BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Anestesiologi adalah ilmu kedokteran yang pada awalnya melakukan
tindakan menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama dan sesudah
pembedahan. Namun pada tahun 1989, definisi anestesiologi ditegakkan oleh The
American Board of Anesthesiology, dimana suatu ilmu kedokteran yang mecakup
semua kegiatan profesi atau praktek yang meliputi, antara lain :
- Menilai, merancang, menyiapkan pasien untuk anestesia.
- Membentu pasien menghilangkan nyeri pada saat pembedahan, persalinan
atau pada saat dilakukan tindakan diagnotik-terapeutik.
- Memantau dan memperbaiki homeostasis pasien perioperatif dan pasien
dalam keadaan kritis.
- Mendiagnosis dan mengobati sindroma nyeri.
- Mengelola dan mengajarkan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
- Membuat evaluasi fungsi pernapasan dan mengobati gangguan
pernapasan.
- Mengajarkan, memberi supervisi dan mengadakan evaluasi tentang
penampilan personel paramedik dalam bidang anestesia, perawatan
pernapasan dan perawatan pasien dalam keadaan kritis.
- Mengadakan penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk
menjelaskan dan memperbaiki perawatan pasien terutama tentang fungsi
fisiologis dan respons terhadap obat.
- Melibatkan diri dalam administrasi rumah sakit, pendidikan kedokteran
dan fasilitas rawat jalan yang diperlukan untuk implementasi
pertanggungjawaban.
1
Anastesi dibagi menjadi tiga, yaitu anestesi umum, analgesia regional dan
analgesia lokal. Anestesi umum terdiri dari induksi intravena dan induksi inhalasi.
Sedangkan analgesia regional terdiri dari : (1) blok sentral (blok neuroaksial),
misalnya blok spinal, epidural dan kaudal; (2) blok perifer (blok saraf), misalnya
blok pleksus brakialis, aksiler, analgesia regional intravena, dan lain-lain.
Analgesia regional paling sering dikerjakan, terutama blok spinal yang dengan
bertambahnya waktu pengerjaan paling sering digunakan karena tekniknya
sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan. Teknik tersebut juga memenuhi
syarat anestesi pada tindakan sectio cesaria yang ideal (Campbell, 1997), contoh
manfaat analgesia regional pada persalinan dengan menggunakan dosis rendah
diantaranya :
- Aman bagi ibu dan bayinya
- Mudah pelaksanaannya
- Konsisten, mudah diprediksi dan mula kerja cepat.
- Mampu memberikan analgesi pada kala I dan II persalinan
- Memberikan analgesi yang adekuat pada seluruh kala persalinan
- Tidak menimbulkan blok motorik sehingga memungkinkan ibu bergerak
aktif dan mampu meposisikan tubuhnya snediri dalam persalinan
- Tidak menghilangkan kemampuan ibu untuk mengejan
- Memungkinkan ibu merasakan adanya kontraksi rahim pada kala II
sehingga siap mengejan.
- Memungkinkan pemberian tambahan obat analgesi bahkan anastesi untuk
pembedahan tanpa adanya prosedur invasif tambahan.
Banyaknya manfaat analgesia regional, khususnya analgesia spinal yang
sudah lebih sering digunakan dibandingkan analgesia regional blok sentral yang
lain, sehingga tindakan analgesia spinal cukup sering digunakan pada tindakan
pembedahan yang sesuai dengan indikasi.
2
1.2 TUJUAN PENULISAN
Penulisan ini dibuat untuk mengetahui indikasi, kontraindikasi, persiapan,
teknik dan komplikasi dari analgesia spinal, sehingga seorang dokter yang
berperan sebagai medicus praktikus dapat melakukan tindakan analgesia spinal
untuk mendukung suatu proses pembedahan. Selain itu untuk mencegah dan
mempersiapkan diri terhadap kemungkinan-kemungkinan komplikasi yang dapat
terjadi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Analgesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subarakhnoid) ialah
pemberian obat anastetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Analgesia spinal
merupakan analgesia regional blok sentral atau blok neuroaksial. Anastesia spinal
diperoleh dengan cara menyuntikkan anastetik lokal ke dalam subarakhnoid.
Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan.
2.2 ANATOMI
Pada tulang punggung akan didapatkan beberapa jaringan, penbuluh darah
dan cairan otak (liquor cerebrospinalis), semuanya tersebut menyusun dan
mengisi tulang punggung manusia. Untuk melakukan suatu tindakan anastesi,
maka harus diketahui anatomi dari jaringan yang akan diintervensi dan jaringan
sekitarnya, yaitu kolumna verteberalis, vertebra lumbal, peredaran darah, lapisan
jaringan punggung, medula spinalis dan cairan serebrospinalis.
Kolumna Vertebralis
Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang, yaitu 7 buah tulang servikal, 12
buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Tulang servikal,
torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang
sacral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang
sakum dan koksigeus. Diskus intervertebrale merupkan penghubung antara dua
korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment)
tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae. Fungsi kolumna
vertebralis adalah menopang tubuh manusia dalam posisi tegak, yang secara
4
mekanik sebenarnya melawan pengaruh gaya gravitasi agar tubuh secara
seimbang tetap tegak.
Vertebra servikal, torakal, lumbal bila diperhatikan satu dengan yang
lainnya ada perbedaan dalam ukuran dan bentuk, tetapi bila ditinjau lebih lanjut
tulang tersebut mempunyai bentuk yang sama. Korpus vertebrae merupakan
struktur yang terbesar karena mengingat fungsinya sebagai penyangga berat
badan. Prosesus transverses terletak pada ke dua sisi korpus vertebra, merupakan
tempat melekatnya otot-otot punggung. Sedikit ke arah atas dan bawah dari
prosesus transverses terdapat fasies artikularis vertebrae dengan vertebrae yang
lainnya.
Prosessus spinosus C2 terba langsung di bawah oksipital. Prosessus
spinosus C7 menonjol dan disebut sebagai vertebra prominens. Garis lurus yang
menghubungkan kedua krista iliaka akan memotong prosessus spinosus vertebra
L4 atau antara L4-5
Gambar 2.1. Anatomi Tulang Punggung
Gambar 2.2. Anatomi Vertebra Lumbal
5
Medula Spinalis
Medula spinalis dimulai dari Cl danberakhir LI-L2 pada orang dewasa.
Medula spinalis melekat pada kanalis vertebralis ke lateral melalui ligamen
dentikulata dan dikelilingi jaringan lemak dan plexus venosus. Medula spinalis
agak membesar pada daerah cervikal bawah untuk mempersarafi pleksus
brakhialis dan daerah lumbosakral untuk mempersarafi pleksus lumbosakral.
Ukuran terlebar adalah pada C5 dimana diameternya 12-14 mm, pada daeah
lumbal diameter ini membesar mulai dari T 10- T 12, dimana ukuran terbesar
pada T 12 dengan ukuran 11-13 mm.
Dengan CT medula spinalis tampak bulat atau elips dengan densitas 30-40
HU dan dikelilingi cairan serebrospinal. Terletak sentral pada servikal dan
thorakal bagian bawah tetapi lebih posterior pada thorakal bagian tengah. Akar
saraf posterior dan ganglia serta akar saraf ventral bersatu dan keluar melalui
foramen invertebralis.
Pada medula spinalis terdapat jaras-jaras saraf yang berjalan longitudinal
yang kemudian akan menyilang setinggi medula spinalis tersebut atau lebih
tinggi. Jaras-jaras ini berisi jaras yang berfungsi untuk sensorik, motorik maupun
vegetatif. Sering arteri spinalis anterior dapat terlihat sebagai pembuluh darah
terbesar pada daerah thorakal bawah dan lumbal atas.
Peredaran Darah
Nutrisi medula spinalis disuplai oleh sepasang arteri spinalis posterior dan
arteri spinalis anterior yang berasal dari arteri vertebralis. Arteri prinsipalis/arteri
nutrisia menggabungkan diri dengan arteri spinalis anterior. Aliran arteri ini dapat
ke arab kranial dan kaudal. Arteri-arteri tersebut adalah 2 atau 3 buah arteri
mengikuti radiks C4-C7, 2 buah arteri mengikuti T2- T 4 sedangkan pada daerah
thorakal bawah terdapat arteri radikularis terbesar yaitu A. lntumesensia
Charpy/A. radikularis magna Adamkiewics. Umumnya arteri ini mengikuti radiks
pada batas segmen thorakal dan lumbal.
Arteri spinalis posterior mendapat suplai dari 20-30 arteri radikularis yang
sebagian besar mengikuti radiks dorsalis pada daerah servikal dan lumbal.
6
Sirkulasi posterior diperkuat hubungan-hubungan pleksiform, sehingga tidak
rentan terhadap gangguan iskhemia di daerah lumbosakral. Pada penampang
horizontal medula spinalis, arteri spinalis anterior melalui arteri sulkokomisural
memperdarahi 2/3 bagian anterior medula spinalis yang sebagian besar terdiri dari
masa abu-abu. Bagian medula spinalis ini mendapat suplai darah dari arteri
spinalis posterior.
Cairan Serebrospinalis
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah
satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma
atau gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih
1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml
(rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari
cairan, baik ekstra sel maupun intra sel. Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk
sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume cairan
serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan
dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan
jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal
diganti 4-5 kali dalam sehari.
Cairan serebrospinlis merupakan ultrafiltrasi dari plasma yang berasal dari
pleksus arteria koroidalis yang terletak di ventrikel 3-4 dan ventrikel lateral.
Cairan ini jernih tak berwarna mengisi ruang subaraknoid dengan jumlah total
100-150 ml, sedangkan yang di punggung sekitar 25-45 ml.
Lapisan Jaringan Punggung
Untuk mencapai cairan serebrospinalis, maka dari arah luar ke dalam
jarum suntik akan menembus kulit sunkutis ligamentum supraspinosum
ligamentum interspinosum ligamentum flavum ruang epidural duramater
ruang subaraknoid yang mengandung cairan serebrospinalis.
7
Gambar 2.3. Anatomi Lapisan Punggung Lumbal
2.3 INDIKASI
Indikasi Umum
• Bedah ekstremitas bawah
• Bedah panggul
• Tindakan sekitar rektum-perineum
• Bedah obstetri dan ginekologi
• Bedah urologi
• Bedah abdomen bawah
• Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasi dengan
anastesia umum ringan
2.4 KONTRAINDIKASI
Kontra Indikasi Absolut
• Pasien menolak
• Infeksi pada tempat suntikan
• Hipovolemia berat, syok
• Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
• Tekanan intrakranial meninggi
8
• Fasilitas resusitasi minim
• Kurang pengalaman / tanpa didampingi konsultan anestesia
Kontra Indikasi Relatif
• Infeksi sistemik (sepsis, bakterimia)
• Infeksi sekitar tempat suntikan
• Kelainan neurologis
• Kelainan psikis
• Bedah lama
• Penyakit jantung
• Hipovolemia ringan
• Nyeri punggung kronis
2.5 PERSIAPAN ANALGESIA SPINAL
Informed Consent
Informed cosent atau izin dari pasien harus didapatkan sebelum melakukan
tindakan. Pasien diberitahu secara umum manfaat analgesia spinal, seperti apa
tindakan yang dilakukan dan kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi dan palpasi daerah sekitar tempat tusukan, diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang belakang atau
pasien terlalu gemuk sehingga tonolan processus spinosus tidak teraba.
Pemeriksaan Laboratorium Anjuran
Hendaknya dilakuakn pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombin
time) dan PTT (partial thromboplastine time).
9
Peralatan analgesia spinal
1) Peralatan monitor memantau tekanan darah, nadi, oksimetri denyut
(pulse oximeter) dan EKG.
2) Peralatan resusitasi / anatesia umum
3) Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing atau Quincke-
Babcock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point atau
whitecare)
Gambar 2.4. Jarum Spinal
Obat-obatan analgesia spinal
1) Lidocaine 5%
• Potensi bagus
• Onsetnya cepat
• Durasinya moderate
• Sering digunakan untuk infiltrasi, topical, SAB (Subakrakhnoid block),
peridural block
• Sediaan: solution, jelly, ointment, aerosol
• Dapat dipakai untuk antiaritmia, antiepileptic
2) Bupivacaine
• Onset : intermediate
• Durasi : panjang (3-10 jam)
• Block sensoriknya bagus tetapi block motoriknya kurang baik
• Sering digunakan pada painless labor, post-op peridural analgesia,
chronic pain
10
3) Ropivacaine
• Isomer bupivacaine
• Onset : sama seperti bupivacaine
• Durasi dan potensi blok motoriknya sedikit lebih rendah dibanding
bupivacaine
• Efek pada miokard lebih besar dibanding lidocaine ttp lebih kecil
dibanding bupivacaine
Anestetik umum untuk analgesia spinal
Berat jenis cairan serebrospinalis pada suhu 370 adalah 1.003 s/d 1.008.
anastetik lokal dengan berat jenis yang sama dengan cairan serebrospinalis disebut
isobarik, sedangkan yang lebih besar dengan cairan serebrospinalis disebut
hiperbarik dan yang lebih kecil disebit jipobarik.
Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik, diperoleh
dengan mencampur anastetik lokal dan dekstrosa. Untuk jenis hipobarik biasanya
digunakan tetrakain, diperoleh dengan mencampur dengan air.
• Penyebaran anestetik lokal tergantung, yaitu :
1) Faktor utama
- Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
- Posisi pasien, kecuali isobarik
- Dosis dan volume anestetik lokal, kecuali isobarik
2) Faktor tambahan
- Ketinggian suntikan
- Kecepatan suntikan / barbotase
- Ukuran jarum
- Keadaan fisik pasien
- Tekanan intra abdominal
11
• Lama kerja anestetik lokal tergantung, yaitu :
1) Jenis anestetik lokal
2) Besarnya dosis
3) Ada tidaknya vasokonstriktor
4) Besarnya penyebaran anestetik lokal
Tabel 2.1. Anestetik lokal yang paling sering digunakan
Anestetik Lokal Berat Jenis Sifat DosisLidokain (Xylobain, Lognokain)
- 2% plain
- 5% dalam Dekstrosa 7,5%
1.006
1.033
Isobarik
Hiperbarik
20-100 mg (2-5 ml)
20-50 mg (1-2 ml)Bupivakain (Markain)
- 0,5% dalam air
- 0,5% dalam Dekstrosa 8,25%
1.005
1.027
Isobarik
Hiperbarik
5-20 mg (1-4 ml)
5-15 mg (1-3 ml)
2.6 TEKNIK ANALGESIA SPINAL
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ia;ah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dilakukan saat pasien
sudah di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit
perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama
akan menyebabkan menyebarnya obat. Tahap-tahapan teknik analgesia spinal saat
pasien sudah di atas meja operasi yaitu :
1) Setelah dilakukan inspeksi dan dipasang alat monitor, tidurkan pasien
misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri bantal kepala, selain enak
untuk pasien tetapi juga supaya posisi tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maksimal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain
adalah duduk.
12
Gambar 2.5 Posisi Pada Tusukan Analgesi Spinal
2) Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan
tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Tentukan tempat tusukan misalnya di
L2-3, L3-4 atau L4-5. Tusukan pada L1-2 atau di atasnya berisiko trauma
terhadap medula spinalis.
3) Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
4) Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2 %
2-3 ml.
5) Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G
atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau
29G, dianjurkan menggunakan penuntun jarum (intoduccer), yaitu jarum
suntik biasa semprit spuit 10 cc. Tusukan introduccer sedalam kira-kira 2
cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
maka bevel harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur
miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca
spinal. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan
keluar likuor, pasang semprit berisi obat, lalu obat dimasukkan perlahan-
lahan (0,5 ml/ detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan
posisi jarum tetap baik. Bila yakin ujung jarum spinal pada posisi yang
benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 900, biasanya likuor keluar.
Untuk analgesia spinal yang continuos dapat dimasukkan kateter.
13
Gambar 2.6. Posisi ujung Jarum pada Analgesia Spinal
6) Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal, misalnya bedah
hemoroid (wasir) dengan anastetik hiperbarik. Jarak kulit dengan
ligamentum flavum dewasa kurang lebih 6 cm.
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi tindakan
• Hipotensi berat
Akibat blok simpatis, terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan
memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum
tindakan.
• Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok
sampai T-2.
• Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas.
• Trauma pembuluh darah
• Trauma saraf
• Mual-muntah
• Gangguan pendengaran
14
Komplikasi pasca tindakan
• Nyeri tempat suntikan
• Nyeri punggung
• Nyeri kepala karena kebocoran likuor
• Retensio urin
• Meningitis
15
DAFTAR PUSTAKA
• Japardi, Iskandar. 2002. Cairan Serebrospinal. Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara. Digitized by USU Digital
Library. Didapatkan dari www.usu.ac.id
• Japardi, Iskandar. 2004. Anatomi Arakhnoid, Arakhnoiditis. Fakultas
Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara. Digitized by USU
Digital Library. Didapatkan dari www.usu.ac.id
• Latief, Said A., Suryadai, Kartini A., Dachlan, M.Ruswan. 2007.
Petunujuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Penerbit Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
• Obat Anastetik Lokal. Didapatkan dari www.kalbefarma.com
• Triyono, Bambang. 2008. Prosedur Tetap Pelayanan Anestesi dan
Reanimasi RSU Dr. SOEROTO. Bagian Instalasi Anestesi dan Reanimasi
RSUD Dr. SOEROTO, Ngawi. Didapatkan dari alamanda.blogdetik.com
• Teknik Anastesi. Didapatkan dari www.fk.uwks.ac.id
16
KATA PENGANTAR
Assalaamualaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga saya mampu menyelesaikan tugas referat kepaniteraan Ilmu
Anestesi yang berjudul ANALGESIA SPINAL dengan tepat waktu.
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan bagian Ilmu
Anestesi. Dalam pembuatan referat ini saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Uus Rustandi, Sp.An, selaku Kepala bagian anestesi RSUD Arjawinangun
dan pembimbing kepaniteraan bagian anestesi.
2. Orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan spiritual dan materil.
Saya menyadari bahwa dalam tugas ini masih banyak kekurangan,
sehingga kritikan yang membangun sangat dibutuhkan untuk perbaikan
kedepannya dan untuk lebih memahami ilmu kedokteran, khususnya ilmu
anestesi.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Arjawingangun, 30 November 2009
Penyusun
17
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ..................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................... 4
2.1 Definisi ................................................... 4
2.2 Anatomi .................................................. 4
2.3 Indikasi .................................................... 8
2.4 Kontra Indikasi ......................................... 8
2.5 Persiapan Analgesia Spinal ........................ 9
2.6 Teknik Analgesia Spinal ............................ 12
2.7 Komplikasi ............................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 16
18
REFERAT
ANALGESIA SPINAL
Pembimbing ;
dr. Uus Rustandi, Sp.An
Disusun oleh :
R. Fitri Annisa, S.ked
NIM : 110.2003.228
SMF BAGIAN ILMU ANESTESI
RSUD ARJAWINANGUN
NOVEMBER
2009
19
Recommended