9
Pengaruh Harga Gula Impor, Harga Gula Domestik, dan Produksi Gula Domestik terhadap Permintaan Gula Impor di Indonesia (Achmad Zaini) 1 PENGARUH HARGA GULA IMPOR, HARGA GULA DOMESTIK DAN PRODUKSI GULA DOMESTIK TERHADAP PERMINTAAN GULA IMPOR DI INDONESIA (The Influencing Level of Import Sugar Price, Domestic Sugar Price, Sugar Production to Import Sugar Demand in Indonesia) Achmad Zaini Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muawarman, Samarinda Telp : +62-0541-749130, Email:[email protected] ABSTRACT The purpose of this research were to know the influencing level of import sugar price, domestic sugar price, amount of sugar production in Indonesia to import sugar demand and to know elasticity level of import sugar demand in Indonesia. This research was executed in October to January 2007. The kind of data was used secondary data consist import sugar demand data, import sugar price, domestic sugar price, sugar production in Indonesia and noted demand during 20 years (1986-2005). Data was analyzed by Multiple Linier Regression model with the ordinary least squares method (OLS). The result of research indicated that simultanty, the import sugar price, domestic sugar price and sugar production influenced to import sugar demand in Indonesia significantly. However parsialy domestic sugar price variable and sugar production only influenced to import sugar demand in Indonesia significantly. Key words: sugar, price, production, demand. PENDAHULUAN Salah satu kebutuhan bahan pokok masyarakat Indonesia adalah gula. Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda telah memproduksi gula dengan bahan baku tanaman tebu. Industri gula merupakan salah satu industri yang keberadaannya tergolong tua di dunia. Hal ini dapat dilihat dari sejarah keberadaan industri gula di Thailand yang sudah ada sejak abad ke-13, di Brasil sejak abad ke-15, sedangkan di Indonesia sendiri diperkirakan sudah ada sejak abad ke-16. Selama rentang waktu perkembangan yang begitu panjang, telah terjadi berbagai perubahan mendasar, khususnya yang berkaitan dengan industri gula. Salah satu perubahan menarik yang terjadi adalah perubahan posisi suatu negara dari pengekspor gula menjadi pengimpor gula, atau sebaliknya. Indonesia yang pada periode tahun 1930-an pernah menjadi negara pengekspor gula terbesar di dunia (pada tahun 1930 produksi gula pasir mencapai sekitar 3 juta ton), namun mulai sekitar tahun 1967 hingga saat ini telah berubah menjadi negara pengimpor gula yang cukup besar di dunia (Pambudy, 2003). Produksi gula dalam negeri semakin tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri sejak tahun 1986, sehingga kekurangan tersebut harus ditutupi dengan gula impor yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini membuat pemerintah memiliki kekhawatiran besar atas impor gula pasir yang tinggi, yang dipandang sebagai ancaman terhadap kemandirian pangan. Kemandirian pangan merupakan hal penting bagi negara berkembang yang berpenduduk besar dengan daya beli masyarakat yang rendah seperti Indonesia. Angka ketergantungan impor telah mencapai 47%/tahun pada periode 1998-2002, naik pesat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum krisis keuangan di Indonesia. Pada tahun 2005, impor gula mencapai 1,5 juta ton atau sekitar 50% dari kebutuhan dalam negeri. Kini Indonesia telah menjadi negara pengimpor gula terpenting di dunia setelah Rusia. Impor yang tinggi serta harga internasional yang murah telah mempersulit posisi sebagian besar perusahaan gula (PG) atau firms untuk bertahan dalam industri gula nasional (IGN), apalagi untuk berkembang (Sawit, dkk, 2004). Ketika pemerintah memberlakukan kebijakan impor yang liberal yaitu pada saat perjanjian Letter of Intent (LOI) tahun 1998, pemerintah tidak lagi memberlakukan bea masuk yang mampu melindungi industri dan petani tebu

(zaini, ahmad 2008) jur pdukung harga impor, produksi ( impor gula).pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: (zaini, ahmad 2008) jur pdukung harga impor, produksi ( impor gula).pdf

Pengaruh Harga Gula Impor, Harga Gula Domestik, dan Produksi Gula Domestik terhadap Permintaan Gula Impor di Indonesia (Achmad Zaini)

1

PENGARUH HARGA GULA IMPOR, HARGA GULA DOMESTIK DAN PRODUKSI GULA DOMESTIK TERHADAP

PERMINTAAN GULA IMPOR DI INDONESIA

(The Influencing Level of Import Sugar Price, Domestic Sugar Price, Sugar Production to Import Sugar Demand in Indonesia)

Achmad Zaini

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muawarman, Samarinda Telp : +62-0541-749130, Email:[email protected]

ABSTRACT The purpose of this research were to know the influencing level of import sugar price, domestic sugar

price, amount of sugar production in Indonesia to import sugar demand and to know elasticity level of import sugar demand in Indonesia. This research was executed in October to January 2007. The kind of data was used secondary data consist import sugar demand data, import sugar price, domestic sugar price, sugar production in Indonesia and noted demand during 20 years (1986-2005). Data was analyzed by Multiple Linier Regression model with the ordinary least squares method (OLS). The result of research indicated that simultanty, the import sugar price, domestic sugar price and sugar production influenced to import sugar demand in Indonesia significantly. However parsialy domestic sugar price variable and sugar production only influenced to import sugar demand in Indonesia significantly. Key words: sugar, price, production, demand.

PENDAHULUAN

Salah satu kebutuhan bahan pokok masyarakat Indonesia adalah gula. Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda telah memproduksi gula dengan bahan baku tanaman tebu. Industri gula merupakan salah satu industri yang keberadaannya tergolong tua di dunia. Hal ini dapat dilihat dari sejarah keberadaan industri gula di Thailand yang sudah ada sejak abad ke-13, di Brasil sejak abad ke-15, sedangkan di Indonesia sendiri diperkirakan sudah ada sejak abad ke-16.

Selama rentang waktu perkembangan yang begitu panjang, telah terjadi berbagai perubahan mendasar, khususnya yang berkaitan dengan industri gula. Salah satu perubahan menarik yang terjadi adalah perubahan posisi suatu negara dari pengekspor gula menjadi pengimpor gula, atau sebaliknya. Indonesia yang pada periode tahun 1930-an pernah menjadi negara pengekspor gula terbesar di dunia (pada tahun 1930 produksi gula pasir mencapai sekitar 3 juta ton), namun mulai sekitar tahun 1967 hingga saat ini telah berubah menjadi negara pengimpor gula yang cukup besar di dunia (Pambudy, 2003).

Produksi gula dalam negeri semakin tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam

negeri sejak tahun 1986, sehingga kekurangan tersebut harus ditutupi dengan gula impor yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini membuat pemerintah memiliki kekhawatiran besar atas impor gula pasir yang tinggi, yang dipandang sebagai ancaman terhadap kemandirian pangan. Kemandirian pangan merupakan hal penting bagi negara berkembang yang berpenduduk besar dengan daya beli masyarakat yang rendah seperti Indonesia. Angka ketergantungan impor telah mencapai 47%/tahun pada periode 1998-2002, naik pesat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum krisis keuangan di Indonesia. Pada tahun 2005, impor gula mencapai 1,5 juta ton atau sekitar 50% dari kebutuhan dalam negeri. Kini Indonesia telah menjadi negara pengimpor gula terpenting di dunia setelah Rusia. Impor yang tinggi serta harga internasional yang murah telah mempersulit posisi sebagian besar perusahaan gula (PG) atau firms untuk bertahan dalam industri gula nasional (IGN), apalagi untuk berkembang (Sawit, dkk, 2004).

Ketika pemerintah memberlakukan kebijakan impor yang liberal yaitu pada saat perjanjian Letter of Intent (LOI) tahun 1998, pemerintah tidak lagi memberlakukan bea masuk yang mampu melindungi industri dan petani tebu

Page 2: (zaini, ahmad 2008) jur pdukung harga impor, produksi ( impor gula).pdf

EPP.Vol.5 No.2. 2008 : 1 – 9

2

di Indonesia, sehingga pasar gula domestik langsung bersaing dengan pasar gula impor yang jelas lebih baik dari kondisi pasar gula domestik. Impor dalam jumlah yang cukup besar dan harga gula pasir impor yang relatif lebih murah dapat mempengaruhi harga gula pasir domestik. Kestabilan harga gula pasir di pasar domestik pada tingkat yang dapat menguntungkan produsen (industri gula) dan layak bagi konsumen, merupakan suatu hal yang penting untuk menjamin kelangsungan hidup industri gula dan mendorong kenaikan produksi gula nasional, serta untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan akan gula sebagai salah satu bahan pokok masyarakat (Churmen, 2001).

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah harga gula impor, harga gula domestik, dan produksi gula di Indonesia berpengaruh terhadap volume permintaan gula pasir impor.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan

yaitu mulai bulan Oktober sampai dengan bulan Januari 2007. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari hasil penelitian dan laporan lembaga-lembaga atau instansi yang terkait yang diperoleh dengan cara pengamatan, pendekatan institusional, wawancara dengan pejabat/narasumber yang memberikan data. Data yang digunakan adalah data nasional dalam bentuk runtun waktu (time series) tahun 1986-2005.

Pengaruh harga gula impor, harga gula domestik, terhadap jumlah permintaan gula impor di Indonesia dianalisis dengan menggunakan analisis Regresi Linear Berganda. Menurut Supranto (2003), Regresi Linier Berganda mempunyai persamaan sebagai berikut:

ixxxiY

3322110 di mana i = bilangan asli (1,2,3,......). Bila bo, b1, b2, b3, diumpamakan sebagai penaksir βo, β1, β2, dan β3 sehingga bo disebut intersef (indeks) sedangkan b1, b2, dan b3 sebagai subscrif atau Koefesien Regresi Parsial, dan ε adalah epsilon atau faktor pengganggu, maka persamaan Regresi Linier Berganda tersebut adalah: Y = bo + b1x1 + b2x2 + b3x3 + εi

di mana : Y = permintaan gula impor (variabel

terikat); X1 = harga gula impor (variabel bebas I); X2 = harga gula domestik (variabel bebas

II); X3 = produksi gula di Indonesia (variabel bebas III); bo = koefesien intersef; b1-b3 = koefesien regresi; εi = epsilon.

Pengaruh jumlah harga gula impor, harga gula domestik, dan produksi gula di Indonesia terhadap jumlah permintaan gula impor yang ditawarkan secara simultan digunkan uji F :

2111

Sykyxb

Fhit /)(

111112

kn

yxbySy

)(

keterangan : Sy2 = simpangan baku; k = jumlah variabel bebas; x1 = nilai variabel bebas; y1 = nilai variabel terikat; b1 = nilai koefesien regresi; n = jumlah tahun series.

Variabel bebas (x) menjelaskan keragaman variabel tak bebas (y), hal tersebut ditunjukkan oleh besarnya nilai koefesien penentu ganda (R2)

2

1

2

yyxb

R iii )(

Pengaruh terhadap jumlah permintaan gula pasir impor, variabel bebas secara parsial digunakan pendekatan uji t, yaitu:

)( i

i

bSebt

2

1xKTsisabiSe )(

keterangan : KTsisa = Kuadrat Tengah Sisa; Se = Standar error. Hipotesis : Ho : bi = 0 Ha : bi = 0 Kaidah keputusan : 1. Bila thitung ttabel, maka Ho diterima dan Ha

ditolak, berarti masing-masing variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan gula pasir impor di Indonesia.

Page 3: (zaini, ahmad 2008) jur pdukung harga impor, produksi ( impor gula).pdf

Pengaruh Harga Gula Impor, Harga Gula Domestik, dan Produksi Gula Domestik terhadap Permintaan Gula Impor di Indonesia (Achmad Zaini)

3

2. Bila thitung ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, berarti masing-masing variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan gula pasir impor di Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Luas Areal Tebu dan Produktivitas

Indonesia dengan luas daratan 1.860.359,67 km2, merupakan negara terbanyak penduduknya di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk 219 juta jiwa pada tahun 2005/2006, menyebabkan konsumsi gula cukup besar, hal ini dapat di lihat dari tingkat konsumsi masyarakat yang semakin meningkat, saat ini konsumsi gula pasir perkapita sekitar 13,94 kg/kapita/tahun. Permintaan akan terus meningkat apabila banyak industri makanan dan minuman yang memakai bahan baku gula pasir.

Menurut Poli (1992), bahwa dengan besarnya permintaan tanpa diimbangi dengan penawaran yang seimbang maka akan memicu naiknya harga, di mana dalam hukum permintaan dan penawaran yaitu apabila permintaan lebih besar dari pada penawaran maka harga akan meningkat, sebaliknya apabila permintaan lebih kecil daripada penawaran maka harga akan turun. Sampai saat ini sumbangan pabrik gula di Pulau Jawa pada produksi gula nasional masih di atas 65%, dan pengusahaan tanaman tebu hampir secara keseluruhan dihasilkan oleh perkebunan tebu rakyat. Perkembangan laju pertumbuhan areal tebu dari tahun 1986 hingga tahun 2005 terlihat tidak begitu berkembang dengan baik, hal ini juga menyebabkan produksi tebu/gula berfluktuasi. Pada tahun 1986 luas areal tebu tercatat sebesar 303,01 ribu ha yang merupakan angka terendah dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, kemudian meningkat kembali pada tahun berikutnya sebesar 334,90 ribu ha. Pada tahun 1995 luas areal tebu sebesar 496,90 ribu ha sekaligus tercatat sebagai angka tertinggi luas areal tebu di Indonesia. Permasalahan perluasan areal tebu di Indonesia yang hampir seluruhnya dikerjakan oleh petani tebu rakyat, sangat erat kaitannya dengan masalah pendapatan petani tebu yang diakibatkan antara lain oleh tingkat produktivitas produksi dan kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan input seperti, penyediaan pupuk, peralatan pertanian, sarana transportasi dan output usaha

tani tebu seperti, pemberian modal usahatani, penyaluran kredit yang didukung dengan bunga rendah, serta pemberian subsidi dari pemerintah terhadap prasarana usaha tani tebu. Perubahan perkembangan luas areal tebu Indonesia 1986-2005 lebbih lengkap pada Lampiran 1. Selain itu, hasil rata-rata atau produktivitas bergantung pada kondisi alam dan cara bertani, dalam hal ini dukungan iklim dan cuaca serta pasokan input atau sarana produksi menjadi penentu produktivitas. Produktivitas tebu Indonesia yang berada di daerah Jawa dan luar Jawa selama kurun waktu 20 tahun terakhir mengalami perubahan yang cukup berarti, produktivitas rata-rata tebu Indonesia terendah pada kisaran 1,26 ton/ha untuk daerah Jawa dan 1,20 ton/ha untuk daerah di luar Jawa dan yang tertinggi dengan hasil produktivitas sebesar 6,43 ton ha-1 untuk daerah Jawa dan 6,01 ton/ha untuk daerah di luar Jawa. Dengan melihat hasil ini, bisa dikatakan bahwa peran industri gula di luar Jawa memberikan kontribusi yang cukup baik. Sehingga peningkatan produksi gula domestik dapat dilakukan dengan memperluas areal perkebunan tebu di luar pulau Jawa dan mengurangi konversi (alih guna) lahan perkebunan tebu diluar pulau Jawa. Menurut Irsan dalam Sawit (2004), untuk hasil rendemen, tebu Indonesia mengandung sekitar 6 %-8 % zat gula, sedangkan di Negara Thailand memiliki hasil rendemen mencapai 10 %-11 % zat gula, dengan produksi gula 9,30 juta ton, dan tingkat konsumsi 3 juta ton pada tahun 2005/206. Lima tahun terakhir ini Thailand mengekspor gula kepasar internasional termasuk Indonesia rata-rata berkisar antara 4,3 juta-5,3 juta ton/tahun. Perkembangan Rata-Rata Harga Gula Domestik dan Impor

Permintaan gula akan turun akibat tingginya harga, tetapi selera konsumen yang sudah terbiasa mengkonsumsi makanan yang manis atau jenis minuman yang mengandung/memakai gula tidak akan begitu saja menurunkan jumlah konsumsi gula masyarakat secara drastis, hal ini karena gula sangat dibutuhkan masyarakat dan termasuk dalam salah satu dari sembilan bahan makanan pokok. Dan ini juga akan berpengaruh terhadap seberapa besar reaksi perubahan kuantitas yang akan diminta akibat perubahan harga yang diukur dalam konsep elastisitas.

Page 4: (zaini, ahmad 2008) jur pdukung harga impor, produksi ( impor gula).pdf

EPP.Vol.5 No.2. 2008 : 1 – 9

4

Harga gula domestik mempunyai kecenderungan untuk meningkat dari tahun ke tahun sedangkan harga gula impor lebih murah karena kondisi industri pergulaan di negara-negara pengimpor gula lebih baik sehingga biaya produksi mereka tidak setinggi di Indonesia. Harga gula pada tahun 1998 meningkat hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya atau mengalami kenaikan 77,31%. Krisis ekonomi serta kegagalan panen akibat kemarau panjang mengakibatkan produksi gula menurun dan terjadi kelangkaan gula di pasaran. Perkembangan rata-rata harga gula domestik dan impor secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Perkembangan Volume Gula Impor, Konsumsi Gula, Konsumsi Perkapita Gula, dan Jumlah Penduduk di Indonesia Sebelum krisis multi dimensi tahun 1997, sebagian besar kegiatan pembangunan dilaksanakan oleh pemerintah dengan proteksi, fasilitasi dan insentif yang tinggi, yang didukung dengan dana utang, pada sistem demikian pergulaan nasional terisolasi dari fluktuasi (harga) dunia (Ismoyowati, 2003). Setelah krisis, pemerintah harus melaksanakan pembangunan dengan fasilitas yang sangat terbatas karena utang sudah terlalu besar dan sudah jatuh tempo, sehingga harus membayar utang, sedangkan pemerintah belum bisa melunasi utang-utang tersebut. Untuk melunasi utang-utang tersebut pemerintah meminta bantuan kepada IMF yang dananya berasal dari negara-negara donor. Akan tetapi pemberian bantuan tersebut disertai pula oleh ketentuan dan syarat oleh IMF atas permintaan negara-negara donor, yaitu pembukaan pintu impor seluas-luasnya termasuk gula. Kesepakatan tersebut tertuang dalam Letter Of Intern (LOI) yang menetapkan bea masuk impor gula sebesar nol persen atau dengan kata lain pasar gula menjadi lebih terbuka karena tidak adanya proteksi dari pemerintah padahal sebelumnya bea masuk yang dikenakan bagi gula impor mulai tahun 1986-1997 sebesar Rp. 430/kg. Dampak dari ketentuan itu, volume gula impor yang masuk ke Indonesia sangat besar sekitar 1,5 juta ton, sehingga menekan posisi gula domestik yang semakin terpuruk, sepanjang tahun 1998-1999 harga gula jatuh menjadi Rp.3200/kg,, sebelumnya harga gula hanya Rp.1700/kg. Melihat kondisi yang seperti ini, petani tebu melalui Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) meminta kebijaksanaan kepada pemerintah agar usahatani mereka tetap berjalan. Pemerintah

kemudian melakukan langkah perbaikan dan koreksi terhadap berbagai kebijakan yang menyangkut pergulaan pada tahun 2000, salah satunya kebijakan tentang penetapan kembali bea masuk sebesar 20% untuk raw sugar dan 25% untuk gula pasir. Tetapi penetapan bea masuk tersebut dirubah lagi pada tahun 2002 untuk penetapan tarif bea masuk yang lebih jelas, sehingga tingkat tarif in quota (sesuai kuota) sebesar Rp 700/kg (gula pasir) dan Rp 550/kg raw sugar (gula mentah). Di luar itu (out quota), pasar domestik tetap dibuka, tetapi dengan penerapan tarif yang lebih tinggi yaitu Rp 1.500/kg. Seiring dengan perbaikan-perbaikan harga tarif bea masuk, harga gula mulai membaik sepanjang tahun 2000-2005. Pada tahun 1998 pemerintah menghapus peranan BULOG dalam menangani perdagangan gula, serta pencabutan tataniaga impor gula dan beras oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang diberlakukan sejak 1 Januari tahun 2000, sehingga perdagangan komoditi gula di serahkan kepada mekanisme pasar, artinya segala kegiatan peningkatan usaha tani tebu serta produksi gula dikelola oleh petani tebu dan industri gula itu sendiri tanpa diawasi oleh BULOG. Setelah itu, impor gula diserahkan pemerintah kepada empat importer terdaftar yaitu, PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) IX, PTPN X, PTPN XI, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Dengan ditunjuknya PTPN ini maka, kewenangan pemerintah terhadap PTPN adalah untuk memperbaiki harga gula domestik melalui program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), dimana petani dan industri yang berada dibawah PTPN di pacu untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usaha mereka melalui bimbingan lapangan yang baik, penerapan teknologi modern, serta pengelolaan manajemen industri gula. Sehingga dengan perubahan-perubahan ini diharapkan Indonesia tidak lagi terlalu bergantung dengan gula impor karena petani dan industrinya mendapat dukungan yang lebih baik dari pemerintah. Berdasarkan data BPS (2006), jenis pemanis atau gula bagi masyarakat Indonesia sangat beragam, mulai dari gula pasir, gula aren, gula palem, dan gula halus, sedangkan jenis gula yang paling banyak dikonsumsi adalah gula pasir sebesar 70 %. Berdasarkan hasil karya nasional pangan dan gizi nasional (1993), ditetapkan patokan kecukupan kalori dan protein perkapita perhari di Indonesia masing-masing 2150 kalori dan 46,20 gram protein perkapita perhari. Angka kecukupan kalori untuk gula saat ini sekitar 193-

Page 5: (zaini, ahmad 2008) jur pdukung harga impor, produksi ( impor gula).pdf

Pengaruh Harga Gula Impor, Harga Gula Domestik, dan Produksi Gula Domestik terhadap Permintaan Gula Impor di Indonesia (Achmad Zaini)

5

195 kalori atau 38 gram perkapita perhari, dengan tingkat ketersediaan gula 50 gram perkapita perhari, serta tingkat konsumsi tiap tahun 2,5 %. Perkembangan volume gula impor, konsumsi gula masyarakat, jumlah penduduk Indonesia dan konsumsi gula perkapita secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengaruh Perubahan Harga Gula Impor, Harga Gula Domestik dan Produksi Gula Domestik Terhadap Jumlah Permintaan Gula Impor Di Indonesia Saat ini produksi gula pasir dunia semakin meningkat dan bisa dikatakan meningkat, hal ini karena banyak negara yang pada awalnya merupakan negara pengimpor gula berubah menjadi negara pengekspor gula dunia. Sedangkan kondisi di luar negeri tersebut berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di dalam Indonesia. Indonesia telah menjadi negara importir gula sejak tahun 1986 dan Indonesia masih mengimpor gula hingga kini. Permintaan akan gula impor semakin meningkat bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, di mana peningkatan tersebut dikarenakan tidak bertambahnya lagi areal tebu, besarnya biaya poduksi dibandingkan harga jual yang menunjukan bahwa industri gula jika dilihat secara keseluruhan tidak efesien lagi, kurangnya dukungan pemerintah dalam bentuk pinjaman serta kredit lunak kepada petani tebu dan industrinya, serta pola konsumsi masyarakat Indonesia yang sangat membutuhkan gula pasir, sehingga kita akan selalu mengimpor gula dari luar negeri. Jika dilihat dari jumlah dan harganya, gula impor lebih banyak dan murah, karena perkembangan industri gula pasir di berbagai negara pengekspor gula pasir semakin baik dan bahkan jauh lebih baik dibandingkan dengan industri gula pasir di Indonesia, akan tetapi jumlah dan harga gula yang banyak dan murah tersebut dapat berubah sewaktu-waktu. Sehingga jalan yang lebih baik dalam mengatasi kekurangan gula pasir ini dengan memfokuskan perhatian pada peningkatan produksi gula dan perluasan areal tebu nasional. Penelitian ini menggunakan persamaan regresi linier berganda, di mana ada tiga variabel yang dianalisis yaitu: yaitu harga gula impor (X1), harga gula domestik (X2), dan produksi gula dalam negeri (X3). Diperoleh persamaan regresi secara keseluruhan sebagai berikut :

Y = 1,350-2,735 X1+5,660 X2-0,981 X3 Pengaruh harga gula pasir impor (X1), harga gula pasir domestik (X2) , dan produksi gula domestik (X3) terhadap respon permintaan gula impor (Y) secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil koefesien regresi faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap permintaan impor gula pasir.

Varabel Bebas Koefesien regresi Koefesien T hitung

Konstanta Harga Gula Impor (X1) Harga Gula Domestik (X2) Produksi Gula Domestik (X3)

1,350 -2,735 5,660 -0,981

2,850 1,959 3,434 3,581

R = 0,968 R2 = 0,937

Fhitung = 80,160 Ftabel ( = 0,05 ; 3 : 16) = 3,23 Ttabel ( = 0,05 ; 16) = 2,12

Sumber : Perhitungan menggunakan SPSS 12.0 Koefesien korelasi (R) antara variabel X (harga gula impor, harga gula domestik, dan produksi gula) terhadap Y (permintaan gula impor) di Indonesia sebesar 0,97 artinya antara variabel X dan Y memiliki hubungan yang sangat kuat. Koefesien determinasinya (R2) antara variabel X terhadap Y ditunjukan dengan nilai koefesien determinasi (R2) = 93,7%, artinya 93,7% variasi atau naik turunnya variabel Y disebabkan oleh variabel X1, X2, X3, sisanya disebabkan oleh faktor lain seperti jumlah penduduk dan faktor politik yang mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam mengimpor gula ke Indonesia. Pada tabel sidik ragam dengan menggunakan uji F diperoleh Fhitung sebesar 80,160 > Ftabel 0,05 = 3,23 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Ini dapat diartikan bahwa harga gula impor, harga gula domestik, dan produksi gula domestik secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan gula impor di Indonesia. Pengaruh variabel X1 (harga gula impor), X2 (harga gula domestik), X3 (jumlah produksi gula domestik), terhadap Y (permintaan gula pasir impor) di Indonesia secara parsial dijelaskan sebgai berikut : a. Uji t untuk harga gula impor (X1) diperoleh t

hitung sebesar 1,959 sedangkan ttabel

Page 6: (zaini, ahmad 2008) jur pdukung harga impor, produksi ( impor gula).pdf

EPP.Vol.5 No.2. 2008 : 1 – 9

6

( = 0,05 ; 16) sebesar 2,12. Sehingga t hitung

<ttabel Ho diterima dan Ha ditolak , Hal ini menyatakan bahwa variabel X1 (harga

gula impor) tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan gula impor jika faktor lain dianggap konstan. Hal ini disebabkan harga gula impor tidak dijadikan dasar bagi pemerintah dalam menentukan jumlah gula impor yang di butuhkan dalam memenuhi kebutuhan gula pasir di Indonesia. Pemerintah melakukan impor karena produksi gula di dalam negeri tidak mampu memenuhi permintaan yang ada, serta harga gula domestik yang semakin meningkat. Sehingga impor gula dipandang sebagai alternatif pemecahan masalah tersebut.

b. Uji t untuk harga gula domestik (X2) diperoleh t hitung sebesar 3,434 sedangkan t tabel ( = 0,05 ; 16) sebesar 2,12. Sehingga t hitung >ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menyatakan bahwa variabel X2 (harga gula domestik) berpengaruh nyata terhadap permintaan gula impor jika faktor lain dianggap konstan. Pemerintah akan melakukan impor gula jika harga gula domestik terlalu tinggi, meningkatnya harga gula ini disebabkan biaya produksi yang dikeluarkan tidak seimbang dengan harga gula domestik di pasaran, selain itu, jumlah produksi gula yang dihasilkan tidak mampu mencukupi kebutuhan nasional. Maka pemerintah mengambil kebijakan mengimpor gula agar harga dan kebutuhan gula di Indonesia bisa tercukupi.

c. Uji t untuk produksi gula domestik (X3) diperoleh t hitung sebesar 3,581 sedangkan t tabel ( = 0,05 ; 16) sebesar 2,12. Sehingga t hitung >ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menyatakan bahwa variabel X3 (jumlah produksi gula domestik) berpengaruh nyata terhadap permintaan gula impor jika faktor lain dianggap konstan. Pemerintah mengambil keputusan untuk melakukan impor gula jika produksi gula domestik tidak dapat memenuhi konsumsi gula nasional yang setiap tahunnya selalu meningkat.

Koefesien regresi atau nilai elastisitas pada harga gula impor menghasilkan nilai b1 = -2,735 menunjukan apabila harga gula impor naik satu satuan unit maka jumlah permintaan gula impor di Indonesia akan berkurang sebesar 2,735 unit dengan asumsi faktor lain dianggap konstan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pemerintah dalam melakukan pembelian gula impor berdasarkan harga gula domestik yang berlaku dan jumlah produksi gula Indonesia. Permintaan gula impor dilakukan oleh pemerintah yang melakukan impor dengan melihat harga gula domestik dan produksi gula di Indonesia. Pemerintah membeli gula impor karena harga gula domestik lebih mahal daripada harga gula impor. Sehingga permintaan akan gula impor menjadi meningkat dan lambat laun posisi gula domestik dapat disubstitusi oleh gula impor. Substitusi gula domestik kepada gula impor terjadi karena adanya perubahan harga gula domestik yang mengakibatkan perubahan pada jumlah permintaan gula impor di Indonesia, di mana permintaan gula impor tergantung pada harga yang sudah ditetapkan oleh negara asal atau eksportir. Adanya barang-barang substitusi sangat berpengaruh terhadap skala permintaan bagi pemerintah. Pemerintah akan cenderung memilih harga yang lebih murah untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya, dan jenis gula yang lebih murah disini adalah gula impor.

Permintaan akan gula impor karena perubahan harga gula impor yang terjadi dapat di lihat dalam besaran elastisitas harga. Konsep elastisitas harga digunakan untuk melihat derajat kepekaan perubahan jumlah gula impor yang diminta oleh pemerintah apabila harga gula impor tersebut berubah. Konsep elastisitas ini sangat penting bagi pemerintah untuk mengetahui bagaimana kemungkinan permintaan akan gula impor dalam merespons perubahan harga gula impor. Informasi ini diperlukan untuk menganalisis resiko yang bisa terjadi.

Akan tetapi variabel harga gula impor ini tidak berpengaruh secara nyata dan langsung terhadap permintaan gula impor. Hal ini disebabkan harga gula impor tidak dijadikan dasar bagi pemerintah dalam menentukan jumlah gula impor yang di butuhkan dalam memenuhi kebutuhan gula pasir di Indonesia. Pemerintah melakukan impor karena produksi gula di dalam negeri tidak mampu memenuhi permintaan yang ada, serta harga gula domestik yang semakin meningkat. Sehingga impor gula dipandang sebagai alternatif pemecahan masalah tersebut.

Koefesien regresi atau nilai elastisitas pada harga gula domestik menghasilkan nilai b2 = 5,660 menunjukan apabila harga gula domestik naik satu satuan unit maka jumlah permintaan gula impor di Indonesia akan naik sebesar 5,660 unit dengan asumsi faktor lain dianggap konstan

Page 7: (zaini, ahmad 2008) jur pdukung harga impor, produksi ( impor gula).pdf

Pengaruh Harga Gula Impor, Harga Gula Domestik, dan Produksi Gula Domestik terhadap Permintaan Gula Impor di Indonesia (Achmad Zaini)

7

Berdasarkan hasil analisis, harga gula pasir domestik mempengaruhi pemerintah dalam menentukan permintaan gula impor. Perubahan harga gula domestik yang terjadi di pasar Indonesia merupakan salah satu faktor penentu bagi pemerintah dalam mengambil keputusan dalam mengimpor gula. Jika harga gula domestik melonjak di pasar maka pemerintah harus mengimpor gula agar harga gula domestik kembali stabil.

Akan tetapi jika dilihat dalam jangka waktu yang panjang, keberadaan gula impor berubah menjadi pengganti gula pasir yang ada di dalam negeri jika harga gula pasir domestik semakin meningkat dan semakin rendahnya kapasitas produksi gula yang ada di Indonesia. Perubahan ini terjadi karena harga nominal suatu barang menimbulkan pengaruh terhadap jumlah permintaan yang dilakukan pemerintah. Perubahan harga gula domestik yang lebih mahal ini menyebabkan pemerintah beralih ke gula impor yang lebih murah harganya dan jika dilihat dari jumlahnya mampu memenuhi kebutuhan gula di Indonesia. Substitusi gula domestik menjadi gula impor dapat dilihat dari besaran elastisitas silangnya, karena elastisitas silang adalah penggantian barang tertentu oleh barang lain yang dapat memberikan jasa sama, lebih baik, dan lebih murah. Harga gula domestik ini merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan gula impor di Indonesia. Pemerintah akan melakukan impor gula jika harga gula domestik terlalu tinggi, meningkatnya harga gula ini disebabkan biaya produksi yang dikeluarkan tidak seimbang dengan harga gula domestik di pasaran, selain itu, jumlah produksi gula yang dihasilkan tidak mampu mencukupi kebutuhan nasional. Maka pemerintah mengambil kebijakan mengimpor gula agar harga dan kebutuhan gula di Indonesia bisa tercukupi.

Tetapi pemerintah harus memper-timbangkan jumlah atau volume yang di minta di pasar domestik agar harga gula tersebut turun, karena jika impor gula terlalu sedikit maka harga belum stabil dan jika terlalu besar akan mengakibatkan harga gula domestik menjadi terlalu murah. Hal ini akan menyebabkan industri gula merugi karena rendahnya harga jual di banding biaya produksi yang telah dikeluarkan. Oleh karena itu pemerintah harus melihat dari jumlah konsumsi masyarakat akan gula dan produksi gula domestik sendiri agar volume impor yang diminta tidak merugikan petani tebu dan industri gula di Indonesia.

Koefesien regresi atau nilai elastisitas pada tingkat produksi gula menghasilkan nilai b3 = -0,981 ini berarti bahwa setiap kenaikan tingkat produksi gula sebesar satu satuan unit maka akan mengakibatkan penurunan jumlah permintaan gula impor di Indonesia sebesar 9,81 unit dengan asumsi faktor lain dianggap konstan.

Dilihat dari sisi sosial dan ekonominya dalam masyarakat, komoditi gula pasir ini merupakan salah satu kebutuhan kebutuhan pokok masyarakat saat ini. Sehingga semakin besar konsumsi gula, maka akan semakin besar pula koefesien elastisitas permintaannya. Selain itu gula pasir dapat diolah manjadi berbagai macam makanan dan minuman, sehingga akan ada kecendrungan elastisitas permintaan untuk barang tersebut tinggi. Pada umumnya barang-barang kebutuhan pokok termasuk gula pasir ini permintaannya bersifat inelastik terhadap perubahan harga. Artinya masyarakat akan tetap membeli gula walau terjadi perubahan harga. Artinya masyarakat akan tetap membutuhkan dan membelinya walau telah terjadi perubahan harga.

Dengan melihat jumlah penduduk dan tingkat konsumsi gula yang semakin meningkat maka pemerintah mengambil keputusan untuk melakukan impor gula jika produksi gula domestik tidak dapat memenuhi konsumsi gula nasional yang setiap tahunnya selalu meningkat. Saat ini diketahui konsumsi gula masyarakat indonesia tiap tahunnya selalu meningkat. Hal ini dikarenakan mulai banyaknya industri makanan dan minuman yang berskala besar maupun kecil memerlukan bahan baku komoditi gula pasir, selain itu perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia yang selalu tak lepas dari kebutuhan akan gula pasir. Saat ini diketahui konsumsi masyarakat Indonesia akan gula pasir sekitar 3 juta/thn, sedangkan produksi gula nasional biasanya tiap tahun memproduksi gula sebesar 1,5-2 juta ton/thn, sehingga kekurangan dari produksi gula domestik tersebut hanya bisa dipenuhi dengan melakukan impor gula. Impor gula jika dilihat dari satu sisi bisa dikatakan membantu kekurangan stok gula nasional dan mencegah melonjaknya harga gula di pasar domestik. Akan tetapi di satu sisi lainnya dampak yang ditimbulkan dari kebijakan mengimpor gula ini sangat dirasakan oleh petani tebu, karena keuntungan yang didapat oleh mereka sangat tidak sebanding dengan biaya produksi dalam usaha tani tebu. Akibatnya banyak petani tebu beralih memilih tanaman yang

Page 8: (zaini, ahmad 2008) jur pdukung harga impor, produksi ( impor gula).pdf

EPP.Vol.5 No.2. 2008 : 1 – 9

8

memiliki keuntungan yang besar dan memiliki prospek yang bagus di masa mendatang. Berkurangnya petani tebu dan beralih fungsinya ladang tebu menjadi ladang tanaman komoditas yang lain akan menyebabkan produksi gula domestik akan menurun sehingga kita akan terus-menerus menjadi negara pengimpor gula, akibatnya pasar gula domestik akan dipengaruhi oleh kondisi pasar internasional. Kondisi ini sangat tidak baik terutama dalam hal penggunaan devisa negara untuk melakukan impor serta kemandirian pangan Indonesia. Sehingga peningkatan produksi gula di Indonesia merupakan jalan terbaik dalam memenuhi kebutuhan gula nasional. Perluasan areal perkebunan tebu diluar pulau Jawa dan mengurangi perubahan alih fungsi lahan di pulau Jawa dapat meningkatkan produksi gula dan melepaskan ketergantungan kita terhadap gula impor.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil regresi linear berganda harga gula domestik, harga gula impor, dan produksi gula domestik secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan gula impor di Indonesia. Namun secara parsial hanya variabel harga gula domestik dan produksi gula di Indonesia yang berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan gula impor di Indonesia, sedangkan harga gula impor tidak berpengaruh secara signifikan. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Peningkatan produksi gula domestik dapat

dilakukan dengan memperluas areal perkebunan tebu di luar Pulau Jawa dan mengurangi konversi (alih guna) lahan perkebunan tebu di Pulau Jawa.

2. Diperlukan kebijakan pembatasan impor gula dan pengaturan jalur distribusi gula impor yang mampu melindungi petani tebu dari kemerosotan harga tebu

3. Diperlukan peninjauan kembali deregulasi kebijakan impor gula mengenai tarif bea masuk yang proporsional.

DAFTAR PUSTAKA

Amang, B. 1993. Kebijakan pemasaran gula di

Indonesia. Dharma Karsa Utama, Jakarta.

Amang, B. 1994. Pengendalian pangan dan harga. Dharma Karsa Utama, Jakarta.

Badan Urusan Logistik. 2006. Perkembangan luas

areal tebu, produktivitas, dan produksi gula Indonesia. Badan Urusan Logistik Kalimantan Timur. Samarinda.

Badan Pusat Statistik. 2006. Statistik Indonesia

tahun 2005-2006. Biro Pusat Statistik. Samarinda.

Badan Pusat Statistik. 2007. Hasil Widya Karya

Nasional Pangan dan Gizi Nasional tahun 1993. [on line] Availabel at http://www.bps.go.id/search/pangan dan gizi nasional.htm.

Churmen, I. 2001. Menyelamatkan industri gula

Indonesia. Millenium Publisher. Jakarta. Departemen Pertanian. 2006. Tabel

pengembangan tanaman tebu di Indonesia [on line] Availabel at http://www.deptan.go.id/index/tabel.htm.

Hafsah.M.J. 2002. Bisnis gula di Indonesia.

Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Pambudy R. 2003. Tebu dan gula milik siapa.

Dewan Gula Indonesia, Jakarta. Poli, C. 1992. Pengantar ilmu ekonomi I.

Gramedia, Jakarta. Rahmawaty E, Hartato, dan Yustina. 2003. Tebu,

usaha budidaya, pemanfaatan hasil dan aspek pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sawit, Husein, dkk. 2004. Ekonomi gula.

Sekertariat Dewan Ketahanan Pangan, Jakarta.

Simanjuntak, P.J. 1985. Pengantar ekonomi

sumber daya manusia. LPFE-UI. Jakarta. Sukirno, S. 1994. Pengantar teori ekonomi mikro.

Rajawali Persada, Jakarta. Supranto, J. 2003. Ekonometrika. LPFEUI,

Jakarta.

Page 9: (zaini, ahmad 2008) jur pdukung harga impor, produksi ( impor gula).pdf

Pengaruh Harga Gula Impor, Harga Gula Domestik, dan Produksi Gula Domestik terhadap Permintaan Gula Impor di Indonesia (Achmad Zaini)

9

Lampiran 1. Perkembangan luas areal tebu, produktivitas dan produksi tebu di daerah Jawa dan Luar Jawa tahun 1986-2005.

Tahun Luas Areal Produksi Tebu Produktivitas (ribu ha) (ribu ton) (ton/ha) Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa

1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

212,1 90,9 236,3 98,6 303,7 98,6 246,7 99,2 275,4 99,8 269,3 102,3 299,4 102,3 282,0 104,4 313,5 104,7 388,7 108,2 290,9 109,7 264,9 110,1 290,9 114,5 275,4 115,7 271,3 117,2 275,0 118,9 250,7 124,5 212,0 128,3 224,0 129,1 227,5 130,5

361,5 121,4 356,9 118,9 373,8 124,6 399,4 133,1 429,9 143,3 474,9 158,3 520,8 223,2 546,7 197,3 574,4 246,3 610,2 261,5 1022,2 438,1 1047,6 449,0 972,5 523,6 970,5 522,6 1157,1 623,0 1185,9 638,6 1235,6 665,4 1294,5 697,1 1440,7 775,8 1400,3 754,1

1,71 1,33 1,51 1,20 1,26 1,23 1,61 1,34 1,56 1,43 1,76 1,54 2,13 1,73 1,93 1,88 2,35 1,83 2,41 1,57 3,99 3,52 4,08 3,95 4,57 3,34 4,51 3,52 5,31 4,26 5,37 4,31 5,34 4,92 6,10 5,43 6,43 6,01 6,15 5,70

Jumlah 5409,7 2207,5 16375,4 7815,2 70,08 60,11 Rata-rata 270,5 110,4 818,7 390,7 3,51 3,01

Sumber : Bulog dan Disbun ( 2006) Lampiran 2. Perkembangan rata-rata harga gula

pasir impor dan domestik di Indonesia setelah di konversi dalam mata uang rupiah periode 1986-2005

Tahun Harga border Bea Masuk Harga jual Harga jual gula impor gula domestik (Rp/kg-)a h (Rp/kg-) (Rp/kg) (Rp /kg-)

1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

251,82 352,01 433,97 552,72 650,32 788,04 830,63 880,21 920,92 998,82 107,55

1.151,87 2.978,06 2.681,26 2.422,06 2.990,94 2.913,33 3.728,09 3.723,70 5.044,26

430 430 430 430 430 430 430 430 430 430 430 430 0 0

605,52 747,73

700 700 700 700

681,82 782,01 863,97 982,72 1.083,02 1.218,04 1.260,63 1.310,21 1.350,92 1.428,82 1.506,55 1.581,87 2.978,06 2.681,26 3.027,58 3.738,68 3.613,33 4.428,09 4.423,70 5.744,26

728.92 826,93 972,56 1.034,82 1.110,78 1.280,32 1.310,43 1.375,86 1.450,32 1.578,96 1.616,91 1.693,35 3.178,92 2.762,02 3.301,82 4.182,82 3.792,62 4.701,73 4.496,33 5.982,93

Sumber: Badan Urusan Logistik (2006)

Lampiran 3. Perkembangan volume impor, konsumsi gula, jumlah penduduk Indonesia dan konsumsi gula perkapita tahun 1986-2005.

Tahun Impor Gula (ton/ha)

Produksi Gula

(ton/ha)

Konsumsi Gula

(ton/tahun)

Jumlah Penduduk

(jiwa)

Konsumsi per kapita (kg/kapita/

tahun 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

2005

120.226 125.892 131.825 138.038 141.253 144.543 181.970 186.208 194.984 218.776 128.824 120.226

1.096.478 1.174.897 1.202.264 1.230.264 1.258.925 1.218.277 1.342.537

1.508.820

135.206 298.547 347.911 451.356 451.478 594.983 604.173 708.929 723.872 857.039

1.000.012 1.023.292 1.047.128 1.071.519 1.198.773 1.266.926 1.288.249 1.352.457 1.467.886 1.548.716

255.432 424.439 479.736 589.394 592.731 739.526 786.143 895.137 918.856

1.075.815 1.128.836 1.443.518 1.933.606 2.246.416 2.401.037 2.497.190 2.547.174 2.570.734 2.810.423 3.057.536

172.234.434 174.637.836 175.537.836 177.093.703 178.636.082 181.902.028 182.625.702 185.829.030 186.827.792 189.009.278 190.037.566 193.728.800 195.627.002 198.356.827 201.536.098 203.647.927 206.637.078 211.826.908 217.563.967 219.205.467

1,48 2,43 2,73 3,32 3,31 4,06 4,30 4,81 4,92 5,69 5,94 7,45 9,88

11,32 11,92 12,26 12,32 12,14 12,91 13,94

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Badan Pusat Stastistik (2006)

Lampiran 4. Jumlah rata-rata permintaan gula

impor (Y), harga gula pasir impor (X1), harga gula domestik (X2), dan produksi gula di Indonesia (X3).

Permintaan Gula Pasir Impor di Indonesia (kg/tahun)

Y

Harga Gula Impor

(Rp/kg-) X1

Harga Gula

Domestik (Rp /kg-)

X2

Produksi Gula di Indonesia (kg/ tahun-)

X3

120226000

681,82 728,92 135206000

125892000

782,01 826,93 298547000

131825000

863,97 972,56 347911000

138038000

982,72 1.034,82 451356000

141253000

1.080,32 1.110,78 451478000

144543000

1.218,04 1.280,32 594983000

181970000

1.260,63 1.310,43 604173000

186208000

1.310,21 1.375,86 708929000

194984000

1.350,92 1.450,32 723872000

218776000

1.428,82 1.578,96 857039000

128824000

1.506,55 1.616,91 1000012000

120226000

1.581,87 1.693,35 1023292000

1096478000

2.978,06 3.178,92 1047128000

1174897000

2.681,26 2.762,02 1071519000

1202264000

3.027,58 3.301,82 1198773000

1230264000

3.738,68 4.182,82 1266926000

1258925000

3.613,33 3.792,62 1288249000

1218257000

4.428,09 4.701,73 1352457000

1342537000

4.423,70 4.496,33 1467886000

1508816000

5.744,26 5.982,93 1548816000