Upload
gayatri-perdanaga
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
1/18
WANA PARWA SINAR PELITA KEHIDUPAN DI DUNIA
Pendekatan : Psikologis Sastra
Oleh : Prof. I Gst. Ngurah Bagus
Pendahuluan
Wana Parwa, adalah Parwa ke 3 dari Astadasa Parwa
Mahabharata. Wana Parwa merupakan bagian Mahabharata, maka nilai-
nilai dalam Wana Parwa merupakan pembiasan nilai Mahabharata sendiri
sebagai sebuah Itihasa.
Sebagai objek pembahasan dipakai Wana Parwa Mahabharata
terbitan harian Bali Post sudah sebanyak 64 kali penerbitan, disamping
Adiparwa sebanyak 231 kali penerbitan dan Sabda Parwa sebanyak 66 kali
penerbitan.
Dalam Manawa Dharmasastra, dinyatakan Itihasa, merupakan
salah satu sarana mengimplimentasikan ajaran Veda dimasyarakat lebih
luas. Sebab tujuan ajaran Veda sebagai Kitab Suci Hindu wajib diadatkan.
Hal ini tersurat pula dalam Saramuscaya ;
Acara ngaraning Prawerti Kawarah ring Aji
Acara merupakan tingkah laku sesuai dengan ajaran agama.
Itihasa disusun oleh Khrisna Dwipayana Vyasa, putra Dewi Satyawati
dengan Rsi Parasara, dengan dasar pengalaman, pengetahuannya,
pandangannya tentang ajaran Veda, kemudian diceritakan kembali oleh
Rsi Vaisampayasa kepada Raja Janamejaya, mulai dari saat Panca Pandawa
meninggalkan Astina ke hutan bersama saudara-saudaranya dan Drupadi.
Adapun arah penjabaran Veda Sruti menjadi Smerti, dilanjutkan
menjadi Itihasa tujuannya untuk mencapai Atma Nastuti, yaitu
kebahagiaan rohani bagi pembaca dan pendengar Itihasa ini, berbentuk
ucapan para rsi yang bijaksana.
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
2/18
Nilai Atma Nastuti terbias dalam Wana Parwa Mahabharata
yang dilakoni oleh pelaku-pelaku cerita.
Nilai dalam Wana Parwa, mencerminkan perjalanan jaman yang
panjang saat Dwapara Yuga menuju jaman Kali Yuga, merupakan jaman
transisi yang ditandai dengan watak para pelaku cerita di kedua jaman
tersebut.
Di jaman Dwaparayuga, watak-watak pelaku sejarah taat
melangkah menuju dharma, kebenaran dan hormat pada guru. Saat ini
para pelaku sejarah berusaha melakukan pengendalian diri, menjauhkan
diri dari segala gejolak nafsu, sangat takut akan adanya kutukan-kutukan
dari para Rsi yang sakti yang sangat diyakini bentuk kutukan itu akan
menimbulkan malapetaka dan kehancuran bagi dirinya, keluarga,
masyarakat sampai negara
Akhir jaman Dwaparayuga akibat bias-bias kutukan para Rsi
terhadap pelaku cerita, sudah tampak pada Adiparwa, Parwa pertama
Mahabharata, menjadi petaka yang sangat mengerikan, terjadi kematian
demi kematian, timbul situasi yang sangat mencekam dan
membingungkan berdampak pada pelaku cerita, akibat dari suatu sebab,
tergambar pada Parwa-Parwa berikutnya khusus dalam Wana Parwa.
Wana Parwa, parwa ketiga dari Astadasa Parwa Mahabharata
bias situasi masa transisi ke Kali Yuga tergambar pada watak pelaku cerita,
ditunjukkan dalam pola hidupnya, berkata, berpikir, atau berbuat sebagai
yang di ucapkan oleh Rsi Saunaka dan Rsi Markandeya di depan Panca
Pandawa dan Drupadi, saat mereka meninggalkan Astinapura ke hutan
akibat kalah main judi.
Rsi Sunaka dan Rsi Markandeya menyatakan bahwa, sejarah
kehidupan terus berkembang dari zaman Dwaparayuga menuju Kali Yuga,
untuk mencari jalan kebenaran dan menjadi kebenaran. Namun semua itu
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
3/18
merupakan suratan Takdir dan Takdir menggariskannya dan sukar ditolak.
Rsi Sunaka kemudian melihat penderitaan yang dialami Pandawa dalam
pembuangan di hutan itu melalui yoga Sankya.
Sang Rsi bersabda, bahwa penderitaan yang diterimanya itu
adalah penderitaan batin. Penderitaan batin inilah yang menyebabkan
timbulnya kebingungan. Penyebab timbulnya penderitaan batin ini adalah
kasih sayang. Kasih sayang sebagai dasar penderitaan mental, dan ujung-
ujungnya menyebabkan timbulnya kesengsaraan. Kasih sayang sebagai
penyebab timbulnya penderitaan, karena timbulnya keterikatan pada
benda duniawi.
Inilah yang merupakan sumber kejahatan. Maka itu kasih
sayang, sebagai sumber penyebab penderitaan hanya dapat ditundukkan
oleh pengetahuan. Bagi orang berpengetahuan (orang bijak) dengan dasar
pengetahuannya ia akan dapat membedakan antara yang bersifat
sementara dengan yang bersifat kekal. Maka itu orang-orang suci,
dimurnikan oleh pengetahuan, pikirannya tak tergoyahkan oleh rasa kasing
sayang. Sebab, orang yang pikirannya dipengaruhi oleh rasa kasih sayang,
ia akan tersiksa oleh keinginan-keinginan. Dari keinginan ini akan timbul
nafsu terhadap benda duniawi. Kebenaran akan duniawi adalah dosa. Ini
sekaligus sumber kegelisahan dan condong berbuat jahat.
Kembali Rsi Saunaka memberi wejangan, memaparkan tentang
pengaruh transisi Dwaparayuga ke Kali Yuga. Masa transisi ini penuh
kontradiksi, akan terjadi sikap memalukan orang-orang baik, tetapi
menimbulkan rasa kepuasan pada orang-orang jahat. Hal ini terjadi karena
kebodohan, lalu diperbudak oleh Panca Indriya. Akibatnya timbul
keinginan untuk menikmati objek saat perbuatan berlangsung mengurung
pikirannya. Di sini tampak terjadi kekeliruan memaknai kebahagiaan. Bagi
orang bijak dan tekun akan kebajikan yang bermanfaat, ia ingin akan
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
4/18
kebebasan serta meninggalkan kepentingannya untuk mencapai
kebenaran, memaafkan, menaklukkan indriya.
Rsi Markandeya berkata bahwa saat kejadian ini terjadi telah
tiba awal Kaliyuga. Perbuatan dosa dan perbuatan baik saling
mempengaruhinya. Namun karena pengaruh Kali Yuga, dosa dan kebajikan
mempunyai perbandingan satu lawan tiga. Di sini akan timbul
ketidakjujuran, kebajikan hilang, ketamakan tumbuh, kikir dan selalu ingin
bebas. Maka itu, ini yang sangat diperlukan adalah berusaha menjalankan
kebajikan, membersihkan diri dari dosa, hilangkan kesombongan,
berkarakter yang baik.
Saat itu datang pula Bhagawan Wyasa, mengatakan bahwa suka
dan duka akan datang silih berganti dalam rangka mengarungi hidup.
Orang yang mampu mengekang gejolak panca indriya, ia tak akan pernah
mengalami bencana, dan ia tak akan pernah iri menyaksikan kebahagiaan
orang lain.
Ketiga sarana batin yang disampaikan oleh para Rsi yang
bijaksana, tergambar dalam alur cerita, tampak pada pola pikir, perbuatan,
perkataan para pelaku cerita dalam Wana Parwa dalam rangka mencari
Satha Chit Ananda yaitu kebenaran, kesadaran dan kebahagiaan.
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
5/18
GERAK ALUR CERITA WANA PARWA MAHABHARATA
Untuk mengungkapkan alur cerita Wana Parwa yang bersifat
kausal dan tidak berdiri sendiri, terkait dengan peristiwa-peristiwa
sebelumnya, perlu ada satu keyakinan bahwa satu kejadian terjadi tentu
didasari oleh suatu sebab. Setiap perbuatan yang dilakukan akan
melahirkan akibat dari perbuatan tersebut, baik atau buruk. Hasil
perbuatan tak lepas dari dari watak dan karakter pelaku.
Awali jalan cerita, pembuatan sebuah gedung maya bernama
Maya Sabha yang dikerjakan oleh raksasa bernama Kinkara yang kemudian
dihadiahkan kepada Pandawa putra Pandu. Gedung sangat indah
bernuansa Sabha Surgawi. Saat gedung diresmikan banyak undangan yang
hadir, raja-raja dan tak ketinggalan Duryodana dari Astinapura.
Saat itu Rsi Narada turut hadir dan memberi wejangan kepada
para raja dan undangan lainnya. Adapun isi wejangan Rsi Narada, para raja
wajib melakukan evaluasi terkait dengan kekuatan dan kelemahan diri
sendiri. Dalam hal ini tidaklah cukup hanya mendapat nasehat-nasehat
tetapi yang sangat perlu didamping oleh para menteri yang cakap dan
memahami sastra. Kekayaan akan menghasilkan buah yang baik saat buah
itu mengeluarkan kenikmatan dan dapat diberikan pada orang lain.
Setelah upacara peresmian Maya Sabha berakhir dan semua
undangan sudah kembali ke tempatnya masing-masing, tiba-tiba perasaan
Duryodana sangat menderita, perasaan irinya timbul dan sangat menyiksa
melihat keindahan Sabha Pandawa yang tak dapat dibandingkan. Ia
merasakan sangat iri terhadap kekayaan Pandawa, disamping hadiah-
hadiah yang diterimanya saat itu.
Setelah tiba di istananya segera menghadap ayahnya Raja
Astinapura, Drestarasta yang buta serta menyampaikan segala rasa iri
hatinya terhadap apa yang dimilki Pandawa saat itu. Segera ayahnya
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
6/18
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
7/18
dari jauh. Atas siksaan ini Drupadi kemudian bertanya sambil menangis
sedih, di mana kebajikan dan moralitas kalian. Namun tak seorang pun
yang hadir di sana dapat menjawabnya.
Pada detik-detik ketegangan situasi saat itu, Raja Drestarata
ingin memberi hadiah pada Drupadi dan ia boleh memintanya. Drupadi
hanya minta, bebaskan Yudistira, Bima, Arjuna dan saudaranya si kembar
dari perbudakan serta panah dan busurnya serta kekayaannya
dikembalikan. Raja memenuhi permintaan Drupadi dan mengijinkan
Pandawa kembali ke daerahnya serta mengembalikan kekayaan dan
kerajaannya untuk diperintah.
Rasa tak puas Duryodana atas keputusan Raja, ia ingin kembali
menantang Yudistira berjudi main dadu, dengan ketentuan siapa yang
kalah harus meninggalkan negaranya dan berada di hutan selama 12 tahun
dan pada tahun ke 13 dihabiskan pada satu daerah tanpa dikenali oleh
seorang pun. Keinginan ini didukung oleh Karna, Sakuni. Bisma tak dapat
menerima gagasan Duryodana ini, namum Raja Drestarata dapat
menerimanya lalu mengutus seseorang memanggil kembali Yudistira untuk
berjudi main dadu.
Saat itu Gandari mengingatkan Raja agar keputusan itu jangan
menjadi sebab kehancuran Kaurawa. Namun raja berkata Bila kehancuran
keluarga tiba, biarlah terjadi dengan kekalahan dengan bebas.
Permainan dadu dilangsungkan dan kembali Yudistira
mengalami kekalahan. Atas kekalahan Yudistira main dadu itu maka
Yudistira, saudara-saudaranya beserta Drupadi harus menjalani
pengasingan di hutan selama 12 tahun. Sepeninggal Panca Pandawa
meninggalkan Astina pergi ke hutan lalu terjadi konflik batin serta gejolak
pikiran yang tampak pada raja dan menteri-menterinya, menyebabkan alur
cerita mulai menanjak.
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
8/18
Raja Drestarata minta pandangan Patih Widura untuk
mendapatkan jalan pemecahan dalam situasi yang dihadapi saat itu.
Segera Widura menyarankan agar putra Pandu dipanggil kembali serta
mendapatkan apa yang telah diberikan oleh leluhurnya kepada mereka.
Semua itu merupakan moralitas tertinggi. Bila hal itu tidak dilakukan
keturunan Kaurawa akan menuai kehancuran. Raja Drestarata sebagai Raja
yang buta mata dan buta hati akibat pengaruh rasa sayang perasaannya
dan pikirannya kepada anak menganggap ucapan Widura itu merupakan
penghormatan dan kebaikan pada Pandawa saja dan bukan kebaikan bagi
Kaurawa. Dianggapnya pendapat itu tidak adil.
Dengan dasar pikiran itu Raja kemudian mengusir Widura dari
Astina dan tidak lagi sebagai penasehat Raja. Saat jalan cerita sudah mulai
menanjak di kelompok Kaurawa datang Rsi Maitreya pada Duryodana
serta menceritakan penderitaan Yudistira bersama sudara-saudaranya di
hutan, Sang Rsi mengharapkan Duryodana berdamai dengn Pandawa.
Dengan rasa angkuhnya Duryodana tak menjawab serta tak
mengacuhksan harapan Sang Rsi Maitreya sambil memukulkan tangannya
pada pahanya, tanpa menoleh pada Rsi Maitreya. Ia melengos dan
meninggalkan pergi. Sang Rsi merasa dilecehkan dirinya, kemudian
mengutuknya.
Segala yang dilakukan akan berbuah sesuai yang dilakukan oleh
perbuatannya dalam sebuah pertempuran Bima akan menghancurkan
pahanya
Di hutan putra-putra Pandawa bersama Drupadi bertemu
dengan pertapa dan para brahmana. Yudistira menceritajkan bahwa
mereka akan diam di hutan selama 12 tahun. Atas petunjuk Arjuna,
Pandawa beserta istrinya Drupadi pergi ke Daweitawa sebuah danau yang
berada di hutan Dweita.
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
9/18
Danau itu dialiri Sungai Saraswati. Di awal perjalanan ke hutan
itu mereka selalu berpegang kepada kebenaran, dan kebajikan, rendah
hati. Dengan tekad yang kuat untuk melewati masa yang panjang di bawah
tuntunan Yudistira, sampai waktunya akan mengambil kerajaan dan
kekayaannya yang saat ini diambil oleh Kaurawa secara curang. Banyak
kejadian-kejadian dan godaan selama berada di hutan.
Setelah berapa tahun berada di hutan dengan pederitaan mulai
timbul konflik batin antara Yudistira dengan saudara-saudaranya khusus
dengan Drupadi dan Bima akibat merasakan penderitaan yang demikian
menyengsarakan tanpa ada pemecahannya.
Drupadi tampaknya amat marah atas sikap Yudistira yang lemah
lembut tanpa mengambil sikap pemecahan penderitaan yang melanda
hidupnya saat ini.
Saat situasi ini, pelaku cerita mulai merasa tak nyaman
bersama, tegang namun dalam rasa tegang itu, masing-masing masih
mampu mengendalikan diri untuk menjaga kebersamaan. Tampak jalan
alur cerita pada kelompok Pandawa di hutan mulai menanjak, mulai terjadi
pertentangan batin untuk berusaha mencari pemecahan. Drupadi dengan
gemas berkata kepada Yudistira, bahwa manusia mempunyai perjalalan
hidup di dunia. Namun tanpa berbuat apa-apa, perjalanan hidup itu tak
mungkin terjadi sebagai apa yang diharapkan. Manusia percaya pada
takdir namun harus tetap percaya kepada kesempatan. Bila hanya
berbaring semata, hanya percaya pada takdir kita segera akan
dihancurkan. Tuhan telah menentukan hasil sesuai dengan yang patut
didapatkan bagi mereka. Yag penting kita harus berbuat sesuatu. Dengan
berbuat akan mencapai keberhasilan. Tanpa usaha yang dilakukan
keberhasilan tak pernah didapat dan tak akan mendapat kemakmuran.
Tunjukkan keberanian.
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
10/18
Disusul Bima turut mengumpat Yudistira dan mengangap
Yudistira kehilangan kebajikan. Aku ingin pertarungan segera dilakukan
merupak kewajiban kesatria untuk menentang ketidakadilan. Mendengar
kata-kata Drupadi demikian pula umpatan Bimasena dengan lembut
membenarkan apa yang diucapkan Drupadi. Sebab kekalahan main dadu
dulu akibat perbuatan kelicikan. Hal ini terjadi karena kehilangan
pengendalian diri, pikiran dan terkendali karena dipengaruhi oleh
kecongkakan, kesombongan serta kebanggan akibatnya kita harus tinggal
di hutan selama 12 tahun. Dan pada tahun ke 13 dalam penyamaran.
Dalam hal ini kematian lebih ringan daripada melakukan
pelanggaran apa yang sudah disepakati. Kita perlu menunggu, laksana
menanam benih untuk menunggu masa panennya. Kita sedang
menetapkan dan sedang berusaha untuk mencapainya, berdasarkan
keberanian sendiri dan yang menjadi sumber pandangan tetap dimulai
dengan pertimbangn yang mendalam, strategi diupayakan untuk menuai
hasil.
Saat itu datang Rsi Vyasa, serta memberi pengetahuan rohani
yang bernama Pratismenti kepada Yudistira. Ilmu pengetahuan ini agar
diberikan pada Arjuna. Tujuan ilmu ini agar Arjuna akan dapat menghadap
Varuna, Kuweram Yama, Mahendra, Rudra untuk mohon senjata sakti
sangat berguna saat menghadapi musuh sakti. Sebenarnya Arjuna adalah
penjelmaan seorang Rsi Mara yang berpasangan dengan Narayana yang
telah menjelma sebagai Sri Krisna.
Setelah menerima pengetahuan Prastismerti dari Rsi Vyasa
kemudian Yudistira menyampaik pengetahun itu kepada Arjuna di hutan
Kanyaka di tepi Sungai Saraswati. Dengan tujuan Arjuna harus melakukan
tapa menghadap Dewa Sakra. Dengan tugas inilah Arjuna pergi ke hutan
Kanyakan bertapa untuk menghadap Dewa Indra di Indrakila.
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
11/18
ANALISA PSIKOLOGI WANA PARWA
Membaca Parwa ke-3 dari Asta Dasa Parwa Mahabharata yaitu
Wana Parwa karya Krisna Dwipayana Vyasa, sebagai pengarang dan
pencipta Mahabharata membuka kenyataan dengan pengalaman jiwanya,
pengalaman intelektualnya yang penuh dengan daya intuisi dan daya
inspirasi. Daya inspirasinya ditunjang oleh emosinya dan intelektual
tentang ajaran Veda yang tercetus dengan cara Imaginer.
Hasilnya terciptalah nilai-nilai yang mampu menghadapi gejala
estetika berubah-ubah sesuai waktu dan suasana. Nilai inti yang lahir dari
paparan Wana Parwa mempunyai motivasi serta tujuan pokok sebagai
karya sastra adalah Atma Darsana, yaitu pandangan yang mendalam
terhadap realita kehidupan, kemampuan untuk menemukan kebenaran.
Inilah yang saya maksud ingin membuka dan mendapatkan sinar pelita
kehidupanyang mengandung nilai-nilai.
Namun satu hal yang perlu menjadi renungan dan keyakinan
bahwa Wana Parwa ini hasil fantasi, imajinasi, intuisi, intelektualisme,
pengalaman, emosi, pengarang yang menggambarkan situasi dalam kurun
waktu tertentu dikaitan perkembangan jiwa. Sejalan dengan pendekatan
yang dipakai, untuk mengetahui geru idea yaitu gagasan pikiran
pengarang, maka yang menjadi tinjauan pokok adalah tingkah laku,
karakter pelaku, serta reaksi-reaksi yang timbul pada pelaku cerita.
Sebab adanya geru idea atau gagasan pokok ide pokok
pengarang diawali adanya ilham yang merasuk dalam pikiran dan perasaan
pegarang kemudian ide tersebut dikembangkan dengan kekuatan imajinasi
Pelaku primer yang menyebabkan alur cerita berkembang
dalam cerita Wana Parwa adalah Duryodana, Drestarata disatu pihak,
katakan kelompok Kasrawa, Yudistira, Drupadi, bila dipihak lain sebagai
kelompok Pandawa. Sesuai dengan pendapat J. Nlema yang menyatakan
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
12/18
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
13/18
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
14/18
dimilikinya membuat hamba pucat pasi melihat kebahagiaan
seorang musuh dan kemiskinan sendiri.
(Sabha Parwa, 42)
Memperhatikan kutipan-kutipan wacana di atas, apa yang
dikatakan, dirasakan oleh Duryodana tersirat rasa iri hati sangat
mempengaruhi pikiran Duryodana akibat pengaruh benda-benda kekayaan
dalam hal ini kekayaan Yudistira.
Tersurat dalam Wrehaspati Tattwa, pengaruh Tri Guna yaitu
Rajah dan Tamah mempengaruhi pikiran Duryodana, yang menyebabkan
watak Duryodana tampak angkuh, egois, pemarah dan sangat bernafsu
terhadap hal yang bersifat duniawi. Tambahan pula adanya watak
Duryodana demikian itu terbias dari watak kelahirannya bahwa dalam
suatu uraian yang berinkarnasi pada dirinya adalah Hyang Kala.
Kita perhatikan kutipan wacana lainnya.
Prabu Drestarata memanggil Vidura agar memanggil PrabuYudistira ke Astina kembali tanpa kehilangan waktu. Biar dia
kesini dengan saudara-saudara dan istrinya untuk melihat
gedung pertemuan yang menjadi milikku.
Biarlah permainan dadu dimulai disini.
(Sabha Parwa)
Perintah itu dikeluarkan raja, setelah raja melihat keluhan dan
penderitaan anaknya Duryodana serta sakit hatinya melihat kekayaan dan
kebahagiaan Pandawa. Ia sangat sayang kepada anaknya itu. Raja ingin
melenyapkan penderitaan anak kesayangannya itu dengan cara apa yang
menjadi sebab penderitaan anaknya itu.
Menyimak kutipan di atas, gambaran watak Drestarata ayah
Duryodana pengaruh rajah dan Tamahsangat melekat pada dirinya.
Dikaitkan dengan wejangan Rsi Saunaka tentang adanya penderitaan,
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
15/18
salah satu penyebabnya akibat dorongan pikiran, adanya raja kasih sayang
merupakan faktor dasar penderitaan mental.
Karena penderitaan mental timbulnya rasa ketakutan,
ketakutan akan kesedihan, yang kemudian menjadi penyebab
kesengsaraan. Kasih sayang akan memunculkan kecintaan akan benda
duniawi dan menjadi sumber kejahatan.
Kita perhatikan kutipan lain, apa yang dikatakan Drupadi.
Setiap orang wajib tunduk pada Tuhan dan tidak kepadasiapapun. Tidak seorangpun dapat hidup dengan aturannya
sendiri.
O, kakanda, manfaat apa yang dipetik Sang Pengatur Agungdengan menganugrahkan kemakmuran kepada putra
Drestarata yang melanggar aturan.Bajingan sangat iri hati
yang melukai kebajikan agama.
(Wana Parwa)
Dari wacana kutipan tersebut tergambar dan aur pikiran dan
perasaan Drupadi, gambaran wataknya sebagai orang yang berada dalam
tingkat human. Pikirannya dipenuhi oleh faktor Sattwa, menciptakan
kebaikan dan kesucian untuk mendapat kebenaran.
Perwatakan demikian, dimana pikirannya mendapat dorongan
Catur Citta dan Catur Budhi untuk berbuat kebenaran dan kebaikan.
Memang benar dalam diri Drupadi masih terjadi gambaran pergolakan dan
persaingan Catur Budhi dengan Panca Klesa dalam dirinya, yaitu
partentangan perbuatan dharma dengan adharma. Hal ini tak lain karena
penderitaannya di hutan serta penghinaan yang dirasakan saat dia hendak
ditelanjangi pleh pihak Kaurawa. Ini adalah sifat manusiawi.
Dalam Niti Sastra disebutkan bahwa kedua unsur kekuatan
Catur Budhi dan Panca Klesa adalah unsur kekuatan Tuhan yang ada pada
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
16/18
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
17/18
7/22/2019 Wana Parwa Sinar Pelita Kehidupan Di Dunia
18/18
Naskah ini dipersembahkan menyongsong SEMINAR NASIONAL
TRADISI LISAN DALAM PENDIDIKAN IKIP SARASWATI TABANAN, tgl 26 27
April 2013