4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Kelapa
Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang.
Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi morfologi maupun fisiologi
karang. Kondisi perairan Pulau Kelapa selama September 2010 hingga Juli 2011
tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil kondisi fisika dan kimia di Pulau Kelapa
Parameter Satuan September
2010
Januari
2011
Mei
2011
Juli
2011 Baku Mutu*
a. Fisika
Suhu °C 30,6 28,3 28 30 Alami: 28-30(1)
Kekeruhan NTU 0,43 0,7 0,28 0,32 <5(2)
Kecepatan Arus m/s 0,12 0,15 0,2 0,32 -
Kecerahan % 100 100 100 100 -
b. Kimia
pH - 8,64 8,01 8,14 7 7-8,5(3)
Salinitas ‰ 30 29 32 32 Alami: 33-34(4)
Nitrat mg/l 0,001 0,138 0,025 0,007 0,008
Ortofosfat mg/l <0,010 0,007 0,005 <0,005 0,015
Ammonia mg/l 0,089 0,212 0,308 0,048 0,3
Sumber: *Lampiran III Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, Tentang Baku Mutu
Air Laut Untuk Biota Laut.
Keterangan : (1) Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2°C dari suhu alami. (2) Diperbolehkan
terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic. (3) Diperbolehkan terjadi perubahan
sampai dengan <0,2. (4) Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata
musiman.
Suhu merupakan salah satu faktor pembatas kehidupan karang. Suhu di
perairan Pulau Kelapa berkisar antara 28–30,6 °C. Kisaran suhu tersebut masih
lebih tinggi bila dibandingkan dengan kisaran suhu pada saat penelitian yang
dilakukan oleh Iswara (2010). Suhu perairan Pulau Kelapa pada bulan Maret hingga
September 2009 berkisar antara 28,3-29,3 °C. Menurut baku mutu air laut untuk
biota laut, suhu di Pulau Kelapa masih tergolong normal (perubahan suhu yang
terjadi tidak lebih dari 2 °C dari suhu alami). Berdasarkan Bappekab Administratif
Kepulauan Seribu (2005) in Setyawan et al. (2011) suhu permukaan air laut di Pulau
Kelapa berkisar antara 28,5-30,0 °C pada musim barat, dan 28,5-31,0 °C pada
musim timur. Perairan Pulau Kelapa merupakan tempat yang sesuai untuk
tumbuhnya karang Acropora. Hal ini disebabkan, Genus Acropora dapat hidup pada
suhu musiman antara 16-40 °C dan suhu harian paling rendah sebesar 10 °C
(Kinsman 1964 in Supriharyono 2007).
Kekeruhan merupakan indikasi peningkatan sedimentasi yang masuk ke
perairan. Kekeruhan di perairan Pulau Kelapa mengalami fluktuasi, pengamatan
yang dilakukan pada bulan Januari 2011 memiliki nilai kekeruhan yang paling tinggi
selama penelitian yaitu sebesar 0,70 NTU. Nilai kekeruhan tersebut lebih rendah,
bila dibandingkan dengan nilai kekeruhan yang diperoleh pada penelitian Iswara
(2010), yaitu berkisar antara 1,1-1,7 NTU. Meningkatnya sedimentasi yang masuk
ke perairan dapat mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan karang. Hal ini
disebabkan sedimen yang masuk ke perairan dapat menyebabkan kekeruhan.
Peningkatan kekeruhan menyebabkan penurunan sinar matahari sehingga dapat
mempengaruhi laju pertumbuhan karang (Pastorok and Bilyard 1985 in
Supriharyono 2007). Apabila laju sedimentasi lebih tinggi dibandingkan
kemampuan karang untuk membersihkan diri maka karang tersebut akan mati
(Suharsono 2008a). Sedimentasi yang tinggi menyebabkan tertutupnya polip karang
dan menghambat proses fotosintesis (Pastorok and Bilyard 1985 in Supriharyono
2007).
Arus dibutuhkan untuk membawa makanan dan dapat membersihkan karang
dari endapan-endapan (Nontji 1987 in Suhendra 2002). Perairan di Pulau Kelapa
memiliki kecepatan arus berkisar antara 0,12–0,32 m/s. Pengamatan yang dilakukan
di Pulau Kelapa oleh Seawatch-BPPT pada bulan November dan Desember 1998.
Mencatat kecepatan arus berkisar antara 0,6 cm/dtk hingga 77,3 cm/dtk, dengan
rata-rata kecepatan sebesar 23,6 cm/dtk. Arah arus didominasi ke timur atau timur
laut (Noor 2003). Karang pada umumnya menyukai tempat yang berarus
dibandingkan dengan tempat yang tenang. Tempat dengan arus tenang, membuat
karang berusaha keras untuk membersihkan diri dari sedimen dan miskin makanan.
Arus juga dapat memberikan pengaruh terhadap bentuk pertumbuhan karang.
Terdapat kecenderungan bahwa semakin besar tekanan hidrodinamis seperti arus
dan gelombang maka bentuk karang lebih mengarah ke bentuk encrusting
(Supriharyono 2007).
Salinitas di Pulau Kelapa berkisar antara 29–32 ‰. Kisaran salinitas di Pulau
Kelapa berada di bawah standar baku mutu yang ditetapkan yaitu, berkisar antara
33-34 ‰. Karang dapat hidup subur pada kisaran salinitas antara 34-36 ‰
(Kinsman 1964 in Supriharyono 2007). Namun, kisaran salinitas di Pulau Kelapa
memungkinkan untuk karang dapat tumbuh, karang tidak dapat hidup pada perairan
yang memiliki salinitas di bawah 25 ‰ dan di atas 40 ‰. Karang banyak
ditemukan mati pada perairan yang memiliki salinitas di bawah 25 ‰ atau di atas 40
‰ (Buddemeier and Kinzie 1976).
Nitrat (NO3) merupakan bentuk utama dari nitrogen di perairan dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga (Effendi 2003).
Kandungan nitrat tertinggi di Pulau Kelapa terjadi pada bulan Januari sebesar 0,138
mg/l. Nilai tersebut sudah berada di atas nilai baku mutu yang ditetapkan untuk
biota laut. Nitrat tidak bersifat toksik bagi organisme akuatik. Kadar nitrat pada
perairan alami tidak lebih dari 0,1 mg/liter. Kadar nitrat yang lebih dari 0,2 mg/liter
dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan, yang dapat menyebabkan
pertumbuhan alga dan tumbuhan air meningkat secara pesat (blooming). Hal
tersebut dapat mempengaruhi laju pertumbuhan karang (Effendi 2003).
Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat digunakan oleh tumbuhan
akuatik secara langsung (Effendi 2003). Nilai ortofosfat yang terdapat di perairan
Pulau Kelapa berfluktuasi. Kandungan ortofosfat tertinggi terjadi pada bulan
Januari sebesar 0,007 mg/l. Nilai tersebut masih dalam kisaran baku mutu yang
ditetapkan untuk biota laut. Selain ortofosfat, kandungan amonia di perairan Pulau
Kelapa juga masih berada dalam kisaran baku mutu yang ditetapkan. Kandungan
amonia tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu sebesar 0,308 mg/l.
4.2. Tingkat Kelangsungan Hidup Karang
Tingkat kelangsungan hidup karang memberikan pengaruh terhadap
kelestarian ekosistem terumbu karang. Rendahnya tingkat kelangsungan hidup
karang, menjadi indikasi terjadi kerusakan karang. Kerusakan karang dipengaruhi
oleh berbagai faktor, yaitu faktor biologi, faktor fisik, dan faktor manusia. Faktor
biologi yang dapat menyebabkan kerusakan pada terumbu karang ialah adanya
predasi dan penyakit, sedangkan faktor fisik yang dapat menyebabkan kerusakan
karang ialah adanya kenaikan suhu perairan. Faktor manusia yang dapat
menimbulkan kerusakan bagi terumbu karang antara lain penambangan,
sedimentasi, serta aktivitas pariwisata (Harriot dan Fisk 1988). Tingkat
kelangsungan hidup karang yang ditransplantasi disajikan pada Gambar 11 dan
Lampiran 2.
Gambar 11. Tingkat kelangsungan hidup karang jenis A. austera (n1=45; n2=45;
n3=38; n4=35), A. brueggemanni (n1=41; n2=38; n3=26; n4=24), dan
A. humilis (n1=30; n2=29; n3=29; n4=23) (September 2010-Juli 2011)
Persentase tingkat kelangsungan hidup karang A. austera mengalami
penurunan pada bulan Mei hingga Juli 2011. Penurunan ini diduga akibat pengaruh
lingkungan, seperti peningkatan arus serta kandungan amonia pada perairan.
Kematian karang spesies A. austera terjadi akibat adanya persaingan dengan alga
dan spons, serta sedimentasi dan lepas dari modul. Persentase terbesar diakibatkan
oleh alga dan lepasnya frgmen karang yaitu sebesar 40%, sedangkan 10% kematian
karang disebabkan adanya sedimentasi dan spons (Lampiran 3).
Karang A. brueggemanni memiliki persentase tingkat kelangsungan hidup
yang terus menurun dari awal hingga akhir pengamatan. Persentase kematian
karang sebesar 52,94% terjadi akibat persaingan dengan alga, dan 47,06% akibat
hilang atau lepasnya fragmen dari modul karang. Sama halnya dengan karang A.
Humilis kematian karang terjadi akibat persaingan dengan alga dan lepasnya
fragmen dari modul, yaitu sebesar 85,71% dan 14,29% (Lampiran 3).
Penurunan persentase tingkat kelangsungan hidup ketiga spesies ini
diakibatkan oleh persaingan dengan alga (Gambar 12). Hoegh dan Guldberg (1997)
in Tomascik et al. (1997) menyatakan bahwa banyaknya alga disuatu perairan
0
20
40
60
80
100
120
Acropora
austera
Acropora
brueggemanni
Acropora
humilis
SR
(%
)
Spesies Karang
September
2010Januari 2011
Mei 2011
Juli 2011
diakibatkan oleh peningkatan nutrien. Peningkatan nutrien dapat menyebabkan
terganggunya proses kalsifikasi, laju pertumbuhan, jumlah zooxanthellae, dan
jumlah populasi karang. Persaingan karang dengan alga disebabkan peningkatan
kandungan nutrien di daerah Pulau Kelapa, terutama pada bulan Januari dan Mei
2011. Menurut Castro dan Huber (2007) kompetisi antara karang dengan alga dan
invertebrata sessile ialah untuk mendapatkan tempat. Selain adanya persaingan
antara karang dengan alga, persaingan juga terjadi antara karang dengan spons.
Predasi karang dengan adanya Drupella sp dan ikan juga ditemukan pada fragmen
karang. Namun, pada penelitian ini pradasi tidak menyebabkan kematian pada
karang.
Gambar 12. Persaingan antara karang dengan alga
Sumber: Doc. PKSPL-IPB
Penurunan tingkat kelangsungan hidup karang juga terjadi akibat karang yang
hilang atau lepas dari modul transplantasi. Lepasnya fragmen karang dari modul
dapat disebabkan oleh adanya aktivitas di daerah transplantasi, seperti snorkling
maupun diving serta penangkapan ikan dengan alat yang tidak ramah lingkungan.
Adanya arus maupun gelombang juga dapat menyebabkan fragmen karang hilang
atau lepas dari modul.
Tingkat kelangsungan hidup ketiga spesies tersebut, tergolong rendah bila
dibandingkan dengan beberapa penelitian tentang tingkat kelangsungan hidup
karang genus Acropora. Penelitian yang dilakukan Iswara (2010) di Pulau Kelapa
menyatakan bahwa tingkat kelangsungan hidup karang genus Acropora yang
terdapat pada transplan sebesar 78,44%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Sadarun (1999) di Pulau Pari tingkat kelangsungan hidup karang jenis A.
austera sebesar 83,33% dan A. tenuis sebesar 90%. Karang Acropora jenis lainnya
memiliki tingkat kelangsungan hidup sebesar 100% (A. hychintus, A. divaricata, A.
nasuta, A. yongei, A. aspera, A. digitifera, A. valida, dan A. Glauca). Perbedaan
tingkat kelangsungan hidup karang, diduga adanya perubahan lingkungan dan
perbedaan jenis karang yang diteliti.
4.3. Pertumbuhan Rata-rata Transplantasi Karang
Penambahan ukuran rata-rata fragmen karang transplantasi per bulan
memiliki nilai yang berbeda-beda untuk tiap spesies. Pada karang A. austera dan A.
humilis ukuran rata-rata lebar fragmen karang memiliki nilai yang lebih besar bila
dibandingkan dengan ukuran rata-rata tingginya (Tabel 3). Perbedaan ini diduga
akibat perbedaan bentuk pertumbuhan ketiga spesies ini.
Tabel 3. Ukuran rata-rata (𝑥 ± 𝑠𝑑) fragmen karang transplantasi A. austera (n1=45;
n2=45; n3=38; n4=35), A. brueggemanni (n1=41; n2=38; n3=26; n4=24), dan
A. humilis (n1=30; n2=29; n3=29; n4=23)
Spesies Karang Ukuran
Waktu Pengukuran
September
2010
Januari
2011 Mei 2011 Juli 2011
Acropora austera Lebar (cm) 30,6±12,79 36,0±11,39 40,3±11,57 40,7±11,58
Tinggi (cm) 21,5±6,82 23,1±6,96 26,5±6,34 27,2±5,67
Acropora brueggemanni Lebar (cm) 12,4±6,59 13,8±6,43 15,0±6,07 15,5±5,71
Tinggi (cm) 12,2±5,53 13,2±5,45 14,6±4,41 16,2±5,39
Acropora humilis Lebar (cm) 14,1±4,69 15,9±3,94 17,4±4,25 18,8±4,70
Tinggi (cm) 11,3±4,74 11,5±3,30 12,7±3,09 13,7±2,85
Spesies A. austera memiliki bentuk pertumbuhan arborecent. Pertumbuhan
ukuran lebar karang dapat mencapai 40,7 cm, sedangkan ukuran tinggi hanya
mencapai 27,2 cm. Hal ini, disebabkan percabangan karang ini cenderung
melengkung menjauhi percabangan yang lainnya, sehingga ukuran rata-rata lebar
karang jenis ini lebih besar.
Karang A. humilis memiliki bentuk corymbose. Perkembangan ukuran rata-
rata lebar karang ini lebih besar, dibandingkan dengan ukuran tingginya. Karang
dengan bentuk pertumbuhan corymbose lebih banyak menggunakan energi yang
didapat untuk tumbuh ke samping (Sadarun 1999).
Karang jenis A. brueggemanni memiliki bentuk pertumbuhan prostrate atau
branching (Veron 2000). Ukuran rata-rata tinggi dan lebar karang A. brueggemanni
memiliki pertambahan sama. Namun, pada pengamatan terakhir ukuran rata-rata
tinggi memiliki pertumbuhan yang lebih besar. Hal ini diduga bentuk pertumbuhan
karang branching, umumnya menggunakan energi untuk tumbuh ke arah atas.
Selain bentuk pertumbuhan karang, persaingan juga merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan karang. Persaingan tersebut terjadi
di antara koloni-koloni karang (Nybakken 1988). Menurut Castro dan Huber
(2007) karang yang pertumbuhannya lebih cepat dapat menutupi cahaya bagi karang
yang pertumbuhannya lambat. Pada pertumbuhan rata-rata (𝑥 ± 𝑠𝑑) selama sebelas
bulan (Gambar 13), ukuran karang yang lebih kecil memiliki nilai pertumbuhan
yang kecil juga.
Gambar 13. Pertumbuhan rata-rata (𝑥 ± 𝑠𝑑) selama sebelas bulan transplantasi
karang jenis A. austera, A. brueggemanni, dan A. humilis
Pertumbuhan karang jenis A. austera selama sebelas bulan, ukuran lebar
mencapai 7,1±4,01 cm, sedangkan untuk ukuran tinggi sebesar 6,5±3,76 cm.
Karang A. austera memiliki nilai pertumbuhan lebar yang lebih besar bila
dibandingkan dengan nilai pertumbuhan tingginya. Pertumbuhan karang
dipengaruhi oleh sifat biologi percabangan karang itu sendiri, karang branching
arborescent memiliki pertambahan tinggi yang lebih besar bila dibandingkan dengan
pertambahan lebar. Hal ini disebabkan pertumbuhan koloninya cenderung
mengarah ke atas (Sadarun 1999). Akan tetapi, pada penelitian ini pertumbuhan
lebar karang A. austera lebih besar, bila dibandingkan dengan nilai pertumbuhan
tingginya. Hal ini diduga peletakan fragmen karang di kedalaman yang dangkal
yaitu 3 m. Berdasarkan Nybakken (1988) pertumbuhan karang ke atas dibatasi oleh
udara.
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
Acropora
austera
Acropora
brueggemanni
Acropora humilis
Per
tum
bu
han
(cm
/11b
ula
n)
Spesies Karang
Lebar
Tinggi
Karang jenis A. humilis memiliki ukuran lebar sebesar 5,1±2,92 cm dan untuk
ukuran tinggi sebesar 3,1±1,92 cm. Bentuk pertumbuhan karang memberikan
pengaruh pada arah pertumbuhan karang. Menurut Sadarun (1999) karang dengan
bentuk pertumbuhan corymbose lebih banyak menggunakan energi yang didapat
untuk tumbuh ke samping. Karang spesies A. austera dan A. humilis memiliki
nilai pertumbuhan lebar yang lebih besar bila dibandingkan dengan nilai
pertumbuhan tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Iswara (2010) di tempat yang
sama selama enam bulan, memiliki nilai pertumbuhan lebar yang lebih besar. Nilai
pertumbuhan mutlak karang Aropora spp. untuk panjang (lebar karang) lebih besar
yaitu 5,9 cm dan tingginya sebesar 4,2 cm. Hal ini diduga akibat peletakan fragmen
karang transplantasi pada kedalaman yang dangkal. Selain itu, faktor persaingan
relung diduga mengakibatkan pertumbuhan ke arah lebar lebih besar (Castro dan
Huber 2007).
Karang jenis A. brueggemanni untuk ukuran lebar mencapai 4,0±2,66 cm dan
untuk ukuran tinggi 4,2±2,89 cm. Pertumbuhan tinggi karang A. brueggemanni
lebih besar bila dibandingkan dengan pertumbuhan lebarnya. Hal ini diduga akibat
ukuran karang A. brueggemanni lebih kecil bila dibandingkan dengan karang A.
austera dan A. Humilis. Faktor persaingan untuk mendapatkan sinar matahari, yang
digunakan oleh alga zooxanthellae untuk melakukan proses fotosintesis,
mengakibatkan pertumbuhan ke arah atas lebih besar.
4.4. Laju Pertumbuhan Rata-rata Transplantasi Karang
Laju pertumbuhan yang dihitung meliputi, laju pertumbuhan lebar dan
tinggi dari fragmen karang yang hidup dari awal pengamatan hingga akhir
pengamatan. Laju pertumbuhan dihitung untuk mengetahui perkembangan karang
setiap bulan. Masing-masing karang yang ditransplantasi memiliki laju
pertumbuhan yang berfluktuasi setiap bulan. Hal ini diduga adanya perubahan
lingkungan di sekitar lokasi penelitian yang memberikan pengaruh terhadap laju
pertumbuhan karang. Pengaruh yang diberikan dapat berpengaruh secara langsung
maupun tidak langsung. Laju pertumbuhan karang pada tiap pengamatan dapat
dilihat pada Gambar 14, 15, 16, dan Lampiran 4.
Gambar 14. Laju pertumbuhan rata-rata (𝑥 ± 𝑠𝑑) karang A. humilis (n=23)
(atas: lebar; bawah: tinggi)
Laju pertumbuhan karang A. humilis menunjukkan penurunan untuk laju
pertumbuhan lebar pada bulan Januari-Mei 2011. Laju pertumbuhan yang awalnya
0,58±0,38 cm/bulan menjadi 0,39±0,38 cm/bulan, kemudian meningkat menjadi
0,59±0,62 cm/bulan. Laju pertumbuhan tinggi karang A. humilis mengalami
peningkatan, dari awal pengamatan hingga akhir pengamatan secara berturut-turut
0,26±0,64 cm/bulan, 0,28±0,52 cm/bulan, dan 0,48±0,68 cm/bulan (Gambar 14).
Penurunan laju pertumbuhan lebar karang A. humilis diduga akibat
bertambahnya nutrien yang masuk ke perairan di sekitar Pulau Kelapa. Berdasarkan
data kualitas air yang didapat selama penelitian, terjadi peningkatan kandungan
amonia di perairan. Bulan Januari dan Mei 2011 diperoleh hasil kandungan amonia
yang lebih tinggi sebesar 0,212 mg/l dan 0,308 mg/l, sedangkan hasil yang di dapat
pada bulan September 2010 sebesar 0,089 mg/l dan bulan Juli 2011 sebesar
0,048 mg/l. Meningkatnya nutrien dalam perairan dapat mengakibatkan
pertumbuhan karang menjadi lebih lambat (Wallece 1985 in Bikerland 1988).
Pertumbuhan fitoplankton akan meningkat pada daerah yang kaya nutrien.
Pertumbuhan fitoplankton dapat menghalangi cahaya matahari yang masuk ke
-0,80
-0,40
0,00
0,40
0,80
1,20
1,60
September 2010-Januari 2011
Januari-Mei 2011 Mei-Jul 2011P
ert
um
bu
han
(cm
/bu
lan
)
-0,80
-0,40
0,00
0,40
0,80
1,20
1,60
September 2010-Januari 2011
Januari-Mei 2011 Mei-Jul 2011
Pe
rtu
mb
uh
an (
cm/b
ula
n)
perairan. Persaingan relung juga akan terjadi dengan bertambahnya
keanekaragaman hewan bentik lainnya (Bikerland 1988).
Peningkatan kekeruhan juga dapat menghambat laju pertumbuhan karang.
Bulan Januari 2011 kekeruhan di perairan mencapai 0,7 NTU. Peningkatan
kekeruhan menandakan pertambahan sedimen yang masuk ke perairan. Sedimen
yang masuk ke perairan memberikan pengaruh langsung dan tidak langsung bagi
pertumbuhan karang. Pengaruh langsung terjadi apabila sedimen yang masuk ke
perairan merupakan sedimen yang berukuran besar yang dapat menutup polip
karang. Pengaruh tidak langsung ialah sedimen yang masuk ke perairan dapat
menyebabkan kekeruhan, sehingga mempengaruhi intensitas cahaya matahari yang
masuk ke perairan. Hal tersebut dapat menurunkan laju pertumbuhan karang
(Pastorok dan Bilyard 1985 in Supriharyono 2007). Laju pertumbuhan tinggi karang
A. humilis terus mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan tinggi diduga tidak
terpengaruh oleh meningkatnya nutrien yang terjadi pada bulan Januari 2011.
Gambar 15. Laju pertumbuhan rata-rata (𝑥 ± 𝑠𝑑) karang A. brueggemanni
(n=24) (atas: lebar; bawah: tinggi)
Laju pertumbuhan lebar karang A. brueggemanni mengalami penurunan pada
pengamatan terakhir. Laju pertumbuhan karang di awal pengamatan mencapai
0,41±0,51 cm/bulan dan meningkat pada pengamatan berikutnya, menjadi 0,47±0,53
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
September 2010-Januari 2011
Januari-Mei 2011 Mei-Jul 2011
Pe
rtu
mb
uh
an (
cm/b
ula
n)
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
September 2010-Januari 2011
Januari-Mei 2011 Mei-Jul 2011
Pe
rtu
mb
uh
an (
cm/b
ula
n)
cm/bulan, kemudian menurun menjadi 0,24±1,22 cm/bulan. Laju pertumbuhan
tinggi terus mengalami peningkatan pada setiap pengamatan. Laju pertumbuhan
tinggi pada awal pengamatan mencapai 0,16±0,20 cm/bulan dan pada akhir
pengamatan mencapai 0,79±1,34 cm/bulan (Gambar 15).
Penurunan laju pertumbuhan lebar karang A. brueggemanni diduga akibat
meningkatnya suhu di sekitar perairan. Suhu di sekitar perairan Pulau Kelapa pada
bulan September 2010 mencapai 30,6 °C. Bulan Januari 2011 suhu mencapai 28,3
°C dan bulan Mei 2011 suhu menunjukkan angka terendah selama pengamatan yaitu
sebesar 28 °C. Namun, pada pengamatan terakhir yang dilakukan bulan Juli 2011
suhu perairan di sekitar Pulau Kelapa mengalami peningkatan hingga 30 °C.
Perubahan suhu juga dapat mempengaruhi kecepatan metabolisme, reproduksi,
perombakan bentuk luar dari karang, dan sebaran karang (Kurniawan 2011).
Perubahan suhu tersebut diduga menyebabkan kecepatan metabolisme yang
menurun sehingga laju pertumbuhan karang mengalami penurunan.
Gambar 16. Laju pertumbuhan rata-rata (𝑥 ± 𝑠𝑑) karang A. austera (n=35)
(atas: lebar; bawah: tinggi)
Laju pertumbuhan lebar karang A. austera terus menurun setiap pengamatan.
Laju pertumbuhan karang pada awal pengamatan mencapai 0,75±0,58 cm/bulan, dan
-0,60
-0,30
0,00
0,30
0,60
0,90
1,20
1,50
1,80
2,10
September 2010-Januari 2011
Januari-Mei 2011 Mei-Jul 2011Pe
rtu
mb
uh
an (
cm/b
ula
n)
-0,60-0,300,000,300,600,901,201,501,802,10
September 2010-Januari 2011
Januari-Mei 2011 Mei-Jul 2011Pe
rtu
mb
uh
an (
cm/b
ula
n)
laju pertumbuhan pada pengamatan kedua menjadi 0,72±0,67 cm/bulan.
Pengamatan terakhir laju pertumbuhan menjadi 0,63±0,91 cm/bulan. Penurunan
laju pertumbuhan lebar karang A. austera diduga akibat perubahan lingkungan yang
terjadi selama pengamatan. Perubahan lingkungan yang terjadi ialah peningkatan
nutrien pada bulan Januari hingga Mei 2011 dan adanya kenaikan suhu pada bulan
Mei hingga Juli 2011. Laju pertumbuhan tinggi karang A. austera terus mengalami
peningkatan hingga akhir pengamatan. Laju pertumbuhan tinggi pada awal
pengamatan mencapai 0,41±0,51 cm/bulan dan mencapai 0,82±1,13 cm/bulan di
akhir pengamatan (Gambar 16). Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sadarun (1999) di Pulau Pari, bahwa laju pertumbuhan tinggi dari karang A.
austera lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan lebar. Laju
pertumbuhan tinggi dapat mencapai 4,58 hingga 4,63 cm/bulan, sedangkan untuk
laju pertumbuhan lebar berkisar antara 1,63 hingga 1,78 cm/bulan. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa ketiga jenis Acropora yang diteliti, memiliki laju
pertumbuhan tinggi yang terus meningkat. Perubahan lingkungan yang terjadi
selama penelitian diduga tidak memberikan pengaruh besar bagi laju pertumbuhan
tinggi. Menurut Sadarun (1999) pertambahan tinggi dipengaruhi oleh sifat biologi
percabangan karang.
Laju pertumbuhan rata-rata karang A. austera mencapai nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan karang jenis A. humilis dan A. brueggemanni. Laju
pertumbuhannya sebesar 0,70±0,06 cm/bulan untuk lebar dan 0,68±0,17 cm/bulan
untuk tinggi. Karang A. brueggemanni memiliki laju pertumbuhan rata-rata lebar
sebesar 0,38±0,12 cm/bulan dan 0,48±0,32 cm/bulan untuk tinggi. Laju
pertumbuhan rata-rata karang A. humilis sebesar 0,52±0,11 cm/bulan untuk lebar
dan 0,34±0,12 cm/bulan untuk tinggi (Lampiran 4). Selain A. humilis, A.
brueggemanni, dan A. austera, penelitian laju pertumbuhan dari genus Acropora
telah banyak dilakukan. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Sadarun
(1999), Johan (2000), Herdiana (2001), Aziz (2001), Alhusna (2002), Kaleka
(2004), Alfaridy (2010), dan Iswara (2010) (Tabel 4).
Tabel 4. Penelitian laju pertumbuhan karang Acropora
Lokasi Spesies Lama
Penelitian
Laju Pertumbuhan
(mm/bulan)
SR
(%) Pengamatan
Substrat
dan
perlakuan
1 2 3 4 5 6 7
Pulau Pari (Sadarun
1999)
Acropora tenuis
5 bulan
T=32,6-33,3 90
Pertambahan
tunas dan perambatan
pada substrat
keramik
Substrat keramik,
patok
bambu. Fragmen
dibersihkan.
A. austera T=45,8-46,3 83,33
A. hyachintus T=43,8-44,4 100
A. divaricata T=31,9-32,2 100
A. nasuta T=47,9-48,1 100
A. yongei T=48,8-49,1 100
A. aspera T=33,0-33,3 100
A. digitifera T=21,1-24,3 100
A. valida T=49,0-41,2 100
A. glauca T=20,1 100
Zona Windward,
Leeward, dan
goba Pulau Pari (Johan
2000)
A. formosa
6 bulan
3,7 89 Jumlah cabang
dan perambatan
pada substrat
keramik
Substrat
keramik.
Fragmen dibersihkan.
A. donei 1,6 97
A. acuminata 4,2 90
Selatan Pulau
Pari
(Herdiana
2001)
A. micropthalma
5 bulan
P = 90 ; L = 139 / P
= 103 ; L = 82,2
83,33 /
66,67 Posisi
penanaman
(vertikal dan
horizontal)
Substrat
semen,
jaring, dan
besi.
Fragmen
dibersihkan. A. intermedia
P = 104 ; L = 154 / P
= 127 ; L = 213
83,33
/ 79,17
Selatan Pulau Pari (Aziz
2001)
A. intermedia
6 bulan
T = 2,5 ; P = 2,5 66,67
Rasio
pertumbuhan lebar dan
tinggi koloni
karang
Substrat semen,
jaring, dan
besi. Fragmen
dibersihkan.
Millepora tenela T = 2,8 ; L = 4,7 100
Trachypillia geoffroyi T = 6 ; L = 9 33,33
Wellsophyllia radiata T = 7 ; L = 12 66,67
Selatan Pulau Pari (Alhusna
2002)
A. formosa
5 bulan
1. P = 8,3 ; L1 = 2,1 ;
L2 = 2,3 100
Perbandingan laju
petumbuhan
koloni induk
(1) dan koloni
transplan (2)
Substrat semen,
jaring, dan besi.
Fragmen
dibersihkan.
2. P = 14,1 ;
L1 = 16,7 ;
L2 = 14,3
Hydnopora
rigida
1. P = 4,6 ;
L1 = 2,1 ; L2 = 2,5
100 2. P = 5,4 ;
L1 = 6,1 ;
L2 ; 5,1
Perairan
Tabolong, Kupang (Kaleka
2004)
A. valensiennesi
2 bulan
P = 7 100 Laju
pertumbuhan,
pertambahan tunas, tingkat
ketahanan hidup
Substrat beton.
A. brueggenanni P = 6,25 100
A. formosa P = 6,7 100
1 2 3 4 5 6 7
Bali (Alfaridy 2010)
Acropora spp.
Stasiun 1 L = 5 ; T = 3 -
Laju pertumbuhan
Substrat berupa
batu besar. Fragmen
dibersihkan.
(3 bulan)
Stasiun 1 L = 9 ; T = 3 -
(5 bulan)
Stasiun 2 L = 5 ; T = 3 -
(3 bulan)
Stasiun 2 L = 10 ; T = 3 -
(5 bulan)
Stasiun 3 L = 4 ; T = 3 -
(3 bulan)
Stasiun 3 L = 8 ; T = 3 -
(5 bulan)
Stasiun 4 L = 4 ; T = 2 -
(3 bulan)
Stasiun 4 L = 8 ; T = 2 -
(5 bulan)
Acropora spp.
6 bulan
(per dua
bulan)
P= 19; T=14 78,44%, Laju
pertumbuhan
dan tingkat
kelangsungan
hidup
Substrat
berupa
modul
dari
beton.
Fragmen
dibiarkan
alami.
Pulau Kelapa
(Iswara 2010)
Hydnopora rigida P=17; T=11 74,19%
Pocillopora
verrucosa
P=14; T=10 61,11%
Laju pertumbuhan karang pada penelitian ini dapat dikatakan cukup rendah
bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan dari penelitian sebelumnya (Tabel 4).
Penelitian tentang A. austera yang dilakukan oleh Sadarun (1999) memiliki laju
pertumbuhan yang lebih besar yaitu berkisar antara 4,58 hingga 4,63 cm/bulan.
Selain A.austera, A. brueggemanni pada penelitian Kaleka (2004) juga memiliki laju
pertumbuhan lebar atau panjang yang lebih besar yaitu, 0,62 cm/bulan. Perbedaan
laju pertumbuhan ini diduga akibat perbedaan faktor lingkungan di sekitar lokasi
transplantasi. Berdasarkan Nybakken (1988) laju pertumbuhan koloni karang
berbeda satu sama lainnya. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan spesies, umur
koloni karang, dan daerah suatu terumbu karang.
Tabel 4. (Lanjutan)