56
FANFICTION : You and I in This . . . #9 Written By : ArNy KIMTaemin Genre : Angst, Romance, Comedy (little-little) Rating : PG-16 Length : Chaptered Main Cast : Cha Young Mi—Maudi Mauliza./My Best Friend Xi Lu Han—EXO-M Im Yoon A—SNSD Byun Baek Hyun—EXO-K Shannelle Aubree Vincens—OcS Noel Sylvain—Ocs Other Cast : EXO’s Member Cha Young Ra—Ocs Kim Hye Rin—Ocs Fleuretta Emily Cha—Ocs Riche Audric Vincens—Ocs Jessica Sharleen—Ocs Hayden Titania—Ocs And other cast whom I can’t mention, but you’ll find them in the story Backsound Song : Walking Slowly [4Men’s Shin Young Jae] My Girlfriend [4Men] Crazy of You [Hyorin’s Sistar] I Am Behind You [SJ’s Yesung & Jang Hye Jin] Just Start Now [LYN] Firasat [Raisa] *lagu ini ngena banget XD* Disc : The casts are belonged to The GOD, and for EXO-M’s Lu Han, EXO-K’s Baek Hyun, and SNSD’s Yoon A Belonged to © SME. Otherwise, other cast like Cha Young Mi, Shannelle, Riche, and all of them are

Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

  • Upload
    buibao

  • View
    219

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

FANFICTION : You and I in This . . . #9Written By : ArNy KIMTaemin

Genre : Angst, Romance, Comedy (little-little)

Rating : PG-16

Length : Chaptered

Main Cast :

Cha Young Mi—Maudi Mauliza./My Best Friend Xi Lu Han—EXO-M Im Yoon A—SNSD Byun Baek Hyun—EXO-K Shannelle Aubree Vincens—OcS Noel Sylvain—Ocs

Other Cast :

EXO’s Member Cha Young Ra—Ocs Kim Hye Rin—Ocs Fleuretta Emily Cha—Ocs Riche Audric Vincens—Ocs Jessica Sharleen—Ocs Hayden Titania—Ocs And other cast whom I can’t mention, but you’ll find them in the story

Backsound Song :

Walking Slowly [4Men’s Shin Young Jae] My Girlfriend [4Men] Crazy of You [Hyorin’s Sistar] I Am Behind You [SJ’s Yesung & Jang Hye Jin] Just Start Now [LYN] Firasat [Raisa] *lagu ini ngena banget XD*

Disc : The casts are belonged to The GOD, and for EXO-M’s Lu Han, EXO-K’s Baek Hyun, and SNSD’s Yoon A Belonged to © SME. Otherwise, other cast like Cha Young Mi, Shannelle, Riche, and all of them are belonged to my mind aka ‘OcS’. But, Own this story The plot is ‘MINE’!

A/N : Happy read^^

Important Announcement : 1) Seperti part sebelumnya, part 9 ini juga SANGAT PANJANG. Jadi, sekali lagi disarankan kalian bisa baca modus off-line ^_^ 2) Karena setting cerita masih di Paris, jadi sebagian besar percakapan didalam cerita ini menggunakan Bahasa Inggris—

Walaupun tidak diterjemahkan kedalam bahasa tersebut.

Page 2: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

IT’S MINE! DON’T BASH! DON’T COPY! THE SIDERS, FAR AWAY!!!

===

“Saking menjadi kota tersibuk, masyarakat New York akan tidak mengenal waktu. Tidak akan

sempatlah mengingat sesuatu seperti.. kenangan.”

===

TING!

Pria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah

menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri memperhatikan keadaan sekitar.

Jika boleh jujur, Lift ini bukan sekedar tangga elektronik yang bisa ia temukan di ruangan-ruangan

biasa—menurutnya. Bahkan mungkin hanya gedung dimana ia berada saat ini yang memiliki

arsitektur tangga elektronik seperti yang terlihat olehnya sekarang. ‘Istana’, Ia rasa kata itu cocok

menjadi pandangan tepat untuk mendeskripsikan gedung besar tersebut.

Tidak percaya? Lihat saja lantai lift dimana kakinya menginjak. Benar-benar terbuat dari marmer

atlants cemerlang beraksen merah gold yang bisa di pastikan tak setitikpun noda tertinggal di

permukaannya. Beralih pada sisi dinding Lift, terbentuk dari jenis beton termahal abad ini,

berlapiskan kaca bening yang dipisahkan oleh serat pohon eks hingga membentuk segi empat

memanjang. Tekstur dindingnya menyerupai jendela, karena mata akan dimanjakan oleh tirai coklat

muda-cream bermanikkan permata asli merah gelap dan menutupi setiap sudut dinding kaca. Unsur

manis tembok berwarna cream, berpadu arsitektur ruangan bergaya modern-klasik era Yunani,

sungguh dua pemandangan yang jelas-jelas memancarkan keindahan dan keelitan daya pikir sang

pembuat. Keindahan itu mencapai titik puncak saat indera penglihatan menangkap adanya ukiran

berderet yang terbuat dari bongkahan kaca, membentuk sekumpulan cupid dan payung.

Kesimpulan semua ini? Awesome! Sungguh suatu ruangan yang benar-benar elegan! Bahkan ini

hanya sekedar lift, bagaimana dengan arsitektur ruangan lain yang lebih besar dan luas? Mulai dari

gerbang saja, di samping sistem keamanan yang super ketat, berbagai kemewahan gedung terpampang

begitu lekat hingga memanjakan mata kaula pecinta nuanasa elegan. Tak hanya itu, pesona taman air

mancur yang berada tepat di tengah halaman luar ditumbuhi beragam corak hias tanaman. Bahkan,

gedung ini adalah satu-satunya gedung yang memiliki menara emas berlambangkan ciri khas nama

perusahaannya sendiri. Memiliki seluruh kriteria itu, pantas rasanya bila ‘Casino Davocha’

menduduki peringkat ke-3 pada kategori lima perusahaan otomotif ternama dan terkaya dunia.

Page 3: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

Organisasi peluncur mobil-mobil sports terkenal itu juga memiliki beberapa cabang di negara selain

New York yang menjadi pusat utama perusahaan. Salah satunya adalah kota Paris, Perancis.

KRING!

Sebuah suara nyaring membuat pria itu tersentak. Pandangannya yang tak berhenti mengagumi isi

lift sejak tadi mendadak buyar. Sambil mengeluh ia mengambil benda tipis dari saku belakang celana

jeans-nya sendiri dan melihat layar benda itu beberapa detik sebelum bibirnya mengulas satu

senyuman yang tersimpul rapat. “Hy, brother! Where are you?” pria itu bersuara kembali setelah

memposisikan benda tipis di tangannya tadi tepat beberapa cm di depan wajahnya sendiri.

“Tidak bisakah kau menjawab dengan sapaan baik yang lazim digunakan dalam format

pecakapan telefon, Noel? Dan tolong jauhkan wajahmu. Mataku bisa bertambah minus melihat

kumismu itu, kau tahu? Sudah berapa kali kuperingatkan untuk segera mencukur bulu mengerikan

itu.”

Pria itu terkikik mendengar suara yang berasal dari dalam speaker benda tipis di depan wajahnya.

I-phone itu memperlihatkan jelas bagaimana ekspressi seseorang yang baru saja menghubunginya

terlihat sedang kesal menatapinya. “Ouch, baiklah! Tapi bisakah kau berhenti bicara sepanjang itu?”

kata pria yang dipanggil Noel itu sambil bertepuk kening sekali, lalu dengan malas mengubah posisi i-

phone-nya menjadi mundur tiga puluh cm berada di hadapan wajahnya lagi. Kali ini ia mengangkat

tangan dan melambai ke arah layar sambil bertanya, “Sudah terlihat?”

“Itu lebih baik.”

Noel tersenyum lebar. “Apa kau terlalu rindu pada wajah tampanku sampai ingin melihat

keseluruhannya? Dan, satu lagi.” Noel menekankan kalimat terakhirnya sambil menyentuh kumisnya

sendiri dengan tersenyum bangga. “Kumisku belum terlalu tebal, kau tahu itu.”

Layar I-phone menampilkan sosok orang yang duduk di balik meja besar sedang mengerutkan

kening—menatap Noel via komunikasi jarak jauh. Tak lama tatapan itu berlangsung karena

setelahnya speaker kembali mengeluarkan kalimat dari sosok tersebut yang berbunyi, “Kalau

terlambat gajimu kupotong!” I-phone mulai menunjukkan layar awal yang menampilkan foto Noel

sedang mencium seekor angsa dan secara perlahan cahaya putih dari benda tipis itu meredup

bersamaan dengan bunyi dengusan keras yang keluar dari hidung mancung si pria bertopi putih.

“Xi Lu Han, kalau saja kau bukan sahabatku, pasti sudah kuracuni dari dulu!” ucap Noel penuh

penekanan dengan tampang geram. Tiba-tiba ia terdiam sejenak, menatap lebih jelas pantulan dirinya

sendiri yang baru disadari terlihat pada dinding kaca yang berada di depannya. Keningnya mengerut

perlahan, kemudian bibirnya menggumamkan kalimat kecil, “Mungkin Lu Han benar. Kembaran

Page 4: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

Robert Pattinson ini memang perlu cukuran. Aish, apa ketampananku akan berkurang cuma gara-gara

ini?!”

_______

“Silahkan masuk, Tuan Noel. Wakil Pres-Dir sudah menunggu anda sejak tadi.”

“Terima kasih, Hayden..” Noel membetulkan topi putihnya sambil melempar senyum pada

seorang wanita muda berstelan formal kantoran yang berd.iri tepat di seberang meja kerja wanita itu

sendiri. Wanita yang Noel kenali sebagai Sekretaris pribadi dari wakil pemimpin Cassino Davocha

yang telah bekerja hampir setengah tahun itu membalas perkataan Noel dengan sebuah senyuman

singkat namun terkesan sopan. Noel beranjak lagi namun sebelum tangannya membuka tombol

pembuka pintu otomatis ruangan dihadapannya, ia berbalik dan mengeluarkan suara yang sengaja

dilembutkan olehnya.. “Oh, ya.. Hayden..”.

Hayden Titania yang baru saja akan mengangkat telepon dimeja, menahan gerakan tangannya dan

menoleh karena panggilan tersebut. “Ya?”

“Lipstick barumu bagus. Kau terlihat bertambah cantik dengan itu.”

Setengah mata Hayden melebar, bibirnya terkatup tak bisa bergerak saat menatap Noel yang juga

menatap dan memberinya sebuah kerlingan mata. Wanita berdarah china-Amerika itu sontak

memegangi bibirnya sendiri sepeninggal Noel yang telah memasuki ruangan utama orang nomor satu

di Cassino Davocha. Cepat-cepat tangan Hayden menarik tissue di atas meja untuk mengelap

permukaan bibirnya sendiri. Sambil melakukan itu, ia mendumel dengan wajah memerah menahan

malu. “Haish, kenapa pria itu bisa tau, sih?!! Menyebalkan!”

_______

“Aku yakin kau akan menyesal, Lu Han!”

Noel terpaku melihat pemandangan di hadapannya. Beberapa meter dari posisinya berdiri, ada

seorang gadis berambut pirang yang sangat dikenalnya baru saja bicara dengan nada setengah

berteriak pada seorang pria lain yang duduk di hadapan gadis itu, tepatnya di balik sebuah meja besar

dan panjang yang dipenuhi oleh tumpukan buku dan peralatan kerja yang lain. Berbanding jauh dari

ekspressi sang gadis yang terlihat kesal dan marah, pria yang menghubungi Noel beberapa menit lalu

itu justru tak bereaksi sedikitpun. Sorot matanya tidak menunjukkan sama sekali apa yang sedang ia

pikirkan. Seolah menganggap enteng apa yang sedang dihadapi olehnya.

Page 5: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

Noel yakin dirinya akan benar-benar menjadi patung hidup yang menyaksikan dengan mulut

ternganga bila pertengkaran tersebut terus berlanjut, tapi keberuntungan memihaknya karena gadis itu

kini melangkah cepat menuju pintu masuk diikuti oleh suara Higheels miliknya yang terdengar

sengaja dihentakan.

Noel segera mengangkat tangan dan tersenyum, “Hai Jess..” sapanya ramah, tapi mendengus

pelan karena ternyata gadis tadi tak menghiraukannya sama sekali. Gadis itu berjalan cepat

melewatinya tanpa memalingkan wajah untuk sekedar melihat kehadiran Noel. Gadis itu malah

membanting pintu saat keluar, menyebabkan Noel tersentak kaget dan menggerutu pelan dengan

wajah merengut. Beberapa detik setelahnya, Noel sudah berdiri tepat di depan meja pria yang duduk

sebelumnya—masih dengan wajah tanpa ekspressi menatap Noel yang kini mendekatinya.

Dengan raut wajah senewen, Noel menumpukan tubuhnya dengan kedua telapak tangan terletak

di atas meja dan sedikit membungkukan badan, menghadap satu-satunya manusia yang bersamanya

diruangan itu sekarang. “Jadi ini alasanmu menyuruhku kemari, Xi.Lu.Han? Mencoba membuatnya

keluar dari ruanganmu, hah?” tanyanya cepat tanpa basa-basi.

Pria bernama Lu Han menatapnya dengan satu alis yang terangkat rendah. “Menurutmu?”

Noel mendengus untuk kedua kali, kali ini karena pertanyaan balik yang dilontarkan sahabatnya

sendiri. “Kau pikir aku hantu yang bisa mengusir makhluk seperti Jessica, apa?!” sambungnya, masih

menggerutu.

“Aku akan berfikir seperti itu kalau kau tidak keberatan.?” jawab Lu Han datar sambil mecabut

bolpoin dari kotak kecil di sudut meja kerjanya. Tingkahnya memperlihatkan bahwa ia tak ingin

berdebat terlalu panjang dengan Noel.

“Ouch!” Noel menegakkan tubuhnya cepat. Lalu berjalan mondar-mandir di depan meja seraya

mengeluh berulang kali dengan beberapa dengusan kecil yang mulutnya keluarkan. Terkadang kedua

tangannya memijit dahi sendiri. Merasa pusing. “Aku tidak menyangka Jessica sebegitu protektive-

nya padamu. Dia sampai rela melepaskan James hanya saat mendengar kau kembali ke New York..

ternyata dia benar-benar mantan admire-mu yang setia, ya.. disamping ‘gila’ karena terus

mengharapkanmu. Aku heran.. apa yang sangat menarik dari dirimu hingga membuatnya bertahan

selama bertahun-tahun suka padamu? Tampan? Kurasa lebih tampan aku. Atau kaya? What’s happen

with her eyes? Bukankan kita sama-sama punya kehidupan yang jauh diatas kata ‘sederhana’?

Kupikir, matanya mengalami gangguan.”

Noel mengerutkankan kening saat mendengar tawa sahabatnya yang terdengar seperti meriam di

telinganya. Walaupun pernah menghabiskan waktu lima tahun saat menimba ilmu di universitas yang

Page 6: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

sama di New York dulu, jujur saja hingga saat ini Noel sama sekali tak paham akan apa yang

dipikirkan lelaki yang hanya lebih muda tiga bulan darinya itu. Karena seorang Xi Lu Han cenderung

tak pernah mempertunjukkan ekspressi dari perasaannya secara jelas. Well, mungkin harus Noel akui..

satu-satunya kelebihan yang dimiliki Lu Han darinya adalah sikap cool pria itu yang memang

berbanding terbalik dari Noel, terutama dalam menghadapi makhluk bernama ‘wanita’. Jika Noel

terang-terangan dalam menunjukkan kesukaannya terhadap kaum hawa, maka Lu Han akan bersikap

sebaliknya. Membuat kebanyakan wanita yang pernah mengenalnya cenderung mengejar-ngejar pria

keturunan China yang selama setahun belakangan ini selalu tidak memperlihatkan ketertarikannya

pada wanita. Yang Noel tahu sikap itu tampak dalam diri sahabatnya sejak ia bercerai dari seorang

perempuan Korea tahun lalu.

Bisa jadi alasan itu yang membuat Jessica Sharleen, teman sejurusan Lu Han di universitas

tersebut sekaligus sepupu Noel, memendam rasa suka yang terlalu lama pada Lu Han. Sayangnya

begitu kelulusan, Lu Han memilih kembali ke Korea sementara Jessica dan Noel tetap berada di kota

kelahiran mereka, New York. Meski begitu, Noel tidak memungkiri kebesaran cinta Jessica pada

sahabatnya, Lu Han. Jessica pernah menuju Korea hanya untuk menemui pria keturuna Chinese itu.

Tapi, sekali lagi sungguh disayangkan, Jessica akhirnya kembali dan dengan wajah sedih bercerita

pada Noel tentang kenyataan bahwa Lu Han sudah menikah dan sangat mencintai istrinya. Hey!

Aneh, kan?! Yup, Noel sendiri bingung dengan sepupu ‘aneh’-nya itu. Sudah tahu Lu Han telah

menjadi suami orang, masih berharap bisa merayu Lu Han untuk berhenti mencintai istrinya sendiri

dan beralih mencintai Jessica. Gadis itu mungkin sudah benar-benar gila. Akhirnya, karena tak

berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan, Noel ingat jelas bahwa saat itu kekecewaan dan

kemarahan Jessica imbas kepadanya. Dalam semalam, apartment Noel sudah dibanjiri oleh milyaran–

mungkin—lembar tisu basah yang difermentasikan dari airmata Jessica. Membuatnya harus rela

melakukan peran sebagai sepupu yang baik, yakni membersihkan kumpulan sampah yang

menggunungi setiap sudut apartmentnya sendiri, tanpa bantuan Jessica yang langsung buru-buru

kabur.

“Kau yang mengatakan bahwa kita di Paris pada Jessica?” Lagi-lagi Lu Han bertanya balik, tapi

lebih terdengar seperti sebuah pernyataan yang ingin dipastikan olehnya, membuat Noel terhenyak

dan otomatis menggerutui Jessica dalam hati—kalau saja gadis itu ada di hadapannya sekarang pasti

sudah ia ikat dengan tali dan menggantungnya di atap gedung!

“Habis bagaimana lagi? Dia memaksa. Kalau tidak kuberitahu dia mengancam akan merobek

ganas seluruh koleksi topiku dan membuangnya. Ouch! Dia sungguh sepupuku yang menyeramkan,

bukan?! Padahal sudah kubilang kedatangan kita ke sini hanya untuk sebuah proyek. Tidak kusangka

dia menyusulmu.. lagi. ” Noel menekan kata ‘lagi’ dalam pengucapannya.

Page 7: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

Lu Han tertawa kecil. “Sudahlah. Berhenti menggerutu hal tak bermanfaat. Siapa tahu ada

baiknya dia datang.” Ia mengangkat wajah untuk menatap Noel dan melanjutkan, “Dan satu hal lagi,”

alis Lu Han terangkat tinggi saat menatap pria yang berdiri dibalik meja kerjanya. ” Tampaknya

syndrom wanita mulai ada dalam dirimu, ya? Kau lebih sering mengomel belakangan ini, tepatnya

sejak tiba di Paris.”

Noel tertegun, balas menatap Lu Han yang kini mulai membereskan beberapa tumpukan file di

atas meja kerjanya sendiri. Diam-diam hatinya mensyukuri karena tampaknya Lu Han tidak sedang

bertanya, melainkan hanya sekedar mengutarakan pendapat. Kening Noel tiba-tiba mengerut lagi

sebelum akhirnya ia berangguk seorang diri. Seakan mengakui kebenaran ucapan Lu Han.

Oh, ya ampun.. mengapa ia baru menyadari keanehan yang ada pada dirinya sekarang? Lu Han

benar. Noel merasa dirinya lebih banyak bicara panjang lebar seperti kebiasaan umum wanita saat

sedang kesal, sejak pertama kali ia bertemu dengan wanita aneh yang hampir menimpuknya dengan

Higheels kemarin sore. Tepatnya setelah peristiwa ‘ciuman tidak sengaja’-nya pada gadis itu

beberapa hari lalu. Sejak hari memalukan itu, Noel jadi lebih senewen saat bertemu wanita. Bahkan

sekarang sikap cerewetnya berimbas pada makhluk berjenis kelamin lain yang juga mulai curiga

padanya sekarang. Aah~ kalau saja peristiwa di hari ulang tahun itu tak pernah terjadi.

Tapi, bicara tentang pertemuan kemarin sore dengan gadis galak itu.. Tunggu! Sampai sekarang

masih tersisa rasa heran dihati Noel. Bagaimana tidak? Ketika menatap Lu Han ekspressi gadis

tersebut memperlihatkan seolah-olah ia baru saja menemukan sesuatu yang membuatnya tercengang,

mengejutkan. An amazing thing! Tapi apa? Mungkinkah terpaku pada ketampanan Lu Han ia jadi

bertindak kaku begitu dan akhirnya pergi begitu saja tanpa berhasil melempari Noel dengan sepatu

hak yang menjadi senjatanya sejak awal?

Noel menggeleng-gelengkan kecil. ‘Tidak, itu tak mungkin!’ katanya dalam hati. Noel yakin

bukan itu alasannya. Kenapa ia yakin? Kan, sudah dia katakan dia jauh lebih tampan dari Lu Han?

Seharusnya gadis itu terpikat padanya, dong. Kecuali kalau mata gadis itu mengalami gangguan, sama

seperti Jessica. -_-

Page 8: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

“Aku menyuruhmu kemari untuk Civi-ex Perusahaan yang harus kau tanda tangani. Karena saat

ku telfon kau sedang di cafe dekat kantor jadi tidak ada salahnya kemari, kan?” Ucapan Lu Han

menyadarkan Noel dari lamunannya yang telah mengambang terlampau jauh.. Dengan gerakan kepala

yang bergeser perlahan, pria bertopi itu kembali menatap Lu Han lalu berkata dengan suara yang

penuh penekanan. “Dengarkan aku, Wakil Xi yang terhormat! Kau dengan mudahnya dapat

menyuruh supirmu untuk mengantar dokumen ini ke Hotelku, kaaan?!”

“Kau tahu jelas itu membuang waktu.”

“Kalau begitu akan ku kirimkan pesawat pribadi lain kali untukmu! Atau mungkin aku harus

menciptakan robot khusus yang dapat menirukan tandatanganku..”

Lu Han menatap Noel yang juga menatapnya dengan mata berkilat, meski ia yakin ada unsur

candaan dari sorot mata sahabatnya itu. Lu Han tersenyum kecil dan memilih untuk tidak melanjutkan

perbincangan mengenai keinginannya menyuruh Noel datang ke perusahaan. Ia percaya hal tersebut

hanya akan melahirkan bermacam kalimat tidak masuk akal dari Noel nantinya.

Tangan kanan Lu Han yang sejak tadi membubuhkan tanda tangan di atas lembaran demi

lembaran kertas perusahaan dalam map biru di bawahnya, terhenti, kemudian ia meletakkan bolpoin

yang tadi di pegangnya ke tempat semula sebelum menyodorkan map biru tersebut kepada Noel.

“Cepat lakukan tugasmu dengan baik. Setelah itu kau boleh pulang.” Ujarnya tegas.

Noel membelalakkan kedua mata, hingga manik mata hijau itu terpampang jelas seakan-akan

hendak mencuat dari posisi aslinya. “Kau menyuruhku kemari dengan ancaman pemotongan gaji jika

terlambat, sampai aku harus bergegas lari dari gerbang menuju ruanganmu. Dan yang paling parah..

mendapatkan tindakan tidak mengenakkan dari sepupu tersombongku. Kau membuat tanganku lelah

dengan tandatangan itu.. dan setelahnya kau suruh aku langsung pulang. Yang benar saja?! Hanya

itukah yang bisa kau berikan?”

Lu Han bersandar pada punggung kursi putarnya dan dengan tangan bersedekap serta sorot mata

yang menahan geli menatap Noel ia berkata, “Aku akan mengucapkan terima kasih.”

Page 9: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

“Cuma ituuu?”

Lu Han menghela nafas pelan, lalu tidak bertanya lagi meski ia yakin Noel mengerti

keheranannya dari ekspressi satu alis terangkat yang Lu Han tunjukkan. Noel menggedikkan bahu dan

kembali berujar, “Setidaknya sesekali kau berbaik hati memberiku izin mengencani sekretarismu yang

cantik.” ucapnya datar, seolah tak ada kesalahan apapun dalam kalimatnya.

Lu Han bangkit dari kursi sambil menggeleng-gelengkan kepala tak habis fikir. Ia berjalan

memutari meja dimana Noel mulai membubuhkan tandatangannya, untuk menuju sebuah lemari kaca

besar yang terletak di sisi barat ruangannnya sendiri. “Hilangkan sifat playboy-mu itu, Genderal

Manager, jika kau ingin segera mendapatkan kekasih yang terbaik.” Suara Lu Han kembali

memecahkan keheningan yang timbul selama dua menit terakhir .Saat ini ia sudah berdiri tepat di

depan sebuah lemari yang berisi ribuan buku. Pria itu tidak perlu lelah mencari buku yang

diinginkannya karena ia hanya perlu memasukkan kode berupa judul buku yang sudah begitu

dihafalnya pada layar communicator Book yang menempel di depan kaca lemari. Alat canggih itu juga

merupakan salah satu ciptaan Cassino Davocha. Bahkan Lu han ikut berperan banyak dalam proses

pembuatannya. Tak sampai sepuluh detik, satu buku yang ingin dibacanya keluar secara sistematis

dari dalam lemari melalui sebuah lubang kecil berbentuk setengah lingkaran yang terdapat dibawah

mesin communicator. Lu Han mengambil benda segiempat setebal 5 cm itu sebelum berjalan untuk

kembali ke tempat duduknya.

“Tenang sahabat.. kurasa aku hampir menemukannya.” Jawab Noel enteng secara tiba-tiba,

setelah ia meletakkan kembali pena kantor Lu Han ke tempatnya semula.

Lu Han mengerutkan kening tepat setelah ia mendudukkan tubuh dikursi—menghadap Noel lagi.

“Benarkah? Siapa dia? Kau sama sekali belum atau memang tidak berniat menceritakan tentangnya

padaku?”

Page 10: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

Noel tertawa singkat mendengar rentetan pertanyaan yang dilontarkan sahabatnya. Ia

mengangguk mantap seiring dengan pembubuhan tanda tangan terakhirnya. “Kau ingat gadis yang

kita temui kemarin di Cafe De’elle?”

Kening Lu Han berkerut, cukup dalam.

“Gadis yang hampir menimpukku dengan sepatunya tapi malah mengenaimu itu. Kau ingat

tidak?” sambung Noel, kembali bertanya.

Lu Han mengangguk ragu. “Memang kenapa dengan gadis itu? Bukankah kau bilang kau tidak

mengenalnya?” tanya Lu Han. Raut bingung terpampang jelas di wajah chinese miliknya.

“Memang, sih, tidak. Tepatnya belum berkenalan. Tapi sebenarnya, aku pernah bertemu

dengannya di pesta ulang tahun sepupuku, Dean, dan kami mengalami kejadian langka yang lucu

waktu itu..”

“Kejadian langka? Lucu? Maksudmu?”

Noel mengangguk tegas tepat seraya menyerahkan map biru kembali kepada Lu Han, menepuk-

nepuk kertas itu dua kali sebagai tanda bahwa pekerjaannya telah selesai, lalu menatap Lu Han.

Senyumnya mengembang, memperlihatkan wajah yang tengah menahan geli. “Oh ya ampun, ada apa

dengan wajahmu?”

Lu Han tersentak dan mengalihkan pandanganya pada map biru yang sudah berada ditangannya

lagi. Setelah berdeham untuk kedua kali, ia bicara dengan suara yang—menurut Noel—sedang

berusaha terdengar tegas. Kenyataannya, Lu Han memang berusaha melakukan itu. Meski ia sendiri

tidak menemukan alasan mengapa ia harus bersusah payah melakukannya.

“Kau sendiri belum menjawab pertanyaanku.”

Noel mendengus pelan mendengar pertanyaan balik dari Lu Han. Ia akhirnya menggedikkan bahu

dan menjawab dengan santai. “Yaah, perasaanku saja yang berkata begitu. Coba kau pikir, aku dan

Page 11: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

gadis itu sudah beberapa kali bertemu dalam peristiwa tak terduga, kan? Seperti sekumpulan adegan

dalam drama, bisa jadi dia adalah kiriman yang Tuhan berikan untukku. Hanya saja aku tidak pernah

menyadari itu sebelumnya.”

Satu alis Lu Han terangkat menatap Noel yang kini menyunggingkan senyum teramat lebar

dihadapannya. “Dan sekarang kau baru sadar?”

Noel membalas tatapan Lu Han yang tampak mulai serius. Iapun merasa tertarik untuk bersikap

serupa, melemparkan cara pandang yang sama dan memberikan keyakinan pada Lu Han agar

sahabatnya itu percaya akan kata-kata yang telah ia ucapkan. Tetapi rupanya Noel tak mampu

menahan diri untuk tertawa. Alhasil, Lu Han menimpuk kepala temannya itu dengan buku yang

sebelumnya ia ambil dari Communicator Book, membuat Noel mengaduh dan langsung

memelototinya.

“Kau sedang mengerjaiku, ya?” Meski wajahnya kesal, nada suara Lu Han masih terkesan datar.

Noel mengelus-ngelus bagian kepala dibawah topinya yang terasa sakit, sambil memperlihatkan

ekspressi ingin memakan Lu Han hidup-hidup atau lebih enak menjadikannya sate bakar terlebih

dahulu.

“Habis.. wajahmu seperti orang yang sedang menonton horror movie begitu, sih! Tegaaaang~

AWW! YAA! Kenapa kau pukul aku lagi?!!” rutuk Noel, geram karena Lu Han mendaratkan

timpukan buku untuk kesekian kali dikepalanya.

“Sebenarnya kau serius atau tidak, sih, menyukai gadis itu?”

Mata Noel membelo secepat kilat. Telunjuk tangan kanannya menunjuk hidungnya sendiri.

“Siapa? Aku? YANG BENAR SAJA?! MANA MUNGKIN AKU SUKA PADA GADIS GALAK

SEPERTINYA?! Bisa-bisa setiap pacaran, dia meninjuku sampai babak belur! Kalau ketampananku

hilang bagaimana masa depanku, haaah? Lagipula tadi itu aku hanya bercanda. Aku tidak

Page 12: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

mengenalnya. Kau juga tidak, kan? Kenapa harus serius sekali, sih? Kau tahu, wajahmu seperti tikus

yang ekornya terjepit! Mengerikan sekal—AWW!”

Seolah tak perduli pada pelototan Noel, Lu Han mengambil alih untuk bicara. “Daripada sibuk

mencari kekasih, lebih baik fokus saja pada pekerjaanmu. Kuharap kau tidak lupa waktu kita hanya

tinggal dua minggu lagi di sini.”

“Aku tahu.” Tanggap Noel terlalu cepat, sedikit merasa kesal karena Lu Han mengalihkan

pembicaraan tentang hal penting yang berurusan dengan pekerjaan mereka. Ia berdiri. Sementara Lu

Han mulai membuka-buka buku di tangannya, Noel berjalan menuju sebuah tirai dalam ruangan yang

menutupi jendela besar nan tinggi di dekat meja kerja Lu Han. Satu tangannya menyingkap sebagian

kain tirai. Pandangannya memandang lurus ke depan. Dari lantai lima belas di mana ia berada

sekarang, kota Paris terlihat begitu jelas dengan berbagai gedung pencakar langit dan jalanan raya

yang luas. Meskipun sebagian besar memiliki pemandangan kota yang sama dengan New York, entah

mengapa Noel bisa merasa perbedaan yang besar dari negara kunjungannya sekarang. Dan setelah

sederetan gedung-gedung, retina mata Noel kini menangkap bentuk salah satu bangunan kebanggaan

kota Perancis, Menara Eifell, yang menjulang tinggi di pusat kota. Cassino Davocha memang hanya

berkisar setengah kilometer dari area wilayah di mana Menara itu berada. Jika ingin menuju ke sana

dari perusahaan ini, hanya butuh lima belas menit untuk Noel berjalan kaki.

“Aku juga ingin segera balik ke New York, Han. Walau Paris menawarkan banyak pesona indah,

tapi aku sendiri tidak mengerti kenapa tetap saja aku merasa ini bukan tugas kantor yang

menyenangkan.” Noel mendesah lemah usai menyelesaikan kalimatnya sendiri.

Satu tangan Lu Han yang hendak membuka lembaran buku, terhenti. Keningnya mengerut untuk

kesekian kali. Namun, ia tidak membalikkan tubuh hanya untuk menatap Noel. Ia lebih memilih untuk

bersandar di kursi putar miliknya yang empuk dan membaca bukunya lagi. “Kau tidak melakukan

sesuatu yang salah, kan, Noel?” tanya Lu Han santai, meski ia sadar terdapat keraguan dalam

kalimatnya sendiri.

Page 13: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

Noel menunduk. “Kuharap tidak.” Jawabnya pelan, membuat Lu Han merasa sikap ceria pria itu

baru saja hilang diterbangkan oleh angin yang mungkin lewat disekitar mereka. Sesaat hening karena

Lu Han tak berniat menanggapi ucapan Noel lagi. Ia tahu bahwa sahabatnya itu butuh waktu

menyendiri dengan pikirannya sendiri. Entah masalah apa yang tengah Noel hadapi hingga ia berkata

menghabiskan waktu di Paris bukan sesuatu yang akan membuatnya senang—sementara dulu Noel

yang paling bersemangat untuk berangkat ke Paris—, yang jelas Lu Han tidak akan pernah memaksa

sahabatnya untuk menceritakan masalahnya sampai pria itu yang ingin bercerita sendiri.

Sementara itu, Noel masih menunduk dengan rentetan pertanyaan dalam pikiran yang belum bisa

terjawab olehnya. Ia tidak tahu ada apa dengan dirinya hari itu. Semenjak pertemuannya dengan si

gadis galak tempo hari, satu rasa bersalah selalu mengganggu hari-harinya selama di Paris. Jujur,

sejak kecil Noel memang suka mengisengi makhluk bernama perempuan. Tapi pria berumur 24 tahun

itu masih cukup tahu malu bila melakukan kesalahan seperti yang pernah dilakukannya terhadap gadis

galak tersebut. Mencium, dengan kondisi tubuh yang mabuk pula? Apa-apaan itu?! Harusnya saat

berkesempatan bertemu lagi kemarin, Noel meminta maaf. Tapi mengapa gadis itu buru-buru berlalu

pergi? Sekarang dimana lagi Noel dapat bertemu dengannya untuk sekedar mengucapkan kata

penyesalan? Mana mungkin Noel menggeledah seluruh pelosok Paris!

“Ah, ngomong-ngomong Lu Han. Bagaimana persiapan acaramu?” tiba-tiba Noel berbalik dan

berbicara lagi, kali ini bermaksud mengubah pembicaraan ke arah yang dianggapnya dapat

mendatangkan tema baik untuk pertemuannya dengan Lu Han kali ini. Disibukkan oleh pekerjaan

masing-masing, membuat kedua pria itu telalu lama tidak bertemu dan berkumpul untuk

membicarakan sesuatu yang lain diluar masalah perusahaan selama beberapa bulan terakhir. Sekarang

saat keduanya ditugaskan bersama, Noel rasa ia dan Lu Han memang harus membicarakan sesuatu

yang lebih seru dan tidak menegangkan agar dapat merilekskan tubuh. Sesuatu seperti.. percintaan?

Karena Lu Han cukup lama tidak menjawab, satu alis Noel terangkat bingung. Ia tidak sabar

menunggu ucapan dari seseorang yang pernah satu kampus dengannya di Stanzka University itu.

Tepat saat Noel akan membuka mulut bermaksud memanggil Lu Han kembali, sahabatnya yang

Page 14: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

sudah enam bulan terakhir diberi kepercayaan sebagai Wakil Pres-Dir di Cassino Davocha itu lebih

dulu bersuara, menyampaikan satu kalimat yang membuat Noel yakin bahwa pria itu memang sedang

tidak ingin diganggu.

“Keluargaku pasti sudah mengatur semuanya dengan baik.” Kata Lu Han sebelum kembali

membalik halaman selanjutnya dari buku yang sedang ia baca. Alis Noel terangkat satu, menatap Lu

Han seksama sebelum pandangannya beralih pada buku di tangan pria itu. Kedua tangannya masuk

dalam saku celana sementara tubuh tingginya bersandar pada pinggir jendela. “Kau terlalu sering

membaca novel itu. Punya sejarah khususkah?”

Lu Han tak menjawab, membuat Noel tersenyum pada akhirnya dan kembali memandang keluar

jendela. “Sepertinya ucapanku benar.”

_______

“HATCHIII! Hrrps~ HATCHII! Haduh.. duh.. duuh.. HATCHIIIII! Hrrps!”

“Sudah kubilang, kan, jangan jalan-jalan sampai malam! Hujan di Paris itu beda dengan hujan di

Seoul. Kalau sudah memasuki akhir tahun seperti ini, meski punya 4 musim yang sama, tapi tingkat

suhu yang disebabkan hujan di sini lebih tinggi 2 kali lipat dari suhu hujan di Korea. Kau, sih, tidak

percaya kata-kataku. Rasakan sendiri akibatnya. Sakit, kan, sekarang?!”

Young Mi berhenti mengucek hidungnya sendiri yang telah memerah sejak satu jam lalu

semenjak ia terbangun dari tidurnya, dan memilih untuk menatap Fleuretta yang duduk di kursi

pinggir ranjang kamarnya saat ini. Sepupunya itu masih setia memeraskan air hangat dalam wadah

kecil di atas nakas pada sebuah kain putih basah di kedua tangannya, sementara Young Mi sendiri

duduk di pinggir ranjang berhadapan dengan Fleuretta. Bibir Young Mi mengerucut ketika Fleuretta

mulai menempelkan dan mengusap kain basah itu ke dahinya, hal yang kesekian kali ia lakukan untuk

menurunkan demam yang menyerang sekujur tubuh Young Mi sekarang. Young Mi kesal, menyadari

sepupunya masih betah mengomel, membuatnya sebal. Rasa pegal di tubuhnya sekaligus sedikit gatal

di bagian tenggorokannya masih belum sepenuhnya pulih, eh.. sekarang telinganya bisa saja masuk

Page 15: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

Unit Gawat Darurat lantara pusing mendengar omelan sepanjang kereta gantung yang keluar dari

mulut Fleuretta, sepupu cerewetnya. Dan semua itu menyudutkan Young Mi. Baiklah, Young Mi akui

ia memang salah. Setelah pertemuan mengejutkan dengan sesosok makhluk yang wajah dan namanya

sangat mirip dengan Lu Han, Young Mi buru-buru pergi karena takut kekakuannya akan ketahuan.

Kekakuan yang terjadi jika ia memang bertemu dengan Lu Han yang asli. Mantan suaminya, garis

bawahi itu.

Tapi jika pria kemarin itu bukan mantan suaminya, bagaimana bisa wajah, perawakan, nama dan

marganya juga sama? Lagipula jika pria itu memang Lu Han, mengapa ia bersikap seolah-olah tidak

mengenal Young Mi? Pria itu tidak terkejut. Tidak tercengang. Sama sekali tidak menunjukkan sikap

seperti yang Young Mi tunjukkan padanya saat itu. Reaksi mereka sungguh berbanding terbalik. Pria

itu berwajah sedatar triplek sementara Young Mi memasang gawang bola dari mulutnya yang terbuka

lebar—Tidak hanya lalat bahkan kucingpun bisa saja terserap masuk kedalam kerongkongannya.

Tetapi jika dia memang benar Lu Han, mungkinkah ketidak menarikannya bertemu Young Mi karena

malu mengakui Young Mi sebagai mantan intrinya? Atau jangan-jangan.. dia lupa ingatan?

“JANGAN MELAMUN!” Young Mi meringis pelan karena Fleuretta baru saja menimpuk keras

dahinya dengan kain basah. Ditatapnya Fleuretta garang. “Apa yang kau lakukan?! Sakit tau!”

“Biarin! Sekarang sudah percaya, kan, kata-kataku? Berjalan dicuaca ekstrem begini sangat sulit.

Masih mau pergi sendirian lagi, huh?!”

Young Mi memutar bola mata. “Oh Fleuuu, kumohon.. sampai kapan kau mau mengomeliku?

Lagipula apa kau sudah berubah haluan kerja menjadi bagian badan meteorologi cuaca? Atau jangan-

jangan sekretaris pribadi pawang hujan?sepertinya, kau tahu semuanya dengan jelas dan rinci. Semua

omelanmu membuatku pusiiing, tahu tidak? Menyebalkan.”

“Kau yang menyebalkan!”

Young Mi merengut. Terlebih karena Fleuretta baru saja menjetikkan jari tangan ke dahinya.

“Kenapa aku?” tanya Youngmi dengan memasang tampang tak bersalah.

Page 16: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

“Memangnya kemarin kau kemana saja, sih, sampai tidak sadar hujan turun?” Seakan tak

menanggapi pertanyaan yang melontarkan kekesalan Young Mi, Fleuretta bertanya hal lain.

“Aku, kan, sudah bilang. Aku terlalu asyik jalan-jalan jadi lupa waktu.”

“Dan nyasar?”

Young Mi mendesah pelan sebelum menggembungkan pipinya. “Sedikit.” Katanya kemudian.

Kali ini entah mengapa ia menyesali kedekatannya dengan sepupunya itu, karena tampaknya ia tak

dapat berbohong apapun pada gadis itu.

“Kalau begitu kenapa tidak menelfonku?”

“Aku lupa..”

“Kau lupa atau sengaja tidak ingin mengganggu acaraku dan Riche?”

Young Mi terdiam. Apa yang baru ditanyakan Fleuretta, memang itulah yang menjadi alasan

utama mengapa ia tidak menghubungi Fleuretta dan meminta bantuan untuk menjemputnya. Ia paling

tidak suka membuat dirinya menjadi satu masalah yang mengacaukan acara kencan orang lain, lebih-

lebih acara sepupu kesayangannya sendiri.

Young Mi tahu jelas, waktu Fleuretta untuk sekedar bertemu dengan Riche tidak begitu banyak

karena kesibukan pekerjaan diantara keduanya. Feuretta yang sibuk dengan sekolah dance

bentukannya sendiri— yang telah memiliki nama besar diantara sekumpulan sekolah dance di Paris

—, sementara Riche terlalu banyak menghabiskan waktu di Kielhz Deau Partz’s Hotel yang menjadi

pusat kantor dimana ia berperan sebaagai presiden direktur utama mengganti ayahnya disana. Namun

selain alasan itu, Young Mi juga tidak ingin bertemu dengan siapapun dulu setelah peristiwa

bertemunya ia dengan seseorang yang bernama dan berwajah persis seperti Lu Han kemarin. Entah

mengapa ketika itu ia merasa bahwa dirinya butuh waktu menyendiri. Seperti berusaha membersihkan

otaknya dari halusinasi. Mungkin saja ia salah mendengar apa yang diucapkan si pria jahat atau salah

melihat wajah temannya pria jahat itu. Bisa jadi, kan, telinganya konslet mendadak.

Page 17: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

“Maafkan aku..”

Mendengar jawaban Young Mi yang kini menundukkan kepalanya itu membuat Fleuretta

mendesah lemah. “Sudahlah..” katanya pelan, menggedikkan bahu. Ia menatap Young Mi dengan

wajah memohon. “Tapi tolong katakan padaku dengan jujur, Young.. apa ada sesuatu yang

membuatmu gelisah? Sejak pulang semalam kau terus-terusan di kamar dan terlihat tidak semangat.

Ada apa, sih? Tidak bisakah kau menceritakannya padaku?”

Young Mi terdiam, memandang Fleuretta yang kini menatapnya lekat-lekat, dengan tatapan

sangsi. Keraguan menyelimutinya untuk menceritakan semua peritiwa yang terjadi kemarin.

Kalaupun harus berkata jujur, ia benar-benar tidak tahu apa kata yang harus dimulainya untuk

menjawab pertanyaan Fleuretta agar gadis itu yakin dengan perkataannya. Memberitahu langsung

tanpa basa-basi bahwa Young Mi baru saja bertemu dengan seseorang yang begitu mirip dengan

orang yang pernah mempengaruhi kehidupan cinta Young Mi? Apa Fleuretta akan percaya? Atau

sebaliknya, gadis itu malah berfikir sama seperti apa yang Young Mi pikirkan saat ini. Bahwa

pertemuan itu hanya sebatas ‘halusinasi’ pikiran kosongnya belaka.

“Young..” Young Mi menggigit bibirnya saat dirasa tangannya digenggam kuat oleh Fleuretta.

“Ada apa? Ayo ceritakan padaku. Siapa tau aku dapat membantumu.”

Ada kesedihan dihati Fleuretta saat melihat mata Young Mi yang kini menitikkan setetas air mata

ketika gadis itu mulai mengangkat wajahnya dan menatap Fleuretta selama beberapa detik tanpa

suara. Young Mi tersenyum samar. Lalu menggeleng lemah.

“Hey.. ada apa, sih?” Fleuretta bertanya sekali lagi dengan suara yang lebih lembut.

Young Mi masih tersenyum, kini lebih lebar. Dan entah mengapa Fleuretta dapat merasakan

kejanggalan dalam kata-kata yang dikeluarkan bibir gadis itu setelahnya. “Bukan sesuatu yang

penting, kok. Aku hanya sedih karena sebentar lagi sepupuku akan segera menikah.”

Kening Fleuretta mengerut seketika. “Maksudmu?”

Page 18: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

Young Mi memiringkan kepalannya dan memasang tampang pura-pura berfikir keras. “Yah..

kalau kau sudah menikah dengan Riche nanti, aku pasti tidak dapat menjahilimu lagi, kan. Tahu

kenapa? Karena kau akan mulai selalu dilindungi olehnya. Tidak seru, kan?”

Fleurretta melotot menatap Young Mi. Lalu satu jitakan ringan didaratkannya lagi ke kepala

Young Mi, membuat gadis berambut sepunggung itu mengaduh kesakitan. “Ya! Kenapa

memukulku?”

“Dasar bodoh!” Kening Young Mi mengerut mendengar cacian kecil Fleuretta. Ia sedikit heran

melihat ekspressi sedih yang tergaris diwajah gadis yang kini menatapinya dengan kesal. “Kenapa aku

bodoh?” tanya Young Mi, tidak mengerti.

“Tentu saja kau bodoh. Sangat bodoh. Kau hampir membuatku mati cemas, kau tau? Dasar

bodoh!”

Young Mi ternganga melihat Fleurretta bergeleng-geleng sambil bicara dengan suara keras.

“Kukira kau kenapa-kenapa, Young! Karena kalau sampai sesuatu yang buruk terjadi padamu lagi,

aku merasa sangat bersalah. Aku sudah sangat menyesal dengan peristiwa ulang tahun tempo hari..

karena keegoisanku yang memaksamu pergi kau jadi terluka, kan. Padahal, aku sudah berjanji pada

bibi dan Young Ra untuk membuatmu merasa jauh lebih baik selama kau di Paris. Tapi aku malah..

malah..” Fleuretta merasa tidak mampu melanjutkan ucapannya, karena itu ia memilih untuk

menundukkan kepala dalam-dalam sambil membekap mulut dengan tangan kanannya yang bebas. Ia

harap Young Mi tidak melihat matanya yang kini berair. “Maafkan aku..” lanjutnya parau, sedikit

teredam oleh tutupan tangannya.

Young Mi tertegun. Dia sungguh tidak menyangka bahwa gadis itu sangat berusaha menjaga

perasaannya. Satu kebiasaan lama Fleuretta sejak mereka bersahabat sejak kecil.

Tiga puluh detik berlalu dalam kediaman. Fleuretta mengembalikan kain basah yang sejak tadi

berada di tangannya ke dalam mangkuk air hangat. Terkadang sedikit isakan terdengar dari bibirnya.

Walau ia sudah berusaha untuk berhenti tetap saja ia yakin Young Mi dapat mendengar.

Page 19: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

“Sudahlah,” ujar Young Mi pelan, memulai percakapan kembali diantara ia dan sepupunya.

Fleuretta menoleh. Young Mi menatap mata Fleuretta yang telah berubah sendu dan meneruskan

ucapannya, “Lebih baik segera kembali ke kamarmu, hmm? Kau pasti lelah seharian kencan dengan

Riche, kan?”

“Aku tidak apa-apa.. sungguh. “ sambung Young Mi saat dilihatnya keraguan dimanik mata

coklat milik Fleuretta. “Lagipula jika sesuatu memang terjadi padaku, kau tidak perlu khawatir. Aku,

kan, sudah pernah bilang.. sekarang aku ini gadis kuat. Jackie Chan saja kalah dariku.”

Fleuretta tidak dapat menahan tawa ringannya mendengar penuturan Young Mi. Ia menarik nafas

dalam sebelum bangkit dari duduknya di kursi. Lalu menatap Young Mi lagi. “Aku tau kau mungkin

benar-benar tidak apa-apa. Tapi aku bukan anak kecil lagi yang bisa semudah itu percaya bahwa kau

lebih kuat dari Jackie-Oppa. Jalan saja kau masih suka tersandung, kan.. ” cibirnya.

Young Mi terkikik. “Itu kebiasaan alam yang tak bisa kuhindari, Fleu.”

Fleuretta tersenyum mendengar pembelaan diri sepupunya, lalu menghela nafas cukup keras.

“Baiklah. Aku kembali ke kamarku, ya. Tapi, ingat! Segera tidur! Jangan kebanyakan berkhayal jika

Lu Han tiba-tiba hadir di depanmu karena aku yakin kau langsung demam tingkat akut jika

mengangankan hal itu, ok?!”

Young Mi membelalak. Matanya tak berkedip hingga Fleuretta melambaikan tangan dari balik

pintu dan telah benar-benar keluar meninggalkan kamarnya. Young Mi meringis pelan, ia bersyukur

tidak jadi bercerita pada Fleuretta tentang pertemuannya dengan seseorang berwajah mirip Lu Han di

hari itu.. jika tidak, mungkin Fleuretta hanya akan sekedar menganggap dirinya sedang berangan-

angan, berhalusinasi, seperti kata gadis itu barusan.

Oh, Tuhan.. Young Mi sungguh tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Bertemu dengan Lu Han

seharusnya menjadi satu hal yang membahagiakan, kan. Tetapi mengapa kali ini ulu hatinya justru

merasa sakit? Menerima kemungkinan bahwa pria kemarin sore tidak mengingatnya sama sekali—

Page 20: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

jika pria itu benar-benar Xi Lu Han—terasa sungguh menyakitkan. Lu Han yang selama ini ia tunggu.

Lu Han yang selama ini diam-diam mencuri masuk dalam setiap ingatan dan mimpinya.

Well, Cha Young Mi mungkin tidak benar-benar sekuat Jackie Chan dalam hal membela diri

menggunakan gerak tubuh. Tapi, paling tidak.. untuk kali ini ia mengakui dirinya lebih kuat dan harus

memang lebih kuat dalam hal ‘melenyapkan perasaan’. Perasaan yang merujuk bahwa apa yang

terjadi pada dirinya kemarin.. benar-benar sebuah‘halusinasi’ terparah yang pernah ia rasakan dalam

hidupnya. Ia tidak pernah bertemu pria itu. Tidak sama sekali. Kalaupun itu terlihat ‘nyata’,

seharusnya itu hanyalah sekedar mimpi yang sudah wajib dihilangkan dari benaknya.

_______

Kicauan burung menjadi sambutan pertama ketika Young Mi membuka mata. Dinaikkan

tubuhnya yang semula terbaring agar duduk diatas ranjang kamar tamu yang ditiduri olehnya selama

berlibur di kediaman paman Cha Yeong Guk. Sinar kuning yang menembus langsung dari jendela

terbuka disebelah selatan posisi ranjang, menerpa penglihatan Young Mi hingga gadis itu terpaksa

menyipitkan mata. ‘Ah, pasti Bibi Emily yang melakukannya.’ Pikir Young Mi. Wanita yang hanya

lebih muda beberapa tahun dari ibu Young Mi itu terbiasa membukakan jendela disetiap ruangan

rumah keluarga mereka yang besar pada pagi dan sore hari. Termasuk di kamar Fleuretta dan Young

Mi—meski kedua gadis itu belum terbangun dari tidur masing-masing. Dan seperti biasa pula, Bibi

Emily akan selalu membereskan apapun yang terlihat berantakan. Benar-benar wanita berkepribadian

ibu, kan? Berbanding terbalik dari Fleuretta yang sejak kecil lebih suka melakukan kegiatan ‘pria’

bersama ayahnya.

Setelah merasa cahaya yang masuk ke dalam matanya cukup untuk membuatnya dapat melihat

dengan jelas, Young Mi menolehkan wajah untuk melirik jam kecil di atas nakas sebelah kanan

ranjang.

Pukul 06.30, masih bisa dikatakan pagi tapi mengapa pada jam seawal ini sudah terdengar suara

berisik dari lantai bawah? Kening Young Mi berkerut merasa telinganya kembali mendengar suara

Page 21: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

teriakan Fleuretta dari bawah. Ada suara lain yang tak dikenal oleh Young Mi, namun karena terlalu

banyak dan terdengar tumpang tindih membuat Young Mi tak ingin memaksa otaknya untuk berfikir

lebih keras. Cukup sudah rasa pusing menderanya sejak dua hari kemarin. Hari ini ia ingin kembali

normal, benar-benar normal pada keadaan tubuh maupun hatinya seperti saat pertama kali ia berada di

Paris.

Dengan mata yang masih mengerjap-ngerjap dan mulut menguap sesekali, gadis tinggi itu turun

dari ranjang dan bergegas meraih handuk dari besi jemuran kecil yang terletak di depan kamar mandi

dalam kamarnya. Disampirkannya kain berbulu berwarna biru tua itu di bahu kiri, lalu dengan

langkah lunglai yang dipaksakan berjalan ia membuka knop pintu ruang kecil tersebut. Semoga air

dapat mendinginkan pikiran dan jiwanya!

_______

“KYAAAA!~”

“Hey? Kenapa berteriak?!”

“Aku masih tidak menyangka kau tiba-tiba datang. But, from the all... AKU SENANG SEKALI

KAU PULAAANG! Oh ya ampun, ini seperti mimpi! Kalau ingatanku masih baik, baru semalam kau

bilang ditelfon akan pulang minggu depan, kan.”

“Anggap saja ini surprise Untukmu.”

“That’s right! Dan kau sukses membuat surprise itu! Well, How are you, Shannelle?”

“So fine! Dan aku juga sangaaaat merindukanmu, Nona Fleu..”

“Ck, sapaan yang lama tak kudengar langsung darimu. Kau tidak menanyakan kabarku?”

Fleuretta melihat gadis berambut pirang sebahu yang memiliki mata bulat dengan manik mata

hijau bening dan kini berdiri dihadapannya itu tersenyum setelah mendengar pertanyaan darinya.

Page 22: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

“Kurasa tidak perlu. Karena selama di USA, Kak Riche sudah terlalu sering menceritakan segala

hal tentangmu, Fleurretta. Perubahan apapun yang terjadi pada calon istrinya ini setiap hari, selalu ia

laporkan padaku, seolah-olah aku ini anggota badan pemerintah yang harus mendata penduduk

negaranya tiap saat. Ouch! Itu sangat memusingkan!”

Fleuretta tertawa ringan. Lalu mengacak-acak rambut gadis didepannya yang pernah menjadi

teman sekamarnya ketika di asrama sekolah khusus perempuan dulu. Tapi semenjak kelulusan lima

tahun yang lalu, Shannelle yang sejak kecil sudah tertarik pada bidang desain otomotif itu

melanjutkan kuliahnya di Los Angeles, salah satu kota besar di bagian selatan USA.

“Wuah, wuah.. tampaknya baru bertemu adik dan calon kakak iparnya sudah saling melepas

rindu, nih?” Shannelle meringis pelan saat lehernya diapit lengan seorang pria yang tiba-tiba muncul

didekat mereka. Dengan kesal ia menjauhkan tangan itu setelah sebelumnya sempat memukul bahu si

empu tangan, membuat pria tersebut mengaduh pelan lalu mencubit pipinya karena gemas.

Tak ingin membalas, gadis itu kembali berbicara, “Tentu. Ada banyak hal yang ingin sekali

kuceritakan pada Fleu, kak.” Terangnya, menatap Fleuretta sembari tersenyum kesekian kali. Begitu

pula yang dilakukan Fleuretta. Jelas saja, berpisah lebih daripada dua tahun membuat Fleuretta sangat

merindukan salah satu sahabat terbaiknya itu.

“Oh, ya? Memangnya apa yang sedang kalian bicarakan? Boleh aku tahu?”

Shannelle bergeleng secepat mungkin. Mematahkah semangat yang semula timbul dalam diri

kakak kandungnya yang berdiri disebelah dirinya. “Tentu saja tidak, Riche. Ini pembicaraan

perempuan yang tidak boleh mencampur adukkan pendapat laki-laki. Kecuali jika kau memang ingin

menjadi perempuan, aku dan Fleu tidak akan masalah membeberkan segala obrolan kami padamu..”

“Oh, ayolah Shan.. jangan setega itu pada kakakmu yang tampan ini, uh?” Shannelle menggigit

lengan Riche yang kembali melingkari lehernya. Mengeluarkan teriakan Riche lagi dan karena kesal

pria itu mengacak-acak poni boop Shan yang tadinya terlihat sangat rapi kini menjadi berantakan.

Page 23: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

“Riche Vincens! Kutelan kau!” cetus Shannelle geram. “Aku yang akan menelanmu duluan, dead

Barb!”

“KYAAA~~ SUDAH KUKATAKAN JANGAN MEMANGGILKU DENGAN SEBUTAN ITU

LAGI, BODOOOOH!!!”

Fleuretta tersenyum lebar melihat kelakuan dua kakak-beradik itu. Seingatnya sampai saat

terakhir kali ia melihat kedua orang itu bertemu, mereka selalu tidak pernah akur. Meski begitu

Fleuretta tahu jelas bahwa Riche sangat menyayangi adik perempuan keduanya itu. Walau sikap

Riche selama ini justru terkesan sering menjahili atau sedikit protective. Tentu saja, siapa yang tidak

bangga memiliki adik kandung seperti Shannelle Aubree Vincens, seorang mantan Abelle Stare di

sekolahnya dulu—nb: julukan untuk gadis terfavorite di sekolah. Juga gadis baik hati yang selalu

ceria dan telah memiliki banyak prestasi cemerlang diusia mudanya.

“Aduuh, duh, duh.. hentik—Oh! HEY, YOUNG!” mengabaikan pukulan dan cakaran Shannelle,

tiba-tiba Riche mengarahkan pandangan ke atas sambil melambaikan satu tangannya yang bebas dari

cengkraman Shannelle. Sapaan Riche itu membuat Shannelle, dan Fleuretta khususnya, menoleh ke

arah yang sama dengan arah lambai Riche.

“Kau sudah bangun, Young?!” Fleuretta tersenyum sumringah ketika melihat kehadiran Young

Mi yang telah berdiri di anak tangga ke empat dari lantai di mana mereka bertiga berada saat ini.

Cha Young Mi mengangguk kecil, lalu pandangannya kembali menatap ragu pada gadis di

sebelah kiri Riche yang juga kini memandangnya sambil tersenyum sopan.

“Kemarilah!” Ujar Fleuretta lagi, namun kali ini lebih merujuk pada sebuah perintah yang

akhirnya membuat Young Mi menurunkan langkahnya kembali dan berjalan mendekati ketiga orang

yang berada di ruang tengah itu. Sebenarnya ada beberapa orang lagi disana, dan sebagian besar dari

mereka telihat sibuk melakukan pekerjaan yang Young Mi kira dilakukan untuk persiapan pesta

pernikahan Riche dan Fleuretta nanti. Ada yang terlihat sedang membawa beberapa buket bunga besar

dari teras depan menuju ke dalam rumah, mengatur peralatan-peralatan makan-minum, ada pula yang

Page 24: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

terlihat menggunting serangkaian pita warna-warni atau bunga mawar kertas untuk dijadikan kertas

pita panjang yang akan menjadi hiasan dekorasi ruangan nanti, atau ada pula yang tengah

membersihkan sebagian perabotan pajangan pesta.

“Hai Riche..” sapa Young Mi setelah ia berdiri di sebelah kanan Fleuretta yang kini menggandeng

lengan kirinya. Riche tersenyum membalas. “Bagaimana keadaanmu?” tanyanya tiba-tiba. Mata

Young Mi sedikit membulat dan tanpa perlu menunggu tiga detik ia sudah menoleh pada Fleuretta

yang kini malah tersenyum kepadanya. “Aku hanya bilang kau kehujanan. Tapi tidak mengatakan

kalau kau nyasar.” Ujar sepupunya itu pelan, disertai sekilas cengiran kecil.

“Kau nyasar juga, Young?!” Riche bertanya lagi. Nada terkejut dalam pengucapannya membuat

Young Mi melototi Fleuretta yang hanya dapat cengegesan sambil mengacungkan jari telunjuk dan

tengahnya di hadapan Young Mi.

Young Mi mendesah—dalam hati pasrah memiliki sepupu seperti Fleuretta—, dan kembali

menatap Riche sebelum.. ia mengerutkan kening. O-ow, ia lupa pada sosok disamping Riche. Dan

kenapa pria itu menggandeng bahunya? Mereka terlihat akrab. Kenalan Riche? Temannya?

Pikiran Young Mi yang mencoba menebak-nebak siapa sosok di samping Riche itu terbuyarkan

oleh suara gadis itu sendiri. Kening Young Mi semakin mengerut menyadari dehaman barusan. Gadis

asing berambut pirang itu menyikut lengan Riche sebelum akhirnya mengeluarkan suara, yang lebih

tepat ditujukan kepada Fleuretta dan Riche. “Tidak bermaksud melupakanku untuk dikenalkan, kan?”

Young Mi menelengkan kepala saat mendengar tawa ringan Fleuretta. Ia melihat sepupu

perempuannya itu menepuk kening lalu menjawab pertanyaan dari gadis yang belum Young Mi

ketahui namanya itu dengan sikap ceria, seolah-olah sudah begitu akrab mengenal gadis asing

tersebut.

“I’m sorry, I forget to introduce you to my cousin.. Well, Shan.. she’s Young Mi, sepupuku yang

paliiiiing cantik dan polos tapi sayangnya, kadang-kadang bodoh.”

Page 25: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

Tawa Riche dan Shannelle meledak. Sementara Fleuretta menyunggingkan senyum lebar tatkala

mendapatkan tatapan Young Mi yang seolah ingin meremas dirinya menjadi bola kertas dan

membuang benda itu jauh-jauh ke lautan terdekat.

“She’s from Seoul..” sambung Riche menjelaskan, membuat Shannelle mengangguk-angguk

paham. Senyum yang tak juga hilang dari bibirnya ia berikan kepada Young Mi yang kini mulai

tersenyum kaku menatapnya.

“Seouth Korean? Wait.. wait.. ah, aku ingat sekarang! Sepupumu yang sering kau ceritakan saat

kita sekolah dulu, kan, Fleu? Sepupumu yang sudah menikah itu, kan?”

Keheningan melanda keempat orang di ruang tengah itu selama beberapa detik. Sampai bunyi

ketukan tangan Riche di kening Shannelle membuat Young Mi dan Fleuretta tersentak dan segera

menatap kedua orang di hadapan mereka itu bergantian.

“Tidak sopan.” Gumam Riche memelototi adiknya.

“Lho? Kok, tidak sopan, sih? Aku, kan, bic—ummp!” Shannelle tidak dapat melanjutkan

perkataannya karena Riche mengunci mulutnya dengan tangan pria itu yang lebih besar dankuat dari

tangannya sendiri yang kini berusaha menarik tangan Riche. Shannelle melotot dan memberontak

minta dilepaskan.

“Maafkan adikku Young.. maaf, ya.” Pinta Riche cepat tanpa melepaskan tangannya.

Young Mi mengerutkan kening, setelah sebelumnya merasa heran bercampur geli saat menatap

kedua orang itu bergantian. “Adikmu? Jadi dia adikmu, Riche?”

Riche mengangguk pelan, lalu menunduk. Young Mi bisa merasa bahwa pria itu sedang merasa

bersalah padanya.

“Dia adik kandung Riche, adik perempuan keduanya sekaligus anak terakhir dalam keluarga

Vincens. Dan dia juga sahabatku dari sejak sekolah dulu, Young.” Fleuretta mengambil alih bicara,

Page 26: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

seakan ingin menjelaskan keterangan mengenai gadis berambut pirang yang memiliki manik mata

berwarna sama dengan Riche itu. Dan warna manik tersebut, entah kenapa Young Mi suka

melihatnya. Dari sejak pertama kali ia mencuri pandang ke lantai bawah beberapa saat lalu dan

melihat keberadaan gadis itu, dua kata yang sudah bisa disimpulkan Young Mi melihat

penampilannya. Sangat cantik.

Untuk sejenak Young Mi masih belum bereaksi dan ia bisa melihat keheranan terpancar jelas

dimata adik kandung Riche. Namun, tawa renyahnya yang ia dengarkan tiba-tiba mengundang tanda

tanya dalam ekspressi wajah ketiga orang yang kini bersama dengannya. . “Tidak apa-apa, kok..” kata

Young Mi pada akhirnya dengan sebuah senyuman tulus menatap Shannelle.

“Tunggu, tunggu. Ini ada apa, sih? Aku, kok, masih tidak mengerti?” Shannelle bertanya bingung.

Keheranannya semakin menjadi ketika Young Mi menyodorkan tangan kanannya pada gadis itu,

“Hai, aku Cha Young Mi. Aku sepupu Fleuretta. Senang bertemu denganmu!”

Sesaat Shannelle terdiam. Lebih tepat jika dikatakan, ia terpaku. Dengan mulut yang sedikit

terbuka dia menatap Young Mi yang masih tampak enggan melepas senyum kepadanya dengan

tangan terjulur.

“Shan,” panggil Riche, menepuk bahu Shannelle pelan. “Kau kenap—“

“Ya Tuhaaaan, manis sekaliiii~~! Aku suka, aku suka!” Tak dapat menahan diri, Shannelle

meloncat-loncat di tempat. Lalu satu alis Young Mi terangkat cepat. Hampir saja ia menjerit kaget

ketika Shannelle tiba-tiba menarik tubuhnya dan.. memeluknya?

“HEY, SHANNELLE AUBREE! APA-APAAN KAU, HAAH?!!” teriak Riche karena melihat

sikap tidak sopan adiknya kepada sepupu dari calon istrinya sendiri, ia juga bertambah kesal karena

ucapannya di potong oleh teriakan histeris adiknya barusan.

Fleuretta memandangi peristiwa yang menurutnya ‘aneh tapi cukup mengesankan’, di depannya

itu. Seperti dulu, Shannelle tidak berubah. Ketika melihat sesuatu yang menarik perhatiannya atau

Page 27: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

tepatnya sesuatu yang ia suka, Shannelle akan melakukan hal apapun untuk mendapatkannya dan

tidak akan malu jika ia harus melakukan sesuatu yang ‘tidak masuk akal’ agar bisa meraih apa yang

diinginkan atau mengutarakan apa yang ingin harinya katakan. Seperti kali ini, mungkin hal yang baru

saja terjadi pada sepupunya adalah salah satu contoh kecil dari sikap Shannelle. Eits! Tapi bukan

berarti Shannelle pecinta sesama jenis, ya! Oh, ya ampun, ada kalanya Fleuretta tidak habis fikir bisa

bersahabat dengan Shannelle. Selama lima tahun lebih pula.

Young Mi akhirnya bisa bernafas dengan lega setelah Shannelle melepas pelukan dari tubuhnya.

Tidak lama kelegaan itu berlangsung karena matanya kembali membelalak tatkala Shanelle menekan

kedua pipinya, memaksanya untuk melihat ekspressi bahagia diwajah Shannelle. “Kau tahu? Setiap

kali Fleuretta bercerita tentangmu dulu aku ingiiiin sekali bisa bertemu denganmu, Nona Cha Young..

young..”

“Young Mi.” Bantu Young Mi tanpa sadar.

“That’s name! Nona Cha Young Mi!” ucap Shannelle tegas, masih dengan wajahnya yang

terlukiskan senyum lebar.

“Tapi, ngomong-ngomong..“ Young Mi memiringkan kepalanya—tentu setelah tangan Shannelle

terlepas dari anggota tubuhnya— “Mengapa kau ingin bertemu denganku?”

“Dan kenapa kau mengatakan bahwa kau menyukainya, Shan? Kau tidak tahu kalau Young Mi itu

sangat polos. Dia bisa salah sangka. Lagipula sudah berapa kali kukatakan sejak dulu, bahkan aku

selalu memperingatimu setiap hari, kan. Jangan pernah melakukan kepribadian aneh itu lagiiiii, dead

baaaaaarb!!” Riche menekan setiap kalimat yang ia ucapkan. Tangannya mengepal dengan mulut

terkatup rapat, telihat menggeram menatap Shannelle yang malah membalas tatapannya dengan raut

wajah tak bersalah.

“Kau saja tidak berubah dalam memanggilku, Riche.. dan satu lagi, aku tidak sepucat boneka mati

kau tahu?!” Shannelle membela diri, menjulurkan lidah pada Riche hingga membuat Young Mi dan

Fleuretta tertawa kecil melihat tingkah kakak beradik itu. Shannelle mengembalikan pandangannya

Page 28: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

pada Young Mi sebelum mengangkat bahu dan berkata, “Well, Cha Young Mi. I’m Shannelle Aubree

Vincens. Adik kandung dari pria jelek bernama Riche ini sekaligus sahabat Fleu, sepupumu. Sejak aku

dan Fleu sekolah dulu, aku sudah sering mendengar tentangmu darinya, lho. Kau tau? Aku suka sekali

dengan type wajahmu saat Fleu memperlihatkan foto-foto kalian dulu! Benar-benar Asiatis, kau pasti

campuran korea dan daerah-daerah timur dimanalah itu. Ya kan, ya kan, ya kaaan?”

“Bagaimana kau tau selengkap itu?” Young Mi bertanya heran.

“Aku yang ceritakan.” timpal Fleuretta, membuat Shannelle menyengir karena sumber

pengetahuannya telah ketahuan. “So, once more I tell that I like your’r face so much, Cha Young,

meskipun namamu lumayan susah sih. Dan yang paling penting.. kupikir wajahmu alamiah, it’s

natural, isn’t right?”

Perlahan, Young Mi tersenyum. “Thanks. And I’m glad to meet you, Shannelle!”

“So am I! By the way, kau bisa memanggilku Shan, kalau kau mau. Bukankah sebentar lagi kita

akan menjadi saudara?”

Young Mi tertegun. Agak aneh rasanya menyadari Riche yang selalu terlihat dewasa dari sudut

pandang Young Mi, memiliki adik yang berkepribadian balik dari pria itu. Shannelle lebih terlihat

ceria dan mudah bergaul dengan orang lain, mungkin sekalipun orang itu tak dikenalnya.

Selama beberapa detik Young Mi menatap Fleuretta dan Riche bergantian. Pasangan itu hanya

menyunggingkan senyum, seakan memperlihatkan kesenangan karena kini, bertambah lagi

kekerabatan yang terjalin diantara keluarga kedua orang yang akan segera melaksanakan pernikahan

dalam beberapa hari kedepan itu. Setelahnya, Young Mi menatap Shannelle lagi yang terlihat tidak

sabar menunggu jawaban darinya. “Kau juga bisa memanggilku Young, Shan.” Katanya tersenyum

sambil mengangguk.

_______

Page 29: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

Young Mi bersyukur dari sejak pagi tadi ia mulai tersenyum lebih banyak, seperti kali ini. Melihat

Riche dan Fleuretta yang tengah bermain siram-menyiram air di taman belakang membuat suasana

hatinya terasa damai. Dan ini untuk yang kedua kali di pagi itu. Yang pertama adalah saat dimana

Young Mi menyadari bahwa ia mulai mengenal dan tampaknya akan lebih mudah akrab dengan salah

satu dari bagian keluarga calon sepupu iparnya.

Young Mi menghela napas, telinganya bahkan tidak mendengar suara dari mulutnya saking

dikeluarkan begitu pelan. Kornea dari mata sipitnya bisa melihat bekas hembusan napasnya sendiri,

menyamari bening kaca dari permukaan gelas berisi air hangat yang baru saja diambilnya dari dapur.

Gadis yang kini berdiri di pondasi ruang santai yang tersambung dengan dapur, itu, tersenyum.

Sungguh, kebahagian Fleuretta adalah kebahagiaannya juga. Melihat senyum lebar dan tawa lepas

gadis itu setidaknya mampu menghilangkan sebagian besar beban perasaan yang terjadi pada Young

Mi belakangan ini. Hm, beban? Oh ya ampuun, Young Mi menjauhkan gelas tadi dari hadapan

wajahnya, keningnya mengerut cepat dan giginya menggertak. Ia kesal! Kenapa tiba-tiba dia jadi

ingat peristiwa kemarin sore, sih?! Tuh kaaan, setelah ini pasti bad mood-nya datang lagi deh

“Dasar pasangan anak kecil.”

Young Mi nyaris melempar gelas di tangannya saat mendengar bisikan barusan, kalau saja ia

tidak segera memberitahu otaknya—yang tumben pintar : seperti kata Fleuretta— untuk memberi

perintah pada saraf motorik agar tidak melakukan hal tersebut dan menimbulkan kecelakaan bagi anak

orang. Hufft

“Shannelle?” gumam Young Mi dengan wajah terkejut, mendapati Shannelle yang juga

memegang gelas berisi apple lime ice itu menoleh menatapnya. “Kenapa kaget begitu? Apa suaraku

seperti hantu?” tanyanya seraya menyengir

“Tidak. Tapi kurasa lebih mirip bisikan roh halus.” Ujar Young Mi, setelah lebih dulu mengatur

nafasnya agar kembali normal. Shannelle tertawa ringan. “Ternyata benar kata Riche, kau terlihat

Page 30: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

sangat polos. Tapi juga benar kata Fleu, sih.. kadang kala manusia polos itu pandai mengatur sindiran

dalam ucapannya.”

Berganti Young Mi yang kini tertawa, masam, meski dalam hati merutuki sepupu perempuannya.

‘Memang kapan sipendek jelek itu berkata seperti itu tentangku? Sepertinya Fleuretta benar-benar

minta digantung di Menara Eifeel.’

“Ngomong-ngomong, tadi kau bilang apa? Aku tidak dengar jelas karena suaramu membuatku

kaget duluan.”

Shannelle tertawa ringan. “Maaf ya.. aku hanya mengatakan bahwa Riche dan Fleu itu seperti

pasangan anak kecil. Tadi Riche bilang ia hanya ingin membantu Fleu menyiram bunga. Tapi lihat

sekarang, mereka seperti dua orang yang sudah merasa seakan berada di surga. Hanya ada keduanya,

dengan sekumpulan bunga-bunga taman yang indah dan wangi. Dan kita, hanya dianggap seperti

kupu-kupu asing yang berterbangan di sekitar mereka. Aneh, kan?”

Young Mi tergelak memegangi perut sebelum kembali menatap Shannelle, mengangkat bahunya.

“Mungkin kita harus maklum. Dua orang yang saling mencintai memang seperti itu, kan.”

“Aku belum menikah dan belum mau segera menikah, jadi wajar jika aku tidak mengetahui

perasaan seperti itu.” Shannelle diam beberapa detik. Lalu menoleh menatap Young Mi kembali

sambil menyunggingkan seulas senyum usil. “Kau pasti selalu merasakannya pada suamimu, kan?”

Shannelle tidak mengerti akan reaksi Young Mi. Untuk kesekian kali ia melihat sepupu Fleuretta

itu tertegun dan tampak tak bisa berbicara setiap kali Shannelle menyangkuti hal mengenai

pernikahannya dengan seorang lelaki yang Shannele sendiri belum pernah kenal. Jangankan dirinya,

Riche yang sudah lebih dulu akrab pada Young Mi belum pernah bertemu dan melihat suami gadis itu

secara langsung, mengingat ketika pernikahan Riche tidak dapat menemani Fleuretta untuk hadir

dalam pesta yang diadakan di Seoul kira-kira beberapa tahun lalu.

Page 31: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

“Umm, apakah aku salah bicara... lagi?” merasa sangat heran, Shannelle bertanya dengan hati-

hati. Sungguh, ia takut bila sampai menyinggung perasaan Young Mi. Bukankah keduanya baru saja

berkenalan?

Young Mi menggeleng pelan. “Tidak. Hanya saja.. mungkin kau belum mendengar sepenuhnya

cerita tentangku dari Fleuretta.”

“Maksudmu?”

Senyuman Young Mi berubah tipis. Kesal, dia kesal mengapa hari ini ia harus diingatkan lagi

tentang Lu Han. Apakah dia tidak bisa satu hari saja tanpa memikirkan pria sombong yang tidak

pernah menemuinya saat ia—mungkin—kembali ke Korea?

“Aku memang sudah pernah menikah. Tapi kami telah bercerai sejak satu tahun lalu.” Sebisa

mungkin, Young Mi mengatur nada suaranya agar terdengar biasa. Santai seperti seseorang yang

tengah berbagi cerita dengan sahabat. Meski ia tak dapat berbohong, bahwa ada satu rasa nyeri yang

merangsek batinnya saat ia mencoba meredam kesedihan yang perlahan hinggap. Kenapa selalu

seperti ini? Keadaan seolah memaksanya untuk memberi tahu seluruh dunia tentang perpisahan yang

pernah terjadi pada rumah tangganya dan Lu Han.

Perlahan, Young Mi menelengkan kepalanya untuk menatap Shannelle. Tepat seperti dugaannya,

gadis yang hampir sejajar tinggi dengan dirinya itu memandangnya dengan mata terbelalak. Satu

tangannya menutup mulut, seakan sedang menahan jeritan. Beberapa detik berlalu dan gadis itu mulai

menemukan suaranya kembali, “Ya.. ya ampun.. maafkan aku. Sung.. sungguh! Aku tidak tahu kalau

kalian.. a.. aku minta maaf, Young.”

“Tidak perlu minta maaf.” Ucap Young Mi tersenyum tulus, kali ini ia terlihat lebih mampu

mengontrol diri. Ia menarik napas, entah mengapa dibalik rasa sedih yang sebelumnya datang

terbersit kelegaan dihatinya. Ternyata ucapan Fleuretta dulu ada benarnya, permasalahan yang bahkan

membuat kita merasa sampai ingin mengakhiri hidup-pun akan terasa jauh lebih ringan, menguap

keluar, setelah kita menceritakannya pada orang lain. “Tidak ada yang salah, kok. Siapapun yang

Page 32: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

tidak mengetahui kenyataan rumah tanggaku pasti akan bertanya hal yang sama sepertimu. Aku sudah

terlalu sering mendengarnya, jadi.. sudah cukup terbiasalah.” Lanjut Young Mi lagi.

“Tetap saja aku pasti menyinggungmu.”

“Tidak, kok..”

“Kalau begitu apa kau mau memaafkanku?” Young Mi terpaku, mendapati kesedihan di manik

mata gadis yang kini berdiri di sampingnya itu. “Shan.. aku sudah katakan kalau tak ada yang—“

“Tolong maafkan aku. Aku mohon, Young..”

Young Mi terdiam beberapa detik sebelum akhirnya menjawab sambil mengangguk-anggukkan

kepalanya kecil. “Baiklah. Tapi tolong berhenti membicarakan tentang pernikahanku, ya.”

Shannelle mengangguk cepat seperti anak kecil yang langsung menyetujui tawaran ice cream dari

ibunya. Sementara Young Mi tidak kuasa menahan senyum ketika melihat ekspressi wajah gadis itu

yang berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Wajah usil itu berubah menjadi rasa

bersalah.

“Ya ampun, Shan. Baru saja lima belas menit yang lalu kau sangat ceria. Come on! Don’t be said

again! Lebih baik sekarang kita berganti topik. How about you tell me about you?”

“About me? Like?”

“Whatever!” Young Mi mengangkat bahu dengan cepat sambil tersenyum, dan kemudian

memiringkan kepalanya. “Well, aku tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya. Riche hanya pernah

memperkenalku pada adik perempuannya yang pertama saat pertemuan keluarga tempo hari di rumah

kalian. Maaf, kupikir mereka hanya berdua..”

“Ooh, Anabelle maksudmu. Pantas saja Anabelle pernah bercerita padaku bahwa ia sempat

bertemu dengan gadis korea. Haha, ternyata dirimu.. oh, satu lagi. Anabelle juga mengakui kalau kau

cantik, lho~”

Page 33: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

“Oh ya?” Young Mi tersenyum. “Terima kasih. Sepertinya kalian adalah keluarga yang suka

memuji, ya.” Canda Young Mi dengan ekspressi sumringah. Tepat seperti yang Fleuretta katakan

padanya, Shanelle orang yang sangat cepat bersahabat. Mendadak, Young Mi merasa masa-masa

dirinya berlibur di Paris akan lebih menarik. Apalagi dapat menabah satu teman baru yang terlihat

cukup mengasyikkan.

“Mm,” Shannelle mengangguk tegas. Lalu tersenyum jahil menatap Young Mi. “Sampai-sampai

Riche juga pernah memuji dirimu meski dengan tambahan ‘Fleuretta-ku lebih cantik’ di akhir setiap

perkataannya. Wkwkw..”

Young Mi tidak dapat menahan tawanya ketika melhat bagaimana senangnya ekspressi yang

ditunjukkan oleh Shannelle yang kini terkikik geli, dia memandang ke arah taman di mana Fleuretta

dan Riche masih berada di sana dan saat ini sibuk membereskan slang air untuk meletakkannya ke

tempat semula.

“Lalu, kenapa kau tidak ada di rumahmu saat aku datang ke sana dan hanya bertemu Riche serta

Anabelle? Kau sedang keluar, ya?”

“Tidak.”

Young Mi mengerutkan kening.

“Aku memang tidak berada di Paris selama lima tahun terakhir, sih.”

“Oh, ya?” Young Mi menatap Shanelle cukup kaget. “Memangnya kau di mana? Kerja di luar

kota? Atau luar negeri?”

“Hanya melanjutkan kuliah di Los Angeles. Tahun lalu baru lulus dan delapan bulan sebelum ini

aku diterima kerja di perusahaan New York. Salah satu perusahaan impianku. Jadi sampai sekarang

aku tinggal di sana, deh.”

Page 34: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

“Oh, begitu ya..” gumam Young Mi, mengangguk-angguk paham. Kemudian keningnya

mengerut lagi, memikirkan sesuatu yang mendadak muncul di benaknya.

“Hmm.. jadi, apa lagi yang bisa kuceritakan? Tanyakan saja, aku akan menjawab semuanya

sebagai permintaan maafku.” Shannelle masih bicara dengan semangat sebelum ia menoleh menatap

Young Mi kembali .Satu alisnya terangkat tinggi mendapati reaksi yang terlihat jelas di wajah Young

Mi. Gadis itu tertegun.

“Ada apa?” suara Shannelle yang bertanya menyentakkan Young Mi, buru-buru ia mengalihkan

pandangan ke arah lain. Satu-satunya objek yang bisa ia lihat sebagai alasan mengalihkan pandangan

dari Shannelle hanyalah Riche dan Fleuretta, tapi kedua orang itu sudah tidak berada ditempat yang

sama. ‘Hey.. kemana mereka?’ pikir Young Mi. Ia mendesis sebal, dalam hati bertanya-tanya hari

apa hari ini? Sejak pertama kali bertemu.. semua yang dibicarakan Shannelle selalu mengingatkannya

pada mantan suaminya yang juga menetap di negara yang sama dengan lokasi kerja gadis itu. Grr~

ada apa dengan dirinya hari iniii?!

Tanpa Young Mi sadari kepalanya sudah bergeleng-geleng kuat dengan mata terpejam,

bermaksud hendak mengenyahkan segala memorial tentang Lu Han namun tepukan pada bahu kirinya

membuatnya terperanjat kaget hingga mundur kebelakang. Shannelle menunduk, mensejajarkan

wajahnya dengan wajah Young Mi yang masih tampak terkejut. “Kau kenapa lagi, Young?” tanyanya.

Mulut Young Mi terbuka, ingin menjawab tapi merasa sulit menemukan kata-kata. Kenapa gadis

itu suka sekali mengagetkannya? Akhirnya ia menutup mulutnya sebelum berkata apa-apa. Melihat

Young Mi yang mendadak tegang, membuat Shannelle memutar bola matanya dan menegakkan tubuh

kembali. Lalu gadis itu berkata dengan tegas, “Tampaknya kau butuh waktu menenangkan diri.”

“Sepertinya begitu.” Gumam Young Mi, merasa satu titik bagian dikepalanya sedikit pusing.

“Ok.” Shannelle menggedikkan bahu. “So, how about if we go to kitchen together now? Aku

pikir Bibi Emily butuh bantuan kita untuk membuat makan siang.”

Page 35: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

“Kupikir juga begitu.”

“Ok! Come on!” Shannelle baru berjalan dua langkah mendahului Young Mi sebelum ia berbalik

lagi karena panggilan gadis itu. “Why?” tanyanya setelah kembali menghadap dan menatap Young Mi

dengan satu alis terangkat.

“Boleh aku tahu.. apa yang bisa kau deskripsikan tentang New York?” Young Mi sadar Shannelle

merasa heran dengan pertanyaan darinya. Terlihat jelas dari kening gadis itu yang kini berkerut,

alisnya yang mulai terangkat lagi lalu kepalanya yang sengaja ia miringkan, seolah mencoba berfikir.

Hingga kemudian,” Bukan kota yang begitu menyenangkan. Memang, sih, mewah dan terkenal.

Karena sama seperti kebanyakan negara maju lainnya, New York juga salah satu kota terkenal dengan

hiruk pikuk kekayaan dunia-nya. Tapi kurasa.. saking menjadi kota tersibuk, orang-orang yang tinggal

di dalamnya pun akan tidak mengenal waktu. Tidak akan sempatlah mengingat sesuatu seperti..

seperti.. apa, ya?.. Ah, mungkin kenangan. Karena aku juga merasa begitu. Di sana aku bisa lupa

banyak kenangan pahit bersama mantan-mantan pacarku dulu. Apalagi kenangan kelam yang sudah

seharusnya dilupakan, itu wajib dilenyapkan dari pikiran. Karena memang tidak akan ada waktu

sedikitpun untuk memikirkan hal-hal seperti itu. Apa kau juga berpikir sama sepertiku, Young?”

Young Mi tertegun tidak seberapa lama karena setelah lima detik ia menarik ujung bibirnya untuk

tersenyum. Bagaimanapun ia tidak ingin membuat Shannelle semakin heran dengan sikapnya. Sebisa

mungkin dia menguatkan hatinya yang merasa ingin menangis saat itu, untuk tersenyum lebar pada

Shannelle yang masih berdiri menunggu jawabannya di depan. “Ya, kau benar.. sepertinya..” ‘Meski

kuharap tidak!’ batin Young Mi menjerit. Dan sebelum Young Mi benar-benar menjatuhkan air mata

yang dapat dipastikan akan segera menjadi genangan di kedua pipi jika ia melakukannya sekarang,

cepat-cepat Young Mi menyambung ucapan sambil menatap Shannelle dengan ceria. “Ayo kita ke

dapur sekarang!”

“Baiklah!” Shannelle mengangguk setuju lalu dengan cepat ia mendekati Young Mi dan

menggandengnya untuk berjalan bersama layaknya sepasang teman baru yang sudah menjadi sahabat

karib. Kedua gadis itu saling tersenyum saat beranjak meninggalkan ruang santai, hingga ketika akan

Page 36: Web viewPria berjaket putih dengan topi berwarna senada itu melangkah masuk kedalam lift. Setelah menekan tombol lantai yang ingin dikunjungi, ia menyempatkan diri

berbelok di lorong rumah yang tersambung dengan dapur di sebelah selatan, langkah keduanya

terhenti karena sebuah suara nyaring yang berasal dari saku dress milik Shannelle berbunyi. Young

Mi hanya diam memperhatikan saat gadis di sebelahnya itu kini mengeluarkan ponsel dari dalam

sakunya sendiri dan tampak terkejut selama beberapa saat ketika melihat layar dari benda kecil di

tangannya itu. “Hm, Young.. kau tidak keberatan jika aku menyusul ke dapur nanti?” Shannelle

bertanya sambil memasang tampang memohon dan memelas seraya mengapit ponselnya d ikedua

tangan dengan erat-erat. Tingkahnya itu mau tak mau membuat Young Mi terkikik geli. “Baiklah,”

jawab Young Mi akhirnya.

Young Mi menyempatkan diri untuk tersenyum jahil pada Shannelle —entah mengapa batinnya

mengatakan bahwa panggilan itu adalah panggilan penting dari seseorang yang spesial bagi Shannelle

hingga gadis itu butuh waktu untuk sendiri dalam menjawab panggilan tersebut—sebelum berlalu

pergi meninggalkan Shannelle seorang diri di tempatnya.

Sepeninggal Young Mi, ekspressi memohon secepat kilat menghilang dari wajah Shannelle,

berganti dengan bibirnya yang perlahan-lahan tersenyum lebar saat mendekatkan ponsel ke telinga

kanan. Tanpa sadar, tangan kirinya yang bebas meremas ujung dress kuat-kuat dan ia menggigit bibir

bawahnya beberapa saat. Kegugupan menyerangnya seketika, mengharuskannya bersandar di tembok

dinding agar menahan keinginannya untuk berjalan mondar-mandir di daerah itu saking gugup hingga

bisa saja menubruk siapapun yang mungkin akan lewat di lorong itu. Shannelle menarik napas dalam-

dalam sebisa mungkin tanpa suara, lalu memejamkan kedua matanya singkat sebelum berkata, “Oh,

Lu Han? Ada apa?”

= To Be Continued =