Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI
II.1 Tinjauan Umum
II.1.1 Sejarah Perkembangan Hotel Di Indonesia
Perkembangan hotel modern di Indonesia diawali dengan dibukanya Hotel
Indonesia di Jakarta pada tahun 1962. Sejak jaman penjajahan Belanda sudah
terdapat usaha akomodasi yang dikelola secara komersial, walaupun pada waktu
itubelum dikelola secara modern , sebagai contoh Hotel Savoy Homan, Bandung
dibangun pada tahun 1888, kemudian direnovasi pada tahun 1937 dan selesai
1939. Kemudian hotel Preanger dibangun pada tahun 1897 dan pada waktu itu
masih menyatu dengan took, kemudian dibangun kembali sebagai suatu hotel
yang lebih terkonsep pada tahun 1928.
Hotel Mij De Boer di Medan, Sumatera Utara didirikan oleh Aeint Herman
de Boer orang Belanda, pada tahun 1898. Pada saat itu hotel Mij de Boer
merupakan hotel yang paling megah di Medan yang diperuntukkan bagi penguasa
perkebunan dan para pejabat pemerintahBelanda yang datang ke Sumatera Utara.
Kemudian pada tanggal 14 Desember 1957 , dalam rangka nasionalisasi
perusahaan – perusahaan asing, hotel Mij de Boer diambil alih pemerintah
Republik Indonesia diganti namanya menjadi hotel Dharma Bhakti, dan sekarang
namanya diganti lagi menjadi hotel Dharma Deli.
Di Yogyakarta juga terdapat sebuah hotellama yaitu Grand Hotel de Djokya
berlokasi di jalan Malioboro, didirikan tahun 1908 dan beroperasi pada tahun
1911. Setelah mengalami beberapa kali proses renovasi , saat ini hotel tersebut
berganti nama menjadi hotel Garuda. Dengan adanya usaha - usaha renovasi
bangunan hotel pada waktu itu telah menunjukkan suatu keinginan untuk
memperbaiki fasilitas hotel menjadi lebih baik.
Setelah periode pemerintahan Orde Baru, pembangunan dan kehadiran
hotel di Indonesia jauh dan sangat berkembang pesat. Terutama setelah masuknya
7
beberapa chains ‘management’ hotel international yang banyak merambah ke
kota-kota besar di Indonesia. Sejalan dengan berkembangnya hotel di
indonesia ,wajah arsitektur hotel di Indonesia pun sangat berkembang dan
inovative. Akan tetapi hal ini menjadi satu tolak ukur sejarah baru untuk Hotel di
Indonesia.
II.1.2 Pengertian Hotel
Hotel merupakan suatu bentuk bangunan, perusahaan atau badan usaha
akomodasi yang menyediakan pelayanan jasa penginapan, penyedia makanan dan
minuman serta fasilitas jasa lainnya dimana semua pelayanan itu diperuntukkan
bagi masyarakat umum, baik mereka yang bermalam di hotel tersebut ataupun
mereka yang hanya menggunakan fasilitas tertentu yang dimiliki hotel itu.
Pengertian hotel ini dapat disimpulkan dari beberapa definisi hotel seperti
tersebut di bawah ini :
a. Salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau keseluruhan
bagian untuk jasa pelayanan penginapan, penyedia makanan dan minuman
serta jasa lainnya bagi masyarakat umum yang dikelola secara komersil
(Keputusan Menteri Parpostel no Km 94/HK103/MPPT 1987).
b. Bangunan yang dikelola secara komersil dengan memberikan fasilitas
penginapan untuk masyarakat umum dengan fasilitas sebagai berikut :
1. Jasa penginapan
2. Pelayanan makanan dan minuman
3. Pelayanan barang bawaan
4. Pencucian pakaian
5. Penggunaan fasilitas perabot dan hiasan-hiasan yang ada di dalamnya.
(Endar Sri,1996)
c. Sebuah tempat usaha yang menyediakan akomodasi hunian bersifat sementara dan fasilitas bersama, terutama bagi orang-orang dalam perjalanan, wisatawan, dan mereka yang sedang berlibur atau berbisnis. (Davies dan Jokiniemi, 2008)
8
Dalam Kamus bahasa Indonesia arti kata kapsul adalah pembungkus kecil
dari sejenis agar-agar tempat obat yg harus ditelan. Selain itu kapsul dapat juga
diartikan sebagai ruang khusus yg bertekanan udara tertentu yang digunakan oleh
penerbang ruang angkasa (astronaut) dalam penerbangan ke angkasa luar.
Menurut webster kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam
cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Dari segi arsitektural, penyusun
menyimpulkan bahwa kapsul merupakan pembungkus kecil yang membentuk
suatu ruangan khusus menyerupai cangkang yang disesuaikan dengan fungsinya.
Sehingga pengertian Hotel Kapsul itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu
bentuk bangunan yang menyediakan pelayanan jasa penginapan yang memiliki
ruang istirahat khusus dengan ukuran yang lebih kecil dari pada hotel pada
umumnya dan disesuaikan dengan fungsinya yang diterapkan pada unit kamar
hotel.
II.1.3 Jenis Hotel
Penentuan jenis hotel tidak terlepas dari kebutuhan dan ciri atau sifat khas
yang dimiliki penghuni hotel tersebut (Trizna Tarmoezi, 2000). Berdasarkan hal
tersebut, hotel dapat dikelompokkan berdasarkan:
lokasi dimana hotel tersebut dibangun, yaitu:
a. City Hotel
Hotel yang berlokasi di perkotaan, biasanya diperuntukkan bagi
masyarakat yang bermaksud untuk tinggal sementara (dalam jangka
waktu pendek). City Hotel disebut juga sebagai transit hotel karena
biasanya dihuni oleh para pelaku bisnis yang memanfaatkan fasilitas dan
pelayanan bisnis yang disediakan oleh hotel tersebut.
b. Residential Hotel
Hotel yang berlokasi di daerah pinnggiran kota besar yang jauh dari
keramaian kota, tetapi mudah mencapai tempat-tempat kegiatan usaha.
Hotel ini berlokasi di daerah-daerah tenang, terutama karena
diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin tinggal dalam jangka waktu
9
lama. Dengan sendirinya hotel ini diperlengkapi dengan fasilitas tempat
tinggal yang lengkap untuk seluruh anggota keluarga.
c. Resort Hotel
Hotel yang berlokasi di daerah pengunungan (mountain hotel) atau
di tepi pantai (beach hotel), di tepi danau atau di tepi aliran sungai. Hotel
seperti ini terutama diperuntukkan bagi keluarga yang ingin beristirahat
pada hari-hari libur atau bagi mereka yang ingin berekreasi.
d. Motel (Motor Hotel)
Hotel yang berlokasi di pinggiran atau di sepanjang jalan raya yang
menghubungan satu kota dengan kota besar lainnya, atau di pinggiran
jalan raya dekat dengan pintu gerbang atau batas kota besar. Hotel ini
diperuntukkan sebagai tempat istirahat sementara bagi mereka yang
melakukan perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum atau mobil
sendiri. Oleh karena itu hotel ini menyediakan fasilitas garasi untuk
mobil.
e. Transit Hotel
Hotel yang dekat denga lintas antar kota berada didekat stasiun
kereta api, pelabuhan udara, terminal, atau disekitar Bandar udara
II.1.4 Klasifikasi Hotel
Maksud dari klasifikasi atau penggolongan hotel ialah suatu sistem
pengelompokkan hotel-hotel ke dalam berbagai kelas atau tingkatan, berdasarkan
ukuran penilaian tertentu. Sistem klasifikasi atau penggolongan hotel di dunia
berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Sebagai contoh,
klasifikasi hotel di negara tertentu antara lain :
1. Republik Rakyat Cina (RRC) mempergunakan klasifikasi :
Tourist Class, Standard dan Superclass Hotel
2. Bulgaria, Columbia, Equador, Syria, Quait, mempergunakan klasifikasi :
Hotel kelas 3, 2, 1 dan Deluxe
3. Yunani menggunakan klasifikasi :
10
Hotel kelas A, B, C, D, E
Di Indonesia pada tahun 1970, pemerintah menentukan klasifikasi hotel
berdasarkan penilaian-penilaian tertentu sebagai berikut :
1. Luas Bangunan
2. Bentuk Bangunan
3. Perlengkapan (fasilitas)
4. Mutu Pelayanan
Namun pada tahun 1977 ternyata sistem klasifikasi yang telah ditetapkan
tersebut dianggap tidak sesuai lagi. Maka dengan Surat Keputusan Menteri
Perhubungan No. PM.10/PW. 301/Pdb – 77 tentang usaha dan klasifikasi hotel,
ditetapkan bahwa penilaian klasifikasi hotel secara minimum didasarkan pada :
1. Jumlah Kamar
2. Fasilitas
3. Peralatan yang tersedia
4. Mutu Pelayanan
Berdasarkan pada penilaian tersebut, hotel-hotel di Indonesia kemudian
digolongkan ke dalam 5 (lima) kelas hotel, yaitu :
Hotel Bintang 1 (*)
Hotel Bintang 2 (**)
Hotel Bintang 3 (***)
Hotel Bintang 4 (****)
Hotel Bintang 5 (*****)
Persyaratan dalam klasifikasi hotel berbintang meliputi:
Hotel Bintang 1, persyaratannya meliputi:
1. Jumlah kamar standar minimum 15 kamar
2. Kamar mandi terletak di dalam kamar
3. Luas kamar standar minimum 20 m2
Hotel Bintang 2, persyaratannya meliputi:
1. Jumlah kamar standar minimum 20 kamar
2. Kamar mandi terletak di dalam kamar
11
3. Luas kamar standar minimum 22 m2
4. Kamar suite minimum 1 kamar
5. Luas kamar suite minimum 44 m2
Hotel Bintang 3, persyaratannya meliputi:
1. Jumlah kamar standar minimum 30 kamar
2. Kamar mandi terletak di dalam kamar
3. Luas kamar standar minimum 24 m2
4. Kamar suite minimum 2 kamar
5. Luas kamar suite minimum 48 m2
Hotel Bintang 4, persyaratannya meliputi:
1. Jumlah kamar standar minimum 50 kamar
2. Kamar mandi terletak di dalam kamar
3. Luas kamar standar minimum 24 m2
4. Kamar suite minimum 3 kamar
5. Luas kamar suite minimum 48 m2
Hotel Bintang 5, persyaratannya meliputi:
1. Jumlah kamar standar minimum 100 kamar
2. Kamar mandi terletak di dalam kamar
3. Luas kamar standar minimum 26 m2
4. Kamar suite minimum 4 kamar
5. Luas kamar suite minimum 52 m2
Hotel-hotel yang tidak bisa memenuhi standar kelima kelas tersebut,
ataupun yang berada di bawah standar minimum yang ditentukan oleh Menteri
Perhubungan disebut Hotel Non Bintang. Tujuan umum daripada penggolongan
kelas hotel adalah :
1. Untuk menjadi pedoman teknis bagi calon investor (penanam modal) di
bidang usaha perhotelan.
2. Agar calon penghuni hotel dapat mengetahui fasilitas dan pelayanan yang
akan diperoleh di suatu hotel, sesuai dengan golongan kelasnya.
3. Agar tercipta persaingan (kompetisi) yang sehat antara pengusahaan hotel.
12
4. Agar tercipta keseimbangan antara permintaan (demand) dan penawaran
(supply) dalam usaha akomodasi hotel.
Pada tahun 1970-an sampai dengan tahun 2001, penggolongan kelas hotel
bintang 1 sampai dengan bintang 5 lebih mengarah ke aspek bangunannya
seperti luas bangunan, jumlah kamar dan fasilitas penunjang hotel dengan bobot
penilaian yang tinggi. Tetapi sejak tahun 2002 berdasarkan Keputusan Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata No. KM 3/HK 001/MKP 02 tentang penggolongan
kelas hotel, bobot penilaian aspek mutu pelayanan lebih tinggi dibandingkan
dengan aspek fasilitas bangunannya.
Walaupun demikian seorang perencana dan perancang bangunan yang
ingin membuat sebuah Hotel dapat mengacu pada Ketentuan dan Kriteria
Klasifikasi Hotel Prinsip Hotel yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Pariwisata tahun 1995. Akan tetapi untuk jumlah kamar tidak diharuskan sesuai
dengan golongan kelas hotel asalkan seimbang dengan fasilitas penunjang serta
seimbang antara pendapatan dan pengeluaran dari hotel tersebut. Hal ini
berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor. KM 3/HK
001/MKP/02.
II.2 Tinjauan Khusus
II.2.1 Tinjauan Terhadap Perilaku Istirahat
1. Menurut Dr. Matius Edlund (2010) ada beberapa jenis istirahat aktif, antara lain :
1. Sosialisasi
Hal ini didefinisikan sebagai menghabiskan waktu maupun mengobrol
bersama teman ataupun dengan rekan-rekan. Menurut penelitian terbaru,
sosialisasi membantu manusia terhindar dari kanker, melawan penyakit
menular dan kemudahan depresi serta mengurangi resiko kematian akibat
serangan jantung. Hanya mengobrol dengan orang lain telah terbukti
mengurangi tingkat hormon stres dan memberikan manfaat hormonal dan
psikologis.
13
2. Istirahat Mental
Salah satu ide dari pentingnya istirahat mental adalah untuk mendapatkan
kondisi 'khusyuk' pada suatu hal yang sederhana. Membaca buku dapat
dikategorikan sebagai istirahat mental.
3. Istirahat Fisik
Cara terbaik untuk melakukan istirahat fisik ini adalah dengan tidur. Tidur
berasal dari kata bahasa latin "somnus" yang berarti alami periode
pemulihan, keadaan fisiologi dari istirahat untuk tubuh dan pikiran. Tidur
merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan periodik
(Lanywati, 2001) Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar yang di alami
seseorang, yang dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan
yang cukup (Guyton 1981).
4. Istirahat Spiritual
Istirahat Spiritual meliputi meditasi dan berdoa.
2. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Istirahat Penghuni:
1. Menurut wahid dan Nurul (2007) ) faktor yang mempengaruhi istirahat
individu meliputi emosi, lingkungan yang tenang, dan kegelisahan.
2. Menurut Kozier (2004) faktor - faktor yang mempengaruhi kualitas istirahat
meliputi faktor penyakit, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stress emosi,
obat, alkohol, diet, merokok, motivasi.
3. Menurut Potter dan Perry (1993) faktor - faktor yang mempengaruhi kualitas
istirahat meliputi keadaan sakit fisik, obat dan zat, gaya hidup, pola tidur,
stres emosional, lingkungan, latihan dan kelelahan, dan asupan kalori.
4. Menurut Craven dan Hirnle (2000) faktor yang mempengaruhi istirahat
individu meliputi kebutuhan (need); lingkungan, hubungan kerja shift,
nutrisi dan metabolisme, pola eliminasi, latihan dan termoregulasi,
kewaspadaan (vigilance), kebiasaan dan gaya hidup, sakit, medikasi dan
zatkimia, dan kondisi alam perasaan (mood).
Dari teori - teori tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi istirahat individu yaitu faktor lingkungan. Oleh sebab itu perlu
14
adanya penyesuaian perencanaan dan perancangan terhadap perilaku istirahat
penghuni agar tercipta lingkungan yang nyaman bagi penggunanya.
II.2.2 Tinjauan Mengenai Kualitas Lingkungan
Kualitas lingkungan meliputi dua aspek yaitu Ambient Condition dan
Architectural Features.
1. Ambient Condition
Berbicara mengenai kualitas fisik (Ambient Condition), Rahardjani
(1987) dan Antok (1988) menyajikan beberapa kualitas fisik yang
mempengaruhi perilaku yaitu kebisingan, temperature dan kualitas udara,
pencahayaan, dan warna.
a. Kebisingan
Kebisingan dapat berpengaruh pada perilaku manusia. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa kebisingan yang tidak disukai telah
mempengaruhi hilangnya beberapa aspek perilaku sosial.
b. Temperature dan kualitas udara
Menurut Holahan, tingginya suhu dan polusi udara paling tidak
dapat menimbulkan dua efek yaitu efek kesehatan dan efek perilaku. Suhu
yang paling nyaman adalah kurang lebih 25 derajat celcius. Apabila suhu
menjadi tidak nyaman (diatas 25 derajat celcius) maka akan
mengakibatkan gangguan tidur maupun istirahat.
c. Pencahayaan dan warna
Menurut Fisher dkk terdapat banyak efek pencahayaan yang
berkaitan dengan perilaku. Pada dasarnya, cahaya dapat mempengaruhi
kinerja seseorang, mempengaruhi suasana hati, dan mempengaruhi
perilaku sosial. Efek ini mungkin tergantung pada isi lingkungan dimana
kita berada. Cahaya dan warna sulit untuk dipisahkan, karena kedua hal
tersebut saling mempengaruhi. Warna dapat juga menentukan seberapa
baik pencahayaan suatu ruangan tampak oleh kita.
15
Warna yang amat terang juga akan berpengaruh terhadap
penglihatan. Area - area yang diberi warna terlalu amat terang di satu
pihak menimbulkan kelelahan mata, juga akan menghasilkan bayangan
yang mengganggu. Warna - warna yang terlalu kontras, selain
mengganggu juga memberikan terlalu banyak terjadi penangkapan bayang
pada mata dan memberi kesan membingungkan (Lang,1987).
Menurut Heimstra dan Mc Farling, warna memiliki tiga dimensi
yaitu : kecerahan (brightness), corak warna (hue) dan kejenuhan
(saturation). Kecerahan adalah intensitas warna, corak warna adalah
warna yang melekat dari suatu objek, kejenuhan adalah tingkatan unsur
warna putih yang dicampurkan pada warna lainnya, suatu warna tertentu
akan berisikan unsur putih yang dicampurkan pada warna lainnya.
2. Architectural features
Architectural features, di dalamnya mencakup setting yang bersifat
permanent. Terdapat dua unsur dalam hal ini yaitu meliputi unsur estetika dan
pengaturan perabot.
a. Estetika
Pengetahuan mengenai estetika memberi gambaran terhadap
identifikasi dan pengetahuan yang mempengaruhi persepsi dari suatu
pengalaman yang menyenangkan. Dan dengan adanya estetika maka
kemampuan manusia untuk menciptakan dan untuk menikmati karya
dapat disalurkan.
Setiap orang tentunya memiliki nilai estetika (nilai seni/ keindahan)
walaupun kadarnya berbeda- beda. Menurut Fisher dkk. (1984) salah satu
tujuan utama dalam desain yaitu untuk memunculkan respon tertentu
terhadap setting yang telah diselesaikan. Kualitas estetika memegang
penting dalam hal ini.
b. Pengaturan perabot
Pengaturan perabot dan aspek- aspek lain ruang dalam merupakan
salah satu penentu perilaku yang penting. Pengaturan perabot dalam ruang
dapat pula mempengaruhi cara orang mempersepsi ruangan tersebut.
16
Imamoglu (dalam heimstra dan Mc Farling, 1978; Fisher., dkk 1984)
menemukan bahwa ruang yang kosong mdipersepsikan lebih besar dari
pada ruangan dengan perabot, yang pada gilirannya dipersepsikan lebih
besar dari pada ruang yang terlalu banyak perabot.
Pengaturan perabot dapat digunakan untuk membantu mengatur
perencanaan tata ruang arsitektur suatu setting. Pada kebanyakan konteks
lingkungan, dinding, lokasi pintu dan sebagainya sudah ditetapkan dan
bagian - bagian ini sulit untuk dipindah - pindahkan. Sampai batas- batas
tertentu elemen- elemen ini memang membentuk ruang di dalam sebuah
bangunan.
II.2.3 Tinjauan Mengenai Desain Ruang
“People modify the spaces they live in, in turn are modified by them”,
(Edward Soja, 2005). Yang mempunyai arti “Manusia membentuk ruang, ruang
membentuk manusia”. Teori ini menggambarkan bahwa ruang dan manusia
merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Teori lain yang mendukung pernyataan tersebut yaitu perilaku manusia
akan mempengaruhi dan membentuk setting fisik (Rapoport. A, 1969).
Pendekatan perilaku ini, menekankan pada keterkaitan ekletik antara ruang
dengan manusia dan masyarakat yang memanfaatkan ruang atau menghuni ruang
tersebut. Adanya pendekatan interaksi antara manusia dan ruang cenderung
menggunakan setting dari pada ruang. Istilah setting memberikan penekanan
pada unsur - unsur kegiatan manusia yang mengandung beberapa hal yaitu :
pelaku, macam kegiatan, tempat, dan waktu berlangsungnya kegiatan.
Behaviour setting merupakan interaksi antara suatu kegiatan dengan tempat
yang lebih spesifik. Behaviour setting mengandung unsur-unsur sekelompok
orang yang melakukan kegiatan, tempat di mana kegiatan tersebut dilakukan dan
waktu spesifik saat kegiatan dilakukan. Setting perilaku terdiri dari 2 macam
yaitu:
17
3. System of setting (sistem tempat atau ruang), sebagai rangkaian unsur-unsur
fisik yang mempunyai hubungan tertentu dan terkait hingga dapat dipakai
untuk suatu kegiatan tertentu.
4. System of activity (sistem kegiatan), sebagai suatu rangkaian perilaku yang
secara sengaja dilakukan oleh satu atau beberapa orang.
Desain behaviour setting yang baik dan tepat adalah desain yang sesuai
dengan struktur perilaku penggunanya di mana desain tersebut dapat
diadaptasikan, fleksibel atau terbuka terhadap pengguna berdasarkan pola
perilakunya. Dari pemahaman tersebut selanjutny pendesain dapat memunculkan
pola ruang yang akan dirancang. Menurut Edward T. Hall (dalam Laurens, 2004)
ada tiga tipe dasar dalam mengidentifikasi pola ruang :
Ruang Berbatas Tetap (Fixed-Feature Space), ruang berbatas tetap dilingkupi
oleh pembatas yang relatif tetap dan tidak mudah digeser, seperti dinding
masif, jendela, pintu atau lantai.
Ruang Berbatas Semi Tetap (SemiFixed- Feature Space), ruang yang
pembatasnya bisa berpindah, seperti ruang-ruang pameran yang dibatasi oleh
partisi yang dapat dipindahkan ketika dibutuhkan menurut setting perilaku
yang berbeda.
Ruang Informal, ruang yang terbentuk hanya untuk waktu singkat, seperti
ruang yang terbentuk kedua orang atau lebih berkumpul. Ruang ini tidak tetap
dan terjadi di luar kesadaran.
Dengan adanya pengidentifikasian pola ruang tersebut, pendesain dapat
mengelompokkan batasan ruang sehingga tercipta pengkoordinasian ruang yang
memberikan privasi ataupun kenyamanan bagi penggunanya.
Konsep dasar yang pembentuk sebuah ruang fisikal dalam perancangan
yaitu meliputi :
1. Antropometri
Dalam buku Dimensi Manusia Dan Ruang Interior antropometri diartikan
sebagai ilmu yang secara khusus mempelajari tentang pengukuran tubuh
manusia guna merumuskan perbedaan- perbedaan ukuran pada tiap individu
18
ataupun kelompok dan lain sebagainya. Sedangkan fungsi dari Antropometri
ini menurut Grandjean dalam buku Psikologi Arsitektur yaitu digunakan
untuk menentukan spesifikasi dimensi fisik ruang, perabotan, peralatan
sampai ke pemakaiannya. Tujuannya adalah untuk memberikan kenyamanan
bagi penggunanya dengan menyocokkan dimensi desain dengan dimensi
pemakai.
Gambar II-1 : Antropometri Manusia
(Sumber : Dimensi Manusia Dan Ruang Interior)
2. Privasi
Privasi dalam arsitektur bisa diartikan sebagai kemampuan seseorang atau
kelompok dalam mengontrol panca indranya dengan pihak lain. Hal ini
dinyatakan dalam suatu ruang yang tertutup dari jangkauan pandangan
maupun fisik dari pihak luar. Jadi jelas ada batasan- batasan fisik untuk
mencapainya. Ruang personal dan territorial merupakan mekanisme utama
bagian privasi.
19
Ruang Personal (personal space)
Ruang personal adalah salah satu mekanisme perilaku untuk
mencapai tingkat privasi tertentu. Beberapa karakterisitik ruang personal
menurut Sommer dan Goffman (Altman,1975) meliputi:
1. Batas diri yang tidak boleh dimasuki oleh orang lain.
2. Ruang personal itu tidak berupa pagar yang tampak mengelilingi
seseorang dan terlerak di suatu tempat tetapi batas itu melekat pada
diri dan dibawa kemana-mana.
3. Ruang personal adalah batas kawasan yang dinamis, yang berubah-
ubah besarnya sesuai dengan waktu dan situasi.
4. Pelanggaran ruang personal ini akan dirasakan sebagai ancaman
sehingga daerah ini dikontrol dengan kuat.
5. Ruang personal berhubungan secara langsung dengan jarak- jarak
antar manusia walaupun ada tiga orientasi dari orang lain yaitu
berhadapan, saling membelakangi dan searah.
Hayduk (1984) menyamakan ruang personal dengan gelembung
yang mengepung manusia. Menurutnya ruang personal merupakan ruang
tiga dimensional berbentuk silinder yang makin menyempit di area
pinggang ke bawah.
Ukuran gelembung setiap orang tidaklah sama disetiap situasi. Hal
ini dikarenakan setiap orang memiliki zona- zona spasial yang beragam
dan jumlah ruang yang dibutuhkan juga berbeda. Selain itu seseorang
mungkin memperoleh pengertian bahwa ruang personal tersebut lekat
dengan individu dalam semua situasi. Hal ini memiliki pengertian yang
berhubungan dengan rasa hormat kepada individu lain dan tidak
diterapkan dalam jarak antar manusia dan perabot.
20
Gambar II-2 : Gelembung Ruang Personal
(Sumber : Fisher dkk., 1984)
Teritorialitas (Territoriality)
Holahan (dalam Iskandar, 1990) mengungkapkan bahwa
teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilik tempat
atau area yang sering melibatkan ciri pemiliknya dari serangan orang lain.
Dengan demikian menurut Altman (1975) penghuni tempat tersebut dapat
mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau merupakan suatu
territorial primer.
Adapun perbedaan antara ruang personal dan teritorialitas yaitu
ruang personal dibawa ke manapun seseorang pergi, sedangkan teritory
memiliki implikasi tertentu yang secara geografis merupakan daerah yang
tidak berubah- ubah.
Altman membagi teritorialitas menjadi 3 yaitu territorial primer,
sekunder dan umum.
1. Teritorial Primer
Jenis teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi
pemiliknya. Salah satu contoh ruang dalam teritori ini adalah ruang
tidur.
2. Teritorial Sekunder
Jenis teritori ini lebih longgar pemakaian dan pengontrolannya
oleh perorangan. Teritorial ini dapat digunakan oleh orang lain yang
21
masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai
kepentingan kepada kelompok itu. Sifat territorial sekunder adalah
semi publik. Yang termasuk territorial ini adalah sirkulasi di dalam
hotel, toilet, zona servis, dan sebagainya.
3. Teritorial Umum
Teritorial umum dapat digunakan oleh semua orang dengan
mengikuti aturan- aturan yang lazim di dalam masyarakat di mana
territorial umum itu berada. Teritorial umum dapat digunakan secara
sementaradalam jangka waktu lama maupun singkat. Contoh
territorial umum ini adalah taman, tempat duduk, parkiran, dan
sebagainya. Berdasarkan pemakaiannya territorial umum dapat dibagi
menjadi tiga yaitu Stalls, Turns, dan Uses Space.
a. Stalls merupakan suatu tempat yang dapat disewakan dan
dipergunakan dalam jangka waktu tertentu, biasanya berkisar
antara jangka waktu lama dan agak lama. Contohnya adalah kamar
hotel. Kontrol terhadap stalls hanya berbeda dalam jangka waktu
penggunaan saja dan akan berhenti pada saat penggunaan waktu
habis.
b. Turns mirip dengan stall, hanya berbeda dalam jangka waktu
penggunaannya saja. Turns dipakai dalam waktu yang singkat,
misalnya tempat antrian.
c. Use Space adalah teritori yang berupa ruang yang dimulai dari
titik kedudukan seseorang ke titik kedudukan objek yang sedang
diamati seseorang.
3. Kesesakan dan Kepadatan
Kepadatan dan kesesakan adalah dua dari konsep gejala persepsi manusia
terhadap lingkungannya. Stokols (dalam Arsitektur dan Perilaku Manusia,
2004) menyatakan bahwa kepadatan adalah kendala keruangan (spatial
constraint). Sementara itu, kesesakan adalah respons subjektif terhadap ruang
yang sesak. Kesesakan dan kepadatan saling berhubungan, semakin banyak
jumlah manusia berbanding luasnya ruangan, makin padatlah keadaannya.
22
Baun dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat
dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh dapat ditentukan
oleh penilaian berdasarkan empat factor, yaitu:
1. Karakteristik setting fisik
2. Karakteristik setting social
3. Karakteristik personal
4. Kemampuan beradaptasi
Gambar II-3 : Kerangka Penilaian kepadatan dan kesesakan
Kepadatan
Karakteristik Karakteristik setting fisik personal
Evaluasi PenilaianTerhadap Dampak
Dari Setting
Karakteristik KemampuanSetting social beradaptasi
Kesesakan Tidak Terjadi Kesesakan
(Sumber : Baun dan Paulus, 1987)
II.2.4 Tinjauan Mengenai Perilaku Penghuni Hotel Kapsul
Penghuni hotel secara umum bisa dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu
kelompok business person dan non business person. Dalam kasus hotel kapsul
Tanah Abang ini, business person lebih didominasi oleh pedagang. Sedangkan
non business person bisa merupakan wisatawan maupun orang- orang yang
membutuhkan tempat peristirahatan sementara.
Karakteristik tamu hotel yang merupakan business person meliputi:
1. Bepergian seorang diri atau berkelompok.
23
2. Menginap dalam jangka waktu relatif singkat.
3. Ingin cepat menyelesaikan tugasnya, sehingga mempertimbangkan jarak
terhadap pencapaian ke objek tujuan harus sedekat mungkin.
4. Pertimbangan ekonomi dan fasilitas.
5. Rekreasi tidak diprioritaskan.
Interaksi yang dilakukan di luar hotel menuntut tamu beraktivitas di luar
dan memanfaatkan fasilitas hotel dalam waktu yang singkat, misalnya
beristirahat. Interaksi yang dilakukan dalam lingkungan hotel menuntut
disediakannya ruang yang nyaman, mempunyai privasi yang tinggi dan dapat
mendukung proses relasi bisnis yang diinginkan.
Karakteristik tamu hotel yang merupakan non business person meliputi:
1. Bepergian seorang diri atau berkelompok.
2. Menginap dalam jangka waktu singkat maupun lama.
3. Lebih mengutamakan fasilitas yang mendukung istirahat penghuni.
4. Pertimbangan kenyamanan dan fungsional.
5. Rekreasi diprioritaskan bagi wisatawan, kecuali bagi wisatawan yang hanya
transit memungkinkan rekreasi bukan merupakan prioritas utamanya.
II.3 Kelengkapan Data dan Relevansi Pustaka Pendukung
II.3.1 Studi Banding Hotel
Studi hotel ini bertujuan untuk membantu penyusun agar lebih memahami karakteristik dan kebutuhan hotel yang meliputi studi dari beberapa proyek sejenis.
1. The Nakagin Capsule Tower
Nakagin Capsule Tower terletak di daerah Ginza Tokyo. Bangunan ini
dirancang oleh Kisho Kurokawa, arsitek metabolist termuda. Bangunan ini
selesai dibangunan pada tahun 1972. Nakagin Capsule Tower ini adalah
bangunan berbentuk kapsul yang pertama kali dibangun. 24
Gambar II - 4: Nakagin Capsule Tower
(Sumber : Google Image Search)
Nakagin Capsule Tower menggunakan konsep arsitektur metabolism
dengan menekankan pada aspek seperti siklus metabolisme tubuh yang dapat
diperbaharui, dapat diperbaharui disini diartikan dapat diganti, dipindah,
ditambahkan maupun dikurangi sehingga berkelanjutan.
Bangunan ini terdiri dari dua menara inti beton dengan 140 kapsul
terhubung ke menara. Semua kapsul – kapsul ruang adalah prefabrikasi dan
dirancang untuk dapat dilepas dan diganti. Setiap kapsul berukuran sekitar 10
meter persegi dengan sudah dibekali berbagai fasilitas antara lain tempat
tidur, meja, kulkas, TV, ruang penyimpanan, toilet dan shower.
Bagi para arsitek Jepang dalam Kelompok Metabolisme mengartikan
kata tersebut seperti menciptakan lingkungan yang dinamis yang dapat hidup
dan tumbuh dengan membuang bagian-bagian yang sudah usang dan
menggantinya dengan yang lebih baru dan unsur-unsur yang lebih layak
untuk mengembangkan sistem bangunan yang dapat mengatasi masalah-
masalah masyarakat kita yang cepat berubah, dan pada saat yang sama
mempertahankan kestabilan kehidupan manusia.
Konsep Nakagin Capsule Tower :
1. Bangunan ini didasarkan pada ide transformasi
2. Dunia kota yang fleksibel dimana bangunan, seperti manusia,
bersifatsementara dan terus berubah
3. Kota masa depan : mimpi dan visi rekonstruksi Jepang
pasca perang dan masa kini.
25
Dengan konsep tersebut, Nakagin Capsule Tower menerapkan
penggunaan ruang dengan lebih bijaksana dan memiliki desain yang ramping
dan pada akhirnya memberi manfaat bagi pertumbuhan masyarakat.
Gambar II - 5: Desain unit kamar Nakagin Capsule Tower
(Sumber : Google Image Search)
Konsep utama yang ditonjolkan dalam metabolism adalah change
ability dan flexibility. Bangunan Nakagin Capsule Tower merupakan
bangunan yang dibangun dengan Metabolism dan mengusung dua konsep
utama tersebut. Penerapan utamanya sudah sangat terlihat,yaitu bangunan
tersusun dari kapsul - kapsul yang dapat dengan mudah disusun dan diubah-
ubah menyesuaikan dengan lingkungan.
Kurokawa mengembangkan teknologi untuk menginstal unit kapsul
kedalam inti beton dengan hanya 4 baut tegangan tinggi, serta membuatunit
dilepas dan diganti. Setiap kapsul terpasang secara independen dankantilever
dari poros, sehingga setiap kapsul dapat dihilangkan denganmudah tanpa
mempengaruhi yang lain. Interior pada tiap kapsulmerupakan ruangan yang
kecil, namun terjangkau, menyenangkan, efisien, futuristik, dan nyaman.
Teknologi yang diterapkan Kurokawa pada bangunan ini membuat
konsep “changeability dan flexibility” yang ada pada metabolism dapat
teraplikasikan. Pembangunan dilakukan di dua tempat, pembangunan yang
dilaksanakan di dalam site dan di luar site yaitu pabrik. Pekerjaan
pembangunan yang dilakukan langsung pada site, yaitu penyusunan kapsul -
26
kapsul da nmembangun dua menara. Selain itu juga dilakukan pemasokan
energy pada sistem dan peralatan pada bangunan.
Gambar II-6 : Teknologi untuk menginstal unit kapsul
(Sumber : Google Image Search)
2. 9 Hours Hotel
Hotel kapsul 9 hours ini dibuka di shimogyo-ku, kyoto, Jepang pada bulan Desember 2009. Hotel ini terdiri dari 9 lantai dengan jumlah kamar sebanyak 125 kamar, dan dilengkapi berbagai fasilitas.
Gambar II-7 : Hotel 9 Hours
(Sumber : http://9hours.jp)
Konsep utama dari hotel ini yaitu berdasarkan aktifitas penghuni yang terdiri dari 1 jam mandi, 7 jam tidur, dan 1 jam beristirat. Itulah sebabnya hotel ini di beri nama hotel
27
9 hours. Hotel ini hanya diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin beristirahat paling lama 17 jam.
Gambar II-8 : Konsep 9 Hours
(Sumber : http://9hours.jp)
Setiap unit kapsul memiliki ukuran yang sama dan dilengkapi dengan teknologi yang maju.
Gambar II - 9 : Unit kapsul 9 hours
(Sumber : http://9hours.jp)
Hotel ini memliki berbagai fasilitas untuk para pengunjung dengan desain yang di dominasi warna hitam putih. Selain itu disediakan lift yang dipisahkan antara wanita dan pria karena adanya pemisahan unit kapsul antara pria dan wanita.
Gambar II-10 : Lobby di hotel 9 Hours
28
(Sumber : http://9hours.jp)
Gambar II-11 : Fasilitas- fasilitas di hotel 9 Hours
Loker sepatu Loker barang
Toilet Wastafel
(Sumber : http://9hours.jp)
Gambar II-12 : Lift hotel 9 Hours
(Sumber : http://9hours.jp)
29
Hotel 9 hours juga memberikan fasilitas berupa perlengkapan individu
seperti pakaian tidur, sandal, minuman, perlengkapan mandi, hairdryer
dan sebagainya.
Gambar II-13 : Fasilitas individu hotel 9 Hours
(Sumber : http://9hours.jp)
3. Hotel First Cabin
Gambar II-14 : Hotel First Cabin
30
(Sumber : www.tripadvisor.com.sg)
Hotel ini terletak di pusat kebudayaan dan perbelanjaan kota Kyoto,
First Cabin Kyoto terletak 0.1 km dari pusat kota dan menyediakan
kemudahan akses ke fasilitas-fasilitas penting kota ini, selain itu hotel ini juga
terletak dekat dengan Stasiun Metro Shijo, Kyoto Cinema, dan Stasiun Metro
Karasuma.Gambar II-15 : Unit kamar hotel First Cabin
(Sumber : www.tripadvisor.com.sg)
Dengan menawarkan pelayanan superior dan sejumlah fasilitas kepada
para tamu hotel, First Cabin juga menyediakan sejumlah pelayanan, termasuk
ruang merokok , bar/pub, lift, layanan laundry/dry cleaning. Semua
akomodasi tamu dilengkapi dengan fasilitas yang telah dirancang dengan baik
demi menjaga kenyamanan.
4. Hotel Formule 1
Hotel formula 1 Menteng
Hotel Formule 1 berlokasi di Menteng yang terletak di pusat bisnis
tersibuk di Jakarta,dan hanya berjarak 5 menit dari kawasan Segitiga
Emas dan pusat bisnis kota. Formule 1 Menteng menawarkan akomodasi
31
terjangkau yang menyatu dengan pusat perbelanjaan di mana pelanggan
dapat menikmati fasilitas hiburan dan kuliner yang ditawarkan di areal
Menteng. Gambar II-16 : Fasade hotel formule 1 Menteng
(Sumber : www.1001malam.com)
Hotel ini terdapat 135 unit kamar, yang terdiri dari 117 double
badrooms, dan 18 triple badrooms.
Gambar II-17 : Double dan Triple badrooms formule 1
(Sumber : Google Image Search)
Fasilitas yang ditawarkan tidak jauh berbeda dengan hotel lainnya,
antara lain TV Cable, AC, Breakfast, Extra Bed, dan lain-lain. Hal yang
menarik dari konstruksi bangunannya kerena di desain seperti lapangan
Race Balap Mobil, dengan nuansa kuning cerah memudahkan hotel ini
untuk ditemukan.
Hotel formula 1 CikiniGambar II-18 : Fasade hotel formule 1 Cikini
32
(Sumber : Google Image Search)
Hotel Formule 1 berlokasi di pusat kota, di sebelah Taman Ismail
Marzuki pusat seni budaya dan dekat dengan pusat bisnis Jakarta,
kawasan Segitiga Emas, Gambir Train dan Universitas Indonesia. Hotel
Bintang 2 di Jakarta ini memiliki 150 kamar yang di desain minimalis
modern yang terdiri dari type Standard Queen Bed di mana di dalam
ruangan ini terdapat 1 tempat tidur berukuran Queen dan type lain
Standard Quenn Bunkbed, ruangan ini terdapat 2 tempat tidur atas bawah.
Hotel dekat Stasiun Gambir ini menjadi pilihan favorit bagi para
pelancong sebagai tempat peristirahatan mereka dari berlibur atau yang
melakukan perjalanan Bisnis.
Gambar II-19 : Unit kamar hotel formule 1 Cikini
(Sumber : Google Image Search)
Fasilitas hotel-hotel berbintang Indonesia juga semakin ketat
berkompetisi dalam mengakomodasi tiap kebutuhan dan keinginan
customer, dari fasilitas akses wi-fi dan ball room juga mengunggulkan
keunikkan dan pesona tersendiri tanpa meninggalkan modernisasi serta
33
profesionalitas pelayanan. Lokasi mereka yang biasanya terletak di area
strategis, hingga mempermudah jangkauan pusat perkantoran, area
komersil, niaga serta hiburan.
Tabel II-1: Perbandingan Hotel
Nama hotel
The Nakagin
Capsule
Tower
9 Hours First
Cabin
formule 1
Menteng
formule 1
Cikini
Lokasi
Ginza, Tokyo
Jepang
Shimogyo,
Kyoto, Jepang
Kyoto-
Karasuma
Jepang
Jl. HOS
Cokroaminoto
No.
79 .Menteng,
Jakarta Pusat
Jl. Cikini
raya No. 75
Menteng,
Jakarta
Pusat
Jenis hotel City Hotel
(Hotel kapsul)
Transit Hotel
(Hotel kapsul)
City Hotel City Hotel City Hotel
Jumlah
Kamar
140 125 121 135 150
Fasilitas
Kamar
Kulkas,
Televisi,
Tempat Tidur,
Lemari
Pakaian,
Perlengkapan
dapur, Kamar
mandi dalam,
Radio, Alarm
Tempat tidur,
AC, alarm
layanan kamar
24 jam,
televisi,
tempat tidur
Room service,
Tempat Tidur,
Lemari
Pakaian, Air
Conditioning
(AC), deposit
box, TV Cable,
AC, Breakfast,
Extra Bed
Tempat Tidur,
Lemari
Pakaian,
Televisi, Air
Conditioning
(AC), Televisi
Berlangganan,
Kamar Mandi
Dalam, Water
Heater,
Wastafel,
Kulkas, Sofa,
Telepon
Kamar,
Internet
Tipe
Kamar
Ukuran kapsul
hanya 1 jenis:
2.3 m (7.5 ft) ×
3.8 m (12 ft) ×
Ukuran
kapsul hanya
1 jenis:
2 m x 0,8 m
First Class
4,2m2
Business
Class 2,5m2
69 double
badrooms, dan
18 triple
badrooms
Standard dan
Bunkbed
34
2.1 m (6.9 ft) x0,8 m
Fasilitas
Lain
Lobby,
Resepsionis.
Akses internet
nirkabel gratis
tersedia di
area publik,
Loker barang
dan sepatu,
fasilitas
pribadi seperti
sepatu,
pakaian tidur,
sandal,dll.
Toilet
bersama,
Resepsionis.
bar/pub,
coffee shop,
fasilitas orang
cacat,
fasilitas rapat,
kasino,
kotak
penyimpanan
layanan
laundry/dry
cleaning,
lift,
penitipan bayi,
pusat bisnis,
restoran,
ruang
merokok,
salon,
sewa sepeda,
toko,
transfer
bandara/hotel,,
wi-fi
Airport
transfer,
meeting
room,
elevator,
laundry/dry
clean,
smoking
room, wi-fi,
concierge,
restaurant,
café, bar/
pub, lobby
lounge,
cctv, money
changer,
kids corner.
Lobby,
Resepsionis,
Room Service,
Restoran /
Cofee Shop,
Fitness / Gym,
Kolam
Renang,
Keamanan 24
Jam, CCTV.
II.3.2 Studi Literatur Terkait Tema dan Topik
Prinsip rumah multifungsi di Jepang
Menurut Altman (1975) ruang keluarga di dalam rumah pada rumah-
rumah di daerah pinggiran Amerika Serikat umumnya dijadikan tempat untuk
berinteraksi social dan keluarga. Rumah- rumah di sana menggunakan ruang-
ruang tertentu seperti ruang baca, ruang tidur, dan kamar mandi sebagai
tempat untuk menyendiri, dan tempat untuk berpikir. Dengan cara itu ruangan
menjadi bertambah banyak untuk memenuhi kebutuhan penghuninya.
35
Selama ini kita terpaku bahwa suatu desain tertentu memiliki fungsi
tunggal. Kita tidak pernah berpikir untuk memiliki ruang yang sama dengan
beberapa fungsi serta dapat diubah sesuai dengan kebutuhan kita. Untuk
berubahnya kebutuhan, kita tidak mengubah dimensi tempat.
Prinsip ini telah dipakai oleh orang Jepang, di mana di dalam rumah
dinding dapat dipindah- pindahkan ke luar dan ke dalam ruangan. Satu area
yang sama kemungkinan dapat dipindah- pindahkan ke dalam dan ke luar
ruangan. Satu area dapat difungsikan untuk makan, tidur, dan interaksi sosial
dalam waktu yang berbeda. Logikanya adalah bahwa penggunaan lingkungan
yang mudah diubah- ubah tersebut adalah cara agar lingkungan tersebut
fleksibel terhadap perubahan kebutuhan.
Gambar II-20 : Pemanfaatan ruang untuk beberapa fungsi
(Sumber : elearning.gunadarma.ac.id)
Berdasarkan pernyataan tersebut kita dapat menerapkan prinsip desain
tersebut ke dalam unit-unit kamar hotel kapsul, di mana keterbatasan dimensi
ruang dapat memenuhi kebutuhan penghuni dengan menambah beberapa fungsi
desain ruang dalam unit kamar tersebut dengan memodifikasi konsep tersebut
tanpa mengubah prinsipnya.
Desain interior dan perilaku pengunjung Di ruang publik di Kelapa Gading Mall Jakarta
36
Menurut Taufan Hidjaz Hubungan timbal balik antara suasana ruang
(atmosphere) dengan perilaku sangat dipengaruhi oleh faktor desain interior
ruang dan karakteristik dominan dari manusia yang berinteraksi di dalamnya.
Suasana ruang sebagai kualitas lingkungan, merupakan masukan pada manusia
yang kemudian dikonversikan oleh manusia menjadi persepsi dan keluaran pada
perilaku, sebaliknya kegiatan atau perilaku manusia itu sendiri dapat
mempengaruhi suasana ruang. Suasana ruang di Kelapa Gading mall dapat
tercipta dan merupakan resultan dari komponen - komponen fisik interior,
kegiatan pengunjung di dalamnya dan interaksi sosial yang menyertainya.
Suasana ini akan menjadi stimulan bagi perilaku pengunjung, yang menjadi
bagian dari suasana ruang itu sendiri. Sebagai stimulan, suasana ruang yang
terbentuk akan mempengaruhi persepsi, kognisi dan proses motivasi dalam
sistem kepribadian individu, kemudian membentuk respons - respons terhadap
suasana ruang tersebut yang diwujudkan oleh perilaku atau kegiatan.
Gambar II-21 : Lobby utama dan koridor Kelapa Gading Mall
(Sumber : Google Image Search)
Analisis ini pada dasarnya menguraikan secara spesifik tentang lobi utama
dan koridor Kelapa Gading Mall. Salah satu contoh yaitu mengenai warna pada
ruang lobi ini, merupakan fenomena pencahayaan dan interpretasi visual yang 37
menjelaskan persepsi pengunjung terhadap corak, intensitas dan nada, sangat
terkait dengan material yang digunakan pada lantai, dinding, langit-langit, dan
furnitur yang ada di dalamnya. Warna lantai merupakan gabungan warna terang
granit jenis bianco sardo, granit blue pearl yang hampir hitam, dan granit pink
porino. Pola lantai geometris berukuran besar dan bersifat repetitive memenuhi
hampir seluruh luas bidang lantai lobi, sangat dominan terhadap unsur-unsur
ruang yang lain. Tiap lantai menggunakan pola berulang yang berbeda pada
koridor, lift hall, dan jembatannya, dimaksudkan agar pengunjung bisa
membedakan masing-masing lantai. Faktor penggunaan warna yang terbatas dan
kontras pada pola repetitif ini memperkuat dominasi pola lantai terhadap unsur-
unsur ruang yang lain, seperti warna dinding coklat terang dengan bidang-bidang
vertikal.
II.4 Kesimpulan
Pengaruh perilaku istirahat penghuni terhadap rancangan Hotel Kapsul cukup
besar, karena kegiatan utama di dalam hotel merupakan kegiatan istirahat.
Sehingga perlu adanya penyesuaian desain terhadap faktor- faktor yang
mempengaruhi perilaku istirahat agar dapat menciptakan kenyamanan bagi
penghuninya. Hal- hal yang ikut mempengaruhi perilaku istirahat bukan hanya
meliputi jenis penghuni yang menggunakan hotel tersebut tetapi aspek kualitas
lingkungan dan pembentukan desain ruang juga perlu ditinjau agar mendukung
privasi dan kualitas isrirahat penghuni.
38
39