43
Kode/Nama Rumpun Ilmu*: 165/Teknologi Pangan dan Gizi LAPORAN PENELITIAN PENELITIAN PRODUK TERAPAN Produksi Penyedap Non-MSG Berbasis Spirulina Menggunakan Teknologi Granulasi Tahun ke1 dari rencana 2 tahun Ketua/Anggota Tim Dr. Alberta Rika Pratiwi, MSi. (NIDN: 0608056601) Dr. Viktoria Kristina Ananingsih, ST, M.Sc (NIDN: 0626016901) UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2017

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA EMARANG · berbasis Spirulina akan berkontribusi dalam perkembangan Ilmu dan Teknologi Pangan akan penemuan ragam BTMA (Bahan Tambahan Makanan Alami

  • Upload
    vubao

  • View
    233

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Kode/Nama Rumpun Ilmu*: 165/Teknologi Pangan dan Gizi

LAPORAN PENELITIAN

PENELITIAN PRODUK TERAPAN

Produksi Penyedap Non-MSG Berbasis Spirulina

Menggunakan Teknologi Granulasi

Tahun ke1 dari rencana 2 tahun

Ketua/Anggota Tim

Dr. Alberta Rika Pratiwi, MSi. (NIDN: 0608056601)

Dr. Viktoria Kristina Ananingsih, ST, M.Sc (NIDN: 0626016901)

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

2017

ii

IDENTITAS DAN URAIAN UMUM

1. Judul Penelitian : Produksi Produk Penyedap nonMSG berbasis Spirulina Menggunakan Teknik

Granulasi

.

2. Tim Peneliti

No Nama Jabatan

Bidang Instansi Asal

Alokasi Waktu

Keahlian (jam/minggu)

1 Alberta Rika Pratiwi Ketua Ilmu Pangan Progdi 7 jam/ minggu

Teknologi

Pangan, F.

Teknologi

Pertanian, Univ.

Katolik

Soegijapranata

2 Viktoria Kristina Ananingsih Anggota 1 Teknologi Pangan Progdi 6 jam/ minggu

Teknologi

Pangan, F.

Teknologi

Pertanian, Univ.

Katolik

Soegijapranata

3. Objek Penelitian (jenis material yang akan diteliti dan segi penelitian):

Material penelitian yang digunakan adalah mikroalga Spirulina yang dieksplorasi

kandungan asam glutamatnya untuk menjadi penyedap nonMSG (non Monosodium

Glutamat). 4. Masa Pelaksanaan

Mulai : bulan: Januari , tahun: 2017

Berakhir : bulan: Januari. tahun: 2019

6. Lokasi Penelitian (lab/studio/lapangan) : a. Laboratorium Ilmu Pangan –FTP Univ. Katolik Soegijapranata b. laboratotium Rekayasa Pengolahan Pangan - FTP Univ. Katolik Soegijapranata c. Laboratorium Analisa Sensori - FTP Univ. Katolik Soegijapranata

7. Instansi lain yang terlibat (jika ada, dan uraikan apa kontribusinya)

Tidak ada 8. Temuan yang ditargetkan (penjelasan gejala atau kaidah, metode, teori, atau antisipasi

yang dikontribusikan pada bidang ilmu) Penemuan Formulasi dan teknik yang optimal untuk memproduksi penyedap non MSG

berbasis Spirulina akan berkontribusi dalam perkembangan Ilmu dan Teknologi Pangan

akan penemuan ragam BTMA (Bahan Tambahan Makanan Alami dengan tingkat alergi

yang rendah.

iii

9. Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu (uraikan tidak lebih dari 50 kata, tekankan

pada gagasan fundamental dan orisinal yang akan mendukung pengembangan iptek) penyedap rasa non MSG merupakan upaya yang terus dilakukan oleh para peneliti di

bidang ilmu dan teknologi pangan. Hal ini sebagai upaya merespon keresahan sebagian

besar masyarakat yang sangat mungkin tidak dapat mengontrol asupan penyedap rasa

berupa MSG. Teknologi yang digunakan teknik granulasi menggunakan materi

enkapsulan. 10. Jurnal ilmiah yang menjadi sasaran (tuliskan nama terbitan berkala ilmiah bereputasi

internasional, nasional terakreditasi, atau nasional tidak terakreditasi dan tahun rencana

publikasi)

1. Jurnal of Food and Nutrition – tahun 2019 (Jurnal Internsional)

2. Jurnal Teknologi Industri Pangan – tahun 2018 (Jurnal Nasional Terakreditasi)

11. HKI yang diperoleh : modul karya Teknologi Pembuatan Penyedap nonMSG

berbasis Spirulina , dengan nomor pencatatan HKI : 03564 iv

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul ………………………………………………................. i

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………................ ii

IDENTITAS DAN URAIAN UMUM …………………………………… iii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………... v

RINGKASAN ……………………………………………………………. vi

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………................. 1

1.1 Latar belakang …………………………………................. 1

1.2 Tujuan Khusus …………………………………................. 2

1.3 Urgensi Penelitian ………………………………………... 2

1.4 Rencana Capaian Tahunan ……………………………….. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………… 4

BAB 3 METODE PENELITIAN …………………………………….. 11

BAB 4 BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN ……………………... 13

4.1 Anggaran Biaya …………………………………………... 13

4.2 Jadwal Penelitian ………………………………................. 13

REFERENSI ……………………………………………………………... 14

LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………..................

- Lampiran 1 Justifikasi Anggarna Penelitian……………………………. 15

- Lampiran 2 Dukungan sarana dan prasarana penelitiam ………………. 16

- Lampiran 3 Susunan organisasi tim pengusul…………………………... 17

- Lampiran 4 Nota Kesepahaman MOU …………………………………. 18

- Lampiran 5 Biodata ketua dan anggota ………………………………… 19

- Lampiran 6 Surat Pernyataan ketua pengusul ………………………….. 29 v

RINGKASAN

Kualitas produk pangan ditentukan oleh komponen bahan pangan penyusunnya selain cara

pengolahannya. Agar diperoleh kualitas optimum yang diinginkan, diperlukan informasi yang

mendalam tentang komponen bahannya terutama yang berkaitan dengan tekstur, warna, atau

nutrisi produk olahan tersebut serta senyawa-senyawa aktif penting yang dikandungnya. Salah

satu kandungan Spirulina yang penting untuk khasanah bidang pangan adalah adanya asam

glutamat sebesar 14.6% dari total asam aminonya. Potensi tersebut akan dimanfaatkan untuk

membuat penyedap alami non MSG. Untuk itu tujuan khusus dari penelitian ini adalah MEMPRODUKSI PENYEDAP nonMSG

BERBASIS SPIRULINA MENGGUNAKAN TEKNIK GRANULASI. Untuk mencapai tujuan

khusus tersebut dilakukan tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan selama 2 tahun. Tujuan

tahun 1 : a) Mengetahui total total protein dan kadar dan rendemen asam glutamat yang

diperoleh, b). Mengetahui optimasi penggunaan enkapsulan, c). Mengetahui higroskopisitas,

kelarutan dan flowability dari formulasi yang diperoleh. Metode yang digunakan utuk

mengetahui total protein adalah metode bradford. Total asam glutamat dilakukan dengan metode

HPLC, sedangkan untuk mengetahui optimasi penggunakan enkapsulan digunakan 2 bahan

yakni maltodekstrin dan alginat. Produk penyedap dari dua enkapsulan lalu diukur

higroskopisitas, kelarutan dan flowability. Pembuatan penyedap nonMSG menggunakan teknik

granulasi. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa Maltodekstrin merupakan enkapsulan yang

lebih baik dibandingkan dengan alginat dari aspek kemampuannya mempertahankan konsentrasi

asam glutamat, higrokopisitas dan flowability. Bahan penyalut maltodektrin mampu

mempertahankan kadar asam glutamat, semakin tinggi kosentrasiasam glutamat menunjukkan

kadar asam glutamat yang semakin tinggi. Kadar asam glutamat tertinggi (0,26mg/g) dengan

konsentrasi maltodekstrin sebesar 25%. Semakin tinggi alginat kadar air (%wb) semakin rendah,

nilai higrokopisitas (%) tidak berbeda secara signifikan, angle of repose (o) semakin kecil dan

kelarutan (%) semakin tinggi namun tidak berbeda nyata. Maltodektrin sebagai penyalut

menunjukkan semakin besar konsentrasinya menunjukkan semakin tinggi kadar air (%), semakin

kecil higrokopisitas (%) dan angle of repose (o) dan semakin tinggi daya larutnya.

Kesimpulannya Spirulina dengan kandungan asam glutamat yang dimiliki berpotensi menjadi

penyedap non MSG dengan teknologi granulasi. Berdasarkan hasil dari kandungan asa gliutamat

dalam formula yang digunakan maltodektrin mampu menahan asam glutamat lebih tingi

dibandingkan alginat

Kata kunci : Spirulina, nonMSG, Teknik Granulasi

vi

BAB I. PENDAHULUAN Latar belakang Produk pangan yang dikehendaki oleh masyarakat modern pada saat ini adalah tidak hanya

mempertimbangkan unsur pemenuhan gizi saja, tetapi harus mempertimbangkan pada sisi rasa.

MSG merupakan dihasilkan dari fermentasi molase oleh Brevibacterium glutamicum dan

digunakan secara luas dalam industri pangan untuk menghasilkan rasa umami. Namun ada

kontroversi keamanan penggunaan MSG. Sekalipun hingga saat ini belum ada penelitian yang

menunjukkan secara spesifik bahwa monosodium glutamat memiliki dampak yang buruk

terhadap jangka panjang kesehatan dan Food and Drugs Administration (FDA) telah menyatakan

bahwa MSG diklasifikasikan sebagai bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi,

seperti layaknya garam, cuka, dan pengembang kue (FDA, 1995).

Kondisi ini memunculkan peluang bumbu penyedap dengan rasa dan aroma yang lezat dengan

tingkat keamanan pangan yang semakin baik. Spirulina mengandung protein dan asam amino

sebesar 65% (55% – 70%), karbohidrat 20%, lemak 5%, mineral 7%, dan air 3%. Dari

kandungan asam amino tersebut, 47% merupakan asam amino esensial dan 53% non-esensial

(Phang et al, 2000). Asam amino non-esensial tertinggi dari Spirulina adalah asam glutamat, yaitu

sebesar 14,6%, sehingga Spirulina dapat digunakan sebagai pemberi rasa umami (Belay, et al.,

1994). Tingginya komponen nutrisi dan non-nutrisi pada spirulina juga memberikan tingkat

penerimaan yang lebih baik dibandingkan dengan penyedap MSG

Permasalahan lain dalam penggunaan penyedap non-MSG yang berasal dari spirulina pun

muncul, seperti rasa umami yang tidak terlalu kuat jika dibandingkan pada bumbu penyedap

MSG. Hal ini disebabkan karena rasa umami yang dihasilkan oleh spirulina tidak berasal

keseluruhan dari asam glutamat, melainkan berasal dari “Hidrolyzed Protein Vegetable”. Selain

itu diketahui bahwa asam glutamat dan asam amino lainnya yang berperan dalam pembentukan

rasa dan aroma sangat rentan untuk terdenaturasi melalui proses pemanasan serta pengaruh

lingkungan yang merugikan sehingga penyedap non-MSG yang dihasilkan dari spirulina

memiliki shelf life yang pendek, dan aplikasi dalam bidang pangan yang terbatas. Kondisi ini

1

sangat tidak menguntungkan bagi pengembangan penyedap non-MSG Spirulina apabila ingin

dijadikan sebagai penyedap alternatif.

Maka dari itu dalam pembuatan penyedap non-MSG diperlukan penambahan bahan pengisi yang

mampu melindungi asam glutamat yang berperan penting dalam melindungi rasa umami yang

dihasilkan. Perlakuan mikroenkapsulasi bertujuan untuk menghasilkan penyedap non-MSG yang

memiliki umur simpan relatif lama, kemampuan retensi kualitas produk yang semakin baik,

perlindungan terhadap bahan aktif yang maksimal, serta aplikasi dalam bidang pangan yang

lebih mudah.Maltodekstrin dan natrium alginat memiliki daya larut yang baik dalam air. dan

mempunyai kemampuan untuk menghidrasi molekul struktural dalam suatu bahan selama proses.

Tujuan khusus

Penelitian ini dirancang untuk dua tahun. Tahun pertama adalah menentukan konsentrasi

optimal maltodekstrin dan alginat sebagai penyalut glutamat Spirulina dengan teknik granulasi

dan mengevaluasi karakteristik penyedap Spirulina yang dihasilkan. Pada tahun kedua dilakukan

produksi dan komersialisasi penyedap nonMSG berbasis Spirulina.

Keutamaan penelitian (urgensi)

Tren di bidang pangan saat ini adalah penggalian bahan-bahan alami untuk pengembangan

produk-produk pangan yang dihasilkan. Sementara itu rasa umami merupakan karakteristik

pangan di wilayah Asia. Penambahan bahan untuk menghasilkan rasa umami (gurih) sebagian

besar masyarakat menggunakan penyedap MSG (Mono Sosium Glutamat), yang diproduksi dari

proses fermentasi molase menggunakan bakteri Brevibacterium glutamicum dan diikat oleh

garam sodium sehingga dapat menimbulkan masalah-masalah kesehatan jika tidak adapat

mengontrol penggunaannya.

2

Sementara itu Spirulina diketahui mengandung asam glutamat sebesar 14,6% dari totak asam

aminonya, sehingga sangat berpotensi dapat digunakan sebagai pemberi rasa umami. Adanya

sumber rasa umami (gurih) yang berasal dari sumber yang lain seperti Spirulina dan teknik

tertentu diharapkan dapat menjadi alternatif produk penyedap (rasa umami) alami. Dengan

demikian juag dapat berkontribusi dalam perkembangan ilmu dan teknologi pangan khususnya

mengenai BTM (Bahan Tambahan Makanan).

Tabel 1.1. Rencana Target Capaian Tahunan NO Jenis Luaran Indikator Capaian

TS TS+1 TS+2

Internasional belum draf

1 Publikasi ilmiah2)

Nasional Terakreditasi

submitted accepted

Pemakalah dalam Internasional belum terdaftar

pertemuan ilmiah3)

2 Nasional terdaftar Sudah

Keynote Speaker Internasional belum belum

dalam pertemuan

3 Nasional

belum belum

ilmiah4)

4 Visiting Lecturer Internasional Belum belum

Paten belum Belum

Paten sederhana belum Belum

Hak Cipta Draf terdaftar

Hak Atas Kekayaan Merek dagang Draf terdaftar

5

Rahasia dagang belum Belum

Intelektual (HKI)

6)

Desain Produk Industri belum belum

Indikasi Geografis tidak Tidak

Perlindungan Varietas tidak Tidak

Perlindungan Topografi tidak Tidak

Sirkuit

6 Teknologi Tepat Guna7)

produk penerapan

7 Model/Purwarupa/Desain/Karya seni/ Rekayasa tidak Tidak

8 Buku Ajar (ISBN)9)

Belum draf

9 Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)10)

1 4

1)TS = Tahun sekarang (tahun pertama penelitian) 2) Isi dengan belum/tidak ada, draf, submitted, reviewed, atau accepted/published

3) Isi dengan belum/tidak ada, draf, terdaftar, atau sudah dilaksanakan

4) Isi dengan belum/tidak ada, draf, terdaftar, atau sudah dilaksanakan

5) Isi dengan belum/tidak ada, draf, terdaftar, atau sudah dilaksanakan

6) Isi dengan belum/tidak ada, draf, atau terdaftar/granted

7) Isi dengan belum/tidak ada, draf, produk, atau penerapan

8) Isi dengan belum/tidak ada, draf, produk, atau penerapan

9) Isi dengan belum/tidak ada, draf, proses editing/sudah terbit

10)Isi dengan skala 1-9 dengan mengacu pada Bab 2 Tabel 2.7

3

BAB II. STUDI PUSTAKA

Spirulina Spirulina merupakan “marine microalgae” dengan karateristik fisik berbentuk filamen spiral

yang tumbuh dengan baik pada ekosistem air dengan alkalinitas tinggi, serta bersifat alkalis pada

daerah sub-tropis maupun tropis (pH 8.5–11) (Kabede & Ahlgren, 1996). Spirulina digolongkan

sebagai edible microorganism dan dikategorikan sebagai GRAS (Generally Recognize as Safe).

Spirulina terdiri atas 58 jenis spesies yang tercatat, akan tetapi jenis yang terkenal di pasar adalah Spirulina plantesis dan Spirulina maxima (Christwardana & Hadiyanto, 2013)

Spirulina mengandung sejumlah mineral esensial berkisar 3-7% yang berasal dari hasil

akumulasi selama Spirulina berada dalam media pertumbuhan dan kondisi sekitar media

pertumbuhan. Mineral yang menempati posisi dalam jumlah terbanyak pada spirulina terdiri atas

Ca, P, dan K. Makromineral lainnya yang terdapat dalam spirulina Mg dan Na, serta

mengandung trace element seperti Fe, Zn, Cu, Co, dan Mn (Christwardana & Hadiyanto, 2013).

Spirulina merupakan mikroalga yang mengandung protein tinggi 55-70% yang tersusun atas

asam amino esensial sebesar 47% dari total berat protein (Phang et al, 2000).

Tabel 2.1. Kandungan dalam Spirulina plantesis (Christwardana & Hadiyanto, 2013).

Komponen Konsentrasi (%b/b) Protein 56-62 Lemak 4-6

Karbohidrat 17-25

Asam Linoleat (gamma) 0.8

Klorofil 0.8 Fikosianin 6.7-11.7 Karotein 0.43 Zeaxanthin 0.1

Air 3-6

4

Tabel 2.2. Profil Asam Amino Spirulina plantesis powder (Gershwin & Belay, 2008) Asam Amino g/100 gr Asam Amino Non- g/100 gr

Esensial Esensial Histidin 1000 Alanin 4590 Isoleusin 3500 Arginin 4310

Leusin 5380 Asam Aspartat 5990

Metionin 1170 Sistein 590

Fenilalanin 2750 Asam Glutamat 9130

Treonin 2860 Glisin 3130

Triptofan 1090 Prolin 2380

Valin 3940 Serin 2760

Lisin 2960 Tirosin 2500

Kandungan asam amino esensial maupun non esensial tertinggi terdapat asam glutamat. Asam

glutamat berperan dalam menghasilkan rasa umami yang khas dan digunakan sebagai bahan

baku flavor enhancer. Sehingga spirulina diasumsukan dapat dijadikan sebagai sumber rasa

umami yang disebabkan tingginya kandungan asam glutamat yang berperan dalam menghasilkan

rasa tersebut (Yamaguchi, 1979). Senyawa volatile yang berperan terhadap pembentukan aroma

khas terdiri atas 49 jenis senyawa yang terdiri atas alkohol, keton, furan, aldehid, senyawa

aromatik, olefin, nitrogen, dan pirazin. Senyawa terutama yang akan menghasilkan flavor khas

dalam spirulina dihasilkan dari gabungan antar senyawa kompleks berupa trimetilamina,

metiltetrahidrofuran, isoforon, toluene, diklorobenzena, dan vinil heksanol (Ding Jie, 2010).

Rasa Umami dan Asam Glutamat Palatabilititas suatu produk pangan akan “mempromosikan” produk tersebut dalam pemilihan,

pengkonsumsian, penyerapan, dan penyerapan makanan oleh konsumen. Kelima indra berperan

penting dalam penentuan nilai palabilitas, akan tetapi pada indra perasa merupakan bagian yang

berperan penting dalam penentuan suatu palatabilitas pangan (Yamaguchi & Ninomiya, 2000).

Rasa merupakan salah satu karakter sensori dalam bahan pangan yang dapat dideteksi oleh indra

perasa. Indra perasa dalam mendeteksi suatu senyawa yang terdapat dalam suatu makanan yang

akan menghasilkan sensasi khas dilakukan dengan menggunakan reseptor yang terdapat dalam

bintil lidah (taste bud) (Meilgard et al, 1999). Rasa umami didefinisikan sebagai rasa baru oleh

Profesor Ikeda yang dihasilkan oleh garam L-glutamat yang dapat diekstrak dari rumput laut

kombu (Ninomiya, 1998). Umami merupakan rasa khas yang dipengaruhi oleh senyawa

5

glutamate dan nukleotida seperti inosinate dan guanilate yang terdapat dalam banyak produk

pangan yang berperan dalam palatabilitas dan penerimaan suatu produk pangan. Karateristik

umami berperan dalam peningkatan flavor dalam suatu bahan pangan dengan memberikan meaty

dan savory flavor dan berbeda dengan rasa yang lainnya seperti rasa manis, asin, asam, dan pahit

(Loliger, 2000).

Asam glutamat (asam amino non-esensial) merupakan penyusun utama dalam protein dalam

makanan yang pada umumnya hadir pada keseluruhan bahan pangan seperti daging, poultry,

seafood, dan sayuran yang biasa ditambahkan sebagai flavor enhancer (Ninomiya, 1998).

Peningkatan nilai sensori yang dimiliki suatu produk pangan hanya dapat dimiliki oleh produk

pangan yang tinggi akan kandungan asam amino atau protein terhidrolisa (Jinap & Hajeb, 2010).

Ribonukleotida yang berperan dalam penguatan rasa yang mampu bekerja secara sinergis dengan

senyawa l-glutamat adalah 5-inosinat, 5-guanilat, serta 5-adenilat. Inosinat banyak ditemukan

dalam produk daging, guanilat banyak ditemukan dalam produk sayuran, sedangkan adenilat

banyak ditemukan dalam produk fish dan shelfish. Bahan pangan yang tinggi akan kandungan

glutamat bebas terdiri atas tomat, jamur, dan keju (Jinap & Hajeb, 2010).

Penyedap Rasa Penyedap rasa sudah menjadi kebutuhan dasar oleh masyarakat yang berperan sebagai flavor

enhancer yang mengutamakan sisi kepraktisan dalam memasak. Kemudahan dalam penggunaan

produk bumbu penyedap rasa menjadi alasan dasar produk penyedap rasa menjadi semakin

digemari pada saat ini. Penyedap rasa merupakan produk bubuk maupun kubus yang

mengandung ekstrak tertentu seperti daging sapi atau ayam, dengan tambahan maupun tanpa

tambahan makanan lain yang diizinkan. Penyedap tersusun atas berbagai bahan baku yang terdiri

atas garam, gula, lemak nabati, monosodium glutamate, flavoring agent, lada, bawang, kunyit,

flavor enhancer, zat pewarna, dan senyawa anti gumpal (Eritha, 2006).

Komponen utama yang memberikan pengaruh besar terhadap peningkatan rasa serta mampu

meningkatkan tingkat kenikmatan suatu produk pangan dipengaruhi oleh kandungan asam

glutamat. Namun ada berbagai issue mengenai dampak negatif terhadap konsumsi MSG.

6

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Komisi Penasihat FDA (Food and Drugs

Administration Advisory Comitte) dalam (Perdana, 2003) menggolongkan monosodium

glutamate sebagai substansi GRAS (Generally Recognise as Safe), yang berarti monosodium

glutamate aman untuk dikonsumsi dalam batas yang wajar.

Senyawa anti gumpal ditambahkan dalam produksi bumbu penyedap dalam bentuk bubuk

maupun kristal berperan mencegah terjadinya peristiwa aglomerasi terhadap produk dengan

karateristik nilai higroskopisitas yang tinggi. Kelembaban dan kadar air yang tinggi

mengakibatkan produk bubuk mudah mengalami aglomerasi atau caking/lumping. Anti caking

agent yang ditambahkan dalam produk bumbu penyedap yaitu silikon dioksida sintetik sekitar

0.25-1%.

Maltodekstrin DE-5 Maltodekstrin merupakan campuran dari glukosa, disakarida dan polisakarida yang terikat

melalui ikatan 1,4-glikosidik dan didapatkan melalui hidrolisis pati secara parsial. Hidrolisis

parsial yang terjadi dengan bantuan asam maupun enzim akan memecah rantai pati menjadi

rantai kecil yang tersusun atas komponen dekstrose (3-19 rantai dalam maltodekstrin). Rantai

dekstrose yang tersisa dalam rantai utama dideskripsikan sebagai nilai DE (Dextrose Equivalent).

Nilai DE yang rendah maka maltodekstrin tersebut bersifat non-higroskopis dan least sweat

sedangkan maltodekstrin dengan nilai DE yang tinggi cenderung higroskopis dan dapat

digunakan sebagai “sweeteness moderation” (Khin et al., 2006). Maltodekstrin dapat digunakan

dalam makanan produk pangan karena sifatnya yang mengalami dispersi yang cepat, daya larut

yang tinggi, flavorless, mampu membentuk film, memiliki sifat higroskopis rendah serta mampu

menghambat kristalisasi (Srihari et al, 2010). Maltodekstrin sangat tepat digunakan sebagai

carrier dalam metode mikroemulsi yang bertujuan untuk melindungi senyawa aktif dalam suatu

produk yang bertujuan untuk dilindungi (Akhilesh et al, 2012). Fungsi lain dari maltodekstrin

adalah sebagai bahan pengental atau sekaligus dapat digunakan sebagai bahan emulsifier.

7

Alginat Alginat merupakan suatu komponen yang terdapat di dalam dinding sel dan ruang antar sel pada

alga coklat. Alga coklat umumnya hidup dalam air bersih dengan suhu berkisar 4-18°C untuk

dapat berkembang secara optimal. Sebagai organism fotosintetik, alga coklat membutuhkan

adanya paparan cahaya sehingga hanya dapat tumbuh di area pantai hingga kedalaman 50 meter,

tergantung jenis spesiesnya. Alga coklat yang biasa digunakan untuk produksi alginat secara

industri antara lain Laminaria digtata, Laminaria japonica, Aschophyllum nodosum, Ecklonia

maxima, Macrocystis pyriferc, Durvillea Antarctica, Lessonia nigrescens, dan Lessonia

trabecula. Spesies-spesies tersebut umumnya dapat ditemukan dari laut kedalaman maupun di

pinggir pantai. Susunan molekul alginat berkontribusi dalam kelenturan dan kepadatan struktur

alga, dimana sifat-sifat ini berperan penting dalam kemampuan alga untuk beradaptasi dan

berkembang di dalam laut.

Alginat merupakan polimer alami yang memiliki berat molekul cukup besar, yakni berkisar

antara 10-600 kDa. Umumnya alginat ditemukan dalam bentuk garam dari asam alginat, yakni

sodium alginate, potassium alginate, calcium alginate, ammonium alginate, dan propylene

glycol alginate yang terdaftar dalam US Food Chemicals Codex sebagai kelompok generally

recognized as safe (GRAS). Alginat tersusun atas kopolimer β-d-mannuronic acid (M) dan C-5

epimernya, α-l-guluronic acid (G), yang saling berikatan membentuk polisakarida linier dengan

ikatan (1,4)-glikosida. Struktur molekul alginat dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Molekul Alginat

8

Aplikasi penggunaan alginat telah berkembang sangat luas untuk kepentingan komersial selama

lebih dari 60 tahun terakhir. Dalam industri pangan, alginat biasa digunakan untuk menunjang

karakteristik tekstur bahan pangan, misalnya sebagai pembentuk gel, pengental, penstabil dan

pembentukan selubung film. Konsentrasi alginat yang digunakan umumnya berkisar 1-2% dari

massa total produk yang diinginkan (Imeson, 2010). Pada kesempatan ini, alginat diaplikasikan

sebagai filler bumbu penyedap rasa bubuk berbahan dasar Spirulina.

Mikroenkapsulasi Mikroenkapsulasi merupakan suatu teknik dimana materi mikrokapsul solid, liquid, maupun gas

yang mengandung bahan aktif dibungkus dengan senyawa pembungkus yang bertujuan untuk

melindungi bahan aktif dari pengaruh lingkungan (Dubey et al, 2009). Jenis bahan penyalut yang

umum digunakan adalah golongan gum, karbohidrat, dan protein (Gharsallaoui et al, 2007).

Mikroenkapsulasi bertujuan lebih lanjut untuk melindungi, memisahkan, membantu dalam

penyimpanan, serta mempermudah aplikasi produk tersebut lebih lanjut. Salah satu metode

mikroenkapsulasi yang umum digunakan yaitu dengan prinsip spray drying yang berfungsi untuk

melindungi kandungan berbagai jenis produk pangan seperti flavor, lipids dan oleoresins, dan

berbagai food ingredients lainnya (Gharsallaoui et al, 2007).

9

Penelitian yang telah

dilakukan

Penelitian yang sedang

dilakukan (2015/2016)

Penelitian yang akan dilakukan

2016/2019 1. Pengembangan

Produk berdasarkan Karakteristik Molekuler dan

Fisikokimia Protein

Mikroalga Spirulina

(2011-2012)

a. karaketristik

molekuler

Sprirulina

b. Karakteristik

fisikokimia

c. Produk olahan berdasarkan karakteristik molekuler dan fisikokimia Mikroalga Spirulina

Formulasi

optimum

Pengujian Kemampuan

Produk Cookies dan

Sorbet berbahan Protein

Spirulina sebagai

Pangan Fungsional

Antidiabet Tipe II.

FORMULASI

Pengembangan Produk

OPTIMUM

Penyedap nonMSG berbasis PRODUK –

Spirulina PRODUK

PANGAN SEHAT

BERBAHAN

SPIRULINA

2. Aplikasi Antioksidan

(Fikobiliprotein – Pigmen Fikosianin)

Produk dengan

kandungan

antioksidan

Spirulina

Optimasi Formulasi Produk Pangan Sehat dan Pengolahannya Berbasis Senyawa Penting Spirulina

2012/2013 2013/2014

2016 2020-

Gambar 2.1. Peta Jalan Penelitian Spirulina

10

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian akan dilaksanakan 2 tahap (tahun ke1 dan tahun ke 2). Seluruh tahapan dalam

proses penelitian dilakukan di laboratorium di lingkungan Program studi Teknologi Pangan

FAkultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, yakni

Laboratorium Mikrobilogi dan Bioteknologi, Laboratorium Rekayasa Pangan dan Laboratorium

Analisa Pangan. Tahapan penelitian, target, dan keluaran yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1. Kerangka Penelitian Multi Tahun

11

Pemecahan dinding sel Spirulina (Metode Reflux)

(90oC) selama 15 menit

LANJUTAN:

Formulasi 1

dengan

penambahan

anti-caking

Formulasi 2

dengan

penambahan

anti-caking

Formulasi 3

dengan

penambahan

anti-caking

Formulasi

Tanpa

penambahan

anti-caking

Disaring dengan kertas

saring Whatman no.1

(hingga tidak ada endapan)

Diaduk-aduk dan dicampur rata

dengan mixer selama 5 menit

Diratakan dan dikeringkan

dengan dehumidifier suhu 60oC

selama 6 jam

Diayak-ayak dengan 9 mesh

hingga diperoleh bentuk granula

bumbu penyedap

Gambar 4.1 : Rancangan percobaan

12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penentuan Formulasi

Dalam menentukan formulasi penyedap mula-mula diawali dengan mengacu pada penelitian

sebelumnya. Formulasi yang membedakan adalah konsentrasi bahan penyalutnya baik alginat

maupun maltodektrin.

Formulasi Bumbu Penyedap Rasa Spirulina yang Terbaik berdasarkan Uji Organoleptik yang

dilakukan dengan terbatas pada tim peneliti

Granula bumbu penyedap non-

monosodium glutamate rasa

spirulina

Analisis

karakteristik

fisik

Analisis

higroskopisitas

Analisis

flowability

Analisis

kelarutan

Analisis

kadar asam

glutamat

Pengujian sensori langsung oleh

chef untuk mendapatkan

formulasi terbaik

Tabel 4.1. Konsentrasi Formula Penyedap nonMSG Berbasis Spirulina dengan Menggunakan ALginat

sebagai Bahan Penyalut

Bahan Konsentrasi (%)

Spirulina 10

Garam 70

Gula 15

Merica 5

Alginat

1 – 4 % dari

volume

supernatan

Spirulina

Tabel 4.2.

Bahan Konsentrasi (%)

Spirulina 10

Garam 70

Gula 15

Merica 5

Maltodektrin

5 – 25 % dari

volume

supernatan

Spirulina

Tabel 4.3 . Karakteristik fisikokimia Penyedap nonMSG dari Spirulina yang dibuat dengan

bahan penyalut alginat dan maltodektrin

Jenis Bahan

Penyalut

Konsentrasi

Bahan

Penyalut

(%)

Kadar Air

(%wb)

Higroskopisitas

(%)

Angle of Repose

(°) Kelarutan (%)

Natrium

Alginat 0 4.40 ± 0.26d 25.18 ± 1.33a 37.31 ± 0.89a 79.47 ± 1.59c

1 4.15 ± 0.45d 26.15 ± 0.72a 35.05 ± 0.19b 97.33 ± 1.67d

2 3.03 ± 0.29c 26.48 ± 0.61a 34.01 ± 0.28c 97.80 ± 0.75d

3 2.00 ± 0.28b 34.18 ± 1.25b 32.84 ± 0.15d 76.93 ± 1.99b

4 1.45 ± 0.30a 47.70 ± 2.24c 30.10 ± 0.46e 51.07 ± 2.94a

Maltodekstrin 0 1.25 ± 0.06a 34.87 ± 0.70c 37.31 ± 0.89d 79.47 ± 1.59a

10 1.13 ± 0.08a 34.18 ± 0.57c 35.39 ± 0.83c 95.87 ± 0.48b

15 1.63 ± 0.04b 28.24 ± 0.47b 34.82 ± 0.63bc 96.07 ± 0.59b

20 2.30 ± 0.06c 27.72 ± 0.74b 34.35 ± 0.86b 96.13 ± 0.48b

25 3.57 ± 0.20d 24.50 ± 0.51a 32.04 ± 0.61a 96.40 ± 0.84b Keterangan

1. Nilai dengan superscript yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan dalam satu

kolom (signifikansi < 0.05) berdasarkan uji One way Anova.

Tabel di atas menunjukkan perbedaan karakteristik (kadar air, higroskopisitas, angle of repose

dan kelarutan) antara penggunaan alginat dan maltodektrin. Maltodektrin mampu menurunkan

higrokopisitas. Hal ini selaras dengan kandungan air pad apenyedap yang disalut dnegan

maltodektrin.

Tabel 4.4. Kadar asam glutamat bumbu penyedap rasa Spirulina granul pada berbagai

konsentrasi natrium alginat

Konsentrasi Natrium

Alginat (%) Luas Area Kromatogram

Kadar Asam Glutamat

(g/100 g)

0 19783615 0.09a

1 24622395 0.11b

2 24854139 0.11b

3 27041253 0.12b

4 28254840 0.12b

Keterangan:

2. Kadar asam glutamat biomassa Spirulina kering yang digunakan sebagai bahan adalah 0.96 g/100g

3. Semua nilai merupakan nilai mean dari dua kali pengulangan analisis kadar asam glutamat.

4. Nilai dengan superscript yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan dalam satu kolom

(signifikansi < 0.05) berdasarkan uji One way Anova.

Tabel 4.5. Kadar Asam Glutamat Bumbu Penyedap Granul Non-Monosodium Glutamate Pada

berbagai Konsentrasi Maltodekstrin

Maltodekstrin (%) Luas Area

Kromatogram

Kadar Asam Glutamat (g/ 100

g)

0 27874582 0.12a

10 47243245 0.20b

15 51134036 0.21b

20 67612598 0.26c

25 66415230 0.26c Keterangan :

1. Kadar asam glutamat bimassa kering Spirulina sebesar 0.96 g/ 100 g.

2. Semua nilai merupakan nilai mean dari 2 kali ulangan.

3. Nilai dengan superscript yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan dengan

tingkat kepercayaan 95% (< 0.05) berdasarkan uji One Way Anova dengan uji Duncan sebagai uji beda.

KESIMPULAN SEMENTARA

1. Spirulina dengan kandungan asam glutamat yang dimiliki berpotensi menjadi

penyedap non MSG dengan teknologi granulasi.

2. Berdasarkan hasil dari kandungan asa gliutamat dalam formula yang digunakan

maltodektrin mampu menahan asam glutamat lebih tingi dibandingkan alginat

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Suminar S, Jayadi, Panji. 2002. Produksi pigmen oleh spirulina platensi yang

ditumbuhkan pada media limbah lateks pekat. J. Hayati of Biosci. Vol 9: 80-84 Angka SL & Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pisat Kajian Sumber Daya Pesisir

dan Lautan. IPB. Bogor Bollag DM. and Edelstein. 1991. Protein methods. New York: Wiley-Liss.

Cifferi O. 1983. Spirulina, edible microorganism. Mikrobiol. Rev 47 : 551-578

Colla LM, Furlong EB, Costa JAV. 2007 Antioxidant properties of Spirulina (arthrospira)

platensis cultivated under diffeternt temperature and nitrogen regimes. Brazilian

Archives of Biol and Tech. Vol 50: 161-167. Damodaran S, Paraf A. 1997. Food protein and their application. Marcel dekker Inc. Perancis

Ju ZY, Hettiarachchy, Rath N. 2001. Extraction, denaturation and hydrophobic properties of

rice flour protein. J. of food Scie.Vol 66: 229-232

Karkos PD, Leong SC, Karkos CD, Sivaji N, Assimakopoulos. 2008. Review Spirulina in

Clinical Practice: Evidance-Based Human Application. Oxford University Press.

http://ecam.oxforddjournals.org. diunduh 4 September 2010. Mahajan A, Neet, Ahluwalia. 2010. Effect of processing on functional properties of Spirulina

protein preparations. African J. of Microb. Research. Vol 4: 055-060 Mala R, Saravanababu S, Sarojini M, Umadewi G. 2009. Screening for antimicrobial activity of

crude extract of Spirulina platensis. J. Cell & Tissue Research. Vol 9: 1951-1955. Ortega-Calvo JJ, Mazuelos C , Hermosin B, Saiz-Jimenez C. 1993. Chemical composition of

Spirulina and eucarryotic algae food products marketed in Spain. J. of Appl. Phycol. Vol

5: 425-435 Ravi M, Lata De S, Azharudin S, Paul SFD. 2010. The beneficial effect of Spirulina focusing on

its immunomodulatory and antioxidant properties. Nutrition and Dietary Supplemen.

Vol 2: 73-83

Romay C, Gonzales R, Ledon N, Remirez D, Rimbau V. 2003. C-Phycocyanin: A Biliprotein

with antioxidant, anti -inflamatory and neuroprotective effects. Current Protein and

Peptide Science.Vol 4. 207-216 Sarada R, Pilai MG, Ravishankar GA. 1999. Phycocyanin from Spirulina sp: influence of

processing of biomass on phycocyanin yield, analysis of efficacy of extraction methods

and stability studies on phycocyanin. Process Biochem. Vol. 34: 795-801 Tietze, Harald W. 2004. Spirulina micro food macro blessing. 4ed. Australia

LAMPIRAN CAPAIAN

Draft : Jurmal

Pengiriman ke : Jurnal Teknologi dan Industri Pangan

Karakteristik Kimia dan Fisik Produk Penyedap non MSG dari Spirulina

Alberta Rika Pratiwi* , Viktoria Kristina Ananingsih, Laksmi Hartayanie, Yonathalia, Edy Supriyanto, Ezra Bintang larasati

Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata Jl. Pawiyatan Luhur IV/1, Bendan Dhuwur

*koresponden, email :[email protected]

Abstraks

Spirulina mengandung protein tinggi dengan dominansi asam glutamat. Hal tersebut sangat

memungkinkan sebagai sumber flavor enhancer alami. Maltodektri sebgai enkapsulan dan meyode

granlualsi yang dilakukan menghasilkan penyedap non MSG (monosodium glutamat). Penelitian ini

bertujuan menganalisa kandungan asam glutamat setelah dienkapusulasi menggunakan maltodektrin

dan penambahan bahan lainnya berupa garam, gula dan merica dan anticaking serta mengalami proses

pengeringan hingga terbentuk produk pennyedap bentuk granul. Karakteristik kimia dan fisik diukur

terhadap semua formulasi. Karakteristik kimia yang diukur adalah kandungan asam glutamat

Perbedaan formulasi terdapat pada komponen bahan tambahan dan bahan enkapsulan. Kandungan

asam glutamat setiap formula menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan produk produk

penyedap komersial

Kata kunci : Spirulina, Asam glutamat,

Pendahuluan

Penyedap rasa sudah menjadi kebutuhan dasar oleh masyarakat yang berperan sebagai flavor

enhancer yang mengutamakan sisi kepraktisan dalam memasak. Kemudahan dalam penggunaan

produk bumbu penyedap rasa menjadi alasan dasar produk penyedap rasa menjadi semakin

digemari pada saat ini. Penyedap rasa merupakan produk bubuk maupun kubus yang

mengandung ekstrak tertentu seperti daging sapi atau ayam, dengan tambahan maupun tanpa

tambahan makanan lain yang diizinkan. Penyedap tersusun atas berbagai bahan baku yang

terdiri atas garam, gula, lemak nabati, monosodium glutamate, flavoring agent, lada, bawang,

kunyit, flavor enhancer, zat pewarna, dan senyawa anti gumpal (Eritha, 2006).

Komponen utama yang memberikan pengaruh besar terhadap peningkatan rasa serta mampu

meningkatkan tingkat kenikmatan suatu produk pangan dipengaruhi oleh kandungan asam

glutamat. Namun ada berbagai issue mengenai dampak negatif terhadap konsumsi MSG.

Spirulina merupakan “marine microalgae” dengan karateristik fisik berbentuk filamen spiral

yang tumbuh dengan baik pada ekosistem air dengan alkalinitas tinggi, serta bersifat alkalis

pada daerah sub-tropis maupun tropis (pH 8.5–11) (Kabede & Ahlgren, 1996). Spirulina

digolongkan sebagai edible microorganism dan dikategorikan sebagai GRAS (Generally

Recognize as Safe). Spirulina terdiri atas 58 jenis spesies yang tercatat, akan tetapi jenis yang

terkenal di pasar adalah Spirulina plantesis dan Spirulina maxima (Christwardana & Hadiyanto,

2013). Spirulina merupakan mikroalga yang mengandung protein tinggi 55-70% yang tersusun

atas asam amino esensial sebesar 47% dari total berat protein (Phang et al, 2000). Berdasarkan

hal tersebut maka Spirulina dengan kandungan asam glutamat yang tinggi berpotensi untuk

menjadi sumber flavor enhancer sekaligus dapat diolah menjadi produk penyedap non MSG.

Metodologi

Bahan yang dibutuhkan untuk memproduksi penyedap adalah Spirulina kering, anticaking, gula,

garam dan merica. Bahan kimia yang digunakan untuk analisa HCl, gas Nitrogen. Alat-alat yang

digunakan adalah HPLC, Sentrifuge, Ultrasonikator, Erlenmeyer, Hotplate, Neraca

Macerasi sel dengen metode reflux

Spirulina kering di larutkan dalam akuades lalu dipanaskan dalam suhu 90o C, diaduk lalu

disentrifus. Perlakuan tersebut dilakukan berulang hingga filtrat jernih dan putih.

Enkapsulasi dan Granulasi

Ekstrak Spirulina yang diperoleh dari hasil reflux, ditambah dengan bahan enkapsulan dan

bahan tambahan lain kemudian di kocok kuat yang disebut metoda foam mat drying.

Pengocokan dilakuakn dengan pengicok elektrik hingga membentuk busa. Busa yang terbentuk

kemudian dikeringkan dalam cabinet dryer. Setelah diperoleh massa yang kering, lalu di ayak

dengan menggunakan ayakan berukuran 9 mesh.

Analisis asam glutamat

Pengukuran asam glutamat dilakukan terhadap produk granul pada semua formula. Formula 1,

2, 3. Formula 1 mengandung ..., Formula 2 mengandung ..., Formula 3mengandung ....

Pengukuran kelarutan, higroskopisitas dan flowability

DRAFT jurnal 2

SPIRUL CUBE: SUMBER RASA UMAMI BERBASIS Spirulina

(Spirul Cube: Spirulina-Based Umami Taste Source)

Laksmi Hartajanie*, Michael Heryanto, Oh Michael David Saputra,

Alberta Rika Pratiwi*,

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi

Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata

Jl. Pawiyatan Luhur IV/1, Bendan Dhuwur

Semarang

*Korespodensi : [email protected] (+628568076720) & [email protected] (+62811278802)

ABSTRAK

Kandungan asam glutamat dalam Spirulina mencapai 8,44% sehingga berpotensi untuk dijadikan

sebagai sumber rasa umami pada bumbu penyedap non-MSG. Tujuan dari penelitian ini adalah

membandingkan jenis penyalut terhadap karakteristik Cube Spirulina. Cube dibuat dengan teknik enkapsulasi

menggunakan alginat dan maltodekstrin sebagai penyalut, kemudian dikeringkan dan dicetak. Cube dihasilkan diukur

kadar air, higroskopisitas, dan kelarutannya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa maltodekstrin lebih baik dari

alginat dari aspek kadar air, higroskopisitas, dan kelarutan. Produk yang menggunakan maltodektrin sebagai penyalut

memiliki nilai kadar air berkisar 2,63 - 4,07%, higroskopisitas 21,47 – 30,51%, dan kelarutan 90,81- 96,69%. Sedangkan

yang menggunakan alginat sebagai penyalut memiliki nilai kadar air berkisar 4,08 - 7,21%, higroskopisitas 26,37 – 38,56%,

dan kelarutan 69,92 - 91,70%. Kesimpulannya, cube Spirulina sebaiknya menggunakan maltodektrin sebagai penyalut.

Kata kunci: spirulina, umami, penyedap

PENDAHULUAN

Spirulina merupakan “marine microalgae” yang mengandung protein tinggi sebesar 65% (55%-70%)

yang tersusun atas asam amino esensial sebesar 47% dari total berat protein (Switzer, 1982).

Spirulina memiliki kandungan asam glutamat yang tinggi, yakni 7.30–9.50 g / 100 g Spirulina (Habib

et al., 2008). Asam glutamat berperan dalam menghasilkan rasa umami yang khas sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai flavor enhancer (Yamaguchi & Ninomiya, 2000).

Kandungan asam glutamat dapat mengalami penurunan kualitas selama proses pembuatan. Paparan

oksigen dan proses pemanasan yang dapat menyebabkan oksidasi asam glutamat. Asam glutamat

yang teroksidasi menghasilkan asam piroglutamat yang dapat menimbulkan off-flavor (Gayte-Sorbier

et al., 1985). Untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas, dapat dilakukan penambahan agen

penyalut.

Perlakuan pemanasan maupun penyimpanan diduga dapat mengubah kualitas nutrisional dan

komposisi asam amino. Hal ini ditunjukkan dalam Yeon et al (2014) bahwa telah terjadi penurunan

kandungan asam amino pada sayuran yang diberikan perlakuan high temperature high pressure

(HTHP). Destruksi asam glutamat mengakibatkan penurunan rasa umami sehingga diperlukan teknik

enkapsulasi untuk melindunginya dari kerusakan.

Dalam penelitian ini digunakan maltodekstrin dan alginat yang merupakan salah satu agen

penyalut yang memiliki kemampuan baik dalam melindungi komponen yang dituju serta mampu

menghidrasi molekul struktural selama proses pengeringan. Penentuan maltodekstrin dengan

nilai DE-10 sebagai agen penyalut berdasarkan karakteristik flavor retention yang paling baik,

tingkat kemanisan yang rendah, serta sifatnya yang semakin bersifat non-higroskopis (Madene et al,

2006).

Alginat merupakan polimer alami yang berasal dari alga coklat dengan berat molekul berkisar 10-

600 kDa. Alginat dalam industri pangan digunakan untuk memperbaiki karakteristik bahan pangan,

misalnya sebagai pembentuk gel, pengental, penstabil dan penyalut/penyalut (Imeson, 2010).

Aplikasi alginat sebagai bahan penyalut umumnya menggunakan jenis alginat dalam bentuk garam

natrium. Ketika diaplikasikan sebagai bahan penyalut, natrium alginat akan memberikan struktur

jaringan yang saling berikatan sehingga meminimalkan degradasi produk (Soni et al., 2010; Saraei et

al., 2013; Woraharn et al., 2010).

Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan jenis penyalut terhadap karakteristik Cube

Spirulina.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan-bahan utama penelitian antara lain biomassa Spirulina kering (komersial), maltodekstrin DE

10, natrium alginat, garam, gula, dan lada.

Peralatan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, desikator, centrifuge EBA 20, magnetic stirrer, cawan porselen, neraca analitik, plate, stopwatch, cabinet dryer, dan sonikator BRANSON 1510.

Pemecahan dinding sel Spirulina

Formulasi Bumbu Penyedap Blok Spirulina

Kontrol

Spirulina 10%

Garam 70%

Gula 15%

Lada 5%

MD (10%, 15%, 20%, 25%)

Spirulina 10%

Garam 70%

Gula 15%

Lada 5%

Natrium alginat (1%, 2%, 3%, 4%)

Spirulina 10%

Garam 70%

Gula 15%

Lada 5%

Proses pembuatan bumbu penyedap blok Spirulina dengan metode

foam-mat drying (60°C selama 8 jam)

Pencetakan Bumbu

Penyedap Blok Spirulina

(Pengeringan ± 6 jam)

Spirul

cube

Gambar 1. Tahapan Pembuatan Spirul Cube

Pembuatan Bumbu Penyedap Blok Spirulina

1. Pemecahan Dinding Sel Spirulina (Kamble et al, 2013)

Spirulina powder dilarutkan dalam aquades 1:25 (w/v). Tahapan selanjutnya dilakukan iradiasi

dengan menggunakan sonikator (42 kHz selama 40 menit). Resultant slurry yang dihasilkan diberikan

perlakuan sentrifugasi (5000 rpm selama 10 menit). Supernatan (ekstrak Spirulina) digunakan dalam

tahapan pembuatan bumbu penyedap blok Spirulina.

2. Enkapsulasi Bumbu Penyedap Blok Spirulina

Proses pembuatan bumbu penyedap blok Spirulina dilakukan dengan menggunakan prinsip metode

foam-mat drying. Pembuatan bumbu penyedap blok Spirulina diawali dengan mencampurkan

ekstrak Spirulina (10%) dengan garam (70%), gula (15%), merica (5%) dan maltodekstrin/natrium

alginat sesuai dengan proporsi yang

telah ditentukan. Foam-mat drying merupakan metode pengeringan yang menggabungkan prinsip pengocokan dan pengeringan. Larutan formulasi dikocok secara merata dengan mixer (2,5 menit). Larutan yang telah membentuk foam siap untuk dikeringkan dalam cabinet dryer pada suhu 60oC selama 8 jam. Selama proses pengeringan (± 6 jam pengeringan) bumbu penyedap diberikan perlakuan pemadatan untuk membentuk bumbu penyedap menjadi bentuk blok dengan menggunakan bantuan alat pencetak. Bumbu penyedap blok Spirulina yang telah terbentuk dikeringkan kembali dalam cabinet dryer hingga waktu yang telah ditentukan. Bumbu penyedap blok Spirulina siap untuk dilakukan pengujian pada tahapan berikutnya. Basis masa dalam produksi bumbu penyedap blok Spirulina dengan penambahan agen penyalut dapat dilihat pada Tabel 5.

Analisis Karakteristik Fisik Bumbu Masak Blok Non-MSG Spirulina

1. Analisis Higroskopisitas (%) (Caparino et al, 2012)

Satu sampel produk bumbu penyedap blok Spirulina yang telah diketahui masanya diletakan

dalam cawan

(diketahui masa cawan kosong). Sampel yang berada dalam cawan dimasukan dalam desikator (RH

75% selama

1 minggu). Setelah itu sampel akhir beserta masa cawan yang diperoleh ditimbang. Higroskopisitas bumbu penyedap blok Spirulina dihitung dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan. Dalam melakukan pengujian higroskopisitas diawali dengan melakukan pengujian kadar air. Kadar air ditentukan dengan mengeringkan sampel yang telah diketahui masanya dalam oven pada suhu 110oC selama 24 jam. Selisih masa sampel kering terhadap masa sampel awal yang dikalkulasikan diketahui sebagai kadar air dari bumbu penyedap blok Spirulina.

Keteranga

n:

M = Masa sampel awal

(g).

M1 = Masa sampel setelah proses pengeringan (g). Mi = Masa air dalam sampel (g/g produk).

∆m = Selisih masa sampel awal terhadap sampel setelah dikondisikan dalam desikator. RH 75% didapat dengan larutan NaCl jenuh (40 g dalam 150 ml air)

2. Analisis Solubilitas (%) (Caparino et al, 2012)

Penentuan solubilitas (%) bumbu penyedap blok Spirulina diawali dengan melarutkan bumbu penyedap blok Spirulina (g) dalam 100 ml dengan bantuan pengadukan oleh magnetic stirrer (5 menit, 30oC) pada kecepatan yang sama antar perlakuan. Setelah itu larutan disentrifugasi (5000 rpm – 5 menit) hingga diperoleh supernatan. Sejumlah 10 ml supernatan dimasukan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui masanya dan dikeringan dalam oven (110°C selama 24 jam). Endapan yang terbentuk mendeskripsikan sebagai nilai % solubilitas yang didapatkan melalui perhitungan rumus.

Keteranga

n:

M1 = Masa endapan dalam

supernatant (g)

M0 = Masa bumbu penyedap blok Spirulina (g)

V0 = Volume aquades yang digunakan untuk melarutkan sampel (100 ml)

V1 = Volume supernatan yang dikeringkan (10 ml)

Analisis Data

Komputasi statistik dalam melakukan analisis data dilakukan dengan software SPSS for Windows versi

13.00. Analisis data dari pengujian kimia dan fisik dianalisis dengan menggunakan uji parametrik

analisis uji beda One Way ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% dan taraf signifikansi 0,05.

Apabila terdapat pengaruh antar perlakuan terhadap variabel yang diamati, analisis lanjut dilakukan

dengan menggunakan uji Duncan untuk mendapatkan formulasi konsentrasi maltodekstrin dan

natrium alginat yang memberikan berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik Spirul Cube dengan Penyalut Maltodekstrin DE 10

Higroskopisitas bumbu penyedap blok Spirulina menurun seiring secara signifikan (P<0,05)

dengan peningkatan konsentrasi maltodekstrin (Tabel 1). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Canuto et al (2014) bahwa maltodekstrin sebagai penyalut pada freeze-dried papaya pulp mampu

meningkatkan stabilitas dengan menurunkan higroskopisitas produk.

Mekanisme penurunan higroskopisitas disebabkan oleh sifat maltodekstrin DE 10 yang non

higroskopis. Maltodekstrin dengan nilai DE yang rendah akan meminimalkan pengikatan air oleh

gugus hidroksil, sehingga produk semakin bersifat non-higroskopis (Phisut, 2012). Selain itu

maltodekstrin mampu meningkatkan nilai glass transition temperature (Tg) memiliki berat molekul

tinggi. Sehingga penambahan maltodekstrin dapat mengurangi higroskopisitas dan kelengketan

produk yang mengandung gula.

Maltodekstrin mampu menciptakan kondisi moisture-protective barrier (kondisi isotermis) pada

permukaan partikel higroskopis seiring dengan peningkatan konsentrasi air monolayer yang

terikat. Kondisi ini melemahkan ikatan antara uap air dan bumbu penyedap blok (higroskopisitas

menurun) (Valenzuela & Jose,

2015). Solusi permasalahan higroskopisitas dengan penambahan polimer karbohidrat seperti maltodekstrin merupakan langkah yang tepat. Maltodekstrin mampu meningkatkan kualitas dehydrated products, dengan menurunkan stickiness dan meningkatkan stabilitas produk dengan menurunkan higroskopisitas.

Solubilitas merupakan salah satu kriteria yang menentukan penilaian terhadap kualitas dari suatu

produk powder maupun produk kering. Tingkat solubilitas tinggi merupakan sifat yang diharapkan

dari Spirul Cube. Hal ini berkaitan dengan proses penyajian yang menjadi lebih mudah (Yuliawaty &

Susanto, 2015). Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin, semakin

tinggi nilai solubilitasnya. Peningkatan solubilitas secara signifikan ini disebabkan oleh adanya

maltodekstrin yang sangat mudah terdispersi dalam suatu larutan (Valenzuela & Jose, 2015). Hal

ini disebabkan adanya gugus hidroksil dalam maltodekstrin yang memiliki kecenderungan untuk

mengikat air yang semula berada di luar granula maltodekstrin (keadaan bebas) menjadi terikat

dalam granula (keadaan tidak bebas) (Budianta, 2000). Gugus hidroksil berbanding lurus

terhadap konsentrasi maltodekstrin yang ditambahkan sebagai agen penyalut. Semakin banyak gugus

hidroksil bebas pada agen penyalut maka akan meningkatkan nilai solubilitas (Yuliawaty & Susanto,

2015; Cano-Chauca et al, 2005).

Gambar 2. Bumbu Penyedap Blok Spirulina dengan Berbagai Tingkatan Konsentrasi Maltodekstrin (0%-25%).

Tabel 1. Karakteristik Fisik Bumbu Penyedap Blok Spirulina pada Berbagai Tingkatan Konsentrasi Maltodesktrin

Konsentrasi Maltodekstrin (%) Parameter Fisik

Kadar Air (%) Higroskopisitas (%) Solubilitas (%) 0 4,07 ± 0,19a

30,51 ± 1,90a 90,81 ± 0,63a

10 3,33 ± 0,14b 26,64 ± 4,52b

92,66 ± 1,18b

15 3,31 ± 0,23b 24,27 ± 2,98bc

93,13 ± 1,21b

20 3,22 ± 0,23b 21,93 ± 1,66c

94,81 ± 1,18c

25 2,63 ± 0,25c 21,47 ± 1,78c

96,69 ± 0,72d

Keterangan:

*Semua nilai merupakan nilai mean dengan standar deviasi.

*Kadar air diperoleh berdasarkan konversi masa air dalam sampel (gram/gram produk) yang diprosentasekan.

*Nilai dengan superscript yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan dalam satu kolom (p<0,05) berdasarkan

uji

One Way Anova.

Karakteristik Fisik Spirul Cube dengan Penyalut Natrium Alginat

Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi natrium alginat yang ditambahkan, tren

kadar air menurun, namun higroskopisitas meningkat. Hal ini disebabkan oleh sifat dari natrium

alginat yang sangat mudah mengikat air, baik air yang telah terkandung di dalam bahan maupun

uap air di lingkungan sekitarnya, sehingga membuat kadar air semakin menurun dan kemampuan

higroskopis semakin tinggi seiring dengan peningkatan konsentrasinya (Kumar et al., 2010).

Penggunaan natrium alginat sebagai penyalut menyebabkan penurunan tingkat solubilitas

(Tabel 2). Peningkatan konsentrasi natrium alginat lebih lanjut menyebabkan penurunan

persentase kelarutan secara signifikan. Penurunan daya larut terjadi karena ketika natrium alginat

dalam jumlah besar terbasahi oleh air, partikel-partikelnya menjadi lengket antar satu dengan lain

dan menghasilkan gumpalan yang lambat untuk larut (McHugh, 1987).

Tabel 2. Sifat Fisik Bumbu Penyedap Blok Spirulina pada berbagai Konsentrasi Natrium Alginat

Konsentrasi Natrium

Alginat (%)

Kadar Air (%) Higroskopis (%) Solubilitas (%)

0 4.08 ± 1.54a 26.37 ± 1.31a

91.70 ± 0.01a

1 2.57 ± 1.82a 30.81 ± 2.31a

79.18 ± 0.02b

2 3.27 ± 1.73a 31.67 ± 2.06a

75.94 ± 0.03bc

3 4.03 ± 2.33a 32.50 ± 2.06a

73.45 ± 0.04cd

4 7.21 ± 1.62a 38.56 ± 2.68b

69.92 ± 0.03d

Keterangan:

*Data merupakan mean dari dua batch dengan standar deviasi

*Huruf superscript yang berbeda menyatakan hubungan yang berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%

KESIMPULAN

Penggunaan maltodekstrin sebagai penyalut memberikan karakteristik Cube Spirulina yang

lebih baik dari natrium alginat.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed MM, El-Rasoul SA, Auda SH, Ibrahim MA (2013). Emulsification/internal gelation as a method for preparation of diclofenac sodium–sodium alginate microparticles. Saudi Pharmaceutical Journal, 21:61 –

69

Budianta TDW, Harijono, Murtini (2000). Penambahan Kuning Telur dan Maltodekstrin terhadap

Kemampuan Pelarutan Kembali dan Sifat Organoleptik Santan Bubuk Kelapa (Cocos nucifera L.).

Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi, 1(2), 60-71.

Cano-Chauca M, Stringheta PC, Ramos AM, Cal-Vidal J. (2005). Effect of the Carriers on the

Microstructure of Mango Powder Obtained by Spray Drying and its Functional

Characterization. Innovative Food Science and Emerging Technologies, 6(4), 420-428.

Canuto HMP, Marcos RAA, Jose MCC. (2014). Hygroscopic Behavior of Freeze-Dried Papaya Pulp

Powder with Maltodextrin. Acta Scientiarum - Technology, 36(1), 179–185.

Caparino OA, Tang J, Nindo CI, Sabalani SS, Powers JR, Fellman JK. (2012). Effect of drying methods

on the physical properties and microstructures of mango (Philippine ‘Carabao’ var.) powder.

Journal of Food Engineering, 111:135–148.

Dewi EN, Amalia U, Mel M. (2016). The Effect of Different Treatments to the Amino Acid Contents of

Micro Algae Spirulina sp.. Aquatic Procedia, 7:59-65.

Gayte-Sorbier A, Airaudo CB, Armand P. (1985). Stability of Glutamic Acid and Monosodium

Glutamate Under Model System Conditions: Influence of Physical and Technological Factors.

Journal of Food Science, 50:350–352.

Habib MAB, Parvin M, Huntington TC, Hasan MR. (2008). A Review on Culture, Production and Use of

Spirulina as Food for Humans and Feeds for Domestic Animals and Fish. FAO Fisheries and

Aquaculture Circular No. 1034. Rome.

Imeson A. (2010). Food Stabilisers, Thickeners and Gelling Agents. Blackwell Publishing Ltd.

Singapore. Iordăchescu G, Vlăsceanu G, Manea S, Dune A. (2009). The Fifth Dimension of The

Taste in Spirulina

platensis Feed: Study on The Influence of Monosodium Glutamate in The Development and Composition of The Spirulina platensis Algae. The Annals of the University Dunarea de Jos of Galati Fascicle VI - Food Technology, 34(2):9-14.

Jinap S, Hajeb P. (2010). Glutamate. Its applications in food and contribution to health. Appetite,

55:1–10. Khodjaeva U, Bojnanská T, Vietoris V, Sytar O, Singh R. (2013). Food Additives as

Important Part of

Functional Food. International Research Journal of Biological Sciences, 2(4):74-86.

Kulkarni C, Kulkarni KS, Hamsa BR. (2004). L-Glutamic acid and glutamine: Exciting molecules of

clinical interest. Indian J Pharmacol, 37(3):148-154.

Kumar KPS, Bhowmik D, Chiranjib B, Yadav J, Chandira RM. (2010). Emerging Trends of Disintegrants used in Formulation of Solid Dosage Form. Der Pharmacia Lettre, 2(1):495-504.

Lee KY, Mooney DJ. (2012). Alginate: properties and biomedical applications. Prog Polym Sci.,

37(1):106–

126.

McHugh DJ. (1987). Production and utilization of products from commercial seaweeds. FAO

Fisheries

Technical Paper No. 288.

Rome.

Ninomiya K. (1998). Natural occurrence. Food Review International, 14:177–212.

Persson AS. (2013). Flow and Compression of Granulated Powders: The Accuracy of Discrete Element

Simulations and Assessment of Tablet Microstructure. Acta Universitatis Upsaliensis. Digital

Comprehensive Summaries of Uppsala Dissertations from the Faculty of Pharmacy 180.

Sweden.

Phisut N. (2012). Spray Drying Technique of Fruit Juice Powder: Some Factors Influencing the

Properties of

Products. International Food Research Journal, 19(4), 1297–1306.

Saraei F, Dounighi NM, Zolfagharian H, Bidhendi SM, Khaki P, Inanlou F. (2013). Design and

evaluate alginate nanoparticles as a protein delivery system. Archives of Razi Institute,

68(2):139-146.

Soni ML, Kumar M, Namdeo KP. (2010). Sodium alginate microspheres for extending drug

release:

formulation and in vitro evaluation. International Journal of Drug Delivery, 2:64-68.

Valenzuela C, Jose MA. (2015). Effects of Maltodextrin on Higroscopisity and Crispness of Apple

Leathers.

Journal of Food Engineering, 144, 1-9.

Woraharn S, Chaiyasut C, Sirithunyalug B, Sirithunyalug J. (2010). Survival enhancement of probiotic

Lactobacillus plantarum CMU-FP002 by granulation and encapsulation techniques. African

Journal of Microbiology Research, 4(20): 2086-2093.

Yuliawaty ST, Susanto WH. (2015). Pengaruh Lama Pengeringan dan Konsentrasi Maltodekstrin

terhadap Karakteristik Fisik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Daun Mengkudu

(Morinda citrifolia L). Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(1):41-52.

SEMINAR PRRESENTASI HASIL