Upload
others
View
30
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UPAYA DITRESKRIMSUS POLDA LAMPUNG DALAM
MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN DATA DAN
INFORMASI KARTU KREDIT (CARDING)
(Studi pada Polda Lampung)
(Skripsi)
Oleh :
YUDHA TRI ANDHIKA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
UPAYA DITRESKRIMSUS POLDA LAMPUNG DALAM
MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN DATA DAN
INFORMASI KARTU KREDIT (CARDING)
(Studi pada Polda Lampung)
Oleh :
YUDHA TRI ANDHIKA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Yudha Tri Andhika dilahirkan di Jakarta pada 20 Juli 1996,
sebagai anak tunggal, buah hati pasangan Bapak Triyono dan
Ibu Hj. Susilowati S.Pd
Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis, yaitu :
1. TK Trijaya II Pinang Tangerang, diselesaikan tahun 2002
2. SD AL ASHAR Pinang Tangerang, diselesaikan tahun 2008
3. SMP NEGERI 75 Jakarta, diselesaikan tahun 2011
4. SMA NEGERI 85 Jakarta, diselesaikan tahun 2014
Penulis tercatat sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung
melalui jalur Ujian Mandiri Lokal UML pada Pertengahan Juli 2014. Di
pertengahan tahun 2016 penulis memfokuskan diri untuk lebih mendalami Hukum
Pidana. Semasa Perkuliahan penulis bergabung di Himpunan Mahasiswa (HIMA)
Hukum Pidana. Pada awal Tahun 2018 penulis mengabdikan diri guna
mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan dengan mengikuti
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pandan Sari Selatan Kecamatan Sukoharjo
Kabupaten Pringsewu.
MOTTO
“Fiat Iustitia, Et Pereat Mundus”
Keadilan akan tetap ada meskipun dunia akan musnah.
(Philipp Melanchthon)
Selalu camkan di dalam pikiranmu bahwa resolusi diri sendiri
untuk sukses lebih penting dibandingkan yang lain
(Abraham Lincoln)
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula)
kepadamu,dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (ni’mat)-Ku.“
(QS. Al-Baqarah:152)
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya skripsi kecilku
ini kepada inspirasi terbesarku:
Ayahandaku Triyono dan Dra. Susilowati, M.M. Yang senantiasa membesarkan, mendidik,
membimbing, berdoa, berkorban dan mendukungku tanpa aku harus merasakan kesusahan
dan kerja keras yang berarti sejak aku lahir. Terimakasih untuk semua
kasih sayang dan pengorbanannya serta setiap doa’nya yang selalu
mengiringi setiap langkahku menuju keberhasilan
Kakak-kakakku Anang Febrianto, A.Md., Lili Ariani, A.Md. dan
Khoirunnisa, S.H. terimakasih atas motivasi dan doa untuk keberhasilanku.
Terima kasih atas kasih sayang tulus yang diberikan, semoga suatu saat dapat membalas semua budi baik dan nantinya dapat menjadi
anak yang membanggakan kalian.
Dosen Pembimbingku dan Dosen Pembahasku, terima kasih untuk
bantuan dan dukungannya dalam pembuatan skripsi ini.
Almamater Universitas Lampung Fakultas Hukum
Tempat aku menimba Ilmu dan mendapatkan pengalaman berharga
yang menjadi awal langkahku meraih kesuksesan.
SANWACANA
Segala Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan Nikmat, Hidayah dan
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat
waktu. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Suri Tauladan Rasulullah
Muhammad SAW berserta keluarga dan para sahabat serta seluruh Umat Muslim.
Skripsi dengan judul ”Upaya Ditreskrimsus Polda Lampung Dalam
Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Data Dan Informasi Kartu Kredit
(Carding) Studi pada Polda Lampung” adalah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi
ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan untuk pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini. Pada kesempatan
kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M. P, selaku Rektor Univesitas
Lampung.
2. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung beserta staf yang telah memberikan bantuan dan
kemudahan kepada Penulis selama mengikuti pendidikan;
3. Bapak H. Eko Raharjo, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana yang
telah meluangkan waktu, untuk memberikan masukan dan pengarahan kepada
penulis dalam upaya penyusunan skripsi ini;
4. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H. selaku pembimbing satu, yang telah
meluangkan waktu, untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada
penulis dalam upaya penyusunan skripsi ini;
5. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku pembimbing dua yang telah
meluangkan waktu, pikiran, serta memberi dorongan semangat dan
pengarahan kepada penulis dalam upaya penyusunan skripsi ini;
6. Ibu Nikmah Rosidah. S.H., M.Hum. selaku pembahas satu dan juga penguji
utama yang telah memberikan masukan, saran dan pengarahannya dalam
penulisan skripsi ini.
7. Bapak Muhammad Farid, S.H., M.H. selaku pembahas dua yang telah
memberikan masukan, kritik, dan saran dalam penulisan skripsi ini;
8. Ibu Rehulina T, S.H., M.H. selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi selama ini;
9. Seluruh Dosen Hukum Universitas Lampung yang telah meluangkan waktu
untuk selalu memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan, dan juga bantuannya
kepada penulis serta kepada staf administrasi Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
10. Seluruh Karyawan Fakultas Hukum terutama Karyawan Gedung A Ibu As,
Bude Siti dan Pakde Misio untuk selalu mengingatkan penulis agar segera
menyelesaikan studi, memberikan masukan, dan motivasi dalam penulisan ini;
11. Narasumber dalam penulisan skripsi ini Bapak Kompol Ketut Suryana, S.H.,
M.M. selaku Kepala Subdirektorat II pada Kepolisian Daerah Lampung, Ibu
Meilan Susanti, S.E., M.M. selaku Analis Penelitian pada Bank Indonesia
Wilayah Lampung, Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H. selaku Dosen Bagian
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung yang sangat membantu
dalam mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, terima
kasih untuk semua kebaikan dan bantuannya.
12. Kedua Orang Tuaku yang selalu menjadi inspirasi terbesar bagi penulis
Ayahandaku Triyono dan Dra. Susilowati, M.M. serta Kakak-kakakku Anang
Febrianto, A.Md. dan Lili Ariani, A.Md. Terimakasih atas dukungan dan
doanya, gapailah cita-cita kita bersama hingga tercapai menjadi orang Hebat
membanggakan kedua orangtua kita amin;
13. Sahabat-sahabat seperjuangan tercinta dan tersayang yang selalu memberikan
semangat dan motivasi Ervina Natalia, Sarah Rizky Ariani, Rosi Destiana
Putri, Oren Basta untuk setiap cerita bersama kalian, suka duka selama 3,6
tahun ini dan seterusnya semoga persahabatan dan persaudaraan kita kekal
selamanya;
14. Sahabat-sahabat kelas paralel 2014 Ujang Dwi Wijaya Wahab Lubis, Hafizh
Pangestu, Aji Alief, Dio Buana, Ilham Panunggal, Liony Nike Ovinda,
Nicolia Gleradea, Rangga Viladika dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan
satu persatu. Terimakasih atas do’a dan bantuannya;
15. Keluarga baruku KKN Desa Sumber Agung Kecamatan Bandar Surabaya
Murtika Resha, Gardina Juviandini, Resti Anggraini, Nurhidayat, Doni
Mailana, Danu Firmansyah terimakasih atas 40 hari yang sangat berharga dan
pengalaman yang luar biasa dan tak akan telupakan;
16. Khoirunnisa, S.H. dan Ahmad Rizqi yang sudah memberikan dukungan
selama pengerjaan skripsi.
17. Kepada semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
18. Almamaterku tercinta, Universitas Lampung;
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua bantuan dan
dukungannya. Akhir kata atas bantuan, dukungan, serta doa dan semangat dari
kalian, penulis yang hanya mampu mengucapkan mohon maaf apabila ada
yang salah dalam penulisan skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan keilmuaan pada umumnya dan ilmu hukum khususnya hukum pidana.
Bandar Lampung, Desember 2018
Penulis
Yudha Tri Andhika
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................................... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ...................................................... 5
C. Tujuandan Kegunaan Penelitian ......................................................... 6
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ...................................................... 7
E. Sistematika Penulisan ......................................................................... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tindak Pidana .......................................................... 12
B. Pengaturan tentang Tindak Pidana Pencurian Data dan
Informasi Kartu Kredit (Carding) ....................................................... 18
C. Fungsi, Tugas, dan Wewenang Kepolisian ......................................... 26
D. Pengertian Kartu Kredit ...................................................................... 29
E. Pengertian Data dan Informasi ............................................................ 38
F. Pencurian Data dan Informasi ............................................................. 35
G. Upaya penanggulangan Tindak Pidana ............................................... 40
H. Faktor-faktor yang Menghambat Penegakan Hukum ......................... 42
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah ............................................................................ 46
B. Sumber dan Jenis Data ........................................................................ 47
C. Penentuan Narasumber ....................................................................... 48
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .................................... 49
E. Analisis Data ....................................................................................... 50
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Upaya Ditreskrimsus Dalam Menanggulangi Tindak Pidana
Pencurian Data dan Informasi Kartu Kredit (Carding) ....................... 51
B. Faktor Penghambat Upaya Ditreskrimsus Polda Lampung
Dalam Menanggulangi Pencurian Data Informasi Kartu
Kredit (Carding) ................................................................................... 63
V. PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................... 76
B. Saran ..................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Telekomunikasi dan informasi akibat perkembangan teknologi komputer,
mendorong pertumbuhan bisnis yang pesat karena berbagai informasi dapat
disajikan dengan canggih dan mudah diperoleh, dan melalui hubungan jarak
jauh memanfaatkan teknologi telekomunikasi dapat digunakan untuk bahan
melakukan bisnis selanjutnya. Pihak-pihak yang terkait dalam transaksi tidak
bertemu secara langsung, cukup melalui peralatan computer dan komunikasi,
kondisi yang demikian merupakan pertanda dimulainya era cyber dalam bisnis.1
Munculnya teknologi-teknologi baru seperti internet dan yang lainnya harus
diakui manakah yang lahir dari rahim teknologi. Namun demikian perkembangan
positif ilmu pengetahuan dan teknologi informasi juga dibarengi dengan aspek
negatif yang melekat padanya yaitu dengan munculnya kejahatan-kejahatan baru
yang sangat kompleks disertai dengan modus operasi yang baru sama sekali.2
Kartu kredit merupakan alat pembayaran yang semakin populer di masyarakat
dunia bahkan Indonesia. Kartu kredit sebagai alat bayar merupakan jenis Alat
Pembayaran Menggunakan Kartu Kredit (APMK) yang keberadaannya paling
1Niniek Suparni, Cyberspace Problematika dan Aplikasi Pengaturannya, Sinar Grafika, Jakarta,
2009, hlm.1. 2Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara, Rafika Aditama, Bandung, 2005,
hlm. 33-36.
2
lama digunakan di negeri ini sejak era 1980-an. Pada awalnya, pemegang kartu
kredit masih terbatas pada kelompok-kelompok sosial tertentu dan
penggunaannya ditujukan untuk pembayaran yang bersifat khusus. Perkembangan
tersebut sebenarnya didorong oleh berbagai faktor yang berkenaan dengan
pengunaan kemudahan, kepraktisan dan citra diri pemegang kartu.
Oleh karena itu, bisnis kartu kredit menjadi salah satu mesin profit setiap bank
dan lembaga bukan bank baik dalam meraih customer atau pengguna baru
maupun mencetak portofolio bisnis secara variatif. Namun praktek industri kartu
kredit di Indonesia belum sepenuhnya aman dari tangan-tangan jahil atau pelaku
kejahatan kartu kredit.
Carding adalah bentuk cyber crime yang masih menjadi modus operandi para
pelaku atau fraudster. Carding sendiri merupakan tindakan pidana yang bersifat
illegal interception, dan kemudian menggunakan nomor kartu kredit tanpa
kehadiran fisik kartunya untuk belanja di toko online (forgery). Modus ini dapat
terjadi akibat lemahnya sistem otentikasi yang digunakan dalam memastikan
identitas pemesanan barang di toko online.
Kejahatan carding mempunyai dua ruang lingkup, nasional dan transnasional.
Secara nasional adalah pelaku carding melakukannya dalam lingkup satu negara.
Transnasional adalah pelaku carding melakukkannya melewati batas negara.
Berdasarkan karakteristik perbedaan tersebut untuk penegakan hukumnya tidak
bisa dilakukan secara tradisional, sebaiknya dilakukan dengan menggunakan
hukum tersendiri.
3
Sifat carding secara umum adalah non-violence kekacauan yang ditimbulkan
tiadak terliahat secara langsung, tapi dampak yang di timbulkan bisa sangat besar.
Karena carding merupakan salah satu dari kejahatan cybercrime berdasarkan
aktivitasnya. Salah satu contohnya dapat menggunakan nomor rekening orang lain
untuk belanja secara online demi memperkaya diri sendiri. Yang sebelumnya
tentu pelaku (carder) sudah mencuri nomor rekening dari korban
Pelaku carding (khususnya pada jenis card not-present) bisa berada di wilayah
yurisdiksi negara manapun. Konsep yurisdiksi dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dirubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. memberlakukan undang undang
tersebut untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum di luar wilayah
hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia
dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia
(Pasal 2 UU ITE).
Tindak pidana carding ini menggunakan sarana komputer dan atau jaringan
komputer maka dapat menjadi salah satu jenis kejahatan yang dapat dimasukkan
dalam legislasi kejahatan dunia maya (cyber crime law) menurut ITU (ITU Too
lKit for Cybercrime Legislation, Draft Rev.February, 2010), sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa otorisasi sesuai dengan aturan prosedur
pidana dan hukum lainnya di negara ini, memotong, dengan cara teknis, transmisi
data komputer non-publik, isi data, atau data lalu lintas, termasuk emisi elektro
magnetik atau sinyal-sinyal dari komputer, sistem komputer, atau jaringan yang
membawa atau memancarkan sinyal-sinyal dimaksud, ke atau dari
sebuahkomputer, sistem komputer dan / atau sistem yang terkoneksi, atau
jaringan maka dianggap telah telah melakukan suatu pelanggaran pidana dengan
jumlah denda dan / atau penjara”.
4
Ditreskrimsus bertugas menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan tindak
pidana khusus, koordinasi, pengawasan operasional,dan administrasi penyidikan
PPNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ditreskrimsus
menyelenggarakan fungsi penyelidikkan dan penyidikan tindak pidana khusus,
antara lain tindak pidana ekonomi, korupsi dan tindak pidana tertentu di daerah
hukum Polda Lampung, penganalisisan kasus beserta penanganannya, serta
mempelajari dan mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas Ditreskrimsus.
Ditreskrimsus terdiri dari 4 subdit yang mempunyai kewenangan untuk
menangani tindak pidana khusus yang telah ditentukan masing-masing subdit
mengenai tindak pidana perbankan, uang palsu, pencucian uang, dan kejahatan
dunia maya (tindak pidana cybercrime) termasuk dalam subdit III.
UU yang dapat mengatasi masalah ini seperti yang sekarang telah adanya
perangkat hukum yang satu ini berhasil digolkan, yaitu Undang-undang Nomor 11
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah undang-
undang pertama di Indonesia yang secara khusus mengatur tindak pidana cyber
kemudian digantikan dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016.
Berdasarkan Surat Presiden RI.No.R./70/Pres/9/2005 tanggal 5 September 2005,
naskah UU ITE secara resmi disampaikan kepada DPR RI. Pada tanggal 21 April
2008, undang-undang ini di sahkan.
5
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk membuat skripsi yang berjudul:
Upaya Ditreskrimsus Polda Lampung dalam Menanggulangi Tindak Pidana
Penyalahgunaan Kartu Kredit (Carding) Menurut Undang-Undang ITE Nomor 11
Tahun 2008 yang dirubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 (Studi
pada Polda Lampung).
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, permasalahan yang dikaji dalam
penelitian ini yaitu:
1. Bagaimanakah upaya ditreskrimsus dalam menanggulangi tindak pidana
pencurian data dan informasi kartu kredit (carding)?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang menghambat upaya ditreskrimsus dalam
menanggulangi tindak pidana pencurian data dan informasi kartu kredit
(carding)?
Adapun ruang lingkup penelitian ini merupakan kajian hukum pidana yang
mengkaji Upaya Ditreskrimsus Polda Lampung Dalam Menanggulangi tindak
pidana pencurian data dan informasi Kartu Kredit (Carding). Sedangkan lokasi
penelitian berada pada wilayah hukum Polda Lampung dan waktu penelitian
dilaksanakan pada Tahun 2018. Tindak Pidanapencurian data dan informasi kartu
kredit (carding) yang akan diteliti adalah upaya ditreskrimsus dalam
penanggulangan tindak pidana baik secara preventif maupun secara represif.
6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti melalui penelitian ini ada dua hal, yaitu:
1. Untuk mengetahui upaya ditreskrimsus dalam menanggulangi tindak pidana
pencurian data dan informasi kartu kredit (carding).
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat upaya ditreskrimsus
dalam menanggulangi tindak pidana pencurian data dan informasi (carding).
Adapun kegunaan penelitian ini antara lain:
a. Secara Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan pemikiran-pemikiran hukum secara praktis
mengenai upaya ditreskrimsus dalam menanggulangi tindak pidana
penyalahgunaan kartu kredit (carding) khususnya pengaturannya dalam peraturan
perundang-undangan serta tindakan ditreskrimsus dalam memecahkan persoalan
terhadap faktor-faktor yang menghambat upaya penanggulangan tersebut
b. Secara Praktis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
khususnyabagi penegakhukum dan pihak-pihak terkait dalam hal mengenai upaya
ditreskrimsus dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan kartu kredit
(carding), selain itu sebagai informasi dan pengembangan teori serta tambahan
kepustakaan bagi praktisi maupun akademisi.
7
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka Teoritis adalah abstaksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar
yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, khususnya penelitian
hukum.3 Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana
Upaya penanggulangan kejahatan menurut Hoelnagels ditetapkan menjadi 3 cara
yaitu:
1) Penerapan hukum pidana (criminal law application);
2) Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment);
3) Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan
pemidanaan lewat media masa.
Penerapan hukum pidana menitikberatkan pada upaya yang bersifat represif
(penindakan/pemberantasan) sesudah kejahatan terjadi dalam sarana penal,
sedangkan pencegahan tanpa pidana, dan cara mempengaruhi pandangan
masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa
menitikberatkan pada upaya yang bersifat preventif (pencegahan/ penangkalan)
sebelum kejahatan terjadi dikelompokkan dalam sarana non penal.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul “Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum”, menyebutkan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum dalam upaya penanggulangan tindak pidana,
3Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia. 1986, hlm. 124-125.
8
yaitu:
1) Faktor hukumnya sendiri, yaitu ada kemungkinan terjadi ketidak cocokan
dalam peraturan perundang-undangan mengenai bidang-bidang kehidupan
tertentu. Kemungkinan lainnya adalah ketidakcocokan antara peraturan
perundang-undangan dengan hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan.
Kadangkala ketidakserasian antara hukum tertulis dan hukum kebiasaan
dan seterusnya.
2) Faktor penegak hukum, yaitu Salah satu kunci dari keberhasilan dalam
penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak
hukumnya sendiri. Penegak hukum antara lain mencakup hakim, polisi,
jaksa, pembela, petugas pemasyarakatan, dan seterusnya.
3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum, yaitu seperti
mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi
yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Kurangnya
fasilitas yang memadai menyebabkan penegakan hukum tidak akan
berjalan dengan semestinya.
4) Faktor masyarakat, yakni bagian yang terpenting dalam menentukan
penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi
kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan
penegakan hukum yang baik. Sebaliknya semakin rendah tingkat
kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk
melaksanakan penegakan hukum yang baik.
5) Faktor kebudayaan, yaitu budaya sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
di dasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup. Kebudayaan
Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat, sehingga
berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan
nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat.
2. Konseptual
Konseptual adalah suatu kerangka yang menggambarkan antara konsep-konsep
khusus yang merupakan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang digunakan
dalam penulisan atau penelitian.4 Dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai
pengertian pokok-pokok istilah yang akan digunakan sehubungan dengan objek
dan ruang lingkup penulisan sehingga mempunyai batasan yang jelas dan tepat
dalam penggunaannya. Adapun istilah serta pengertian yang dipergunakan dalam
penelitian ini meliputi:
4Soerjono Soekanto. Op. Cit., hlm. 103.
9
1) Upaya adalah suatu usaha untuk mencari suatu maksud atau tujuan,
memecahkan persoalan, dan mencari jalan keluar.5
2) Ditreskrimsus merupakan unsur pelaksana tugas pokok yang berada di
bawah Kapolda. Bertugas menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan
tindak pidana khusus, koordinasi, pengawasan operasional, dan administrasi
penyidikan PPNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3) Penanggulangan berarti suatu usaha atau cara yang dilakukan untuk
menyelesaikan suatu masalah.
4) Tindak pidana adalah keadaan yang dibuat seseorang atau barang sesuatu
yang dilakukan dan perbuatan itu menunjuk baik pada akibatnya atau yang
menimbulkan akibat.
5) Tindak pidana pencurian adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah
dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan disengaja oleh seseorang
yang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-
undang telah dapat dinyatakan sebagai satu tindakan yang dapat dihukum.
6) Data adalah fakta berupa angka, karakter, symbol, gambar, tanda-tanda,
isyarat, tulisan, suara, bunyi yang merepresentasikan keadaan sebenarnya
yang selanjutnya digunakan sebagai masukan suatu Sistem Informasi
7) Informasi adalah hasil proses atau hasil pengolahan data meliputi : Hasil
gabungan, hasil analisa, hasil penyimpulan, dan hasil pengolahan system
informasi komputerisasi
8) Kartu kredit adalah sebuah alat pembayaran pengganti uang tunai dalam
bentuk kartu yang diterbitkan oleh bank untuk memudahkan para nasabahnya
bertransaksi
9) Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu
kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di
internet.
5Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Pusat Bahasa, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008, hlm. 1787.
10
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan, maka
penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Pendahuluan memuat latar belakang, sasaran yang akan diwujudkan,
permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian teoritis
dan konseptual serta sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka memuat upaya penanggulangan tindak pidana, fungsi, tugas dan
wewenang Ditreskrimsus polda, tinjauan umum tindak pidana, pengaturan tentang
tindak pidana,tindak pidana pencurian data dan informasi kartu kredit (carding),
serta faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian memuat pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan
narasumber, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini memuat hasil penelitian dan pembahasan yang membahas permasalahan
permasalahan yang ada, yaitu: mengenai upaya ditreskrimsus dalam
menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan kartu kredit (carding) dan faktor-
faktor penghambat dalam upaya ditreskrimsus dalam menanggulangi tindak
pidana pencurian data dan informasi kartu kredit (carding).
11
V. PENUTUP
Penutup berisi atas simpulan yang memuat rangkuman pokok pikiran penelitian
yang telah dilakukan dan saran yang berkaitan dengan penulisan skripsi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana
Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dikenal
dengan istilah strafbaar feit dan dalam kepustakaan tentanghukum pidana sering
mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuatundang-undang merumuskan
suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan
pidana atau tindak pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang
mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum sebagai istilah yang
dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum
pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-
peristiwa yang konkret dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana
haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk
dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan
masyarakat.6
Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana
merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat
atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah
6Kartonegoro, Diktat Kuliah Hukum Pidana, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, hlm.62
13
laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang
dilarang oleh undang-undang harus dihindari dan arang siapa melanggarnya maka
akan dikenakan pidana.
Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh
setiap warga Negara wajib dicantumkan dalam undang-undang maupun peraturan-
peraturan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.7
Adapun beberapa pengertian tindak pidana menurut pendapat ahli adalah sebagai
berikut :
Moeljatno mendefinisikan perbuatan pidana sebagai perbuatan yang dilarang oleh
suatu aturan hukum, larangan mana disertai sanksi yang berupa pidana tertentu
bagi barang siapa melanggar larangan tersebut, larangan ditujukan kepada
perbuatan (suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang),
sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian
itu.
Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,
melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang
yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan
dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan
apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan
pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan.8
7P.A.F. Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti. Bandung.
1996. hlm. 7 8Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta. 2001.
hlm. 22
14
Tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hokum pidana, tindak
pidana adalah pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan atau
kejahatan yang diartikan secara yuridis atau secara kriminologis. Barda Nawawi
Arief menyatakan “tindak pidana secara umum dapat diartikan sebagai perbuatan
yang melawan hukum baik secara formal maupun secara materiil”.
Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang
berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala
sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan unsur objektif adalah
unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam
keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan.9
Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana adalah:
1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);
2) Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang
dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;
3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam
kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain.
4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat di
dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.
5) Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana
menurut Pasal 308 KUHP.
Unsur Objektif dari suatu tindak pidana itu adalah:
a) Sifat melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid;
b) Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri di
dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai
pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan
menurut Pasal 398 KUHP.
9 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1997,
hlm. 193
15
c) Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab
dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.
Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam
dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat
aktif yaitu melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh undang-undang, dan
perbuatan yang bersifat pasif yaitu tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya
diharuskan oleh hukum.10
Hukum pidana dikenal delik formil dan delik materiil. Bahwa yang dimaksud
dengan delik formil adalah delik yang perumusannya menitikberatkan pada
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh Undang-Undang. Di
sini rumusan dari perbuatan jelas, misalnya Pasal 362 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana tentang pencurian. Adapun delik materiil adalah delik yang
perumusannya menitik beratkan pada akibat yang dilarang dan diancam dengan
pidana oleh undang-undang. Dengan kata lain, hanya disebut rumusan dari akibat
perbuatan, misalnya Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan
terhadap kepentingan umum. Pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan
hukuman yang merupakan penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan.
Pelanggaran sendiri mempunyai artian sebagai suatu perbuatan pidana yang
ringan dan ancaman hukumannya berupa denda atau kurungan, sedangkan
kejahatan adalah perbuatan pidana yang berat. Ancaman hukumannya berupa
hukuman denda, hukuman penjara, hukuman mati, dan kadangkala masih
10
Teguh Prasetyo,Hukum Pidana. PT Raja Grafindo. Jakarta 2010 hlm 48
16
ditambah dengan hukuman penyitaan barang-barang tertentu, pencabutan hak
tertentu, serta pengumuman keputusan hakim.11
Perbuatan pidana dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
1) Perbuatan pidana (delik) formil, adalah suatu perbuatan pidana yang sudah
dilakukan dan perbuatan itu benar-benar melanggar ketentuan yang
dirumuskan dalam Pasal undang-undang yang bersangkutan. Contoh:
Pencurian adalah perbuatan yang sesuai dengan rumusan Pasal 362 KUHP,
yaitu mengambil barang milik orang lain dengan maksud hendak memiliki
barang itu dengan melawan hukum.
2) Perbuatan pidana (delik) materiil, adalah suatu perbuatan pidana yang
dilarang, yaitu akibat yang timbul dari perbuatan itu. Contoh: pembunuhan.
Dalam kasus pembunuhan yang dianggap sebagai delikadalah matinya
seseorang yang merupakan akibat dari perbuatan seseorang.
3) Perbuatan pidana (delik) dolus, adalah suatu perbuatan pidana yang dilakukan
dengan sengaja. Contoh: pembunuhan berencana (Pasal 338KUHP)
4) Perbuatan pidana (delik) culpa, adalah suatu perbuatan pidana yang tidak
sengaja, karena kealpaannya mengakibatkan luka atau matinya seseorang.
Contoh: Pasal 359 KUHP tentang kelalaian atau kealpaan.
5) Delik aduan, adalah suatu perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan
orang lain. Jadi, sebelum ada pengaduan belum merupakan delik. Contoh:
Pasal 284 mengenai perzinaan atau Pasal 310 mengenai Penghinaan.
6) Delik politik, adalah delik atau perbuatan pidana yang ditujukan kepada
keamanan negara, baik secara langsung maupun tidak langsung. Contoh:
Pasal 107 mengenai pemberontakan akan penggulingan pemerintahan yang
sah.12
Wirjono Prodjodikoro menjelaskan hukum pidana materiil dan formiil sebagai
berikut:
a) Penunjuk dan gambaran dari perbuatan-perbuatan yang diancam dengan
hukum pidana.
b) Penunjukan syarat umum yang harus dipenuhi agar perbuatan itu merupakan
perbuatan yang menbuatnya dapat dihukum pidana.
c) Penunjuk jenis hukuman pidana yang dapat dijatuhkan hukum acara pidana
11
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2004. hlm.
60. 12
Ibid, hlm 63.
17
berhubungan erat dengan diadakannya hukum pidana, oleh karena itu
merupakan suatu rangkaian yang memuat cara bagaimana badan-badan
pemerintah yang berkuasa, yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan
bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana.13
Pompe menjelaskan pengertian tindak pidana menjadi dua definisi, yaitu :
1) Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang
dilakukan karena kesalahan sipelanggar dan diancam dengan pidana untuk
mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.
2) Definisi menurut hokum positif adalah suatu kejadian yang oleh peraturan
undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.
Tinjauan tindak pidana terkait unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan dari dua
sudut pandang yaitu :
a. Sudut Teoritis
Unsurtindak pidana adalah :
1) Perbuatan;
2) Yang dilarang (oleh aturan hukum);
3) Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).
b. Sudut Undang-Undang
1) Unsur tingkah laku: mengenai larangan perbuatan;
2) Unsur melawan hukum: suatu sifat tercelanya dan terlarangannya dari satu
perbuatan, yang bersumber dari undang-undang dan dapat juga bersumber dari
masyarakat;
3) Unsur kesalahan: mengenai keadaan atau gambaran batin orang sebelum atau
pada saat memulai perbuatan;
4) Unsur akibat konstitutif: unsur ini terdapat pada tindak pidana materiil
(materiel delicten) atau tindak pidana akibat menjadi syarat selesainya tindak
13
Laden Marpaung,Azas-Teori-Praktik Hukum Pidana, SinarGrafika,Jakarta 2005,hlm21
18
pidana, tindak pidana yang mengandung unsure akibat sebagai syarat pemberat
pidana, dan tindak pidana dimana akibat merupakan syarat terpidananya
pembuat;
5) Unsur keadaan yang menyertai: unsur tindak pidana berupa semua keadaan
yang ada dan berlaku dalam mana perbuatan dilakukan;
6) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana, unsur ini hanya
terdapat pada tindak pidana aduan yaitu tindak pidana yang hanya dapat
dituntut pidana jika ada pengaduan dari yang berhak mengadu;
7) Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana: unsur ini berupa alasan
untuk diperberatnya pidana, dan bukan unsur syarat untuk terjadinya atau
syarat selesainya tindak pidana sebagaimana pada tindak pidana materiil
8) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana, unsur keadaan-keadaan
tertentu yang timbul setelah perbuatan, yang menentukan untuk dapat
dipidananya perbuatan;
9) Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana, unsur kepadasi apa rumusan tindak
pidana itu ditujukan tersebut, contoh; “barang siapa” (bijdie) atau “setiap
orang”.14
Setiap Tindak Pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang dibagi
menjadi 2 macam unsur, yakni unsur-unsur subyektif dan unsur-unsur obyektif.
B. Pengaturan tentang Tindak Pidana Pencurian Data dan Informasi Kartu
Kredit (Carding)
Saat ini di Indonesia belum memiliki UU khusus Cyber Law yang mengatur
mengenai Cybercrime, walaupun UU tersebut sudah ada sejak tahun 2000 namun
belum disahkan oleh Pemerintah dalam upaya menangani kasus-kasus yg terjadi
khususnya yang ada kaitannya dengan cyber crime. Dalam menangani kasus
carding para Penyidik (khususnya Polri) melakukan analogi atau perumpamaan
dan persamaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP Pasal yang dapat
dikenakan dalam KUHP pada Cybercrime. Sebelum lahirnya UU No.11 tentang
14
Adami Chazwi, PelajaranHukum Pidana,Bagian1; StelselPidana, Teori- Teori Pemidanaan
&Batas Berlakunya Hukum Pidana. Jakarta. PT Raja Grafindo.hlm 79-80
19
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), maka mau tidak mau Polri harus
menggunakan pasal-pasal di dalam KUHP seperti pasal pencurian, pemalsuan dan
penggelapan untuk menjerat para carder, dan ini jelas menimbulkan berbagai
kesulitan dalam pembuktiannya karena mengingat karakteristik dari cybercrime
sebagaimana telah disebutkan di atas yang terjadi secara nonfisik dan lintas
negara.
Di Indonesia, carding dikategorikan sebagai kejahatan pencurian, yang dimana
pengertian Pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam
pasal 362 KHUP yaitu: “Barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya
atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun
atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
Untuk menangani kasus carding diterapkan Pasal 362 KUHP yang dikenakan
untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain
walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil
dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan
transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan,
kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena
pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
Kemudian setelah lahirnya UU ITE, khusus kasus carding dapat dijerat dengan
menggunakan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking. Karena
dalam salah satu langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder sering
20
melakukan hacking ke situs-situs resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk
menembus sistem pengamannya dan mencuri nomor-nomor kartu tersebut.
Bunyi pasal 31 yang menerangkan tentang perbuatan yang dianggap melawan
hukum menurut UU ITE berupa illegal access:
Pasal 31 ayat 1: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan atau
dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik secara
tertentu milik orang lain.”
Pasal 31 ayat 2: “Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atau transmisi elktronik dan atau dokumen
elektronik yang tidak bersidat publik dari, ke dan di dalam suatu komputer dan
atau sistem elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan
perubahan, penghilangan dan atau penghentian informasi elektronik dan atau
dokumen elektronik yang ditransmisikan.”
Jadi sejauh ini kasus carding di Indonesia baru bisa diatasi dengan regulasi lama
yaitu pasal 362 dalam KUHP dan pasal 31 ayat 1 dan 2 dalam UU ITE.
Penanggulangan kasus carding memerlukan regulasi yang khusus mengatur
tentang kejahatan carding agar kasus-kasus seperti ini bisa berkurang dan bahkan
tidak ada lagi. Tetapi selain regulasi khusus juga harus didukung dengan
pengamanan sistem baik software maupun hardware, guidelines untuk pembuat
kebijakan yang berhubungan dengan computer related crime dan dukungan dari
lembaga khusus.
21
Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan
penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik,
khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum
yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Carding sendiri merupakan bagian
cybercrime dalam transaksi perbankan yang menggunakan sarana internet sebagai
basis transaksi khususnya sistem layanan perbankan online (online banking).
Terjadinya carding oleh pelaku (carder) dengan cara memperoleh data kartu
kredit secara tidak sah dengan memanfaatkan teknologi informasi (Internet) yaitu
menggunakan nomor kartu kredit orang lain untuk melakukan pemesanan barang
secara online. Komunikasi awalnya dibangun melalui e-mail untuk menanyakan
kondisi barang dan melakukan transaksi. Setelah terjadi kesepakatan, pelaku
memberikan nomor kartu kreditnya dan penjual mengirimkan barangnya.
Carding sendiri merupakan tindakan pidana yang bersifat illegal interception, 1
dan kemudian menggunakan nomor kartu kredit tanpa kehadiran fisik kartunya
untuk belanja di toko online (forgery). Modus ini dapat terjadi akibat lemahnya
sistem otentikasi yang digunakan dalam memastikan identitas pemesanan barang
di toko online.
Mengingat tindak pidana carding ini menggunakan sarana komputer dan atau
jaringan komputer maka dapat menjadi salah satu jenis kejahatan yang dapat
dimasukkan dalam legislasi kejahatan dunia maya (cyber crime law) menurut ITU
(ITU ToolKit for Cybercrime Legislation, Draft Rev. February, 2010), sebagai
berikut:
22
”Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa otorisasi sesuai dengan aturan prosedur
pidana dan hukum lainnya di negara ini, memotong, dengan cara teknis, transmisi
data komputer non-publik, isi data, atau data lalu lintas, termasuk emisi
elektromagnetik atau sinyal-sinyal dari komputer, sistem komputer, atau jaringan
yang membawa atau memancarkan sinyal-sinyal dimaksud, ke atau dari sebuah
1”.
Beberapa contoh dari Illegal Interception yaitu antara lain: penggunaan kartu asli
yang tidak diterima oleh pemegang kartu sesungguhnya (non received card), kartu
asli hasil curian/ temuan (lost/ stolen card), kartu asli yang dirubah datanya
(altered card), kartu kredit palsu (totally counterfeit), penggandaan sales draft
oleh oknum pedagang kemudian diserahkan kepada oknum merchant lainnya
untuk diisi dengan transaksi fiktif (record of charge pumping atau multiple
imprint), dan lain-lain.
Faktor perlindungan nasabah bank atas terjadinya carding dikarenakan semakin
berkembangnya layanan jasa e-commerce di Indonesia sekarang ini. Dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo Undang-undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang Informasi dan Transaksi elektronik dapat menjamin kepastian
hukum di bidang e-commerce. Belanja online kini bukan lagi istilah yang asing
bagi masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal di wilayah perkotaan. Hal
tersebut disebabkan semakin banyaknya issuer kartu kredit dari kalangan
perbankan yang mengembangkan internet payment gateway (IPG) sebagai suatu
bisnis yang mendatangkan keuntungan. Di masa mendatang, layanan e-commerce
tampaknya akan menjadi sebuah tren yang meningkat seiring dengan kemajuan
dunia telekomunikasi.
Kartu kredit adalah alat bayar yang tidak memiliki jaminan (unsecured loan) yang
diberikan oleh bank penerbit kepada nasabah bank karena kredibilitas yang
23
bersangkutan. Pengaturan kartu kredit mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
dan juga kebijakan masing-masing bank (self-regulatory bank). Oleh karena itu
dalam prakteknya bank akan memberikan pengaturan yang menyangkut pedoman
kerja bagi semua pejabat yang berwenang terhadap perkreditan dalam mengelola
bisnis, sehingga tercapai keseimbangan antara kuantitas dan kualitas dalam
portofolio dan risiko kredit. Selain itu seorang karyawan bank yang terlibat dalam
aktivitas perkreditan harus mengetahui ketentuan dan peraturan eksternal yang
berkaitan dengan bisnis yang dijalankan seperti peraturan pemerintah, ketentuan
Bank Indonesia, serta peraturan dari Master Card International dan Visa
International.
Mengingat perkembangan kartu kredit masih terbilang relatif baru dibandingkan
dengan alat bayar lainnya, seperti uang tunai, cek dan sebagainya, maka tentang
berlakunya kartu kredit tidak diketemukan dasar hukumnya yang tegas dalam
Kitab Undang-Undang. Karenanya baik KUH Dagang maupun KUH Perdata
tidak menyebut-nyebut istilah Kartu kredit. Beberapa peraturan yang sifatnya
untuk memenuhi kebutuhan bagi kelancaran atau kemudahan dalam lalu lintas
pembayaran yaitu:
a) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988, tentang
Lembaga Pembiayaan.
b) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
1251/KMK.013/1998 tentang Ketentuan dan tata cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan.
24
c) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
d) Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 7/52/PBI/2005 dan PBI Nomor:
11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu.
Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004,
khususnya terkait dengan tugas Bank Indonesia dalam mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang antara lain
melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa
sistem pembayaran dan mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk
menyampaikan laporan tentang kegiatannya.
Tindakan Carding merupakan tindak kejahatan yang marak dilakukan dengan
modus menggunakan kartu kredit milik orang lain yang seharusnya dimiliki
secara fisik dan digunakan oleh pemilik yang telah disetujui sebelumnya oleh
Bank Issuer/Penerbit Kartu Kredit tersebut, dengan melalui proses
persetujuan/approval berdasarkan ketentuan internal bank tersebut. Kejahatan ini
dapat dilakukan dengan menggunakan fisik kartu maupun melalui elektronik/
online dengan pencantuman data-data kartu kredit tersebut untuk melakukan
transaksi elektronik/ online.
Berkaitan dengan istilah “Daftar Hitam” yang digunakan, sebagai informasi,
Daftar Hitam Nasional (DHN) pada dasarnya merupakan informasi mengenai
identitas pemilik rekening yang melakukan penarikan Cek dan/ atau Bilyet Giro
25
Kosong baik melalui kliring maupun loket bank (over the counter). Sehingga,
tidak ada hubungannya dengan pemberian kredit tanpa agunan dalam bentuk kartu
kredit seperti yang disebutkan Saudara sebelumnya.
Untuk mengetahui status fasilitas kartu kredit yang Saudara terima (apabila
terbukti ada), Saudara dapat menemukan hal tersebut pada Sistem Informasi
Debitur Bank Indonesia (“SID BI”), termasuk informasi perihal data-data lainnya
seperti agunan, penjamin dari Bank atau Lembaga Pembiayaan. Data demikian
dapat Saudara peroleh dikarenakan SID BI merupakan sistem yang
mempertukarkan informasi debitur dan fasilitas kredit dari Bank dan Lembaga
Pembiayaan yang berisi data-data sebagaimana disebutkan sebelumnya dan
Informasi Debitur Individual (“IDI”) Historis, yang merupakan laporan yang
dapat dicetak dan berisi mengenai data-data debitur beserta data fasilitas kredit
yang diperoleh. IDI diberi tambahan kata “Historis” karena mencakup data
kualitas pembayaran fasilitas kredit selama 24 bulan terakhir.
Pihak yang dapat memperoleh IDI Historis adalah anggota BIK (Bank dan
Lembaga Pembiayaan) serta masyarakat. Sekedar informasi tambahan, Otoritas
Jasa Keuangan (“OJK”) dalam proses membangun Sistem Informasi Debitur
(“SID”) yang akan diawasi olehnya. Rencananya, SID ini akan berisi data-data
nasabah perbankan, pasar modal, dana pensiun, asuransi serta data sarana
umum (public utility), sebagai bentuk pengalihan fungsi pengawasan dari Bank
Indonesia ke OJK. OJK menargetkan, SID ini sudah bisa beroperasi pada tahun
2016 mendatang.
26
Untuk kasus carding, merujuk pada best practice, dapat dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut.
1) Melakukan permintaan IDI Historis melalui Bank atau Lembaga Pembiayaan,
atau dapat juga melalui Gerai Info Bank Indonesia atau Kantor Bank
Indonesia setempat (daerah) atau secaraonline melalui website Bank
Indonesia.
2) Melakukan pengaduan pada Bank tempat Saudara mengajukan fasilitas kartu
kredit tersebut, dengan menemui Customer Care Group pada Bank tersebut
dan membawa dokumen IDI Historis milik Saudara serta menceritakan
kronologis kasus yang Saudara hadapi, dengan mengutamakan asas
musyawarah untuk mufakat demi keuntungan dan kepentingan bersama.
3) Apabila permasalahan/kasus tersebut Saudara pandang tidak dapat ditangani
dengan baik oleh Customer Care Group pada Bank tersebut, maka, Saudara
dapat melanjutkan dengan penyelesaian secara hukum, yaitu dengan
mengajukan kasus tersebut untuk diselesaikan melalui Alternatif
Penyelesaian Sengketa (APS) dengan mengajukan pengaduan ke Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau dengan mengajukan gugatan
perdata ke Pengadilan Negeri.
C. Tugas, Fungsi dan Wewenang Pokok Kepolisian Republik Indonesia
Kepolisian Negara Republik Indonesia telah mempunyai seperangkat aturan
mengenai tugas dan wewenang yang diatur secara tegas dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tugas dan
wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dalam Pasal 13 sampai
27
dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, fungsi kepolisian adalah
salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Kepolisian Negara
Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang
meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib, dan tegaknya
hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia
Tugas kepolisian dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu tugas represif dan
preventif. Tugas represif ini merupakan tugas kekuasaan eksekutif yaitu
menjalankan peraturan atau perintah dari yang berkuasa apabila telah terjadi
peristiwa pelanggaran hukum. Sedangkan tugas preventif kepolisian adalah
menjaga dan mengawasi agar peraturan hukum tidak dilanggar oleh siapapun.
Tugas utama dari kepolisian adalah memelihara keamanan di dalam negeri. Dalam
Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 dalam
Pasal 13 dijelaskan bahwa tugas pokok kepolisian adalah :
a. Memelihara kamanan dan ketertiban masyarakat
b. Menegakan hukum
28
c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat15
Kewenangan dalam pemahaman umum terdapat dalam pasal 15 dan 16 Undang-
undang Republik Indonesia tentang Kepolisian, merupakan sebuah kesempatan
kebebasan untuk berbuat dan/atau tidak berbuat sesuatu secara bertanggungjawab.
Agar dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian sebagaimana yang telah diuraikan
diatas dapat berjalan dengan baik, pelaksanaan tugasnya dapat dipatuhi,
dihormati, oleh masyarakat dalam rangka penegakkan hukum maka oleh undang-
undang Polri diberi kewenangan secara umum yang cukup besar antara lain :
a. Menerima laporan dan/atau pengaduan
b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum
c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa
e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif
kepolisian
f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian
dalam rangka pencegahan
g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang
i. Mencari keterangan dan barang bukti
j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional
k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam
rangka pelayanan masyarakat
l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat terdapat
dalamPasal 30 UUD 1945 dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
15
Viswandro. Maria Matilda. Bayu Saputra. Mengenal Profesi Penegak Hukum. Putaka Yustisia.
Yogyakarta. 2015 hlm. 20-21
29
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pemaknaan akan pelindung, pengayom dan pelayanan masyarakat bisa beragam
dari berbagai tinjauan, namun untuk kesamaan persepsi bagi kita dan langkah bagi
kita, pemaknaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Perlindungan
Anggota kepolisian memiliki kemampuan dan mengaplikasikan kemampuannya
memberikan perlindungan bagi warga masyarakat,sehingga terbebas dari rasa
takut dan ancaman bahaya serta merasa tentram dan damai.
2. Pengayom
Anggota kepolisian haruslah memiliki kemampuan dan menerapkannya dalam
memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, dorongan, ajakan, pesan dan nasehat
yang dirasakan bermanfaat bagi masyarakat sesuai dengan bidangnya.
3. Pelayanan
Anggota kepolisian dalam setiap langkah merupakan suatu pengabdiannya untuk
masyarakat dan Negara Republik Indonesia. Pengabdiaannya dilakukan secara
bermoral, beretika, bermartabat dan proporsional.
D. Pengertian Kartu Kredit
Kartu kredit merupakan sebuah kartu yang dikeluarkan oleh bank tertentu kepada
pengguna sehingga penggunanya dapat membeli barang maupun jasa dari
perusahaan yang menerima kartu tersebut tanpa pembayaran uang secara tunai ”
hutang”. Dapat juga dibilang kartu kredit ialah uang elektronik yang dikeluarkan
30
oleh suatu instansi sehingga dapat memungkinkan pengguna kartu tersebut untuk
memperoleh kredit dalam transaksi yang pengembaliannya dapat dilakukan secara
angsuran, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kartu Kredit merupakan alat pembayaran pengganti uang tunai yang dapat
digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang
diinginkannya di tempat-tempat yang dapat menerima pembayaran dengan
menggunakan kartu kredit (merchant). Kartu kredit juga dapat diartikan sebagai
salah satu fasilitas dari perbankan yang memudahkan transaksi nasabah. Anda
tinggal menggesek credit card dan kita tinggal membayarnya saat tagihan tiba.
Baik tagihan lembaran fisik yang dikirmkan ke rumah ataupun e-statement yang
dikirimkan via email.
Dibandingkan dengan jenis kredit konsumsi lain yang ditawarkan oleh bank, kartu
kredit merupakan jenis kredit yang mudah disetujui jika telah memenuhi syarat
diterima kartu kredit yaitu fotocopi KTP, slip gaji atau surat keterangan
penghasilan, dan foto dan surat keterangan lain yang dianggap perlu.
Bahkan pada perkembangan saat ini, jika calon pemegang kartu kredit
mengajukan permohonan kartu kredit telah memiliki kartu kredit sebelumnya,
maka calon pemegang kartu kredit yang bersangkutan hanya perlu menyerahkan
fotokopi tagihan kartu kredit tersebut.
Selain kemudahan dalam mengajukan permohonan, kelebihan kartu kredit adalah
31
lingkup penggunaannya yang sangat luas, dari transaksi kecil sampai transaksi
besar. Hal ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang
mobile sangat membutuhkan alat transaksi ini. 16
Masyarakat biasanya memakai kartu kredit untuk pembayaran transaksi yang
dilakukan melalui internet, toko online, maupun toko-toko yang menyediakan alat
gesek. Pada transaksi yang dilakukan melalui internet, pihak card holder memiliki
kewajiban untuk membayar barang yang dibelinya dan mempunyai hak untuk
menerima barang yang telah dibelinya dari merchant, dan sebaliknya merchant
memiliki kewajiban untuk mengirim barang itu dalam keadaan baik dan
spesifikasinya sesuai dengan apa yang dipesan oleh card holder dan berhak untuk
menerima pembayaran. Perkembangan penggunaan kartu kredit yang begitu pesat
ini disebabkan karena masyarakat merasakan semakin pentingnya penggunaan
kartu kredit sebagai alat pembayaran dan mengambil uang tunai mengingat
kepraktisan, rasa nyaman dan aman yang ditimbulkan. Kegiatan itu juga tidak
terlepas dari pembebanan pajak sebagai kewajiban masyarakat untuk
membebankan pajak pada setiap transaksi atau fasilitas atau biaya yang harus
dibayar atas penggunaan fasilitas atau kepimilikan suatu barang.
Jenis-jenis Kartu Kredit
Sekarang kita beralih membahas apa jenis-jenis kartu kredit.Kartu kredit dapat
digolongan kedalam fungsi dan wilayah berlakunya.17
16
Kasmir, 2010. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada Sunaryo. 2008. Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Sinar Grafika
17 Sunaryo. 2008. Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Sinar Grafika
32
a. Berdasarkan Fungsinya
1. Credit Card
Kartu kredit adalah jenis kartu yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran
transaksi jual beli barang atau jasa dimana pelunasan atau pembayarannya
kembali dapat dilakukan dengan sekaligus atau dengan cara mencicil sejumlah
minimum tertentu. Jumlah cicilan tersebut dihitung dari nilai saldo tagihan
ditambah bunga bulanan.
Tagihan pada bulan yang lalu termasuk bunga (retail interest) merupakan pokok
pinjaman pada bulan berikutnya. Misalnya tagihan bulan sebelumnya adalah Rp.
1.000.000,00. Pembayaran minimum ditetapkan misalnya 10% dari total tagihan
dengan pembayaran minimum sebesar Rp.50.000,00. Dari angka tersebut maka
pemegang kartu harus membayar cicilan sebesar 10 % x Rp. 1.000.000,00 = Rp.
100.000,00. Sekiranya hasil perkalian dari tagihan tersebut kurang dari Rp.
50.000,00, maka jumlah cicilan bulan yang bersangkutan minimum Rp.
50.000,00.
Misalnya jumlah tagihan sebesar Rp.200.000,00, maka jumlah cicilan adalah 10
% x Rp. 200.000,00 = Rp. 20.000,00. Karena jumlah tersebut kurang dari RP.
50.000,00, maka pemegang kartu harus mencicil minimal Rp. 50.000,00. Apabila
card holder melakukan melampaui kredit limit, smaka pembayaran minimum
adalah sebanyak kelebihan dari kredit limit ditambah 10 % dari total kredit limit.
Pembayaran tersebut sudah harus dilakukan paling lambat pada tanggal jatuh
tempo setiap bulan yang ditetapkan oleh issuer untuk setiap pemegang kartu.
33
Keterlambatan pembayaran akan mengakibatkan kena denda keterlambatan atau
late charge. Kartu kredit dapat digunakan pula untuk melakukan penarikan uang
tunai baik langsung melalui teller pada kantor bank yang bersangkutan maupun
ATM (automated teller machine) di mana ada tertera logo atau nama kartu yang
dimiliki, baik di dalam maupun di luar negeri. Kartu kredit yang umum digunakan
dalam transaksi ini adalah Visa dan Master Card.
2. Charge Card
Charge Card adalah kartu yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran suatu
transaksi jual beli barang atau jasa dimana nasabah harus membayar kembali
seluruh tagihan secara penuh pada akhir bulan atau bulan berikutnya dengan atau
tanpa biaya tambahan. Misalnya, total nilai transaksi pada bulan sebelumnya
adalah Rp. 1.000.000,00, maka pada saat tagihan diterima dari perusahaan kartu
maka jumlah tagihan tersebut (atau ditambah biaya lainnya bila ada) harus dibayar
seluruhnya paling lambat pada tanggal jatuh tempo pembayaran setiap bulan yang
sebelumnya telah ditetapkan oleh issuer.
3. Debit Card
Debit Card berbeda dengan kedua kartu plastik yang telah disebutkan di atas.
Pembayaran atas transaksi jual beli barang atau jasa dengan menggunakan kartu
debit ini pada prinsipnya merupakan transaksi tunai dengan tidak menggunakan
uang tunai akan tetapi pelunasannya atau pembayarannya dilakukan dengan cara
mendebit (mengurangi) secara langsung saldo rekening simpanan pemegang kartu
34
yang bersangkutan dan dalam waktu yang sama mengkredit rekening penjual
(merchant) sebesar jumlah nilai transaksi pada bank penerbit (pengelola).
Mekanisme pembayaran dengan debit card yang sedang dikembangkan saat ini
adalah pemegang kartu menyerahkan kartu debitnya pada kasir di counter
penjualan (at the point of sales). Kemudian dengan menggunakan alat elektronik
yang on line dengan bank, saldo rekening pemegang kartu akan langsung terlihat
pada monitor yang selanjutnya akan didebit sebesar jumlah nilai transaksinya
dengan mengkredit rekening merchant. Seperti halnya dengan kartu kredit, jenis
kartu debit ini dapat digunakan pula untuk menarik uang tunai baik melalui
counter bank maupun melalui mesin kas otomatis atau ATM yang berfungsi
sebagai cash card.
4. Cash Card
Cash Card pada dasarnya adalah kartu yang memungkinkan pemegang kartu
untuk menarik uang tunai baik langsung pada kasir bank maupun melalui ATM
bank tertentu yang biasanya tersebar di tempattempat strategis, misalnya di hotel,
pusat-pusat perbelanjaan dan wilayah perkantoran. Dengan melakukan perjanjian
kerja sama terlebih dahulu, pemegang cash card salah satu bank dapat pula
menggunakannya pada bank lainnya. Jadi berbeda dengan tiga kartu plastik yang
telah dijelaskan terdahulu, cash card tidak dapat digunakan sebagai alat
pembayaran dalam melakukan transaksi jual beli barang atau jasa sebagaimana
dengan credit card, debit card, atau charge card.
35
Penerbitan kartu khusus untuk tujuan penarikan uang tunai dari bank ini pada
dasarnya hanya untuk mempermudah dan mempercepat pelayanan kepada
nasabah yang sebelumnya telah memiliki simpanan di bank yang bersangkutan.
Beberapa bank telah memberikan pelayanan ATM 24 jam. Bank biasanya
menentukan limit uang tunai yang dapat ditarik atau ditransfer melalui ATM
misalnya, secara harian atau mingguan. Tergantung bagaimana perjanjian bank
dengan nasabah pemegang kartu.
Untuk melakukan penarikan melalui ATM tersebut pemegang kartu diberikan
nomor identifikasi pribadi (personal identification number) PIN dan untuk demi
keamanan, pemegang kartu harus menjaga kerahasiaan PIN tersebut. Kartu ini
memungkinkan pemegangnya menarik uang tunai dengan cara yang sangat cepat,
mudah, dan praktis tanpa komunikasi sama sekali dengan petugas bank, cukup
dengan memasukkan kartu pada ATM dan memasukkan PIN melalui tombol-
tombol pada keyboard ATM.
Di samping pelayanan penarikan uang tunai, maka cash card dengan melalui
ATM beberapa fungsi bank dapat pula dilakukan antara lain meminta informasi
saldo rekening. Informasi tersebut lengkap dengan tanggaltanggal mutasi debit-
kredit bisa dilihat langsung melalui monitor atau atas instruksi, informasi tersebut
dapat langsung di-print out. Dengan semakin canggihnya perkembangan
teknologi, pemegang kartu dapat pula melakukan transfer antar rekening secara
global dengan electronic fund transfer, EFT.
36
Cash card saat ini di Jakarta telah banyak dikeluarkan oleh bank yang telah
memiliki fasilitas ATM. Semakin banyak jumlah dan luas jaringan on line ATM
ini akan semakin memudahkan pelayanan nasabah. Misalnya seorang nasabah
pemegang cash card yang memiliki rekening tabungan di suatu Bank di Blok M
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dengan menggunakan cash card, pemegang kartu
tersebut dapat melakukan penarikan langsung uang tunai mellalui ATM di Ujung
Pandang atau kota-kota lain di mana memungkinkan penggunaan kartunya pada
ATM bank yang bersangkutan.
5. Check Guarante Card
Kartu ini pada prinsipnya dapat digunakan sebagai jaminan dalam penarikan cek
oleh pemegang kartu. Kartu jenis ini sangat populer di Eropa terutama Inggris. Di
samping itu, kartu tersebut dapat juga digunakan dalam melakukan penarikan
uang melalui ATM.
b. Berdasarkan Wilayah Berlakunya
Dilihat dari wilayah berlakunya, kartu plastik ini dapat dibedakan antara kartu
plastik yang berlaku secara domestik (lokal) dan Internasional.
1. Kartu Kredit Nasional
Kartu Kredit Nasioanl merupakan kartu plastik yang hanya berlaku dan dapat
digunakan di suatu wilayah tertentu saja, misalnya Indonesia. Dengan semakin
pesatnya penggunaan kartu plastik ini menyebabkan beberapa perusahaan
pengecer dan perusahaan jasa penerbit kartu plastik sendiri (umumnya charge
card) guna memberikan pelayanan yang lebih mudah dan praktis bagi nasabahnya,
37
misalnya Hero, Astra Card, Golden Truly, Garuda Executive Card.
2. Kartu Kredit Internasional
Kartu Kredit Internasional adalah kartu yang dapat digunakan dan berlaku sebagai
alat pembayaran Internasioanl. Pasar kartu kredit internasional dewasa ini
didominasi oleh dua merek kartu yang telah memiliki jaringan antar benua, yaitu
Visa dan Master Card. Kedua merek kartu tersebut masing-masing telah memiliki
lebih dari 100 juta pemegang kartu yang tersebar di kota-kota seluruh dunia dan
dapat digunakan untuk melakukan transaksi hampir di semua kota. Pemegang
kedua kartu tersebut lebih dari separuhnya dipegang oleh penduduk Amerika
Serikat. Selebihnya Jepang, Inggris, Kanada, dan sebagian kecil negara-
negaralainnya. Kartu kredit Internasional yang dapat dipergunakan untuk
melakukan transaksi di berbagai tempat di dunia adalah sebagai berikut:
a) Visa
Visa adalah kartu kredit Internasional yang dimiliki oleh perusahaan kartu Visa
International. Pelaksanaan operasionalnya berdasarkan lisensi dari Visa
Internasional dengan sistem franchise.
b) Master Card
Kartu kredit ini dimiliki oleh Master Card Internasional dan beroperasi
berdasarakan lisensi dari Master Card International.
c) Dinners Club
Diners Club dimiliki oleh Citicorp. Cara operasinya dilakukan dengan cara
mendirikan subsidiary atau dengan cara franchise.
d) Carte Blanc
38
Kartu ini juga dimiliki oleh Citicorp dan beroperasi persis sama dengan Dinners
Club yaitu dengan membentuk subsidiary atau dengan franchise.
e) American Express
Kartu kredit ini dimiliki oleh American Express Travel Related Services
Incorporated dan beroperasi dengan mendirikan subsidiary. American Express ini
pada prinsipnya adalah charge card namun dapat memberikan fasilitas credit line
kepada pemegang kartu.
c. Berdasarkan Afiliasinya
1) Co-Branding Card
Yaitu kartu plastik yang dikeluarkan atas kerjasama antara institusi pengelola
kartu kredit dengan satu atau beberapa bank, contoh : Visa dan Masdter Card.
2) Affinity Card
Yaitu kartu plastik yang digunakan oleh sekelompok atau golongan tertentu,
misalnya kelompok profesi, kelompok mahasiswa dan lain-lain, contoh : Ladies
Card, IMA Card, Bankers Card dan lain-lain.
E. Pengertian Data dan Informasi
Data adalah fakta mentah atau rincian peristiwa yang belum diolah, yang
terkadang tidak dapat diterima oleh akal pikiran dari penerima data tersebut, maka
dari itu data harus diolah terlebih dahulu menjadi informasi untuk dapat di terima
oleh penerima. Data dapat berupa angka, karakter, simbol, gambar, suara, atau
tanda-tanda yang dapat digunakan untuk dijadikan informasi. Suatu informasi bisa
saja menjadi data apabila informasi tersebut digunakan kembali untuk pengolahan
39
sistem informasi selanjutnya. Dalam dunia komputer data adalah segala sesuatu
yang disimpan di dalam memori menurut format tertentu.
Data adalah fakta berupa angka, karakter, symbol, gambar, tanda-tanda, isyarat,
tulisan, suara, bunyi yang merepresentasikan keadaan sebenarnya yang
selanjutnya digunakan sebagai masukan suatu Sistem Informasi. Data adalah
deskripsi dari sesuatu dan kejadian yang kita hadapi (data is the description of
things and events that we face). Data adalah kenyataan yang menggambarkan
suatu kejadian-kejadian dan kesatuan nyata. Data adalah bahan yang akan
diolah/diproses berupa angka-angka, huruf-huruf, simbol-simbol, kata-kata yang
akan menunjukkan situasi dan lain lain yang berdiri sendiri. Dalam bahasa sehari-
hari data adalah fakta tersurat (dalam bentuk catatan atau tulisan) tentang suatu
obyek. Dalam dunia komputer, data adalah segala sesuatu yang dapat disimpan
dalam memori menurut format tertentu. Data adalah fakta yang sudah ditulis
dalam bentuk catatan atau direkam ke dalam berbagai bentuk media 8. Data
merupakan komponen dasar dari informasi yang akan diproses lebih lanjut untuk
menghasilkan informasi.
Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan data yang sudah dapat diterima oleh
akal pikiran penerima informasi yang nantinya dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan. Informasi dapat berupa hasil gabungan, hasil analisa,
hasil penyimpulan, dan juga hasil pengolahan sistem informasi komputerisasi.
Informasi adalah data hasil pengolahan Sistem Informasi yang bermanfaat bagi
penggunanya.
Infomasi adalah hasil proses atau hasil pengolahan data meliputi : Hasil gabungan,
40
hasil analisa, hasil penyimpulan, dan hasil pengolahan system informasi
komputerisasi. Informasi adalah segala sesuatu yang ditampilkan oleh komputer
dalam sebuah media penampil tersebut diatas, biasanya sebagai hasil dari sebuah
proses komputasi. Informasi adalah fakta tersembunyi dibalik himpunan fakta
yang sudah dicatat, dan baru diketemukan sesudah diolah atau dicerna. Informasi
adalah fakta tersirat yang muncul dalam benak teknisi itu sesudah mencermati dan
mengolahnya dengan tertib, berdasarkan model yang diyakini sebagai hal yang
benar ada dalam keseluruhan persoalan tersebut.
Ada beberapa perbedaan di antara data dengan informasi seperti Data lebih
cenderung ke penjelasan singkat atau sebuah gagasan yang belum menjelaskan
sebuah peristiwa atau hasil kegiatan, data juga tidak bisa digunakan untuk
pengambilan keputusan sedangkan informasi adalah hasil pengolahan dari data
yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Data terkadang tidak dapat
digunakan dan diterima oleh akal pikiran penerima, sedangkan informasi dapat
berguna dan dapat diterima oleh akal pikiran penerima. Data mempunyai lingkup
lebih detail dan bersifat teknis, sedangkan informasi menghasilkan penjelasan
yang dapat dipakai untuk mengambil keputusan.
F. Pencurian Data dan Informasi
Pencurian data adalah tindak kriminal dalam dunia internet, dimana akan ada
penyusup masuk kedalam data pribadi seseorang lalu mengambilnya tanpa i;in. -
ata yang telah diambil digunakan oleh penyusup untuk bermacam kejahatan.
Berbagai cara yang diambil penyusup untuk mengambil data tersebut, hal ini telah
41
dibuktikan bahwa dibalik lalu lintas internet, banyak penyusup yang mencari
celah untuk mengambil data tersebut. Data yang mereka incar adalah data yang
cukup penting, misalnya data negara. Oleh karena itu, seorang ahli informasi dan
jaringan haruslah lihai untuk menyembunyikan data tersebut agar tidak adanya
penyusup yang masuk ke dalam data.
Dalam tindakan pencurian data ini menelan banyak kerugian, diantaranya adalah
seperti Data pribadi diubah, data pribadi yang telah disini dengan benar, diubah
oleh penyusup agar menimbulkan kesalahan pada aslinya, hal ini dilakukan
biasanya untuk menjatuhkan harga diri seseorang. Kerugian materi, adanya bank
via internet menambah penyusup agar masuk kedalam sistem agar mengalihkan
uang ke rekening yang salah. Biasanya penyusup mengambil uang dari sini.
Informasi penting; akhir-akhir ini banyak pejabat yang telah disadap atau diikuti,
penyusup melakukan banyak cara untuk mengambil informasi yang sebenarnya
terjadi dan di publikasikan kepada publik, tentunya ini merugikan pejabat
tersebut.
Hukum pencurian data
Pasal 30 Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 ayat 3 : Setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer dan/atau system
elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau
menjebol sistem pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana
pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memebuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam
pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau
42
denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). Pasal 378
KUHP dapat dikenakan untuk penipuan. Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk
kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet.
G. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana
Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan
kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal, kebijakan kriminal ini pun tidak
terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial (social policy) yang
terdiri dari kebijakan atau upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (social-
welfarepolicy) dan kebijakan atau upaya-upaya untuk perlindugan masyarakat
(social-defence policy).18
Upaya untuk melakukan penanggulangan kejahatan mempunyai dua cara dalam
hal penggunaan sarana yaitu melalui sarana sistem peradilan pidana (penal)
tindakan represif yaitu upaya setelah terjadinya kejahatan, dan sarana (non penal)
tindakan preventif yaitu mencegah sebelum terjadinya kejahatan. Perbedaan
keduanya dapat di uraikan sebagai berikut:
1. Tindakan Represif
Tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak
hukum sesudah terjadinya tindakan pidana. Tindakan respresif lebih dititik
beratkan terhadap orang yang melakukan tindak pidana, yaitu antara lain dengan
memberikan hukum (pidana) yang setimpal atas perbuatannya.
18
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan,
Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 73.
43
Tindakan ini sebenarnya dapat juga dipandang sebagai pencegahan untuk masa
yang akan datang. Tindakan ini meliputi cara aparat penegak hukum dalam
melakukan penyidikan, penyidikan lanjutan, penuntutan pidana, pemeriksaan di
pengadilan, eksekusi dan seterusnya sampai pembinaan narapidana.
Penangulangan kejahatan secara represif ini dilakukan juga dengan teknik
rehabilitas, menurut Cressey terdapat dua konsepsi mengenai cara atau teknik
rehabilitasi, yaitu:
a) Menciptakan sistem program yang bertujuan untuk menghukum penjahat,
sistem ini bersifat memperbaiki antara lain hukuman bersyarat dan hukuman
kurungan.
b) Lebih ditekankan pada usaha agar penjahat dapat berubah menjadi orang
biasa, selama menjalankan hukuman dicarikan pekerjaan bagi terhukum dan
konsultasi psikologis, diberikan kursus keterampilan agar kelak
menyesuaikan diri dengan masyarakat.
Tindakan represif juga disebutkan sebagai pencegahan khusus, yaitu suatu usaha
untuk menekankan jumlah kejahatan dengan memberikan hukuman (pidana)
terhadap pelaku kejahatan dan berusaha pula melakukan perbuatan denganjalan
memperbaiki si pelaku yang berbuat kejahatan. Jadi lembaga permasyarakatan
bukan hanya tempat untuk mendidik narapidana untuk tidak lagi menjadi jahat
atau melakukan kejahatan yang pernah dilakukan. memberikan definisi putusan
Kemudian upaya penanggulangan kejahatan yang sebaik-baiknya harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Sistem dan operasi Kepolisian yang baik.
2) Peradilan yang efektif.
3) Hukum dan perundang-undangan yang berwibawa.
44
4) Koodinasi antar penegak hukum dan aparatur pemerintah yang serasi.
5) Partisipasi masyarakat dalam penangulangan kejahatan.
6) Pengawasan dan kesiagaan terhadap kemungkinan timbulnya kejahatan.
7) Pembinaan organisasi kemasyarakatan.
2. Tindakan Preventif
Tindakan preventif adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau menjaga
kemungkinan akan terjadinya kejahatan. Menurut A. Qirom Samsudin M, dalam
kaitannya untuk melakukan tindakan preventif adalah mencegah kejahatan lebih
baik daripada mendidik penjahat menjadi baik kembali, sebab bukan saja
diperhitungkan segi biaya, tapi usaha ini lebih mudah dan akan mendapat hasil
yang memuaskan atau mencapai tujuan.
Bonger berpendapat cara menanggulangi kejahatan yang terpenting adalah:
1) Preventif kejahatan dalam arti luas, meliputi reformasi dan prevensi dalam arti
sempit.
2) Prevensi kejahatan dalam arti sempit meliputi moralistik yaitu
menyebarluaskan sarana-sarana yang dapat memperteguhkan moral seseorang
agar dapat terhindar dari nafsu berbuat jahat. Abalionistik yaitu berusaha
mencegah tumbuhnya keinginan kejahatan dan meniadakan faktor-faktor yang
terkenal sebagaipenyebab timbulnya kejahatan. Misalnya memperbaiki ekonmi
(pengangguran, kelaparan, mempertinggi peradapan, dan lain-lain);
3) Berusaha melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap kejahatan dengan
berusaha menciptakan:
a. Sistem organisasi dan perlengkapan kepolisian yang baik;
b. Sistem peradilan yang objektif; dan
c. Hukum (perundang-undangan) yang baik.
4) Mencegah kejahatan dengan pengawasan dan patrol yang teratur.
45
H. Faktor-faktor yang Menghambat Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan suatu upaya yang dilakukan secara sadar oleh
setiap orang demi tercapainya suatu keadilan yang diinginkan setiap orang.
Hukum dapat berjalan secara efektif apabila penegakannya dapat dilakukan secara
benar sehingga masyarakat dapat merasakan adanya perlindungan hukum.
Beberapa faktor yang menghambat penegakan hukum adalah sebagai berikut:19
a) Faktor hukum, yaitu penerapan peraturan yang relevan dengan situasi dan
norma yang ada di dalam masyarakat;
b) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum, penegak hukum yang dimaksud adalah mereka yang
berada di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan, dan
pemasyarakatan;
c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
d) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan; dan
e) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan
pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Kelima faktor diatas saling berkaitan dan merupakan esensi dari penegakan
hukum, tetapi faktor penegak hukum menempati titik sentral hal itu disebabkan
karena peraturan disusun oleh penegak hukum, penerapannya dilaksanakan oleh
penegak hukum dan penegak hukum merupakan panutan yang dicontoh oleh
masyarakat luas.
Penegak hukum di dalam proses penegakan hukum seharusnya dapat menerapkan
dua pola yang berpasangan yakni pola isolasi dan pola integrasi. Pola-pola
tersebut merupakan titik-titik ekstrim, sehingga penegak hukum bergerak antara
kedua titik ekstrim tersebut. Artinya, kedua pola tersebut memberikan batas-batas
sampai sejauh mana kontribusi penegak hukum bagi kesejahteraan masyarakat.
19
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2002, hlm. 5.
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Penelitian Hukum adalah suatu penelitian yang mempunyai obyek hukum, baik
hukum sebagai suatu ilmu atau aturan-aturan yang sifatnya dogmatis maupun
hukum yang berkaitan dengan perilaku dan kehidupan masyarakat. Menurut
pendapat Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah,
yang didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan
untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara
menganalisisnya. 20
Proses pengumpulan dan penyajian data penelitian ini digunakan pendekatan
secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif
dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder yang
berupa peraturan perundang-undangan, dokumen hukum lainnya serta hasil
penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. Pendekatan yuridis normatif
dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group discussion). Sedangkan
Pendekatan yuridis empiris dikenal juga dengan penelitian sosiolegal. Pendekatan
yuridis empiris adalah penelitian yang diawali dengan penelitian normatif atau
penelaahan terhadap peraturan perundang-undangan yang dilanjutkan dengan
20
Soerjono Soekanto. Penelitian Hukum Normatif. Rajawali Pers. Jakarta. 2004. hlm.1
47
observasi yang mendalam serta penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan
data faktor nonhukum yang terkait dan yang berpengaruh terhadap penelitian.
B. Sumber dan Jenis Data
Sumber data adalah tempat dari mana data tersebut diperoleh. Adapun jenis dan
sumber data yang akan dipergunakan dalam penulisan skripsi ini terbagi atas dua
yaitu :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber pertama.
Dengan begitu, data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui
wawancara ataupun diskusi dengan pihak kepolisian dari Subditreskrimsus II
Kepolisian Daerah Lampung.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang berasal dari hasil penelitian kepustakaan dengan
melalui studi peraturan perundang-undangan, tulisan atau makalah-makalah,
buku-buku, dokumen, arsip, dan literatur-literatur dengan mempelajari hal-hal
yang bersifat teoritis, konsep-konsep dan pandangan-pandangan, doktrin, asas-
asas hukum, serta bahan lain yang berhubungan dan menunjang dalam penulisan
skripsi ini.21
Jenis data sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri dari:
1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945;
21Ibid, hlm. 12.
48
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik yang dirubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang bersifat memberikan
penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan dapat membantu
menganalisa serta memahami bahan hukum primer, yang berupa jurnal, buku-
buku, makalah yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam
penulisan skripsi ini.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk ataupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, terdiri
dari literatur-literatur, media massa, dan lain-lain.
C. Penentuan Narasumber
Narasumber adalah pihak-pihak yang menjadi sumber informasi dalam suatu
penelitian dan memiliki pengetahuan serta informasi yang dibutuhkan sesuai
dengan permasalahan yang dibahas. Narasumber ditentukan secara purposive
yaitu penunjukan langsung dengan narasumber yang hanya ditunjuk menguasai
permasalahan dalam penelitian ini. Adapun narasumber dalam penelitian ini
sebanyak 4 (lima) orang yaitu:
1. Pihak kepolisian dari Bidang Reserse Polisi Daerah
Lampung
: 1orang
2. Pihak Dinas Kominfo Provinsi Lampung
3. Pihak Bank Indonesia Wilayah Provinsi Lampung
4. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung
: 1 orang
: 1 orang
: 1 orang
+
4 orang
49
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini ditempuh
prosedur sebagai berikut:
a) Studi Kepustakaan
Studi pustaka dilakukan dengan serangkaian kegiatan studi dokumenter dengan
cara membaca, mencatat, mengutip buku-buku atau referensi dan menelaah
peraturan perundang-undangan,dokumen dan informasi lain yang berkaitan
dengan permasalahan.
b) Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan dengan cara wawancara terpimpin, yaitu dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan yang
ada dalam penelitian ini. Pertanyaan yang telah dipersiapkan diajukan kepada
pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk mendapatkan data,
tanggapan, dan juga jawaban dari responden. Selain itu untuk melengkapi
data-data dan fakta-fakta yang berkaitan dengan permasalahan.
2. Prosedur Pengolahan Data
a) Seleksi Data
Yaitu kegiatan memilih data yang akan digunakan yang sesuai dengan objek yang
akan dibahas serta memeriksa, meneliti kembali mengenai kelengkapan,
kejelassan dan kebenarannya.
50
b) Klasifikasi Data
Yaitu pengelompokan data yang telah dievaluasi menurut kerangka yang
ditetapkan.
c) Sistematisasi Data
Yaitu data yang telah dievaluasi dan diklasifikasi kemudian disusun demi
menciptakan keteraturan dalam menjawab permasalahan sehingga mudah untuk
dibahas.
E. Analisis Data
Hasil pengumpulan dan pengolahan data tersebut kemudian dianalisis
menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu dengan cara menguraikan data
secara bermutu dalam bentuk kalimat-kalimat yang tersusun secara teratur, runtun,
logis, tidak tumpang tindih dan efektif, sehingga memudahkan interpretasi data
dan pemahaman hasil analisis.22
Analisis ini tidak diperoleh melalui bentuk
hitungan.23
Hasil analisis tersebut dapat diketahui serta diperoleh kesimpulan
secara induktif, yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat
khusus yang kemudian diambil kesimpulan secara umum.
22
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2004,
hlm. 127. 23
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014, hlm. 12.
V. PENUTUP
A. Simpulan
a. Upaya Polda Lampung dalam penanggulangan pencurian data dan informasi
kartu kredit di Wilayah Hukum Kepolisian daerah Lampung
Upaya penanggulangan pencurian data dan informasi oleh Polda Lampung
dilakukan dengan tiga cara yaitu Pre-emtif atau pembinaan upaya-upaya awal
yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana,
Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya pre-emtif
yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya
preventif ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya, dan
Represif atau penindakan upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak
pidana/kejahatan yang tindakan berupa penegakan hukum (law enforcement)
dengan menjatuhkan hukuman.
b. Faktor yang menghambat Kepolisian dalam penanggulangan penccurian data
dan informasi kartu kredit di Wilayah Kepolisian Provinsi Lampung
Terdapat beberapa masalah yang menjadi faktor sulit nya melakukan penyidikan
tindak pidana penurian data dan informasi kartu kredit (carding) yaitu fator
internal dan eksternal. Faktor internal tersendiri terdiri dari :
77
a. Faktor hukum nya sendiri yaitu Undang-Undang, yaitu perUndang-
Undangan Informasi Transaksi Elektronik yang masih belum ditegakan
dengan efektif.
b. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, yaitu
terbatas nya jumlah serta pengetahuan dari personel dalamdivisi khusus
cyrbercrime, dan peralatan yang masih belum memadai.
c. Faktor Penegak Hukumnya yaitu kurangnya kejujuran, etika dan moral
dari aparat penegak hukum, khusus terhadap tindak pidana mayantara
dilihat dari kuantitas maupun kualitas penegak hukum di Indonesia belum
mendukung terlebih dari sisi profesionalisasinya, karena jumlah penegak
hukum yang memiliki keahlian di bidang tersebut masih terbatas.
Sedangkan faktor eksternalnya adalah faktor yang berasal dari luar yaitu sulitnya
berkoordinasi dengan pihak yang bersangkutan dalam masalah ini misalnya bank.
Dan faktor dari masyarakat yang kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang
carding.
B. Saran
1. Pemerintah di harapkan lebih memperhatikan simtem peraturan perundang-
undangan yang berlaku, apakah peraturan tersebut masih layak atau tidak
diberlakukan seiring perkembangan zaman demi menghadapi era globalisasi
yang kian pesat, sistem peraturan perundang-undangan diharapkan akan selalu
78
satu langkah di depan dalam mengantisipasi kejahatan yang akan terjadi di
masa mendatang.
2. Kepolisian Daerah Lampung hendaknya dapat bertindak lebih aktif dalam
menerima laporan masyarakat serta meningkatkan sarana dan prasarana yang
di butuhkan untuk mengungkap dan menangkap para pelaku, serta penambahan
personel dan pelatihan yang baik juga sangat dibutuhkan dengan
memperbaharui peralatan dan sumber daya manusia, dengan peralatan yang
memadai maka akan lebih mudah dalam penyidikan dan bisa mengurangi
tindak pidana pencurian data dan informasi kartu kredit tersebut, hendaknya
Kepolisian juga lebih aktif dalam mendengar aduan serta keluhan masyarakat
yang terkait dengan Transaksi Elektronik.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Achmad, Deni dan Firganefi. 2016. Pengantar Kriminologi dan Viktimologi
Justice Publisher, Bandar Lampung.
Alfitra. 2014. Modus Operandi Pidana Khusus di Luar KUHP, Jakarta. RAS.
Andrisman, Tri. 2009. Hukum Pidana, Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum
Hukum Pidana Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Arief, Barda Nawawi. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung:
Citra Aditya Bakti.
−−−−−−−−. 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti.
−−−−−−−−. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, Bandung. Citra Aditya Bakti.
−−−−−−−−. 2003. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
−−−−−−−−. 2005. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, Bandung. Citra Aditya Bakti.
−−−−−−−−. 2006. Tindak Pidana Mayantara, Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Atmasasmita, Ramli. 1993. Kapita Selekta Kriminologi, Bandung. Amrico.
----------. 1996. Sistem Peradilan Pidana, Bandung. Bina Cipta.
Bahri, Syaiful. 2009. Perkembangan Stelsel Pidana di Indonesia. Yogyakarta:
Total Media.
Chazawi, Adami. 2002. Hukum Pidana (Stelsel Tindak Pidana) Teori-Teori
Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
−−−−−−−−. 2006. Kejahatan Terhadap Harta Benda. Jakarta: Bayu Media.
Effendi, Erdianto. 2011. Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT.Refika
Aditama.
Hamzah, Andi. 1990. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta. Ghalia
Indonesia.
−−−−−−−−. 2011. Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di Dalam KUHP.
Bandung: Sinar Grafika.
Hamzah, Andi dan Zainal. 2001. Bentuk-Bentuk Perwujudan Delik. Jakarta: Bina
Ilmu Jaya.
Ibrahim, Johannes. 2004. Kartu Kredit-Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan,
Jakarta. Refika Aditama.
Ilyas, Amir. 2009. Asas-asas Hukum Pidana (Memahami Tindak Pidana dan
Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan). Yogyakarta:
Mahakarya Rangkang.
Jonkers. J.E. 1987. Hukum Pidana Hindia Belanda. Jakarta. Bina Aksara.
Jovan, FN. 2006. Pembobol Kartu Kredit Menyingkap Teknik dan Cara Kerja
Para Carder di Internet, Jakarta. Mediakita.
Kansil, C.S.T dan Kansil, S.T Christine. 2000. Kamus Istilah Aneka Hukum.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Maskun. 2013. Kejahatan Siber Cyber Crime, Jakarta. Kencana Media.
Moeljatno. 1987. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara.
−−−−−−−−. 1998. Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Pidana.
Bandung. Bintang Indonesia.
Muladi dan Arief, Barda Nawawi. 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana.
Semarang: Alumni.
P.A.F, Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: Cipta
Aditya Bakti.
PB, Triton. 2006. Mengenal E-Commerce dan Bisnis Di Dunia Cyber,
Yogyakarta. ARGO Publisher.
Prakoso, Arbintoro. 2013. Kriminologi dan Hukum Pidana, Yogyakarta.
Laksbang Grafika.
Prakoso, Djoko dan Imunarso, Agus. 1987. Hak Asasi Tersangka dan Peranan
Psikologi dalam Konteks KUHAP. Jakarta: Bina Aksara.
Prasetya, Rudi. 1989. Perkembangan Korporasi dalam Proses Modernisasi.
Semarang: UNDIP.
Prasetyo, Teguh. 2010. Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, Bandung. Nusa
Media.
Rahardjo, Satjipto. 2009. Penegakan Hukum. Yogyakarta: Genta Publishing.
Raharjo, Handri. 2009. Hukum Perjanjian di Indonesia. Jogjakarta, Pustaka
Yustisia.
Soesilo, R. 1985. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta
Komentar-Komentarnya, Bogor. Politeia.
Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
−−−−−−−−. 1986. Pengantar Penelitian Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudarto. 1985. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Alumni.
−−−−−−−−. 1997. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni.
−−−−−−−−. 2007. Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung.
Suhariyanto, Budi. 2012. Tindak Pidana Teknologi Informai (Cyber Crime)
Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya, Jakarta. PT. Raja Grafindo
Persada.
Suparni, Niniek. 2009. Cyberspace Problematika dan Aplikasi Pengaturannya,
Jakarta. Sinar Grafika.
Sutarman, 2007. Cyber Crime-Modus Operandi dan Penanggulangannya.
Yogyakarta..Laksbang PRESSindo.
Sutedi, Adrian. 2007. Hukum Perbankan-Suatu Tinjauan Pencucian Uang,
Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Jakarta, Sinar Grafika.
Syani, Abdul. 1989. Sosiologi Kriminalitas, Remadja Karya, Bandung.
Theo, Lamintang dan Lamintang, P.A.F. 2013. Kejahatan Terhadap Harta
Kekayaan. Bandung: Sinar Grafika.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990. Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta. Balai Pustaka.
Wahid, Abdul dan M Latib, 2005. Kejahatan Mayantara, Bandung. Rafika
Aditama.
Widjojo, Hadi Widyopramono. 2005. Cybercrimes dan Pencegahannya, Jurnal
Hukum Teknologi, Jakarta. Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Zaidan, M Ali. 2010. Kebijakan Kriminal, Jakarta. Sinar Grafika.
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73
Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Internet :
http://techno-inspiring.blogspot.co.id (Diakses pada tanggal tanggal 17
April 2018)
http://newjohnyuwss.blogspot.co.id (Diakses pada tanggal 19 April 2018)
http://tekno.liputan6.com (Diakses pada tanggal 28 April 2018)
http://m.detik.com (Diakses pada tanggal 15 Mei 2018)
www.academia.edu (Diakses pada tanggal 20 Mei 2018)
Alimelisabeth.blogspot.co.id (Diakses pada tanggal 22 Mei 2018)
www.beritagar.id (Diakses pada tanggal 14 Juli 2018)
https://media.neliti.com/media/publications/45391-ID-penjelasan-hukum-
restatement-tentang-bukti-permulaan-yang-cukup.pdf (Diakses pada
tanggal 16 Juli 2018)
http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/buku/detail/pengantar-ilmu-
hukum-dan-tata-hukum-indonesia-c-s-t-kansil-
21386.htmlhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50576/3/Chapt
er%2520II.pdf+&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id (Diakses pada tanggal 22
Juli 2018)
http://wikipedia.com (Diakses pada tanggal 27 Juli 2018)
http://herybastyani.blogspot.co.id/2013/06/analisis-kasus-
penggelapan.html (Diakses pada tanggal 30 Juli 2018)