20
LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2012/2013 PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI MODUL : PENGOLAHAN ANAEROBIK PEMBIMBING : Endang Kusumawati, MT Tanggal Praktikum : 8 Mei 2013 Tanggal Penyerahan laporan : 15 Mei 2013 Oleh : Kelompok : 5 Nama : Nevy Puspitasari NIM. 111431020 Nur Fauziyyah Ambar NIM. 111431021 Nurul Latipah NIM. 111431022 Octaviani Ratnasari NIM. 111431023 Kelas : 2A PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KIMIA

kanalispolban.files.wordpress.com · Web viewProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik

  • Upload
    vuhanh

  • View
    226

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: kanalispolban.files.wordpress.com · Web viewProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2012/2013

PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

MODUL : PENGOLAHAN ANAEROBIK

PEMBIMBING : Endang Kusumawati, MT

Tanggal Praktikum : 8 Mei 2013

Tanggal Penyerahan laporan : 15 Mei 2013

Oleh :

Kelompok : 5

Nama : Nevy Puspitasari NIM. 111431020

Nur Fauziyyah Ambar NIM. 111431021

Nurul Latipah NIM. 111431022

Octaviani Ratnasari NIM. 111431023

Kelas : 2A

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KIMIA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2013

Page 2: kanalispolban.files.wordpress.com · Web viewProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik

A. Tujuan Praktikum1. Menentukan konsentrasi awal kandungan organik (COD) dalam umpan dan

konsentrasi kandungan organik (COD) dalam efluen

2. Menentukan kandungan MLVSS yang mewakili kandungan mikroorganisme dalam

reaktor

B. Dasar TeoriProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan

secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik mikroorganisme

pendekomposisi bahan-bahan organik dalam air limbah membutuhkan oksigen bebas (O2)

dalam sistem pengolahannya. Berdasarkan pertumbuhan mikroba dalam peralatan

pengolahan air limbah, terdapat dua macam pertumbuhan secara terlekat. Pertumbuhan

mikroba secara tersusupensi adalah tipe pertumbuhan mikroba dimana mikroba

pendegradasi bahan-bahan organik bercampur secara merata dengan air limbah dalam

peralatan pengolahan air limbah.Sedangkan pertumbuhan mikroba secara terlekat adalah

jenis pertumbuhan mikroba yang melekat pada bahan pengisis yang terdapat pada

peralatan pengolah air limbah. Contoh peralatan pengolahan air limbah secara anaerobik

yang menggunakan sistem pertumbuhan mikroba tersuspensi dianataraya Laguna

Anaerobic dan Up-flow Anaerobic Sludge Blanket. Berdasarkan jumlah tahapan reaksi

dalam pengolahan secara anaerobik terdapat 2 macam sistem pengolahan yaitu

Pengolahan Satu Tahap dan Pengolahan Dua Tahap. Dalam pengolahan satu tahap semua

reaksi pengolahan secara anaerobik yakni hidrolisis, asetogenesis, dan metanogenesis

berlangsung dalam 1 reaktor. Sedangkan dalam pengolahan dua tahap reaksi hidrolisis

berlangsung dalam reaktor pertama dan reaksi asetogenesis dan metanogenesis

berlangsung dalam reaktor kedua. Reaktor dijaga pada pH 6,5 – 7 (hidrolisis) dan pada pH

4,5 – 6,0 (asetogenesis dan metanogenesis). Untuk mengetahui kuantitas mikroba

tersuspensi pendekomposisi atau pendegradasi air limbah maka ditentukan dengan

mengukur kandungan padatan tersuspensi yang mudah menguap.

Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat

dalam limbah cair dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung

metana (50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen

sulfida. Sebenarnya penguraian bahan organik dengan proses anaerobik mempunyai reaksi

yang begitu kompleks dan mungkin terdiri dari ratusan reaksi yang masing- masing

Page 3: kanalispolban.files.wordpress.com · Web viewProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik

mempunyai mikroorganisme dan enzim aktif yang berbeda. Penguraian dengan proses

anaerobik secara umum dapat disederhanakan menjadi 2 tahap:

1. Tahap pembentukan asam

Pembentukan asam dari senyawa-senyawa organik sederhana (monmer) dilakukan

oleh bakteri-bakteri penghasil asam yang terdiri dari sub divisi acids/farming

bacteria dan acetogenic bacteria. Asam propionat dan butirat diuraikan oleh

acetogenic bacteria menjadi asam asetat.

2. Tahap pembentukan metana

Pembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri dari

sub divisi acetocalstic methane bacteria yang menguraikan asam asetat menaji

metana dan karbon dioksida. Karbon dioksida dan hidrogen yang terbentuk dari

reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri pembentuk metana menjadi

metana dan air.

Langkah pertama dari tahap pembentukan asam adalah hidrolisa senyawa organik

baik yang terlarut maupun yang tersuspensi dari berat molekul besar (polimer) menjadi

senyawa organik sederhana (monomer) yang dilakukan oleh enzim-enzim ekstraseluler.

Pengolahan air limbah secara biologi anaerob merupakan pengolahan air limbah dengan

mikroorganisme tanpa injeksi udara/oksigen kedalam proses pengolahan. Pengolahan air

limbah secara biologi anaerob bertujuan untuk merombak bahan organic dalam air limbah

menjadi bahan yang lebih sederhana yang tidak berbahaya. Disamping itu pada proses

pengolahan secara biologi anaerob akan dihasilkan gas-gas seperti gas CH4 dan CO2.

Proses ini dapat diaplikasikan untuk air limbah organic dengan beban bahan organic

(COD) yang tinggi  Pada proses pengolahan secara biologi anaerob terjadi empat tahapan

proses yang terlibat diantaranya : 

1. Proses hydrolysis : suatu proses yang memecah molekul organic komplek menjadi

molekul organic yang sederhana 

2. Proses Acidogenisis : suatu proses yang merubah molekul organic sederhana

menjadi asam lemak

3. Proses Acetogenisis : suatu proses yang merubah asam lemak menjadi asam asetat

dan terbentuk gas-gas seperti gas H2, CO2, NH4 dan S

4. Proses Methanogenisis : suatu proses yang merubah asam asetat dan gas-gas yang

dihasilkan pada proses acetogenisis menjadi gas methane CH4 dan CO2

Page 4: kanalispolban.files.wordpress.com · Web viewProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Anaerobik

Lingkungan besar pengaruhnya pada laju pertumbuhan mikroorganisme baik pada proses

aerobik maupun anaerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik antara

lain: temperatur, pH, konsentrasi substrat dan zat beracun.

1. Temperatur

Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4 - 60°C dan suhu dijaga konstan. Bakteri

akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur optimum. Semakin

tinggi temperatur reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin

berkurang. Proses pembentukan metana bekerja pada rentang temperatur 30-40°C,

tapi dapat juga terjadi pada temperatur rendah, 4°C. Laju produksi gas akan naik

100-400% untuk setiap kenaikan temperatur 12°C pada rentang temperatur 4-

65°C. Mikroorganisme yang berjenis thermophilic lebih sensitif terhadap

perubahan temparatur daripada jenis mesophilic. Pada temperatur 38°C, jenis

mesophilic dapat bertahan pada perubahan temperatur ± 2,8°C. Untuk jenis

thermophilic pada suhu 49°C, perubahan suhu yang dizinkan ± 0,8°C dan pada

temperatur 52°C perubahan temperatur yang dizinkan ± 0,3°C.

2. pH (keasaman)

Bakteri penghasil metana sangat sensitif terhadap perubahan pH. Rentang pH

optimum untuk jenis bakteri penghasil metana antara 6,4 - 7,4. Bakteri yang tidak

menghasilkan metana tidak begitu sensitif terhadap perubahan pH, dan dapat

bekerja pada pH antara 5 hingga 8,5. Karena proses anaerobik terdiri dari dua

tahap yaitu tahap pambentukan asam dan tahap pembentukan metana, maka

pengaturan pH awal proses sangat penting. Tahap pembentukan asam akan

menurunkan pH awal. Jika penurunan ini cukup besar akan dapat menghambat

aktivitas mikroorganisme penghasil metana. Untuk meningkatkat pH dapat

dilakukan dengan penambahan kapur.

3. Konsentrasi Substrat

Sel mikroorganisme mengandung Carbon, Nitrogen, Posfor dan Sulfur dengan

perbandingan 100 : 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme, unsur-unsur

di atas harus ada pada sumber makanannya (substart). Konsentrasi substrat dapat

mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kondisi yang optimum dicapai jika

jumlah mikroorganisme sebanding dengan konsentrasi substrat. Kandungan air

dalam substart dan homogenitas sistem juga mempengaruhi proses kerja

mikroorganisme. Karena kandungan air yang tinggi akan memudahkan proses

Page 5: kanalispolban.files.wordpress.com · Web viewProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik

penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat kontak antar

mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih intim.

4. Zat Baracun

Zat organik maupun anorganik, baik yang terlarut maupun tersuspensi dapat

menjadi penghambat ataupun racun bagi pertumbuhan mikroorganisme jika

terdapat pada konsentrasi yang tinggi. Untuk logam pads umumnya sifat racun

akan semakin bertambah dengan tingginya valensi dan berat atomnya. Bakteri

penghasil metana lebih sensitif terhadap racun daripada bakteri penghasil asam.

C. Alat dan BahanAlat Bahan Jumlah

Labu erlenmeyer 100 mL 2 buahCawan pijar 1 buahPipet gondok 10 mL 1 buahBotol semprot 1 buahPenjepit krustang 1 buahKaca masir 1 buahGelas ukur 100 mL 1 buahTabung hach 5 buahBatang pengaduk 2 buahGelas kimia 100 mL 2 buahGelas kimia 250 mLOvenFurnacePipet tetesDosimat Pipet ukur 10 mL

Kertas saring 1 buahglukosa 8 gramKH2PO4 1 gramHgSO4 1 gramK2Cr2O7 50 mLSampel limbah 100 mLAquadest 100 mLFAS 50 mLIndikator feroin 10 tetesKNO3 1 gram

D. Langkah Kerja

Page 6: kanalispolban.files.wordpress.com · Web viewProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik

1. Penentuan COD sebelum proses pendekomposisian oleh mikroba

Sampel limbah

2. Penentuan MLVSS sebelum proses pendekomposisian oleh mikroba

Pengenceran sampel 100x (pencampuran 1 mL sampel dengan 99 mL aquadest)

pengambilan sampel 2,5 mL kedalam tabung hach dan penambahan 3,5 mL K2Cr2O7

Penambahan 1,5 mL H2SO4 pekat

Pemindahan tabung Hach pada Hach COD digester serta pemanasan 150oC selama 2 jam

Pemanasan cawan pijar selama 1 jam dalam furnace 600oC dan kertas saring pada oven 105oC

Penimbangan kertas saring dan cawan pijar hingga konstan

Pengeluaran tabung hach dari digester hingga larutan sama dengan suhu ruang

penambahan indikator feroin 3 tetes dan penitrasian dengan larutan FAS dari hijau menjadi coklat

Page 7: kanalispolban.files.wordpress.com · Web viewProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik

E.Data pengamatan

Proses PengamatanSampel reaktor Sampel reaktor 1 terlihat berwarna coklat

agak kemerahan dan sampel reaktor 2 terlihat berwarna hijau gelap kehitaman. Kedua sampel tersebut berbau menyengat.

Penentuan COD Ketika sampel ditambah K2Cr2O7 dan asam sulfat larutan berwarna orange. Setelah direfluks larutan terdapat 3 warna yaitu coklat kuning dan orange. Ketika dititrasi dengan penambahan indikator feroin awalnya larutan berwarna hijau dan berubah warna menjadi coklat (TA)

F. Data percobaan dan Perhitungan

Penyaringan 40 mL air limbah dengan kertas saring yang diketahui beratnya

Pemindahan kertas saring kedalam cawan pijar dan pemanasan pada oven 105oC 1 jam

Penimbangan cawan pijar yang berisi kertas saring dan endapan hingga konstan

Penimbangan cawan pijar yang berisi kertas saring dan endapan hingga konstan

Pemindahan cawan pijar yang berisi kertas saring dan endapan kedalam furnace dengan pemanasan 600oC 2 jam

Page 8: kanalispolban.files.wordpress.com · Web viewProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik

1. a. MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid) pada reaktor 1

Penimbangan ke-

Kertas saring (gram)

Cawan pijar (gram)

Cawan pijar + kertas saring +endapan pada oven (gram)

Cawan pijar + kertas saring +endapan pada furnace (gram)

1 1,1802 33,2589 34,3945 33,26172 1,1756 33,2589 34,3945 33,2617Rata-rata 1,1779 33,2589 34,3945 33,2617

TSS (mg/L) = (caw an pijar+endapan+kertas saring pada oven )−(berat cawan pijar)

mLsampel ×106

TSS (mg/L) = (34,3945 gram )−33,2589 gram

40 mL×106

TSS (mg/L) = 28.412,5 mg/L

VSS (mg/L) = (cawan pijar+endapan+kertas saring pada oven)−( cawan pijar+endapan+kertas saring pada furnace )

mL sampel×106

VSS (mg/L) = 34,3945 gram−33,2617 gram

40 mL×106

VSS (mg/L) = 28.320 mg/L

FSS (mg/L) = TSS – VSS

FSS (Mg/L) = 28.412,5 mg/L – 28.320 mg/L

FSS (Mg/L) = 92,5 mg/L

b. MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid) pada reaktor 2

Penimbangan ke-

Kertas saring (gram)

Cawan pijar (gram)

Cawan pijar + kertas saring +endapan pada oven (gram)

Cawan pijar + kertas saring +endapan pada furnace (gram)

1 0,9989 31,1998 33,3803 31,27952 1.0018 31,1998 33,3803 31,2795Rata-rata 1,0004 31,1998 33,3803 31,2795

Page 9: kanalispolban.files.wordpress.com · Web viewProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik

TSS (mg/L) = (cawan pijar+endapan+kertas saring pada oven )−(berat cawan pijar)

mL sampel × 106

TSS (mg/L) = (33,3803 gram ) – 31,1998 gram

40 mL× 106

TSS (mg/L) = 54.512,5 mg/L

VSS (mg/L) = (cawan pijar+endapan+kertas saring pada oven)−( cawan pijar+endapan+kertas saring pada furnace )

mL sampel×106

VSS (mg/L) = 33,3803 gram−31,2795 gram

40 mL×106

VSS (mg/L) = 52.520 mg/L

FSS (mg/L) = TSS – VSS

FSS (Mg/L) = 37.637,5 mg/L – 37.596,25 mg/L

FSS (Mg/L) = 1992,5 mg/L

2. Penentuan COD pada sampel

Pengenceran : 25 X

Titrasi ke- Volume (mL)Sampel reaktor 1 1 1,056

2 1,318Rata-rata 1,187

Sampel reaktor 2 1 1,1322 1,476Rata-rata 1,304

Blanko 1 2,0042 1,878Rata-rata 1,941

Nilai COD pada reaktor 1

COD (mg/L) = (volumeblanko−volume sampel ) X NFAS X 1000 X pengenceranXBE oksigen

mLsampel

COD (mg/L) = (1,941mL−1,187 mL ) X 0,2273 X 1000 X 25 X 8

2,5 mL

Page 10: kanalispolban.files.wordpress.com · Web viewProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik

COD (mg/L) = 13.710,7 mg/L

Nilai COD pada reaktor 2

COD (mg/L) = (volumeblanko−volume sampel ) X NFAS X 1000 X pengenceranXBE oksigen

mLsampel

COD (mg/L) = (1,941mL−1,304 mL ) X 0,2273 X 1000 X 25 X 8

2,5 mL

COD (mg/L) = 11.583,21 mg/L

Sehingga didapat data sebagai berikut

MLVSSTSS VSS FSS

Reaktor 1 28.412,5 28.320 92,5Reaktor 2 54.512,5 52.520 1992,5

CODReaktor 1 13,710,7Reaktor 2 11.583,21

G. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan pengolahan limbah dengan metode anaerobik.

Kedalam sampel limbah ditambahkan nutrisi, nutrisi yang ditambahkan adalah sumber

makanan untuk mikroorganisme yang akan mendekomposisi bahan organik, hal ini yang

menyebabkan kandungan organik dalam sampel dapat diturunkan. Untuk mengetahui

efisiensi pengolahan maka dilakukan pengukuran kandungan organik sebelum dan

setelah proses sehingga dilakukan pengukuran COD sebelum dan setelah proses.

Sedangkan MLVSS untuk mengetahui kuantitas mikroba yang mendekomposisi bahan

organik. Pada proses pendokomposisian oleh mikroba ini yang diperhatikan adalah tidak

boleh adanya oksigen pada reaktor.

Pada percobaan dilakukan pengukuran COD yaitu untuk mengetahui

kandungan organik dalam sampel, pengukuran COD ini untuk mengetahui berapa

banyak oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi kandungan organik dalam sampel,

Page 11: kanalispolban.files.wordpress.com · Web viewProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik

sehingga bila semakin banyak zat yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik maka

semakin banyak pula kandungan zat organiknya. Artinya semakin tinggi nilai COD maka

kandungan organik dalam sampel semakin banyak atau kualitas air semakin buruk. Pada

analisis COD, dimana reaksi yang terjadi adalah reaksi redoks dalam keadaan asam

karena penambahan H2SO4 dimana dalam keadaan asam ini berfungsi untuk

mengasamkan larutan sehingga K2Cr2O7 dapat mengoksidasi Fe dengan reaksi:

Cr2O72- + 14H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O

Fe2+ Fe3+ + e

Cr2O72- + 14H+ + 6 Fe2+ 2Cr3+ + 7H2O + 6Fe3+

Berdasarkan percobaan terlihat bahwa nilai COD pada sampel limbah adalah tinggi yaitu

sebesar 13.710,7 mg O2/L pada reaktor 1 dan pada reaktor 2 sebesar 11.583,21 mgO2/L. Nilai

COD sebelum proses masih tinggi sehingga dilakukanlah proses dekomposisi bahan organik

untuk menurunkan kandungan organiknya secara anaerobik. Sedangkan nilai COD setelah

proses selama 5 hari adalah sebesar ....... mgO2/L. Nilai COD setelah proses ini lebih kecil

dibanding nilai COD sebelum proses. Hal ini menunjukan adanya penurunan kandungan

organik pada sampel limbah, dimana penurunan kandungan organik ini disebabkan

mikroorganisme yang mendekomposisi bahan organik tersebut menjadi CO2, H2O dan NH4

sehingga kandungan organik setelah proses menjadi turun. Besarnya penurunan kandungan

organik ini menghasilkan efisiensi sebesar ........ %, sedangkan berdasarkan literatur

pengolahan limbah menggunakan pengolahan anaerobik dapat menurunkan konsentrasi COD

....... % (......., .......). Bila dibandingkan dengan literatur, hasil percobaan efisiensi penurunan

COD sudah melebihi/ tidak melebihi dari ......%, sehingga dapat dikatakan bahwa proses ini

sudah/belum optimum untuk menurunkan COD dalam sampel air limbah. Walaupun

penurunan bahan organik dalam sampel limbah telah/belum optimum, akan tetapi hasil akhir

dari proses ini menghasilkan kandungan organik yang masih tinggi dimana nilai ini masih

lebih besar bila dibandingkan dengan standar kualitas air bersih dimana batas COD adalah

100 mgO2/L ( Peraturan Menteri Kesehatan RI. 416/Menkes/Per/IX/1990), sehingga dapat

dikatakan dari hasil COD setelah proses ini kandungan organiknya masih tinggi dan tidak

memenuhi syarat kualitas air bersih. Maka hasil proses pengolahan ini bila diterapkan tidak

dapat langsung dibuang ke lingkungan sehingga harus diolah kembali untuk menurunkan

nilai COD hingga batas yang diperbolehkan. Kandungan organik setelah proses dekomposisi

yang masih tinggi dari nilai yang diperbolehkan diakibatkan karena pada percobaan ini

kurangnya pengecekan kondisi temperatur juga mampu mempengaruhi proses anaerob yang

ada di dalam reaktor. Penurunan kadar organik akan mengalami penurunan yang realtif cepat

Page 12: kanalispolban.files.wordpress.com · Web viewProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik

saat produksi gas metan relatif stabil (Dwina,2008). Akan tetapi, kadar organik yang terlalu

tinggi akan menyebabkan produksi asam berlebih sehingga akan menggangu proses

metanogenesis. Fluktuasi kadar organik di dalam reaktor bisa dikarenakan pengadukan yang

kurang sempurna sehingga feeding yang dimasukan tidak merata dengan sempurna sehingga

mikroba tidak dapat bekerja optimal.

Sedangkan untuk pengukuran MLVSS dilakukan pada sampel limbah sebelum proses

dimana nilai MLVSS sama dengan nilai VSS. Nilai VSS adalah bahan organik yang mudah

teruapkan, dimana jumlahnya mewakili jumlah mikroorganisme yang ada didalamnya. Hal

ini dikarenakan bahan organik yang mudah menguap seperti protein, karbohidrat, glukosa,

dll. ada dalam bakteri sehingga jumlahnya mewakili banyaknya bakteri didalam sampel. Dari

hasil percobaan nilai TSS dari sampel reaktor 1 adalah sebesar 13.710,7 mg/L dan reaktor 2

sebesar 11.583,21 mg/L . Berdasarkan literatur, nilai TSS yang diperbolehkan adalah sebesar

50 mg/L (Pergub Bali No. 8 Tahun 2007). Bila dibandingkan hasil percobaan dengan nilai

literatur maka nilai TSS pada sampel, diatas nilai yang diperbolehkan sehingga padatan

tersuspensi yang terendapkannya cukup tinggi. Sedangkan untuk mengetahui jumlah mikroba

yang mendekomposisi bahan organik dilakukan dengan mengukur VSS dimana pengukuran

VSS ini didapat dari berat yang dipanaskan pada oven dengan berat yang dipanaskan pada

furnace, sehingga dapat diketahui berat yang teruapkan dimana berat ini menunjukan

banyaknya mikroorganisme yang ada pada sampel. Dari hasil VSS didapat nilai VSS pada

reaktor 1 adalah sebesar 28.320 mg/L adn pada reaktor 2 sebesar 52.520 mg/L. Hal ini

mewakili banyaknya kandungan organik yang akan didekomposisi oleh mikroorganisme pada

proses lumpur aktif. Dari nilai yang didapat, nilai VSS masih tinggi sehingga kandungan

organik yang akan didekomposisipun tinggi, sehingga membutuhkan banyak mikroba untuk

mendekomposisinya pada proses. Sedangkan untuk FSS atau padatan yang tidak mudah

teruapkan pada reaktor 1 yang didapat adalah sebesar 92,5 mg/L dan pada reaktor 2 adalah

1992,5 mg/L. Pada ketiga parameter tersebut baik nilai VSS, TSS maupun FSS masih tinggi

dalam sampel limbah, hal ini dikarenakan belum adanya pengolahan bahan organik pada

limbah yang menyebabkan masih tingginya kandungan padatan organik dan anorganik. Pada

proses pengolahan limbah, padatan organik dalam sampel didekomposisi oleh organik secara

anaerob sehingga bila MLVSS diukur setelah proses maka jumlah MLVSS akan berkurang

(Kadarohman, 2004).

Page 13: kanalispolban.files.wordpress.com · Web viewProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik

KESIMPULANDari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan:

1. Konsentrasi awal kandungan organik atau nilai COD sebelum proses pada reaktor 1

adalah sebesar 13.710,7 mg O2/L dan pada reaktor 2 adalah sebesar 11.583,21 mg

O2/L

2. Nilai efisiensi pengoalahan adalah sebesar ........%. Berdasarkan litertur efisiensi yang

efektif untuk penurunan COD adalah .......% (Lestari, 2003) sehingga penurunan COD

pada percobaan ini sudah efektif/belum efektif

3. Pada reaktor 1 Nilai TSS pada sampel adalah sebesar 28.412,5 mg/L, nilai FSS adalah

sebesar 92,5 mg/L sedangakan nilai MLVSS atau VSS pada sampel adalah sebesar

28.320 mg/L

4. Pada reaktor 2 Nilai TSS pada sampel adalah sebesar 54.512,5 mg/L, nilai FSS adalah

sebesar 1992,5 mg/L sedangakan nilai MLVSS atau VSS pada sampel adalah sebesar

52.520 mg/L

Page 14: kanalispolban.files.wordpress.com · Web viewProses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan secara anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara aerobik

DAFTAR PUSTAKA

Kalimardin Algamar, 1981, "Proses anaaerobik sebagai altematif untuk mengolah limbah

industri hasil pertanian", Seminar IImiah Tehnik Penyehatan dan Lingkungan serta

Bioteknologi Pengolah Limbah, 9 - 10 Oktober.

Oktaviani, Dwina. 2008. Degradasi Biowaste dalam Reaktor Batch Anaerob Sebagai Bagian

dari Proses Mechanical Biological Treatment. Laporan Tugas Akhir. Program Studi

Teknik Lingkungan. Bandung

Pramono, Sigit. 2003. Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan di Negara-negara

berkembang. Universitas Gunadarma. Jakarta

Syahab, Ali. “Teknologi Pengolahan Limbah Tahu-Tempe Dengan Proses Biofilter Anaerob

dan Aerob”, (online), (http://alizainsyahab.blogspot.com/2012/04/teknologi-

pengolahan-limbah-tahu-tempe.html diundug 11 Mei 2013 pkl. 16. 41)