Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
41
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Survei Kondisi Penjualan Sampel
Data mengenai kondisi penjualan sampel diperoleh dari responden di
lapangan, yaitu penjual daging ayam broiler di pasar tradisional Cileunyi. Survei
kondisi penjualan sampel dilakukan dengan metode kuisioner mengenai sanitasi
tempat penjualan daging ayam, data tentang kondisi daging ayam dan tata letak
lokasi penjualan daging ayam.
5.1.1 Sanitasi Tempat Penjualan Daging Ayam
Wawancara dilakukan pada tiga orang penjual daging ayam broiler di
pasar tradisional Cileunyi. Wawancara mengenai sanitasi tempat penjualan daging
ayam broiler. Penjual pertama adalah penjual yang berada di area basah pasar
tradisional Cileunyi. Penjual kedua adalah penjual yang tidak menempati area
basah namun masih berada di dalam pasar tradisional Cileunyi. Penjual ketiga
adalah penjual yang berada di luar pasar tradisional Cileunyi namun masih berada
di sekitar pasar tradisional Cileunyi.
Penjual pertama tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan
daging ayam. Penjual yang melakukan penanganan daging ayam tidak memakai
sarung tangan, masker dan penutup kepala. Lantai tempat penjualan daging ayam
kedap air dan mudah dibersihkan karena terbuat dari keramik. Meja tempat
penjualan daging ayam terbuat dari keramik. Di sekitar tempat penjualan daging
ayam tidak terdapat tempat sampah, bahan kimia serta hama. Peralatan yang
digunakan pada penanganan daging ayam berupa timbangan dan pisau tidak ada
yang berkarat. Talenan yang digunakan termasuk mudah dibersihkan.
42
Pembersihan terhadap peralatan, perlengkapan serta tempat penjualan daging
ayam dilakukan pada awal dan akhir. Limbah yang ada dimasukkan ke dalam
kantong plastik. Tempat penjual yang berada di area basah pasar tradisional
Cileunyi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Tempat penjual daging ayam broiler yang berada di area basah pasar tradisional Cileunyi
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Penjual kedua tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan
daging ayam. Penjual yang melakukan penanganan daging ayam tidak memakai
sarung tangan, masker dan penutup kepala. Lantai tempat penjualan daging ayam
adalah jalanan yang berupa aspal. Permukaan meja tempat penjualan daging ayam
berupa meja kayu yang dilapisi oleh plastik pada bagian atasnya. Di sekitar tempat
penjualan daging ayam tidak terdapat tempat sampah serta bahan kimia. Namun
terdapat hama di sekitar tempat penjualan daging ayam yaitu berupa lalat dan
terkadang tikus. Pengendalian terhadap lalat yang hinggap di daging ayam
dilakuakan dengan cara mengusirnya. Peralatan yang digunakan pada penanganan
daging ayam ada yang berkarat yaitu timbangan sedangkan pisau tidak berkarat.
Talenan yang digunakan termasuk mudah dibersihkan. Pembersihan terhadap
peralatan, perlengkapan dilakukan pada awal dan akhir penjualan sedangkan
tempat penjualan daging ayam tidak dibersihkan. Limbah yang ada dimasukkan
ke dalam kantong plastik. Tempat penjual yang tidak menempati area basah
43
namun masih berada di dalam pasar tradisional Cileunyi dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Tempat penjual daging ayam broiler yang tidak menempati area basah namun masih berada di dalam pasar tradisional Cileunyi
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Penjual ketiga tidak diberi pelatihan khusus mengenai cara penanganan
daging ayam. Penjual yang melakukan penanganan daging ayam tidak memakai
sarung tangan, masker dan penutup kepala. Lantai tempat penjualan daging ayam
adalah jalanan yang berupa aspal. Permukaan meja tempat penjualan daging ayam
berupa meja kayu yang dilapisi oleh plastik pada bagian atasnya. Di sekitar tempat
penjualan daging ayam tidak terdapat tempat sampah serta bahan kimia. Namun
terdapat hama di sekitar tempat penjualan daging ayam yaitu berupa lalat.
Pengendalian terhadap lalat yang hinggap di daging ayam dilakuakan dengan cara
mengusirnya. Peralatan yang digunakan pada penanganan daging ayam berupa
timbangan dan pisau tidak ada yang berkarat. Talenan yang digunakan termasuk
mudah dibersihkan. Pembersihan terhadap peralatan, perlengkapan dilakukan
pada awal dan akhir penjualan sedangkan tempat penjualan daging ayam tidak
dibersihkan. Limbah yang ada dimasukkan ke dalam kantong plastik. Tempat
penjual yang berada di luar pasar tradisional Cileunyi namun masih berada di
sekitar pasar tradisional Cileunyi dapat dilihat pada Gambar 7.
44
Gambar 7. Tempat penjual daging ayam broiler yang berada di luar pasar
tradisional Cileunyi namun masih berada di sekitar pasar tradisional Cileunyi
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
5.1.2 Data Tentang Kondisi Daging Ayam
Penjual pertama, penjual kedua dan penjual ketiga melakukan pemotongan
ayam di rumah pemotongan ayam (RPA). RPA yang menjadi tempat pemotongan
ayam terletak di Desa Cileunyi Wetan. Alur daging ayam hingga sampai ke
tangan konsumen mulai dari penyembelihan, pencabutan bulu, pengeluaran
jeroan, pencucian, pengemasan dan pengangkutan. Karkas ayam diangkut ke
pasar untuk kemudian dijual.
Penjual pertama mulai menjual daging ayam pada pukul 04.00 WIB
sampai pukul 10.30 WIB. Penjual kedua mulai menjual daging ayam pada pukul
04.00 WIB sampai pukul 10.00 WIB. Penjual ketiga mulai menjual daging ayam
pada pukul 04.00 WIB sampai pukul 09.30 WIB.
5.1.3 Tata Letak Lokasi Penjualan Daging Ayam
Kondisi pasar tradisional yang kurang baik dari segi kebersihan dan
manajemen tata letak dapat menjadikan pasar sebagai media kontaminasi silang
pada pangan (World Health Organization, 2006 dikutip Tata
45
letak lokasi penjualan daging ayam di pasar tradisional Cileunyi dapat dilihat pada
Gambar 8.
Gambar 8. Tata letak lokasi penjualan daging ayam di pasar tradisional
Cileunyi (Dokumentasi Pribadi, 2018)
Ada tiga lokasi penjual pada penelitian ini yaitu penjual yang menempati
area basah pasar tradisional Cileunyi (Angka 1), penjual yang tidak menempati
area basah namun masih berada di dalam pasar tradisional Cileunyi (Angka 2) dan
penjual yang berada di luar pasar tradisional Cileunyi namun masih berada di
sekitar pasar tradisional Cileunyi (Angka 3).
Lokasi penjual pertama berada di area basah pasar tradisional Cileunyi.
Pada area basah pasar tradisional Cileunyi penataan per produk penjualan yang
sudah mulai tertata dengan rapih. Lokasi penjual kedua tidak menempati area
basah namun masih berada di dalam pasar tradisional Cileunyi. Di lokasi ini tidak
3
2
1
Keterangan: Penjual daging ayam 1: penjual di area basah 2: penjual di luar area basah
tapi masih di dalam pasar 3: penjual di luar pasar tapi
masih berada di sekitar pasar
Area basah Area kering
Pos Lapangan
Jalanan
46
hanya pedagang yang berjualan daging ayam broiler saja, namun pedagang yang
berjualan barang-barang lainnya juga bercampur di lokasi ini. Lokasi penjual
ketiga berada di luar pasar tradisional Cileunyi namun masih berada di sekitar
pasar tradisional Cileunyi. Lokasi penjual ini berada dekat dengan jalan raya.
5.2 Mutu Kimia Daging Ayam Segar
5.2.1 Pengukuran pH
pH daging antara 6,8 7,2 dalam keadaan masih hidup, setelah dipotong
akan terjadi penurunan pH (Muchtadi dkk, 2010). Perubahan pH sesudah ternak
mati pada dasarnya ditentukan oleh kandungan asam laktat yang tertimbun dalam
otot, yang selanjutnya ditentukan oleh kandungan glikogen dan penanganan
sebelum penyembelihan (Buckle dkk, 1985). Nilai pH karkas ayam ditentukan
oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis
anaerob. Jumlah asam laktat akan terbatas bila glikogen yang digunakan menurun
dengan cepat karena ternak kelelahan, kelaparan atau stres sebelum dipotong
(Yuanisa, 2005).
Daging ayam broiler pada penelitian ini diambil dari tiga pedagang daging
ayam broiler yang berada di pasar tradisional Cileunyi. Pengambilan sampel
dilakukan pada pukul 06.00 WIB, 10.00 WIB dan 14.00 WIB. Data hasil
penelitian nilai pH daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi
dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil penelitian nilai pH daging ayam broiler yang
dijual di pasar tradisional Cileunyi dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel
14, pH tertinggi dimiliki oleh daging ayam broiler yang diambil dari penjual
pertama pada pukul 06.00 WIB yaitu 6,31 sedangkan pH terendah dimiliki oleh
47
daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga pada pukul 14.00 WIB yaitu
5,68.
Tabel 14. Hasil penelitian nilai pH daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi
Lokasi pengambilan sampel Waktu pengambilan sampel
06.00 WIB 10.00 WIB 14.00 WIB Nilai pH
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama
6,31 6,14 5,98
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual kedua
6,23 6,08 5,81
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga
6,21 5,97 5,68
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2018)
Grafik nilai pH daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi
dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Grafik nilai pH daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi
Grafik pada Gambar 9 menunjukan bahwa pH daging ayam broiler yang
diambil dari penjual pertama, kedua maupun ketiga mengalami penurunan dengan
semakin lamanya jangka waktu setelah pemotongan. Menurut Soeparno (1992),
5.6
5.7
5.8
5.9
6
6.1
6.2
6.3
6.4
06.00 10.00 14.00
Waktu pengambilan sampel (Jam)
Nilai pH daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi
Daging ayam broiler yangdiambil dari penjual pertama
Daging ayam broiler yangdiambil dari penjual kedua
Daging ayam broiler yangdiambil dari penjual ketiga
48
bahwa pH daging akan mengalami penurunan sesuai dengan waktu penyimpanan,
semakin lama penyimpanan akan semakin rendah pH daging sampai tercapai pH
akhir pada kisaran 5,4 sampai 5,8.
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama pada pukul 06.00
WIB memiliki pH 6,31 dan mengalami penurunan sebesar 0,33 unit, yaitu
menjadi 5,98 diakhir pengamatan pada pukul 14.00 WIB. Daging ayam broiler
yang diambil dari penjual kedua pada pukul 06.00 WIB memiliki pH 6,23 dan
mengalami penurunan sebesar 0,42 unit, yaitu menjadi 5,81 diakhir pengamatan
pada pukul 14.00 WIB. Daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga
pada pukul 06.00 WIB memiliki pH 6,21 dan mengalami penurunan sebesar 0,53
unit, yaitu menjadi 5,68 diakhir pengamatan pada pukul 14.00 WIB.
Penurunan pH otot postmortem juga bervariasi diantara ternak (Soeparno,
1992). Pada daging unggas (ayam) penurunan pH akan mencapai nilai 5,8 5,9
setelah melewati fase pascamortem selama 2 4,5 jam (Muchtadi dkk, 2010).
Nilai pH daging dada ayam broiler mengalami penurunan seiring dengan
meningkatnya waktu postmortem. Semakin lama postmortem akumulasi ion
hidrogen dalam otot semakin meningkat sehingga makin banyak asam laktat yang
terbentuk. Oleh karena itu pH turun terus sampai cadangan glikogen otot benar-
benar habis atau setelah enzim glikolitik tidak aktif lagi. Pada kondisi ini telah
tercapai pH ultimat daging (Buckle dkk, 1987).
Penurunan nilai pH selama postmortem dapat disebabkan oleh dua faktor
yaitu aktivitas nonmikrobial dan aktivitas mikrobial. Penurunan nilai pH oleh
aktivitas nonmikrobial terjadi akibat proses glikolisis anaerob yang menghasilkan
asam laktat. Penurunan nilai pH oleh aktivitas mikrobial disebabkan adanya
49
aktivitas mikroorganisme yang mendekomposisi substrat yang terdapat di dalam
karkas ayam broiler berupa karbohidrat, protein dan lemak (Yuanisa, 2005).
pH ultimat normal daging postmortem adalah sekitar 5,5, yang sesuai
dengan titik isoelektrik sebagian besar protein daging termasuk protein miofibril
(Soeparno, 1992). Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai di bawah 5,3.
Hal ini disebabkan oleh enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak
aktif bekerja (Lukman, 2010 dikutip Haq dkk, 2015).
5.4.2 Pengukuran Aktivitas Air/Water Activity (aw)
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan
makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw (water activity),
yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannnya. Berbagai mikroorganisme mempunyai aw minimum agar dapat
tumbuh dengan baik, misalnya bakteri aw: 0,90; khamir aw: 0,80-0,90; kapang aw;
0,60-0,70 (Winarno, 1984).
Daging ayam broiler pada penelitian ini diambil dari tiga pedagang daging
ayam broiler yang berada di pasar tradisional Cileunyi. Pengambilan sampel
dilakukan pada pukul 06.00 WIB, 10.00 WIB dan 14.00 WIB. Data hasil
penelitian aktivitas air/water activity (aw) daging ayam broiler yang dijual di pasar
tradisional Cileunyi dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil penelitian aktivitas
air/water activity (aw) daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional
Cileunyi dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan Tabel 15, aw tertinggi dimiliki
oleh daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama pada pukul 06.00
50
WIB yaitu 0,977 sedangkan aw terendah dimiliki oleh daging ayam broiler yang
diambil dari penjual ketiga pada pukul 14.00 WIB yaitu 0,912.
Tabel 15. Hasil penelitian aktivitas air/water activity (aw) daging ayam broiler
yang dijual di pasar tradisional Cileunyi
Lokasi pengambilan sampel Waktu pengambilan sampel
06.00 WIB 10.00 WIB 14.00 WIB aktivitas air/water activity (aw)
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama
0,977 0,956 0,941
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual kedua
0,976 0,944 0,928
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga
0,974 0,923 0,912
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2018)
Grafik nilai aw daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi dapat
dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik nilai aw daging ayam broiler yang dijual di pasar
tradisional Cileunyi
Grafik pada Gambar 10 menunjukan bahwa aw daging ayam broiler yang
diambil dari penjual pertama, kedua maupun ketiga mengalami penurunan dengan
semakin lamanya jangka waktu setelah pemotongan. Daging ayam broiler yang
0.91
0.92
0.93
0.94
0.95
0.96
0.97
0.98
06.00 10.00 14.00
Waktu pengambilan sampel (Jam)
Nilai aw daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi
Daging ayam broiler yangdiambil dari penjualpertama
Daging ayam broiler yangdiambil dari penjualkedua
Daging ayam broiler yangdiambil dari penjualketiga
51
diambil dari penjual pertama pada pukul 06.00 WIB memiliki aw 0,977 dan
mengalami penurunan sebesar 0,036 unit, yaitu menjadi 0,941 diakhir pengamatan
pada pukul 14.00 WIB. Daging ayam broiler yang diambil dari penjual kedua
pada pukul 06.00 WIB memiliki aw 0,976 dan mengalami penurunan sebesar
0,048 unit, yaitu menjadi 0,928 diakhir pengamatan pada pukul 14.00 WIB.
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga pada pukul 06.00 WIB
memiliki aw 0,974 dan mengalami penurunan sebesar 0,062 unit, yaitu menjadi
0,912 diakhir pengamatan pada pukul 14.00 WIB.
Nilai aw semakin menurun pada saat postmortem, karena berdasarkan
Lawrie (1985) dikutip Anggraeni (2005), bahwa semakin lama postmortem maka
urat daging akan menyusut sehingga banyak air terlepas yang juga akan
mempengaruhi ketersediaan air bebas dalam daging. Penyusutan otot ini
memungkinkan untuk penetrasi bakteri ke dalam jaringan daging.
Penurunan nilai pH menyebabkan terjadinya denaturasi protein (Eskin,
1990). Lakkonen (1973) menyatakan bahwa tersedianya air bebas secara mekanik
ditambat oleh membran seluler protein. Denaturasi protein ini menyebabkan air
bebas yang ditambat oleh protein berkurang sehingga banyak air bebas yang
terlepas. Menurut Warris (2000) dikutip Anggraeni (2005), nilai pH daging
berpengaruh terhadap air yang keluar dari daging. Daging dengan nilai pH rendah
mengakibatkan struktur protein mengerut dan menyebabkan penekanan air untuk
keluar dari daging menjadi besar. Semakin banyak air yang keluar dari daging,
maka kadar air dalam daging menjadi berkurang dan juga memengaruhi
ketersediaan air bebas dalam daging. Lama postmortem semakin menurunkan
nilai aw seiring dengan menurunnya nilai pH.
52
Troller and Cristian (1978) dikutip Mulasari dkk (2014) mengatakan
bahwa pada saat mikroba tumbuh di lingkungan baru, maka yang mungkin terjadi
adalah tumbuh (survival) atau mati (death). Pada dasarnya mikroba tumbuh makin
tinggi dengan menurunnya nilai aw. Rata-rata nilai aw pada penelitian ini berkisar
antara 0,912 0,977 yang mungkin tumbuh pada kisaran ini adalah bakteri. Hal
ini berdasarkan pada Jay (2000) yang menyatakan bahwa nilai aw minimal yang
dibutuhkan oleh bakteri sebesar 0,91. Jadi nilai aw pada penelitian ini
memungkinkan untuk pertumbuhan bakteri.
5.3 Mutu Mikrobiologi Daging Ayam Segar
5.3.1 Perhitungan Jumlah Total Mikroba
Mutu sanitasi produk-produk daging ayam unggas biasanya ditentukan
berdasarkan jumlah hitungan cawan aerobik pada suhu 35 37oC, jumlah
koliform, dan ada tidaknya E. coli (Fardiaz, 1992). Perhitungan jumlah total
mikroba yang terdapat pada daging ayam segar menggunakan metode Total Plate
Count atau metode hitungan cawan.
Total plate count merupakan cara penghitungan jumlah mikroba yang
terdapat dalam suatu produk yang tumbuh pada media agar pada suhu dan waktu
inkubasi yang ditetapkan (Badan Standardisasi Nasional, 2008).
Daging ayam broiler pada penelitian ini diambil dari tiga pedagang daging
ayam broiler yang berada di pasar tradisional Cileunyi. Pengambilan sampel
dilakukan pada pukul 06.00 WIB, 10.00 WIB dan 14.00 WIB. Data hasil
penelitian jumlah total mikroba dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar
tradisional Cileunyi dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil penelitian jumlah total
53
mikroba dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi
dapat dilihat pada Tabel 16. Gambar hasil penelitian jumlah total mikroba dalam
daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Tabel 16. Hasil penelitian jumlah total mikroba dalam daging ayam broiler
yang dijual di pasar tradisional Cileunyi
Lokasi pengambilan sampel Waktu pengambilan sampel
06.00 WIB 10.00 WIB 14.00 WIB Jumlah total mikroba (cfu/g)
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama
1,7 x 104 1,2 x 106 1,4 x 106
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual kedua
2,1 x 104 1,3 x 106 1,6 x 106
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga
2,4 x 104 1,5 x 106 1,8 x 106
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2018)
Tabel 16 menunjukkan bahwa jumlah total mikroba terendah dimiliki oleh
daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama pada pukul 06.00 WIB
yaitu 1,7 x 104 cfu/g sedangkan jumlah total mikroba tertinggi dimiliki oleh
daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga pada pukul 14.00 WIB yaitu
1,8 x 106 cfu/g. Jumlah total mikroba daging ayam menurut SNI 7388:2009 tidak
boleh melebihi 1x106 cfu/g.
Semua daging ayam broiler yang diambil pada pukul 06.00 WIB memiliki
jumlah total mikroba kurang dari 1x106 cfu/g. Rendahnya jumlah total mikroba
pada ketiga sampel tersebut kemungkinan karena daging ayam broiler yang dijual
masih dalam kondisi segar (daging ayam broiler yang baru dipotong) serta waktu
antara pemotongan sampai pembelian kurang dari 4 jam sehingga meminimalisasi
kontaminasi saat penjualan sehingga pertumbuhan bakteri lebih sedikit (Utari dkk,
54
2016). Grafik jumlah total mikroba daging ayam broiler yang dijual di pasar
tradisional Cileunyi dapat dilihat pada Gambar 11.
Grafik pada Gambar 11 menunjukan bahwa jumlah total mikroba daging
ayam broiler mengalami pertambahan dengan semakin lamanya jangka waktu
setelah pemotongan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Utami (2012) bahwa
lamanya postmortem karkas ayam menyebabkan pertumbuhan mikroba terus
meningkat.
Gambar 11. Grafik jumlah total mikroba daging ayam broiler yang dijual di
pasar tradisional Cileunyi
Pengaruh faktor waktu dapat dihubungkan dengan jumlah bakteri. Interval
waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk membelah diri disebut sebagai waktu
generasi. Sel tunggal bakteri bereproduksi dengan pembelahan biner dan
jumlahnya akan bertambah secara geometrik. Apabila kontaminasi bakteri
awalnya berada di bawah batas cemaran maksimum mikroba, setelah disimpan
beberapa waktu jumlahnya akan meningkat sehingga bisa melewati batas cemaran
maksimum (Juwita dkk, 2014).
0
20
40
6080
100
120
140
160
180
200
06.00 10.00 14.00
Waktu pengambilan sampel (Jam)
Jumlah total mikroba dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi
Daging ayam broiler yangdiambil dari penjualpertama
Daging ayam broiler yangdiambil dari penjualkedua
Daging ayam broiler yangdiambil dari penjualketiga
55
Kondisi masing-masing tempat penjualan juga merupakan faktor yang
menyebabkan perbedaan total mikroba (Utami, 2012). Ada tiga lokasi penjual
pada penelitian ini yaitu penjual yang menempati area basah pasar tradisional
Cileunyi, penjual yang tidak menempati area basah namun masih berada di dalam
pasar tradisional Cileunyi dan penjual yang berada di luar pasar tradisional
Cileunyi namun masih berada di sekitar pasar tradisional Cileunyi.
Lokasi penjual pertama berada di area basah pasar tradisional Cileunyi.
Pada area basah pasar tradisional Cileunyi penataan per produk penjualan yang
sudah mulai tertata dengan rapih. Menurut William (1993) dikutip Edwin dkk
(2016) pasar yang bersih dan sehat bukan berarti pasar itu harus mewah, tetapi
kebersihannya terjaga dan adanya pemisahan area antara sayuran, buah dan
daging. Adanya pemisahan area untuk meminimalisasi kontaminasi silang agar
pertumbuhan bakteri lebih sedikit. Jumlah total mikroba pada lokasi ini lebih
sedikit dibandingkan dengan lokasi kedua dan ketiga
Lokasi penjual kedua tidak menempati area basah namun masih berada di
dalam pasar tradisional Cileunyi. Di lokasi ini tidak hanya pedagang yang
berjualan daging ayam broiler saja, namun pedagang yang berjualan barang-
barang lainnya juga bercampur di lokasi ini. Hal tersebut dapat menjadi sumber
kontaminasi atau pencemaran dari debu dan bakteri yang ada dari barang-barang
lainnya yang terjual di dalam pasar. Semua pedagang tidak memiliki sekat antar
barang yang dijualnya. Tempat yang tidak bersekat membuat rentan terjadinya
kontaminasi silang dan meningkatkan kontaminasi dari mikroba (Islamy dkk,
2018)
56
Lokasi penjual ketiga berada di luar pasar tradisional Cileunyi namun
masih berada di sekitar pasar tradisional Cileunyi. Lokasi penjual ini berada dekat
dengan jalan raya. Menurut Selfiana dkk (2017) tingkat pencemaran yang tinggi
dipengaruhi oleh tempat berjualan yang terletak di pinggir jalan dan tempat
berjualan juga terbuka sehingga mudah terkontaminasi dari udara dan debu.
Penjual daging karkas yang berada dekat jalan raya mempunyai sanitasi
yang lebih rendah dibandingkan dengan tempat penjualan yang jauh dari jalan
raya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya debu dan sanitasi yang buruk
(Inanusantri dan Setiowati, 2011 dikutip Hafid dkk, 2014). Bahan pangan dapat
tercemar mikroorganisme, terutama dari lingkungan sekitarnya seperti udara,
debu, air, tanah, kotoran maupun bahan organik yang telah busuk (Suardana dan
Swacita, 2009 dikutip Aerita dkk, 2014).
5.3.2 Perhitungan Jumlah Total E. coli
Sanitasi yang buruk dapat diindikasikan dengan keberadaan bakteri
indikator, seperti E. coli. E. coli merupakan mikroflora normal pada saluran
pencernaan dan sering ditemukan dalam air akibat kontaminasi feses hewan atau
manusia (Kornacki dan Johnson, 2001 dikutip Dewantoro dkk, 2009). Informasi
yang dapat diperoleh dari pengujian mikroorganisme indikator sanitasi tergantung
dari apakah produk tersebut dalam keadaan mentah atau siap untuk dimakan.
Untuk bahan pangan mentah, jumlah koliform dan E. coli menunjukkan tingkat
kontaminasi pada proses penyembelihan/pemotongan hewan (Fardiaz, 1992).
Kontaminasi bakteri E. coli pada makanan biasanya berasal dari
kontaminasi air yang digunakan. Bahan makanan yang sering terkontaminasi oleh
57
E. coli diantaranya ialah daging ayam, daging sapi, daging babi selama
penyembelihan, ikan dan makanan-makanan hasil laut lainnya, telur dan produk
olahannya, sayuran, buah-buahan, sari buah, serta bahan minuman seperti susu
dan lainnya (Supardi dan Sukamto, 1999).
Daging ayam broiler pada penelitian ini diambil dari tiga pedagang daging
ayam broiler yang berada di pasar tradisional Cileunyi. Pengambilan sampel
dilakukan pada pukul 06.00 WIB, 10.00 WIB dan 14.00 WIB. Data hasil
penelitian jumlah E. coli dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar
tradisional Cileunyi dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil penelitian terhadap
kandungan E. coli dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional
Cileunyi dapat dilihat pada Tabel 17. Gambar hasil penelitian terhadap kandungan
E. coli dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi dapat
dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 17. Hasil penelitian jumlah E. coli dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi
Lokasi pengambilan sampel Waktu pengambilan sampel
06.00 WIB 10.00 WIB 14.00 WIB Jumlah E. Coli (cfu/g)
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama
2,5 x 101 3 x 101 3,5 x 101
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual kedua
3,5 x 101 4 x 101 4,5 x 101
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga
3,5 x 101 4 x 101 5 x 101
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2018)
Berdasarkan Tabel 17, jumlah E. coli terendah dimiliki oleh daging ayam
broiler yang diambil dari penjual pertama pada pukul 06.00 WIB yaitu 2,5 x 101
cfu/g sedangkan jumlah E. coli tertinggi dimiliki oleh daging ayam broiler yang
diambil dari penjual ketiga pada pukul 14.00 WIB yaitu 5 x 101 cfu/g. Grafik
58
jumlah E. coli dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi
dapat dilihat pada Gambar 12.
Jumlah E. coli daging ayam menurut SNI 7388:2009 tidak boleh melibihi
1 x 101 cfu/g. Namun, semua daging ayam broiler pada penelitian ini memiliki
jumlah E.coli lebih dari 1 x 101 cfu/g. Kontaminasi E.coli pada daging ayam
broiler yang dijual kemungkinan berasal dari kontaminasi dengan lingkungan
terutama air waktu pengolahan. Air pencucian karkas yang digunakan secara
berulang sehingga kontaminasi dengan bakteri E. coli tidak dapat dihindarkan
karena penggunaan air yang telah terkontaminasi (Hafid dkk, 2014).
Gambar 12. Grafik jumlah E. coli dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi
Adanya kontaminasi E. coli pada daging ayam dimungkinkan akibat
penggunaan air yang sudah tercemar E. coli. Air tersebut digunakan dalam
kegiatan di peternakan, tempat pemotongan, tempat pengolahan hingga
dihidangkan di atas meja (Nugroho, 2005 dikutip Dewantoro dkk, 2009). Bakteri
0
10
20
30
40
50
60
06.00 10.00 14.00
Waktu pengambilan sampel (Jam)
Jumlah E. coli dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi
Daging ayam broileryang diambil daripenjual pertama
Daging ayam broileryang diambil daripenjual kedua
Daging ayam broileryang diambil daripenjual ketiga
59
ini banyak terdapat pada saluran pencernaan, maka sangat dimungkinkan untuk
mencemari air yang digunakan untuk processing ayam dengan penggunaan
berulang kali (Baron dkk, 1994 dikutip Yulistiani, 2010).
Kontaminasi E.coli pada daging ayam broiler kemungkinan juga berasal
dari jeroan yang diletakkan dekat dengan daging ayam broiler. Bakteri dapat
ditularkan melalui media debu, air, dan udara pada bahan makanan. Peletakan
daging yang dicampur dengan tempat peletakan jeroan dapat menjadi salah satu
faktor penyebab kontaminasi E. coli pada daging yang ada di pasar (Soemari,
2001 dikutip Selfiana dkk, 2017).
Organ jeroan terutama usus merupakan habitat dari E. coli, sehingga E.
coli dapat mencemari daging jika daging ayam tersebut kontak dengan isi usus
ayam dan tangan pegawai yang mengolah daging tersebut (Dewantoro dkk, 2009).
Pengeluaran jeroan adalah kontaminasi yang terbesar baik dari pencernaan/usus
maupun feses melalui alat dan tangan pekerja (Inanusantri dan Setiowati, 2011
dikutip Hafid dkk, 2014).
5.3.3 Deteksi Keberadaan Salmonella
Produk-produk daging dan unggas sering merupakan sumber keracunan
makanan. Bakteri patogen yang sering mencemari produk-produk tersebut
terutama adalah Staphylococcus aureus, Salmonella dan Clostridium perfringens.
S. aureus sering mencemari produk-produk daging yang diolah dengan kadar
garam relatif tinggi seperti sosis dan ham, sedangkan Samonella sering ditemukan
pada produk-produk dan unggas yang masih mentah atau telah diolah setengah
60
matang, dan C. perfrigens sering ditemukan pada produk-produk daging dan
unggas yang dipanggang atau dibakar (Fardiaz, 1992).
Salmonella merupakan mikroorganisme indikator keamanan pangan
terhadap mikroorganisme patogen. Pengujian Salmonella bertujuan untuk
mengetahui kelayakan konsumsi dan cara penanganannya, apabila terdapat di
dalam karkas (Yuanisa, 2005).
Daging ayam broiler pada penelitian ini diambil dari tiga pedagang daging
ayam broiler yang berada di pasar tradisional Cileunyi. Pengambilan sampel
dilakukan pada pukul 06.00 WIB, 10.00 WIB dan 14.00 WIB. Hasil penelitian
terhadap kandungan Salmonella dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar
tradisional Cileunyi dapat dilihat pada Tabel 18. Gambar hasil penelitian
kandungan Salmonella dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional
Cileunyi dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 18. Hasil penelitian terhadap kandungan Salmonella dalam daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Cileunyi
Tempat pengambilan sampel Waktu pengambilan sampel
06.00 WIB 10.00 WIB 14.00 WIB Deteksi Salmonella
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual pertama
Negatif Negatif Negatif
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual kedua
Negatif Negatif Positif
Daging ayam broiler yang diambil dari penjual ketiga
Negatif Negatif Negatif
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2018)
Tabel 18 menunjukkan bahwa dari 27 sampel daging ayam broiler yang
dijual di pasar tradissional Cileunyi terdapat 26 sampel daging ayam broiler yang
negatif Salmonella dan layak dikonsumsi, sedangkan 1 sampel tercemar oleh
Salmonella. Daging ayam broiler yang diambil dari penjual kedua pada pukul
10.00 WIB positif mengandung Salmonella. Hal ini diduga karena terdapat
61
kandang ayam yang berada dekat dengan penjual daging ayam broiler yang
memungkinkan mencemari karkas lewat udara. Kandang ayam yang berada dekat
dengan penjual kedua dapat dilihat pada Gambar 13.
Adanya sampel yang tercemar diduga karena terdapat pedagang yang
memotong ayam di pasar tempatnya menjadi satu dengan kandang ternak hidup
dan tempat penjualan, sehingga dapat memperbesar kemungkinan kontaminasi
Salmonella. Pemotongan langsung ayam hidup dan pengolah menjadi karkas di
satu tempat, kemungkinan akan kontaminasi dari limbah-limbah karkas seperti
darah, bulu, kotoran dan jeroan dapat terjadi (Utari dkk, 2016).
Gambar 13. Kandang ayam yang berada dekat dengan penjual kedua
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Selama perjalanan ke rumah potong hewan ternak-ternak (ayam-ayam)
ditempatkan secara berdesak-desakan dan mengalami tekanan, sehingga
mengakibatkan penyebaran organisme lebih luas di antara ternak-ternak tersebut.
Demikian juga selama penyembelihan dan kemudian pemotongan karkas terjadi
pencemaran silang (cross-contamination) dari karkas yang tercemar ke karkas
yang masih bersih melalui pisau, alat-alat lainnya dan air pencucian, sehingga
keadaan karkas yang tercemar oleh Salmonella lebih banyak sesudah proses
penyembelihan daripada sebelumnya (Buckle dkk, 1985).
62
Kemungkinan lain yang diduga menjadi penyebab pencemaran mikroba
pada daging ayam adalah ayam hidup yang terinfeksi oleh Salmonella. Ternak
dalam hal ini ayam yang mengandung (terinfeksi) Salmonella sering tidak
menunjukkan gejala klinis (bersifat subklinis) sehingga bakteri ini cenderung
menyebar dengan mudah di antara flock atau kumpulan ternak. Kotoran ternak
yang telah tertular oleh Salmonella yang dapat mencemari tempat pakan maupun
tempat minum ternak, sehingga masuk dan berkembang biak di dalam saluran
pencernaan unggas (Utari dkk, 2016).
Tingkat pencemaran karkas, yaitu jumlah sel per kakas, umumnya rendah
jumlah yang ada tidak cukup sebagai satu dosis infeksi yang biasanya sekitar
105 106 sel. Walaupun demikian, pencemaran dalam jumlah yang rendah ini
tetap memberikan bahaya yang cukup besar bagi kesehatan masyarakat, karena
pemasakan yang kurang sempurna dari produk tersebut, kemudian akan
mengakibatkan perkembangan sel-sel Salmonella sampai pada tingkat dapat
menjangkitkan penyakit pada pengolahan yang salah. Selanjutnya, produk yang
tercemar ini dibawa ke dapur sebagai bahan baku dan ini akan menjadi sumber
kontaminasi silang pada permukaan-permukaan bahan-bahan, alat-alat masak
yang kemudian dapat mencemari bahan pangan lainnya (Buckle dkk, 1985).
63
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
1) Lokasi dan waktu penjualan daging ayam broiler berpengaruh terhadap
karakteristik kimia dan mikrobiologi daging ayam broiler yang dijual.
2) Karakteristik daging ayam broiler selama penyimpanan suhu kamar di
pasar tradisional Cileunyi memiliki nilai pH dengan kisaran 5,68 - 6,31,
nilai aw dengan kisaran 0,912-0,977, jumlah total mikroba dengan kisaran
1,7 x 104 - 1,8 x 106 cfu/g, jumlah E. coli dengan kisaran 2,5 x 101 - 5 x 101
cfu/g dan terdapat satu sampel yang positif mengandung Salmonella pada
daging ayam broiler yang diambil pada pukul 10.00 WIB dari penjual
yang tidak menempati area basah namun masih berada di dalam pasar
tradisional Cileunyi.
6.2 Saran
Pengujian mikrobiologis daging ayam broiler pada penelitian ini
berdasarkan lokasi dan waktu pengambilan sampel yang berbeda. Untuk
mendapatkan mutu mikrobiologis daging ayam broiler yang dijual di pasar
tradisional Cileunyi secara lengkap diperlukan penelitian lebih lanjut. Penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk pengamatan pada aspek mikrobiologis terhadap
peralatan, perlengkapan serta tempat penjualan daging ayam.