22
MAKALAH RESEPTIR PROGAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 HERBAL MEDICINE FOR VETERINARY Disusun Oleh : 1. Arlita Sariningrum B94154107 2. Hayatullah Frio Marten B94154123 3. Nur Hasreena Nadia Ahlun B94154135

Veterinary Herbal Medicine

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah reseptir tentang obat tradisional untuk hewan

Citation preview

Page 1: Veterinary Herbal Medicine

MAKALAH RESEPTIR

PROGAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWANFAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR

2015

HERBAL MEDICINE FOR VETERINARY

Disusun Oleh :

1. Arlita Sariningrum B941541072. Hayatullah Frio Marten B941541233. Nur Hasreena Nadia Ahlun B94154135

Page 2: Veterinary Herbal Medicine

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh

masyarakat dalam usaha pengobatan sendiri (self-medication), profesi

kesehatan/dokter umumnya masih enggan untuk meresepkan ataupun

menggunakannya. Hal tersebut berbeda dengan di beberapa negara tetangga

seperti Cina, Korea, dan India yang mengintegrasikan cara dan pengobatan

tradisional di dalam system pelayan kesehatan formal. Alasan utama keengganan

profesi kesehatan untuk meresepkan atau menggunakan obat tradisional karena

bukti ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional masih kurang. Obat

tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali,

diteliti dan dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat

(Pringgoutomo 2007).

Definisi obat tradisional ialah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari

tanaman, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan

tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman. Obat tradisional Indonesia atau obat asli Indonesia yang

lebih dikenal dengan nama jamu, umumnya campuran obat herbal, yaitu obat yag

berasal dari tanaman. Bagian tanaman yang digunakan dapat berupa akar, batang,

daun, umbi atau mungkin juga seluruh bagian tanaman (Pringgoutomo 2007).

Fitofarmaka adalah obat dari bahan alam terutama dari alam nabati, yang

khasiatnya jelas dan terbuat dari bahan baku, baik berupa simplisia atau sediaan

galenik yang telah memenuhi persyaratan minimal, sehingga terjamin

keseragaman komponen aktif, keamanan dan kegunaannya. Penggunaan obat

tradisional di Indonesia sudah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, sebelum

obat modern ditemukan dan dipasarkan. Hal itu tercermin antara lain pada lukisan

di relief Candi Borobudur dan resep tanaman obat yang ditulis dari tahun 991

sampai 1016 pada daun lontar di Bali (Pringgoutomo 2007).

Page 3: Veterinary Herbal Medicine

DI dunia terdapat 40 ribu spesies tanaman, dan sekitar 30 ribu spesies

berada di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 9600 di antaranya terbukti

memiliki khasiat sebagai obat. Bahkan, sekitar 400 spesies dimanfaatkan sebagai

obat tradisional. Data WHO tahun 2005 menyebutkan, sebanyak 75-80 persen

penduduk dunia pernah menggunakan herbal. Di Indonesia, penggunaan herbal

untuk pengobatan dan obat tradisional sudah dilakukan sejak lama. Ini diturunkan

secara lisan dari satu generasi ke generasi dan juga tertulis pada daun lontar dan

kepustkaan keratin (Soestisna A 2013).

Kebiasaan meminum obat tradisional tersebut merupakan upaya preventif,

promotif dan rehabilitative. Obat tradisional jika dibandingkan dengan obat

sintesis memiliki beberapa kekurangan yang menuntut perhatian pemerintah.

Pertma, efek farmakologisnya yang lemah. Kedua, bahan baku belum terstandar.

Ketiga, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis

mikroorganisme (Katno & Pramono 2006). Oleh karena itu, harus dilakukan

eksplorasi dan pengembangan hingga kekurangan-kekurangan tersebut dapat

diminimalisasi. Upaya pemerintah Indonesia untuk mengembangkan obat

tradisional yaitu dengan mengupayakan agar dapat menjadi fitofarmaka.

Tanaman obat mempunyai banyak kelebihan sebagai alternative

pengobatan pada berbagai penyakit baik pada hewan ataupun manusia, baik

penyakit yang diakibatkan oleh bakteri, virus dan protozoa ataupun bahan kimia.

Hal ini dikarenakan tanaman obat tidak berbahaya bagi kesehatan manusia dan

masih melimpah di alam (Hariana 2006). Hampir semua bagian tanaman obat

seperti : akar, batang dan daun dapat digunakan sebagai bahan baku dalam

pembuatan obat tradisional maupun modern (Muwarni 2003). Contoh tanaman

obat yang digunakan sambiloto, beluntas, ekstrak tempe, dan purwoceng.

Berbeda dengan obat modern yang mengandung satu atau beberapa zat

aktif yang jelas identitas dan jumlahnya, obat tradisional/ obat herbal mengandung

banyak kandungan kimia dan umumnya tidak diketahui atau tidak dapat

dipastikan zat aktif yang berperan dalam menimbulkan efek terapi atau

meninmbulkan efek samping. Selain itu, kandungan kimia obat herbal ditentukan

oleh banyak faktor. Hal itu disebabkan tanaman merupakan organisme hidup

sehingga letak geografis/ tempat tumbuh tanaman, iklim, cara pembudidayaan,

Page 4: Veterinary Herbal Medicine

cara dan waktu panen, cara perlakuan pasca-panen (pengeringan, penyimpanan)

dapat mempengaruhi kandungan kimia obat herbal. Kandungan kimia tanaman

obat ditentukan tidak saja oleh jenis (spesies) tanaman obat, tetapi juga oleh anak

jenis dan varietasnya.

Penggunaan obat tradisional pada dunia kedokteran hewan masih sangat

langka, namun pada dasarnya obat tradisional dapat membantu pengobatan pada

hewan. Makalah ini akan membahas beberapa kasus pada hewan dengan

menggunakan obat tradisional sebagai terapinya.

Tujuan

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui jenis obat herbal pada

hewan dan contoh aplikasinya.

Manfaat

Memberikan informasi tentang macam-macam obat herbal pada hewan serta

contoh kasus dan terapi menggunakan obat herbal.

.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Obat

Tanaman obat adalah tanaman yang memiliki khasiat obat dan digunakan

sebagai obat dalam penyembuhan maupun pencegahan penyakit.Pengertian

berkhasiat obat adalah mengandung zat aktif yang berfungsi mengobati penyakit

tertentu atau jika tidak mengandung zat aktif tertentu tapi mengandung efek

resultan/ sinergi dari berbagai zat yang berfungsi mengobati (Flora, 2008).

Menurut Zuhud (2004), tanaman obat adalah seluruh jenis tanaman obat yang

diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat yang dikelompokkan menjadi

tanaman obat tradisional, tanaman obat modern, dan tanaman obat potensial.

Tanaman obat tradisional adalah jenis tanaman obat yang diketahui atau

dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai

bahan baku obat tradisional. Tanaman obat modern merupakan jenis tanaman

Page 5: Veterinary Herbal Medicine

yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif

yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara

medis. Tanaman obat potensial yaitu jenis tanaman obat yang diduga mengandung

senyawa atau bahan aktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara

ilmiah atau penggunaannya sebagai obat tradisional sulit ditelusuri (Zuhud 2004).

Tanaman obat atau biofarmaka didefinisikan sebagai jenis tanaman yang

sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai

obat, bahan atau ramuan obat-obatan. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara

spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari

selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya

yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya (Herdiani 2012).

Tanaman obat yang tergolong rempah-rempah atau bumbu dapur, tanaman

pagar, tanaman buah, tanaman sayur atau bahkan tanaman liar juga dapat

digunakan sebagai tanaman yang di manfaatkan untuk mengobati berbagai macam

penyakit. Banyak obatobatan modern yang terbuat dari tanaman obat, hanya saja

peracikannya dilakukan secara klinis laboratories sehingga terkesan modern.

Penemuan kedokteran modern juga mendukung penggunaan obat-obatan

tradisional (Hariana 2006).

Departemen Kesehatan RI mendefinisikan tanaman obat Indonesia seperti

yang tercantum dalam SK Menkes No. 149/SK/Menkes/IV/1978, yaitu:

1. Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu.

2. Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat

(precursor).

3. Bagian tanaman yang diekstraksi digunakan sebagai obat (Kartikawati

2004).

.Keungulan dari pengunaan tanaman alami sebagai obat terletak pada

bahan dasarnya yang bersifat alami sehingga efek sampingnya dapat di tekan

seminimal mungkin, meskipun dalam beberapa kasus dijumpai orang-orang yang

alergi terhadap tanaman herbal. Namun alergi tersebut juga dapat terjadi pada

obat-obatan kimia. Tidak dapat dipungkiri bahwa obat obatan medik sering

menimbulkan efek samping yang menyebabkan munculnya berbagai penyakit lain

(Utami 2008).

Page 6: Veterinary Herbal Medicine

Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran

dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman (Depkes RI 1994). Obat tradisional telah digunakan oleh

berbagai aspek masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah,

karena obat tradisional mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan

berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit (Ditjen POM,

1994).

Penggunaan ramuan tradisonal tidak hanya untuk menyembuhkan suatu

penyakit, tetapi juga untuk menjaga dan memulihkan kesehatan (Stepanus 2011).

Obat obatan tradisional selain menggunakan bahan ramuan dari berbagai tumbuh-

tumbuhan tertentu yang mudah didapat di sekitar perkarangan rumah kita sendiri,

juga tidak mengandung resiko yang membahayakan bagi pasien dan mudah

dikerjakan oleh siapa saja baik dalam keadaan mendesak sekalipun (Thomas

1992).

Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat

pembuktian khasiat, Harmanto (2008) mengelompokkan obat bahan alam

Indonesia menjadi tiga jenis yaitu:

1. Jamu, yang merupakan obat tradisional warisan nenek moyang.

2. Obat herbal terstandar, yang dikembangkan berdasarkan bukti-bukti

ilmiah dan uji pra klinis serta standarisasi bahan baku.

3. Fitofarmaka, yang dikembangkan berdasarkan uji klinis, standarisasi

bahan baku dan sudah bisa diresepkan dokter.

Obat tradisional telah berada dalam masyarakat dan digunakan secara

empiris dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan kesehatan tubuh dan

pengobatan berbagai penyakit. Departemen Kesehatan mengklasifikasikan obat

tradisional sebagai jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka Obat tradisional

adalah ramuan dari berbagai macam jenis dari bagian tanaman yang mempunyai

Page 7: Veterinary Herbal Medicine

khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Obat tradisional di

Indonesia dikenal dengan nama jamu. Obat tradisional sendiri masih mempunyai

berupa senyawa. Sehingga khasiat obat tradisional mungkin terjadi dengan adanya

interaksi antar senyawa yang mempunyai pengaruh yang lebih kuat (Nurhayati

2008).

Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan,

bahan hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta

khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang digunakan

sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai

obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain

berupa bahan yang dikeringkan (Dirjen POM, 1999).

Menurut Material Medika Indonesia (1995), simplisia dapat digolongkan

dalam tiga kategori, yaitu:

1. Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,

bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah isi sel yang

secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara

tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia.

2. Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan atau bagian

hewan zatzat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat

kimia murni.

3. Simplisia pelikan (mineral)

Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan

pelican (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara

sederhana dan belum berupa zat kimia

Obat tradisional tersedia dalam berbagai bentuk yang dapat diminum atau

ditempelkan pada permukaan pada permukaan kulit. Tetapi tidak tersedia dalam

bentuk suntikan atau aerosol. Dalam bentuk sediaan obat- obat tradisional ini

dapat berbentuk serbuk yang menyerupai bentuk sediaan obat modren, kapsul,

tablet, larutan, ataupun pil (BPHN 1993).

Page 8: Veterinary Herbal Medicine

Obat tradisional mempunyai banyak keunggulan dibandingkan obat

berbahan dasar kimia. Keunggulan obat tradisional menurut Suharmiati dan

Handayani (2006), antara lain mempunyai efek samping yang relatif lebih kecil

bila digunakan secara benar dan tepat, baik tepat takaran, waktu penggunaan,cara

penggunaan, ketepatan pemilihan bahan, dan ketepatan pemilihan obat tradisional

atau ramuan tumbuhan obat untuk indikasi tertentu.

Obat tradisional mempunyai efek komplementer dan atau sinergisme dalam

ramuan obat/ komponen bioaktif tumbuhan obat. Dalam suatu ramuan obat

tradisional umumnya terdiri dari beberapa jenis tumbuhan obat yang memiliki

efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan.

Pada satu tumbuhan bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Obat

tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik seperti penyakit

diabetes (kencing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi) dan penyakit

degeneratif antara lain rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulser

(tukak lambung), haemorrhoid (ambein/wasir), dan pikun (lost of memory).

Menurut Zein (2005), Obat tradisional mempunyai beberapa kelemahan,

yaitu sulitnya mengenali jenis tumbuhan dan bedanya nama tumbuhan

berdasarkan daerah tempatnya tumbuh, kurangnya sosialisasi tentang manfaat

tumbuhan obat terutama dikalangan dokter, penampilan tumbuhan obat yang

berkhasiat berupa fitofarmaka kurang menarik dibandingkan obat-obatan paten,

kurangnya penelitian komprehensif dan terintergrasi dari tumbuhan obat, dan

belum ada upaya pengenalan dini terhadap tumbuhan obat.

PEMBAHASAN

Masyarakat telah mengenal dan menggunakan obat tradisional sejak dahulu

sebagai warisan nenek moyang, yang pemanfaatannya dapat berupa jamu maupun

bumbu masakan. Banyaknya jenis tanaman obat yang ada di Indonesia merupakan

modal utama yang dapat dimanfaatkan untuk mencari alternative pengobatan

kasus-kasus yang terjadi pada dunia veteriner.

Page 9: Veterinary Herbal Medicine

Tanaman obat sambiloto dan beluntas merupakan dua jenis tanaman yang

dimanfaatkan untuk pengobatan berbagai penyakit. Beberapa khasiatnya telah

dikaji secara ilmiah, tetapi masih belum banyak yang diketahui, terutama tentang

efektivitasnya sebagai immunomodulator. Masalah utama dalam menggunakan

tanaman obat adalah kurang atau tidak stabilnya kandungan aktif dalam ekstrak.

Kandungan biokimia dalam tanaman sangat dipengaruhi oleh lokasi penanaman,

waktu pemanenan, varietas yang berbeda, dan metode ekstraksi yang

digunakannya (Wijayakusuma 1994).

Pemanfaatan tanaman obat sebaiknya melalui konsultasi dengan orang

yang mendalami permasalahan tanaman obat, karena seperti obat sintetik, terdapat

banyak pertimbangan dalam pemberian obat tradisional yang kemungkinan besar

tidak diketahui orang awam.

Berbagai jenis tanaman obat yang dianggap memiliki potensi sebagai

antiviral telah diteliti. Bahan-bahan fitokimia yang telah diidentifikasi memiliki

aktivitas antiviral adalah flavonoid, terpenoid, lignin, sulfide, polifenol, kumarin,

saponin, senyawa furil, alfakloid, polin, tiopen, protein dan peptide. Beberapa

bahan essensial minyak atsiri dari herbal, bumbu, dan the herbal juga ada yang

memiliki kemampuan antiviral yang tinggi. Kekurangannya, campuran dan

komposisi yang tepat secara ilmiah belum banyak diketahui. Beberapa bahan

fitokimia ini memiliki mekanisme yang saling melengkapi, termasuk efek

antiviral yang menghambat pembentukan DNA atau RNA virus atau menghambat

aktivitas reproduksi virus (Jassim & Naji 2003).

Sambiloto banyak dijumpai hampir di seluruh Indonesia dan dikenal

dengan beberapa nama daerah, seperti ki-oray atau ki peurat (Jawa Barat), bidara,

takilo, sambiloto (Jawa Tengah dan Jawa Timur), perpaitan atau ampadu

(Sumatera) (Manoi 2006). Lebih lanjut dikemukakan bahwa sambiloto tergolong

tanaman herbal yang tumbuh di berbagai habitat seperti pinggiran sawah, kebun

atau hutan. Dapat digunakan sebagai bahan jamu dan dipercaya berkhasiat untuk

anti diare dan anti bakteri (Heyne 1987). Paten yang berkaitan dengan sambiloto

di luar negeri yang didaftarkan di berbagai negara (USA dan Jepang) yang

mengklaim bahwa sambiloto dapat digunakan untuk pengobatan seperti

hepatoprotective (hepatitis B dan E), anti virus, pengobatan HIV, anti infeksi,

Page 10: Veterinary Herbal Medicine

antipiretik dan analgesic (Spelman et al. 2006, Sukardirman et al. 2007).

Fitofarmako sambiloto (chuang – xin – lian) telah banyak digunakan untuk

pengobatan infeksi lambung, gangguan pernafasan dan ginjal (Matsuda et al.

1994).

Andrographolide adalah komponen utama dari tanaman sambiloto yang

memiliki multiefek farmakalogis. Zat aktif ini terasa pahit sehingga mampu

meningkatkan nafsu makan karena dapat merangsang sekresi kelenjar saliva dan

meningkatkan produksi antibody sehingga kekebalan tubuh meningkat, selain

andrographolide yaitu 2.5 – 4.6 % dari bobot kering tanaman obat sambiloto

(Ma’mun et al. 2004). Ekstrak sambiloto terbukti mampu meningkatkan

pertahanan tubuh terhadap infeksi Staphylococcus aureus, mampu menekan

jumlah ookista (Eimeria tenella ) pada sekum ayam serta memiliki daya hambat

terhadap pertumbuhan Aspergillu flavus dan dapat sebagai obat diabetes

(Cahyaningsih 2005).

Gambar 1. Daun Sambiloto (Andrographis paniculata)

Penelitian Taha pada tahun 2009 tentang kajian potensi ekstrak sambiloto

(Andrographis paniciulata) dan Beluntas (Pluchea indica) sebagai alternative

bahan obat flu burung menyatakan secara in vitro sambiloto memiliki potensi

yang cukup kuat untuk dijadikan obat alternative flu burung. Hal ini dibuktikan

dengan adanya penghambatan infeksi ke sel oleh zat-zat aktif yang terkandung

dalam ekstrak sambiloto. Kultur sel tersebut mengandung ekstrak sambiloto

dengan konsentrasi 10 % , 20 % dan 30%. Penghambatan virus terjadi sehingga

hari ketiga penelitian, pada hari keempat seluruh sel terinfeksi oleh virus. Hal ini

menunjukkan bahwa zat aktif yang terkandung dalam ekstrak sambiloto tidak

Page 11: Veterinary Herbal Medicine

mampu untuk menghambat infeksi virus ke dalam sel. Walaupun demikian, tidak

terjadinya infeksi sejak hari pertama seperti pada control positif yang digunakan

dalam penelitian ini, hal ini menunjukkan adanya penundaaan atau perlambatan

terjadinya infeksi. Artinya, terdapat zat aktif dalam ekstrak sambiloto yang dapat

menghambat perlekatan (attachment) virus ke sel. Penghambatan infeksi virus

diduga karena ekstrak sambiloto memiliki aktivitas antioksidan maupun

immunomodulator sehingga mampu meningkatkan ketahanan sel terhadap infeksi

virus. Kadar senyawa tersebut dalam ekstrak sambiloto mempengaruhi kekuatan

aktivitasnya dalam menghambat infeksi virus (Kaniappan et al. 1991).

Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) termasuk dalam family Oxadilaceae

merupakan salah satu tanaman obat yang berpotensi dimanfaatkan untuk obat

antihipertensi. Telah dibuktikan oleh Bipat et al., 2008 bahwa daun belimbing

wuluh dapat menurunkan tekanan darah melalui stimulasi diuretic pada hwan

babi, dan tidak mengamati langsung penurunan tekanan darah setelah diberi

larutan uji. Dari penelitian Pushparaj et. al, 2001 diketahui bahwa ekstrak etanol

buah dan daun belimbing wuluh dapat menurunkan glukosa darah ketika

diberikan kepada tikus yang dibuat diabetes. Di Filipina, daun belimbing wuluh

digunakan sebagai obat gatal, bengkak, rematik, sakit kulit, digigit serangga

berbisa, obat batuk, tonikum sehabis melahirkan dan mengurangi sakit radang

(Morton, 1987).

Secara farmakologi, telah terbukti bahwa rebusan daun belimbing wuluh

dengan pemberian secara oral pada dosis 500mg/kg tidak memberikan efek

hipotermia tetapi memberikan efek antipiretik dan dapat mengurangi efek

inflamasi (Morton, 1987). Ekstrak klorofom daun belimbing daun wulud

mengandung senyawa flavonoid tipe luteoin dan apigenin sangat efektif

membunuh pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan

Corney bacterium diphtheria (Zakaria et al., 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh

memiliki efek hipotensi atau efek menurunkan tekanan darah pada kucing

hipertensi. Perlakuan dosis ekstrak yang diuji ternyata secara statistic berbeda

nyata. Adanya peningkatan dosis ekstrak yang disuntikkan ternyata akan terjadi

juga peningkatan efek hipotensif (Hernani et al. 2009).

Page 12: Veterinary Herbal Medicine

Ada tiga factor yang dapat mempengaruhi tekanan darah, antara lain

kapasitas kerja jantung, elastisitas pembuluh darah dan factor darah itu sendiri,

missal viskositas dan volume darah (Djatmiko et al. 2001). Ekstrak daun

belimbing wuluh mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi salah satu dari

ketiga factor tersebut. Dengan demikian, ekstrak daun belimbing wuluh bias

dikembangkan sebagai obat antihipertensi.

Kunyit ( Curcuma domestica) merupakan tanaman tradisional yang sudah

dikenal luas dan sudah lama digunakan oleh masyarakat. Kurkumin dilaporkan

mempunyai aktivitas multiseluler karena dapat menangkal dan mengurangi risiko

beragam penyakit antara lain antiproliferasi dan antioksidan dengan menghambat

97.3 % aktivitas peroxidase lipid seluler (Tuba et al. 2008), mengikat berbagai

jenis protein sel dan menghambat aktivitas enzim kinase, pengaturan aktivitas

factor transkripsi seluler, ekspresi enzim inflamasi, sitokin, adesi molekul,

penurunan siklin D1, siklin E dan mekanisme peningkatan ekspresi gen p21, p27

dan p53 dalam proses karsinogenesis (Goel et al. 2008). Senyawa aktif kurkumin

dari hasil ekstraksi rimpang kunyit dapat menurunkan aktivitas sekresi Tumor

Necrosis Factor- α pada penderita osteoatritis, sedangkan minyak atsiri hasil

destilasi uap rimpang kunyit dilaporkan mempunyai senyawa aktif bergugus

molekul serupa kurkumin yang berkhasiat anti radang pada edema sendi tarsal

tikus ( Solfaine et al. 2001).

Penelitian menemukan bahwa minyak atsiri kunyit ( C. domestica val)

mempunyai komponen senyawa aktif. Empat fraksi relative yang dominan adalah

1-Phellandrene, 1,8 Cineole, AR-Turmeron dan Bicyclo. Pemberian minyak atsiri

kunyit dosis 25 mg/kg BB selama satu minggu pada penderita gout atritis

ditemukan dapat menurunkan kadar urea darah secara signifikan dan secara

parsial menurunkan konsentrasi TNF- α pada kelompok perlakuan. Namun,

penelitian lebih lanjut pada penderita gout harus dilakukan untuk melihat

pengaruh minyak atsiri kunyit terhadap factor proinflamasi lainnya (Muniroh et

al. 2010).

Page 13: Veterinary Herbal Medicine

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Saran

Penggunaan obat herbal pada dunia kedokteran hewan perlu ditingkatkan

untuk mengurangi resiko-resiko yang ditimbulkan oleh obat kimia, namun perlu

dilakukan pengujian dan penelitian terlebih dahulu pada obat-obat tradisional

yang akan digunakan pada hewan.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1994. Persyaratan Obat Tradisional. Jakarta : Keputusan Mentri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994.

Depkes RI. 1978. Persyaratan Obat Tradisional. Jakarta : Keputusan Mentri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 149/SK/Menkes/IV/1978.

Dirjen POM. (1994). Petunjuk Pelaksanaan Cara Pembuatan Obat Tradisional

Yang Baik (CPOTB). Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI.

Ditjen POM. (1999). Pengujian Bahan Kimia Sintetik Dalam Obat Tradisional.

Jakarta : DEPKES RI

Flora E. 2008. Tanaman Obat Indonesia Untuk Pengobatan.

Hariana, Arief Drs. H.. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 3. Penebar

Swadaya. Jakarta : 86-87.

Harmanto, N. (2008). Herbal Jamu Pengaruh dan Efek Sampingnya. Jakarta : Elex

Media Komputindo. Hal. 95.

Herdiani E. 2012. Potensi Tanaman Obat.

Kartikawati, S.M., 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan oleh Masyarakat

Dayak Meratus di Kawasan Hutan Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu

Sungai Tengah. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Page 14: Veterinary Herbal Medicine

Muwarni R. 2003. Laporan khusus obat tradisional dalam kancah industry

peternakan. Poultry Indonesia. 284 : 34 – 35.

Nurhayati, T. 2008. Uji Efek Sediaan Serbuk Instan Rimpang Kencur Sebagai

Tonikum Terhadap Mencit Jantan Galur. Universitas Muhamadyah

Surakarta.

Pringgoutomo S. 2007 Riwayat perkembangan pengobatan dengan tanaman obat

di dunia timur dan barat. Buku ajar Kursus Herbal Dasar untuk Dokter.

Jakarta (ID): Balai Penerbit FKUI.

Stepanus. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Tanaman

Obat Keluarga di Desa pulau Sapi Kecamatan Mentarang kabupaten

Malinau

Suharmiati dan Handayani L. 2006. Cara Benar Meracik Obat Tradisional.

Jakarta: Agromedia Pustaka

Thomas A N S. 1992. Tanaman Obat tradisional. Kanisius. Yogyakarta. Utami, P.

2008. Buku Pintar Tanaman Obat. PT Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan.

Zein U.. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Dalam Upaya Pemeliharaan

Kesehatan. http://e-usureporsitory.com.

Zuhud E A M. 2004. Hutan Tropika Indonesia Sebagai Sumber keanekaragaman

Plasma Nutfah Tumbuhan Obat, pp. 1-15 dalam Zuhud E.A.M dan

Haryanto. 1994. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat

Hutan Tropika Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas

Kehutanan IPB. Lembaga Alam Tropika Indonesia.