Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
Beberapa pustaka yang terkait (Review of related literatur).Sesuai dengan arti
tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review)
pustaka (Laporan penelitian, dan sebagainya) tentang masalah yang berkaitan, tidak
selalu harus tepat indentik dengan bidang permasalahan yang dihadapi tetapi
termasuk pula yang seiring dan berkaitan (collateral)
2.1.1 Karier
Menurut Mathis dan Jackson (2006,p342) dan Robbins (2008, p370), karier
(career) adalah rangkaian posisi yang berkaitan dengan kerja yang ditempati
seseorang sepanjang hidupnya.
Tritton P.B. (2005, p128) mendefinisikan karier sebagai kronologi kegiatan–
kegiatan dan perilaku–perilaku yang terkait dengan kerja dan sikap, nilai dan
aspirasi–aspirasi seseorang atas semua pekerjaan atau jabatan baik yang telah maupun
yang sedang dikerjakannya. Menurut Dessler dan Tan Chwee Huat (2009, p258)
karier adalah rangkaian posisi pekerjaan yang dimiliki seseorang selama masa
kerjanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa karier adalah suatu rangkaian perkembangan
pekerjaan atau jabatan yang dicapai dalam suatu organisasi
9
10
2.1.2 Manajemen Karier
Manajemen karier sebagai suatu proses untuk memungkinkan karyawan untuk
lebih memahami dan mengembangkan karier mereka berupa keterampilan dan minat,
dan untuk menggunakan keterampilan dan minat itu lebih efektif baik di dalam
perusahaan dan setelah meninggalkan perusahaan (Dessler,2005,p350).
Manajemen karier (career management) merupakan proses dimana organisasi
memilih, menilai, menugaskan, dan mengembangkan para pegawainya guna
menyediakan suatu kumpulan orang–orang yang berbobot untuk memenuhi
kebutuhan di masa yang akan datang. (simamora, 2001, p 504)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen karier adalah proses
pengolahan karier karyawan dimana perusahaan menyesuaikan antara potensi dan
minat karyawan guna memenuhi kebutuhan perusahaan dalam dimasa yang akan
datang.
2.1.2.1 Manajemen Karier Organisasional
Manajemen karier organisasi menunjukkan seberapa jauh organisasi
dipandang mempunyai rencana-rencana dan prosedur formal dan dilembagakan
dalam menunkang karier karyawan baik dalam bentuk umum maupun dalam bentuk
khusus. Hariandja (2005), memalui kebijakan-kebijakan kepegawaian seperti
melakukan orientasi, memberikan pekerjaan yang menantang, melakukan pratinjauan
jabatan yang realistis dalam perekrutran, penilaian kinerja yang berorientasi karier
11
dan lain-lain. Lebih lanjut menurut Hariandja (2005) peran organisasi dalam
manajemen karier dalam bentuk khusus meliputi pendidikan karier, informasi karier,
dan bimbingan karier. Kegiatan manajemen karier organisasi sering diklasifikasikan
sebagai aktivitas formal versus (lawan) kegiatan informal (Kraimer et al, 2003;
Sturges et al, 2002). Kegiatan formal meliputi, misalnya, program pelatihan, rencana
pengembangan pribadi, perencanaan karier formal. Kegiatan informal meliputi,
peluang misalnya, mentoring dan jaringan
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan manajemen
karier organisasional adalah rangkaian kegiatan formal dirancang dan dikelola oleh
organisasi untuk mempengaruhi pengembangan karier dari satu atau lebih karyawan
dan dengan demikian meningkatkan efektivitas organisasi
Berbagai praktek manajemen karier organisasi dijelaskan dalam literatur
seperti lokakarya karyawan, rotasi kerja, job enrichment, dan tangga kemajuan karier.
Organisasi juga dapat berkontribusi untuk identitas karier dengan memberikan
banyak peluang untuk pengembangan diri, peluang untuk kemajuan dan mentor.
Ketika memilih seorang karyawan, organisasi dapat menggunakan lowongan
pekerjaan internal yang luas, , mendorong rotasi pekerjaan dan suksesi internal
manajemen dan transfer orang di seluruh departemen lateral untuk meningkatkan
nilai mereka bagi dirinya dan bagi perusahaan. Mereka juga dapat memilih untuk
inisiatif seperti pembagian kerja dan hanya menggunakan PHK sebagai pilihan
terakhir dalam kondisi ketidakpastian ekonomi, serta memberikan preferensi mantan
12
karyawan untuk posisi staf baru setelah periode perampingan (M.Lazarova dan S.
Taylor, 2008). Menurut penulis karier, manajemen karier organisasi mendukung
pengembangan komitmen karyawan (Sturges et al., 2002). Hal ini akan meningkatkan
komitmen dan hasil positif lainnya. Bantuan yang dilakukan oleh manajemen utuk
karier dapat dilihat sebagai salah satu bentuk dukungan organisasi yang dirasakan.
Dukungan organisasi dirasakan telah positif terkait dengan kinerja pekerjaan dan
negatif terkait dengan perilaku penarikan seperti absensi dan perpindahan (Rhoades
& Eisenberger, 2002)
Ganrose & Portwood (1987) dalam Nathalie Dargham (2010) menganggap bahwa
program manajemen karier yang sukses didasarkan pada asumsi sebagai berikut:
1. Individu yang terlibat dalam perencanaan karier akan lebih mungkin
mencapai aspirasi pribadi;
2. Klarifikasi rencana organisasi dan peluang individu akan mengurangi
kecemasan dan frustrasi dalam karyawan, yang mengarah ke sikap yang lebih
positif terhadap kemajuan karier dan organisasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khulida Kirana Yahya (2004) dimensi
Manajemen karier organisasional dibagi sebagai berikut :
Career Management Policy : diukur melalui standar, prosedur, metode dan
sistem karyawan yang dilakukan manajemen dalam mengelolah karier
karyawan.
13
Career Development : diukur melalui berbagai macam aktivitas, program ,
dan teknik yang digunakan manajemen untuk mempertinggi pengembangan
karier karyawan.
Career Information : upaya yang dilakukan oleh manajemen untuk
memberikan informasi bagi karyawan terkait untuk mendukung perencanaan
karier individu dan strategi karier .
2.1.2.2 Manajemen Karier Individual
Definisi manajemen karier individu menurut Douglas T. Hall yang dikutip oleh
Margono setiawan (2008) yaitu usaha-usaha individu untuk memajukkan tujuan-
tujuan karier mereka sendiri yang mungkin atau tidak mungkin bersamaan dengan
tujuan-tujuan yang dimiliki oleh organisasi mereka. Manajemen karier individual
berada di bawah kendali individu yang terdiri dari mengumpulkan informasi dan
rencana karier serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan". Manajemen
karier individu berisi "upaya pribadi yang dibuat oleh individu untuk memajukkan
tujuan karier mereka sendiri di dalam perusahaan" menurut Orpen, yang dikutip oleh
Nathalie Abi Saleh Dargham (2010). Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa manajemen karier individu merupakan usaha pribadi yang dibuat
oleh individu untuk mencapai tujuan karier individu tersebut dan untuk mencapai
karier yang disediakan oleh perusahaan.
14
Menurut jurnal Andreas Hirschi (2012) manajemen karier individual terdiri dari dua
perilaku utama, yaitu :
Kesiapan mobilitas pekerjaan, yang meliputi career exploration,networking,
dan aspek perencanaan.
Kompetensi karier, yaitu kompetensi yang relevan bagi seluruh karyawan
untuk mengembangkan karir mereka sendiri, ada 3 kompetensi dasar yaitu
yang berhubungan dengan perkembangan skill, knowledge dan motivasi
2.1.2.3 Perencanaan Karier
Rivai (2004) mengatakan bahwa perencanaan karier merupakan proses
dimana karyawan menyeleksi tujuan karier dan jenjang karier menuju tujuan–tujuan
tersebut. Menurut Corey & Corey (2006), perencanaan karier adalah suatu proses
yang mencakup penjelajahan pilihan dan persiapan diri untuk sebuah karier.
Selanjutnya menurut Kleineckht & Hefferin (dalam Gail, Janice, Linda &
Mary, 2004), perencanaan karier adalah proses penilaian diri dan penetapan tujuan
karier yang selalu berkesinambungan. Witko, Bernes, Magnusson, Bardick (2005)
menyatakan bahwa perencanaan karier adalah proses yang harus dilewati sebelum
melakukan pengambilan keputusan karier.
Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Perencanaan karier adalah
suatu proses pengambilan keputusan untuk menentukan langkah-langkah yang akan
dilakukan dalam karier untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
15
2.1.2.4 Perencanaan Karier Yang berpusat pada Individu
Perencanaan karier yang berpusat pada individu (individual-centered career
planning) lebih berfokus pada karier individu, perencanaan ini dilakukan oleh para
karyawan sendiri dengan menganalisis tujuan dan keterampilan individual mereka.
Usaha-usaha seperti ini mungkin mempertimbangakan situasi, baik di dalam maupun
diluar organisasi, yang dapat mengembangkan karier seseorang. Robert.L
mathis(2006)
2.1.2.5 Perspektif Perencanaan Karier Organisasional dan Individual
Sumber: Robert L mathis(2006)
Gambar 2.1 Perspektif perencanaan Karier Organisasional dan Individu
Perspektif Organisasional
Menyebutkan kebutuhan susunan kepegawaian organisasional di masa yang akan datang.
Merencanakan jenjang karier. Menilai potensi individual dan
kebutuhan pelatihan. Menyesuaikan kebutuhan
organisasional dengan kemampuan individual.
Memeriksa dan mengembangkan system karier untuk organisasi.
Karier
Seseorang
Perspektif Individual
Menyebutkan kemampuan dan minat pribadi.
Merencanakan tujuan hidup dan tujuan kerja.
Menilai jalan alternative di dalam dan di luar organisasi.
Memerhatikan perubahan – perubahan dalam minat dan tujuan karier dan tingkat kehidupan berubah.
16
2.1.2.6 Proses Perencanaan Karier
Seperti yang digambarkan pada gambar 2.2, proses perencanaan karier yaitu sebagai
berikut:
Sumber: Byars,L.L. dan Rue,L. W. (2006). Human Resource Management, 5th
Edition.Chicago: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Gambar 2.2 Proses Perencanaan karier
2.1.2.7 Pengembangan Karier
Berdasarkan Byars dan Rue (2006,p200) Pengembangan karier (career
development) adalah usaha berkelanjutan dan formal oleh organisasi yang berfokus
pada pengembangan dan memperkaya sumber daya manusia organisasi dalam
memenuhi kebutuhan karyawan dan organisasi.
17
Menurut Dessler dan Tan Chwee Huat (2009, p258) pengembangan karier
merupakan rangkaian kegiatan seumur hidup. Menurut Mondy (2010, p228)
pengembangan karier adalah pendekatan formal yang digunakan perusahaan untuk
memastikan bahwa orang – orang dengan kualifikasi dan pengalaman yang tepat,
tersedia saat dibutuhkan.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan karier
adalah proses pengembangan minat dan bakat individu.
Dalam mengimplementasikan program pengembangan karier yang sukses
menurut Byars, Rue (2006, pp202-205), terdapat 4 langkah dasar, yaitu:
a. Individual Assessment
Individual assessment adalah penilaian akan kemampuan, hobi dan tujuan
karier diri sendiri. Individual assessment tidak seharusnya dibatasi pada
sumber dan kemampuan saat ini, perencanaan karier umumnya
membutuhkan individu yang membutuhkan training dan keahlian
tambahan
b. Organization Assessment
Beberapa sumber informasi dapat digunakan oleh organisasi untuk menilai
karyawannya, yaitu: catatan penilaian kinerja, latar belakang pendidikan,
pengalaman kerja, dan lain-lain. Penilaian karyawan oleh organisasi
18
seharusnya dilakukan bersamaan oleh staf HRD dan manajer langsung
yang bertindak sebagai mentor.
c. Communication of Career Options
Untuk menetapkan tujuan karier yang realistis, individu harus tahu pilihan
dan kesempatan yang tersedia. Salah satu caranya adalah memberitahukan
jalur karier yang tersedia. Jalur karier (career pathing) adalah teknik yang
menunjukkan perkembangan dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain di
dalam organisasi.
d. Career Counseling
Career counseling adalah aktivitas yang mengintegrasikan langkah-
langkah berbeda di dalam proses pengembangan karier.
2.1.2.8 Bimbingan dan Informasi Karier
Menurut Hariandja (2005) Bimbingan karier adalah upaya untuk menentukan
jalur karier yang paling tepat bagi seseorang, yang dilakukan melalui penyadaran
akan minat dan kemampuan untuk memilih jalur karier yang paling tepat, yang dapat
dilakukan melalui tes-tes bakat yang dikaitkan dengan kemungkinan jalur karier yang
paling efektif. Pembimbing karier mendorong seseorang untuk menilai diri sendiri
dan menilai lingkungan, yaitu faktor-faktor yang dapat menghambat usaha
pencapaian karier untuk dipertimbangkan oleh pegawai.
19
Informasi karier adalah informasi yang dibutuhkan seperti uraian jabatan ( job
description), persyaratan jabatan ( job specification ) , dan standar untuk kerja
(performance standard), sehingga meraka dapat merumuskan rencana karier yang
masuk akal bagi mereka melalui jalur karier yang ada di perusahaan yang dapat
paling tepat untuk ditempuh, jenis-jenis pekerjaan yang memiliki dasar keahlian yang
sama, dan langkah-langkah untuk dapat menaikinya atau mendudukinya.
2.1.3 Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi menurut Robbins & Timothy A. Judge (2008.P100)
adalah tingkat sampai mana seseorang karyawan memihak sebuah organisasi serta
tujuan-tujuan dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organiasi
tersebut.
Menurut Robert L. Mathis (2008:70), komitmen organisasi adalah tingkat
sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta
berkeinginan untuk tinggal bersama atau meninggalkan perusahaan pada akhirnya
tercermin dalam ketidak hadiran dan angka perputaran karyawan.
Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan
dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya
untuk mempertahankan keangotaannya dalam organisasi.
20
Jadi berdasarkan beberapa pandagan beberapa ahli diatas, maka dapat
disimpulkan komitmen organisasi adalah ikatan psikologis antara individu dan
organisasi dimana hubungan tersebut berupa keyakinan yang kuat dan penerimaan
tujuan dan nilai organisasi serta keinginan untuk tetap berada dalam organisasi.
2.1.3.1 Dimensi Komitmen Orgainasi
Menurut Robbins & Timothy A. Judge (2008. p101), ada tiga dimensi komitmen
organisasi adalah:
1. Komitmen afektif (affective comitment), yaitu keterkaitan emosional
karyawan, indentifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. Keterkaitan
emosional ini terbentuk karena karyawan setuju dengan tujuan dasar dan nilai-
nilai organisasi tersebut, serta mengerti untuk apa organisasi tersebut berdiri.
Karyawan dengan tingkat komitmen afektif yang tinggi akan memilih untuk
tetap tinggal dalam organisasi untuk menyokong organisasi dalam mencapai
misinya.
2. Komitmen kerkelanjutan (continuence commitment), yaitu komitmen
berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluaranya karyawan dari
organisasi. Semangkin lama seseorang tinggal dalam sebuah organisasi, ia
akan semangkin tidak semangkin tidak rela kehilangan apa yang telah mereka
investasikan diorganisasi tersebut selama bertahun-tahun, misalnya senioritas,
kesempatan promosi, rencana pensiun, hubungan persahabatan dengan rekan
21
kerja. karyawan dengan tingkat komitmen kelanjutan yang tinggi akan
memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi hanya karena tidak ingin
mengambil risiko kehilangan hal-hal tersebut.
3. Komitmen normatif (normative commitment): perasaan wajib untuk tetap
berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut
merupakan hal benar yang harus dilakukan. Keharusan untuk tetap tinggal
dalam organisasi disebabkan karena tekanan dari orang atau pihak lain.
Karyawan dengan tingkat komitmen normative yang tinggi sangat peduli pada
apa yang akan dipikirkan orang lain bila ia keluar dari organisasi tempatnya
bekerja. Karyawan ini akan merasa enggan untuk mengecewakan majikannya
dan khawatir akan dianggap buruk oleh rekan sekerjanya bila ia keluar dari
pekerjaan tersebut.
2.1.3.2 Pedoman Peningkatan Komitmen Organisasi
Menurut Dessler dalam Luthans (2006: 250) memberikan pedoman khusus
untuk mengimplementasikan sistem manajmen yang mungkin membantu
memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan:
1. Berkomitmen pada nilai manusia: Membuat aturan tertulis, memperkerjakan
manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi.
22
2. Memperjelas dan mengkomunikasikan misi anda, memperjelas misi dan
ideologi, berkharisma, menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai,
menekankan orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan, membentuk tradisi.
3. Menjamin keadilan organisasi: memiliki prosedur penyampaian keluhan yang
komprehensif, menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif.
4. Menciptakan rasa komunitas: membangun homogenitas berdasarkan nilai;
keadilan; menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim,
berkumpul bersama.
5. Mendukung perkembangan karyawan: melakukan aktualisasi; memberikan
pekerjaan menantang pada tahun pertama; memajukkan dan memberdayakan;
mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas perkembangan;
menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan.
2.1.4 Retensi Karyawan
Menurut Jennifer A Carsen (2005, p.2) secara luas retensi karyawan adalah
seberapa banyak karyawan sebuah perusahaan tetap berada di perusahaan tersebut
dalam jangka waktu tertentu.Jika ingin memaksimalkan retensi, seharusnya
perusahaan harus memaksimalkan jumlah karyawan yang tetap dalam perusahaan
karena memang karyawan tersebut ingin tetap dalam perusahaan, bukan karena
paksaan dari perusahaan. Dengan kata lain, kebijakan retensi seharusnya berfokus
pada menghilangkan yang tidak baik bagi perusahaan dan mempertahankan karyawan
yang baik.
23
Retensi karyawan menurut Robert L. Mathis (2006, p.126) merupakan
kemampuan yang dimiliki perusahaan untuk mempertahankan karyawan potensial
yang dimiliki perusahaan untuk tetap loyal terhadap perusahaan.Tujuannya adalah
untuk mempertahankan karyawan yang dianggap berkualitas dari perusahaan atas
kehendak dari karyawan itu sendiri.
Beberapa Definisi diatas kesimpulan dari retensi karyawan yaitu upaya
perusahaan dalam mempertahankan karyawan yang berkierja baik untuk tetap dalam
perusahaan.
2.1.4.1 Faktor Yang Menentukan Retensi
Menurut Mathis,Jackson (2006, pp128-141), Faktor yang menentukan retensi
suatu karyawan, antara lain:
1. Komponen Organisasional
Yang mempengaruhi karyawan dalam memutuskan apakah bertahan atau
meninggalkan perusahaan mereka. Komponen organisasional terdiri dari:
- Budaya dan Nilai Organisasional
Budaya Organisional adalah pola nilai dan keyakinan bersama yang
memberikan arti dan peraturan perilaku bagi anggota organisasional.
Nilai Organisional utama yang mempengaruhi keinginan karyawan
untuk bertahan adalah kepercayaan. Karyawan yang yakin bahwa
mereka dapat mempercayai para manajer, rekan kerja, sistem keadilan
24
organisasi tidak begitu berkeinginan meninggalkan pemberi kerjanya
saat ini.
- Strategi, Peluang, dan Manajemen Organisasional
Dalam beberapa organisasi, peristiwa eksternal dianggap sebagi
ancaman, sedangkan organisasi lain menganggap perubahan sebagai
tantangan yang membutuhkan respons. Pendekatan akhir dapat
menjadi keunggulan kompetitif, terutama sebuah organisasi berada
dalam industri yang semakin meningkat dan dinamis.
Karyawan memandang organisasi mereka dari perencanaan masa
depan dari kepemimpinan organisasional mereka. Apabila perusahaan
tidak dikelola dengan baik, karyawan mungkin akan merasa bosan
yang akan di tunjukkkan dengan tidak efesien dalam pekerjaan yang
dihadapi.
- Kontinuitas, dan Keamanan Kerja
Persoalan ketidakamanan kerja biasanya meningkat ketika karyawan
menjadi lebih tua karena mereka merasa akan mengalami lebih banyak
kesulitan dalam mencari pekerjaan yang sebanding dengan pekerjaan
sebelumnya.
25
2. Peluang Karier Organisasional
Workforce Commitment Survey yang diadakan AON Consulting menemukan
bahwa peluang untuk pengembangan pribadi memunculkan alasan mengapa
individu mengambil pekerjaannya saat ini dan mereka bertahan di sana, yang
lebih penting dari pada kompensasi dan keseimbangan pekerjaan/keluarga. Faktor
ini bahkan lebih penting bagi profesional teknis dan mereka yang berusia di
bawah 30 tahun, peluang karier dan mendapatkan promosi lebih penting daripada
kompensasi.
Peluang karier dapat di lihat dari 2 segi, yaitu:
- Pengembangan dan bimbingan.
Organisasi menyampaikan peluang dan pengembangan karier dalam
berbagai cara. Program bantuan biaya kuliah memungkinkan para
karyawan untuk mengejar peluang pendidikan dan pelatihan tambahan
yang mungkin memperbesar angka retensi karyawan.
- Perencanaan karier.
Organisasi juga meningkatkan retensi karyawan dengan
mengupayakan perencanaan karier formal.Usaha pengembangan karier
sering meliputi program bimbingan dimana manajer dan profesional
yang berpengalaman bertugas sebagai “pelatih karier” untuk karyawan
yang lebih muda atau yang kurang pengalaman.
26
3. Penghargaan
Penghargaan yang diterima oleh karyawan datang dalam bentuk gaji, insentif,
dan tunjangan.Gaji atau kompensasi yang lebih tinggi dapat merupakan alasan
untuk berpindah kerja.
4. Rancangan Tugas dan Pekerjaan
Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas
dan pekerjaan yang dilakukan. Karna karyawan menghabiskan waktu yang
signifikan ditempat kerja, mereka berharap untuk bekerja dengan peralatan
dan teknologi moderen serta memiliki kondisi kerja yang baik, mengingat
sifat pekerjaan tersebut. Karyawan juga menginginkan lingkungan kerja yang
aman dimana risiko kecelakaan dan luka diperhatikan. Hal ini khususnya
benar bagi para pemberi kerja dalam industri manufaktur, pertanian, peralatan
sehari-hari dan transportasi yang memiliki risiko keselamatan yang lebih
tinggi dari pada dalam banyak industri jasa dan lingkungan kantor.
5. Hubungan Karyawan
Kumpulan terakhir yang mempengaruhi retensi karyawan didasarkan pada
hubungan karyawan dalam organisasi. Bidang-bidang seperti kelayakan dari
kebijakan SDM, keadilan dari tindakan disipliner, dan cara yang digunakan
untuk memutuskan pembelian kerja dan peluang kerja, semuanya
mempengaruhi retensi karyawan.
27
2.1.5 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Hubungan Manajemen Karier Organisasional dan Manajemen Karier
Individual terhadap Komitmen Organisasi
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ans De Vos, Koen Dewettinck, dan Dirk
Buyens dari Ghent University pada tahun 2006 yang berjudul Organizational versus
Individual Responsibility for Career Management: Complement or Substitutes?.
Penelitian ini bertujuan menunjukkan hubungan antara manajemen karier
orgnisasional dan manajemen karier individual yang berdampak pada employee
outcomes berupa komitmen karyawan terhadap organisasi. Penelitian ini
menggunakan sampel di empat industry berbeda ( financial services, consulting,
healthcare, dan telecommunication). Survey dalam penelitian ini dilakukan kepada
809 karyawan dan 112 supervisor yang memiliki rata-rata usia 34 tahun dan 45%
pria. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa (1) manajemen karier individual
memiliki hubungan yang positif dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
manajemen karier organisasional, (2) manajemen karier organisasional memiliki
hubungan yang positif dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen,
(3) manajemen karier individual memiliki hubungan positif dengan komitmen
affektif.
28
Hubungan Manajemen karier dan Perencanaan Karier dengan Pengembangan
Karier dan Kepuasan Kerja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bole Adekola, Ph.D dari Fountain
University Osogbo-Nigeria pada tahun 2011 yang berjudul Career Planning and
Career Management as correlates for Career Development and Job Satisfaction A
Case Study of Nigerian Bank Employees. Penelitian ini mengeksplorasi tentang
pengaruh perencanaan karier dan manajemen karier pada pengembangan karier dan
efek selanjutnya terhadap kepuasan kerja dan komitmen karier.Ini perspektif yang
terintegrasi mengasumsikan bahwa pengembangan karier dapat meningkatkan
kepuasan kerja dan komitmen karier. Berdasarkan sampel dari 505 karyawan bank
Nigeria mengungkapkan hubungan yang signifikan antara variabel perencanaan
karier dan manajemen karier, dan pengembangan karier, dan pada akhirnya
berdampak pada kepuasan kerja dan komitmen karier.
Hubungan Komitmen Organisasi dengan Retensi Karyawan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sandra H. Grigg dari Capella University
pada tahun 2009 yang berjudul The Impact of Job Satisfaction. Organizational
Commitment, and Intent to Leave On Employee Retention. Penelitian ini ditujukkan
untuk tiga isu di industri perawatan anak yang ada di Carolina utara , dan lebih
khusus pusat penitipan anak yang berlisensi. Pemilik pusat penitipan anak prihatin
dengan kepuasan kerja pekerja perawatan anak, tingkat komitmen organisasi, dan niat
29
untuk meninggalkan organisasi. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa faktor umur,
pendidikan dan masa jabatan memiliki pengaruh terhadap keinginan untuk keluar dari
organisasi. Job Statisfaction memiliki hubungan yang negative terhadap intent to
leave, komitmen afektif dan normative memiliki dampak terbesar terhadap kepuasan
kerja dan dampaknya untuk tetap tinggal di orgaisasi dan komitmen berkelanjutan
memiliki pengaruh yang kecil terhadap keputusan untuk keluar dari organisasi.
30
2.2 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran
Keterangan :Menggambarkan pengaruh
secara simultanMenggambarkan pengaruh
secara parsial
Manajemen Karier Organisasional (X1)
Kebijakan karier
Informasi karier
Pengembangan karier
Manajemen Karier Individual (X2)
Perencanaan karier individu
Pengembangan diri
Komitmen Organisasi (Y)
Komitmen afektif (affective commitment)
Komitmen berklanjutan(continuance commitment)
Komitmen normatif (normative commitment
Retensi Karyawan (Z)
Komponen Organiasional
Peluang karier
Penghargaan
Rancangan tugas dan pekerjaan
Hubungan karyawan
31
2.3 Uji Hipotesis
Berdasarkan asumsi-asumsi penelitian sebagaimana diuraikan diatas, maka
dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berkut:
Dasar pengambilan keputusan:
Sig > 0,05: Ho diterima, Ha ditolak
Sig< 0,05: Ho ditolak, Ha diterima
a. Untuk T-1
Ho= Manajemen Karier Organisasional (X1) dan Manajemen Karier Individual
(X2) tidak memiliki pengaruh yang signifikan Secara parsial maupun
simultan terhadap Komitmen Organisasi (Y) pada PT KBI.
Ha= Manajemen Karier Organisasional (X1) dan Manajemen Karier Individual
(X2) memiliki pengaruh yang signifikan Secara parsial maupun simultan
terhadap Komitmen Organisasi (Y) pada PT KBI
b. Untuk T-2
Ho= Manajemen karier Organisasional (X1), Manajemen Karier Individual (X2)
dan Komitmen Organisasi (Y) tidak memiliki pengaruh yang signifikan
secara parsial maupun simultan terhadap Retensi Karyawan (Z) Pada PT
KBI.
32
Ha= Manajemen karier Organisasional (X1), Manajemen Karier Individual (X2)
dan Komitmen Organisasi (Y) memiliki pengaruh yang signifikan secara
parsial maupun simultan terhadap Retensi Karyawan (Z) Pada PT KBI.