Upload
hoangnhan
View
266
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
i
VULNUS SCLOPETORUM PADA ANJING LOKAL
OLEH :PUDJI RAHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWANUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2016
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang senantiasa memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus berjudul“Vulnus Sclopetorum Pada Anjing Lokal“.
Kejadian luka tembak atau Vulnus Sclopetorum sering terjadi, dari
analisis melalui tanya jawab terhadap pemilik anjing, anjing yang terkena vulnus
luka tembak kebanyakan sistem pemeliharaannya diliarkan, di sisi lain masih
cukup banyak manusia iseng mencoba keterampilan menembak dengan sasaran
anjing kesayangan dan anjing-anjing liar tanpa pemilik. Penanganan kasus ini
berbeda-beda tergantung dari lokasi luka tembak, kemajuan recovery anjing
tersebut dan sistem perawatan sang pemilik.
Laporan kasus ini dibuat sebagai pengembangan ilmu pengetahuan
penulis serta pembaca. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran kearah perbaikan sangat penulis harapkan.
Denpasar, Februari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................. ii
DAFTAR TABEL..................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………….….iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1. Latar Belakang..................................................................... 11.2. Uraian Kasus........................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 4
2.1. Vulnus.................................................................................. 42.2. Vulnus Sclopetum................................................................ 62.3. Etiologi ................................................................................ 72.4. Tanda Klinis......................................................................... 72.5. Diagnosis ............................................................................. 92.6. Prognosis.............................................................................. 92.7. Terapi................................................................................. 10
BAB III MATERI DAN METODE...................................................... 113.1. Materi................................................................................. 113.2. Metode ............................................................................... 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 154.1 Hasil.................................................................................... 154.2 Pembahasan ........................................................................ 17
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 185.1. Kesimpulan ........................................................................ 185.2. Saran .................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................20
LAMPIRAN………………………………………………………………………………………… 21
iii
1
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Pengamatan dilakukan pada hari ke-1 hingga ke-7 pasca operasi………… 15
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Foto rongent……………………………………...…………………............... 32. Anjing sebelum dilakukan operasi.....………………………………………... 213. Pembedahan………………………...………………………………………... 224. Pengangkatan Peluru………..………………………………………………... 225. Peluru…………..……………………………………………………………... 236. Jahitan….……………………………………………………………………... 23
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anjing merupakan salah satu dari hewan peliharaan, namun kenyataan
dilapangan hampir kebanyakan orang memelihara anjing dengan cara dilepas atau
tidak dikandangkan. Padahal ini dapat menimbulkan kekhawatiran kepada hewan
kesayangan tersebut, karena lepas dari pengawasan si pemilik.
Pada beberapa negara terjadi perdebatan mengenai kebijakan kesejahteraan
hewan dalam 5-10 tahun terakhir ini. Implementasinya adalah campur tangan negara
dalam masalah kesejahteraan hewan dalam bentuk peraturan hukum. Namun hingga
sekarang belum semua negara di dunia mempunyai peraturan hukum yang
mendukung kesejahteraan hewan (PETA, 2007). Penerapan kesejahteraan hewan di
Indonesia sendiri belum dapat berjalan secara optimal, hal ini dikarenakan belum
adanya peraturan pemerintah yang menjadi dasar hukum bagi instansi-instansi terkait
untuk mengawasi penerapan kesejahteraan hewan (Lubis, 2012). Hal ini juga terjadi
pada hewan kasus berikut ini. Dimana hewan ini menderita luka tembak (vulnus
sclopetorum ) dibagian paha sebelah kiri saat bermain di luar rumah si pemilik.
Seperti yang diketahui luka dapat berakibat secara lokal maupun umum. Dimana
akibat luka secara lokal dapat mengakibatkan rasa sakit (dolor), pendarahan. 1/3
darah yang hilang dapat mengakibatkan terjadinya shock, dehisensi (membuka luka),
2
infeksi dan akibat luka secara umum berupa, demam. Selain itu luka juga dapat
menimbulkan rasa sakit, baik secara primer maupun sekunder. Rasa sakit primer
terjadi sewaktu terbentuknya luka sedangkan rasa sakit sekunder terjadi setelah luka
terjadi, yang mana saraf-saraf yang terluka terkena rangsangan dari luar (lingkungan)
yang tidak serasi sehingga menimbulkan rasa sakit sekunder. Untuk melindungi
saraf-saraf yang terluka harus segera ditutup (bisa dengan perban/bandage, plaster
atau dijahit (suture).
Rasa sakit hewan tidak sama tergantung :
- Individu (umur muda lebih peka dari umur tua)
- Jenis hewan (kucing dan anjing lebih peka dari sapi) ( Jaya Warditha dkk,
2008)
Seekor hewan yang menderita luka akan merasakan adanya ketidak sempurnaan
yang pada akhirnya cenderung untuk mengalami gangguan fisik dan emosional.
Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa luka akan mempengaruhi kualitas hidup
hewan. Sebagai contoh, pasien dengan luka kanker dengan eksudat yang banyak dan
sangat berbau tentunya bukan hanya menjadi gangguan kesehatan bagi klien akan
tetapi juga akan mempengaruhi gangguan interaksi pasien. Ada empat domain
kualitas hidup yang bisa terkena dampak dari luka yaitu : fungsi fisik dan pekerjaan,
fungsi psikologis, interaksi sosial, sensasi somatik dan dampak finansial (Anonimous,
2005)
3
1.2 Uraian Kasus
Pada hari kamis tanggal 17 Desember 2015 datang Saudara Reynhard dengan
alamat Jalan Dipenegoro No. 8, Denpasar ke Rumah Sakit Hewan Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Udayana di Jalan Raya Sesetan, Gang Markisa No. 6, Denpasar,
dengan membawa seekor anjing lokal jantan dengan umur diperkirakan 8 bulan,
berwarna hitam.
Dari hasil anamnesa, anjing tersebut terlihat tiba-tiba pincang pada kaki kirinya,
setelah dilakukan pemeriksaan pada paha kaki kiri terdapat luka kecil dan meradang.
Setelah dilakukan palpasi ternyata pada daerah luka bagian dalam dapat dirasakan
sesuatu benda yang keras, selanjutnya dilakukan foto rontgen pada daerah luka tersebut,
dari hasil pencitraan foto rontgen terlihat adanya benda asing yaitu peluru air soft gun
ukuran 4,5 mm. Sehingga dapat mendiagnosa bahwa anjing tersebut merupakan kasus
luka tembak peluru atau Vulnus Sclopetorum.
Gambar 1. Foto rongent untuk memastikan letak peluru
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vulnus
Vulnus atau luka adalah suatu diskontinuitas jaringan yang abnormal, baik di
dalam maupun pada permukaan tubuh. Luka dapat terjadi karena trauma yang
berasal dari luar atau berasal dari dalam karena gesekan fragmen tulang yang patah,
rusaknya kulit dari infeksi atau tumor ganas (Ridhwan Ibrahim, 2002). Menurut
Suriadi (2007), luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara
spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.
Jenis dan kategori vulnus :
1. Luka memar (vulnus contussum)
Kontusi atau memar jaringan (disebut juga sebagai luka “tertutup”)
dengan kulit bengkak dan berwarna biru, Luka ini diakibatkan benturan
benda yang keras dan mengakibatkan kerusakan pada soft tissue dan ruptur
pada pembuluh darah sehingga menimbulkan nyeri dan berdarah (hematoma)
bila kecil maka akan diserap oleh jaringan disekitarnya, jika organ dalam
terbentur dapat menyebabkan akibat yang serius.
5
2. Luka lecet (vulnus abrasi)
Adalah luka yang hanya mengenai lapisan paling luar dari kulit dan
sangat dangkal.
3. Luka sayat (vulnus incisi)
Adalah luka yang diperoleh karena trauma benda tajam, jaringan yang
hilang boleh dikatakan tidak ada.
4. Luka robek (vulnus laceratum)
Luka yang pinggirnya tidak teratur atau compang-camping, sebagian dari
jaringan umumnya hilang. Disebabkan oleh trauma benda tumpul.
5. Luka tusuk (vulnus punctum)
Luka yang disebabkan tusukan benda berujung runcing seperti paku.
Tapi luka mungkin terdorong ke dalam luka kecil, tetapi dapat sangat dalam.
Apabila luka tusuk ini menembus suatu organ, maka luka yang masuk selalu
lebih besar dari luka keluarnya. Terkadang luka ini baru diketahui setelah
timbul abses di telapak kaki.
6. Luka tembak (vulnus sclopetorum)
Apabila luka tembak ini menumbus suatu organ, maka luka keluarnya
lebih lebar dan lebih compang-camping. Apabila tembakan dilakukan dari
jarak dekat, maka pada luka masuk dapat ditemui jelaga. Pada luka keluar
tidak jarang di temui pula bagian-bagian organ yang diterjang peluru. Keluar
tidaknya peluru atau sampai dimana kerusakan yang ditimbulkannya
tergantung dari jenis senjata, peluru jarak dan arah tembakkan.
6
7. Luka granulasi
Adalah luka yang diatasnya tumbuh jaringan granulasi. Luka granulasi
dapat dimulai oleh ulkus.
8. Vulnus ulkus
Suatu luka yang dalam, karena infeksi,tumor ganas, atau kelainan
pembuluh darah.
9. Luka gigitan ( vulnus mortum )
Dapat ditemui pada bekas gigitan, terdapat nyeri, panas, dan udem.
Dapat menyebabkan shock anafilaktif dan membawa masuk bakteri atau
parasit kedalam tubuh. Luka gigitan lipan meyebabkakn gelisah dan muntah.
Gigitan ular berbisa dapat menyebabkan gejala nuerotoksik, hemolitik, atau
kombinasi. Gejala nuerotoksik adalah kelumpuhan termasuk kelumpuhan
otak dan pernapasan (Ridhwan Ibrahim, 2002).
2.2 Vulnus Sclopetorum
Vulnus sclopetorum adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru
ke dalam tubuh yang diproyeksikan lewat senjata api atau persentuhan dengan
tubuh. Luka tembak dapat dibagi menjadi dua, yaitu luka tembak masuk dan luka
tembak keluar. Luka tembak masuk terjadi apabila anak peluru masuk pada suatu
objek dan tidak keluar lagi, sedangkan pada luka tembak keluar anak peluru
menembus objek secara keseluruhan. Pada luka tembak biasanya juga ditemukan
kerusakan pada pembuluh darah tulang dan jaringan sekitar. Berdasarkan jarak
luka tembak juga
7
dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu kontak, jarak dekat, jarak sedang dan jarak
jauh (Umboh, dkk, 2013).
2.3 Etiologi
Vulnus sclopetorum termasuk dalam “punctured vulnus”, apabila luka tembak
ini menumbus suatu organ, maka luka keluarnya lebih lebar dan lebih compang-
camping. Apabila tembakan dilakukan dari jarak dekat, maka luka masuk dapat
ditemui. Pada luka keluar tidak jarang di temui pula bagian-bagian organ yang
diterjang peluru. Keluar tidaknya peluru atau sampai dimana kerusakan yang
ditimbulkan tergantung dari jenis senjata, peluru jarak dan arah tembakkan (Ridhwan
Ibrahim, 2002).
Vulnus sclopetorum pada hewan sebagian besar disebabkan oleh manusia,
karena itu pengawasan terdahap hewan peliharaan dan besarnya tingkat
pengertian dari manusia itu sendiri sangat penting pada kasus ini.
2.4 Tanda Klinis
a. Luka tembak masuk
Ciri luka tembak masuk biasanya dalam bentuk yang berentetan dengan abrasi
tepi yang melingkar di sekeliling efek yang dihasilkan oleh peluru. Abrasi tepi
tersebut berupa goresan atau lecet pada kulit yang disebabkan oleh peluru ketika
menekan masuk ke dalam tubuh. Abrasi tepi dapat bersifat konsentris ataupun
eksentris. Ketika ujung peluru melakukan penetrasi ke dalam kulit hal tersebut akan
menghasilkan abrasi tepi yang konsentris, yaitu goresan pada kulit berbentuk cincin
8
dengan ketebalan yang sama, disebabkan saat peluru masuk secara tegak lurus ke
dalam kulit. Ketika ujung peluru melakukan penetrasi pada kulit dengan membentuk
sudut, maka hal ini akan menghasilkan abrasi tepi yang eksentris, yaitu bentuk cincin
yang lebih tebal pada satu area. Area yang tebal dari abrasi tepi yang eksentris
mengindikasikan arah datangnya peluru. Sebagai tambahan, semakin tebal abrasi
tepi, semakin kecil sudut peluru pada saat mengenai kulit. (Eka Nilawati, 2011).
b. Luka tembak keluar
Ketika luka tembak mengenai tubuh, dapat menghasilkan luka tembak keluar.
Ketika senjata kaliber kecil mengenai tubuh, energi sisa pada tiap peluru biasanya
tidak cukup untuk menembus. Luka pada ekstremitas, leher dan kepala akan mudah
untuk dilalui. Jarak juga dapat mempengaruhi efek luka tembak keluar.
Peluru yang berhasil melewati tubuh akan keluar dan menghasilkan luka tembak
keluar. Biasanya karakteristik luka tembak keluar berbeda dengan luka tembak
masuk. Bentuknya tidak sirkular melainkan bervariasi dari seperti celah (slitlike),
seperti bintang, iregular, atau berjarak (gaping). Bentuk luka tembak keluar tidak
dapat di prediksi.
Luka tembak keluar akan meghasilkan gambaran acak atau tidak teratur,
tergantung pada struktur anatominya serta tulang dan jaringan, khasnya bergerigi,
laserasi yang tidak teratur dengan sisi luar yang membuka dan kemungkinan fraktur
komunitif. Luka tembak pada dada dan perut selalu sulit keluar karena adanya
hambatan yang cukup besar. Tidak adanya penahan pada kulit akan menyebabkan
anak peluru mengoyak kulit pada saat keluar. Dalam beberapa keadaan dimana kulit
9
memiliki penahan, maka bentuk luka tembak sirkular atau mendekati sirkular yang
disekelilingnya dibatasi oleh abrasi. (Eka Nilawati, 2011).
2.5 Diagnosis
Diagnosis pada kasus vulnus sclopetorum bisa ditegakkan dengan melakukan
anamnesa kepada si pemilik dan pemeriksaan fisik, serta melakukan rongent untuk
peneguhan diagnosa dan memastikan tempat peluru berada pada tubuh hewan
tersebut.
1. Bila pada tubuh korban tampak banyak pellet tersebar, maka dapat dipastikan
bahwa korban ditembak dengan senjata jenis “shoot gun” ,yang tidak beralur,
dimana dalam satu peluru terdiri dari berpuluh pellet.
2. Bila pada tubuh korban tampak satu peluru, maka korban ditembak oleh senjata
jenis rifled.
3. Pada keadaan dimana tubuh korban telah membusuk lanjut atau telah rusak
sedemikian rupa, sehingga pemeriksaan sulit, maka dengan pemeriksaan
radiologi ini akan dengan mudah menentukan kasusnya, yaitu dengan
ditemukannya anak peluru pada foto rongent (Idries, 1997).
2.6 Prognosis
Pada kasus vulnus sclopetorum prognosis ditentukan dari tingkat keparahan
yang ditimbulkan dari tembakan tersebut, termasuk dalam luka tembak keluar ataupun
luka tembak masuk. Namun dalam kasus anjing ini, walaupun dikatagorikan dalam
luka tembak masuk, namun tidak begitu dalam dan melukai organ vital. Hal ini
dipertegas
10
dengan kondisi hewan yang tidak begitu buruk, dipertegas dengan hasil foto rongent
hewan. Sehingga prognosis dari kasus ini adalah “fausta”.
2.7 Terapi
Pada penangan kasus vulnus sclopetorum jangan langsung mengeluarkan
pelurunya, namun yang harus dilakukan adalah membersihkan luka dengan ringer
laktat (RL), berikan antiseptik dan tutup luka. Biarkan luka setidaknya seminggu
baru pasien dibawa ke ruang operasi untuk dikeluarkan pelurunya. Diharapkan
setidaknya dalam waktu seminggu posisi peluru sudah mantap dan tak bergeser
karena setidaknya sudah terbentuk jaringan disekitar peluru.
Setelah mengetahui posisi peluru pada luka tembak luar, bisa langsung dilakukan
pencabutan peluru, namun apabila luka tembak dalam maka peluru harus segera
dikeluarkan dan muskulus bekas posisi peluru dijahit dengan pola jahitan sederhana
terputus menggunakan benang yang tidak diserap oleh tubuh.
11
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
3.1.1 Hewan
Hewan kasus adalah anjing lokal jantan, berumur 8 bulan dengan berat badan
8,9 kg. Hewan memiliki nafsu makan yang baik. Tanda klinis yang ditemukan
adalah adanya benjolan di bagian paha kanan, pada saat dilakukan palpasi anjing
merasa kesakitan.
3.1.2 Alat-alat
Alat yang digunakan dalam pembedahan ini : scalpel dan mata scalpel, drape
clamp, gunting operasi lurus dan bengkok, pinset bergigi, pinset fisiologis, needle
holder, jarum ujung segitiga, forcep, kain drape, iv catheter dan infus set,
endotraceal tube (ETT), jarum suntik 3 ml.
3.1.3 Bahan-bahan
Bahan-bahan dan obat yang dipersiapkan adalah tampon, kapas, plester, alkohol
70%, Lactat Ringer, NaCl 0,9%, antiseptik (betadine), benang non-absorable, gloves,
masker. Obat-obat yang dipersiapkan adalah premedikasi yaitu atropin sulfat dan
xylasin, anastesi umum yaitu ketamin, epineprin, serta antibiotik.
12
3.2 Metode
3.2.1 Preoperasi
Persiapan ruang operasi
Ruang operasi dibersihkan dari kotoran dengan disapu (dibersihkan dari
debu), kemudian meja operasi disterilisasi dengan alkohol 70%.
Preparasi alat
a. Sterilisasi alat-alat bedah
Sterilisasi pada alat-alat bedah bertujuan untuk menghilangkan seluruh
mikroba yang terdapat pada alat-alat bedah, agar jaringan yang steril atau
pembuluh darah pada pasien yang akan dibedah tidak terkontaminasi.
Persiapan pasien atau anjing kasus :
a. Anjing yang akan dioperasi dilakukan signalemen, anamnesa, dan
pemeriksaan klinik. Selain itu juga dilakukan foto rongent, untuk
memastikan posisi peluru. Sebelum dilakukan operasi, hewan dipuasakan
selama 12 jam agar hewan tidak muntah pada waktu teranastesi.
b. Pertama diinjeksi dengan premedikasi yaitu atropin sulfat sebanyak 1 ml
secara subkutan (dosis terlampir).
c. Setelah 10 menit, kemudian di anestesi menggunakan kombinasi xylasin
dan ketamin dengan jumlah pemberian anestesi masing-masing 0,8 ml
xylasin dan 1 ml ketamin secara intramuskuler (dosis terlampir).
d. Setelah teranestesi, anjing ditempatkan pada posisi lateral recumbency.
13
e. Hewan disiapkan secara aseptik, bulu disekitar daerah yang akan diinsisi
dibersihkan. Kemudian dilakukan pemasangan ETT dan dilakukan
pemasangan intravena kateter untuk infus lactat ringer.
f. Dilakukan penutupan site operasi dengan kain drape.
g. Kemudian diberi antiseptik untuk menjaga kondisi aseptik.
Persiapan perlengkapan operator dan asisten
Perlengkapan yang dibutuhkan operator dan asisten adalah masker,
penutup kepala dan sarung tangan serta menggunakan pakaian khusus operasi.
Perlengkapan-perlengkapan tersebut disterilisasi dengan urutan tertentu.
3.2.2 Operasi
Setelah tahapan preoperasi selesai dan hewan telah teranestesi kemudian hewan
dibaringkan pada posisi lateral, insisi dilakukan pada daerah vulnus, setelah peluru
ditemukan dilakukan pengangkatan dengan memotong lemak-lemak yang melekat
pada peluru tersebut. Pada proses pengangkatan dan pemotongan lemak ini harus
diperhatikan apakah ada pembuluh darah disekitar agar tidak ikut terpotong dan
terjadi pendarahan. Apabila terjadi perdarahan dapat dilakukan ligasi pada daerah
tersebut. Setelah peluru diangkat, dilakukan penyemprotan antibiotik dan penjahitan
kulit dengan pola jahitan sederhana terputus menggunakan benang yang tidak diserap
oleh tubuh. Daerah operasi dan bekas luka insisi dibersihkan dengan antiseptik
betadine lalu disemprot antibiotik, lalu ditutup dengan kain kasa.
14
3.2.3 Pasca Operasi
Setelah operasi dilakukan pemberian antibiotik amoksisilin untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder dan salep oksitetrasiklin untuk daerah bekas luka insisi.
Setelah itu apabila diperlukan dapat dilakukan foto rongent kembali untuk memastikan
peluru telah hilang sepenuhnya pada anjing kasus.
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Pengamatan dilakukan pada hari ke-1 hingga ke-7 pasca operasi.
Pengamatan pasca operasi Terapi Perubahan Klinis
Hari ke- 1 - Luka diberikan
antibiotik Penicilin-
Streptomycin
- Amoksisilin
- Asam Mefenamat
Anjing masih tampak
lemah, dan pasif.
Hari ke-2 - Luka dioleskan dengan
Oksitetrasiklin
- Amoksisilin- Asam Mefenamat
Anjing tampak tidak begitu
aktif, cenderung diam dan
luka operasi masih
meradang, sudah memiliki
nafsu untuk makan namun
sedikit
16
Hari ke-3 - Luka dioleskan
Oksitetrasiklin
- Amoksisilin- Asam
Mefenamat
dengan Anjing masih cenderung
diam, luka insisi sudah
mulai mengering, dan
sudah memiliki nafsu
makan dan minum
Hari ke (4 dan 5) - Luka dioleskan
Oksitetrasiklin
- Amoksilin
dengan Nafsu makan dan minum
membaik. Anjing terlihat
sudah mulai aktif, namun
luka insisi belum begitu
kering
Hari ke-6- Luka dioleskan
Oksitetrasiklin
dengan Anjing sudah aktif bergerak
dan nafsu makan dan
minum cukup baik, luka
sudah mulai mengering
Hari ke- 7 - Luka dioleskan denganOksitetrasiklin
Anjing sudah pulih secarafisik, luka pada kulit bekasinsisi bagian luar sudahmengering dan dilakukanpelepasan jahitan
17
4.2 Pembahasan
Vulnus sclopetorum pada anjing kasus ( 17 Desember 2015 ) dengan
kondisi terdapat lubang bekas tembakan di bagian paha kiri dan didukung dengan
hasil foto rongent. Pemilik mengatakan hewan tersebut mendapat luka tembak
saat hewan tersebut pergi dari rumah, dikarenakan sistem pemeliharaan hewan
tersebut tidak dikandangkan dan tidak diikat, serta setelah dilakukan
pemeriksaaan ternyata memang ditemukan adanya peluru pada anjing tersebut.
Operasi pengangkatan peluru pada kasus ini lumayan sulit, dikarenakan posisi
peluru pada anjing ini berada diantara otot, sehingga insisi cukup dalam sampai
membuka otot. Setelah peluru berhasil diangkat, dilakukan penjahitan pada insisi
tersebut, sehingga prognosis untuk kasus ini adalah “fausta”.
Pada hari kedua ini perkembangan anjing membaik dimana hewan tersebut sudah
mulai menunjukan nafsu makan dan minum. Pada hari ke-5, anjing sudah mulai aktif
kembali, nafsu makan dan minum membaik namun luka belum begitu kering, hal ini
dikarenakan ada banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka, seperti
kebersihan luka dan faktor infeksi, dimana ruangan tempat dilakukan operasi tidak
sepenuhnya steril atau dikarenakan faktor usia hewan tersebut. Luka insisi sudah
benar-benar kering pada hari ke-7 dan dilakukan pelepasan jahitan.
18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan ini adalah :
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis anjing pada kasus ini di diagnosa
menderita vulnus sclopetorum.
2. Anjing yang di diagnosa kasus vulnus sclopetorum ditangani dengan
operasi pengangkatan peluru.
3. Evaluasi anjing kasus vulnus sclopetorum ini pada hari ke-7, sudah
menyatu secara fisik, luka pada kulit bekas insisi sudah mengering dan
dilakukan pelepasan jahitan.
5.2 Saran
1. Hewan yang mengalami vulnus sclopetorum harus segera dilakukan
pemeriksaan dan tindakan, karena peluru tersebut dapat menjadi kontaminan
yang menyebabkan timbulnya infeksi sekunder dan posisi peluru dapat
menentukan tingkat bahaya dari vulnus ini.
2. Setelah dilakukan operasi pengangkatan peluru sebaiknnya bekas jahitan pada
hewan diamati agar hewan tidak menjilat-litat bekas jahitan tersebut dan
terjadi infeksi atau proses penyembuhan akan menjadi lambat.
19
3. Vulnus sclopetorum pada hewan sebagian besar disebabkan oleh perbuatan
manusia, karena itu pengawasan terdahap hewan peliharaan dan besarnya
tingkat pengertian dari manusia itu sendiri sangat penting pada kasus ini.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 2005. Cut and Puncture Wounds. Dalam: www.nlm.noh..gov/medlineplus/ency/artikel/000043.html.
Bisono. 2010 Penyembuhan luka Dalam buku Kumpulan Kuliah Ilmu BedahFKUI.Editor oleh Reksoprodjo S. Tanggerang: Binarupa Aksara.
Boyle, M. 2008. Pemulihan Luka. EGC : Jakarta
Eka Nilawati. 2010. Luka Tembak (Corpus Alienum). Retrieved April 20, 2015, fromhttp://www.ekanilawati.com/laporan-pendahuluan-theory/luka- tembak-corpus-alienum.
Falzart. 2011. Luka Tembak. Retrieved April 20, 2015, fromhttps://falzart.wordpress.com/2011/01/04/luka-tembak/
Idries, A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik.Edisi Pertama. Jakarta : BinarupaAksara. 1997. Hal. 131-67.
Jaya Warditha, A.A.G., I.G.A.G. Putra Pemayun, I.W. Gorda, W. Wirata. 2008. IlmuBedah Umum Veteriner I. Laboratorium Bedah Veteriner Bagian Klinik HewanFakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Mahfud Meutuah. 2011. Retrieved April 20, 2015, from http://kuliah-bhn.blogspot.com/2012/12/luka.html.
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta kedokteran Jilid 2 Edisi 3. 2000. Jakarta : MediaAesculapius FKUI
Morison, MJ. 2004. Manajemen Luka, ed.1. EGC : Jakarta
Puruhito dan Rubingah, 1995. Dasar-dasar Tata Kerja dan Pengelolaan Kamar Operasi,Airlangga University Press, Surabaya.
Ridhwan Ibrahim, 2002. Pengantar Ilmu Bedah Umum Veteriner. Penerbit Syiah KualaUniversity Press, Darussalam Banda Aceh.
Sjamsuhidajat R, Jong WD. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : EGC
Suriadi, 2007. Manajemen Luka. STIKEP Muhammadiyah. Pontianak
Umboh, R.V.S., N.T.S. Mallo, D. Tomuka. 2015. Di Bagian Ilmu Kedokteran ForensikMedikolegal Fk Unsrat - Rsup Prof. Dr. R. D. Kandoumanado Periode Januari 2007-Desember 2013. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1, Januari-April
21
Gambar 2. Anjing sebelum dilakukan operasi
Gambar 3. Pembedahan untuk mengeluarkan peluru dari vulnus sclopetorum
22
Gambar 4. Pengangkatan peluru vulnus sclopetorum
Gambar 5. Peluru dari kasus anjing vulnus sclopetorum
23
Gambar 6. Jahitan pada vulnus sclopetorum
A. Jahitan terputus pada otot B. Jahitan subkutikuler
C. Jahitan terputus
24
Lampiran 2. Dosis Pemberian Obat
1. Atropin Sulfat
Sediaan = 0,25 mg/ml
Jumlah pemberian =
Jumlah pemberian =
berat badan x dosis anjuransediaan
8.9 kg x (0,02-0,04)mg/kg BB0,25 mg/ml
Jumlah yang diberikan = 1 ml
Selang 10 menit, anjing diberi kombinasi xylasin dan ketamin
2. Xylasin (2%)
Sediaan = 20 mg/ml
Jumlah pemberian =
Jumlah pemberian =
berat badan x dosis anjuransediaan
8.9 kg x (1-3)mg/kg BB20 mg/ml
Jumlah yang diberikan = 0,8 ml
3. Ketamin HCL (10%)
Sediaan = 100 mg/ml
Jumlah pemberian =
Jumlah pemberian =
berat badan x dosis anjuransediaan
8.9 kg x (10-15)mg/kg BB100 mg/ml
Jumlah yang diberikan = 1 ml
25
4. Asam Mefenamat
Sediaan = 500 mg
Jumlah pemberian =
Jumlah pemberian =
berat badan x dosis anjuransediaan
8.9 kg x (30-60)mg/kg BB500 mg
Jumlah yang diberikan = 0,5 – 1,1
R/ Asam Mefenamat 500 mg TAB. No. IVS 2.d.d. 1/2 TAB#
5. Amoksisilin
Sediaan = 500 mg
Jumlah pemberian = Berat badan x Dosis AnjuranDosis sediaan
Jumlah pemberian = 8.9 kg x (40-80)mg/kg BB500 mg
Jumlah yang diberikan = 0,7 -1,4R/ Amoksisilin 500 mg TAB. No. VIS 3.d.d. 1/2 TAB
6. Oksitetrasiklin
R/ Oksitetrasiklin top omitis tube. No. I (2%)S.u.e
26
Jumlah yang diberikan = 0,7 -1,4
R/ Amoksisilin 500 mg TAB. No. VIS 3.d.d. 1/2 TAB
#
7. Oksitetrasiklin
R/ Oksitetrasiklin top omitis tube. No. I (2%)S.u.e