Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan efektif merupakan dambaan setiap
masyarakat dimanapun mereka berada. Hal tersebut telah menjadi tuntutan masyarakat yang
selama ini kurang memperoleh perhatian dan penghormatan atas hak-haknya untuk
mendapatkan pelayanan yang baik sebagaimana diatur dalam konstitusi. Pemberian
pelayanan kepada masyarakat merupakan kewajiban utama bagi pemerintah. Dalam
pemberian pelayanan tidak boleh tercipta perlakuan yang berbeda, sehingga menimbulkan
diskriminasi pelayanan bagi masyarakat. Selain itu manajemen pelayanan perlu pula
mendapat pembenahan melalui keterbukaan dan kemudahan prosedur, penetapan tarif yang
jelas dan terjangkau, keprofesionalan aparatur dalam teknik pelayanan, dan tersedianya
tempat pengaduan keluhan masyarakat (public complain), serta tersedianya sistem
pengawasan terhadap pelaksanaan prosedur.1
Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang
belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi
terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah
pembangunan yang kompleks. Sementara itu, tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan
pada harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan,
informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan.
Ruang lingkup pelayanan publik meliputi aspek kehidupan masyarakat yang sangat
luas. Pelayanan publik bahkan dimulai sejak seseorang dalam kandungan ketika diperiksa
1 Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 3.
oleh dokter pemerintah atau dokter yang dididik di universitas negeri, mengurus akta
kelahiran, menempuh pendidikan di universitas negeri, menikmati bahan makanan yang
pasarnya dikelola oleh pemerintah, menempati rumah yang disubsidi pemerintah,
memperoleh macam-macam perijinan yang berkaitan dengan dunia usaha yang digelutinya
hingga seseorang meninggal dan memerlukan surat pengantar dan surat kematian untuk
mendapatkan kapling di tempat pemakaman umum.
Luasnya cakupan pelayanan dan jasa-jasa publik tidak identik dengan kualitas
pelayanan itu sendiri. Karena pelayanan publik merupakan suatu cara pengalokasian sumber
daya melalui mekanisme politik, bukannya lewat pasar, maka kualitas pelayanan itu sangat
tergantung kepada kualitas demokrasi. Konsekuensi dari hal ini adalah negara-negara yang
pilar-pilar demokrasinya tidak bekerja secara optimal tidak memungkinkan pencapaian
kualitas pelayanan publik yang lebih baik. Bahkan sebaliknya, pelayanan publik tanpa proses
politik yang demokratis cenderung membuka ruang bagi praktek menyimpang.
Banyaknya jenis pelayanan publik menyebabkan perlunya dilakukan batasan kajian
pada jenis pelayanan tertentu. Salah satu jenis pelayanan publik yang mendasar adalah
pelayanan disektor administrasi kependudukan, karena berkaitan dengan eksistensi setiap
individu sebagai warga negara Indonesia. Pelayanan dalam sektor administrasi kependudukan
merupakan jenis pelayanan yang cukup banyak permintaannya seperti Kartu Tanda
Penduduk, Kartu Keluarga, Akta Nikah, Akta Kematian dan Akta Kelahiran. Kemudian lebih
dikhususkan lagi dalam hal pelayanan Kartu Keluarga.
Kartu Keluarga adalah Kartu Identitas Keluarga yang memuat tentang nama, susunan
dan hubungan dalam keluarga serta identitas anggota keluarga. Penduduk warga Negara
Indonesia dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap wajib melaporkan susunan
keluarganya kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil melalui kepaladesa/lurah dan
camat dimana domisilinya. Pelaporan tersebut sebagai dasar untuk penerbitan Kartu
Keluarga (pasal Staatsblad Tahun 1920 Nomor 751 jo Staatsblad 1927 nomor 564 tentang
Pancatatan Sipil Bagi Orang Indonesia). Berdasarkan Undang-undang Administrasi
Kependudukan No 23 Tahun 2006, pada Pasal 13 ayat 1 sampai 4 menyebutkan bahwa Setiap
Penduduk wajib memiliki NIK sebagaimana dimaksud pada yang berlaku seumur hidup dan
selamanya, yang diberikan oleh Pemerintah dan diterbitkan oleh Instansi Pelaksana kepada
setiap Penduduk setelah dilakukan pencatatan biodata dan dicantumkan dalam setiap
Dokumen Kependudukan dan dijadikan dasar penerbitan paspor, surat izin mengemudi,
nomor pokok wajib pajak, polis asuransi, sertifikat hak atas tanah, dan penerbitan dokumen
identitas lainnya.Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata Cara dan ruang lingkup
penerbitan dokumen identitas lainnya, serta pencantuman NIK diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Dalam pengelolaan Administrasi kependudukan kendala-kendala yang sering ditemui
antara lain masih lemahnya sumber daya manusia pengelola kependudukan yang merupakan
ujung tombak pengelola kependudukan, begitu pula dalam segi kinerja aparat di instansi
tertentu masih dinilai buruk sehingga masyarakat sebagai objek ataupun pihak yang
memperoleh pelayanan tidak merasa puas. Fakta lain yang terjadi dan umumnya dipraktekkan
oleh aparat pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan publik, yaitu adanya diskriminasi
dalam pelayanan.
Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Gresik
jumlah penduduk Kabupaten Gresik pada akhir tahun 2015 sebanyak 1,303,773 jiwa yang
terdiri dari 655,460 laki-laki dan 648,313 perempuan. Kepadatan penduduk Kabupaten
Gresik pada tahun 2015 sebesar 1,094.46 jiwa/Km2. Sedangkan angka rasio jenis kelamin
laki-laki dibanding perempuan pada tahun 2015 sebesar 1:1,011.
Tabel 1.1.Jumlah Penduduk Kabupaten Gresik
Tahun 2016
NO KECAMATAN
Jumlah Penduduk Per Desember 2016 Luas
Wilayah L P Total
1 DUKUN 33,826
33,317
67,143 59,03
2 BALONGPANGGANG 29,220
29,366
58,586 63,88
3 PANCENG 26,213
25,823
52,036 62,59
4 BENJENG 33,105
33,048
66,153 61,26
5 DUDUKSAMPEYAN 25,459
25,510
50,969 74,29
6 WRINGINANOM 36,382
35,968
72,350 62,62
7 UJUNGPANGKAH 25,538
25,378
50,916 94,82
8 KEDAMEAN 31,578
31,297
62,875 65,96
9 SIDAYU 21,946
21,622
43,568 47,13
10 MANYAR 56,475
54,730
111,205 95,42
11 CERME 39,232
39,251
78,483 71,73
12 BUNGAH 33,688
33,372
67,060 79,49
13 MENGANTI 61,035
59,898
120,933 68,71
14 KEBOMAS 52,371
51,321
103,692 30,06
15 DRIYOREJO 51,948
51,161
103,109 51,30
16 GRESIK 43,305
43,629
86,934 5,54
17 SANGKAPURA 34,855
34,796
69,651 118,72
18 TAMBAK 19,284
18,826
38,110 78,70
JUMLAH 655,460 648,313 1,303,773 1.191,25sumber data: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Gresik Tahun 2016
Gambaran kepadatan dan sebaran penduduk dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1.2Peta Demografi Kabupaten Gresik
Sumber data: Bappeda Kabupaten Gresik Tahun 2016
Jumlah keluarga di Kabupaten Gresik pada Tahun 2015 sebanyak 366,554
keluarga. Dibandingkan dengan tahun 2014 yang tercatat sebanyak 364.374 keluarga maka
terjadi kenaikan jumlah keluarga sebanyak 2.180 Keluarga atau 0,58%. Adapun rincian
jumlah keluarga di Kabupaten Gresik sebagaimana tabel berikut:
Tabel 1.3.
Jumlah Keluarga di Kabupaten Gresik Tahun 2014-2015
NO KECAMATANJUMLAH
DESA / KELURAHAN
JUMLAH KK
2014 20151 DUKUN 26 19.077 18.6322 BALONGPANGGANG 25 17.596 17.4033 PANCENG 14 14.250 14.1244 BENJENG 23 19.384 19.3205 DUDUKSAMPEYAN 23 14.171 14.0206 WRINGINANOM 16 22.415 22.485
NO KECAMATANJUMLAH
DESA / KELURAHAN
JUMLAH KK
2014 20157 UJUNGPANGKAH 13 13.987 14.1038 KEDAMEAN 15 19.077 19.1599 SIDAYU 21 11.476 11.520
10 MANYAR 23 29.958 30.23711 CERME 25 21.460 21.48812 BUNGAH 22 18.348 18.34613 MENGANTI 22 34.862 34.77514 KEBOMAS 21 28.603 28.83915 DRIYOREJO 16 29.796 29.78716 GRESIK 21 25.578 24.47817 SANGKAPURA 17 19.643 18.14718 TAMBAK 13 10.682 9.691
JUMLAH 356 364.374 366.554Sumber data: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Gresik Tahun 2016
Berdasarkan sebaran keluarga dan jumlah penduduk sebagaimana diuraikan
sebelumnya, berikut digambarkan perbandingan jumlah penduduk dan kepemilikan kartu
keluarga sebagaimana gambar berikut;
Gambar 2.8
Grafik Perbandingan Sebaran Keluarga dan Jumlah Penduduk Kabupaten Gresik Tahun 2015
Dari data penduduk di kabupaten Gresik dan kendala belum optimalnya kinerja
penataan dokumen Kartu Keluarga mengakibatkan tidak dapat terwujud tertib administrasi
kependudukan yang berbasis ketunggalan identitas seperti yang dicita-citakan.
Permasalahan pokok pelayanan administrasi kependudukan berbasis ketunggalan
identitas melalui pemutakhiran Kartu Keluarga, pemulihan data ganda dan anomali, serta
percepatan pencatatan akta kelahiran dan kematian disinyalir karena belum optimalnya
pemahaman petugas register desa mengenai mekanisme, kebermanfaatan dan hasil
pemutakhiran Kartu Keluarga, kurang efektifnya proses edukasi yang terintegrasi dalam
pelayanan terhadap masyarakat terkait kebermanfaatan perubahan data kependudukan, belum
terlaksananya pencatatan akta kematian secara optimal disebabkan oleh proses pelaporan
yang tidak terstruktur dan ketidakpahaman aparatur dalam proses pencatatan akta kematian
serta belum adanya penguatan mengenai pemahaman dan pemanfaatan dokumen
kependudukan yang termutakhir oleh stakeholder baik masyarakat maupun aparatur pemroses
dokumen. Kondisi empiris ini tentu harus direspon secara objektif oleh pemerintah daerah,
terutama menyangkut alokasi fasilitas dasar kebutuhan penduduk dan implementasi
pelaksanaan pemrosesan administrasi kependudukan.
Kebijakan yang mendukung peningkatan kinerja penatausahaan dokumen Kartu
Keluarga oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik harus dilakukan dengan inovasi yang
dilakukan secara terstruktur dibawah komando instansi pelaksana administrasi kependudukan
yaitu Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil Kabupaten Gresik.
1.2 1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang diatas, maka permasalahan yang dikemukakan dalam tulisan
ini adalah sebagai berikut :
1. Apa saja aspek yang mendukung peningkataan kinerja penataausahaan dokumen kartu
keluarga ?
2. Strategi apa yang mendukung peningkatan kinerja penatausahaan dokumen Kartu
Keluarga oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik?
BAB II
ANALISIS
2.1. Tata Kelola Penyelenggaraan Pelayanan Pemerintahan Kepada Rakyat
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum (rechtstaat). Syarat-
syarat rechtsstate yang dikemukakan oleh Burknes.et.al., yang dikutip Philipus M. Hadjon
dalam tulisannya tentang Ide Negara Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia adalah sebagai berikut:
1) Asas legalitas, setiap tindakan pemerintahan harus didasarkan atas adasar peraturan perundang-undangan (wetterlike grodslag). Dengan landasan ini, undang-undang dalam arti formal dan UUD sendiri merupakan tumpuan dasar tindak pemerintahan. Dalam hubungan ini pembentuk undang-undang merupakan bagian penting negara hukum.
2) Pembagian kekuasaan: syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan.
3) Hak-hak dasar (grondrechsten): hak-hak dasar merupakan sasaran perlindungan hukum bagi rakyat dan sekaligus membatasi kekuasaan pembentukan undang-undang.
4) Pengawasan Pengadilan: bagi rakyat tersedia saluran melalui pengadilan yang bebas untuk menguji keabsahan tindak pemerintahan (rechtmatigheids toetsing )2.
Atas hal tersebut sebagai implementasi dari negara hukum Pemerintah perlu
memperhatikan hak-hak dasar warga masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik
yang terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam rangka mewujudkan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik di
Kabupaten Gresik dilakukan dengan legitimasi terhadap reformasi pelayanan publik yang
murah, cepat dan jelas sesuai dengan standar pelayanan publik dan pengaturan mengenai
urusan kewenangan Pemerintah Kabupaten Gresik di bidang pelayanan publik.
Konsepsi eenheidsstaat di dalam Pasal 1 juncto Pasal 18 UUDRI 1945
menegaskan bahwa asal kekuasaan dan kekuasaan tertinggi ada pada negara, yang
dalam pelaksanaannya kekuasaan tersebut didesentralisasikan kepada daerah untuk
mengelola sebagian urusan pemerintahan menjadi urusan rumah tangganya sendiri, atau 2 Philipus M. Hadjon, Ide Negara Hukum, hal.4.
dengan kata lain pemerintahan daerah merupakan sub sistem dari hierarkhi
kepemerintahan negara.
Asas Penyelenggaraan Pemerintahan antara lain :
1. Asas Umum Penyelenggaraan Negara
Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan
Negara yang terdiri atas :
a) Asas kepastian hukum;
b) Asas tertib penyelenggara negara;
c) Asas kepentingan umum;
d) Asas keterbukaan;
e) Asas proporsionalitas
f) Asas profesionalitas;
g) Asas akuntabilitas;
h) Asas efisiensi;
i) Asas efektivitas.
Bahwa Asas Umum Penyelenggaraan Negara ini sesuai dengan Undang-Undang
No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme, ditambah asas efektifitas dan efisiensi. 3
2. Asas Desentralisasi, Tugas Pembantuan, dan Dekonsentrasi
a. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas
desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekosentrasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3 H.A.W. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia Dalam Rangka Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 172-173.
b. Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah
menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.4
Menurut konsep desentralisasi, desentralisasi dapat dilaksanakan dengan dua cara,
yakni devolusi dan dekonsentrasi. Devolusi oleh A.W Bradley dan K.D Ewing didefinisikan
sebagai “the delegation of central government powers without the relinquishment of
sovereignty.5 Bentuk devolusi inilah yang biasa disitilahkan desentralisasi, dengan pengertian
sebagai penyerahan kepada atau membiarkan satuan pemerintahan yang lebih rendah
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tertentu. Adapun dekonsentrasi difahami
sebagai pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau juga kepala instansi
vertical tingkat atas kepada pejabat bawahannya di daerah.6
Otonomi daerah dengan paradigma pemahaman otonomi sebagai kemandirian daerah
untuk menentukan nasib dan urusan rumah tangganya sendiri, dengan berpijak pada kearifan
budaya bangsa yang tersimbolkan oleh Pancasila sebagai dasar negara. Secara spesifik Suko
Wiyono dengan menukil pandangan Logemann menyatakan bahwa otonomi daerah adalah
kebebasan bergerak yang diberikan kepada daerah otonom dengan tujuan memberikan
kesempatan kepada Daerah untuk mempergunakan prakarsa sendiri dari segala macam
kekuasaannya, untuk mengurus kepentingan umum (penduduk).7
Istilah pelayanan berasal dari kata “layan” yang artinya menolong menyediakan
segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan melayani. Pada dasarnya setiap
manusia membutuhkan pelayanan, bahkan4 Ibid.
5 Philipus M. Hadjon, et.al., Pengantar Hukum Administrasi, cetakan ketujuh, Gadjahmada University Press, Yogyakarta, 2001.hal 112-113.
6 Ibid.7 Suko Wiyono, Otonomi Daerah Dalam Negara Hukum Indonesia (Pembentukan
Perda Partisipatif), Faza Media, Jakarta, 2006, hal. 31
secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan
manusia (Sinambela, 2010:3). Pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui
aktivitas orang lain yang langsung (Moenir, 2006:16-17). Membicarakan pelayanan berarti
membicarakan suatu proses kegiatan yang konotasinya lebih kepada hal yang abstrak
(Intangible).
Pelayanan adalah merupakan suatu proses, proses tersebut menghasilkan suatu produk
yang berupa pelayanan, yang kemudian diberikan kepada pelanggan. Beberapa pakar yang
memberikan pengertian mengenai pelayanan diantaranya adalah Moenir (Harbani Pasolong,
2007:128). Harbani Pasolong (2007:4), pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai
aktivitas seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung
untuk memenuhi kebutuhan Hasibuan mendefinisikan pelayanan sebagai kegiatan pemberian
jasa dari satu pihak ke pihak lain, dimana pelayanan yang baik adalah pelayanan yang
dilakukan secara ramah tamah dan dengan etika yang baik sehingga memenuhi kebutuhan
dan kepuasan bagi yang menerima.
Pelayanan Publik merupakan pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintahan
kepada masyarakat. Untuk itu pelayanan tersebut sangat ditentukan oleh kinerja pelayanan
yang diberikan. Sejauh mana pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat terjangkau,
mudah, cepat, dan efisien baik dari sisi waktu maupun pembiayaan.
2.2 Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik
Menurut Moenir (2010 : 190) bentuk pelayanan public itu terdiri dari 3 macam yaitu :
1. Layanan dengan lisan
Layanan dengan lisan dilakukan oleh petugas-petugas di bidang hubungan
masyarakat (humas), di bidang layanan informasi dan di bidang-bidang lain yang tugasnya
memberikan penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan. Agar pelayanan
lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
pelaku layanan, yaitu :
a. Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidangnya.
b. Mampu memberikan penjelasan apa yang perlu dengan lancar, singkat tetapi cukup jelas
sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu.
c. Bertingkah laku sopan dan santun.
d. Meski dalam keadaan sepi, tidak berbincang dan bercanda dengan sesame pegawai, karena
menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalaikan tugas.
2. Layanan melalui tulisan
Layanan melalui tulisan ini merupakan jenis pelayanan dengan memberikan
penjelasan melalui tulisan di dalam pengelolaan masalah masyarakat, pelayanan dalam
bentuk ini terdiri dua jenis, yakni :
a. Pelayanan yang berupa petunjuk, informasi dan yang sejenis ditujukan kepada orang-
orang yang berkepentingan agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi
atau lembaga.
b. Pelayanan yang berupa reaksi tertulis atau permohonan, laporan, keluhan,
pemberian/pelayanan, pemberitahuan dan lain sebagainya.
3. Layanan berbentuk Perbuatan
Dalam kenyataan sehari-hari, jenis layanan ini memang tidak terhindar dari layanan
lisan, jadi antara layanan perbuatan dan layanan lisan sering bergabung. Hal ini disebabkan
karena hubungan lisan paling banyak dilakukan dalam hubungan pelayanan secara umum,
hanya titik berat terletak pada perbuatan itu sendiri yang ditunggu oleh yang berkepentingan.
Jadi tujuan utama yang berkepentingan adalah mendapatkan pelayanan dalam bentuk
perbuatan atau hasil perbuatan, bukan hanya sekedar penjelasan dan kesanggupan lisan.
Disini faktor kecepatan dalam pelayanan (pengerjaan) menjadi dambaan setiap orang, disertai
dengan kualitas hasil yang memadai.
2.3 Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik
Didalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik disebutkan bahwa
penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut :
1. KesederhanaanProsedur pelayanan public tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.2. Kejelasan
Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal :a. Persyaratan teknis dan administrasi pelayanan public.b. Unit kerja / pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan
pelayanan dan penyelesaian keluhan / persoalan / sengketa dalam pelaksanaan pelayanan public.
c. Rincian biaya pelayanan public dan tata cara pembayaran.d. Kepastian waktu
Pelaksanaan pelayanan public dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
3. AkurasiProduk pelayanan public diterima dengan benar, tepat dan sah
4. KeamananProses dan produk pelayanan public memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
5. TanggungjawabPemimpin penyelenggara pelayanan public atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan / persoalan dalam pelaksanaan pelayanan public.
6. Kelengkapan sarana dan prasaranaTersedianya saranan dan prasarana kerja, peralatan kerja, dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika.
7. Kemudahan aksesTempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
8. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahanPemberian pelayanan harus bersikap dispilin, sopan, santun, ramah serta memberi pelayanan yang ikhlas.
9. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah, sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parker, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.8
2.4. Konsep Kualitas Pelayanan
Seiring dengan kewajiban rakyat membayar pajak atau retribusi dalam pelayanan jasa
public yang diterimanya, rakyat pun berhak menuntut pencapaian kepuasan maksimal dalam
proses pelayanan dimaksud. Prinsip-prinsip konsumerisme dijadikan nilai dasar hubungan
antara pemerintah sebagai penyedia layanan dengan rakyat sebagai penuntut dan consumer
(Ndraha dalam Napitupulu 2007 : 169). Hubungan yang demikian, mengharuskan adanya
kualitas pelayanan yang memadai baik dalam proses maupun kualitas produknya. Konsep ini
dikenal dengan Service Quality atau Servqual.
Pengertian kualitas menurut Tjiptono ( 1997 : 2) merupakan suatu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan. Rahayu dalam Napitupulu (2007 : 169) berpendapat bahwa :
“ Penilaian kualitas pelayanan atau servqual harus ditinjau dari dua dimensi yakni dimensi customer, atau masyarakat konsumen, rakyat penerima layanan, dan juga dari dimensi provider, atau proviser atau pemberi pelayanan yang dalam hal pelayanan public menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah. Khusus dari dimensi provider, ditekankan pada kemampuan kualitas pelayanan yang disajikan oleh orang-orang yang melayani dari tingkat manajerial hingga ke tingkat front line service”
Pelayanan yang berkualitas atau pelayanan prima yang berorientasi pada pelanggan
sangat tergantung pada kepuasan pelanggan. Lukman (2000 : 8) menyebut salah satu ukuran
keberhasilan menyajikan pelayanan yang berkualitas sangat bergantung pada tingkat
kepuasan pelanggan yang dilayani. Pendapat tersebut artinya menuju kepada pelayanan
eksternal, dari perspektif pelanggan, lebih utama atau lebih didahulukan apabila ingin
mencapai kinerja pelayanan yang berkualitas.
8 Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Kualitas pelayanan berhasil dibangun apabila yang diberikan kepada masyarakat atau
pelanggan mendapatkan pengakuan dari pihak-pihak yang dilayani. Pengakuan ini bukan dari
aparatur tetapi dari masyarakat/pelanggan. Dengan adanya tat cara pelayanan yan jelas dan
terbuka, maka masyarakat dalam pengurusan kepentingan dapat dengan mudah mengetahui
prosedur ataupun tata cara pelayanan yang harus dilalui. Sehingga pelayanan itu sendiri akan
dapat memuaskan masyarakat.
Ukuran kepuasan masyarakat sebagai consumer produk pelayanan jasa public
menurut Lovelock dalam Napitupulu (2007 : 170) dilukiskan dalam the flower of service .
Dalam konsep ini, Lovelock melukiskan delapan titik rawan pelayanan dengan delapan
kelopak bunga yang disebut dengan the eight petals on the flower of service . Rahayu dalam
Napitupulu (2007 : 170) menjelaskan kedelapan suplemen pelayanan jasa public dimaksud
sebagai berikut :
1. Information . Pelayanan berkualitas dimulai dari informasi produk jasa yang dibutuhkan pelanggan. Penyediaan saluran informasi yang cepat dan tepat langsung memberikan kemudahan pelanggan memenuhi kebutuhannya.
2. Consultation. Setelah informasi diperoleh, dilakukan konsultasi teknis, harga, prosedur dan kebijakan dengan aparat pelayan. Untuk itu, harus dipersiapkan waktu, materi konsultasi, personil dan sarana lainnya secara cepat dan lengkap.
3. Ordertaking . Artinya, setelah pelanggan mendapatkan kepastian pemenuhan kebutuhannya, pelayanan aplikasi dan administrasinya tidak berbelit-belit, harus fleksibel, biaya murah, syarat ringan dan kemudahan pelayanan lainnya.
4. Hospitality . Diartikan sebagai sikap dan perilaku pelayanan yang sopan, ramah, ruangan yang sehat dan indah, misalnya dengan penyediaan toilet yang bersih dan sehat.
5. Caretaking, berarti kemampuan penyesuaian pelayan terhadap perbedaan background rakyat. Misalnya, rakyat bermobil disediakan tempat parker, yang tidak bisa menulis atau membaca disediakan cara aplikasi lainnya.
6. Exceptions, dimaksudkan sebagai kemampuan pelayan untuk bertanggung jawab terhadap klaim rakyat atas produk yang tidak berkualitas dan merugikan, atas kebijakan yang menguntungkan kelompok tertentu dan merugikan kelompok lain nya.
7. Billing, diartikan sebagai administrasi pembayaran pelayanan jasa-publik yang memudahkan rakyat baik formulir, mekanisme pembayaran maupun keakuratan perhitungan.
8. Payment, dimaksudkan sebagai fasilitas pembayaran berdasarkan keinginan rakyat pelanggan baik berupa self service payment , transfer bank, credit card, debet langsung maupun tagihan langsung saat transaksi. Kesemuanya itu harus memudahkan dan sesuai kemampuan daya bayar rakyat.
Gaspersz dalam Napitupulu (2007 : 173) memberikan 10 indikator
pengukur servqual dalam bidang jasa yakni ketepatan waktu pelayanan, akurasi pelayanan,
kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, tanggung jawab, kelengkapan,
kemudahan mendapatkan pelayanan, variasi model pelayanan, pelayanan pribadi,
kenyamanan dalam memperoleh pelayanan serta atribut pendukung pelayanan lainnya.
Kennedy and Young dalam Napitupulu (2007 : 174) mengemukakan bahwa manakala
dihadapkan dengan suatau pelayanan jasa public, setiap orang akan mengharapkan
bahwa service provider melayani dengan cepat, berada di tempat kerja sewaktu dibutuhkan
dan perilakunya menyenangkan. Pada dasarnya, kesemuanya ini menunjukkan adanya
beberapa dimensi penting dalam pelayanan jasa public mengenai ketanggapan
(responsiveness), keberadaan ( availability) dan professionalism,tepat waktu ( timeliness) dan
menyenangkan (convenience).
Prinsip kepuasan masyarakat dalam proses pelayanan jasa public oleh service
provider sangat penting karena hanya dengan memenuhi kebutuhan pelanggan secara
memuaskan, keberadaan service provider tersebut diakui dan mendapatkan legitimasi serta
kepercayaan dari masyarakat nya.
Pelayanan jasa public merupakan jasa yang karena sifatnya menyangkut hajat hidup
orang banyak, jasanya di harapkan lebih baik, lebih murah dan mudah diperoleh pada saat
masyarakat membutuhkannya. Proses mendapatkan nya harus dijamin tercapainya kepuasan
baik terhadap produk layanan maupun terhadap proses layanan itu sendiri.
2.5. Kartu Keluarga
Kartu Keluarga adalah Kartu Identitas Keluarga yang memuat tentang nama, susunan
dan hubungan dalam keluarga serta identitas anggota keluarga. Penduduk warga Negara
Indonesia dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap wajib melaporkan susunan
keluarganya kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil melalui kepaladesa/lurah dan
camat dimana domisilinya .Pelaporan tersebut sebagai dasar untuk penerbitan Kartu
Keluarga (pasal Staatsblad Tahun 1920 Nomor 751 jo Staatsblad 1927 nomor 564 tentang
Pancatatan Sipil Bagi Orang Indonesia). Berdasarkan Undang-undang Administrasi
Kependudukan No 23 Tahun 2006, pada Pasal 13 ayat 1 sampai 4 menyebutkan bahwa Setiap
Penduduk wajib memiliki NIK sebagaimana dimaksud pada yang berlaku seumur hidup dan
selamanya, yang diberikan oleh Pemerintah dan diterbitkan oleh Instansi Pelaksana kepada
setiap Penduduk setelah dilakukan pencatatan biodata dan dicantumkan dalam setiap
Dokumen Kependudukan dan dijadikan dasar penerbitan paspor, surat izin mengemudi,
nomor pokok wajib pajak, polis asuransi, sertifikat hak atas tanah, dan penerbitan dokumen
identitas lainnya.Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata Cara dan ruang lingkup
penerbitan dokumen identitas lainnya, serta pencantuman NIK diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
2.5.1. Tatacara Penerbitan Kartu Keluarga .
A. Tatacara Permohonan KK Baru
Penerbitan Kartu Keluarga bagi Warga Negara Indonesia (WNI) dilaksanakan di
desa/kelurahan, kecamatan atau unit kerja yang mengelola pendaftaran penduduk dan
pencatatan sipil di kabupaten/kota sesua dengan kewenanagan yang didelegasikan kepada
pejabat yang bersangkutan . Sedang bagi orang asing tinggal tetap pelayanan KK
dilakukan oleh unit kerja yang mengelola pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil
kabupaten/kota.
Pelayanan permohonan KK baru dilakukan sebagai berikut :
a. melakukan verifikasi dan vasilidasi atas persyaratan , berupa :
1. KK dan KTP lama
2. Penduduk menunjukkanfoto copy dan buku nikah bagi yang sudah menikah.
3. Penduduk menunjukkan foto copy kutipan akta lahi bagi keluarga yang sudah
mempunyai anak.
4. Penduudk mengisi data keluarga dan biodata setiap anggota keluarga.
5. Khusus bagi penduduk WNI yang baru pindah dan datang dari luar negeri
membawa Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri.
b. mencatat dalam BHPPK
c. menerbitkan KK sesuai system dan menyerahkan kepada penduduk.
B. Permohonan KK Baru bagi penduduk yang sudah punya NIK
Jenis permohonan ini dimaksudakan bagi penduduk yang sudah terekam datanya
pada bank data kependudukan nasional,namun mengajukan permohonan KK Baru
karena, 1) membentuk rumah tangga baru ; 2) pindah tempat tinggal; 3) KK hilang atau
rusak , atau 4) adanya peristiwa penting/kependudukan lainnya.Penerbitan KK bagi WNI
dilaksanakan di desa/kelurahan,kecamatan sesuai dengan kewenangan yang
didelegasikan kepada pejabat yang bersangkutan.Sedang bagi orang asing tinggal tetap
KK dialkukan di unit kerja yang mengelola pendaftaran penduduk di kabupaten/kota.
Pelayanan pemohon KK baru dilakukan petugas sebagai berikut :
a. melakukan verifikasi dan vsilidasi atas persyaratan, berupa :
1. bagi penduduk yang membentuk rumah tangga baru,menunjukkan :
Foto copy KK lama dan sudah ada NIK;
Foto copy Buku nikah/Akta Kawin;
Foto copy KTP calon Kepala Keluarga yang ada sudah NIK
2. bagi penduduk yang pindah tempat tinggal , menunjukkan :
Foto copy KK lama yang sudah ada NIK
Surat Keterangan Pindah Datang
3. bagi penduduk yang hilang KK atau rusak,menujukkan :
Dokumen penduduk dari salah satu anggota keluarga yang ada NIK;
KK yang rusak;
Surat Keterangan hilang dari Kepolisian atau Lurah/Kepala desa
Dokumen Keimgirasian bagi Orang Asing.
4. bagi penduduk yang menambah anggota keluarga,menujukkan :
KK lama
KK yang akan ditumpangi
Surat Keterangan Pindah Datang bagi penduduk yang pindah dalam wilayah
NKRI dan/atau;
Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri bagi warga Negara Indonesia yang
datang dari luar negeri karena pindah.
5. bagi penduduk yang mengurangi anggota keluarga,menunjukkan :
KK lama
Surat Keterangan atau kematian ; atau
Surat Keterangan Pindah Datang bagi penduduk yang pindah dalam wilayah
NKRI
2.6. Nomor Induk Kependudukan
Wacana mengenai identitas tunggal atau yang lebih dikenal dengan Single
Identification Number (SIN) bergulir di republik ini. Serangkaian kebijakan pun
dilahirkan oleh pemerintah untuk memuluskan penerapan dan pemberlakuan sistem
identitas tunggal bagi seluruh penduduk Indonesia.
Setidaknya keseriusan pemerintah untuk benar-benar menguatkan wacana tersebut
terbukti dengan dikeluarkan Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan, yang didalam pasal 13 mewajibkan setiap penduduk memiliki Nomor
Induk Kependudukan (NIK) yang berlaku seumur hidup dan selamanya. NIK inilah yang
kemudian akan dijadikan sebagai SIN nya Indonesia.
NIK merupakan identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan
melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia. Guna memberikan
kekuatan dalam implementasinya maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
(PP) No. 37 Tahun 2007 tentang pelaksanaan UU Administrasi Kependudukan. PP
tersebut kembali mempertegas bahwa NIK menjadi pengendali dan data penduduk bagi
setiap warga Indonesia.
NIK sebagai SIN-nya Indonesia akan dicantumkan dalam setiap dokumen
kependudukan, hal ini dilakukan guna menghindari dokumen ganda dan menjadi dasar
bagi penerbitan paspor, SIM, NPWP, polis asuransi, sertifikat hak atas tanah, dan
penerbitan identitas lainnya.
Penerbitan nomor identitas tunggal bagi penduduk Indonesia diakui oleh Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara, Taufiq Effendi akan mempermudah pelayanan
pemerintah kepada masyarakat sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan publik dari
pemerintah. Pernyataan ini cukup beralasan dan mengena. Seperti kita ketahui bersama,
tuntutan dunia modern yang serba cepat dan praktis mengharuskan setiap pihak dapat
memberikan pelayanan dengan cepat. Bukan hanya itu tetapi pelayanan dengan mudah
dan transparan. Ironisnya, pemerintah Indonesia masih tertatih-tatih untuk dalam
memberikan pelayanan publik. Prosedur yang berbelit yang jauh dari gambaran dunia
modern, masih terlalu sering dijumpai. Salah satu penyebabnya adalah Indonesia belum
memiliki sistem identitas tunggal dan bisa diterima dalam setiap pengurusan.
Kehadiran SIN yang ditargetkan akhir tahun 2008 ini, merupakan sebuah
pencerahan ditengah mulai menggejolak krisis kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintahan saat ini. Walaupun harus diakui dibeberapa daerah telah berhasil
menerapkan kebijakan pelayanan satu atap untuk pembuatan KTP dengan on line system,
izin tempat usaha dan lain-lain.
Pelayanan satu atap diarahkan kepada peningkatan kualitas pelayanan terhadap
publik yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, berorientasi pada kebutuhan dan
kepuasan penerima pelayanan (dalam hal ini adalah masyarakat). Sistem identifikasi
tunggal yang segera keluar nantipun akan semakin memperpendek jalur birokrasi
pengurusan dokumen, karena setiap penduduk akan memiliki satu identitas dan mudah
untuk diidentifikasikan. Sehingga akan mendorong pada percepatan iklim transparansi
dan profesionalisme kinerja pemerintah. Permasalahan birokrasi yang berbelit-belit pun
akan jarang ditemui dalam setiap pengurusan izin.
SIN merupakan sebuah sistem yang harus segera diterapkan, karena sistem ini
dapat menekan tindak kejahatan (korupsi) dengan menerapkan teknologi di kantor-kantor
pelayanan publik. Sebagai contoh, penerapan e-office dimana persentuhan antara petugas
dengan masyarakat dihilangkan. Untuk menyelesaikan sesuatu, seseorang tidak mesti ke
Jakarta ataupun ke pusat pemerintahan. Seseorang tersebut cukup dengan menyelesaikan
melalui jaringan teknologi (internet) saja.
Faisal Basri (Biskom, edisi Maret 2008) mengatakan penerapan identitas tunggal
dapat mengoptimalkan pengusutan kasus kejahatan pencucian uang. Hal ini
dimungkinkan karena pemberlakukan SIN bisa meniadakan identitas ganda pelaku
kejahatan. Identitas tunggal mampu mempercepat penelusuran transaksi keuangan yang
mencurikan sehingga data awal yang dibutuhkan untuk proses selanjutnya bisa segera
didapat. Sistem inipun bisa berpengaruh pada sistem informasi debitur yang dijalankan
Bank Sentral dan Badan Pengawasan Pasar Modal, karena data yang diberikan bisa
dipastikan tingkat akurasinya.
Penerapan SIN dalam bentuk NIK, saat ini dalam tanggung jawab Departemen
Dalam Negeri. Data base yang nanti terkumpul dalam bentuk Sistem Informasi dan
Administrasi Kependudukan (SIAK) bisa dimanfaatkan juga untuk pemilihan umum,
pemilihan presiden langsung, dan pemilihan kepala daerah langsung. Langkah ini cukup
efektif karena tidak perlu lagi diadakan pendataan karena data penduduk akan mudah
dilihat dan diklasifikasikan berdasarkan usia yang layak mendapatkan hak pilih. Tingkat
efisiensi dana negarapun sedikit tertolong karena tidak perlu lagi membiayai pembuatan
kartu pemilih. Cukup dengan menunjukkan KTP seseorang sudah bisa menunaikan hak
pilihnya, dan kecurangan untuk melakukan pemilihan lebih dari satu kali bisa
diminimalisir karena data tunggal tersebut.
Ketersediaan data kependudukan yang akurat dapat memudahkan pemerintah
untuk melakukan proyeksi-proyeksi untuk kepentingan perencanaan kebijakan
pemerintah dan pembangunan.
Walaupun demikian, tidak mudah untuk menerapan SIN. Butuh jaringan informasi
yang memadai, distribusi dan akses yang merata disetiap penjuru republik, sistem yang
terintegrasi keamanannya, dan tersedianya pusat data yang selalu on line. Bagaimanapun
juga SIN adalah sebuah sistem yang tepat dan menuntut segera untuk direalisasikan,
mengingat tingkat kebutuhan dan menghindari tumpang tindihnya data penduduk. Maka
dari itu butuh lebih banyak dukungan dan sumbang pemikiran dari tiap elemen bangsa
ini menuju Indonesia yang lebih baik dikemudian hari.
Dalam Undang-Undang Administrasi kependudukan Nomor 23 Tahun 2006
dijelaskan bahwa Nomor Induk Kependudukan adalah nomor identitas penduduk yang
bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai
penduduk Indonesia.
NIK diberikan oleh pemerintah setelah biodata penduduk direkam dalam bank data
kependudukan nasional mengunakan SIAK. NIK berlaku seumur hidup, terdiri dari 16
digit didasarkan pada variabel kode wilayah, tanggal lahir dan nomor seri penduduk.
NIK Dicantumkan dalam setiap dokumen kependudukan yaitu pada KK, KTP dan surat-
surat keterangan kependudukan lainnya. Nomor Induk Kependudukan yang merupakan
identitas tunggal penduduk diterapkan bagi penduduk Indonesia untuk mencegah adanya
identitas ganda seseorang karena NIK merupakan konfigurasi yang unik dan khas dan
melekat pada diri seseorang seumur hidupnya.
NIK terdiri dari enam belas digit dgn format "PPKKCCDDMMYYNNNN". 6 digit
pertama merupakan kode wilayah mulai dari strata Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota sampai dengan Kecamatan, dimana setiap strata sebanyak 2 digit
(PPKKCC), 6 digit berikutnya adalah tanggal-bulan dan tahun lahir (DDMMYY) dan
untuk perempuan angka tanggal lahir (DD) ditambah dengan angkat 40, serta 4 digit
berikutnya (NNNN) adalah nomor seri penduduk yang lahir pada tanggal yang sama dan
pada suatu kecamatan tertentu.
2.7. Aspek Yang Mendukung Peningkataan Kinerja Penataausahaan Dokumen Kartu
Keluarga
2.7.1. Permasalahan Pokok Belum Optimalnya Kinerja Penataan Dokumen Kartu
Keluarga
Belum Optimalnya Kinerja Penataan Dokumen Kartu Keluarga Permasalahan
Pokok Pelayanan di Kabupaten Gresik terjadi karena :
1. Belum Optimalnya Pemahaman Petugas Register Desa mengenai Mekanisme, Kebermanfaatan dan Hasil Pemutakhiran KK Count O.
2. Kurang efektifnya proses edukasi yang terintegrasi dalam pelayanan terhadap masyarakat terkait kebermanfaatan perubahan data kependudukan.
3. Belum terlaksananya pencatatan akta kematian secara optimal disebabkan oleh proses pelaporan yang tidak terstruktur dan ketidakpahaman aparatur dalam proses pencatatan akta kematian.
4. Belum adanya penguatan mengenai pemahaman dan pemanfaatan Dokumen Kependudukan yang termutakhir oleh stakeholder pelaku pembangunan.9
Dari permasalahan pokok tersebut terlihat kelemahan-kelemahan program dalam
pencapaian kinerja penatausahaan dokumen kependudukan baik dari intern Instansi
Pelaksana, instansi diluar instansi pelaksna maupun dari aspek masyarakat.
Kiranya dari kondisi yang ada pada saat ini perlu inovasi terkait penyusunan
program restukturisasi basis data kependudukan dalam Kartu Keluarga, urgensitas
identitas kependudukan, dan pelayanan kependudukan lainya.
2.7.1. Aspek Yang Mendukung Peningkatan Kinerja Program
Suatu program yang berjalan dikatakan memenuhi pelayanan yang baik apabila
pelayanan itu dilihat dari kemampuan instansi untuk memberikan layanan yang akurat
sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dalam menyampaikan jasanya
sesuai dengan waktu yang disepakati dalam suatu program.
Kabupaten Gresik memiliki kelebihan dalam pelaksanaan program pemutakhiran
basis data Kartu Keluarga antara lain :
1. Telah diketahui data awal jumlah KK di Kabupaten Gresik terdapat 369.120 KK
tercatat dan dari jumlah tersebut sebanyak 256.047 KK tidak pernah diperbaharui
sejak diterbitkan pada tahun 2008;
2. Instansi Pelaksana telah menyimpulkan bahwa agar program dapat tercapai sesuai
tujuan, perlu dilaksanakan dengan cara pemutakhiran data Kartu Keluarga Count O,
pemulihan data ganda dan anomali, percepatan pencatatan akta kelahiran, serta
pencatatan akta kematian.
9 Herman TH. Siantur, next step restrukturisasi program kakekku datang, dokumen diunduh melalui https://www.slideshare.net/hermantosianturi/ pada 24 Mei 2017
3. Telah dilakukan Workhop atau Sosialisasi tentang Pemutakhiran Kartu Keluarga
terhadap Kasi Pemerintahan Kecamatan dan Operator Kecamatan di 18 Kecamatan
dan Petugas Register Desa di 356 Petugas Register Desa;
4. Telah dilakukan Forum Konsultasi Publik melalui media Radio Suara Giri terhadap
masyarakat terkait kebermanfaatan perubahan data kependudukan dalam Kartu
Keluarga, urgensitas identitas kependudukan, dan pelayanan kependudukan lainya.
2.8. Strategi Yang Mendukung Peningkatan Kinerja Penatausahaan Dokumen Kartu
Keluarga Oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik
Kartu Keluarga yang memuat tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga
serta identitas anggota keluarga dan wajib dimilki oleh penduduk warga Negara
Indonesia dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap wajib melaporkan susunan
keluarganya kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil melalui kepaladesa/lurah
dan camat dimana domisilinya yang dimana program ini dibuat agar tidak terjadi
penggandaan pendaftaran penduduk dalam suatu keluarga atau wilayah dan dimana
Kartu Keluarga juga berguna untuk mengurus data-data kependudukan lainnya.
Strategi yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam hal ini adalah instansi
Pelaksana antara lain :
1. Menyusun Peraturan Bupati tentang Pemutakhiran Kartu Keluarga;
2. Melakukan Workhop atau Sosialisasi tentang Pemutakhiran Kartu Keluarga terhadap
Kasi Pemerintahan Kecamatan dan Operator Kecamatan di 18 Kecamatan dan
Petugas Register Desa di 356 Desa dengan pendamping petugas masing-masing;
3. Melakukan Forum Konsultasi Publik melalui media massa baik Elektronik maupun
cetak terkait kebermanfaatan perubahan data kependudukan dalam Kartu Keluarga,
urgensitas identitas kependudukan, dan pelayanan kependudukan lainya;
4. Terus melaksanakan pemutakhiran data Kartu Keluarga Count O, pemulihan data
ganda dan anomali, percepatan pencatatan akta kelahiran, serta pencatatan akta
kematian.
5. Melaksanakan sinkronisasi data kependudukan berbasis dokumen kartu keluarga;
6. Melaksanakan desiminasi data dan dokumen Kependudukan Kartu Keluarga yang
termutakhir
7. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan kependudukan
yang inklusif, responsif, dan integratif.
8. Identifikasi Stakeholder Disdukcapil Bidang Kependudukan Bidang Capil,
Kecamatan, Bagian Hukum, Bagian Humas, Bappeda dan desa.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Belum optimalnya kinerja penataan dokumen Kartu Keluarga di Kabupaten Gresik
terjadi karena :
1. Belum Optimalnya Pemahaman Petugas Register Desa mengenai Mekanisme,
Kebermanfaatan dan Hasil Pemutakhiran KK Count O.
2. Kurang efektifnya proses edukasi yang terintegrasi dalam pelayanan terhadap
masyarakat terkait kebermanfaatan perubahan data kependudukan.
3. Belum terlaksananya pencatatan akta kematian secara optimal disebabkan oleh
proses pelaporan yang tidak terstruktur dan ketidakpahaman aparatur dalam proses
pencatatan akta kematian.
4. Belum adanya penguatan mengenai pemahaman dan pemanfaatan Dokumen
Kependudukan yang termutakhir oleh stakeholder pelaku pembangunan.
Kabupaten Gresik memiliki kelebihan dalam pelaksanaan program pemutakhiran
basis data Kartu Keluarga antara lain :
1. Telah diketahui data awal jumlah KK di Kabupaten Gresik
2. Instansi Pelaksana telah menyimpulkan bahwa agar program dapat tercapai sesuai
tujuan, perlu dilaksanakan dengan cara pemutakhiran data Kartu Keluarga Count O,
pemulihan data ganda dan anomali, percepatan pencatatan akta kelahiran, serta
pencatatan akta kematian.
Strategi yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam hal ini adalah instansi
Pelaksana antara lain :
1. Menyusun Peraturan Bupati tentang Pemutakhiran Kartu Keluarga;
2. Melakukan Workhop atau Sosialisasi tentang Pemutakhiran Kartu Keluarga
3. Melakukan Forum Konsultasi Publik melalui media massa
4. Terus melaksanakan pemutakhiran data Kartu Keluarga Count O, pemulihan data
ganda dan anomali, percepatan pencatatan akta kelahiran, serta pencatatan akta
kematian.
5. Melaksanakan sinkronisasi data kependudukan berbasis dokumen kartu keluarga;
6. Melaksanakan desiminasi data dan dokumen Kependudukan Kartu Keluarga yang
termutakhir
7. Identifikasi Stakeholder Disdukcapil Bidang Kependudukan Bidang Capil,
Kecamatan, Bagian Hukum, Bagian Humas, Bappeda dan desa.
3.2. Saran
1. Dalam pelaksanaan program pemutakhiran basis data Kartu Keluarga di Kabupaten
Gresik, perlu dikaji lagi aspek penyebab belum optimalnya kinerja penataan dokumen
Kartu Keluarga di Kabupaten Gresik
2. Instansi Pelaksana harus terus menerus melaksanakan pemutakhiran data Kartu
Keluarga Count O, pemulihan data ganda dan anomali, percepatan pencatatan akta
kelahiran, serta pencatatan akta kematian agar terwujud keselarasan perubahan data-
data kependudukan sehingga data kependudukan dapat mutakhir.
3. Perlu dilakukan kajian tentang pemanfaatan data kependudukan mutakhir untuk
program pemerintah lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 2010
Alpeldoorn, L.J. van. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta Pradya Paramita, 1981
Bryan A. Gamer (Edition in Chief), Black’s Law Dictionary 9th HM. Wahyudin Husein dan H. Hufron, Hukum Politik & Kepentingan, Yogyakarta : LaksBang PRESSindo, 2008. Edition, West Thomson Reuters, St. Paul, 2009
Boedianto, Akmal , 2010, Hukum Pemerintahan Daerah, Pembentukan Perda APBD Partisipasif, CV Putra Media Nusantara, Surabaya. Bruggink, J.J.H, 1993, Rechtsreflecties Grondbegrippen uit de rechtstheorie, Kluwer Deventer, Den Haag
Friedman, Lawrence M. Friedman, 1969, The Legal System, Russel Sage Foundation, New YorKDenhart, Janet V dan Denhart, Robert B. Pelayanan Publik Baru Dari Managemen Streering ke Serving. Bantul : Kreasi Wacana, 2013.
Friedmann, W., Legal Theory, Steven & Sons Limited, London, 1960.
H.A.W. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia Dalam Rangka Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005
Ibrahim, Amin, Teori dan Konsep Pelayanan Publik serta Implementasinya. Bandung: 2008
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika,Jakarta, 2010.
Lijan Poltak. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta 2008
Mandar Maju Moenir, H A S. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara, 2010
Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Binacipta, Bandung, Tanpa TahunPhilipus M. Hadjon., Pengantar Hukum Administrasi, cetakan ketujuh, Gadjahmada University Press, Yogyakarta, 2001.
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hal.1.
Philipus M. Hadjon, Maladministrasi Sebagai Dasar Penilaian Perilaku Administrasi, makalah, 2004
Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002
Suko Wiyono, Otonomi Daerah Dalam Negara Hukum Indonesia (Pembentukan Perda Partisipatif), Faza Media, Jakarta, 2006
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005.
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1979.
Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional, Rajawali Pers, Jakarta, 1994.
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, 2007.
Soerjani. Moh, Rofiq Ahmad, Munir Rezy. Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan. Jakarta: Universitas Indonesia, 1987
Wheare, K.C., Modern Contitutions, Oxford University, New York Toronto. 1975.
Wiener, Norbert, The Human Use of Human Beings, Doubleday & Company Inc, Garden City New York,1954.