Upload
lenhu
View
238
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PERAN PEMERINTAH DAERAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM MEMFASILITASI DAN MEMPERKUAT KINERJA PENYIDIK
PEGAWAI NEGRI SIPIL (PPNS)(STUDI KASUS PENYIDIK PEGAWAI NEGRI SIPIL (PPNS) SATUAN
POLISI PAMONG PRAJA KOTA TANJUNGPINANG)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Syarat UntukMemperoleh Gelar Sarjana Bidang Ilmu Pemerintahan
Oleh :
MARDIANANIM.110565201071
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2015
1
Peran Pemerintah Daerah Kota Tanjungpinang Dalam Memfasilitasi dan Memperkuat Kinerja Pegawai Negri Sipil (PPNS) (Studi Kasus Penyidik Pegawai Negri Sipil Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpinang
Oleh
Mardiana
ABSTRAK
Satuan Polisi Pamong Praja adalah Penegak Peraturan Daerah. Dengan telah dikeluarkannya Perda Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penyidik Pegawai Negri Sipil pada tahun 2014 namun hingga saat ini kinerja Penyidik Pegawai Negeri Sipil masih nihil, fenomena ini dapat dilihat bahwa dalam peindakan terhadap pelanggaran peraturan daerah Penyidik hanya sebatas melakukan pembinaan dan belum ketingkat pemberian sanksi. Disinilah perlunya peran Pemerintah Daerah dalam memfasilitasi dan memperkuat kinerja Penyidi Pegawai Negri Sipil Kususnya di Lingkungan Kerja Satpol PP Kota Tanjungpinang.
Penelitian ini mengunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Adapun konsep tioritis yang digunakan yautu menurut Van Meter dan Van Horn menawarkan suatu model dasar yakni enam variabel yang membentuk ikatan antara kebijakan dan kinerja, Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, Sumber Daya,,Komunikasi antar Organisasi dan Aktifitas pelaksanaan, Karakteristik Agen Pelaksana,Sikap atau Kecenderungan para Pelaksana dan Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkup satuan polisi pamong praja di Kota Tanjungpinang belum dapat menindak pelanggaran peraturan daerah yang terjadi dikarenakan belum adanya peraturan walikota terhadap teknis pelaksana, belum adanya Sekretariat, masih minimnya jumlah aparatur. Peran Pemerintah Kota Tanjungpinang terhadap peningkatan kinerja Penyidik Pegawai Negri Sipil di lingkup Satpol PP Kota Tanjungpinang yakni, akan segera membentuk Sekretariat Penyidik Pegawai Negri Sipil dan menerbitkan Peraturan Wali kota untuk teknis kinerja dan koordinasi Penyidik Pegawai Negri Sipil dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penindakan pelanggaran Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang. Upaya lain yang dilakukan berupa pemberian pendidikan dan peningkatan jumlah dan pendidikan bagi anggota Penyidik Pegawai Negri Sipil dilingkup Satpol PP Kota Tanjungpinang kedepannya.
Kata Kunci : Peran, Kinerja, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
2
Role of Local Government Tanjungpinang Facilitating and Strengthening Civil Affairs Officer Performance ( investigators ) (Case Study Investigators
Civil Affairs Officer Civil Service Police Unit Tanjungpinang
By : Mardiana
ABSTRACT
Civil Service Police Unit is Enforcers Regional Regulation . With the issuance of law No. 12 of 2012 on the Civil Servant Investigators Negeri in 2014 but until now the performance of Civil Servant Investigators still zero , this phenomenon can be seen that in action against violations of local regulations Investigator was limited to conduct training and yet the level of sanctions . Where the need for the role of Local Government in facilitating and strengthening the performance of Investigators Civil Affairs Officer in the Work Environment in particular municipal police Tanjungpinang
This research uses descriptive qualitative research methods . Informen determination is done by using sampling purposof ie sampling technique with a certain consideration . The concept tioritis used yautu according to Van Meter and Van Horn offers a basic model of the six variables that form the bond between policy and performance , Measures basic and policy objectives , Resources ,, Communication between the organization and activity implementation , Characteristics Agent Executing , attitude or inclination of the executor and Environment Economic, Social , and Political .
The results showed that the performance of Civil Servant in the scope of the civil service police unit in Tanjungpinang have not been able to crack down on violations of local regulations that occurs due to the lack of technical regulations for implementing the mayor , not the Secretariat , are still inadequate number of personnel . Role of Tanjungpinang City Government to the improved performance Investigators Civil Affairs Officer in the scope of the municipal police Tanjungpinang , will soon form a Civil Affairs Officer Investigator Secretariat and issued the mayor for technical performance and coordination Investigators Civil Affairs Officer in carrying out its duties and functions as an infringement action Regulation Tanjungpinang City area . Other efforts were made for the provision of education and increase the number and education for members of Civil Affairs Officer Investigator The scope Tanjungpinang future municipal police .
Keywords : Role , Performance, Civil Servant Investigators
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah era reformasi Otonomi Daerah pun berkembang di Indonesia.
Banyak Kota atau daerah yang tadinya tidak diperhitungkan dan dipandang sebelah
mata, diberi kesempatan untuk menjadi kota mandiri. Undang-Undang Nomor 05
Tahun 2001 tentang Otonomi Daerah memang membuat banyak perubahan.
Masing-masing kota yang merasa memenuhi kriteria, mengajukan diri menjadi
Daerah Otonomi. Tentu tidak semua permintaan daerah dipenuhi. Hanya yang
memenuhi syarat dan disahkan oleh pemerintah, kemudian Kota tersebut berhak
mengelola sendiri pembangunan daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah
(PAD)-nya. Kota tersebut terpacu untuk mengekspos potensi alam atau memacu
sumber daya masyarakat untuk “bersaing” dengan kota-kota yang sudah lebih
maju sebelumnya. Ada yang berhasil, tapi ada juga kota yang masih disubsidi oleh
Provinsi atau Pemerintah pusat.
Kota Tanjungpinang merupakan salah satu kota yang beruntung menjadi
Kota mandiri. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2001 Tanggal 21
Juni 2001, Tanjungpinang pun menjadi Kota Otonom, yang diresmikan pada
tanggal 17 Oktober 2001, dan tidak lagi di bawah Kabupaten Kepulauan Riau.
Pemerintahannya berjalan efektif sejak 16 Januari 2002. Kemudian, tahun 2004,
Provinsi Kepulauan Riau terbentuk dan Tanjungpinang menjadi Ibu Kotanya.
4
Setelah diresmikannya kota Tanjungpinang sebagai Daerah Otonom,
pemerintah kota Tanjungpinang berusaha menyusun Perencanaan tahapan - tahapan
pembangunan, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik. Dalam rangka
penyelenggaraan Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, serta
didorong dengan adanya kebutuhan masyarakat yang perlu dituangkan dalam
bentuk kebijakan daerah, maka pemerintah membuat suatu produk hukum yang
disebut sebagai Peraturan Daerah (PERDA) yang merupakan sebagian dari tuntutan
peraturan perundang-undangan guna menyelengarakan pemerintah daerah dan
sekaligus guna mewujudkan pelayanan terhadap publik.
Agar penyelenggaraan pemerintah daerah dapat berjalan dengan baik, maka
Peraturan Daerah sebagai Produk Hukum Daerah harus dilaksanakan dan
ditegakkan secara konsekuen yang dilaksanakan oleh aparatur penegak hukum
yang professional, jujur, berwibawa, dan bermartabat. Dalam hal ini, Satuan Polisi
Pamong Praja sebagai penegak Perda, sesuai dengan Peraturan Mentri Dalam Negri
Nomor 54 tahun 2011 tentang Setandar Oprasional Prosedur (SOP) dari Satuan
Polisi Pamong Praja , Diberikan wewenang untuk menertibkan bagi mereka yang
melakukan pelanggaran Peraturan Daerah.
Peraturan Daerah menjadi sangat penting karena harus memperhatikan betul
kebutuhan dan perkembangan yang ada di daerah yang bersangkutan, artinya
dengan diterbitkannya Peraturan Daerah jangan sampai mengakibatkan
terganggunya kerukunan antara warga masyarakat, terganggunya pelayanan umum
dan ketentraman atau ketertiban umum serta menimbulkan kebijakan yang bersikap
diskriminatif.
5
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pembentukan Peraturan
Daerah bertujuan untuk :
1) Peraturan Daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan;
2) Peraturan Daerah dibentuk merupakan penjabaran lebih lanjut dari perundang-
undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing
daerah;
3) Peraturan Daerah yang dibentuk dilarang bertentangan dengan kepentingn
hukum dan /atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Sampai saat ini terdapat 129 Peraturan Daerah yang ada di Kota
Tanjungpinang, dengan berbagai maksud yang berbeda - beda dan kebijakan yang
berbeda pula, tentuya dengan satu tujuan yang sama yaitu untuk dapat mewujudkan
visi dan misi Kota Tanjungpinang. Namun didalam pengimplementasian dari
Peraturan Daerah tersebut tentunya masih terdapat pelanggaran - pelanggaran yang
dilakukan oleh masyarakat. Terdapat 18 ( Delapan Belas) Peraturan Daerah yang
berada dibawah/dapat ditangani oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Tanjungpinang. Seperti yang terdapat pada tabel dibawah ini :
Tabel I.I
Peraturan Daerah yang dapat ditangani Oleh Satpol PP (PPNS) Kota Tanjungpinang
No Perda Tentang1. No 08 Tahun 2005 K3 Kota Tanjungpinang2. No 09 Tahun 2005 Penataan dan pembinaan pergudangan3. No 06 Tahun 2008 Pemberian Usaha Pariwisata Kota
Tanjungpinag4. No 10 Tahun 2008 Urusan Pemerintah yang menjadi kewenangan
6
Pemerintah Kota Tanjungpinang5. No 14 Tahun 2009 Sistem Pengelolaan Sampah Kota
Tanjungpinanag6. No 07 Tahun 2010 Bangunan Gedung7. No 09 Tahun 2010 Sitem Pengelolaan Kepurbakalaan,
Kesejarahan dan Museum8. No 09 Tahun 2010 Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Kota
Tanjungpinang9. No 02 Tahun 2011 Pajak Daerah Kota Tanjungpinang10. No 09 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan Kota Tanjungpinang11. No 05 Tahun 2012 Retribusi Jasa Umum Kota Tanjungpinang12. No 06 Tahun 2012 Retribusi Jasa Usaha Kota Tanjungpinang13. No 07 Tahun 2012 Retribusi Perizinan Tertentu Kota
Tanjungpinang14. No 11 Tahun 2012 SOTK Satpol PP Kota Tanjungpinang15. No 12 Tahun 2012 PPNS Kota Tanjungpinang16. No 01 Tahun 2013 Pencegahan Dan Perdagangan Orang di Kota
Tanjungpinang17. No 02 Tahun 2013 Izin Penimbunan Lahan di Kota
Tanjungpinang18. No 03 Tahun 2013 Penyelenggaraan Perizinan di Kota
TanjungpinangSumber : Katalog Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Tahun 2014
Berdasarkan Tabel I.I diatas menunjukkan bahwa jumlah Peraturan Daerah
Kota Tanjungpinang yang dapat ditangani dan diselidiki oleh Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Tanjungpinang dan Penyidik Pegawai Negri Sipil Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Tanjungpinang yaitu sebanyak 18 (Delapan Belas) Peraturan Daerah
Kota Tanjungpinang.
Upaya yang dilakukan pembuat Undang-Undang dalam mengantisipasi dan
menanggulangi pelanggaran - pelanggaran yang cenderung meningkat baik secara
kuantitas maupun kualitas adalah menyusun peraturan perundang-undangan yang
memberikan kewenangan pada institusi lain di luar Polri, untuk terlibat dalam
proses penyidikan. Harapannya, proses penyidikan dapat diperiksa dan diselesaikan
7
secara cepat, tepat dan bermuara pada terungkapnya suatu peristiwa tindak pidana.
Adapun institusi sipil yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan suatu
kasus pidana adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Untuk menegakkan
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud diatas, keberadaan dan peranan Penyidik
Pegawai Negri Sipil sangat penting bagi penyidikan atas pelanggaran Peraturan
Daerah agar tahapan penindakan dalam sebuah pelanggaran Peraturan Daerah
dapat berjalan sesuai aturan yang ada.
Dalam Perumusan Ketentuan Pidana dalam suatu Peraturan Daerah tentu
tidak terlepas dengan perumusan ketentuan penyidikan. Kewenangan penyidikan
terhadap pelanggaran Peraturan Daerah inilah selanjutnya menjadi tugas dari
Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS), Khusunya Penyidik Pegawai Negri Sipil
()PPNS didaerah. Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang menjelaskan “Penyidik Pegawai Negri Sipil adalah pejabat Pegawai
Negri Sipil tertentu yang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan ditunjuk
selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak
pidana dalam lingkungan Undang-undnag yang menjadi dasar hukumnya masing-
masing”.
Peraturan perundangan yang dimaksud tugas dan fungsi dari Lembaga
terkait. Sebagai contoh Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) dilingkungan Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpinang diatur oleh Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang Nomor 12 tahun 2012 tentang Penyidik Pegawai Negri Sipil
(PPNS).
8
Selama ini masyarakat tentunya mengetahui bahwa penegakan hukum di
Indonesia dilaksanakan oleh aparat Lembaga Penegakan Hukum, seperti
penyidikan Polri. Namun, perlu kita ketahui juga bahwa Pegawai Negri Sipil (PNS)
yang telah ditunjuk sebagai Penyidik dengan jabatan Penyidik Pegawai Negri Sipil
(PPNS) juga memiliki hak untuk melakukan pemberkasan, penyidikan, bahkan
hak-hak seperti penggeledahan, penyitaan, dan penangkapan.
Sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) Undang-undang nomor 12
tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, disebutkan
bahwa Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam
Undang-undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota. Perumusan ketentuan pidana tersebut diatur berhubungan dengan
pelanggaran yang akan ditimbulkan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.
Berbagai Peraturan Daerah yang idealnya mampu merubah suatu
pemerintahan daerah menjadi lebih baik, justru sebaliknya. Masih terdapat
pelanggaran - pelanggaran yang terjadi terkait dengan ketertiban, kebersihan, dan
keindahan Kota. Diantaranya, yaitu : Penimbunan, Penggalian Bauksit, Perizinan,
Rumah Liar, Pedagang Kaki Lima, Tindak Asusila, Administrasi Kependudukan
dan lain sebagainya. (Data Satpol PP kota TPI, tahun 2014)
Dalam memproses atau menindak pelanggaran terhadap Peraturan Daerah
tersebut, tidak terlepas dari tugas pokok dan fungsi dari Instansi terkait penegak
Peraturan Daerah, yaitu Satuan Polisi Pamong Praja yang telah diamanatkan dalam
Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 54 Tahun 2011 tentang Setandar Oprasional
9
Prosedur (SOP) dari Satuan Polisi Pamong Praja. Namun, dalam memaksimalkan
tujuan dari Peraturan Daerah tersebut pemerintah daerah membentuk Peraturan
Daerah nomor 12 tahun 2012 sebagai lanjutan dari Kemendagri No.6 tahun 2003,
yang mengatur tentang Penyidik dari pelanggaran Perda, yaitu Penyidik Pegawai
Negri Sipil (PPNS).
Didalam menjalankan tugasnya, sesuai yang diamanatkan dalam
Kemendagri Nomor 6 dan Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 12 tahun
2012, bahwa Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) daerah berkedudukan dibawah
dan bertanggungjawab secara langsung kepada Kepala Daerah dan mempunyai
tugas melakukan penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah, Penyidik Pegawai
Negri Sipil (PPNS) memiliki wewenang diantaranya :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak
pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah;
b. Melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan ditempat kejadian;
c. Menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. Melakukan penyitaan benda atau surat;
e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) sesuai dengan bidang tugasnya juga
mempunyai kewajiban diantaranya sebagai berikut :
a. Melakukan Penyidikan
b. Menyerahkan hasil penyidikan
10
c. Membuat Berita Acara
d. Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada Kepala Daerah
Dari 18 (Delapan Belas) Peraturan Daerah yang dapat ditangani oleh Satuan Polisi
Pamong Praja, yang selama ini baru ditangani oleh Satpol PP Kota Tanjungpinang
yaitu:
Tabel 1.2Pelanggaran Perda yang Baru ditangani Satpol PP Kota Tanjungpinang
No Pelanggaran Perdan yang dilanggar1. Berjualan ditrotoar Perda No 08 Tahun 2005 (Perda K3)2. Penertiban Pedagang Kaki Lima Perda No 08 Tahun 2005 (Perda K3)3. Penimbunan Perda No 08 Tahun 2005 (Perda K3)4. Penertiban KTP Perda no 9 Tahun 2011
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan
Sumber: Data Satpol PP Kota Tanjungpinang Tahun 2015
Berdasarkan Tabel I.2 diatas menunjukkan bahwa baru 2 (dua) pelanggaran
Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang yang ditangani oleh Satuan Polisi Pamong
Praja dan Penyidik Pegawai Negri Sipil Kota Tanjungpinang ,Sementara Terdapat
18 (Delapan Belas ) Peraturan Daerah yang harus ditangani.
Namun, pada kenyataannya yang terjadi dilapangan didalam pelaksanaan
tugasnya sejak terbentuk Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2012 tentang Penyidik
Pegawai Negri Sipil (PPNS) tersebut, semakin banyak laporan-laporan dari
masyarakat mengenai pelanggaran- pelanggaran yang terjadi di Kota
Tanjungpinang, akan tetapi dalam menindaklanjutinya hanya bersifat persuasif,
yakni pengimbauan dan peringatan terhadap pelanggar Perda tanpa melibatkan
PPNS untuk melakukan penyidikan lebih lanjut.
11
Sehingga sanksi yang diterima bagi para pelanggar Peraturan Daerah
bersifat Pasif, tidak ada efek jera bagi sipelanggar Peraturan Daerah. Tiap kali
kedapatan pelanggaran Peraturan Daerah, sebagai contoh didalam pelanggaran
Perda K3 yang menyangkut Kebersihan, Ketertiban, dan Keindahan lingkungan,
akan tetapi tidak pernah sampai kepada tipiring sebagai efek jera bagi mereka yang
melakukan pelanggaran Peraturan Daerah. Setiap laporan yang ditujukan kepada
Satuan Polisi Pamong Praja, memang selalu mendapatkan respon yang baik hingga
dalam memproses bagi para pelanggar Peraturan Daerah tersebut. Mulai dari
peneguran, penghimbauan, pengangkatan, pendataan, dan pemberian surat
peringatan kepada mereka yang melakukan pelanggaran Peraturan Derah. Penyidik
Pegawai Negri Sipil (PPNS) hanya berperan sebatas memeriksa tanda pengenal diri
tersangka dan pemberi himbauan saja.
Idealnya setiap laporan yang masuk atau yang diterima oleh Satuan Polisi
Pamong Praja, selanjutnya di identifikasi lebih lanjut oleh Penyidik Pegawai Negri
Sipil (PPNS) sebagai Pejabat yang berwenang untuk menyelidiki tentang
keabsahan pelanggaran Peraturan Daerah yang terjadi. Tentunya dalam hal ini,
Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) Kota Tanjungpinang, khususnya di Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpinang membutuhkan instansi-instansi yang
saling berkaitan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Selain itu peranan
Pemerintahlah yang paling sangat dibutuhkan, seperti yang sudah berjalan di
Kabupaten Cilacap.( Sumber : Via media Komunikasi (Henpon) Dengan Anggota
Penyidik Pegawai Negri Sipil, Sekretaris Satpol PP Kabupaten Cilacap)
12
Jumlah Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPN)S yang ada di Kota
Tanjungpinang, khusunya dilingkungan Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Tanjungpinang, sejak diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2012 baru
berjumlah 3 (tiga) personil. Namun, sampai saat ini belum ada satupun pelanggaran
Peraturan Daerah khususnya Perda K3 No. 8 Tahun 2005 yang ditangani Penyidik
Pegawai Negri Sipil (PPNS) Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpinang dari
pelanggaran yang telah ada, dan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur
(SOP) yang telah ada.
Sejatinya sebagai suatu Organisasi Birokrasi dalam sebuah pemerintahan,
maka dalam memproses suatu pelanggaran Peraturan Daerah, Agar hasil yang
didapatkan maksimal, dibutuhkan adanya keterkaitan antara system yang saling
berhubungan. Dalam hai ini, peranan pemerintah sangatlah diperlukan. Seperti
yang telah berjalan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Terdapat adanya saling
koordinasi antara satu dengan yang lainya. Hal itulah yang membuat peranan
Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) di Kabupaten Cilacap sangat tampak jelas
didalam penanganan sangksi bagi para pelanggar Peraturan Daerah.
Didalam proses pengkajian untuk mengetahui lebih dalam mengenai
Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS), maka peneliti mencoba menggali informasi
mengenai keefektifitasan dari kerja Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) di
Kabupaten Cilacap, yang merupakan daerah percontohan dan sudah tampak hasil
dari kinerja Pegawai Penyidik Negri Sipil (PPNS) yang sesuai dengan diamanatkan
oleh Undang-undang. Penyidik Pegawai Negri Sipil di Kabupaten Cilacap,
khusunya Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) dilingkungan kerja Satuan Polisi
13
Pamong Praja Kabupaten Cilacap berjumlah 8 (Delapan) personil yang
kesemuanya sudah mendapat pengesahan berupa Surat Keputusan dan
Pengangkatan Sumpah oleh Instansi terkait. Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS)
Kabupaten Cilacap sudah berjalan sesuai aturan yang ada,
Setiap kali mendapat laporan mengenai tindak pelanggaran Peraturan
Daerah, maka Pejabat Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) dilingkungan Satuan
Polisi Pamong Praja menanggapinya secara cepat, mulai dari rapat interen mereka,
hingga rapat dengan mengundang Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) pada
instansi lain dari SKPD terkait, sampai pada penindakan dilapangan yang
melibatkan pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan agar dapat menyidangkan
secara langsung dan menyelesaikan permasalahan pelanggaran Peraturan Daerah
tersebut secara Efektif dan Efesien. Sehingga, hasil yang didapatpun sesuai dengan
harapan. Yaitu menciptakan masyarakat yang taat aturan, tertib dan Kota pun
menjadi tentram.
Mengingat begitu pentingnya penegakan Peraturan Daerah bagi Kota
Tanjungpinang agar lebih baik dikedepannya, ternyata disini Penyidik Pegawai
Negri Sipil (PPNS) sangat membutuhkan peran atau campur tangan dari
pemerintah daerah agar mereka dapat bekerja maksimal sesuai kewenangannya
yang tercantum didalam Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 12 tahun
2012 tersebut di atas. Maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian lebih detail
tentang hal tersebut dalam penelitian yang berjudul : ”PERAN PEMERINTAH
DERAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM MEMFASILITASI DAN
MEPERKUAT KINERJA PENYIDIK PEGAWAI NEGRI SIPIL (PPNS)
14
”(STUDI KASUS PENYIDIK PEGAWAI NEGRI SIPIL (PPNS) SATUAN
POLISI PAMONG PERAJA KOTA TANJUNGPINANG)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, peneliti mengemukakan
rumusan masalah yakni,
1. Bagaimana peran Pemerintah Kota Tanjungpinang dalam mengoptimalkan
memfasilitasi dan memperkuat kinerja Penyidik Pegawai Negri Sipil
(PPNS) Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpinang dalam
menjalankan tugasnya dan fungsinya?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah Kota
Tanjungpinang terhadap peranan PPNS, sejak terbentuknya Perda Nomor 12 tahun
2012 Tentang Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) di lingkungan kerja Satuan
Polisi Pamong Praja kota Tanjungpinang?
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :
a. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan yang didapat dari bangku kuliah
sekaligus menerapkan ilmu tersebut dan menuangkannya dalam bentuk karya
tulis ilmiah.
b. Sebagai bahan referensi bagi semua pihak/kalangan yang memerlukannya
sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
15
c. Hasil penelitian ini diharapkan berguna terutama bagi penulis dan pembaca
lainnya guna menambah pengetahuan dan wawasan ilmu pengetahuan lainnya.
D. Konsep Operasional
Konsep operasional merupakan upaya bagaimana cara mengukur suatu
variabel, sedangkan fungsi dari konsep operasional adalah sebagai alat untuk
mengidentifikasi fenomena yang diamati dengan jelas, logika atau penalaran yang
digunakan penelilti untuk menerangkan fenomena yang diteliti atau dikaji. Konsep
yang dioperasionalkan dalam penelitian ini adalah variabel yang merupakan
sebuah performansi suatu implementasi dari kebijakan yang pada dasarnya secara
sengaja dilakukan untuk meraih kinerja dari implementasi kebijakan publik yang
berlangsung dalam hubungan variabel. Dimana dalam kajian ini mampu menjawab
persoalan mengenai peran pemerintah daerah dalam mempfasilitasi dan
memperkuat kerterkaitan antara kinerja dari kepala daerah (pemerintahan) dalam
kebijakan yang dibuat terhadap peran PPNS dalam menjalani tugasnya menangani
tindak pelanggaran Perda.
Van Meter dan Van Horn menawarkan suatu model dasar yakni enam
variabel yang membentuk ikatan (linkage) antara kebijakan dan kinerja
(performance) (Winarno, Budi, 2002:158-176). model ini tidak hanya menentukan
hubungan-hubungan antara variabel-variabel bebas dan terikat, mengenai
kepentingan-kepentingan, tetapi juga menjelaskan hubungan-hubungan antara
variabel-variabel bebas. Adapun variabel-variabel tersebut adalah :
1. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, berkenaan dengan hal-hal
yang menyebabkan terbentuknya PPNS.
16
a. Ukuran dasar dan tujuan Pembentukan PPNS pada lingkup satuan
Polisi Pamong Praja di Kota Tanjungpinang.
b. Aturan dan pedoman pelaksanaan kegiatan PPNS di lingkup satuan
Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpinan
2. Sumberdaya
a. Sumber Daya Manusia (SDM), yang sudah tersedia
b. Sumber Daya Finansial
3. Komunikasi antar Organisasi dan Aktifitas pelaksanaan.
a. Kordinasi antar agen pelaksana (anggota PPNS) dengan instansi terkait
b. Pelaksanaan kinerja PPNS di lingkup Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Tanjungpinang
4. Karakteristik Agen Pelaksana,
a. Kompetensi dari anggota PPNS dalam menindak Pelanggaran Peraturan
Daerah di Kota Tanjungpinang
5. Sikap atau Kecenderungan para Pelaksana
a. Pemahaman dari agen palaksana
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
a. Ligkungan Ekonomi, Sosial dan Politik dengan adanya PPNS dalam
lingkup Satuan Polisi Pamong Praja
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yakni berupaya menyajikan
gambaran yang terperinci mengenai suatu situasi khusus di lokasi penelitian. Mely
17
G. Tan (Silalahi, 2010: 28) menjelaskan bahwa penelitian yang bersifat deskriptif
bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau
kelompok tertentu antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat.
Melalui metode kualitatif ini, peneliti berusaha mengembangkan pemahaman yang
mendalam tentang permasalahan penelitian berdasarkan pada data-data yang di
dapatkan serta pemahaman yang berkembang diantara orang-orang yang menjadi
informan penelitian, kemudian dianalisis dengan teori yang telah ada.
2. Lokasi Penelitian
Dalam penelitan ini, penulis mengambil lokasi di lingkungan kerja Satuan
Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Tanjungpinang.
3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah:
a. Data primer
Data primer adalah data yang peneliti dapat secara langsung dari
responden yaitu Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, sebagai instansi terkait
yang diberi wewenang sebagai penegakan Peraturan Daerah, Penyidik Pegawai
Negri Sipil (PPNS) dilingkungan kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Tanjungpinang.
b. Data sekunder
Data sekunder berupa Peraturan Mentri, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Daerah, serta buku referensi yang mendukung penelitian ini. Data
sekunder merupakan data yang berisikan informasi dan teori-teori yang
18
digunakan untuk mendukung penelitian. Peneliti memperoleh data sekunder
dari literatur, buku dan internet, serta data yang diperoleh dari dokumentasi
yang dibutuhkan.
4. Informan
Informan adalah seorang yang dalam penelitian menjadi nara sumber untuk
memberikan data atau orang yang memberikan keterangan. Penentuan Informen
dilakukan dengan menggunakan Purposive Sampling, yaitu teknik penentuan
sampel dengan perimbangan tertentu ( Sugiyono, 2009:85).Informen dalam
penelitian ini meliputi :
Tabel 1.3
Informan Penelitian
No Informen Jumlah1. Walikota Tanjungpinang 1 Orang2. Ketua DPRD Kota Tanjungpinang 1 Orang3. Sekretaris Kota Tanjungpinang 1 Orang4. Kepala Satpol PP Kota Tanjungpinang 1 Orang5. PPNS Satpol PP Kota Tanjungpinang 3 Orang
Sumber : Data Olahan Tahun 2015
Dari tabel 1.2 di atas, adapun informan pada penelitian ini adalah Walikota
Tanjungpinang, Bpk.H.Lis Darmansyah,SH..Kemudian Kepala Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Tanjungpinang, yakni Bpk.Irianto,SH. yang mana merupakan
informan yang mengetahui sejauh mana peranan dari Pemerintah Daerah Kota
Tanjungpinang dalam pengoptimalan peranan Penyidik Pegawai Negri Sipil
(PPNS) dilingkungan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpinang, kemudian
19
sejauh mana Peraturan Daerah tentang Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS)
tersebut sudah terealisasikan.
Kemudian informan penelitian dari anggota PPNS dilingkungan kerja
Satpol PP Kota Tanjungpinang, Serta Sekretaris Daerah Kota Tanjungpinang, dan
Ketua DPRD Kota Tanjungpinang.
5. Teknik dan Alat pengumpulan data
Untuk mengumpulkan data penelitian, maka penulis menggunakan teknik
yaitu:
a. Wawancara/Interview
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melakukan
tanya-jawab dengan responden/informan yang tujuannya untuk mendapatkan
informasi dan data-data yang diperlukan Peneliti. Teknik ini dilakukan secara lisan
atau percakapan langsung tanpa alat tulis.
b. Observasi
Observasi merupakan suatu proses yang kompleks dan sulit, yang tersusun
dari berbagai proses biologis dan proses psikologis diantaranya yang terpenting
adalah melalui pengamatan, ingatan dan catatan kecil penelitian lapangan (field
note). (Sugiyono,2009:145)
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Van Meter dan Van Horn menawarkan suatu model dasar yakni enam
variabel yang membentuk ikatan (linkage) antara kebijakan dan kinerja
(performance) (Winarno, Budi, 2002:158-176).
F. Kaitan Kebijakan Dengan Kinerja
Van Meter dan Van Horn menawarkan suatu model dasar yakni enam
variabel yang membentuk kaitan (linkage) antara kebijakan dan kinerja
(performance) (Winarno, Budi, 2002:158-176). model ini tidak hanya
menentukan hubungan-hubungan antara variabel-variabel terikat mengenai
kepentingan-kepentingan, tetapi juga menjelaskan hubungan-hubungan antara
variabel-variabel bebas.
Adapun variabel-variabel yang akan dijelaskan sebagai berikut adalah :
1. Ukuran-Ukuran Dasar dan Tujuan-Tujuan Kebijakan
Variabel ini didasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor-faktor
yang menentukan pencapaian kebijakan. Menurut Van Meter dan Van Horn,
identifikasi indikator-indikator pencapaian merupakan tahap yang krusial
dalam analisis implementasi kebijakan. Indikator-indikator pencapaian ini
menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan berguna di dalam
menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh. Di
samping itu, ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan merupakan bukti itu
21
sendiri dan dapat diukur dengan mudah dalam beberapa kasus. (Winarno,
Budi, 2002:124).
2. Sumber- sumber kebijakan( Van Meter dan Van Hom ,Dalam Budi Winarno,
2012:161)
Sumber-sumber yang dimaksud adalah mencakup dana atau perangsang
(incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang
efektif. Dalam praktek implementasi kebijakan, besar kecilnya dana akan
menentukan faktor keberhasilan implementasi kebijakan.
3. Komunikasi antar organisasi dan aktifitas pelaksanaan. ( Van Meter dan Van
Hom ,Dalam Budi Winarno, 2012:161)
Menurut Van meter dan Van Horn, Koordinasi merupakan mekanisme
yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik untuk hasil kinerja yang
baik pula.
Selain itu, implementasi yang berhasil seringkali membutuhkan
mekanisme-mekanisme dan prosedur-prosedur lembaga. Hal ini sebenarnya
akan mendorong kemungkinan yang lebih besar bagi pejabat-pejabat tinggi
(atasan) untuk mendorong pelaksanaan (pejabat bawahan) bertindak dalam
suatu cara yang konsisten dengan ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan.
Para pejabat dalam organisasi mempunyai pengaruh oleh karena posisi
hierarkhis mereka. Para pejabat dalam struktur organisasi mempunyai
kekuasaan personil yang diukur dari:
a. Rekruitmen dan seleksi
22
b. Penugasan dan relokasi
c. Kenaikan pangkat,dan
d. Akhirnya pemecatan.
Dalam hubungan-hubungan antar organisasi maupun antar pemerintah,
dua tipe kegiatan pelaksanaan merupakan hal yang paling penting. Pertama,
nasihat dan bantuan teknis yang dapat diberikan. Pejabat-pejabat tinggi sering
kali dapat melakukan banyak hal untuk memperlancar implementasi
kebijakan dengan jalan membantu pejabat-pejabat bawahan
menginterprestasikan peraturan-peraturan dan garis-garis pedoman
pemerintah, menstrukturkan tanggapan-tanggapan terhadap inisiatif-inisiatif
dan memperoleh sumber-sumber fisik dan teknis yang diperlukan yang
berguna dalam melaksanakan kebijakan. Kedua, atasan dapat menyadarkan
pada berbagai sanksi, baik positif maupun negatif. Menurut Van Meter dan
Van Horn, kita dapat menyelidiki aspek pelaksanaan ini dengan menunjuk
kepada perbedaan antara kekuasaan normatif, renumeratif, dan kekuasaan
koersif.
4. Karakteristik badan-badan pelaksanaan( Van Meter dan Van Hom, Dalam
Budi Winarno, 2012:166)
Struktur birokrasi diartikan sebagai karakteristik-karakteristik, norma-
norma dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-
badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensi maupun nyata
dengan apa yang mereka miliki dengan menjalankan kebijakan. Komponen
23
dari model ini terjadi dari ciri-ciri struktur formal dari organisasi-organisasi
dan atribut-atribut yang tidak formal dari personil mereka.
Van Meter dan Van Horn, mengetengahkan beberapa unsur yang
mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan
kebijakan :
a) Kompetensi dan ukuran staf suatu badan
b) Tingkat pengawasan hierarkhis terhadap keputusan-keputusan dan proses-
proses dalam badan-badan pelaksanaan.
c) Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara
anggota-anggota legislatif dan eksekutif)
d) Vitalitas suatu organisasi
e) Tingkat komunikasi-komunikasi terbuka yang didefinisikan sebagai
jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertikal secara bebas serta tingkat
kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-
individu di luar organisasi
f) Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan “pembuat
keputusan” atau “pelaksana keputusan”
5. Kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan politik( Van Meter dan Van
Hom ,Dalam Budi Winarno, 2012:167)
Dampak kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan politik pada kebijakan
publik merupakan pusat perhatian yang besar selama dasawarsa yang lalu.
24
Terutama dalam mengidentifikasi pengaruh variabel-variabel lingkungan pada
hasil-hasil kebijakan. Sekalipun dampak dari faktor-faktor ini pada
implementasi keputusan-keputusan kebijakan mendapat perhatian yan kecil,
namun menurut Van Meter dan Van Horn, faktor-faktor ini mungkin
mempunyai efek yang mendalam terhadap pencapaian badan-badan
pelaksanaan.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi yuridiksi atau organisasi di
mana implementasi itu dilaksanakan menurut Van Meter dan Van Horn,
antara lain:
a. Apakah sumber-sumber ekonomi dalam yurisdiksi atau organisasi
pelaksanaan cukup mendukung implementasi yang berhasil?
b. Sejauh mana atau bagai mana kondisi-kondisi ekonomi dan sosial yang
berlaku akan dipengaruhi oleh implementasi kebijakan yang
bersangkutan?
c. Apakah sifat pendapat umum, bagaimana pentingnya isu kebijakan
yang dihubungkan?
d. Apakah elit-elit mendukung atau menentang implementasi kebijakan?
e. Apakah sifat-sifat pengikut dari yurisdiksi atau organisasi pelaksana,
apakah ada oposisi atau dukungan pengikut bagi kebijakan?
f. Sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan swasta dimobilisasi
untuk mendukung atau menentang kebijakan?
25
6. Kecenderungan pelaksana (implementers) ( Van Meter dan Van Hom ,Dalam Budi Winarno, 2012:168)
Van Meter dan Van Horn, berpendapat bahwa setiap komponen dari
model yang dibicarakan sebelumnya harus disaring melalui persepsi-persepsi
pelaksana dalam yurisdiksi di mana tipe dan tingkatan sumber-sumber yang
disediakan oleh keputusan kebijakan akan mempengaruhi kegiatan-kegiatan
komunikasi dan pelaksanaan. Dengan demikian, seperti yang dijelaskan oleh
Van Meter dan Van Horn, kaitan antara sumber-sumber dan lingkungan
ekonomi, sosial dan politik dari yurisdiksi atau organisasi pelaksana
menunjukkan bahwa tersedianya sumber-sumber keuangan dan sumber lain
mungkin akan menimbulkan tuntutan oleh para warga Negara swasta dan
kelompok-kelompok kepentingan yang terorganisir untuk peran serta dalam
implementasi program yang berhasil faktor ini juga akan mendorong kelompok-
kelompok yang pasif untuk berperan serta di dalam implementasi kebijakan.
26
Gambar 2.1Model Proses Implementasi Kebijakan Menurut Van Meter dan Van Horn
ukuran-ukuran dasar
dan tujuan-tujuan
kebijaksa-
naan
sumber-sumber
Sumber: Budi Winarno: 2002: 160
27
Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-
kegiatan pelaksana
Karakteristik-karakteristik dari badan-
badan pelaksana
Kondisi-kondisi ekonomi, sosial
dan politik
Kecenderungan pelaksana-pelaksana
P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
BAB III
GAMBARAN UMUM PENYIDIK PEGAWAI NEGRI SIPIL SATUAN
POLISI PAMONG PRAJA PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG
A. Sejarah Singkat Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpinang
Satuan Polisi Pamong Praja adalah perangkat pemerintah daerah dalam
memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan
Daerah. Satuan Polisi Pamong Praja merupakan perangkat daerah yang dapat
berbentuk Dinas Daerah atau Lembaga Teknis Daerah. Satuan Polisi Pamong Praja
dapat berkedudukan di daerah Provinsi dan daerah Kabupaten atau Kota. Di
daerah Provinsi, Satuan Polisi Pamong Praja dipimpin oleh kepala yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Di
daerah Kabupaten atau Kota, Satuan Polisi Pamong Praja dipimpin oleh kepala
yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati atau Walikota melalui
Sekretaris Daerah.
Organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan
Peraturan Daerah (Perda), sehingga antar daerah bisa saja memiliki nama,
organisasi, dan tata kerja yang berbeda-beda. Polisi Pamong Praja didirikan di
Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 1950 moto PRAJA WIBAWA, untuk mewadahi
sebagian ketugasan pemerintah daerah. Sebenarnya ketugasan ini telah
dilaksanakan pemerintah sejak zaman kolonial. Sebelum menjadi Satuan Polisi
Pamong Praja setelah proklamasi kemerdekaan, dimana diawali dengan kondisi
yang tidak stabil dan mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibentuklah Detasemen Polisi sebagai Penjaga Keamanan Kapanewon di
28
Yogyakarta sesuai dengan Surat Perintah Jawatan Praja di Daerah Istimewa
Yogyakarta untuk menjaga ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Pada tanggal 10 November 1948, lembaga ini berubah menjadi Detasemen
Polisi Pamong Praja. Di Jawa dan Madura, Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk
tanggal 5 Maret 1950. Inilah awal mula terbentuknya Satuan Polisi Pamong Praja
dan oleh sebab itu, setiap tanggal 3 Maret ditetapkan sebagai Hari Jadi Satuan
Polisi Pamong Praja dan diperingati setiap tahun. Pada tahun 1960, dimulai
Pembentukan Kesatuan Polisi Pamong Praja di luar Jawa dan Madura dengan
dukungan para petinggi Militer atau Angkatan Perang. Tahun 1962 namanya
berubah menjadi Kesatuan Pagar Baya untuk membedakan dari Korps Kepolisian
Negara seperti dimaksud dalam UU No. 13/1961 tentang Pokok-pokok Kepolisian.
Tahun 1963 berubah lagi menjadi Kesatuan Pagar Praja. Istilah Satuan Polisi
Pamong Praja mulai terkenal sejak pemberlakuan UU No. 5/1974 tentang Pokok-
pokok Pemerintahan di Daerah. Pada Pasal 86 (1) disebutkan, Satuan Polisi
Pamong Praja merupakan perangkat wilayah yang melaksanakan tugas
dekonsentrasi. Saat ini UU No. 5/1974 tidak berlaku lagi, digantikan UU No.
22/1999 dan direvisi menjadi UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam Pasal 148 UU 32/2004 disebutkan, Polisi Pamong Praja adalah perangkat
pemerintah daerah dengan tugas pokok menegakkan peraturan daerah,
menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat sebagai
pelaksanaan tugas desentralisasi.
29
B. Kepala Seksi Penyidikan
1. Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS)
Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) di lingkungan kerja
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpinang berada di bawah
Kepala Bidang Penegakan Perundang -Undangan Daerah, Peraturan
Daerah Penyidik Pegawai Negri Sipil yaitu Peraturan Daerah Nomor
12 Tahun 2012. Semenjak terbentuknya Peraturan Daerah tersebut,hun
2014 lalu belum terlihat adanya kinerja dari Penyidik Pegawai Negri
Sipil (PPNS) yang berada dilingkungan Kota Tanjungpinang,
khususnya di Satuan Polisi Pamong Praja. Setelah berjalan, 2 tahun,
Pada tahun 2014 barulah diselenggarakan pendidikan dasar bagi calon
Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) di Satuan Polisi Pamong Praja.
Jumlah Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) yang mengikuti
pendidikan dasar tersebut berjumlah sekitar 6 (Enam) orang. Pada awal
2015 lalu, 3 (Tiga) dari 6 (Enam) Penyidik Pegawai Negri Sipil
(PPNS) yang berada di Satpol PP dipindahkan ke Kelurahan. Sehingga
Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) yang tersisa di Satuan Polisi
Pamong Praja saat ini berjumlah 3 (Tiga) orang. Jumlah yang
demikian, tidak sebanding dengan banyaknya pelanggaran Perda yang
sering kali terjadi di Kota Tanjungpinang, dan sampai saat ini Penyidik
Pegawai Negri Sipil (PPNS) yang ada belum bisa melakukan
Penyidikan sesuai dengan Perda yang telah dibentuk. .
30
Tabel 3.I
Nama Anggota PPNS Satpol PP Kota Tanjungpinang
No Nama Anggota PPNS Satpol PP Pangkat1. Yudi Kurniawan 3 (Tiga) A2. Fajar Cahyino 3 (Tiga) A3. Riska Aarhian 3 (Tiga) A
Sumber : Struktur Organisasi PPNS Satpol PP Kota Tanjungpinang 2015.
Perda yang dapat ditangani oleh Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Tajungpinang yaitu: Ada sekitar 18 Peraturan Daerah, Dapat
dilihat pada table dibawah ini.
Tabel 3.II
Perda Yang Dapat ditangani Oleh Satpol PP Kota Tanjungpinang
No Perda Tentang1. No 08 Tahun 2005 K3 Kota Tanjungpinang2. No 09 Tahun 2005 Penataan dan pembinaan pergudangan3. No 06 Tahun 2008 Pemberian Usaha Pariwisata Kota
Tanjungpinang4. No 10 Tahun 2008 Urusan Pemerintah yang menjadi kewenangan
Pemerintah Kota Tanjungpinang5. No 14 Tahun 2009 Sistem Pengelolaan Sampah Kota
Tanjungpinanag6. No 07 Tahun 2010 Bangunan Gedung7. No 09 Tahun 2010 Sitem Pengelolaan Kepurbakalaan,
Kesejarahan dan Museum8. No 09 Tahun 2010 Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Kota
Tanjungpinang9. No 02 Tahun 2011/07 Tahun
2014Pajak Daerah Kota Tanjungpinang
10. No 09 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Kota Tanjungpinang
11. No 05 Tahun 2012 Retribusi Jasa Umum Kota Tanjungpinang12. No 06 Tahun 2012 Retribusi Jasa Usaha Kota Tanjungpinang13. No 07 Tahun 2012 Retribusi Perizinan Tertentu Kota
Tanjungpinang14. No 11 Tahun 2012 SOTK Satpol PP Kota Tanjungpinang
31
15. No 12 Tahun 2012 PPNS Kota Tanjungpinang16. No 01 Tahun 2013 Pencegahan Dan Perdagangan Orang di Kota
Tanjungpinang17. No 02 Tahun 2013 Izin Penimbunan Lahan di Kota Tanjungpinang18. No 03 Tahun 2013 Penyelenggaraan Perizinan di Kota
Tanjungpinang Sumber : Katalog Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Tahun 2014
Perda yang baru ditangani oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Tanjungpinang yaitu baru 2 (Dua) Peraturan Daerah Dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 3.2Pelanggaran Perda yang Baru ditangani Satpol PP Kota Tanjungpinang
No Pelanggaran Perdan yang dilanggar1. Berjualan ditrotoar Perda No 08 Tahun 2005 (Perda K3)2. Penertiban Pedagang Kaki Lima Perda No 08 Tahun 2005 (Perda K3)3. Penimbunan Perda No 08 Tahun 2005 (Perda K3)4. Penertiban KTP Perda no 9 Tahun 2011 Penyelenggaraan
Administrasi Kependudukan Sumber : Buku Laporan Satpol PP Kota Tanjungpinag Tahun 2015
32
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan penulis yang di dapat dari
berbagai literature dan hasil wawancara terbuka dengan Walikota Tanjungpinang,
Ketua DPRD Kota Tanjungpinang, Sekretaris Daerah Kota Tanjungpinang, Ketua
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpinang dan Anggota Penyidik Pegawai
Negri Sipil (PPNS) di lingkup Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpinang,
maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kinerja Penyidik Pegawai Negri
Sipil (PPNS) di lingkup Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpinang masih
belum dapat berjalan secara optimal dalam menindak Pelanggaran Peraturan
Daerah di Kota Tanjungpinang. Penindakan atas pelanggaran peraturan daerah
selama ini baru sebatas pembinaan dan belum hingga tahap pemberian sanksi atau
denda. Hambatan kinerja Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) di lingkup Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpinang dalam menindak pelanggaran Peraturan
Daerah yakni dikarenakan masih kurangnya anggota Penyidik Pegawai Negri Sipil
(PPNS) khususnya di lingkup Satuan Polisi Pamong Praja, belum adanya
Sekretariat Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) di Kota Tanjungpinang, belum
adanya Peraturan Walikota terhadap teknis kinerja dan koordinasi Penyidik
Pegawai Negri Sipil (PPNS) dilingkup Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Tanjugpinang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peran Pemerintah Kota
Tanjungpinang terhadap peningkatan kinerja Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS)
33
di lingkup Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpinang yakni, akan segera
membentuk Sekretariat Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) dan menerbitkan
Peraturan Walikota untuk teknis kinerja dan koordinasi Penyidik Pegawai Negri
Sipil ()PPNS dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penindakan
pelanggaran Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang. Upaya lain yang dilakukan
berupa pemberian pendidikan dan peningkatan jumlah dan pendidikan bagi
anggota Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) dilingkup Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Tanjungpinang kedepannya.
B. SARAN
a. Kepada Pemerintah Kota Tanjungpinang di harapkan segera mengeluarkan
Peraturan Walikota Tanjungpinang yang didalamnya terdapat Sekretariat
Penyidik Pegawai Negri Sipil, Perjanjian Kerjasama dengan Intansi
Terkait, Tunjangan Penyidik Negri Sipil dan yang terkait untuk
meningkatkan Penyidik Pegawai Negri Sipil di Pemerintahan Kota
Tanjungpinang.
b. Untuk Dewan Perwakilan Rakyak Daerah Kota Tanjungpinang untuk lebih
mengawasi atas pelanggaran perda yang ada dan mencari jalan dan solusi
cepat terhadap hambatan yang ada dan mengalokasikan dana untuk
membuat Sekretariat Penyidik Pegawai Negri Sipil.
c. Untuk Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpianang agar memberikan
dorongan dan motivasi bagi anggotanya untuk meningkatkan
sumberdayanya untuk menjadi Pegawai Penyidik Negri Sipil (PPNS).
34
DAFTAR PUSATAKA
A. Buku – Buku
Ahmadi,Abu, 1982 ,Psikologi Sosial.Surabaya:PT Bina Ilmu.
Agustino, Leo, 2005, Evaluasi Kebijakan Publik, Jakarta : Bumi aksara.
Abidin Said Zainal, 2006, Kebijakan Publik Edisi Revisi Cetakan Ketiga, Jakarta :
Suara Bebas
Arikunto, Suharsimi, 1995, Manajemen Penelitian, Jakarta : Rineka
----------- 1997, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara
----------- 2004, Evaluasi Program Pendidikan, Jakarta ; Bumi Aksara
Bauer, 2003, Role Ambiguity and Role Clarity: A Comparison of Attitudes in
Germany and the United States. Dissertation, University of Cincinnati –
Clermont.
Basaid, A. Saad, 1995, Evaluasi Kinerja Dalam Perencanaan Pembangunan,
Jakarta : Sinar Grafika
Dunn,William N,1999, Analisa Kebijakan Pubilk, Yogyakarta: Gajah Mada,
University Perss.
Dunn, William N, 2006, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Edisi Kedua),
Yogyakarta : UGM Press.
E. St. Harahap, 2007, Kamus Besar Bahasa`Indonesia, Bandung : Balai Pustaka
Farida, Maria, 2006, Ilmu Perundang-undangan, Penerbit: Kanisius, cet. 11
Syiful Bahri Djamarah, 1997, .Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :Rineka Cipta.
Horton dan Hunt, 1993, Sosiologi, Jakarta:Penerbit Erlangga
35
Ndraha,Talizuduhu, 2003, Kybernologi: Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Mangkunegara. 2005.SumberDaya Manusia perusahaan. Remaja Rosdakarya:
Bandung
Mumford, Alan.Mencetak Manajer Andal Melalui Coaching dan Monitoring
Jakarta: PT Pustaka
Nugroho, Riant.D, 2003, Kebijakan Publik (Implementasi dan Evaluasi), Jakarta :
Elex Media Komputindo
Nugroho, Riant, 2004, Kebijakan Publik (Formulasi, Implementasi dan Evaluasi,.
Jakarta : Yayasan Pancur Siwah.
Sirait, Aji dan Martin, 1999, Perencanaan dan Evaluasi (suatu system untuk
proyek pembangunan), Jakarta : Bumi aksara.
Sugiono, 2001, Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta
Suyanto, 1998, Penelitian Evaluasi program, Departemen Sosial RI
Sugiono, 2001, Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta
Umar, Husein, 2002, Evaluasi kinerja Perusahaan, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama
Winarno,Budi, 2013, Kebijakan Publik, Yogyakarta : CAPS
Wibawa, Samodra, 1994, Evaluasi Kebijakan publik, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
B. Peraturan Perundang Undangan
- Laporan Akhir Penyusunan Naskah Akademik Ranperda Tentang Penyidik
Pegawai Negri Sipil di Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Kepulauan Riau.
36
Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 12 tahun 2012 tentang Penyidik
Pegawai Negri Sipil
- Media Massa, Suara Pembaruan, Minggu, 27 September 2009 PP Nomor 58
tahun 2010 tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Budi Winarno (2002)
37
38