilago, sehingga fungsi dari kartilago
menjadi hilang. Lama-kelamaan akhirnya kartilagomengalami pengikisan dan menjadi
menipis. Setelah itu pada tepi persendian terjadi pertumbuhan tulang baru yang lebih
rapuh dan mempunyai duri (osteofit). Osteofit ini semakin lama bertambah dan menekan
23
struktur-struktur disekitar kartilago, membrana synovial. Jika ada gerakan persendian,
osteofit dapat lepas dan masuk kedalam ruang sendi (cavum sendi),sehingga pada
permukaan persendian kasar dan tidak rata. Kejadian ini dapat menimbulkan reaksi pada
membrana synovial lebih banyak, maka terlihat sendi lutut bengkak. Akhirnya terjadilah
fibrosis dan kontraktur pada kapsul sendi.
5. Tanda dan gejala
Dibawah ini ada beberapa keluhan yang serius diutarakan oleh penderita Osteoarthritis
antara lain:
a. Nyeri sendi
Nyeri pada sendi dapat timbul karena berbagai faktor antara lain akibat micro fraktur di
tulang persendian, iritasi saraf, tekanan pada ligament kongesti pembuluh darah balik,
tegangan otot, reumatik jaringan lunak atau sinovitis. Biasanya nyeri bertambah bila
bergerak dan berkurang bila istirahat. Beberapa gerakan tertentu bahkan dapat
menimbulkan rasa nyeri yang sangat hebat.
b. Hambatan gerak sendi
Kesulitan bergerak pada sendi sering timbul meskipun penyakitnya masih dini. Hal ini
bisa disebabkan oleh berbagai macam masalah seperti nyeri, spasme otot dan apabila
terus dibiarkan bisa menyebabkan kontraktur.
c. Kaku sendi pagi (morning steafness)
24
Kaku dan nyeri pada sendi bisa timbul setelah istirahat cukup lama, seperti duduk terlalu
lama atau setelah bangun tidur. Rasa kaku umumnya kurang dari 30 menit.
d. Adanya krepitasi
Rasa bergerak pada sendi yang sakit bila digerakkan dapat dirasakan oleh penderita atau
pemeriksa, bahkan kadang dapat terdengar. Gejala ini sering terdapat pada pemeriksa
sendi lutut. Bunyi ini mungkin akibat gesekan kedua permukaan tulang sendi saat
digerakkan.
e. Pembengkakan sendi
Pembengkakan bisa terjadi akibat adanya cairan sendi yang biasanya tidak banyak (<100
cc) atau karena adanya osteofit yang dapat mengubah permukaan sendi.
f. Gangguan aktifitas fungsional
Yang disebabkan oleh akumulasi keluhan dan juga ditambah oleh karena menurunnya
kekuatan otot.
g. Tanda-tanda peradangan dan deformitas
h. Tanda peradangan di persendiaan yang sakit kadang timbul, namun terkadang tidak
seperti nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat dan warna kemerahan. Selain itu disertai
juga perubahan bentuk sendi yang bisa disebabkan adanya perubahan dipermukaan sendi,
perubahan pada tulang dan timbul berbagai kecacatan seperti valgus dan valrus
(Dalimartha, 2001).
D. Nyeri
1. Definisi
25
Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik emosional yang tidak menyenangkan
berkaitan dengan jaringan yang rusak atau jaringan yang cenderung rusak (Widiastuti,
1991).
2. Macam-macam nyeri
Macam-macam nyeri dilihat dari sumber penyebab nyeri antara lain:
a) Nyeri neuromuscolosceletal non neurogenik yang dirasakan pada anggota gerak yang
timbul akibat proses patologik jaringan yang diliengkapi serabut nyeri.
b) Nyeri neuromuscolo societal neurogenik yaitu nyeri akibat iritasi langsung terhadap
sensoris perifer dengan ciri khas nyeri menjalar sepanjang kawasan distal saraf yang
bersangkutan dan penjalaran nyeri tersebut berpangkal pada bagian saraf yang mengalami
iritasi.
c) Nyeri radiculer yaitu nyeri yang timbul akibat adanya iritasi pada serabut sensorik
dibagian radiks posterior maupun saraf spinal (Sidharta, 1999).
3. Mekanisme nyeri
Melzack dan Wall mengemukakan teori gerbang kontol yang banyak diterima bayak
ahli. Menurut teori afferent terdiri dari 2 kelompok serabut yaitu serabut yang berukuran
besar (A-Beta) dan serabut kecil (A-delta dan C). Mekanisme nyeri melalui terapi latihan
yaitu: terpi latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam
pelaksanaannya menggunakan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif sehingga
dapat mempercepat penyembuhan cidera atau penyakit lainnya yang telah merubah pola
hidup yang normal.
26
Terapi latihan dilakukan secara berulang-ulang dan dilakukan secara perlahan-lahan
secara ritmis dapat mengaktivitasi serabut saraf berpenanampang kecil (A-delta) dan akan
menghinbisi serabut saraf beta berarti rasa nyeri tidak dicetuskan.
4. Pengukuran derajat Nyeri
Nyeri dapat diukur dengan berbagai skala adalah skala VAS, VDS, Skala 5 tingkat
yaitu berjalan 15 meter, jongkok berdiri, toileting, naik dan turun tangga.
Penulis melakukan pemeriksaan derajat nyeri dengan menggunakan skala VAS
(Visual Analog Scale) yaitu cara pengukuran derajat nyeri dengan menunjukkan satu titik
pada garis skala (0 - 10). Cara penulisan nyeri dengan skala VAS yaitu:
0 10
Tidak Nyeri Nyeri tak
Nyeri ringan tertahankan
Salah satu ujung menunjukkan tidak nyeri dan ujung yang lain menunjukkan nyeri
yang hebat. Panjang garris mulai dari titik tidak nyeri sampai titik yang menunjukkan
besarnynya nyeri.
E. Terapi Latihan
1. Pengertian
27
Terapi latihan adalah gerak dari tubuh atau bagian dari tubuh untuk mengurangi
gejala-gejala pada Osteoarthritis atau untuk meningkatkan fungsi tubuh akibat
Osteoarthritis. Yang perlu diketahui pada terapi Osteoarthritis lutut adalah latihan yang
tidak menyebabkan pembebanan yang berlebihan pada sendi lutut.
Dimana posisi aman untuk melakukan terapi latihan yaitu posisi duduk. Posisi duduk
dapat dikatakan posisi istirahat sendi lutut, karena secara biomekanik tekanan garis
weight bearing dari pusat kaput femur tidak melalui pusat lutut sehingga beban yang
ditimbulkan pada lutut minimal dan tidak menyebabkan nyeri (Kusumawati, 2003).
2. Tujuan Terapi Latihan
Terapi latihan sendiri dilakukan bertujuan untuk memperbaiki kerja otot yang tidak
efisien untuk kembali pada gerak sendi yang normal dan memajukan aktivitas penderita
dimana dan bilamanapun perlu. Sedangkan tujuan diberikan terapi latihan pada otot
Quadriceps Femoris terhadap penderita Osteoarthritis adalah untuk mengurangi nyeri dan
meningkatkan kekuatan otot.
3. Teknik Terapi Latihan
Dalam kondisi ini penulis hanya menggunakan terapi latihan berupa:
a. Assisted active movement
Suatu gerakan aktif dengan bantuan kekuatan dari luar, sedangkan pasien tetap
mengkontraksikan ototnya dengan sadar. Bantuan dari luar dapat berupa tangan terapis,
28
papan, suspention. Terapi latihan jenis ini dapat membantu mempertahankan fungsi sendi
dan kekuatan otot (Kisner, 1996).
b. Free Active Exercise
Free active exercise merupakan bagian dari active exercise yang dihasilkan oleh
kontraksi otot yang melawan gaya gravitasi, tanpa bantuan atau tenaga baik dari luar
tubuh ataupun dari dalam tubuh itu sendiri (Kisner, 1996).
c. Resisted Active Exercise
Salah satu bentuk latihan active movement adalah resisted active exercise, dimana
pada latihan ini terjadi kontraksi dari otot secara static maupun dinamis dengan tahanan
dari luar. Tahanan dari luar dapat berupa tahanan manual maupun mekanik. Tujuan
pemberian terapi ini adalah peningkatan otot-otot penggerak sendi (Kisner, 1996).
d. Hold Relax
Hold relax adalah teknik latihan otot secara isometrik kelompok antagonis dan diikuti
rileksasi otot tersebut. Hold relax bermanfaat untuk rilexasi otot dan menambah Lingkup
Gerak Sendi. Dengan kontraksi isometrik setelahnya otot menjadi rilex sehingga gerakan
kearah agonis lebih mudan dilakukan (Kisner, 1996).
F. Quadriceps Exercise
1. Pengertian Quadriceps Exercise
29
Adalah suatu latihan otot yang diberikan pada quadriceps femoris dengan tehnik
latihan aktif dengan tipe kontraksi otot isometrik.
2. Tujuan Terapi Latihan Quadriceps Exercise
a. Memperlancar sirkulasi darah
b. Mencegah kontraktur (memelihara ROM)
c. Meningkatkan kekuatan otot atau power muscle
d. Rileksasi otot
e. Stabilisasi sendi lutut
3. Tehnik Terapi Latihan Quadriceps Exercise
Dalam pelaksanaan terapi latihan quadriceps exercise ada beberapa tehnik yang harus
diperhatikan antara lain :
a. Posisi pasien harus stabil dan nyaman agar terjadi kontraksi otot yang sempurna, pasien
dapat diposisikan tidur terlentang atau duduk diatas bed atas kursi.
b. Perhatikan posisi sendi, sendi lutut yang akan diterapi harus dalam posisi Maximal Loose
Pack Position (MLPP) yaitu posisi dimana permukaan sendi dalam keadaan longgar,
sehingga baik untuk dilakukan mobilisasi. Pada sendi lutut posisi MLPP yaitu posisi
fleksi 25°.
c. Kecepatan gerakan dilakukan secara teratur dan bertahap 20-30 kali gerakan dalam 1-2
menit.
d. Kontraksi melawan tahanan
30
e. Koordinasi antara pasien dengan terapis harus ada, memberikan penjelasan mengenai
manfaat atau tujuan dari gerakan yang dilakukan agar pasien melaksanakan dengan
penuh konsentrasi.
4. Aplikasi Quadriceps Exercise Pada Penderita Osteoarthritis Genu
a. Berikan contoh pada pasien, agar dapat mengikuti gerakan dengan benar.
b. Untuk kontraksi otot dengan tahanan bisa dari pasien atau dengan menggunakan beban.
c. Aba-aba yang diberikan terapis kepada pasien harus jelas.
d. Kontraksi dilakukan secara teratur tidak boleh terlalu cepat atau lambat. Tahan kontraksi
selama 8 hitungan, lalu rileks kemudian ulangi sampai dengan 6 – 8 kali tiap gerakan
harus diselingi dengan istirahat.
e. Bila pasien sudah merasa lelah, walaupun latihan belum selesai sebaliknya latihan
dihentikan.
f. Sebelum dan sesudah latihan nadi dan tekanan darah pasien harus dihitung.
g. Latihan dilakukan setiap hari.
5. Indikasi Dan Kontra Indikasi Quadriceps Exercise
Indikasi :
a. Kondisi kelemahan otot
b. Fraktur yang masih diimobilisasi
c. Kondisi menyusutnya volume otot (atrofi)
Kontra Indikasi :
a. Tekanan darah tinggi
b. Adanya luka atau pendarahan pada jaringan lunak sekitar lutut
31
c. Adanya oedem akut atau inflamasi akut
6. Bentuk Quadriceps Exercise
Ada beberapa bentuk terapi latihan dari quadriceps exercise, antara lain :
a. Isometrik Quadriceps Setting (Isometrik Kontraksi)
Pada bentuk latihan dari isometric quadriceps setting ini otot berkontrksi secara isometric
untuk melawan suatu kekuatan atau tahanan tanpa disertai dengan gerakan.
Persiapan alat : - Bed
- Handuk
Posisi pasien : Tidur terlentang dibed dengan kedua kaki
lurus, dan tumit dalam posisi dorsi fleksi.
Posisi terapis : Berdiri disisi pasien, dalam hal ini disisi
kaki pasien yang akan diberikan latihan (disisi kanan). Tangan terapis atau handuk
diletakkan dibawah lutut kanan pasien (dipoplitea).
Pelaksanaan : Terapis memerintahkan pasien untuk menekakan
tangan terapis dengan menggunakan lutut kanannya. Lalu tahan 5 hitungan lalu rileks
kembali, lalu ulangi gerakannya kembali.
Aba-aba : Tahan….,1,2,3,4,5,Rileks
Dosis Latihan
Frekuensi : 2x/hari
Intensitas : Ringan
Waktu : 10 menit
Repitisi : 6 – 8 kali pengulangan tiap gerakan
32
Gambar 8. Isometrik Quadriceps setting Exercise
b. Progressive Resisted Exercise (Pre Dolome)
Merupakan suatu latihan dengan memberikan pembebanan yang meningkat. Terdiri
dari satu seri kontraksi dari suatu otot dengan beban yang dinaikkan. Latihan ini pada
dasarnya adalah Rhytmic Dynamic Exercise atatu latihan dinamis dengan intensitas
teratur sehingga pada akhir latihan hari itu beban yang digunakan pasien maximal dan
beban ditingkatkan dengan tujuan untuk pemulihan kekuatan otot atau untuk
33
mempersiapkan otot kontraksi maximal, bertujuan untuk menstimulus kenaikan kekuatan
otot tersebut.
Prosedur pemberian latihan ini yaitu adanya peningkatan rangkaian gerakan otot
sampai mencapai full ROM dan memastikan bahwa posisi pasien benar, sehingga hanya
kelompok agonis (primer mover) saja yang mengalami kekuatan.
Menurut De Lorme dasar pemberian beban pada latihan ini untuk mentukan tahanan
minimal yang dapat diangkat pasien sampai full ekstensi pada satu kali kontraksi otot
tersebut 1 repitisi maximal atau ROM, juga dapat menentukan beban yang diangkat
sampai full ekstensi penuh 10 RM.
Posisi pasien : Duduk ditepi bed dengan kedua tungkai terkulai
dan diberi beban berupa kantung pasir diatas ankle kanannya.
Posisi terapis : Terapis berada disamping kanan pasien dan terapis
Pelaksanaan : Terapis menyuruh pasien untuk mengangkat beban
sampai full ekstensi.
Dosis latihan
Frekuensi : 2x/ hari
Intensitas : Ringan
Waktu : 10 menit
Repitisi : 10 RM
34
Gambar 9. Progresive Resisted Exercise (Pre Dolorme)
b. Sepeda Static
Bertujuan untuk meningkatkan kekuataan otot-otot paha dan meningkatkan sendi lutut.
Persiapan alat : Sepeda statis
Posisi pasien : Duduk diatas sepeda statis
Posisi terapi : Berdiri disisi pasien (disisi kanan)
Pelaksanaan : Terapis memasang beban seberat 1 kg pada sepeda
Static dan setelah itu memerintahkan pasien untuk mengayuh sepeda tersebut. Pemberian
beban ini dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan toleransi pasien.
Dosis latihan
35
Frekuensi : 2x/hari
Intensitas : Sedang
Waktu : 15 menit
Gambar 10. Sepeda static
G. Short Wave Diathermy (SWD)
Adalah alat terapi yang menggunakan energi elektromagnetik yang dihasilkan
oleh arus bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang diperbolehkan pada pemakaian 36
SWD adalah 13,66 MHz, 27,33 MHz dan 40,98 MHz, panjang gelombang yang sesuai
dengan frekuensi SWD yang sering juga disebut energi elektromagnetik 27 MHz.
Arus frekuensi tinggi adalah arus listrik bolak-balik yang frekuensinya lebih dari
500.000 cycle/detik yang tidak memberikan rangsang terhadap saraf sensorik maupun
motorik. Arus ini sering juga disebut arus oscilasi (Sujatno, 1993).
a. Efek SWD (EEM 27 MHz)
Efek SWD terdiri dan efek fisiologis dan efek terapeutik.
1) Efek Fisiologis
Efek arus EEM 27 MHz terhadap tubuh adalah timbulnya panas dalam jaringan.
Pengaruh fisiologis yang timbul disebabkan oleh kenaikan suhu jaringan, yaitu:
a) Metabolisme meningkat
Hukum Varit Hoff menyatakan bahwa perubahan kimia dapat dipercepat oleh adanya
panas. Dengan demikian, pemanasan jaringan akan mempercepat perubahan kimia yaitu
proses metabolisme. Supply O2 dan sari-sari makanan akan meningkat sehingga
kebutuhan jaringan akan O2 dan sari makanan akan cepat terpenuhi (Sujatno, et al.,
1993).
b) Penambahan supply darah
Panas akan memberikan pengamh langsung pada dinding pembuluh darah berupa
timbulnya vasodilatasi terutama pada jaringan superficial. Sebagai akibat dari
vasodilatasi jumlah supply darah di daerah tersebut bertambah. Dengan demikian jumlah
O2 dan sari-sari makanan bertambah dan pembuangan sisa-sisa metabolisme akan lebih
lancar.
37
c) Manfaat pada serabut saraf
Apabila panas yang dihasilkan tidak berlebihan maka akan terjadi penurunan ekstabilitas
susunan saraf sehingga akan menurunkan atau mengurangi rasa nyeri (Sujatno et al.,
1993).
d) Kenaikan suhu tubuh
Pada bagian tubuh apabila mendapat pemanasan maka akan terjadi kenaikan suhu lokal
pada jaringan tersebut. Namun apabila pemanasan meliputi daerah yang luas dan waktu
yang lama akan mengakibatkan kenaikan suhu (Sujatno, et al., 1993).
e) Manfaat pada jaringan otot
Kenaikan suhu jaringan akan memberikan rileksasi dan menambah efisiensi kerja otot-
otot. Serabut-serabut otot akan berkontraksi dan rileksasi lebih cepat, meskipun kekuatan
otot tidak berpengaruh. Rileksasi otot-otot antagonis memberikan kebebasan kerja dari
otot-otot antagonis, kondisi optimum pada kontraksi otot.
f) Peningkatan aktivitas kelenjar keringat
Apabila kenaikan suhu tubuh, kelenjar keringat akan menjadi lebih aktif, disamping itu
pemanasan secara lokal pada kulit akan menambah aktifitas kelenjar keringat di daerah
tersebut (Sujatno, et al,, 1993).
2) Efek terapeutik
Efek-efek terapeutik energi elektromagnetik 27 MHz antara lain:
a) Meningkatkan sirkulasi darah
Dengan timbulnya panas yang dihasilkan oleh SWD (EEM 27 MHz) akan menimbulkan
vasodilatasi lokal pada pembuluh darah, sehingga peredaran darah akan lebih lancar dan
38
supply zat-zat yang dibutuhkan oleh proses metabolism akan meningkat pula (Sujatno, et
al., 1993).
b) Mengurangi nyeri
Akibat adanya penekanan ujung-ujung saraf sensoris pada persendian (nociceptor) akan
mengakibatkan rasa nyeri yang diakibatkan oleh aktifitas nociceptor yang meningkat.
Pemberian SWD (EEM 27 MHz) dapat memberikan efek sedatif dan analgetik pada
ujung-ujung saraf sensoris oleh karena pengaruh thermal (panas). Sehingga merangsang
thermoreceptor terjadi dumping terhadap aktifitas nociceptor (Sujatno, et al., 1993).
c) Mengurangi spasme dan menimbulkan relaksasi otot
Akibat adanya rasa nyeri maka otot-otot akan mengadakan protektif spasme, sehingga
otot-otot akan tegang (spasme). Pemberian SWD akan menyebabkan otot-otot menjadi
rileks, dan kondisi otot menjadi lebih baik (Sujatno, et al., 1993).
d) Mengurangi ketegangan struktur kapsul sendi
Adanya panas yang disebabkan oleh pemberian SWD pada jaringan pengikat seperti
tendon, ligamen, dan kapsul sendi maka akan meningkatkan elastisitas jaringan pengikat
sebagai bagian penyusun sendi maka struktur sekitar sendi akan kendor dan kekakuan
sendi akan berkurang (Sujatno, et al., 1993).
b. Indikasi dan kontra indikasi Short Wave Diathermy (SWD)
Energi elektromagnetik intermitten bisa diterapkan pada fase-fase penyembuhan
luka, terutama pada fase penenandaan sangat membantu melindungi jaringan dan struktur
persendian. Beberapa jenis patologi seperti traumatologi. Rematologi dapat dipercepat
39
proses penyembuhan lukanya dengan adanya pemberian EEM 27 MHz (Sujatno, et al.,
1993). Sebagai syarat untuk menentukan indikasi perlu pertimbangan 3 hal yaitu:
1) Stadium dari proses penyembuhan luka.
2) Sifat dan jaringan atau organ yang mengalami kerusakan seperti otot, lemak atau jaringan
lain
3) Lokalisasi dan jaringan atau organ yang mengalami kerusakan.
Beberapa kontra indikasi pada pemberian energi elektromagnetik 27 MHz :
a) Logam dalam tubuh
Pemberian EEM 27 MHz pada jaringan tubuh yang ada logamnya akan menyebabkan
konsentrasi energi pada logam. Sehingga disekitar logam akan dapat panas yang
berlebihan akibatnya bisa terbakar.
b) Gangguan peredaran darah
Pemberian EMM 27 MHz cendemng menimbulkan pendarahan gangren dan atau
trombose, buerger dessease atau gangguan jantung yang mengarahi ke dekompensasi.
c) Jaringan dan organ yang mempunyai banyak cairan
Misalnya pada mata atau luka basah dan eksim basah juga dapat menimbulkan kebakaran
dari jaringan.
d) Gangguan sensibilitas
Pada gangguan ini terutama pada panas dan dingin maka pemberian dosis secara
subyektif sebaiknya dihindari. Penggunaanya dilanjutkan menggunakan 30% lebih
rendah dan intensitas semula.
40
e) Infeksi akut dan demam
Pada keadaan ini dapat memperluas infeksi bakteri melalui aliran darah.
f) Menstruasi
Pemberian EEM 27 MHz pada saat menstruasi pada daerah lumbal dan sacral dapat
mengganggu siklus menstruasi.
g) Kehamilan
Aplikasi EEM 27 MHz secara langsung didaerah kehamilan atau lumbosacral
menyebabkan gangguan keseimbangan zat asam (oksigen) pada placenta (Sujatno, et.al.,
1993).
c. Pemberian dosis terapi
Pemberian dosis dalam suatu pengobatan ditentukan oleh:
1) Lama pulsasi
Lama pulsasi adalah waktu berlangsungnya pulsasi atau ms dan EEM intermitten
didalam jaringan. Nilai lama pulsasi 0,4 ms tetapi beberapa alat yang modem mempunyai
lama pulsasi yang bervariasi.
2) Frekuensi pengulangan pulsasi
Jika frekuensi pulsasi tinggi, maka intensitas rata-rata juga tinggi dan sering
menimbulkan panas. Frekuensi pengulangan pulsasi juga dapat menentukan efek
komulatif dan panas yang terjadi. Dengan menatakan pulsasi istirahat maka kenaikan
temperatur dapat dicegah dan panas bisa diatur sampai dosis submitis.
41
3) Intensitas
Pada pemberian EEM intermitten maka intensitas dan pulsasi bisa tinggi. Pada beberapa
alat intensitas yang diperbolehkan sampai mencapai 1000 watt.
4) Lama pengobatan
Lama pengobatan antara 10-15 menit, Earth dan Kern menyatakan bahwa dengan
menggunakan kumparan untuk meningkatkan sirkulasi darah dalam otot diperlukan
waktu kurang lebih 10 menit.
5) Frekuensi pengobatan
Pada dosis yang rendah pengobatan bisa diberikan setiap hari tanpa beban terhadap
sirkulasi darah terutama untuk aktualitas radang yang tinggi. Pada dosis yang tinggi
pengobatan bisa diberikan 2-3 kali per rninggu atau
1 kali satu minggu.
H. Proses Fisioterapi
a. Asesment Fisioterapi
1) Anamnesis
Anamnesis adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab antara terapis
dengan sumber data, hal ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a) Autoanamnesis, bila mengadakan tanya jawab langsung kepada pasien.
b) Heteroanamnesis, bila anamnesis dilakukan terhadap orang lain yang dianggap mengerti
tentang keadaan pasien, dan untuk kasus ini anamnesis yang dilakukan adalah
autoanamnesis yang meliputi:
42
(1) Anamnesis umum
Dari anamnesis ini didapatkan data nama pasien, umur, alamat, agama, jenis kelamin,
pekerjaan.
(2) Anamnesis khusus
Dari anamnesis khusus ini kita dapat memperoleh keterangan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan keadaan atau penyakit pasien, seperti:
a) Keluhan utama merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien berkaitan dengan
penyakit yang dideritanya.
b) Riwayat penyakit sekarang, menggambarkan riwayat perjalanan penyakit secara lengkap.
c) Riwayat penyakit dahulu berupa penyakit-penyakit yang pernah dialami yang tidak
berhubungan langsung dengan munculnya keluhan sekarang.
d) Riwayat pribadi menjelaskan tentang pekerjaan maupun hobi.
e) Riwayat keluarga, dimaksudkan untuk menelusuri adanya penyakit-penyakit yang
bersifat menurun (herediter) dan orang tua atau keluarga.
2) Pemeriksaan
a) Pemeriksaan fisik meliputi:
(1) Pemeriksaan tanda vital
Yaitu pemeriksaan yang meliputi pengukuran tekanan darah, denyut nadi, pernafasan,
temperatur, tinggi badan, dan pada umumnya hasil pemeriksaan kondisi umum pada
penderita osteoarthritis kedua lutut ini adalah baik sehingga memungkinkan untuk
dilakukan pelaksanaan terapi.
(2) Inspeksi
43
Merupakan suatu cara pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati. Pada kasus
osteoarthritis kedua lutut ini, inspeksi yang dilakukan didapatkan hasil seperti:
a) Keadaan umum baik
b) Inspeksi statis, pada kondisi aktualitas tinggi umumnya didapatkan ekspresi wajah saat
diam biasa, tidak ada bengkak pada kedua lutut, tidak ada atropi dan tidak ada hiperemia.
c) Inspeksi dinamis, dengan mengamati sejak pasien datang apakah ekspresi wajah menahan
nyeri saat pasien duduk, saat jalan pasien tidak menggunakan alat bantu, tripod dan alat
bantu lain saat berjalan.
(3) Palpasi
Merupakan cara pemeriksaan dengan jalan meraba, menekan, dan memegang bagian
tubuh pasien. Pada kasus osteoarthritis kedua lutut umumnya palpasi yang dilakukan
untuk mengetahui.
a) Suhu pada daerah kedua lutut.
b) Adanya nyeri tekan, pada kedua lutut.
c) Adanya bengkak pada kedua lutut.
d) Adanya spasme pada otot quadriceps.
e) Adanya nyeri gerak.
(4) Auskultasi
Merupakan cara pemeriksaan dengan jalan mendengarkan bunyi dari lutut baik
menggunakan stetoskop maupun pendengaran. Pada kasus ini mungkin didapatkan
adanya bunyi dari lutut (krepitasi).
(5) Pemeriksaan gerak dasar
44
Pemeriksaan dilakukan pada anggota gerak atas dan bawah bawah baik kanan
maupun kiri pada penderita osteoarthritis, flexi dan extensi.
(a) Pemeriksaan gerak pasif
Pemeriksaan gerak pasif pada kondisi osteoarthritis genu ini tentang gerak knee
dextra dan sinistra tetapi pasien dibantu terapis. Pada pemeriksaan ini untuk mengetahui
adanya rasa nyeri, keterbatasan gerak, kekuatan otot, dan endfeel pasien. untuk
mengetahui ada tidaknya keterbatasan untuk sendi lutut menggunakan pengukuran
lingkup gerak sendi pasif.
(b) Pemeriksaan gerak aktif
Pemeriksaan gerak aktif pada kondisi osteoarthritis genu ini tentang gerak knee
dextra dan sinistra tetapi pasien melakukan sendiri. Pada pemeriksaan ini untuk
mengetahui adanya rasa nyeri, keterbatasan gerak, dan kekuatan otot. Untuk
pemeriksaan kekuatan otot pada gerak aktif digunakan Manual Muscle Testing.
Sedangkan untuk mengetahui ada tidaknya keterbatasan untuk sendi lutut menggunakan
pengukuran lingkup gerak sendi aktif .
(c) Pemeriksaan gerak isometric melawan tahanan
Tahanan untuk terapis, arah gerak berlawanan flexi dan extensi. Dilakukan untuk
kedua tungkai dextra dan sinistra. Pemeriksaan ini untuk mengetahui kekuatan otot dan
adanya nyeri.
(6) Pemeriksaan spesifik
45
Dilakukan untuk mengungkapkan ciri khusus serta ada tidaknya gangguan dan
struktur atau jaringan tertentu. Pada kasus osteoarthritis sendi lutut ini, pemeriksaan yang
dilakukan meliputi:
(a) Tes pengukuran nyeri VDS (Verbal Descriptive Scale)
Yaitu cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh skala penilaian yaitu :
- Tidak nyeri
- Nyeri sangat ringan
- Nyeri ringan
- Nyeri tidak begitu berat
- Nyeri cukup berat
- Nyeri berat
- Nyeri tak tertahankan.
Pasien disuruh merasakan nyerinya pada nomor tersebut. Pasien tersebut harus
memenuhi persyaratan yaitu bukan anak-anak dan tidak buta.
(b) Tes stabilitas sendi lutut
- Tes laci sorong depan
Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu lutut pasien ditekuk dan lutut yang
lain tetap lurus. Posisi pemeriksa duduk di pinggir bed, sambil menekan kaki pasien.
Kedua tangan pemeriksa memberikan tarikan pada lutut ke arah anterior. Pemeriksaan ini
untuk mengetahui stabilitas Ligamentum cruciatum anterior (de wolf, 1954). Instabilitas
ligamentum krusiatum dapat di derajatkan dari 0 sampai 3+. Apabila tibia dapat di
sorokkan terhadap femur ke depan kira-kira 5mm, maka derajat instabilitasnya ialah 1+.
46
Bila jarak sorokkan lebih dari 10mm, maka instabilitasnya berderakat 3+.10 Pada kondisi
osteoarthritis dapat disertai krepitasi lutut.
Gambar 8.Tes laci sorong ke depan (de Wolf, 1994)
- Tes laci sorong ke belakang
Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu lutut pasien ditekuk dan lutut yang
lain tetap lurus. Posisi pemeriksa duduk di tepi bed sambil menekan kaki pasien. Kedua
tangan pemeriksa memberikan dorongan pada lutut ke arah posterior Pemeriksaan ini
untuk mengetahui stabilitas Ligamentum cruciatum posterior. (de wolf, 1994). Instabilitas
ligamentum krusiatum dapat di derajatkan dari 0 sampai 3+. Apabila tibia dapat di
sorokkan terhadap femur ke belakang kira-kira 5mm, maka derajat instabilitasnya ialah
1+. Bila jarak sorokkan lebih dari 10mm, maka instabilitasnya berderakat 3+.11 Pada
kondisi osteoarthritis dapat disertai krepitasi lutut.
10 Priguna Sidharta M. D. Ph. D, Sakit neuromuskuloskeletal, PT. Dian Rakyat,tahun 1984. Hal. 260 11 Priguna Sidharta M. D. Ph. D, Sakit neuromuskuloskeletal, PT. Dian Rakyat,tahun 1984. Hal. 260
47
Gambar 9.Tes laci sorong ke belakang
- Tes hipermobilitas valgus
Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu tungkai berada di luar bed. Posisi
tangan terapis berada di bawah lutut pasien sementara tangan yang satunya memegang
tumit pasien, gerakannya ke arah varus. Pemeriksaan ini untuk mengetahui stabilitas
ligament collateral lateral. (de wolf, 1994)
Gambar 10.Hipermobilitas valgus (de wolf, 1994)
- Tes Hipermobilitas Varus
48
Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu tungkai berada di luar bed. Posisi
tangan terapis berada di bawah lutut pasien sementara tangan yang satunya memegang
pergelangan kaki pasien, gerakannya ke arah valgus. Pemeriksaan ini untuk mengetahui
stabilitas ligament collateral medial. (de wolf, 1994)
Gambar 11. Hipermobilitas varus (de wolf, 1994)
- Tes Hiperekstensi
Pasien berbaring di atas bed dengan kaki dalam posisi lurus, lutut diganjal, sedangkan
kaki di angkat. Dengan membandingkan jarak antara tumit kaki kiri dan kanan bed (de
wolf, 1994).
49
Gambar II.16. Hiperekstensi (de wolf, 1994)
- Tes Ballotement
Pasien tidur terlentang di atas bed. Terapis mempalpasi persendian lutut, tangan yang
satu menekan di patella sejenak lalu dilepaskan kembali. Apabila ada cairan hidrops
subpatella yang cukup banyak, maka beradunya patella dengan kondylus femoris dapat
dirasakan oleh jari. Bilamana cairan hidrops tidak banyak, maka ballottement tidak dapat
diperoleh. Pada kondisi osteoarthritis genu apabila terdapat hidrops, maka cairan dapat
dipindahkan sehingga terkumpul didalam bursa suprapatellaris. 12
Gambar 12. Ballotement test
http://emedicine.medscape.com
- Pemeriksaan derajat nyeri menggunakan Hongkong Simple Knee Chart
Nyeri
Tidak Nyeri 4
12 Priguna Sidharta M. D. Ph. D, Sakit neuromuskuloskeletal, PT. Dian Rakyat, Hal. 262 50
Nyeri pada saat berjalan 3
Nyeri setiap melangkah 2
Nyeri pada saat istirahat 1
Lingkup Gerak Sendi
LGS penuh 4
Fleksi penuh sampai 900 3
Fleksi 900- 450 2
Fleksi < 450 1
Aktifitas Fungsional Dasar
Aktifitas yang tidak terbatas 4
Sedikit keterbatasan 3
Terbatas 2
Dalam ruangan 1
(7) Pemeriksaan kognitif, intrapersonal, interpersonal
Pemeriksaan kognitif, intrapersonal dan interpersonal dilakukan untuk mengetahui
fungsi kognitif dan emosional pasien sehingga fisioterapis dapat menyesuaikan bentuk
pertanyaan, instruksi dan home program yang sesuai.
(8) Kemampuan fungsional dan lingkungan aktifitas
(a) Fungsional dasar
Pemeriksaan fungsional dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan pasien untuk
melakukan aktifitas sehari-hari dan apabila mampu, kemungkinan adanya gangguan
51
dalam pelaksanaan aktifitas tersebut. Yang dimaksud dengan aktifitas fungsional dasar
adalah makan, minum, mandi, berpakaian, pindah tempat
(transfering) dan berjalan. Pada kondisi osteoarthritis, umumnya pasien mengalami nyeri
saat beraktifitas.
(b) Fungsional aktivitas
Pemeriksaan fungsional aktivitas untuk mengetahui aktivitas merawat diri secara
mandiri serta memenuhi kelangsungan hidup. Yang dimaksud dengan fungsional
aktivitas adalah aktivitas sholat, aktivitas untuk berjalan jauh, membersihkan rumah, dan
mencuci. Pada kondisi osteoarthritis, biasanya pasien merasakan nyeri saat melakukan
aktivitas.
(c) Lingkungan aktivitas
Pemeriksaan lingkungan aktivitas untuk mengetahui apakah lingkungan disekitar
aktivitasnya mendukung untuk kesembuhan pasien. Pada kondisi osteoarthritis
lingkungan aktivitas yang mendukung misalnya posisi WC duduk, tidak terlalu sering
menaiki tangga, jalan yang berbatu dll.
b. Diagnosa Fisioterapi
Diagnosa fisioterapi merupakan upaya menegakkan masalah kapasitas fisik dan
kemampuan fungsional berdasarkan hasil interpretasi data yang telah di rumuskan
menjadi pernyataan yang logis dan dapat dilayani oleh fisioterapi. Adapun tujuan dan
52
diagnosis fisioterapi adalah untuk mengetahui permasalahan fisioterapi yang dihadapi
oleh penderita serta untuk menentukan layanan fisioterapi yang tepat. Hasil pemeriksaan
fisioterapi yang telah dilaksanakan pada penderita osteoarthritis genu ini didapatkan
permasalahan fisioterapi sebagai berikut:
1) Permasalahan kapasitas fisik untuk Osteoarthritis :
a) Adanya keterbatasan LGS.
b) Adanya kelemahan otot.
c) Adanya nyeri gerak dan nyeri tekan.
d) Adanya nyeri diam.
e) Adanya spasme otot quadriceps dan hamstring.
f) Adanya oedema.
g) Adanya deformitas.
h) Adanya instabilitas sendi.
2) Permasalahan kemampuan fungsional, yaitu:
Adanya keterbatasan LGS, kelemahan otot, nyeri diam, nyeri gerak, nyeri tekan,
spasme otot , oedema, deformitas, dan instabilitas sendi akibat Osteoarthritis genu.
c. Rencana Fisioterapi
1) Tujuan
Tujuan fisioterapi akan dibedakan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
a) Tujuan jangka pendek ini meliputi:
(1) Meningkatkan dan memelihara LGS
53
(2) Meningkatkan dan memelihara kekuatan otot
(3) Mengurangi nyeri tekan, nyeri gerak dan nyeri diam
(4) Mengurangi spasme pada otot quadriceps dan hamstring.
(5) Mengurangi oedema.
b) Tujuan jangka panjang, tujuan ini meliputi:
(1) Meneruskan tujuan jangka pendek
(2) Meningkatkan aktivitas gerak dan kemampuan fungsional.
2) Perencanaan Modalitas
a) Modalitas Alternatif
Merupakan semua metode yang dapat diaplikasikan atau diterapkan untuk mengatasi
problematik yang ada. Pada kondisi osteoarthritis genu modalitas yang biasa digunakan
antara lain: TENS dan Terapi Latihan Metode Quadriceps Exercise.
b) Modalitas Terpilih
Merupakan semua metode yang sangat tepat, efektif dan efisien dalam mengatasi
problematik pasien untuk mencapai tujuan terapi. Pada kondisi osteoarthritis genu
modalitas yang biasa digunakan antara lain: TENS dan Terapi Latihan Metode
Quadriceps Exercise.
c) Modalitas Terlaksana
Adalah intervensi yang karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan atau
ketidak tersediannya modalitas yang diterapkan.
54
3) Rencana Evaluasi
a) Evaluasi Rutin
Evaluasi rutin dilakukan setiap kali terapi untuk mengetahui efek langsung terapi
terhadap kondisi umum pasien. Objek evaluasi antara lain tanda vital, nyeri, tanda tropis.
b) Evaluasi Periodik
Evaluasi periodik dilakukan untuk mengetahui hasil reaksi terhadap terapi yang
diberikan. Evaluasi periodik dapat dilakukan setiap setelah 3 kali terapi dengan objek
evaluasi antara lain nyeri, kekuatan otot, keterbatasan gerak sendi, deformitas, spasme
otot dan oedem pada sendi lutut.
c) Evaluasi Kumulatif
Evaluasi kumulatif dilakukan setelah selesai sesi terapi, misalnya setelah 12 kali
terapi untuk mengetahui hasil terapi dan mengambil kesimpulan yang akan digunakan
sebagai acuan rencana fisioterapi selanjutnya. Objek evaluasi kumulatif pada kondisi OA
antara lain: nyeri, kekuatan otot dan keterbatasan gerak.
55
4) Prognosis
a) Quo ad vitam
Menyangkut hidup matinya pasien. Osteoarthritis pada sendi lutut akibat proses
degenerasi tidak menimbulkan kematian sehingga quo ad vitamnya baik.
b) Quo ad sanam
Mengenai segi penyembuhannya. Osteoarthritis genu terjadi akibat degenerasi atau
proses penuaan sehingga tidak selalu sembuh total, jadi quo ad sanam sedang.
c) Quo ad cosmeticam
Mengenai kosmetik atau keindahan. Osteoarthritis genu dapat menimbulkan
gangguan kosmetik seperti deformitas genu varum atau genu valgus. Quo ad cosmeticam
sedang atau jelek tergantung tingkat penyakitnya.
d) Quo ad fungsional
Mengenai fungsi organ tubuh yang bersangkutan. Osteoarthritis genu umumnya
menimbulkan gangguan fungsi sehingga quo ad fungsionalnya jelek.
56