148
DISERTASI SUPLEMENTASI KOMBINASI TEMPE M-2 DENGAN WORTEL (Daucus carrota) MENINGKATKAN HDL DAN ANTIOKSIDAN TOTAL, SERTA MENURUNKAN LDL, F2-ISOPROSTAN, DAN IL-6 PADA TIKUS WISTAR ATEROSKLEROSIS I GUSTI AYU ARI AGUNG PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013

Wortel (Agung)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ad

Citation preview

Page 1: Wortel (Agung)

DISERTASI

SUPLEMENTASI KOMBINASI TEMPE M-2

DENGAN WORTEL (Daucus carrota) MENINGKATKAN HDL

DAN ANTIOKSIDAN TOTAL, SERTA MENURUNKAN LDL,

F2-ISOPROSTAN, DAN IL-6 PADA TIKUS WISTAR

ATEROSKLEROSIS

I GUSTI AYU ARI AGUNG

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 2: Wortel (Agung)

DISERTASI

SUPLEMENTASI KOMBINASI TEMPE M-2

DENGAN WORTEL (Daucus carrota) MENINGKATKAN HDL

DAN ANTIOKSIDAN TOTAL, SERTA MENURUNKAN LDL,

F2-ISOPROSTAN, DAN IL-6 PADA TIKUS WISTAR

ATEROSKLEROSIS

I GUSTI AYU ARI AGUNG

NIM 0890271002

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 3: Wortel (Agung)

SUPLEMENTASI KOMBINASI TEMPE M-2

DENGAN WORTEL (Daucus carrota) MENINGKATKAN HDL

DAN ANTIOKSIDAN TOTAL, SERTA MENURUNKAN LDL,

F2-ISOPROSTAN, DAN IL-6 PADA TIKUS WISTAR

ATEROSKLEROSIS

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor

pada Program Doktor, Program Studi Ilmu Kedokteran,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I GUSTI AYU ARI AGUNG

NIM 0890271002

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 4: Wortel (Agung)

Lembar Pengesahan

DISERTASI INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL : 6 MEI 2013

Promotor

Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH., Ph.D

NIP. 194302151969021001

Kopromotor I, Kopromotor II,

Prof. drh. I Nyoman Mantik Astawa, Ph.D Prof. Dr.Ir. I Ketut Suter, MS

NIP. 196012311988031003 NIP. 195012311976021003

Mengetahui :

Ketua Program Doktor Direktur

Program Studi Ilmu Kedokteran Program Pascasarjana

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Universitas Udayana

Dr.dr.I Wayan Putu Sutirta Yasa,M.Si Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K)

NIP. 195705131986011001 NIP. 195902151985102001

Page 5: Wortel (Agung)

Disertasi Ini Telah Diuji pada Ujian Tertutup

Tanggal 6 Mei 2013

Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana Nomor : 0544/UN14.4/HK/2013

Ketua : Prof. Dr. drh. I Ketut Berata, M.Si

Anggota :

1. Prof.dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D

2. Prof. drh. I N. Mantik Astawa,Ph.D

3. Prof. Dr. Ir. I Ketut Suter, MS.

4. Prof. Dr. drh. Ida Bagus Arka, GDFT

.

5. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc.,Sp.And.

6. Prof. Dr. Ir. I Made Narka Tenaya, MS.

7. Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, SpS(K)

8. Prof. Dr.Dra. Putu Ristiati, M.Pd

Page 6: Wortel (Agung)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa

atas Asung Wara Nugraha-Nya/karunia-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan disertasi yang

berjudul ” Suplementasi Kombinasi Tempe M-2 dengan Wortel (Daucus carrota) Meningkatan

HDL dan Antioksidan Total, serta Menurunkan LDL, F2-Isoprostan, dan IL-6 pada Tikus Wistar

Aterosklerosis Tingkat Awal ".

Penulis telah mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak dalam

penyusunan disertasi ini, dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada

Prof.dr. N. T. Suryadhi MPH, Ph.D, sebagai pembimbing akademis dan promotor, Prof.drh. I N

Mantik Astawa,Ph.D, sebagai kopromotor I, dan Prof.Dr.Ir. I Ketut Suter, MS, sebagai

Kopromotor II yang dengan ketulusan hati telah membimbing, mengarahkan dan memberi

semangat selama penulis mengikuti program doktor, khususnya dalam penyelesaian disertasi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof.Dr.dr. I Made Bakta,SpPD

(KHOM), Rektor Universitas Udayana, dan Prof.Dr. Ida Bagus Gde Yudha Triguna, MS, Rektor

Universitas Hindu Indonesia atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk

mengikuti pendidikan Program Doktor di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga

penulis sampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang lama

Prof.Dr.Ir. Dewa Ngurah Suprapta, M.Sc. maupun Direktur Program Pascasarjana Universitas

Udayana yang baru Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K). atas kesempatan yang diberikan

kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Doktor ini, Prof.Dr. Made

Budiarsa, MA, sebagai Asisten Direktur I, Prof.Dr.Ir. I Ketut Budi Susrusa, MS sebagai Asisten

Direktur II, serta staf Administrasi Pascasarjana yang telah membantu urusan administrasi

selama mengikuti pendidikan Doktor pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Dr.dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si,

Ketua Program Doktor Program Studi Ilmu Kedokteran, dan kepada Dr.dr.I Dewa Made

Sukrama, M.Si,SpMK(K), Sekretaris Program Doktor Program Studi Ilmu Kedokteran atas

segala kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti program Doktor. Demikian

juga, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Prof.Dr.drh.Ida Bagus Arka, GDFT,

Prof.Dr.dr.J. Alex Pangkahila, M.Sc.,Sp.And., Prof.Dr.Ir.I Made Narka Tenaya, MS,

Prof.Dr.drh.I Ketut Berata, M.Si., Prof.Dr.Dra. Putu Ristiati, M.Pd. atas segala saran, perbaikan,

Page 7: Wortel (Agung)

arahan, dan bimbingannya selama menyelesaikan disertasi ini. Ucapan terimakasih penulis juga

sampaikan kepada para dosen Program S3 Ilmu Kedokteran Program Pascasarjana Universitas

Udayana atas segala ilmu yang diberikan untuk mendukung penyusunan disertasi ini. Pada

kesempatan ini penulis sampaikan terimakasih kepada teman mahasiswa program doktor

angkatan 2008, khususnya kepada dr. A.A. Ngurah Subawa, M.Si. dan Dr.Ir. Sri Wahyuni,

M.Kes. yang ikut memberi dorongan dan masukan dalam penyelesaian disertasi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik

Indonesia c.q. Menteri Pendidikan Nasional melalui Tim Managemen Program Doktor yang

telah memberikan bantuan finansial dalam bentuk BPPS sehingga meringankan beban penulis

dalam menyelesaikan studi ini.

Selanjutnya penulis sampaikan rasa hormat dan terimakasih yang tidak terhingga kepada

semua keluarga, khususnya kepada suami tercinta I Gusti Ngurah Bagus Suryawan, ST, S.Ag,

MM., serta anak-anak I Gusti Ayu Mahatma Agung, S.S dan I Gusti Ayu Mahadewi tersayang

atas segala dukungan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis selama mengikuti

program doktor. Semoga ananda bisa termotivasi untuk melanjutkan studi sampai ke jenjang

pendidikan tertinggi.

Semoga Ida Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa membalas dengan limpahan

berkat dan rahmatNya atas semua kebaikan yang diberikan kepada penulis.

Denpasar, 9 Mei 2013

Penulis

Page 8: Wortel (Agung)

ABSTRAK

SUPLEMENTASI KOMBINASI TEMPE M-2 DENGAN WORTEL

(Daucus carrota) MENINGKATKAN HDL DAN ANTIOKSIDAN TOTAL,

SERTA MENURUNKAN LDL, F2-ISOPROSTAN, DAN IL-6 PADA

TIKUS WISTAR ATEROSKLEROSIS

Kombinasi tempe M-2 dengan wortel merupakan kombinasi makanan (diet food

combining) yang sangat serasi, satu dengan yang lain saling bersinergi dalam meningkatkan

aktivitas zat-zat bioaktif yang dikandungnya, utamanya sama-sama merupakan sumber

antioksidan yang kuat, yang sangat berperan sebagai antiaterogenik.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui suplementasi kombinasi tempe M-2 dengan

wortel dapat meningkatkan kadar HDL dan Kapasitas Antioksidan Total (TAC) serta

menurunkan kadar LDL, F2-Isoprostan, dan IL-6. Sejauh ini belum ada laporan atau hasil

penelitian mengenai masalah ini sehingga masih sangat relevan untuk dikaji lebih lanjut.

Penelitian ini menggunakan rancangan The Randomized Post-test Only Control Group

Design, dan Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial, dengan variabel bebas berupa KN :

(pemberian pakan standar /pellet (50 g/kg bb/hari); KP : pemberian minyak babi : pellet (1:

9)(50 g/kg bb/hari); T : pemberian minyak babi : pellet (1: 9) (50 g/kg bb/hari) dengan tempe

M-2 (20 g/kg bb/hari) ; W : pemberian minyak babi : pellet (1: 9) (50 g/kg bb/hari) dengan

wortel (20 g/kg bb/hari) ; serta TW : pemberian minyak babi : pellet (1: 9) (50 g/kg bb/hari)

dengan tempe M-2 (20 g/kg bb/hari), dan wortel (20 gr/kg bb/hari). Variabel tergantung dalam

penelitian ini adalah TAC serum, HDL serum, LDL serum, F2-Isoprostan urine, dan IL-6 plasma.

Data dianalisis menggunakan uji F (Anova dua arah), yang dilanjutkan dengan uji LSD. Pada

penelitian ini juga melaksanakan penelitian deskritif dengan menguji histopatologi aorta dan pH

urine.

Rata-rata kadar HDL dan TAC tertinggi terdapat pada perlakuan TW, yaitu berturut-turut

sebesar 68,640 ± 0,50 mg/dL HDL, 1,454 ± 0,01 nM/mL TAC. Hasil ini menunjukkan

perbedaan yang sangat bermakna (p < 0,01) Interaksi perlakuan TW menunjukkan pengaruh

yang sangat bermakna (p < 0,01) pada semua parameter yang diamati kecuali pada HDL. Tempe

M-2 memberikan pengaruh meningkatkan kadar HDL dan TAC tikus lebih tinggi dibandingkan

pengaruh dari perlakuan wortel berturut-turut sebesar 27,48%, 59,56%. Rata-rata kadar LDL,

Page 9: Wortel (Agung)

F2-Isoprostan dan IL-6 terendah pada perlakuan TW yaitu berturut-turut sebesar 20,718 ± 1,33

mg/dL, 0,720 ± 0,065 ng/dL, dan 35,328 ± 1,000 pg/dL. Hasil ini menunjukkan perbedaan

sangat bermakna (p < 0,01) pada berbagai perlakuan, berarti kombinasi tempe M-2 dengan

wortel dapat menurunkan secara sangat bermakna (p < 0,01) kadar LDL, F2-Isoprostan dan IL-6.

Tempe M-2 memberikan pengaruh menurunkan F2-Isoprostan dan IL-6 lebih tinggi berturut-turut

sebesar 30,28%, 28,05% dari pada pengaruh dari wortel pada perlakuan TW. Wortel

menurunkan LDL lebih tinggi dari pada tempe M-2 yaitu sebesar 18,84% pada perlakuan TW.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suplementasi kombinasi tempe M-2 dengan

wortel meningkatkan kadar HDL dan kapasitas antioksidan total, serta menurunkan kadar LDL,

F2-Isoprostan dan IL-6. Kombinasi tempe M-2 dengan wortel memberikan pengaruh interaksi

terhadap kadar kapasitas antioksidan total, LDL, F2- Isoprostan, dan IL-6.

Suplementasi kombinasi tempe M-2 dengan wortel juga dapat menormalkan histopatologi aorta

dan pH urine.

Kata Kunci : Aterosklerosis, TAC, F2-Isoprostan, IL-6, dan Tempe M-2.

Page 10: Wortel (Agung)

ABSTRACT

SUPPLEMENTATION OF COMBINED TEMPEH M-2 WITH CARROT

(Daucus carrota) INCREASES HDL AND TOTAL ANTIOXIDANT,

DECREASES LDL, F2-ISOPROSTAN, AND IL-6

IN ATHEROSCLEROSIS OF WISTAR RATS

The combination of tempeh M-2 with carrots is a combination of food (food combining

diet) which is very harmonious, to improve the activity of bioactive substances they contain,

especially as a source of powerful antidispidemic, antioxidants and antiinflammation, which gets

as antiatherogenic .

The aim of the research is to show the effect of the combination of tempeh M-2 with

carrots supplementation can increase HDL levels and Total Antioxidant Capacity (TAC), and

reduce the level of LDL, F2-Isoprostan, and IL-6, as a biomarker of atherosclerosis extent. So far

there have been no reports or results of research on this issue therefore it is still very relevant for

further investigation.

This study was designed as the randomized post test only control group design, and

factorial completely randomized design, with independent variables such as KN (standard

feeding / pellets (50 g / kg bw / day), KP: pig lubrication: pellets (1: 9) (50 g / kg bw / day), T :

lubrication pig : pellets (1: 9) (50 g / kg bw / day), with tempeh M -2 (20 g / kg bw / day), W: pig

lubrication: pellets (1: 9) (50 g / kg bw / day), with carrots (20 g / kg bw / day), and TW: pig

lubrication: pellets (1: 9) (50 g / kg bw / day), with tempeh M-2 (20 g / kg bw / day), and carrots

(20 g / kg bw / day). Dependent variables in this study are serum TAC, serum HDL, serum

LDL, serum F2- Isoprostan, and plasma IL-6. Comparability of test used is the ANOVA,

followed by multiple t-test. Descriptive research was also conducted in this study in order to

find out the change of aortic histopathologic and urine pH.

The highest average levels of HDL, TAC contained on atherogenic feed and combination

treatment tempeh M-2 with carrots (TW), which respectively amounted 68.640 ± 0.50 mg /dL,

1.454 ± 0.01 nM / mL, and showed highly significant differences (p <0.01) in the various

treatments. TW treatment showed highly significant interaction effect (p<0.01) were observed

for all parameters except for HDL. Tempeh M-2 to give effect increases HDL and TAC higher,

respectively for 27.48%, 59.56% compared to the effect of the treatment carrots. Average levels

Page 11: Wortel (Agung)

of LDL, F2- Isoprostan and IL-6 lowest in the treatment with a combination of atherogenic feed,

tempeh M-2 with the carrot, which respectively amounted 20.718 ± 1.33 mg / dl, 0.720 ± 0.065

ng / dl, 35.328 ± 1.000 pg / dl, and showed highly significant differences (p<0.01) in the various

treatments, TW can decrease highly significantly (p<0.01) levels of LDL, F2-Isoprostan and IL-

6. Tempe M-2 lowering influence F2- Isoprostan and IL-6 higher respectively for 30.28%,

28.05% than carrots. Carrots show the influence of lowering LDL higher than tempeh M-2 that is

equal to 18.84%. The combination of tempeh M-2 with carrots showed a highly significant

interaction effect (p<0.01) in all biomarkers were observed, except in HDL levels. IL-6.

It can be concluded that supplementation with a combination of tempeh M-2 with carrots

can increase HDL and TAC, and can decrease LDL, F2-Isoprostan, and IL-6. The combination of

tempeh M-2 with carrots is interaction effect of increase the total antioxidant capacity, decrease

LDL, F2-Isoprostan, and IL-6. The aortic histopathologic and urine pH showed TW treatment

leads to changes of histopathologic structure from atheroschlerotic and acid pH to normal.

Key words : Atherosclerosis, TAC, F2-Isoprostan, IL-6, and Tempeh M-2

Page 12: Wortel (Agung)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM…………………………………………..……………….. i

PRASYARAT GELAR……………………………………….......................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………..………........... . iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI…………………………..……………… iv

UCAPAN TERIMAKASIH.............................................................................. v

ABSTRAK…………………………………………………..………………… vii

ABSTRACT……………………………………………………………..…….. ix

DAFTAR ISI...................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL……………………………………………………..………. xiv

DAFTAR GAMBAR………………………………………………….…….… xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG………………………………... xvi

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xvii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang ……….………………………………………....... 1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………… 4

1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………….. 5

1.4 Manfaat Penelitian………………………………………................ 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA…………………………………………….... 8

2.1 Kolesterol.......................................................................................... 8

2.2 Dislipidemia, LDL Teroksidasi, Inflamasi, dan Aterosklerosis........ 12

2.3 Radikal Bebas................................................................................... 16

2.4 F2 –Isoprostan ………….................................................................. 20

2.5 Interleukin-6 ...................................................….............…...…..... 23

2.6 Antioksidan .....………………………............……………............ 26

2.6.1 Kapasitas Antioksidan Total...........….................................... 31

2.6.2 Tempe M-2 sebagai Sumber Antioksidan……..……........... 33

2.6.3 Wortel sebagai Sumber Antioksidan…………….…............. 38

Page 13: Wortel (Agung)

2.7 Tempe M-2 sebagai Antiinflamasi………………..…….................. 43

2.8 Wortel sebagai Antiinflamasi...................................………...…...... 47

2.9 Kombinasi Tempe M-2 dengan Wortel….…….……...…………..... 49

2.10 Keunggulan Tempe Dibandingkan dengan Kedele.......................... 53

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS................ 58

3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................ 58

3.2 Konsep................................................................................................ 60

3.3 Hipotesis Penelitian............................................................................. 61

BAB IV METODE PENELITIAN.................................................................... 63

4.1 Rancangan Penelitian ....................................................................... 63

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................ 64

4.3 Populasi dan Sampel ..................................................................... 64

4.3.1 Populasi................................................................................... 64

4.3.2 Sampel.............................. ...................................................... 64

4.3.3 Besaran Sampel........................................................................ 65

4.4 Variabel............................................................................................... 65

4.4.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel........................................ 65

4.4.2 Definisi Operasional Variabel.................................................. 66

4.5 Bahan dan Alat Penelitian.................................................................. 68

4.5.1 Bahan Penelitian....................................................................... 68

4.5.2 Alat Penelitian.......................................................................... 68

4.6 Prosedur Penelitian............................................................................. 68

4.7 Analisis Statistika.............................................................................. 70

BAB V HASIL PENELITIAN……………………………………………..…. 71

5.1 Kadar HDL Serum dan TAC Serum Tikus Wistar………................. 71

5.1.1 Kadar HDL serum Tikus Wistar…………………………........ 71

5.1.2 Kadar Kapasitas Antioksidan Total Serum Tikus Wistar…...... 74

5.2 Kadar LDL, F2-Isoprostan, dan IL-6 Tikus Wistar…..…………...... 76

Page 14: Wortel (Agung)

5.2.1 Kadar LDL Tikus Wistar………………………...……….….. 76

5.2.2 Kadar F2-Isoprostan urine Tikus Wistar…………...………..... 79

5.2.3 Kadar IL-6 plasma Tikus Wistar……………………………... 82

5.3 Perubahan Struktur Histopatologi Jaringan Aorta Tikus Wistar 84

5.4 Pemeriksaan Kenormalan pH Urine Tikus Wistar………………….. 89

BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………………. 90

6.1 Subyek Penelitian …………………………………………………. 90

6.2 Kadar HDL Serum dan dan TAC Serum Tikus Wistar……….…….. 92

6.2.1 Kadar HDL Serum Tikus Wistar……………………………… 92

6.2.2 Kadar Kapasitas Antioksidan Total Serum Tikus Wistar……... 94

6.3 Kadar LDL Serum, F2-Isoprostan Urine, dan IL-6 plasma Tikus…… 95

6.3.1 Kadar LDL serum Tikus Wistar………………………………. 95

6.3.2 Kadar F2-Isoprostan urine Tikus Wistar………………………. 98

6.3.3 Kadar IL-6 plasma Tikus Wistar…………………………...…. 97

6.4 Perubahan Struktur Histopatologi jaringan Aorta pada Tikus Wistar 101

6.5 Pemeriksaan Kenormalan pH Urine Tikus Wistar………………….. 104

6.6 Keterbatasan Penelitian……………………………………………... 105

6.7 Temuan Baru …………………………………………………...…. 105

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……..…………………………………. 106

7.1 Simpulan……..…………………………………………………….. 106

7.2 Saran……...………………………………………………………… 107

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….………...… 108

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………....…… 124

Page 15: Wortel (Agung)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Komposisi LDL ….…................................................................................. 9

2.2 Substansi Aktif dalam Tempe..................................................................... 36

2.3 Komposisi Gizi per 100 gram Wortel.......................................................... 39

2.5 Kadar Beta Karoten pada Buah-buahan dan Sayuran................................ 42

5.1 Analisis Keragaman Kadar HDL serum Tikus Wistar..………………….. 73

5.2 Analisis Keragaman Kadar TAC serum Tikus Wistar.…………………… 75

5.3 Analisis Keragaman Kadar LDL serum Tikus Wistar …………………… 78

5.4 Analisis Keragaman Kadar F2-Isoprostan urine Tikus Wistar ...………... 80

5.5 Analisis Keragaman Kadar IL-6 plasma Tikus Wistar ………………….. 83

Page 16: Wortel (Agung)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Struktur LDL.............................................................................................. 9

2.2 Sintesis,Transpor,danEkskresiKolesterol .................................................. 10

2.3 Struktur HDL............................................................................................. 11

2.4 Rangkaian Hipotek Proses Selular dan Interaksi Selular pada

Aterosklerosis………………………………………………...………….. 13

2.5 Proses Aterosklerosis yang Dipicu oleh Jejas Endotel…………………… 15

2.6 Sumber Radikal Bebas Endogen dan Eksogen .......................................... 17

2.7 Mekanisme Pembentukan F2-Isoprostan dari PUFA Membran………....... 20

2.8 Mekanisme Pembentukan F2-Isoprostan (8-Iso-PGF2α) ……………..…. 21

2.9 Mekanisme Pemberian Elektron oleh Senyawa Antioksidan ..................... 26

2.10 Antioksidan dalam Sistem Pertahanan Tubuh .....................................….. 28

2.11 Biosintesis Faktor II .................................................................................. 34

3.1 Kerangka Konsep Penelitian....................................................................... 60

4.1 Rancangan Penelitian.................................................................................. 63

4.2 Bagan Alur Penelitian…………………………………………………….. 69

5.1 Kadar HDL Serum Tikus Wistar pada KN, KP, T, W, dan TW................. 72

5.2 Kadar TAC Serum Tikus Wistar pada KN, KP, T, W, dan TW.................. 74

5.3 Kadar LDL pada KN, KP, T, W, dan TW................................................... 77

5.4 Kadar F2-Isoprostan pada KN, KP, T, W , dan TW.................................... 80

5.5 Kadar IL-6 plasma pada KN, KP, T, W, dan TW....................................... 82

5.6 Perubahan Gambaran Struktur Hispatologi Aorta Tikus Wistar................. 85

5.7 Hispatologi Aorta Tikus dalam Proses Aterosklerosis dengan KP............. 86

5.8 Hispatologi Aorta Tikus dalam Proses Aterosklerosis dengan KN............ 87

5.9 Hispatologi Aorta Tikus dalam Proses Aterosklerosis dengan W.............. 88

5.10 Hispatologi Aorta Tikus dalam Proses Aterosklerosis dengan T............. 88

5.11 Hispatologi Aorta Tikus dalam proses aterosklerosis dengan TW............ 89

Page 17: Wortel (Agung)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Apo-B : Apolipoprotein-B

bb : berat badan

CRP : C-Reactive Protein

DNA : Deoxyribonucleic Acid

EDNO : Endotelium Derived Nitric Ocid

EIA : Enzyme Immuno Assay

EDTA : Enthylene Diamine Tetra Acetic Acid

eNOS : Enzim Nitric Oxida Synthase

Faktor II : 6, 7, 4 trihidoksil isoflavon

g : gram

HOCL : Radikal Hipoklorida

HDL : High Density Lipoprotein

iNOS : Inducible Nitric Oxide

LO : Lipoksgenase

Lp-PLA2 : Lipoprotein – Associated Phospholipase A2

NO : Nitric Oxida

OH : Radikal Hidroksil

ONOO : Peroksinitrit

ORAC : Oxygen Radical Absorption Capacity

Ox-LDL : Oxidatif Low Densitiy Lipoprotein

PGF2α : Prostaglandin F2α

PJK : Penyakit Jantung Koroner

PUFA : Polyunsaturated Fatty Acid

SOD : Superoksida Dismutase

SOR : Spesies Oksigen Reaktif

TAC : Total Antioxidant Capacity

Tempe M-2 : Dua Modifikasi pada Prafermentasi Tempe

TNF-α : Tumor Necrosis Factor α

VCAM : Vascular Cellular Adhesion Molecule

VLDL : Very Low Density Lipoprotein

Page 18: Wortel (Agung)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Persiapan Ruangan Pemeliharaan Tikus dan Pengawasan yang Dilakukan 130

2.1 Konversi Perhitungan Dosis untuk Beberapa Hewan dan Manusia............ 131

2.2 Konversi Dosis Hewan Percobaan Berdasarkan Body Surface Area.......... 131

3.1 Pemeriksaan Kadar HDL dan LDL............................................................ 131

3.2 Pemeriksaan Kadar TAC............................................................................ 132

3.3 Pemeriksaan Kadar F2-Isoprostan.............................................................. 133

3.4 Pemeriksaan Kadar IL-6............................................................................ 134

4. Pemeriksaan Histopatologi.......................................................................... 135

5.1 Analisis Statistik HDL .............................................................................. 138

5.2 Analisis Statistik TAC ................................................................................ 139

5.3 Analisis Statistik LDL................................................................................. 140

5.4 Analisis Statistik F2-Isoprostan.................................................................... 140

5.5 Analisis Statistik IL-6................................................................................... 140

6.1 Bahan dan Peralatan Pembuatan Tempe M-2............................................... 142

6.2 Tempe M-2.................................................................................................... 142

6.3 Wortel........................................................................................................... 143

7.1 Penempatan Tikus Wistar.............................................................................. 143

7.2 Pengambilan Urine Tikus Wistar.................................................................. 144

8 Surat Kelaikan Etik........................................................................................ 145

Page 19: Wortel (Agung)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kolesterol

Kolesterol ditemukan di dalam jaringan dan di dalam lipoprotein plasma, baik sebagai

kolesterol bebas maupun sebagai ester yaitu berikatan dengan asam lemak rantai panjang.

Peranan yang penting dari kolesterol dalam tubuh adalah :

(1) sebagai komponen dari struktur membran sel, dan

(2) prekursor dari semua steroid tubuh yaitu kortikosteroid, asam empedu, hormon adrenal dan

hormon kelamin (Freeman dan Junge, 2008 ; Murray et al., 2009 ).

Kebanyakan sel dalam tubuh dapat mensintesis kolesterol, walaupun sebagian besar

kolesterol disintesis dalam hati. VLDL yang mengandung kolesterol yang dibentuk dalam hati

dimetabolisme menjadi LDL. LDL kemudian masuk ke dalam sel jaringan ekstrahepatik dan

menyediakan kolesterol bagi sel-sel (Murray et al., 2009).

LDL adalah suatu fraksi lipoprotein pengangkut lipid, dengan apolipoprotein B di bagian

luarnya (Gambar 2.1). Bagian dalam fase lipid dari LDL tersusun dari ± 1500 molekul

kolesterol ester. Inti lipid terbungkus dalam lapisan fosfolipid dan molekul kolesterol bebas.

Molekul fosfolipid saling berdekatan, sehingga gugus hidrofilik berada di sebelah luar,

memungkinkan LDL larut dalam darah (Marinetti, 1990).

Sebagian besar asam lemak yang terikat pada LDL adalah asam lemak tak jenuh jamak

(PUFA/poly unsaturated fatty acid). PUFA sangat rentan terhadap oksidasi karena ikatan

rangkapnya, dan dilindungi dari serangan ROS oleh antioksidan. Antioksidan terbanyak dalam

LDL adalah α-tokoferol (Tabel 2.1). Antioksidan potensial lain seperti γ-tokoferol, ubikuinol-10

Page 20: Wortel (Agung)

dan β-karoten terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit (Marinetti, 1990; Devaraj dan Jialal,

1997).

Gambar 2.1

Struktur LDL (Anonimus, 2009).

Tabel 2.1

Komposisi LDL (Stocker, 1994).

Komponen Mol/Mol LDL

Protein

Apolipoprotein B100

Lipid

Fosfolipid

Fosfatidilkolin

Kolesterol bebas

Kolesterol ester

Trigliserida

Arakhidonat

Linoleat

Antioksidan

α-tokoferol

1

700

450

600

1600

180

95

800

6-12

Page 21: Wortel (Agung)

γ-tokoferol

Ubikuinol-10

Likopen

Beta karoten

0,5

0,5-0,8

0,2-0,7

0,1-0,4

Vesikel - vesikel yang mengandung LDL bergabung dengan lisosom, dan enzim-enzim

lisosom menghidrolisis ester-ester kolesterol yang terdapat pada inti LDL. Kolesterol bebas

yang terbentuk masuk sitoplasma, di mana sebagian dirubah menjadi ester-ester kolesterol

dalam alat Golgi, dan berdifusi ke dalam membran sel. Dari membran sel diambil oleh HDL.

Dalam plasma kolesterol tersebut diubah menjadi ester- ester kolesterol dan bergerak ke inti

HDL, meninggalkan permukaan lipoprotein bebas untuk menerima lebih banyak kolesterol. HDL

mentransport kolesterol kembali ke hati. Sebagian kolesterol ini bersiklus kembali ke dalam

VLDL, tetapi sebagian besar tampak masuk ke dalam empedu dan dieksresi dalam faeses

(Gambar 2.2).

Page 22: Wortel (Agung)

Gambar 2.2

Sintesis, Transpor, dan Ekskresi Kolesterol (Murray et al., 2009).

HDL pada dasarnya adalah kebalikan dari LDL, LDL mengandung banyak lemak, sedang

HDL mengandung banyak protein (Gambar 2.3). LDL mengantar kolesterrol ke seluruh tubuh,

sedang HDL bertindak sebagai vacuum cleaner, yang mengisap sebanyak mungkin kolesterol

berlebih, sehingga terrdapat hubungan terbalik antara kadar HDL dengan PJK. Ratio kolesterol

LDL : HDL merupakan parameter prediktif yang penting. Kadar HDL disebutkan rendah

apabila kurang dari 40 mg/dL, menyebabkan meningkatnya resiko PJK. Kadar HDL lebih tinggi

dari 60 mg/dL disebutkan dapat melindungi jantung. Kadar LDL 160 mg/dL disebutkan

termasuk kategori kadar kolesterol LDL tinggi ((Freeman dan Junge, 2008 ; Murray et al., 2009

).

Page 23: Wortel (Agung)

Gambar 2.3

Struktur HDL (Anonimus, 2009)

Kolesterol secara khas adalah produk metabolisme hewan dan karenanya terdapat di

makanan yang berasal dari hewan seperti kuning telur, daging, hati, dan otak (Freeman dan

Junge, 2008; Murray et al., 2009).

2.2 Dislipidemia, LDL Teroksidasi, Inflamasi dan Aterosklerosis.

Komplikasi kronis yang terbanyak adalah dislipidemia (67%). Dislipidemia adalah

kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan dalam plasma.

Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,

trigliserida, serta penurunan kadar kolesterol HDL (Hendromartono, 2009).

Page 24: Wortel (Agung)

Mekanisme bagaimana dislipidemia berperan pada aterogenesis adalah sebagai berikut :

(1) Dislipidemia kronis, terutama pada hiperkolesterol, dapat secara langsung mengganggu

fungsi sel endotel melalui peningkatan pembentukan radikal bebas oksigen yang

mendeaktivasi nitrat oksida, faktor utama pelemas endotel.

(2) Pada dislipidemia kronis terjadi penimbunan lipoprotein di dalam intima, di tempat

permeabilitas endotelnya meningkat.

(3) Perubahan kimiawi lemak yang dipicu oleh radikal bebas yang dihasilkan dalam makropag

atau sel endotel di dinding arteri, akan menghasilkan LDL teroksidasi (Kumar et al., 2007b).

Monosit dan makropag berperan penting dalam aterosklerosis, sel ini dapat :

(1) Melekat ke endotel pada awal pembentukan aterosklerosis melalui molekul perekat endotel

spesifik yang terbentuk di permukaan sel endotel disfungsional, (2) Bermigrasi di antara sel

endotel untuk masuk ke intima, (3) Berubah menjadi makropag dan dengan ”rakus” menelan

lipoprotein, terutama LDL teroksidasi, sehingga menjadi sel busa, (4) Menghasilkan IL-1 dan

faktor nekrosis tumor, yang meningkatkan perlekatan leukosit, (5) Menghasilkan kemokin

(misal, monocyte chemoattractant protein 1, dapat semakin merekrut leukosit ke

dalam plak, (6) Menghasilkan spesies oksigen toksik, yang menyebabkan oksidasi LDL di lesi,

dan (7) Mengeluarkan faktor pertumbuhan yang berperan dalam proliferasi sel otot polos, yang

mengendapkan matriks ekstrasel, mengubah bercak perlemakan menjadi ateroma dan berperan

menyebabkan pertumbuhan progresif lesi aterosklerotik. Diagram skematik rangkaian hipotetik

proses selular dan interaksi selular pada aterosklerosis digambarkan pada Gambar 2.4 di bawah

ini.

Page 25: Wortel (Agung)

Gambar 2.4

Rangkaian Hipotetik Proses Selular dan Interaksi Selular pada Aterosklerosis

(Kumar et al., 2007b)

Oksidasi LDL yang ekstensif tidak dikenali oleh reseptor LDL tapi sangat disukai oleh

reseptor di makrofag dan memicu akumulasi ester kolesterol yang cukup besar dan terbentuk sel

bergelembung (foam-cell). Oksidasi LDL memiliki beberapa efek biologi yang merugikan di

Page 26: Wortel (Agung)

antaranya pro-inflamasi, menyebabkan penghambatan sintesa oksida nitrit di endotel (eNOS),

memicu vasokonstriksi dan adesi, menstimulasi sitokin seperti Interleukin-1 (IL-1), dan

peningkatan agregasi platelet. Oksidasi LDL akan melahirkan produk seperti sitoktoksik dan bisa

memicu apoptosis. Oksidasi LDL juga bisa membalikkan efek koagulasi dengan menstimulasi

jaringan faktor dan sintesis plasminogen activator inhibitor-1. Properti aterogenik lain dari

oksidasi LDL adalah imunogensiti dan kemampuannya memicu retensi makrofag pada dinding

arteri dengan menghambat motilitas makrofag. Sebagai tambahan, LDL teroksidasi akan

menstimulasi proliferasi SMC vascular. Sehingga, penebalan intima (lapisan pembuluh darah

yang paling dalam) akan mengurangi lumen pembuluh darah dan akan berpotensi menyebabkan

hipertensi dan aterosklerosis (Miller et al., 2007).

Proses aterosklerosis sebagai respons terhadap hipotesis jejas endotel adalah sebagai

berikut: (1) Jejas endotel kronis, biasanya samar, yang menyebabkan disfungsi endotel,

menimbulkan peningkatan permeabilitas, perlekatan leukosit, dan kemungkinan thrombosis, (2)

Merembesnya lipoprotein kedalam dinding pembuluh, terutama LDL dengan kandungan

kolesterol yang tinggi, (3) Modifikasi lipoprotein di lesi oleh oksidasi, (4) Melekatnya monosit

darah (dan leukosit lain) ke endotel, diikuti oleh migrasi ke dalam intima dan transformasi

menjadi makrofag dan sel busa, (5) Melekatnya trombosit, (6) Pengeluaran faktor dari trombosit,

makrofag, atau sel vaskular yang menyebabkan migrasi sel otot polos dari media ke dalam

intima, (7) Proliferasi sel otot polos di intima, dan pengeluaran matriks ekstrasel sehingga terjadi

akumulasi kolagen dan proteoglikan, (8) Peningkatan penimbunan lemak di dalam sel (

makrofag dan sel otot polos ) dan luar sel (Kumar et al.) (Gambar 2.5).

Page 27: Wortel (Agung)

Gambar 2.5

Proses Aterosklerosis yang Dipicu oleh Jejas Endotel (Norma, 2005)

Page 28: Wortel (Agung)

2.3 Radikal Bebas.

Eberhardt (2001) dan Winarsi (2007) menyebutkan bahwa spesies oksigen reaktif ada dua

yaitu radikal dan non-radikal, dan secara garis besar dibedakan menjadi SOR, spesies nitrogen

reaktif, spesies klorida reaktif (Halliwell, 2002). Radikal oksigen meliputi : OH●, O2●, lipid

alkosil (LO●), hidroperoksil (OOH●) dan lipid peroksil (LOO●). Sedangkan derivat oksigen non

radikal atau sering disebut oksidan, adalah suatu atom, molekul atau senyawa yang merupakan

oxidizing agent atau mudah diubah menjadi radikal, meliputi H2O2, peroksida lipid (LOOH),

singlet oksigen (1O2). Spesies

nitrogen reaktif juga merupakan suatu kumpulan radikal nitrit oksida (NO●), nitrogen dioksida

(NO2●), dan atom atau senyawa non radikal seperti HNO2, N2O4 dan ONOO●. Demikian juga

halnya dengan spesies klorida reaktif, merupakan kumpulan senyawa radikal dan nonradikal

klorida. Dalam kaitannya dengan peroksidasi lipid membran, SORlah yang paling berperan.

Kemudian disebutkan pula oleh Eberhardt (2001) pengertian radikal bebas dan oksidan

yang sering dikaburkan, karena keduanya memiliki sifat-sifat yang mirip. Aktivitas kedua jenis

senyawa ini sering sama walaupun prosesnya berbeda. Oksidan adalah senyawa penerima

elektron (oxidizing agent), demikian juga halnya dengan radikal bebas. Hanya saja radikal bebas

memiliki elektron yang tidak berpasangan. Ditegaskan oleh Murray et al. (2009) radikal bebas

adalah molekul atau atom yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan

pada orbit luarnya. Konsekuensi berupa kecenderungannya memperoleh elektron dari substansi

lain menjadikan radikal bebas bersifat sangat reaktif, dan membentuk rantai reaksi yang sangat

merusak (Youngson, 2005).

Radikal bebas dalam tubuh dapat berasal dari dalam (endogen) atau dari luar tubuh

(eksogen). Secara endogen, radikal bebas terbentuk sebagai respon normal dari rantai peristiwa

Page 29: Wortel (Agung)

biokimia dalam tubuh, seperti reaksi redoks dengan reaksi fisik ikatan homolitik atau

pemindahan elektron. Radikal nitrogen dibentuk dari oksigenasi rantai terminal atom guanido-

nitrogen pada L-arginin yang dikatalisasi oleh enzim NOS (Droge, 2002). Secara eksogen,

radikal bebas diperoleh dari bermacam-macam sumber, antara lain polutan, makanan dan

minuman, radiasi, ozon, dan pestisida. Secara endogen radikal bebas dapat timbul melalui

beberapa macam mekanisme seperti auto-oksidasi, aktivitas oksidasi (misalnya siklo-oksigenase,

lipoksigenase, dehidrogenase dan peroksidase) dan sistem transpor elektron. Radikal bebas

diproduksi di dalam sel oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, peroksisom, endoplasmik

retikulum dan inti sel (Kumar et al., 2004), seperti terlihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6

Sumber Radikal Bebas Endogen dan Eksogen (Kumar et al., 2004)

Radikal bebas menyebabkan kerusakan atau kematian sel, hal ini terjadi karena radikal

bebas mengoksidasi dan menyerang komponen RNA, DNA, protein, lipoprotein, lipid membran

Page 30: Wortel (Agung)

sel (Milner, 2000; Winarsi, 2007). Dari radikal oksigen yang paling banyak diteliti yang

berkaitan dengan kerusakan sel tubuh adalah radikal superoksida, hidrogen peroksida, dan

radikal hidroksil (Droge, 2002). Mitokondria merupakan sumber kehidupan atau sebagai pemicu

kematian sel, oleh karena di mitokondria dapat dibentuk adenosin triphosphat (ATP), ataupun

radikal bebas oksigen/ Spesies Oksigen Reaktif (SOR).

Tidak selamanya senyawa oksigen reaktif yang terdapat di dalam tubuh itu merugikan.

Pada kondisi-kondisi tertentu keberadaannya sangat dibutuhkan, misalnya, untuk membunuh

bakteri yang masuk ke dalam tubuh, melawan radang dan mengatur tonus otot polos dalam

organ dan pembuluh darah. Oleh sebab itu, keberadaannya harus dikendalikan oleh sistem

antioksidan dalam tubuh (Winarsi, 2007).

Kerusakan oksidatif pada senyawa lipid terjadi ketika senyawa radikal bebas bereaksi

dengan senyawa PUFA (poly unsaturated fatty acids). Radikal bebas hidroksil (OH●)

merupakan radikal bebas oksigen yang sangat reaktif, dapat menyerang PUFA dari fosfolipid

membran antara lain seperti asam arakhidonat (Bast, 1991; Winarsi, 2007). Oksidasi lipid terjadi

melalui tiga tahapan, yaitu insiasi (pencetusan), propagasi (perambatan), dan tahap terminasi

(penghentian). Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut (Halliwell, 1994; Winarsi, 2007) :

Pertama, radikal hidroksil akan menarik atom H dari rantai PUFA, terbentuk radikal karbon :

Kedua, radikal karbon akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil :

H

- C - + X● - XH + -C●

Radikal karbon

Page 31: Wortel (Agung)

Ke tiga, radikal peroksil yang terbentuk akan menyerang PUFA berikutnya untuk membentuk

radikal karbon baru dan reaksi akan berlanjut terus, merupakan reaksi berantai :

Akibat akhir reaksi berantai ini adalah terputusnya rantai PUFA menjadi senyawa yang

bersifat toksik terhadap sel, antara lain menghasilkan aldehida seperti malondialdehida, 9-OH

nonenal, etanal, dan pentanal (Winarsi, 2007). Senyawa toksik tersebut menimbulkan gangguan

pada fluiditas membran, fungsi barier membran, dan inaktivasi enzim maupun reseptor-reseptor

yang tergantung pada membran fosfolipid (Halliwell, 1996). Akibat lainnya dari radikal bebas

terhadap LDL dalam sirkulasi atau fosfolipid membran adalah modifikasi oksidatif non

siklooksigenase dari asam arakhidonat yang menghasilkan F2–Isoprostan (Patrono, 1997;

McMichael, 2004; Nalsen et al., 2006).

O2●

- C● - + O2 - C -

Radikal peroksil

O2● H H2O

- C - + - C - - C - + - C●

Peroksida lipid

O2●

- C● - + O2 - C - , dan seterusnya

Page 32: Wortel (Agung)

2.4 F2-Isoprostan.

F2-Isoprostan adalah biomarker terbaik untuk status stres oksidatif dan peroksidasi lipid in

vivo, dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (Witztum, 1998; Morrow et al., 2002;

Montuschi et al., 2004), menggambarkan proses kalsifikasi pada arteri koroner (Gross et al,

2005). Pada orang sehat kadar dalam plasma 35 ± 6 pg/ml, dalam urin 1600 ± 600 pg/mg

kreatinin (Halliwell, 1997; Cadenas dan Packer, 2002).

F2-Isoprostan adalah suatu produk mirip prostaglandin yang dibentuk in vivo dari

peroksidasi non enzimatik asam arakhidonat oleh radikal bebas (McMichael, 2004; Yin et al.,

2005). Radikal bebas oksigen menstimuli metabolisme asam arakhidonat, yang akhirnya

terbentuk Isoprostan, mekanisme pembentukannya digambarkan pada Gambar 2.7 (Weber et al.,

1991; McMichael, 2004).

Gambar 2.7

Mekanisme Pembentukan Isoprostan dari PUFA Membran Sel

(Weber et al., 1991; McMichael, 2004)

Radikal bebas

Conjugated diene

Oksigen

Lipid hidroperoksida

Radikal peroksil bekerja

pada asam arakhidonat Radikal alkoksi

Isoprostan

Asam Arakhidonat

(PUFA membran sel)

Page 33: Wortel (Agung)

Pembentukan Isoprostan dimulai dari abstraksi atom hidrogen dari asam arakhidonat oleh

radikal bebas, menghasilkan delocalized pentadienyl carbon centered radical, selanjutnya

masuk oksigen dan menghasilkan radikal peroksil (Yin et al., 2005). Radikal peroksil

melanjutkan siklus dengan penambahan molekul oksigen membentuk produk intermedier

yaitu bicyclic endoperoxide (PPG-like). Produk intermedier ini kemudian direduksi menjadi F-

IsoPs. Berdasarkan lokasi pengambilan hidrogen dan penambahan oksigen ada empat IsoPs yang

berbeda (Gambar 2.8).

Gambar 2.8

Mekanisme Pembentukan F2-Isoprostan (8-Iso-PGF2α) (Patrono,1997)

Berdasarkan regio isomernya F2-Isoprostan dapat dibagi menjadi F2-, D2-, E2- dan J2-

Isoprostan serta cyclopentenone-A2-Isoprostan (Montuschi et al., 2004). Isoprostan dibentuk

Page 34: Wortel (Agung)

pada tempat yang mengalami kerusakan, kemudian diesterifikasi dalam fosfolipid dan kemudian

dilepaskan dalam bentuk bebas oleh aksi fosfolipase (Patrono, 1997; McMichael, 2004).

Isoprostan masuk ke dalam sirkulasi diikat oleh lipoprotein (Yin et al., 2005). F2-Isoprostan yang

terdeteksi pada bentuk esterifikasi nya dalam semua jaringan biologis normal, dan dalam

bentuk bebas dalam semua cairan biologis normal, mengindikasikan tingkat stres oksidatif

(Patrono, 1997; Morrow et al., 2002; McMichael, 2004; Montuschi et al., 2004).

Jaringan dan cairan tubuh termasuk urin mengandung sedikit F2-Isoprostan. Pada

keadaan stres oksidatif kadar Isoprostan meningkat (McMichael, 2004; Yin et al., 2005). Kadar

F2-Isoprostan lebih rendah pada subyek yang mengkonsumsi suplemen antioksidan, seperti

vitamin E, dan beta karoten. Pada penelitian tersebut menyimpulkan bahwa F2-Isoprostan

merupakan metabolit utama yang merupakan marker status stres oksidatif endogen yang paling

sensitif (Dorjgochoo et al., 2012).

Masalah yang timbul pada pemeriksaan Isoprostan adalah autooksidasi pada sampel yang

mengandung lipid saat pemeriksaan atau penyimpanan. Oleh karena darah banyak mengandung

asam arakhidonat, sehingga darah bukan media terbaik untuk pemeriksaan Isoprostan. Sampel

dari urin lebih baik, karena sedikit mengandung lemak. Banyak penelitian yang menganjurkan

pengukuran F2- Isoprostan urin sebagai petanda noninvasive peroksilipid dan merupakan petanda

paling baik untuk stres oksidatif in vivo, tetapi hasil ini juga dapat dirancu oleh Isoprostan yang

diproduksi oleh ginjal (Yin, 2005; Comporti, et al., 2008). Haliwell dan Lee (2010)

menyebutkan bahwa F2- Isoprostan cepat sekali dimetabolisme dan kemudian diekskresikan

melalui urin sehingga dapat memberikan hasil yang berbeda bila dilakukan pada waktu yang

berbeda, walaupun sampelnya sama. Selain sebagai petanda, Isoprostan dapat menyebabkan

Page 35: Wortel (Agung)

trauma oksidatif dan mempunyai fungsi biologik tertentu, yaitu Isoprostan merupakan

vasokonstriktor potensial pada ginjal, paru, jantung, otak dan plasenta (Walsh et al., 2000).

Metode pengukuran F2-Isoprostan sebagai marker stres oksidatif lebih menguntungkan

karena F2-Isoprostan secara kimia stabil, hasil spesifik dari peroksidasi, terbentuk in vivo,

terdeteksi pada jaringan dan cairan, naik secara substansial pada binatang dengan jejas oksidan,

tidak dipengaruhi oleh jumlah lemak dalam makanan dan sensitif terhadap dosis antioksidan

(Montuschi et al., 2004).

2.5 Interleukin-6 (IL-6).

Okopien et al. (2001) menyebutkan bahwa tingkat IL-6 secara signifikan lebih tinggi

pada pasien dengan dislipidemia. Diduga ada hubungan antara kadar IL-6 dengan dislipidemia,

karena IL-6 terlibat langsung dalam mekanisme aterogenesis (Yudkin et al., 1999; Dubinski dan

Zdrojewicz, 2007; Hong, 2007), dan ditemukan meningkat pada kejadian aterosklerosis

(Calabro et al., 2003). Omoigui (2007) menghipotesiskan bahwa IL-6 memediasi teroksidasinya

LDL menjadi ox-LDL.

Kajian terbaru menunjukkan bahwa IL-6 merupakan prediktor yang paling kuat PJK

(Cesari et al., 2003). Inflamasi mediasi IL-6 terlibat dalam gangguan yang berkaitan dengan

aterosklerosis (Omoigui, 2007). Omoigui (2007) menyebutkan bahwa IL-6 dapat dihambat

secara tidak langsung melalui pengaturan sintesa kolesterol endogen, dan isoflavon dapat

menekan terbentuknya IL-6.

Pada keadaan dislipidemia, peningkatan ion superoksida/SOR dapat menginduksi

pengeluaran TNF-α, IL-1, dan IL-6 (Fogarty dan Davey, 2005; Dimayuga et al., 2006). Pada

Page 36: Wortel (Agung)

beberapa studi dilaporkan bahwa IL-6 dapat dipakai marker untuk mendeteksi terjadinya proses

inflamasi secara dini (Harbarth et al., 2001).

Interleukin-6 adalah sitokin yg dihasilkan oleh beberapa tipe sel tubuh manusia,

termasuk activated mononuclear phagocytes, sel endotel, dan sel fibroblas (Abbas et al., 2009).

IL-6 untuk pertama kali di kloning tahun 1986, yang merupakan substrat glikoprotein dengan

BM 22-29 KD (Giannoudis at al., 2004). Gen IL-6 terdapat pada gen no 7. Bertumpang tindih

dengan aktivitas TNF-α, IL-1, dan IL-6 mempunyai efek yang sangat luas terhadap berbagai

macam sel target pada manusia (pleitrophy). Aktivitas IL-6 dikatakan bertumpang tindih

dengan aktivitas TNF-α dan IL-1 (reduancy), tetapi IL-6 mempunyai sifat-sifat tambahan lain

seperti menstimulasi hepatosit untuk menghasilkan protein fase akut, growth factor, dan fungsi

hematopoesis (These, 1998; Kresno, 2001).

Secara umum, IL-6 berhubungan dengan TNF-α dan IL-1 dimana ketiga sitokin tersebut

dapat saling berkoordinasi pengeluarannya dari monosit yang aktif. IL-1, TNF-α, dan IL-6 dapat

menginduksi pengeluaran sitokin lainnya. IL-1 dan TNF-α sebagai proximal cytokin dapat

menginduksi pengeluaran IL-6 (efek parakrin), tetapi sebaliknya IL-6 tidak dapat menginduksi

ekspresi IL-1 dan TNF-α (Kresno, 2001).

Seperti diketahui sebelumnya, produksi SOR atau stres oksidatif yang berlebihan pada

keadaan dislipidemia akan mengaktivasi faktor traskripsi TNF-β sehingga terjadi pelepasan

sitokin. Sitokin yang paling pertama terbentuk oleh makropag (proximal cytokin) adalah TNF-α

dan IL-1. Sitokin tersebut dengan efek otokrin dan parakrinnya akan memicu sel PMN yang lain

untuk menghasilkan mediator lainnya seperti IL-6, NO, kemokin, ICAM, VCAM, dan VEGF,

sehingga terjadi kaskade inflamasi yang kemudian menimbulkan gejala inflamasi sistemik

Page 37: Wortel (Agung)

(Dandona et al., 2001). Apabila keadaan ini tidak mendapat penanganan dengan baik akan

berkembang menjadi disfungsi multi organ (Kim et al., 2000).

Ox-LDL, radikal bebas dan kombinasinya diidentifikasi sebagai pemicu cedera dan

peradangan dengan peningkatan kelengketan dan aktifasi leukosit (terutama monosit) dan

platelet yang disertai dengan produksi sitokin (Cesari et al., 2003).

IL-6 merupakan sitokin yang diproduksi oleh makrofag, disebut dengan sitokin

proinflamasi, dan mempunyai efek lokal, yakni menginduksi molekul adhesin (ICAM) pada

endotel dan menarik neutrofil ke tempat cidera. Efek sistemik IL-6 diantaranya adalah : (1)

Merangsang sumsum tulang untuk mengerahkan neutrofil (jumlah meningkat), (2). Terhadap hati

adalah untuk memproduksi APP (Acute Phase Protein), CRP (C-Reactive Protein), MBP

(Myelin Basic Protein) dan SAP (Serum Amyloid Protein), (3). Pengaruh terhadap metabolisme

protein dan energi pada lemak dan otot, (4). Mengaktifkan fase awal respons imun spesifik

(Woods et al., 2000; Abbas et al., 2007; Karnen et al., 2009).

Makrofag yang aktif tercermin dengan adanya pelepasan beberapa sitokin proinflamasi

seperti IL-1, IL-6, IL-8, yang menginduksi sel hati melepaskan protein fase akut seperti C-

reactive protein (CRP) dan komplemen, sedangkan IL-8 berperan sebagai neutrofil chemotactic

factor (NCF) (Mashayekhi et al., 2005). Menurut Ismono (2004) kadar IL-6 di atas 50 pg/ml

menandakan adanya suatu proses inflamasi aktif.

Interleukin-6 merupakan sitokin pleiotropik dapat memberikan efek inflamasi dan

sekaligus anti-inflamasi. Adanya IL-6 adalah akibat rangsangan dari IL-1β. Di perifer, IL-1β

mengaktivasi reseptor IL-1 dalam endotel yang mengakibatkan diproduksinya IL-6 (Croston,

2000). IL-6 juga merupakan sitokin multifungsi yang dihasilkan oleh berbagai jenis sel (Michael

et al., 1997).

Page 38: Wortel (Agung)

Dalam studi in vitro menunjukkan bahwa stres oksidatif menghasilkan peningkatan

ekspresi dari faktor transkripsi proinflamasi (Fogarty et al., 2005). Ternyata ditemukan bahwa

proses inflamasi pada dinding pembuluh darah merupakan penyebab utama terjadi aterosklerosis,

dimulai dari penebalan dinding pembuluh darah, pembentukan ”plaque”, atherom, dan thrombus

(Alrasjid et al., 2002).

2.6 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat atau mencegah oksidasi substrat

dengan cara membersihkan (scavenger) atau memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh

radikal bebas (Eberhardt, 2001; Sies et al., 2005). Dalam pengertian kimia, senyawa-senyawa

antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan (Gambar 2.9).

Gambar 2.9

Mekanisme Pemberian Elektron oleh Senyawa Antioksidan dalam Netralisir Radikal

Bebas (Craig, 2005)

Page 39: Wortel (Agung)

Namun dalam arti biologis, pengertian antioksidan lebih luas yaitu merupakan senyawa

yang dapat meredam dampak negatif oksidan. Senyawa ini mencegah stres oksidatif

(Surjohudojo, 2000). Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi

bekembangnya reaksi oksidasi, dengan mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga

merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan

molekul yang sangat reaktif.

Antioksidan mempunyai fungsi penting pada sistem imun, karena sistem imun

menghasilkan radikal bebas. Jika tingkat radikal dalam sistem imun melewati tingkat normal,

akan memberikan pengaruh negatif pada sistem imun. Sebaliknya, antioksidan mempunyai

peran menangkap radikal bebas dalam sel, dan meningkatkan sistem imun (Salvayre et al.,

2006).

Sistem pertahanan ini mengatur produksi dan eliminasi oksidan dan sangat penting

dalam penanganan kerusakan yang terjadi selama proses stres oksidatif. Pertahanan melawan

senyawa oksigen reaktif (SOR) meliputi scavenger enzimatik dan antioksidan yang diperoleh

dari diet. Scavenger utama terlibat dalam inaktivasi dan terminasi radikal oksigen bebas adalah

SOD (Superoxide dismutase), katalase, dan sistem glutathion. SOD mengkatalis perubahan

superoksida (O2●) menjadi oksigen dan H2O2. Glutathion peroksidase merupakan enzim

antioksidan yang mengandung selenium (Se) pada sisi aktifnya. Kerja enzim ini mengubah

molekul hidrogen peroksida (yang dihasilkan SOD dalam sitosol dan mitokondria) dan berbagai

hidroksil serta lipid peroksida menjadi air. Glutathion peroksidase adalah enzim intraseluler

yang terdispersi dalam sitoplasma, namun aktivitasnya juga ditemukan dalam mitokondria (Ji,

1999)(Gambar 2.10).

Page 40: Wortel (Agung)

Menurut Patel et al. (2002) antioksidan pencegah radikal pada dasarnya ditujukan untuk

mencegah terbentuknya radikal hidroksil, oleh karena radikal inilah yang paling berbahaya.

Untuk membentuk radikal hidroksil, diperlukan tiga komponen yaitu logam transisi terutama Fe,

H2O2, dan O2. Oleh karena itu protein pengikat logam transisi seperti transferin dan feritin untuk

mengikat Fe dan seruloplasmin untuk mengikat Cu termasuk kategori antioksidan pencegah.

Seruloplasmin adalah suatu

Gambar 2.10

Antioksidan dalam Sistem Pertahanan Tubuh (Muchtadi, 2009).

Page 41: Wortel (Agung)

feroksidase yang dapat mengoksidasi Fe2+ yang sangat toksik menjadi Fe3+ yang kurang toksik.

Dengan demikian seruloplasmin merupakan antioksidan yang sangat kuat. Apabila radikal

hidroksil masih juga terbentuk, masih ada senyawa untuk meredamnya seperti glutation dan

sistein, sehingga tidak memberikan kesempatan untuk memulai reaksi berantai (Eberhardt,

2001). Glutation (GSH) adalah tripeptida yang tersusun atas asam amino glutamat, sistein dan

glisin. Glutation adalah kosubstrat bagi enzim glutation peroksidase. Glutation dapat bereaksi

dengan singlet oksigen, superoksida dan hidroksil, serta secara langsung dapat berperan sebagai

scavenger radikal bebas. Glutation juga menghilangkan atau meminimalkan pembentukan asil

peroksida dalam reaksi peroksidasi lipid sehingga struktur membran lebih stabil (Winarsi, 2007).

Senyawa Spesies Oksigen Reaktif (SOR) memberikan efek merusak bila keseimbangan

antara oksidan dan antioksidan terganggu. Produksi SOR merupakan bagian integral dari

metabolisme manusia. Karena tingginya potensi untuk merusak sistem biologis penting, SOR

kini telah memberatkan proses penuaan dan pada lebih dari 100 penyakit (Halliwell et al., 1992;

Morow dan Lemos, 2009).

Keseimbangan ini tergantung pada konsumsi pangan yang membawa asam-asam amino

esensial, serta zat-zat gizi lain yang diperlukan untuk sintesis berbagai kofaktor seperti misalnya

glutation tereduksi, antioksidan dan oligoelemen (Cu, Zn, dan Se) yang merupakan kofaktor

enzim-enzim yang dapat mendegradasi senyawa-senyawa SOR serta vitamin-vitamin antioksidan

(vitamin A, C, E, dan B2). Jadi, walaupun di dalam tubuh selalu terbentuk oksigen reaktif dan

senyawa peroksida tetapi tubuh juga mampu membuangnya dengan mengubahnya menjadi air

melalui reaksi yang melibatkan enzim yang mengandung cuprum, ferrum, zinkum atau selenium.

Salah satu contohnya adalah peroksidase glutation dalam mikrosom sel hati. Tubuh juga mampu

Page 42: Wortel (Agung)

mencegah terjadinya kerusakan sel akibat stres oksidatif melalui pemanfaatan seyawa

antioksidan.

Uji coba antioksidan terhadap efek vascular untuk tujuan sebagai berikut (Youngson,

2005) :

(1) Mengurangi sitotoksitas Ox-LDL.

Ox-LDL mempunyai sifat sitotoksik karena dapat menyebabkan nekrosis endotel dan

makrofag. Enzim proteolik seperti matriks metalloproteinase yang dilepaskan makrofag

dapat menurunkan integritas struktur fibrous cap yang melapisi lesi aterosklerosis, diikuti

lesi/plak vaskular tidak stabil dan mudah ruptur. Antioksidan mempunyai peranan untuk

meningkatkan stabilitas plak aterosklerosis dan mencegah trombosis.

(2) Mencegah inaktivasi nitritoksida (NO) pada sel endotel.

Endothelium-derived NO (EDNO) merupakan molekul kunci untuk regulasi tonus vaskular

dan homeostatis. EDNO mempunyai peranan yang luas, antara lain : (a) regulasi tonus

vaskular terutarna vasodilator, (b) aktivitas antiaterogenik yang poten termasuk inhibisi

proliferasi VSMC, agregasi platelet dan interaksi lekosit-endotel. EDNO disintesis dari L-

arginine oleh enzim NADPH-dependent NO synthase (NOS) baik isoform yang konstitutif

maupun yang dapat diinduksi. Ox-LDL dapat

menghambat sintesis dan pelepasan EDNO dan juga langsung inaktivasi EDNO. Radikal

anion peroksida (O2●) dapat berinteraksi diikuti tidak berperannya fungsi EDNO.

Tingginya aktifitas enzim SOD akan tergambarkan oleh rendahnya produk oksidasi lipid

(Zakaria et al., 2000; Winarsi, 2004a). Sebagai metaloenzim, aktivitas SOD tergantung adanya

logam Cu, Zn, dan Mn. Beberapa peneliti melaporkan peran logam-logam tersebut terhadap

aktivitas SOD. Diantaranya adalah Davis et al. (2000) yang menyatakan bahwa pada wanita

Page 43: Wortel (Agung)

yang mengalami defisiensi Cu, aktivitas SOD ekstraseluler meningkat ketika dalam dietnya

disuplementasi dengan Zn. Sementara, Marklund (1982) berpendapat bahwa aktivitas SOD

ekstrseluler pada wanita dengan kadar Cu tinggi menjadi makin tinggi ketika dietnya

disuplementasi dengan Zn kadar tinggi. Dan aktivitas SOD ekstraseluler pada wanita

postmenopause berusia 65 tahun juga meningkat setelah mendapat suplementasi Zn sebanyak 50

mg/hari selama 90 hari (Davis et al., 2000).

2.6.1 Kapasitas Antioksidan Total (TAC)

Pengukuran TAC pada beberapa tahun belakangan ini semakin intensif diteliti, menjadi

sangat penting karena hampir 77% berhubungan dengan fisiologi dan patologi yang selalu

dihubungkan dengan spesies oksigen reaktif dan spesies nitrogen reaktif. Kombinasi

antioksidan dapat menetralkan pengaruh SOR/SNR. Diperkirakan aktivitasnya berperan penting

dalam siklus perlindungan pada beberapa penyakit seperti aterosklerosis, cardiovaskular, saraf

dan kanker (Johnson, 2002; Trumbeckaite, 2006). TAC serum mempunyai hubungan positif

terhadap keparahan berbagai penyakit (Chuang et al., 2006).

Pengukuran TAC adalah pengukuran stres oksidatif yang akurat, dalam masalah peran

radikal bebas pada sistem biologi penyakit. Sejumlah test telah didiskripsikan untuk pengukuran

berbagai kerusakan radikal bebas atau status antioksidan, teknik yang tersedia kebanyakan

membuktikan fakta bahwa tidak ada metode yang ideal tersedia (Young, 2003).

Konsep sebuah tes yang mungkin mencerminkan TAC adalah salah satu yang

digambarkan di bawah ini (Koracevic et al., 2001):

(1) TAC rendah dapat menunjukkan stres oksidatif atau peningkatan kerentanan terhadap

kerusakan oksidatif.

Page 44: Wortel (Agung)

(2) Parameter Penangkapan Total Radikal (TRAP Assay), berdasarkan generasi radikal peroxyl,

sebanding dengan TAC, standar untuk vitamin larut dalam air. TRAP Assay rumit, dengan

sampel terbatas. Paradoksnya TAC Assay tidak mengukur kapasitas total antioksidan.

(3) Pada umumnya TAC berkurang dalam kondisi yang terkait dengan stres oksidatif.

(4) Cairan biologi penyumbang utama pengujian adalah asam urat, lebih besar dari 50 %

dari total aktivitas antioksidan, mengakibatkan kesan menyimpang dari aktivitas total

antioksidan.

(5) Pada pasien gagal ginjal, seringkali TAC meningkat.

Studi lebih lanjut menggunakan pengujian TAC dilaporkan bermanfaat menjadi nilai tes

prediktif akan menjadi lebih jelas. Pendekatan yang lebih baik adalah dengan menggunakan

berbagai pengukuran antioksidan dan kerusakan oksidatif, dengan TAC digunakan sebagai salah

satu dari tes ini (Young, 2003).

Analisis utama pada ” Bleaching Crocin”, dengan tujuan pengukuran TAC, dapat

menentukan kontribusi substansi TAC eksogen (Kampa et al., 2002). Di lain pihak,

kemungkinan intervensi dari antioksidan endogen dan eksogen dapat dievaluasi dan dites pada

keadaan fisiologi dan patologi. TAC assay, otomatis penuh, stabil dan tepat, seperti dalam

mengevaluasi kapasitas antioksidan plasma, dan kegunaan berbagai makanan dan minuman,

dengan kegunaan yang pasti pada kesehatan masyarakat, dapat dievaluasi. Pengukuran TAC

dalam plasma pada sumber-sumber tipe oksidasi yang berbeda, target dan pengukuran digunakan

untuk mendeteksi produk-produk oksidasi. Perkembangan metode Crocin Assay, menjadi

ekonomi dan sensitif untuk pengukuran TAC plasma, disamping untuk ekstrak tanaman dan

campuran alami (Chatterjee et al., 2005). Mudah, mantap, tepat, sensitif, murah, otomatis penuh

dapat diberikan oleh pengukuran TAC (Crossin Assay)(Ozcan, 2003).

Page 45: Wortel (Agung)

Beberapa metode telah dikembangkan untuk menilai Antioksidan Total serum atau

plasma manusia, karena kesulitan dalam mengukur secara terpisah masing-masing komponen

antioksidan dan interaksi antara berbagai komponen antioksidan dalam serum atau plasma,

diantaranya adalah Oxygen Radical Absorption Capacity (ORAC) Assay, Randox-TEAC Assay,

FRAP assay. Di antara ketiga metode ini ternyata ORAC assay memiliki kekhususan tinggi dan

merespon berbagai antioksidan (Cao dan Prior, 2009). Metode yang relatif sederhana, sensitif

dan akurat untuk mengukur kapasitass absorban radikal oksigen (ORAC) dari total antioksidan

dalam jaringan, tetapi gagal menunjukan kontribusi beta karoten yang signifikan pada TAC

dalam darah (Sergio dan Russell, 1999).

Beta karoten dan Isoflavon termasuk kelompok antioksidan non-enzimatis atau disebut

juga antioksidan sekunder, karena dapat diperoleh dari asupan bahan makanan. Senyawa-

senyawa ini berfungsi menangkap senyawa oksidan serta mencegah terjadinya reaksi berantai.

Senyawa-senyawa tersebut tidak kalah penting perannya dalam menginduksi status antioksidan

tubuh (Winarsi, et al., 2003). Isoflavon tempe dan beta karoten dapat meningkatkan aktivitas

katalase. Isoflavon dan selenium mempengaruhi aktivitas enzim glutation peroksidase (Winarsi,

2007). Diet rendah beta karoten, tetapi cukup dalam semua zat gizi lain menghasilkan tanda-

tanda berkurangnya Total Antioksidan darah (Omaye et al., 1997). Suplemen pada diet

harian dengan 90 mg beta karoten telah menunjukkan peningkatan TAC plasma (Sergio dan

Russell, 1999).

Relevansi TAC sebagai alat baru untuk menyelidiki hubungan antara diet antioksidan dan

stres oksidatif patologi, menunjukkan korelasi terbalik antara diet TAC dengan resiko PJK dan

kangker. TAC dianjurkan diperhatikan sebagai keterangan dari diet (Serafini et al., 2002).

Page 46: Wortel (Agung)

2.6.2 Tempe M-2 sebagai Sumber Antioksidan.

Tempe dapat berfungsi sebagai antioksidan, hal ini disebabkan adanya isoflavonoid yaitu

metabolit sekunder yang terdiri dari 19 kelompok senyawa aglikon (berada dalam keadaan

bebas atau tidak terikat dengan senyawa yang lain) dan enam kelompok glikosida (berikatan

dengan senyawa yang lain). Unsur utama penyusun isoflavonoid adalah sama yaitu 15 atom

Carbon dengan susunan sebagai C6-C3-C6.

King (2002) dan Soobrattee et al. (2005) melaporkan bahwa dalam kedelai terdapat tiga

jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis

isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan Faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang

mempunyai sifat antioksidan paling kuat. Antioksidan ini disintesis selama proses pembuatan

tempe. Faktor II yang hanya terdapat dalam tempe, terbukti diproduksi oleh bakteri Micrococcus

luteus, Microbacterium arborescens dan Brevibacterium epidermis (Papendorf dan Barz, 1991).

Proses pembentukan Faktor II dapat terjadi melalui dua reaksi yaitu (1) melalui demetilasi

glisitein oleh bakteri Micrococcus luteus dan Brevibacterium epidermis, dan (2) melalui

hidroksilasi daidzein oleh bakteri Microbacterium arborescens (Gambar 2.11).

Page 47: Wortel (Agung)

Gambar 2.11

Biosintesa Faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) (Papendrof dan Barz, 1991)

Terdapat tiga struktur penting isoflavon yang menentukan kekuatan aktivitas

antioksidannya. Pertama, gugus–OH ganda, ke dua, gugus C=O pada posisi C4, ke tiga, gugus –

OH pada posisi C2 atau C3 (Tharn, 1998). Fungsi sistem gugus demikian memungkinkan

terbentuknya kompleks dengan ion logam. Kemampuan antiperoksidasi isoflavon dengan cara

membersihkan radikal bebas dan membentuk kompleks dengan ion logam (ion besi atau

tembaga), sehingga menghambat ion besi atau tembaga dalam mengkatalis reaksi oksidasi,

karena ion besi menginduksi pembentukan radikal bebas OH● (Reaksi Fenton) (Morel, 1993;

Winarsi, 2007).

Genistin merupakan isoflavon yang terdapat dalam tempe yang diyakini dapat

menghambat kerja enzim-enzim yang memacu perkembangan dan perpindahan sel-sel, sehingga

Page 48: Wortel (Agung)

genistin dapat mencegah perkembangan sel-sel yang membentuk sel-sel yang membentuk plak

dalam pembuluh arteri (Mindell, 2008).

Senyawa flavonoid dapat menggantikan vitamin E. Aktivitas antioksidan flavonoid

tergantung pada struktur molekulnya, terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2. Dalam

penelitian menunjukkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk pencegahan atau

terapi terhadap penyakit yang berhubungan dengan radikal bebas (Sofia, 2005).

Tempe M-2 merupakan bahan makanan yang mengandung isoflavon , yaitu zat aktif

yang mempunyai struktur dan fungsi mirip estrogen yang dikenal dengan fitoestrogen.

Mengkonsumsi tempe yang mengandung isoflavon secara kontinyu dipercaya dapat membantu

menurunkan kadar kolesterol sehingga meminimalisir terjadinya penyakit jantung akibat

terhambatnya pembentukan plak atheroma pada pembuluh darah (Rahmad, 2009).

Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat

ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk

(polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya. Dalam proses itu asam palmitat dan

asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan

linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek

penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol

di dalam tubuh. Disamping itu senyawa lain yang banyak disebut-sebut berefek menurunkan

kandungan kolesterol LDL adalah asam-asam lemak tidak jenuh seperti khususnya asam

linolenat (Omega-3), begitu juga kandungan asam oleat, linoleat, dan asam arakhidonat (Johan,

2005; Campbell, 2006). Substansi aktif terkandung dalam tempe yang bermanfaat sebagai obat

disebutkan dalam Tabel 2.2 di bawah ini.

Page 49: Wortel (Agung)

Tabel 2.2

Substansi Aktif dalam Tempe

No Substansi Aktif Potensi/Fungsi

1. Isoflavon : daidzein, genistein, glisitein,

Faktor II

Antioksidan, Antihemolitik, Anti

fungi, Anti kanker

2. Asam lemak tidak jenuh jamak : Asam

oleat, Asam linoleat, Asam linolenat

Antioksidan, Hipokolesterolemik,

Antiinflamasi

3. Vitamin larut lemak : Vitamin E (α-

tokoferol) dan beta karoten

Antioksidan, Antihemolitik,

Metabolisme, Melindungi sel.

4. Senyawa anti bakteri Menghambat pertumbuhan bakteri

5. Ergosterol Hipokolesterolemik,pro-vitamin D

6. Fitoestrogen Hipokolesterolemik,Antiinflamasi

7. Vitamin B kompleks : Tiamin, Riboflavin,

Niasin, Asam pantotenat,

Sianokobalamin, dan Folat

Hipokolesterolemik,

Antiinflamasi, Metabolisme(ko-

enzim)

8. Enzim : Protease, Lipase, Amilase,

Glikosidase, dan Superoksida dismutase

Metabolisme/hidrolisis

9. Hormon Tiroksin, Pankreas Hipokolesterolemik

Sumber : Hendromartono (1997); Pawiroharsono (1997); Winarsi (2007); Mindell (2008)

Kemudian disebutkan pula bahwa mineral mikro yang dibutuhkan untuk pertahanan

tubuh dalam menanggulangi radikal bebas ialah zat besi, tembaga dan seng. Ketiga mineral ini

terdapat dalam tempe yaitu : zat besi 9,39 mg; tembaga 2,87 mg; dan seng 8,05 mg setiap 100 g

tempe. Tembaga yang terdapat di dalam fraksi sinositol umumnya berada dalam bentuk ensim

superoksida dismutase, ataupun tembaga terikat oleh metallothienin. Sedangkan tembaga yang

terdapat di dalam fraksi mitokondria pada umumnya dalam bentuk sitokrom oksidase, urikase

dan superoksida dismutase. Zn, Cu, dan isoflavon terkandung dalam konsentrasi cukup tinggi

dalam tempe (Ridwan, 1997), berarti tempe dapat meningkatkan aktivitas antioksidan enzimatis.

Page 50: Wortel (Agung)

Ditegaskan oleh Campbell (2006) bahwa tempe merupakan sumber mineral mikro seperti

selenium, tembaga, seng, dan kromium.

Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial (Ridwan, 1997). Menurut

Yuniastuti (2008) vitamin B2 termasuk antioksidan. Tempe juga mengandung alfa dan gamma

tokoferol, alfa tokoferol merupakan antioksidan pemutus rantai yang bersifat lipofilik dan

dapat bereaksi dengan radikal peroksida lemak sehingga terjadi hambatan oksidasi asam lemak

tidak jenuh terutama asam arakhidonat (Bhagavan, 2002).

Senyawa antioksidan Faktor II (6,7,4 trihidroksi isoflavon) mampu mengikat zat besi

sehingga mencegah besi dalam mengkatalis reaksi oksidasi. Dalam penelitian lanjutan

ditunjukkan bahwa rendahnya kadar peroksidasi lemak yang ditunjukkan oleh kadar

melondialdehide (MDA) dalam darah tikus yang diberi pakan tempe, yang mana mampu

menghambat proses oksidasi lemak dan mencegah kerusakan sel. Seperti halnya vitamin C, E,

dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk

menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas (Ridwan ,1997). Alrasyid (2007)

menyebutkan bahwa isoflavon genistein yang terdapat dalam tempe telah terbukti sebagai

penghambat tirosin kinase yang kuat, adalah enzim yang berperan pada pembentukan trombin

serta gangguan yang ditimbulkannya. Analisis molekular dari isoflavon genistein kedelai

ternyata memperlihatkan struktur yang mirip dengan 17 β-estradiol., mendukung mekanisme

kerja substansi ini dalam perbaikan profil lipid plasma (Kim et al., 2000). Genistein (17 β-

estradiol eksogen) secara tidak langsung mempengaruhi lipolisis dengan memacu lipolytic

enzyme hormone-sensitive lipase atau dengan meningkatkan efek lipolitik dari epinefrin

(Cooke et al., 2004).

Page 51: Wortel (Agung)

2.6.3 Wortel sebagai Sumber Antioksidan.

Wortel merupakan tanaman sayuran umbi yang kaya antioksidan beta karoten yang

merupakan perkursor vitamin A, serta mengandung cukup banyak tiamin dan riboflavin (Asgar

dan Musaddad, 2006). Wortel mentah atau dimasak merupakan sumber kalium, beta karoten,

dan vitamin C. Beta karoten dan vitamin C pada wortel berkhasiat sebagai antioksidan, yang

melindungi kolesterol LDL dari proses oksidasi. Oksidasi kolesterol LDL menghasilkan radikal

bebas, penyebab timbulnya berbagai penyakit degeneratif (Wirakusumah, 1997).

Suatu studi yang melibatkan 90.000 orang wanita, menunjukkan bahwa mereka yang

mengkonsumsi beta karoten lebih dari 11.000 IU per hari mempunyai resiko mengindap penyakit

jantung 22% lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang mengkonsumsi hanya 3.800 IU

per hari. Studi ini juga menunjukkan bahwa mereka yang mengkonsumsi wortel sedikitnya

lima umbi per minggu, mempunyai resiko terkena stroke 68% lebih rendah dibandingkan dengan

mereka yang tidak mengkonsumsi wortel. Aliansi Penelitian Penuaan (the Alliance of Aging

Research) menyarankan agar orang dewasa mengkonsumsi beta karoten sebanyak 10 mg (17.000

IU) sampai 30 mg (50.000 IU) per hari. Satu cangkir jus wortel mengandung sekitar 24 mg

beta karoten, sedangkan satu umbi ubi jalar merah mengandung sekitar 10 mg beta karoten.

Pemasakan dengan panas yang berlebihan menghancurkan beta karoten (Muchtadi, 2009).

Komposisi gizi yang terkadung di dalam wortel disebutkan dalam Tabel 2.3. di bawah ini.

Page 52: Wortel (Agung)

Tabel 2.3

Komposisi gizi per 100 g Wortel BDD

Kandungan Gizi Jumlah

Energi (kkal)

Protein (g)

Lemak (g)

Karbohidrat (g)

Kalsium (mg)

Fosfor (mg)

Besi (mg)

Kalium (mg)

Sodium (mg)

Beta Karoten (mg)

Vitamin A (mg)

Vitamin B1 (mg)

Vitamin B2 (mg)

Niasin (mg)

Vitamin C (mg)

Serat pangan (g)

Abu (g)

Air (g)

36

1

0,6

7,9

45

74

1

0,30

0,03

21,6

9,77

0,05

0,04

0,53

18

1

0,6

89,9

Sumber : Adams (1975) dan Wirakusumah (1995)

Konsumsi beta karoten yang berasal dari sumber tanaman bersifat aman dan tidak akan

memberikan efek toksik sampai 100.000 IU per hari. Lain halnya beta karoten sintetis berlebihan

mempunyai resiko potensial sebagai prooksidan (Linder, 1992; Patrick, 2000; Muchtadi, 2009;

Sunita, 2009).

Beta karoten sebagai antioksidan berperan dalam meredam singlet oxygen dan mencegah

peroksidasi lipid, efeknya menyerupai efek vitamin E dan vitamin C dalam melindungi DNA

dan membran dari serangan oksidatif endogenus (Sikka, 1996; Roche ,2000; Robbins et al.,

2004; Murray et al., 2009). Beta karoten sebagai antioksidan berperan mencegah reaksi

berantai yang ditimbulkan radikal hidroksil yang merupakan suatu SOR yang paling reaktif

sehingga dapat mencegah terputusnya rantai asam lemak pada membran dan mencegah

Page 53: Wortel (Agung)

pembentukan ikatan disulfida (-S-S-) pada protein/enzim sehingga tidak kehilangan aktivitas

biologisnya yang berhubungan dengan pembentukan energi (Mayes, 2002).

Beta karoten adalah suatu antioksidan pemutus rantai, bersifat lipofilik sehingga berperan

pada membran sel untuk mencegah peroksidasi lipid. Beta karoten adalah senyawa yang dapat

memberikan elektron (electron donor) kepada radikal bebas atau oksidan sehingga senyawa

radikal stabil (Mayes, 2002). Beta karoten disebutkan sebagai antioksidan yang sangat baik,

karena kemampuannya untuk memadamkan singlet oxygen dan scavenger radikal peroksil

(Osterlie dan Lerfall, 2005).

Beta karoten merupakan antioksidan yang paling efisien untuk inaktivasi singlet oxygen

dalam sistem biologis. Potensi beta karoten untuk menangkap oksigen singlet diduga melalui

ikatan rangkap yang berjumlah sembilan pada rantai karbonnya. Kecepatan penghilangan

singlet oxygen oleh karotenoid tergantung pada jumlah ikatan rangkap terkonyugasi dan pada

jenis dan jumlah grup fungsional struktur cincin molekul karotenoid. Untuk dapat bertindak

sebagai penghilang singlet oxygen yang efektif, paling sedikit harus terdapat tujuh ikatan

terkonyugasi, dan makin efektif bila jumlah ikatan terkonyugasi semakin banyak. Mekanisme

inaktivasi singlet oxygen oleh karotenoid adalah secara fisik tanpa menghasilkan produk

teroksidasi. Beta karoten mendonorkan elektron kepada radikal bebas, dan menjadi kation

radikal beta karoten, seperti reaksi di bawah ini :

1O2 + 1Beta karoten 3O2 + 3Beta karoten

Aktivitas antioksidan beta karoten meningkat pada kosentrasi oksigen rendah (Paloza et

al., 1997). Bukan hanya konsentrasi oksigen tetapi juga konsentrasi karotenoid memainkan

peranan penting dalam menentukan sifat karoten apakah sebagai antioksidan atau sebagai

Page 54: Wortel (Agung)

prooksidan. Kosentrasi beta karoten tinggi, beta karoten sebagai prooksidan, tetapi bisa

dimodifikasi oleh interaksi dengan nutrisi lainnya (Gaziano et al., 1995). Dengan menggunakan

studi in vitro, menunjukkan bahwa efek prooksidan beta karoten benar-benar dicegah dengan

penambahan tokoferol (Paloza, 1995).

Relatif tingginya potensial reduksi 1-elektron radikal kation beta karoten (1060 mV),

dapat menjelaskan sifat prooksidan beta karoten. Beta karoten tidak dapat secara efektif

mendonorkan atom hidrogen kepada radikal peroksil yang mempunyai potensial reduksi 1-

elektron standar yang serupa (1000 mV), oleh karena itu tidak dapat berfungsi sebagai

antioksidan. Kemungkinan beta karoten dapat bereaksi dengan radikal bebas melalui mekanisme

lain, dan molekul beta karoten menjadi molekul stabil akibat resonansi, atau menjadi radikal

terkonyugasi. Tergantung pada potensial redoks radikal bebas dan struktur kimia karotenoid,

terutama terdapatnya group fungsional yang mengandung oksigen, baik hidrogen maupun

elektron dapat ditransfer dari karotenoid kepada radikal bebas. Beta karoten dapat

menginaktifkan anion superoksida melalui reaksi sebagai berikut (Omaye et al., 1997;

Muchtadi, 2000) :

●O2 + beta karoten + 2H+ beta karoten● + H2O2

Beta karoten berperan dalam meningkatkan sistem imunitas melalui efek antioksidan.

Beta karoten juga menjamin perkembangan kulit yang sehat, membran mukosa, kelenjar thymus

dan jaringan lymphoid dan semua yang berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh (Sofia,

2005). Diet tinggi buah-buahan, sayuran dan plasma yang tinggi beta karoten, dapat

menghambat pembentukan LDL teroksidasi, yang berhubungan dengan penurunan risiko PJK

Page 55: Wortel (Agung)

(Gaziano et al.,1992; Muchtadi, 2000). Kadar beta karoten pada buah-buahan dan sayuran

ditampilkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4

Kadar Beta Karoten pada Buah-Buahan

dan Sayur-Sayuran BDD

Komuditas Beta karoten

(mg/100g)

Wortel 21,6

Daun singkong 19,8

Sawi 11,6

Kangkung 11,3

Bayam 11

Pisang raja 1,7

Pepaya 1,1

Tomat masak 2,7

Semangka 1,1

Jeruk 0,03

Mangga gadung 11,4

Ubi jalar merah 13,9

Sumber : Linder (1992) dan Sunita (2009).

Diet rendah karotenoid , tetapi cukup dalam semua zat gizi lain menghasilkan tanda-

tanda berkurangnya TAC darah (Omaye, 1997). Beta karoten memiliki aktivitas antioksidan

terbaik, telah dipelajari kemampuannya untuk mencegah penyakit kronis, memiliki sifat

antioksidan in vitro dan hewan coba. Campuran beta karoten dengan antioksidan lainnya

meningkatkan aktivitas mereka melawan radikal bebas (Sergio dan Russell, 1999).

Page 56: Wortel (Agung)

2.7 Tempe M-2 sebagai Antiinflamasi.

Tempe telah digemari oleh beberapa kalangan masyarakat di pedesaan dan perkotaan

bahkan di luar negeri. Di beberapa tempat makanan tempe tidak lagi dijadikan menu tambahan

melainkan disantap sebagai makanan kesehatan (Astawan, 2003).

Menurut Harlinawati (2006) niasin dapat meningkatkan secara signifikan kandungan

kolesterol HDL pada penderita jantung koroner serta individu dengan kadar kolesterol HDL yang

rendah. Proses penempean meningkatkan kandungan niasin hingga dua sampai dengan lima kali.

HDL meningkatkan aktivitas antioksidan sehingga memproteksi kolesterol LDL dari proses

oksidasi dan menurunkan ekspresi molekul adhesi dari endotel pembuluh darah (Hastuti, 2005).

Mekanisme potensial HDL dalam melindungi endotel dari kerusakan vaskular adalah melalui

kemampuan HDL dalam mengeluarkan kolesterol dari dalam dinding arteri. IL-6 dapat

dihambat secara tidak langsung melalui pengaturan sintesa kolesterol endogen (Endermann et

al., 2004; Huang et al., 2005).

Asam lemak tidak jenuh Omega-3 dapat mengurangi sekresi sitokin

proinflamasi/properadangan dan menurunkan proses peradangan (inflamasi) (Sunita, 2009).

Asam lemak tidak jenuh Omega-3 dapat mengurangi sekresi sitokin proinflamasi dan pengaturan

penurunan proses peradangan. Supplementasi Omega-3 selama 18 minggu menghambat signal

pada basal dan Lipopolysaccharide (LPS) yang merangsang IL-6 atau produksi monosit (Abbate

et al., 1996).

Penelitian pengaruh tiroid pada binatang menunjukkan bahwa tempe dapat meningkatkan

kadar tiroksin plasma darah, hormon yang diproduksi oleh kelenjar gondok, yang pada saat yang

sama juga mengurangi kadar kolesterol darah, sehingga mengurangi tingkat inflamasi (Mindell,

2008).

Page 57: Wortel (Agung)

Tempe mengandung antioksidan zat anti mutagenik (Simanjuntak dan Sudaryati,1998).

Rifas et al. (1995) mendapatkan dalam penelitiannya bahwa kemampuan estrogen mengatur

produksi sitokin sangat bervariasi dari masing-masing organ maupun masing-masing spesies,

begitu juga terhadap produksi dari IL-6. Ditegaskan oleh Manolagas (1995) dan Keller et al.

(1996) bahwa estrogen menghambat ekspresi gen IL-6, melalui represi aktivasi transkripsi dari

gen IL-6 melalui efek estrogen reseptor dalam aktivitas transkripsi dari sequens proksimal 225-

bp dari promoter.

Para peneliti menyatakan bahwa kombinasi asam amino yang terdapat dalam kedelai dapat

mengubah tahap yang penting dalam pembentukan kolesterol. Beberapa penelitian telah

menunjukkan bahwa setelah makan kedelai kadar glucagon darah meningkat (glucagons adalah

hormon yang dikeluarkan oleh pankreas). Mereka menduga bahwa perubahan dalam glucagons

dapat mengubah kinerja HMG-KoA reduktase (Coenzym A), yang sangat penting dalam

mensintesa kolesterol. Ada kemampuan inhibitor HMG-KoA reduktase untuk menurunkan

kadar CRP (Nawawi et al.,2003 dan Mindell, 2008).

Protein tempe memiliki kadar yang rendah akan asam amino, seperti lisin dan metionin,

dibandingkan dengan protein hewani. Penelitian menunjukkan bahwa bila lisin tersebut

ditambahkan dalam makanan tempe, maka akan meningkatkan kadar kolesterol LDL.

Komposisi asam amino tempe meningkatkan kadar kolesterol HDL (Mindell, 2008). Kolesterol

HDL sebagai komponen protektif sangat berperan dalam mekanisme aterosklerosis pada

dislipidemia. Peranan kolesterol HDL pada penghambatan proses ateroskleroses melalui

beberapa jalan antara lain : mempertahankan integritas endotel, memfasilitasi relaksasi

pembuluh darah, menghambat adesi sel pada endotel, menurunkan agregasi platelet dan sistem

koagulasi, serta memepertahankan proses fibrinolisis (Calabresi et al., 2003).

Page 58: Wortel (Agung)

Menurut Freeman et al. (2008) kolesterol HDL pada dasarnya adalah kebalikan dari

kolesterol LDL, mempunyai ukuran yang paling kecil dengan densitas paling besar karena

mengandung trigliserida yang paling sedikit. HDL memiliki banyak protein, bertindak sebagai

vacuum cleaner yang mengisap sebanyak mungkin kolesterol berlebih yang bisa diisapnya.

HDL memungut kolesterol ekstra dari sel-sel dan jaringan-jaringan lalu membawanya kembali

ke hati, yang mengambil kolesterol dari HDL, dan menggunakannya untuk membuat cairan

empedu atau mendaurulangnya. Di samping itu, kolesterol HDL juga meningkatkan aktivitas

antioksidan sehingga memproteksi kolesterol LDL dari proses oksidasi dan menurunkan ekspresi

molekul adhesi dari endotel pembuluh darah (Hastuti, 2005). Interaksi HDL memodifikasi

distribusi dan morfologi kolesterol membran sehingga mempengaruhi aktivitas eNOS secara

potensial. Studi in vivo mendukung konsep yang menyatakan bahwa HDL mencegah disfungsi

endotel dengan memicu produksi NO endotel (Cines, 1998).

Kolesterol HDL berperanan dalam aktivasi reverse cholesterol transport sehingga akan

mempunyai pengaruh seperti : (1) Meningkatkan mobilisasi / penarikan kolesterol dari sel, (2)

Menekan pertumbuhan plak aterosklerosis yang baru, (3) Stabilisasi plak aterosklerosis, dan (4)

menurunkan kemungkinan ruptur dari plak. Kemudian disebutkan juga keuntungan aspek

molekuler lainnya dari HDL adalah : (1) Anti agregasi platelet, (2) Antifibrinogenesis, (3)

Antiinflamasi, (4) Menurunkan LDL3, (5) Menghentikan trombosis, dan (6) Antiapoptosis

(Hendromartono, 2009).

Penelitian pengaruh tiroid pada binatang menunjukkan bahwa tempe dapat meningkatkan

kadar tiroksin plasma darah, hormon yang diproduksi oleh kelenjar gondok, yang pada saat yang

sama juga mengurangi kadar kolesterol LDL darah, dan meningkatkan kolesterol HDL (Mindell,

2008).

Page 59: Wortel (Agung)

Isoflavon dapat menghambat inflamasi IL-6, penghambatan langsung pada jalur reaksi

sinyal transduksi. Disebutkan pula bahwa aktivitas antiresorptive phytoestrogen pada tempe

kedelai sebagai mediatornya. Isoflavon yang terdapat pada tempe, dapat meniru peranan dari

hormon estrogen, dapat berikatan dengan reseptor estrogen sebagai aktivitas hormonal,

menyebabkan serangkaian reaksi yang menguntungkan tubuh. Pada saat kadar hormon estrogen

menurun, akan terdapat banyak kelebihan reseptor estrogen yang tidak terikat walaupun

afinitasnya tidak sebesar estrogen. Target terapi untuk mengontrol beberapa penyakit, mencakup

inhibisi IL-6 (Baziad, 2003; Kim et al., 2003; Sun et al., 2003; Koswara, 2006; Omoigui, 2007).

Selain itu, Isoflavon dapat meningkatkan kadar vitamin C dalam sel-sel tubuh, mengurangi

kebocoran dan pecahnya pembuluh darah kecil, melindungi terhadap kerusakan akibat radikal

bebas dan memperkuat struktur persendian, menghilangkan plak-plak arterosklerosis

(pengerasan arteri) (Wirakusumah, 1997).

2.8 Wortel sebagai Antiinflamasi

Beta karoten yang berasal dari wortel bersifat aman dan tidak akan memberikan efek

toksik sampai 100.000 IU per hari. Lain halnya dengan suplemen beta karoten sintetis

berlebihan akan mengganggu cara tubuh memanfaatkan lemak. Banyak penelitian yang

menunjukkan bahwa, orang yang mengkonsumsi beta karoten dalam jumlah tinggi mempunyai

kemampuan untuk mencegah timbulnya kanker. Suatu studi yang melibatkan 90.000 orang

wanita, menunjukkan bahwa mereka yang mengkonsumsi beta karoten lebih dari 11.000 IU per

hari mempunyai resiko mengidap penyakit jantung 22% lebih rendah dibandingkan dengan

mereka yang mengkonsumsi hanya 3800 IU per hari. Studi ini juga menunjukkan bahwa mereka

yang mengkonsumsi wortel sedikitnya lima umbi per minggu, mempunyai resiko terkena stroke

Page 60: Wortel (Agung)

68% lebih rendah, dibandingkan dengan mereka yang tidak mengkonsumsi wortel

(Wirakusumah, 1997; Muchtadi, 2009). Hal ini dijelaskan oleh Kohlmeier ( 2003) dan Budi

(2009) bahwa beta karoten berfungsi memperlambat berlangsungnya penumpukan flek pada

arteri, sehingga aliran darah ke jantung dan otak berlangsung tanpa sumbatan. Ditegaskan oleh

Sergio dan Russell (1999) bahwa trans-beta karoten dapat menghambat aterosklerosis pada

kelinci dengan diet kolesterol tinggi.

Beta karoten mampu menangkap oksigen reaktif dan radikal peroksil (Paiva dan Russel,

1999) lalu menetralkannya, menghambat oksidasi arakhidonat menjadi endoperoksida dan

menurunkan aktivitas lipoksigenase (Lieber dan Leo, 1999). Apabila oksidasi asam arakhidonat

dapat dihambat maka tidak terbentuk oksigen reaktif yang dapat menyebabkan nyeri dan

inflamasi. Penurunan aktivitas enzim lipoksigenase menyebabkan tidak terbentuknya leukotrien

yang dapat mengaktivasi leukosit yang memacu terjadinya peradangan (Lieber dan Leo, 1999).

Adanya hambatan pada oksidasi asam arakhidonat dan penetralan oksigen reaktif menyebabkan

beta karoten berefek antiinflamasi. Reseptor IL-6 dikendalikan oleh vitamin A (Parakkasi,

1999). Optimalnya aktivitas perasan umbi wortel tidak hanya beta karoten yang bertanggung

jawab dalam memberikan antiinflamasi. Kemungkinan antioksidan lain yang terkandung dalam

perasan umbi wortel, seperti vitamin C juga memberikan peran antiinflamasi (Esvandiary et al.,

2007). Wortel mengandung kalium dan vitamin C, yang membantu menetralkan asam dalam

darah dan menghilangkan toksin dalam tubuh. Wortel juga bersifat sebagai pembersih darah dan

mendorong keluar sisa metabolisme sel tubuh melalui ginjal, sehingga dapat mencegah

pengendapan sisa sisa metabolisme. Kalium dalam wortel menjaga keseimbangan air dalam

tubuh dan membantu tekanan darah, menetralkan asam dalam darah. Wortel berkhasiat sebagai

anti stroke, karena beta karoten dapat mencegah terjadinya plak pada pembuluh darah. Wortel

Page 61: Wortel (Agung)

merangsang dengan mudah dan cepat reaksi pembersih kelebihan lemak tubuh, sehingga wortel

dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Jeanne, 2006; Nuansa, 2011). Dinding dalam

wortel juga terkandung pektin, yaitu salah satu jenis serat pangan yang bersifat larut dalam air

(soluble dietary fiber). Serat jenis ini berperan penting untuk menurunkan kadar kolesterol dan

gula darah, sehingga bermanfaat untuk mencegah penyakit diabetes melitus dan aterosklerosis

(penyempitan pembuluh darah), yang merupakan cikal bakal penyakit jantung koroner dan

stroke. Selain jenis serat larut dalam air, wortel juga mengandung serat tidak larut (insoluble

dietary fiber), yang bermanfaat mencegah terjadinya gangguan pada saluran pencernaan, seperti

konstipasi, kanker usus, dan divertikulosis (Vallerie, 2009).

Wortel memiliki khasiat memperkuat fungsi hati, melancarkan kencing, membuang zat

yang tidak berguna melalui ginjal, antiseptik, laksaktif, dan melindungi tubuh dari bahan kimia

yang beracun. Beta karoten juga dikenal sebagai unsur pencegah kanker. Beta karoten dapat

menjangkau lebih banyak bagian-bagian tubuh dalam waktu relatif lama dibandingkan dengan

vitamin A, sehingga memberikan perlindungan lebih optimal terhadap munculnya kanker.

Kandungan beta karoten dalam wortel dapat mencegah penyakit kanker, yaitu dengan jalan

mengacaukan mekanisme kanker yang merusak sel. Disamping itu, beta karoten membantu

sistem kekebalan tubuh menghasilkan sel pembunuh alami (natural killer cell). Beta karoten

dapat mencegah terjadinya plak atau timbunan kolesterol dalam pembuluh darah, sehingga

sering disebut sebagai anti stroke (Mayes, 2002). Hasil penelitian Widarsih (2003) menyebutkan

bahwa air perasan umbi wortel memiliki daya antiinflamasi pada dosis 5 ml/kgbb/hari.

Page 62: Wortel (Agung)

2.9 Kombinasi Tempe M-2 dengan Wortel sebagai Antiaterosklerosis.

Kombinasi tempe M-2 dengan wortel merupakan kombinasi makanan yang sangat serasi,

satu dengan yang lain saling bersinergi menormalkan pH darah (pH 7,3 -7,5), maupun pH

urine (pH 7 – 8) atau lebih ke arah basa. Kombinasi makanan yang tepat bertujuan mencapai

keseimbangan asam dan basa, sehingga terhindar dari gangguan fungsi tubuh dan penyakit

(Gunawan, 2001; Marsden, 2008; Farida dan Amalia, 2009). Keseimbangan dalam kondisi

sedikit basa tersebut senantiasa dipertahankan agar enzim-enzim yang berperan dalam proses

metabolisme dapat bekerja optimal. Jika pH bergeser, maka kerja enzim terhambat, keadaan ini

dapat menyebabkan timbulnya sakit dan penyakit (Rampisela, 2009).

Ditegaskan oleh Reagan et al. (2007) bahwa kondisi basa pH urine tikus adalah pada

lebih besar atau sama dengan pH 7,5 sedangkan kondisi asam pH urine tikus adalah pada lebih

kecil atau sama dengan pH 7. Cara pemeriksaan pH urine dengan pH Indicator Strips

merupakan penentuan pH urine yang mudah, cepat dan tepat (Kosasih dan Kosasih, 2008).

Makanan vegetarian dan makanan yang mengandung lemak polyunsaturated merupakan

makanan pembentuk basa tubuh. Apabila pH urine sudah normal, untuk monitor kenormalan pH

urine selanjutnya adalah pada dua belas minggu kemudian, dan monitor pH urine tiga minggu

sekali apabila kondisi pH urine belum normal (Young, 2006).

Tempe M-2 dengan wortel sama-sama merupakan sumber mineral logam natrium,

magnesium, zat besi, kalsium dan utamanya kalium, kandungan mineral logam inilah yang dapat

membantu menetralkan asam dalam darah. Tempe M-2 dengan wortel sama-sama sebagai

sumber antioksidan yang kuat. Kombinasi antioksidan dapat menetralkan pH dan radikal bebas,

aktivitasnya penting dalam perlindungan dari beberapa penyakit, seperti aterosklerosis,

kardiovaskular, saraf dan kanker (Gunawan, 2001; Johnson, 2002; Thumbeckaite, 2006).

Page 63: Wortel (Agung)

Tempe M-2 merupakan makanan yang difermentasi, adalah pembentuk basa, karena perubahan

status mikrobiologis dan nutrisi, meningkatkan flora usus yang baik, membantu menyintesis

lebih banyak enzim dan vitamin, serta meningkatkan kecernaan protein (Marsden, 2008).

Adapun akibat positif dari kombinasi makanan serasi tersebut adalah meminimalkan

jumlah penumpukan sisa makanan dari hasil metabolisme tubuh, sehingga fungsi pencernaan

dan penyerapan zat makanan menjadi lancar. Cara Food Combining mengkombinasikan

ataupun memisahkan jenis makanan tertentu dilakukan atas dasar cara kerja enzim dan waktu

yang diperlukan untuk mencerna setiap jenis makanan. Inti dari Food Combining yaitu

kombinasi makanan yang serasi berdasarkan sifat pembentuk asam dan basa suatu makanan,

sehingga keseimbangan asam dan basa dapat dicapai. Terdapat pola tersendiri dalam kombinasi

makanan yang serasi. Seperti sayur dapat dimakan bersamaan dengan makanan kelompok

protein (Gunawan, 2001).

Kerusakan oksidatif yang terjadi di dalam tubuh secara in vitro dalam satu sel kira-kira

terjadi 10.000 kali reaksi oksidasi dalam kurun waktu 24 jam. Hal ini membuktikan bahwa

stres oksidatif sangat mengancam kehidupan manusia. Stres oksidatif hanya dapat dikendalikan

oleh asupan antioksidan dari makanan, yang selanjutnya akan memacu kerja antioksidan dalam

tubuh (Lampe, 1999; Winarsi, 2007).

Masing-masing jenis antioksidan memiliki sifat dan cara kerja yang tidak sama, namun

masing-masing memiliki target yang berbeda, yaitu menekan atau menghambat reaktivitas

radikal bebas. Seperti superoksida dismutase mengkatalisis reaksi dismutasi dari radikal

superoksida menjadi H2O2, sedangkan katalase dan glutation peroksidase mengubah H2O2

menjadi H2O. Oleh sebab itu, kesempurnaan kerja sistem enzim antioksidan sepenuhnya

diperankan oleh tiga macam enzim tersebut. Namun yang perlu dipahami adalah, antioksidan

Page 64: Wortel (Agung)

seluler tidak dapat bekerja secara individual tanpa dukungan asupan antioksidan sekunder dari

bahan pangan. Makin tinggi asupan antioksidan eksogenus, makin tinggi pula status

antioksidan endogenus (Lampe, 1999). Jadi diperlukan konsumsi bahan makanan yang kaya

akan komponen antioksidan dalam jumlah yang memadai, agar mampu menginduksi kerja

enzim antioksidan dalam tubuh sehingga mampu menekan kerusakan sel yang berlebihan dan

mempertahankan status antioksidan seluler.

Beta karoten memegang peranan penting dalam pembentukan protein, dibutuhkan dalam

membran mitokondria dalam level optimum untuk dapat merangsang aliran energi yang efisien

melalui mitokondria. Kebutuhan beta karoten dapat pula meningkat bila konsumsi protein kadar

tinggi (Linder, 1992; Parakkasi, 1999). Ditegaskan pula bahwa lesitin pada tempe meningkatkan

kadar karoten dalam hati, dan kandungan tiroid pada tempe meningkatkan daya guna beta

karoten. Stimulasi tiroid dapat meningkatkan kebutuhan beta karoten (Parakkasi, 1999).

Ketersediaan beta karoten meningkat dengan kehadiran vitamin E dan antioksidan lain

(Sunita, 2009). Berbagai penelitian menemukan bahwa tokoferol (α atau γ) melindungi beta

karoten dari autooksidasi (Palozza dan Krinsk, 1992). Beta karoten memperkuat potensi α-

tokoferol sebagai scavenger radikal peroksil. Beta karoten bereaksi dengan radikal peroksil

membentuk radikal karotenoid peroksil, kemudian berubah menjadi karotenoid peroksida

(Muchtadi, 2000). Ditegaskan oleh Murray et al. (2009) bahwa beta karoten merupakan

antioksidan yang mempunyai peran dalam menangkap radikal bebas peroksil di dalam jaringan

pada tekanan parsial oksigen yang rendah. Karena bersifat efektif pada konsentrasi oksigen

rendah, beta karoten melengkapi sifat antioksidan vitamin E yang efektif pada konsentrasi

oksigen lebih tinggi.

Page 65: Wortel (Agung)

Pada umumnya penggunaan beta karoten sebagai antioksidan berkombinasi dengan

sumber antioksidan lain. Sebuah penelitian melibatkan subjek 29.000 kaum laki-laki Finisa yang

memiliki kebiasaan merokok. Mereka diberi beta karoten dan vitamin E (keduanya senyawa

aktif) selama enam tahun Dari percobaan tersebut tidak ditemukan kejadian penyakit kanker

maupun kardiovaskuler (Winarsi, 2007). Vitamin E memberikan efek sinergis dengan beta

karoten sebagai antioksidan di dalam tubuh, dapat membuat awet muda karena mampu

mengatasi serangan radikal bebas, yang mempercepat ketuaan (Kohlmeier, 2003). Beta karoten

berperan sebagai sparing effect vitamin E. Bila tekanan oksigen dalam tubuh tinggi, vitamin E

diangkut darah melalui LDL dan HDL. Namun bila tekanan oksigen rendah, vitamin E

digantikan oleh beta karoten.

Suplementasi beta karoten pada manusia ditingkatkan dari 0,58 menjadi 2,06

μmol/100 g sereal, ternyata penyerapan Fe meningkat. Mekanisme ini melibatkan pembentukan

kompleks beta karoten dengan Fe yang dapat larut dalam lumen usus, kemudian mencegah efek

penghambatan fitat dan polifenol pada absorbsi Fe (Garcia dan Casal, 1998; Kohlmeier, 2003).

Kompleks beta karoten dengan Fe dalam mengkorvensi beta karoten menjadi retinol dapat

menghambat Fe dalam mengkatalis reaksi oksidasi dalam pembentukan radikal bebas OH●

(Reaksi Fenton)(Winarsi, 2007). Konsentrasi beta karoten tinggi bisa menjadi prooksidan, dapat

dimodifikasi oleh interaksi dengan nutrisi lainnya (Gaziano et al., 1995). Zn merupakan bagian

dari karbonik anhidrase yang berperan dalam pengeluaran amonia dan dalam produksi

hidroklorida yang diperlukan dalam pencernaan beta karoten. (Murray, et al., 2009; Sunita,

2009).

Antioksidan mempunyai mekanisme untuk menetralkan kerusakan yang ditimbulkan

oleh radikal bebas. Mekanisme tersebut diperankan oleh jaringan antioksidan (antioksidan

Page 66: Wortel (Agung)

network) yang saling menopang dalam jaringan kerjasama antar antioksidan (Berg et al., 2001;

Block et al.,2001). Jadi diperlukan konsumsi bahan makanan yang kaya akan komponen

antioksidan dalam jumlah yang memadai, agar mampu menginduksi kerja enzim antioksidan

dalam tubuh sehingga mampu menekan kerusakan sel yang berlebihan dan mempertahankan

status antioksidan seluler.

Akhir-akhir ini beberapa penelitian fungsi antioksidan vitamin A, E, dan C dalam

mencegah kejadian atau angka kematian dari PJK memberikan hasil yang kurang

memuaskan ( Bagiada et al., 2004). Miller (2007) menyebutkan bahwa jika diputuskan akan

mengkonsumsi antioksidan dalam bentuk suplemen makanan, sebaiknya juga dipastikan bahwa

suplemen makanan tersebut mengandung antioksidan seperti A, E, C dan Se dan dilengkapi

dengan Omega-3 dan Omega-6 yang seimbang. Kombinasi tempe M-2 dengan wortel

mengandung antioksidan A, E, C, Se, Omega-3 dan Omega-6. (Linder, 1992; Mindell, 2008;

Vallerie, 2009).

2.10 Keunggulan Tempe M-2

Kedelai varietas Wilis (Kusamba, Klungkung, Bali), bahan baku tempe M-2, menjadikan

tempe M-2 berasa lebih enak dan gurih dikonsumsi segar, dibanding tempe yang ada di pasaran,

yang berbahan baku kedelai impor. Disamping itu tempe M-2 mengandung gizi dan nirgizi yang

bermanfaat bagi kesehatan lebih tinggi daripada tempe biasa (Agung, 2002).

Perebusan kedelai dalam pembuatan tempe M-2 dilaksanakan dua kali, hal ini dapat

meningkatkan nilai cerna, gizi, nirgizi dan sensoris (Agung, 2002), sesuai dengan penelitian dari

Karmini (1997) bahwa perebusan yang ideal dalam pembuatan tempe dilakukan sebanyak dua

kali dengan tujuan akhir memaksimalkan jumlah isoflavon tempe, meningkat 58,7 % daripada

Page 67: Wortel (Agung)

sekali perebusan. Perebusan dua kali dalam pembuatan tempe M-2 menghasilkan tempe lebih

bersih, lebih lama daya simpan dan rasanya lebih enak.

Kandungan protein kedelai dan tempe hampir sama, namun melalui proses fermentasi,

terjadi peningkatan asam amino bebas sebesar ± 35 kali (Kiers, 2001). Asam amino tertinggi

pada tempe setelah fermentasi adalah arginin. Penelitian Ghozali (2008) menunujukkan bahwa

asam amino arginin tempe mengalami kenaikan dibanding kedelai, dengan rata-rata peningkatan

sebesar 68,8%. Tingginya rasio arginin/lisin dihubungkan dengan tingginya kosentrasi serum

glukagon (Torres et al., 2006), yang berperan dalam homeostatis lipid. Sisa protein yang tidak

dapat dicerna yaitu peptida hidrofobi akan mengikat asam empedu dan kolesterol dalam lumen

usus menyebabkana penurunan absorbsi kolesterol (Utari, 2011). Penelitian Sugyarto (1990)

yang memberikan 200 g tempe selama dua minggu pada laki-laki dan wanita menunjukkan efek

yang baik pada perbaikan profil lipid.

Tempe mengandung dua tipe protein yaitu globulin 11 S (glycinin) dan 7 S (β-

conglycinin). Protein 11 S (glycinin) punya peran sebagai antioksidan (Torres et al., 2006).

Protein 7 S ((β-conglycinin) dilaporkan dapat menurunkan akumulasi kolesterol dalam aorta,

sehingga dapat mencegah PJK.

Proses fermentasi pada pembuatan tempe menyebabkan peningkatan asam amino, asam

lemak dan isoflavon total tempe, jauh lebih tinggi dibanding kedelai (Utari, 2011). Isoflavon

memberikan efek hipokolesterol melalui kemampuannya dapat mengatur aktivitas reseptor LDL.

Isoflavon meningkatkan aktivitas enzim SOD diduga karena induksi gen yang bertanggungjawab

pada sintensis enzim antioksidan (Suarsana, 2009). Ditegaskan pula bahwa kultur sel yamg

diberikan genistein dapat meningkatkan ekspresi MnSOD yang kemungkinan melalui

Page 68: Wortel (Agung)

mekanisme interaksi genistein dengan reseptor estrogen. Dari berbagai makanan, yang paling

banyak mengandung isoflavon adalah tempe ( Winarsi, 2007).

Enzim lipase tempe melarutkan sebagian lemak kedelai, meningkat 30% atau 50-70 kali

asam lemak bebas dibanding bentuk kedelai. Peningkatan asam lemak ini dapat meningkatkan

daya cerna tempe. Asam lemak yang dominan adalah asam linoleat , disusul asam oleat, asam

linolenat dan asam palmitat, yang semuanya tergolong asam lemak tidak jenuh rantai panjang

dan jumlahnya sekitar 80% dari total asam lemak, Asam lemak linoleat (omega-3) tergolong

esensial yaitu tidak dapat disintesa di dalam tubuh sehingga harus diperoleh dari konsumsi

makanan (Ghozali, 2008; Utari, 2011).

Minyak yang berasal dari tempe mempunyai daya tahan yang kuat terhadap peroksidasi

lemak saat penyimpanan dalam suhu kamar, bahkan tidak berubah saat penyimpanan dalam suhu

kamar, bahkan tidak berubah kadarnya ketika disimpan sekitar dua tahun, hal ini berbeda dengan

minyak dari kedelai yang cenderung rentan terhadap peroksida saat penyimpanan (Utari, 2011).

Asam oleat mempunyai kemampuan untuk meningkatkan HDL yang merupakan lemak

yang dapat menurunkan resiko PJK, sehingga asam oleat juga sering diklaim untuk mencegah

penyakit jantung (Mann dan Stewart, 2007). Begitu juga dengan asam linoleat pada tempe

bersifat meningkatkan kadar HDL dan menurunkan LDL.

Asam linoleat dan asam linoleat tidak hanya dibutuhkan untuk semua membran sel tetapi

juga mengalami elengasi dan denaturasi menjadi rantai lebih panjang dan merupakan prekursor

komponen eicosanoid yang menyerupai hormon, prostaglandin dan leukotrienes. Asam linoleat

akan dikonversi menjadi asam arakidonat, sedangkan asam linolenat akan dikonversi menjadi

eicosapentaenoic acid (EPA) dan decosahexosenoic acid (DHA)(Mann dan Stewart, 2007).

EPA dan DHA dapat mencegah timbulnya platelet darah. Platelet dalam darah ini dalam jumlah

Page 69: Wortel (Agung)

besar akan mengganggu aliran darah dan merupakan faktor utama penyebab serangan jantung

dan stroke. EPA dan DHA juga dapat memperbaiki trigliserida darah pada individu dengan

hipertrigliserida (Utari, 2011).

Asam linolenat merupakan ketiga terbanyak dalam tempe, lebih efektif menurunkan

trigliserida darah dibanding asam linoleat. Namun harus diwaspadai karena jika dikonsumsi

terlalu banyak pada individu yang kadar LDLnya tinggi justru akan semangkin meningkatkan

kadar LDL serta menurunkan kadar HDL (Mann dan Stewart, 2007). Keunggulan dari tempe

adalah karena asam linolenat bukan asam lemak bebas utama, sehingga lebih leluasa untuk

dikonsumsi dalam jumlah banyak khususnya pada orang dengan dislipidemia tanpa mengurangi

manfaatnya. Peran lain dari asam linoleat dan asam linolenat adalah : (1) untuk kekuatan

membran sel, (2) untuk membantu transport dan metabolisme kolesterol sehingga dapat

menurunkan kadar kolesterol darah, (3) mengatur produksi enzim, yang dibutuhkan untuk sintesa

asam lemak non esensial dalam hati, (4) meningkatkan imunitas dan mencegah kerentanan

terhadap infeksi, merupakan prekursor komponen aktif prostaglandin yang dibutuhkan dalam

semua jaringan tubuh dan aktivitasnya mempengaruhi tekanan darah, pembekuan darah dan

fungsi jantung (Schlenker dan Sara, 2007).

Kandungan serat pada tempe meningkat tujuh kali dibanding pada kedelai, oleh karena

pertumbuhan miselium Rhizopus. Dalam serat juga terrkandung saponin yang mampu

menghambat penyerapan kolesterol (Ghozali, 2009).

Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang

mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-

mineral tertentu seperti besi, kalsium, magnesium, dan seng menjadi lebih tersedia untuk

dimanfaatkan tubuh. Ditegaskan oleh Astuti (1992) yang menguji distribusi Fe, Cu dan Zn pada

Page 70: Wortel (Agung)

sel tikus dan ternyata mineral tersebut jauh lebih tinggi pada tikus yang diberi tempe dibanding

yang diberi kasein atau kedelai.

Tempe mengandung cukup tinggi vitamin B12, yang berkorelasi negatif dengan

homosistein serum, kadar homosistein memicu peningkatan hidrogen peroksida sehingga

menimbulkan resiko kerusakan sel endotel dan timbulnya platelet pada pembuluh darah yang

akan mengakibatkan stroke atau PJK (Utari, 2011).

Dibandingkan dengan kedelai sebagai bahan bakunya, tempe mempunyai beberapa

keunggulan dalam mutu gizi. Proses fermentasi selain menjadikan nilai gizi tempe meningkat,

menghilangkan bau langu yang terdapat dalam kedelai menjadi aroma khas tempe. Tempe

mempunyai tekstur seluler yang unik sehingga mudah dicerna dan diserap. Disamping itu tempe

juga mempunyai kandungan zat berkhasiat antibiotik dan stimulasi pertumbuhan. Enzim fitase

yang dihasilkan oleh kapang akan menguraikan asam fitat, membebaskan fosfor dan biotin

sehingga dapat dimanfaatkan tubuh. Penyerapan mineral yang tadinya terganggu oleh adanya

asam fitat menjadi lebih baik (Ridwan, 1997).

Page 71: Wortel (Agung)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia, PJK di

Indonesia meningkat tajam sebagai penyebab kematian utama. Hal ini terjadi karena terjadinya

perubahan gaya hidup dan pola makan masyarakat.

Perubahan gaya hidup dan pola makan masyarakat akhir-akhir ini yang cenderung

banyak mengkonsumsi makanan berlemak, terutama yang mengandung asam lemak jenuh.

Asupan makanan dengan kandungan kolesterol tinggi yang berlangsung secara terus menerus

mengakibatkan peningkatan kadar kolesterol LDL dalam darah. Kolesterol LDL rentan

teroksidasi, dan dapat menimbulkan proses inflamasi, yang menginduksi pengeluaran IL-6, yang

kemudian dapat berlanjut dengan timbulnya aterosklerosis. F2-Isoprostan merupakan produk

akhir dari peroksidasi lipid, dan merupakan prediktor dini pada aterogenesis awal. Pengukuran

TAC adalah pengukuran stres oksidatif yang akurat.

Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah stres oksidatif, dengan

menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan mencegah terbentuknya radikal bebas.

Antioksidan mempunyai mekanisme untuk menetralkan kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal

bebas. Mekanisme tersebut diperankan oleh jaringan antioksidan, yang dalam bekerjanya saling

menopang dalam jaringan kerjasama antar antioksidan. Oleh karena itu diperlukan konsumsi

bahan makanan yang kaya akan komponen antioksidan dalam jumlah yang memadai, agar

mampu menginduksi kerja enzim antioksidan dalam tubuh, sehingga mampu menekan kerusakan

sel yang berlebihan dan mempertahankan status antioksidan seluler. Sehingga ditegaskan

Page 72: Wortel (Agung)

apabila akan mengkonsumsi antioksidan dalam bentuk suplemen makanan, sebaiknya juga

dipastikan bahwa suplemen makanan tersebut mengandung antioksidan vitamin A, vitamin E,

vitamin C, Se dan dilengkapi dengan Omega-3 dan Omega-6.

Pangan fungsional kombinasi tempe M-2 dengan wortel merupakan kombinasi makanan

(diet food combining) yang sangat serasi, satu dengan yang lain saling bersinergi dalam

meningkatkan aktivitas zat-zat bioaktif yang dikandungnya, utamanya sama-sama bergizi tinggi

dan merupakan sumber antioksidan, yang berperan sebagai antiaterosklerosis, sehingga

memberikan harapan dalam upaya pencegahan PJK.

Tempe M-2 adalah sumber antioksidan yang sangat baik, seperti protein, vitamin E,

Omega-3, vitamin B2, Zn, Cu, Se dan isoflavon. Disamping itu tempe M-2 kaya akan substansi

aktif yang berperan sebagai hipokolesterolemik dan antiinflamasi seperti niasin, susunan asam

amino yang lengkap (cukup mengandung arginin dan rendah metionin), ergosterol, fitoestrogen,

vitamin B kompleks, enzim (protease, lipase, amilase, glikosidase, SOD) dan hormon tiroksin.

Isoflavon berperan sebagai antiinflamasi, antimutagenik dan dapat meningkatkan aktivitas enzim

katalase dan glutation peroksidase.

Wortel mengandung antioksidan Se, vitamin C, dan B2, serta yang paling penting adalah

wortel kaya antioksidan beta karoten (provitamin A). Aktifitas antioksidan wortel melengkapi

aktifitas antioksidan tempe M-2, seperti beta karoten berinteraksi dengan vitamin E sebagai

antioksidan dalam beraktivitas di membran sel, retikulum endoplasma dan lisosom. Beta

karoten meningkatkan aktivitas katalase. Beta karoten sebagai antioksidan sangat baik, karena

kemampuan beta karoten untuk meredam radikal singlet oksigen peroxyl.

Page 73: Wortel (Agung)

3.2 Konsep

Berdasarkan kerangka berpikir di atas dibuat kerangka konsep penelitian seperti Gambar

3.1.

Keterangan :

= peningkatan, = penurunan, HDL = High Density Lipoprotein,

TAC = Total Antioxidant Capacity, LDL = Low Density Lipoprotein,

Eksternal

Antidislipid,

Antioksidan,

dan Antiinflamasi

Kombinasi Tempe M-2 dengan Wortel (mengandung Antidislipid, Antioksidan dan Antiinflamasi )

(Variabel bebas)

Internal

Umur,

Jenis Kelamin,

dan Berat Badan

Gambar 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

Tikus Wistar Aterosklerosis HDL , TAC ,

LDL , F2-Isoprostan , dan IL-6

Tikus Wistar tanpa Aterosklerosis HDL , TAC ,

LDL , F2 -Isoprostan , dan IL-6 (variabel tergantung)

Page 74: Wortel (Agung)

IL-6 = Interleukin-6, Tempe M-2 = tempe kedelai dua kali modifikasi proses

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :

1. Kadar HDL serum dan TAC serum tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan

kombinasi tempe M-2 dengan wortel lebih tinggi dibandingkan dengan tikus Wistar

aterosklerosis diberikan diet aterogenik tanpa tempe M-2 maupun wortel.

2. Kadar HDL serum dan TAC serum tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan

kombinasi tempe M-2 dengan wortel lebih tinggi dibandingkan dengan tikus Wistar

aterosklerosis diberikan diet aterogenik dengan tempe M-2.

3. Kadar HDL serum dan TAC serum tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan

kombinasi tempe M-2 dengan wortel lebih tinggi dibandingkan dengan tikus Wistar

aterosklerosis diberikan diet aterogenik dengan wortel.

4. Kadar LDL serum, IL-6 plasma dan F2-Isoprostan urine tikus Wistar aterosklerosis diberikan

diet aterogenik dan kombinasi tempe M-2 dengan wortel lebih rendah dibandingkan dengan

tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik tanpa tempe M-2 maupun wortel.

5. Kadar LDL serum, IL-6 plasma dan F2-Isoprostan urine tikus Wistar aterosklerosis diberikan

diet aterogenik dan kombinasi tempe M-2 dengan wortel lebih rendah dibandingkan dengan

tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dengan tempe M-2.

6. Kadar LDL serum, IL-6 plasma dan F2-Isoprostan urine tikus Wistar aterosklerosis

diberikan diet aterogenik dan kombinasi tempe M-2 dengan wortel lebih rendah

dibandingkan dengan tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dengan wortel.

7. Ada pengaruh interaksi antara perlakuan tempe M-2 dengan wortel terhadap kadar TAC

serum, F2-Isoprostan urine, dan IL-6 plasma tikus Wistar aterosklerosis.

Page 75: Wortel (Agung)

8. Suplementasi kombinasi tempe M-2 dengan wortel mengakibatkan perubahan disfungsi

endotel aorta pada tikus aterosklerosis.

9. Suplementasi kombinasi tempe M-2 dengan wortel mengakibatkan perubahan pH urine pada

tikus aterosklerosis.

Page 76: Wortel (Agung)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen sungguhan (true experimental) dengan

rancangan The Randomized Post-test Only Control Group Design dan Rancangan Acak Lengkap

pola Faktorial (Leedy,1974). Bagan rancangan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Pada penelitian

ini juga dilaksanakan penelitian deskritif untuk mengetahui perubahan histopatologi aorta dan

pH urine.

Keterangan :

P : Populasi sampel

RS : Random sampling

RA : Random alokasi

KN : Kontrol negatif, pemberian makanan standar/pellet (50 g/kg bb/hari)

KP : Kontrol positif, pemberian minyak babi : pellet (1: 9) (50 g/kg bb/hari)

T : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta tempe M-2 (20 g/kg bb/hari)

W : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta wortel (20 g/kg bb/hari)

TW : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta tempe M-2 (20 g/kg bb/hari),

dan wortel (20 g/kg bb/hari)

P RS RA

TW

X1

W

T

KP

KN

X2

X3

X4

X5

Gambar 4.1

Rancangan Penelitian

Page 77: Wortel (Agung)

X1 : rata-rata kadar HDL, LDL, TAC, F2-Isoprostan, dan IL-6 pada KN

X2 : rata-rata kadar HDL, LDL, TAC, F2-Isoprostan, dan IL-6 pada KP

X3 : rata-rata kadar HDL, LDL, TAC, F2-Isoprostan, dan IL-6 pada T

X4 : rata-rata kadar HDL, LDL, TAC, F2-Isoprostan, dan IL-6 pada W

X5 : rata-rata kadar HDL, LDL, TAC, F2-Isoprostan, dan IL-6 pada TW

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pemeliharaan Hewan Percobaan (UPHP)

Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, untuk perlakuan dengan

hewan percobaan, kemudian dilanjutkan dengan analisis HDL, LDL, TAC, F2-Isoprostan, IL-6,

pH urine dan uji histopatologi aorta dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran

Hewan Universitas Udayana. Waktu penelitian dilakukan bulan Desember 2011 sampai bulan

Oktober 2012.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

1. Populasi target pada penelitian eksperimental adalah seluruh tikus putih jantan Wistar dalam

proses aterosklerosis.

2. Populasi terjangkau adalah meliputi tikus putih jantan Wistar dalam proses aterosklerosis,

dengan berat badan 250 g sampai dengan 300 g, berumur tujuh bulan sampai dengan tujuh

setengah bulan.

Page 78: Wortel (Agung)

4.3.2 Sampel

1. Kriteria inklusi sampel adalah tikus putih jantan Wistar berumur dua bulan, dengan berat

badan 250 g sampai dengan 300 g, sehat, tidak cacat fisik serta makan dan minum dengan

normal.

2. Kriteria eksklusi sampel adalah tikus putih jantan Wistar dengan kondisi sakit.

3. Kriteria drop out sampel adalah selama penelitian tikus putih jantan Wistar mati.

4.3.3 Besaran Sampel

Besaran sampel adalah jumlah sampel yang akan dipakai dalam penelitian mengikuti

prosedur yang dilakukan oleh Federer (1963 dalam Rochiman, 1989) yaitu dihitung berdasarkan

rumus :

(t - 1)(r -1) ≥ 15

Keterangan :

t : banyaknya perlakuan

r : ulangan

Dalam penelitian ini t = 5, sehingga menjadi: (5-1)(r-1) ≥ 15, dengan memakai rumus

tersebut diperoleh r = 4,75 , sehingga dalam penelitian ini jumlah sampel minimal yang

digunakan adalah 5 x 5 = 25 ekor tikus.

4.4. Variabel

4.4.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel

(1) Variabel bebas

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah : pemberian makanan standar/pellet

(50 g/kg bb/hari); pemberian makanan aterogenik (minyak babi : pellet (1: 9)); pemberian

Page 79: Wortel (Agung)

makanan aterogenik (minyak babi : pellet (1: 9)) serta tempe M-2(20 g/kg bb/hari); pemberian

makanan aterogenik (minyak babi (1: 9)) serta wortel (20 g/kg bb/hari); pemberian makanan

minyak babi : pellet (1: 9), serta kombinasi tempe M-2 (20 g/kg bb/hari) dan wortel (20 g/kg

bb/hari) pada tikus dalam proses aterosklerosis.

(2) Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar HDL serum, TAC serum, HDL

serum, LDL serum, F2-Isoprostan urine, dan IL-6 plasma.

(3) Variabel Kendali

Variabel kendali adalah variabel yang dikendalikan, meliputi jenis tikus, jenis kelamin

tikus, kesehatan fisik tikus, umur tikus, berat badan, makanan dan minuman. Faktor yang lain

seperti jenis dan ukuran kandang, waktu pemberian makan, dan lingkungan kandang juga

diseragamkan.

4.4.2 Definisi operasional variabel

Untuk keseragaman penelitian, maka variabel penelitian ini perlu didefinisikan sebagai

berikut :

1. Tempe M-2 : tempe modifikasi yang dihasilkan dari proses pembuatan tempe kedelai lokal

varietas Wilis (dari petani Kusamba, Klungkung), yang pada saat perebusan I kacang

kedelai, kedelai dengan air rebusan yang sudah ditambah asam laktat (teknis) 1 % (v/v)

kemudian direbus selama 30 menit, didinginkan 30 menit, setelah itu dibersihkan kulit luar

dan kulit arinya dan dicuci bersih. Kemudian direbus lagi seperti perlakuan perebusan I

selama 30 menit. Setelah itu ditiriskan, didinginkan, dan terakhir dilaksanakan inokulasi

Page 80: Wortel (Agung)

dengan menggunakan inokulum Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae dengan

perbandingan 2 : 1, sejumlah 3 g/kg kedelai, dan difermentasi selama 48 jam.

2. Wortel adalah wortel varietas lokal dari perkebunan wortel di daerah Pupuan Tabanan.

3. Kapasitas Antioksidan Total adalah kadar total antioksidan yang terkandung dalam darah

tikus Wistar. Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode Elisa (Biovision, 2012).

4. Kadar F2-Isoprostan adalah kadar F2-Isoprostan yang terkandung dalam urin tikus Wistar.

Pengambilan urin dilakukan dengan cara menampung urin masing-masing tikus selama satu

malam, yang ditampung dengan wadah khusus, yang diberi penyaring. Pemeriksaan ini

dilakukan dengan metode Elisa (Biovision, 2012).

5. Interleukin-6 adalah kadar Interleukin-6 plasma darah tikus Wistar. Pemeriksaan dilakukan

dengan metode Elisa (Biovision, 2012).

6. Kerusakan jaringan aorta adalah perubahan struktur histopatologi jaringan aorta tikus Wistar

dengan pengamatan mikroskop pembesaran 200 kali dan pewarnaan HE (Haematoxylin

Eosin) (Muliartha et al., 2002).

7. pH urine adalah nilai pH urine tikus Wistar. Pemeriksaan dilakukan dengan pH-Indicator

Strips (pH 0-14), Universal Indicator, merck KgaA 64271 Demstadt, Germany.

8. Umur tikus adalah umur tikus yang dihitung berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran

yang sama.

9. Keseragaman pakan standar adalah makanan standar dari pakan standar Merk yang sama

yaitu Confeed Pars Pellet (Arjuna, 2003).

10. Pakan aterogenik adalah pakan tinggi kolesterol (makanan yang terdiri atas campuran 1%

otak babi kering, 5% kuning telur ayam matang, 10% lemak babi, 1% minyak kelapa, dan

83% makanan standar (Julyasih, 2011) yang diberikan sampai umur tikus tujuh bulan. Untuk

Page 81: Wortel (Agung)

mempercepat proses aterosklerosis tikus diberikan injeksi inisial adrenalin 0.006 mg/200 g

bb sekali, dan dilanjutkan dengan pemberian (dengan zonde) diet kuning telur mentah 5

g/200 g bb/hari selama seminggu (Prasetyo, 2003). Pemberian pakan aterogenik dalam

penelitian (50 g/kg bb/hari) adalah campuran minyak babi dengan pellet pakan

standar (1 : 9) (Prasetyo, 2003; Wahyuni, 2011).

11. Air minum yang dipakai adalah air minum isi ulang.

12. LDL adalah kadar kolesterol-LDL tikus yang dihitung deng an metode Elisa untuk

kadarnya dalam serum (Biovision, 2012).

13. HDL adalah kadar kolesterol-HDL tikus yang dihitung dengan metode Elisa untuk kadarnya

dalam serum (Biovision, 2012).

14. Aterosklerosis adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan LDL

dan penurunan HDL, sebesar minimal dua kali kadar LDL dan HDL tikus normal (Prasetyo

et al., 2003).

4.5. Bahan dan Alat Penelitian

4.5.1 Bahan penelitian

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah tempe M-2, wortel, pakan

aterogenik, minyak babi, adrenalin, kuning telur dan Kit, serta bahan lain untuk pemeriksaan

LDL, HDL, TAC, F2-Isoprostan , dan IL-6, serta parafin, HE (Haematoxylin Eosin) dan bahan

untuk pembuatan histopatologi aorta.

4.5.2 Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah alat suntik, timbangan hewan, timbangan analitik, zonde

tikus, pipet kapiler, hematokrik, Elisa, microtube, micropipette, sentrifuge, vortex, well plate,

alat bedah tikus, dan mikroskop.

Page 82: Wortel (Agung)

4.6 Prosedur penelitian

Untuk lebih mempermudah dalam pelaksanaan penelitian maka dibuat alur penelitian

yang ditunjukkan dengan bagan alur penelitian pada Gambar 4.2.

Keterangan :

KN : Kontrol negatif, pemberian makanan standar/pellet (50 g/kg bb/hari)

KP : Kontrol positif, pemberian minyak babi : pellet (1: 9)

T : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta tempe M-2 (20 g/kg bb/hari)

Tikus Putih Jantan Wistar (60 ekor )

Aklimatisasi dan Pemberian Pakan Standar ( 1 minggu )

Diit Pakan Aterogenik ( 21 minggu )

Pemeriksaan HDL, LDL

Tikus Putih Jantan Wistar dalam proses aterosklerosis

Simpulan Penelitian

25 ekor Tikus Wistar

Perlakuan KN, KP, T, W, dan TW ( 13 minggu )

Pemeriksaan HDL, LDL, TAC, F2-Isoprostan, IL-6, pH urine dan

Hispatologi Aorta (posttest )

Analisis Statistika

Pemeriksaan HDL, LDL

Tikus Putih Jantan Wistar dalam Proses Aterosklerosis

Page 83: Wortel (Agung)

W : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta wortel (20 g/kg bb/hari)

TW : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta tempe M-2 (20 g/kg bb/hari),

dan wortel (20 g/kg bb/hari)

4.7 Analisis Statistik

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini selanjutnya dianalisis dengan SPSS 19 for

Windows (Trihendradi, 2011) dan (Permana, 2007) sebagai berikut :

1. Analisis deskritif. Data ditabulasi dan dihitung rerata kadar HDL, TAC, LDL, F2-Isoprostan

dan Interleukin-6 pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sesudah perlakuan,

dengan SPSS 19 (Trihendradi, 2011).

2. Uji komparabilitas. Uji ini dilakukan untuk membandingkan rerata data posttest. Uji

komparabilitas yang dipakai adalah Simple Factorial Anova dengan Excel 2007 (Permana,

2007).

3. Apabila terdapat perbedaan bermakna di antara perlakuan pada uji anova, maka dilanjutkan

dengan : Multiple Comparation t-test Independent.

Page 84: Wortel (Agung)

BAB V

HASIL PENELITIAN

Setelah mendapatkan data hasil penelitian, selanjutnya melakukan uji deskritif, uji

normalitas Kolmogorov-Smirnov maupun Shapiro-Wilk dengan SPSS 19 (Trihendradi, 2011).

Uji normalitas data bertujuan untuk membuktikan distribusi data dalam suatu variabel yang akan

digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak untuk membuktikan model-model

penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Hasil uji normalitas Kolmogorov-

Smirnov maupun Shapiro-Wilk semua data hasil penelitian menunjukkan nilai p > α, berarti

semua data berdistribusi normal, ditampilkan pada Lampiran 3.

Selanjutnya, melakukan uji homogenitas Levene’s test. Uji homogenitas membuktikan

varian antar kelompok adalah sama. Data yang baik dan layak untuk membuktikan model-model

penelitian adalah data yang memiliki varian yang homogen. Hasil uji homogenitas varian untuk

semua kelompok penelitian menunjukkan varian antar kelompok adalah sama (p > α),

ditampilkan pada Lampiran 3.

5.1 Kadar HDL serum dan TAC serum Tikus Wistar.

5.1.1 Kadar HDL serum Tikus Wistar

Rata-rata kadar HDL serum tertinggi terdapat pada perlakuan pakan aterogenik dan

kombinasi tempe M-2 dengan wortel (TW) yaitu 68,640 ± 0,50 mg/dL, rata-rata kadar HDL

pada perlakuan pakan aterogenik dengan tempe M-2 (T) sebesar 49,646 ± 2,87 mg/dL, sedang

pada perlakuan pakan aterogenik dengan wortel (W) sebesar 44,31 ± 2,67 mg/dL, kemudian pada

perlakuan pakan standar (kontrol negatif/KN) yaitu 37,080 ± 0,48 mg/dL, dan terendah pada

Page 85: Wortel (Agung)

perlakuan pakan aterogenik (kontrol positif/KP) dengan rata-rata kadar HDL serum yaitu 28,684

± 3,32 mg/dL, disajikan pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1

Kadar HDL serum Tikus Wistar pada Perlakuan KN, KP, T, W dan TW

Keterangan :

KN : Kontrol negatif, pemberian makanan standar/pellet (50 g/kg bb/hari)

KP : Kontrol positif, pemberian minyak babi : pellet (1: 9) (50 g/kg bb/hari)

T : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta tempe M-2 (20 g/kg bb/hari)

W : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta wortel (20 g/kg bb/hari)

TW : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta tempe M-2 (20 g/kg bb/hari),

dan wortel (20 g/kg bb/hari)

Rata-rata HDL dengan huruf yang tidak sama berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Analisis keragaman kadar HDL serum menggunakan uji Anova dengan Excel 2007

(Permana, 2007). Hasil analisis keragaman kadar HDL serum tikus Wistar menunjukkan

perbedaan sangat bermakna (p < 0,01) pada berbagai perlakuan. Kombinasi tempe M-2 dengan

wortel menunjukkan pengaruh interaksi yang tidak bermakna (p > 0,05), disajikan pada

Tabel 5.1.

Pada perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel ditetapkan hipotesis pada pengamatan

kadar HDL sebagai berikut :

Page 86: Wortel (Agung)

1. Kadar HDL serum tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan kombinasi

tempe M-2 dengan wortel (TW) lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan diet

aterogenik tanpa tempe M-2 maupun wortel (KP/Kontrol Positif).

2. Kadar HDL serum tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan kombinasi

tempe M-2 dengan wortel (TW) lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan diet

aterogenik dengan tempe M-2 (T).

3. Kadar HDL serum tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan kombinasi

tempe M-2 dengan wortel (TW) lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan diet

aterogenik dengan wortel (W).

Tabel 5.1

Analisis Keragaman Kadar HDL Serum Tikus Wistar Diberikan Diet Aterogenik dengan Tempe

M-2 dan Wortel

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F.

F. Tabel

Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung Sig P 5% 1%

Ulangan 4 40.29896 10.07474 1.995786 NS 0.144 3.007 4.77

Perlakuan 4 4496.744 1124.186 222.6991 ** 0.000 3.007 4.77

KN Vs KP 1 457.5321 457.5321 90.63622 ** 0.000 4.494 8.53

Perlk TW 3 4039.212 1346.404 266.72 ** 0.000 3.239 5.29

T 1 2543.866 2543.866 503.9349 ** 0.000 4.494 8.53

W 1 1482.642 1482.642 293.7085 ** 0.000 4.494 8.53

TxW 1 12.70418 12.70418 2.516673 NS 0.000 4.494 8.53

Galat 16 80.76808 5.048005 Total 24 4617.811 192.4088 -

KK = 4.9 %

Keterangan : ** berbeda sangat bermakna (p < 0,01)

NS berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Page 87: Wortel (Agung)

Jadi dari Gambar 5.1 dan Tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa rata-rata kadar HDL

perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel menunjukkan nilai yang paling tinggi dan

menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (p < 0,01) dibandingkan dengan perlakuan KP,

W maupun T. Hal ini membuktikan kebenaran hipotesis 1, hipotesis 2, dan hipotesis 3 pada

pengamatan kadar HDL.

5.1.2 Kadar Kapasitas Antioksidan Total (TAC) serum Tikus Wistar.

Rata-rata kadar TAC serum tertinggi terdapat pada kombinasi tempe M-2 dengan wortel

(TW) yaitu 1,454 ± 0,01 nM/mL, pada perlakuan pakan aterogenik dengan tempe M-2 (T)

yaitu 0,866 ± 0,04 nM/mL, pada perlakuan pakan aterogenik dengan wortel (W) yaitu 0,646 ±

0,02 nM/mL, kemudian pada perlakuan kontrol negatif (KN) hanya dengan pakan standar yaitu

0,560 ± 0,02 nM/mL, dan terendah pada kontrol positif (KP) hanya dengan pakan aterogenik

yaitu 0,444 ± 0,03 nM/mL, disajikan pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2

Kadar TAC serum Tikus Wistar pada Perlakuan KN, KP, T, W dan TW.

Keterangan :

KN : Kontrol negatif, pemberian makanan standar/pellet (50 g/kg bb/hari)

Page 88: Wortel (Agung)

KP : Kontrol positif, pemberian minyak babi : pellet (1: 9) (50 g/kg bb/hari)

T : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta tempe M-2 (20 g/kg bb/hari)

W : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta wortel (20 g/kg bb/hari)

TW : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta tempe M-2 (20 g/kg bb/hari),

dan wortel (20 g/kg bb/hari)

Rata-rata TAC dengan huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 1%.

Analisis keragaman kadar TAC serum menggunakan uji Anova dengan Excel 2007

(Permana, 2007). Hasil analisis keragaman kadar TAC serum tikus Wistar menunjukkan

perbedaan sangat bermakna (p < 0,01) pada berbagai perlakuan, kombinasi tempe M-2 dengan

wortel menunjukkan pengaruh interaksi yang sangat bermakna (p < 0,01), disajikan pada Tabel

5.2.

Tabel 5.2

Analisis Keragaman Kadar TAC serum Tikus Wistar Diberikan Diet Aterogenik dengan Tempe

M-2 dan Wortel

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F.

F. Tabel Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung Sig p 5% 1%

Ulangan 4 0.00412 0.00103 2.070352 NS 0.133 3.01 4.77

Perlakuan 4 3.19972 0.79993 1607.899 ** 0.000 3.01 4.77

KN Vs KP 1 0.34223 0.34223 687.8894 ** 0.000 4.49 8.53

Perlk TW 3 2.8575 0.9525 1914.57 ** 0.000 3.24 5.29

T 1 1.89113 1.89113 3801.256 ** 0.000 4.49 8.53

W 1 0.78012 0.78012 1568.09 ** 0.000 4.49 8.53

TxW 1 0.18625 0.18625 374.3618 ** 0.000 4.49 8.53

Galat 16 0.00796 0.0005 Total 24 3.2118 0.13383 -

KK = 2.81%

Keterangan : ** berbeda sangat bermakna (p < 0,01)

NS berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Pada perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel disebutkan hipotesis pada

pengamatan kadar TAC sebagai berikut :

Page 89: Wortel (Agung)

1. Kadar TAC serum tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan kombinasi tempe

M-2 dengan wortel (TW) lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan pakan standar

(KN/Kontrol Negatif), dengan yang diberikan diet aterogenik tanpa tempe M-2 maupun

wortel (KP).

2. Kadar TAC serum tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan kombinasi tempe

M-2 dengan wortel (TW) lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan diet aterogenik

dengan tempe M-2 (T).

3. Kadar TAC serum tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan kombinasi tempe

M-2 dengan wortel (TW) lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan diet aterogenik

dengan wortel (W).

4. Ada pengaruh interaksi antara perlakuan tempe M-2 dengan wortel (TW) terhadap kadar

TAC serum tikus Wistar aterosklerosis.

Jadi dari Gambar 5.2 dan Tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa :

1. Rata-rata kadar TAC perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel menunjukkan nilai

yang paling tinggi dan menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (p < 0,01)

dibandingkan dengan perlakuan KN, KP, T maupun W.

2. Kombinasi tempe M-2 dengan wortel dapat meningkatkan kadar TAC secara sangat

bermakna (p < 0,01).

3. Ada pengaruh interaksi yang sangat bermakna (p < 0,01) antara perlakuan tempe M-2 dengan

wortel terhadap kadar TAC serum tikus Wistar aterosklerosis

4. Hal ini membuktikan kebenaran hipotesis 1, hipotesis 2, hipotesis 3 dan hipotesis 7 pada

pengamatan kadar TAC.

Page 90: Wortel (Agung)

5.2 Kadar LDL serum, F2-Isoprostan urine, dan IL-6 plasma Tikus Wistar.

5.2.1 Kadar LDL serum Tikus Wistar

Rata-rata kadar LDL serum terendah terdapat pada perlakuan pakan aterogenik dengan

kombinasi tempe M-2 dengan wortel (TW) yaitu 20,718 ± 1,33 mg/dL, pada perlakuan

aterogenik dengan tempe (T) yaitu 24,15 ± 0.90 mg/dL, pada perlakuan pakan aterogenik

dengan wortel (W) yaitu 28,054 ± 1,52 mg/dL, pada perlakuan kontrol negatif (KN) dengan

pakan standar yaitu 33,922 ± 0,92 mg/dL, perlakuan pakan aterogenik (kontrol positif) yaitu

39,014 ± 2,43 mg/dL, dan disajikan pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3

Kadar LDL pada Perlakuan KN, KP, T,W dan TW.

Keterangan :

KN : Kontrol negatif, pemberian makanan standar/pellet (50 g/kg bb/hari)

KP : Kontrol positif, pemberian minyak babi : pellet (1: 9) (50 g/kg bb/hari)

T : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta tempe M-2 (20 g/kg bb/hari)

W : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta wortel (20 g/kg bb/hari)

TW : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta tempe M-2 (20 g/kg bb/hari),

dan wortel (20 g/kg bb/hari)

Rata-rata LDL dengan huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 1%.

Page 91: Wortel (Agung)

Analisis keragaman kadar LDL serum menggunakan uji Anova dengan Excel 2007

(Permana, 2007). Hasil analisis keragaman kadar LDL serum tikus Wistar menunjukkan

perbedaan sangat bermakna (p < 0,01) pada berbagai perlakuan, kombinasi tempe M-2 dengan

wortel menunjukkan pengaruh interaksi yang sangat bermakna (p < 0,01), disajikan pada Tabel

5.3.

Pada perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel disebutkan hipotesis pada

pengamatan kadar LDL sebagai berikut :

1. Kadar LDL serum tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan kombinasi tempe

M-2 dengan wortel (TW) lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan pakan standar

(KN/Kontrol Negatif), dengan yang diberikan diet aterogenik tanpa tempe M-2 maupun

wortel (KP/Kontrol Positif).

2. Kadar LDL serum tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan kombinasi tempe

M-2 dengan wortel (TW) lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan diet aterogenik

dengan tempe M-2 (T).

3. Kadar LDL serum tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan kombinasi tempe

M-2 dengan wortel (TW) lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan diet aterogenik

dengan wortel (W).

Page 92: Wortel (Agung)

Tabel 5.3

Analisis Keragaman Kadar LDL serum Tikus Wistar Diberikan Diet Aterogenik dengan Tempe

M-2 dan Wortel.

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F.

F. Tabel

Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung Sig p 5% 1%

Ulangan 4 5.1729 1.293224 0.499 NS 0.737 3.01 4.77

Perlakuan 4 1086.8399 271.70998 104.768 ** 0.000 3.01 4.77

KN Vs KP 1 141.03938 141.03938 54.383 ** 0.000 4.49 8.53

Perlk TW 3 945.80056 315.26685 121.562 ** 0.000 3.24 5.29

T 1 616.05 616.05 237.54 ** 0.000 4.49 8.53

W 1 258.91208 258.91208 99.833 ** 0.000 4.49 8.53

TxW 1 70.83848 70.83848 27.314 ** 0.000 4.49 8.53

Galat 16 41.4953 2.59346 Total 24 1133.5081 47.22951 KK = 5.52%

Keterangan : ** berbeda sangat bermakna (p < 0,01)

NS berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Jadi dari Gambar 5.3 dan Tabel 5.3 dapat disimpulkan bahwa :

1. Rata-rata kadar LDL perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel menunjukkan nilai

yang paling rendah dan menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (p < 0,01)

dibandingkan dengan perlakuan KN, KP, T maupun W.

2. Kombinasi tempe M-2 dengan wortel dapat menurunkan kadar LDL secara sangat bermakna

(p < 0,01).

3. Hal ini membuktikan kebenaran hipotesis 4, hipotesis 5, dan hipotesis 6 pada pengamatan

kadar LDL.

Page 93: Wortel (Agung)

5.2.2 Kadar F2-Isoprostan urine Tikus Wistar.

Rata-rata kadar F2-Isoprostan urine terendah pada perlakuan pakan aterogenik dengan

kombinasi tempe M-2 dengan wortel (TW) yaitu 0,720 ± 0,065 ng/dl, pada perlakuan

aterogenik dengan tempe (T) yaitu 0,964 ± 0.527 ng/dl, pada perlakuan pakan aterogenik dengan

wortel (W) yaitu 2,054 ± 1,555 ng/dl, pada perlakuan pakan standar (kontrol negatif/KN) yaitu,

3,034 ± 0,07 ng/mL, dan tertinggi pada perlakuan pakan aterogenik (kontrol positif/KP) yaitu

5,264 ± 0,07 ng/mL, dan disajikan pada Gambar 5.4.

Analisis keragaman kadar F2-Isoprostan urine tikus menggunakan uji Anova dengan

Excel 2007 (Permana, 2007). Hasil analisis keragaman kadar F2-Isoprostan urine tikus Wistar

menunjukkan perbedaan sangat bermakna (p < 0,01) pada berbagai perlakuan, kombinasi tempe

M-2 dengan wortel menunjukkan pengaruh interaksi yang sangat bermakna (p < 0,01), disajikan

pada Tabel 5.4.

Gambar 5.4

Kadar F2-Isoprostan pada Perlakuan KN, KP, T,W dan TW

Keterangan :

KN : Kontrol negatif, pemberian makanan standar/pellet (50 g/kg bb/hari)

Page 94: Wortel (Agung)

KP : Kontrol positif, pemberian minyak babi : pellet (1: 9) (50 g/kg bb/hari)

T : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta tempe M-2 (20 g/kg bb/hari)

W : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta wortel (20 g/kg bb/hari)

TW : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta tempe M-2 (20 g/kg bb/hari),

dan wortel (20 g/kg bb/hari)

Rata-rata F2-Isoprostan dengan huruf yang tidak sama berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 5.4

Analisis Keragaman Kadar F2-Isoprostan urine Tikus Wistar Diberikan Diet Aterogenik dengan

Tempe M-2 dan Wortel

Keterangan : ** berbeda sangat bermakna (p < 0,01)

NS berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Pada perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel disebutkan hipotesis pada

pengamatan kadar F2-Isoprostan urine sebagai berikut :

Keterangan : ** berbeda sangat bermakna (p < 0,01)

NS berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Pada perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel disebutkan hipotesis pada

pengamatan kadar F2-Isoprostan urine tikus Wistar sebagai berikut :

1. Kadar F2-Isoprostan urine tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan kombinasi

tempe M-2 dengan wortel (TW) lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan pakan

standar (KN/Kontrol Negatif ), dengan yang diberikan diet aterogenik tanpa tempe M-2

maupun wortel (KP/Kontrol Positif).

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F.

F. Tabel

Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung Sig p 5% 1%

Ulangan 4 0.007664 0.001916 0.119743 NS 0.973 3.0069 4.7726

Perlakuan 4 68.04202 17.01051 1063.09 ** 0.000 3.0069 4.7726

KN Vs KP 1 2.455489 2.455489 153.4585 ** 0.000 4.494 8.531

Perlk TW 3 65.58654 21.86218 1366.301 ** 0.000 3.2389 5.2922

T 1 39.67745 39.67745 2479.685 ** 0.000 4.494 8.531

W 1 14.91265 14.91265 931.9821 ** 0.000 4.494 8.531

TxW 1 10.99645 10.99645 687.2349 ** 0.000 4.494 8.531

Galat 16 0.256016 0.016001 Total 24 68.3057 2.846071

KK=5,26 %

Page 95: Wortel (Agung)

2. Kadar F2-Isoprostan urine tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan kombinasi

tempe M-2 dengan wortel (TW) lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan diet

aterogenik dengan tempe M-2 (T).

3. Kadar F2-Isoprostan urine tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan kombinasi

tempe M-2 dengan wortel (TW) lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan diet

aterogenik dengan wortel (W).

4. Ada pengaruh interaksi pada perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel (TW) terhadap

kadar F2-Isoprostan urine tikus Wistar aterosklerosis.

Jadi dari Gambar 5.4 dan Tabel 5.4 dapat disimpulkan bahwa :

1. Rata-rata kadar F2-Isoprostan perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel menunjukkan

nilai yang paling rendah dan menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (p < 0,01)

dibandingkan dengan perlakuan KN, KP, T maupun W.

2. Kombinasi tempe M-2 dengan wortel dapat menurunkan kadar F2-Isoprostan secara sangat

bermakna (p < 0,01).

3. Ada pengaruh interaksi yang sangat bermakna (p < 0,01) antara perlakuan tempe M-2 dengan

wortel terhadap kadar F2-Isoprostan urine tikus Wistar aterosklerosis.

4. Hal ini membuktikan kebenaran hipotesis 4, hipotesis 5, hipotesis 6 dan hipotesis 7 pada

pengamatan kadar F2-Isoprostan urine tikus Wistar.

5.2.3 Kadar IL-6 plasma Tikus Wistar.

Rata-rata kadar IL-6 plasma tikus terendah pada perlakuan pakan aterogenik dan

kombinasi tempe M-2 dengan wortel (TW) yaitu 35,328 ± 1,000 pg/dl, pada perlakuan pakan

aterogenik dengan tempe M-2 (T) yaitu 39,758 ± 1,64 pg/dl, pada perlakuan pakan aterogenik

Page 96: Wortel (Agung)

dengan wortel yaitu 49,668 ± 1,440 pg/dl, pada perlakuan pakan standar (kontrol negatif) yaitu,

168,85 ± 11,29 pg/mL, tertinggi pada perlakuan pakan aterogenik (kontrol positif) yaitu 222,668

± 10,56 pg/mL, dan disajikan pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5

Kadar IL-6 plasma pada Perlakuan KN, KP, T,W, dan TW.

Keterangan :

KN : Kontrol negatif, pemberian makanan standar/pellet (50 g/kg bb/hari)

KP : Kontrol positif, pemberian minyak babi : pellet (1: 9) (50 g/kg bb/hari)

T : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta tempe M-2 (20 g/kg bb/hari)

W : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta wortel (20 g/kg bb/hari)

TW : Pemberian minyak babi : pellet (1: 9), serta tempe M-2 (20 g/kg bb/hari),

dan wortel (20 g/kg bb/hari)

Rata-rata IL-6 dengan huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 1%.

Analisis keragaman kadar IL-6 plasma tikus menggunakan uji Anova dengan Excel 2007

(Permana, 2007). Hasil analisis keragaman kadar IL-6 plasma tikus Wistar menunjukkan

perbedaan yang sangat bermakna (p < 0,01) pada berbagai perlakuan, kombinasi tempe M-2

dengan wortel menunjukkan pengaruh interaksi yang sangat bermakna (p < 0,01), disajikan pada

Tabel 5.5.

Page 97: Wortel (Agung)

Tabel 5.5

Analisis Keragaman Kadar IL-6 plasma Tikus Wistar Diberikan Diet Aterogenik dengan Tempe

M-2 dan Wortel

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F.

F. Tabel

Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung Sig p 5% 1%

Ulangan 4 73.63326 18.40831 0.32527 NS 0.857 3.01 4.77

Perlakuan 4 150398.4 37599.6 664.369 ** 0.000 3.01 4.77

KN Vs KP 1 26892.39 26892.39 475.177 ** 0.000 4.49 8.53

Perlk TW 3 123506 41168.67 727.432 ** 0.000 3.24 5.29

T 1 48634.45 48634.45 859.35 ** 0.000 4.49 8.53

W 1 39351.76 39351.76 695.328 ** 0.000 4.49 8.53

TxW 1 35519.81 35519.81 627.619 ** 0.000 4.49 8.53

Galat 16 905.5119 56.59449 Total 24 151377.6 6307.398 -

KK = 7.29%

Keterangan : : ** berbeda sangat bermakna (p < 0,01)

NS berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Pada perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel disebutkan hipotesis pada

pengamatan kadar IL-6 sebagai berikut :

1. Kadar IL-6 tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan kombinasi tempe M-2

dengan wortel (TW) lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan pakan standar

(Kontrol Negatif/KN), dengan yang diberikan diet aterogenik tanpa tempe M-2 maupun

wortel (Kontrol Positif/KP).

2. Kadar IL-6 tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan kombinasi tempe M-2

dengan wortel (TW) lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan diet aterogenik

dengan tempe M-2 (T).

Page 98: Wortel (Agung)

3. Kadar IL-6 tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan kombinasi tempe M-2

dengan wortel (TW) lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan diet aterogenik

dengan wortel (W).

4. Ada pengaruh interaksi pada perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel (TW) terhadap

kadar IL-6 tikus Wistar aterosklerosis.

Jadi dari Gambar 5.5 dan Tabel 5.5 dapat disimpulkan bahwa :

1. Rata-rata kadar IL-6 perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel menunjukkan nilai yang

paling rendah dan menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (p < 0,01) dibandingkan

dengan perlakuan KN, KP, T maupun W.

2. Kombinasi tempe M-2 dengan wortel dapat menurunkan kadar IL-6 secara sangat bermakna

(p < 0,01).

3. Ada pengaruh interaksi yang sangat bermakna (p < 0,01) antara perlakuan tempe M-2 dengan

wortel terhadap kadar IL-6 plasma tikus Wistar aterosklerosis.

4. Hal ini membuktikan kebenaran hipotesis 4, hipotesis 5, hipotesis 6 dan hipotesis 7 pada

pengamatan kadar IL-6.

5.3 Perubahan Struktur Histopatologi Jaringan AortaTikus Wistar

Perubahan struktur histopatologi jaringan aorta tikus Wistar dengan pembesaran 200 kali

dan pewarnaan HE (Haematoxylin Eosin), dari adanya proses aterosklerosis hingga normal

(Posttest), ditampilkan pada Gambar 5.6.

Melihat perbedaan keberadaan aterosklerosis pada aorta dengan ketentuan sebagai

berikut : (1) katagori 1 adalah aorta tanpa aterosklerosis (tanpa disfungsi endotel dan bercak

perlemakan), (2) katagori 2 adalah aorta dengan aterosklerosis ringan (terdapat disfungsi endotel

Page 99: Wortel (Agung)

dan bercak perlemakan pada sebagian kecil jaringan aorta), dan katagori 3 adalah aorta dengan

aterosklerosis berat (terdapat disfungsi endotel merata pada semua jaringan aorta dan terdapat

banyak bercak perlemakan).

Gambar 5.6

Perubahan Gambaran Struktur Histopatologi Aorta Tikus Wistar dengan pewarnaan HE dan

pembesaran 200 x.

a. Pada Perlakuan Aterogenik/Kontrol Positif/KP

b. Pada Perlakuan Pakan Standar/Kontrol Negatif/KN

c. Pada Perlakuan Aterogenik dengan Wortel/W

d. Pada Perlakuan Aterogenik dengan Tempe M-2/T

e. Pada Perlakuan Aterogenik dengan kombinasi tempe M-2 dengan wortel/TW

Pada Gambar 5.6a menunjukkan aorta pada perlakuan pakan aterogenik/kontrol positif

(KP) yang paling banyak mengandung bercak perlemakan (fatty streak) (yang ditunjukkan

dengan tanda panah hitam), kemudian semakin berkurang kandungan bercak perlemakan (fatty

streak) pada perlakuan pakan standar /kontrol negatif (KN) (Gambar 5.6b), kemudian pada

perlakuan aterogenik dengan wortel (W) (Gambar 5.6c), kemudian pada perlakuan aterogenik

dengan tempe (T)(Gambar 5.6d), dan terakhir pada perlakuan aterogenik dengan kombinasi

tempe M-2 dengan wortel (TW) sudah tidak tampak adanya bercak perlemakan (fatty

streak)(Gambar 5.6e).

Pada perlakuan pakan aterogenik/kontrol positif/KP (Gambar 5.6a) maupun pada

perlakuan pakan standar/kontrol negatif/KN (Gambar 5.6b) hampir keseluruhan endotel

Page 100: Wortel (Agung)

mengalami disfungsi (endotel terekspresi). Pada perlakuan aterogenik dan wortel (W) masih

nampak disfungsi endotel pada sebagian kecil jaringan aorta (Gambar 5.6c). Pada perlakuan

pakan aterogenik dengan tempe M-2 (T) masih nampak disfungsi endotel, tetapi lebih sedikit

daripada perlakuan W (Gambar 5.6d). Pada perlakuan aterogenik dengan kombinasi tempe M-2

dengan wortel sudah tidak nampak adanya disfungsi endotel (Gambar 5.6e).

Gambar 5.7

Histopatologi Aorta Tikus Wistar Aterosklerosis

dengan Perlakuan Pakan Aterogenik/Kontrol Positif (KP)

dengan pewarnaan HE dan pembesaran 200 x.

Pada Gambar 5.7 di atas terjadi perubahan struktur histopatologis aorta tikus dengan

perlakuan pakan aterogenik/Kontrol Positif/KP, termasuk katagori 3 karena nampak pada hampir

semua endotel terjadi disfungsi dan banyak terdapat bercak perlemakan (fatty streak) (tanda

panah hitam), dan sudah memperlihatkan sel-sel busa intima yang berasal dari makrofag (tanda

panah putih), dan memperlihatkan membran elastik interna dan eksterna telah rusak, dan tunika

media aorta sudah terlihat mulai menipis (tanda panah biru) (Kumar et al., 2007). Pada

dinding endotel terjadi infiltrasi sel-sel monosit ke bawah jaringan subendotel, sehingga

Page 101: Wortel (Agung)

mengakibatkan kerusakan sel endotel dan mengalami inflamasi. Disfungsi endotel menimbulkan

perlekatan leukosit dan kemungkinan trombosis, selanjutnya akan meningkatkan penimbunan

lemak di dalam sel maupun di luar sel (Kumar et al, 2004). Dibandingkan dengan histopatologi

aorta perlakuan KN (Kontrol Negatif), yang masih termasuk katagori 3, tetapi bercak

perlemakan lebih sedikit, seperti terlihat pada Gambar 5.8.

Gambar 5.8

Histopatologi Aorta tikus Wistar Aterosklerosis

dengan Perlakuan Pakan Standar/Kontrol Negatif (KN )

dengan pewarnaan HE dan pembesaran 200 x.

Pada histopatologi aorta tikus Wistar aterosklerosis dengan perlakuan pakan

standar/Kontrol Negatif/KN masih terjadi perlekatan leukosit, trombosit, masih terdapat sel busa

(tanda panah putih), bercak perlemakan (tanda panah hitam), dan memperlihatkan bahwa

membran elastik interna dan eksterna telah rusak (tanda panah biru) (Kumar et al., 2007).

Histopatologi aorta tikus Wistar aterosklerosis dengan perlakuan pakan aterogenik

dengan wortel (W) (Gambar 5.9) termasuk kategori 2 karena masih terdapat sedikit

perlekatan/agregasi endotel dan bercak perlemakan (tanda panah hitam), masih terdapat sedikit

sel busa (tanda panah putih).

Page 102: Wortel (Agung)

Histopatologi aorta tikus Wistar aterosklerosis dengan perlakuan pakan aterogenik

dengan tempe M-2 (Gambar 5.10) termasuk kategori 2 karena masih terdapat sangat sedikit

perlekatan/agregasi endotel (tanda panah putih) dan bercak perlemakan (tanda panah hitam),

tetapi sudah tidak nampak adanya sel busa.

Gambar 5.9

Histopatologi Aorta Tikus Wistar Aterosklerosis

dengan Perlakuan Pakan Aterogenik dengan Wortel (W)

dengan pewarnaan HE dan pembesaran 200 x.

Gambar 5.10

Page 103: Wortel (Agung)

Histopatologi Aorta Tikus Wistar Aterosklerosis dengan Perlakuan Pakan Aterogenik dengan

Tempe M-2/T, dengan pewarnaan HE dan pembesaran 200 x.

Pada histopatologi aorta tikus Wistar aterosklerosis dengan perlakuan pakan aterogenik

dengan kombinasi tempe M-2 dengan wortel (TW) (Gambar 5.11) di bawah termasuk kategori 1

karena sudah tidak terjadi agregasi endotel (disfungsi endotel) dan bercak perlemakan. Sudah

tampak pembentukan endotel baru (tanda panah putih).

Gambar 5.11

Histopatologi Aorta Tikus Wistar dalam Proses Aterosklerosis dengan Perlakuan Pakan

Aterogenik dengan Kombinasi Tempe M-2 dengan Wortel (TW)

dengan pewarnaan HE dan pembesaran 200 x.

5.4 Pemeriksaan Kenormalan pH Urine Tikus Wistar

Pemeriksaan kenormalan pH urine tikus Wistar dengan menggunakan alat pH Indicator

Strips, dan dengan ketentuan sebagai berikut : (1) katagori 1 adalah pH urine normal (pH ≥ 7),

dan (2) katagori 2 adalah pH urine tidak normal (pH < 7).

Hasil pemeriksaan kenormalan pH urine tikus Wistar yang termasuk katagori 1 adalah

pada perlakuan TW (perlakuan pakan aterogenik dengan kombinasi tempe M-2 dengan wortel)

dengan hasil rata-rata pH urine sebesar 8, pada perlakuan T (perlakuan pakan aterogenik dengan

tempe M-2) dengan hasil rata-rata pH sebesar 7, dan pada perlakuan W (perlakuan pakan

Page 104: Wortel (Agung)

aterogenik dengan wortel) dengan hasil rata-rata pH sebesar 7,5. Hasil pemeriksaan kenormalan

pH urine tikus Wistar termasuk katagori 2 adalah pada perlakuan KN (perlakuan kontrol

negatif/perlakuan pakan standar) dengan hasil rata-rata pH sebesar 6,5, dan pada perlakuan KP

(perlakuan kontrol positif/ perlakuan pakan aterogenik) dengan hasil rata-rata pH sebesar 6.

Page 105: Wortel (Agung)

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Subyek Penelitian

Penelitian ini menggunakan tikus putih (Rattus Novergicus) galur Wistar, jantan,

dewasa, aterosklerosis dislipidemia, berumur 7-7,5 bulan, dan dengan berat badan 250-300 g.

Penelitian ini menggunakan tikus Wistar, karena memiliki sifat-sifat yang mudah dipelihara,

merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai macam penelitian. Disamping itu

tikus memiliki keunggulan dibanding dengan hewan coba yang lain, adalah tidak dapat muntah,

karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esophagus bermuara ke dalam lambung, dan

tikus tidak mempunyai kandung empedu (Kusumawati, 2004).

Penelitian ini menggunakan sampel awal sebanyak 60 ekor tikus Wistar yang

mendapatkan perlakuan aterosklerosis dengan pakan tinggi kolesterol (Julyasih, 2011) selama

lima bulan, dilaksanakan analisa profil lipid di Instalasi Laboratorium Patologi Klinik Rumah

Sakit Sanglah, dengan hasil kolesterol total sebesar ±78,50 mg/dl, dan HDL sebesar ±58,29

mg/dl. Menurut standar protokol dalam penelitian laboratorik, kadar kolesterol total normal

tikus adalah 10-54 mg/dl, dan kadar HDL normal tikus adalah ±69 mg/dl (Kusumawati,2004;

Setyaji, 2011), maka tikus Wistar telah hiperkolesterol. Szmitko, et al.(2003) dan Kumar et al.

(2007b) menyebutkan bahwa aterosklerosis merupakan penyakit yang tumbuhnya lambat, selama

bertahun-tahun. Disebutkan oleh Miyamoto et al. (2006) bahwa kondisi dislipidemia saja tidak

cukup memfasilitasi terjadinya aterosklerosis, stress oksidasi lebih proaterosklerosis

dibandingkan dengan dislipidemia saja tanpa stress oksidasi. Penelitian lebih lanjut menyatakan

bahwa LDL kecil (fenotip B) berkaitan dengan profil lipoprotein yang aterogenik, karena lebih

rentan terhadap oksidasi, karena mengandung asam lemak tidak jenuh jamak yang tinggi

Page 106: Wortel (Agung)

dibandingkan kandungan antioksidan, lebih lama berada dalam sirkulasi, afinitas terhadap

proteoglikan sel endotel lebih besar sehingga mempermudah masuk ke dalam lapisan subendotel

dimana proses oksidasi LDL akan berlangsung (Chait, 1994), hal ini akan terjadi pada individu

dengan penurunan kolesterol HDL (Tribble, 1995; Freeman dan Junge, 2008). Oleh karena itu

untuk menginduksi/mempercepat proses aterosklerosis, tikus Wistar diinjeksi inisial adrenalin

secara intravena 0,006 mg/200 g BB pada semua tikus pada hari pertama saja, dan hari

selanjutnya berturut-turut setiap hari selama seminggu diberikan/disonde diet kuning telur

mentah 5 g/200 g BB/hari (Prasetyo et al., 2003), selanjutnya dilaksanakan analisa kolesterol

HDL di Laboratorium Klinik Prodia Denpasar, dan hasilnya adalah sebesar ±16,9 mg/dl, ternyata

telah dislipid lebih dari setengah kali dari kandar HDL normal, dan disebutkan oleh Prasetyo (

2003) bahwa tikus Wistar telah menunjukkan proses aterosklerosis tingkat awal. Hal ini

dipertegas dengan hasil penelitian dari Wahyuni (2011) yang menunjukkan telah terjadinya

aterosklerosis karena asupan minyak babi selama 13 minggu. Penelitian telah siap dilaksanakan,

dipilih 25 ekor tikus Wistar, dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan (KN/kontrol

negatif/perlakuan pakan standar, KP/kontrol positif/perlakuan pakan aterogenik, T/perlakuan

pakan aterogenik dengan tempe M-2, W/perlakuan pakan aterogenik dengan wortel, dan

TW/perlakuan pakan aterogenik dengan kombinasi tempe M-2 dengan wortel), dan pada setiap

kelompok terdapat 5 ulangan.

Sebelum penelitian dimulai, dilaksanakan penelitian pendahuluan selama seminggu untuk

penetapan dosis tempe M-2 dan wortel, yang diberikan pada pagi dan sore hari, sebelum

diberikan pakan standar maupun pakan aterogenik, didapatkan rata-rata habis makan tempe M-2

maupun wortel seberat 25 g/kg BB/hari. Berdasarkan hasil penelitian dari Karyadi dan

Hermana (1995) menemukan dosis konsumsi tempe sebesar 150 g/hari, selama dua minggu

Page 107: Wortel (Agung)

dapat menurunkan kolesterol, karena pada penelitian ini bertujuan untuk penanggulangan

aterosklerosis dan berdasarkan konversi perhitungan dosis pada Lampiran 2, maka ditetapkan

perlakuan dosis tempe M-2 seberat 20 g/kg BB/hari. Penetapan dosis wortel berdasarkan temuan

dari Muchtadi (2009) dan Sunita (2009) bahwa konsumsi beta karoten yang berasal dari tanaman

bersifat aman dan tidak akan memberikan efek toksik sampai 100.000 IU per hari, maka

ditetapkan perlakuan dosis wortel seberat 20 g/kg BB/hari .

6.2 Kadar HDL Serum dan TAC Serum Tikus Wistar

6.2.1 Kadar HDL Serum Tikus Wistar

Rata-rata kadar HDL serum tikus Wistar aterosklerosis tertinggi terdapat pada perlakuan

pakan aterogenik dan kombinasi tempe M-2 dengan wortel (TW) yaitu 68,640 ± 0,50 mg/dL,

dan menunjukkan perbedaan sangat bermakna (p < 0,01) pada berbagai perlakuan, berarti

kombinasi tempe M-2 dengan wortel dapat meningkatkan kadar HDL secara sangat bermakna

(p < 0,01). Hal ini sesuai dengan hipotesis 1, 2 dan 3. Kadar HDL serum tikus pada perlakuan

tempe M-2 memberikan pengaruh lebih tinggi 7,8 % dibandingkan dengan pengaruh kadar HDL

pada perlakuan wortel, pada perlakuan kombinasi pakan aterogenik dengan tempe M-2 dengan

wortel. Hal ini sesuai dengan pendapat Alrasyid (2007) yang menyebutkan bahwa analisis

molekular dari isoflavon genistein tempe ternyata memperlihatkan struktur yang mirip dengan 17

β-estradiol, mendukung mekanisme kerja substansi ini dalam perbaikan profil lipid plasma (Kim

et al., 2000). Genistein (17 β-estradiol eksogen) secara tidak langsung mempengaruhi lipolisis

dengan memacu lipolytic enzyme hormone-sensitive lipase atau dengan meningkatkan efek

lipolitik dari epinefrin (Cooke et al., 2004). Disebutkan pula oleh Kumar et al. (2007b) bahwa

pada kasus dislipidemia kronis, membran sel jenuh akan kolesterol LDL, untuk itu tubuh akan

melakukan penyeimbangan kolesterol melalui pengambilan kolesterol dan membawanya ke

Page 108: Wortel (Agung)

cairan ekstraselular untuk dibawa kembali ke hati (reserve cholesterol transport) oleh kolesterol

HDL, sehingga terjadi peningkatan produksi kolesterol HDL, yang didukung oleh zat-zat dalam

tempe yang diduga mempunyai sifat menormalkan lipid darah adalah protein, asam lemak

PUFA, serat, niasin, vitamin E, karotenoid, isoflavon dan kalsium (Arsiniati, 1995; Johan,

2005). Disamping itu senyawa lain yang banyak disebut-sebut berefek menurunkan kandungan

kolesterol LDL adalah asam-asam lemak tidak jenuh seperti khususnya asam linolenat (Omega-

3), begitu juga kandungan asam oleat dan linoleat. Menurut Harlinawati (2006) niasin dapat

meningkatkan secara signifikan kandungan kolesterol HDL pada penderita jantung koroner serta

individu dengan kadar kolesterol HDL yang rendah. Ditegaskan pula oleh Mindell (2008) bahwa

komposisi asam amino tempe meningkatkan kadar kolesterol HDL, melalui peningkatan

glucagons darah (hormon yang dikeluarkan oleh pankreas), dapat mengubah kinerja HMG-KoA

reduktase (Coenzym A), yang sangat penting dalam mensintesa kolesterol HDL (Nawawi et al,

2003; Mindell, 2008).

Pektin yang terkandung dalam wortel berperan penting untuk menurunkan kadar

kolesterol LDL, serta meningkatkan kadar kolesterol HDL sehingga bermanfaat untuk mencegah

terjadinya aterosklerosis (Vallerie, 2009). Wortel merupakan sumber beta karoten yang terbaik.

Beta karoten memegang peranan penting dalam pembentukan protein, dibutuhkan dalam

membran mitokondria dalam level optimum untuk dapat merangsang aliran energi yang efisien

melalui mitokondria. Kebutuhan beta karoten dapat pula meningkat bila konsumsi protein kadar

tinggi (Linder, 1992; Parakkasi, 1999). Ditegaskan pula bahwa lesitin pada tempe meningkatkan

kadar karoten dalam hati, dan kandungan tiroid pada tempe meningkatkan daya guna beta

karoten. Stimulasi tiroid dapat meningkatkan kebutuhan beta karoten (Parakkasi, 1999).

Ketersediaan beta karoten meningkat dengan kehadiran vitamin E dan antioksidan lain (Sunita,

Page 109: Wortel (Agung)

2009). Berbagai penelitian menemukan bahwa tokoferol (α atau γ) melindungi beta karoten dari

autooksidasi (Palozza dan Krinsk, 1992).

6.2.2 Kadar Kapasitas Antioksidan Total (TAC) serum Tikus Wistar.

Rata-rata kadar TAC serum tertinggi terdapat pada kombinasi tempe M-2 dengan wortel

yaitu 1,454 ± 0,01 nM/mL. Hasil analisis keragaman kadar TAC serum tikus Wistar

menunjukkan perbedaan sangat bermakna (p<0,01) pada berbagai perlakuan, kombinasi tempe

M-2 dengan wortel menunjukkan pengaruh interaksi yang sangat bermakna (p<0,01), yang dapat

disimpulkan bahwa kombinasi tempe M-2 dengan wortel dapat meningkatkan kadar TAC secara

sangat bermakna (p< 0,01) dan terdapat pengaruh interaksi yang sangat bermakna (p<0,01). Hal

ini sesuai dengan hipotesis 1,2, dan 3 bahwa kadar TAC serum tikus Wistar lebih tinggi pada

perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel dibandingkan dengan perlakuan yang lain, dan

tempe M-2 memberikan pengaruh sebesar 59,56% lebih besar dari pengaruh wortel. Hal ini

disebabkan karena tempe M-2 adalah sumber antioksidan yang sangat baik, seperti protein,

vitamin E, Omega-3, vitamin B2, seng (Zn), tembaga (Cu), Selenium (Se), Fe, isoflavon, SOD

(Agung, 2002; Winarsi, 2007; Mindell, 2008; Sunita, 2009). Isoflavon tempe dapat

meningkatkan aktivitas enzim SOD, katalase dan glutation peroksidase (Winarsi, 2007).

Wortel mengandung antioksidan beta karoten sangat tinggi, sebesar 66 μg/g wortel. Diet

rendah karotenoid, tetapi cukup dalam semua zat gizi lain menghasilkan tanda-tanda

berkurangnya TAC darah. Beta karoten memiliki aktivitas antioksidan terbaik, berperan dalam

pencegahan dan penyembuhan penyakit kardiovaskular (Sergio dan Russel, 1999; Deming et al.,

2002; Sunita, 2009). Asupan beta karoten dapat meningkatkan kadar beta karoten dalam plasma

sebesar 13 % (Het, 2000). Aktivitas katalase meningkat ketika laki-laki sehat diintervensi

Page 110: Wortel (Agung)

dengan karotenoid yang berasal dari jus tomat, wortel dan bayam selama dua minggu (Bub,

2000). Wortel mengandung antioksidan Se, vitamin C, dan B2, serta yang paling penting adalah

wortel kaya antioksidan beta karoten (provitamin A). Beta karoten wortel bersifat aman dan

tidak akan memberikan efek toksik sampai 100.000 IU per hari.

Pada umumnya penggunaan beta karoten sebagai antioksidan berkombinasi dengan

sumber antioksidan yang lain (Winarsi, 2007). Berg et al. (2001) dan Block et al. (2001)

menyebutkan bahwa antioksidan dalam bekerjanya merupakan suatu network. Ketersediaan beta

karoten meningkat dengan kehadiran vitamin E dan antioksidan lain dalam tempe M-2 (Sunita,

2009). Berbagai penelitian menemukan bahwa tokoferol (α atau γ) yang terkandung dalam

tempe M-2 melindungi beta karoten dari autooksidasi (Palozza dan Krinsk, 1992).

Beta karoten dan isoflavon penting perannya dalam menginduksi status antioksidan tubuh

(Winarsi et al., 2003). Isoflavon tempe M-2 dan beta karoten dapat meningkatkan aktivitas

katalase. Isoflavon dan selenium mempengaruhi aktivitas enzim glutation peroksidase (Winarsi,

2007). Diet rendah beta karoten, tetapi cukup dalam semua zat gizi lain menghasilkan tanda-

tanda berkurangnya Kapasitas Total Antioksidan darah (Omaye et al., 1997). Suplemen pada

diet harian dengan 90 mg beta karoten telah menunjukkan peningkatan TAC plasma (Sergio dan

Russell, 1999). Hal ini sesuai dengan hipotesis 7, bahwa ada interaksi tempe M-2 dengan wortel

pada perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel terhadap kadar TAC serum tikus Wistar.

6.3 Kadar LDL Serum, F2-Isoprostan Urine, dan IL-6 Plasma Tikus Wistar.

6.3.1 Kadar LDL serum Tikus Wistar

Rata-rata kadar LDL serum terendah pada perlakuan pakan aterogenik dengan kombinasi

tempe M-2 dengan wortel yaitu 20,718 ± 1,33 mg/dL, hasil analisis keragaman kadar LDL

Page 111: Wortel (Agung)

serum tikus Wistar menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (p < 0,01) pada berbagai

perlakuan. Kombinasi tempe M-2 dengan wortel menunjukkan pengaruh interaksi yang sangat

bermakna (p < 0,01) dalam menurunkan kadar LDL serum tikus Wistar, hal ini sesuai dengan

hipotesis 4,5, dan 6.

Wortel memberikan pengaruh lebih tinggi 18,84% dari pada tempe M-2 dalam

menurunkan kadar LDL serum tikus Wistar aterosklerosis pada perlakuan kombinasi tempe M-2

dengan wortel. Hal ini sesuai dengan pendapat Jeanne (2006) dan Nuansa (2011) bahwa wortel

merangsang dengan mudah dan cepat reaksi pembersihan kelebihan lemak tubuh, sehingga

wortel dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Dinding dalam wortel juga terkandung

pektin, yaitu salah satu jenis serat pangan yang bersifat larut dalam air (soluble dietary fiber).

Serat jenis ini berperan penting untuk menurunkan kadar kolesterol dan gula darah, sehingga

bermanfaat untuk mencegah penyakit diabetes mellitus dan aterosklerosis, yang merupakan cikal

bakal penyakit jantung koroner dan stroke (Vallerie, 2009). Beta karoten dalam wortel dapat

mencegah terjadinya plak atau timbunan kolesterol dalam pembuluh darah, sehingga sering

disebut sebagai antistroke (Mayes, 2002). Kemudian ditegaskan oleh Maida et al. (2008) bahwa

diet karotenoid dapat bertindak sebagai agen hipokolesterolemik, dan menghambat enzim HMG-

KoA reduktase yang berperan penting pada sintesis kolesterol.

Kemudian untuk pengaruh bermakna tempe M-2 dalam menurunkan kadar LDL serum

tikus, dapat ditegaskan dalam hasil penelitian dari Arsiniati (1995) dan Mindell (2008) bahwa

susunan amino pada tempe dapat menurunkan kadar kolesterol LDL. Komposisi asam amino

tempe meningkatkan kadar kolesterol HDL (Mindell, 2008). HDL memiliki banyak protein,

bertindak sebagai vacuum cleaner yang mengisap sebanyak mungkin kolesterol berlebih yang

bisa diisapnya. HDL memungut kolesterol ekstra dari sel-sel dan jaringan-jaringan lalu

Page 112: Wortel (Agung)

membawanya kembali ke hati, yang mengambil kolesterol dari HDL, dan menggunakannya

untuk membuat cairan empedu atau mendaurulangnya. Tempe M-2 mengandung lesitin, yang

berperan dalam reverse cholesterol transport, dimulai dari HDL nascent yang dibentuk di hati

dan usus halus masuk ke dalam aliran darah dan mencapai jaringan perifer seperti makrofag

untuk mengambil kolesterol bebas. Setelah kolesterol bebas dalam HDL nascent, akan diubah

menjadi kolesterol ester dengan bantuan Lecithin-cholesterol acyl transferase (LCAT) dan

kofaktor apo A-1, dan HDL nascent menjadi HDL mature, yang sebagian (50%) ditangkap oleh

reseptor HDL di hati dan untuk sintesis hormon steroid, atau asam empedu, dan sebagian

kolesterol ester akan ditukar dengan trigliserida (Susanti, 2006). Disebutkan pula oleh Widowati

(2007) bahwa vitamin E yang dikandung oleh tempe M-2 dapat menurunkan kadar kolesterol

LDL, dengan cara mempercepat degradasi enzim HMG-CoA reduktase sehingga aktivitas enzim

dihambat dan perubahan mevalonat menjadi kolesterol dihambat.

6.3.2 Kadar F2-Isoprostan Urine Tikus Wistar.

Rata-rata kadar F2-Isoprostan urine tikus Wistar terendah pada perlakuan pakan

aterogenik dengan kombinasi tempe M-2 dengan wortel yaitu 0,720 ± 0,065 ng/dl. Hasil

analisis keragaman kadar F2-Isoprostan urine tikus Wistar menunjukkan perbedaan yang sangat

bermakna (p < 0,01) pada berbagai perlakuan. Kombinasi tempe M-2 dengan wortel

menunjukkan pengaruh interaksi yang sangat bermakna (p < 0,05). Hal ini sesuai dengan

hipotesis 4, 5, 6, dan 7. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Darjgochoo et al. (2012)

yang menyebutkan bahwa konsentrasi F2-Isoprostan lebih rendah pada pasien yang

menggunakan multivitamin. Tempe M-2 mengandung cukup tinggi vitamin B12, vitamin E,

provitamin A (beta karoten), sianokobalamin, asam folat, thiamin, riboflavin, niasin, asam

Page 113: Wortel (Agung)

pantotenat, piridoksin, biotin (Hendromartono, 1997; Pawiroharsono, 1997; Ridwan, 1997;

Winarsi, 2007; Mindell, 2008), dan wortel tinggi akan kandungan provitamin A (beta

karoten)(Sunita, 2009), cukup mengandung vitamin B1, B2, C dan niasin (Wirakusumah, 1997).

Tempe M-2 memberikan pengaruh menurunkan F2-Isoprostan lebih besar 30,28 % dari

pada wortel dalam perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel pada tikus Wistar

aterosklerosis. Hal ini sesuai dengan pendapat Astawan (2003) dan Winarsi (2007) bahwa tempe

M-2 mengandung antioksidan dalam bentuk isoflavon yaitu daidzein, glisitein, genistein dan

Faktor II. Zat-zat ini berperan dalam menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas,

menangkap radikal, yaitu dengan cara mengubah radikal superoksida, yang dikatalis oleh reaksi

dismutasi. Selain itu isoflavon dapat meningkatkan kadar vitamin C dalam sel-sel tubuh,

melindungi terhadap kerusakan akibat radikal bebas dan menghilangkan plak-plak aterosklerosis

(pengerasan arteri) (Wirakusumah, 1997).

Kemudian dipertegas oleh Hastuti (2005) pada proses penempean meningkatkan

kandungan niasin hingga dua sampai dengan lima kali, niasin dapat meningkatkan secara

signifikan kandungan HDL, HDL meningkatkan aktivitas antioksidan sehingga memproteksi

kolesterol LDL dari proses oksidasi.

Pengaruh wortel dalam menurunkan kadar F2-Isoprostan urine tikus Wistar adalah karena

kandungan beta karoten wortel merupakan suatu antioksidan pemutus rantai, bersifat lipofilik

sehingga berperan pada membran sel untuk mencegah peroksidasi lipid. Beta karoten dan

vitamin C pada wortel berkhasiat sebagai antioksidan, yang melidungi kolesterol LDL dari

proses oksidasi (Winarsi, 2007), oleh karena modifikasi oksidatif non siklooksigenase dari asam

arakhidonat yang menghasilkan F2 –Isoprostan (Patrono, 1997; McMichael, 2004; Nalsen et al.,

2006).

Page 114: Wortel (Agung)

Akhir-akhir ini penetapan ox-LDL yang dianggap terbaik adalah pemeriksaan F2-

Isoprostan (8 Iso-PGF2α) dengan metode Elisa baik dalam urine maupun dalam darah (Patrono,

1997). Kemudian dipertegas oleh Dorjgochoo et al. (2012) bahwa F2-Isoprostan dengan

sensitivitas yang tinggi, sebagai biomarker dari stress oksidasif, dalam penetapan pengaruh dari

antioksidan terhadap penyakit aterosklerosis, juga dapat menggambarkan proses kalsifikasi

pada arteri koroner (Gross et al., 2005). F2-Isoprostan merupakan produk akhir dari peroksidasi

lipid. Peroksidasi juga dikatalis in vivo oleh senyawa heme dan oleh lipoksigenase, yang

terdapat di trombosit dan leukosit.

Pada keadaan stres oksidatif kadar Isoprostan meningkat (McMichael, 2004; Yin et al.,

2005). Kadar F2-Isoprostan lebih rendah pada subyek yang mengkonsumsi suplemen

antioksidan, seperti vitamin E, dan beta karoten. Antioksidan memiliki berat molekul kecil,

tetapi mampu menginaktivasi bekembangnya reaksi oksidasi, dengan mencegah terbentuknya

radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan

mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif (Surjohudojo, 2000).

6.3.3 Kadar IL-6 plasma Tikus Wistar

Rata-rata kadar IL-6 plasma terendah pada perlakuan pakan aterogenik dan kombinasi

tempe M-2 dengan wortel yaitu 35,328 ± 1,000 pg/dl. Hasil analisis keragaman kadar IL-6

plasma tikus Wistar menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (p<0,01) pada berbagai

perlakuan. Tempe M-2 dengan wortel menunjukkan pengaruh interaksi yang sangat bermakna (p

< 0,01). Hal ini sesuai dengan hipotesis 4,5, 6, dan 7.

Pengaruh tempe M-2 dalam menurunkan kadar IL-6 lebih tinggi 28,05 % dari pada

pengaruh wortel pada perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel. Hal ini sesuai dengan

Page 115: Wortel (Agung)

pendapat Omoigui (2007) yang menyebutkan bahwa IL-6 dapat dihambat secara tidak

langsung melalui pengaturan sintesa kolesterol endogen, dan isoflavon tempe M-2 dapat

menekan terbentuknya IL-6, penghambatan langsung pada jalur reaksi sinyal transduksi.

Disebutkan pula bahwa aktivitas antiresorptive phytoestrogen sebagai mediatornya.

Asam lemak tidak jenuh Omega-3 pada tempe M-2 dapat mengurangi sekresi sitokin

proinflamasi dan pengaturan penurunan proses peradangan. Suplementasi Omega-3 selama 18

minggu menghambat signal pada basal dan Lipopolysaccharide (LPS) yang merangsang IL-6

atau produksi monosit (Abbate et al., 1996; dan Sunita, 2009). Tempe M-2 dapat

meningkatkan kadar tiroksin plasma darah, sehingga mengurangi tingkat inflamasi. Tempe

mengandung antioksidan zat anti mutagenik (Simanjuntak dan Sudaryati, 1998).

Tempe M-2 juga mengandung estrogen yang dapat mengatur produksi IL-6 (Rifas et al.,

1995). Ditegaskan oleh Manolagas (1995) dan Keller et al. (1996) bahwa estrogen menghambat

ekspresi gen IL-6, melalui represi aktivasi transkripsi dari gen IL-6 melalui efek estrogen

reseptor dalam aktivitas transkripsi dari sequens proksimal 225-bp dari promoter.

Isoflavon yang terdapat pada tempe, dapat meniru peranan dari hormon estrogen, dapat

berikatan dengan reseptor estrogen sebagai aktivitas hormonal, menyebabkan serangkaian reaksi

yang menguntungkan tubuh. Pada saat kadar hormon estrogen menurun, akan terdapat banyak

kelebihan reseptor estrogen yang tidak terikat walaupun afinitasnya tidak sebesar estrogen

(Baziad, 2003; Kim et al., 2003; Sun et al., 2003; Koswara, 2006; dan Omoigui, 2007).

Optimalnya aktivitas perasan umbi wortel tidak hanya beta karoten yang bertanggung

jawab dalam memberikan antiinflamasi, kemungkinan antioksidan lain yang terkandung dalam

perasan umbi wortel, seperti vitamin C juga memberikan peran antiinflamasi (Esvandiary et al.,

2007). Penurunan aktivitas enzim lipoksigenase menyebabkan tidak terbentuknya leukotrien

Page 116: Wortel (Agung)

yang dapat mengaktivasi leukosit yang memacu terjadinya peradangan (Lieber dan Leo, 1999).

Adanya hambatan pada oksidasi asam arakhidonat dan penetralan oksigen reaktif menyebabkan

beta karoten berefek antiinflamasi. Hasil penelitian Utami dan Wijoyo (2007) menyebutkan

bahwa wortel signifikan memiliki daya antiinflamasi.

Okopien et al. (2001) menyebutkan bahwa tingkat IL-6 secara signifikan lebih tinggi

pada pasien dengan dislipidemia. Diduga ada hubungan antara kadar IL-6 dengan dislipidemia,

karena IL-6 terlibat langsung dalam mekanisme aterosklerosis (Yudkin et al., 1999; Dubinski

dan Zdrojewicz, 2007; dan Hong, 2007), dan ditemukan meningkat pada kejadian aterosklerosis

(Calabro et al., 2003).

6.4 Perubahan Struktur Histopatologi Jaringan AortaTikus Wistar

Lama pemberian pakan aterogenik pada penelitian ini menimbulkan 3 faktor risiko

aterosklerosis yaitu meningkatnya metabolisme lipid, stres oksidasi dan inflamasi.

Aterosklerosis pemicu penyakit jantung koroner melalui salah satu mekanisme umum, yaitu

gangguan sirkulasi darah.

Dislipidemia mempunyai peranan penting pada terjadinya kerusakan sel-sel endotel.

Bila dislipidemia sudah kronik menyebabkan perubahan permeabilitas sel-sel endotel dan

konstituen plasma sehingga mengakibatkan kerusakan sel-sel endotel. Kerusakan terhadap sel-

sel endotel baik kecil ataupun besar dapat mengubah sifat permeabilitas dan kemampuan sel

endotel untuk melekat satu sama lain dengan jaringan ikat di bawahnya. Dimana pada keadaan

normal sel endotel yang membatasi tunika intima membentuk suatu barier yang permeabel

untuk mengatur masuknya substansi plasma ke dalam dinding arteri. Dinding arteri yang akan

menginduksi terjadinya perubahan permeabilitas sel-sel endotel akan menyebabkan konstituen

plasma, misalnya lipoprotein yang menjadi mudah masuk ke dalam dinding arteri. Kerusakan

Page 117: Wortel (Agung)

sel endotel ini akan mengubah sifat trombosistein lumen arteri sehingga memungkinkan

trombosit melekat pada dinding arteri yang mengalami kerusakan dan mengalami inflamasi yang

mengakibatkan jaringan ikat di bawahnya kontak dengan trombosit dan elemen-elemen lainnya

di dalam sirkulasi darah. Kerusakan sel endotel ini yang menyebabkan pembentukan radikal

bebas oksigen, yang dipicu oleh sitokin, merupakan dasar patogenesis aterosklerosis. Fungsi

endotel adalah mengendalikan peradangan dan imunitas (Kumar et al., 2007b; dan Murray et

al., 2009).

Mekanisme bagaimana dislipidemia berperan pada aterogenesis adalah sebagai berikut :

(1) Dislipidemia kronis, terutama pada hiperkolesterol, dapat secara langsung mengganggu

fungsi sel endotel melalui peningkatan pembentukan radikal bebas oksigen yang mendeaktivasi

nitrat oksida, faktor utama pelemas endotel; (2) Pada dislipidemia kronis terjadi penimbunan

lipoprotein di dalam tunika intima, di tempat permeabilitas endotelnya meningkat; (3)

Perubahan kimiawi lemak yang dipicu oleh radikal bebas yang dihasilkan dalam makrofag atau

sel endotel di dinding arteri, akan menghasilkan LDL teroksidasi (Kumar et al., 2007b).

LDL teroksidasi dapat : (1) Ditelan oleh makrofag melalui scavenger receptor, sehingga

terbentuk sel busa; (2) Meningkatkan akumulasi monosit di lesi;

(3) Merangsang pengeluaran faktor pertumbuhan dan sitokin; (4) Bersifat sitotoksik bagi sel

endotel dan sel otot polos dan (5) Dapat menyebabkan disfungsi sel endotel (Cesari et al.,

2003; dan Kumar et al., 2007b).

Oksidasi LDL menyebabkan perubahan muatan apoB-100 sehingga LDL cenderung

membentuk agregat dan fusi (bercak perlemakan). LDL teroksidasi dapat berfungsi sebagai

kemoatraktan sel inflamasi sehingga sel-sel inflamasi ini mengalami migrasi ke jaringan

subendotel, kemudian sel endotel mengekspresi scavenger reseptor (SR). Pembentukan agregat

Page 118: Wortel (Agung)

dan perubahan muatan LDL membuat LDL tidak dikenal reseptor native. Melalui SR seperti

CD36, SR-A dan SR-B makrofag memfagosit LDL teroksidasi tanpa down regulasi, sehingga

terjadi penumpukan LDL dan terbentuklah makrofag sel busa (Adibhatla et al., 2010).

Kombinasi tempe M-2 dengan wortel memperlihatkan uji histopatologis tanpa sel busa

dan bercak lemak (Gambar 5.6), karena mengandung normolipid, antioksidan dan antiinflamasi

yang lengkap dan tinggi, hal ini sesuai dengan pendapat Widowati (2007) bahwa sistem

antioksidan tubuh sebagai mekanisme perlindungan tubuh terhadap serangan radikal bebas terdiri

atas banyak komponen, antara lain SOD, GPx, katalase dan antioksidan ekstraseluler (vitamin E,

C, B3, dan isoflavon). Kekurangan salah satu komponen makanan menyebabkan terjadinya

penurunan status antioksidan secara menyeluruh sehingga perlindungan tubuh terhadap serangan

radikal bebas berkurang. Enzim lipase tempe melarutkan sebagian lemak kedelai, meningkat

30% atau 50-70 kali asam lemak bebas dibanding bentuk kedelai. Peningkatan asam lemak ini

dapat meningkatkan daya cerna tempe. Asam lemak yang dominan adalah asam linoleat, disusul

asam oleat, asam linolenat dan asam palmitat, yang semuanya tergolong asam lemak tidak jenuh

rantai panjang dan jumlahnya sekitar 80% dari total asam lemak, Asam lemak linoleat (Omega-

3) tergolong esensial yaitu tidak dapat disintesa di dalam tubuh sehingga harus diperoleh dari

konsumsi makanan (Ghozali, 2008; Utari, 2011). Asam oleat mempunyai kemampuan untuk

meningkatkan HDL yang merupakan lemak yang dapat menurunkan resiko PJK, sehingga asam

oleat juga sering diklaim untuk mencegah penyakit jantung (Mann dan Stewart, 2007). Begitu

juga dengan asam linoleat pada tempe bersifat meningkatkan kadar HDL dan menurunkan LDL.

Asam linoleat dan asam linolenat tidak hanya dibutuhkan untuk semua membran sel

tetapi juga mengalami elengasi dan denaturasi menjadi rantai lebih panjang dan merupakan

prekursor komponen eicosanoid yang menyerupai hormon, prostaglandin dan leukotrienes.

Page 119: Wortel (Agung)

Asam linoleat akan dikonversi menjadi asam arakhidonat, sedangkan asam linolenat akan

dikonversi menjadi eicosapentaenoic acid (EPA) dan decosahexosenoic acid (DHA)(Mann dan

Stewart, 2007). EPA dan DHA dapat mencegah timbulnya platelet darah. Platelet dalam darah

ini dalam jumlah besar akan mengganggu aliran darah dan merupakan faktor utama penyebab

serangan jantung dan stroke.

Tempe mengandung cukup tinggi vitamin B12, yang berkorelasi negatif dengan

homosistein serum, kadar homosistein memicu peningkatan hidrogen peroksida sehingga

menimbulkan resiko kerusakan sel endotel dan timbulnya platelet pada pembuluh darah yang

akan mengakibatkan stroke atau PJK (Utari, 2011).

6.5 Pemeriksaan Kenormalan pH Urine Tikus Wistar

Perlakuan kombinasi tempe M-2 dengan wortel menghasilkan pH urine yang normal, hal

ini membantu menormalkan proses metabolisme, sehingga dapat menurunkan secara signifikan

kadar LDL, F2-Isoprostan dan IL-6, serta dapat meningkatkan kadar HDL dan TAC. Kombinasi

tempe M-2 dengan wortel merupakan kombinasi makanan yang sangat serasi, satu dengan

yang lain saling bersinergi menormalkan pH darah (pH 7,3 -7,5), maupun pH urine (pH 7 –

8) atau lebih ke arah basa. Kombinasi makanan yang tepat bertujuan mencapai keseimbangan

asam dan basa, sehingga terhindar dari gangguan fungsi tubuh dan penyakit (Gunawan, 2001;

Marsden, 2008; Farida dan Amalia, 2009). Keseimbangan dalam kondisi sedikit basa tersebut

senantiasa dipertahankan agar enzim-enzim yang berperan dalam proses metabolisme dapat

bekerja optimal. Jika pH bergeser, maka kerja enzim terhambat, keadaan ini dapat menyebabkan

timbulnya sakit dan penyakit (Rampisela, 2009).

Page 120: Wortel (Agung)

Ditegaskan oleh Reagan et al. (2007) bahwa kondisi basa pH urine tikus adalah pada

lebih besar atau sama dengan pH 7,5, sedangkan kondisi asam, pH urine tikus adalah pada lebih

kecil atau sama dengan pH 7. Cara pemeriksaan pH urine dengan pH Indicator Strips

merupakan penentuan pH urine yang mudah, cepat dan tepat (Kosasih dan Kosasih, 2008).

Apabila pH urine sudah normal, untuk monitor kenormalan pH urine selanjutnya adalah pada

dua belas minggu kemudian, dan monitor pH urine tiga minggu sekali apabila kondisi pH urine

belum normal (Young, 2006).

Tempe M-2 dengan wortel sama-sama merupakan sumber mineral logam natrium,

magnesium, zat besi, kalsium dan utamanya kalium, kandungan mineral logam inilah yang dapat

membantu menetralkan asam dalam darah. Tempe M-2 dengan wortel sama-sama sebagai

sumber antioksidan yang kuat. Kombinasi antioksidan dapat menetralkan pH dan radikal bebas,

aktivitasnya penting dalam perlindungan dari beberapa penyakit, seperti aterosklerosis,

kardiovaskular, saraf dan kanker (Gunawan, 2001; Johnson, 2002; Thumbeckaite, 2006).

Tempe M-2 merupakan makanan yang difermentasi, adalah pembentuk basa, karena perubahan

status mikrobiologis dan nutrisi, meningkatkan flora usus yang baik, membantu menyintesis

lebih banyak enzim dan vitamin, serta meningkatkan kecernaan protein (Marsden, 2008).

Dipertegas oleh Young (2006) bahwa makanan vegetarian dan makanan yang mengandung

lemak polyunsaturated merupakan makanan pembentuk basa tubuh .

6.6 Keterbatasan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yaitu :

Page 121: Wortel (Agung)

1. Penelitian ini hanya terbatas pada pengujian tempe M-2 dan wortel dengan dosis 20 g /kg

bb/hari, tidak melakukan pengujian pada beberapa variasi dosis tempe M-2 dan wortel,

dan lama waktu pemberian dosis tempe M-2 dan wortel hanya 13 minggu.

2. Penelitian ini hanya terbatas pada pengujian efek tempe M-2 dan wortel dalam

meningkatkan LDL, TAC dan pH urine, serta menurunkan LDL, F2-Isoprostan, IL-6,

histopatologis aorta, dan pH urine. Belum menguji efek tempe M-2 dan wortel terhadap

trigliserida, kolesterol total, MDA dan Lp-PLA2.

6.7 Temuan Baru

Pada penelitian ini ditemukan kombinasi tempe M-2 dengan wortel dapat sebagai

antiaterosklerosis, dengan meningkatkan HDL, TAC dan pH urine, serta menurunkan LDL, F2-

Isoprostan, IL-6, dan histopatologis aorta pada tikus Wistar aterosklerosis. Kombinasi tempe M-

2 dengan wortel juga berperan sebagai hipokolesterolmik, antioksidan, dan antiinflamasi,

sehingga dapat dikembangkan sebagai pangan fungsional yang berperan sebagai antioksidan,

hipokolesterol, antiinflamasi, dan antiaterosklerosis.

Page 122: Wortel (Agung)

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka dapat dikemukan beberapa

simpulan sebagai berikut :

1. Kadar HDL serum dan TAC serum tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan

kombinasi tempe M-2 dengan wortel lebih tinggi secara sangat bermakna dibandingkan

dengan tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik tanpa tempe M-2 maupun

wortel.

2. Kadar HDL serum dan TAC serum tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dan

kombinasi tempe M-2 dengan wortel lebih tinggi secara sangat bermakna dibandingkan

dengan tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dengan tempe M-2.

3. Kadar HDL serum dan TAC serum tikus Wistar dalam proses aterosklerosis diberikan diet

aterogenik dan kombinasi tempe M-2 dengan wortel lebih tinggi secara sangat bermakna

dibandingkan dengan tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dengan wortel.

4. Kadar LDL serum, IL-6 plasma dan F2-Isoprostan urine tikus Wistar aterosklerosis diberikan

diet aterogenik dan kombinasi tempe M-2 dengan wortel lebih rendah secara sangat

bermakna dibandingkan dengan tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik tanpa

tempe M-2 maupun wortel.

5. Kadar LDL serum, IL-6 plasma dan F2-Isoprostan urine tikus Wistar aterosklerosis diberikan

diet aterogenik dan kombinasi tempe M-2 dengan wortel lebih rendah secara sangat

bermakna dibandingkan dengan tikus Wistar aterosklerosis diberikan diet aterogenik dengan

tempe M-2.

Page 123: Wortel (Agung)

6. Kadar LDL serum, IL-6 plasma dan F2-Isoprostan urine tikus Wistar aterosklerosis diberikan

diet aterogenik dan kombinasi tempe M-2 dengan wortel lebih rendah secara sangat

bermakna dibandingkan dengan tikus Wistar aterosklerosis, dengan diberikan diet aterogenik

dengan wortel.

7. Ada pengaruh interaksi secara sangat bermakna antara perlakuan tempe M-2 dengan wortel

terhadap kadar TAC serum, F2-Isoprostan urine dan IL-6 plasma tikus Wistar aterosklerosis.

8. Suplementasi kombinasi tempe M-2 dengan wortel dapat mengakibatkan perubahan struktur

histopatologi aorta tikus Wistar dari bentuk disfungsi endotel dan bercak perlemakan menjadi

normal.

9. Suplementasi kombinasi tempe M-2 dengan wortel dapat mengakibatkan perubahan pH urine

tikus Wistar dari pH urine tidak normal menjadi normal.

7.2 Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut peran kombinasi tempe M-2 dengan wortel terhadap biomarker

non-invasif yang lainnya seperti Lp-PLA2, yang secara spesifik dapat mencerminkan proses

aterosklerosis sejak dini.

2. Perlu dikembangkan pangan fungsional yang berasal dari kombinasi tempe M-2 dengan

wortel.

Page 124: Wortel (Agung)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Lichtman, A.H., and Pillai, S. 2007. Cellular and Molecular Immunology. Six

Edition. Philadelphia : Sounders Elsevier. p. 267-274.

Abbate, R., Gori, A.M., Martini, F., Brunelli, T., Filippini, M., Francalanci, I., Paniccia, R.,

Prisco, D., Gensini, G.F., and Neri Serneri, G.G. 1996. PUFA Supplementation, Monocyte,

PCA Expression and IL-6 Production. Prostaglandins Leukot Essent Fatty Acids J. 54 (6): 439-

444.

Adeola. 1997. Research Figures Out How Tannins Block Nutrition. The Purdue News and

Photoes Page. Purdue University Animal Scientist. 1-3.

Adibhatla, RM., Hatcher, JF. 2010. Lipid Oxidation and Peroxidation in CNS Health and

Disease : From Molecular Mechanisms to Therapeutic Opportunities. Antioxidant and Redox

Signaling, 12. p 125-169.

Agung, A. 2002. Pengaruh Pengasaman dan Lama Fermentasi Tempe Kedelai terhadap

Kandungan Antinutrisi Tanin dan Uji Sensoris. Saintex J., Vol. 2 :15-20.

Alrasyid, H. 2007. Peranan Isoflavon Tempe Kedelai, Fokus pada Obesitas dan Komorbil.

Kedokteran Nusantara J., 40 (3) : 17-21.

Anonimus. 2009. LDL 13. [cited 2010 Maret 19]. Available from URL:

http://www.google.co.id/im glanding? Q=struktur % 20% LDL.

Arjuna, R. 2003. F2-Isoprostan sebagai Prediktor Dini Aterogenesis Fase Awal Akibat

Dislipidemia. [cited 2010 Feb. 15]. Available from : URL :

http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-S3-2003-arjuna.

Arsiniati, M.B.A. 1997. Pengaruh Tempe dan Tempe-A5 terhadap Profil Lipid pada Penderita

Hiperlipidemia. Media Ikatan Dokter Indonesia. Vol. 20. No. 4-17: 4-8.

Astawan, M. 2004. Tempe. [cited 2009 Agust. 9]. Available from : URL :

http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe.

Astawan, M. 2008. Sehat dengan Sayuran. Dian Rakyat. Jakarta. p. 144.

Bast, H., Guido,R.M.N., Hoenim.1991. Oxidants and Antioxidants State of the Art. Am J.Med:

225-235

Baxter, N.J., Lilley,T.H., Haslam, E., Willamson, M.B. 1997. Multiple Interactions between

Polyphenols and a Salivary Proline-Rich protein Repeat Result in Complexation an Precipitaion.

Departement of Molecular Biology and Biotechnology. The Krebs Institute for Biomolecular

Research, University of Sheffield U.K. p.31.

Belch, J.H. 2002. Metabolic, Endocrine and Haemodynamic Risk Faktors in the Patients with

Peripheral Arterial Disease. Diabetes Obes Met 4(2). 6-13

Berg, V.D.R., Vliet, V.T., Broekmans, W.M. 2001. Vegetable/Fruit Concentrate with High

Antioksidant Capacity Has no Effect on Biomarkers of Antioxidant Status in Male Smokers. J.

Nutr. 131 : 1714-1722.

Bhagavan, N.V. 2002. Medical Biochemistry. Fourth Edition. Sandiago. Harcout/Academic

Press : 157-161.

BioVision. 2012. Quantification Kit. [cited 2012 Jan. 25]. Available from URL :

http://www.biovision.com

Block, G., Norkus, E., Hudes, M., Mandel, S., Helzlsouer, K. 2001. Which Plasma Antioxidant

are Most Related to Fruit and Vegetable Consumption? . Am. J. Epidemiol. 154: 1113-1118.

Boweris, A., Alvarez, S., Navarro, A. 2002. The Role of Mitochondrial Nitric Oxide Synthase

in Inflammation and Septic Shock. Free Rad Biol Med , 33: 1186-1193.

Page 125: Wortel (Agung)

Browatzki, M., Schmidt, J., Kubler, W., dan Kranzhofer, R. 2000. Endothelin-1 induces

interleukin-6 release via activation of the transcription factor NF-kappaB in human vascular

smooth muscle cells. Basic Res. Cardiol., 95(2): 98-105.

Bub, A. 2000. Moderate Intervention with Carotenoid-Rich Vegetable Products Reduces Lipid

Peroxidation in Men. Nutrition J., 130. 2200-2206.

Budi,I.M.2009. Sari Buah Merah Memberi Harapan Besar Bagi Pengidap HIV/AIDS. [cited

2010 Feb. 18]. Available from URL : http://health.dir.groups.yahoo/warta aids

Cadenas, E., dan Packer, L. 2002. Quantification of Isoprostanes as Indicators of Oxidant

Stress In Vivo. Handbook of Antioxidants. Second Edition. California: Mercel Dekker Inc. p.

57-90.

Calabro, P., Willerson, J.T., Yeh, E.T.H. 2003. Inflammatory Cytokines Stimulated C-Reactive

Protein Production by Human Coronary Artery Smooth Muscle Cell. Circulation 108: 1930-

1932.

Campbell, C.T. 2006. The China Study. USA: Benbella Books. p.2.

Cao, G., Prior, R.L. 2009. Total Antioxidant Capacity of Plant Foods, Beverages and Oils

Consumed in Italy Assessed by Three Different In Vitro Assays 1 US Department of Agriculture,

Agriculture Research Service, Jean Mayer Human Nutrition Research Center onAging at Tufts

University, Boston, MA 02111.

Nutrient Requirements: 1-3.

Cesari, M., Penninx B.W., Newman, A.B., Kritchevsky, S.B., Nicklas, B.J., Sutton-Tyrrell, K.,

Rubin, S.M., Ding, J., Simonsick, E.M., Harris, T.B., Pahor, M. 2003. Inflammatory markers and

onset of cardiovascular events: results from the Health ABC study. Circulation 108(19): 2317-

22.

Chatterjee, S.; Podowal, T.B.; Tilak, J.C.;Devasagayam, T.P. 2005. Total Antioxidant Capacity

(Crocin Assay). Clin. Chim. Acta J., 352 (1-2): 155-163.

Chuang, C.C., Shiesh, S.C., Chi, C.H., Tu, Y.F., Hor, L.I., Shieh, C.C., Chen, M.F. 2006.

Serum Total Antioxidant Capacity Reflects Severity of Illness in Patients with Severe Sepsis.

Critical Care J, 10: 36

Comporti, M.; Signorini, C.; Arezzini, B; Vecchio, D.; Monaco, B.; Gardi, C. 2008. F2-

Isoprostanes are not Just Markes of Oxidative Stress. Free Radical Biology and Medicine, 44

(3). 247-256.

Cooke, P.S., Naaz, A. 2004. Role of Estrogens in Adipocyte Development and Function. Exp

Biol Med, 229, 11: 27-35.

Cooper, K.H. 2001. Sehat Tanpa Obat, Empat Langkah Revolusi Antioksidan. Bandung,

KAIFA. p. 148.

Craig, R. 2005. Nutritional Report. [cited 2010 Jun. 9]. Available from: URL: http/www.

Essential hearth and wellnesscentrecom//Essential Nutrition Report.htm.

Dandona, P., Aljada, A. 2001. A Rational Approach to Pathogenesis and Treatment of Type 2

Diabetes Mellitus, Insulin Resistance, Inflammation and Atheroclerosis. Am Cardiol 90: 154-

160.

Dewaraj, S., Jialal,L. 1997. Laboratory Assessment of Lipoprotein Oxidation. Dalam Hand

Book of Lipoprotein Testing. Washington AACC Press: 357-361.

Dimayuga, F.O., Wang, C., Clark, J.M., Dimayuga, E.R., Dimayuga, V.M., Keller, A.J.B. 2006.

SOD Overexpression Alters Production and Reduces Neurotoxic Inflammatory Signaling in

Microgial Cells. Neuroimmunol J., 182: 89-99.

Page 126: Wortel (Agung)

Dinarello, C.A. 2004. Infection Fever, and Exogenousnand Endogenous Pyrogens : Some

Concepts Have Changed. Endotoxin Res.J. 10: 201-222.

Diniwati, M. 2007. Faktor Resiko Penyakit Degeneratif pada Usia Lanjut: Studi Kasus pada

Perempuan Usia Lanjut di Panti Wreda Khusnul Khotimah. Kedokteran Yarsi J. 15 (3): 161-

170.

Dorjgochoo, Yu-Tang G., Wong-Ho C., Xiao-Ou S., Gong Y., Cai Q., Rothman N., Cai H., Li

H., Deng X., Franke A., Roberts, LJ., Milne, G., Zheng W., Dai Q. 2012. Plasma

Concentrations of Antioxidant , Urinary Excretion Rates of Polyphenols, and Antioxidants in

Food and Dietary Supplements are Attributable to both Urinary F2-Isoprostan and 15-F2 –IsoP-

M Concentrations. Am J. Clin. Nutr. 2012, 96. p. 439-444.

Droge, W. 2002. Free Radicals in the Physiological Control of Cell Funtion. Physiol. Rev., 82:

47-95.

Dubinski, A., Zdrojewicz, Z. 2007. The Role of IL-6 in Development and Progression of

Atherosclerosis. Pol. Merkus Lekarski, 22 (130): 291-294.

Eberhardt, M.K. 2001. Reactive Oxygen Metabolites; Chemistry and Medical Consequences.

New York: CRC Press. p. 1-27.

Endemann, D.H., and Schiffrin, E.L. 2004. Endothelial Dysfunction. Am. Soc. Nephrol., 15:

1983-1992.

Esteve, E., Castro, A., Lopez-Bermejo, A., Vendrel, J., Fernandez-Real, JM. 2007. Serum

Interleukin 6 Correlates with Endothelial Dysfunction in Healthy Men Independently of Insulin

Sensitivity. Diabetes Care, 30 (4): 939-945.

Esvandiary,E., Utami,M.F.S., dan Wijoyo, Y. 2007. ”Efek Analgetik dan Antiinflamasi Beta

Karoten pada Mencit”. (tesis). Yogya. Fakultas Sanata Dharma.

Farida,I., dan Amalia. 2009. Diet Sehat dan Efektif dengan Metode Food Combining. Buku

Biru. Jogjakarta. p. 37-194.

Federer, W.Y. 1963. Experimental Design Theory and Application. Man Wiliam & Co, Inc.

New York. p. 91-99.

Fogarty, A., dan Davey, G. 2005. Paracetamol, Antioxidants and Asthma. Clin. Exp. Allergy

35: 700-702

Freeman, M.W., dan Junge, C. 2008. Kolesterol Rendah, Jantung Sehat. Second Edition.

Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, Group Gramedia. p. 31

Garcia, Casal, M.N. 1998. Vitamin A and Beta Carotene can Improve Nonheme Iron

Absorption from Rice, Wheat and Corn by Humans. Nutrition, J. 128. 646-650.

Gaziano, J.M., Hatta, A., Flynn, M., Johson, E.J., Krinsky, N.I., Ridker, P.M., Hennekens, C.H.,

Frei, B. 1995. Supplementation with Beta Carotene in Vivo and in Vitro does not Inhibit LDL

Oxidation. Artherosclerosis, 112: 187-195.

Gaziano, J.M., Manson, J.E., Buring, J.E., Hennekens, C.H. 1992. Dietary Antioxidants and

Cardiovascular Disease. Ann. N.Y. Acad. Sci., 669: 249-259.

Giannoudis, P.V., Hilderbrand, F., Pape, H.C. 2004. Inflammatory Serum Markers in Patient

With Multiple Trauma : Can They Predict Outcome? . JBJS., [cited 2010 Januari. 9].

Available from: URL: http://www.JBJS.com.

Gibney, M.J., Margetts, B.M., Kearney, J.M., Arab, L. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat.

Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. p. 254-258.

Giriwijoyo, S. 2004. Ilmu Faal Olahraga Fungsi Tubuh Manusia pada Olahraga. Fakultas

Pendidikan Olahraga Kesehatan. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia. p. 98-112.

Page 127: Wortel (Agung)

Gross, M., Steffes, M. Jacobs, DR., Yu, X., Lewis, L., Lewis,CE., Loria, CM. 2005. Plasma

F2-Isoprostanes and Coronary Artery Calcification: The Cardia Study, Clinical Chemistry, 51,

(1). 14-15.

Gunawan, A. 2001. Food Combining, Kombinasi Makanan Serasi Pola Makan untuk Langsing

dan Sehat. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama,. 24-75.

Gustone, FD. 1996. Fatty Acid and Lipid Chemistry. Blackie Academic & Professional, New

York. P 81.

Guyton, A.C., Hall, J.E. 2000. Textbook of Medical Physiology. Tenth Edition, WB Saunders

Company, 81. 1283-1302.

Halliwel, B.; Lee, C.Y. 2010.Using Isoprostanes as Biomarkers of Oxidative Stress : Some

Rarely Considered Issues. Antioxidants and Redox Signaling, 13 (12): 1-11

Halliwell, B. 1994. Free Radicals, Antioxidants and Human Disease : Curiosity Cause, or

Consequence. The Lancet J. 344: 721-724.

Halliwell, B. 1996. Antioxidant, dalam Present Knowledgein Nutrition Knowledge in Nutrition

(Zinglar E.E. dan Filer L.J.). 7 th ed. ILSI Press Washington DC: 596-601.

Halliwell, B. 2002. Food-Derived Antioxidant: How to Evaluate Their Importance in Food and

in Vivo. Dalam : Cedenas E, Packer L. Hand Book of Antioxidant. 2nd Ed. Los Angeles:

Marcel Dekker. p. 1-46.

Halliwell, B., Guteridge, J.M.C. 1999. Free Radicals in Biology and Medicine. Third edition.

London: Oxford University Press. p.1-23.

Halliwell, B., Gutteridge, J.M.C., Cross, C.E. 1992. Free Radicals, Antioxidants, and Human

Disease: Where Are We Now?. J. Clin. Lqb. Med., 119: 598-620.

Handelman, C.J., Van kuijk, F.J., Chatterjee, A., Krinsky, N.I. 1991. Characteritization of

Product Formed during Autoxidation of beta carotene. Free Rad. Biol. Med. 10: 427-437.

Harbarth, S., Haleckova, K., Fruidevaux, C., Pittet, D., Ricou, B., Grau, G.E., Vadas, L., Pugin,

J. 2001. Diagnostic Value of Procal Citoning IL-6 and IL-8 in Critical III Patients Admitted

with Sispected Sepsis. Am. J. Repir. Crit. Care Med., 164: 396-402.

Harlinawati, Y. 2006. Terapi Jus untuk Kolesterol dan Ramuan Herbal. Jakarta. Puspa

Swara. 8-14.

Hastuti, T. 2005. Faktor-Faktor Resiko Terbaru untuk Penyakit Kardiovaskular. Jakarta:

Prodia: 1-25.

Hendromartono. 2008. Peran Radikal Bebas terhadap Komplikasi Vaskular Diabetes Mellitus

Tipe 2. Pusat Diabetes dan Nutrisi RSUD Dr. Soetomo - FK Unair, Surabaya., [cited 2009,

Agustus. 28]. Available from: URL : http://medicalborneo.com.

Hendromartono. 2009. Bridging the Gap in Dislipidemia (Focus on HDL Raiser). Division of

Endocrinology ad Metabolism, Departemen of Internal Medicine dr Soetomo Teaching Hospital

, Airlangga University School of Medicine, Surabaya., [cited 2009, Agustus. 28]. Available

from : URL : http://medicalborneo.com.

Het, V.K.H., West, C.E., Weststrate, J.A. 2000. Dietary Factors that Affect the Bioavailability

of Carotenoids. Journal of Nutrition , 130: 503-506.

Hong, D.S. 2007. IL-6 and Its Reseptors in Cancer: Implications for Translational Therapeutics.

Cancer, 110 (9): 1911-1928.

Huang, H., Patel, D.D., Manton, K.G. 2005. The Immune System in Aging: Roles of Cytokines,

T Cells and NK Cells. Front Biosci, 10: 192-215.

Jeanne. 2006. Wortel dan Manfaatnya untuk Pengobatan. [cited 2009 Agustus 19]. Available

from : URL : http: /www. Usd.ac.id/06/publ. dosen/far/Jeanne.pdf.

Page 128: Wortel (Agung)

Johan. 2005. Tempe dan Kolesterol Darah., [cited 2009 Agust. 29]. Available from : URL :

http: /www.fatmawati.com.

Johnson. 2002. Antioxidant Enzyme Expression in Health and Disease : Effects of Exercise

and Hypertension. Comp. Biochemical Physiol, 133 c: 443-505

Kampa, M., Nistikaki, A.,Tsauosis,V., Maliaraki, N., Notas, G., Gastonas, E.2002, A New

Automated Methode for the Determintation of TAC of Human Plasma Based on Crocin Bleacing

Assay . BMG Clin.Pathol.,2: 3-21.

Karnen, G.B., Rengganis, I. 2009. Imunologi Dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. p. 217-287.

Kaufman, P.B., Duke,J.A., Brielmaan, H., Boik, J.E. 1997. A Comparative Survey of

Leguminous Plants as Sources of the Isoflavones Genistein and Daidzein; Implications for

Human Nutrition and Health. J. Altern Compl Med. 3. 7-12.

Kaysen, G.A., Stevenson, F.T., Depner, T.A. 1997. Determinant of Albumin Concentration in

Hemodialysis Patients. Am. Journal. Kidney Dis, 29: 658-668.

Keller, E.T., Wanagat, J., Ershler, W.B. 1996. Molecular and Cellular Biologyof Interleukin-6

and Its Reseptor. Frontiers in Bioscience, 1: 340-357., [cited

2010,Januari].Availablefrom:URL:http://www.bioscience.org/1996/v1/d/keller2/htmls/340-

357.htm.

Kharb, S. 2000. Vitamin E dan C in Preeclampsia. Eur. J .Obstet. Gynecol. Reprod. Biol., 93

(1): 37-39.

Kim, P.K., Deutschmann, C.S. 2000. Inflammatory Responses and Mediators. Surgical

Clinical of North America, 80: 3.

King , R.A. 2002. Soy Isoflavones in Foods: Processing Effects and Metabolism. Asa

Technology Bulletin, 87 (10):1-10.

Kohlmeier, M. 2003. Nutrient Metabolism. California. USA. Elsevier Ltd. p.92-475.

Koracevic, D., Koracevic, G., Djordjevic, V. 2001. Method for the Measurement of

Antioksidant Activity in Human Fluids. J.Clin.Pathol., 54: 356-361.

Koswara, S. 2006. Isoflavon, Senyawa Multi Manfaat dalam Kedelai. [cited

2010,Januari].Availablefrom:URL:http://www.e-book pangan.com.

Kresno, S.B. 2001. Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. p. 27-31.

Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto,N. 2004. Pathologic Basis of Disease. Elsevier Saunders. p.

16-18.

Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.L. 2007a. Patologi 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

p. 35-50.

Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.L. 2007b. Patologi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

p. 376-377.

Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta. Gadjah Mada University

Press. p. 9-97.

Lampe, J.W. 1999. Health Effects of Vegetables anf Fruit Assessing Mechanisms of Action in

Human Experimental Studies. John Willey and Sons. New York: 159

Leedy, P. 1974 Practical Research : Planning and Design. New York. Publishing Co.

Lemieux, I., Pascot, A., Homme, D.P., Almeras, N., Bogaty, P., Nadeau, A. 2001. Elevated C-

Reactive protein, Another Component of the Atherothombotic Profile of Abdominal Obesity.

ATVB, 21: 961-967.

Page 129: Wortel (Agung)

Lieber, C.S. and Leo, M.A. 1999. Alcohol, Vitamin A and B,C, Adverse Interactions, Including

Hepatotoxicity and Carcinogenicity. Am. J. Clin Nut, 69 (6). 1071-1085.

Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian secara Klinis.

Jakarta,UI Press: 178-183.

Marinetti, G.V. 1990. Disorders of Lipoprotein Metabolism, dalam Disorders of Lipid

Metabolism. Plenum Press, New York. p. 101.

Marsden, K. 2008. The Complete Book of Food Combining: A New, Easy-to-Use Guide to The

Most Successful Diet Ever. Piatkus, London. p. 495, 508.

Mashayekhi, F., Salehi, Z. 2005. Expression of Nerve Growth in Cerebrospinal Fluid of

Congenital Hydrocephalic and Normal Children. Eur J. Neurol, 12 (8): 632-634.

Mason, W.F., Christine, J. 2008. Kolesterol Rendah Jantung Sehat. Associate Professor The

Havard Medical School, Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. p.31-35.

McMichael, M. 2004. Ischemia-Reperfusion Injury: Assessment and Treatment, part II. J. Vet.

Emerg. Crit. Care, 14: 242-252.

Mendall, M.A., Patel, P., Ballam, L., Morris, J., Strachan, D.P., Camm, A.J., Northfield, T.C.

1997. Relation of Serum Cytokine Concentrations to Cardiovascular Risk Factors and Coronary

Heart Disease. Heart, 78: 273-277.

Miller, D.T. 2007. Atherosclerosis: The Path from Genomics to Therapics. J.Am Coll

Cardiology, 49.1589.

Milner, J.A. 2000. New Insights Into the Mechanism of Action of Antioxidants. Bethesda:

National Cancer Institute. p. 1-11.

Mindell, E. 2008. Terapi Kedelai. Jakarta: Delapratrasa. p. 57-58.

Miyamoto, T.,Yumoto,H.,. Takakashi, Y.,Davsoney, M.. Gibson, FC., Genco. 2006. Patogen

accelerated Atherosclerosis Occur Early after Exposure and can be Prevented via Immunization.

Infection and Immunity, 74: 1376-1380.

Montuschi, P. Barnes, J.P., and Roberts II, L.J. 2004. Isoprostances : Markers and Mediators

of Oxidative Stress. FASEB J. 18. 1791-1800.

Lemieux, I., Pascot, A., Homme, D.P., Almeras, N., Bogaty, P., Nadeau, A. 2001. Elevated C-

Reactive protein, Another Component of the Atherothombotic Profile of Abdominal Obesity.

ATVB, 21: 961-967.

Lieber, C.S. and Leo, M.A. (1999). Alcohol, Vitamin A and B,C, Adverse Interactions,

Including Hepatotoxicity and Carcinogenicity. Am. J. Clin Nut, 69 (6). 1071-1085.

Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian secara Klinis.

Jakarta,UI Press: 178-183.

Marinetti, G.V. 1990. Disorders of Lipoprotein Metabolism, dalam Disorders of Lipid

Metabolism. Plenum Press, New York. p. 101.

Marsden, K. 2008. The Complete Book of Food Combining: A New, Easy-to-Use Guide to The

Most Successful Diet Ever. Piatkus, London. p. 495, 508.

Mashayekhi, F., Salehi, Z. 2005. Expression of Nerve Growth in Cerebrospinal Fluid of

Congenital Hydrocephalic and Normal Children. Eur J. Neurol, 12 (8): 632-634.

Mason, W.F., Christine, J. 2008. Kolesterol Rendah Jantung Sehat. Associate Professor The

Havard Medical School, Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. p.31-35.

McMichael, M. 2004. Ischemia-Reperfusion Injury: Assessment and Treatment, part II. J. Vet.

Emerg. Crit. Care, 14: 242-252.

Page 130: Wortel (Agung)

Mendall, M.A., Patel, P., Ballam, L., Morris, J., Strachan, D.P., Camm, A.J., Northfield, T.C.

1997. Relation of Serum Cytokine Concentrations to Cardiovascular Risk Factors and Coronary

Heart Disease. Heart, 78: 273-277.

Miller, D.T. 2007. Atherosclerosis: The Path from Genomics to Therapics. J.Am Coll

Cardiology, 49.1589.

Milner, J.A. 2000. New Insights Into the Mechanism of Action of Antioxidants. Bethesda:

National Cancer Institute. p. 1-11.

Mindell, E. 2008. Terapi Kedelai. Jakarta: Delapratrasa. p. 57-58.

Miyamoto, T.,Yumoto,H.,. Takakashi, Y.,Davsoney, M.. Gibson, FC., Genco. 2006. Patogen

accelerated Atherosclerosis Occur Early after Exposure and can be Prevented via Immunization.

Infection and Immunity, 74: 1376-1380.

Montuschi, P. Barnes, J.P., and Roberts II, L.J. 2004. Isoprostances : Markers and Mediators

of Oxidative Stress. FASEB J. 18. 1791-1800.

Morel, E., Lescoat, G., Cogrel, P., Sergent, O. 1993. Antioxidant and iron-Chelating Activities

of the Flavonoids Catechin, Quercetin and Diosmetin on Iron-Loaded Rat Hepatocyte Cultures.

Biochem. Pharmacol, 45: 13-19.

Morow; Lemos, D. 2009. Biomarker dalam Gagal Jantung. [cited 2010, Januari]. Available

from: URL: http://www.jantungku.con/tag/gagal jantung.

Morrow, J.D., Zackert, W.E., Van der Ende, D.S., Reich, E.E., Terry, E.S., Cox, B., Sanchez,

S.C., Montine, T.J., Roberts, L.J. 2002. Quantification of Isoprostances as Indicators of

Oxidant Stress in Vivo. In : Handbook of Antioxidants, 2nd ed. Ed: Cadenas, E and Packer, L.

Marcel Dekker, Inc. New York.

Muchtadi, D. 2009. Gizi Anti Penuaan Dini. Bandung: Alfabeta. p. 5-79.

Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell, V.W. 2009. Biokimia Harper. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran. p. 270-281.

Nawawi, H., Osman, N.S., Annuar, R., Khalid, B.A., Yusoff, K. 2003. Soluble Intercelluler

Adhesion Molecule-1 and IL-6 Levels Reflect Endothelial Dysfunction in Patients with Primary

Hipercholesterolemia Treated wih Atorvastatin. Atherosclerosis, 169 (2). 283-291.

Nelson, K.E, Pellan, Schofield, P., Zinders. 1995. Isolation and Characteristic of an Anaerobic

Ruminal Bacterium Capable of Degrading Hidrolyzable Tannins. Appl. Environ Microbial

61(9). Departemen of Animal Science, Cornel University New York: 3293-3298.

Nicoletta, P., Serafini, M., Colombi, B., Rio, D.,D., Salvatore, S., Bianchi, M., Brighenti, F.

2005. Total Antioxidant Capacity of Plant Foods, Beverages and Oils Consumed in Italy by

Three Different In Vitro Assays. Nutrient Requirements, Departement of Public Health

University of Parma, Italy: 1-25.

Okopien, B., Hyper, M., Kowalski, J., Belowski, D., Madej, A., Zielinski, M., Tokarz, D.,

Kalina, Z., Herman, Z.S. 2001. A new immunological marker of atherosclerotic injury of

arterial wall. Res Commun Mol Pathol Pharmacol, 109(3–4): 241-8.

Omaye, S.T., Krinsky, N.I., Kagan, V.E., Mayne, S.T., Liebler, D.C., Bidlack, W.R. 1997. Beta

Carotene : Friend or Foe ?. Fundam. Appl. Toxicol, 40: 163-174.

Omaye, S.T., Zhang, P. 1998. Phytochemical Interactions: Beta Carotene, Tocopherol and

Ascorbic Acid. In Bidlack W.R. Omaye ST (eds): “Phytochemical: Todays Knowledge for

Tomorrrow ‘s Products” Lancaster, P.A.: Technomic Publishing Co., Inc., Press.

Omoigui, S. 2007. The Interleukin-6 Inflammation Pathway from Cholesterol to Aging-Role of

Status, Bisphosphorates and plant polyphenols in Aging and Age-related Diseases. Division of

Inflamation and Pain Medicine, L.A. Pain Clinic, Los Angeles, USA. p. 31-33.

Page 131: Wortel (Agung)

Ortiz, C., Alzueta,, Trevino, J., Castano, M. 1994. Effects of Faba Bean Tannins on The Growth

and Histological Stucture of the Intestinal Tract and Liver of Chicks and Rats. Par. Poult. Sci,

Gec; 35 (5). p 734-754.

Osterlie, M., Lerfall, J. 2005. Lycopene from Tomato Products Added Minced Meat: Effect

on Storage Quality and Colour. Food Res. Int., 38: 925-929.

Ozcan, E. 2003. To Develop a Novel Colorimetric and Automated Direct Measurement

Method for TAC. Clinical Biochemistry, 37: 153-157.

Paiva, S.A.R., Russel, R.M. 1999. Beta Carotene and Other Carotenoids as Antioxidants.

Journal of the American College of Nutrition, 18 (5). 426-433.

Paloza, P., Luberto, C., Calviello, G., Ricci, P., Bartolli, G.M. 1997. Antioxidant and

Prooxidant Role of Beta Carotene in Murine Normal and Tumor Thymocytes : Effects of

Oxygen Partial Pressure. Free Radic. Biol. Med., 22: 1065-1073.

Paloza, P., Calviello, G., Bartolli, G.M. 1995. Prooxidant Activity of Beta Carotene under 100

% Oxygen Pressure in Rat Liver Microsomes. Free Radic. Biol. Med., 19: 887-892.

Paloza, P., Krinsky, N.I. 1992. Beta Carotene and α- Tocoferol are Synergistic Antioxidants.

Arch Biochem. Biophys.; 297: 184-187.

Papendorf, B.G., Barz, W. 1991. Metabolisms of Isoflavones and Formation of Factor-II by

Tempe Producing Microorganisms. Tempe Workshop, October 21, 1991, Cologne, Germany:

54-59.

Parakkasi. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak dan Ruminan. UI Press. Jakarta. 327-328.

Patrick, L.N.D. 2000. Beta-Carotene: the Controvercy Continues. Alternative Medicine

Review, 5 (6): 530-535.

Patrono, C. 1997. Isoprostanes : Potential Markers of oxidant Stress in Atherothrombotic

Disease. Thromb. Vasc. Biol., 17: 2309-2315.

Prasetyo, A., Sarjadi, Pudjadi. 2003. Pengaruh Injeksi Inisial Adrenalin dan Diet Kuning Telur

terhadap Kadar Lipid, Jumlah Sel Busa dan Ketebalan Dinding Aorta Abdomalis Tikus Wistar.

Media Medika Indonesiana, 38 (1).

Prawiroharsono, S. 2000. Characterisation of Microorganism and its Implementation for Active

Substances Improvement of Tempe. Proseding Masa Depan Industri Tempe Menghadapi

Millenium Ketiga. Yayasan Tempe Indonesia: 1-17.

Purwanto. 2001. Pengubahan Kacang Kedelai menjadi Tempe terhadap Kandungan Zat

Antinutrisi Asam Fitat. Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Airlangga: 17-19.

Rahayu, I.D. 1997. “Pengaruh Penggunaan Sorghum Hasil Perendaman dalam Air Kapur dan

Penambahan Metionin dalam Ransum terhadap Kinerja Protein Daging dan Lemak Karkas

Ayam Pedaging” (Tesis). Surabaya: Pasca Sarjana Universitas Airlangga: 19-21.

Rahmad, A.N. 2009. Studi Histopatologi Aktivitas Ekstrak Metanol Tempe Sebabai Bahan

Pencegah Aterosklerosis pada Kelinci. (Disertasi) IPB Bogor. 2-19.

Rahmawansa, S.S. 2009. Dislipidemia sebagai Faktor Resiko Utama Penyakit Jantung Koroner.

JCDK, 169/vol 36 no 3: 181-184.

Rampisela, J. 2009. Tabel Asam Basa Makanan. [cited 2010, 2 Agustus]. Available from :

URL:http:/tatia30.multiply.com/journal/item/31.

Reagan-Shaw, S.,Nihal, M., and Ahmad, N. 2007. Dose Translation from Animal to Human

Studies Revisited. The FASEB Journal-Life Sciences Forum. 22(-): 659-661.

Reagan, W.J., Vanderlind, B., Shearer, A,, Botts, S. 2007. Influence of Urine pH on Accurate

Urinary Protein Determation in Sprague-Dawley Rats. Vet. Clin. Pathol., 36 (1): 73-78.

Page 132: Wortel (Agung)

Ridwan, E. 1997. Tempe Mampu Menghambat Proses Ketuaan. Cermin Dunia Kedokteran,

120. Jakarta: PT Kalbe Farma: 14.

Roberts, C.S., Pape, H.C., Jones, A.L., Malkani, A.L., Rodroguez, Giannoudis, P.V. 2005.

Damage Controle Orthopaedics. Evolving Concepts in the Treatment of patient Who Have

Sustained Orthopaedics Trauma. JBJS Am., 87: 434-449.

Roche. 2000. Vitamin;, Beta Karoten. [cited 2009 Des. 21]. Available from :

URL:http:/www.roche.com/vitamins/what/hnh/vits/bc.html.

Salvayre, A.N., Dousset, N., Ferretti, G., Bacchetti, T., Curalola, G., Salvayre, R. 2006.

Antioxidant and Cytoprotective Properties of High- Density Lipoproteins in Vascular Cells. Free

Radical Biology and Medicine Vol. 41 (7): 1031 – 1040.

Schuster, B., Kovaleva, M., Sun, Y., Regehard, P, Matthews, V., Grotzinger, J., Rose-John, S.,

Kallen, K.J. 2003. Signaling of Human Ciliary Neurotrophic Factor (CNTF) Revisited The IL-6

Receptor can Serve as an Alpha Receptor for CTNF. J.Biol. Chem., 278 (11): 9528

Schwantner, A., Dingley, A.J., Ozbek, S., Rose-John, S., Grotzinger, J. 2004. Direct

Determination of The IL-6 Binding Epitope of The IL-6 Receptor by NMR Spectroscopy.

J.Biol. Chem., 279 (1): 571-576.

Serafini, M., Bellocco,R., Wolk,A., Ekstrom, A.M. 2002. Total Antioxidant Potential of Fruit

and Vegetable and Risk of Gastric Cancer. Gastroenterology, 123: 985-999.

Sergio, A.R.P., Russell, R.M.D. 1999. Beta Carotene and Other Carotenoids as Antioxidants. J.

of the American College of Nutrition, 18(5): 426-433.

Shinya, H. 2009. The Miracle of Enzyme, Shelf-Healing Program, Meningkatkan Daya Tahan

Tubuh dan Regenerasi Sel. Qanita. Bandung: 7-9.

Sikka, C.S. 1996. Oxidative Stress and Role of Antioxidants in Normal and Abnormal Sperm

Function. Departement of Urology, Tulane University School of Medicine, New Orleans,

Louisiana, USA. 33.

Simanjuntak, D.H.; Sudaryati, E. 1998. Aspek Pencegahan Radikal Bebas melalui Antioksidan.

Majalah kedokteran Indonesia, vol. 48 No. 1.

Sofia, D. 2005. Antioksidan dan Radikal Bebas. [cited 2010, Januari]. Available from: URL:

http://www.chem-15-try.org/artikel-kimia/berita/antioksidan-dan radikal-bebas.

Soobrattee, M.A., Neergheen, V.S. 2005. Phenolic as potential antioxidant therapeutic agents:

Mechanism and actions. Mutation Research, 579(1-2): 200-13.

Stocher, R. 1994. Lipoprotein Oxidation MechanisticAspects Methodological and Clinical

Relevance. Curr. Opin. Lipidol, 5 : 422-433.

Sunita, A. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. p. 51-75.Supari,

F. 2005. Metabolic Syndrome in Jakarta. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 55. No. 10:

618-621.

Supari, F. 2005. Metabolic Syndrome in Jakarta. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 55. No:

618-621.

Surjohudojo, P. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Jakarta: CV Sagung Seto.

p.31-47.

Suyono, S. 1991. Aspek Klinis dan Pengobatan Dislipidemia. Surabaya: Simposium Nasional :

Perkembangan Mutakhir Endokrinologi Metabolisme: p. 544-563.

Svanberg, U., Lorri, W., Sendberg, A.S. 1993. Latic Fermentation Non-Tanin and High Tanin

Cereals. Effects on In vitro Estimation of iron Availabilaty and Phytate Hidrolysis. Journal of

Page 133: Wortel (Agung)

Food Science 58 no 2. Dept of Food Science, Chalmers Univ. of Technology, Tanzania: 408-

412.

Szmitko, P.E., Wang,C.H., Weisel, R.D., De-Almmeida,J.R., Anderson, T.J., and Verma, S.

2003. New Markers of Inflammation and Endothelial Cell Activation. Circulation 108: 1917 -

1923.

Tharn, D.M. 1998. Potential Health Benefits of Dietary Phytoestrogens. A Review of the

Clinical, Epidemiological and Mechanistic Evidence. J. Clin. Endrocrinol. Metab. 83: 2223-

2235.

Theze, J. 1998. The Cytokine Network and Immune Functions. New York: Oxford University

Press. p 105-109.

Tribble, D.L. 1995. Lipoprotein Oxidation in Dyslipidemia: Insight Intogeneral Mechanisms

Affecting Lipoproteins Oxidative Behaviour. Curr.Opin. Lipidol. 6. 196-208.

Trumbeckaite, S., Bernatoniene, J., Majkne, D., Jakstas, V., Savickas, A., Toleikis, A. 2006.

The Effect of Flavonoids on Rat Heart Mitochondrial Function. Biomed. Pharmacotherapy, 60:

245-248.

Utami, M.F.S., Wijoyo, Y. 2007. Efek Analgetik dan Antiinflamasi Beta Karoten pada Mencit.

Fakultas Sanata Dharma. Yogya. 75.

Utari, D.M. 2011. “Efek Intervensi Tempe terhadap Profil Lipid, SOD, LDL, HDL dan MDA

pada Wanita Menopause” (tesis). Bogor. IPB.

Vallerie, N. 2009. Empat Pilar Kesehatan, Panduan Memilih dan Mengonsumsi Vitamin,

Suplemen, dan Herbal. Edisi pertama. Jakarta : Prestasi Pustaka publisher. p. 26-28.

Varghese, J.N., Moritz, R.L., Lou, M.Z., Donkelaar, A.V., Ji, H., Branson, K.M., Simpson,

R.J., Hall, N.E., Invancic, N., Simpson, R.J. 2002. Structure of the Extracellular Domains of

the Human Interleukin-6 Receptor –Chain. PNAS 99 (25) : 15959-15964.

Vedavanam, K., Srijayanta, S., Reilly, J.O. 1999. Antioxidant Action and Potential

Antidiabetic Properties of an Isoflavonoid – Containing Soybean Phytochemical Extract.

Phytotherapy Research, 13: 601-608.

Walsh, S.W., Vaughan, J.E., Wang, Y., Robert, L.J. 2000. Placental Isoprostane is Significantly

Increased in Preclampsia. The FASEB Journal,14: 1289-1296.

Weber P.C., Leaf, A. 1991. Cardiovascular Effects of Omega 3 Fatty Acids. Atheroclerosis

Risk Factor Modification by Omega 3 Fatty Acids. World Rev Nutr Diet. Basel, Karger: 218-

232.

Widarsih, V.S.R. 2003. Daya Antiinflamasi Perasan Umbi Wortel (Daucus carota L.) pada

Mencit Putih Betina. (Skripsi). Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogya.

Widowati, W. 2007. Peran Antioksidan sebagai Agen Hipoklesterolemia. Majalah Kedokteran

Damianus, Vol. 6, No. 3.;228-230.

Winarsi, H. 2004a. Efek Minuman Fungsional yang Disuplementasi Isoflavon kedelai dan Zn

terhadap Profil Lipid dan Produk MDA Plasma Wanita Premenopause. Yogyakarta: Proseding

Seminar Nasional PBBMI : Peran Biokimia dan Biologi Molekuler dalam Eksplorasi dan

Pemanfaatan Sumber Daya Hayati Berkelanjutan. p. 10-15.

Winarsi, H. 2004b. Status Antioksidan Enzimatis Intraseluler dan Ekstraseluler Wanita

Premenopause yang yang Disuplementasi dangan Isoflavon Kedelai dan Zn. Jakarta: Proseding

Seminar dan Kongres PATPI. p. 23-27.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan alami dan Radikal Bebas, Potensi dan Aplikasinya dalam

Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius. p. 9-108.

Page 134: Wortel (Agung)

Winarsi, H., Muchtadi, D., Zakaria, F.R., Purwantara, B. 2003. Status Antioksidan Wanita

Premenopause yang Diberi Minuman Suplemen “Susumeno”. Yogyakarta: Dalam Proseding

Seminar Nasional PATPI. p. 21-27.

Wirakusumah, E.S. 1997. Buah dan Sayur untuk Terapi. Penebar Swadaya. Jakarta. 29-33.

Witztum, J.L., Berliner, J.A. 1998. Oxidized Phospholipids and Isoprostanes in

Atherosclerosis. Curr. Opin. Lipidol 9. 441-448.

Woods, A., Brull, D.J., Humphries, S.E., Montgomery, H.E. 2000. Genetics of Inflammation

and Risk of Coronary Artery Disease; the Central Role of Interleukin-6. Eur Heart J., 21: 1574-

1583.

Yeum, K.J., Russel, R.M. 2002. Carotenoid Bioavailability and Bioconversion. Annu. Rev.

Nutr., 22 : 483-504.

Yin, H., Musick, E.S., Morrow, J.D. 2005. Quantification of Isoprostane as an Index of

Oxidative Stress. J. Biol . Sci., 5: 1-6.

Young, R.O. 2006. Understanding and Testing the pH of Urine and Saliva. [cited 2013,

Januari, 25]. Available from: URL: www.ph miraaacleliving.com/Articles-testing pH.html.

Young, R.O. 2010. What is The Acid-Alkaline Diet ?. [cited 2010, Agustus, 2]. Available

from: URL: http//www.energiseforlife.com.

Youngson, R. 2005. Antioksidan, Manfaat Vitamin C dan E bagi Kesehatan.Arcan, Jakarta. p.

1-86.

Yudkin, J.S., Stehouwer, C.D.A., Emeis, J.J., Oppack, S.W. 1999. C. Reactive Protein in

Healthy Subjects : Associations with Obesity, Insulin Resistance and Endothelial Disfunction,

A Potential Role for Cytokines Originating from Adipose Tissue. ATVB, 19: 972-978.

Yulyasih, K.S.M. 2011. “Ekstrak Bulung Boni (Caulerpa spp.) dan Bulung Sangu (Gracilaria

spp.) Memperbaiki Profil Lipid, Menurunkan Kadar MDA, dan Enzim HMG Reduktase Tikus

Wistar Diberikan Diet Tinggi Kolesterol”. (Disertasi). Denpasar : Universitas Udayana.

Zakaria, F.R., Irawan, B., Pramudya, S.M., Sanjaya. 2000. Intervensi Sayur dan Buah Pembawa

Vitamin C dan E Meningkatkan Sistem Imun Populasi Buruh Pabrik di Bogor. Buletin

Teknologi dan Industri Pangan, 11(2): 21-27.

Page 135: Wortel (Agung)

LAMPIRAN 1. Persiapan Ruangan untuk Pemeliharaan Tikus dan Pengawasan yang

Dilakukan (modifikasi dari Astuti, 1996; Muliartha dan Mulyohadi, 2002;

Kusumawati, 2004).

1. Ruang dan Kandang Pemeliharaan

1.1 Ruang pemeliharaan/penelitian tikus mempunyai kelembaban relatif 50-60%, suhu

ruangan berkisar antara 23oC - 27oC. Lama penyinaran 13 jam, suara tidak gaduh dan tidak

berbau. Kebersihan ruangan selalu dijaga.

1.2 Kandang tikus (kandang individu) terbuat dari kawat platik, yang beralaskan kotak platik,

yang berisi limbah serutan kayu yang sudah disterilkan, setiap kandang berisi alat untuk minum

dan makan.

2. Pengawasan Status Kesehatan

2.1 Kebersihan kandang merupakan standard tinggi.

2.3 Alas kandang diganti setidaknya dua hari sekali.

2.4 Selalu dilakukan pengamatan kesehatan tikus.

3. Pengawasan Petugas Pemeliharaan Tikus

3.1 Petugas pengawas dan pemelihara hewan coba dipilih yang memang menyenangi

hewan dan mempunyai perasaan khusus.

3.2 Membuat jadwal kerja bulanan dan membuat laporan harian (jumlah makanan dan

cairan)

3.3 Selalu waspada dan mengetahui gejala penyakit dan mengetahui pakan dan minum

hewan, mengetahui hewan yang sehat, tidak mau makan, ataupun sakit.

3.4 Petugas pemelihara memakai pakaian yang bersih dan menggunakan masker dan sarung tangan

pada waktu bekerja di kandang hewan.

3.5 Batasi keluar masuknya orang ke daerah kandang

4. Pengawasan Makanan dan Minuman

4.1 Kualitas dan kuantitas pakan dan minum untuk semua hewan coba harus cukup.

Pemberian makanan dilakukan dua kali setiap hari (pagi dan sore), baik pakan standar (Cornfeed

Pars/pellet) maupun suplemen (tempe M-2 atau wortel).

Page 136: Wortel (Agung)

LAMPIRAN 2. Konversi Dosis Makanan

Lampiran 2.1. Konversi Perhitungan Dosis untuk Beberapa Jenis Hewan dan Manusia

(Ghosh, 1971, dalam Kusumawati, 2004).

Mencit

20 g

Tikus

200 g

Marmot

400 g

Kelinci

1,5 kg

Kucing

2 kg

Kera

4 kg

Anjing

12 kg

Manusia

70 kg

Mencit 20 g 1,0 7,0 2,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,5

Tikus 200 g 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0

Marmot 400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5

Kelinci 1,5 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2

Kucing 2 kg 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0

Kera 4 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1

Anjing 12kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1

Manusia70 kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0

Lampiran 2.2. Konversi Dosis Hewan Percobaan Berdasarkan Body Surface Area

(Reagan-Shaw et al., 2007).

Spesies Berat (kg) BSA (m2) Km faktor

Manusia dewasa 60 1,6 37

Anak-anak 20 0,8 25

Baboon 12 0,6 20

Anjing 10 0,5 20

Monyet 3 0,24 12

Kelinci 1,8 0,15 12

Babi Guinea 0,4 0,05 8

Tikus 0,15 0,025 6

Hamster 0,08 0,02 5

Mencit 0,02 0,007 3

HED (mg/kg) = animal dose (mg/kg) X animal Km/human Km

HED : Human Equivalen Dose (mg/kg)

BSA : Body Surface Area

Km : Faktor Konversi

LAMPIRAN 3 Pemeriksaan Laboratorium

3.1 Penentuan Kadar Kolesterol-HDL dan LDL

Penentuan kadar kolesterol-HDL dan LDL dengan menggunakan Kit Biovision (HDL and

LDL/VLDL Cholesterol Quantification Kit)(Catalog#K613-100, 100 assays, store at -

20oC) merupakan metode kuantitatif sampel serum darah, dengan prosedur penentuan

kadar kolesterol-HDL dan LDL yang sederhana. Dalam oksidase, uji kolesterol

Page 137: Wortel (Agung)

menghasilkan produk yang bereaksi dengan probe untuk menghasilkan warna (λ=570 nm)

dan fuoresensi (Ex/Em=538/587 nm). Kolesterol esterase menghidrolisis kolesterol ester

menjadi kolesterol bebas, oleh karena itu kolesterol ester dan kolesterol bebas dapat

dideteksi secara terpisah, dan tidak terdapat kolesterol esterase dalam reaksi.

Persiapan Reagen

Cholesterol Probe : siap dipergunakan, dengan pemanasan sampai suhu kamar, untuk

mencairkan DMSO solution. Simpan pada suhu -20oC, terlindung dari cahaya, dan gunakan

dalam waktu dua bulan.

Cholesterol Esterase : larutkan dalam 220 μl Cholesterol Assay Buffer sebelum digunakan.

Simpan pada suhu -20oC, dan gunakan dalam waktu dua bulan.

Enzyme Mix : larutkan dalam 220 ml Cholesterol Assay Buffer sebelum digunakan. Simpan

pada suhu - 20oC, dan gunakan dalam waktu dua bulan.

Prosedur Pemeriksaan Kolesterol :

1. Pemisahan HDL dan LDL : Campur 100 μl dari 2 x Precipitation Buffer dengan 100 μl dari

serum sampel dalam tabung microcentrifuge. Inkubasi 10 menit pada suhu kamar,

disentrifus pada 2000 x g (5000 rpm on bench-top microcentrifuge) selama 10 menit.

Transfer supernatant ke tabung baru yang berlabel. Ini adalah adalah fraksi HDL.

Endapannya adalah fraksi LDL/VLDL. Jika ingin mengukur tingkat LDL, endapan harus

disentrifus kembali, untuk menjaring sisa-sisa fraksi HDL. Suspensi endapan dalam 200 μl

tidak disertakan, ini adalah fraksi LDL.

Catatan A : Jika supernatant keruh, sampel harus kembali disentrifuse. Jika sampel tetap

berawan, encerkan sampel 1 : 1 dengan PBS, dan ulangi prosedur pemisahan. Kalikan hasil

akhir 2 x karena pengenceran dilaksanakan 2 x.

Catatan B : Waktu dan suhu presipitasi tidak mempengaruhi hasil secara signifikan.

2. Kurva Standard dan Persiapan Sampel. Encerkan Cholesterol standard menjadi 0,25 μg/ml

dengan menambahkan 20 μl Cholesterol standard sampai 140 μl Cholesterol Assay Buffer,

aduk rata. Tambahkan 0, 4, 8, 12, 16, 20 ml ke dalam 96 well plate. Sesuaikan volume

untuk 50 μl/well dengan Cholesterol Assay Buffer untuk menghasilkan generasi 0, 1, 2, 3, 4,

5 μg/well dari Cholesterol standard. (Catatan : uji fluorometrik adalah 10 kali lebih

sensitive dari uji kolorimetri, Cholesterol standard harus diencerkan 10 kali, jika

menggunakan uji fluorometric). Untuk pengujian sampel, dengan menggunakan 1 hingga 20

μl dari fraksi HDL dan LDL, menyesuaikan jumlah volume menjadi 50 μl/well dengan

Cholesterol Assay Buffer.

3. Persiapan Reaction Mix

Untuk pengujian masing-masing, siapkan 50 μl total Reaction Mix yang mengandung : 44

μl Cholesterol Assay Buffer, 2 ml Cholesterol Probe, 2 μl Enzyme Mix, 2μl Cholesterol

Esterase.

4. Tambahkan 50 μl Reaction Mix pada setiap sumur yang berisi Cholesterol standard atau

sampel, aduk rata.

5. Inkubasi selama 60 menit pada suhu 37o C, terlindung dari cahaya. Ukur O.D. pada 570 nm.

Page 138: Wortel (Agung)

6. Kalkulasi : Plot Kurve standar. Contoh konsentrasi kolesterol :

C = A/V(μg/μl)

Dimana :

A adalah jumlah kolesterol sampel dari kurve standar (μg)

V adalah volume sampel asli yang ditambahkan pada sampel reaction well (μl)

Berat molekul kolesterol : 386,6; 1 μg/ μl = 100 mg/dL

3.2 Penentuan Kadar Kapasitas Antioksidan Total (TAC).

Prinsip pemeriksaannya menggunakan Trolox sebagai standarisasi antioksidan yang ada

dalam sampel. Sehingga antioksidan yang ada adalah setara dengan konsentrasi trolox.

Pemeriksaan kadar bioaktif ini menggunakan Kit Kapasitas Antioksidan Total (TAC) dengan

catalog # K274-100 merk Biovision. Kit ini terdiri dari reagen Cu++ Assay Diulent, Protein

Mask dan Trolox standar.

Cara kerja Kit Kapasitas Antioksidan Total (TAC) adalah sebagai berikut :

1. Buat kurva kalibrasi Trolox : pipet 0, 4, 8,, 12, 16, 20 μl Trolox standar dan tempatkan

pada masing-masing plat sumur pemeriksaan dan tambahkan dd H2O hingga volume

masing-masing 100 μl.

2. Pembuatan sampel : sampel berupa serum langsung dipipet sebanyak 2 μl dan

ditambahkan dengan ddH2O hingga volume 100 μl. Masing-masing sampel dibuat duplo.

3. Pembuatan pereaksi (reagen kerja) : larutkan 1 bagian Cu++ dengan 49 bagian Assay

diluent. Masing-masing sumur memerlukan 100 μl.

4. Tambahkan 100 μl, reagen kerja pada semua sampel dan reagen standar.

5. Inkubasi selama 1,5 jam pada suhu kamar.

6. Baca absorbansi pada 570 nm.

7. Perhitungan kadar TAC dengan menggunakan rumus :

Kapasitas Antioksidan Total= [(Absornasi sampel-Absornasi blanko)x(μl sampel)]

[slope kurve]

Atau

Sa/Sv = nmol/ μl or mN Trolox equivalent

3.3 Pengukuran F2 - Isoprostan dalam Urine Tikus Wistar.

Pemeriksaan kadar F2-Isoprostan dilakukan dengan menggunakan 8-Iso-PGF2α Enzyme

Immunoassay Kit (EIA) dari Assay Design, yang merupakan immunoassay yang kompetitif

untuk penentuan kadar F2-Isoprostan dalam larutan biological. Kit tersebut menggunakan

antibodi poliklonal terhadap F2-Isoprostan untuk dapat mengikatnya dengan cara yang

kompetitif yang terdapat dalam sampel atau dalam molekul alkaline phospatase yang

memiliki F2-Isoprostan yang secara kovalen melekat padanya.

Prosedur penggunaan Kit :

Page 139: Wortel (Agung)

1. Pertama ditentukan penomoran sumur yang akan digunakan dengan berpedoman pada lembar

assay layout.

2. Memasukkan dengan pipet 100 μl standar diluent (Assay Buffer atau Tissue Culture Media)

ke dalam sumur NSB dan B0 (0 pg/ml standard).

3. Memasukkan dengan pipet 100 μl cairan standar ke dalam sumur nomor satu sampai dengan

tujuh.

4. Memasukkan dengan pipet 100 μl cairan sampel ke dalam sumur sesuai dengan

penomorannya.

5. Memasukkan dengan pipet 50 μl assay buffer ke dalam sumur NSB.

6. Memasukkan dengan pipet 50 μl konjugat biru ke dalam semua sumur, kecuali Total Activity

(TA) dan sumur kosong (blank).

7. Memasukkan dengan pipet 50 μl antibodi kuning ke dalam semua sumur kecuali sumur

kosong (blank), TA dan NSB. Sebagai catatan semua sumur harus berwarna hijau kecuali

sumur NSB yang seharusnya berwarna biru. Sumur TA dan blank seharusnya kosong dan

tidak berwarna pada langkah ini.

8. Piring sampel kit diinkubasi pada suhu kamar ke dalam plate shaker selama dua jam pada

500 rpm, selama masa ini dapat digunakan plastik penutup piring sampel kit jika

dikehendaki.

9. Masing-masing sumur dikosongkan dan dicuci dengan menambahkan 400 μl cairan pencuci,

diulangi dua kali sehingga total dilakukan tiga kali pencucian.

10. Setelah pencucian terakhir, sumur dikosongkan dan piring ditepuk di atas kertas pembersih

untuk mematikan buffer pencuci tidak ada yang tertinggal.

11. Ditambahkan 5 μl konjugat warna biru terang dalam pengenceran 1:10 ke dalam sumur TA.

12. Ditambahkan 200 μL cairan substrat kemudian diinkubasi dalam suhu kamar 45 menit tanpa

dikocok.

13. Ditambahkan 50 μl stop solution ke dalam setiap sumur, hal ini akan segera menghentikan

reaksi yang terjadi dan piring sampel harus segera dibaca setelahnya.

14. Kemudian dibaca dengan densitas optik pada 405 nm, dengan koreksi antara 570 dan 590

nm.

3.4 Pemeriksaan Interleukin-6 dengan metode d-human IL-6 Immunoassay (R & D

Systems).

Prosedur pemeriksaan d-Human Interleukin-6 Immunoassay (R & D System), menggunakan

Cat. No.: D6050, adalah sebagai berikut :

Prisip Pemeriksaan :

Pemeriksaan ini menggunakan teknik quantitatif sandwich enzyme immunoassay.

Sebelumnya antibody monoclonal spesifik untuk IL-6 telah di-coated dalam microplate.

Standar, sampel, kontrol dan conjugate di pipet ke dalam well dan keberadaan IL-6 akan di

sandwich (dipasangkan) oleh immobilized antibody dengan antibody enzyme-linked

monoclonal spesifik untuk IL-6.

Setelah dilakukan pencucian untuk menghilangkan substansi-substansi yang terikat dan atau

reagen antibody-enzyme, selanjutnya larutan substrat ditambahkan ke dalam well dan

kemudian terbentuklah pembentukan warna yang sebanding dengan jumlah IL-6 yang terikat.

Pembentukan wama dihentikan dan kemudian intensitas warna di ukur.

Page 140: Wortel (Agung)

Penanganan Reagen

1. Wash Buffer Concentrate

Encerkan 20 ml Wash Buffer Concentrate dengan air de-ionized atau distilled hingga

diperoleh 500 ml larutan Wash Buffer.

2. Standard

Larutkan IL-6 standar dengan 5 ml Calibrator Diluent RD6F. Larutan ini merupakan larutan

stok 300 pg/ml. Sebelum dilarutkan standar dikocok perlahan selama minimal 15 menit.

Pipet 667 μL Calibrator Diluent RD6G masukkan ke dalam tabung 100

pg/mL dan 500 μL ke dalam sisa tabung lainnya. Gunakan larutan stok untuk mendapatkan

serial larutan seperti gambar di bawah ini.

3. Larutan Substrat Campurkan Color reagent A dan B dalam jumlah yang sarna dalam waktu 15 menit sebelum

digunakan. Lindungi dari sinar matahari.

Presedur Kerja 1. Siapkan semua reagen, working standard, sampel dan kontrol.

2. Tambahkan 100 μL Assay Diluent RDIW ke dalam well .

3. Tambahkan 100 μL standar, control atau sampel ke dalam masing-masing well, campur dengan baik.

4. Tutup plate dengan plate sealer yang tersedia dan inkubasi pada. suhu kamar selama 2 jam.

5. Buang isi dari setiap well dan cuci dengan menambahkan 400 μL wash buffer ke dalam masing-

masing well. Ulangi proses tersebut sebanyak 3 kali (total pencucian sebanyak 4 kali). Setelah

pencucian terakhir, buang isi dari well, buang sisa wash buffer dengan mengetuk-ngetukkan plate

secara terbalik pada lap kertas yang bersih.

6. Segera tambahkan 200 μL conjugate ke dalam masing-masing well. Tutup plate dengan plate sealer

baru, inkubasi pada suhu kamar selama 2 jam.

7. Ulangi kembali proses pencucian seperti pada nomer 5.

8. Segera tambahkan 200 μL substrate solution ke dalam masing-masing well. Tutup plate dengan plate

sealer baru, inkubasi pada suhu kamar selama 20 menit. Lindungi dari sinar matahari.

9. Tambahkan 50 μL stop solution ke dalam masing-masing well. Warna dalam well akan erubah dari

biru ke kuning. Jika warna yang ditimbulkan pada well hijau atau perubahan warnanya tidak terlihat

seragam, goyang perlahan-lahan untuk memastikan bahwa sudah tercampur sempuma.

10. Tentukan optical density dari tiap well dalam waktu 30 menit menggunakan microplate reader pada

panjang gelombang 450 nm.

4. Pemeriksaan Hispatologi

Page 141: Wortel (Agung)

Pengamatan mikroskopik dari suatu jaringan baik yang normal maupun patologis merupakan

bagian yang sangat penting dari proses pengambilan data yang menunjang suatu penelitian atapun

diagnose suatu penyakit. Mikroteknik adalah metode pembuatan sediaan histology agar dengan

pengamatan menggunakan mikroskop, diperoleh gambaran struktur sediaan yang diusahakan sedapat

– dapatnya menyerupai struktur aslinya. Sebelum jaringan dapat diamati di bawah mikroskop terlebih

dahulu melewati beberapa tahapan proses sebagai berikut :

1. Proses Pengambilan Sampel

Proses pengambilan sample dilakukan dengan alat – alat bedah standar yang sudah

dibersihkan dan disterilkan . Gunting ataupun pisau dan blade yang digunakan haruslah baru dan

tajam. Segera setelah hewan mati, organ tubuh yang telah mengalami perubahan diambil dengan

ukuran 1x1x1cm, kemudian dicuci dengan larutan buffer atau garam fisiologis kemudian dimasukkan

ke dalam larutan pengawet 10 kali volume jaringan/organ.

2. Proses Pengawetan (Fiksasi )

Pada prinsipnya, sediaan yang dilihat di bawah mikroskop harus dapat memberikan gambaran

histology yang sebenarnya dari jaringan tersebut. Untuk itu dibutuhkan suatu proses perlakukan yang

dapat mencegah terjadinya perubahan pasca mati pada jaringan. Hal penting lainnya adalah menjaga

tetap terpisahnya bagian padat dan bagian cair dari protoplasma sel, merubah bagian – bagian sel

menjadi bahan – bahan yang tidak larut dalam setiap proses perlakukan berikutnya, melindungi sel

dari kerusakan dan pengerutan saat dimasukkan ke alcohol atau paraffin panas. Juga untuk

meningkatkan kemampuan bagian – bagian dari jaringan untuk dapat diwarnai ( stainability ),

meningkatkan indek refraksi jaringan sehingga meningkatkan visibilitasnya.

Contoh Larutan Fiksasi

Larutan 10% formalin

40% formaldehyde : 100cc

Aquadestilata : 900cc

Setelah proses pengawetan selesai, jaringan dicuci ( larutan pengawetannya dicuci sampai hilang )

untuk mencegah adanya gangguan yang mungkin terjadi pada proses selanjutnya akibat masih

tersisanya larutan pengawet pada jaringan. Untuk pencucian biasanya dipakai air kran atau alkohoh

50%, 70%.

3. Proses Dehidrasi

Walaupun telah mengalami proses pengawetan dan pencucian, konsistensi jaringan masih saja kurang

ideal untuk dapat dipotong tipis ( 5-6 mikrometer ) dengan microtome. Jaringan ini bias saja masih

lunak atau jika jaringan tersebut berlumen bentuknya akan mudah berubah jika langsung dipotong .

Untuk mengatasi masalah ini biasanya dilakukan proses penggantian cairan yang ada dijaringan

dengan bahan yang dapat mengeras dan mudah dipotong. Yang paling umum digunakan untuk

peruses standar biologi adalah paraffin. Paraffin dapat melakukan penetrasi secara intra dan

ekstraseluler sehinga dapat menjadi bahan penunjang yang baik selama proses pemotongan.

Sebelum di embedding dengan parafin, jaringan harus bebas dari air sebab air dengan parafin

tidak dapat menyatu. Dehidrasi adalah penarikan air dari jaringan. Jaringan yang diawetkan dalam

larutan dengan pelarut utama air cenderung mempertahankan kadar air tinggi dan dapat mengganggu

proses selanjutnya. Jaringan biasanya di – dehidrasi dengan jalan merendam dalam alkohol dengan

presentase bertingkat 70%,80% sampai alcohol absolute. Selain menarik air, perlakuan dengan

alkohol bertingkat dapat mencegah terjadinya pengerutan atau collapse

4. Proses Clearing

Proses clearing adalah proses intermedier antara proses dehidrasi dengan proses embedding

dengan paraffin. Jika setelah dehidrasi dengan alcohol bertingkat jaringan langsung diproses ke

embedding parafin , maka yang terjadi adalah paraffin tidak dapat melakukan penetrasi ke dalam

Page 142: Wortel (Agung)

jaringan. Ini karena sisa alkohol dalam jaringan tidak dapat bercampur atau larut dalam paraffin.

Untuk itu jaringan perlu direndam dahulu ke dalam suatu perantara yang dapat bercampur dengan

alcohol dan parafin. Biasanya yang banyak digunakan adalah xylol atau yang lain seperti toluene,

chloroform dan benzene. Sebaliknya sebelum di clearing jaringan harus benar – benar bebas air

karena dapat mengganggu proses selanjutnya ( xylol tidak dapat bercampur dengan air ). Ini berarti

proses dehidrasi harus benar – benar sempurna. Jaringan yang telah mengalami proses clearing

menjadi transparan dan menjadi lebih tua.

5. Proses Infiltrasi

Proses ini menggunakan parafin cair dengan suhu 50 – 60oC dengan maksud paraffin cair

dapat melakukan penyusupan ke dalam jaringan yang berfungsi sebagai zat penunjang bagi jaringan

saat pemotongan . Parafin harus merembes di sela – selan jaringan menggantikan cairan penjernih.

Parafin dapat dibagi menjadi dua macam, parafin keras dan paraffin lunak. Parafin keras memiliki

titik cair 55 – 58oC atau 60 -68oC, sedangkan yang lunak sekitar 50 – 52oC atau 53 -55oC. Pilihan

berdasarkan pada jenis dan tujuan pekerjaan. Parafin keras memungkinkan memotong sayatan relatif

tipis dari parafin lunak.

6. Proses Embedding

Proses embedding sebaiknya dikerjakan di dekat sumber panas (pembakaran Bunsen dan

sebagainya ). Alat yang digunakan terlebih dahulu dihangatkan untuk mencegah agar parafin tidak

mengeras sebelum proses selesai. Jaringan diletakkan di dalam wadah dari gelas atau kaleng yang

sudah dihangatkan terlebih dahulu dan berisi parafin cair. Jaringan diletakkan sedemikian rupa

sehingga memudahkan orientasi baik saat pemotongan maupun pengenalan jaringan. Blok yang

sudah mengeras sebaiknya disimpan minimal 6 jam dalam lemari es sebelum dipotong.

7. Proses Pemotongan Jaringan ( Sectioning )

Setelah penyimpanan dalam lemari es, blok sudah siap untuk dipotong. Alat pemotongan

jaringan ini dinamakan microtome. Biasanya jaringan dipotong dengan ketebalan 1 – 10 mikron

tergantung keinginan dan tujuan. Untuk pengamatan umum, jaringan biasanya dipotong dengan

ketebalan sekitar 5 mikron. Perlu diperhatikan bahwa pisau microtome sangat tajam, pengerjaan

pemotongan haruslah hati – hati dan teliti. Keadaan ruangan suhu dan kelembaban juga terpengaruh

pada ketebalan sayatan.

Sayatan biasanya diapungkan terlebih dahulu ke dalam water bath dengan temperature 45oC,

kemudian diletakan ke dalam obyek gelas dimana sebelumnya telah diolesi bahan perekat Mayers

egg albumin atau adhesive dried albumen. Gelas obyek ini kemudian disimpan di incubator ( 37 –

40oC ) satu malam sebelum diwarnai.

Freezing microtome, bahan yang dibutuhkan pada pemotongan ini antara lain chloride spray

atau dengan cabon dioxide yang dimanpatkan. Untuk diagnose cepat caranya adalah : jaringan yang

akan kita periksa , kita potong dengan ketebalan sekitar 3 mm kemudian difiksasi dengan formal

salin sekitar 1 – 2 menit, supaya fisksinya baik dapat dibantu dengan pemanasan kemudian jaringan

diambil letakkan pada tissue holder lalu disemprot dengan CO2 sehingga jaringan menjadi beku,

setelah beku barulah dilakukan pemotongan. Sayatan yang diperoleh diambil dengan menggunakan

jari dan dimasukkan ke dalam petridisk berisi aquadesk kemudian jaringan tersebut dipindahkan ke

dalam suatu wadah yang telah berisi zat warna, cuci dengan air atau alcohol kadar rendah setelah itu

baru diletakkan pada obyek gelas dimounting dengan gliserin

8. Proses Pewarnaan ( Staining )

Jaringan yang telah melalui proses diatas segera diwarnai agar dapat mudah dilihat dan

dikenali di bawah mikroskop. Karena setelah proses di atas jaringan menjadi kering, sedangkan

proses pewarnaan melibatkan berbagai larutan maka keadaan yang kering ini harus dikembalikan

menjadi basah. Proses ini dinamakan hidrasi. Proses ini mencakup juga penghilangan parafin dari

dalam jaringan ( deparaffinisasi ) dengan merendam dalam xylol atau toluene. Setelah jaringan yang

Page 143: Wortel (Agung)

telah bebas paraffin direndam dalam alcohol dengan konsentrasi menurun mulai dari absolute, 80%,

70%. Setelah direndam dalam air , jaringan siap untuk proses pewarnaan.

Menurut asalnya zat warna dibagi menjadi dua macam, yaitu yang berasal dari alam dan yang

sintesis. Contoh zat warna asal alam adalah Haemtoxylin, sedang yang sintesis sangat banyak antara

lain eosin. Haematoxylin – eosin adalah pewarna standar yang sangat umum dipakai.

Haematoxylin mewarnai inti sel

( biru ) sedangkan eosin mewarnai sitoplasmanya ( merah ).

Setelah proses pewarnaan, sediaan ( jaringan di atas objek gelas ) kembali dehidrasi dengan alkohol

bertingkat dan xylol untuk kemudian dilanjutkan dengan mounting. Mounting media adalah suatu

penyangga, terletak antara cover glass dengan sediaan sehingga jaringan yang telah diwarnai dapat

diawetkan dan tampak tetap transparan. Mounting media natural diantaranya : Canada balsam, Cedar

oil, Damar, Permount , dan Entellan. Penelitian ini menggunakan jenis entellan.

9. Pengamatan terhadap Sediaan

LAMPIRAN 5. ANALISIS STATISTIK

LAMPIRAN 5.1 ANALISIS STATISTIK KADAR HDL

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

HDLKN ,217 5 ,200(*) ,904 5 ,431(*)

HDLKP ,295 5 ,178(*) ,845 5 ,178(*)

HDLT ,291 5 ,193(*) ,865 5 ,248(*)

HDLW ,317 5 ,113(*) ,849 5 ,193(*)

HDLTW ,137 5 ,200(*) ,990 5 ,981(*)

(*) Data berdistribusi normal (p>0,05)

Data homogen (p>0,05)

Lampiran 5.2 ANALISIS STATISTIK KADAR TAC

Descriptive Statistics

5 36,39 37,51 37,0800 ,47655

5 23,23 31,52 28,6840 3,32193

5 46,99 54,45 49,6460 2,86738

5 40,14 46,57 44,3100 2,66931

5 65,93 70,84 68,4600 1,91242

5

HDLKN

HDLKP

HDLT

HDLW

HDLTW

Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Test of Homogeneity of Variances

Kadar HDL

1,816 4 20 ,165

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

Page 144: Wortel (Agung)

Tests of Normality TAC

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

TACKN ,121 5 ,200(*) ,994 5 ,991(*)

TACKP ,305 5 ,145(*) ,787 5 ,064(*)

TACT ,165 5 ,200(*) ,978 5 ,924(*)

TACW ,239 5 ,200(*) ,925 5 ,564(*)

TACTW ,197 5 ,200(*) ,971 5 ,884(*)

(*) Data berdistribusi normal (p>0,05)

Test of Homogeneity of Variances Kadar TAC

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1,829 4 20 ,163(*)

Data homogen (p>0,05)

LAMPIRAN 5.3 ANALISIS STATISTIK KADAR LDL

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

LDLKN 5 32,59 34,74 33,9220 ,91699

LDLKP 5 36,73 42,72 39,0140 2,43394

LDLT 5 23,28 25,44 24,1500 ,90194

LDLW 5 26,43 29,67 28,0540 1,52103

LDLTW 5 19,72 22,92 20,7180 1,33232

Valid N (listwise) 5

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

LDLKN ,214 5 ,200(*) ,900 5 ,413(*)

LDLKP ,249 5 ,200(*) ,910 5 ,465(*)

LDLT ,227 5 ,200(*) ,905 5 ,435(*)

LDLW ,225 5 ,200(*) ,869 5 ,264(*)

LDLTW ,271 5 ,200(*) ,822 5 ,122(*)

(*) Data berdistribusi normal (p>0,05)

Descriptive Statistics

5 ,54 ,58 ,5598 ,01527

5 ,42 ,50 ,4444 ,03350

5 ,82 ,91 ,8660 ,03598

5 ,62 ,67 ,6458 ,01912

5 1,44 1,47 1,4536 ,01057

5

TACKN

TACKP

TACT

TACW

TACTW

Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Page 145: Wortel (Agung)

Test of Homogeneity of Variances Kadar LDL

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2,428 4 20 ,082

Data homogen (p>0,05)

LAMPIRAN 4.4 ANALISIS STATISTIK KADAR F2-ISOPROSTAN

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

IsopKN ,221 5 ,200(*) ,901 5 ,415

IsopKP ,330 5 ,080(*) ,811 5 ,098

IsopT ,209 5 ,200(*) ,915 5 ,500

IsopW ,173 5 ,200(*) ,972 5 ,890

IsopTW ,277 5 ,200(*) ,893 5 ,374

(*) Data berdistribusi normal (p>0,05)

Data homogen (p>0,01)

LAMPIRAN 5.5 ANALISIS STATISTIK KADAR IL-6

Descriptive Statistics

5 2,96 3,16 3,0340 ,07765

5 5,13 5,50 5,2640 ,17009

5 ,89 1,02 ,9640 ,05273

5 1,84 2,23 2,0540 ,15469

5 ,62 ,78 ,7200 ,06519

5

IsopKN

IsopKP

IsopT

IsopW

IsopTW

Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Test of Homogeneity of Variances

Kadar Isop

3,982 4 20 ,016

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

Descriptive Statistics

5 153,18 184,55 168,8500 11,29386

5 211,10 238,33 222,6680 10,55796

5 37,57 41,25 39,7580 1,63917

5 48,20 51,17 49,6680 1,44068

5 34,32 36,74 35,3280 1,00108

5

ILKN

ILKP

ILT

ILW

ILTW

Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Page 146: Wortel (Agung)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

ILKN ,239 5 ,200(*) ,958 5 ,795

ILKP ,196 5 ,200(*) ,963 5 ,827

ILT ,292 5 ,189(*) ,861 5 ,232

ILW ,246 5 ,200(*) ,843 5 ,172

ILTW ,184 5 ,200(*) ,938 5 ,652

(*) Data berdistribusi normal (p>0,05) Test of Homogeneity of Variances IL-6

Levene Statistic df1 df2 Sig.

4,136 4 20 ,013

Data homogen (p>0,05)

LAMPIRAN 6.1 Bahan dan Peralatan Pembuatan Tempe M-2

Keterangan : (a) Gelas takar air, (b) Timbangan kedele, (c) Asam Laktat,(d) Gelas

ukur, (e) Neraca elektrik, (f dan h) kedele, (g) Ragi tempe

LAMPIRAN 6 Tempe M-2 dan Wortel

a b

c d e

f g

h

Page 147: Wortel (Agung)

LAMPIRAN 6.2. Tempe M-2 (Fermentasi 48 jam)

LAMPIRAN 6.3. Wortel

Page 148: Wortel (Agung)

LAMPIRAN 7 Penempatan Tikus dan Pengambilan Urine Tikus

LAMPIRAN 7.1 Penempatan Tikus

LAMPIRAN 7.2 Pengambilan Urine Tikus