109
Yayasan Pesantren Raudlatul Uluum Aek Nabara Adi Permadi, ST Risalah Ramadhan ه ي عل له ى ال صل م سل و

raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Yayasan Pesantren Raudlatul Uluum Aek Nabara

Adi Permadi, ST

Risalah Ramadhan

الله صلى عليهوسلم

Page 2: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc SEPATAH KATA BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH BAB 2 : KEUTAMAAN QIYAMU ROMADHON BAB 3 : RINGKASAN PELAKSANAAN QIYAMU ROMADHON [koreksi ulang terhadap pelaksanaan sholat malam dalam

rangka tashfiyyah dan tarbiyyah] BAB 4: ULASAN PELAKSANAAN QIYAMU ROMADHON

Poin 1 : Perintah untuk mengatur shof Poin 2 : Tidak adanya seruan untuk mendirikan sholat tarawih dan witir Poin 3 : Dalil sholat tarawih dan witir 11 raka’at Poin 4 : Cara melaksanakan witir yang 3 raka’at Poin 5 : Tidak ada do’a khusus disela-sela tarawih Poin 6 : Bacaan khusus setelah witir Poin 7 : Larangn Dzikir berjama’ah dan bersuara keras Poin 8 : Sunnah membaca do’a Qunut dalam sholat witir Poin 9 : Wajib berniat puasa romadhon semenjak malam hari dan tidak perlu diucapkan dengan lisan Poin 10 : Perkara penting yang harus di perhatikan oleh imam dan jama’ah sholat

BAB 5: JUMLAH RAKA’AT SHOLAT MALAM DI BULAN ROMADHON BAB 6: BEBERAPA KESAKSIAN PELAKU SEJARAH MENGENAI JUMLAH RAKA’AT TARAWIH DAN WITIR DALAM BULAN

ROMADHON BAB 7: APAKAH RAKA’AT SHOLAT MALAM ITU DIBATASI ? BAB 8: MENELUSURI PENTARJIHAN AL-ALBANI BAB 9: KASUS HADITS YAZID BIN KHUSAIFAH [ sebuah perbandingan Penilaian terhadap sanad hadits yang dilakukan

oleh Syaikh Al-Albani dan Syaikh Al-Anshari ] BAB 10: ANTARA METODE AT-TARJIH DAN AL-JAM’U TERHADAP RAKA’AT QIYAMUR ROMADHON BAB 11: KUMPULAN HADITS-HADITS LEMAH BERKAITAN JUMLAH

RAKA’AT TARAWIH BAB 12: BOLEHKAH SHOLAT SUNAT SETELAH WITIR ? BAB 13: STATUS SHOLAT 2 RAKA’AT PEMBUKA BAB 14: SURAH-SURAH YANG DIBACA DALAM SHOLAT MALAM BAB 15: PENGERJAAN QUNUT WITIR BAB 16: BEBERAPA SIFAT SHOLAT MALAM BAB 17: SEBAGIAN DARI ETIKA QIYAMUL LAIL BAB 18: MASALAH SHOLAT TARAWIH 4 RAKA’AT 1 SALAM BAB 19: TANYA JAWAB BERKAITAN QIYAMU ROMADHON BAB 20: ETIKA MENYIKAPI PERMASALAHAN KHILAFIYAH BEBERAPA TAMBAHAN DAN KOREKSI SUMBER IDE & PUSTAKA PENULISAN

Page 3: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

……………..Risalah ramadhan ini dikirim oleh Adi Permadi, ST lewat email dan diedit kembali oleh Abdul Rahman, SPdalam rangka menyambut Ramadhan di tahun 1428 H

yang akan jatuh sekitar mulai tanggal 13 September 2007.

Page 4: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Kata PengantarPada tahun 2007

Dalam penyempurnaan edisi di tahun 2007, ada beberapa tambahan yang penulis berikan diantaranya : perluasan pembahasan bid’ah, Ucapan-ucapan yang dibuat-buat disela-sela pelaksanaan sholat tarawih, masalah bid’ahnya dzikir berjama’ah, bentuk do’a iftitah yang lain dalam sholat malam, atsar – atsar qunut witir di bulan ramadhan, kaidah-kaidah menambahkan do’a di dalam qunut witir, koreksi atas rawi yang bernama Isa bin Jariyah, penambahan dalil atas pemahaman keliru bid’ah hasanah, membuat bab baru yakni masalah sholat tarawih 4 raka’at.

Satu hal yang menganehkan, penulis mendapati beberapa orang dari kaum muslimin berkeinginan menambahkan do’a-doa disela-sela pelaksanaan sholat tarawih dengan maksud pengajaran.

Penulis katakan

Subhanallah, untuk pengajaran !! Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Sallam tidak mengajarkan satu kalimat apapun secara khusus untuk dibaca disela-sela sholat tarawih. Apa yang ingin Saudara ajarkan? Melainkan bid’ah bukan.

Apakah penulis harus mengingatkan dengan keras kepada saudara-saudaraku seperti pengarang kitab Shahih Fiqih Sunnah - Syaikh Abu Malik Kamal- yang mengatakan “Tidak disyariatkan, saat istirahat tersebut, dzikir-dzikir tertentu atau selainnya, sebagaimana dikerjakan oleh sebagian orang-orang bodoh”. Betapa kerasnya celaan beliau.

Adapun penulis berpendapat sungguh banyak faktor selain faktor yang disebutkan pengarang Shahih Fiqih Sunnah diatas yang mendorong mereka melakukan itu seperti adanya tekanan masyarakat, dikucilkan dari lingkungan pergaulan tertentu atau akan kehilangan masa. Semoga kita semua dimudahkan oleh Allah mengerjakan Sunnah Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam. Amiin

Sungguh risalah ini bukan memaksa, pilihan tetap ada di tangan saudara masing-masing. Risalah ini hanya bersifat mengingatkan dan sebagai bahan tambahan untuk dikaji lebih lanjut.

Hanya saja penulis menyarankan kepada saudaraku-saudaraku itu agar mau belajar lebih giat dalam mempelajari Islam sebagaimana penulis pun juga mau belajar Islam dan tidak malu.

Penulis khawatir jika sebagian orang menyembunyikan ilmunya baik pura-pura tidak tahu (cuek), atau tidak menyampaikan kebenaran kepada kaum muslimin karena enggan mengakui kebenaran atau karena takut bid’ahnya terbongkar lantas tidak memiliki lagi pengikut dan masa ataukah kesenioritasannya hilang karena diungguli oleh anak baru kemarin sore belajar Islam.

Maka risalah ini penulis tujukan kepada kaum muslimin dimana saja berada untuk mengambil manfaat darinya dan tidak penulis khususkan bagi satu atau beberapa masjid tertentu. Penulis tidak merasa malu untuk menarik pendapatnya bila dikemudian hari di dapatkan dalil yang lebih kuat.

Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada guruku Ustadz Ridwan Hamidy Lc yang sedari awal pembuatan ikut memperhatikan penyusunan risalah ini dan memberi masukan disana-sini. Juga kepada temanku dan saudaraku Kautsar Amru ST yang saat ini bekerja di PT Medco Energy yang sudi memberi komentar atas risalah ini.

Penulis menyadari bahwa suatu saat penulis akan menghadap Allah. Penulis sadar banyaknya kesalahan dan dosa penulis kepada Allah harus diimbangi dengan kebaikan pula sebagaimana dalam sebuah hadits berkualitas hasan “iringilah perbuatan jelek itu dengan kebaikan agar dapat menghapusnya.” Karenanya penulis berharap semoga risalah ini membuat Allah mencintai, meridhoi dan memberi ampunan kepada penulis. Allah tahu bahwa penulis membutuhkan ampunannya dan keridhoannya serta kecintaan dari Muhammad Rasulullah Sholallahu Alaihi Wasallam.

Page 5: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Yogyakarta, 31 Juli 2007

Adi Permadi ST

Page 6: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Kata PengantarOleh : Ridwan Hamidi Lc

Buku yang ada di hadapan pembaca merupakan setetes air ditengah kehausan umat akan adanya buku fiqih Ramadlan yang selalu mengedepankan penggunaan dalil yang shahih. Sebab setiap muslim sepakat bahwa Alqur’an dan Sunnah merupakan dasar dalam menetapkan setiap persoalan hidup, termasuk Fiqih.

Upaya pemurnian ajaran Islam dari semua yang melekat dalam Islam dan bukan merupakan bagian dari Islam, perlu terus dihidupkan, agar peningkatan kehidupan beragama ditengah-tengah umat menjadi nyata. Karena kita semua yakin bahwa umat di zaman manapun tidak akan menjadi baik kecuali dengan pedoman yang telah menjadikan baik generasi awal umat ini.

Tentu buku ini bukan merupakan satu-satunya buku yang ada ditengah-tengah umat yang membahas seputar puasa dan hal-hal yang berkaitan dengan bulan Ramadlan. Tapi yang menarik untuk dicermati adalah ketekunan penulis yang secara sungguh-sungguh mencari kebenaran dan memilih pendapat yang dinilai paling kuat dengan melihat dasarnya (dalilnya). Ditambah lagi jika kita melihat latar belakang penulis yang saat itu sebagai mahasiswa jurusan Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada dan sedang melaksanakan KKN.

Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi kaum muslimin yang mencari tuntunan puasa dan amalan seputar Ramadlan.

Yogyakarta, 22 Agustus 2005

Ridwan Hamidi

Page 7: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Sepatah Kata

Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan serta ampunan kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejelekan diri kita dan keburukan amalan-amalan kita.Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah maka tak seorang pun yang bisa memberi hidayah kepadanya. Saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah saja, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” QS. Ali Imran :102

“Hai sekalian manusia bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangkan laki-laki dan perempuan yang banyak dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” QS. An-Nisaa:1

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa mentaati Allah dan rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan kemenangan yang besar.” QS. Al Ahzab :70-71

Amma Ba’du

Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah sholallahu alaihi wasallam. Dan seburuk-buruk urusan adalah perbuatan mengada-ada, setiap perbuatan mengada-ada adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap yang sesat adalah di neraka.

Wa Ba’du

Buku ditangan pembaca budiman adalah buku yang membahas Fiqih Qiyamu Romadhon, merupakan runtutan tulisan demi tulisan tiap tahunnya dari tahun 1423 H yang sebagian besar kandungannya disusun ketika penulis menjalankan Kuliah Kerja Nyata. Tentu saja di dalamnya terjadi pergulatan nash-nash, seperti ciri khas dalam Fiqih yang satu menguatkan kemudian yang lain melemahkan, yang lain menghapus ketentuan syariat yang ditetapkan oleh nash yang lain, satu nash kita dapati bersifat umum sedangkan nash yang lain kita dapati bersifat khusus. Begitulah adanya dunia Fiqih, perbedaan pendapat atau ikhtilaf terkadang memang tidak bisa dihindari 1. Disinilah butuhnya toleransi, namun tentunya sikap nasehat menasehati dalam kebenaran dan saling melihat kekuatan dalil masing-masing pihak dengan ikhlas dan cermat dengan menjunjung kejujuran serta metodologi ilmiah yang benar harus didahulukan. Dari pandangan penulis, ilmu Hadits sangat berperan banyak bagi mereka yang memasuki dunia Fiqih, Reduksi (pengurangan) ikhtilaf terjadi secara besar-besaran dan ini akan sangat membantu kita untuk memilih pendapat mana yang akan kita ikuti.

Sebelum kita memasuki halaman demi halaman dari buku ini, apakah pembaca budiman sepakat dengan penulis bahwa Islam dibangun berdasarkan Alqur’an dan Sunnah ? Setujukah bahwa kita harus mendahulukan perkataan Allah dan Rasulnya dari perkataan siapapun ? Sependapatkah pembaca dengan penulis bahwasanya konstruksi hukum Islam tidak diperkenankan memakai hadits yang berkualitas lemah (dhaif) apalagi lemah sekali (dhaif jiddan) ? dan Apakah pembaca sepakat bahwasanya dalam memahami Alqur’an dan As-Sunnah kita perlu melihat pemahaman para salafush shaleh ? Bila pembaca sejalan dengan hal hal tadi berarti kita bersama-sama berangkat dari sebuah parameter penilaian yang sama.

Pernah dalam sebuah kesempatan penulis berkesempatan bertukar pikiran dengan seorang ustadz, dimana beliau juga mengarang buku yang berjudul “Memahami dan mendalami masalah tahajud, tarawih dan witir.” Hanya saja menurut saya pengambilan-pengambilan kesimpulan beliau dalam buku tersebut sebagian telah jatuh dalam kekeliruan. Pendapat beliau yang paling ganjil menurut saya adalah:Pertama, “Sholat nabi saw yang pernah di ikuti oleh para sahabat 2 atau 3 kali belum bisa dijadikan hujjah untuk menetapkan keharusan jama’ah dalam sholat tarawih, tahajud dan witir, alasannya karena Rasulullah tidak sengaja menjadi imam sholat malam, dan terjadinya jama’ah jelas dari kemauan sahabat bukan dari kemauan nabi saw. (hal 74). Beliau juga mengatakan Tidak ada dalil yang jelas untuk menetapkan sholat tarawih dan witir berjama’ah. (hal 81)

Page 8: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Kedua, “bahwa sholat tahajud dan tarawih beliau sholallahu alaihi wasallam, tidak pernah ditampakkan kepada umatnya, sehingga tidak seorangpun yang mengetahui jumlah atau bilangannya.” (hal 139)

Ketiga, “Cara melaksanakan witir 3 raka’at menurut ijma’us sahabat ialah dengan salam sekali pada raka’at ketiga. Hadits ke tiga (dalam uraian beliau) memberi pengertian bahwa nabi saw tidak pernah salam pada dua raka’at witir dalam witir 3, tetapi kalau 2 raka’atnya itu tidak berdiri sendiri dalam witir tujuh, itu diperbolehkan. (hal. 46-47) lihat hadits 3 dan 4 pada hal tsb.2

Untuk masalah pertama, penulis tidak mengetahui dari ulama mana beliau mengikuti pemahaman seperti itu, Bahkan terdapat sabda Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam yang berbunyi “Sesungguhnya barang siapa yang sholat (qiyamul lail) bersama imam hingga imam selesai sholat, ia akan mendapatkan ganjaran sholat semalam suntuk.” Juga telah shahih riwayat Umar bin khattab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad-Dari untuk mengimami manusia dalam sholat tarawih 11 raka’at. 3 Pengerjaan Tarawih secara berjamaah telah masyhur dari generasi ke generasi dan tidak ada yang mempermasalahkan masalah ini.

Sedangkan untuk masalah kedua, memang sebagian dari madzhab Syafi’i memandang dalam hadits Aisyah: “Bahwa Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at baik pada bulan Romadhon maupun pada bulan lainnya lebih dari 11,” yang dimaksud adalah sholat witir seperti yang disebutkan oleh Al-Qastalani dari kalangan Syafi’iyah . Pendapat itu jelas-jelas lemah; kalau kita kembali menilik bahwa pernyataan Aisyah tadi adalah sebagai jawaban dari pertanyaan: ‘bagaimana Rasulullah sholat di bulan Romadhon?” Sholat yang dipertanyakan disitu meliputi seluruh sholat malam. Bagaimana mungkin bisa ditakwilkan hanya dengan sholat witir tanpa sholat lainnya? Takwil itu membawa konsekuensi bahwa sholat rasulullah disitu ada dua macam; yang pertama, adalah sholat malam, dan kita tidak tahu berapa jumlah raka’atnya; yang kedua, adalah sholat witir, yang mana jumlah raka’atnya paling banyak adalah 11 raka’at. Pendapat begini jelas tak akan dilontarkan oleh orang yang mengerti sunnah. Disana bertumpuk hadits-hadits yang menunjukkan bahwa sholat malam Rasulullah tidak lebih dari 11 raka’at4.

Untuk masalah ketiga, penulis menduga beliau belum mendapatkan hadits “bahwa nabi sholallahu alaihi wa sallam biasa memisahkan raka’at genap dan ganjil dengan salam yang dapat kami dengar”. Penukilan ijma sahabat dimana beliau mengikuti Imam Asy-Syaukani dalam Nailul Authar tertolak. Justru ada riwayat shahih yang marfu dari Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam dan riwayat mauquf Abdullah bin Umar yang menerangkan bahwa Abdullah bin Umar biasa melakukan witir dengan salam antara dua raka’at pertama dengan satu raka’at terakhir. Disamping itu Hadits –hadits yang menyatakan bahwa nabi Sholallahu alaihi wa sallam hanya salam diakhir raka’at (dalam witir 3 raka’at) adalah lemah. Diantaranya adalah hadits Ubay bin Ka’ab dengan lafazh: ‘Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam di dalam sholat witir membaca (3 surah ), dan hanya salam pada akhir raka’at.”5 Penulis berharap semoga kritik membangun ini merupakan masukan yang berguna bagi beliau dalam melengkapi karya ilmiahnya.6

Kesalahan dalam mengambil sebuah kesimpulan kadang kala bisa terjadi bila seseorang tidak memiliki pengetahuan yang luas berkaitan ilmu Musthalah hadits , perbendaharaan hadits serta syarah hadits. Walaupun mereka yang berpengetahuan luas pun tidaklah maksum dari kesalahan. Melalui ilmu Musthalah hadits seorang peneliti bisa mengetahui derajat sebuah hadits apakah shahih ataukah dhaif dan dalam masalah hal-hal yang berkaitan dengan hukum Qiyamul Lail ulama tidak memperkenankan seseorang memakai hadits dhaif sebagai dalil. Melalui perbendaharaan hadits yang mapan maka seorang peneliti mampu menghimpun hadits-hadits yang terjalin dalam tema yang sama sehingga lebih akurat dalam menarik kesimpulan7 dan dengan memiliki kekayaan terhadap syarah hadits maka kita bisa melihat pemahaman ulama-ulama (terutama para salafus sholeh) akan maksud dari hadits tersebut.

Risalah ini secara umum mendukung kedua pelaksanaan sholat tarawih dan witir, entah itu 11 raka’at atau 23 raka’at bagi mereka yang memandang atsar Yazid bin Khushaifah dari Saib bin Yazid dipandang shahih.Walaupun demikian, penulis katakan bahwa mengikuti tuntunan Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam itu tetap lebih utama. Memang penulis melihat bila kita mau menggunakan metode tarjih (penguatan) tidak dipungkiri lagi hal ini memang terjadi khilaf di dalamnya dimana salah satu pendapat harus diunggulkan. Namun harus diketahui disini penulis memakai metode jama’ (kompromi).8

Metode jama’ bukanlah sesuatu yang baru dalam dunia hadits, sebutlah Ibnu Qutaibah beliau memiliki karya yang bagus dalam metode jama’ yang berjudul Ta’wil Mukhtalafil Hadits, kemudian At-Thahawi dalam Musykilul Atsar dan Imam Asy-Syafi’i dengan karyanya Ikhtilaful hadits (beliaulah orang yang pertama membicarakan dan menyusun kitab dalam bidang jama’ dan tarjih )9. Dalam hal ini penulis telah berusaha untuk melihat kekuatan masing-masing dalil dari kedua pendapat itu. Inilah yang rajih dalam pandangan penulis. Wallahu a’lam.

Pembaca yang budiman, setiap usaha melakukan pemurnian syariat Islam seperti pelaksanaan qiyamu romadhon mengikuti sunnah Rasulullah saw salah satunya 10 tidaklah segampang anda membalik telapak tangan anda, terkadang kita harus berhitung dengan yang namanya “kesiapan masyarakat”. Faktor ini sangat berperan dalam penerimaan dakwah yang dilakukan oleh para da’i dan sejumlah konflik baik besar maupun kecil akibat respon

Page 9: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

masyarakat terhadap usaha pemurnian tersebut. Disinilah kita mulai berpikir bagaimana usaha atau menciptakan daya dukung terhadap pemurnian syariat. Apa saja yang telah kita lakukan ? Sudahkah kita berusaha mendakwahkan ajaran Islam baik dengan memperbanyak kajian Islam, kultum, ceramah, dakwah perseorangan atau sejenisnya ? Sudahkah kita berlemah lembut dalam menyampaikan kepada mereka yang benar-benar awam dalam Islam dan berdiskusi serta menjawab keragu-raguan mereka yang menentang ? Sudahkah kita memohon kepada Allah agar memberi kekuatan kepada diri kita untuk bisa mengamalkan dakwah yang kita serukan dan memohon keberkahan atas dakwah ini serta memohon hidayah kepada-Nya agar masyarakat mudah menerima ? 11

Terakhir kalinya saya berharap mudah-mudahan dengan risalah ini adalah sarana mencapai terwujud persatuan Islam karenanya saya menyertakan 1 bab yang berkaitan dengan permasalahan khilafiyah agar dipahami, itulah yang kami harapkan dan bukan sebaliknya. Saya mengucapkan jazakumullahu khairan dan rasa hormat kepada “guru-guruku” yang secara langsung maupun tidak langsung telah mengajariku melalui karya-karya tulisnya, diantaranya :

Ustadz Ridwan Hamidi Lc, Ustadz Abu Hamzah Al-Sanuwi Lc, MAg, Ustadz Dzulqarnain Bin Muhammad Sunusi Al-Atsary, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Ustadz Abu Nu’aim Al-Atsary, Ustadz Drs. Zainul Muttaqin rahimahullahu ta’ala 12 , Ustadz Hariyadi Lc, Ustadz Abu Ahmad Zainal Abidin bin Syamsuddin Lc, Ustadz Drs Muhammad Thalib, Ustadz Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA, Ustadz Abu Ubaidah Al Atsari, Ustadz Iman Sulaiman Lc, Ustadz Arman bin Amri Lc, Ustadz Abul Mundzir Ja’far Shalih, Ustadz Abu Muqbil Ahmad Yuswaji, Lc, Ustadz Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Ustadz Abu Umar Basyir dan mereka-mereka yang belum sempat saya sebutkan disini

Penulis belum sempat meminta izin dengan memuat karya tulisnya dimana pembaca menduga seolah-olah itu adalah hasil diri penulis sendiri.13 Tidak!, ini adalah Ekstrak (saripati) karya tulis puluhan ulama yang malam serta siang mereka disibukan dengan penelaahan, pengkajian dan dakwah atas kitab-kitab Hadits, Biografi rawi, Jarh wa ta’dil, Syarah dan Tafsir, Ushul dan Fiqih. Semoga jerih payah mereka Allah balas dengan kedudukan di Jannah. Amiin. Akhir ucapan kami adalah Alhamdulillah.

Yogyakarta, 22 Agustus 2005

Adi Permadi

Bab 1

Page 10: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Kewajiban menjauhi Bid’ah

uatu amal perbuatan tidak akan diterima oleh Allah kecuali jika dilakukan dengan ikhlas dan mengikuti Sunnah Rasulullah SAW yang shahih. Yang sudah menjadi ketetapan para ulama pentahqiq, bahwa semua ibadah yang dilakukan tidak disyari’atkan oleh Rasulullah saw dan tidak juga beliau lakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka ibadah tersebut jelas

bertentangan dengan sunnahnya. Sebab sunnahnya terdiri dari dua bagian: Sunnah fi’liyyah (sunnah dalam bentuk perbuatan) dan sunnah tarkiyyah (yang ditinggalkan oleh Rasulullah saw). Dan ibadah yang beliau tinggalkan, maka sunnah pula untuk ditinggalkan14 Karena itu perlu kita menghindari suatu ibadah yang dibangun dengan bersandarkan hadits-hadits dhaif dan maudhu atau hadits yang tidak mempunyai dasar, beberapa ijtihad dan istihsan yang dikeluarkan dari beberapa ahli fiqih15, khususnya dari orang-orang yang datang kemudian, dimana mereka tidak melandasinya dengan satu dalil syariatpun. Tetapi, mereka menyitirnya dari pembawaan kebanyakan kaum muslimin, sehingga menjadi sunnah yang harus di ikuti. Kemudian berbagai tradisi dan khurafat yang tidak pernah diajarkan oleh syari’at sama sekali, serta tidak juga diterima oleh akal sehat. Perkara-perkara diatas tadilah yang biasanya menjadi referensi setiap bid’ah. Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah menolak taubat setiap pelaku bid’ah sehingga dia meninggalkan bid’ahnya.” 16

S

Berkata Sufyan Ats-Tsauri : “Bid’ah itu lebih disukai oleh Iblis daripada kemaksiatan, pelaku maksiat masih ingin bertaubat dari kemaksiatannya, sedangkan pelaku bid’ah tidak ada keinginan untuk bertaubat dari kebid’ahannya.17

Dampak negatif bahaya bid’ah 18

Bid’ah mempunyai dampak negative, akibat, dan bahaya fatal dan menghancurkan. Diantaranya adalah sebagai berikut:

Pertama. Berkata atas nama Allah tanpa ilmu.

Orang yang memperhatikan perjalanan hidup orang-orang yang suka menciptakan bid’ah akan melihat bahwa mereka adalah manusia yang paling banyak berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya. Padahal, Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang mengada-adakan perkataan dusta atas nama-Nya. Allah berfirman:

“seandainya ia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.”19

Nabi Sholallahu alaihi wa Sallam melarang berdusta atas nama beliau dan beliau mengancam orang yang berbuat demikian dengan adzab yang keras. Beliau bersabda:

“Barang siapa senganja berdusta atas nama diriku. Maka silakan mengambil tempat duduknya dari api neraka.”20

Kedua.Kebencian ahli bid’ah terhadap As-Sunnah dan Ahli Sunnah

Hal ini sebagai bukti atas bahayanya bid’ah. Imam ismail bin Abdurrahman ash-Shabuni rahimahullahu berkata, “adapun tanda-tanda ahli bid’ah yang paling nyata dan mencolok ialah bahwa mereka sangat memusuhi dan merendahkan orang-orang yang membela sunnah Nabi Sholallahu Alaihi Wa Sallam.”21

Ketiga. Terbaliknya pemahaman ahli bid’ah

Page 11: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Ahli bid’ah melihat kebaikan sebagai kejelekan dan kejelekan sebagai kebaikan. Ia melihat Sunnah sebagai Bid’ah dan Bid’ah sebagai Sunnah. Hudzaifah bin Yaman ra berkata: “Demi Allah, sungguh bid’ah-bid’ah itu akan tersebar luas hingga jika ada satu bid’ah yang ditinggalkan, merekapun berkata “waduh, Sunnah telah ditinggalkan.”22

Keempat. Bid’ah dapat menyebabkan pelakunya mendapat laknat Allah

Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas ra dari nabi Sholallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda mengenai orang yang membuat perkara baru di Madinah,

“Barang siapa membuat perkara baru dalam agama (bid’ah) di dalamnya atau melindungi orang yang membuat bid’ah (dosa dan maksiat), maka ia akan memperoleh laknat Allah, para malaikat, dan seluruh umat manusia. Allah tidak akan menerima amalan wajibnya dan tidak pula amalan sunnahnya.”23

Kelima. Ahli bid’ah tidak diperbolehkan meminum air dari telaga Nabi Sholallahu alaihi wa Sallam

Sahl bin Sa’d ra meriwayatkan hadits dari nabi Sholallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda:

“aku akan mendahului kalian menuju telaga. Barang siapa mendatanginya, ia pasti meminumnya dan barang siapa meminumnya, ia tidak akan haus selam-lamanya. Sungguh akan ada sekelompok orang yang mendatangiku. Aku mengenal mereka dan mereka pun mengenalku. Kemudian mereka dihalangi untuk sampai kepadaku.” 24

Dalam lafazh lain disebutkan

Kemudian aku berkata, ‘mereka termasuk umatku”. Kemudian dikatakan,”sesungguhnya kamu tidak tahu apa yang mereka ada-adakan ( dalam urusan agama) sepeninggalmu.” Kemudian aku berkata, “jauh, jauh (dari telagaku ini) orang-orang yang suka mengubah (ajaran agamaku) sepeninggalku.”25

Keenam. Ahli bid’ah suka menyembunyikan kebenaran dari para pengikut mereka

Allah telah mengancam mereka yang suka mennyembunyikan kebenaran dan orang-orang yang sehaluan dengan mereka bahwa mereka akan mendapat laknat. Allah berfirman:

“sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah kami menerangkannya kepada manusia dalam al-kitab, mereka itu dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknat.”26

Imam Yang Empat Mengikuti Sunnah Dan Membenci Bid’ah

Seluruh ulama dan imam madzhab empat sepakat untuk mengikuti sunnah dan meninggalkan kebid’ahan dalam beragama dalam hal sekecil apapun sebagaimana yang ditegaskan oleh Imam Sufyan Ats tsauri ketika menukil perkataan fuqoha: “tidak akan lurus suatu ucapan kecuali disertai dengan perbuatan, tidak akan lurus ucapan dan perbuatan kecuali harus disertai dengan niat yang ikhlas dan tidak akan lurus ucapan, perbuatan dan niat yang ikhlas melainkan harus sesuai dengan sunnah.”27

Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit (80-150H)

“apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.”28

“tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang kepada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui darimana kami mengambilnya.” 29

“jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah dan kabar Rasulullah sholallahu alaihi wasallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” 30

Imam Malik bin Anas (92-179 H)

Page 12: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

“sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan kitab dan Sunnah, ambilah dan setiap yang tidak sesuai dengan alkitab dan Sunnah, tinggalkanlah.” 31

“tidak ada seorang pun setelah Nabi Sholallahu Alaihi wa Sallam kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan ada yang ditinggalkan, kecuali nabi Sholallahu Alaihi wa Sallam.” 32

“Janganlah kamu menentang sunnah dan terimalah dengan sepenuh hati.”33

“Sunnah laksana perahu nabi Nuh as. Siapa yang naik maka akan selamat dan siapa yang tidak naik maka akan tenggelam.”34

“Siapa pun diantara umat ini yang mengada-adakan perkara baru dalam agama yang tidak terdapat petunjuk pada generasi Salaf maka ia telah menuduh bahwa Muhammad telah berkhianat terhadap risalah karena Allah telah berfirman: “pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. (QS. Al-Maidah :3), sehingga segala perkara agama yang tidak terdapat petunjuk dari Nabi maka sampai kapanpun tidak termasuk bagian dari agama.”35

Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (150-205 H)

“Tidak seorang pun, kecuali harus bermadzhab dengan Sunnah Rasulullah dan menyendiri dengannya. Walaupun aku mengucapkan satu ucapan dan mengasalkan kepada suatu asal di dalamnya dari Rasulullah sholallahu alaihi wasallam yang bertentangan dengan ucapanku. Maka peganglah sabda Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam. Inilah ucapanku.”36

“Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Sholallahu Alaihi wa Sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena untuk mengikuti perkataan seseorang.”

“Apabila kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Sholallahu Alaihi wa Sallam, maka berkatalah dengan Sunnah Rasulullah Sholallahu Alaihi wa Sallam dan tinggalkanlah apa yang aku katakan37.”

Imam Ahmad bin Hambal (164-241H)

“Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah Sholallahu Alaihi wa Sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi kehancuran.”

“termasuk prinsip dan manhaj Ahli Sunnah adalah berpegang teguh dan mengikuti ajaran para shahabat Rasulullah Sholallahu alaihi wa Sallam dan meninggalkan bid’ah karena seluruh bid’ah adalah sesat, tidak berdebat dan duduk dengan ahli ahwa’ dan tidak adu mulut, berdebat serta berdiskusi dengan mereka dalam masalah yang berkaitan dengan agama.”38

Page 13: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 2

KEUTAMAAN QIYAMU ROMADHONSudah sepantasnya sebagai seorang muslim kita berusaha mendekatkan diri kepada Allah

dengan mengerjakan amal-amal yang difardhukan Allah lalu setelah itu kita mengerjakan amal-amal sunnah. Sungguh bulan Romadhon merupakan bulan yang penuh kebaikan jangan sampai diri kita tidak mendapatkan kebaikan yang besar di dalamnya. Kebaikan-kebaikan itu diantaranya dapat diperoleh dengan melaksanakan Qiyamu Romadhon pada malam-malamnya. Saya akan menyebutkan keutamaan Qiyamu Romadhon yakni pelaksanaan sholat tarawih dan witir di malam-malam bulan romadhon berdasarkan hadits-hadits.

Pertama

“Barang siapa mengerjakan Qiyam (sholat tarawih) pada bulan Romadhon karena keimanan dan mengharap pahala niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.”39

Maksud Qiyam Romadhon, secara khusus, menurut Imam An-Nawawi adalah Sholat Tarawih. Hadits ini memberitahukan, bahwa sholat tarawih itu bisa mendatangkan ampunan dan bisa menggugurkan semua dosa, tetapi dengan syarat dengan berlandaskan iman,membenarkan pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala tersebut dari Allah. Bukan karena riya’ atau sekedar adat kebiasaaan.40

Kedua

“Sesungguhnya barang siapa yang sholat (qiyamul lail) bersama imam hingga imam selesai sholat, ia akan mendapatkan ganjaran sholat semalam suntuk.”41

Hadits selengkapnya :

Abu Dzar menceritakan : “kami dahulu melakukan puasa bersama Rasulullah sholallalhu alaihi wasallam di bulan Romadhon. Namun beliau tidak turut sholat bersama kami hingga tersisa tujuh hari dari bulan tersebut. Saat itu baru beliau sholat bersama kami hingga berakhir sepertiga malam. Pada saat bersisa enam hari lagi dari bulan Romadhon, beliau kembali tidak sholat bersama kami. Sementara pada saat tinggal tersisa lima hari lagi, beliau sholat bersama kami hingga berakhir separuh malam. Kami berkata : “wahai Rasulullah, andaikata engkau sudi menghabiskan sisa malam ini dengan sholat sunnah bersama kami?” Beliau menanggapi : “sesungguhnya barang siapa yang sholat (qiyamul lail) bersama imam hingga sholat usai, Allah akan menuliskan baginya pahala sholat satu malam suntuk.” Dalam riwayat lain : “akan dituliskan baginya pahala sholat satu malam suntuk.” Ketika tinggal tersisa empat hari lagi, beliau kembali tidak sholat bersama kami. Saat Romadhon tinggal bersisa tiga hari, beliau mengumpulkan seluarga beliau dan istri-istri beliau, lalu sholat bersama kami hingga kami khawatir tertinggal waktu falah.” Aku bertanya : “apa yang dimaksudkan dengan waktu falah?” Beliau menjawab : “waktu sahur.” Kemudian, pada hari-hari yang tersisa, beliau kembali tidak sholat bersama kami lagi.”

Hadits ini sekaligus juga memberikan anjuran agar melakukan sholat tarawih secara berjamaah dan mengikuti imam hingga selesai sholat. An-Nawawi menegaskan : “para ulama bersepakat bahwa sholat tarawih itu dianjurkan.42 Tidak diragukan lagi bahwa sholat tarawih itu hukumnya sunnah muakkad, yang pertama kali menetapkan sunnahnya dengan ucapan dan perbuatan Rasulullah sholallahu alaihi wasallam.43

Page 14: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Ketiga

“Sesungguhnya Romadhon adalah bulan dimana Allah mewajibkan puasanya, dan sesungguhnya aku menyunnahkan qiyamnya untuk orang-orang Islam. Maka barang siapa berpuasa Romadhon dan Qiyam Romadhon karena iman dan mencari pahala, maka ia (pasti) keluar dari dosa-dosanya sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.”44

Ke empat

Suatu ketika datang seseorang dari Qudha’ah berkata, ‘Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu bila aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut di ibadati kecuali Allah, dan bahwa engkau Rasulullah, dan saya melakukan sholat yang lima, puasa Romadhon, dan sholat malam di bulan Romadhon, dan saya menunaikan zakat?’ Rasulullah saw bersabda,”barang siapa yang wafat di atas (amalan) ini maka ia termasuk golongan shiddiqin dan syuhada.”45

Kelima

“Barang siapa yang melaksanakan sholat dimalam lailatul Qodar ( kemudian ia mendapatkannya), dengan keimanan dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”46

Pada masa Nabi Saw tidak ada istilah sholat tarawih. Nabi Saw dalam hadits-haditsnya juga tidak pernah menyebutkan kata-kata tarawih. Pada masa Nabi Saw, sholat sunnah pada malam Romadhon ini dikenal dengan Qiyam Romadhon. Tampaknya istilah tarawih itu muncul dari penuturan Aisyah istri Nabi Saw seperti diriwayatkan oleh Al Baihaqi, Aisyah mengatakan, “Nabi Saw sholat malam empat raka’at, kemudian yatarawwah (istirahat), kemudian sholat lagi panjang sekali. Al-Shan’ani

Page 15: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB
Page 16: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 3

RINGKASAN PELAKSANAAN QIYAMU ROMADHON

Koreksi ulang terhadap pelaksanaan sholat malam dalam rangka tashfiyah dan tarbiyah

1. Setelah selesai kultum (bila ada), hendaklah imam bersiap melakukan Sholat Tarawih dengan menghadap kepada jama’ah untuk merapatkan, mengatur dan merapikan shof. Jama’ah serentak berdiri untuk sholat tarawih. Lihat poin Pertama.

2. Tidak perlu mengucapkan “Shollu sunatan tarawihi arba’a… dst.” Dan tidak perlu pula menjawab dengan Laa ila ha illallah. Ini perkara yang tidak ada contohnya dari Rasulullah sholallahu alaihi wasallam.Juga tidak perlu mengucap Shollu sunatan witri…. Dst. Sebagai gantinya setiap selesai sholat imam menghadap jama’ah untuk mengatur (meluruskan dan merapatkan) shof. Lihat poin kedua

3. Qiamur Romadhon dilakukan dengan 11 raka’at (dengan perincian 8 raka’at tarawih dan 3 raka’at witir) dan diperkenankan pula melakukannya dengan 23 raka’at.47 Mengenai pelaksanaan sholat tarawih 8 raka’at dapat dikerjakan dengan 4 raka’at 1 salam ataupun dengan 2 raka’at 1 salam. Hanya saja menurut penyusun, sholat tarawih dengan 2 raka’at 1 salam lebih baik. Lihat poin ketiga dan keempat

4. Tidak ada do’a khusus yang harus dibaca setelah tarawih, jadi setelah salam sholat tarawih hendaknya jama’ah bersegera berdiri untuk melakukan sholat tarawih berikutnya dan telah benar mengenai adanya do’a khusus setelah witir. Hendaknya dibaca sendiri-sendiri tanpa mengeraskan suara. Contoh bacaan setelah witir “Subhaanal malikil Quddus” ( 3 X ). Lihat poin kelima, keenam dan ketujuh

5. Disunnahkan bagi Imam untuk membaca do’a Qunut dalam sholat witir. Lihat poin kedelapan.

6. Petunjuk yang benar adalah tidak melafalkan ataupun mengeraskan niat puasa Romadhon. Jadi tidak perlu mengeraskan membaca “nawaitu Shouma Ghodin…dst.” Lihat poin kesembilan

7. Bagi imam hendaklah memperbagus sholat dengan membaca tartil ayat-ayat Alqur’an, menyempurnakan ruku’ dan sujud sehingga kaum muslimin dapat melakukan sholat dengan khusu’. Lihat poin kesepuluh

Page 17: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 4

ULASAN PELAKSANAAN QIYAMU ROMADHON

Poin Pertama : Perintah untuk mengatur shof

Kami katakan setelah kultum bila ada maksudnya bahwa kultum bukanlah sesuatu yang harus ada dalam kegiatan tarawih, meyakininya bahwa kultum harus ada adalah kekeliruan yang berakibat kepada bid’ah yaitu membuat sebuah ajaran Islam yang baru yang tidak pernah diajarkan Rasulullah saw.

Kemudian hendaknya Imam memerintahkan makmum meluruskan dan merapatkan shaf.

Seperti dalam sebuah hadits Rasulullah melakukan demikian, Rasulullah sholallahu alaihi wasallam bersabda : “Rapatkanlah barisanmu (3X). Demi Allah, kalian akan menegakkan barisan, atau Allah akan membuat hati kalian saling berselisih.”48

Begitupula Umar bin Khattab, beliau mewakilkan seseorang untuk meluruskan shaf. Beliau tidak akan bertakbir sehingga dikabarkan, bahwa shaf telah lurus. Begitu juga Ali dan Utsman melakukannya juga. Ali sering berkata, “maju wahai fulan! Ke belakang, wahai fulan!”49

Salah satu kesalahan yang sering terjadi. Seorang imam menghadap kiblat dan dia mengucapkan dengan suara lantang,”Rapat dan luruskan Shaf,” kemudian dia langsung bertakbir. Kita tidak tahu, apakah imam tersebut tidak tahu arti rapat dan lurus. Atau rapat dan lurus yang dia maksud berbeda dengan rapat dan lurus yang dipahami semua orang?!

Anas bin Malik berkata, “adalah salah seorang kami menempelkan bahunya ke bahu kawannya, kakinya dengan kaki kawannya.” Dalam satu riwayat disebutkan, “aku telah melihat salah seorang kami menempelkan bahunya ke bahu kawannya, kakinya dengan kaki temannya. Jika engkau lakukan pada zaman sekarang, niscaya mereka bagikan keledai liar ( tidak suka dengan hal itu, pen).”50

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa maksud dari meluruskan dan merapatkan shof adalah :

1. Menempelkan bahu seseorang dengan orang lain yang ada disampingnya, menempelkan kaki dengan kaki temannya, lutut dengan lutut temannya, dan menempelkan mata kaki dengan mata kaki temannya.

2. Selalu menjaga dalam merapatkan bahu, leher dan dada, sehingga lehernya sejajar, bahunya sejajar dan dadanya juga sejajar

Ibnu Taimiyah berpendapat wajib perbuatan meluruskan shaf berdasarkan hadits-hadits yang ada.51 Syaikh Muhammad bin shalih Al-Utsaimin menyatakan : “yang benar dalam persoalan ini adalah bahwa meluruskan shaf adalah wajib. Yakni bahwa apabila jama’ah sholat tidak meluruskan shaf mereka, maka mereka berdosa.

Sedangkan ucapan Nabi sholallahu alaihi wasalam dalam memerintahkan pelurusan shaf ada beberapa macam diantaranya :

-Aqiimuu shufuu fakum wataroshshuu

Tegakkan dan rapatkanlah shaf kalian52

- Aqiimuu shufuu fakum ( 3 kali )

Tegakkanlah shaf kalian, tegakkanlah shaf kalian, tegakkanlah shaf kalian53

-Atimmuu shufuuf

Sempurnakanlah shaf54

-Ahsinuu iqoomatash shufuuf

Page 18: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Tegakkan shaf dengan baik55

-Sawwuu shufuu fakum fa inna taswiyatash shufuufi min iqoomatish sholaat

Luruskanlah shaf kalian, karena meluruskan shaf termasuk menegakkan sholat (berjamaah) 56

-Sawwuu shufuu fakum fa inna taswiyatash shufuufi min tamaamish shalaat

Luruskanlah shaf kalian, karena meluruskan shaf termasuk menyempurnakan sholat (berjamaah)57

Ragam yang lain beserta dalil-dalilnya bisa pembaca temui dalam buku Imam dalam sholat menurut Alqur’an dan As-Sunnah tulisan DR. Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani

Perlu pembaca ketahui pula bahwa ucapan imam tadi tidak perlu dijawab oleh makmum dengan sami’naa wa atho’naa (kami mendengar dan kami taat) karena tidak dituntunkan.

Poin Kedua : Tidak adanya seruan untuk mendirikan sholat tarawih dan witir

Tidak pernah Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam dan sahabat-sahabatnya meneriakkan “shollu sunatan tarawihi arba’a rak’atan jami’atar rahimakumullah atau shollu sunatan witri…” kemudian dijawab dengan “laa ilaha illallah.” Ini perkara yang tidak ada contohnya dari Rasulullah (bid’ah), sehingga harus ditinggalkan.Kebanyakan mereka yang mengamalkan hal ini telah membuat bacaan do’a secara khusus, yang tidak bersandar kepada satu dalilpun, dan tidak pernah diajarkan oleh para ulama salaf maupun imam sunnah.58 Orang-orang yang melakukan itu haruslah dinasehati agar meninggalkannya dan sebagai gantinya imam mengatur shaf.

Beberapa seruan yang tidak ada dasarnya dari Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya diantaranya ketika sebagian kaum muslimin yang mengerjakan sholat tarawih 20 raka’at mereka mengucapkan

“Ash Shalaatut taraawiihi rahimahullahu”

Kemudian pada raka’at ke 8 bilal membaca: “Al khalifatul –uula amiirul mu’miniina sayyidunaa Abuu bakrinish shiddiiq”

Lalu jama’ah menjawab : “Radhiyallahu anhu”

Seruan dan jawaban ini terulang kembali pada rakaat ke 12 dengan bacaan “Al khalifatuts tsaniyatu amiirul mu’miniina sayyidunaa Umarab nil khaththaab”

lalu pada raka’at ke 16 dengan bacaan “Al khalifatuts tsaalitsatu amiirul mu’miniina sayyidunaa Utsmaanab ni’ Affan”

lalu pada raka’at ke 20 dengan bacaan “Al khalifatuts raabi’atuamiirul mu’miniina sayyidunaa Aliyyib ni Abii Thaalib. 59

Bid’ah ini banyak sekali menyebar di negeri ini. Dianggap sebagai sesuatu yang baik dan sunnah, padahal hal tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat.60 Padahal setiap cara ibadah dan praktek agama yang tidak ada dalil atau landasan hukumnya, maka tertolak dan dinyatakan sebagai perbuatan bid’ah. Rasulullah saw bersabda, “barang siapa yang membuat-buat ibadah dalam ajaran kami ini (Islam) yang bukan merupakan bagian darinya, maka amalan itu tertolak.”61

Seruan untuk mendirikan sholat selain adzan dan iqomat untuk sholat fardhu tidak ditemukan dalam sholat sunat kecuali pada sholat sunat gerhana, dimana disunatkan untuk menyuarakan Ash sholatu jaamiah. 62

Poin ketiga : Dalil Sholat Tarawih dan witir 11 raka’at

Dalil sholat tarawih63 dan witir 11 raka’at, ditunjukkan oleh hadits aisyah. Dari Abi Salamah bin Abdirrahman, ia pernah bertanya kepada Aisyah tentang bagaimana sholat Rasulullah sholallahu alaihi wasallam di bulan Romadhon. Aisyah berkata: “Rasulullah tidak pernah menambah sholat malam itu, baik ketika bulan Romadhon atau lainnya dari 11 raka’at. Beliau sholat 4 raka’at64 jangan ditanya baik dan panjangnya. Kemudian sholat lagi 4 raka’at, jangan ditanya baik dan panjangnya, lalu sholat juga 3 raka’at. … dst.65 Ini menjadi landasan bahwa sholat malam dapat dikerjakan dengan tarawih 4 raka’at 1 salam, 4 raka’at 1 salam dan 3 witir.66 Ibnu Hajar berkata, “jelas sekali, bahwa hadits ini menunjukkan sholatnya Rasul (adalah) sama semua di sepanjang tahun.”

Page 19: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Diterima pula secara Shahih, dari Ibnu Umar : Bahwa seorang lelaki pernah bertanya kepada Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam tentang sholat malam, maka beliau Sholallahu alaihi wasallam menjawab: “sholat malam itu 2 raka’at, 2 raka’at. Apabila seorang diantara kamu takut kedahuluan shubuh, maka hendaklah ia berwitir 1 raka’at menutup sholat-sholat sebelumnya itu.”67

Syaikh Abdul Aziz bin Baz68 mengomentari hadits Aisyah ra tentang 4 raka’at, 4 raka’at itu, “maksudnya adalah beliau (Rasulullah) salam disetiap 2 raka’at, dan maknanya bukan beliau langsung mengerjakan 4 raka’at dengan 1 salam berdasar hadits yang lalu dan telah tsabit dari nabi Sholallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau berkata: “sholat malam itu dua dua.” Sebagaimana yang telah lalu. Hadits-hadits itu saling membenarkan dan saling menjelaskan, Maka setiap muslim wajib mengambil keseluruhannnya dan hendaknya menafsirkan hadits yang bersifat mujmal (global) dengan hadits yang bersifat Mubayyan (lebih rinci).69

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin70 berkomentar : Penuturan Aisyah : “…beliau sholat 4 raka’at, kemudian sholat lagi 4 raka’at,” menunjukkan bahwa ada pemisah antara 4 raka’at pertama dengan yang kedua dan tiga raka’at yang terakhir. Pada masing-masing 4 raka’at, beliau melakukan salam setelah 2 raka’at.”71

Berkata Al Hafizh Muhammad bin Nashar Al-Mirwazi Rahimahullah menyatakan dalam qiyamul lail (hal.119) : “yang menjadi pilihan kami, untuk orang yang sholat malam baik pada bulan Romadhon atau bulan yang lain; hendaknya ia bersalam pada setiap 2 raka’at. Sampai kalau dia mau sholat witir yang 3 raka’at, hendaknya dia membaca Sabbihisma Rabbika pada raka’at pertama, Qul yaa ayyuhal kafirun pada raka’at kedua, lalu pada raka’at yang kedua itu dia bertasyahud dan salam. Kemudian dia bangkit dan sholat 1 raka’at dengan membaca al fatihah, qul huwallahu ahad, dan mu’awwidzatain ( An-Naas dan Al-Falaq).”72

Inilah mengapa saya (penulis) lebih menyukai dilaksanakan dua-dua, walaupun empat-empat juga tidak mengapa melihat dzahir hadits aisyah tersebut. Penulis mempunyai beberapa alasan lagi terhadap sholat tarawih secara dua-dua, yaitu:

1. Aisyah meriwayatkan pula hadits mengenai sholat malam Rasulullah dengan tata cara yang berbeda, yakni sholat 8 raka’at dengan setiap 2 raka’at Rasulullah ber tahiyyat, kemudian berwitir 5 raka’at.73

2. Riwayat Zaid bin Kholid Al Juhani, yang menceritakan keingintahuannya tentang sholat Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam. Ia berkata: “beliau sholat 2 raka’at ringan kemudian beliau sholat 2 raka’at panjang lalu 2 raka’at panjang,…dst.74

3. Seandainya saya melakukan tarjih maka akan saya katakan bahwa 4 raka’at – 4 raka’at adalah pengabaran Aisyah sedangkan yang 2 raka’at – 2 raka’at adalah sabda nabi Saw, mana mungkin beliau saw mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang beliau sabdakan. Atau kita akan menempuh seperti yang dilakukan kedua Syaikh (bin Baz dan Al-utsaimin) dimana mereka meletakkan hadits 4 raka’at – 4 raka’at sebagai dalil yang bersifat umum sedangkan 2 raka’at – 2 raka’at diletakkan diposisi yang khusus. Sehingga yang 4 raka’at – 4 raka’at harus dijelaskan dengan yang 2 raka’at – 2 raka’at.75

Namun saya melakukan metode jama’ (kompromi) sebagaimana yang dilakukan oleh Imam An-Nawawi serta disetujui oleh Al-Albani dalam hal ini yakni dzahir hadits menunjukkan bolehnya sholat dengan hitungan 4 raka’at 1 salam walaupun mengerjakan 2 raka’at 1 salam lebih utama76. Sehingga dengan cara ini tidak ada pemahaman hadits yang digugurkan dan keduanya bisa dipakai. Wallahu a’lam

4. Dengan melakukan sholat tarawih 2 raka’at 1 salam maka akan menghindari permasalahan apakah ada duduk tasyahud pada raka’at ke-2 bila dikerjakan 4 raka’at 1 salam.

Poin ke empat : Cara melaksanakan witir yang 3 raka’at

Witir yang sebanyak 3 raka’at dapat dilakukan 2 cara.

Pertama, 3 raka’at sekaligus dengan satu salam dan tanpa duduk tasyahud pada raka’at ke-2, agar tidak serupa dengan sholat maghrib. Dasarnya : Hadits Ubai bin Ka’ab, pada raka’at pertama Rasul membaca surah Al A’la, raka’at kedua membaca surah al Kafirun dan raka’at ketiga membaca surah al Ikhlas.77 Juga berdasarkan riwayat Ibnu Abbas ra.78 Sedangkan dalam riwayat Abdul Aziz bin Juraih, pada raka’at ketiga Rasulullah membaca surah Al Ikhlas, Al Falaq dan Annas.79

Page 20: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Kedua, 3 raka’at dikerjakan dengan 2 raka’at 1 salam lalu 1 raka’at 1 salam. “Jangan samakan (sholat witir) dengan sholat maghrib.”80 Tidak diragukan lagi, bahwa sholat itu dapat lebih tidak serupa lagi dengan maghrib, apabila ada salam pemisah antara 2 raka’at pertamanya dengan 1 raka’at terakhirnya. Imam Ahmad pernah ditanya oleh Al Muhanna, “apa pendapat kamu tentang sholat witir, apakah kamu bersalam pada raka’at kedua ? Beliau menjawab: “iya”. Aku bertanya lagi: “apa alasannya?” Beliau menjawab lagi: “karena hadits-haditsnya dari nabi Sholallahu alaihi wasallam lebih banyak dan lebih kuat.” Imam Ahmad pernah ditanya tentang sholat witir, beliau menjawab: “dengan salam pada raka’at kedua, kalau tanpa salam, aku harap juga sah.”81

Poin kelima : Tidak ada do’a khusus disela-sela tarawih

Tidak ada do’a khusus yang dibaca setelah sholat tarawih.82 Akan kami paparkan 3 ragam do’a yang popular dibaca setelah sholat tarawih beserta kritik kami atasnya.

1. “Allahumma innaka afuwun tuhibbul afwa fa’fu annii.” Do’a ini berasal dari hadits Aisyah ra, dia berkata : “aku bertanya, ya Rasulullah! Apa pendapatmu jika aku tahu kapan lailatul Qodar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan?” beliau menjawab, “ucapkanlah Allahumma innaka afuwun….83 Do’a ini bisa dibaca pada malam-malam 10 hari akhir bulan Romadhon, kapan saja dalam waktu itu. Jadi bukan bacaan yang dibaca secara khusus setelah sholat tarawih maupun witir.

2. “Subbuhun Quddus Rabbul malaa ikati warruuh”84 Penulis mendapati dzikir ini dibaca setelah setelah ruku’ dan sujud bukan bacaan setelah sholat malam. Karena itu sudah sepantasnya diletakkan pada tempat semestinya.

3. “Asyhadu allaa ilaaha illallaah, Astaghfirullah, As alukal jannata wa Audzubika minan naar.” Pendasaran bacaaan ini dari hadits Salman, namun dinilai lemah oleh ulama-ulama hadits. Haditsnya sebagai berikut: “Wahai sekalian manusia, telah menaungi kalian suatu bulan yang sangat agung. Bulan yang di dalamnya terdapat kebaikan melebihi kebaikan seribu bulan. Allah telah menjadikan puasanya fardhu dan qiyam pada malamnya tathawwu’. Siapa saja yang mendekatkan diri kepada-Nya dengan amalan kebaikan, maka ia bagaikan orang yang menjalankan fardlu pada selain bulan tersebut. Sedangkan orang yang mengamalkan fardhu pada bulan itu bagaikan orang yang menjalankan tujuh puluh fardlu pada selain bulan itu. Inilah bulan kesabaran, dan sabar berpahalakan surga. Dan juga bulan santunan, bulan yang didalamnya terdapat tambahan rezeki bagi seorang mukmin. Siapa saja yang memberi makan orang yang sedang berpuasa, maka baginya ampunan atas dosa-dosanya dan pembebasan dari api neraka, dan baginya pula pahala bagi orang yang berpuasa tanpa dikurangi sedikitpun. Para sahabat bertanya, “wahai Rasulullah, tidak semua kami berkemampuan untuk memberi makan orang yang berpuasa,” beliau menjawab: “Allah memberikan pahala tersebut kepada siapa saja yang memberi makan berupa air susu yang dicampur dengan air, atau buah kurma, atau hanya air. Dan siapa saja yang mengenyangkan orang yang berpuasa, maka Allah akan meminumkannya air dari telaga sekali minum dan tidak akn pernah merasa haus selamanya hingga ia masuk ke dalam surga. Itulah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka. Karena itu hendaknya kalian memperbanyak melakukan empat hal, dua hal sangat di ridloi Allah, dan dua hal lainnya kalian tidak mungkin mengabaikannya. Dua hal yang sangat di ridloi –Nya adalah mengucap syahadat bahwa tiada tuhan selain Allah dan memohon ampunan kepada-Nya. Sedangkan dua hal yang sangat kalian butuhkan adalah memohon kepada-Nya untuk mendapatkan surga dan berlindung kepada-Nya dari neraka.”

Derajat hadits: Dhaif

Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887) dan Al Muhamili di dalam amali (293) dan Al Ashbahani dalam At Targhib ( q/178, b/tulisan tangan) dari jalan Ali bin Zaid Jad’an dari Sa’id bin Al Musayyib dari Salman.

Hadits ini sanadnya dlaif, karena lemahnya Ali bin Zaid, berkata Ibnu Sa’ad, di dalamnya ada kelemahan dan jangan berhujjah dengannya, berkata Imam Ahmad bin Hanbal, tidak kuat. Berkata Ibnu Ma’in, Dlaif. Berkata Ibnu Abi Khaitsamah, lemah disegala penjuru, dan berkata Ibnu Khuzaimah, jangan berhujjah dengan hadits ini, karena jelek hapalannya. Demikianlah di dalam Tahdzibut tahdzib (7/322-323). Ibnu Abi Hatim menukilkan dari bapaknya di dalam illalul hadits (1/249), hadits yang mungkar.85 Penulis katakan hadits inipun jika seandainya shahih tetap tidak bisa digunakan sebagai dalil bacaan setelah tarawih karena tidak ada petunjuk khusus untuk diletakkan setelah tarawih. Dzikir-dzikir yang telah ditentukan waktu dan tempatnya dasarnya adalah Tauqifiyyah. Tidak boleh ditambah, dikurangi atau diubah lafazhnya meskipun maknanya benar.86

Page 21: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

4. Juga terdapat do’a seperti “Allahummaj alnaa bil iimaani kaamiliin wa lifaraa’idhika mu’addiina wa ‘alash sholawaati muhaafizhiin ... “

Doa ini tidak ada asalnya untuk dibaca disela-sela tarawih

Poin ke enam : Bacaan khusus setelah witir

Terdapat beberapa bacaan setelah sholat witir 87

1. “Subhaanal Malikil Qudduus” (Maha suci sang Maha Raja yang maha suci) sebanyak 3x dengan memanjangkan suara dan mengeraskannya pada kali ketiga.88

Terdapat tambahan “Rabbil Malaaikati Warruuh”89 namun tambahan ini lemah.90

2. “Allahumma innii audzu biridhoka min sakhotik, wabimuu aafaatika min uquubatik, wa auudzubika minka laa uhshi tsanaa an alaik, anta kamaa atsnaita alaa nafsik.” (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada ridho-Mu dari murka-Mu. Dengan ampunan-Mu dari hukuman-Mu, Aku berlindung kepada-Mu dari-Mu, aku tidak dapat menghitung sanjungan terhadap-Mu. Sebagaimana engkau memuji atas diri-Mu sendiri). Pendasarannya adalah sebuah hadits yang menyebutkan : Dari Ali bin Abi Tholib, dia berkata : suatu malam aku bermalam di tempat Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam. Aku mendengar beliau bersabda seusai sholat dan hendak beranjak ke tempat tidur. “allahumma innii….dst.91

Poin ketujuh: Larangan Dzikir berjama’ah dan bersuara keras

Dzikir berjama’ah dengan suara keras seperti koor pada setiap waktu istirahat dalam sholat tarawih dengan dipandu seorang bilal selesai sholat 2 raka’at dari sholat tarawih, maka ini merupakan perbuatan bid’ah. Adapun lafadz dzikir yang mereka baca berbeda-beda sesuai dengan perbedaan tempat dan daerah, maka perbuatan seperti ini termasuk mengumpulkan berbagai macam keburukan dan kebid’ahan. Pendasaran ini antara lain karena:

Pertama, firman Allah Swt yang berbunyi: “dan sebutlah nama Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara, diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.92

Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan: “Asal dalam berdzikir adalah dengan merendahkan suara sebagaimana di nashkan dalam Alqur’an dan As-Sunnah, kecuali yang telah dikecualikan.”93 Seperti ketika mengumandangkan adzan dan iqomat, bertakbir pada kedua hari raya, bertalbiyah haji, mengucapkan dan menjawab salam, membaca doa setelah sholat witir. Yaitu ucapan subhanal malikil Quddus. Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Sallam mengeraskan dan memanjangkan suara pada kali yang ketiga.

Kedua, Dari dua jalan dari Umar bin Yahya bin Amr bin Salamah al Hamdani yang berkata:”bapakku telah bercerita kepadaku”, dia berkata:”bapakku telah bercerita kepadaku”, dia berkata:”bapakku telah bercerita kepadaku’,dia berkata: “kami sedang duduk di depan pintu Abdullah bin Mas’ud sebelum sholat shubuh, apabila dia telah keluar kami akan berjalan bersamanya menuju masjid. Kemudian Abu Musa al Asy’ari datang kepada kami, lalu dia berkata:”apakah Abu Abdurrahman (Ibnu Mas’ud) telah keluar kepada kamu?”, kami menjawab “belum”, maka diapun duduk bersama kami sampai Abdullah bin Mas’ud keluar. Tatkala dia telah keluar, kami semua berdiri ke arahnya, kemudian Abu Musa berkata kepadanya:”wahai Abu Abdurrahman, sesungguhnya tadi di masjid aku telah melihat suatu perkara yang aku mengingkarinya, tetapi aku tidak berpendapat-alhamdulillah- kecuali kebaikan.”Dia berkata:”apa itu?”. Abu Musa berkata: “jika engkau berumur panjang, maka engkau akan melihatnya.” Abu Musa berkata lagi:”di masjid aku telah melihat sekelompok orang dalam keadaan duduk berhalqoh-halqoh(berkelompok-kelompok, setiap kelompok duduk melingkar), mereka menantikan sholat. Pada setiap halqoh (kelompok yang duduk melingkar) ada seorang laki-laki. Dan ditangan-tangan mereka ada batu-batu kerikil, kemudian laki-laki tadi berkata:”bertakbirlah seratus kali”. Kemudian laki-laki tadi berkata lagi: “bertahlillah seratus kali!”. Maka mereka pun bertahlil seratus kali. Kemudian laki-laki tadi berkata lagi:”bertasbihlah seratus kali!”, maka mereka bertasbih seratus kali. Abdullah bin Mas’ud bertanya:’kemudian apa yang telah engkau katakan kepada mereka?” Abu Musa menjawab:”aku tidak mengatakan kepada mereka sesuatupun karena menanti pendapatmu.” Abdullah bin Mas’ud berkata: ”apakah engkau tidak memerintahkan mereka untuk menghitung kesalahan-kesalahan mereka, dan engkau memberikan jaminan untuk mereka bahwa kebaikan-kebaikan mereka tidak akan disia-siakan sedikitpun?” Kemudian Abdullah bin Mas’ud berjalan, dan kamipun berjalan bersamanya. Sampai dia mendatangi satu halqoh diantara halqoh-halqoh itu dan melihat mereka, lalu berkata:”apakah ini, yang aku melihat kamu sedang melakukannya?”

Page 22: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Mereka menjawab:”wahai Abu Abdurrahman, (ini adalah) batu-batu kerikil yang dengannya kami menghitung takbir,tahlil dan tasbih”. Dia berkata:”hitung saja kesalahan-kesalahanmu, aku menjamin bahwa kebaikan-kebaikanmu tidak akan disia-siakan sedikitpun. Kasihan kamu hai umat Muhammad! Alangkah cepat kebinasaanmu! Mereka ini para sahabat nabi kamu masih banyak, dan ini pakaian-pakaian Beliau belum usang, dan bejana-bejana Beliau belum retak. Demi (Allah) yang jiwaku ditangannya, sesungguhnya kamu berada di atas satu agama yang lebih benar daripada Agama muhammad, atau kamu orang-orang yang membuka pintu kesesatan?!” Mereka menjawab:”demi Allah hai Abu Abdurrahman! Kami tidak menghendaki kecuali kebaikan.” Dia berkata: “alangkah banyaknya orang yang menghendaki kebaikan (tetapi) tidak mendapatkannya. Sesungguhnya Rasulullah sholallahu alaihi wasallam telah menceritakan kepada kami: “Sesungguhnya Sekelompok Orang Akan Membaca Alqur’an,(Tetapi) Tidak Melewati Tenggorokan Mereka, Mereka Menembus Dan Keluar Dari Islam Sebagaimana Anak Panah Menembus Dan Keluar Dari binatang Buruan Yang Dipanah.”Demi Allah, aku tidak tahu kemungkinan mereka adalah dari kamu!” Kemudian dia berpaling dari mereka. ‘Amr bin Salamah berkata:”kemudian kami melihat kebanyakan orang-orang pada halqoh-halqoh itu bersama khawarij memerangi kami pada peperangan nahrawan.”94

Setelah memaparkan takhrij hadits ini, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani berkata dalam Silsilah Ahadits As-Shahihah (5/13): “Dalam kisah ini terdapat pelajaran bagi kaum tariqot dan kelompok dzikir yang menyelisihi sunnah. Tatkala ada yang mengingkari amalan dzikir yang mereka lakukan serta merta menuduh orang tadi mengingkari dzikir yang mereka lakukan!! Padahal tidak ada seorang muslimpun di dunia ini yang mengingkari dzikir karena hal itu merupakan kekufuran. Namun yang di ingkari adalah model dan perkumpulan dzikir yang tidak pernah disyariatkan semasa nabi. Kalau bukan begitu, lantas apa yang di ingkari oleh Abdullah bin Mas’ud pada mereka? Bukankah yang beliau ingkari adalah perkumpulan yang pada hari tertentu, bilangan dzikir yang dibikin-bikin, itu semua ditentukan oleh ketua halaqoh tersebut dan hasil ciptaannya saja. Seakan-akan dia adalah pembuat syari’at guna melawan Allah! “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak di izinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.” (QS. Asy-Syu’ara : 21)

Ketiga, Setelah sempat hilang maka bid’ah ini muncul kembali setelah wafatnya sahabat Abdullah bin Mas’ud sekitar tahun 32 atau 33 H.

Abdullah bin Khabbab bin Art, pernah duduk bersama beberapa orang yang memimpin dzikir mereka, maka ketika ayahnya Khabbab bin Art melihatnya berbuat demikian, ia pun memanggilnya dan mengambil sebuah cambuk untuk memukul kepala putranya itu, lalu putranya bertanya : Mengapa engkau memukulku? “karena engkau duduk bersama orang-orang amaliqah” jawab ayahnya.95

Keempat, Dari Abu Utsman An-Nahdi dia berkata: Seorang pembantu Umar bin Khathab melaporkan kepadanya bahwa disana ada sekelompok orang, mereka berkumpul berdo’a bersama-sama mendoakan kebaikan untuk kaum muslimin dan pemimpin mereka. Lalu Umar menulis surat kepadanya yang isinya: “hendaklah kamu bersama mereka datang menghadap kepadaku.” Ketika mereka akan menghadap kepada Umar, beliau berkata kepada penjaga pintu, “sediakan cambuk!”, tatkala mereka datang menjumpai Umar, sang pemimpin mencambuk mereka.”96

Sikap sahabat Umar ini tidak ditentang oleh seorang sahabatpun, karena mereka tahu bahwa dzikir adalah ibadah dan harus ada tuntunan, tentunya larangan tersebut dalam rangka membendung perbuatan bid’ah. Umar bin Khathab bukan melarang mendoakan kebaikan untuk kaum muslimin dan pemimpinnya karena hal itu termasuk sunnah, tetapi beliau melarang caranya yaitu dengan berkumpul dan berdo’a bersama-sama. Prinsip ini hendaknya diperhatikan agar tidak salah faham.97

Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid menerangkan “sikap sahabat Umar diatas menunjukkan bahwa dzikir jama’i atau dzikir bersama mencakup dzikir dan do’a secara umum dibeberapa tempat, baik ibadah secara umum atau tertentu, wirid-wirid tertentu, setelah sholat wajib, ditempat-tempat ketika menjalankan ibadah haji, bertalbiyah ketika haji, takbir pada hari raya dan lainnya.98

“Pendapat yang aku pilih perihal imam dan makmum, hendaknya keduanya berdzikir kepada Allah setiap usai sholat wajib tanpa mengeraskan dzikir, kecuali bagi seorang imam yang berkewajiban untuk mengajarkan kepada para makmumnya. Hingga ketika imam melihat mereka telah mampu, diapun kembali berdzikir dengan suara pelan. Karena Allah berfirman “dan janganlah kamu

Page 23: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

mengeraskan suaramu dalam sholatmu dan janganlah pula merendahkannya…Al Israa’:110 ” (Perkataan Imam Syafi’i dalam Al Umm)

Beberapa Syubhat dan Jawabannya 99

Soal pertama

Bukankah Dzikir bersama itu lebih utama ?

Jawab:

Jika hal itu benar maka Rasulullah sholallahu Alaihi Wa Sallam adalah orang yang paling berhak untuk melakukannya. Ternyata tidak ada riwayat yang menyebutkan beliau melakukan hal itu.

Soal kedua

Bukankah dzikir bersama itu sudah menjadi trend masyarakat dan biasa dikerjakan orang banyak ?

Jawab:

Yang menjadi hujjah adalah ajaran syariat beserta dalilnya untuk menyanggah atau menetapkan sesuatu. Adapun menjadikan pendapat orang banyak atau mengikuti mereka dalam urusan agama tidak lain hanyalah membuka pintu kesesatan.

Allah berfirman :

“dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan-Nya.” 100

Abdullah bin Al hasan menjelaskan bahwa banyaknya orang-orang jahil dan para penganut bid’ah yang mendominasi ditengah masyarakat, juga karena gencarnya mereka menyebarkan kebid’ahan tidak bisa menjadi hujjah untuk membantah ajaran As-Sunnah dan Syariat.

Soal ketiga

Dzikir bersama adalah sarana dan hukum yang menjadi tujuannya. Sementara tujuan dari dzikir berjama’ah adalah beribadah kepada Allah

Jawab:

Kaidah tersebut tidak bisa berlaku untuk seluruh kasus. Kaidah itu memiliki ruang aplikasi yang terbatas pada hal-hal yang disebutkan oleh syariat saja, baik sebagai sarana ataupun tujuannya. Diantara bukti yang menunjukkan hal itu adalah bahwa ada suatu amalan yang hukumnya mubah, bahkan wajib, namun disisi lain sarana yang digunakan adalah makruh atau haram, seperti orang yang mengusahakan air wudhu dengan jalan merampas atau mencuri.

Hal itu bisa dibuktikan pula dengan melihat amaliah kaum salafus sholeh. Mereka melakukan semua amal ibadah dengan sangat hati-hati, tanpa membedakan mana sarana dan mana yang merupakan tujuan.

Untuk melihat fatwa-fatwa para ulama 101 untuk masalah dzikir berjamaah ini silakan membaca buku yang berjudul Dzikir berjama’ah antara Sunnah dan Bid’ah yang ditulis DR. Muhammad bin Abdirrahman Al-Khumais

Poin ke delapan: Sunnah membaca do’a Qunut dalam sholat witir

Di sunnahkan membaca do’a Qunut dalam Sholat Witir. Hukumnya Sunat bukan wajib. Dibaca sebelum ruku’ dan boleh pula dibaca setelah ruku’ (raka’at terakhir).102 Dilakukan dengan mengangkat kedua tangan, dibaca dengan keras dan makmum mengaminkan, dan tidak mengusap ke muka setelah selesai pembacaan do’a Qunut.

Bacaan qunut Witir :

“Allahummah dinii fiiman hadait, wa aafinii fiiman aafait, wa tawallanii fiiman tawallait wabarik lii fiima a’thoit, waqinii syarromaa qodhoit, [fa] innaka taqdhii walaa yuqdhoo alaik,[wa] innahu laa yadzillu man waalait, [walaa yaizzuman aadait], tabarokta robbanaa wata aalait, [walaa manjaa minka illaa ilaik].”103

Page 24: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

“Ya Allah berilah aku petunjuk bersama hamba-hambamu yang telah engkau beri petunjuk. Berilah aku keafiatan bersama hamba-hamba yang engkau beri keafiatan, lindungilah aku bersama hamba-hamba yang Engkau lindungi, berkahilah apa yang Engkau berikan kepadaku. Jauhkanlah aku dari kejelekan yang telah Engkau taqdirkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menetapkannya dan tidaklah Engkau dikenai ketetapan. Sungguh tidak akan terhina hamba yang Engkau cintai. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha suci Engkau wahai Rabb kami dan maha tinggi. Tidak ada keselamatan dari siksaMu kecuali dengan kembali kepadamu.”

Kata ganti Nii (semisal dinii, aafini, tawallanii,dan waqinii) diganti dengan naa sekedar mengganti kata ganti “saya” menjadi “kami”, hal ini diperuntukkan bila ia menjadi imam, karena ia sedang berdo’a untuk dirinya dan orang di belakangnya. Begitupula kata ganti Lii seperti pada wabariklii menjadi wabariklanaa.104 Dan jika menambah dengan sesuatu do’a yang dibutuhkan maka tidaklah mengapa, tetapi jangan memperpanjang sehingga menyusahkan para makmum, atau menjadikan mereka bosan. Karena Nabi saw pernah marah kepada Mu’adz saat ia memanjangkan bacaan ketika berdiri dalam sholat dan menjadi Imam. Beliau saw bersabda : “apakah engkau hendak membuat fitnah wahai Muadz ?” 105

Poin kesembilan : Wajib berniat puasa Romadhon semenjak malam hari dan tidak perlu diucapkan dengan lisan

Niat puasa Romadhon wajib semenjak malam hari. Sebagaimana sabda Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam : “Barang siapa yang tidak berniat untuk melakukan puasa (wajib) sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.”106

Namun tidak perlu dikeraskan. Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan berkata: “tidak boleh melafalkan niat dengan lisan karena tidak ada perintahnya dari nabi sholallahu alaihi wasallam dan juga para sahabat. Mereka tidak mengucapkan “saya niat akan puasa… Berkata Ibnu Taimiyah : “Setiap orang yang mengetahui bahwa besok adalah Romadhon dan ingin berpuasa maka dia telah berniat. Inilah yang kebanyakan dilakukan oleh kaum muslimin.” 107

Seandainya melafadzkan niat itu disyariatkan niscaya Rasulullah saw menerangkan kepada umatnya baik itu berupa perkataan maupun perbuatan. Penulis mengatakan hal ini memang berat bagi mereka yang telah terbiasa mengeraskan niat, Bukan kami membenci mereka justu kecintaan dan kasih sayang kami kepada mereka untuk mengatakan demikian agar mereka bersama-sama dalam sebuah bingkai syariat yang bernilai kebaikan. Semoga Allah memudahkan.

Page 25: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Poin kesepuluh: Perkara penting yang harus diperhatikan oleh imam dan jama’ah sholat

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh imam dan juga jama’ah sholat.

1. Cara membaca Ayat Al-Qur’an dalam sholat. Hendaknya ayat-ayat Alqur’an dibaca dengan tartil 108 dan tadabbur sehingga jelas panjang pendeknya serta tidak mengubah arti ayat. Beliau Sholallahu alaihi wasallam membaca dengan memenggal menggal, berhenti untuk setiap ayat. Misalnya membaca : “Alhamdulillahi Rabbil aalamiin (berhenti). Ar Rohmaanir Rohiim (berhenti). Maaliki Yaumid diin (berhenti)…109

2. Hendaknya menyempurnakan Ruku’ dan sujud. Abu Hurairah meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya manusia yang paling jelek cara malingnya adalah orang yang mencuri dari sholatnya.” Mereka bertanya : “wahai Rasulullah, bagaimana ia bisa mencuri dari sholatnya ? “beliau menjawab : “bisa, yaitu ketika ia tidak menyempurnakan ruku’ dan sujud.”110

3. Menjaga kekhusyuan dan kehadiran hati dalam Sholat. Ammar bin Yasir meriwayatkan bahwa beliau berkata : aku pernah mendengar Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam bersabda : “sesungguhnya seorang hamba itu terkadang sholat, namun hanya dicatat ganjarannya sepersepuluh, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperempat, sepertiga, atau setengahnya.”111

4. Memperhatikan kondisi jama’ah. Abu Hurairah meriwayatkan bahwasanya nabi Sholallahu alaihi wasallam bersabda : “apabila salah seorang diantara kalian mengerjakan sholat bersama orang banyak, maka persingkatlah (ringankanlah) karena diantara mereka ada yang lemah, sakit dan berusia lanjut. Apabila dia mengerjakan sholat sendirian, maka panjangkanlah sesuka hatinya.”112 Akan tetapi perlu diingat, bahwa “meringankan” merupakan suatu perkara yang relatif. Bisa saja menurut sebagian orang pelaksanaan sholatnya terasa panjang, sedangkan menurut yang lain terasa pendek, begitu juga sebaliknya. Oleh karenanya, hendaklah bagi imam dalam hal ini mencontoh yang dilakukan nabi Shalallahu alaihi wasallam. Hendaklah dikembalikan kepada sunnah, bukan pada keinginan imam dan tidak juga kepada keinginan makmum.113 Harus dijelaskan disini bahwa yang dikerjakan oleh kebanyakan imam untuk meringankan sholat mereka adalah tidak benar. Karena begitu ringannya, sampai makmum tidak bisa mengikuti gerakan mereka dan tidak bisa thuma’ninah. Para makmum juga tidak sempat membaca dzikir-dzikir yang telah ditetapkan pada setiap rukun. Imam harus melakukan ruku’ dan sujud yang memungkinkan makmum membaca tasbih dengan tenang dan tidak tergesa-gesa.114

Page 26: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 5

JUMLAH RAKA’AT SHOLAT MALAM DI BULAN ROMADHON

Tidak dipungkiri lagi bila kita memasuki bulan Romadhon maka pertanyaan-pertanyaan seperti dibawah ini selalu mengusik hati kita. Diantaranya: berapa jumlah raka’at sholat tarawih yang harus kami lakukan? apakah sholat tarawih witir 23 raka’at tidak memiliki dasar? Apakah kita boleh mengerjakan sholat malam lebih dari 11 raka’at dan boleh juga kurang dari 23 raka’at? Apakah sholat malam itu tidak terbatas? Persoalan seperti itu selalu berulang setiap tahunnya seakan akan pada tahun yang lalu permasalahan itu masih menjadi “PR” bagi kaum muslimin untuk dijawab tahun depan begitu seterusnya. Maka dengan mengharap keridhoan Allah saya berusaha menjabarkan hal itu berdasarkan pengetahuanku saat ini, mudah-mudahan ini bermanfaat bagi kaum muslimin dan dapat menjawab kehausan para pencari kebenaran.

Bila kita berbicara masalah raka’at sholat tarawih maka pembagian terbaik nampaknya kita harus membagi periodisasi menjadi 2 bagian yakni dimasa Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam dan dimasa selain itu yakni era para shahabat, tabi’in dan generasi dibawahnya.115

a. Periodisasi Rasulullah

Rasulullah telah melakukan beberapa variasi dalam melakukan sholat malam sebagaimana dibawah ini.

Kaifiyat pertama

13 raka’at (2 dan 2,2,2,2,2 dan 1), membukanya dengan sholat 2 raka’at ringan lalu mengerjakan 2 raka’at 1 salam selama 5 kali dimana dalam pengerjaannya dari yang paling panjang pelaksanaannya menuju yang ringan/pendek. kemudian berwitir 1 raka’at.116

Kaifiyat kedua

13 raka’at (2,2,2,2 dan 5), dikerjakan sebanyak 8 raka’at dengan mengucapkan salam setiap 2 raka’at lalu mengerjakan witir 5 raka’at dengan sekali salam.117

Kaifiyat ketiga

11 raka’at (2,2,2,2,2 dan 1),dikerjakan sebanyak 10 raka’at dengan mengucap salam setiap 2 raka’at lalu ditutup dengan witir 1 raka’at.118

Kaifiyat ke-empat

11 raka’at (4,4 dan 3),dikerjakan 4 raka’at dengan sekali salam l , lalu 4 raka’at sekali salam lalu ditutup witir 3 raka’at.119

Kaifiyat kelima

11 raka’at , dikerjakan 8 raka’at dengan melakukan tasyahud awal pada raka’at ke 8 lalu bangkit tanpa mengucapkan salam untuk mengerjakan sholat witir 1 raka’at baru kemudian mengerjakan salam. Itulah 9 raka’at, lalu ditutup dengan dua raka’at yang dikerjakan sambil duduk120.

Kaifiyat ke enam

9 raka’at , dikerjakan 6 raka’at dengan melakukan tasyahud awal pada raka’at ke enam lalu bangkit tanpa mengucapkan salam untuk mengerjakan sholat witir 1 raka’at baru kemudian mengucapkan salam. Lalu ditutup dengan 2 raka’at yang yang dikerjakan sambil duduk.121

Itulah kaifiyat yang dinukil secara shahih dari Rasulullah sholallahu alaihi wasallam. Adapun pengerjaan 5 atau 3 raka’at witir tersebut boleh dikerjakannya dengan satu salam saja sebagaimana pada kaifiyat kedua. Dan boleh juga mengucapkan salam setiap 2 raka’at sebagaimana kaifiyat ketiga dan lainnya dan itulah yang lebih utama.

Page 27: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Adapun sholat witir 5 raka’at dan 3 raka’at dengan melakukan tasyahud setiap kali 2 raka’at tanpa salam, pada asalnya boleh saja122, namun Rasulullah telah melarang mengerjakan witir sebanyak 3 raka’at menyerupai sholat maghrib. Oleh sebab itu bagi yang hendak berwitir dengan 3 raka’at dianjurkan agar tidak mengerjakan seperti sholat maghrib. Hendaklah melakukan kaifiyat berikut ini:

Pertama : Bertasyahud lalu mengucapkan salam pada raka’at kedua kemudian melanjutkan satu raka’at lagi, inilah kaifiyat yang paling utama.

Dasarnya adalah hadits Abdullah bin umar bahwa ia menceritakan: “Nabi biasa memisahkan antara raka’at genap dan ganjil dengan salam yang dapat kami dengar.123 Al-Albani menyatakan; hadits ini memiliki riwayat penguat yang marfu’. Dari Aisyah diriwayatkan bahwa Nabi saw biasa melakukan witir dengan memisahkan antara dua raka’at dengan satu raka’at. Sanadnya shahih berdasarkan persyaratan Bukhari dan Muslim. Al-Albani menisbatkan hadits ini kepada Ibnu Abi Syaibah. Lihat Irwaul Ghalil (II:150) karya Al-Albani.124

Telah diriwayatkan dengan shahih dari Abdullah bin Umar secara mauquf. Dari Nafi’, bahwa Abdullah bin Umar biasa melakukan witir dengan salam antara dua raka’at pertama dengan satu raka’at terakhir, sehingga beliau sempat memerintahkan beberapa hal dari kebutuhannya.125 Hadits Mauquf itu bisa menguatkan hadits marfu’. Berkata DR. Said bin Ali bin Wahf Al-Qothoni : “penulis sendiri pernah mendengar guru kita Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menyatakan tentang witir 3 raka’at, bahwa itu dilakukan dengan dua kali salam: “itu lebih utama, bagi orang yang ingin sholat tiga raka’at dan inilah yang mendekati kesempurnaan.”126

Kedua : Tidak bertasyahud awal pada raka’at kedua hanya bertasyahud pada raka’at terakhir lalu salam.127

Hadits-hadits yang menunjukkan bolehnya mengerjakan sholat malam dengan bentuk yang lain. Diantaranya adalah hadits-hadits yang menunjukkan jumlah raka’at witir (1,3,5,7,9) 128

Witir 1 raka’at

“Sholat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Dan jika kamu khawatir tiba waktu shubuh, maka kerjakanlah sholat witir 1 raka’at.129

Witir 3 raka’at

Lihat uraian diatas berkaitan witir 3 raka’at

Witir 5 raka’at

Anda mengerjakan 5 raka’at itu secara bersambungan tanpa duduk tahiyat kecuali di akhir raka’at saja. Dalam riwayat Aisyah: “sesungguhnya Nabi Sholallahu Alaihi Wa sallam pernah mengerjakan witir 5 raka’at dan beliau tidak duduk tahiyat kecuali di akhir raka’at.”130

Witir 7 Raka’at

Anda holat dengan 7 raka’at langsung secara bersambungan, tidak duduk tahiyat kecuali pada raka’at keenam, lalu membaca tahiyat, lalu berdiri dan tidak salam, untuk selanjutnya mengerjakan raka’at ketujuh dan kemudian salam. (lihat kaifiyat 6 )

Witir 9 raka’at

Anda Sholat 9 raka’at secara bersambungan, tidak duduk kecuali pada raka’at kedelapan untuk bertasyahud. Kemudian mengerjakan raka’at yang kesembilan dan duduk pada raka’at ini untuk melakukan tasyahud akhir lalu salam.( Lihat kaifiyat 5 )

b. Periodisasi setelah Rasulullah

Ada beberapa riwayat yang menerangkan hal ini, dalam hal ini saya akan menyebutkan riwayat 11 dan 21 atau 23 raka’at kemudian akan saya sebutkan beberapa variasi sholat malam di bulan Romadhon yang disebutkan oleh ulama-ulama salaf.

Page 28: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

11 raka’at

Dari Muhammad bin yusuf, dari As-Saib bin Yazid bahwasanya beliau menuturkan : “Umar memerintahkan kepada Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad-Dari untuk mengimami manusia (sholat tarawih) 11 raka’at.” Beliau melanjutkan: “dan kala itu, seorang qori/imam biasa membaca ratusan ayat sehingga kami terpaksa bertelekan pada tongkat kami karena terlalu lama berdiri. Lalu kami baru bubar sholat menjelang fajar.”131

21 atau 23 raka’at

Al-Imam al-Hafidz Al-Baihaqi berkata : “kami diberi kabar oleh Abu Abdillah Al-Husain bin Muhammad bin al-Husain bin Fanjawih al-Dinawari di Dimighan, dia berkata, kami diceritai oleh Ahmad bin Muhammad bin Ishaq al-Sunni, dia berkata, kami diberi berita oleh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz al-Baghawi, dia berkata, kami diceritai oleh Ali bin al-Ja’d, dia diberi berita oleh Ibnu Abi Dzi’b, dari Yazid bin Khushaifah dari Saib bin Yazid, dia berkata : “para sahabat sholat malam pada masa Umar bin Khatab pada bulan romadhon dengan 20 raka’at.”132

Perlu diketahui, selain Ibnu Khushaifah tadi, ada perawi lain, yaitu Al Harits Ibn Abdurrahman ibn Abi Dzubab yang meriwayatkan dari Saib bin yazid, bahwa sholat tarawih pada masa Umar 23 raka’at.133

Selanjutnya 23 raka’at diriwayatkan juga dari Yazid ibn Ruman secara mursal.134 Karena ia tidak menjumpai zaman Umar. Yazid bin Ruman adalah mawla (mantan budak) sahabat Zubair ibn Al awam (36H), ia salah seorang qurra’ Madinah yang tsiqot tsabt (meninggal pada tahun 120 H atau 130 H). Ia memberi pernyataan, bahwa masyarakat (Madinah) pada zaman Umar telah melakukan qiyam Romadhon dengan bilangan 23 raka’at.135

Abdurrazzaq meriwayatkan dari Muhammad bin Yusuf dengan lafadz “21 raka’at”136

Jumlah raka’at diluar kedua bilangan itu

Muhammad bin Nashr al-Mirwazi, dalam kitabnya Qiyam Romadhon, menuturkan : “aku bertanya kepada Ahmad bin Hanbal tentang jumlah raka’at yang ia lakukan pada sholat Qiyam Romadhon. Saat itu, ia (Imam Ahmad) menjawab, “Dalam masalah ini banyak variasinya sampai sekitar 40 variasi . Sebab sholat tersebut tidak lain hanyalah sholat sunnah biasa. “ Kemudian Ibnu Nashr menuturkan, Ibnu Ishaq pernah berkata, “kami memilih (sholat tarawih) 40 raka’at dengan bacaannya yang pendek.”

Ibnu Taimiyah berkata : “sesungguhnya jumlah raka’at Qiyam Romadhon (sholat tarawih) itu tidak memiliki batasan yang jelas dari nabi sholallahu alaihi wasallam meskipun ada keterangan bahwa nabi sholallahu alaihi wasallam melakukan sholat malam pada bulan romadhon dan pada bulan-bulan lainnya tidak lebih dari 13 raka’at. Tetapi dalam sholat tersebut, beliau memanjangkan bacaannya (sehingga berdirinya lama). Baru kemudian, ketika Umar mengumpulkan orang-orang untuk bermakmum kepada Ubay bin Ka’ab dalam sholat tersebut, Ubay melakukannya dengan 20 raka’at lalu witir 3 raka’at. Dalam sholat itu, Ubay memendekkan bacaannya sesuai dengan jumlah raka’at yang ditambahnya. Hal itu bertujuan untuk meringankan para jama’ah daripada memperpanjang satu raka’at. Para Ulama salaf sendiri ada yang melakukan sholat tarawih dengan 40 raka’at dan witir 3 raka’at, ada juga yang melakukannya dengan 36 raka’at dan witir 3 raka’at. Semua ini boleh. Berapa saja jumlah raka’at yang dilakukan imam pada sholat tarawih itu semua bagus. Sedangkan nilai keutamaannya itu berbeda sesuai dengan kondisi para jama’ahnya masing-masing. Jika dia sholat tarawih dengan 10 raka’at lalu 3 raka’at setelahnya, tetapi berdirinya lama (dikarenakan bacaannya panjang), sebagaimana yang dilakukan Nabi sholallahu alaihi wasallam sendiri pada bulan Romadhon dan pada bulan lainnya, maka itu afdhal. Jika dia tidak mampu melakukannya dengan bacaan yang panjang, tetapi dia melakukannya dengan 20 raka’at, maka itu juga afdhal. Dan inilah yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin.137

Page 29: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Ringkasan variasi qiyamu romadhon

1. 11 raka’at ( 8 + 3 witir), riwayat Malik dan Said bin Manshur

2. 13 raka’at (2 raka’at ringan + 8 + 3 witir), riwayat Ibnu Nashr dan Ibnu Ishaq atau (8+3+2) atau (8+5) menurut riwayat Muslim

3. 19 raka’at (16 + 3 )

4. 21 raka’at (20 + 1) riwayat Abdur Razaq

5. 23 raka’at (20 + 3) riwayat Malik, Ibnu Nashr dan Al Baihaqi. Demikian ini adalah madzhab Abu Hanifah, Syafi’I, Ats-Tsauri, Ahmad, Abu Daud dan Ibnul Mubarak.

6. 29 raka’at

7. 39 raka’at (36 + 3), madzhab Maliki atau (38 +1)

8. 41 raka’at (38 + 3), riwayat Ibnu Nashr dari persaksian Shalih mawla al Tau’mah tentang sholatnya penduduk madinah, atau (36 + 5) seperti dalam Al Mughni (2/167)

9. 49 raka’at (40 + 9), 40 tanpa witir adalah riwayat Al Aswad bin Yazid

10. 34 raka’at tanpa witir (di Bashrah Iraq)

11. 24 raka’at tanpa witir (dari Said bin Jubair)

12. 16 raka’at tanpa witir

Page 30: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Apakah anda setuju ?

Tahajuuud diambil dari kata al-hujud yang diartikan tidak tidur. Dikatakan untuk sholat malam tahajjud. Dikatakan pula al-hajid artinya orang yang sholat dimalam hari. Jamaknya hujud dan hujjad. Ar-Raghib berkata, “Al-Mutahajjid artinya orang yang sholat dimalam hari. Sebagian ahli berpendapat bahwa tahajud dilakukan setelah tidur. Atas dasar ini, maka orang yang tahajud adalah orang yang bangun tidur untuk melaksanakan sholat. Dikatakan kepadanya mutahajjidan karena dia meninggalkan tidur. Kesimpulannya: tidak disebut tahajud kecuali setelah tidur di malam hari, sekalipun sebentar. Inilah pendapat sekelompok salaf, dikutip oleh as-Safarayini dari ulama madzhab Hambali, Al-Qurthubi dan yang lainnya.

Tetapi sholat malam (qiyamul Lail) lebih umum dari pada sholat tahajud. Ia berlangsung dari terbenam matahari hingga terbit fajar. Sedangkan tahajud khusus bagi orang yang sholat setelah tidur. Shalat malam adalah lafazh yang umum bagi orang yang sholat dimalam hari, baik sebelum tidur maupun sesudahnya, sekalipun antara maghrib dan isya. Pernyataan ini dikatakan oleh Al-Bahuti.

Apakah sholat witir termasuk tahajud atau bukan ? Jika dilakukan sesudah tidur, maka termasuk tahajud. Jika dilakukan sebelum tidur, dia termasuk sholat malam (qiyamul lail). Wallahu a’lam. Demikian uraian Syaikh Muhammad Shaleh al-Khuzaim dalam shifati sholat Qiyamil Lail

Sholat malam (sholat lail) bisa dikerjakan sebelum tidur ataupun sesudah tidur,terdiri dari sholat yang memiliki raka’at genap dan raka’at ganjil, Raka’at ganjil ini memiliki nama khusus yakni sholat witir. Sedangkan raka’at genap tidak memiliki nama khusus melainkan ketika dikerjakan dibulan Romadhon bernama sholat tarawih walaupun terkadang ketika disebut tarawih,witir sudah termasuk pula di dalamnya. Sedangkan ketika rakaat genap dikerjakan setelah tidur memiliki nama khusus yakni sholat tahajud. Tetapi kesemua itu adalah sholat malam.

Page 31: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 6

BEBERAPA KESAKSIAN PELAKU SEJARAH MENGENAI

BILANGAN RAKA’AT SHOLAT MALAM

DI BULAN ROMADHON

1. Imam Atho’ ibn Abi Rabah138 [wafat 114 H ] , beliau berkata : “saya telah mendapati orang-orang (masyarakat mekah) pada malam romadhon sholat 20 raka’at dan 3 raka’at witir.”139

2. Imam Nafi’ al Qurasyi140 [wafat 117 H ], beliau berkata : “saya mendapati orang-orang (masyarakat madinah) mereka sholat pada bulan romadhon 36 raka’at dan witir 3 raka’at.”141

3. Daud bin Qais bersaksi, “saya mendapati orang-orang di Madinah pada masa pemerintahan Aban ibn Utsman Ibn Affan al Umawi [amir madinah, wafat 105 H ] dan khalifah Umar bin Abdul Aziz [wafat 101 H ] melakukan qiyamul lail (Romadhon) sebanyak 36 raka’at ditambah 3 witir.”142

4. Imam Malik ibn Anas [wafat 179 H ] yang menjadi murid Nafi’ berkomentar,”apa yang diceritakan oleh Nafi’, itulah yang tetap dilakukan oleh penduduk Madinah. Yaitu apa yang dulu ada pada zaman Utsman bin Affan.”143

5. Imam Syafi’i, murid Imam Malik yang hidup antara tahun 150 hingga 204 H, mengatakan, “saya menjumpai orang-orang di Mekkah. Mereka sholat 23 raka’at. Dan saya melihat penduduk Madinah, mereka sholat 39 raka’at, dan tidak ada masalah sedikitpun tentang hal itu.”144

Penulis mendapat masukan dari teman penulis145, dia menulis : “Sebenarnya mengenai kesaksikan pelaku sejarah ini perlu diterangkan juga sanadnya dan kedudukan dari atsar tersebut (shohih, hasan, atau dhoif) dan juga apakah hal itu bisa dijadikan hujjah. Hal ini penting karena ini adalah masalah hukum, dan sudah lazim bahwa para ulama ahlul hadits biasa mempersulit.”

Page 32: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 7

APAKAH ROKA’AT SHOLAT MALAM ITU DIBATASI ?

Pada pasal berikut ini kita akan melihat perbincangan para ulama mengenai batasan roka’at sholat malam. Dalam hal ini penyusun melihat bahwa Al muhaddits Syaikh Nashiruddin Al Albani berpendapat bahwa sholat malam itu dibatasi dengan jumlah 11 raka’at dan harus berkonsisten dengan itu akan tetapi boleh seseorang mengerjakan kurang dari itu. Beliau berargumen dengan hadits Aisyah yang berbunyi “nabi sholallahu alaihi wasallam tidak melakukan sholat malam pada bulan romadhon dan bulan lainnya lebih dari 11 raka’at”146 Sedangkan beberapa ulama-ulama yang lain mengemukakan beberapa hadits menunjukkan bahwa sholat malam itu tidak dibatasi diantaranya:

“Sholat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Apabila salah seorang diantaramu khawatir akan kedapatan waktu shubuh, hendaknya ia berwitir satu raka’at, sebagai penutup dari sholat yang dilakukan sebelumnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam shahihnya dari Ibnu Umar

“Ada seorang lelaki menemui Rasulullah sholallahu alaihi wasallam, yang saat itu beliau sedang berkhutbah, seraya bertanya, “bagaimana sholat lail itu?” beliau menjawab, “dua raka’at-dua raka’at. Jika engkau khawatir tiba waktu shubuh, maka witirlah satu raka’at, hal itu menjadi penutup bagimu dari sholat yang telah engkau kerjakan.” Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari dalam shahihnya

Berkaitan dengan dua hadits di atas, penyusun katakan bahwa beberapa ulama memahami sholat lail itu dikerjakan 2 raka’at-2 raka’at inilah yang utama sedangkan ada ulama lain menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa sholat lail tidak memiliki batasan raka’at berapa banyaknya. Lihatlah Rasulullah sendiri tidak menyebutkan batasannya kepada orang yang bertanya kepada beliau. Beliau selain menunjukkan cara pengerjaannya juga mengatakan waktu pengerjaannya sampai tiba masuk waktu shubuh. Ini memungkinkan seseorang untuk menambah jumlah raka’at melebihi 11 raka’at Hal ini diperkuat dengan beberapa riwayat di bawah ini yang mendukung keboleh jadian itu 147

Dari Qois bin Thalq dia berkata, “pada suatu hari di bulan Romadhon, Thalq bin Ali pernah berkunjung kepada kami hingga sore hari, lalu berbuka puasa bersama. Pada malam itu beliau mengerjakan qiyamul lail dan melakukan sholat witir bersama kami. Setelah itu dia kembali ke masjidnya, lalu mengerjakan sholat bersama sahabat-sahabatnya. Ketika tinggal sholat witirnya saja, beliau mempersilakan seseorang untuk maju ke depan (jadi imam). Lalu berkata, “silakan sholat witir bersama sahabat-sahabatmu, karena aku mendengar Rasulullah sholallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada dua witir dalam satu malam.”148

Rasulullah bersabda: “Sholat itu sebaik-baik perbuatan ( ibadah ). Siapa saja boleh melakukannya dengan raka’at yang sedikit atau banyak.” Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam al Mu’jam al Ausath dari Abu Hurairah. Di pinggir hadits itu, Al AlQami memberi tanda, “hadits ini shahih.” Hadits dengan matan serupa dikeluarkan pula oleh imam Ahmad dan Al Bazzar dari hadits Ubaid bin Al-Hashas dari Abu Dzar. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ibnu hibban dalam kitab shahihnya dari hadits Abu Idris Al-Khulani dari Abu Dzar, sebagaimana tercantum dalam kitab Al -Talkhis al- Habir karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani. Hadits ini disetujui keshahihannya oleh Al-Hafizh Al-Iraqi dalam kitabnya al mughni. Kemudian Al Hafizh Ibnu Al ‘Iraqi dalam kitabnya Tahr al-Tatsrib, begitu juga Ibnu Hibban dan Al Hakim, menilai hadits tersebut sebagai hadits yang shahih.149

Namun untuk hadits diatas penulis katakan hadits itu terlalu umum untuk dijadikan dalil. Hadits itu tidak bisa dijadikan patokan secara umum untuk menentukan dalil bahwa sholat malam tidak dibatasi. Padahal

Page 33: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

ada sholat-sholat yang dianggap bid’ah oleh para ulama seperti sholat nisfu sya’ban, sehingga dikatakan: bagaimana sholat nisfu sya’ban menjadi bid’ah bukankan sholat itu termasuk ibadah yang utama ? Terlihat bukan jika kita berpegang kepada keumuman hadits ini.150

Abdullah bin Ahmad berkata: “saya melihat bapakku (Imam Ahmad) sholat dibulan Romadhon dengan jumlah raka’at yang tak terhitung.151

Maka inilah yang rajih (terpilih) bagi diri penulis sebagaimana perkataan Al Qodhi Iyadh152 yang juga di ikuti oleh Imam An-Nawawi sekaligus ia menyepakatinya.

Wallahu a’lam

Page 34: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 8

MENELUSURI PENTARJIHAN Al ALBANI

Setahu saya, pembahasan sholat tarawih dengan menggunakan metode tarjih yang paling baik sampai saat ini adalah yang dilakukan oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu ta’ala. Beliau memiliki kitab yang bermutu tinggi dalam kajian ini yakni sholatu at-tarawih, lalu disusul dengan ringkasannya yang berjudul Qiyaamu Romadhon, beliau juga menulis permasalahan ini dalam Tamamul minnah fit- Ta’liq ‘ala Fiqhus Sunnah suatu karya tersendiri dalam mengomentari kitab Fiqhus Sunnah karya Sayyid Sabiq.

Dibawah ini adalah poin-poin tarjih beliau dalam mengunggulkan sholat 11 raka’at dan menolak sholat malam lebih dari jumlah tersebut

1. Nabi Saw tidak pernah sholat tarawih lebih dari 11 raka’at.

2. Umar ra pernah memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad-Dari untuk mengimami manusia sholat tarawih 11 raka’at sesuai dengan sunnah yang shahih.153

3. Bahwa riwayat Umar, “manusia dahulu di Zaman Umar ra melakukan sholat 20 raka’at dibulan Romadhon” adalah riwayat yang Syadz (ganjil), lemah dan menyelisihi riwayat rawi yang tsiqoh (dipercaya) yang meriwayatkan 11 raka’at. Dan bahwa Umar ra memerintahkan yang demikian (sholat 11 raka’at)

Riwayat syadz yang dimaksud adalah riwayat Abdur-Razzaq lewat jalur yang lain dari Muhammad bin Yusuf, dengan lafazh :” 21 raka’at”. Juga atsar yang diriwayatkan oleh Al-Firyabi dalam “Ash-Shiyam” (76:1) dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan” (II:496) dari jalur Yazid bin Khusaifah dari Saib bin Yazid, bahwa beliau berkata: “mereka biasa sholat di masa Umar bin Khattab ra pada bulan Romadhon sebanyak 20 raka’at.”

4. Seandainya riwayat Syadz (20 raka’at) itu shahih, tentu mengamalkan riwayat yang shahih (11 raka’at) lebih utama karena kesesuaiannya dengan sunnah dalam jumlah raka’atnya. Apalagi tidak terdapat keterangan dalam riwayat tersebut bahwa Umar ra memerintahkan sholat 20 raka’at, akan tetapi manusialah yang melakukan demikian. Hal ini berbeda dengan riwayat yang shahih (11 raka’at) yang terdapat padanya perintah Umar agar manusia menegakkan sholat tarawih sebanyak 11 raka’at.

5. Juga apabila riwayat Syadz tersebut shahih, tetap tidak ada keharusan untuk selalu mengamalkannya, dan meninggalkan beramal dengan riwayat shahih yang mencocoki sunnah. Apalagi kalau orang yang mengamalkannya dianggap telah keluar dari Al Jama’ah! Akan tetapi faidah terpenting yang dapat dipetik adalah bolehnya sholat 20 raka’at dengan penekanan bahwa apa yang dilakukan dan dibiasakan oleh Rasulullah saw lebih afdhal (utama)

6. Kami jelaskan juga, tidak ada satupun hadits riwayat 20 raka’at yang shahih dari para sahabat yang mulia.

7. Juga kami jelaskan batilnya anggapan bahwa para sahabat telah ijma’ (sepakat) atas sholat tarawih 20 raka’at.

8. Dan kami jelaskan pula dalil yang mengharuskan untuk berpegang dengan jumlah yang shahih yang terdapat di dalam As-Sunnah. Dan kami jelaskan pula siapa saja dari kalangan ulama yang mengingkari sholat tarawih lebih dari 11 raka’at. Serta faidah-faidah lainnya yang jarang terhimpun dalam sebuah kitab.

Bagi siapa saja yang ingin memperdalam pengkajian tarjih hendaknya mempelajari karya-karya Al-Albani di atas, juga karya-karya murid beliau diantaranya adalah Shifat shaum an-nabi sholallahu alaihi wasallam fii romadhon karya Syaikh Salim ‘Id al-Hilaly dan Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid serta karya yang lain dari Syaikh Ali Hasan yang berjudul Al-Kasyfuh-Sharih ‘an Ighlaathi ash-Shabuni fii Shalatit-Tarawih, serta karya Imam As-Suyuthi yang berjudul Al-Mashaabih fii Shalatit-Tarawiih.

Page 35: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 9

KASUS HADITS YAZID BIN KHUSAIFAH

Sebuah perbandingan penilaian terhadap sanad hadits yang dilakukan oleh Syaikh Al-Albani dan Syaikh Al-Anshari

Awal mula dugaan kontradiksi adalah

Hadits 1

Umar bin Khattab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad-Dari untuk mengimami manusia (sholat Tarawih) 11 raka’at.” Beliau melanjutkan: “Dan kala itu, seorang qori / imam biasa membaca ratusan ayat sehingga kami terpaksa bertelekan pada tongkat kami karena terlalu lama berdiri. Lalu kami bubar sholat menjelang fajar. Al Albani berkata hadits ini shahih diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al-Muwaththa (I:137) dan No : 248 dari Muhammad bin Yusuf, dari Saib bin Yazid.

Hadits 2

Riwayat Abdur-Razzaq lewat jalur yang lain dari Muhammad bin Yusuf, dengan lafazh :” 21 raka’at”. Juga atsar yang diriwayatkan oleh Al-Firyabi dalam “Ash-Shiyam” (76:1) dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan” (II:496) dari jalur Yazid bin Khusaifah dari Saib bin Yazid, bahwa beliau berkata: “mereka biasa sholat di masa Umar bin Khattab ra pada bulan Romadhon sebanyak 20 raka’at.”

Dalam bab ini saya akan membuat tabel perbandingan berkaitan dengan pandangan 2 syaikh rahimahullahu ta’ala dalam menilai sanad hadits yazid bin khusaifah. Syaikh Al Albani menganggap periwayatan 21 raka’at atau 20 raka’at (lihat hadits 2) adalah riwayat yang memiliki cacat karena beberapa hal dibawah ini sehingga menurut beliau tidak memenuhi untuk dilakukan kompromi karenanya beliau menempuh jalur tarjih, sedangkan syaikh Al-anshari memandang hadits 2, hal tersebut bisa dikompromikan karena apa yang didakwakan Al-albani tidak terbukti.

As-Saib bin Yazid

Muhammad bin yusuf Ibnu Khushaifah

Hadits 1 Hadits 2

No. Parameter Al-Albani Al-Anshari

1 Yazid bin khusaifah dalam pandangan Imam Ahmad

Imam Ahmad berkata “Pemilik hadits-hadits munkar”

Al Hafizh Ibnu hajar dalam Hady al sari ketika menyebutkan riwayat ini beliau berkata: “kalimat ini –Munkar al Hadits- dikemukakan oleh Imam Ahmad pada orang-orang yang semasa dengan yazid tetapi haditsnya gharib (asing). Hal itu diketahui setelah diadakan penelitian.” Ibnu Hajar melanjutkan: “Imam Malik dan imam-imam lainnya menjadikan riwayat Ibnu Khushaifah sebagai hujjah.”

2 Apakah Yazid bin Khushaifah konsisten ?

Tidak,beliau idhtirab (tidak konsisten), berbolak balik dalam meriwayatkan bilangan terkadang ia

Idhthirab itu tidak mempengaruhi apa-apa selagi redaksi yang berbeda itu dapat dikompromikan. Dalam hal ini, Ibnu hajar dalam fathul bari mengompromikan 2 redaksi diatas, bahwa

Page 36: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

mengatakan 23 terkadang mengatakan 21.

perbedaan tentang raka’at yang lebih dari 20 itu dikembalikan pada perbedaan tentang raka’at sholat witir. Maka witir itu terkadang dilakukan dengan 1 raka’at dan terkadang dilakukan dengan 3 raka’at

3. Siapa yang lebih dekat hubungannya dengan As-Saib bin Yazid, apakah Muhammad bin Yusuf (hadits 1) ataukah Yazid bin Khushaifah (hadits2)

Muhammad bin yusuf lebih dekat, beliau keponakan dari As-Saib bin Yazid. Sehingga beliau lebih mengetahui dan lebih hafal tentang riwayat Ibnu As-Saib. Bilangan yang beliau riwayatkan lebih utama ketimbang riwayatnya ibnu Khushaifah.

Yazid bin Khushaifah juga termasuk dekat dengan As-Saib. Dalam kitab Tajrid al Tamhid disebutkan bahwa Yazid al-Kindi adalah kemenangan al-Saib bin Yazid. Al Hafizh al Mizzi dalam kitabnya Tahdzib al kamal mengatakan bahwa Khushaifah bin Yazid dan al Saib bin Yazid adalah 2 orang bersaudara.

4. Siapa yang lebih terpercaya antara Muhammad bin yusuf ataukah Ibnu Khushaifah ?

Muhammad bin yusuf lebih terpercaya dibanding dengan Ibnu Khushaifah. Ibnu Hajar menyebutkan kriteria Muhammad bin Yusuf “terpercaya lagi meyakinkan” sedangkan untuk Ibnu Khushaifah hanya menyatakan “terpercaya”

.Adapun pernyataan Ibnu hajar dalam kitabnya taqrib al Tahdzib bahwa Yazid bin Khushaifah itu hanya tsiqoh saja, dan Muhammad bin yusuf itu tsiqoh tsabt (adil dan hafalannya kuat), maka hal itu tidak dapat melawan orang yang tahu dalam kitab Tahdzib al Tahdzib dan kitab Hady al-Sari tentang komentar ahli kritik hadits, Yahya bin Ma’in, bahwa Yazid bin Khushaifah itu tsiqoh hujjah.

Setelah penulis mengamati argumentasi 2 pakar hadits maka penulis mengikuti pendapat bahwa 2 riwayat ini bisa di kompromikan dan tidak memilih jalur tarjih. Walaupun demikian saya juga berpendapat seperti perkataan Al Albani dalam poin d dan e pada bab 8 “Juga apabila riwayat Syadz tersebut shahih, tetap tidak ada keharusan untuk selalu mengamalkannya, dan meninggalkan beramal dengan riwayat shahih yang mencocoki sunnah. Apalagi kalau orang yang mengamalkannya dianggap telah keluar dari Al Jama’ah! Akan tetapi faidah terpenting yang dapat dipetik adalah bolehnya sholat 20 raka’at dengan penekanan bahwa apa yang dilakukan dan dibiasakan oleh Rasulullah saw lebih afdhal (utama)”

Page 37: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 10

ANTARA METODE AT-TARJIH DAN

METODE AL JAM’U TERHADAP RAKA’AT QIYAMU ROMADHON

Pada masa kini kita dapatkan kaum muslimin mengerjakan 2 bentuk jumlah raka’at sholat malam di bulan Romadhon. Yakni 11 raka’at dan sebagian yang lain melakukannya 23 raka’at. Namun sayangnya dikalangan masyarakat jumlah perbedaan pengerjaan ini menjadi bahan pembicaraan yang tak kunjung habis-habisnya tiap memasuki bulan Romadhon. Terlepas dari Muhammadiyyah, Persis, Al Irsyad, Nadhatul Ulama (NU), atau golongan manapun maka sebaiknya masing-masing tetap menghargai perbedaan jumlah raka’at, saling nasehat menasehati dalam hal yang diperselisihkan dan menjaga kerukunan. Penulis sangat menyayangkan diantara kaum muslimin yang berani-berani menyalahkan namun dia tidak pernah mengkaji argumentasi mereka yang disalahkan dan lebih tragisnya ketika ditanya apa alasan kamu melakukan sholat malam dengan memilih sekian raka’at mereka pun tidak tahu.

Jumhur Ulama (mayoritas ulama) mendekati riwayat-riwayat diatas dengan metode al-jam’u (penggabungan), bukan dengan metode at-tarjih (menguatkan salah satu), dasar pertimbangan jumhur ulama adalah: A.. Riwayat 11 raka’at adalah shahih. B. Riwayat 23 raka’at adalah shahih. (seperti diulas pada bab sebelumnya) C. Fakta sejarah menurut penuturan beberapa tabi’in dan ulama salaf. D. menggabungkan riwayat-riwayat tersebut adalah mungkin, maka tidak perlu memakai tarjih, yang konsekuensinya adalah menggugurkan salah satu riwayat yang shahih.

Komentar ulama-ulama yang melakukan metode jama’

Imam Syafi’i (150-204H)

Setelah meriwayatkan sholat di Mekkah 23 raka’at dan di Madinah 39 raka’at berkomentar: “Seandainya mereka memanjangkan bacaan dan menyedikitkan bilangan sujudnya, maka itu bagus. Dan seandainya mereka memperbanyak sujud dan meringankan bacaan, maka itu juga bagus; tetapi yang pertama lebih aku sukai.” 154

Ibnu Hibban (w. 354 H)

“Sesungguhnya tarawih itu pada mulanya adalah 11 raka’at dengan bacaan yang sangat panjang hingga memberatkan mereka. Kemudian mereka meringankan bacaan dan menambah bilangan raka’at, menjadi 23 raka’at dengan bacaan yang sedang. Setelah itu mereka meringankan bacaan dan menjadikan tarawih dalam 36 raka’at tanpa witir.” 155

Al Tharthusi (451 –520 H)

“Para sahabat kami (malikiah) menjawab dengan jawaban yang benar, yang bias menyatukan semua riwayat. Mereka berkata, mungkin Umar pertama kali memerintahkan kepada mereka 11 raka’at dengan bacaan yang amat panjang. Pada raka’at pertama, Imam membaca sekitar 200 ayat, karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam sholat. Tatkala masyarakat tidak lagi kuat menanggung hal itu, maka Umar memerintahkan 23 raka’at demi meringankan lamanya bacaan.”156

Kemudian sederet ulama-ulama besar lain seperti Ibnu Taimiyah, Al Subkhi, Ibnu Hajar Asqolani dan Abdul Aziz bin Baz menggunakan metode jama’ dalam menyikapi masalah Qiyamu Romadhon ini.157

Keharusan bagi mereka yang melaksanakan 11 raka’at untuk mengormati mereka yang melakukan 23 raka’at

Hendaklah mereka yang melakukan 11 raka’at memahami bahwa telah masyhur dikalangan ulama-ulama terdahulu pengerjaan 23 raka’at. Hal itu telah dikenal dari generasi ke generasi bahkan dinukil secara shahih158 , riwayat sholat malam di bulan Romadhon sebanyak 23 raka’at di zaman Umar bin khattab. Kita ingat kepada sabda

Page 38: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah Khulafa ar-Rasyidin, sebagaimana sabda beliau :

“Sesungguhnya barang siapa yang hidup sepeninggalku, niscaya ia akan mendapatkan perselisihan yang banyak. Maka hendaknya kamu berpegang dengan sunnahku dan sunnah Al Khulafa Ar-Rasyidin. Peganglah dengan teguh; gigitlah dengan gerahammu. Waspadalah kamu sekalian terhadap bid’ah. Sesungguhnya setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah sesat.”159

Ibnu Rusydi dalam kitabnya Bidayah al-Mujtahid berkata: “Imam Malik, dalam salah satu pendapatnya, Imam Abu Hanifah, Imam Asy-Syafi’I, Imam Ahmad dan Imam Daud memilih sholat Qiyam Romadhon (tarawih) dengan 20 raka’at selain sholat witir.” Menurut Ibnu Abdil Barr: “inilah pendapat jumhur ulama. Dan ini pula pendapat yang kami pilih.” Demikian Al Hafizh Ibnu Al Iraqi mengutipnya dalam kitab Tharh al Tatsrib. Selanjutnya, Ibnu Iraqi berkata: “pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Ahmad dan Jumhur Ulama. Pendapat tersebut juga telah diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam kitabnya al Mushannaf dari Umar, Ali, Ubay, Syutair bin Syakal, Ibnu Abi Mualikah, al Harits al Hamadani dan Abu al Bukturi160

Keharusan bagi mereka yang melaksanakan 23 raka’at untuk menghormati mereka yang melakukan 11 raka’at

Demikian juga kaum muslimin yang melakukan 23 raka’at maka hendaklah mereka memperhatikan kualitas sholat mereka, lakukanlah sholat dengan tenang, huma’ninah dan khusyu.161

Rasululloh Shalalloohu ‘alaihi wassalaam memberikan peringatan yang keras terhadap orang yang ruku’ dan sujudnya tidak tuma’ninah dengan perkataan beliau berikut seperti berikut ini :

Beliau Sholallahu Alaihi Wa Sallam pernah melihat orang yang ruku’ dengan tidak sempurna dan sujud seperti burung mematuk (karena cepatnya dia sujud), lalu beliau bersabda: “Kalau orang ini mati dalam keadaan seperti itu, ia mati di luar agama Muhammad. [Ia sujud seperti burung gagak mematuk makanan] sebagaimana orang ruku’ tidak sempurna dan sujudnya cepat seperti orang kelaparan memakan sebiji atau dua biji kurma yang tidak mengenyangkannya.”162

Hendaknya menghormati kaum muslimin yang melakukan 11 raka’at karena merekapun bersungguh-sungguh untuk mengikuti Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam dalam mengerjakan sholat malam. Ingatlah sabda Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Sallam yang berbunyi

“dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Nabi sholallahu alaihi wasallam” hadits itu diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya.

Ketahuilah bahwa perbedaan pendapat tentang jumlah raka’at sholat tarawih dan yang lainnya yang memang terbuka padanya pintu ijtihad maka tidak seyogyanya menjadi pintu untuk berpecah belah antar ummat, terlebih memang salaf pun berbeda pendapat tentang hal itu. Dan hal ini memang tidak menutup kemungkinan pintu ijtihad. Dan Alangkah bagusnya perkataan seorang ahli ilmu saat ada orang yang menyelisihi pendapatnya pada masalah yang terbuka pintu ijtihad padanya: “Sesungguhnya dengan anda menyelisihi pendapatku maka engkau tidak sependapat denganku. Maka setiap kita melihat, wajib mengikuti yang benar menurut pendapatnya untuk masalah yang dibolehkan berijtihad.”

Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin

Page 39: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 11

KUMPULAN HADITS-HADITS LEMAH

BERKAITAN DENGAN JUMLAH RAKA’AT TARAWIH

Yang terkait dengan Rasulullah

1. Rasulullah sholallahu alaihi wasallam sholat tarawih 20 raka’at

Dari Ibnu Abbas, katanya,”Nabi sholallahu alaihi wasallam sholat pada bulan Romadhon 20 raka’at dan witir.”

Rawi Hadits:

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf (II:90/2), Abdu bin Hamid dalam al Muntakhab minal musnad (43: 1-2), Thabrani dalam Al Mu’jam al Kabir (III : 148/2) dan dalam Al Ausath serta dalam Al Muntaqo (edisi tersaring) dari kitab itu, oleh Adz-Dzahabi (II:3), atau dalam Al Jam’u (rangkuman) Al Mu’jam Ash Shaghir dan Al Kabir oleh penulis lain (119:I), Ibnu Adiy dalam Al Kamil (I:2), Al Khatib dalam Al Muwaddhih (I:219) dan Al Baihaqi dalam Sunannya (II:496).

Derajat Hadits: Dhaif jiddan (lemah sekali)

Sebab kelemahan:

Terdapat perawi bernama Abi Syaibah Ibrahim bin Utsman. Berkaitan dia, Al Hafidz Ibnu Hajar dalam At-Taqrib menyatakan Haditsnya matruk (perawinya dituduh pendusta). Ibnu Ma’in mengomentari: “ia sama sekali tak bisa dipercaya.” Al Jauzani menyatakan: “jatuh martabatnya” (celaan yang keras). Imam Bukhari berkomentar :”Dia tak dianggap para ulama” Padahal Ibnu Katsir menjelaskan dalam ikhtishar ulumi al hadits (hal.118) : “orang yang dikomentari oleh Bukhari dengan ucapan beliau seperti tadi, berarti sudah terkena celaan yang paling keras dan buruk, menurut versi beliau.” Tirmidzi berkata bahwa Abu Syaibah mungkar haditsnya. Sedangkan An-Nasa’i berkata Abu Syaibah adalah matruk bahkan menurut Syu’bah, Abu Syaibah adalah seorang pendusta.”163

2. Rasulullah sholallahu alaihi wasallam sholat tarawih 8 raka’at

Dari Jabir bin Abdillah bahwa beliau menuturkan: “Rasulullah pernah sholat bersama kami di bulan Romadhon sebanyak 8 raka’at lalu beliau berwitir. Pada malam berikutnya, kamipun berkumpul di masjid sambil berharap beliau akan keluar. Kami terus menantikan beliau disitu hingga datang waktu fajar. Kemudian kami menemui beliau dan bertanya: “wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menunggumu tadi malam, dengan harapan engkau akan sholat bersama kami.” Beliau menjawab: “Sesungguhnya aku khawatir kalau (akhirnya) sholat itu menjadi wajib atas dirimu.”

Rawi hadits:

HR. Ibnu Nashar (hal.90), Thabrani dalam Al Mu’jam Ash-Shaghir (hal 108), juga dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab shahih mereka.

Derajat hadits: Dhaif. Hadits ini di dlaifkan oleh Syaikh Al Anshari dan Syaikh Al-Albani. Namun kemudian Al-Albani menghasankan hadits ini karena memiliki syahid dari hadits Aisyah ra. Al-Albani berkata : Dengan hadits yang sebelumnya, derajat hadits ini hasan. Dalam “Fathul Bari” demikian juga dalam “At-Talkhis” Al Hafizh Ibnu Hajar mengisyaratkan bahwa hadits itu shahih. Namun beliau menyandarkan hadits itu kepada Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah masing-masing dalam Shahihnya.164

Penulis katakan tepatnya hadits ini hasan lighairihi menurut Syaikh Al-Albani.

Sebab kelemahan:

Page 40: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Di dalamnya terdapat perawi yang bernama Isa bin Jariyah. Ibnu Hajar berkata dalam kitabnya Tahdzib al Tahdzib: “Ibnu Abi Khutsaimah mengutip pernyataan Yahya bin Ma’in bahwa Isa bin Jariyah itu tidak termasuk rawi yang adil.” Berkata Ibnu Ma’in: “aku tidak mengetahui seorang rawi pun yang meriwayatkan hadits Isa bin Jariyah kecuali Ya’qub al Qummi.” Sedangkan Al Duri berkata, mengutip pernyataan Ibnu Ma’in, bahwa Isa bin Jariyah itu hadits-haditsnya mungkar. Rawi yang meriwayatkan daripadanya adalah Ya’qub al Qummi dan ‘Anbasah, seorang Qadhi kota al Ray. Al Ajiri mengutip pernyataan Abu daud yang mengatakan bahwa Isa bin Jariyah adalah seorang mungkar al Hadits. Al Ajiri juga, dalam bab lainnya berkata: “Isa bin Jariyah telah meriwayatkan hadits-hadits yang mungkar.” Kutipan ini dituturkan al Saji dan al Uqaili dalam Ad Dhu’afa. Sedangkan Ibnu ‘Adiy berkata: “hadits-hadits Isa bin Jariyah itu tidak terjamin.”165

Al Hafizh Ibnu hajar sebagai salah seorang dari amirul mu’minin fil hadits mengatakan di kitabnya Taqribut Tahdzib “fihi layyin (padanya terdapat kelemahan)” Ustadz Abdul hakim bin Amir Abdat berkomentar: Satu bentuk jarh (celaan) yang ringan, yang haditsnya dapat terangkat menjadi hasan kalau ada syahidnya, kemudian naik lagi menjadi shahih kalau ada syawahidnya. Kenyataannya, hadits Isa bin jariyah telah ada syahidnya dari hadits Aisyah, riwayat Al Bukhari dan Muslim, maka terangkatlah menjadi hasan lighairihi.

Pernyataan syaikh Al Albani dalam hal ini

Beliau mengatakan di dalam Shalatu At-Tarawih: Diriwayatkan oleh Ibnu Nashr (h.90), Ath-Thabrani dalam “Al-Mu’jamu Ash-Shaghir” (h.108). Dengan hadits yang sebelumnya, derajat hadits ini hasan. Maka yang dimaksud dengan hadits yang sebelumnya –beliau katakan dalam qiyamu Romadhon- adalah hadits aisyah, “tidak pernah Rasulullah saw sholat malam dibulan Romadhon dan bulan-bulan lainnya lebih dari 11 raka’at…”

Maka ada seorang kenamaan (Prof. Ali Mustafa ya’qub) di Indonesia mempertanyakan sebab-sebab yang bisa menghantarkan hadits ini kepada derajat hasan (hasan li ghairih) kepada Syaikh Al Albani ? Menurutnya ada dua sebab yang tidak bisa menghantarkan kepada derajat hasan lighairih di dalam hadits ini

Pertama, Hadits Jabir ini substansinya berbeda dengan hadits Aisyah. Hadits Jabir mengenai sholat sunnah malam bulan Romadhon, sedangkan hadits aisyah mengenai sholat sunnah setiap malam sepanjang tahun, baik pada bulan Romadhon dan bukan Romadhon. Karenanya hadits Jabir itu tidak dapat diperkuat oleh hadits Aisyah karena perbedaan konteks dan substansi tadi.166

Kedua, Adanya Rawi yang bernama Isa bin Jariyah. Dia adalah Munkar al Hadits dalam kesempatan lainnya beliau menyebutkan Isa bin Jariyah adalah matruk, hal ini disebutkan An-Nasa’i tertera dalam kitab Al Mizan.167

Maka penulis mencoba memberikan jawaban kepada beliau.

Pertama, Saya tidak mengetahui bagaimanakah definisi syahid menurut Ustadz Ali mustafa Ya’qub. Sehingga beliau tidak bisa menangkap kesamaan makna dalam 2 hadits antara hadits Jabir dan hadits Aisyah.

Dalam buku-buku musthalah hadits. Syahid secara istilah bermakna satu hadits yang matannya mencocoki matan hadits lain. Syahid bisa ditemukan dalam kesamaan maknanya saja seperti kasus hadits diatas yang di istilahkan syahid bil ma’na.

Al hafizh Ibnu Hajar berkata, “jika ada matan yang diriwayatkan dari hadits seorang shahabi yang lain yang sama dalam lafazh dan makna atau pada maknanya saja, maka itu adalah syahid.168

Hadits Aisyah telah menjelaskan jumlah raka’at sholat Rasulullah di dalam bulan Romadhon maupun diluar bulan Romadhan yakni tidak lebih dari 11 raka’at. Sedangkan hadits Jabir diatas menjelaskan Rasulullah sholat tarawih 8 raka’at kemudian berwitir di dalam bulan romadhon. Tentunya apa yang diberitakan Jabir tadi telah didukung oleh pernyataan Aisyah. Wallahu a’lam

Kedua, penulis mengutip tulisan ustadz Abu Ubaidah yusuf, beliau berkata: Isa bin Jariyah memang seorang rawi yang kontroversial. Berbeda-bedanya penilaian kritikus hadits kepadanya menjadikan isa bin jariyah sebagai rawi yang kontroversial. Adapun Syaikh Al-Albani menghukumi haditsnya dlaif, bukan dlaif jiddan. Begitu pula Syaikh Al Anshari yang menjadi ikutan ustadz Ali mustafa Yaqub memberikan penilaian dlaif. Namun Ustadz Ali Mustafa yaqub dalam bukunya ‘hadits-hadits palsu seputar Romadhon” beliau berbeda-beda menghukumi hadits ini

Pada halaman 92 ,94 dan 95 beliau menyatakan haditsnya dhaif.

Page 41: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Pada halaman 98,101,103,112 dan 113 beliau menilai haditsnya matruk (semi palsu)

Pada halaman 117 beliu menghukumi haditsnya dhaif jiddan, minimal matruk, bila tidak disebut maudhu (palsu).

Sungguh hal ini menyelisihi kaidah jarh wa ta’dil, karena sekalipun isa bin Jariyah adalah rawi yang kontroversial, namun kita harus menggabungkan dan mengkompromikannya sebagaimana dilakukan oleh pakar jarh wa Ta’dil, bukan hanya mengambil satu pendapat dan melempar pendapat lainnya. Al hafizh Ibnu hajar menyimpulkan tentang keadaan Isa bin jariyah dalam at-Taqrib hal. 103: “Fiihi layyin (ada kelemahan padanya).” Demikian pula sebelumnya, Imam Adz-Dzahabi dalam Mizaanul I’tidal (V/375) setelah memaparkan komentar ulama tentangnya dan menyebutkan hadits fakta lapangan “ “hadits ini wasth (pertengahan).” Yakni haditsnya hasan.” 169

Maka demikianlah penilaian Al-Albani mengenai Isa bin Jariyah. Hal ini menunjukkan Al-Albani mengkategorikan Isa bin Jariyah dalam kedhaifan biasa bukan dhaif bersangatan (Dhaif Jiddan). Sebab tidak mungkin Al-Albani menghasankan bila kedhaifannya bersangatan seperti rawinya pendusta atau fasiq tentunya hadits itu tidak bisa diangkat kualitasnya dari dhaif menjadi hasan lighairih oleh hadits apapun yang konteksnya sama. Hal ini dikatakan Syaikh Al-Albani sendiri ketika mengomentari Fiqhus Sunnah karya Sayyid Sabiq, beliau menyebutkan di kaidah ilmiah ke-10. Beliau menyebutkan: “beginilah apa yang disalin oleh peneliti hadits, Al Munawi, dalam Faidh al Qodir dari para ulama, mereka berkata : jika sudah parah, kelemahan itu tidak dapat diperbaiki dengan mendatangkannya dari sisi lain meskipun banyak jalur.”170

3. Rasulullah merestui Ubay bin Ka’ab mengimami sholat tarawih 8 raka’at

Jabir berkata:”Ubay bin Ka’ab datang kepada Rasulullah sholallahu alaihi wasallam seraya berkata: “wahai Rasulullah! Aku mendapatkan masalah pada malam ini, yaitu bulan Romadhon.” Apakah itu wahai Ubay?” Tanya Rasulullah. Ubay menjawab: “kaum wanita dirumahku berkata: “kami tidak fasih dalam membaca Al Qur’an. Karenanya, kami ingin bermakmum padamu.” Ubay melanjutkan, “Maka akupun mengimami mereka 8 raka’at kemudian witir.” Mendengar pernyataan Ubay itu, nabi Sholallahu alaihi wasallam diam. Dan hal itu menunjukkan atas persetujuannya.171

Yang terkait dengan para sahabat

Berkaitan dengan hal ini, akan kami ringkas dari Sholatu Tarawih karya Al-Albani, beliau telah mengumpulkan jalur-jalur atsar ini dari para sahabat dan kesemuanya dinilai lemah oleh beliau. Lebih lengkapnya lihat kitab beliau

Riwayat Ali bin Abi thalib (2 jalur)

1. Dari Abul hasna’ bahwa Ali pernah menyuruh seorang lelaki untuk mengimami mereka sholat 20 raka’at dibulan Romadhon. Hr. Ibnu Abi Syaibah dan Al Baihaqi. Sanad ini lemah karena Abul Hasna dikomentari adz-dzahabi dan Ibnu hajar : dia tak dikenal (majhul). Al Albani menambahkan juga karena terputusnya 2 perawi antara abul hasna dengan Ali.

2. Dari hammad bin Syu’aib dari al Atha’ bin As-Sa’ib dari Abu Abdirrahman As Sulami, dari Ali ra, bahwa beliau (abu Abdirrahman) berkata: “Ali pernah memanggil para qori’ pada bulan Romadhon, lalu memerintahkan seorang diantara mereka untuk mengimami manusia 20 raka’at.” Lalu beliau melanjutkan: “Lalu Ali sendirilah yang mengimami mereka dalam sholat witir.” Hr. Al Baihaqi, Sanad ini lemah karena atha’ bin As-Saib agak ngawur di akhir hidupnya dan Hammad bin Syu’aib di isyaratkan oleh Imam Bukhari dengan ucapan “perlu diteliti” (suatu celaan yang keras) atau “pemilik hadits-hadits mungkar.”

Riwayat Ubay bin Ka’ab (2 jalur)

1. Dari Abdul Aziz bin Rafi’, bahwa beliau menuturkan: “Ubay bin Ka’ab pernah sholat mengimami manusia pada bulan Romadhon di Madinah 20 raka’at lalu berwitir 3 raka’at.” Hr. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf. Riwayat ini terputus antara Abdul Aziz dengan Ubay. Karena jarak antara wafatnya masing-masing keduanya 100 tahun atau lebih, hal ini disebutkan dalam Tahdzib at-tahdzib

Page 42: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

2. Dari Abu Ja’far ar-Razi, dari Rabi’ bin Anas, dari Abul Aliyyah, dari Ubay bin Ka’ab, bahwasanya Umar pernah menyuruh Ubay untuk mengimami manusia di bulan Romadhon. Beliau (Umar) berkata: “sesungguhnya orang-orang berpuasa disiang hari, tapi mereka tak pandai membaca Al Qur’an. Bagaimana kalau kamu mengimami mereka sholat malam.” Beliau (Ubay) menjawab: “wahai amirul mukminin, tapi itukan belum pernah terjadi?” aku tahu itu, tapi lebih baik demikian. Imamilah mereka sholat 20 raka’at.” Hr. Adh-dhiyya Al-Maqdisi dalam Al Mukhtaroh. Sanad hadits ini lemah dikarenakan Abu Ja’far yang nama sebenarnya Isya bin Abi Isya bin Mahan dilemahkan oleh banyak ulama antara lain Adz-Dzahabi dalam adh-Dhu’afa, Imam Ahmad,Ibnu Hajar dalam At-Taqrib dan Ibnul Qayyim dalam Za’adul Ma’ad

Riwayat Abdullah bin Mas’ud

Dari Zaid bin Wahab: “dahulu Ibnu Mas’ud mengimami kami tarawih di bulan Romadhon, lalu beranjak pulang ditengah malam.” Al- A’masy berkata: “dan kala itu beliau sholat 20 raka’at, ditambah witir 3 raka’at. Hr. Ibnu nashr dalam Qiyamul Lail. Riwayat ini terputus, karena Al-A’masy tidak pernah berjumpa dengan Ibnu Mas’ud.

Page 43: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 12

BOLEHKAH SHOLAT SUNAT SETELAH WITIR ?

Sebagian kaum muslimin beranggapan, tidak boleh melakukan sholat sunat yang lain setelah witir. Mereka berargumen dengan sabda nabi sholallahu alaihi wasallam : “Jadikanlah sholat witir sebagai akhir sholat kalian dimalam hari.”172 Saya katakan siapa saja yang menutup sholat malamnya dengan witir ia akan mendapat pahala sunnah karena mengikuti hadits tersebut. Namun ketahuilah hadits shahih diatas tidak menutup sholat-sholat sunat lain bila ingin mengerjakannya setelah sholat witir hanya jangan berwitir lagi sesudahnya. Hal ini di dasarkan hadits - hadits berikut:

1. Dari tsauban, dia berkata, “kami bersama Rasulullah sholallahu alaihi wasallam dalam suatu perjalanan jauh beliau bersabda, “sesungguhnya ini adalah perjalanan yang berat dan melelahkan. Jika salah seorang diantara kalian sudah witir, maka dia boleh mengerjakan 2 raka’at, kalau memang dia bangun. Jika tidak, maka yang 2 raka’at itu sudah ditetapkan pahalanya baginya.”173

Berkata Al Albani : “Dahulunya saya belum berani memastikan status dua raka’at tersebut beberapa waktu lamanya. Ketika saya menemukan riwayat tersebut maka saya segera mengambil sunnah Nabi yang mulia ini. Barulah saya mengerti bahwa perintah nabi: “jadikanlah sholat witir sebagai akhir sholat kalian pada malam hari” adalah sebagai alternatif pilihan bukan menunjukkan hukum wajib. Itulah pendapat Ibnu Nashr (hal. 130).174

2. Dari Qois bin Thalq dia berkata, “pada suatu hari di bulan Romadhon, Thalq bin Ali pernah berkunjung kepada kami hingga sore hari, lalu berbuka puasa bersama. Pada malam itu beliau mengerjakan qiyamul lail dan melakukan sholat witir bersama kami. Setelah itu dia kembali ke masjidnya, lalu mengerjakan sholat bersama sahabat-sahabatnya. Ketika tinggal sholat witirnya saja, beliau mempersilakan seseorang untuk maju ke depan (jadi imam). Lalu berkata, “silakan sholat witir bersama sahabat-sahabatmu, karena aku mendengar Rasulullah sholallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada dua witir dalam satu malam.”175

Dari hadits diatas, jika seseorang sudah witir pada awal malam lalu dia tidur, dia bangun lagi pada akhir malam, maka dia dapat sholat sekehendaknya dan tidak perlu menggugurkan witirnya. Dia biarkan witir seperti apa adanya. Ini merupakan pendapat Sufyan Ats-Tsaury, Malik bin Anas, Ibnul Mubarok, Asy-Syafi’y, Ahmad dan ulama Kufah.176

3. Hadits Aisyah, Rasulullah sholat setelah witir dengan duduk. Diriwayatkan oleh Sa’ad bin Hisyam bin Amir, bahwasanya beliau pernah mendatangi Ibnu Abbas dan bertanya kepadanya tentang witirnya Rasulullah. Beliau (Ibnu Abbas) menjawab sambil bertanya: “maukah engkau ku tunjukkan orang dimuka bumi ini yang paling tahu tentang witirnya Rasulullah ? Sa’ad bertanya: “siapa ya ?” Ibnu Abbas menjawab: “Aisyah, datangilah beliau, dan tanyakan hal itu kepadanya.” Akupun beranjak menemui beliau. Setelah sampai, akupun bertanya: “wahai Ummul Mukminin, tolong beritahukan aku tentang witir Rasulullah.” Beliau (Aisyah) menanggapi: “kamilah yang mempersiapkan bagi Rasulullah siwak dan air wudlunya. Lalu ketika Allah membangunkan beliau pada saat yang dikehendaki-Nya dimalam hari, beliau bersiwak dan berwudhu. Lalu beliau sholat 9 raka’at dan hanya duduk pada raka’at yang kedelapan. Beliau lalu berdzikir kepada Allah, memujinya (membaca sholawat atas Nabi-Nabinya, berdo’a dan bangkit tanpa salam terlebih dahulu. Setelah itu beliau melanjutkan sholat, raka’at yang ke sembilan. Kemudian beliau duduk dan berdzikir kepada Allah, memujinya, (membaca sholawat atas nabi-Nabinya, berdo’a dan kemudian bersalam dengan suara yang terdengar oleh kami. Seusai itu beliau sholat lagi dua raka’at sambil duduk, yaitu setelah beliau salam terlebih dahulu. Jadi jumlahnya 11 raka’at, wahai anakku. Namun ketika beliau telah lanjut usia dan sudah gemuk badannya, beliau berwitir pada raka’at ke tujuh. Lalu yang dua raka’at sesudah itu belaiu lakukan seperti biasa. Jadi jumlahnya 9 raka’at, wahai anakku.”177 Di dalam kitab Musnad disebutkan dari Ummu Salamah bahwa sesungguhnya Rasulullah sholallahu alaihi wasallam melakukan sholat 2 raka’at yang ringan dengan duduk setelah witir.178 Imam Tirmidzi berkata: “hadits seperti ini juga diriwayatkan dari Aisyah, Abi Umamah dan tidak hanya dari satu sahabat dari Rasulullah sholallahu alaihi wasallam. Di dalam kitab musnad disebutkan sebuah hadits dari Abu Umamah bahwa setelah sholat witir, Rasulullah melakukan sholat 2 raka’at dengan duduk dan membaca surat Az-Zalzalah dan Al Kafirun.179 Imam Daruquthni meriwayatkan hadits hadits yang sama dari sahabat Anas bin Malik.180

Page 44: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB
Page 45: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 13

STATUS SHOLAT DUA RAKA’AT PEMBUKA

Beberapa hadits menyebutkan “biasanya Rasulullah saw apabila bangun malam, beliau memulai sholatnya dengan dua raka’at ringkas” 181ataupun “apabila salah seorang diantaramu bangun malam, hendaknya ia membuka sholatnya dengan 2 raka’at yang ringkas.”182

Penulis mendapati ada dua kemungkinan status 2 raka’at tersebut, yang petama memang bagian dari Sholat malam seperti yang diduga Al Hafizh Ibnu Hajar Asqolani183 serta Imam An-Nawawi184 dan kemungkinan kedua ia adalah Sholat ba’diyah Isya seperti dugaan Syaikh Al Albani185

Al Albani berkata ketika mengomentari hadits Aisyah yang berbunyi :

“Dahulu Rasulullah saw apabila bangun malam, beliau memulai sholatnya dengan 2 raka’at ringan, lalu beliau sholat 8 raka’at, kemudian sholat Witir.” Dalam salah satu lafazhnya disebutkan: “…beliau sholat Isya, dan tidak langsung sholat 2 raka’at (ba’diyah). Kala itu beliau sudah menyiapkan siwak dan air wudhunya. Lalu Allah membangunkan pada saat yang dikehendaki-Nya. Kemudian beliau bersiwak dan berwudhu. Setelah itu beliau sholat 2 raka’at (yang tertinggal), kemudian sholat 8 raka’at. Masing-masing raka’atnya disamakan panjang (bacaannya). Setelah itu beliau sholat witir pada raka’at yang ke sembilan. Ketika beliau Saw sudah berumur, dan badannya sudah gemuk, beliau merubah yang 8 raka’at itu menjadi 6 . Lalu beliau berwitir pada raka’at yang ketujuh kemudian beliau sholat 2 raka’at sambil duduk dan membaca : qul ya ayyuhal kafirun dan idza zulzilat.”

“Dikeluarkan oleh Ath-Thahawi dengan 2 bentuk lafazh, dan keduanya shahih. Kemudian beliau setelah menyebutkan sanad dari kedua jalan tersebut berkata,…”Adapun lafazh yang kedua dapat ditilik bahwa Aisyah menyebutkan “dua raka’at” sesudah beliau saw menunaikan sholat Isya’ tanpa menyebut-nyebut adanya 2 raka’at ba’diyah isya. Bahwasanya 2 raka’at ringan itu adalah 2 raka’at ba’diyah itu sendiri, Wallahu a’lam.

Bagi penulis sendiri dalam hal ini mengikuti pendapatnya Ibnu Hajar Asqolani dan Imam An-Nawawi. Menurut Penulis dugaan Syaikh Al-Albani bahwa itu adalah sholat ba’diyah Isya bisa saja benar jika Rasulullah saw sholat malamnya dimulai saat tengah malam. Karena Syaikh Al-Albani menguatkan pendapat bahwasanya waktu sholat Isya itu hanya sampai tengah malam.186 Kerancuan pendapat beliau akan terjadi bila sholat malam Rasulullah saw itu dimulai di akhir malam, karena saat itu bukanlah waktu Isya lagi menurut Syaikh Al-Albani sehingga sholat ba’diyah Isya yang dilakukan di akhir malam telah keluar dari waktunya.

Wallahu a’lam.

Hikmah dari meringankannya adalah untuk segera melepaskan ikatan setan hingga menjadi pembuka sholat malam, lalu dia masuk dalam kesadaran dan penuh gairah hingga bisa menghayati apa yang dibaca dan menikmati kelezatan beribadah.187

Bab 14

SURAH-SURAH YANG DIBACA

DALAM SHOLAT MALAM

Adapun bacaan di saat sholat malam di bulan romadhon atau selainnya, tidak ada batasan yang pasti dari nabi saw. Bahkan dahulu bacaan beliau saw berbeda-beda panjang pendeknya. Sesekali beliau membaca Yaa Ayyuhal Muzzammil dalam setiap raka’atnya sebanyak 20 ayat.188 Kadangkala lima puluh ayat atau lebih banyak setiap rakaat sholat lail189, seraya berkata, “Barang siapa yang sholat dalam semalam dengan 100 ayat, maka tidak

Page 46: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

akan ditulis termasuk orang-orang yang lalai.”190 Dalam hadits yang lain,”… dengan 200 ayat maka ia akan ditulis termasuk orang-orang yang khusyu’ dan ikhlas.”191

Dan pernah beliau membaca disuatu malam dalam keadaan sakit mengimami manusia dengan membaca surat-surat panjang, yaitu: Al-Baqoroh, Ali Imran, An-Nisa, Al Maidah, Al An’am, Al a’raf dan At-Taubah.192

Dan pada kisahnya Hudzaifah bin Yaman ra dibelakang Nabi saw, diriwayatkan bahwa beliau membaca Al-Baqoroh kemudian An-Nisa’, kemudian surat Ali Imran dalam 1 raka’at, beliau membacanya perlahan-lahan193.

Dan pernah pula beliau mengulang-ulang satu ayat dalam sholat lail sampai tiba waktu shubuh, yaitu ayat 118 surah Al Maidah. Lalu ruku sujud dan berdo’a.194 Namun beliau jarang sekali sholat lail semalam penuh. Abu Dzar berkata : “wahai Rasulullah, engkau semalam hanya membaca satu ayat berulang-ulang sampai shubuh, lalu engkau ruku’, sujud dan berdo’a, padahal Allah telah mengajarkan kepadamu seluruh Alqur’an. Apakah kalau sebagian diantara kami melakukan seperti yang tuan lakukan, kami juga akan mendapatkan seperti itu ?” Sabdanya : “sesungguhnya aku memohon kepada Tuhanku yang maha perkasa dan maha mulia syafa’at untuk umatku, lalu permintaanku dikabulkan, Syafaat itu insya Allah akan diperoleh oleh orang-orang yang tidak menyekutukan Allah sedikitpun.” 195

Demikian pula terdapat riwayat Rasulullah pernah sholat semalam penuh yakni : Abdullah bin Khabbab bin Al-Arat, salah seorang sahabat yang ikut perang Badar bersama Rasulullah saw, pernah mengintip Rasulullah saw sholat semalam penuh sampai tiba waktu shubuh. Ketika salam, Khabbab berkata kepada Rasulullah saw : “wahai Rasulullah, yang engkau telah kuanggap sebagai bapak dan ibuku, sungguh semalam engkau melakukan sholat yang aku belum pernah menyaksikan engkau sholat seperti itu.” Sabda beliau : “betul, sesungguhnya sholatku (semalam) adalah sholat harapan dan kecemasan. Aku mohon kepada Tuhanku Azza wa jalla dalam sholat itu 3 hal, tetapi hanya dikabulkan 2 hal dan yang satu ditolak-Nya. Aku memohon kepada Tuhanku agar dia tidak menghancurkan kita seperti kehancuran ummat-ummat sebelum kita (pada lafaz lain : agar Dia tidak menghancurkan kita dengan tahun paceklik), dan ternyata permohonanku dikabulkan. Aku mohon kepada Tuhanku Azza wa jalla agar musuh yang bukan dari golongan kita tidak mengalahkan kita, dan ternyata permohonanku dikabulkan. Aku mohon kepada Tuhanku agar kita tidak dijadikan terpecah-pecah menjadi beberapa golongan, tetapi permohonan ini tidak dikabulkan.” 196

Disebutkan pula seorang sahabat berkata kepada beliau: “wahai Rasulullah, saya mempunyai seorang tetangga yang melakukan sholat lail, tetapi dia hanya membaca surah al ikhlas berulang-ulang tanpa menambahnya dengan yang lain – bacaan semacam ini dia anggap kurang - lalu nabi Saw bersabda: “demi Tuhan yang menggenggam jiwaku, sesungguhnya surah ini sama nilainya dengan sepertiga Alqur’an.”197

Oleh karena itu, jika seseorang melakukan sholat tarawih sendirian, maka perpanjanglah sekehendaknya. Begitu juga bila dia sholat bersama dengan orang yang setuju dengannya. Bila dia memanjangkan sholatnya maka itu lebih afdhal. Adapun apabila ia sholat menjadi imam maka wajib atasnya untuk membaca dengan bacaan yang tidak memberatkan makmum.198

Dalam sholat witir sebagaimana telah kami jelaskan di depan pada pembahasan cara mengerjakan witir, pada raka’at pertama nabi saw biasa membaca surah Al-A’laa, pada raka’at kedua beliau membaca surah al kafirun, dan pada raka’at ketiga beliau membaca surah al ikhlas.199 Terkadang beliau menambah dengan surah Al Falaq dan surah An-Naas.200

Terkadang dalam satu raka’at Witir beliau membaca 100 ayat dari Surah An-Nisa.201 Adapun pada 2 raka’at sesudah sholat witir beliau biasanya membaca surah zalzalah dan surah Al Kafirun.202

Page 47: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB
Page 48: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 15

PENGERJAAN QUNUT WITIR

Hukum qunut dalam sholat witir

Qunut di dalam sholat witir itu disunnatkan, bukan suatu hal yang wajib. Nabi saw terkadang 203 membaca Qunut dalam sholat witir.204

Para Ulama berbeda pendapat mengenai qunut dalam sholat witir.

Abdullah bin mas’ud memandang qunut itu dikerjakan sepanjang tahun.Dia memilih qunut sebelum ruku’ Demikian pula yang menjadi pendapat sebagian ulama. Dan pendapat itu dikemukakan pula oleh Sufyan ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, Ishaq dan penduduk kufah.

Telah diriwayatkan dari Ali bin Abi thalib: “bahwa dia tidak mengerjakan qunut kecuali pada separuh terakhir dibulan Romadhon, dan dia mengerjakan qunut setelah ruku’, Sebagian ulama pun berpendapat sama. Pendapat itu yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i dan Imam Ahmad.205

DR. Muhammad bin Umar bin Salim Bazamul telah melakukan penelitian untuk masalah ini. Beliau berkesimpulan :

1. Berdo’a do’a qunut pada sholat witir disyariatkan untuk dilakukan terus menerus sepanjang tahun.

2. Di Sunnahkan mengerjakan selalu dan terkadang ditinggalkan.

3. Lebih ditekankan lagi untuk membaca do’a qunut witir secara terus menerus di setiap malam dalam sholat witir pada pertengahan bulan Romadhon yang terakhir.

4. Disunnahkan untuk tidak melakukannya pada pertengahan pertama bulan Romadhon jika sholat witir dilaksanakan dengan berjamaah.

Beliau menyebutkan dalam kitabnya206 beberapa atsar yang mendukung hal tersebut. Diantaranya:

Diriwayatkan dari Al Hasan, ia berkata : “jika posisinya sebagai seorang imam maka ia berqunut mulai dari pertengahan Romadhon dan jika bukan (bulan selain Romadhon) maka disunnahkan untuk berqunut sebulan penuh.207

Diriwayatkan dari Ma’mar dari Az- Zuhri, ia berkata: ‘doa qunut tidak dilakukan sepanjang tahun kecuali pada pertengahan hingga akhir bulan Ramadhan.” Ma’mar berkata: “aku membaca do’a qunut setahun penuh kecuali pada pertengahan bulan Romadhon yang pertama. Demikianlah yang dilakukan oleh Al-Hasan. Qotadah dan lain-lain juga meriwayatkan darinya.208

Diriwayatkan dari Hisyam dari Al-hasan, bahwasanya ia membaca do’a qunut pada sholat witir secara terus menerus sepanjang tahun kecuali pada pertengahan pertama bulan Romadhon.” Hisyam berkata: “demikian juga yang dilakukan oleh Ibnu Sirrin bahwa ia tidak membaca doa qunut kecuali pada pertengahan romadhon yang terakhir.” 209

Posisi Qunut dalam sholat witir

Dari Ubay bin ka’ab dia bercerita Bahwasanya Rasulullah saw mengerjakan witir lalu membaca Qunut sebelum ruku’210. Juga riwayat Al-Qomah bahwa Ibnu Mas’ud dan beberapa orang sahabat nabi saw membaca Qunut dalam sholat witir sebelum ruku’.211

Sedangkan hadits Ibnu Abbas menceritakan bahwa Rasulullah saw pernah melakukan qunut selama berturut-turut selama satu bulan pada sholat zhuhur, ashar, Maghrib, Isya dan shubuh, pada setiap kali sholat beliau mengucapkan: “sami Allahu liman hamidah” pada raka’at terakhir, melaknat beberapa kampung dari bani Sulaim, yakni suku Ri’al dan Dzakwaan serta Ushayyah, sementara para makmum mengaminkan do’a beliau.212 Lihat pula hadits Abdurrahman bin abd al qori ( bacaan dalam qunut witir )

Page 49: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Sifat Qunut dalam Witir

Tempatnya Qunut bisa memilih sebelum ruku’ dan bisa pula setelahnya karena keduanya diriwayatkan berdasarkan hadits-hadits yang shahih.Pendapat tentang bolehnya memilih salah satu dari 2 cara melakukan qunut juga diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir dari sahabat Anas bin Malik, Imam Ayyub As-Sikhtiyany, Imam Ahmad dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Qiyamu Romadhon, Syaikh Al-Utsaimin dalam Asy-Syarh Al-Mumti dan Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy.213

Mengangkat tangan ketika berdo’a qunut dan makmum mengucapkan Amin. Hal ini didasarkan riwayat dari Abu Rafi’ bahwa ia menceritakan: “aku pernah sholat dibelakang Umar bin Khatthab, beliau berqunut setelah ruku’ dan mengangkat kedua tangannya sambil menjaharkan do’a.214 Begitu pula makmum mengaminkan. Lihat hadits Ibnu Abbas diatas. Perlu diperhatikan pula bahwa pengaminan hanyalah diucapkan pada lafazh-lafazh do’a, bukan pada lafazh pujian. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad dan dibenarkan oleh Imam Al-Khiroqy dan An-Nawawi.215

Tidak mengusap wajah dengan kedua tangan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “adapun mengusap wajah dengan kedua tangan, tidak ada hadits yang berasal dari Nabi saw yang menjelaskannya kecuali dua hadits yang tidak dapat dijadikan sebagai hujjah (argumentasi).

Hadits yang dimaksud adalah : “Apabila Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya sewaktu berdo’a, beliau tidak menurunkan keduanya sebelum mengusapkan wajahnya dengan keduanya.”216 Begitu juga dengan hadits yang mengatakan “maka jika engkau telah selesai, usaplah wajahmu dengan kedua tanganmu.”217 Mengenai hadits pertama, Syaikh Al Albani berkata: “hadits dhaif. Hadits ini memiliki 2 jalur, akan tetapi hadits ini tetap tidak kuat sekalipun dengan menggabungkan kedua jalur ini, karena hadits ini sangat dhaif.” Mengenai hadits kedua, Syaikh Al-Albani berkata: “hadits ini dhaif.”218

Pendapat ini dibenarkan oleh An-Nawawi, Baihaqi dan para peneliti hadits. Al-Baihaqi berkata, “saya tidak hafal satu hadits pun tentang mengusap wajah disini, atau dalam sholat, dari para ulama salaf.219

Bacaan dalam Qunut Witir

Rasulullah saw mengajarkan bacaan Qunut witir kepada al Hasan bin Ali : “ Allahummah dinii fiiman Hadait …dst (lihat poin 8 bab 4 dari buku ini)

Sebagaimana disyari’atkan pula memberi tambahan di dalam do’a qunut dalam sholat witir pada pertengahan Romadhon, sebagaimana yang ditegaskan dalam atsar Abdurrahman bin Abd al-Qori yang menceritakan perihal Qunut yang dilakukan Umar bin Khattab : dan mereka mengutuk orang-orang kafir dipertengahan (romadhon):

“Allahumma qootilil kafarotal ladziina yashudduuna an sabiilika wayukadzibuuna rusulaka walaa yu minuuna biwa’dik. Wa khoolif bayna kalimatihim wa alqi fii quluubihimmur ru’ba, wa alqi alaihim rijzaka wa adzaabaka ilaahal haq.”

“Ya Allah, binasakanlah orang-orang kafir yang menghalangi (manusia dari) jalan-Mu.mendustakan para rasul-Mu, tidak mempercayai janji-Mu, jadikanlah perselisihan diantara mereka, serta timpakan siksa dan adzaab-Mu kepada mereka, wahai Ilah yang haq.”

Kemudian bershalawat kepada nabi saw, mendoakan kebaikan (bagi) orang-orang muslim sesuai dengan kemampuan, dan selanjutnya memohonkan ampunan bagi orang-orang yang beriman. Dia menceritakan, dan jika selesai melaknat orang-orang kafir dan bershalawat kepada nabi220 serta memohonkan ampunan bagi orang-orang mukmin, laki-laki maupun perempuan, dan memanjatkan permohonan, dia membaca:

“Allahumma iyyaaka na’budu, walaka nushollii wanasjud. Wa ilaika nas’aa wanahfid, wanarjuu rohmataka robbanaa, wanakhoofu adzaabakal jidda, inna adzaabaka liman ‘aadaita mulhiq.”

“Ya Allah, hanya kepada-Mu kami menyembah, kepada-Mu pula kami sholat dan bersujud, kepada-Mu juga kami berusaha dan bersegera, dan kami senantiasa mengharap rahmat-Mu, wahai Rabb kami. Dan kami juga takut akan adzab-Mu yang pedih. Sesungguhnya adzab-Mu itu akan ditimpakan kepada orang yang Engkau musuhi.”

Page 50: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Kemudian beliau bertakbir dan turun untuk sujud.221

Berkata Syaikh muhammad shaleh al-khuzaim dalam shifat sholat Qiyamil Lail: baik membaca doa qunut Hasan bin Ali maupun do’a qunut Umar maka dianggap telah melaksanakan sunnah qunut. Yang utama adalah menggabungkan keduanya. Diawali dengan qunut Umar, karena di dalamnya terkandung pujian dan sanjungan kepada Allah yang harus di dahulukan atas do’a. Demikianlah yang disepakati oleh para sahabat. Kemudian berdo’a dengan do’a yang diajarkan Rasulullah kepada Al-hasan. Inilah pendapat yang dianut oleh Imam Ahmad dan dinyatakan pula oleh Al-Kasani dari pengikut madzhab hanafi. Dikuatkan pula oleh Syaikh Muhammad bin Utsaimin dan diriwayatkan oleh An-nawawi dari sebagian pengikut madzhab Syafi’i.222

Terdapat tambahan atas do’a yang telah disebutkan. Karena konteksnya disini adalah konteks berdo’a, maka adanya tambahan adalah sesuatu yang sesuai. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa nabi berdoa untuk kebaikan orang-orang mukmin dan mencela atas orang-orang kafir.223

Syaikh bin Baz berkata, “tidak mengapa seseorang berdo’a dengan do’a yang mudah baginya, walaupun dengan do’a yang tidak diriwayatkan, jika dalam redaksinya mengandung kebenaran.” Demikianlah yang dinyatakan oleh Syaikh Al-Utsaimin dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama.224

Jika bacaan do’a qunutnya ditambah dengan do’a lainnya melebihi apa yang telah ditetapkan, hendaknya diperhatikan 5 hal. 225

1. Tambahan itu harus sejenis dengan do’a yang dikehendaki dari qunut yang telah disebutkan.

2. Tambahan itu hendaknya diambil dari doa-doa umum dari Alqur’an dan As-Sunnah.

3. Waktu membaca tambahan do’a itu hendaknya dilakukan setelah do’a qunut dalam hadits Al-Hasan bin Ali dan sebelum do’a yang ada dalam hadits Ali tadi.

Allahummah dinii fiman hadait ... (hadits hasan bin Ali)

Do’a - do’a tambahan

Allahumma inni audzu biridhoka min sakhotik... (hadits Ali bin Abi thalib)

4. Hendaknya tambahan itu tidak dijadikan ciri (simbol) yang dibaca secara rutin

5. Tambahan itu hendaknya tidak terlalu panjang sehingga menyulitkan para makmum.

Disunnahkan untuk menutup do’a qunut dengan apa yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah bersabda di akhir witirnya :

“Allahumma innii audzu biridhoka min sakhotik, wabimuu aafaatika min uquubatik, wa auudzubika minka laa uhshi tsanaa an alaik, anta kamaa atsnaita alaa nafsik.” 226

Page 51: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 16

BEBERAPA SIFAT SHOLAT MALAM

Bab ini merupakan materi pelengkap dari sifat sholat malam yang telah di ulas panjang lebar di bab-bab sebelumnya.

Sholat Malam dengan berdiri atau duduk atau berbaring

Pahala sholat sunat dengan duduk adalah setengah pahala sholat sunat dengan berdiri, berdasarkan hadits ‘Imran bin Hushain bahwa ia berkata, “Aku bertanyak kepada Rasulullah saw tentang orang yang sholat dengan duduk ? “beliau menjawab: “bila ia sholat dengan berdiri maka itu lebih baik, dan barang siapa yang sholat dengan duduk maka baginya pahala orang yang sholat dengan berdiri, dan barang siapa yang sholat dengan posisi tidur maka baginya setengah pahala orang yang sholat dengan duduk.” 227

Apabila sesuatu yang menghalanginya untuk sholat berdiri adalah karena lemah, atau sakit atau udzur yang lain, maka pahala sholatnya dengan duduk sama dengan pahala sholatnya dengan berdiri. Rasulullah saw bersabda “bila seorang hamba sakit atau melakukan perjalanan, maka ditulis baginya pahala seperti ia dalam keadaan menetap dan sehat.” 228

Terkadang beliau saw melakukan sholat lail dengan berdiri cukup lama, tetapi terkadang dengan duduk yang cukup lama. Bila beliau membaca ayat-ayat Alqur’an dengan berdiri, beliau melakukan ruku’ juga dengan berdiri. Bila beliau membaca ayat-ayat Alqur’an dengan duduk, beliau melakukan ruku’ juga dengan duduk.229

Terkadang beliau sholat lail dengan duduk dan membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan duduk. Bila sisa ayat-ayat yang belum dibaca kurang lebih 30-40 ayat, beliau berdiri, lalu membaca ayat-ayat tersebut sambil berdiri, kemudian ruku’ dan sujud, lalu melakukan hal yang sama pada raka’at kedua.230

Rasulullah melakukan sholat sunnah dengan duduk hanyalah ketika telah tua pada akhir hayatnya, kira-kira setahun sebelum beliau wafat.231 Beliau melakukan hal tersebut (sholat lail) dengan duduk bersila.232

Berdasarkan hadits diatas pula (hadits Imran bin Hushain), orang yang mengerjakan sholat sunnah dengan berbaring mendapat pahala ¼ pahala orang yang sholat sunnah dengan berdiri. Pendapat ini dipegang oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin dan sebagian pengikut madzhab hambali. Juga dikemukakan oleh Ibnu Hazm dan Ibnul Qayyim.233

Dibolehkan bagi orang yang Sholat malam (qiyamul lail) membaca alqur’an dengan suara keras, sedang atau pelan

Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata: ”bacaan Rasulullah kadang-kadang keras dan kadang-kadang pelan.”234

Adapun sholat tarawih, maka harus dinyaringkan bacaannya agar para makmum mendengarkan bacaan. Demikian juga jika sholat malam dilakukan secara berjamaah, sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah saw.

Waktu untuk sholat malam dan saat paling utamanya

Awal waktu sholat malam dan witir adalah setelah Isya’, dan akhir waktunya adalah terbit fajar. Hal tersebut dinyatakan dalam 1 hadits yang berbunyi : Dari Abu Bashrah al-Ghifari, dia bercerita, Rasulullah saw bersabda :

“Sesungguhnya Allah telah menambahkan untuk kalian satu sholat, yaitu witir. Oleh karena itu, kerjakanlah ia diantara sholat Isya’ sampai sholat shubuh.” 235

Sehingga bagi mereka yang mengerjakan sholat witir sebelum masuknya waktu Isya baik karena lupa atau menyangka telah sholat Isya atau telah mengerjakan sholat Isya tetapi diwaktu maghrib karena menjama’ sholat harus mengulang sholat mereka. Ini adalah pendapat jumhur ulama seperti Imam Malik, Imam syafi’i, Imam Ahmad, Imam Abu Yusuf, Al-Auza’i dan lain sebagainya.236

Page 52: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Sedangkan waktu sholat malam yang paling utama secara umum adalah di akhir malam. Hal tersebut dikarenakan mereka yang beribadah di akhir malam disebut Allah dalam Al-qur’an surat adz-dzariyat 17-18 “ Mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam; dan diakhir-akhir malam, mereka memohon ampun (kepada Allah).“ juga beberapa hadits diantara yang menyebutkan “Sesungguhnya sholat di akhir malam disaksikan (para malaikat) dan ia lebih utama.” 237 Juga hal tersebut bertepatan dengan turunnya Allah ke langit dunia untuk mengabulkan do’a 238 dan merupakan waktu terdekat antara hamba dengan Allah.239

Waktu yang paling utama untuk sholat Witir adalah di akhir malam. Ini berlaku bagi orang yang kuat tekadnya dan yakin bahwa dirinya bisa bangun di akhir malam. Adapun bagi orang yang khawatir tidak bisa bangun, maka hendaklah dia mengambil langkah hati-hati, yaitu melakukan witir di awal malam.240

Mengqadho sholat witir bagi orang yang tidak sempat melakukannya

Dari Abu Sa’id al Khudri bahwa ia menceritakan : “Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa yang tertidur atau terlupa melakukan sholat malam, hendaknya ia melakukannya di pagi harinya, atau ketika ia teringat.” 241

Dari Aisyah ra, dia berkata, “sesungguhnya nabi saw jika tertinggal sholat di malam hari karena sakit atau yang lainnya, beliau sholat di siang hari 12 raka’at.” 242

Namun yang paling utama bagi orang yang tertidur atau lupa melakukan witir, hendaknya ia melakukannya pada siang hari ketika matahari sudah tinggi, namun dengan menggenapkannya yang biasa ia lakukan pada malam harinya tergantung kebiasaannya. Bila ia terbiasa mengerjakan 11 raka’at pada malam harinya maka ia sholat 12 raka’at pada siang harinya. Bila ia terbiasa mengerjakan 3 raka’at pada malam harinya maka hendaknya ia mengerjakan sholat 4 raka’at pada siang harinya.

Hukum Sholat Sunat Malam Dengan Berjama’ah diluar Bulan Romadhon dan Pelaksanaannya Di Rumah Adalah Lebih Baik

Disyariatkan jama’ah dalam sholat malam, dengan syarat tidak dijadikan sebagai kebiasaan.

Dan pelaksaannya dirumah adalah lebih baik.243 Diantara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah Hadits Anas bin Malik ra.

Bahwa neneknya (dari Anas bin Malik), Malikah ra pernah mengundang Rasulullah saw untuk menyantap makanan yang dimasaknya untuk beliau, lalu beliau pun memakan sebagian darinya dan kemudian bersabda: “berdirilah kalian aku akan sholat bersama kalian.” Anas bin Malik berkata: “Kemudian aku mengambil tikar milik kamu yang berwarna hitam karena sudah lama dipakai. Lalu aku memercikinya dengan air. Selanjutnya Rasulullah saw berdiri diatas tikar tersebut, sedang aku sendiri membuat barisan dibelakang beliau bersama anak yatim, sedang sang nenek di belakang kamu.244 Kemudian Rasulullah saw mengerjakan sholat 2 raka’at bersama kami, selanjutnya beliau pergi.” 245

Juga hadits Auf bin Malik

Dari Auf bin Malik ra diriwayatkan bahwa ia bercerita: “aku pernah sholat bersama Rasulullah saw pada suatu malam, lalu beliau membaca surat Al-Baqoroh. Setiap kali membaca ayat Rahmat, beliau berhenti dan memohon. Setiap kali membaca ayat adzab, beliau berhenti dan meminta perlindungan.246 Kemudian beliau ruku’ sama lamanya dengan berdiri. Dalam ruku’, beliau membaca : “subhaana dzil jabarut wal malakuut wal kibriyaa wal ‘azhomah.”247

Kemudian beliau bersujud sama panjangnya dengan berdiri. Dalam sujud beliau membaca surat Ali Imran, kemudian baru pula membaca surat lain, satu surat satu surat.248

Do’a Iftitah Dalam Sholat Malam

Disunnahkan membaca do’a iftitah dalam sholat sunnat sebagaimana membacanya diwaktu sholat fardhu. Pernah Rasulullah membaca dalam sholat Lailnya “ subhaanakallahumma wabihamdika watabaarokasmuka wa ta’aalaa jadduka walaa ilaaha ghairuka. Laa ilaahailallah (3 x) , Allahu akbar kabiiroo (3x).” 249

Page 53: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Juga terdapat hadits serupa yang menyebutkan nabi saw membaca dalam do’a iftitah dalam sholat lail dengan kalimat “ Allahumma lakal hamdu anta nuurus samaawaati wal ardhi waman fiihinna, walakal hamdu ….250

Demikian pula kalimat “Allahumma rabba jibriil wa mikaaila wa israafiil, faathiros samaawaati wal ardhi, aalimal ghaibi wasy syahaadati, anta tahkumu baina ibaadika fiimaa kaanuu fiihi yakhtalifuuna, ihdiinii limakhtalafa fiihi minal haqqi bi idznika, innaka tahdii man tasyaa u ilaa shirootim mustaqiim.” 251

Dalam hadits yang lain disebutkan Allahu akbar (3x). Dzil malakuuti wal Jabaruti wal kibriya’i wal adz zhomah. 252

Page 54: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 17

SEBAGIAN DARI ETIKA QIYAMUL LAIL

1. Niat bangun akan sholat ketika akan tidur.

Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang naik ke ranjangnya sedang ia telah berniat untuk bangun melakukan sholat di malam hari, namun ia tertidur hingga waktu shubuh, maka ditulis baginya pahala apa yang ia niatkan dan tidurnya itu adalah sedekah dari Rabb-Nya.” HSR. Nasa’i, Ibnu Majah, Al-Hakim sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim dan disepakati Adz-Dzahabi .Al-Albani menshahihkannya dalam Irwaul Ghalil (II/204)

2. Menghapus bekas-bekas tidur dari wajahnya dengan tangannya, hingga muncul semangat dan keinginan untuk tidur menjauh darinya. Dalam hadits Ibnu Abbas ra disebutkan bahwa ia menceritakan: Rasulullah saw biasanya bila bangun malam, beliau memegang wajahnya dengan tangan beliau sambil membaca 10 ayat terakhir surat Ali Imran.” (HR Muslim)

3. Berdzikir ketika bangun tidur dengan do’a dari Ubadah bin Ash-Shamit ra.

Rasulullah saw bersabda : “barang siapa yang terbangun di sebagian malam, kemudian berkata: Laa ilaaha illallahu wahdahu laa syariikalah. Lahul mulku walahul hamdu wahuwa alaa kulli syai’in qodiir, alhamdulillahi wa subhaanallahu walaa ilaaha illallah wallahu akbar, walaa haula walaa quwwata illaa billah.253 Kemudian berkata : Allahummagh firlii (Ya Allah ampunilah aku) atau berdo’a, niscaya do’anya akan dikabulkan baginya. Apabila ia berwudhu dan mengerjakan sholat maka sholatnya pasti diterima. HR. Bukhari, Ibnu Majah dan Ibnu Sunni. Disebutkan pula dalam Shahih At-Targhib 1/323 hadits Ubadah bin Shamit

4. Disunnahkah untuk bersiwak (menggosok gigi) setelah bangun dari tidur.

Hudzaifah meriwayatkan Rasulullah bila bangun dimalam hari untuk melakukan sholat tahajud beliau menggosok mulutnya dengan siwak. HR. Bukhari dan Muslim

5. Membaca 10 ayat terakhir dari surah Ali Imran . “Inna fii kholqis samaa waati wal ardhi …dst.Berdasarkan riwayat Ibnu Abbas. HR. Muslim

6. Mengawali sholat malam dengan melakukan sholat 2 raka’at yang pendek. (lihat uraiannya di bab 14)

Yang dimaksud dengan meringankan adalah sebagaimana dijelaskan oleh pengarang al-hasyiyah, bukan menyepelekannya atau mempercepat gerakannya. Yang dimaksud adalah lebih pendek jika dibandingkan sholat lain.254

7. Berdo’a dalam sholat malam.

Dari jabir , aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya dimalam hari terdapat suatu waktu, yang apabila seorang muslim memohon kepada Allah kebaikan dunia dan akherat pada waktu itu, Allah pasti mengabulkannya, dan waktu itu ada disetiap malam.” HR. Muslim

8. Tidak memberatkan jiwa dalam menjalankan ketaatan.

Tidak boleh berlebih-lebihan dalam agama Islam dan tidak boleh memudah-mudahkannya. Dalam sebuah hadits Rasulullah mengomentari seseorang yang ingin selalu sholat sepanjang malam dengan sabda beliau : “Adapun saya, tidur dan berdiri sholat. Barang siapa yang benci kepada sunnahku, maka bukan dari golonganku.”255 Begitupula Ketika nabi saw mendapatkan tali yang memanjang diantara 2 tiang, maka beliau bertanya, “tali apa ini ?” Mereka menjawab,” ini adalah tali Zainab, jika dia kecapean bergantung padanya.” Maka nabi saw bersabda, “Tidak boleh, lepaskanlah. Hendaklah salah seorang diantara kalian sholat saat bersemangat dan apabila telah bosan, duduklah.” 256

Page 55: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

9. Tidak melakukan sholat tahajud ketika mengantuk.

Dari Anas bin malik, dari nabi sholallahu alaihi wa sallam: “bila seseorang dari kalian mengantuk dalam sholatnya, maka hendaklah ia tidur agar ia mengetahui apa yang dibacanya.” HR. Bukhari

10. Hendaklah menutup tahajjud dengan witir.

Dalam Hadits Ibnu Umar disebutkan Rasulullah bersabda : “Jadikanlah witir sebagai akhir sholat kalian di malam hari.” Dan dalam lafazh Muslim disebutkan : “Barang siapa yang sholat malam, hendaknya ia menjadikan witir sebagai akhir sholatnya sebelum shubuh, karena Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam memerintahkan demikian.” 257

11. Tidur setelah melaksanakan sholat tahajud.

Aisyah ra berkata: “aku tidak mendapati Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam pada waktu sahur dirumahku atau di dekatku melainkan dalam keadaan tidur.”258

Page 56: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 18

MASALAH SHOLAT TARAWIH 4 RAKA’AT 1 SALAM

Dalam Hadits Aisyah disebutkan:

“Tidak pernah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam sholat di bulan Romadhon dan tidak (dibulan) lainnya lebih dari 11 raka’at, (yaitu): beliau sholat 4 raka’at, maka jangan engkau tanyakan tentang bagusnya dan lamanya, kemudian beliau sholat 4 raka’at (lagi), maka jangan engkau tanyakan tentang bagusnya dan lamanya, kemudian beliau sholat (witir) tiga raka’at.”259

Ada dua permasalahan di dalam hadits di atas

1. Bolehkan sholat tarawih dengan 4 raka’at sekali salam ?

2. Apakah ada duduk tasyahud pada raka’at kedua dari 4 raka’at ini ?

Masalah Pertama

Untuk pertanyaan pertama, penulis sudah menguraikan sebagian ketika menjelaskan hadits Aisyah di bab 4. Di samping itu Perkataan Aisyah, “beliau sholat 4 raka’at”. Ini menunjukkan 4 raka’at yang dikerjakan nabi sholallahu alaihi wasallam dengan satu kali salam karena sesudah itu Aisyah mengatakan Tsumma yang artinya kemudian. Perkataan Tsumma diletakkan sesudah menyebut 4 raka’at, menunjukkan bahwa 4 raka’at itu dikerjakan dengan satu kali salam.260

Masalah kedua

Untuk pertanyaan kedua, secara explisit di dalam hadits Aisyah memang tidak dijelaskan apakah ada duduk tasyahud diraka’at kedua. Hal ini menjadikan mereka yang mengerjakan sholat tarawih 4 raka’at sekali salam terbagi kepada 2 pengerjaan.

Pertama.

Sholat tarawih 4 raka’at dengan sekali salam tanpa ada duduk tasyahud di dalamnya.

Kedua.

Sholat tarawih 4 raka’at dengan sekali salam dengan melakukan duduk tasyahud di raka’at kedua.

Penulis berusaha mengkaji mana yang lebih kuat diantara 2 cara pengerjaan ini. Penulis teringat bahwasanya ucapan Rasulullah untuk mengerjakan 4 raka’at ini di dapati juga dalam sholat sunat yang lain. Seperti sholat 4 raka’at sunat sebelum zhuhur, 4 raka’at sunat sebelum Ashar, 4 raka’at sunat sesudah jum’at, dan 4 raka’at dhuha. Dari sini penulis meneliti apakah ada hadits yang mendukung salah satu dari dua cara diatas di dalam bentuk sholat sunat 4 raka’at lain (selain 4 raka’at tarawih) yang telah penulis sebutkan.

Penulis mendapatkan bahwasanya untuk pengerjaan sholat sunat 4 raka’at sebelum Ashar ada indikasi yang menguatkan untuk duduk tasyahud di raka’at kedua. Hadits itu berbunyi :

Dari Ashim bin Dhamrah as- Saluli, dia bercerita, kami pernah bertanya kepada Ali tentang tathawu Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam pada siang hari. Dia menjawab: “kalian tidak akan sanggup mengerjakannya.” Lalu kami berkata:”beritahu kami mengenai hal itu agar kami bisa mengerjakan apa yang kami mampu.” Dia bercerita:

Page 57: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

“Adalah Rasulullah jika sholat fajar (shubuh) menundanya sehingga matahari ada disini –yakni dari arah timur- ukurannya dari sholat Ashar dari sini –yakni dari arah barat-, beliau berdiri lalu sholat dua raka’at dan berhenti. Jika matahari itu sudah ada disini, yakni dari arah timur. Ukurannya dari sholat zhuhur dari sini, yakni dari arah barat. Beliau berdiri lalu sholat 4 raka’at, empat raka’at sebelum zhuhur. Jika matahari telah condong ke barat, 2 raka’at setelahnya dan 4 raka’at sebelum ashar. Beliau memisah antara 2 raka’at dengan salam kepada malaikat Al-muqorrobin, para nabi dan kaum muslimin yang mengikuti mereka. (beliau menjadikan salam pada akhirnya).261

Kalimat “beliau menjadikan salam pada akhirnya” menunjukkan disunatkannya melaksanakan sholat sunnah 4 raka’at dengan memakai 1 salam.

Kalimat “beliau memisah setiap 2 raka’at dengan salam kepada malaikat muqorrobin, para nabi dan kaum muslimin yang mengikuti mereka” bermakna bukan salam untuk keluar dari sholat namun tasyahud karena lafazh hadits diatas lebih umum karena menyebut para malaikat, para nabi dan kaum mukminin yang dengan setia mengikuti mereka sampai hari kiamat. Karenanya Al Manawi merasa yakin bahwa yang dimaksud taslim di atas adalah tasyahud. Hal itu diperkuat karena taslim menyangkut makna umum seperti tasyahud “Assalamu alaina wa alaa ibadillahis Sholihin.” Hal itu diperkuat juga dengan sebuah hadits muttafaq ‘alaih yang diriwayatkan oleh ibnu mas’ud yang menceritakan:

Jika kami sholat bersama Nabi, maka kami mengucapkan salam kepada Allah sebelum kepada hamba-Nya, salam kepada Jibril, salam kepada Mika’il dan salam kepada seseorang. Tatkala sesesai beliau menghadapi kami dan bersabda: “sesungguhnya Allah adalah salam. Jika salah seorang diantara kalian duduk dalam sholat, maka hendaknya membaca; At-Tahiyatu lillah...Assalamu alaina wa ‘ala ibadillahis sholihin. Jika ia telah mengucapkan itu, maka sudah mencakup semua hamba-hamba shalih yang ada di langit dan bumi.”262

Sehingga untuk masalah ini penulis menguatkan pendapat jika dikerjakan dengan 4 raka’at sekali salam maka diraka’at kedua ada duduk tasyahud. Atau dengan kata lain shifat sholat sunat tersebut dikembalikan kepada shifat sholat biasa. Demikian pula adanya tahiyyat awal juga dikembalikan kepada pokok asal sholat yang 4 raka’at yakni ada tahiyyat awal. Hal ini di dasarkan kepada shifat sholat nabi secara umum seperti beberapa hadits dibawah ini:

Berkata Aisyah ra : “...adalah beliau (Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam) mengucapkan pada setiap dua raka’at At-Tahiyyat.”263

Rasulullah bersabda: “apabila kamu duduk pada setiap dua raka’at maka bacalah: Attahiyatul..”264

Beberapa pertanyaan:

Bukankah Aisyah tidak menjelaskan adanya tasyahud awal?

Jawab:

Tidak dijelaskannya oleh Aisyah bukan berarti tidak ada. Bukankah Aisyah juga tidak menjelaskan adanya bacaan iftitah, surah al fatihah, bacaan ruku,i’tidal,sujud dan lainnya.Apakah bacaan itu tidak ada? Tentunya ada. Tetapi aisyah dalam hadits itu hanya menjelaskan jumlah raka’at dan cara sholat malam yang 4 raka’at.

Bukankah kita memakai dua tasyahud maka akan serupa dengan sholat yang wajib?

Jawab:

Jika demikian apa bedanya anda mengerjakan sholat tahiyatul masjid atau sholat qobliyah shubuh 2 raka’at atau 2 raka’at sesudah maghrib dengan sholat shubuh yang biasa dikerjakan.? Tentunya niat yang membedakan satu sholat dengan sholat lainnya. 265

Tidak ada larangan sholat sunat menyerupai sholat wajib selain sholat witir yang 3 raka’at memang benar bahwa sholat witir yang 3 raka’at dilarang untuk menyerupai sholat maghrib.

Page 58: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB
Page 59: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 19

TANYA JAWAB BERKAITAN QIYAMU ROMADHON

Apa hukum membawa Al Qur’an bagi makmum dalam sholat tarawih di bulan Romadhon dengan dalil untuk mengikuti Imam?

Jawab:

Membawa mushaf dengan tujuan ini, menyelisihi sunnah berdasar beberapa hal, yaitu:

Pertama, Hal ini menjadikan seseorang tidak meletakkan tangan kananya di atas tangan kirinya. Kedua, Menjadikan seseorang harus banyak bergerak seperti membuka mushaf, menutupnya, meletakkannya di ketiak atau disaku dan sebagainya. Ketiga,Menyibukkan orang tadi dengan gerakan-gerakan tersebut dalam sholat. Ke empat, menghilangkan kesempatan untuk melihat ke arah tempat sujud, padahal sebagian besar ulama memandang bahwa melihat ke tempat sujud termasuk sunnah dan keutamaan. Ke lima, Orang ini mungkin tidak merasakan bahwa ia sedang sholat bila hatinya sedang tidak konsentrasi. Berbeda jika ia sholat dengan khudu’ dan tawadhu’ dengan meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri, dengan kepala menunduk melihat tempat sujud. Hal ini lebih dekat kepada hadirnya perasaan bahwa ia sedang sholat dibelakang imam.266

Sebagian Imam masjid mencoba untuk menyentuh hati manusia dengan cara merubah irama suaranya dalam sholat tarawih. Sebagian orang mendengarkan hal ini dan mengingkarinya. Bagaimana pendapat anda tentang hal ini?

Jawab:

Menurutku (syaikh Al Utsaimin), jika perbuatan ini masih dalam batas-batas syar’i dan tidak berlebih-lebihan maka tidaklah mengapa. Tentang ini Abu Musa Al Asy’ari berkata kepada nabi Saw: “sekiranya aku tahu bahwa anda mendengar bacaanku, tentulah akan kuperbagus suaraku” HR. baihaqi dan Abu Ya’la.

Maka jika sebagian orang memperbagus suaranya, atau melagukan suara agar menyentuh hati manusia maka menurutku hal itu tidak mengapa. Tetapi berlebih-lebihan dalam masalah ini, yang mana bacaan Al Qur’an jadi tidak sesuai dengan aturan karena perbuatan itu, maka hal itu menurutku termasuk perbuatan Ghuluw (berlebih-lebihan) yang tidak layak untuk dikerjakan. Dan Allah yang tahu.267

Apa hukum do’a mengkhatamkan Al Qur’an dalam sholat malam pada bulan Romadhon?

Jawab:

Saya (Al Utsaimin) tidak tahu adanya sunnah Nabi saw tentang mengkhatamkan Al Qur’an dalam sholat malam di Bulan Romadhon, juga dari para sahabat. Yang ada yaitu riwayat dari Anas bin Malik ra : “Bahwa jika beliau mengkhatamkan Al Qur’an beliau mengumpulkan keluarganya.” Dan ini dikerjakan diluar sholat.

Kemudian Khataman yang tidak ada sumber riwayatnya dari Sunnah ini, ternyata manusia terutama para wanita banyak sekali berkumpul di masjid tertentu. Hal ini menyebabkan ikhtilat saat keluar dari masjid. Keadaan ini tentu jelas bagi orang yang pernah melihatnya.

Tetapi sebagian ahli ilmu menyukai pengkhataman Al Qur’an dengan do’a seperti itu. Sekiranya imam mengkhatamkannya pada akhir malam dan membacanya pada saat qunut dari sholat witir maka hal itu tidak mengapa karena qunut itu disyariatkan.268

Page 60: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Apa maksud Bid’ah hasanah yang diucapkan oleh Umar bin Khattab?

Jawab:

Perkataan Umar “ Ni’mal bid’atu haadzihi “269 dijadikan oleh sebagian ulama untuk membagi bid’ah menjadi 2 bagian yakni ada bid’ah yang baik dan adapula bid’ah yang buruk.270 Bila pembagiannya seperti itu maka akan menghapus sabda nabi saw yang berbunyi dalam riwayat Muslim dari Jabir bin Abdullah “setiap bid’ah adalah sesat”

juga Hadits Irbadh bin Sariyyah dibawah ini

Dari Irbadh bin Sariyyah ra, ia berkata: “Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam memberi nasehat kepada kami yang membuat hati kami bergetar dan berlinangan air mata (karena terharu). Seseorang dari kami berkata: “ya Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan, maka berilah kami wasiat.” Maka beliau bersabda: “aku wasiatkan kepada kamu sekalian untuk tetap bertaqwa kepada Allah, dan senantiasa mendengar dan taat walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Barang siapa hidup (berumur panjang) diantara kalian niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu kalian wajib berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaur-rasyidin yang diberi petunjuk (yang datang) sesudahku, gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah perkara-perkara baru yang diada-adakan (dalam urusan agama) Karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat”271.

Demikian pula perkataan Ibnu Umar ra: semua bid’ah adalah sesat walaupun manusia melihatnya baik.272

Pertama. Berjama’ah dalam tarawih bukanlah bid’ah ia adalah sunnah karena Rasulullah saw pernah mengumpulkan manusia kala itu dalam 3 malam bulan Romadhon. Kalaupun akhirnya beliau meninggalkan berjama’ah, semata-mata hanya takut dianggap wajib. Ketika Umar melihat illat (sebab) itu hilang, kembalilah ia mengerjakan sholat tarawih dengan berjama’ah.

Dari Aisyah ra: ‘bahwasanya Rasulullah sholallahu Alaihi wa Sallam sholat pada suatu malam di masjid, maka sholatlah manusia (para sahabat) dengan Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam, kemudian sholatlah dari suatu kabilah, maka semakin banyaklah manusia, kemudian mereka berkumpul pada malam yang ketiga, atau keempat, maka Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam tidak keluar pada mereka. Ketika shubuh Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam bersabda: “sungguh aku telah melihat apa apa yang kalian kerjakan, dan tidaklah ada yang menghalangiku untuk keluar pada kalian melainkan karena aku takut hal tersebut diwajibkan atas kalian.” Hal itu terjadi pada bulan Romadhon.273

Kedua, Tarawih berjama’ah belumlah dikenal dan belum diamalkan semenjak zaman kekahlifahan Abu Bakar dan juga di awal-awal kekhalifahan Umar sendiri. Sehingga yang dimaksud dengan perkataan Umar itu adalah pengertian bid’ah yang dilihat dari segi bahasa (lughowi) bukan dari segi syariat. Karena arti bid’ah menurut bahasa mencakup semua yang dikerjakan tanpa adanya contoh yang mendahuluinya. Sedangkan definisi bid’ah secara syar’i adalah setiap apa-apa yang tidak ada dalil syar’i yang menunjukkan atasnya.274 Dan inilah yang dipahami oleh ulama-ulama seperti Ibnu Taimiyah275, Ibnu Katsir276, Ibnu Rojab277 dan Muhammad Rasyid ridho.278

Penulis nukilkan perkataan Imam Ibnu Katsir 279 dibawah ini:

“Bid’ah itu ada 2 macam:

1. Adakalanya bid’ah itu secara syar’i sebagaimana sabda Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam “sesungguhnya setiap yang di ada-adakan bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”

2. Adakalanya bid’ah itu secara lughoh, sebagaimana perkataan amirul mukminin Umar bin Khattob ra tentang pengumpulan mereka untuk melaksanakan sholat tarawih secara berjamaah dan dilakukan demikian seterusnya, yakni nikmatnya bid’ah adalah ini.”

Page 61: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Kami mempunyai masjid yang biasa digunakan untuk sholat. Ketika kami selesai dari sholat berjama’ah para jama’ah berdzikir secara jama’i (bersama-sama) seperti membaca “astaghfirullahal adziim wa atuubu ilaih. Apakah dzikir dengan cara seperti ini berasal dari nabi sholallahu alaihi wasallam ?

Jawab:

Tentang istighfar, hal itu berasal dari Nabi sholallalhu alaihi wasallam. Diriwayatkan bahwa setelah selesai salam beliau mengucapkan ‘astaghfirullah” sebanyak 3 kali sebelum berpaling kepada para sahabatnya.

Adapun cara yang telah disebutkan oleh penanya, bahwa mereka mengucapkan istighfar secara jama'i , maka ini adalah bid’ah dan tidak berasal dari petunjuk nabi sholallahu alaihi wasallam. Akan tetapi yang dianjurkan adalah agar setiap orang berdzikir untuk dirinya sendiri tanpa terika dengan yang lain dan tanpa suara jama’i. Para sahabat radiallahu anhum berdzikir secara sendiri-sendiri tanpa suara jama’i, demikian pula yang dilakukan oleh generasi terbaik sesudah mereka (tabi’in dan tabi’ut-tabi’in).

Istighfar disunnahkan agar dibaca setelah salam. Akan tetapi apabila dibaca dengan suara jama’i, maka ini adalah bid’ah yang wajib ditinggalkan dan dijauhi.280

Apakah hukum dzikir secara bersama-sama (kolektif) dengan satu paduan suara sehabis sholat, seperti halnya yang biasa dilakukan oleh sebagian orang, apakah dzikir itu disunatkan nyaring ataukah tidak ?

Jawab:

Menurut Sunnah kita dianjurkan menyaringkan bacaan dzikir setiap habis sholat lima waktu dan setiap habis sholat jum’at , tepatnya sesudah salam. Hal seperti itu diberitakan oleh hadits yang terdapat dalam shahih Bukhari dan shahih Muslim dari Ibnu Abbas, katanya, “sesungguhnya mengeraskan suara dengan berdzikir ketika orang-orang usai mengerjakan sholat wajib adalah biasa dikerjakan pada masa nabi sholallahu alaihi wasallam.”281 Adapun bacaan dzikir yang dibaca secara bersama-sama (kolektif) dimana setiap orang berusaha untuk menyerasikan ucapan kawannya dari awal hingga akhir. Maka dzikir dengan paduan suara semacam ini jelas tidak ada dasarnya dari Islam. Justru dzikir seperti itu merupakan bid’ah (mengada-adakan ajaran yang tidak ada tuntunan dari Nabi ). Yang jelas, kita dianjurkan agar berdzikir kepada Allah secara bersama-sama, namun tidak dengan tujuan memadukan suara dari awal hingga akhir. Wallahu waliyyut taufiq.282

Apakah disyariatkan berjama’ah bagi wanita dalam menjalankah Qiyamur Romadhon?

Jawab:

Berkata Al-Albani dalam Qiyamu romadhon : dan disyariatkan bagi wanita untuk menghadiri sholat tarawih berjama’ah seperti yang terdapat dalam hadits Abu dzar (- saya katakan adalah hadits “sesungguhnya seseorang apabila sholat bersama imam sampai selesai, akan dihitung baginya sholat semalaman”). Bahkan dibolehkan bagi mereka untuk menjadikan imam khusus bagi mereka selain imam bagi kaum pria.

Adalah Umar mengumpulkan manusia untuk sholat berjama’ah, beliau menjadikan Ubay bin Ka’ab sebagai imam kaum pria dan Sulaiman bin Abi Hatsmah sebagai imam kaum wanita.

Diriwayatkan dari Arfajah Ats-tsaqofi, ia berkata, “dahulu Ali bin Abi Thalib memerintahkan manusia untuk melakukan sholat dimalam bulan Romadhon, beliau menjadikan untuk kaum pria seorang imam dan untuk kaum wanita seorang imam. Dan dahulu saya menjadi imam kaum wanita.”283

Kami mendengar ada ulama yang mendhaifkan penambahan al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas) dalam raka’at ketiga (terakhir) dari Witir, siapa saja mereka?

Jawab:

Page 62: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Memang benar Imam Ahmad, Al-Uqaily dan Ibnu Ma’in mengingkari tambahan mu’awwidzatain . Hadits ini di anggap lemah oleh Syaikh bin Baz, Syaikh Abdurrahman Al Bassam,284 Syaikh Abu Malik kamal bin As Sayid Salim.285

Karena itu mereka yang berpendapat demikian mengatakan seharusnya orang yang sholat witir 3 raka’at hanya terbatas dengan membaca surah Al-Ikhlas pada raka’at ketiga.

Imam Tirmidzi meriwayatkan, bahwa kebanyakan ulama dari kalangan sahabat dan orang setelah mereka memilih untuk membaca satu surah dalam setiap raka’at, atau tidak menggabungkan 2 surah dalam satu raka’at. Adapun pengkhususan surah-surah ini adalah karena surah sabbihis mencakup urusan-urusan dunia dan akhirat, surah al-Kafirun mencakup tauhid amali (praktek) dan tauhid iradi (kehendak), sedangkan al-ikhlas mencakup tauhid khabari dan tauhid ilmi.286

Hanya saja penulis katakan bahwa ada penilaian yang berbeda mengenai status hadits ini.

Diriwayatkan oleh Abdul ‘aziz bin Juraij, bahwa dia pernah bertanya kepada Aisyah, “dengan surah apa Rasulullah mengerjakan sholat witir ?” Aisyah menjawab, “beliau membaca pada raka’at pertama sabbihisma rabbikal a’laa, pada raka’at kedua Qul yaa Ayyuhal Kaafiruun dan pada raka’at ketiga membaca Qul huwallahu ahad dan Al-mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas) terdapat dalam Sunan Tirmidzi (462), dinilai shahih oleh Ibnu Hibban (VI/188 dan 201, hadits no.2432 dan 2448 –al Ihsan).Hadits ini dinilai hasan oleh Tirmidzi, dan disetujui oleh Syaikh Ahmad Syakir rahimahullahu ta’ala. Juga dinilai shahih oleh Muhaqqiq kitab, al-Ihsan. Juga Al-Albani di dalam kitab shahih sunan Tirmidzi. Hal ini dikemukakan oleh Dr. Muhammad bin Umar salim Bazamul dalam bukunya Bughyatul Mutathawwi fii shalaatit Tathawwu’. Imam Asy-Syafi’i dan Imam Malik berpendapat untuk membaca surah mu’awidzatain (surah Al-Falaq dan An-Naas) bersama surah Al-Ikhlas pada raka’at ketiga pada sholat witir berdasarkan hadits Aisyah.

Wallahu A’lam

Penting juga diketahui oleh para Imam sholat bahwa surah-surah diatas sesekali ditinggalkan agar tidak dikira oleh jama’ah sholat bahwa surah-surah itu wajib dibaca bila melakukan witir.

Apa yang harus dilakukan orang yang sholat bersama Imam pada sholat tarawih dan hendak sholat tahajud di akhir malam ?

Jawab:

Cara pertama

Bila anda mengikuti sholat tarawih di awal malam kemudian ketika imam bangkit untuk sholat witir, maka anda tidak mengikuti witir bersama imam dan menjadikan witir anda di akhir malam. Hal ini menyebabkan anda tidak mendapatkan keutamaan hadits nabi saw “barang siapa berdiri bersama Imam hingga imam selesai sholat dituliskan baginya sholat semalam penuh.” Karena dia berpaling dari sholat tarawih sebelum sholatnya imam, maka dia dianggap tidak sholat bersama imam dari awal hingga akhir.

Cara kedua

Bila anda mengikuti Imam dalam sholat tarawih di awal malam lalu anda mengikuti witir imam, hanya saja ketika Imam salam dari witir, anda bangkit berdiri untuk menambah satu raka’at hingga menggenapkan sholat yang dilakukannya. Kemudian jika bangun di akhir malam, anda sholat tahajud dan melaksanakan sholat witir. Dengan cara ini akan diperoleh keutamaan witir di akhir malam dan mendapatkan keutamaan mengikuti imam hingga selesai sholat Inilah pendapat yang terkenal di kalangan madzhab Hambali.287

Cara ketiga

Anda ikut berwitir bersama Imam dan menyelesaikan sholat bersamanya. Kemudian jika bangun malam untuk bertahajud, dia sholat satu raka’at di awal sholatnya untuk menggenapkan sholat yang telah dilakukannya kemudian tahajud sesuai dengan kemauannya, kemudian sholat witir.Dengan cara ini dia telah menunaikan sholat witir di akhir malam.

Page 63: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Masalah ini dikenal dikalangan ahli fiqih dengan istilah naqdhu al-witr (membatalkan witir). Berarti dalam cara ini berarti menggabungkan 2 witir dalam satu malam, dan ini bertentangan dengan sabda Rasulullah saw, “tidak ada dua witir dalam satu malam” Mayoritas ulama berpendapat bahwa cara tersebut tidak membatalkan witir. Ini adalah riwayat Imam Ahmad dan dipakai oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni. Dan inilah yang benar. Juga riwayat dari Aisyah, dia ditanya tentang orang yang membatalkan witirnya, “itulah orang yang mempermainkan witirnya.’ Diriwayatkan oleh Sa’id dan yang lainnya.288

Cara keempat

Anda sholat tarawih dan witir bersama Imam di awal malam sampai selesai kemudian anda sholat tahajud lagi di akhir malam. Maka anda mendapat pahala Sholat semalam penuh karena mengikuti imam sampai selesai.

Cara kelima

Namun Bila anda setelah selesai bersama imam dalam sholat di awal malam tadi tidak sholat lagi maka anda mendapatkan pahala sholat semalam penuh dan pahala mengikuti sunnah karena sholat terakhir anda adalah sholat witir.

Cara ke enam

Anda Sholat tarawih bersama imam di awal malam dan tidak melakukan witir bersama Imam. Kemudian pada akhir malam anda bergabung dalam jama’ah yang melakukan sholat tarawih dan witir di akhir malam. Maka hal ini seperti cara kelima hanya saja anda berkesempatan melakukan sholat lebih banyak.

Apakah bagi wanita lebih utama melaksanakan sholat malam (sholat tarawih pada bulan Romadhon) di masjidil Haram atau dirumahnya ?

Jawab :

Berkata Syaikh Al-Utsaimin : Jawabnya adalah , untuk sholat-sholat fardhu, maka lebih utama dilaksanakan dirumah, sebab sehubungan dengan sholat fardhu bagi kaum wanita, maka masjidil haram seperti masjid-masjid lainnya.289

Adapun sholat malam Romadhon, sebagian ahlul ilmi mengatakan : bahwa yang lebih utama bagi kaum wanita adalah melaksakan sholat malam dimasjid-masjid berdasarkan dalil bahwa nabi saw mengumpulkan keluarga serta mengimami mereka dalam melaksanakan sholat malam di bulan Romadhon, dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar dan Ali bin Abi Thalib, bahwa kedua sahabat Rasulullah ini memerintahkan seorang pria untuk mengimami sholat kaum wanita di masjid dan dalam masalah ini saya belum bisa memastikan karena 2 atsar yang diriwayatkan oleh Umar dan Utsman itu lemah sehingga tidak bisa dijadikan hujjah, begitu juga yang menyebutkan bahwa Rasulullah mengumpulkan keluarganya tidak menjelaskan bahwa beliau mengumpulkan mereka di masjid untuk sholat berjama’ah. Dan saya belum bisa memastikan, manakah yang lebih utama bagi seorang wanita, melaksanakan sholat tarawih dirumahnya atau dimasjidil haram sholat berjama’ah. Dan yang lebih utama baginya adalah sholat dirumahnya, kecuali jika ada nash yang menyebutkan dengan jelas bahwa sholatnya di Masjidil Haram adalah lebih utama. Akan tetapi jika ia datang ke Masjidil Haram maka diharapkan mendapatkan pahala sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw “Shalat di masjidil Haram sama dengan seratus ribu sholat (dimasjid-masjid lain).” Namun jika kehadirannya dapat menimbulkan fitnah maka tidak diragukan lagi bahwa sholat dirumahnya lebih utama.290

Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya : kaum wanita di bulan Ramadhan berlomba-lomba untuk mendapatkan shaf paling belakang dalam sholat berjama’ah di masjid, mereka enggan duduk di shaf pertama sehingga hal itu menyebabkan shaf-shaf pertama ditempat sholat kaum wanita menjadi kosong, dan sebaliknya shaf terakhir penuh membludak hingga menutup jalan bagi kaum wanita yang ingin menuju ke shaf depan, hal ini mereka lakukan berdasarkan sunnah Rasulullah yang berbunyi : “Sebaik-baik shaf wanita (dalam sholat) adalah shaf paling belakang.” Mohon penjelasan dari anda

Jawab:

Mengenai hal detailnya sebagai berikut : Jika kaum wanita itu sholat dengan adanya tabir pembatas antara mereka dengan kaum pria, maka shaf yang terbaik adalah shaf yang terdepan karena hilangnya hal yang dikhawatirkan

Page 64: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

terjadi antara pria dan wanita. Dengan demikian sebaik-baik shaf wanita adalah shaf pertama sebagaimana shaf-shaf kaum pria, karena keberadaan tabir pembatas itu dapat menghilangkan kekhawatiran terjadinya fitnah. Hal ini berlaku jika ada tabir pembatas antara pria dan wanita. Dan bagi kaum wanitapun harus meluruskan, menertibkan dan mengisi shaf depan yang kosong, kemudian shaf berikutnya, sebagaimana ketetapan ini berlaku pada shaf kaum pria. Jadi, ketetapan-ketetapan ini berlaku bila ada tabir pembatas.291

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya: Bolehkan kaum wanita menetapkan salah seorang diantara mereka untuk mengimami mereka dalam melakukan sholat di bulan Romadhon atau sholat lainnya ?

Jawab:

Ya, boleh bagi mereka untuk melaksanakan hal semacam itu, telah diriwayatkan oleh Aisyah,292 Ummu Salamah dan Ibnu Abbas yang menunjukkan tentang dibolehkannya hal itu. Wanita yang mengimami sholat kaum wanita harus berdiri ditengah shaf pertama dan mengeraskan suara ketika membaca ayat-ayat Alqur’an dalam sholat.293

Mana yang lebih utama sholat tarawih witir dilaksanakan secara berjama’ah di masjid atau sendiri-sendiri di rumah ?

Jawab:

Dalam masalah ini pendapat yang terkuat adalah dilaksanakan secara berjamaah294 dengan beberapa alasan berikut ini :

Pertama, Hadits Aisyah ra, “sesungguhnya Rasulullah saw pada suatu malam sholat di masjid lalu para sahabat mengikuti sholatnya, kemudian pada malam berikutnya (malam kedua) beliau sholat maka manusia semakin banyak (yang mengikuti sholat nabi), kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau malam ke empat. Maka Rasulullah saw tidak keluar pada mereka, lalu ketika pagi harinya beliau saw bersabda: “sungguh aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada kalian kecuali aku khawatir akan diwajibkan pada kalian, dan (peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhon.” 295

Imam An-Nawawi berkata : “dalam hadits ini terkandung bolehnya sholat nafilah (sunnah) secara berjamaah akan tetapi yang utama adalah sholat sendiri sendiri kecuali pada sholat-sholat sunnah yang khusus seperti sholat Ied dan sholat gerhana serta sholat Istisqo, dan demikian pula sholat tarawih menurut Jumhur Ulama.”296

Kedua, Hadits Abu Dzar yang berbunyi “Sesungguhnya barang siapa yang sholat (qiyamul lail) bersama imam hingga imam selesai sholat, ia akan mendapatkan ganjaran sholat semalam suntuk.” Berkenaan dengan hadits ini, Ibnu Qudamah berkata : “Dan hadits ini adalah khusus pada Qiyamu Ramadhan (tarawih).”297 Syaikh Al-Albani berkata dalam Qiyamu Romadhon : “apabila permasalahan seputar antarasholat tarawih yang dilaksanakan pada permulaan malam secara berjamaah dengan sholat (yang dilaksanakan) pada akhir malam secara sendiri-sendiri maka sholat (tarawih) dengan berjamaah lebih utama karena terhitung baginya Qiyamul Lail yang sempurna.”

Ketiga, Perbuatan Umar bin Khaththab dan para sahabat lainnya. Ketika Umar bin Khathathab ra melihat manusia sholat di masjid pada malam bulan Romadhon, maka sebagian mereka ada yang sholat sendirian dan adapula yang sholat secara berjama’ah kemudian beliau mengumpulkan manusia dalam satu jama’ah dan dipilihlah Ubai bin Ka’ab sebagai imam.298

Page 65: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Bab 20

ETIKA MENYIKAPI PERMASALAH KHILAFIYAH

Pada bab ini saya akan meringkaskan dari petuah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam karyanya Al Khilafu bainal Ulama, Asbaabuhu wa mauqifuna minhu dan Syaikh DR.Muhammad Abu al-fath al-Bayanuni (guru besar Hukum Islam Fakultas Syari’ah Universitas islam Muhammad bin Saud Saudi Arabia) dalam karyanya Dirasat fi al-Ikhtilfat al-Fiqhiyah serta tak tertinggal pula Adabul khilaf karya Syaikh Dr. Aidh Abdullah Al-Qorni

Sebab-Sebab perbedaan pendapat

1. Ada dalil yang belum sampai kepada seseorang, sehingga salah dalam menentukan hukum, bisa juga dalil telah diketahui, namun dianggap tidak layak sebagai hujjah. Bisa kita katakan perbedaan dalam hal ada atau tidaknya sebuah nash, dan bisa dipakai dalil atau tidak.

2. Suatu hadits telah sampai kepada seseorang, namun ia lupa

3. suatu hadits telah sampai kepada seseorang, dipahami tidak sebagaimana semestinya.Hal ini bisa dikarenakan karena faktor nash itu sendiri ataupun kemampuan pribadi seorang Imam atau mujtahid dalam memahami sebuah nash.

4. Seseorang tidak mengetahui hadits yang mansukh (yang terhapus) dan yang nasikh (yang menghapus). Dan termasuk dalam hal ini adalah perbedaan dalam menjamak atau mentarjih antara nash-nash yang pada lahiriahnya bertentangan.

5. Anggapan bahwa dalil yang disampaikan bertentangan dengan nash atau ijma’ yang dipandang lebih kuat.Hal ini bisa dikatakan secara lebih luas perbedaan tentang kaidah-kaidah ushul fiqih dan sejumlah sumber-sumber hukum.

6. Seorang ulama menggunakan hadits lemah atau menempuh cara berdalil yang lemah

Seseorang tidak akan lepas dari 3 golongan, yaitu:

1. Alim, bila ia termasuk golongan ini maka ia punya hak berijtihad dan berpendapat

2. Pencari ilmu,orang-orang yang dikaruniai ilmu oleh Allah tapi belum sampai derajat Alim. Maka tidak mengapa jika ia mengambil keumuman dan kemutlakan sesuai ilmu yang dikuasainya. Dia wajib memperkirakan dengan baik. Disamping itu hendaknya ia tidak jemu untuk bertanya kepada ulama, yang tentu ilmunya lebih tinggi darinya. Karena ia terkadang bisa salah, atau ilmunya belum mencukupi kecuali sedikit saja.

Orang terpelajar itu tingkatannya berbeda-beda-tidak akan lepas dari dua keadaan:

Pertama, ia merasa dan tahu bahwa dirinya mampu memeriksa dalil-dalil, karena ia memang punya ilmu yang cukup, punya kesanggupan dan kemauan untuk meneliti dan ada buku-buku referensi yang memadai. Maka bila kondisinya seperti ini ia boleh mengamalkan hal-hal yang rajih menurut penilaiannya. Dengan catatan ia tetap menghormati pendapat-pendapat lain dan tetap menghargai para ulama yang berbeda pendapat dengan pendapatnya.

Kedua, Ia merasa tidak mampu untuk melakukan hal itu, karena memang ilmunya tidak cukup, tidak punya kemauan untuk meneliti atau tidak ada buku-buku refernsi yang memadai. Bila kondisinya demikian maka tidak boleh mengamalkan hal-hal yang rajih, yang hanya berdasarkan penilaian dan pendapatnya pribadi saja. Sebab tarjihnya itu dapat dinilai tanpa dasar, dan penilaiannya pun dilakukan terhadap masalah yang bukan bidangnya. Dan kedudukannya sekarang adalah seperti orang awam sepenuhnya, meskipun dalam beberapa hal ada perbedaan.

Page 66: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

3. Kaum awam yang tidak tahu apa-apa, Bagi mereka ada kewajiban untuk bertanya kepada Ulama sebagaimana firman Allah “maka bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” Qs. An-Nahl : 43. Dalam hal ini al Khatib al-Baghdadi mengatakan: “orang yang boleh taklid adalah orang awam yang tidak tahu cara-cara mengambil dan menentukan hukum. Orang awam ini boleh taklid kepada orang alim atau ulama dan mengamalkan fatwanya.”299

Etika dalam khilafiyah

1. Ikhlas dan melepaskan diri dari nafsu. Siapa yang aktif dalam masalah-masalah khilafiyah karena dorongan nafsu dan menggunakan senjata fanatisme, maka dia tidak akan mendapat taufiq. Yang harus diperhatikan para pencari ilmu dan da’i, setiap kali muncul tanda khilaf, hendaklah dia memeriksa dirinya sendiri, mengecek kembali niatnya dan memeriksa pengaruh-pengaruh eksternal yang menyusup ke dalam hatinya, apakah dengan amalnya itu dia benar-benar mencari keridhoan Allah dan kampung akherat ataukah menghendaki urusan lain. Pada saat itulah dia akan bisa menentukan langkah, maju ataukah mundur.

2. Mengembalikan permasalahan yang dipertentangkan kepada kitab Allah dan Sunnah Rasulnya. Allah swt berfirman “kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu hal, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasulnya.” An-nisa’:59

3. Berbaik sangka kepada rival, tidak menuduh niatnya dan menjelek-jelekan pribadinya. Yang lebih mengenaskan lagi ,jika seseorang berbeda pendapat dengan orang lain, maka dia langsung melemparkan tuduhan bermacam-macam, menganggapnya mempuanyai tujuan yang buruk dan tidak baik. Subhanallah. Bukankah yang bisa mengetahui apa yang terpendam di dalam dada itu hanya Allah semata ? Apa pendapatmu jika berjuta-juta orang menuntut hak kepadanya pada hari kiamat nanti? Apa kebaikan yang dia andalkan untuk memenuhi hak-hak mereka? Ibnu Taimiyah berkata “seseorang tidak boleh mengikuti penyimpangan ulama. Namun dia juga tidak boleh memperbincangkan ulama dan orang-orang yang beriman kalau memang bukan ahlinya. Sebab Allah mengampuni dosa orang-orang mukmin karena kesalahan mereka. (Majmu fatawa 24/173)

4. Mengadakan dialog dengan cara yang paling baik300, tidak saling menyombong dan tidak bermusuhan. Hendaknya seseorang berkata atau berdialog dengan orang-orang, sehingga dia bisa menarik simpatinya dan mau mendengarkan kebenaran yang dibawanya. Dalam hal ini dia bisa berkata, “salah satu pihak diantara kami atau kalian pasti ada yang salah. Maka marilah sama-sama mencari, sehingga kita sama-sama bisa mengetahui kebenaran, lalu sama-sama mengikutinya. Inilah Ibnus-Sammak, salah seorang ulama salaf yang pernah bersitegang dengan orang lain. Tatkala berpisah, orang itu berkata, “besok kita tentu akan saling mencaci maki.” Namun Ibnus-Samak berkata, “besok kita tentu akan saling memaafkan.”

5. Menjauhi masalah yang hanya sepotong-sepotong dalam menghadapi Nash Syariat atau pendapat ulama. Jadi, yang harus diperhatikan dalam masalah-masalah khilaf. Hendaknya seseorang memandang masalah itu dengan pandangan yang sempurna dan menyeluruh dari segi nash-nash yang disebutkan dan dari segi pendapat para ulama serta pendapat suatu golongan, jama’ah atau madzhab, agar hukum yang dikeluarkan itu sudah benar.

6. Membedakan antara masalah yang sudah di ijma’ dan yang diperselisihkan. Masalah – masalah yang sudah di ijma’i atau disepakati, sudah tidak perlu diperdebatkan, dicari dan dipertanyakan. Maka komitmen kepadanya merupakan keharusan agama, seperti isi kitab dan sunnah dan sunnah yang kongkrit.

7. Mempertimbangkan kesudahan dan tujuan. Dengan kata lain, orang yang mencari kebenaran kemudian salah, berbeda dengan orang yang memang sengaja mencari kebatilan lalu dia mendapatkannya. Maka dari itu para fuqoha banyak yang menyertakan hukum berdasarkan niatnya. Merekapun membuat suatu kaidah yang terkenal: Al-Umur bimaqashidiha (segala sesuatu itu tergantung tujuannya). Kesudahan dari berbagai amalan juga merupakan masalah yang dipertimbangkan dalam syariat. Begitu pula masalah-masalah lain yang tidak bisa ditetapkan berdasarkan apa adanya. Jika sesuatu tampak berdampak negatif dan menimbulkan kerusakan sehingga tampak harus di ingkari pula, maka dia harus bersabar dan menahan diri dalam menghadapinya.

8. Mempertimbangkan faktor kebodohan, pemaksaan dan takwil. Berapa banyak orang yang mempunyai kepiawian menjadi pemimpin suatu kaum, dia juga mempunyai semangat dalam agama dan ikhlas karena Allah tetapi dia tidak banyak mengetahui hukum-hukum syariat. Sehingga dia banyak mengeluarkan hal-hal yang kontradiktif melainkan karena kebodohannya tentang masalah-masalah tersebut. Dalam menghadapi orang-orang semacam ini dibutuhkan sikap lemah lembut, memahami kebodohannya, berusaha menyadarkan dan menghilangkan kebodohannya, menyerunya kepada kebenaran dengan cara yang baik, terutama jika unsur-unsur politik sudah ikut campur dalam dirinya.

Alhamdulillah selesai dengan pertolongan Allah

Page 67: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

BEBERAPA TAMBAHAN DAN KOREKSI

1. Hal. 11, komentar Kautsar Amru terhadap kitab ikhtilaful hadits.

Penulis katakan: Kitab tersebut dicetak dibagian margin kitab al Umm juz VII

2. Footnote 123, penulis mengajukan hadits Thalq bin Ali seperti poin b dibawah itu yang menunjukkan adanya kemungkinan menambah raka’at lebih dari 2 setelah witir. Sehingga dalam hal ini penulis berbeda dengan pendapatnya Syaikh Salim bin Ied al Hilaly

3. Hal. 85, berkaitan posisi qunut dalam sholat witir apakah sebelum ruku’ atau sesudah ruku. Jika qunut dilakukan sebelum ruku’ maka didasari oleh : hadits Ubay bin Ka’ab, Hadits Anas bin Malik dan Atsar Abdullah bin Mas’ud. Jika Qunut dilakukan setelah ruku’ maka di dasari oleh hadits Abu Hurairah, Hadits Abdullah bin Abbas dan atsar Umar bin Khattab

4. Hal 7. tertulis : “Perkataan Allah dan Rasulnya” seharusnya Firman Allah dan Sabda Rasulullah Sholallahu Alaihi wa Sallam

5. hal. 57. inilah yang rajih bagi diri penulis” bahwa sholat malam itu tidak dibatasi”

6. hal. 23 footnote 47 : lihat bab 5,6,8.9 dan 10

7. Footnote 260. Lihat Al Masail karya Abdul hakim bin Amir Abdat

8. Untuk footnote dibawah ini semuanya termuat dalam salah satu referensi penulis, yakni nomer : 3, 8, 17, 20, 21, 22, 39, 40, 43, 44, 58, 60, 63, 71, 96, 103, 109, 110, 111, 116, 117, 118, 120, 121, 130, 133, 136, 137, 141, 143, 156, 159, 173, 177, 180, 197, 219, 272, 274, 287, 293, 297.

9. hal. 98. Masalah pertama. Penulis katakan: yang terbaik hendaknya membawa penafsiran 4 raka’at itu dengan 2 raka’at salam lalu 2 raka’at salam sesuai sabda Rasulullah Sholallahu Alaihi wa Sallam yang berbunyi :

“sholat malam dan siang itu dikerjakan dua-dua.”

HR. Ahmad (2/26 dan 51), Abu Daud (1295) dan Ibnu Majah (1175), Tirmidzi (587) dan Nasa’i (1666) dari sahabat Abdullah bin Umar

Hadits ini dishahihkan oleh Bukhari, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al Baihaqi, Ahmad Syakir, Al Albani dan Ibnu Baaz.

Masalah kedua, penulis mengkoreksi pada poin pertama yang tertulis: “..tanpa ada duduk tasyahud di dalamnya” maksudnya tanpa ada duduk tasyahud di raka’at kedua.”

Penulis juga mendapati pemahaman bila mengerjakan 4 raka’at satu salam maka ada duduk tasyahud di raka’at kedua seperti dalam tulisan DR. Muhammad bin Umar bin Salim Bazamul ketika membahas 4 raka’at sebelum zuhur. Beliau berkata: “lahiriyahnya menunjukkan bahwa nabi sholallahu alaihi wa Sallam biasa mengerjakannya secara bersambungan dengan 2 tasyahud tanpa pemutusan dengan salam, sehingga sholat tersebut dikerjakan layaknya sholat 4 raka’at lainnya. Dan Sholat ini dikhususkan dari keumuman hadits sholat malam dan siang hari itu dikerjakan 2 raka’at-dua raka’at.

Page 68: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Sumber Ide & Pustaka Penulisan

1. Adabul Khilaf –DR. Aidh Abdullah Al Qorni2. Adakah bid’ah Hasanah ? -Abdul Qayyum Muhammad nin Nashir As-Sahaibani3. Ahkam As-Sunan ar-Rawatib – Al Hafizh Abdurrahman bin Ali bin Al-Jauzi4. Al Faqih wa Al Mutafaqqih (Ringkasan) –DR. Amir bin Sa’id Az-Zaibari5. Al Fiqhu ala Madzhahibil Arba’ah – Imam Abdulrahman Al Jaziri6. Al Jamius Shaghir – Imam Jalaludin As-Suyuthi7. Al-Khilafu bainal ulama, asbaabuhu wa mauqifuna minhu – Syaikh Muhammad bin Sholeh Al

Utsaimin8. Al Masail –Abdul Hakim bin Amir Abdat9. Al Umm –Imam Syafi’i10. Al Muwaththa – Imam Malik bin Anas11. Apa kata Imam Syafi’i tentang dzikir berjama’ah setelah sholat wajib dengan suara

keras ? – Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa12. Al Qaul al Mubin – Syaikh Masyhur bin Hasan bin Mahmud bin Salman13. Bidayatul Mujtahid –Imam Ibnu Rusydi14. Bughyatul Mutatthawwi fii Shalaatit Tathawwu –DR. Muhammad bin Umar bin Salim Bazamul15. Bulughul Maram – AlHafizh Ibnu Hajar Asqolani16. Cahaya Sunnah dan gelapnya bid’ah – DR. Said bin Ali Bin Wahf al Qahthan17. Dirasat fi al-ikhtilafat al fiqhiyyah – DR. Muhammad Abu Al Fath Al- Bayanuni18. Dzikir bersama Bid’ah atau Sunnah – DR Muhammad bin Abdurrahman al Khumais19. Ensiklopedi Larangan –Syaikh Salim bin Ied Al Hilaly20. Ensiklopedi penghujatan terhadap Sunnah –Zaenal Abidin Syamsuddin Lc21. Ensiklopedi Tarjih masalah Thaharah dan sholat (At-Tarjih fi Masaa’il At-Thaharah wa Ash-

Sholah) – DR. Muhammad bin Umar bin Salim Bazamul22. Fatawa Fadhilatis Syaikh sholih bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan – Syaikh Sholeh bin

Fauzan bin Abdullah Al Fauzan23. Fatawa muhimmat tata’allaq bi Al Sholat - syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz24. Fatwa-fatwa tentang wanita – Amir bin Yahya Al Wazan25. Fathul Bari (syarah Shahih Bukhari) – Al Hafizh Ibnu hajar Asqolani26. Fiqhus Sunnah –Sayyid Sabiq27. Hadits-hadits palsu seputar Ramadhan – Prof. Ali Mustafa Yaqub28. Ikhtishar Musthalahhul hadits – Drs. Fatchur Rahman29. Ilmu Musthalah Hadits –A.Qadir Hasan30. Imam dalam sholat menurut Alqur’an dan As-Sunnah (Al Imamah fish Shalah Mafhumun) –

DR. Said bin Ali bin Wahf al Qahthan31. Irwaul Ghalil – Syaikh Nashiruddin Al Albani32. Ittihafu Ahlil iiman bi duruusi Syahri Romadhoona –Syaikh Shalih Al Fauzan33. Jami’ul Ulum wal Hikam -Imam Ibnu Rajab34. Kamus istilah-istilah Hadits (Mu’jam ishthilahat al-ahadits an Nabawiyyah) –Abdul mannan Ar-

Rasikh35. Majalah Al-Furqon edisi 1 tahun III / Sya’ban 1424 H36. Majalah Al Furqon edisi 2 tahun III / Romadhon 1424 H37. Majalah Al Furqon edisi 1 tahun IV / Romadhon 1424 H38. Majalah An-Nashihah vol 07 th 1/ 1425 H / 2004 M39. Majalah As-Sunnah edisi 07 / tahun VII / 1424 H40. Majalah As-Syariah vol 1 no. 3 Romadhon 1424 H41. Memahami dan mendalami masalah tahajud , tarawih dan witir –KH. Asroni hadi

Page 69: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

42. Majmu Fatawa Arkanil Islam- Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin43. Majmu’ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarrah – Syaikh Nashiruddin Al Albani44. Mukhtashar Shahih Bukhari –Imam Az-Zabidi45. Mukhtashar Shahih Muslim – Imam Al-Mundziri46. Nailul Authar – Imam Syaukani47. Panduan Sholat lengkap Tahajjud ( kaanu qolilal minal laili ma yahjaaun) –Syaikh Muhammad

bin Su’ud al Arifi48. Qiyamu Lail –DR. Said bin Ali bin Wahf Al Qohthon49. Qiyamu Ramadhan – Syaikh Nashiruddin Al-Albani50. Shahih Al Jamiush Shaghir- Syaikh Nashiruddin Al Albani51. Shahih Sunan Abu Daud – Syaikh Nashiruddin Al-Albani52. Shahih Sunan Tirmidzi – Syaikh Nashiruddin Al Albani53. Shahih Sunan Nasa’i –Syaikh Nashiruddin Al Albani54. Shahih Sunan Ibnu Majah –Syaikh Nashiruddin Al-Albani55. Shahih Fiqih Sunnah – Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim56. Sholatul Jama’ah –Syaikh Shalih Ghanim As-Sadlan57. Sholatut Tathawwu –DR. Said bin Ali bin Wahf al Qohthon58. Silsilah Hadits Shahih – Syaikh Nashiruddin Al Albani59. Silsilah Hadits Dhaif dan Palsu –Syaikh Nashiruddin Al Albani60. Shifat sholat Nabi Sholallahu Alaihi wa Sallam – Syaikh Nashiruddiin Al Albani61. Shifat sholat qiyamil lail – Syaikh Muhammad Shalih Al Khuzaim62. Syarah Shahih Muslim – Imam An-Nawawi63. Shahih At-Targhib wa Tarhib – Syaikh Nashiruddin Al Albani64. Shifat shaum Nabi Sholallahu Alaihi wa Sallam – Syaikh Salim bin ied al Hilaly65. Sifat Dzikir nabi Sholallahu Alaihi wa Sallam – Abu Abdillah bin Luqman al Atsary66. Silsilah Fatawa Syari’ah –Syaikh Abul Hasan Musthofa bin Ismail As-Sulaimani67. Sholatu Tarawih –Syaikh Nashiruddin Al-Albani68. Subulus Salam – Imam As-Shan’ani69. Sunan Abu Daud- Imam Abu Daud70. Sunan Tirmidzi –Imam Tirmidzi71. Syaikh Al Albani di hujat – Abu Ubaidah Yusuf72. Tafsir Alqur’an – Imam Ibnu Katsir73. Taisir Mushtholah Hadits – DR. Mahmud Thahan74. Tamamul Minnah – Syaikh Nashiruddin Al-Albani75. Tashhihud Du’a – Syaikh Bakar bin Abddullah Abu Zaid76. Tashih Hadits sholah al Tarawih Isyrin rak’ah wa al Radd ala Al Albani fi Tadh’ifihi –

Syaikh Ismail Al Anshari77. Taudhih al Ahkam min Bulughul Maram –Syaikh Abdurrahman Al Bassam78. Tuntunan Sholat lengkap – Drs. Moh. Rifa’i79. Ushul Al Hadits – DR. Muhammad Ajjaj Al Khathib80. Za’adul Ma’ad -Imam Ibnul Qayyim

Page 70: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Footnote

1 Penulis berterima kasih kepada teman penulis (Kautsar Amru) - adik kelas penulis di jurusan Teknik Kimia UGM - . Beliau banyak memberikan komentar terhadap naskah penulis. Karenanya beberapa komentar darinya akan penulis sertakan dengan menyebut namanya.

Kautsar Amru mengomentari: “Adapun mengenai masalah-masalah yang mempunyai dalil yang qoth’i (pasti), baik itu dilalah-nya (penunjukan/indikasi) ataupun hukum-nya, maka tidak ada khilaf (perbedaan pendapat) mengenainya. Hal ini terutama berkaitan mengenai masalah aqidah, manhaj, dan ketetapan syari’at yang qoth’i.

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS. Al-Ahzab : 36)

Jadi dalam masalah ikhtilaf, terdapat ikhtilaf tanawwu (yang diperbolehkan) dan ikhtilaf tadhood (yang tidak diperbolehkan). Dan hendaklah kita bisa membedakannya, menempatkan sesuatu pada tempatnya, serta tidak berlaku dzalim dalam masalah ini. Sehingga tampaklah kesalahan perkataan-perkataan orang-orang yang sedikit ilmu namun mempunyai kelebihan semangat dalam berdakwah, yang mana ketika diberi nasehat bahwa apa yang dia dakwahkan itu menyelisihi manhaj dan Aqidah Ahlus Sunnah Wal jama’ah, menyelisihi sunnah Nabi Shalalloohu ‘alaihi wasallam, maka dia berkelit bahwa ini adalah masalah khilafiah. Maka apakah dengan itu dia bermaksud untuk menolak Al-Qur’an dan Hadits-hadits yang shohih, bermain logika dan hawa nafsu serta tidak mau menerima kebenaran ? Hal ini kebanyakan terjadi pada kalangan harokiyyun, hizbiyyun dan muqollidun (ahli taqlid). Ini adalah fitnah yang besar !!

Untuk mempelajari hal ini lebih lanjut, maka lihat : Syarah Al-Aqidah Ath-Thahawiyah oleh Al-Imam Al-Izz bin AbdisSalaam, Ar-Risalah oleh Imam Asy-Syafi’i, Madaarikun Nadzor oleh Syaikh Abdul Malik Romadhon Al-Jazairi (pada bab-bab awal), dan juga kitab-kitab yang semisal. “

2 Ketika saya mempertanyakan status hadits ini kepada beliau , beliau mengatakan tidak tahu dan menunggu masukan dari siapa saja untuk memberi informasi mengenai status hadits itu. Kemudian beliau mengatakan ‘ini kan perkara sunat saja’. Maka penulis katakan namun ini masalah hukum, setiap perkara yang berujung kepada hukum maka tidak boleh memakai hadits dhaif.

3 Asy-syaikh Al-Albani berkata dalam Al-Irwa (2/192) tentang hadits ini : (hadits) ini isnadnya sangat shahih.

4 Lihat sholatu tarawih karya Al-Albani

5 Ibid, Diriwayatkan oleh An-Nasa’i (I:248). Dengan lafazh: “…beliau hanya salam…” Abdul Aziz bin Khalid meriwayatkannya secara menyendiri dari Said bin Abi Urubah lewat jalur sanadnya dari Ubay. Sedangkan Abdul Aziz itu, tak seorang ulamapun yang mempercayainya. Dalam “At-Taqrib” disebutkan bahwa beliau orang yang dapat diterima haditsnya (yaitu bila di iringi penyerta), kalau tidak, maka haditsnya agak lemah. Isa bin Yunus – yakni perawi terpercaya- menyelisihinya. Beliau meriwayatkannya dari Sa’id bin Abi urubah juga dengan lafazh itu, namun tanpa tambahan tadi. Diriwayatkan oleh Ibnu Nashr (126), An-Nasa’i juga dan Ad-Daruquthni (hal.174). Selain Ibnu Abi Urubah juga meriwayatkan tanpa tambahan itu, baik dalam riwayat An-Nasa’i maupun yang lainnya. Dengan itu, jelas bahwa tambahan tersebut adalah munkar dan tidak boleh dijadikan hujjah.

6 Lihat bab 5

7 Imam Ahmad berkata: “Suatu hadits, kalau tidak engkau kumpulkan jalan-jalannya engkau tidak akan faham, karena hadits satu dengan yang lainnya saling menafsirkan.” Merupakan suatu keharusan untuk memahami Sunnah dengan pemahaman yang benar, yaitu mengumpulkan hadits-hadits shahih yang satu pembahasan supaya (hadits) yang mutasyabih bisa dikembalikan kepada yang muhkam dan yang muthlaq dibawa kepada yang muqoyyad dan yang amm ditafsirkan oleh yang khashsh dengan cara itu akan menjadi jelas maksud dari hadits tersebut dan tidak perlu membenturkan antara makna hadits dengan makna hadits yang lain. Ada delapan kaidah memahami Sunnah yakni : memahami sunnah dengan pemahaman sahabat, mendahulukan pemahaman sunnah

Page 71: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

yang didukung oleh Alqur’an, mengetahui asbabul wurud hadits,menghimpun hadits-hadits yang semakna lalu diambil satu kesimpulan, mencari titik temu antara hadits hadits-hadits yang dianggap kontradiksi,menelusuri hadits dari sisi sejarah naskh dan mansukh, mengetahui gharibul hadits dan merujuk kepada kitab-kitab syarah Mu’tabar. Lihat Ensiklopedi penghujatan terhadap Sunnah karya Zaenal Abidin Syamsudin Lc

8 Apa yang wajib dilakukan oleh orang yang menemukan dua hadits yang saling bertentangan sama-sama maqbul ?

Jawab:

Pertama, Apabila memungkinkan dikumpulkan (dikompromikan) antara keduanya maka supaya dikumpulkan dan wajib keduanya diamalkan.

Kedua, kalau usaha ini gagal, hendaklah mencari mana diantara kedua hadits tersebut yang datang terlebih dahulu, dan mana yang datang kemudian. Hadits yang datang lebih dahulu dinasakh (dihapus) oleh hadits yang datang kemudian. Hadits yang dinasakh disebut dengan hadits Mansukh, dan hadits yang menasakhnya disebut dengan hadits nasikh.

Ketiga, kalau langkah kedua gagal maka beralih kepada penelitian mana hadits yang kuat, baik sanad maupun matannya untuk ditarjihkan. Hadits yang kuat disebut hadits rajih sedang yang ditarjihkan disebut marjuh.

Keempat, jika langkah ketiga tadi juga gagal maka kedua hadits tadi kita tawaqufkan (dibekukan), ditinggalkan untuk pengamalannya sampai nampak jelas kepada kita yang rajih. Hadits yang ditawaqufkan ini disebut dengan hadits Mutawaqqof-fihi.

9 Berkata Kautsar Amru : Saya belum mengetahui kitab Imam Asy-Syafi’i yang dimaksud oleh penulis. Namun saya melihat bahwa mungkin penulis kitab ini menyandarkan perkataannya dari tulisan Dr. Mahmud Thahhan “Taisir Mushtholah Hadits” dalam pembahasan Hadits Muhkam dan Mukhtaliful hadits. Namun yang masyhur dalam dunia fiqh, bahwa Imam Asy-Syafi’i rohimahulloh –lah yang pertama kali membuat kitab kodifikasi atau peletak dasar ilmu ushul fiqh yang pertama kali dengan kitabnya yang berjudul Ar-Risalah. Di dalam kitab Ar-Risalah tersebut juga terdapat bab yang khusus membahas mengenai masalah Ikhtilaful Hadits (Hadits-hadits yang bertentangan), mungkin ini yang dimaksud oleh penulis. Oleh karena itu pula Dr. Mahmud Thahhan berkata dalam awal-awal kitabnya “Taisir Mushtholah Hadits” dalam pembahasan Sekilas Sejarah Pertumbuhan Ulumul Hadits dan Masa-masa yang pernah dilaluinya : “Lantas terus berkembang, dan lambat laun ilmu-ilmu ini ditulis dan dibukukan, akan tetapi ditulis dalam beberapa kitab yang masih bercampur dengan ilmu-ilmu yang lainnya, seperti ilmu Ushul Fiqih dan kitab ilmu hadits, misalnya kitab Ar-Risalah dan kitab Al-Umm karya imam Asy-Syafi’i”. Walloohu a’lam. Bandingkanlah pula dengan tulisan Dr. Subhi Ash-Shalih “Ulumul Hadits wa Musthalahuhu” dalam pembahasan Ilmu Mukhtalaful Hadits.

Lihat : Kitab Ar-Risalah oleh Imam Asy-Syafi’i, Taisir Mushtholah Hadits oleh Dr. Mahmud Thahhan, Ulumul Hadits wa Musthalahuhu oleh Dr. Subhi Ash-Sholih, Ilmu Ushulul Fiqh oleh Syaikh Abdul Wahhab Kholaf, Ushulul fiqh oleh Syaikh Muhammad Abu Zahroh, dan Tarikhul Tasyri’atul Islami oleh Syaikh Khudhori Bik.

10 Banyak sekali ajaran-ajaran Islam di masyarakat yang perlu dikembalikan kepada Alqur’an dan As-Sunnah karena telah bercampur dengan tradisi setempat, hadits dhaif bahkan palsu dan akulturasi dengan agama lain. Tidak hanya itu saja justru semacam kewajiban-kewajiban yang diperintahkan oleh Allah perlu kita serukan pula semisal Sholat 5 waktu, mengenakan jilbab bagi wanita muslimah yang telah akil baligh., menjauhi muamalah yang bersinggungan dengan Riba. Bahkan Saya ingin berbagi cerita dengan pembaca, ketika saya dalam perjalanan dari Cikampek ke Yogyakarta menggunakan kereta Api sampailah masuk waktu shubuh namun saya perhatikan banyak sekali orang Islam baik bapak-bapak, ibu-ibu dan remaja yang tidak ada geliat untuk sholat shubuh dalam perjalanan, padahal saya yakin dengan atribut mereka seperti kopiah dan jilbab menunjukkan mereka muslim namun sampai hilangnya shubuh tidak ada aktivitas mereka untuk sholat Mungkin diantara pembaca yang budiman tahu cara berdakwah kepada orang-orang Islam dalam kereta api ? Apakah mereka tidak tahu cara sholat dalam perjalananan ataukah sebenarnya mereka diluar perjalanan pun biasa tidak sholat ? Ini yang kita sedihkan. Mudah-mudahan Departemen Agama dan jawatan kereta Api bisa bekerja sama dalam mengatasi permasalahan Besar ini.

11 Berkata Kautsar Amru : Syari’at adalah tuntutan dari kesempurnaan Tauhid/kesempurnaan aqidah. Maka bagaimana syari’at bisa tegak jikalau permasalahan tauhid dan aqidah tidak mendapat prioritas utama dan tidak dijadikan sebagai pondasi dasar dari pola pembangunan dan pembinaan Islam. Demikian juga permasalahan wajibnya iltizam terhadap sunnah, melazimi untuk mengikuti sunnah, membenci terhadap bid’ah dan menjauhinya. Dan juga hendaklah da’i mempunyai bekal dakwah dengan akhlak yang baik dan ilmu syariat yang cukup. Maka berangkat dari sini tampaklah terlihat kesalahan/kritik terhadap pola manhaj pembinaan/dakwah beberapa orang yang menjadikan pola dasar pondasi pembinaannya bermuara dari fiqh

Page 72: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

mainded. Di sini saya menekankan bahwa pola pembangunan dan pembinaan Islam akan memegang peranan penting dalam menjawab masalah yang disebutkan penulis di atas. Walloohu a’lam

12 Penulis menyebut demikian dikarenakan beliau telah meninggal. Semoga Allah menerima keikhlasan dan amal shaleh beliau

13 Semisal dalam Takhrij dan tahqiq hadits, saya banyak menyebutkan Takhrij Syaikh Al-Albani beserta murid-muridnya , Syaikh Syu’aib dan Abdul Qadir Al-Arnaut, dan Syaikh Ismail Al-Anshari. Juga fatwa-fatwa Ulama-ulama yang berkompeten dibidang fiqih dan hadits seperti Syaikh bin Baaz, Syaikh Al utsaimin, Syaikh Al-Fauzan, Syaikh Said Al Qahthani, Lajnah Daimah Lil Ifta Saudi Arabia. Dalam Musthalah hadits saya banyak memanfaatkan tulisan Dr. Mahmud Thahhan dan tidak ketinggalan juga Para penerjemah buku-buku Islam yang saya miliki.

14 Kautsar Amru mengomentari:

Dari Aisyah Radhiyalloohu ‘anhaa bahwasanya Rasululloh shalloohu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang di dalamnya tidak ada perintah dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)

Ada bagusnya hadits ini dihafalkan, berikut juga terjemahannya dan maknanya, guna dijadikan pegangan dan selanjutnya guna untuk diamalkan sebagai panduan “bahwa dalam mengamalkan suatu amalan dan ibadah itu haruslah dalam batas-batas koridor syariat”.

Hadits ini mengandung suatu kaedah yang besar dari kaedah-kaedah Islam, dan dalam hadits ini terkandung banyak faedah-faedah berharga yang bisa kita jadikan pegangan. Walloohu a’lam

15 Kautsar Amru mengomentari:

Ada baiknya bagi pembaca yang memahami dasar ilmu fiqh, ushul fiqh, serta mustholah hadits untuk membaca kitab “Raf’ul Malaam ‘anil aimmatil A’lam” karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahulloh atau kitab-kitab yang semisal, untuk lebih memperdalam hal yang disebutkan di atas dengan penjabaran dan penjelasan yang lebih luas, serta agar mendapatkan nasehat yang bermanfaat mengenai masalah tersebut. Walloohu a’lam

16Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dan Adh-Dhiya al-Maqdisi dalam kitab al-Ahaadiitsul Mukhtaarah dan lain-lain dengan sanad yang shahih. Dinilai hasan oleh al-Mundziri. Lihat takhrij hadits ini dalam silsilah al-Ahaadiits Ash-Shahihah (1620) karya Al-Albani.

17 Dikeluarkan oleh Al-Lallika’i (1/133) dan Abu Nua’im dalam Al Hilyah (7/26) dan Al Baghowi dalam Syarhussunnah (1/216)

18 Lihat buku karya DR. Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf al Qohthani berjudul Nuru as-Sunnah wa Zhulumatu al Bid’ah (cahaya Sunnah dan gelapnya bid’ah).

19 QS. Al-haqqah: 44-46

20 HR. Bukhari Muslim dari Anas ra

21 Aqidah Ahlis-Sunnah wa AshHabil Hadits hlm. 299

22 Atsar riwayat Muhammad bin Wadhdhah dalam kitabnya Fihi Ma Ja’a fil Bida’, hlm 124. Hadits no. 162

23 HR. Bukhari no. 7306 dalam kitab: I’tishom. Muslim dalam kitab: Al-Hajj no. 1366

24HR. Bukhari dalam kitab: Ar-Riqoq dan Muslim dalam kitab al Faha’il. Hadits no, 2290

25 HR. Bukhari dalam kitab: Ar-Riqoq. Hadits nomer 6583

26 Qs. Al-Baqoroh :159

27 Al Ibanah al Kubra ((190), 1/89) dan Talbis al-Iblis halaman 11 karya Ibnu Jauzy. Lihat buku Ensiklopedi Penghujatan terhadap Sunnah karya Zainal Abidin Syamsudin, Lc

28 Lihat Shifat Sholat Nabi

29 ibid

30 ibid

31 ibid

Page 73: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

32 ibid

33 Risalah imam Malik ila al-Laits bin Sa’ad fil Hats ala ittibail Kitab was Sunnah. Hal. 14. Lihat ensiklopedi penghujatan terhadap sunnah karya Zainal Abidin Syamsuddin Lc

34 Risalah imam Malik ila al-Laits bin Sa’ad fil Hats ala ittibail Kitab was Sunnah. Hal. 14. Lihat ensiklopedi penghujatan terhadap sunnah karya Zainal Abidin Syamsuddin Lc

35 Risalah imam Malik ila al-Laits bin Sa’ad fil Hats ala ittibail Kitab was Sunnah. Hal. 15. Lihat ensiklopedi penghujatan terhadap sunnah karya Zainal Abidin Syamsuddin Lc

36 Lihat shifat sholat Nabi karya Al-Albani

37 Lihat shifat sholat Nabi karya Al-Albani

38 Syarah I’tiqad Ahli Sunnah wal Jama’ah ((317)1/176) karya Al-Lalikai. Lihat ensiklopedi penghujatan terhadap sunnah karya Zainal Abidin Syamsuddin Lc

39 HR. Bukhari dalam kitab Al Iman bab tathawwu’ sholat malam dibulan Romadhon termasuk iman no. 37, diriwayatkan pula oleh Muslim dan ini lafazhnya dalam kitab Sholatul Musafirin, bab anjuran untuk sholat di bulan Romadhon yakni sholat tarawih no. 759 dan diriwayatkan pula oleh lainnya dari Abu Hurairah, lihat Irwaul Ghalil (IV/14/906)

40 Fathul Bari (4/251), Majalis Ramadhon (58), At-Tamhid (3/320), Al Ijabat Al Bahiyah (6)

41 Hadits shahih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnad ( V : 159), penulis kitab sunan ( Abu Daud dalam bab Qiyam Romadhon no 1375, Tirmidzi, An-Nasa’i dalam bab sholat malam di bulan romadhon no. 406 dan Ibnu Majah dalam bab riwayat tentang sholat di malam Romadhon no. 1327 ) dan yang lainnya dari Abu Dzar. Lihat Irwaul Ghalil (447), Shahih sunan An-Nasa’I ( I : 303 ) dan Al Ijabat Al Bahiyyah

42 Lihat Syarah Muslim oleh An-Nawawi (VI : 286)

43 Lihat Al Mughni oleh Ibnu Qudamah ( II : 601)

44 HR. Ahmad, Ibnu Majah, Al Bazzar, Abu Ya’la dan Abdur Razaq meriwayatkannya dari Abu Hurairah. Al Albani berkata : “yang shahih hanya kalimat yang kedua saja, yang awal dhaif. Lihat Sunan Ibnu Majah 146-147 dan Al-Ijabat Al Bahiyyah 8-10.

45 HR Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kedua shahihnya , dan selain mereka dari hadits Amr bin Murrah al Juhani dengan sanad yang shahih menurut Al Albani, lihat catatan kaki syaikh Al Albani terhadap Ibnu Khuzaimah (3/340/2262) dan shahih At-Targhib (1/419/993) . Lihat Qiyamu Romadhon Al ALbani

46 HR. Bukhari dan Muslim dan selainnya dari hadits Abu Hurairah dan Ahmad (5/318) dari hadits Ubadah bin Shamit dan tambahan yang terdapat dalam hadits diatas adalah dari riwayat Ahmad dan Muslim dari hadits Abu Hurairah.

Kautsar Amru mengomentari: “Hendaklah kita menjadikan sholat tarawih ini sebagai sarana pelatihan dan pembelajaran untuk membiasakan diri kita melakukan sholat malam. Terutama pada malam-malam setelah romadhon, sehingga diharapkan ketika kita telah terbiasa melakukan sholat malam maka kita juga bisa diharapkan mendapatkan keutamaan seperti yang tersebut dalam hadits berikut ini :

Dari ‘Aisyah radhiyalloohu’anhaa bahwasanya Rasululloh Shalalloohu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Barangsiapa yang naik ke atas ranjangnya sedang dia berniat untuk bangun melakukan sholat di malam hari, namun dia tertidur hingga waktu Shubuh, maka ditulis baginya pahala apa yang ia niatkan dan tidurnya itu adalah sedekah dari Rabb-nya”

(HR. An-Nasa’i dalam kitab Ash-Sholaah, bab Man Ataa Firaasyahu wa huwa yanwil Qiyaam (Hadits no. 1786), Ibnu Majah dalam kitab Iqaamatish Shalaati was Sunnati fiihaa, bab Maa Jaa-a fii man Naama ‘an hizbihi minal Laili (Hadits no. 1344), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (I/311) dengan komentarnya “Hadits ini shahih sesuai kriteria yang ditetapkan Al-Bukhari dan Muslim” Penilaian ini disepakati oleh Adz-Dzahabi. Sedangkan Al-Albani dalam Irwaa-ul Ghalil (II/204) menilainya juga shahih). Lihat juga pembahasan penulis kitab ini dalam bab ke 17”

47 Lihat bab 5,6 dan 8

48 HR. Abu Daud no. 662, Ibnu Hibban (396) dan Imam Ahmad (4/276). Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al albani dalam Silsilah Hadits Shahih no. 32

Page 74: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

49 Lihat Jami’ Tirmidzi (1/439), Muwaththa (1/173) dan Al Umm ( 1/233)

50 HR. Abu Ya’la dalam Musnad no. 3720 dan lain-lain, sebagaimana dalam Silsilah hadits shahih no. 31

51 Diantaranya adalah hadits An-Nu’man bin Basyir yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim “hendaknya kalian meluruskan shaf-shaf kalian, kalau tidak Allah akan menjadikan wajah-wajah kalian saling berselisih” juga hadits Anas bin Malik yag diriwayatkan oleh keduanya pula “luruskanlah shaf kalian, karena meluruskan shaf termasuk menegakkan sholat (berjama’ah)

52 Berdasarkan hadits Anas, riwayat Imam Bukhari dan Nasa’i

53 Berdasarkan hadits An-Nu’man bin Basyir

54 Berdasarkan hadits Anas, riwayat Imam Muslim

55 Berdasarkan hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya II: 485. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib I:334

56 Berdasarkan hadits Anas , riwayat Imam Bukhari

57 Berdasarkan hadits Anas, riwayat Imam Muslim

58 Lihat Al Hawadits wal Bida’ karya Imam Abu Bakar Ath Thurthusy, Dar Ibnul Jauzy, Riyadh, hal.64

59 Lihat bacaan bacaan ini dalam risalah tuntunan sholat lengkap susunan Drs. Moh. Rifa’i

60 Tidak terdapat satu dalil pun mengenai hal ini dan tidak pernah diajarkan oleh para ulama salaf maupun imam Sunnah. Lihat Al hawadits wal bida’ karya Imam Abu bakar Ath Thurthusy, Dar Ibnu Jauzy, Riyadh, halaman 64

61 HR. Bukhari

62 HR. Bukhari (1045). Lihat Shahih Fiqih Sunnah karya Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim

63 Dinamakan sebagai sholat tarawih (sholat santai), karena para sahabat kala itu biasa beristirahat setelah 4 raka’at. Lihat Al Qamus Al-Muhith, bab Ha fasal ra’ hal. 282 dan Lisanul Arab, Ibnu Mandhur, bab ha fasal ra 2/462.

64 Yakni dengan satu kali salam. Imam An-Nawawi dalam syarhu Muslim menyebutkan : “Hadits ini menunjukkan bolehnya sholat dengan hitungan itu. Adapun yang dikenal dari perbuatan nabi Saw bahkan beliau memerintahkan, yaitu agar sholat malam itu dibuat dua-dua (raka’at). Berkata Al-albani : “Yang dinyatakan oleh beliau (Imam An-Nawawi) itu sungguh benar adanya. Adapun pendapat madzhab Syafi’iyyah bahwa (wajib) kita bersalam pada setiap dua raka’at. Barang siapa yang melakukannya dengan satu salam, maka tidak sah.) Sebagaimana tersebut dalam Al-Fiqhu Ala Al-Madzahibi Al-Arba’ah” (I:298) dan juga dalam “syarhu Al-Qasthalani” terhadap shahih Bukhari (V:4) dan lain-lain, pendapat itu jelas bertentangan dengan hadits shahih ini dan juga berseberangan dengan pernyataan Imam An-Nawawi yang menyatakan dibolehkannya cara itu. Padahal beliau termasuk Ulama besar dan peneliti dari kalangan Syafi’iyyah. Maka jelas tak ada alasan bagi seseorang untuk memfatwakan hal yang sebaliknya.!

65 HR. Bukhari (III : 25, IV : 205), Muslim (II : 166), Abu Awanah (II :327), Abu Daud (I : 201), Tirmidzi (II : 302-303 cetakan Ahmad Syakir), An-Nasa’i (I : 248), Malik (I/134), Al Baihaqi (II/495-496) dan ahmad (VI :36,73, 104). Ustadz Abdul Hakim bin amir Abdat berkata dalam mukadimah buku “syaikh Al Albani dihujat: “Bahwasanya Imam Bukhari yang digelari Amirul Mukminin fil Hadits membawakan hadits Aisyah di atas di dalam kitab Shahihnya dibagian kitab Sholat Tarawih .Yang menunjukkan kepada kita menurut fiqih Imam bukhari hadits Aisyah tersebut untuk sholat Tarawih. Beliau menyebutkan hal itu dalam rangka membantah pernyataan seseorang yang memahami bahwa hadits Aisyah 11 rakaat itu bukan untuk sholat tarawih tetapi sholat witir keseluruhan.

66Hadits ini menunjukkan bolehnya sholat dengan hitungan itu. komentar Imam An-Nawawi dalam “Syarhu Muslim”

67 HR.Bukhari (II :382-385), Muslim (II :172), abu Awanah (II : 230-231) dan Imam Malik (I :144). Dua perawi yang terakhir diatas menambahkan: “Ibnu Umar pernah ditanya: “apa yang dimaksud dengan 2 raka’at, 2 raka’at? “Beliau menjawab : “bersalam setiap 2 raka’at.” Ini sebagai penafsiran atas hadits Aisyah bahwa Rasulullah biasa melakukan salam setelah 2 raka’at

68 Beliau Rahimahullahu ta’ala pernah menjabat sebagai ketua dari majelis Ulama-Ulama besar di Saudi Arabia

69 Lihat Ittihafu ahlil Iiman bi duruusi Syahri Ramadhoonaa, karya Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan.

Page 75: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

70 Beliau Rahimahullahu ta’ala termasuk Ulama besar di Saudi Arabia

71 Lihat Asy-Syarhul Mumti’, karya Ibnu Utsaimin

72 Lihatsholatu at-tarawih karya Al-Albani

73 HR. ahmad (VI : 123,230), Muslim (II :166), Abu Awanah (II : 321), Ad-Darimi (I : 371), Ibnu Nashar (H.120-

121), Al Baihaqi (III : 27) dan Ibnu Hazm dalam Al Muhalla (II : 42-43)

74 HR. Malik ( 1/143-144), Muslim (II:83), Abu Awanah (II/319), Abu Daud (1/215) dan Ibnu Nashr (H.48)

75 Jumhur ulama seperti Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, sufyan Ats –Tsaury, Ibnul Mubarak, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf,Muhammad bin Hasan, Ibnul Mundzir dan lainnya menghikayatkan pendapat ini dari Ibnu Umar, ‘Ammar, Al-Hasan, Ibnu Sirin,Asy-Sya’bi,An-Nakha’i, Said bin Jubair,Hammad dan Al-Auza’i. Dan Ibnu Abdil Barr berkata: “ini adalah pendapat ulama hijaz dan sebagian ulama Iraq” Semuanya berpendapat bahwa sholat malam itu adalah 2 raka’at-2 raka’at. Ini pula pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Baaz beserta para syaikh anggota Al-Lajnah Ad-Da’imah dan juga pendapat dari Syaikh Al Utsaimin dan lain-lainnya sehingga mereka semua menyalahkan orang yang memahami hadits Aisyah diatas dengan kaifiyat sholat 4 raka’at sekaligus dengan sekali salam kemudian 4 raka’at dengan sekali salam lalu 3 raka’at dan menurut mereka pemahaman yang benar adalah bahwa 4 raka’at dalam hadits itu adalah dikerjakan 2 raka’at-2 raka’at.

76 Kautsar Amru mengomentari:

Sebenarnya cara yang dilakukan oleh Syaikh ibnu Baz dan Syaikh Al-Utsaimin rahimahumallooh juga disebut sebagai metode jama’. Yang beliau berdua lakukan adalah dengan cara menjama’/ mengkompromikan 2 hadits yang terlihat bertentangan (ta’arudh) dengan menghubungkannya ke kaedah ushul fiqh masalah Mujmal (global) dan Mubayyan (dirinci/diterangkan). Sehingga jelaslah maksud masing-masing kedudukan dari dalil-dalil tersebut dan hilanglah pertentangan dari keduanya.

Oleh karena itu Syaikh ibnu Baz dan Syaikh Al-Utsaimin rahimahumallooh juga menggunakan metode jama’ dalam mensikapi dalil-dalil yang seakan-akan terlihat bertentangan/berbeda ini (ta’arudh). Namun metode jama’ yang digunakan oleh Syaikh ibnu Baz dan Syaikh Al-Utsaimin rahimahumallooh berbeda dengan metode jama’ yang digunakan oleh Imam An-Nawawi rahimahulloh yang kemudian disetujui oleh Syaikh Al-Albani rohimahulloh. Sehingga terdapat khilaf dalam metode penjama’-an dalam masalah ini, dan sebagai konsekuensinya terdapat kesimpulan yang berbeda pula dalam masalah ini. Walloohu a’lam

77 HR. An Nasa’i, dishahihkan oleh DR. Muhammad bin Umar Bazamul

78 ibid

79 HR. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh DR. Muhammad bin Umar Bazamul.

80 HR. At-Thahawi dan Ad-Daruquthni serta selain keduanya. Imam Daruquthni berkomentar : “para perawi hadits itu seluruhnya terpercaya.”

81 Lihat “Masail Al Imam Ahmad” yang diriwayatkan oleh muridnya Ibnu Hani ( 1 : 100 ) Lihat Dzaadul Ma’ad karya Ibnul Qayyim

82 Lihat pembahasannya dalam Al-Inshaf 2/181-182. majalah An-Nashihah volume 07Th.1/1425H/2004 M

83 HR. Tirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850) sanadnya shahih kata Syaikh Salim Al Hilaly.

84 HR.Muslim (487), Ahmad dalam musnadnya (6/35), Nasa’i (2/1191) dan Abu Daud (872)

85 Lihat pula Silsilah Hadits Dlaif dan Maudlu no. 871

86 Shifat Dzikir Nabi Sholallahu Alaihi Wa Sallam, karya Abu Abdillah bin Luqman Al Atsari

87 Namun bacaan “Allahumma innaa nas’aluka iimaana daa’imaa. Wa nas aluka qolban khaasyi’aa. Wa nas aluka ‘ilman naafi’aa. Wa nas aluka yaqiinan shoodiqoo… “ seperti yang disebutkan dalam buku risalah tuntunan sholat lengkap susunan Drs Moh Rifa’i. bukanlah bacaan khusus untuk dibaca setelah sholat witir

88 HR. Abu Daud (1423). Lihat Shahih Abu Daud (1284), Nasa’i (3/244) dan Ibnu Majah (1171)

89 HR. Daruquthni (175) dari Ubay bin Ka’ab.

Page 76: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

90 Beberapa tahun yang lalu (2002), penulis masih berdiam diri untuk memutuskan derajat hadits ini karena adanya 2 penilaian dikalangan ulama akan hadits ini. Mereka yang mengatakan sanad hadits ini shahih adalah Syaikh Syu’aib dan Abdul Qadir Al Arnauth dalam Tahqiq mereka terhadap Za’adul Ma’ad sedangkan sebagian ulama seperti Syaikh Abul Hasan Mustafa bin Ismail As Sulaimani mengatakan hadits ini mungkar sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab At-Taudhih karya Syaikh Ali Al Basyam. (lihat Silsilah Fatawa Syar’iyah, edisi –6 bulan Romadhon dan Syawal 1418H halaman 156). Sekarang penulis mengikuti pendapat ulama-ulama hadits yang melemahkan hadits ini setelah sebelumnya penulis mendapat masukan dari Ustadz Ridwan Hamidy Lc dan bertanya kepada Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas mengenai status hadits ini.

91 HR. An-Nasa’i dan Ibnu Sunni dalam Amalul Yaumi Wal Lailah, isnadnya Shahih menurut DR. Muhammad bin Umar Bazamul. Tirmidzi menyebut hadits ini dengan lafazh seperti ini dalam bab do’a witir (3561). An-Nasa’i bab do’a dalam witir (3/247 dan 249). Abu Daud bab Qunut dalam Witir (1427). Hadits dari Ali bin Abi Tholib ra bahwa bagian akhir sholat witirnya Rasulullah sholallahu alaihi wasallam pernah membaca do’a tersebut. Hadits itu diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak (1/306) dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Syaikh Syu’aib dan abdul Qodir Al Arnauth menshahihkan hadits ini dalam Tahqiq Za’adul Ma’ad. Ibnu Majah meriwayatkan dalam bab ucapan dalam qunut witir (1179). Berkata Ibnul Qayyim dalam Za’adul Ma’ad : “hal ini dapat dipahami sebelum usai sholat atau sesudahnya. Dalam riwayat Nasa’I ketika Rasulullah usai sholat. Diriwayatkan pula secara shahih dari Rasulullah bahwa do’a itu dibaca saat sujud. “ As-Sanady dalam Hasyiyah alan Nasa’i berkata : “boleh jadi yang dimaksud adalah akhir sholat lail, sehingga maksudnya adalah qunut dan boleh jadi adalah ucapan ketika duduk tasyahud.” Lihat pula Irwa’ul Ghalil (430)

92 QS. Al-A’rof : 205

93 Silsilah Hadits Shahih (VII/454). Lihat Shifat dzikir Nabi Sholallahu Alaihi Wa Sallam karya Abu Abdillah bin Luqman Al Atsari

94 HR. Ad-Darimi ( 1/68-69) dan Basyal di dalam tarikh Wasith (hal. 198- tahqiq awwad). Dishahihkan Al albani dalam Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah (V/11-14) hadits no. 2005 Syaikh Al Albani berkata: “rangkaian tersebut menurut riwayat Ad Darimi dan itu yang lebih lengkap, tetapi padanya di dalam matan hadits tidak ada kalimat:mereka menembus dan keluar dari islam sebagaimana anak panah menembus dan keluar dari binatang buruan yang dipanah. Hadits ini mempunyai jalan lain dari Ibnu Mas’ud di dalam kitab Musnad (i/404), didalamnya ada tambahan, dan isnadnya bagus. Dan telah datang pula di dalam hadits sekelompok sahabat yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam shahihnya (iii/109-117). Syaikh Masyhur bin Hasan bin Salman telah mentakhrij jalan-jalan hadits diatas ketika beliau mentakhrij kitab al I’tisham 2/323-325 karya As- Syathibi, cet. Maktabah At- Tauhid. Saya sebutkan sanadnya secara ringkas : (1) Al-A’masyi, -Ibnu wadhdhah dalam kitabnya Al-Bida’ no.19 –Dhaif. (2) Al-Auza’I dari ‘Abdah bin Abu Lubabah-Ibnu wadhdhah dalam Al Bida’ no.20 –Dhaif. (3) Ubaidullah bin Umar dari Sayyar Abul Hakam – Ibnu Wadhdhah dalam Al Bida’ no.9 – Dhaif. (4) Rabi’ bin Shubaih dari Abdul Wahid bin Shabrah –Ibnu Wadhdhah dalam Al Bida’ no.9 – Dhaif. (5) Atha’ bin Saaib dari Abul Bakhtari – Abdurrazaq dalam Al-Mushannaf :5409, Abdullah bin Ahmad dalam Zawai ‘ala Az-Zuhud hal. 358, Ath-Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir no. 8630-8633 dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’ 4/380-381 – Dhaif . (6) Amr bin Yahya bin Amr bin Salamah (hadits diatas) –Shahih. (7) Hammad bin Zaid dari Mujalid bin Sa’id dari Amr bin Salamah – At Thabrani dalam Mu’jamul Kabir 9/136/no. 8636 – Dhaif. (8) Sufyan bin Uyainah dari Bayan dari Qais bin Abu Hazim – AbdurRazaq dalam Al Mushannaf : 5408 dan At Thabrani dalam Mu’jamul Kabir : 8629 –Shahih. (9) Sufyan dari Salamah bin kuhail dari Abu Az-Za’raa, Abdullah bin bin Hani – At Thabrani dalam Mu’jamul Kabir:8628 dan Abu Nu’aim dalam Al Hilyah 4/381 – Hasan. Masih ada jalur-jalur lainnya lagi dalam Mu’jamul Kabir no. 8637 –8639. Kesimpulannya hadits ini Shahih dengan terkumpulnya jalan-jalan diatas tadi. Lihat majalah Al Furqon edisi 1 tahun IV sya’ban 1425H

95 Al Bida Wan Nahyu ‘Anha karya Imam Ibnu Wadhdhah al Qurthubi. Lihat buku yang berjudul “Apa kata Imam Syafi’i tentang dzikir berjama’ah setelah sholat wajib dengan suara keras ? karya Ibnu Saini bin Muhammaad bin Musa

96 HR. Ibnu Wadhoh dalam Al Bida’ wan Nahya ‘anhaa hal. 19 dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf (8/558 no. 6242).

97 Lihat bahasan Dzikir berjama’ah ini selengkapnya dalam majalah Al furqon edisi 1 tahun III / Sya’ban 1424. Lihat pula kitab Tashhihud Do’a hal. 134-135 karya Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid.

98 Majalah Al-Furqon edisi 1 Th.III/Sya’ban 1424 H

99 Diambil dari buku Dzikir bersama bid’ah atau Sunnah? Yang ditulis oleh DR. Muhammad bin Abdurrahman Al-Khumais

100 QS. Al An’am :116

Page 77: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

101 Diantaranya perkataan Imam Yahya bin Main, Imam Ahmad bin hanbal, Imam Syathibi, Syaikh Sholeh Al-Fauzan, Syaikh Abdul Aziz bin Baaz dalam Fatawa Nur ‘Ala ad Darb 1/358 dan Lajnah Daaimah Saudi Arabia dalam Fatawa Islamiah 4/4/510

102 Akan tetapi pelaksanaannya setelah ruku’ lebih banyak dilakukan oleh Rasulullah saw.

103 HR. Ahmad dalam Al-Musnad (1718), Tirmidzi bab Qunut dalam witir (464),Nasa’i (3/248), Abu Daud (1425),Ibnu Majah (1178), Ad-Darimi (1/373 dan 374) dan Baihaqi (4/209). Sanadnya shahih. Ibnu Hibban (512) dan Al Hakim dalam Al Mustadrak (3/172) menshahihkannya. Demikian Takhrij dan Tahqiq menurut Syaikh Al Arnauth dalam Za’adul Ma’ad. Syaikh Al Albani berkata : “kata yang ada diantara kurung merupakan tambahan yang sah seperti dikatakan Al Hafizh Ibnu Hajar dalam At Talkhis. Tambahan [Walaa yaizzuman aadait] adalah riwayat Al Baihaqi. Tambahan [Laa manjaa minka illaa ilaik] adalah riwayat Ibnu khuzaimah (1/119/2), Ibnu Abi Syaibah dan lain-lain.

104 Hendaknya Imam berdoa dengan lafazh umum (bukan untuk pribadinya), sehingga makmum ketika mengaminkannya juga mengambil andil dari do’a tersebut. Kita bisa melihat Qs. Yunus : 89 yaitu ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada nabi Musa alaihis salam : “Sesungguhnya do’a kalian berdua telah dikabulkan” Dan kalau kita memperhatikan ayat sebelumnya maka kita akan mengetahui bahwa ternyata yang berdo’a hanya Nabi Musa saja : “ Wahai Rabb kami, musnahkanlah harta mereka dan keraskanlah hati mereka. Tidaklah mereka beriman sampai mereka melihat adzab yang sangat pedih. Qs. Yunus :88. Bersamaan dengan ini Allah menjadikan do’a untuk mereka berdua. Hal ini karena Nabi Musa berdo’a dan Nabi Harun mendengarkan dan mengaminkannya. Lihat Asy-Syarh Al-Mumti Syaikh Al-Utsaimin 3/86 dan Majmu fatawa Ibnu Taimiyah 23/116-119. Majalah An-Nashihah vol.07 Th.1/1425H/2004M

105 HR. Bukhari “kitabul Adzan” bab Orang yang mengadukan imamnya jika ia memanjangkan bacaan.

106 HR. Abu Daud (2454), Ibnu Majah (1933), Al Baihaqi (4/202) dari jalur Hafshah. Dikeluarkan pula oleh An-Nasa’I (4/196), Tirmidzi (730) dari jalur lain dan sanadnya shahih.

107 Lihat Ittihafu Ahlil iimaan bi Duruusi syahri Romadhoona.

108 Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan berkata : demikian juga membaca Al-Qur’an secara tartil lebih baik daripada membacanya dengan cepat. Kecepatan yang dibolehkan dalam membaca Alqur’an adalah apabila tidak ada satu huruf pun yang terbuang. Apabila huruf hilang karena kecepatan tersebut, maka tidak ada pahala dan dilarang oleh syariat. Adapun jika bacaan itu dibaca dengan suara jelas yang bisa memberikan manfaat kepada makmum, maka itu lebih baik. Sebagian Imam Masjid tidak mengerjakan sholat tarawih sesuai dengan tuntunan syariat. Karena mereka mempercepat bacaan Alqur’an sehingga salah dalam membacanya. Mereka juga tidak thuma’ninah ketika berdiri, ruku’ dan sujud. Padahal thuma’ninah merupakan salah satu rukun sholat. Ittihafu Ahlil Iman bi Durusi Syahri Ramadhana

109 HR. Ahmad dalam Musnad (6/303), Tirmidzi (2928), Al Hakim dalam Al Mustadrak (2/232), Ia menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Syaikh Al Arnauth berkata hadits ini Shahih sebagaimana yang dikatakan oleh keduanya.

110 HR. Al Hakim (1 : 229) beliau menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Riwayat lain oleh Ath-Thayalisi, dari hadits Abu Sa’id (1/97) dan dishahihkan oleh Imam Suyuthi dalam bukunya “Tanwirul Hawalik”

111 HR. Abu Daud (1:127), Al Baihaqi (II :281) dan Ahmad (IV : 319-321) dari dua jalur sanad, salah satunya dishahihkan oleh Al Hafidz Al Iraqi dan dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya, sebagaimana juga dinyatakan dalam “At-Taqrib” (1:184)

112 HR. Bukhari, fathul Bari (2/199) no. 703, Muslim dan lain-lain. Lihat pula Shahih Sunan Abu Daud (no. 759-760) dan Irwaul Ghalil (608)

113 Lihat Sholatul jama’ah hal. 166-167 karya Syaikh Shalih Ghanim Al Sadlan.

114 Al Qawl Al Mubin karya Syaikh Masyhur bin Hasan bin Mahmud bin Salman

115 Dalam hal ini saya merujuk kepada tulisan Al ustadz Abu Hamzah Al Sanuwi Lc,M.Ag dalam majalah As-Sunnah edisi 07/tahun VII/1424H/2003 M. dengan sedikit perubahan (penambahan dari rujukan lain dan mengambil point-point dari penulisan beliau)

116 Terdapat beberapa hadits yang menjelaskan hal itu. Riwayat Ibnu Abbas yang dikeluarkan oleh Abu Daud (1 :215) dan Abu Uwanah dalam shahihnya (II :318). Asal hadits itu ada dalam shahih Bukhari bab : riwayat tentang witir no.992 demikian juga beberapa jalur riwayat lain no. 117,138 dan 6316 dan dalam Shahih Muslim bab sholat

Page 78: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

nabi dan do’a beliau pada malam hari no.182 dan 763 Riwayat Aisyah yang dikeluarkan oleh Ath-Thahawi ( I : 165) dengan dua bentuk lafazh dan keduanya shahih. Dan juga terdapat riwayat Zaid bin Khalid Al-Juhani yang dikeluarkan oleh Muslim bab: sholat nabi dan do’a beliau di malam hari, no. 765

117 Hr. Ahmad ( VI : 123, 230) dan sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim Lihat footnote no. 19

118 Berdasarkan riwayat dari Aisyah yang dikeluarkan oleh Muslim (II :155), Abu Uwanah (II :326), Abu Daud (I : 209), Ath-Thahawi ( I :167), Ahmad (VI : 215,248)

119 Hal ini berdasarkan dzahir hadits Aisyah itu dengan menyebutkan 4 raka’at lalu 4 raka’at. Sehingga sah-sah saja mereka yang mengatakan 4 raka’at sekali salam. Namun saya menggunggulkan pendapat yang mengatakan pengerjaannya dengan 2 raka’at salam lalu 2 raka’at salam itulah yang dimaksud 4 raka’at. Saya katakan masalah ini hanya menentukan mana yang baik dan lebih baik dan ini pula yang banyak dilakukan kaum muslimin di masjidil Haram, masjid Nabawi, masjid qiblatain dan masjid quba.

120 Hr. Muslim (II : 169-170), Abu Uwanah (II :321-325), Abu Daud (I : 210-211), An-Nasa’i (I : 244-250), Ibnu Nashar (49), Al Baihaqi (III: 30) dan Ahmad (VI : 53-54, 167) dari Aisyah.

121 Hr. Muslim dalm bab : Jami’u Shalatil Lail, no. 746, An-Nasa’i (III/340)

122 Pendapat Syaikh Al Albani

123 Hr. Ibnu Hibban (2433,2434,2435) dalam Ihsan, juga diriwayatkan oleh Ahmad (II :76) dari itaab bin Ziyad. Al hafizh Ibnu Hajar menyatakan dalam Fathul bari (II:482) sanadnya kuat.

124 Sholatut tathawwu karya DR. Said bin Ali bin Wahf Al-Qothoni

125 Hr. Bukhari dalam kitab Al-Witr bab: riwayat tentang witir, no. 991. Diriwayatkan juga dalam Al Muwatha’ Imam Malik (I:125). Lihat Sholatut tathawwu karya DR. Said bin Ali bin Wahf Al-Qothoni

126 Syaikh Sa’id bin Ali Al-QahThani mengatakan :” saya mendengarnya langsung ketika beliau menjelaskan Ar-Raudhul Murbi (II: 187) tertanggal 1 :11:1419H

127 Lihat Qiyaamu Ramadhan dan Shalatu At-tarawih keduanya karya Al Albani

128 Penulis mengikuti Pengarang Shahih Fiqih Sunnah – Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim

129 Hr. Bukhari (473)

130 Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Awanah (II:325). Lihat Bughyatul Mutatthawwi karya Bazamul

131 Hr. Imam Malik dalam Al Muwattha (I:137) dan no. 248 dari Muhammad bin Yusuf, dari As-Saib bin Yazid. Al-Albani, As-Suyuthi dan As-Subkhi menshahihkannya. lalu dari jalur sanad Imam Malik juga, Abu Bakar An-Naisaburi mengeluarkan hadits itu dalam Al-Fawaid (I:135), Al-Firyabi (75:II-76:I) dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra (I :496). Riwayat Malik tentang tarawih 11 raka’at tadi memiliki penguat dari Yahya bin Sa’id Al Qatthan, Isma’il bin Umayyah, Usamah bin Za’id, Muhammad bin Ishaq oleh imam An-Naisaburi; juga dengan riwayat Isma’il bin Ja’far Al Madani oleh Ibnu Khuzaimah dalam hadits Ali bin Hajar (IV/186/1)

Syaikh Al-utsaimin berkata : “dan hadits ini merupakan nash yang jelas dan perintah dari Umar dan perintah itu sesuai dengannya, karena beliau termasuk manusia yang paling bersemangat dalam berpegang teguh dengan As-Sunnah, Apabila Rasulullah saw tidak melebihkannya dari 11 raka’at maka sesungguhnya kami berkeyakinan bahwa Umar akan berpegang teguh dengan jumlah ini (yaitu 11 raka’at). Lihat Syarhul Mumti.

132 Hr. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra, bab : hadits Jumlah raka’at sholat malam dalam bulan romadhon (II/496). Riwayat ini dishahihkan oleh Imam An-Nawawi dalam Al Khulashah dan Al-Majmu. Pernyataan ini diperkuat oleh imam Al –Zaila’i dalam Nashb al Rayyah. Hadits tersebut dishahihkan pula oleh Imam Al Subkhi dalam Syarh al Minhaj, Ibnu al Iraqi dalam Tharh al Tatsrib, dan Imam Al Aini dalam Umdah al Qori. Begitu pula Imam As-Suyuthi dalam Al-Mashabih fi Shalat al-Tarawih, Imam Ali ak Qari dalam Syarh al Muwatha, Imam Al Niwawi dalam Atsar al Sunan kemudian dishahihkan pula oleh Syaikh Abdul aziz bin Bazz dan Syaikh Ismail al Anshari. Meskipun demikian, Syaikh Al-albani membantah keshahihan hadits diatas dalam karyanya shalatu at-tarawihi serta lihat pula sanggahan terhadap Al albani oleh Syaikh Ismail Al Anshari dalam karyanya Tashih Hadits Shalah al- Tarawih ‘isyrin rak’ah wa al Radd ala al-albani fi Tadh’ifih. Lihat pula bantahan Al Albani kepada Al Anshari dalam risalahnya tamamul minnah dan muqodimah beliau dalam qiyamu romadhon.

133 Lihat At-Tamhid 3/518-519

Page 79: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

134 Al-Baihaqi berkata : “Yazid bin Ruman tidak menemui masa Umar, Kitab Nashbur Rayyah, 2/154. Syaikh Al-Albani mendhaifkan hadits ini sebagaimana dalam Al-Irwa (2/192 no.446). Lihat Majalah Asy-Syariah Vol 1 no.3

135 Hr. Malik, Al Firyabi, Ibnu Nashr dan Al Baihaqi. Lihat majalah As-Sunnah edisi 07/tahun VII/1424H/2003M hal.30-31 tulisan Abu Hamzah Al Sanuwi Lc, M.Ag

136 Al-Mushannaf , Hadits tersebut dari Dawud bin Qais dan rawi lainnya dari Muhammad bin Yusuf, dari al-Sa’ib, dia berkata dua puluh satu raka’at.

137 Majmu fatawa (II/2)

138 Beliau berguru kepada beberapa sahabat diantaranya adalah Ibnu Abbas [w.67/68h] dan Aisyah. Menjadi mufti Mekkah setelah Ibnu Abbas hingga tahun wafatnya.

139 Fathul Bari (4/235)

140 Beliau mantan budak Ibnu Umar ,berguru kepada Ibnu Umar [w.73h] , Abu Said, Rafi’ ibn Khadij, Aisyah,Abu Hurairah dan Ummua Salamah.

141 Al Hawadits, 141; Al Hawi , 1/415

142 Fathul Bari (4/253)

143 Al Hawadits, 141

144 Sunan Tirmidzi, 151; Fath al Aziz (4/266) , Fathul Bari (4/253)

145 Kautsar Amru.

146 Telah ditakhrij di depan.

147 Lihat juga hadits Tsauban berkaitan bolehnya sholat sunat yang lain setelah sholat witir. Bukankah ini secara nalar sehat memungkinkannya sholat malam lebih dari bilangan 11 raka’at (lihat pembahasan pada bab 12). Lihat alasan-alasan lain bahwa Qiyamul lail tidak dibatasi jumlahnya dalam shahih Fiqih Sunnah karya Syaikh Abu Malik kamal lalu bandingkanlah dengan alasan-alasan yang dikemukakan syaikh Al Albani bahwa sholat malam dibatasi jumlah raka’atnya yang ditulis Syaikh Al-Albani dalam sholatu at-tarawihi. Pembaca silakan memilih yang dianggap paling kuat.

148 Takhrijnya lihat bab 12 bolehkan sholat sunat setelah witir

149 Lihat Tashhih Hadits Sholah al Tarawih karya Al Anshori.

150 Lihat sholatu at-tarawihi karya Al-Albani.

151 Al Muharrir wa An-Nukat (I/90), Kasysyaf Al-Qina (1/426) dan lihat karya Syaikh Muhammad Shaleh Al-Khuzaim “shifat sholat qiyamil lail” Penulis belum mengetahui kebenaran sanadnya. Wallahu a’lam

152 Al Qodhi Iyadh menuturkan: “tidak ada perbedaan diantara para ulama bahwa jumlah raka’at Qiyamul lail itu tidak memiliki batasan yang khusus, yang tidak boleh ditambah atau dikurangi. Sebab sholat malam itu merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah. Jika raka’atnya bertambah (dengan bacaan yang bagus), maka pahalanya pun bertambah. Adapun perbedaan diantara mereka adalah terletak pada shifat sholat nabi dan kebiasaan beliau dalam mempraktekannya Wallahu a’lam”

153 Umar bin Khattab memerintahkah Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad-Dari untuk mengimami manusia (sholat Tarawih) 11 raka’at.” Beliau melanjutkan: “Dan kala itu, seorang qori / imam biasa membaca ratusan ayat sehingga kami terpaksa bertelekan pada tongkat kami karena terlalu lama berdiri. Lalu kami bubar sholat menjelang fajar. Al Albani berkata hadits ini shahih diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al-Muwaththa (I:137) dan No : 248 dari Muhammad bin Yusuf, dari Saib bin Yazid. Lihat Sholatu at-tarawih karya beliau.

154 Fathul Bari, 4/253

155 Fiqhus Sunnah 1/174

156 lihat Al Hawadits wal Bida’

157 lihat uraian lengkap dan bermutu mengenai Qiyamu Romadhon oleh Ustadz Abu Hamzah Al Sanuwi Lc, M ag dalam majalah As-Sunnah edisi 07/VII 1424H 2003M

Page 80: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

158 Tirmidzi berkata dalam sunannya : “Mayoritas ulama mengamalkan riwayat dari Umar, Ali dan sahabat-sahabat Nabi saw lainnya yang sholat tarawih 20 raka’at. Inilah pendapat Sufyan Ats-Tsauri, Ibnul Mubarak dan Imam Syafi’i.”

159 Hr. Ahmad (IV :126,127), Abu Daud (II :261), Tirmidzi ( (III :377-378), Ibnu Majah (I :19-21) dan Al Hakim (I:95-97) dari jalur sanad Irbadh bin Sariyah Radhiallahu ‘anhu. Hadits ini dishahihkan Tirmidzi,Al Hakim, Adz-Dzahabi dan lain-lain.

160 Lihat Tashhih Hadits Sholah al Tarawih ‘Isyrin rak’ah , karya Al Anshari

161 Namun saya jarang sekali mendapatkan pengerjaan sholat malam 23 raka’at dilakukan dengan tenang, / tidak terburu-buru, thuma’ninah dan khusyu. Kita merindukan para Imam untuk memimpin sholat dengan sebaik baiknya, hingga kenikmatan sholat pun bisa dirasakan.

162 Syaikh Al-Albani rahimahulloh berkata dalam kitab beliau Sifat Sholat Nabi : HR. Abu Ya’la, Al-Ajiri, Adh-Dhiya’, Ibnu ‘Asakir, dengan sanad hasan dan disahkan oleh Ibnu khuzaimah. Bagian awal dari hadits ini –tanpa tambahan lafazh yang ada dalam tanda kurung- mempunyai syahid mursal sebagaimana disebutkan Ibnu Baththah dalam kitab Al-Ibanah 5/43/1)

163 Lihat sholat tarawih karya Al Albani, Mizanul I’tidal (I/47-48) karya Adz-Dzahabi , hadits-hadits palsu seputar Ramadhan karya Ali mustafa Yaqub

164 Lihat Sholatu at-tarawihi karya Al-Albani

165 Tashhih Hadits Shalah al Tarawih “isyrin Rak’ah karya Syaikh Al Anshari

166 Hadits-hadits Palsu seputar Romadhon karya Prof. K.H.Ali Mustafa Yaqub, M.A

167 Tashhih hadits Shalah al Tarawih “isyrin Rak’ah karya Syaikh Al Anshari

168 Syarh Nukhbah Al Fikr (hlm 53) dan Ibnu Hajar, An-Nukat (2/682). Lihat kamus istilah-istilah hadits (Mu’jam Ishthilahat Al-Ahadits An-Nabawiyyah) susunan Abdul Mannan Ar-Rasikh. Lihat definisi lainnya dalam Ilmu Musthalaha hadits susunan A. Qadir Hassan.

169 Ini adalah tulisan beliau dalam bukunya “Syaikh Al-Albani di hujat”

170 Tamamul minnah karya Al Albani

171 Hr. Abu Ya’la dan Ibnu Nashr, hadits ini lemah karena terdapat perawi yang bernama Isa bin Jariyah, lihat komentar terhadap dirinya pada hadits no.2. Jika penyebab kelemahan tertumpu pada rawi yang bernama Isa bin Jariyah maka hadits ini memungkinkan menjadi Hasan lighairihi karena ada syahid dari hadits Aisyah ra.

172 HR. Ahmad dalam musnad (2/119,135,143 dan 150), Bukhari (2/406) dan Muslim (751)

173 HR. Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya, Ad-Darimy dan Ibnu Hibban. Isanadnya baik, disebutkan di dalam Silsilah Al Ahadits Ash-Shahihah no. 1993. Penulis mendapati bagi yang berpendapat sholat malam itu dibatasi, sholat 2 raka’at sesudah witir seperti hadits ini saja jumlah raka’at yang di perkenankan. Lihat ensikopedi larangan karya Syaikh Salim bin Ied al hilaly. Ini adalah pengambilan kesimpulan beliau.

174 Qiyaamu Ramadhan, karya Al Albani

175 HR. Abu Daud dalam kitab witir, bab : batalnya witir, no.1439. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam kitab Al witr, bab: tidak adanya dua witir dalam satu malam, no. 470. Diriwayakan oleh An-Nasa’I dalam kitab qiyamul lail wa Tathawwu’un nahaar, bab: larangan nabi terhadap dua kali witir dalam satu malam. Dengan no. 1979. Diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnadnya (IV:23). Diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya [ihsan] IV:74 dengan no. 2440, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi (I:146), shahih Abu Daud dan shahih Jamius Shaghir. Imam Suyuti menyebutkan dalam Al Jamiush Shaghir bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud dan Dhiya.

176 Bughyatul Mutaththawwi’ fi Sholatit- Tathawwu karya Dr. Muhammad bin Umar Bazamul

177 HR. Muslim (II : 169-170), Abu Uwanah (II : 321-325), Abu Daud (I :210-211), An-Nasa’I (I:244-250), Ibnu Nashar (49), Al Baihaqi (III :30) dan Ahmad (VI :53-54, 167)

Page 81: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

178 HR. Ahmad dalam Al Musnad (6/298 dan 299). Berkata Syaikh al arnauth dalama tahqiq Za’adul Ma’ad: “ para perawinya dianggap terpercaya.”

179 HR. Ahmad dalam Musnad (5/260), berkata Al Arnauth: “sanadnya hasan”. Berkata Al Albani: “diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (no. 1104,1105) dari hadits Aisyah dengan dua jalur sanad yang saling menguatkan.”

180 Daruquthni (2/41), sanadnya lemah. Lihat Nashbur Rayah (2/137)

181 HR. Muslim dari Aisyah dalam kitab sholatul musafirin bab sholat nabi Saw di malam hari no. 768

182 HR Bukhari (731) dan Muslim, ini adalah lafazhnya no.781

183 Beliau berkata dalam Fathul Bari :” Pada zhahirnya, hadits itu nampak bertentangan dengan hadits terdahulu bisa jadi Aisyah menggabungkannya dengan dua raka’at sesudah sholat Isya, karena beliau memang melakukannya dirumah. Atau mungkin juga dengan 2 raka’at yang dilakukan nabi sebagai pembuka (iftitah) sholat malam. Karena dalam hadits shahih riwayat Muslim disebutkan bahwa beliau memang memulai sholat malam dengan 2 raka’at ringan. Dan yang kedua ini (sholat malam) lebih kuat, menurut hemat saya (Ibnu hajar). Karena Abu Salamah yang mengisahkan kriteria sholat beliau yang tak melebihi 11 raka’at dengan 4-4 plus 3 raka’at itu, jelas belum mencakup 2 raka’at ringan (pembuka/iftitah) tadi

184 An-nawawi berkomentar: “hadits ini menunjukkan disunnahkahnnya mengawali sholat tahajud dengan melakukan dua raka’at yang pendek agar seseorang semangat untuk melakukan raka’at-raka’at selanjutnya. Lihat shahih Muslim bi Syarhin Nawawi (VI/54)

185 Berkata Al Albani: “menurut hemat saya, ada kemungkinan 2 raka’at disitu adalah sholat sunnah ba’diyah Isya. Bahkan itulah yang nampak secara dzahir. Karena saya belum mendapatkan satu hadits pun yang menyebutkan 2 raka’at itu berseiringan dengan yang penyebutan raka’at yang 13. Bahkan sebaliknya saya justru mendapatkan riwayat yang menopang apa yang saya perkirakan. Yaitu hadits Jabir bin Abdillah dimana beliau menyampaikan “ dahulu kami bersama-sama beranjak dengan Rasulullah dari Hudaibiyyah: Tatkala kami sampai di Syuqya (yaitu perkampungan antara Makkah dan Madinah), tiba-tiba beliau berhenti – dan Jabir kala itu disampingnya – lalu melakukan sholat Isya kemudian setelah itu beliau sholat 13 raka’at.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Nashr (h.48). Hadits ini juga sebagai Nash yang jelas bahwa sholat sunnah Isya termasuk hitungan yang 13 tadi. Seluruh perawi hadits tersebut tsiqoh (terpercaya), selain Syurahbil bin Sa’ad. Dia memiliki kelemahan

186 Terjadi khilaf mengenai batas waktu sholat Isya diantara para ulama. Mereka yang berpendapat sholat Isya hingga fajar mendasarkan pada hadits Abu Qotadah. Diriwayatkan dari Abu Qotadah ra , ia berkata: Rasulullah sholallahu Alaihi Wa Sallam bersabda: “ketahuilah tidak dikatakan lalai karena tertidur, yang disebut lalai adalah mereka yang tidak melaksanakan sholat hingga masuk waktu sholat lain. Barang siapa yang terlupa maka laksanakanlah ketika ia mengingatnya. Jika ia teringat keesokan harinya, maka hendaklah ia melaksanakan pada waktunya. Hadits ini shahih dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya merupakan potongan dari sebuah hadits panjang.

Sedangkan mereka yang berpendapat waktu sholat Isya hingga separuh malam mendasarkan dalilnya kepada sabda Rasulullah sholallahu Alaihi Wa Sallam yang berbunyi: … dan apabila kalian sholat Isya maka waktu pelaksanaannya berakhir hingga tengah malam. Hadits ini diriwayatkan Muslim dalam shahihnya dari Abdullah bin Amr ra. Hadits ini secara lengkapnya telah didukung oleh surat Umar bin Khattab ra kepada Abu Musa Al Asy’ari berkaitan sholat Isya : “ Jika kamu akhirkan (sholat Isya) maka hingga separoh malam dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Malik, Ath-Thahawi dan Ibnu Hazm dengan sanad yang shahih. Lihat Tamamul Minnah karya Al-Albani. Sedangkan hadits Abu Qotadah yang menjadi dalil bagi waktu sholat isya sampai datangnya shubuh dikomentari bahwasanya hadits tersebut menjelaskan mengenai dosa orang yang mengakhirkan sholat sehingga melaksanakannya dengan sengaja diluar waktu. Hadits itu tidak menunjukkan memanjangkan waktu setiap sholat sampai masuk waktu sholat beikutnya. Seandainya hal itu menunjukkan tentunya waktu sholat shubuh itu sampai datangnya waktu dzuhur. Oleh sebab itu mereka terpaksa mengecualikan sholat shubuh dari ketentuan di atas. Lihat bahasan ini dalam Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusydi, Fiqhus Sunnah karya Sayyid Sabiq, Tamamul Minnah karya Al-Albani,Ensiklopedi Tarjih masalah Thaharah dan Sholat karya DR. Muhammad bin Umar bin Salim Bazamul. dan lainnya.

187 Shifat sholat qiyamil lail. Syaikh Muhammad sholeh al Khuzaim

188 Hr. Ahmad dan Abu daud dengan sanad yang shahih. Lihat shifat sholat nabi karya Al Albani

189 Hr. Bukhari dan Abu Daud

190 Hr. Darimi dan Al hakim, disahkan oleh al hakim dan disepakati adz-dzahabi. Lihat shifat sholat nabi karya Al Albani

Page 82: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

191 Hr. Darimi dan Al hakim, disahkan oleh Al Hakim dan disepakati adz-Dzahabi lihat shifat sholat nabi karya Al Albani

192 Hr. Abu Ya’la dan Al Hakim, disahkan oleh Al hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi

193 Hr. Muslim dan Nasa’i. Berkata Al Albani “dalam hadits disebutkan surah An-Nisa terlebih dahulu daripada surah ali Imran, hal ini menunjukkan bahwa orang boleh membaca Al qur’an tanpa mengikuti tertib surah yang terdapat dalam mushaf Utsman.

194 Hr. Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, Ahmad, Ibnu Nashr dan Al hakim. Disahkan oleh Al Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Hal ini menunjukkan pernah Rasulullah beribadah sepanjang malam dan tidak dibiasakan oleh beliau. Hal seperti tidak mengapa bila kita lakukan terutama pada 10 malam terakhir dari bulan Romadhon atau melakukan ibadah pada malam lainnya dalam tempo sewaktu-waktu saja. Tetapi apabila dilakukan terus menerus atau sering-sering maka tidaklah disukai agama.

195 HR. Nasa’i, Ibnu Khuzaimah,Ahmad,Ibnu Nashr dan Al-hakim, Lihat shifat sholat Nabi karya Al-Albani

196 HR. An-nasa’I, Ahmad dan Thabrani disahkan oleh Tirmidzi. Lihat shifat sholat Nabi saw karya Al-Albani

197 Hr. Ahmad dan Bukhari

198 Lihat Qiyamu Romadhon karya Al Albani

199 Hr. Nasa’i dan Al Hakim serta disahkan olehnya.Lihat shifat sholat nabi karya Al-Albani

200 Hr. Tirmidzi, abu ‘Abbas al asham, Al Hakim dan dishahihkan oleh Al hakim disetujui oleh Adz-Dzahabi. Lihat Shifat sholat nabi

201 Hr. Nasa’i dan Ahmad dengan sanad yang shahih, lihat shifat sholat Nabi

202 Hr. Ahmad, Ibnu Nashr, Thahawi, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dengan sanad hasan shahih. Lihat shifat sholat nabi.

203 Berkata Al-Albani dalam shifat sholat nabi :”Para sahabat yang meriwayatkan sholat witir ini tidak menyebutkan adanya qunut. Oleh karena itu, kami katakan kadang-kadang, sebab bila Nabi selalu melakukannya, tentu para sahabat akan meriwayatkan hal itu. Memang hanya Ubay bin Ka’ab yang meriwayatkan dari nabi. Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa beliau melakukannya kadang-kadang dan hal ini tidak wajib. Inilah yang menjadi pendirian jumhur ulama. Hal ini juga diakui oleh ahli fiqih, Ibnul hamam dalam kitab fathul qodir (1/306,359, dan 360). Beliau menyatakan bahwa mewajibkan qunut dalam witir adalah pendapat lemah yang tidak ditunjang oleh dalil.

204 Hr. Ibnu Nashr dan Daruqutni dengan sanad yang shahih. Lihat shifat sholat Nabi saw karya Al-Albani

205 Sunan Tirmidzi (II/329), menurut hemat penulis Qunut witir dapat dilakukan disepanjang tahun berdasarkan keumuman hadits Al-Hasan bin Ali.

206 At-tarjih fi Masaa’il At-Thaharah wa Ash Sholah

207 Atsar ini menurut beliau “hasan lighairihi. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf (II/305). Pada sanadnya terdapat Amr, ia adalah Ibnu Ubayd seorang yang dicurigai berbohong. Hanya saja riwayatnya didukung oleh Yunus bin Ubayd dari Al Hasan dan tambahan lafadz dari beliau.

208 Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam Al Mushonnaf (III/120) dengan sanad yang shahih.

209 Diriwayatkan oleh Abdurrazaq (III121). Sanadnya shahih dari Ibnu Sirrin. Adapun sanad yang berasal dari Al-hasan derajatnya Shahih lighoirihi.

210 Hr. Ibnu Majah (1182), Abu Daud dengan komentar beliau pada bagian akhir sanadnya dan dia menyebutkan matan yang senada dengannya begitupula An-nasa’i. Hadits ini dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Irwaa-ul Ghalil (II/167, hadits no.426) ). Lihat Bughyatul mutathawwi’ fii sholaatit tathawu karya Dr. Muhammad bin Umar bin Salim Bazaamul

211 Atsar Shahih. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (II/302). Lihat Bughyatul mutathawwi’ fii sholaatit tathawu karya Dr. Muhammad bin Umar bin Salim Bazaamul

212 Hr. Abu Daud (1443), Al Hakim (1:225) dan Al Baihaqi. Sanadnya dihasankan oleh Al-Albani dalam shahih sunan Abu Daud (I:270)

Page 83: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

213 Majalah An-Nashihah, vol.7/Th.1/1425H/2004M

214 Hr. Al Baihaqi (II:212). Beliau menyatakan :” Ini adalah riwayat Umar sanadnya shahih.” Lihat Sholatut Tathawwu karya Dr. Said bin Ali bin Wahf Al Qohthani.

215 Lihat Su’alat AbI Daud hal. 67 dan AL-Majmu 3/481. Majalah An-Nashihah volume 07 Th.1/1425H/2004 M

216 Hr. tirmidzi (3386) dari Umar. Berkata Imam Tirmidzi hadits ini gharib.

217 Hr. Abu Daud (1170), Ibnu Hajar menghasankannya dalam Bulughul Maram

218 lihat Kaanu Qaliilan Minal laili maa Yahjauun karya muhammad bin Su’ud al Arifi

219 AL-Majmu (2/195)

220 Setelah ucapan tabarokta wata ‘aalait mengucapkan sholawat : ‘wa sholallahu alaan nabbiyyi muhammad’ (semoga sholawat dan salam dilimpahkan kepada nabi Muhammad) . Hr.Nasa’i, di dhaifkan oleh Al-Albani dalam Irwaul ghalil (431) kemudian Al Albani berkata, “saya mendapatkan sebagian atsar yang shahih dari sebagian sahabat, didalamnya disebutkan sholawat mereka kepada Nabi Sholallahu Alaihi Wa Sallam di akhir qunut Witir, maka saya katakan hal tersebut disyariatkan.” Imam An-Nawawi berkata: sanadnya shahih atau hasan ( Al Majmu :3/462 ). Lihat Shifat Sholat Qiyamil lail.

221 Hr. Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya (2/155-156/1100) lihat Qiyamu Romadhon karya Al Albani.

222 Lihat al-Inshaf (2/171), fatawa Ibnu taimiyah (23/99), Hashiyah Ibnu Qashim (2/190), asy-Syarhrul Mumti (4/29),Bada’iu ash-Shana’i (I/406), Al-Majmu (4/21) dan (3/456,461)

223 Hr. Bukhari dan Muslim

224 Lihat catatan kaki dari “shifat sholat qiyamil lail” karya Syaikh Muhammad shaleh Al-Khuzaim

225 Tashshih Ad-Du’a karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid

226 lihat poin 8 dari bab 4

227 HR. Bukhari, Hadits no. 1115

228 HR. Bukhari hadits no. 2774

229 HR. Muslim dan Abu Daud. Lihat shifat sholat nabi saw karya Al-Albani

230 HR. Bukhari dan Muslim

231 HR. Muslim dan Ahmad

232 HR. Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah, Abdul Ghani Al-Maqdisi dan Al-Hakim. Disahkan oleh Al-hakim dan disepakati Adz-Dzahabi.

233 Syarh al Mumti 4/113, Al Muhalla 3/56, Bada’iu al Fawaid 4/76. Shifat Qiyamil Lail karya Syaikh Al Khuzaim

234 HR. Abu Daud. Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah. Lihat Shifat sholat Qiyamil Lail

235 HR. Ahmad, dalam Al Musnad (VI/7 dan 397). Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam silsilah Hadits shahih no. 108. Penulis katakan itu tidak berarti bahwa Waktu sholat Isya dapat disimpulkan berakhir sampai datangnya shubuh.. Pendapat yang termasuk kuat adalah batasnya Isya adalah sampai pertengahan malam. Lihat uraian dalil-dalil mengenai masalah ini dalam Fiqhus Sunnah karya Sayyid Sabiq dan Tamammul Minnah karya Al-Albani.

236 Lihat Tulisan Ust. Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi Al-Atsary dalam majalah An-Nashihah volume 7 1425H/ 2004 M

237 HR. Muslim

238 HR. Bukhari dan Muslim. “Allah turun ke langit dunia pada pertengahan malam atau 1/3 akhir malam. Dia berfirman, “Barang siapa yang berdo’a kepada-Ku akan Ku kabulkan, barang siapa yang meminta kepada-Ku akan kuberi.”

239 Ini didasarkan kepada hadits Amr bin Anbasah r.a., sesungguhnya dia mendengar Nabi saw bersabda, “waktu yang paling dekat antara Tuhan dengan hamba-Nya adalah ditengah malam yang terakhir. Jika kamu mampu menjadi orang yang berdzikir kepada Allah pada saat tersebut, maka lakukanlah.”

Page 84: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

240 Dalam satu riwayat disebutkan : Nabi saw bertanya kepada Abu Bakar ra, “kapan kamu melaksanakan witir ?” Dia menjawab, “saya witir di awal malam”. Beliau juga bertanya kepada Umar ra, “kapan kamu melakukan witir ?” Dia menjawab,” di akhir malam”. Maka beliau berkata kepada Abu Bakar, “ini mengambil kehati-hatian,” dan berkata kepada Umar, “ini mengambil kekuatan.” HR. Ahmad, Abu Daud dan Al-hakim dan dikatakannya Hadits shahih menurut Imam Muslim.

241 HR. Abu Daud, Ibnu Majah,Al-hakim dan dishahihkannya serta disepakati oleh Adz-Dzahabi. Lihat pula Irwaul ghalil II :44 dan Shalat tathawwu karya DR. Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani

242 HR. Muslim

243 “sholat sunatnya seseorang ketika tidak terlihat manusia sama dengan 25 kali sholatnya dihadapan manusia” HR.Abu Ya’la dalam musnad ( shahihul jami’ no.3821). Juga sabda beliau saw : “ sholat seseorang dirumahnya lebih utama daripada sholat di masjid kecuali sholat wajib.” HR. Abu Daud. Namun sholaht yang disyariatkan dikerjakan dengan berjama’ah seperti sholat gerhana, Istisqo, Tarawih dan Witir di bulan Ramadhon maka mengerjakannya dimasjid secara terang-terangan adalah lebih utama.

244 Satu hal yang mengusikku untuk mengatakannya adalah masalah shof wanita yang sejajar dengan shof laki-laki, saya katakan ini adalah kesalahan karena Rasulullah mengimami 2 orang (Anas dan Ibunya), maka wanita itu berada di belakang shof laki-laki. Riwayat ini disebutkan oleh Muslim dari hadits Anas, juga terdapat hadts Anas yang lain dan lihat bahasan ini dalam Subulus Salam karya As-shan’ani dan Al-Imamah fish Shalah mafhumun karya DR. Said bin Ali Bin Wahf Al-Qathani

245 HR. Bukhari dan Muslim

246 hal tersebut berdasarkan hadits ini yang menerangkan hal itu dibaca dalam sholat sunnat. Namun apakah ia disyariatkan dalam sholat fardhu ? ya, demikianlah pendapat mayoritas ulama dan dibenarkan oleh Imam An-nawawi. Sedangkan bagi sebagian peneliti yang lain seperti Ibnu Qudamah dan Asy-syaukani berpendapat bahwa hal itu tidak disyariatkan dalam sholat fardhu. Pendapat inipun diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dipegang oleh syaikh Al-Utsaimin. Bahwasanya Nabi saw tidak pernah melakukannya dalam sholat fardhu. Jika beliau pernah melakukannya, pasti ada riwayat yang sampai kepada kita. Lihat Shifat sholat qiyamil lail karya Syaikh Al-Khuzaim

247 artinya : “ Maha suci Tuhan yang memiliki keperkasaan, segala kekuasaan, kebesaran dan keagungan.””

248 HR. Abu Daud dan An-Nas’i dengan sanad yang shahih. Lihat sholat tathawwu karya DR. Said al Qohthoni da shifat sholat nabi karya Al-Albani.

249 HR. Abu Daud dan Thahawi dengan sanad yang hasan. Berkata Al-Albani dalam Shifat Sholat nabi ” Doa ini dibaca dalam sholat lail”

250 HR. Bukhari, Muslim, Abu Awanah, Abu Daud, Ibnu Nashr dan Darimi. Lihat shifat sholat nabi Al-Albani

251 HR. Muslim dan Abu Awanah. Lihat shifat sholat nabi saw karya Al-albani. Dan ragam bacaan iftitah yang lain dapat anda temukan disana.

252 HR. Ibnu Abi Syaibah (II/90/2), Ibnu Nashr (h.89-90), Nasa’i (1:246) dan Ahmad ( V :400) dari jalan Thalhah bin Yazid al Anshari dari Hudzaifah. Masing-masing jalan saling melengkapi. Lihat sholatu At tarawih karya Al Albani

253 Dari pengamatan penulis terhadap variasi hadits ini ada yang mendahulukan Subhanallah kemudian alhamdulillah juga ada tambahan pada laa haula walaa quwwata illa billah dengan aliyyil adzhiim Jadi ucapannya subhanallahi walhamdulillah walaa ilaaha ilallah wallaho akbar

254 Lihat shifat sholat qiyamul lail karya Syaikh shaleh Al-Khuzaim

255 HR. Bukhari dan Muslim

256 HR.Bukhari dan Muslim

257 HR. Bukhari dan Muslim

258 HR. Bukhari dan Muslim. Lihat “panduan sholat lengkap tahajjud” yang disusun oleh Syaikh Muhammad bin Su’ud al ‘Arifi

259 Lihat bab 4 poin ketiga

260 Lihat Al Masail karya Abdul hakim bin Amir Abdat

Page 85: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

261 Hadits ini berkualitas hasan menurut Al-Albani dalam silsilah hadits shahih no. 237. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, abdullh bin ahmad, An-nasa’i, Ibnu Majah, Ath-Thayalisi, Al-baihaqi dan Tirmidzi .

262 Lihat bahasan ini dalam silsilah hadits shahih no. 237 dan buku yang berjudul meneladani sholat-sholat sunnat Rasulullah karya Dr. Muhammad bin Umar bin Salim bazamul

263 HR. muslim (2/54), Abu Daud (n0. 783), Ahmad, Baihaqy dan Ath-Thayaalis lihat tulisan Abdul hakim bin Amir Abdat dalam AlMasaail.- masalah 76

264 HR. Ahmad dan Nasa’i dari jalan Ibnu Mas’ud. Dinyatakan shahih oleh Abdul hakim bin Amir Abdat dalam AlMasaail. Lihat masalah 76

265 Lihat masalah ini dalam Al-masail : masalah 76, karya Abdul Hakim bin Amir Abdat

266 Majmu fatawa Arkanil Islam karya Syaikh Al Utsaimin. Penulis katakan sedangkan untuk Imam kita mendapati kebolehannya untuk memegang mushaf yaitu riwayat yang disebutkan oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah : Dzakwan, yakni hamba sahaya Aisyah, kalau ia jadi Imam bagi Aisyah diwaktu sholat dalam bulan Romadhon, biasa membaca ayat dari mushaf. HR. Imam Malik. Demikianlah menurut Madzhab Syafi’i. Berkata Imam An-Nawawi : “bila seseorang itu sewaktu-waktu membolak-balikkan halamannya dalam Sholat, juga tidak batal.Juga bila seseorang melihat catatan lain daripada Al-Qur’an, dan diulang-ulangnya isinya dalam hati walaupun lama, tidaklah batal, hanya hukumnya makruh. Demikianlah yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i dalam Al-Imla.

267 ibid

268 ibid. Penulis katakan sedangkan syaikh Abdul aziz bin Baaz dan Syaikh shalih bin Fauzan Al-Fauzan mengatakan bahwa itu adalah perbuatan salaf, seperti disebutkan dalam Al-mughni pada bab Khatmul Qur’an. Bahwasanya Imam Ahmad pernah ditanya dasarnya melakukan do’a khatam Alqur’an dalam sholat beliau mengatakan “Saya melihat penduduk Makkah melakukannya. Dan bahwasanya Sufyan bin Uyainah mengerjakannya bersama mereka di Mekkah.” Berkata Abas bin Abdul Adhim : “demikian juga kami lihat manusia di Bashrah.” Dan penduduk Madinah melihat (di dalamnya) ada sesuatu, dan dia menyebutnya dari Utsman bin Affan.” Lihat Ittihaafu Ahlil Iiman bi Duruusi Syahri Romadhoona karya Syaikh Shalih Al-Fauzan.

269 Hadits ini selengkapnya bisa dilihat dalam sholat tarawih karya Al Albani, beliau menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Imam Malik, Bukhari, Al Firyabi, Ibnu Abi Syaibah dengan lafazh yang mirip, namun tanpa ucapan sebaik-baik bid’ah, ya yang seperti ini.” Begitu juga Ibnu Sa’ad dan Al-Firyabi dari jalur yang lain.

270 Mereka menisbatkan kepada Imam Syafi’i rahimahullahu ta’ala dimana dalam Hilyatul Al Auliya disebutkan bahwa Imam Syafi’I berkata : “bid’ah itu ada 2 macam : bid’ah mahmudah (terpuji) dan Bid’ah Madzmumah (tercela), maka apa-apa yang sesuai dengan Sunnah itu adalah terpuji dan apa-apa yang menyelisihi Sunnah itu adalah tercela. Juga lihat dalam Manaqibu Asy-syafi’i oleh Al-Baihaqi (1/469). Hal ini bisa kita jawab, pertama.Setiap orang pendapatnya bisa diambil dan ditinggalkan kecuali Rasulullah saw seperti perkataan Ibnu Abbas. Kedua. Imam Syafi’i telah berkata: “Setiap apa yang aku katakan, apabila menyelisihi hadits dari Rasulullah, maka hadits Rasulullah itulah yang lebih utama. Janganlah kalian bertaqlid kepadaku. (Hilyatul Auliya 9/108). Juga perkataan beliau “setiap masalah yang benar datangnya dari Rasulullah saw menurut ahlu Naql /kalangan ahli hadits sementara ia menyelisihi apa yang aku katakan, maka saya akan kembali merujuk pada hadits itu selama hidupku dan setelah matiku.” Ibnul Qayyim dalam Al-I’lam (II/363). Dari jawaban pertama dan kedua maka kita katakan yang dimaksud bid’ah mahmudah (terpuji) dalam pandangan Imam Syafi’i adalah pengertian bid’ah secara bahasa bukan secara syar’i. Lebih jelasnya lihat buku yang berjudul Adakah Bid’ah Hasanah tulisan Abdul Qayyum bin Muhammad bin Nashir As Sahaibani.

271 HR. Ahmad (4/126), Abu Daud (4607), Tirmidzi (2676) beliau mengatakan hasan shohih., Ibnu Majah no. 44, Ad-Darimi (1/44-45). Berkata Al-bazzar: hadits ini Tsabit Shohih. Demikian juga perkataan Ibnu Abdil bar dalam Jamiul bayan Al Ilmi. Lihat buku berjudul adakah bid’ah hasanah karya Abdul Qayyum bin Muhammad bin Nashir As-Sahaibani

272 Ibnu Baththoh dalam Al Ibanah (205) dan Al-Lalika’i (104)

273 HR.Bukhari no. 1129. lihat buku adakah bid’ah hasanah karya Abdul Qayyum bin Muhammad bin Nashir As-Sahaibani.

274 lihat Iqtidlo Shirotol Mustaqim h. 276

275 ibid

276 Lihat Tafsir Ibnu Katsir, surah Al Baqoroh 117

Page 86: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

277 Lihat Jami’ ul Ulum wal Hikam

278 Lihat uraiannya dalam Tafsir Al Manar

279 Lihat Tafsir Ibnu katsir surat Al Baqoroh : 117

280 Fataawaa Fadhilatisy- Syaikh shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan disusun oleh Fayiz Musa Abu Syaikh

281 Kautsar Amru mengomentari:

Hadits ini maksudnya adalah untuk pengajaran atau mengajari orang-orang cara berdzikir dan tidak kemudian untuk dilazimkan berdzikir dengan jahr (suara keras). Syaikh Albani mempunyai pembahasan yang baik seputar pertanyaan mengenai hadits ini. Lihat kitab Majmu'ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarrah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa AlBani.Fatwa-Fatwa AlBani, hal 39-41, Pustaka At-Tauhid. Lihat pula pembahasan penulis kitab ini dalam Bab 4 point ke 7 yang telah lalu.

Penulis menambahkan 1 fatwa yang menjelaskan hal ini

HUKUM MENGANGKAT SUARA KETIKA BERDZIKIR SETELAH SHALAT.

Pertanyaan.Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : "Bagaimana hukum mengeraskan suara dalam dzikir setelah shalat?"Jawaban.Ada suatu hadits dalam Shahihain dari Ibnu 'Abbas, ia berkata:"Dahulu kami mengetahui selesainya shalat pada masa Nabi karena suara dzikir yang keras".Akan tetapi sebagian ulama mencermati dengan teliti perkataan Ibnu 'Abbas tersebut, mereka menyimpulkan bahwa lafal "Kunnaa" (Kami dahulu), mengandung isyarat halus bahwa perkara ini tidaklah berlangsung terus menerus.Berkata Imam Asy-Syafi'i dalam kitab Al-Umm bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengeraskan suaranya ketika berdzikir adalah untuk mengajari orang-orang yang belum bisa melakukannya. Dan jika amalan tersebut untuk hanya pengajaran maka biasanya tidak dilakukan secara terus menerus.Ini mengingatkanku akan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tentang bolehnya imam mengeraskan suara pada bacaan shalat padahal mestinya dibaca perlahan dengan tujuan untuk mengajari orang-orang yang belum bisa.Ada sebuah hadits di dalam Shahihain dari Abu Qatadah Al-Anshari bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu terkadang memperdengarkan kepada para shabahat bacaan ayat Al-Qur'an di dalam shalat Dzuhur dan Ashar, dan Umar juga melakukan sunnah ini.Imam Asy-Syafi'i menyimpulkan berdasarkan sanad yang shahih bahwa Umar pernah men-jahar-kan do'a iftitah untuk mengajari makmum ; yang menyebabkan Imam ASy-Syafi'i, Ibnu Taimiyah dan lain-lain berkesimpulan bahwa hadits di atas mengandung maksud pengajaran. Dan syari'at telah menentukan bahwa sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi.Walaupun hadits : "Sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi (perlahan)". Sanad-nya Dhaif akan tetapi maknanya 'shahih'

Banyak sekali hadits-hadits shahih yang melarang berdzikir dengan suara yang keras, sebagaimana hadits Abu Musa Al-Asy'ari yang terdapat dalam Shahihain yang menceritakan perjalanan para shahabat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Musa berkata : Jika kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan jika kami mendaki tempat yang tinggi maka kami bertakbir. Dan kamipun mengeraskan suara-suara dzikir kami. Maka berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam."Artinya : Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah kepada diri kalian sendiri. Sesungguhnya yang kalian seru itu tidaklah tuli dan tidak pula ghaib. Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian daripada leher tunggangan kalian sendiri".Kejadian ini berlangsung di padang pasir yang tidak mungkin mengganggu siapapun. Lalu bagaimana pendapatmu, jika mengeraskan suara dzikir itu berlangsung dalam masjid yang tentu mengganggu orang yang sedang membaca Al-Qur'an, orang yang 'masbuq' dan lain-lain. Jadi dengan alasan mengganggu orang lain inilah kita dilarang mengeraskan suara dzikirHal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam." Wahai sekalian manusia, masing-masing kalian bermunajat (berbisik-bisik) kepada Rabb kalian, maka janganlah sebagian kalian men-jahar-kan bacaannya dengan mengganggu sebagian yang lain.

Page 87: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

Al-Baghawi menambahkan dengan sanad yang kuat.

"Sehingga mengganggu kaum mu'minin (yang sedang bermunajat)".[Disalin dari kitab Majmu'ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarrah]

282 Fatwaa Muhimmat Tata’allaq bi al-Sholat karya Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

283 Hadits ini dan yang sebelumnya dikeluarkan oleh Al-Baihaqi (2/494) dan AbdurRazaq mengeluarkan yang pertama dalam Al-Mushonnaf (4/258/8722) dan Ibnu Nashr mengeluarkannya dalam Qiyamu Romadhon (hal 93).

284 Beliau berkata dalam kitabnya Taudhih Al Ahkam min Bulughul Maram. Ibnul Jauzy mengatakan, “Ahmad dan Ibnu Main mengingkari tambahan Al-Muawwidzatain. Tambahan Al Muawwidzatain berasal dari hadits Aisyah di dalamnya terdapat kelemahan, karena Yahya bin Ayyub meriwayatkan sendirian, sedangkan ia mempunyai catatan, namun demikian ia dianggap jujur. Tirmidzi berkata: “hadits ini mengandung keterputusan sanad disamping adanya pertimbangan. Jadi, ini hadits yang lemah, seolah-olah (kuat) hanya karena ada syahid-syahidnya. Tirmidzi juga mengatakan, “”ini hadits hasan Gharib.” Syaikh AAbdullah bin Abdurrahman Al Bassam berkata : membaca Al Muawwidzatain disebutkan di dalam riwayat yang lemah, namun kelemahannya tidak terlalu.

285 Beliau mengatakan Dhaif. Diriwayatkan oleh Ath-Thahawi (1/285), Al-hakim (1/305), Daruquthni (II/35) dan Ibnu Hibban (3432). Telah shahih tanpa penyebutan muawwidzatain dari hadits Ibnu Abbas dari Ubay bin Ka’ab. Lihat At-Talkhis. Lihat karya beliau Shahih Fiqih Sunnah.

286 Shifat Sholat Qiyamil Lail karya Muhammad Shaleh Al- Khuzaim

287 Al Mughni (2/164), Al-inshaf (2/182), Syarh al-Mumthi (4/88) dan Kasyaf al-Qina (I/427)

288 Disebutkan oleh Al-bahuti dalam Kasyaf al-qina (I:427). Lihat Shifati sholat qiyamil lail karya Muahmmad shaleh al-Khuzaim

289 Berdasarkan sabda Rasulullah saw “ Janganlah kalian melarang kaum wanita untuk pergi ke masjid-masjid walaupun rumah-rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka” dan hadits-hadits yang lain. Penulis katakan juga hadits Ummu Humaid yang berkata kepada Nabi saw : “wahai rasulullah, sesungguhnya aku suka sholat bersamamu”. Nabi saw bersabda: ‘aku sudah tahu bahwa kamu suka sholat bersamaku, tetapi sholatmu dirumahmu lebih baik ketimbang sholatmu di dalam kamarmu, dan sholatmu di dalam kamarmu lebih baik ketimbang sholatmu di rumahmu, dan sholatmu dirumahmu lebih baik ketimbang sholatmu di masjid kaummu, dan sholat di masjid kaummu lebih baik ketimbang sholatmu di masjidku.” HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Dinilai hasan Oleh Al-Albani dalah shahih At-targhib (1/207)

290 Durus wa Fatawa AL-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/228. Fatwa-fatwa tentang wanita susunan Amin bin Yahya Al Wazan

291 Kitab Al-Muntaqo min fatawa Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, 3/56-57. Fatwa-fatwa tentang wanita susunan Amin bin Yahya Al Wazan

292 Penulis katakan haditsnya berbunyi : “Bahwa Aisyah mengimami para wanita dan beliau berdiri ditengah-tengah (shaf) mereka di sholat wajib.” Hadits ini shahih Lighirihi. Diriwayatkan oleh Daruquthni (1/404), Al-Baihaqi (3/131), Ibnu Hazm ( 4/219). Lihat dalam Jami’ Ahkam Nisa Syaikh Musthafa Al-Adawi (1/345). Majalah Al-Furqon edisi 2 Th.III/Ramadhan 1424 H

293 kitab Ad-Da’wah, Syaikh Ibnu Baaz, 2/120

294 Ini merupakan pendapat dari Imam Syafi’I dan sebagian besar sahabatnya, juga pendapat Abu Hanifah dan Imam Ahmad (masail al Imam Ahmad hal. 90) dan disebutkan oleh Ibnu qudamah dalam Al-Mughni (2/605) serta sebagian pengikut Imam Malik dan lainnya sebagaimana yang telah disebutkan Imam Nawawi dalam syarh Shahih Muslim (6/282). Lihat majalah Asy-Syariah no. 03/1/Ramadhan 1424 H

295 HR. Bukhari dan Muslim

296 Syarh Shahih Muslim 6/284, Al Majmu 3/499;528. Lihat Majalah Asy-Syari’ahNo. 03/1/Ramadhan/1424 H

297 Al-Mughni, 2/606

298 Shahih Bukhari pada kitab sholat Tarawih

299 Al faqih wa al Mutafaqqih (ii/68-69)

Page 88: raudlatululuum.files.wordpress.com€¦  · Web viewKATA PENGANTAR PADA TAHUN 2007 . KATA PENGANTAR oleh Ridwan Hamidi Lc . SEPATAH KATA . BAB 1 : KEWAJIBAN MENJAUHI BID’AH . BAB

300

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabb-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”(QS. An-Nahl : 125)