20
TUGAS DINAMIKA IKLIM TROPIS DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN ANALISIS VARIABILITAS CURAH HUJAN KABUPATEN GROBOGAN Oleh: MUHAMMAD BARIED IZHOM (1306493423) DEPARTEMEN GEOGRAFI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA 2014

Variabilitas Curah Hujan Grobogan

  • Upload
    izhom

  • View
    27

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Curah Hujan Grobogan

Citation preview

TUGASDINAMIKA IKLIM TROPIS DANPERUBAHAN LINGKUNGAN

ANALISIS VARIABILITAS CURAH HUJAN KABUPATEN GROBOGAN

Oleh:MUHAMMAD BARIED IZHOM(1306493423)

DEPARTEMEN GEOGRAFIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS INDONESIA2014

ANALISIS VARIABILITAS CURAH HUJAN KABUPATEN GROBOGANOleh, Muhammad Baried Izhom

PENDAHULUANSebagai salah satu wilayah tropis yang unik dengan dinamika atmosfernya yang banyak dipengaruhi oleh kehadiran angin pasat, angin monsunal, iklim maritim dan pengaruh berbagai kondisi lokal, dapat dikatakan cuaca dan iklim di Indonesia memiliki karakteristik khusus yang hingga kini mekanisme proses pembentukannya belum diketahui banyak orang. Salah satu dampak pemanasan global di Indonesia adalah gejala perubahan iklim. Salah satunya perubahan pola curah hujan yang kehadirannya tidak menentu pada tiap musim. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada tahun 1995 menyebutkan bahwa dalam beberapa dekade terjadi peningkatan presipitasi di bagian Selatan dan sekitar daerah katulistiwa (ekuator), yakni di atas Samudera Pasifik dan mengalami penurunan presipitasi di bagian Utara katulistiwa.Iklim merupakan perpaduan salah satu dari unsur iklim dalam satu gabungan yang mencerminkan iklim tertentu. Faktor yang menentukan kondisi atmosfer dapat dipakai dalam mengklasifikasikan iklim. Dua unsur utama iklim adalah suhu dan curah hujan. Indonesia sebagai daerah tropis ekuatorial mempunyai variasi suhu yang kecil, sementara variasi curah hujannya cukup besar. Oleh karena itu, curah hujan merupakan unsur iklim yang paling sering diamati dibandingkan dengan suhu. (Hermawan, dkk, 2007).Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat bervariasi, baik dalam skala ruang maupun waktu. Variasi curah hujan berdasarkan ruang dapat dijelaskan dalam peristiwa orografis dimana curah hujan dan frekuensinya diperkirakan lebih besar pada elevasi yang lebih tinggi dan pada lereng yang menghadap arah angin, dibandingkan pada ketinggian yang rendah dan lereng yang membelakangi arah angin (Sandy, 1996). Sedangkan variasi curah hujan berdasarkan waktu dapat dilihat dari perbedaan jumlah curah hujan dan frekuensinya pada tiap musim, yaitu musim penghujan dan kemarau. Selain berdasarkan ruang dan waktu, curah hujan juga bervariasi dengan nilai rata-ratanya.Makalah ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat fenomena perubahan iklim di Kabupaten Grobogan dengan menggunakan data curah hujan selama 30 tahun dimana World Meteorological Organization (WMO) mendefinisikan rentang waktu klimatologis adalah 30 tahun. Kabupaten Grobogan terletak di antara daerah pantai utara bagian timur dan daerah Bengawan Solo hulu, mempunyai iklim tipe D, yang bersifat 1 sampai 6 bulan musim kering dan 1 sampai 6 bulan musim basah, dengan suhu minimum 20C. Sedang curah hujan yang terjadi, rata-rata hari hujan pada tahun 2010, selama 100 hari, dan rata-rata curah hujan tahun 2010, sebesar 1958 mm.

METODE PENELITIANDalam melihat ada atau tidaknya fenomena perubahan iklim di Kabupaten Grobogan, data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data curah hujan selama 30 tahun, dari tahun 1982 2011 dan tahun 2012 sebagai pembandingnya. Data tersebut merupakan data pengukuran dari stasiun pengamat curah hujan di Kabupaten Grobogan. Stasiun pengamat curah hujan yang terdapat dalam penelitian ini berjumlah 7 stasiun, yaitu stasiun pengamat Pojok, Naringan, Butak WD, Wonotunggal, Kepoh, Kramat, dan stasiun pengamat Brati PHP. Pengolahan data yang dilakukan adalah menghitung nilai rata-rata, curah hujan minimum, serta nilai maksimum curah hujan bulanan dari tahun 1982-2011 kemudian dibandingkan dengan data curah hujan tahun 2012. Selain itu untuk melihat perubahan curah hujan yang terdapat di Kabupaten Grobogan dilakukan dengan membagi ke dalam 3 periode 10 tahunan, yaitu periode 1982-1991, periode 1992-2001, dan periode 2002-2011 kemudian dipetakan sehingga dapat terlihat secara spasial variasi curah hujan di Kabupaten Grobogan.

HASIL DAN PEMBAHASANA. Gambaran Curah Hujan BulananGambaran curah hujan bulanan di Kabupaten Grobogan selama 30 tahun menunjukan bahwa Kabupaten tersebut memiliki pola hujan monsunal. Hal ini dapat dilihat dari distribusi curah hujan bulanan berbentuk V dengan jumlah curah hujan musiman terendah pada bulan Juni, Juli atau Agustus dan jumlah hujan maksimum pada bulan terdapat pada bulan November, Desember, dan Januari. Berikut ini adalah grafik yang memperlihatkan kondisi curah hujan di Kabupaten Grobogan.

Sumber : hasil pengolahan, 2014Dari grafik tersebut dapat ditunjukan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun curah hujan tertinggi terdapat di bulan Februari dengan curah hujan mendekati 900 mm/bulan. Sedangkan nilai terendah selama 30 tahun terdapat di bulan Januari, Februari, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, dan Bulan November dengan nilai hujan 0 mm perbulannya. Jika dilihat dari rata-rata curah hujan bulanan tahun 1982-2011 dan curah hujan bulanan tahun 2012 sebagai pembandingnya, dapat dikatakan bahwa curah hujan di Kabupaten Grobogan memiliki pola curah hujan dengan kisaran yang hampir sama. Rata-rata bulanan tahun 1982-2011 memiliki 8 bulan basah (dengan curah hujan 100 mm) yang dimulai pada bulan Oktober hingga Mei. Berbeda dengan nilai pada tahun 2012 yang memiliki 7 bulan basah, dimana bulan Mei masih sudah masuk ke dalam bulan kering (dengan curah hujan 60 mm). Dari sini kita dapat melihat bahwa terjadi pergeseran untuk bulan basah dan bulan kering di Kabupaten Grobogan.Terlihat pula di dalam grafik bahwa curah hujan bulanan tahun 2012 yang digunakan sebagai pembanding masih dapat dikatakan normal karena tidak ada nilai yang melebihi rentang maksimum dan di bawah dari rentang minimum. Namun jika dilihat dari tiap masing-masing stasiun pengamatan curah hujan yang ada, terdapat beberapa stasiun yang memiliki pola yang berbeda antara tahun 2012 dengan nilai rata-rata selama 30 tahun. Berikut ini merupakan gambaran curah hujan di masing-masing stasiun pengamatan hujan di Kabupaten Grobogan.

a. Stasiun Brati PHP

Sumber : hasil pengolahan, 2014Dilihat dari pola hujan dalam kurun waktu 30 tahun (1982-2011) serta dengan data curah hujan tahun 2012 terlihat memiliki pola curah hujan yang serupa. Dari grafik tersebut juga tidak menunjukan adanya anomali karena data terbaru (tahun 2012) masih berada di rentang minimum dan maksimum curah hujan. Grafik tersebut juga menunjukan rata-rata curah hujan Tahun 1982-2011 yaitu memiliki 8 bulan basah (dengan curah hujan 100 mm) yaitu bulan Oktober, November, Desember, Januari, Februari, Maret, April, dan Mei. Berbeda dengan tahun 2012 bulan Oktober masih temasuk ke dalam bulan kering dan bulan mei sudah mulai memasuki bulan kering. Pada tahun 2012 jumlah bulan kering bertambah menjadi 6 bulan yaitu bulan Mei hingga bulan Oktober.

b. Stasiun Kramat

Sumber : hasil pengolahan, 2014Pola hujan dari stasiun pengukuran Kramat dalam kurun waktu 30 tahun (1982-2011) dibandingkan dengan data curah hujan tahun 2012 terlihat memiliki pola curah hujan yang cukup berbeda, terutama di bulam Januari, Februari, dan November. Curah hujan di bulan Januari terlihat jelas bahwa pada tahun 2012, stasiun kramat memiliki curah hujan yang cukup tinggi, yaitu 529 mm hampir mendekati dengan curah hujan maksimal di bulan tersebut selama 30 tahun yang berjumlah 542 mm sedangkan rata-ratanya masih kurang dari 300 mm. Begitu halnya dengan bulan November, dimana curah hujan pada tahun 2012 memiliki angka yang lebih besar dan mendekati nilai maksimal dibandingkan dengan nilai rata-rata dalam periode 30 tahun. Berbeda dengan bulan Februari yang memiliki curah hujan mendekati nilai minimum jauh dari rata-rata 30 tahun.Meskipun demikian grafik tersebut juga tidak menunjukan adanya anomali karena data terbaru (tahun 2012) masih berada di rentang minimum dan maksimum curah hujan. Grafik tersebut juga menunjukan rata-rata curah hujan Tahun 1982-2011. Namun jika dilihat dari bulan basah maupun bulan kering, yang tercatat di Stasiun Kramat sangat berbeda, dimana pada periode 30 tahun memiliki 7 bulan basah (dengan curah hujan 100 mm) yaitu bulan Oktober hingga bulan April. Sedangkan tahun 2012 bulan hanya memiliki 4 bulan basah, dimulai dari bulan Oktober hingga Januari. Pada tahun 2012 jumlah bulan kering bertambah menjadi 8 bulan yaitu bulan Februari hingga bulan September.

c. Stasiun Kepoh

Sumber : hasil pengolahan, 2014Dilihat dari pola hujan dalam kurun waktu 30 tahun (1982-2011) serta dengan data curah hujan tahun 2012 terlihat curah hujan yang tercatat di Stasiun Pengukuran Kepo, memiliki pola curah hujan yang serupa. Dari grafik tersebut juga tidak menunjukan adanya anomali karena dibandingkan dengan data tahun 2012, masih berada di rentang minimum dan maksimum curah hujan. Grafik tersebut juga menunjukan rata-rata curah hujan Tahun 1982-2011 yaitu memiliki 8 bulan basah (dengan curah hujan 100 mm) yaitu bulan Oktober, November, Desember, Januari, Februari, Maret, April, dan Mei. Sedikit berbeda dengan tahun 2012 dimana bulan Mei sudah mulai memasuki kering (dengan curah hujan 60 mm). Dari sini dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2012 jumlah bulan kering bertambah menjadi 5 bulan yaitu bulan Mei hingga bulan September.

d. Stasiun Wonotunggal

Sumber : hasil pengolahan, 2014Pola hujan dari stasiun pengukuran Wonotunggal dalam kurun waktu 30 tahun (1982-2011) dibandingkan dengan data curah hujan tahun 2012 terlihat memiliki pola curah hujan yang sedikit berbeda, terutama di bulam Januari. Curah hujan di bulan januari terlihat jelas bahwa pada tahun 2012, stasiun kramat memiliki curah hujan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 632 mm hampir mendekati dengan curah hujan maksimal di bulan tersebut selama 30 tahun yang berjumlah 686 mm sedangkan rata-ratanya masih dibawah 300 mm. Namun untuk bulan-bulan lainnya masih mengikuti pola yang mirip dengan periode curah hujan 30 tahunan.Dari grafik tersebut juga tidak menunjukan adanya anomali karena data terbaru (tahun 2012) masih berada di rentang minimum dan maksimum curah hujan. Grafik tersebut juga menunjukan rata-rata curah hujan dalam periode tahun 1982-2011. Namun kembali jika dilihat dari bulan basah maupun bulan kering, yang tercatat di Stasiun Wonotunggal terjadi perubahan, dimana pada periode 30 tahun memiliki 8 bulan basah (dengan curah hujan 100 mm) yaitu bulan Oktober hingga bulan Mei. Sedangkan tahun 2012 bulan hanya memiliki 6 bulan basah, dimulai dari bulan November hingga bulan April. Pada tahun 2012 jumlah bulan kering bertambah menjadi 6 bulan yaitu bulan Mei hingga bulan Oktober.

e. Stasiun Butak WD

Sumber : hasil pengolahan, 2014Dilihat dari pola hujan dalam kurun waktu 30 tahun (1982-2011) serta dengan data curah hujan tahun 2012 terlihat curah hujan yang tercatat di Stasiun Pengukuran Butak WD, memiliki pola curah hujan yang serupa. Dari grafik tersebut juga tidak menunjukan adanya anomali karena dibandingkan dengan data tahun 2012, masih berada di rentang minimum dan maksimum curah hujan. Grafik tersebut juga menunjukan rata-rata curah hujan Tahun 1982-2011 yaitu memiliki 8 bulan basah (dengan curah hujan 100 mm) yaitu bulan Oktober, November, Desember, Januari, Februari, Maret, April, dan Mei. Sedikit berbeda dengan tahun 2012 dimana bulan Mei sudah mulai memasuki kering (dengan curah hujan 60 mm). Dari sini dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2012 jumlah bulan kering bertambah menjadi 5 bulan yaitu bulan Mei hingga bulan September.

f. Stasiun Pojok

Sumber : hasil pengolahan, 2014Pola hujan dari stasiun pengukuran Pojok dalam kurun waktu 30 tahun (1982-2011) dibandingkan dengan data curah hujan tahun 2012 terlihat memiliki pola curah hujan yang cukup berbeda, terutama di bulan Januari. Curah hujan di bulan tersebut terlihat jelas bahwa pada tahun 2012, stasiun Pojok memiliki curah hujan yang cukup tinggi, yaitu 524 mm hampir mendekati dengan curah hujan maksimal di bulan tersebut selama 30 tahun yang berjumlah 574 mm sedangkan rata-ratanya masih kurang dari 300 mmMeskipun demikian grafik tersebut juga tidak menunjukan adanya anomali karena data terbaru (tahun 2012) masih berada di rentang minimum dan maksimum curah hujan. Grafik tersebut juga menunjukan rata-rata curah hujan pada periode tahun 1982-2011. Namun jika dilihat dari bulan basah maupun bulan kering, yang tercatat di Stasiun Pojok sangat berbeda, dimana pada periode 30 tahun memiliki 8 bulan basah (dengan curah hujan 100 mm) yaitu bulan Oktober hingga bulan Mei. Sedangkan tahun 2012 bulan hanya memiliki 6 bulan basah, dimulai dari bulan Oktober hingga Maret. Dengan demikian pada tahun 2012 jumlah bulan kering bertambah menjadi 6 bulan yaitu bulan Februari hingga bulan September.

g. Stasiun Ngaringan

Sumber : hasil pengolahan, 2014Dilihat dari pola hujan dalam kurun waktu 30 tahun (1982-2011) serta dengan data curah hujan tahun 2012 terlihat curah hujan yang tercatat di Stasiun Pengukuran Ngaringan, memiliki pola curah hujan yang serupa. Dari grafik tersebut juga tidak menunjukan adanya anomali karena dibandingkan dengan data tahun 2012, masih berada di rentang minimum dan maksimum curah hujan. Grafik tersebut juga menunjukan rata-rata curah hujan Tahun 1982-2011 yaitu memiliki 7 bulan basah (dengan curah hujan 100 mm) yaitu bulan Oktober, November, Desember, Januari, Februari, Maret, dan bulan April. Sedikit berbeda dengan tahun 2012 dimana bulan April sudah mulai memasuki kering (dengan curah hujan 60 mm). Dari sini dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2012 jumlah bulan kering bertambah menjadi 6 bulan yaitu bulan April hingga bulan September.B. Variabilitas Curah HujanCurah hujan di pulau Bali secara umum termasuk ke dalam pola curah hujan monsoonal. Pola curah hujan monsoonal ini ditandai dengan satu puncak musim hujan (unimodial) yaitu antara bulan November, Desember, Januari dan Februari. Berikut adalah gambar yang menunjukan pola curah hujan di Kabupaten Grobogan yang dibagi menjadi 3 periode.

Sumber : hasil pengolahan, 2014Berdasarkan distribusi temporal yang ditunjukan pada grafik tersebut, bulan Desember merupakan puncak musim hujan untuk semua periode terkecuali periode 1982-1991 yang memiliki puncak musim hujan di bulan November. Puncak musim kemarau hampir berbeda di setiap periodenya, untuk periode 1982-1991 puncak musim kemarau pada bulan Mei, sedangkan periode 1992-2001dan periode 2002-2011 puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juni. Untuk tahun 2012 puncak musim kemarau di bulan Juli dan Agustus dimana tidak tecatat sama sekali adanya hujan di bulan tersebut. Perubahan tersebut menjadi indikasi awal adanya pegaruh perubahan iklim global, hal ini ditandai dengan bergesernya musim hujan maupun musim kemarau dalam ketiga periode dan curah hujan bulanan di tahun 2012 seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya. Pada pembahasan di awal ditunjukan bahwa terjadinya perubahan dalam awal maupun jumlah bulan basah dan bulan kering. Dengan menggunakan pengolahan tiap periode, dapat di indikasikan perubahan mulai terlihat di periode 1982-1991 dan periode 1992-2001, dimana musim kering bergeser ke arah bulan Juni. Jika dilihat secara spasial, rata-rata curah hujan bulanan dapat dilihat dari peta berikut,

Sumber : hasil pengolahan, 2014Dari peta perubahan wilayah curah hujan selama 3 periode dan tahun 2012 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di setiap periode memiliki wilayah yang cukup berbeda. Hal ini seperti dijelaskan sebelumnya karena terjadi pergeseran pola curah hujan di masing- masing stasiun hujan. Dari peta tersebut juga semakin terlihat bahwa rata-rata curah hujan bulanan semakin berkurang di wilayah barat Kabupaten Grobogan. Peta tersebut menunjukan bahwa Kabupaten Grobogan secara tidak langsung telah mengalami perubahan wilayah curah hujan, baik yang disebabkan oleh pemanasan global maupun gejala-gejala lokal yang berpengaruh terhadap perilaku curah hujan. Untuk mengetahui secara spasial wilayah mana saja yang mengalami penurunan curah hujan dan kenaikan curah hujan dalam kurun waktu 30 tahun dapat dilihat pada peta perubahan wilayah hujan berikut ini,

Sumber : hasil pengolahan, 2014Dari peta tersebut terlihat bahwa di wilayah timur Kabupaten Grobogan cenderung mengalami penurunan curah hujan bulanan, sedangkan di wilaya barat cenderung mengalami kenaikan curah hujan. Berikut ini akan dijelakan secara temporal perubahan curah hujan di setiap stasiun hujan, a. Stasiun Brati PHPSeperti yang terlihat dari peta perubahan wilayah curah hujan, stasiun Brati PHP berada di wilayah yang mengalami penurunan rata-rata curah hujan. Grafik perubahan curah hujan Stasiun Brati PHP di bawah ini dapat terlihat bahwa cenderung mengalami penurunan besaran curah hujan. Terjadi penurunan yang siginfikan yakni bulan Juni dan Juli pada periode 2002-2011 dengan penurunan sebesar 36%. Pada saat ini kondisi ini secara meteorologis kondisi daerah sekitar stasiun Brati PHP bersifat kering.

Sumber : hasil pengolahan, 2014b. Stasiun Kramat

Sumber : hasil pengolahan, 2014Dilihat dari peta perubahan wilayah curah hujan, stasiun Kramat juga berada di wilayah yang mengalami penurunan rata-rata curah hujan. Dari grafik perubahan curah hujan Stasiun Kramat dapat terlihat bahwa cenderung mengalami penurunan besaran curah hujan. Terjadi penurunan yang siginfikan yakni bulan Juni pada periode 2002-2011 dengan penurunan sebesar 33%. Pada saat ini kondisi ini secara meteorologis kondisi daerah sekitar stasiun Kramat bersifat kering.c. Stasiun Kepoh

Sumber : hasil pengolahan, 2014Dilihat dari peta perubahan wilayah curah hujan, stasiun Kepoh berada di wilayah yang mengalami penurunan rata-rata curah hujan selama 30 tahun. Dari grafik perubahan curah hujan Stasiun Kepoh dapat terlihat bahwa selama 30 tahun terakhir cenderung mengalami penurunan besaran curah hujan. Terjadi penurunan yang siginfikan yakni bulan September pada periode 2002-2011 dengan penurunan sebesar 24%. Pada saat ini kondisi ini secara meteorologis kondisi daerah sekitar stasiun Kepoh juga bersifat kering.d. Stasiun WonotunggalStasiun pengamat hujan Wonotunggal juga berada di wilayah yang mengalami penurunan rata-rata curah hujan selama 30 tahun. Dari grafik perubahan curah hujan Stasiun Wonotunggal dapat terlihat bahwa selama 30 tahun terakhir cenderung mengalami penurunan besaran curah hujan. Terjadi penurunan yang siginfikan yakni bulan Juni di periode 1992-2001 dengan penurunan sebesar 40%. Pada saat ini kondisi ini secara meteorologis kondisi daerah sekitar stasiun Wonotunggal sama seperti ketiga stasiun hujan lainnya yang cenderung bersifat kering.

Sumber : hasil pengolahan, 2014e. Stasiun Butak WD

Sumber : hasil pengolahan, 2014Stasiun pengamat hujan Butak WD merupakan stasiun pengamat curah hujan yang terletak di wilayah barat Kabupaten Grobogan. Stasiun ini mencatat dalam 30 tahun terakhir tedapat peningkatan rata-rata curah hujan. Dari grafik perubahan curah hujan Stasiun Butak WD dapat terlihat bahwa selama 30 tahun terakhir cenderung stabil, namun pada bulan Oktober, November, dan Desember mengalami kenaikan besaran curah hujan yang cukup signifikan. Kenaikan curah hujan yang siginfikan dapat dilihat pada bulan Desember di periode 1992-2001 dengan kenaikan sebesar 37%. Pada saat pengukuran kondisi secara meteorologis kondisi daerah sekitar stasiun Butak WD cenderung bersifat basah karena masih masuk ke dalam musim penghujan.f. Stasiun Pojok

Sumber : hasil pengolahan, 2014Stasiun pengamat hujan Pojok juga sama seperti stasiun pengamat Butak WD, yaitu stasiun pengamat curah hujan yang terletak di wilayah barat Kabupaten Grobogan dan letaknya saling berdekatan. Stasiun ini mencatat dalam 30 tahun terakhir tedapat peningkatan rata-rata curah hujan. Dari grafik perubahan curah hujan Stasiun Butak WD dapat terlihat bahwa selama 30 tahun terakhir cenderung stabil, namun pada bulan Desember periode 2002-2011 mengalami kenaikan besaran curah hujan yang cukup signifikan dengan kenaikan sebesar 26%. Pada saat pengukuran kondisi secara meteorologis kondisi daerah sekitar stasiun pengamatan Pojok juga seperti stasiun Butak WD, yaitu cenderung bersifat basah karena masih masuk ke dalam musim penghujan.

g. Stasiun Ngaringan

Sumber : hasil pengolahan, 2014Stasiun pengamat hujan Ngaringan merupakan stasiun pengamat curah hujan yang terletak di wilayah paling barat Kabupaten Grobogan. Stasiun ini terletak jauh dari stasiun pengamat Pojok dan Butak WD, namun stasiun ini juga mencatat dalam 30 tahun terakhir tedapat peningkatan rata-rata curah hujan. Dari grafik perubahan curah hujan Stasiun Ngaringan dapat terlihat bahwa selama 30 tahun terakhir cenderung stabil, namun pada bulan November dan Desember mengalami kenaikan besaran curah hujan yang cukup signifikan. Kenaikan curah hujan yang sangat siginfikan dapat dilihat pada bulan Desember di periode 2002-2011 dengan kenaikan sebesar 67%. Pada saat pengukuran kondisi secara meteorologis kondisi daerah sekitar stasiun Butak WD cenderung bersifat basah karena masih masuk ke dalam musim penghujan.

KESIMPULANBerdasarkan hasil pengamatan dan analisa yang dilakukan terhadap data curah hujan di Kabupaten Grobogan dalam kurun waktu tahun 30 tahun (1982 2011) dengan perbandingan data curah hujan tahun 2012, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya terjadi perubahan musim penghujan yang ditandai dengan bulan basah, serta musim kemarau yang ditandai dengan bulan kering. Perubahan jumlah bulan hujan dan bulan kering juga dapat terlihat di masing-masing stasiun pengamat curah hujan selama kurun waktu 30 tahun.Perubahan atau pergeseran jumlah bulan basah dan bulan kering mengindikasikan adanya perubahan pola curah hujan di Kabupaten Grobogan, yang diperkuat dengan analisis menggunakan pengkelasan berdasarkan periode waktu 10 tahunan. Dari analisis tersebut didapatkan bahwa wilayah Kabupaten Grobogan memiliki wilayah dengan peningkatan curah hujan yang terdapat di bagian barat dan juga memiliki wilayah dengan penurunan curah hujan. Meskipun demikian faktor perubahan iklim dapat dianalsis dengan beberapa variabel, pada makalah ini hanya melihat pada faktor curah hujan saja. Dengan adanya indikasi awal dari fenomena perubahan iklim ini diharapkan dapat dianalisis lebih lanjut dengan faktor iklim lainnya.

DAFTAR PUSTAKAHermawan, Eddy, dkk. (2007). Analisis Variabilitas Curah Hujan Dl Sumatera Barat Dan Selatan Dikaitkan Dengan Kejadian Dipole Mode. Makalah : Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN-BandungSandy, I. M. (1996). Republik Indonesia Geografi Regional II. Departemen Geografi FMIPA UI, Depok.Setawan, Ogi. (2011). Analsis Variabilitas Curah Hujan Dan Suhu Di Bali. Paper : Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan, NTB.