161
UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN EMITEN : STUDI KASUS PT. INFOASIA TEKNOLOGI GLOBAL Tbk SKRIPSI DURMA JAYA 0706277390 FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM DEPOK 2011 Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

UNIVERSITAS INDONESIA

PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM

KEPAILITAN EMITEN : STUDI KASUS PT. INFOASIA TEKNOLOGI

GLOBAL Tbk

SKRIPSI

DURMA JAYA 0706277390

FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

DEPOK 2011

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

i

UNIVERSITAS INDONESIA

PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM

KEPAILITAN EMITEN : STUDI KASUS PT. INFOASIA TEKNOLOGI

GLOBAL Tbk

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum

Durma Jaya 0706277390

FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

DEPOK 2011

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya

dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini tentu tidak terlepas dari dukungan

berbagai pihak yang menunjang saya mulai dari masa perkuliahan hingga pada penyusunan

skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua dan keluarga sya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan

moral. Terutama bagi ibunda saya tercinta, yang selalu dengan kehangatan dan

kesabaran memberikan saya dukungan tiada henti demi memberikan saya dorongan

untuk segera menyelesaikan skripsi saya dengan baik;

2. Bpk. Arman Nefi S.H., M.M., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan

waktu, tenaga, dan pikiran untu mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.

Penyusunan skripsi saya ini tentu sangat ditunjang atas segala jasa Bapak yang selalu

dengan sabar dan ikhlas memberikan bimbingan kepada saya dan rekan-rekan

bimbingan lain. Sekali lagi, terima kasih, Pak;

3. Ibu Sri Laksmita, selaku dosen Pembimbing Akademik saya yang selama 4 tahun ini

telah memberikan pengarahan dan dukungan terhadap kelancaran perkuliahan saya;

4. Seluruh Dosen Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah banyak

membagikan ilmu-ilmunya yang berharga selama saya menimba ilmu di FHUI;

5. Sari Isrianti Putri, selaku partner spesial dalam kehidupan saya, yang dengan banyak

bantuan, dorongan, serta semangat kepada saya selama ini, baik dalam keseharian

maupun yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini;

6. Sahabat-sahabat saya, Mizano Justitiano, yakni : Bayu Aji Saputro, Bagus Satrio

Lestanto, Randi Ikhlas Sardoni, Rizki Hendarmin, Hanifan Ahda Tarmizi, Fajar

Nurrahman, Ardyan Winanshah, Candra Adiguna, Fernandez, Riani Atika Nanda

Lubis, Raissa Almira Pradipta, Ramadyani Prabawitri, dan Syavirra, yang selalu

mengisi hari-hari saya dengan candaan yang meringankan beban pikiran saya;

7. Teman-teman “Fusal Ceria”, yakni: Try Indriadi, Abirul Trison, Muhammad Rohli,

Tantyo Prabowo, Muhammad Syahrir, Bagus Satrio Lestanto, Bayu Aji Saputro,

Fahrurozi, Leonard P.S.S., Rian Hidayat, Ibnu Danisworo, Hari Prasetyo, Rio

Panggabumi, Batara Parlindungan, Rony Ansyari, Brian Stevanno, Ilman Hadi,

Agantara Juanda, Dhief Fadillah, Alexis Bramanthya, dan sebagainya, yang selalu

menjadi penghibur di kala senggang penulisan skripsi ini dengan bermain futsal

bersama.

8. Rekan-rekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, terutama rekan-rekan FHUI

2007 yang saya banggakan dan akan selalu saya rindukan;

9. Seluruh staff pegawai Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang baik secara

langsung maupun tidak langsung, turut membantu perkuliahan saya selama berkuliah

di Fakultas Hukum Universitas Indonesia;

10. Pegawai Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang di tengah

kesulitan masa transisi perpustakaan, tetap memberikan saya keleluasaan untuk

meminjam dan mencari bahan bacaan untuk menunjang penulisan skripsi saya.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

v

11. Pak Sarjono yang telah banyak membantu saya selama penulisan skripsi saya terkait

dengan administrasi program kekhususan, bimbingan skripsi, hingga masa siding

12. Pak Selam yang telah membantu saya selama saya kuliah terkait dengan administrasi

dan pengurusan surat-surat.

13. Pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan di sini yang turut membantu penulisan

skripsi saya.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang

telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, 14 Juni 2011

Durma Jaya

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

Universitas Indonesia

vii

ABSTRAK

Nama : Durma Jaya

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul : Perlindungan Investor Pemegang Obligasi dalam Kepailitan Emiten:

Studi Kasus PT. Infoasia Teknologi Global Tbk

Dalam hukum di Bidang Pasar Modal di Indonesia, pihak Emiten harus berbentuk Badan

Hukum. Sebagai Badan Hukum, Emiten dapat saja dipailitkan apabila pihak Emiten tersebut

memenuhi persyaratan pailit sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 tentang Kepailitan. Dalam hubungan hukum utang-piutang tersebut, maka emiten

berkedudukan sebagai debitur bagi investor pemegang obligasi, sedangkan investor

pemegang obligasi berkedudukan sebagai kreditur bagi emiten. Isu perlindungan investor

pemegang obligasi tentu menjadi pusat perhatian bagi pemegang obligasi yang emitennya

mengalami kepailitan. Wali Amanat dan Bapepam LK merupakan dua pihak yang berperan

utama dalam pelaksanaan perlindungan investor pemegang obligasi dalam hal terjadinya

kepailitan emiten terkait denan fungsinya masing-masing di Pasar Modal. Aspek

perlindungan hukum pemegang obligasi sebagai kreditur dalam kepailitan emiten dapat

digolongkan dalam dua pembagian, yakni aspek perlindungan hukum pemegang obligasi

pada saat permohonan pailit emiten, dan aspek perlindungan hukum pemegang obligasi

setelah putusan pailit diputuskan oleh hakim.

Kata kunci:

Kepailitan Emiten, Peranan Wali Amanat, Peranan Bapepam LK, Perlindungan Investor

Pemegang Obligasi,

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

Universitas Indonesia

viii

ABSTRACT

Name : Durma Jaya

Study Program : Law

Title : The Protection of Bond Holders in Bond Issuer Bankruptcy: Case

Study PT. Infoasia Teknologi Global Tbk.

Based on capital market law in Indonesia, Bond Issuer must in the form of Legal Entity. As a

Legal Entity, Issuer is possibly bankrupted if Issuer fullfils requierements of bankrupt which

is ruled in Law Number 37 Year 2004 about Bankruptcy. In the concept of legal relation of

debts and credits, Bond Issuer is considered as a debitor for the Bond Holder. Meanwhile a

Bond Holder acts as a creditor for Bond Issuer. According to that description, Bond Holder

has a unique position compared to other creditors. Protection of Bond Holders becomes a

center attention of Bond Holders, who their Bond Issuer has bankrupted. Wali Amanat

(Trustee) and Bapepam LK are two main parties in enforcement of Bond Holders protection

in Bond Issuer bankruptcy. Wali Amanat (Trustee) has a role as a party who acts to represent

interest of Bond Holders, involving acts to represent Bond Holders in Bond Issuer

bankruptcy. Meanwhile Bapepam LK acts as supervisor and law enforcer in Capital Market

consisting of giving protection to Bond Holders in Bond Issuer Bankruptcy. Legal Aspects of

Protection for Bond Holders as a creditor in Bond Issuer bankruptcy can be categorized in

two categories. There are: Legal Aspect of protection for Bond Holders in the appeal for

bankruptcy process; and Legal Aspect of protection for Bond Holders after Bankruptcy

judgement have been decided by Judge in Commercial Court.

Key Words:

Bond Issuer Bankruptcy, Act of Wali Amanat, Act of Bapepam LK, Bond Holder Protection

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

Universitas Indonesia

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................................i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR................................................................................................................ iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................................................... vi

ABSTRAK................................................................................................................................vii

ABSTRACT ........................................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ix

DAFTAR BAGAN .................................................................................................................... xi

BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan ........................................................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................................................................ 5

1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................................................... 6

1.4 Metode Penelitian ..................................................................................................................... 6

1.5 Definisi Operasional ................................................................................................................ 7

1.6 Sistematika Penulisan .............................................................................................................. 9

BAB 2 : ASPEK HUKUM KEPAILITAN EMITEN YANG MENGELUARKAN

OBLIGASI

2.1 Pengertian Emiten yang Mengeluarkan Obligasi ................................................................. 12

2.2 Jenis-Jenis Obligasi yang Dapat Dikeluarkan Emiten ........................................................... 17

2.3 Konsep Umum Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi ....................................... 25

2.3.1 Pengertian Pailit dan Kepailitan ................................................................................... 25

2.3.2 Asas-Asas dalam Kepailitan ........................................................................................ 28

2.3.3 Syarat-syarat Kepailitan ................................................................................................ 30

2.3.4 Pihak-Pihak yang Dapat Dinyatakan Pailit ................................................................... 34

2.3.5 Hubungan Obligasi dengan Kepailitan Emiten .............................................................. 35

BAB 3 : PERAN DAN TANGGUNG JAWAB WALI AMANAT DAN BAPEPAM LK

DI PASAR MODAL SERTA KEDUDUKANNYA DALAM KEPAILITAN EMITEN

YANG MENGELUARKAN OBLIGASI

3.1 Peran dan Tanggung Jawab Wali Amanat di Pasar Modal serta

Kedudukannya dalam Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan

Obligasi ................................................................................................................................... 39

3.1.1 Tinjauan Umum Wali Amanat dalam Perdagangan Obligasi ........................................ 39

3.1.2 Kewajiban, Tugas dan Larangan-Larangan bagi Wali Amanat

dalam Perdagangan Obligas ......................................................................................... 35

3.1.3 Kedudukan Wali Amanat dalam kepailitan Emiten yang

Mengeluarkan Obligasi ......................................................................................... 53

3.2 Peran dan Tanggung Jawab Bapepam LK di Pasar Modal serta

Kedudukannya dalam Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi ............................ 60

3.2.1 Tinjauan Umum Tugas dan Wewenang Bapepam LK di Pasar Modal ..................... 60

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

Universitas Indonesia

x

3.2.2 Kedudukan Bapepam LK dalam hal Terjadinya Kepalitan

Emiten yang Mengeluarkan Obligasi .......................................................................... 62

BAB 4 : ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI

DALAM KEPAILITAN EMITEN

4.1 Kedudukan Investor dalam Proses Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan

Obligasi di Pasar Modal ......................................................................................................... 67

4.1.1 Kedudukan Investor dengan Emiten ............................................................................ 68

4.1.2 Kedudukan Investor dengan Kreditur-Kreditur Lain ................................................. 73

4.1.3 Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) ................................................................... 82

4.2 Aspek Hukum Keterbukaan Informasi mengenai Permohonan Pailit Emiten

yang Mengeluarkan Obligasi sebagai Penerapan Peraturan Hukum Kepailitan dan

Pasar Modal serta Penerapan Prinsip Good Corporate Governance .................................. 86

4.3 Aspek Hukum Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang Obligasi dengan

Proses Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi di Pasar Modal ........................... 94

4.3.1 Aspek Hukum Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang Obligasi

dalam Proses Permohonan Pailit .................................................................................. 95

4.3.3 Aspek Hukum Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang Obligasi

setelah Emiten yang Mengeluarkan Obligasi Dinyatakan Pailit oleh Hakim ............... 107

4.4 Analisa Kasus Perlindungan Investor Pemegang Obligasi dalam Kepailitan

PT. Infoasia Teknologi Global ............................................................................................. 125

4.4.1 Kasus Posisi ................................................................................................................ 126

4.4.2Analisis .......................................................................................................................... 133

BAB 5 : PENUTUP

4.1 Kesimpulan ......................................................................................................................... 141

4.2 Saran..................................................................................................................................... 143

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 145

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

Universitas Indonesia

xi

DAFTAR BAGAN

BAGAN 1 : Hubungan Hukum antara Emiten, Wali Amanat, dan Pemegang Obligasi..........55

BAGAN 2 : Bagan Perdagangan Obligasi................................................................................70

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

1

Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Pasca pemerintahan Orde Lama pada akhir tahun 1960-an, telah dimulai

pergerakan perekonomian yang lebih sistematis dan terencana yang digalang

pemerintah. Akan tetapi mengingat masa sulit perekonomian Indonesia pada masa

itu yang tengah terpuruk, dibutuhkan sejumlah dana segar yang sangat besar

jumlahnya untuk mengakselerasikan gerakan pembangunan. Upaya konkret yang

dilakukan pemerintah pada masa itu yang ditempuh adalah melalui upaya

peminjaman dana dari sejumlah negara donor seperti negara-negara eropa yang

tergabung dalam Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI)(kemudian

Consultative Group Indonesia atau CGI), Jepang, dan Amerika Serikat1. Akan

tetapi inovasi pemerintah dalam memperoleh dana tidak terhenti pada upaya

mencari pinjaman asing semata. Pemerintah pada masa itu menyadari akan makna

pentingnya untuk turut pula menghimpun dana dari publik di Indonesia. Hal ini

merupakan rencana yang strategis mengingat banyaknya jumlah penduduk di

Indonesia. Penghimpunan dan penggunaan dana dari publik ini juga bertujuan

guna mengoptimalkan dana masyarakat untuk pembangunan. Atas upaya ini

munculah gagasan pembentukan pasar modal di Indonesia.

Sejarah pembentukan pasar modal di Indonesia bermula pada zaman VOC2

yang berlanjut hingga pada masa Indonesia modern3. Akan tetapi pada masa

pergolakan perjuangan kemerdekaan hingga diperolehnya kemerdekaan,

penyelenggaraan pasar modal tidak terlaksana. Baru pada tahun 1977 baru dibuka

1 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, cet. 6, (Jakarta: Kencana, 2010) hal 1

2 Merupakan singkatan dari Vereenigde Oostindische Compagnie atau dalam terjemahan tidak resminya berarti Perusahaan Perserikatan Hindia Timur.

3 Ibid

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

2

Universitas Indonesia

kembali setelah rancangan orde pembangunan4. Dan semenjak saat itu pasar

modal di Indonesia terus berkembang hingga pada masa puncaknya pada awal

tahun 1990-an5, walaupun pada akhirnya mengalami pergolakan pada akhir

dekade tahun 1990-an akibat adanya gejolak krisis moneter yang menimpa

Indonesia. Akan tetapi, pemerintah tidak tinggal diam. Keseriusan

mengembangkan potensi dana masyarakat melalui pasar modal terus ditingkatkan.

Keseriusan ini tampak dalam perumusan Garis Besar Haluan Negara (1999-2004)

yang mengamanatkan kepada penyelenggara negara untuk mengembangkan pasar

modal yang sehat, transparan, dan efesien6. Akhirnya memasuki pertengahan

dekade tahun 2000-an pasar modal di Indonesia mulai bangkit dalam turut

membantu proses pembangunan.

Secara sederhana penyelenggaraan pasar modal tentu tidak jauh berbeda

dengan konsep umum pasar pada umumnya, yakni sarana yang mempertemukan

aktivitas pembeli dan penjual. Pasar modal mempertemukan pemilik dana

(supplier of fund) dengan pengguna dana (user of fund) untuk tujuan investasi

jangka menengah dan jangka panjang7. Objek yang diperdagangkan di pasar

modal adalah efek, baik efek bersifat penyertaan, efek bersifat utang, instrumen

efek lain, dan instrumen derivatifnya.

Akhir-akhir ini sejak akhir dekade tahun 2000-an, pasar modal di Indonesia

mulai berkembang pesat. Hal ini ditandai dengan pecahnya rekor Indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG) ke level 3.643, 491 pada 25 Oktober 20108. Selain efek

berupa saham tersebut, instrumen pasar modal yang memiliki daya pikat bagi

investor adalah instrumen efek bersifat utang, yakni Obligasi.

4 Ibid, hal 2

5 Ibid

6 Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Republik Indonesia tahun 1999-2004, Bab IV bagian B angka 8.

7 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi, op.cit,hal 10

8 http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/10/25/16165910/IHSG.Ciptakan.Rekor. Baru, dipublikasikan pada website kompas.com pada tanggal 25 Oktober 2010, diunduh pada tanggal 25 Januari 2011.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

3

Universitas Indonesia

Dewasa ini, obligasi mengalami perkembangan yang berarti sebagai

instrumen keuangan. Hal ini dipengaruhi perkembangan peminjaman kredit di

perbankan yang semakin ketat. Perkembangan ini juga turut menyebabkan banyak

pihak perusahaan yang melirik instrumen pendanaan lain. Sebagai imbal balik,

perusahaan akan memberikan tingkat bunga atau kupon yang akan dibayarkan 6

bulanan atau tahunan9. Di sisi lain obligasi juga memiliki daya tarik tersendiri

bagi para investor sebab menjanjikan sejumlah keuntungan bagi investor.

Keuntungan yang dapat diperoleh dari Investasi adalah perolehan keuntungan dari

bunga atau kupon dan kemungkinan adanya capital gain10.

Akan tetapi, berinvestasi Obligasi di Pasar Modal juga memiliki risiko

karena Emiten dapat saja gagal bayar atas kewajibannya kepada pemegang

obligasi (default). Gagal bayar yang dapat terjadi antara lain mencakup gagal

bayar atas pokok pinjaman dalam obligasi, gagal bayar atas bunga/kupon, ataupun

gagal bayar atas pokok pinjaman dan bunga. Untuk melindungi investor dari

risiko gagal bayar ini, dalam proses penerbitan obligasi, penerbit obligasi juga

diwajibkan melibatkan pihak ketiga, yakni wali amanat, yang berfungsi mewakili

kepentingan investor11. Beberapa aspek menyangkut kegiatan Wali Amanat di

pasar modal, diantaranya mencakup penyusunan kontrak perwaliamanatan dengan

Emiten, monitoring Emiten atas pemenuhan kewajiban-kewajibannya dan

ketentuan lain dalam kontrak perwaliamanatan, penyampaian laporan dan

keterbukaan informasi, penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Obligasi

(RUPO) , serta pelaksanaan keputusan RUPO12.

Dalam pengaturan dan teori hukum yang berkembang, investor pemegang

obligasi memiliki kedudukan yang lebih diutamakan dalam pelunasan kewajiban

9 Adrian Setiadi, Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk, (Jakarta : Sina Grafika, 2009) hal. iv

10 Sawidji Widiatmodjo, Cara Cepat Memulai Iinvestasi Saham, cet. 8, (Jakarta: Elex Media Computindo, 2008), hal. 55

11 Adrian Setiadi, op. cit.

12 Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, Studi Tentang Perwaliamanatan di Indonesia, (Jakarta: Bapepam LK, 2009), hal ii.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

4

Universitas Indonesia

pembayaran obligasi dari harta Emiten, termasuk dalam hal Emiten pailit.

Meskipun jarang terjadi, Kepailitan Emiten dapat saja terjadi ditengah persaingan

bisnis yang semakin ketat dewasa ini. Terhadap isu ini maka aspek hukum

perlindungan investor pemegang obligasi akan menjadi sorotan utama bagi para

investor dan calon investor pemegang obligasi, sebab aspek ini akan menjadi

acuan utama bagi investor dalam menimbang dan memutuskan untuk melakukan

investasi obligasi di pasar modal.

Masalah perlindungan investor pemegang obligasi dalam hal terjadinya

kepailitan Emiten tidak sesimpel yang dirumuskan sebelumnya. Hal ini

disebabkan banyak aspek yang dapat dikaji terkait isu ini, mengingat investor

obligasi di pasar modal merupakan investor publik dan dalam kepailitan Emiten

pasti juga turut melibatkan kreditur-kreditur Emiten yang lain, Kurator, Hakim

Pengawas, Wali Amanat, Bapepam LK, dan pihak-pihak terkait lainnya. Oleh

karena itu, aspek perlindungan investor pemegang obligasi dalam hal terjadinya

kepailitan Emiten ini akan turut mencakup beberapa isu terkait seperti mekanisme

perlindungan investor pemegang obligasi, kedudukan investor pemegang obligasi

dalam proses kepailitan, prioritas pembayaran utang-pitang antara Emiten dengan

investor pemegang obligasi, dan peranan Wali Amanat dan Bapepam LK dalam

mengakomodir kepentingan investor obligasi.

Adanya pengaturan perlindungan kepentingan investor pemegang obligasi

ketika Emiten dipailitkan, tidak menjamin bahwa investor dan pihak-pihak terkait

akan dapat melaksanakan perlindungan tersebut dengan baik. Hal ini dapat

disebabkan tidak adanya suatu peraturan atau tolok ukur yang secara

komprehensif dan terpadu yang mengakomodir segala aspek terkait dengan

permasalahan ini. Pengaturan akan hal ini masih tersebar ke dalam beberapa

aturan di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dan

peraturan-peraturan terkait lainnya.

Dalam pelaksanaannya, dapat muncul kemungkinan adanya kesalahan

dalam penerapan perlindungan investor pemegang obligasi dalam hal terjadinya

kepailitan Emiten. Hal ini dapat dilakukan baik oleh pihak Emiten, investor itu

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

5

Universitas Indonesia

sendiri, wali amanat, Bapepam LK, maupun pihak-pihak terkait lainnya. Sebagai

contoh adanya kesalahan dalam penerapan perlindungan investor pemegang

obligasi ini adalah kasus pengajuan gugatan Bank Mega, selaku wali amanat dari

pemegang obligasi yang dikeluarkan oleh PT. Infoasia Teknologi Global Tbk.,

kepada 2 (dua) penjamin emisi efek Infoasia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Masalahnya adalah bahwa gugatan ini diajukan dalam hal Emiten sudah diputus

pailit oleh Pengadilan Niaga. Akhirnya hakim menolak gugatan tersebut untuk

diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebab status Infoasia yang sudah

dalam keadaan pailit13.

Dalam hal terjadinya kesalahan dalam penerapan perlindungan investor

pemegang obligasi dalam hal terjadinya kepailitan Emiten, maka pihak investor

akan menjadi pihak utama yang menderita kerugian atas hal ini. Hal ini secara

luas akan dapat berdampak buruk terhadap perkembangan pasar modal di

Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut, tentunya diperlukan suatu pembahasan perihal

tinjauan perlindungan hukum bagi investor pemegang obligasi dalam hal

terjadinya kepailitan Emiten yang mengeluarkan obligasi, baik dari sisi

pengaturannya maupun pelaksanaannya.

1.2. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan

pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Aspek Hukum Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan

Obligasi Menurut Aturan Hukum yang Berlaku?

2. Bagaiamanakah peran Bapepam LK dan Wali Amanat dalam Proses

Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi di Pasar Modal?

13 Bataviese, Bank Mega Gugat 2 Penjamin Efek Infoasia, (Artikel, 30 September 2010), http://bataviase.co.id/node/400040, diakses pada tanggal 10 Februari 2011.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

6

Universitas Indonesia

3. Bagaimanakah Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang Obligasi

dalam hal terjadinya Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi, serta

Implementasinya dalam Studi Kasus Kepailitan Emiten Infoasia?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari pemaparan mengenai tinjauan yuridis perlindungan hukum investor

pemegang obligasi dalam hal terjadinya pemailitan Emiten yang mengeluarkan

obligasi di Pasar Modal yang diatur berbagai peraturan hukum terkait, maka

penulis mengkaji dan meniliti untuk mengetahui:

1. Aspek hukum kepailitan Emiten yang mengeluarkan obligasi menurut aturan

hukum yang berlaku.

2. Peran Bapepam LK dan Wali Amanat dalam proses kepailitan Emiten yang

mengeluarkan obligasi di Pasar Modal .

3. Aspek hukum perlindungan kepentingan Investor pemegang obligasi dalam

pemailitan Emiten yang mengeluarkan obligasi secara komprehensif.

1.4. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan menganalisis berbagai

bahan/referensi hukum, baik yang bersifat primer, sekunder maupun tersier.14

Penelitian dilakukan dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research),

yaitu dengan cara inventarisasi dan analisis bahan-bahan pustaka yang dijadikan

referensi dalam penelitian ini.

14 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat.” (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1985), hal. 14.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

7

Universitas Indonesia

Adapun bahan-bahan hukum yang dipergunakan untuk memperoleh data

dalam penelitian ini, dikelompokkan dalam 3 (tiga) bagian, yaitu : 15

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang berupa peraturan-peraturan

perundang-undangan dan produk hukum lainnya yang mengatur tentang hal-

hal yang berkaitan dengan judul penelitian, dalam hal ini bahan hukum primer

yang digunakan sebagi acuan antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1995 tentang Pasar Modal, 37 Tahun 1999 tentang Kepailitan, dan Peraturan

Bapepam LK Nomor X.K.5 tentang tentang Keterbukaan Informasi Bagi

Emiten atau Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pailit.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang menjelaskan bahan

hukum primer dan isinya tidak mengikat, berupa penjelasan terhadap bahan-

bahan hukum primer, misalnya buku, majalah, dan artikel yang berkaitan

dengan judul penelitian serta pendapat para pakar hukum.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang sifatnya pelengkap dari bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus Bahasa Indonesia, Kamus

Pasar Modal, Kamus Hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

1.5. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya pengulangan serta perbedaan penafsiran istilah

dalam penelitian ini, maka penulis memberikan definisi operasional untuk

memudahkan pembaca dalam hal memahami istilah-istilah yang dianggap penting

dan sering muncul dalam penelitian ini:

1. Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem

dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-

pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka16.

15 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3, (Jakarta : UI Press, 1986), hal. 52.

16 Ibid, Pasal 1 angka 4

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

8

Universitas Indonesia

2. Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-

undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan17.

3. Debitur Pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan

Pengadilan18.

4. Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum19 dalam rangka

menjaring dana bagi kegiatan usaha perusahaan atau pengembangan usaha

perusahaan20.

5. Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan

pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang21.

6. Investor Pemegang Obligasi adalah Penanam Modal yang memiliki efek

bersifat utang berupa obligasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang

melakukan penawaran umum obligasi di pasar modal.

7. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang

pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan

Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini22

8. Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau

Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan23.

9. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang

diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor

17 Ibid, Pasal 1 angka 3

18 Ibid, Pasal 1 angka 4

19 Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, Nomor 8 Tahun 1995, LN. No. 64 Tahun 1995, TLN. 3608, Pasal 1 angka 6

20 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi., op.cit, hal 51

21 Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, Nomor 8 Tahun 1995, LN. No. 64 Tahun 1995, TLN. 3608,, Pasal 1 angka 8

22 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 1 angka 1.

23 Ibid, Pasal 1 angka 2

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

9

Universitas Indonesia

Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang

ini24.

10. Obligasi adalah efek bersifat utang berupa bukti pengakuan berutang dari

perusahaan25.

11. Pailit adalah adalah suatu keadaan ketika debitor mempunyai dua utang atau

lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh

waktu dan dapat ditagih yang dinyatakan melalui putusan pengadilan yang

berwenang26

12. Pasar Modal adalah pasar yang memperjualbelikan berbagai instrumen

keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam bentuk utang maupun modal

sendiri yang diterbitkan oleh perusahaan swasta27.

13. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah

uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara

langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang

timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh

Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditur untuk mendapat

pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor28

14. Wali Amanat adalah pihak yang mewakili pemegang efek bersifat utang29

1.8 Sistematika Penulisan

24 Ibid, Pasal 1 angka 5

25 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi., op. cit, hal. 182

26 Indonesia, loc. cit., Pasal 2 ayat (1)

27 M, Irsan Nasarudin, et. al., op.cit. hal. 13.

28Indonesia, loc. cit.,Pasal 1 angka 6

29 29 Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, Nomor 8 Tahun 1995, LN. No. 64 Tahun 1995, TLN. 3608, Pasal 1 angka 30

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

10

Universitas Indonesia

Untuk memudahkan dan memberi arah dalam penulisan skripsi ini, serta

memberi alur pemikiran yang tersusun secara sistematis, maka penulisan skripsi

ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab ini merupakan bab awal yang akan mendukung bab-bab selanjutnya.

Dimana isi bab ini adalah paparan mengenai latar belakang masalah yang

diangkat dan kemudian ditajamkan dalam bentuk rumusan masalah yang

berbentuk pertanyaan. Selanjutnya dirumuskan tujuan penelitian,

kegunaan penelitian, metode penelitian, batasan penelitaian dan definisi

operasional serta sistematika penulisan.

BAB II Aspek Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi

Dalam bab ini penulis akan memaparkan aspek hukum terkait kepailitan

Emiten yang mengeluarkan obligasi. Selanjutnya penulis akan memberi

pemaparan dimulai dari pengertian dari Emiten yang mengeluarkan

obligasi itu sendiri, dan pemaparan seputar konsep umum kepailitan dan

implementasinya bila diterapkan kepada perusahaan yang berkedudukan

sebagai Emiten yang mengeluarkan obligasi

BAB III Peran dan Tanggung Jawab Wali Amanat dan Bapepam LK di

Pasar Modal serta Kedudukannya dalam Kepailitan Emiten yang

Mengeluarkan Obligasi

Setelah kita memahami mengenai aspek hukum terkait kepailitan Emiten

secara umum, Penulis dalam bab ini akan memaparkan mengenai

kedudukan serta peran pihak-pihak vital terkait dengan kedudukan Emiten

yang mengeluarkan obligasi di pasar modal, yakni Wali Amanat dan

Bapepam LK selaku otoritas pasar modal, dan Bursa Efek selaku otoritas

bursa, baik dalam konteks perdagangan obligasi di pasar modal maupun

dalam hal Emiten yang mengeluarkan obligasi tersebut mengalami

kepailitan.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

11

Universitas Indonesia

BAB IV Aspek Hukum Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang

Obligasi dalam Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi di Pasar

Modal

Dalam bab ini selanjutnya penulis memaparkan aspek-aspek penting

terkait dengan perlindungan kepentingan investor pemengang obligasi

dalam kepailitan Emiten yang mengeluarkan obligasi di pasar modal.

Selanjutnya permasalahan yang dibahas seputar perlindungan kepentingan

investor pemegan obligasi dalam kepailitan Emiten yang mengeluarkan

obligasi adalah seputar kedudukan investor pemegang obligasi, penerapan

prinsip keterbukaan sebagai implementasi dari good corporate governance

bagi investor pemegang obligasi, dan perihal aspek hukum perlindungan

kepentingan investor pemegang obligasi baik pada saat permohonan pailit

dan juga pada saat jatuhnya putusan pailit Emiten yang mengeluarkan

obligasi. Kemudian pada bagian terakhir bab, akan dibahas pula mengenai

pelaksanaan perlindungan investor pemegang obligasi yang dikeluarkan

oleh Emiten PT. Infoasia Teknologi Global Tbk.

BAB V Penutup

Dalam bab ini, setelah memaparkan seluruh penjelasan yang terkait, maka

penulis akan menyimpulan hasil penelitian dari permasalahan yang

diangkat. Setelah itu akan memasukkan saran atas permasalahan tersebut.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

12

Universitas Indonesia

BAB II

ASPEK HUKUM KEPAILITAN EMITEN YANG MENGELUARKAN

OBLIGASI

2.1 Pengertian Emiten yang Mengeluarkan Obligasi

Dalam arus perkembangan ekonomi yang kian pesat, setiap perusahaan

berlomba-lomba melakukan pengembangan usaha demi mengejar keuntungan

perusahaan yang maksimal. Dalam usaha mengembangkan usaha perusahaan

kerap kali perusahaan mendapat kendala dalam hal permodalan perusahaan.

Untuk mengantisipasi permasalahan ini, perusahaan kerap menjaring dana untuk

pembiayaan perusahaan baik yang bersifat jangka pendek, jangka menengah,

maupun panjang yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan tersebut.

Dewasa ini, obligasi mengalami perkembangan yang berarti sebagai

instrumen keuangan. Hal ini dipengaruhi perkembangan peminjaman kredit di

perbankan yang semakin ketat. Perkembangan ini juga turut menyebabkan banyak

pihak perusahaan yang melirik instrumen pendanaan lain. Sebagai imbal balik,

perusahaan akan memberikan tingkat bunga atau kupon yang akan dibayarkan 6

bulanan atau tahunan30.

Untuk memperoleh pendanaan yang maksimal melalui obligasi, maka

perusahaan dapat melakukan penawaran umum obligasinya di Pasar Modal.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, pihak yang

melakukan penawaran umum disebut dengan Emiten31. Sedangkan dalam

Keputusan Menteri Keuangan No. 1548 mendefinisikan Emiten sebagai berikut:

30 Adrian Setiadi, op. cit., hal. iv

31 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 31 Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, Nomor 8 Tahun 1995, LN. No. 64 Tahun 1995, TLN. 3608, Pasal 1 angka 6

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

13

Universitas Indonesia

“Emiten adalah badan hukum yang melakukan emisi atau bermaksud atau telah melakukan emisi32.”

Dari definisi di atas dapat melihat secara lebih sempit lagi bahwa yang

dapat menerbitkan efek (termasuk obligasi) hanyalah badan hukum33. Hal ini

memang sejalan dengan praktek yang lazim dilakukan di Pasar Modal.

Meskipun menurut definisi di atas disebutkan bahwa badan hukum dapat

menerbitkan obligasi, namun tidak semua badan hukum dapat menerbitkan

obligasi. Badan hukum yang dimaksudkan dapat menerbitkan obligasi di Pasar

Modal adalah badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia34. Selain

itu, ada badan hukum tertentu yang karena sifatnya yang ditentukan oleh undang-

undang tidak dimungkinkan untuk menerbitkan obligasi. Badan hukum tersebut

misalnya adalah Dana Pensiun35.

Badan hukum yang dapat menjadi penerbit obligasi ini dapat

dikelompokkan menjad dua kelompok, yaitu badan hukum publik dan badan

hukum privat36. Penjelasannya adalah sebagai berikut

1. Badan Hukum Publik

Dalam hukum Indonesia badan hukum publik tidak secara khusus

diatur dalam suatu undang-undang. Namun demikian, menurut pendapat

para sarjana pada umumnya diterima bahwa badan-badan yang merupakan

bagian atau cabang dari pemerintah (deel van overheidstaak) merupakan

32 Departemen Keuangan, Keputusan Menkeu tentang Pasar Modal, Kepmen Keuangan No. 1548 , Tahun 1990, Pasal 1 butir 13.

33 Adrian Setiadi, Obligasi dalam Perspektif Hukum Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 40

34 Ibid.

35 Dalam Undang-Undang No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun disebutkan bahwa dana pensiun merupakan suatu badan hukum (Pasal 1 angka 1). Larangan bagi dana pensiun untuk menerbitkan obligasi dapat dilihat dari ketentuan Pasal 31 ayat (2) undang-undang tersebut, yaitu yang mengatakan bahwa “Dana Pensiun tidak diperkenankan meminjam atau mengagunkan kekayaannya sebagai jaminan atas suatu pinjaman.”

36 Adrian Setiadi¸ op. cit, hal. 41

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

14

Universitas Indonesia

badan hukum publik37. Sebagai contoh akan hal ini adalah Pemerintah Pusat

dan Pemerintah Daerah. Dalam ranah hukum publik badan-badan tersebut

merupakan penguasa. Di samping itu badan hukum publik juga dapat

bertindak dalam lapangan keperdataan dan melakukan tindakan-tindakan

keperdataan. Misalnya badan hukum publik melakukan jual-beli atau sewa-

menyewa38.

Dalam kaitannya dengan penerbitan obligasi, dalam hal ini badan

hukum publik dapat menerbitkan obligasi. Salah satu instrumen obligasi

yang telah dikeluarkan oleh pemerintah adalah Surat Utang Negara (SUN),

Sukuk, dan Obligasi Republik Indonesia (ORI).

2. Badan Hukum Privat

Dalam hukum Indonesia dikenal berbagai macam badan hukum

privat. Badan hukum privat pada hakikatnya dapat dikelompokkan menjadi

dua macam, yaitu badan hukum yang bertipe korporasi (corporatietype),

dan badan hukum yang bertipe yayasan (stichtingstype)39. Dalam kelompok

stichtingtype termasuk di dalamnya misalnya adalah yayasan40, dana

pensiun41, dan perkumpulan-perkumpulan lain yang memperoleh status

badan hukum42. Dalam kaitannya dengan Emiten obligasi, badan hukum

37 Ibid.

38 Ibid, hal. 41-42

39Ibid. hal. 42

40 Para sarjana umumnya berpendapat bahwa yayasan bukan merupakan badan hukum. Lihat lebih jauh antara lain Rochmat Sumitro, Hukum Perseroan, Yayasan dan Wakaf, Penerbit Eresco, Bandung, 1993. Namun demikian, ada kemungkinan yayasan memperoleh status badan hukum apabila status tersebut diberikan oleh yang berwenang.

41 Dana Pensiun merupakan badan hukum sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (LN 1992 No. 31) yang dindangkan pada tanggal 20 April 1992.

42 Perkumpulan ini diatur berdasarkan Koninjklijk Besluit v. 28 Maret 1870 (S : 70 – 64) yang sekarang masih berlaku karena tidak ada peraturan yang mencabutnya secara tegas.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

15

Universitas Indonesia

privat yang umumnya mengeluarkan obligasi adalah tipe badan hukum

korporasi.

a. Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang merupakan

persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam

saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-

Undang ini dan peraturan pelaksanaannya43. Perseroan Terbatas

merupakan badan hukum yang didirikan dengan tujuan untuk mencari

keuntungan (profit oriented)44, dan memiliki kekayaan tersendiri dan

terpisah dari kekayaan pemegang sahamnya45. Dewasa ini hampir

semua obligasi diterbitkan oleh badan hukum perseroan terbatas.

b. Bentuk Usaha Negara

Bentuk-bentuk usaha negara diatur dalam Undang-Undang No.

9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha

Negara menjadi Undang-Undang. Dalam undang-undang tersebut,

bentuk usaha negara dibagi ke dalam tiga bentuk, yakni : Perusahaan

Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan

Perseroan (Persero)46.

Dari bentuk-bentuk badan usaha negara seperti yang

disebutkan di atas, ada dua bentuk badan usaha yang paling terkait

4343 Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, Nomor 40 Tahun 2007, LN.

No.106 Tahun 2007, TLN. 4756, Pasal 1 angka 1.

44 Adrian Setiadi, op. cit. hal 43

45 Ibid

46 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi Undang-Undang, Pasal 1.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

16

Universitas Indonesia

dengan hubungannya Emiten yang menerbitkan obligasi, bada usaha

tersebut adalah:

b.1. Perusahaan Umum Negara atau disingkat PERUM adalah

perusahaan yang didirkan dengan Undang-Undang No. 19

prp 1960 (LN 1960 tentang Perusahaan Negara)47. Perum

bersifat campuran yaitu sosial dan komersial. Perusahaan

umum sering bertindak sebagai penerbit oligasi. Misalnya

adalah Perum Pegadaian yang menerbitkan Obligasi pada

tahun 199448.

b.2. Perusahaan Perseroan atau disingkat PERSERO

(Public/State Company) adalah perusahaan yang didirikan

bedasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum

dagang (Stb. 1847 : 23) sebagaimana telah beberapa kali

diubah dan ditambah49, baik yang saham-sahamnya untuk

sebagian maupun seluruhnya dimiliki oleh negara50.

Dewasa ini penerbitan obligasi oleh bentuk usaha negara

paling didominasi oleh Persero. Contohnya adalah obligasi

yang diterbitkan oleh PT. Perusahaan Listrik Negara

(Persero), PT. Bank Tabungan Negara (Persero) dan masih

banyak lagi yang lainnya.

c. Koperasi

Koperasi diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1967

tentang Pokok-Pokok Perkoperasian jo. Undang-Undang No. 25 Tahun

47 Ibid, Pasal 2 ayat (1)

48 Adrian Setiadi, op. cit. hal 45

49 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi Undang-Undang, Pasal 2 ayat (3)

50Adrian Setiadi, op. cit. hal 45

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

17

Universitas Indonesia

1992 tentang Perkoperasian. Koperasi ini merupakan badan hukum

yang anggotanya terdiri dari orang-orang atau badan hukum.51 Dalam

hal ini dapat dikatakan bahwa koperasi merupakan asosiasi orang

(personen assosiatie) dan berbeda dengan perseroan terbatas yang

merupakan asosiasi modal.

Dalam kaitannya dengan penerbitan obligasi, koperasi memang

dimungkinkan sebagai Emiten obligasi. Tetapi sampai sekarang belum

pernah ada koperasi yang mengeluarkan obligasi di pasar modal52.

Kondisi demikian kemungkinan disebabkan koperasi khususnya

Koperasi Simpan Pinjam (KSP) masih memiliki likuiditas yang baik53.

2.2 Jenis-Jenis Obligasi yang Dapat Dikeluarkan oleh Emiten

Kata Obligasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu “Obligatie” atau

“Verplitching” atau “Obligaat” , yang berarti kewajiban yang tak dapat

ditanggalkan, atau surat utang suatu pinjaman daerah atau perseroan dengan

bunga tetap untuk si pemegang54.

Sementara itu, Wirjono Prodjodikoro juga turut menyebutkan bahwa

obligasi merupakan “tanda bahwa seorang turut serta dalam meminjamkan uang

kepada perseroan bersama-sama lain-lain orang secara menerima tanda piutang

51 Ibid, hal. 45

52 Ibid.

53 http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/03/16/56126/Koperasi. Boleh.Terbitkan.Obligasi, diakses pada tanggal 22 februari 2011

54 H. Heru Soepraptomo, “Segi-Segi Hukum Obligasi”, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 23 No. 1, 2004, hlm. 45, mengutip Mr. N. E. Algra, et.al., Kamus Istilah Hukum Foeckma Andreae (Jakarta: Binacipta, 1983).

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

18

Universitas Indonesia

dari perseroan”55. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa

hubungan dasar antara penerbit dan pemegang obligasi adalah utang-piutang.

Obligasi merupakan instrumen utang yang lazim diperdagangkan di pasar

modal. Dulu ketika bursa masih terbagi atas dua tempat, yakni di Jakarta dan

Surabaya, Obligasi diperdagangkan di Bursa Efek Surabaya56. Akan tetapi

sekaranmg telah melebur menjadi satu di Bursa Efek Indonesia yang

berkedududukan di Jakarta. Obligasi dapat dibedakan dalam beberapa jenis,

bergantung pada sudut mana kita melihatnya. Berikut uraiannya:

1. Jenis Obligasi Berdasarkan Cara Pengalihannya

a. Obligasi Atas Unjuk

Obligasi atas unjuk ini memiliki ciri-ciri antara lain57:

1) Nama Pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi

2) Setiap sertifikat obligasi disertai dengan kupon bunga yang dilepaskan

setiap pembayaran bunga dilakukan

3) Sangat mudah untuk dialihkan

4) Kertas sertifikat obligasi dibuat dari bahan berkulitas tinggi seperti

bahan pembuat uang

5) Bunga dan pokok obligasi hanya dibayarkan kepada orang yuang dapat

menunjukan bunga dan sertifikat obligasi

6) Kupon bunga dan sertifikat obliasi yang hilang tidak dapat dimintakan

penggantian.

b. Obligasi Atas Nama

55 Wirjono Podjodikoro, Hukum Perkumpulan, Perseroan dan Koperasi, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1985), hal. 70

56 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya, dan Arman Nefi, op. cit., hal 182

57 Ibid, hal 183

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

19

Universitas Indonesia

Untuk obligasi atas nama merupakan obligasi yang mencantumkan nama

pemegangnya pada sertifikat obligasi yang bersangkutan58. Obligasi atas

nama dapat dibedakan menjadi59:

1) Obigasi atas nama untuk pokok pinjaman; pada obligasi ini nama

pemilik tercantum dalam sertifikat obligasi dan kupon bunga yang

dilekatkan padanya

2) Obligasi atas nama untuk bunga; pada obligasi ini nama pemilik tidak

teracantum dalam sertifikat obligasi tetapi nama dan alamat pemilik

dicatat di perusahaan penerbit untuk memudahkan dalam pengiriman

bunga.

3) Obligasi atas nama untuk pokok pinjaman dan bunga pada obligasi ini

nama pemilik tercantum dalam sertifikat obligasi akan tetapi tidak

pada kupon bunga; pembayaran pokok dan bunga langsung

disampaikan kepada pemilik yang namanya tercantum pada

perusahaan penerbit.

2. Jenis Obligasi Berdasarkan Jaminan

Jenis obligasi berdasarkan jaminan terbagi atas dua macam, yaitu Obligasi

dengan Jaminan dan Obligasi Tanpa Jaminan. Penjelasannya adalah sebagai

berikut:

a. Obligasi dengan Jaminan (Secured Bond)

Obligasi jenis ini merupakan obligasi yang dijamin dengan kekayaan

tertentu dari penerbitnya atau dengan jaminan lain dari pihak ketiga.

Dalam kelompok ini termasuk di dalamnya adalah:

1) Guaranteed Bond

Obligasi ini merupakan obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya

dijamin dengan penanggungan atau borgtoch dari pihak ketiga60.

58 Adrian Setiadi, op. cit. hal. 33

59 Ibid.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

20

Universitas Indonesia

Dengan demikian apabila perusahaan penerbit obligasi tidak memenuhi

kewajibannya untuk membayar hutang pokok maupun bunganya, maka

perusahaan penanggunglah yang akan memenuhi kewajibannya61.

2) Mortgage Bond

Obligasi ini merupakan obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya

dijamin dengan agunan hipotik62 atas properti atau aktiva tetap.

Obligasi hipotik pertama (the first–mortgage bonds)

mendapat kesempatan utama untuk dilunasi dari penjualan

aset perusahaan jika perusahaan tidak mampu membayar bunga dan

pokok obligasi. Sedangkan obligasi hipotik kedua (a second

mortgage-bond) memiliki peringkat kedua untuk dilunasi yakni setelah

obligasi-hipotik pertama dilunasi seluruhnya63.

3) Collateral Trust Bond

Obligasi ini adalah Obligasi yang dijamin dengan efek yang dimiliki

penerbit dalam portofolinya. Dalam hal ini penerbit dapat mengagunkan

saham-saham anak perusahaannya yang dimilikinya64.

4) Equipment Trust Bond

Obligasi ini adalah Obligasi yang dijamin dengan agunan berupa

equipment (peralatan) yang dimiliki oleh penerbit dan dipergunakan

untuk usahanya sehari-hari65.

b. Obligasi Tanpa Jaminan (Unsecured Bond)

60 Ibid, hal 28

61 Ibid, hal 29

62 Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Pengaturan Mengenai Hipotik diganti dengan istilah Hak Tanggungan

63 Hinsa Siahaan, Analisis Penerbitan Obligasi Tanpa Jatuh Tempo Oleh Pemerintah Republik Indonesia, http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kajian\Analisis%20Perpetual%20 Bond.pdf, hal. 4, diakses pada 1 Maret 2011

64 Adrian Setiadi, op. cit. hal. 30

65 Ibid, hal 51

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

21

Universitas Indonesia

Obligasi ini merupakan suatu jenis obligasi yang tidak dijamin dengan

kekayaan tertentu tetapi dijamin dengan kekayaan penerbitnya

berdasarkan titel umum dengan “earning power” penerbitnya66. Dalam

Law Dictionary, obligasi tanpa jaminan ini disebut sebagai debenture yaitu

“a bond or long-term loan not separately backed or secured by specific

assets”. Dalam Dictionary Accounting dikatakan bahwa “Debenture are

sometimes appropriately described as “unsecured”, but they actually

secured by the total unmortgage resources and the potential earning

power of the borrowing company” 67

Jadi dalam hal ini dapat dikatakan bahwa sesungguhnya Obligasi Tanpa

Jaminan ini bukan sama sekali tanpa jaminan, tetapi merupakan obligasi

yang dijamin dengan semua kekayaan penerbit secara umum.

Risiko obligasi ini tergantung pada keuangan Emiten. Artinya debentures

yang dikeluarkan oleh Emiten raksasa atau perusahaan kuat risikonya

relatif kecil; sebaliknya jika Emiten yang mengeluarkan

debentures lemah dimana kebanyakan propertinya sudah digadaikan,

risikonya relatif besar68.

3. Jenis Obligasi Berdasarkan Cara Penetapan dan Pembayaran Bunga

Jenis Obligasi ini dibagi atas beberapa macam, yakni:

a. Obligasi dengan Bunga Tetap

Obligasi ini memberikan bunga tetap yang dibayar setiap periode tertentu,

misalnya adalah obligasi yang diterbitkan oleh PT. Jasa Marga IV Tahap II

Seri K yang memberikan bunga sebesar 18% per tahun dan dibayar setiap

66Ibid, hal 52

67 Ibid, hal 31

68 Hinsa Siahaan, op. cit. hal 5

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

22

Universitas Indonesia

3 bulan. Pada waktu jatuh tempo, pokok pinjaman dibayarkan kepada

pemegang obligasi69.

b. Obligasi dengan Bunga Tidak Tetap

Cara penetapan bunga obligasi ini bermacam-macam, misalnya bunga

yang dikalikan dengan indeks atau dengan tingkat bunga deposito, atau

tingkat bunga deposito yang berlaku seperti di pasaran luar negeri seperti

LIBOR (London Inter Bank Offer Rate) atau SIBOR (Singapore Inter

Bank Offer Rate)70.

c. Obligasi tanpa Bunga (zero coupon)

Jenis Obligasi ini tidak mempunyai kupon bunga dan sebagai

konsekuensinya pemilik tidak memperoleh pembayaran bunga secara

periodik. Keuntungan yang diperoleh dari pemilikan obligasi ini diukur

dari selisih antara nilai pada waktu jatuh tempo (sebesar nilai pari atau

nilai nominal) dengan harga pembelian71.

d. Obligasi yang Tidak Terbatas Jatuh Temponya (propectual bond)

Perpectual Bond adalah salah satu jenis obligasi yang tidak mempunyai

batas waktu jatuh temponya. Perusahaan yang menerbitkan surat berharga

ini tidak mempunyai kewajiban untuk mengembalikan utang tersebut,

kecuali perusahaan tersebut dilikuidasi72.

e. Obligasi dengan Bunga Mengambang (floating rate bond)

Obligasi ini menjanjikan untuk memberikan suku bunga secara

mengambang, misalnya 1% di atas tingkat bunga LIBOR atau SIBOR atau

rata-rata tingkat suku bunga deposita berjangka oleh Bank Pemerintah73.

4. Jenis Obligasi Berdasarkan Nilai Pelunasan

69 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi. hal 184-185

70 Ibid, hal 185.

71Ibid.

72 Ibid

73 Ibid, hal 185

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

23

Universitas Indonesia

Obligasi ini juga dapat dibedakan dari segi nilai pelunasan, terutama dikaitkan

dengan merosotnya nilai uang. Di sini nilai klausula emas, klausula perak,

valuta asing, indeks harga konsumen.

5. Jenis Obligasi Berdasarkan Konvertibilitas

Obligasi konversi (convertible bond) merupakan suatu jenis obligasi yang

disamping memberikan bunga juga memberikan hak opsi kepada

pemegangnya untuk menukar pokok pinjaman obligasi dengan saham atau

equity dari Emiten atau perusahaan penerbitnya dengan harga tertentu (rasio

konversi tertentu) dan pada saat tertentu74.

6. Jenis Obligasi Berdasarkan Penerbit

a. Obligasi Pemerintah Pusat (Government Bonds)

Obligasi ini merupakan suatu jenis obligasi yang dikeluarkan oleh suatu

pemerintah pusat dari suatu negara75. Obligasi ini biasanya berjangka

panjang yaitu antara 10 (sepuluh) sampai dengan 20 (dua puluh) tahun.

Obligasi ini biasanya tidak dijamin dengan kekayaan tertentu76. Di

Indonesia saat ini hanya Obligasi Bank Indonesia yang dipasarkan di pasar

internasional yang dimaksudkan untuk bench mark bagi obligasi BUMN

dan perusahaan swasta nasional77.

b. Obligasi pemerintah daerah (municipal bonds)

Obligasi ini merupakan suatu jenis obligasi yang dikeluarkan oleh suatu

Pemerintah Daerah (Pemda) atau pemerintah negara bagian78. Di

74 Adrian Setiadi, op. cit, hal. 34

75 Maria Imelda Aritonang, Pelaksanaan Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Penerbitan Obligasi di Indonesia, (Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2008), hal 48

76 Adrian Setiadi, op. cit, hal 26

77 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi. op. cit, hal 186

78 Adrian Setiadi, op. cit.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

24

Universitas Indonesia

Indonesia, Undang-undang Otonomi Daerah memungkinkan Pemda untuk

mengeluarkan obligasi, karena Pemda sudah lebih bebas menentukan

kebijakan dalam memajukan daerahnya. Obligasi Pemda belum ada di

Indonesia, walaupun dari segi potensi ada beberapa pemda yang

mempunyai prospek untuk mengeluarkan obligasi dalam rangka

menambah dana investasi Pemda79.

c. Obligasi perusahaan swasta (corporate bonds)

Obligasi ini merupakan suatu obligasi yang diterbitkan oleh suatu

perusahaan swasta atau badan hukum80 yang membutuhkan dana atau

modal secara cepat dalam rangka membangun dan memperluas bisnis

perusahaannya81. Dalam Law Dictionary, corporate bond ini didefinisikan

sebagai “a written promise by a corporation under seal to pay a fixed sum

of money at some future time named, with stated interest payable at some

fixed time or intervals, given in return form money or its equivalent

received by the corporation, sometimes secured and sometimes not.”82 Di

Indonesia, obligasi perusahaan swasta diterbitkan oleh suatu perusahaan

yang telah memenuhi persyaratan dan pernyataan pendaftarannya telah

dinyatakan efektif oleh Bapepam83.

7. Jenis Obligasi Berdasarkan Waktu Jatuh Tempo

Setiap obligasi mempunyai masa jatuh tempo yang berbeda-beda yang dapat

dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu84:

79 Maria Imelda Aritonang, op. cit, hal 49

80 Adrian Setiadi, op. cit. hal 25

81M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi. op. cit, hal 186

82 Steven Giffis, Law Dictionary, (Woodbury : Barron’s Educational Series Inc., 1975)

83 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi. op. cit.

84 Ibid, hal 187

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

25

Universitas Indonesia

a. Obligasi jangka pendek (sampai dengan satu tahun)

b. Obligasi jangka menengah (dua sampai lima tahun)

c. Obligasi jangka panjang (lebih dari lima tahun)

2.3. Konsep Umum Kepailitan bagi Emiten yang Mengeluarkan Obligasi

2.3.1. Pengertian Pailit dan Kepailitan

Pada umumnya masyarakat awam tidak dapat membedakan istilah

“pailit” dan “kepailitan”. Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan tidak dijelaskan secara definitif perihal pengertian “pailit”.

Secara tata bahasa, kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan

“pailit” 85. Dalam Black Law Dictionary pailit atau “Bankrupt” adalah “the

state or condition of a person (individual, partnership, corporation,

municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due”. The

term includes a person against whom an involuntary petition has been filed, or

who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt.

Dari pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut,

dapat kita lihat bahwa pengertian pailit (bankrupt) dihubungkan dengan

“ketidakmampuan untuk membayar” dari seorang (debitur) atas utang-

utangnya yang telah jatuh tempo86. Bila kita merujuk kepada Undang-Undang

Kepailitan, pemahaman ini berkaitan erat dengan ketentuan dalam pasal 2 ayat

(1) Undang-Undang Kepailitan, yang isinya:

“Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas

85 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Kepailitan, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1999), hal 11.

86 Ibid.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

26

Universitas Indonesia

permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.”

Bila kita kaitkan ketentuan dalam pasal tersebut dengan pemahaman

tentang bankrupt (pailit) dalam Black’s Law Dictionary, maka pada pokoknya

pemahaman tentang pailit adalah ketidakmampuan membayar utang. Hanya

saja dalam Undang-Undang Kepailitan, pemahaman terkait soal pailit tersebut

dipertegas dengan adanya pendefinisian keadaan tidak mampu membayar

tersebut, yakni terdapat keadaan bahwa “Debitur yang mempunyai dua atau

lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah

jatuh waktu dan dapat ditagih”. Hal ini berarti keadaan pailit harus memenuhi

dua unsur, yakni:

a. Debitur memiliki dua atau lebih kreditur

b. Debitur memiliki sedikitinya satu utang yang telah jatuh waktu dan

dapat ditagih

Kedua syarat yang di uraikan di atas harus dipenuhi sebagai syarat

penjatuhan status “pailit” kepada debitur. Adanya konjungsi “dan” bermakna

bahwa masing-masing keadaan tersebut harus terpenuhi untuk mementukan

bahwa adanya keadaan ketidakmampuan membayar utang (pailit). Selanjutnya,

ketidakmampuan membayar utang tersebut harus disertai dengan suatu

tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh

debitur sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (di luar debitur), suatu

permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan87. Uraian lebih lanjut perihal

syarat ini akan dijelaskan pada bagian berikutnya.

Dengan demikian dapat dibuat suatu kesimpulan sederhana bahwa

“pailit” adalah suatu keadaan ketidakmampuan membayar utang yang memiliki

syarat-syarat tertentu88 dan harus dinyatakan oleh pengadilan89. Dan

87 Ahmad Yani & Munir Fuadi, op. cit. hal 12

88 Syarat-syarat tertentu tersebut mengacu terhadap peraturan hukum Kepailitan yang berlaku. Di Indonesia, saat ini peraturan hukum yang mengatur tentang hal ini adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

27

Universitas Indonesia

berdasarkan hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia, syarat-syarat tertentu

tersebut adalah Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak

membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat

ditagih, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU.

Sementara itu, perihal pengertian Kepailitan, seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya bahwa Kepailitan menurut tata bahasa berarti segala hal

yang berhubungan dengan “pailit”90. Dalam kamus hukum Fockema Andreae

disebutkan, kepailitan seorang debitur adalah keadaan yang ditetapkan oleh

Pengadilan bahwa debitur telah berhenti membayar utang-utangnya yang

berakibat penyitaan umum atas harta kekayaan dan pendapatannya demi

kepentingan semua kreditur di bawah pengawasan Pengadilan91. Pendapat

senada dikemukakan oleh, R. Subekti dan R. Tjitrosudibio sebagai berikut,

pailit berarti keadaan seorang debitur apabila telah menghentikan pembayaran

utang-utangnya. Suatu keadaan yang menghendaki campur tangan Hakim guna

menjamin kepentingan bersama dari para krediturnya92. Sementara itu menurut

Retnowulan, yang dimaksud dengan Kepailitan adalah eksekusi massal yang

ditetapkan dengan keputusan hakim, yang berlaku serta merta, dengan

melakukan penyitaan umum atas semua harta orang yang dinyatakan pailit,

baik yang ada pada waktu pernyataan pailit, maupun yang diperoleh selama

kepailitan berlangsung, untuk kepentingan semua kreditur, yang dilakukan

dengan pihak yang berwajib93.

89 Di Indonesia Peradilan yang memiliki Kompetensi Absolut untuk memberikan

pernyataan “pailit” di tingkat pertama adalah Pengadilan Niaga di lingkungan Peradilan Umum. Hal ini secara definitif dinyatakan pada pasal 1 angka 7 Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

90Lihat hal. 23

91 Saleh Adiwinata, et al, Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae, Edisi Bahasa Indonesia,(Bandung : Binacipta, 1983), hal 34

92 R. Subekti, et al, Kamus Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1973), hal 34

93 Retnowulan Sutantio, Kapita Selekta Hukum Ekonomi Dan Perbankan, Seri Varia Yustisia, (Bandung: Mandar Maju, 1996), hal 85

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

28

Universitas Indonesia

Dalam hubungan ini dapat pula diberlakukan Pasal 1 ayat (1) UUK-

PKPU, yang menyatakan: “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan

debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di

bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-

undang ini”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kepailitan dapat diartikan

sebagai suatu penyitaan semua aset debitur yang dimasukkan ke dalam

permohonan pailit. Debitur pailit tidak serta merta kehilangan kemampuannya

untuk melakukan tindakan hukum, akan tetapi kehilangan untuk menguasi dan

mengurus kekayaannya yang dimasukan didalam kepailitan terhitung sejak

pernyataan pailit itu94.

Kesimpulannya perihal pengertian pailit dan kepailitan adalah, bahwa

pailit terkait dengan keadaan ketidakmampuan membayar utang sebagaimana

telah diuraikan sebelumya, sedangkan kepailitan adalah segala proses terkait

dengan adanya keadaan pailit dari debitur, yakni berupa sita umum harta

kekayaan debitur yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan.

2.3.2. Asas-Asas dalam Kepailitan

Menurut Freddy Haris, terdapat beberapa asas utama yang harus terdapat

dalam pelakasanaan hukum kepailitan, yakni95:

1. Cepat

Hal ini disebabkan proses kepailitan lebih sering digunakan oleh

pelaku usaha, sehingga membutuhkan keputusan yang cepat.

2. Adil

Melindungi kreditur dan debitur yang beritikad baik serta pihak ketiga

yang bergantung dengan kegiatan usaha debitur

3. Terbuka

94 Rahayu Kartini, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2002), hal. 15

95 Pendapat beliau dikemukakan dalam Kuliah Hukum Kepailitan Semester Gasal Tahun 2009/2010 Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

29

Universitas Indonesia

Keadaan insolven suatu badan usaha harus diketahui oleh masyarakat

agar tidak menimbulkan efek yang negatif di kemudian hari, dan

mencegah debitur beritikad buruk untuk mendapatkan dana dari

masyarakat dengan cara menipu.

4. Efektif

Keputusan pengadilan harus dapat dieksekusi dengan cepat, baik

keputusan penolakan permohonan pailit, keputusan pailit, keputusan

perdamaian, maupun keputusan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang.

Sementara itu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan menyatakan bahwa asas-asas yang digunakan dalam Undang-

Undang tersebut terkait dengan hukum kepailitan di Indonesia. Asas-asas

tersebut antara lain adalah96:

1. Asas Keseimbangan

Undang-Undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan

perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat

ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan

lembaga kepailitan oleh Debitur yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat

ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan

lembaga kepailitan oleh Kreditur yang tidak beritikad baik.

2. Asas Kelangsungan Usaha

Dalam Undang-Undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan

perusahaan Debitur yang prospektif tetap dilangsungkan.

3. Asas Keadilan

Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa

ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para

pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah

terjadinya Kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan

96 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Penjelasan.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

30

Universitas Indonesia

pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitur, dengan

tidak mempedulikan Kreditur lainnya.

4. Asas Integrasi

Asas Integrasi dalam Undang-Undang ini mengandung pengertian

bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu

kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara

perdata nasional.

2.3.3. Syarat-Syarat Kepailitan

Seperti yang telah disinggung pada bagian sebelumnya, disebutkan

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, dalam kepailitan

debitur harus didasari suatu keadaan bahwa “Debitur mempunyai dua atau lebih

Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu

dan dapat ditagih”.

1. Debitur memiliki dua atau lebih kreditur

Logika dibalik prasyarat ini adalah karena pada intinya kepailitan

merupakan proses pembagian harta debitur kepada para krediturnya

(jamak)97. Pasal 1131 KUHPer mengatur bahwa harta debitur baik yan

berupa barang bergerak maupun tidak bergerak serta baik yang sudah ada

maupun yang akan datang adalah jaminan umum atas utang debitur

terhadap kreditur. Sementara Pasal 1132 KUHPer mengatur bahwa

barang debitur merupakan jaminan bersama bagi semua krediturnya,

yang hasil penjualannya dibagi menurut perbandingan piutang masing-

masing kreditur, kecuali ada di antara kreditur memiliki alasan-alasan

yang sah untuk didahulukan. Kedua pasal inilah yang menjadi dasar

hukum Kepailitan, yang diakomodir oleh ketentuan Pasal 2 ayat (1)

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang. Hal ini bertujuan untuk meletakkan sita

97 Aria Suyudi, et. al. Analisa Hukum Kepailitan di Indonesia : Kepailitan di Negara Pailit, (Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2004), hal. 121

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

31

Universitas Indonesia

umum terhadap seluruh harta debitur sebagai pelunasan utang-utangnya

terhadap semua krediturnya. Keberadaan lebih dari seorang kreditur

dimana pembagian harta pailit ini dilakukan secara berimbang di antara

para kreditur dikenal dengan konsep concursus creditorum98. Oleh

karena itu apabila hanya ada seorang kreditur maka tidak sesuai dengan

tujuan proses kepailitan. Selain itu, dalam kondisi hanya ada satu

kreditur, pihak kreditur dapat menempuh jalur perdata biasa untuk

mendapatkan pelunasan utangnya.

2. Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh

waktu dan dapat ditagih

a. Tentang Utang

Sehubungan dengan syarat pailit dalam pasal 2 ayat (1) UUK-

PKPU, perlu dipahami pula apa yang dimaksud dengan “utang”.

Berdasarkan pasal 1 angka 6 UUK-PKPU:

“Utang adalah Kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitur99” Pengertian tersebut sebelumnya tidak terdapat dalam Undang-

Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, yang merupakan

Undang-Undang Kepailitan sebelum Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

98 Ibid, hal. 122

99 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 1 angka 6

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

32

Universitas Indonesia

Pembayaran Utang. Hal ini adalah langkah yang progresif dari

perkembangan hukum kepailitan di Indonesia, yang dapat

menghindari kemungkinan terjadinya ketidakpastian hukum

mengenai definisi utang tersebut, serta menghindari adanya praktik-

praktik korupsi dan kolusi oleh hakim dan pengacara100.

b. Syarat Status Utang

Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU tidak membedakan tetapi

menyatukan syarat utang yang telah jatuh waktu dan utang yang telah

dapat ditagih. Penyatuan tersebut dari kata “dan” di antara “jatuh

waktu” dan “dapat ditagih.” Menurut Prof. Dr. Sutan Remy

Sjahdaeni, S.H. berpendapat bahwa kedua kalimat tersebut berbeda

pengertian dan kejadiannya. Utang yang telah jatuh waktu ialah utang

yang dengan lampaunya waktu penjadwalan yang ditentukan di

dalam perjanjian kredit itu, menjadi jatuh waktu dan karena itu pula

kreditur berhak untuk menagihnya101. Namun demikian, dapat terjadi

bahwa sekalipun belum jatuh waktu tetapi utang itu telah dapat

ditagih karena terjadi salah satu peristiwa-peristiwa yang disebut

event of default102. event of default lazim tercantum dalam klausul

pemberian kredit oleh bank. Terjadinya peristiwa (event) itu bukan

saja mengakibatkan nasabah debitur cidera janji, tetapi juga

memberikan hak kepada bank (kreditur) untuk seketika

menghentikan penggunaan kredit lebih lanjut (nasabah debitur tidak

berhak lagi menggunakan kredit yang belum digunakannya), dan

seketika itu pula memberian hak kepada bank (kreditur) untuk

menagih kredit yang telah digunakan103. Selanjutnya, sehubungan

100 Sutan Remy Sjahdaeni, Hukum Kepailitan : Memahami Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan, (Jakarta: Grafiti, 2009), hal. 72-73

101 Sjahdaeni, Sutan Remy, op.cit., hal. 57.

102 Event of Default adalah klausul yang memberikan hak kepada kreditur (biasanya bank) untuk menyatakan debitur in-default atau cidera janji apabila salah satu peristiwa yang tercantum dalam events of default terjadi.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

33

Universitas Indonesia

dengan hal tersebut seyogyanya kata-kata di dalam Pasal 2 ayat (1)

UUK-PKPU yang berbunyi “utang yang telah jatuh watu dan telah

dapat ditagih’ diubah menjadi cukup berbunyi “utang yang telah

dapat ditagih” atau “utang yang telah dapat ditagih baik utang

tersebut telah jatuh waktu atau belum”104. Penulisan seperti kalimat

itu akan menghindarkan selisih pendapat apakah utang “yang telah

dapat ditagih” tetapi belum “jatuh waktu” dapat dijadikan alasan

untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit105.

Sementara itu, dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2007 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (UUK-PKPU), yang dimaksud dengan "utang

yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih" adalah kewajiban untuk

membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah

diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana

diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang

berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis

arbitrase106. Menurut Prof. Sutan Remy Sjahdaeni, Bunyi Penjelasan

Pasal 2 ayat (1) ini kurang sesuai dengan redaksi dari Pasal 2 ayat (10

yang dijelaskannya.

Selanjutnya, bagaimana caranya menentukan utang yang telah

dapat ditagih apabila di dalam perjanjian kredit tidak ditentukan

waktu tertentu sebagai jatuh waktu perjanjian? Pegangan tersebut

adalah Ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata. Menurut pasal tersebut,

pihak debitur dianggap lalai dengan surat teguran (surat somasi) telah

dinyatakan lalai dan di dalam surat tersebut debitur diberi jangka

103 Ibid, hal. 57-58

104 Ibid, hal 59

105Ibid.

106 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Penjelasan Pasal 2 ayat (1).

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

34

Universitas Indonesia

waktu tertentu untuk melunasi utangnya. Apabila setelah lewatnya

jangka waktu yang ditentukan dalam surat teguran itu ternyata

debitur belum juga melunasi utangnya, maka debitur dianggap lalai.

Dengan terjadinya kelalaian tersebut, maka utang debitur telah dapat

ditagih107.

2.3.4. Pihak-Pihak yang Dapat Dinyatakan Pailit

Pihak yang dapat dipailitkan adalah debitur yang mempunyai dua atau

lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu

dan dapat ditagih. Tidak seperti banyak negara, terutama negara-negara yang

menganut common law system, UUK-PKPU tidak membedakan aturan bagi

kepailitan debitur yang merupakan badan hukum maupun orang perorangan

(individu)108. Pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit adalah109:

1. Orang perorangan

Baik laki-laki maupun perempuan, yang telah menikah maupun belum

menikah. Jika permohonan pailit tersebut diajukan oleh “debitur perorangan

yang telah menikah”, maka permohonan tersebuthanya dapat dilakukan atas

persetujuan suami atau isterinya, kecuali antara suami-istri tersebut tidak ada

percampuran harta110.

2. Perserikatan-perserikatan dan perkumpulan-perkumpulan tidak berbadan

hukum lainnya

107 Ibid

108 Ibid, op. cit, hal. 96

109 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, op. cit, hal. 16

110 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 4 ayat (1).

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

35

Universitas Indonesia

Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu “firma” harus memuat

nama dan tempat kediaman pesero yang secara tanggung renteng terikat

kepada seluruh utang firma.

3. Perseroan-perseroan, perkumpulan-perkumpulan, koperasi, maupun yayasan

yang berbadan hukum.

Dalam hal ini berlaku ketentuan mengenai tempat kedudukan badan

hukum sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasarnya111.

4. Harta Peninggalan/Kepailitan Orang Mati

Sesuai dengan ketentuan Pasal 207 UUK-PKPU harta kekayaan orang

yang meninggal dunia harus dinyatakan dalam keadaan pailit, apabila

seseorang atau beberapa kreditur mengajukan permohonan dan menguraikan

secara singkat pernyataan bahwa orang yang meninggal itu berada dalam

keadaan berhenti membayar utang-utangnya, ataupun pada saat meniggal,

harta peninggalannya tidak cukup untuk membayar utang-utangnya112.

Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa Emiten yang dapat

mengeluarkan obligasi adalah badan hukum. Dengan demikian sebagai

badan hukum, tentunya Emiten adalah salah satu pihak yang dapat

dinyatakan pailit berdasarkan UUK-PKPU.

2.3.5. Hubungan Obligasi dengan Kepailitan Emiten

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa pada intinya hubungan

dasar dari obligasi adalah hubungan utang-piutang. Pada prinsipnya obligasi

111 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 3 ayat (5).

112 Pasal 207 UU No. 37 Tahun 2004 berbunyi : “Harta kekayaan orang yang meninggal harus dinyatakan dalam keadaan pailit, apabila dua atau lebih Kreditur mengajukan permohonan untuk itu dan secara singkat dapat membuktikan bahwa: a. utang orang yang meninggal, semasa hidupnya tidak dibayar lunas; atau b. pada saat meninggalnya orang tersebut, harta peninggalannya tidak cukup untuk membayar utangnya.”

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

36

Universitas Indonesia

tersebut merupakan bukti atas suatu prestasi dari penerbit kepada pemegangnya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa antara penerbit dan pemegang

obligasi terdapat suatu perikatan. Sehingga pada pihak penerbit timbul suatu

kewajiban untuk melakukan suatu prestasi113.

Terhadap hubungan penerbit dan pemegang obligasi ini berlaku ketentuan-

ketentuan Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata tentang pinjam

meminjam (verbruiklening) pada umumnya.

Dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan

bahwa pinjam meminjam (verbruiklening) ialah:

“Persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula“.

Pasal ini merupakan pengaturan umum dari pinjam meminjam. Pinjam-

meminjam merupakan suatu perjanjian. Dalam pasal ini tidak secara eksplisit

menenai pinjam meminjam, tetapi yang dapat menjadi objek perjanjian ini ialah

barang yang harus habis karena pemakaian (vervangbare zaken). Para sarjana

seperti misalnya Wirjono Prodjodikoro114 pada umumnya sependapat bahwa

yang dimaksud dengan barang-barang yang habis karena pemakaian

(vervangbare zaken) termasuk juga di dalamnya adalah uang.

Penafsiran ini diperkuat dari ketentuan Pasal 1765 yang memperbolehkan

pinjam meminjam (uang) dengan bunga. Dalam Pasal 1765 KUHPerdata

disebutkan bahwa:

“Adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau barang lain yang habis karena pemakaian.”

Dengan demikian jelas bahwa dari segi yuridis perikatan dasar antara

penerbit dan pemegang obligasi adalah perikatan pinjam meminjam utang atau

113 Adrian Setiadi, op. cit., hal. 7 114 Wirjono Prodjodikoro, Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Van Hoeve Uitgeverij,

1974, hlm. 178.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

37

Universitas Indonesia

utang piutang. Pada perikatan obligasi, emiten selaku penerbit meminjam kepada

para pemegang obligasi sejumlah uang yaitu senilai nominal obligasi yang

bersangkutan dan berjanji mengembalikan uang tersebut pada saat jatuhnya

tempo obligasi. Pemegang obligasi yang membeli obligasi kepada penerbit

dianggap telah menghutangkan sejumlah uang kepada penerbit115.

Namun demikian, perjanjian pinjam meminjam uang dengan cara

penerbitan obligasi ini berbeda dalam satu hal dengan perjanjian pinjam

meminjam uang biasa. Satu-satunya perbedaan dengan perbedaan pinjam

meminjam uang biasa adalah dalam obligasi penerbit dan pemegang obligasi

tidak secara langsung berhubungan116. Kadang-kadang bahkan antara penerbit

dan pemegang obligasi saling tidak tahu menahu dalam arti tidak saling

mengenal117.

Dengan jelasnya kedudukan obligasi sebagai salah satu bentuk “utang”,

maka hal ini tentu akan sangat berkaitan pula dengan permasalahan kepailitan.

Pendapat prof. Dr. Sutan Remy Sjahdaeni, S.H. mengenai jenis-jenis pinjaman

kiranya dapat semakin menjelaskan hubungan antara obligasi dengan kepailitan.

Menurut beliau jenis-jenis pinjaman yang diperoleh debitur dari kreditur dapat

berupa118:

a. Kredit dari bank kredit dari perusahaan selain bank, atau pinjaman dari

orang perorangan (pribadi) berdasarkan perjanjian kredit, atau

perjanjian meminjam uang.

b. Surat-surat utang jangka pendek (sampai dengan satu tahun), seperti

misalnya comercial paper yang pada umumnya jangka waktu tidak

lebih dari 270 hari.

115 Adrian Setiadi, Ibid., hal. 13

116 Ibid, hal. 14

117 Kartini Muljadi, Aspek-Aspek Hukum Emisi Obligasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN dan Perusahaan Swasta, Makalah tidak diterbitkan.

118 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 3

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

38

Universitas Indonesia

c. Surat-surat utang jangka menengah (lebih dari satu sampai dengan 3

tahun).

d. Surat-surat utang jangka panjang (di atas tiga tahun), antara lain

berupa obligasi yang dijual melalui pasar modal atau dijual melalui

direct number.

Berdasarkan uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa obligasi dapat

dikategorikan pula sebagai “utang” atau “pinjaman” yang dimaksud dengan

pengertian “utang” yang tercantum dalam pasal 1 angka 7 UUK-PKPU, sebab

memiliki perikatan dasar utang-piutang antara penerbit obligasi dengan pemegang

obligasi.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

39

Universitas Indonesia

BAB III

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB WALI AMANAT DAN BAPEPAM LK

DI PASAR MODAL SERTA KEDUDUKANNYA DALAM KEPAILITAN

EMITEN YANG MENGELUARKAN OBLIGASI

3.1 Peran dan Tanggung Jawab Wali Amanat di Pasar Modal serta

Kedudukannya dalam Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi

3.1.1 Tinjauan Umum Wali Amanat dalam Perdagangan Obligasi

Dalam penerbitan Obligasi di Pasar Modal, Emiten memiliki beberapa

kewajiban yang harus dipenuhi. Salah satu diantaranya adalah menunjuk Wali

Amanat yang bertugas mewakili kepentingan pemegang obligasi kelak dan juga

membuat perjanjian perwaliamanatan dengan Wali Amanat tersebut. Kewajiban

ini harus dipenuhi oleh Emiten pada saat sebelum pernyataan pendaftaran ke

Bapepam LK terkait dengan penawaran umum obligasi yang akan dilakukan

oleh Emiten. Terkait dengan hal ini alangkah baiknya mengetahui Wali Amanat

tersebut terkait dengan perdagangan obligasi.

Konsep adanya fungsi Wali Amanat dalam perdagangan obligasi mirip

dengan konsep Trusts dalam tradisi hukum Common Law. Banyak pihak yang

menyamakan konsep Wali Amanat sebagai Indenture Trusts. Berdasarkan tradisi

hukum Common Law, Trust adalah “legal relationship created under the laws of

equity whereby property (the corpus) is held by one party (the trustee) for the

benefit of other (cestui que trust or beneficiaries)”119. Rumusan tersbut

memperlihatkan bahwa trust pada negera-negara dengan tradisi hukum Common

Law adalah produk dari equity, yang berada di luar Court of Common Law.

Seiring dengan pertumbuhan equity yang berbeda-beda, perkembangan

trusts di Amerika Serikat pun mengalami perbedaan dengan negara Inggris

119 Gunawan Widjaja dan Jono, Penerbitan Obligasi &Peran Serta Tanggung Jawab

Wali Amanat dalam Pasar Modal, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 68

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

40

Universitas Indonesia

Raya. Trust di Amerika Serikat bukan lagi suatu pranata yang lahir dari equity,

yang semata-mata ada dan tercipta untuk memberikan perlindungan bagi hak-

hak yang tidak dapat diperoleh atau dipertahankan dalam Common Law120.

Pada negara-negara bagian di Amerika Serikat yang tidak mempunyai

hukum “tertulis” mengenai trusts, trusts dimungkinkan untuk dibentuk atau

dibuat melalui suatu perjanjian121. Dalam konteks yang demikian trusts sering

kali disebutkan sebagai “a three party contract, a private legal agreement.”122

Perjanjian yang mengatur mengenai trusts tersebut disebut dengan Indenture.

Trust yang demikian disebut dengan nama Pure Trusts. Sebagai suatu perjanjian,

Pure Trusts tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Common Law dan

karenanya masuk dalam yurisdiksi Court of Common Law. Pure Trusts tunduk

sepenuhnya kepada aturan-aturan hukum perjanjian, terutama asas kebebasan

berkontrak yang diberikan oleh Konstitusi (Amerika Serikat).123

Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam konsepsi Common Law yang

berlaku di Amerika Serikat, suatu Pure Trusts adalah Trusts yang lahir semata-

mata dari perjanjian yang seluruh hak dan kewajibannya diatur dalam perjanjian

tersebut.perjanjian yang melahirkan Pure Trusts disebut dengan nama Indenture

Deed atau Indenture Agreement. Dengan demikian dapat ditarik benang merah

bahwa konsep Wali Amanat (Indenture Trusts) merupakan bentuk

perkembangan Trusts yang terjadi di Amerika Serikat. Sebagai suatu bentuk

trusts, indenture trustee tidak dilahirkan dari suatu Declaration of Trusts,

120 Ibid 121 D. Fullartion, “Trust Fund Laws and Agreements”. Hal. 2, http://www.fullertonlaw.

com/trustfundchap.htm 122 Gunawan Widjaja dan Jono¸ Op. Cit., hal. 69 123 Joe Sweet, “Essay on The International, Souveriegn, Pure, Private, Non-Statutory,

Non-Associated Unincorporated Business Trust Organization (UBTO)” hlm. 2, http://www.savingclub.com/truth/TBA/UBTO.htm, diakses pada 22 Maret 2011

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

41

Universitas Indonesia

melainkan lahir dari perjanjian yang disebut dengan nama Indenture Deed atau

Indenture Agreement. Pengertian Indenture menurut Law Dicitonary adalah124:

In a business context, an Indenture is a lenghty written Agreement which sets forth the terms under which bonds or debentures maybe issued. Terms include the amount or the issue, the interset rate, the maturity, the property pledged as collateral (if any), and the so-called “protective covenants”. An independet Trustee, ussually a bank or Trusts company, is named to oversee the issuance of the bonds, to collect and pay interest nad pricipal, and to protect he bondholder’s right in he Indenture.

Academic’s Legal Dicitonary mendefinisikan Indenture sebagai125:

A Deed between two persons conveying real estate, by which both parties assume obligations. Indenture implies a sealed instrument. Deed are divided into two kinds: (1) Deed poll being contracted by one party only; (2) Indentures being contracted between two or more parties.

Sementara itu dalam Black’s Law Dictionary mendifinisikan Indenture

sebagai126:

A formal written instrument made by two or more parties with different interests, traditionally having the edges serrated, or indented, in a zigzag fashion to reduce the possibility of forgery and to distinguish it from a Deed poll.

Yang dinamakan Deed Poll adalah127:

124 Steven H. Gifis, Law Dictionary, 5th ed, (New York: Barons’s Educational Series Inc.,

2003), hal. 248 125 SL. Salwan dan U. Narang, Academic’s Legal Dictionary, 14th ed., (New Delhi

Academic (India) Publishes (Regd), 2003), hlm.175.

126Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, 2nd Pocket Edition, (St. Paul Minn.: West Publishing Co. 2001), hlm. 342

127 Ibid., hal. 182

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

42

Universitas Indonesia

A Deed made by and binding on only one party, or on two or more parties having similar interests. It is so called because, traditionally, the parchment was “poll” (that is, shaced) so that it would even at the top (unlike Indenture)

Dari seluruh pengertian yang diberikan dapat diketahui bahwa pada

dasarnya Indenture bukanlah suatu pernyataan sepihak, yang hanya melahirkan

kewajiban pada satu sisi. Indenture melibatkan dua atau lebih pihak yang

memiliki kepentingan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya128.

Indenture Trustee adalah pihak yang mewakili kepentingan-kepentingan para

investor pemegang bagian pecahan dari obligasi, termasuk untuk melakukan

eksekusi jaminan-jaminan kebendaan yang ada, yang diserahkan untuk

kepentingan para investor yang terkait dengan penerbitan surat obligasi yang

dipecah-pecah ke dalam bagian obligasi yang dimiliki oleh investor.

Selanjutnya, di Indonesia penggunaan kata-kata “Wali Amanat” dalam

Undang-Undang Pasar Modal merupakan penggantian dari rumusan “Trustee”,

yang sebelumnya digunakan dalam Keputusan Menteri Keuangan No.

696/KMK.011/1985 tentang Lembaga Penunjang Pasar Modal129. Penggunaan

istilah “Trustee” ini selanjutnya diubah dengan nama “Trust Agent” dalam

Keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990130. Penggunaan Istilah

ini kemudian diganti dengan istilah “Wali Amanat” sebagaimana terdapat dan di

atur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Dalam

Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Pasar Modal, disebutkan bahwa “Wali

Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek bersifat

utang.” sedangkan pihak diartikan oleh Undang-Undang Pasar Modal sebagai

128 Gunawan Widjaja dan Jono, op. cit., hal. 74 129 Departemen Keuangan, Keputusan Menkeu tentang Lembaga Penunjang Pasar

Modal, Kepmen Keuangan No. 696, Tahun 1985, Pasal 1 butir c 130 Departemen Keuangan, Keputusan Menkeu tentang Pasar Modal, Kepmen Keuangan

No. 1548 , Tahun 1990, Pasal 1 butir 73 Keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990 tentang Pasar Modal.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

43

Universitas Indonesia

orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok131.

Pemahaman terkait “pihak” dikaitkan dengan definisi wali amanat menjadi tidak

konsisten, sebab hal ini diatur kembali pada Pasal 50 Undang-Undang Pasar

Modal mengenai pengaturan pihak yang dapat menjadi Wali Amanat. Dalam

Pasal 50 ayat (1), pihak yang dapat menjadi Wali Amanat ditentukan kembali

kepada dua pihak, yakni Bank Umum dan Pihak lain yang ditentukan

berdasarkan Peraturan Pemerintah132. Akan tetapi hingga saat ini peraturan

pemerintah yang mengatur tentang pihak lain tersebut belum ada, sehingga satu-

satunya pihak yang dapat menjadi wali amanat dalam emisi obligasi adalah bank

umum.

Sementara itu dalam Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa :

“Wali Amanat adalah kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum untuk mewakili kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan perjanjian atara Bank Umum dengan Emiten surat berharga yang bersangkutan.”

Eksistensi Wali Amanat dalam penerbitan obligasi di Pasar Modal

diperlukan mengingat efek bersifat utang (obligasi) tersebut mempunyai sifat

yang sepihak dan mempunyai jangka waktu jatuh tempo yang panjang133. Efek

bersifat utang (obligasi) yang ditawarkan kepada publik tentunya dimiliki oleh

banyak investor. Tanpa adanya lembaga Wali Amanat, pemegang efek selaku

kreditur harus berhadapan langsung dan melakukan pengawasan secara sendiri-

sendiri untuk memastikan bahwa tidak terdapat hal-hal yang dilanggar dalam

kontrak perwaliamanatan. Pengawasan secara individual oleh masing-masing

kreditur ini tentunya akan memakan waktu dan biaya yang tidak efisien.

131 Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, Nomor 8 Tahun 1995, LN. No. 64

Tahun 1995, TLN. 3608, Pasal 1angka 23 132 Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, Nomor 8 Tahun 1995, LN. No. 64

Tahun 1995, TLN. 3608, Pasal 50. 133 Gunawan Widjaja & Jono, op. cit., hal. 75-76

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

44

Universitas Indonesia

Dengan alasan ekonomis tersebut, satu kreditur mungkin akan

memanfaatkan hasil pengawasan dari kreditur lainnya. Antara para kreditur

mungkin akan saling mengamati untuk menentukan apakah diperlukan suatu

tindakan pengawasan pada Emiten atau tidak. Dalam keadaan seperti ini, dapat

terjadi terlalu banyak kreditur yang melakukan pengawasan sendiri-sendiri

terhadap Emiten, atau sebaliknya, tidak ada satupun investor yang melakukan

pengawasan karena saling mengandalkan satu sama lain134. Dengan demikian,

maka perlu adanya pihak yang dapat menjembatani hubungan antara Emiten

dengan para kreditur, maupun kreditur dengan sesama kreditur, serta melakukan

pengawasan serta upaya-upaya yang dibutuhkan guna melindungi kepentingan

investor dalam konteks penerbitan efek bersifat utang (obligasi). Pihak tersebut

berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal adalah Wali Amanat.

Meskipun Wali Amanat bukanlah kreditur dalam penerbitan obligasi,

tetapi Wali Amanat adalah satu-satunya pihak yang berwenang untk bertindak

sehubungan dengan efek bersifat utang tersebut. Sebagai wakil dari pihak

pemegang efek bersifat utang (obligasi), wali amanat dapat melakukan berbagai

tindakan yang sesuai dengan kontrak perwaliamanatan dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, guna mewakili kepentingan pemegang efek bersifat

utang (obligasi) baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Langkah awal yang ditempuh oleh Wali Amanat sebagai pihak yang

bertugas mewakili kepentingan investor adalah pada tahap pembuatan perjanjian

dengan Emiten sebelum penerbitan obligasi di Pasar Modal. Perjanjian yang

dibuat tersebut dinamakan dengan Kontrak Perwaliamanatan. Kontrak

perwaliamanatan inilah yang menjadi dasar utama dalam mengatur syarat dan

kondisi penerbitan efek bersifat utang (obligasi), termasuk hak dan kewajiban

para pihak yang terlibat135.

134 Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, op. cit, hal 7-9

135 Ibid, hal. 1

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

45

Universitas Indonesia

Undang-Undang Pasar Modal Pasal 51 menyatakan bahwa Wali Amanat

dilarang mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten; mewakili kepentingan

pemegang efek bersifat utang (obligasi) di dalam dan luar pengadilan;

mempunyai hubungan kredit dengan Emiten yang dapat mengakibatkan

benturan kepentingan; dilarang merangkap sebagai penanggung dalam emisi

efek bersifat utang (obligasi) yang sama (Undang-Undang Pasar Modal Pasal

54).

Kontrak Perwaliamanatan kadang-kadang melibatkan pihak yang disebut

Guarantor. Guarantor merupakan pihak yang memberikan jaminan akan

melunasi surat hutang beserta kewajiban yang berhubungan, yang diterbitkan

Emiten jika terjadi wanprestasi dari Emiten. Wali Amanat berfungsi melakukan

pencatatan/administrasi mengenai obligasi yang masih beredar, pembayaran

bunga yang sering terlambat, dan pengawasan terhadap Emiten. Wali Amanat

wajib menyampaikan laporan tengah tahunan dan tahunan kepada Bapepam

mengenai segala sesuatu tentang pelaksanaan obligasi yang ditanganinya136.

Di dalam melaksanakan pembayaran bunga maupun pokok, biasanya

Wali Amanat menunjuk pihak yang disebut Paying Agent. Sehingga investor

yang ingin mengambil bunga atau pokoknya, langsung berhubungan dengan

Paying Agent. Kadang-kadang Wali Amanat bertindak sendiri sebagai Paying

Agent137.

3.1.2 Kewajiban, Tugas dan Larangan-Larangan bagi Wali Amanat dalam

Perdagangan Obligasi

1. Kewajiban Wali Amanat

136 Ibid, hal 13

137 Ibid, hal 14

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

46

Universitas Indonesia

Wali Amanat memiliki berbagai macam kewajiban yang harus dipenuhi

atau dilaksanakan olehnya, khususnya yang terkait dengan kegiatan penerbitan

Efek yang bersifat utang (obligasi), yaitu:

a. Wali Amanat wajib bersikap netral dan independen serta tidak memihak

kepada Emiten, melainkan mewakili dan melindungi kepentingan pemegang

Efek yang bersifat utang (Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal

dan Penjelasannya)

b. Wali Amanat wajib membuat kontrak perwaliamanatan dengan Emiten

sesuai dengan ketetapan yang ditetapkan oleh Bapepam LK (Pasal 52

Undang-Undang Pasar Modal)

c. Wali Amanat wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang Efek yang

bersifat utang atas kerugian karena kelalaiannya yang dalam pelaksanaan

tugasnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal dan/atau

peraturan pelaksanaannya serta kontrak perwaliamanatan (Pasal 53 Undang-

Undang Pasar Modal)

d. Wali Amanat wajib menyampaikan laporan kegiatan kepada Bapepam LK

dalam rangkap 4 yang meliputi:138

1) Laporan tengah tahunan dan tahunan mengenai kegiatan Wali Amanat

yang antara lain memuat:

a) Jumlah dan jenis Efek bersifat utang yang masih beredar;

b) Pembayaran pokok dan/atau bunga Efek yang bersifat utang;

c) Jumlah Efek yang bersifat utang yang telah dikonversikan menjadi

saham; dan

d) Pelaksanaan pengawasan yang telah dilakukan oleh Wali Amanat

terhadap Emiten.

Laporan tengah tahunan wajib disampaikan kepada Bapepam LK paling

lambat 30 hari setelah peridoe laporan yang bersangkutan dan laporan

138 Keputusan Ketua Bapepam No. Kep. 77/PM/1996 tentang Laporan Wali Amanat

(Peraturan No. X.I.1).

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

47

Universitas Indonesia

tahunan wajib disampaikan kepada Bapepam LK paling lambat 60 hari

setelah periode laporan yang bersangkutan.

2) Laporan peristiwa penting yang menyangkut kegiatan perwaliamanatan

yang wajib disampaikan kepada Bapepam LK paling lambat 2 hari setelah

terjadinya peristiwa atau sejak diketahuinya peristiwa tersebut, berupa:

a) Pembayaran pokok dan bunga Efek yang bersifat utang sebelum jatuh

tempo, apabila dimungkinkan di dalam kontrak perwaliamanatan;

b) Pelanggaran atas ketentuan dalam kontrak perwaliamanatan termasuk:

(1) Pembayaran pokok dan/atau bunga efek bersifat utang yang tidak

tepat waktu; dan

(2) Pengurangan, penambahan, pengalihan, atau penukaran jaminan;

(3) Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Efek bersifat utang.

e. Wali Amanat wajib mengadministrasikan, menyimpan, dan

memelihara catatan, pembukuan, data, dan ketentuan tertulis yang

berhubungan dengan Emiten yang menggunakan jasa Wali Amanat.

Dokumen tersebut wajib disimpan di tempat yang aman dan terpisah

dari kegiatan bank lainnya dan wajib tersedia setiap saat untuk

kepentingan pemeriksaan Bapepam LK. Penyimpanan dokumen

tersebut sekurang-kurangnya untuk masa 5 tahun sejak seluruh

kewajiban Emiten terhadap pemegang Efek bersifat utang telah

dipenuhi. Dokumen-dokumen tersebut terdiri dari139:

1) Kontrak perwaliamanatan;

2) Kontrak yang berkaitan dengan pemberian jaminan dan bukti

pemeliharaan atau penguasaan atas harta yang dijaminkan

3) Catatan, risalah, dan/atau laporan mengenai jumlah dan jenis Efek

bersifat utang yang masih bererdar dan yang telah dilunasi;

4) Catatan, risalah, dan/atau laporan mengenai pelaksanaan

pengawasan terhadap Emiten termasuk tindakan yang dilakukan

139 Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-78/PM/1996 tentang Pemeliharaan Dokumen oleh

Wali Amanat (Peraturan Nomor X.I.2)

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

48

Universitas Indonesia

oleh Wali Amanat karena tidak dipenuhinya persyaratan kontrak

perwaliamanatan, antara lain tidak dibayarnya pokok dan bunga,

atau adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan

di bidang pasar modal yang dilakukan oleh Emiten;

5) Catatan, risalah dan/atau laporan mengenai jumlah dan jenis Efek

bersifat utang yang dapat dikonversikan menjadi saham, apabila

ada;

6) Daftar Emiten yang menggunakan jasa Wali Amanat; dan

7) Buku pedoman operasional Wali Amanat

f. Memanggil dan mengadakan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO)

sebelum mengambil tindakan yang memerlukan persetujuan RUPO,

dan melaksanakan dan melakukan tindakan yang sah seusai dengan

keputusan RUPO140.

2. Tugas Wali Amaant

Secara simpel tugas Wali Amanat telah dijelaskan dalam pengertian

umum mengenai Wali Amanat pada UUPM yakni bertugas untuk mewakili

kepentingan pemegang efek bersifat utang. Menurut Tim Studi

Perwaliamanatan di Pasar Modal yang dibentuk oleh Bapepam-LK, Tugas

tersebut dapat diruai ke dalam beberapa tugas pokok Wali Amanat yang terdiri

atas141:

a. Mewakili kepentingan pemegang efek bersifat utang dalam

melakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan kepentingan

pemegang efek bersifat utang di dalam maupun di luar pengadilan.

Tugas ini berlaku efektif sejak tanggal emisi.

b. Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan kehati-

hatian serta bertindak bijaksana untuk kepentingan terbaik

pemegang efek bersifat utang.

140 Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, op. cit., hal. 28. 141 Ibid, hal. 27.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

49

Universitas Indonesia

c. Bertanggungjawab kepada pemegang efek bersifat utang atas

kerugian yang timbul akibat dari kelalaian, kecerobohan atau

adanya pertentangan kepentingan pada Wali Amanat dalam

menjalankan tugasnya

Lebih spesifik lagi, terdapat beberapa kegiatan yang berkaitan dengan

tugas pokok Wali Amanat tersebut adalah sebagai berikut142:

a. Menganalisis kemampuan dan kredibilitas Emiten apakah secara

operasional perusahaan (Emiten) mempunyai kesanggupan menghasilkan

dan membayar obligasi beserta bunganya.

b. Menilai kekayaan Emiten yang akan dijadikan jaminan. Wali Amanat

harus mengetahui dengan pasti apakah nilai kekayaan Emiten yang

menjadi jaminan setara atau memadai dibanding nilai obligasi yang

diterbitkan.

c. Melakukan pengawasan terhadap kekayaan Emiten. apabila harta yang

menjadi jaminan tadi dialihkan pemanfaatan atau pemilikanya haruslah

sepengetahuan Wali Amanat

d. Memantau dan mengikuti perkembangan secara terus menerus terhadap

perkembangan perusahaan Emiten dan memberikan nasihat dan masukan

kepada Emiten

e. Melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap pembayaran bunga

dan pinhjaman pokok obligasi yang menjadi hak pemodal. Tepat pada

waktunya.

f. Bertindak sebagai agen utama pembayaran untuk menunjang kegiatan

pengawasan terhadap pembayaran bunga dan pinjaman pokok, maka

Wali Amanat semula bertindak sebagai agen utama pembayaran. Dengan

telah dibentuknya PT. KSEI, maka saat ini pembayaran saat ini dilakukan

oleh PT. KSEI

142 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi. op. cit., hal. 173-174

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

50

Universitas Indonesia

g. Sesuai dengan Keputusan Ketua Bapepam Nomor KEP-02/PM/1988,

Wali Amanat berperan juga sebagai pemimpin dalam Rapat Umum

Pemegang Obligasi (RUPO)143.

Sementara itu, bila dikelompokan secara runut berdasarkan waktu, maka

setidaknya tugas yang menjadi tanggung jawab wali amanat adalah sebagai

berikut144:

1. Sebelum proses emisi

yaitu melakukan penelitian terhadap calon Emiten, penelitian ini

mencakup:

a. analisa laporan keuangan Emiten untuk memantau keadaan keuangan

Emiten;

b. meneliti legalitas dari Emiten.

2. Saat proses emisi, terbagi atas:

a. Menentukan hak-hak para pemegang efek bersifat utang/obligasi, yang

mencakup:

1) Hak pembayaran bunga;

2) Hak pembayaran pokok;

3) Penentuan tanggal-tanggal untuk pembayaran bunga dan pokok;

4) Hak untuk memperoleh informasi mengenai jaminan

(preferen/tidak preferen);

5) Hak untuk mengetahui rating obligasi;

6) Hak untuk memperoleh laporan-laporan dari Emiten;

7) Hak untuk memperoleh pemberitahuan apabila terjadi kejadian

yang penting dari Emiten.

b. Membuat kontrak/perjanjian perwaliamanatan

143 Marzuki Usman, et. al.”Pengetahuan Dasar Pasar Modal”, Jurnal Keuangan dan

Moneter dan IBI, (Jakarta, 1999), hal. 57 144 Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, op. cit., hal. 15-16

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

51

Universitas Indonesia

c. Setelah emisi efek bersifat utang/obligasi

1) Memantau pemenuhan kewajiban Emiten yang tercantum dalam

perjanjian perwaliamantan;

2) Memberitahukan kepada pemegang efek bersifat utang/obligasi,

Emiten Bapepam, BES145 sehubungan dengan efek bersifat

utang/obligasi yang diterbitkan, apabila terdapat kejadian penting;

3) Menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO)

apabila diperlukan;

4) Melaksanakan keputusan RUPO.

Dalam upaya Wali Amanat dalam melindungi pemegang efek bersifat

utang/obligasi, beberapa hal yang dilakukan antara lain146:

1. sebelum emisi efek bersifat utang/obligasi, meliputi:

a. menganalisa data-data historis Emiten yaitu melakukan analisa

terhadap laporan keuangan Emiten untuk mengetahui kinerja

dan keadaan keuangan Emiten;

b. mempelajari data-data dari Konsultan Hukum yang ditunjuk

dalam emisi tersebut, yaitu berupa legal opinion dan legal

audit.

2. Proses emisi efek bersifat utang/obligasi, meliputi:

a. Menentukan dan memantau hak-hak pemegang efek bersifat

utang/obligasi, yang terdiri dari:

1) Besarnya bunga obligasi;

2) Cara pembayaran bunga;

3) Tanggal-tanggal pembayaran bunga;

4) Penyediaan dana untuk membayar bunga dan pokok obligasi;

5) Memantau penggunaan dana yang diperoleh dari emisi efek

bersifat utang/obligasi;

145BES adalah singkatan dari Bursa Efek Surabaya, sekarang telah bergabung dengan

Bursa Efek Jakarta menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) 146 Ibid, hal. 16-17

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

52

Universitas Indonesia

6) Menentukan jaminan yang dijaminkan untuk pemegang efek

bersifat utang/obligasi.

b. Menetapkan covenant-covenant dalam perjanjian perwaliamanatan

(negative covenant dan positive covenant) yang harus dipenuhi

Emiten selama jangka waktu efek bersifat utang/obligasi dengan

memperhatikan struktur obligasi, kinerja dan proyeksi keuangan,

struktur jaminan.

c. Melakukan pengecekan, perhitungan dan pengikatan jaminan

obligasi (bila ada).

3. Setelah emisi, meliputi:

a. Pengawasan dan pemantauan kepatuhan serta pelaksanaan

kewajiban Emiten berdasarkan perjanjian perwaliamanatan atau

dokumen lainnya yang mencakup:

1) Analisis kinerja keuangan secara periodik;

2) Kepatuhan atas covenant pada perjanjian perwaliamanatan;

3) Penggunaan dana;

4) Pemenuhan kewajiban Emiten terhadap pemegang efek

bersifat utang/obligasi;

5) Monitoring jaminan (nilai maupun pengikatannya).

b. Penyampaian laporan kepada Bapepam, Bursa Efek dan pemegang

obligasi dalam hal terjadi potensi kelalaian atau kelalaian yang

dilakukan oleh Emiten atau terjadi keadaan yang dapat

membahayakan kepentingan pemegang obligasi.

c. Melaksanakan keputusan RUPO.

d. Pemberian keterangan/perhitungan yang sewaktu-waktu diminta

RUPO maupun Bapepam.

3. Batasan-Batasan bagi Wali Amanat

Sebagai pihak yang diamanatkan untuk melakukan tugas mewakili

kepentingan pemegang efek bersifat utang, tentunya Wali Amanat harus

senantiasa menjalankan tugasnya secara independen dan netral. Hal ini

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

53

Universitas Indonesia

dimaksudkan untuk memaksimalkan fungsi dari Wali Amanat itu sendiri.

Selanjutnya, Wali Amanat juga dalam menjalankan tugasnya memiliki batasan-

batasan yang harus dipatuhi terkait tugasnya tersebut. Beberapa batasan bagi

Wali Amanat adalah sebagai berikut:

a. Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten

kecuali hubungan afiliasi tersebut terjadi karena kepemilikian atau

penyertaan modal pemerintah (Pasal 50 ayat (1) UUPM)

Larangan ini bertujuan agar Wali Amanat dapat melaksanakan

fungsinya secara independen sehingga dapat melindungi kepentingan

pemegang Efek bersifat utang (obligasi) secara maksimal147.

b. Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan kredit dengan Emiten

dalam jumlah sesuai dengan Peraturan Bapepam yang dapat

mengakibatkan benturan kepentingan antara Wali Amanat sebagai

kreditur dan wakil pemegang Efek bersifat utang (Pasal 51 ayat (3)

UUPM).

c. Wali Amanat dilarang merangkap sebagai penanggung dalam emisi

Efek bersifat utang yang sama. (Pasal 54 UUPM).

Dalam obligasi, biasanya diperlukan gurantor atau penanggung untuk

menjamin pelinasan seluruh pinhaman pokok dan bunga oleh Emiten.

Penanggung ini biasanya dilaksanakan oleh bank. Dengan demikian,

jelas bahwa untuk menghindari terjadinya conflict of interest antara

fungsi Wali Amanat dengan fungsi penaggung suatu bank yang

bertindak sebagai Wali Amanat dilarang untuk sekaligus bertindak

sebagai penaggung pada penerbitan Efek yang bersifat utang yang

sama148.

3.1.3 Kedudukan Wali Amanat dalam kepailitan Emiten yang

Mengeluarkan Obligasi

147 Gunawan Widjaja & Jono, op. cit., hal. 88 148 Ibid¸ hal. 88-89

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

54

Universitas Indonesia

Dalam penerbitan obligasi itu sendiri, tidak terdapat kepastian bahwa

Emiten akan dalam keadaan yang sehat sebagai sebuah Badan Hukum.

Ketidakpastian ini adalah hal yang lumrah di tengah dinamika dunia usaha dan

semakin ketatnya kompetisi di bidang perekonomian. Selanjutnya, terdapat

pula kemungkinan Emiten jatuh dalam keadaan tidak mampu membayar

(pailit). Tentunya hal ini bukanlah hal yang diharapkan oleh para pihak dalam

perdagangan obligasi, terutama pihak Emiten itu sendiri dan investor yang

memegang obligasi Emiten tersebut. Hal ini disebabkan kedudukan kedua

pihak tersebut yang memiliki kepentingan langsung terhadap obligasi yang

diterbitkan oleh Emiten.

Pada bagian sebelumnya, telah dijelaskan bahwa Wali Amanat memiliki

peran sebagai pihak yang mewakili kepentingan pemegang obligasi. Oleh

karena itu, adanya kepailitan Emiten yang menerbitkan obligasi tersebut

tentunya akan menjadi kepentingan dari Wali Amanat itu sendiri.

Kedudukan Wali Amanat dalam hal terjadinya kepailitan Emiten, akan

sangat erat keterkaitannya dengan kedudukan Emiten dalam konstruksi

Perwaliamanatan pada perdagangan obligasi. Bila kita analisa hubungan

hukum perwaliamanatan dalam perdagangan obligasi, dapat disimpulkan

bahwa konstruksi hukum perwaliamanatan merupakan suatu konsep identure

trustee149. Sedikit mengulas, indenture trustee adalah pihak yang mewakili

kepentingan-kepentingan para investor pemegang bagian pecahan dari obligasi,

termasuk untuk melakukan eksekusi jaminan-jaminan kebendaan yang ada,

yang diserahkan untuk kepentingan para investor yang terkait dengan

penerbitan surat obligasi yang dipecah-pecah ke dalam bagian obligasi yang

dimiliki oleh investor.

Dalam konsep perwaliamantan, bila kaitkan konsep indenture trust,

Emiten bertindak sebagai settlor, Wali Amanat bertindak sebagai trustee, dan

149 Ibid, hal. 114

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

55

Universitas Indonesia

pemegang obligasi bertimdak sebagai beneficiary. Hubungan antara Emiten,

Wali Amanat, dan pemegang obligasi dapat digambarkan sebagai berikut150:

BAGAN I

Hubungan Hukum antara Emiten, Wali Amanat, dan Pemegang Obligasi

Emiten yang bertindak selaku settlor menyerahkan harta bendanya sebagai

jaminan kepada Wali Amanat selaku trustee dengan tujuan untuk kepentingan

investor pemegang obligasi selaku benerficiary. Harta kebendaan yang

diserahkan oleh Emiten merupakan jaminan atas pelunasan obligasi yang telah

diterbitkan, yang merupakan suatu hak kebendaan yang bersifat terbatas.hal

tersebut sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 528 KUH Perdata, yang

berbunyi:

“Atas sesuatu kebendaan, seorang dapat mempunyai, baik suatu kedudukan berkuasa, baik hak milik, baik hak waris, baik hak pakai hasil, baik hak pengabdian tanah, baik hak gadai, atau hipotek.”

Harta kebendaan milik Emiten yang dijadikan jaminan atas pelunasan

obligasi merupaan suatu hak kebendaan yang bersifat terbatas atau dikenal

dengan Jura in re aliena. Jura in re alien adalah suatu hak kebendaan yang

150 Ibid, hal. 114-115

EMITEN WALI

AMANAT

Trustee

Settlor

PEMEGAN

G

Beneficiary

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

56

Universitas Indonesia

terbatas yang dimiliki oleh seseorang atau badan (hukum) tertentu di atas suatu

kebendaan yang dengan kebendaan yang lebih luas atau lebih tinggi

tingkatannya151.

Dalam hal adanya hak atas kebendaan yang diserahkan oleh Emiten

kepada Wali Amanat merupakan suatu jaminan yang memiliki hak kebendaan

yang terbatas, maka antara Emiten dengan Wali Amanat masih terdapat

hubungan hukum, sepanjang yang berkaitan dengan harta kebendaan Emiten

yang dijadikan sebagai jaminan atas pelunasan obligasi. Hal ini merupakan

konsekuensi dari konsep bahwa Perjanjian Perwaliamanatan merupakan suatu

indenture trust152.

Selain itu Wali Amanat dalam hal tidak ada jaminan kebendaan, Wali

Amanat merupakan pemegang hak gugatan perorangan dan satu-satunya

pelaksana hak gugatan perorangan yang dimiliki seluruh investor pemegang

obligasi. Dalam hal ini, benda yang dimiliki oleh Wali Amanat adalah hak

gugatan perorangan yang kewenangannya berdasarkan Undang-Undang Pasar

Modal. Tidak ada seorang investor pun yang dapat melaksanakan hak gugatan

perorangan tersebut.

Dengan adanya perwaliamanatan, sebenarnya Pemegang Obligasi telah

memberikan kuasanya kepada Wali Amanat. Sejak tanggal Emisi, setiap

pemegang efek bersifat utang langsung tunduk kepada Kontrak

Perwaliamanatan dan menyetujui untuk dan dengan ini, sekarang dan

dikemudian pada waktunya, secara bersama-sama memberikan kuasa kepada

Wali Amanat tanpa perlu adanya pemberian surat kuasa khusus, untuk

menjalankan semua hak pemegang efek bersifat utang tanpa pengecualian,

berdasar ketentuan perundangan yang berlaku, termasuk melindungi

kepentingan pemegang efek dihadapan instansi peradilan, pengadilan niaga dan

151 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Kebendaan pada Umumnya, (Jakarta:

Kencana, 2003), hal. 230 152 Gunawan Widjaja dan Jono, op. cit., hal. 116

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

57

Universitas Indonesia

arbitrase. Kontrak Perwaliamanatan berlaku sebagai bukti yang sempurna

mengenai pemberian kuasa pemegang efek kepada Wali Amanat dan kuasa ini

tidak dapat berakhir karena sebab apapun termasuk sebab-sebab yang diatur

dalam Pasal 1813, 1814 dan 1816 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Wali Amanat

memiliki legal standing dan kewenangan untuk melakukan tindakan untuk

mewakili kepentingan investor di hadapan hukum. Hal ini mencakup pula

terhadap tindakan di luar maupun di dalam pengadilan sepanjang dalam usaha

mewakili kepentingan investor yang termasuk dalam lingkup kewajiban Wali

Amanat.

Kontrak perwaliamanatan mengandung janji-janji yang berisikan

komitmen Wali Amanat untuk mengakomodir kepentingan investor. Sebagai

suatu perikatan sempurna, setiap janji melahirkan tidak hanya kewajiban

(schuld) tetapi juga pertanggung jawaban perdata (haftung) pada diri Wali

Amanat, yang dijamin dengan harta kekayaannya sesuai dengan pasal 1131

KUH Perdata. Bila dikaitkan dengan kedudukan Wali Amanat sebagai pihak

yang mewakili kepentingan investor, hal ini berarti Wali Amanat memiliki

kewajiban serta tanggung jawab untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-

baiknya guna melindungi kepentingan investor. Kewajiban dan tanggung

jawab tersebut mencakup bahwa Wali Amanat akan melaksanakan

kewajibannya dengan sebaik-baiknya guna melindungi kepentingan investor

semata dan menghindari benturan kepentingan (duty of loyalty dan good faith),

dan juga Wali Amanat wajib memastikan bahwa para investor pemegang

obligasi tersebut akan memperoleh hak-haknya tepat waktunya sedemikian

rupa sehingga para investor pemegang obligasi tidak dirugikan hak-haknya

(duty of care and dilligence)153. Hal ini dikarenakan hubungan Wali Amanat

dengan investor pemegang obligasi dibentuk berdasarkan kepercayaan

(fiduciary), dan kedua kewajiban tersebut merupakan fiduciary duty. Dengan

153 Ibid, hal. 117-118

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

58

Universitas Indonesia

demikian pula maka dapat ditarik simpulan bahwa Wali Amanat juga memiliki

tanggung jawab atas segala kewajibannya dalam upaya melindungi

kepentingan investor pemegang obligasi.

Lalu terkait dengan kedudukan dan peran Wali Amanat dalam Kepailitan

Emiten pemegang obligasi, maka terdapat beberapa poin penting yang dapat

ditarik berdasarkan uraian sebelumnya, yakni:

1. Wali Amanat memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk sebaik-

baiknya menjalani kewajibannya sebagai wakil investor pemegang

obligasi

2. Wali Amanat bertanggung jawab untuk berusaha menjamin

pelaksanaan pemenuhan hak-hak dari pemegang obligasi atas obligasi

yang diterbitkan Emiten

3. Wali Amanat merupakan satu-satu pihak yang berwenang mewakili

kepentingan investor pemegang obligasi sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Pasar Modal.

4. Wali Amanat memiliki kedudukan secara hukum mewakili

kepentingan investor baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Selanjutnya akan dijelaskan terkait dengan kedudukan Wali Amanat

dalam Kepailitan Emiten. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa

bahwa obligasi dapat dikategorikan pula sebagai “utang” atau “pinjaman”

yang dimaksud dengan pengertian “utang” yang tercantum dalam pasal 1

angka 7 UUK-PKPU, sebab memiliki perikatan dasar utang-piutang antara

penerbit obligasi dengan pemegang obligasi. Pemegang obligasi merupakan

kreditur dalam kepailitan Emiten. Kemudian Berdasarkan Pasal 51 ayat 2

UUPM, wali amanat mewakili kepentingan pemegang obligasi baik di

dalam maupun di luar pengadilan. Wali amanat menjadi kuasa dari

pemegang obligasi berdasarkan undang-undang. Karena peran wali amanat

sebagai kuasa dari pemegang obligasi, maka Wali Amanat menjadi garda

terdepan dalam perlindungan pemegang obligasi. Semua perbuatan hukum

dan hubungan hukum dengan Emiten dalam konteks obligasi yang

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

59

Universitas Indonesia

bersangkutan haruslah demi kepentingan pemegang obligasi. Pemegang

Obligasi adalah Kreditur bagi Emiten, sebab perikatan dasar dari penerbitan

obligasi itu sendiri adalah utang-piutang. Akan tetapi mengingat kedudukan

Pemegang Obligasi yang telah terwakilkan oleh Wali Amanat, maka Wali

Amanatlah yang berperan sebagai wakil dari pemegang obligasi selaku

kreditur dalam kepailitan Emiten.

Berdasarkan hubungan perwaliamanatan yang dibentuk melalui kontrak

perwaliamanatan, maka Wali Amanat berwenang dan berkewajiban untuk

mewakili kepentingan Investor Pemegang Obligasi, baik di dalam maupun

di luar pengadilan. Tindakan yang dapat dilakukan oleh Wali Amanat secara

mendasar sama dengan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh

kreditur pada umumnya, yang membatasinya adalah kedudukan Wali

Amanat sebagai wakil dari pemegang obligasi. Jadi tindakan-tindakan yang

dapat dilakukan oleh Wali Amanat tersebut harus semata-mata demi

kepentingan investor pemegang obligasi dan juga mencerminkan keinginan

dari para pemegang obligasi yang ditentukan melalui Rapat Umum

Pemegang Obligasi (RUPO).

Beberapa poin penting terkait kedudukan Wali Amanat terkait dengan

kepailitan Emiten adalah:

1. Seketika mengetahui informasi adanya pengajuan permohonan pailit

kepada Emiten, maka Wali Amanat wajib menginformasikan kepada

investor pemegang obligasi dan menggelar Rapat Umum Obliagasi

terkait dengan adanya informasi tentang keadaan Emiten tersebut.

2. Wali Amanat selaku perwakilan dan kuasa dari para investor (kreditur

dalam kepailitan) wajib melakukan tindakan demi kepentingan

investor pemegang obligasi, baik di luar pengadilan, maupun di luar

pengadilan. Hal ini berarti Wali Amanat juga mengurusi segala

tindakan terkait dengan pemberesan “utang” Emiten kepada

pemegang obligasi. Tindakan pemberesan tersebut tentu terkait

dengan proses yang berjalan, mulai dari pendaftaran utang dalam

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

60

Universitas Indonesia

daftar utang Emiten sebagai termohon pailit, rapat dengan panitia

kreditur, berkoordinasi dengan kurator, dan melakukan tindakan-

tindakan terkait proses yang berjalan dalam kepailitan Emiten.

3. Mengadmisnitrasikan segala informasi, dan dokumen-dokumen yang

penting terkait dengan kepailitan Emiten dan obligasi yang menjadi

kepentingan pemegang obligasi.

4. Menjadi agen pembayaran kepada investor dalam hal telah adanya

proses pemberesan harta pailit dan harta pailit tersebut dapat

membayar, baik untuk sebagian maupun keseluruhan, kewajiban

utang yang terdapat dalam obligasi.

3.2 . Peran dan Tanggung Jawab Bapepam LK di Pasar Modal serta

Kedudukannya dalam Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan

Obligasi

3.2.1 Tinjauan Umum Tugas dan Wewenang Bapepam LK di Pasar Modal

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM

LK) merupakan lembaga yang diberi kewenangan dan kewajiban untuk

melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari seluruh

kegiatan institusi pelaku pasar modal di Indonesia. Mengingat pasar modal

merupakan salah satu sumber pembiayaan dunia usaha dan sebagai wahana

investasi bagi para pemodal, serta memiliki peranan strategis untuk

menunjang pembangunan nasional, kegiatan pasar modal perlu mendapat

pengawasan agar pasar modal dapat berjalan secara teratur, wajar, efisien,

serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat (UUPM Pasal 4)154.

Untuk itu Bapepam LK diberi kewenangan dan kewajiban untuk membina,

mengatur, dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di pasar

modal. Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan menempuh upaya-

154 M.Irsan Nasarudin, et. al. op. cit, hal. 115

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

61

Universitas Indonesia

upaya, baik yang bersifat preventif dalam bentuk aturan, pedoman,

bimbingan, dan arahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan,

penyidikan, dan pengenaan sanksi155.

Fungsi Bapepam LK demikian itu adalah fungsi-fungsi yang juga

dimiliki oleh otoritas pasar modal di negara-negara lain di dunia.

Kewenangan yang diberikan oleh UUPM adalah kewenangan yang sesuai

dengan standar dan prinsip hukum pasar modal. Otoritas pasar modal akan

selalu mempunyai 3 fungsi utama, yaitu melakukan pembinaan, pengaturan,

dan pengawasan. Fungsi-fungsi tersebut diberikan kepada Bapepam LK

untuk memfasilitasi tercapainya tujuan yang dicanangkan undang-undang,

yaitu menciptakan pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien, serta

memberikan perlindungan kepada pemodal dan masyarakat156. Dengan

fungsi-fungsi tersebut Bapepam memiliki beberapa kewenangan. Wewenang

Bapepam tercantum pada Bab II UUPM, yang dalam garis besarnya

mencakup 9 bidang, yaitu157:

1) Wewenang mengeluarkan izin usaha untuk bursa efek dan lembaga

lembaga penunjang.

2) Wewenang mengeluarkan izin perorangan untuk wakil penjamin

emisi efek, wakil perantara pedagang efek, dan wakil manajer

investasi.

3) Wewenang menyetujui pendirian bank kustodian.

4) Wewenang menyetujui pencalonan atas pemberhentian komisaris,

direktur serta menunjuk manajemen sementara bursa efek, lembaga

kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian

sampai dipilihnya komisaris dan direktur baru.

5) Wewenang memeriksa dan menyelidik setiap pihak jika terjadi

pelanggaran terhadap UUPM.

155 Ibid. hal. 115-116 156 Ibid 157 Jasso Winarto, Pasar Modal Indonesia: Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ,

(Jakarta: Sinar Harapan, 1997), hlm.91.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

62

Universitas Indonesia

6) Wewenang membekukan atau membatalkan pencatatan atas efek

tertentu.

7) Wewenang menghentikan transaksi bursa atas efek tertentu.

8) Wewenang menghentikan kegiatan perdagangan bursa efek dalam

keadaan darurat.

9) Wewenang bertindak sebagai lembaga banding bagi pihak yang

dikenakan sanksi oleh bursa efek maupun lembaga kliring dan

penjamin.

Di luar kewenangan tersebut, masih terdapat sejumlah wewenang dalam

tingkat yang lebih rendah dan sifatnya lebih teknis. Dengan demikikan,

Bapepam sebagai pengawas memang diberi kekuasaan yang amat besar oleh

UUPM.

3.2.2 Kedudukan Bapepam LK dalam hal Terjadinya Kepalitan Emiten yang

Mengeluarkan Obligasi

Bapepam-LK merupakan otoritas yang memiliki tugas dalam

mengawasi kegiatan perdagangan di pasar modal. Selain tugas mengawasi,

Bapepam-LK juga berperan sebagai penjaga dalam rangka perlindungan

investor pasar modal. Peran penjaga di sini bermakna bahwa Bapepam-LK

dengan segala kewenangannya di bidang pasar modal memiliki tanggung

jawab besar dalam menjaga, mengembangkan, dan memajukan pasar modal

Indonesia dengan memberikan perlindungan terhadap para investor pasar

modal. UUPM telah memberikan kewenangan yang luar biasa kepada

Bapepam-LK, dan kewajiban dalam mengawasi, mengatur, dan membina

setiap pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal. Kewenangan dan

kewajiban tersebut pada hakikatnya adalah demi perlindungan pemodal dan

dalam jangka panjang melindungi perekonomian negara. Bentuk-bentuk

perlindungan tersebut meliputi perlindungan preventif dalam bentuk aturan,

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

63

Universitas Indonesia

pedoman, bimbingan, dan arahan; dan bentuk perlindungan represif dalam

bentuk pemeriksaan, penyidikan, dan pengenaan sanksi158.

Dalam konteks perlindungan pemegang obligasi, kedua bentuk

perlindungan tersebut diterapkan melalui pembuatan Peraturan Bapepam

misalnya, mengenai keterbukaan Emiten dalam pengajuan prospektus obligasi,

kewajiban penyampaian informasi karena adanya peristiwa penting, kewajiban

penyampaian laporan keuangan secara berkala, dan sebagainya (Preventif)159.

Di samping itu juga, bentuk perlindungan lain yang diberikan dalam rangka

melindungi pemegang obligasi adalah dengan melakukan pemeriksaan, dan

penyidikan kepada Emiten atau wali amanat yang lalai atas kewajibannya

(Represif), bahkan mengajukan mereka ke pengadilan apabila ternyata

kelalaian Emiten atau wali amanat disebabkan karena telah melakukan

perbuatan melawan hukum dengan itikad buruk sehingga pemegang obligasi

dirugikan160.

Perihal kedudukan Bapepam LK dalam kepailitan Emiten, terdapat

aturan mengenai peraturan yang mewajibkan Emiten untuk memberikan

laporan terkait dengan adanya kepailitan Emiten peraturan tersebut tercantum

dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-

46/PM/1998/1998 tentang Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau

Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pailit (Peraturan Bapepam LK Nomor

K.X.5). Adapun isi dari Peraturan tersebut adalah:

1. Emiten atau Perusahaan Publik yang gagal atau tidak mampu menghindari

kegagalan untuk membayar kewajibannya terhadap pemberi pinjaman

yang tidak terafiliasi, maka Emiten atau Perusahaan Publik wajib

menyampaikan laporan mengenai hal tersebut kepada Bapepam dan Bursa

Efek dimana Efek Emiten atau Perusahaan Publik tercatat secepat

mungkin, paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua) sejak Emiten atau

158 Maria Imelda Aritonang, Op. Cit.,hal. 96

159 Ibid, hal. 96 160 Ibid, hal. 96-97

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

64

Universitas Indonesia

Perusahaan Publik mengalami kegagalan atau mengetahui

ketidakmampuan menghindari kegagalan dimaksud.

2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib memuat antara lain

rincian mengenai pinjaman termasuk jumlah pokok dan bunga, jangka

waktu pinjaman, nama pemberi pinjaman, penggunaan pinjaman dan

alasan kegagalan atau ketidakmampuan menghindari kegagalan.

3. Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik diajukan ke Pengadilan untuk

dimohonkan pernyataan pailit, maka Emiten atau Perusahaan Publik wajib

menyampaikan laporan mengenai hal tersebut kepada Bapepam dan Bursa

Efek dimana Efek Emiten atau Perusahaan Publik tercatat secepat

mungkin, paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua) sejak Emiten atau

Perusahaan Publik mengetahui adanya permohonan pernyataan pailit

dimaksud.

4. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 wajib memuat antara lain

nama pemberi pinjaman yang mengajukan pailit, ringkasan permohonan

pernyataan pailit dan jumlah pinjaman lainnya.

5. Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 Undang-undang Nomor 8

Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang mengajukan permohonan

pernyataan pailit kepada Pengadilan terhadap Emiten atau Perusahaan

Publik wajib menyampaikan laporan kepada Bapepam dan Bursa Efek

dimana Efek Emiten atau Perusahaan Publik tercatat mengenai hal tersebut

secepat mungkin, paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua) pengajuan

permohonan pernyataan pailit.

6. Laporan sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini merupakan dokumen

publik yang tersedia bagi masyarakat di Pusat Referensi Pasar Modal

sesuai dengan Peraturan Nomor II.A.2 tentang Prosedur Penyediaan

Dokumen Bagi Masyarakat di Pusat Referensi Pasar Modal.

7. Bursa Efek wajib mengumumkan informasi sebagaimana dimaksud dalam

peraturan ini di Bursa Efek pada hari yang sama dengan diterimanya

informasi tersebut oleh Bursa Efek

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

65

Universitas Indonesia

Peraturan X.K.5. tentang Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau

Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pailit tersebut merupakan bentuk

peraturan yang bersifat preventif dari Bapepam LK dalam rangka melindungi

kepentingan investor. Peraturan ini juga merupakan implementasi dari

beberapa peraturan, yakni peraturan hukum di bidang pasar modal dan

peraturan hukum di bidang kepailitan. Dalam hukum kepailitan, prinsip

keterbukaan merupakan salah satu prinsip yang dianut sebab Keadaan

insolven suatu badan usaha harus diketahui oleh masyarakat agar tidak

menimbulkan efek yang negatif di kemudian hari, dan mencegah debitur

beritikad buruk untuk mendapatkan dana dari masyarakat dengan cara

menipu161. Kemudian dalam hukum Pasar Modal di Indonesia, prinsip

keterbukaan diterapkan dalam rangka menjamin kepastian dan keamaan

dalam berinvestasi guna menerapkan good corporate governance162.

Bila kita menelaah ketentuan dalam Peraturan X.K.5 di atas, maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa peraturan ini sangat berkaitan erat dengan

penerapan dari prinsip disclosure (keterbukaan). Hal ini secara sistematis

dapat diterapkan untuk memberikan kepastian mengenai risiko dari keadaan

Emiten yang sedang dalam keadaan pailit terhadap obligasi, dan juga

memberikan perlindungan untuk memperoleh kedudukan yang sama dalam

memperoleh informasi dengan kreditur lain. Kedua hal ini sangat penting

mengingat kedudukan pemegang obligasi yang tidak berhubungan langsung

dengan Emiten dalam konstruksi hubungan hukum pinjam-meminjam antara

Emiten dengan pemegang obligasi. Berbeda dengan hubungan pinjam-

meminjam (kredit) pada umumnya, yang lazimnya antara pihak kreditur

maupun debitur berhubungan langsung, dalam perdagangan obligasi investor

hanya memberikan pinjaman melalui investasi di pasar modal, baik pasar

primer maupun pasar sekunder, dan tidak berhubungan secara langsung

161 Sebagaimana disebutkan oleh Freddy Haris yang telah disebutkan dalam Bab II,

halaman 30. 162 Pembahasan mengenai good corporate governance akan dijelaskan lebih lanjut dalam

bab selanjutnya.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

66

Universitas Indonesia

dengan Emiten. Hal ini semakin didukung dengan adanya bentuk

perdagangan efek, termasuk obligasi, di bursa yang menggunakan sistem

“scripless trading”, dimana segala perdagangan efek dilakukan secara online,

dan tervisualisasi dan terkomputerisasi melalui komputer.

Seketika Bapepam LK menerima laporan adanya kepailitan Emiten,

maka Bapepam LK wajib menyampaikan kepada publik mengenai informasi

tersebut. Hal ini disebabkan informasi ini merupakan informasi penting yang

mempengaruhi perdagangan efek di bursa, dan tentunya akan sangat

berkaitan erat dengan kepentingan umum, terutama kepentingan investor

yang memegang efek.

Sebagai lembaga yang bersifat mengatur, mengawasi dan juga

penegak hukum di bidang pasar modal, maka Bapepam LK berperan besar

dalam mengawasi pelaksanaan keterbukaan informasi terkait terjadinya

kepailitan Emiten tersebut. Dalam hal tidak dipenuhinya peraturan mengenai

keterbukaan informasi mengenai kepailitan Emiten ini, maka Bapepam LK

dapat menjatuhkan sanksi kepada Emiten yang bersangkutan, baik berupa

sanksi yang bersifat administratif, maupun denda sesuai dengan

kesalahannya. Lebih lanjut lagi, perihal prinsip keterbukaan akan dijelaskan

lebih lanjut dalam bab berikutnya mengenai aspek hukum perlindungan

kepentingan investor pemegang obligasi dalam kepailitan Emiten.

Dengan demikian jelas bahwa kedudukan Bapepam LK dalam hal

terjadinya kepailitan Emiten adalah menjaga tetap terjaganya prinsip

keterbukaan dalam kegiatan Pasar Modal dengan mewajibkan Emiten

melaporkan adanya peristiwa ketidakmampuan membayar yang membuat

Emiten dapat menjadi dalam keadaan pailit ataupun peristiwa adanya

permohonan pailit dari kreditur Emiten.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

67

Universitas Indonesia

BAB IV

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG

OBLIGASI DALAM KEPAILITAN EMITEN

4.1. Kedudukan Investor dalam Proses Kepailitan Emiten yang

Mengeluarkan Obligasi di Pasar Modal

Dalam perdagangan obligasi, tentu tidak terlepas dari keberadaan

investor pemegang obligasi. Investor merupakan pihak kunci karena investor

adalah pihak yang paling menetukan kelancaran maksud dari perusahaan (Emiten)

yang hendak menghimpun dana dari masyarakat melalui obligasi. Namun, dalam

pelaksanaan perdagangan obligasi tersebut, tentu tidak terlepas dari berbagai

dinamika. Dinamika yang mungkin terjadi adalah kepailitan Emiten.

Dalam hal terjadinya kepailitan. Hal yang paling mendasar yang ingin

diketahui oleh investor adalah bagaimana dana yang telah ditanamkan dalam

obligasi yang diterbitkan Emiten tersebut dapat kembali kepada investor. Untuk

mengetahui hal tersebut, tentunya penting mengkaji tentang kedudukan investor

tersebut, baik dengan Emiten maupun dengan kreditur-kreditur lain. Kedudukan

investor ini menjadi penting, sebab dalam hal terjadinya kepailitan Emiten,

perolehan hak investor akan bersinggungan pula dengan hak dari kreditur-

kreditur lainnya.

Terdapat beberapa regulasi terkait dalam mengkaji permasalahan ini, di

antaranya adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU), Undang-Undang

Nomor Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Burgerlijke

Wetboek/Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan peraturan

terkait lainnya. Agar dapat secara spesifik mengkaji perihal isu kedudukan

investor dalam hal terjadinya kepailitan Emiten, maka pengkajian akan dibahas

masing-masing dalam subbab selanjutnya.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

68

Universitas Indonesia

4.1.1 Kedudukan Investor dengan Emiten

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa pada dasarnya perikatan

antara Emiten yang menerbitkan obligasi dengan investor pemegang obligasi

adalah pinjam-meminjam. Perikatan dasar ini tentu sangat mempengaruhi

kedudukan Investor dengan Emiten, terutama bila dikaitkan adanya keadaan

kepailitan Emiten tersebut.

Dalam perdagangan obligasi, hubungan antara investor dengan Emiten

adalah hubungan kreditur dengan debitur. Investor selaku pihak yang

menginvestasikan sejumlah dananya dengan membeli surat obligasi dianggap

telah mengikatkan dirinya untuk memberikan pinjaman kepada Emiten atas

obligasi yang diterbitkan Emiten tersebut di Pasar Modal. Sementara Emiten

selaku pihak yang menerbitkan obligasi berkedudukan sebagai debitur, sebab

pihak Emiten dalam melakukan penawaran obligasi tersebut sejatinya adalah

melakukan penawaran kepada umum untuk memberikan sejumlah pinjaman

kepada dirinya dengan menjanjikan pembayaran pokok dan bunga dari utang

tersebut di kemudian hari sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan

sebelumnya dalam kontrak perwaliamanatan163. Dengan demikian Obligasi

merupakan bukti hutang dari penerbitnya. Dengan membeli obligasi, pemegang

menjadi kreditur dari penerbitnya, sekaligus memiliki hak atas pengembalian

pokok dan bunga yang telah diperjanjikan. Bunga yang diperjanjikan tersebut

terlepas dari keadaan penerbit obligasi dalam keadaan untung atau sedang dalam

menderita kerugian.

Terhadap hubungan penerbit dan pemegang obligasi ini berlaku ketentuan-

ketentuan Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata tentang pinjam

meminjam (verbruiklening) pada umumnya.

163 Kontrak pewaliamanatan adalah perjanjian yang dibuat oleh investor dengan wali

amanat yang mengikat Emiten, investor pemegang obligasi dan wali amanat, yang berisikan hal-hal pokok terkait dengan penerbitan dan perdagangan obligasi, serta hal-hal lainnya terkait dengan obligasi yang diterbitkan oleh Emiten tersebut.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

69

Universitas Indonesia

Dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan

bahwa pinjam meminjam (verbruiklening) ialah:

“Persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula“.

Pasal ini merupakan pengaturan umum dari pinjam meminjam. Pinjam-

meminjam merupakan suatu perjanjian. Dalam pasal ini tidak secara eksplisit

disebutkan mengenai pinjam-meminjam, tetapi yang dapat menjadi objek

perjanjian ini ialah barang yang harus habis karena pemakaian (vervangbare

zaken). Para sarjana seperti misalnya Wirjono Prodjodikoro164 pada umumnya

sependapat bahwa yang dimaksud dengan barang-barang yang habis karena

pemakaian (vervangbare zaken) termasuk juga di dalamnya adalah uang.

Penafsiran ini diperkuat dari ketentuan Pasal 1765 yang memperbolehkan

pinjam meminjam (uang) dengan bunga. Dalam Pasal 1765 KUHPerdata

disebutkan bahwa:

“Adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau barang lain yang habis karena pemakaian.”

Dengan demikian jelas bahwa dari segi yuridis perikatan dasar antara

penerbit dan pemegang obligasi adalah perikatan pinjam meminjam utang atau

utang piutang. Pada perikatan obligasi, meminjam kepada para pemegang obligasi

sejumlah uang yaitu senilai nominal obligasi yang bersangkutan dan berjanji

mengembalikan uang tersebut pada saat jatuhnya tempo obligasi. Pemegang

obligasi yang membeli obligasi kepada penerbit dianggap telah menghutangkan

sejumlah uang kepada penerbit dianggap telah menghutangkan jumlah uang

kepada si penerbit165.

164 Wirjono Prodjodikoro, op. cit., hlm. 178.

165 A. Setiadi, Ibid., hal. 13

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

70

Universitas Indonesia

Namun demikian, perjanjian pinjam meminjam uang dengan cara

penerbitan obligasi ini berbeda dalam satu hal dengan perjanjian pinjam

meminjam uang biasa. Satu-satunya perbedaan dengan perbedaan pinjam

meminjam uang biasa adalah dalam obligasi penerbit dan pemegang obligasi tidak

secara langsung berhubungan166. Kadang-kadang bahkan antara penerbit dan

pemegang obligasi saling tidak tahu menahu dalam arti tidak seling mengenal167.

Keunikan hubungan utang-piutang dalam obligasi adalah antara pihak

kreditur dengan pihak debitur tidak berhubungan langsung. Keunikan yang

membedakan perdagangan obligasi di Pasar Modal dengan utang-piutang pada

umumnya ini juga diakibatkan dengan banyaknya para pihak yang terlibat dalam

perdagangan obliasi. Hal ini tergambar dalam bagan berikut terkait dengan

perdagangan obligasi di Pasar Modal168:

BAGAN II

Bagan Perdagangan Obligasi

166 Ibid, hal. 14 167 Kartini Muyadi, op. cit. 168 Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, op. cit., hal. 11

Rating

Agency

Issuer Trustee /

Wali

Amanat

Lead

Underwriter

Guaranto

r

Underwriter/

Selling Agent

Investor Paying

Agent

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

71

Universitas Indonesia

Berdasarkan gambar di atas pada dasarnya investor memperoleh obligasi

melalui pihak lain, yakni baik Lead Underwriter (Lembaga Penjamin Emisi Efek)

pada pasar perdana, maupun melalui Underwriter/Selling Agent pada pasar

sekunder. Penerbit Obligasi atau Emiten (Issuer) sama sekali tidak pernah

berhubungan langsung dalam mengadakan hubungan utang-piutang dengan

investor. Begitu pula dalam hal pembayaran dan pemenuhan hak-hak investor,

sebab investor memperolehnya melalui Paying Agent (Agen Pembayaran) dan

juga melibatkan Wali. Sementara itu, terkait pengurusan kepentingan Investor

dalam perdagangan obligasi diwakilkan oleh Wali Amanat.

Berdasarkan uraian di atas, maka jelaslah sudah bahwa terdapat hubungan

utang-piutang antara Emiten dengan investor, dimana Emiten berkedudukan

sebagai debitur dan investor, sebagai individu, masing-masing berkedudukan

kreditur. Bila dikaitkan dengan permasalahan kepailitan Emiten, maka tentunya

Investor memiliki hak yang sama dengan kreditur lain dalam pailit, sehingga sejak

proses permohonan pailit berjalan secara otomatis pihak investor berkedudukan

sebagai kreditur pailit/kreditur dalam kepailitan dari Emiten yang mengeluarkan

obligasi tersebut.

Akan tetapi meskipun demikian, terdapat perbedaan yang mendasar antara

investor dengan kreditur lainnya dalam hal pengurusan dalam proses pailit, yakni

bahwa Investor pemegang obligasi selalu terwakili oleh Wali Amanat. Hal ini

disebabkan karena Wali Amanat adalah pihak yang berwenang dan berhak untuk

mewakili kepentingan investor pemegang obligasi, baik di dalam maupun di luar

pengadilan, untuk mengurus hal-hal terkait dengan obligasi. Seperti yang telah

diuraikan dalam bab sebelumnya perihal konsep umum perihal Wali Amanat

sebagai pihak yang mewakili kepentingan investor pemegang obligasi. Selain

ditetapkan dalam UUPM, berdasarkan kontrak perwaliamanatan antara Emiten

dengan Wali Amanat dalam tahap sebelum dilakukannya proses emisi di Pasar

Modal, Investor tidak lagi memiliki kuasa untuk melakukan pengurusan secara

langsung / individu / bersama-sama di antara para investor pemegang obligasi,

karena kuasa tersebut telah diberikan kepada Wali Amanat.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

72

Universitas Indonesia

Berdasarkan beberapa kasus yang telah terjadi pemegang obligasi secara

perorangan mengajukan gugatan kepailitan kepada Emiten di Pengadilan Niaga,

pemegang obligasi selalu dikalahkan dan Emiten sebagai pihak yang gagal bayar

lepas dari tanggung jawabnya kepada pemegang obligasi tersebut169. Berikut

beberapa contoh kasus tersebut:

1. IBJ Asia Limited Korea Commercial Finance Limited dan Hanareum

banking Coporation (Pemegang Obligas) vs PT Cakrawala Andalas

Televisi (Emiten) (Putusan Mahkamah Agung-Peninjauan Kembali)

Nomor 9/PK/N/1999, tanggal 27 Mei 1999 jo. Putusan Mahkamah

Agung Nomor 6/K/N/1999, tanggal 23 Maret 1999)170.

2. PT. Nikko Securities Indonesia (Pemegang Obligasi) vs PT. Pudjiadi

Prestige Limited Tbk (Emiten) (Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

Nomor 77/Pailit/1999/PN Niaga/Jkt Pst)171.

Dengan demikian berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

kedudukan investor pemegang obligasi dengan Emiten adalah sama dengan

kreditur lainnya, karena perikatan dasar antara Emiten dengan investor pemegang

obligasi adalah utang-piutang. Hal ini juga termasuk dalam hal adanya proses

kepailitan yang sedang menimpa Emiten, sebab seketika proses kepailitan tersebut

berjalan maka pemegang obligasi berubah kedudukannya dari kreditur menjadi

kreditur pailit. Akan tetapi, pemegang obligasi tidak dapat melakukan upaya-

upaya hukum secara perorangan dalam proses kepailitan, sebab sejak adanya

kontrak pewaliamanatan, pihak yang berwenang mewakili investor tersebut

adalah Wali Amanat, baik di dalam maupun di luar persidangan.

169 Wahyuni Bahar, Aspek Hukum Perwaliamanatan (Tanggung Jawab Emiten dan Wali

Amanat, serta Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Obligasi), Prociding, (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2005), hal. 266

170 Ima Mayasari , Perlindungan hukum Terhadap Pemegang Obligasi atas Wanprestasi yang dilakukan oleh Emiten Obligasi : Studi Kasus Obligasi Subordinasi I Bank Global Tahun 2003, (Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Univesitas Indonesia, 2007), hal. 63.

171 Ibid

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

73

Universitas Indonesia

4.1.2 Kedudukan Investor dengan Kreditur-Kreditur Lain

Pada bagian sebelumnya telah diuraikan bahwa investor pemegang

obligasi termasuk kreditur bagi Emiten yang mengeluarkan obligasi. Hal ini

disebabkan karena perikatan dasar dari obligasi antara investor dengan Emiten

adalah utang-piutang. Sebagai kreditur dalam obligasi, tentu dalam hal terjadinya

kepailitan Emiten investor pemegang obligasi juga dapat berkeduduan sebagai

kreditur dalam pailit. Untuk mengetahui hal ini maka penguraiannya akan

diuraikan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU).

Sutan Remy Sjahdeini172 menyatakan bahwa apabila seseorang atau suatu

badan hukum memperoleh pinjaman dari pihak lain (orang lain atau badan hukum

lain), pihak yang memperoleh pinjaman itu disebut debitur sedangkan pihak yang

memberikan pinjaman itu disebut kreditur. Selanjutnya Jerry Hoff dalam bukunya

Indonesian Bankruptcy Law menyatakan bahwa hukum kepailitan tidak dapat

membatasi kreditur untuk mengajukan permohonan pailit, yang mana definisi

kreditur berdasarkan KUH Perdata adalah yang berhak terhadap pelaksanaan

kewajiban oleh debitur173.

Kreditur dalam kepailitan sesuai Pasal 1 Angka 2 UUK dan PKPU adalah

orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat

ditagih di muka pengadilan. Dengan memperhatikan pengertian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 Angka UUK dan PKPU tersebut, dapat dijabarkan unsur-

unsur kreditur sebagai berikut :

a. Orang; Yang mempunyai piutang;

b. Piutang yang dapat ditagih di muka pengadilan;

172 Sutan Remy Sjahdeini , op. cit., hal 2 173 Jerry Hoff dalam bukunya menyebutkan : “Who is a creditor? As noted above, a

creditor under the Civil Code as entitled to performance of an obligation by the debtor. The Bankcruptcy Law does not in any way restrict the power of a creditor to petition for the bankruptcy of his debtor.” Jerry Hoff, Indonesian Bankruptcy Law, (Jakarta: PT Tata Nusa, 1998), hal. 26

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

74

Universitas Indonesia

c. Piutang timbul dari perjanjian; atau

d. Piutang timbul dari undang-undang.

Obligasi itu sendiri merupakan perikatan yang berisi janji dimana salah

satu pihaknya (principal atau penerbit) bisa merupakan perusahaan atau

pemerintah. Janji di dalam obligasi merupakan janji untuk membayar sejumlah

uang pada waktu tertentu yaitu pada tanggal jatuh tempo yang telah ditentukan174.

Pada perikatan obligasi, meminjam kepada para pemegang obligasi sejumlah uang

yaitu senilai nominal obligasi yang bersangkutan dan berjanji mengembalikan

uang tersebut pada saat jatuhnya tempo obligasi. Pemegang obligasi yang

membeli obligasi kepada penerbit dianggap telah menghutangkan sejumlah uang

kepada penerbit dianggap telah menghutangkan jumlah uang kepada si penerbit.

Sebagai kreditur, pemegang obliasi tentu memiliki hak dalam kepailitan

dalam hal terjadinya likuidasi dan pemberesan harta. Hak ini harus difasilitasi

dengan adanya klaim oleh pihak investor, melalui Wali Amanat, pada saat proses

kepailitan berjalan di pengadilan. Ciri khas dari kepailitan Emiten adalah terdapat

banyak kreditur. Kreditur tersebut dapat berasal dari penerbitan obligasi yang

diterbitkan Emiten melalui penawaran umum di Pasar Modal, kreditur lain yang

berasal dari perjanjian kredit biasa, maupun kreditur lain yang perikatan utang-

piutangnya didasarkan ketentuan dalam undang-undang.

Khusus bagi kreditur yang berasal dari pemegang obligasi yang diterbitkan

Emiten di Pasar Modal, hal khusus yang sedikit berbeda dengan kreditur lain pada

umumnya adalah bahwa investor pemegang obligasi tidak pernah secara langsung

berhubungan dengan Emiten dalam hal hubungan utang-piutang dalam obligasi.

Segala hal yang berhubungan dengan aspek hukum dalam obligasi tersebut

umumnya melibatkan pihak lain yang menghubungkan antara Emiten dengan

investor.

174 Wahyuni Bahar, Aspek Hukum Perjanjian Perwaliamanatan ( Tanggung Jawab wali

amanat dan Emiten, serta Perlindungan Hukum Pemegang Obligasi), Lampiran Makalah Dalam Prosiding Transaksi Obligasi Di Pasar Modal. Hal. 177

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

75

Universitas Indonesia

Menurut H. Man S. Sastrawidjaja175, berdasarkan tingkatannya, kreditur

kepailitan dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

1. Kreditur Separatis;

2. Kreditur Preferen;

3. Kreditur Konkuren.

Kreditur Separatis adalah kreditur yang dapat melaksanakan haknya

seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Termasuk Kreditur Separatis, misalnya

pemegang gadai, pemegang jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, agunan

kebendaan lainnya.

Sedangkan Kreditur Preferen adalah kreditur dengan hak istimewa

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1139 KUH Perdata dan Pasal 1149 KUH

Perdata. Hak Istimewa menurut Pasal 1134 KUH Perdata adalah hak yang oleh

undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih

tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat

piutangnya. Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi dari hak istimewa, kecuali

dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya.

Kemudian dalam Pasal 1135 KUH Perdata dinyatakan bahwa diantara

orang-orang berpiutang yang diistimewakan, tingkatannya diatur menurut

berbagai sifat hak-hak istimewanya.

Dari ketentuan Pasal 1134 dan 1135 KUH Perdata tersebut, kedudukan

kreditur istimewa berada di bawah kreditur separatis, kecuali dinyatakan

sebaliknya oleh undang-undang.

Adapun Kreditur Konkuren atau kreditur bersaing adalah kreditur yang

tidak mempunyai keistimewaan sehingga kedudukannya satu sama lain sama176.

Mengenai penyebutan nama kreditur, terdapat perbedaan antara H. Man S.

175 H. Man S Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, (Bandung: Alumni, 2006), hal 34 176 Ibid

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

76

Universitas Indonesia

Sastrawidjaja dan Jerry Hoff dengan Sutan Remy Sjahdeini. Menurut Sutan Remy

Sjahdeini, terdapat 3 (tiga) jenis kreditur yaitu sebagai berikut :

1. Kreditur Konkuren atau Unsecured Creditors;

2. Kreditur Preferen atau Secured Creditors;

3. Kreditur Pemegang Hak Istimewa.

Kreditur Konkuren adalah kreditur yang harus berbagi dengan para

kreditur lain secara proporsional, atau disebut juga sebagai pari passu, yaitu

menurut perbandingan besarnya masing-masing tagihan mereka, dari hasil

penjualan harta kekayaan debitur yang tidak dibebani dengan hak jaminan177.

Untuk jenis kreditur konkuren ini, tidak ada perbedaan pendapat antara kedua

pakar hukum sebagaimana dimaksud.

Selanjutnya, kreditur jenis kedua yaitu Kreditur Preferen adalah

kreditur yang didahulukan dari kreditur-kreditur lainnya untuk memperoleh

pelunasan tagihannya dari hasil penjualan kekayaan Debitur asalkan benda

tersebut telah dibebani dengan Hak Jaminan tertentu bagi kepentingan Kreditur

tersebut.

Kreditur ketiga digolongkan secara berbeda oleh Sutan Remy Sjahdeini

dengan Kreditur Preferen, yaitu Kreditur Pemegang Hak Istimewa178 yang oleh

Undang-Undang diberi kedudukan didahulukan dari para Kreditur Konkuren

maupun Kreditur Preferen179.

177 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 280 178 Berdasakan Pasal 1134 KUH Perdata, Hak Istimewa adalah suatu hak yang oleh

Undang-Undang diberikan kepada seorang kreditur sehinga tingkatannya lebih tinggi daripada kreditur lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.

179 Sutan Remy Sjahdeini berpendapat bahwa mengenai urutan kreditur, jika tidak secara

tegas ditentukan lain oleh undang-undnag, maka kreditur pemegang hak jaminan harus didahulukan daripada kreditur pemegang hak istimewa untuk memperloleh pelunasan dari hasil penjualan harta kekayaan debitur yang menurut Pasal 1131 KUH Perdata menjadi agunan atau jaminan bagi utang-utangnya. Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 6

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

77

Universitas Indonesia

Untuk jenis kreditur ketiga ini H. Man S. Sastrawidjaja menyebutnya

pula dengan Kreditur Preferen, sedangkan Sutan Remy Sjahdeini menyebut

Kreditur Preferen untuk Kreditur Pemegang Hak Jaminan, yang oleh H. Man

Sastrawidjaja dan Jerry Hoff sebagai Kreditur Separatis.

Menurut Pasal 1139 KUHPerdata, Hak Istimewa kreditur dapat timbul

dari Hak Istimewa terhadap benda-benda tertentu, yaitu:

1. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman

untuk melelang suatu benda bergerak maupun tak bergerak. Biaya

ini dibayar dari pendapatan penjualan benda tersebut terlebih dahulu

dari semua piutang-piutang lainnya yang diistimewakan, bahkan

lebih dahulu pula daripada gadai dan hipotik;

2. Uang-uang sewa dari benda-benda tak bergerak, biaya-biaya

perbaikan yang menjadi wajibnya si penyewa, beserta segala apa

yang mengenai kewajiban memenuhi persetujuan sewa;

3. Harga pembelian benda-benda bergerak yang belum dibayar;

4. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang;

5. Biaya untuk melakukan suatu pekerjaan pada suatu barang, yang

masih harus dibayar kepada seorang tukang;

6. Apa yang telah diserahkan kepada seseorang pengusaha rumah

penginapan sebagai demikian kepada seorang tamu;

7. Upah-upah pengangkutan dan biaya-biaya tambahan;

8. Apa yang harus dibayar kepada tukang-tukang batu, tukang-tukang

kayu dan lain-lain tukang untuk pembangunan, penambahan dan

perbaikan-perbaikan benda-benda tak bergerak, asal saja piutangnya

tidak lebih tua dari tiga tahun dan hak milik atas persil yang

bersangkutan masih tetap pada si berutang;

9. Penggantian-penggantian serta pembayaran-pembayaran yang harus

dipikul oleh pegawai-pegawai yang memangku suatu jabatan umum,

karena segala kelalaian, kesalahan, pelanggaran dan kejahatan-

kejahatan yang dilakukan dalam jabatannya.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

78

Universitas Indonesia

Hak istimewa selanjutnya diatur dalam Pasal 1149 KUH Perdata yaitu

hak-hak istimewa atas semua benda bergerak dan benda tak bergerak pada

umumnya, yaitu :

1. Biaya-biaya perkara, yang disebabkan pelelangan dan penyelesaian

suatu warisan. Biaya-biaya tersebut didahulukan dari gadai dan

hipotik;

2. Biaya-biaya penguburan, dengan tidak mengurangi kekuasaan hakim

untuk menguranginya, bila biaya-biaya tersebut dinilai terlampau

tinggi;

3. Semua biaya perawatan dan pengobatan dari sakit yang penghabisan;

4. Upah para buruh selama tahun lalu dan upah yang sudah dibayar

dalam tahun berjalan, beserta uang-uang yang harus dibayar oleh

majikan baik kepada buruh maupun kepada keluarga buruh;

5. Piutang karena penyerahan bahan-bahan makanan;

6. Piutang-piutang pengusaha sekolah berasrama untuk tahun yang

penghabisan;

7. Piutang anak-anak yang belum dewasa dan orang yang terampu

terhadap wali dan pengampu mereka yang berkaitan dengan

pengurusan mereka, dan tidak dapat diambil pelunasan dari hipotik

dan lain jaminan.

Urutan prioritas kreditur dengan hak istimewa tersebut menurut Pasal 1138

KUH Perdata bahwa hak-hak istimewa mengenai benda tertentu didahulukan dari

hak-hak istimewa mengenai seluruh benda pada umumnya.

Dengan demikian maka berdasarkan KUHPerdata urutan kedudukan

kreditur adalah sebagai berikut :

1. Gadai dan hipotik berada pada kedudukan lebih tinggi daripada

kedudukan kreditur dengan hak istimewa;

2. Hak istimewa mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari gadai

dan hipotek, jika dinyatakan demikian oleh Undang-Undang;

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

79

Universitas Indonesia

3. Hak dari Kas Negara, Kantor Lelang, dan lain-lain badan umum

yang dibentuk oleh Pemerintah untuk didahulukan, tertibnya

melaksanakan hak itu, dan jangka waktu berlangsungnya hak itu

diatur di berbagai Undang-Undang khusus yang mengenai hal-hal itu

(Pasal 1137 KUH Perdata);

4. Hak istimewa mengenai barang tertentu lebih tinggi kedudukannya

daripada hak istimewa mengenai seluruh barang pada umumnya.

Namun demikian mengenai utang yang diberikan kedudukan istimewa

atau didahulukan tidak hanya diatur dalam KUH Perdata, melainkan dalam

peraturan perundang-undangan lain yang merupakan lex specialis dari ketentuan

dalam KUH Perdata yang sifatnya terbuka180. Penentuan prioritas ini akan secara

fleksibel mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada

saat terjadinya kepailitan.

Kemudian bagaimanakah dengan kedudukan investor pemegang obligasi

sebagai kreditur berdasarkan uraian di atas? Penulis sendiri akan mengurai

berdasarkan penggolongan yang digunakan oleh Prof. Sutan Remy Sjahdeini

untuk mengkaji permasalahan ini lebih lanjut.

Permasalahan kedudukan investor pemegang obligasi tidak diatur secara

khusus dalam undang-undang, baik dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maupun

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Hal ini bermakna

bahwa investor pemegang obligasi tidak dapat berkedudukan sebagai kreditur

yang memiliki hak istimewa, karena kedudukan tidak secara khusus diatur dalam

suatu peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, Kedudukan kreditur dalam penentuan prioritas dengan

kreditur-kreditur lainnya dalam kepailitan sangat terkait erat dengan jenis obligasi

yang diterbitkan oleh Emiten. Sebab obligasi merupakan “perjanjian” yang

menjadi dasar perikatan tertulis antara pihak Emiten selaku debitur atau pihak

180 Albert Richi Aruan, Kedudukan Utang Negara atas Utang Pajak PT. Atika Optima

Inti dalam Kasus Kepailitan, (Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2010), hal. 35

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

80

Universitas Indonesia

peminjam uang dalam obligasi, dengan investor pemegang obliasi selaku kreditur

atau pihak yang meminjamkan uang kepada Emiten dalam obligasi.

Bila ditarik benang merah berdasarkan uraian penggolongan jenis-jenis

kreditur, maka penggolongan obligasi yang tepat untuk mengkaji hal ini adalah

penggolongan obligasi berdasarkan ada atau tidaknya jaminan dalam obligasi.

Dalam penggolongan obligasi ini, obligasi dibagi atas dua jenis, yakni obligasi

dengan jaminan (secured bond) dan obligasi tanpa jaminan (unsecured bond).

Pertama penulis akan membahas mengenai Obligasi dengan Jaminan

(secured bond). Investor Pemegang Obligasi dengan Jaminan memiliki

kedudukan yang sama sebagai Kreditur Preferen. Obligasi dengan jaminan

(secured bond), merupakan obligasi yang memiliki tingkat resiko yang lebih kecil

dalam hal terjadi default dari pihak Emiten karena telah diberi hak jaminan dari

pihak Emiten pada saat emisi obligasi. Bentuk jaminan yang dapat digunakan

dalam obligasi dengan jaminan ini secara sederhana terbagi atas dua bentuk, yakni

Obligasi dengan jaminan dari pihak lain yang berkedudukan sebagai Guarantor;

Obligasi dengan jaminan hak kebendaan. Bagi investor pemegang obligasi dengan

jaminan (secured bond), dengan adanya jaminan dalam obligasi akan membuat

investor dalam kedudukan yang lebih aman, dibandingkan kreditur tanpa jaminan.

Hal ini disebabkan karakteristik dari jaminan itu sendiri yang memberikan hak

yang lebih untuk dapat mengeksekusi jaminan dalam hal terjadinya gagal bayar

dari Emiten.

Pada obligasi dengan jaminan pihak ketiga/guarantor, dalam hal

terjadinya gagal bayar dari pihak Emiten, maka pihak guarantor ini secara

otomatis memegang kewajiban untuk melakukan pembayaran atas kewajiban

pembayaran utang dari Emiten kepada investor pemegang obligasi.

Sedangkan dalam obligasi dengan jaminan hak tanggungan, Menurut pasal

8 dal Pasal 9 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT), hak

tanggungan maupun pemegang hak tanggungan adalah orang perorangan atau

Badan Hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan

hukum. Kreditur pemegang hak tanggungan atau jaminan yang pemenuhan

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

81

Universitas Indonesia

piutang harus didahulukan dari piutang-piutang yang lain disebut kreditur

preferen. Sebagai kebalikannya adalah kreditur konkuren yaitu kreditur yang

kedudukannya sama berhak dan tak ada yang harus didahulukan dalam

pemenuhan piutangnya.

UUK-PKPU memberikan perlindungan bagi kreditur preferen

sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 55 ayat (1) yang berbunyi "Dengan tetap

memperhatikan ketentuan Pasal 55, 57, 58, setiap Kreditur pemegang gadai,

jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan

lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan".

Sedangkan Pasal 56 ayat (1) UUK menyebutkan:

“Hak eksekusi Kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan Debitur Pailit atau Kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.”

Sementara itu menurut Pasal 21 UUHT menetapkan bahwa:

"Apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit, pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut Ketentuan Undang-Undang ini".

Dengan demikian berdasarkan ketentuan dalam UUK-PKPU dengan

UUHT, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa investor pemegang obligasi selaku

kreditur preferen dapat segera mengeksekusi haknya atas kebendaan yang tidak

dalam kuasa debitur pailit atau kurator.

Kemudian, pembahasan berikutnya adalah investor pemegang obligasi

tanpa jaminan. Sebagai investor pemegang obligasi tanpa jaminan, maka investor

berkedudukan sebagai kreditur konkruen dalam kepailitan. Pemegang Obligasi

tanpa jaminan, sebagai kreditur konkruen, tidak mempunyai keistimewaan

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

82

Universitas Indonesia

sehingga kedudukannya satu sama lain sama181 dengan kreditur konkruen lainnya.

Investor Pemegang Obligasi tanpa Jaminan harus berbagi dengan para kreditur

lain secara proporsional, atau disebut juga sebagai pari passu, yaitu menurut

perbandingan besarnya masing-masing tagihan mereka, dari hasil penjualan harta

kekayaan debitur yang tidak dibebani dengan hak jaminan182. Dengan demikian,

maka investor pemegang oblgiasi tanpa jaminan, selau Kreditur Konkruen,

memiliki kedudukan yang lebih lemah daripada investor pemegang obligasi

dengan jaminan, selaku kreditur preferen, dalam hal prioritas pembayaran utang

dari harta debitur yang mengalami kepailitan

4.1.3 Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO)

Rapat Umum Pemegang Saham dapat dianalogikan dengan Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS)183. Korum kehadiran maupun keputusan diatur menurut

kebiasaan yang berlaku. Dalam hal pengambilan keputusan dalam RUPO,

keputusan RUPO hanya dapat diambil secara sah apabila RUPO dihadiri oleh

pemegang obligasi yang mewakili sedikitnya 2/3 dari jumlah pemegang obligasi

dan disetujui dari ½ jumlah suara yang diwakili. Apabila suara yang setuju dan

tidak stuju adalah sama, maka usul yang diajukan dalam RUPO dianggap ditolak.

Apabila RUPO tidak mencapai korum, maka dapat diadakan RUPO kedua paling

cepat sepuluh hari setelah RUPO pertama dengan syarat yang sama dengan RUPO

pertama. Panggulan untuk RUPO kedua dilakukan sekurang-kurangnya lima hari

kerja sebelum tanggal RUPO kedua dengan pengumuman dalam sedikitnya dua

surat kabar harian yang luas peredarannya di Indonesia. Apabila RUPO kedua

181 H. Man S. Sastrawidjaja, op. cit., hal. 34

182 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 280 183 Milasari Rokayah, Peranan Wali Amanat , (Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum

Universitas Indonesia), hal. 59

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

83

Universitas Indonesia

tidak mencapai korum, maka RUPO berikutnya berhak mengambil keputusan

dengan suara terbanyak184.

RUPO menyelenggarakan setiap waktu pelaksanaannya mengacu kepada

hal-hal yang diatur mengenai ketentuan RUPO di dalam Perjanjian

Perwaliamanatan185. Berikut uraian singkat mengenai RUPO186:

1. Tujuan RUPO antara lain untuk:

a. Menyampaikan pemberitahuan kepada Emiten atau Wali Amanat

atau untuk memberikan pengarahan kepada Wali Amanat atau

untuk menyetujui suatu kelonggaran waktu atas suatu kelalaian

semua Perjanjian Perwaliamanatan.

b. Mengambil tindakan lain yang dikuasakan untuk diambil oleh

atau atas nama Pemegang Obligasi

c. Untuk menyampaikan usulan-usulan Emiten atau Pemegang

Obligasi yang memenuhi persentase tertentu yang telah

dicantumkan dalam Perjanjian Perwaliamanatan.

2. Tata Cara RUPO

a. RUPO diadakan di tempat kedudukan Emiten atau tempat lain

yang disepakati oleh Wali Amanat

b. RUPO dipimpin dan diketuai oleh Wali Amanat

c. RUPO dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh Pemegang

Obligasi atau kuasanya yang sah yang mewakili persentase

tertentu dari yang hadir yang telah ditentukan dalam Perjanjian

Perwaliamanatan.

184 Marzuki Usman, Singgih Riphat dan Syahrir Ika, ABC Pasar Modal Indoensia,

(Jakarta: Institut Bankir Indonesia dan Ikatan Sarjana Ekonomi Cabang Jakarta, 1990), hal. 57

185 Ima Mayasari, Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Obligasi dalam Wanprestasi Emiten, (Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007), hal. 66

186 Sarmiati A.S., Fungsi Wali Amanat, Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas

Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Bisnis Lainnya Tahun 2004 yang bertema Transaksi di Pasar Modal Obligasi, 29-30 Juni 2004, hal. 240-241

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

84

Universitas Indonesia

3. Wali Amanat selaku wakil para Pemegang Obligasi akan melakukan

hal-hal yang telah diputuskan dalam RUPO tersebut.

Dalam Kepailitan Emiten, RUPO dapat diselenggarakan atas inisiatif Wali

Amanat. Penyelenggaraan ini dapat dilangsungkan oleh Wali Amanat dalam

rangka membahas mengenai hal yang penting bagi investor pemegang obligasi

terkait dengan obligasi yang dipegang investor tersebut. Hal yang penting tersebut

harus dibahas guna mencapai suatu keputusan atas suatu isu yang dapat

mempengaruhi kepentingan pemegang obligasi atas obligasi yang dipegangnya.

Adanya Informasi mengenai kepailitan Emiten dapat memberikan dampak

yang signifikan bagi investor pemegang obligasi atas obligasi yang dipegangnya.

Kepailitan ini bermakna bahwa:

1. Emiten di-suspend dari bursa, dan perdagangan efek Emiten tersebut

dihentikan di dalam bursa, termasuk obligasi sebagai efek bersifat

utang yang diterbitkan oleh Emiten di Pasar Modal. Hal ini

bermakna bahwa investor pemegang obligasi tidak dapat

mengalihkan kepada pihak lain obligasi yang sedang dipegangnya.

2. Pemegang Obligasi harus melakukan tindakan-tindakan yang

diperlukan untuk dapat memperjuangkan hak-hak yang tercantum

dalam obligasi yang dimilikinya, baik mencakup pokok obligasi

maupun bunga-bunga yang menyertainya.

Atas hal tersebut, maka sejak adanya permohonan pailit terhadap Emiten,

Wali Amanat harus segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Obligasi

(RUPO). RUPO diselenggarakan dengan membahas aspek-aspek penting terkait

dengan adanya kepailitan Emiten.

Dalam RUPO, Wali Amanat akan menyampaikan laporan mengenai hal-

hal penting terkait dengan Emiten beserta dengan adanya proses Kepailitan yang

menimpa Emiten. Kemudian Wali Amanat akan bertindak sebagai penyelenggara

sekaligus pemimpin dalam RUPO yang dihadiri oleh minimal 2/3 dari jumlah

seluruh pemegang obligasi, dan diputuskan oleh paling sedikit ½ dari peserta yang

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

85

Universitas Indonesia

hadir. Keputusan dalam RUPO tersebut akan menjadi legitimasi bagi Wali

Amanat dalam melakukan berbagai tindakan atas nama pemegang obligasi dalam

mengurus segala aspek terkait yang menjadi kepentingan investor pemegang

obligasi dalam kepailitan Emiten.

RUPO memilki kedudukan yang penting untuk melindungi kepentingan

investor pemgang obligasi dalam hal terjadinya kepailitan Emiten. Putusan RUPO

yang berisikan perintah untuk Wali Amanat melakukan tindakan dalam rangka

mewakili investor pemegang obligasi dalam menuntut piutang kepada pihak

Emiten dalam proses kepailitan merupakan sebuah legitimasi yang memberikan

legal standing kepada pihak Wali Amanat dalam melakukan tindakan-tindakan

penuntutan piutang dalam proses kepailitan kepada Emiten maupun kurator.

Meskipun berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang

Pasar Modal disebutkan bahwa Wali Amanat merupakan pihak yang mewakili

kepentingan investor, Namun tanpa adanya legitimasi melalui Keputusan RUPO

sering kali tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Wali Amanat dalam rangka

mewakili kepenitngan investor pemegang obligasi pada proses kepailitan ditolak

oleh kurator (atau pihak guarantor dalam hal pengajuan klaim personal

guarantee). Hal ini disebabkan karena apabila tindakan Wali Amanat tanpa

persetujuan RUPO, maka Wali Amanat dianggap tidak memiliki legal standing

untuk melakukan tindakan dalam proses Kepailitan. Hal semacam ini biasanya

disebutkan dalam Perjanjian Perwaliamanatan187. Karena Kepailitan Emiten

merupakan suatu peristiwa yang sangat berdampak besar bagi obligasi dan

investor pemegang obligasi, maka RUPO biasanya dilaksanakan untuk membahas

dan menentukan langkah apa yang harus dilakukan sesuai dengan hasil keputusan

para investor dalam RUPO.

187 Sejauh ini belum ada draft baku kontrak perwaliamanatan yang menjadi standar

pembuatan kontrak perwaliamanatan di Indonesia. Dalam ketentuan Penjelasan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, disebutkan bahwa Kontrak Perwaliamanatan harus memuat beberapa hal antara lain : 1) utang pokok dan bunga serta manfaat lain dari Emiten; 2) saat jatuh tempo; 3) jaminan (jika ada); 4) agen pembayaran; 5) tugas dan fungsi Wali Amanat. Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, Op. Cit., hal. 24

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

86

Universitas Indonesia

Dengan demikian dalam kaitannya dengan kepailitan Emiten, RUPO

memegang peranan penting dalam upaya perlindungan investor pemegang

obligasi. RUPO berkedudukan sebagai penentu langkah-langkah yang harus

dilakukan oleh Wali Amanat, sekaligus sebagai dasar legitimasi bagi Wali

Amanat dalam melakukan upaya memperjuangkan hak dari investor pemegang

obligasi dalam kepailitan. RUPO tidak memiliki keterkaitan langsung dengan

Emiten maupun dengan kreditur lain, sebab dalam melakukan tindakan hukum,

apa yang dikehendaki oleh RUPO, telah diwakilkan oleh Wali Amanat selaku

wakil yang sah dari Investor Pemegang Obligasi sesuai dengan ketentuan dalam

UUPM dan Perjanjian Perwaliamanatan.

4.2 Aspek Hukum Keterbukaan Informasi mengenai Permohonan Pailit Emiten

yang Mengeluarkan Obligasi sebagai Penerapan Peraturan Hukum

Kepailitan dan Pasar Modal serta Penerapan Prinsip Good Corporate

Governance

Pada era perekonomian modern, nama baik perusahaan telah menjadi salah

perhatian bagi perusahaan. Nama baik perusahaan akan memberikan dampak

positif bagi kelangsungan usaha sebuah perusahaan. Sebagai contoh, dengan

adanya nama baik perusahaan, pemegang saham yang sudah ada akan

memperoleh kepastian yang lebih besar mengenai prospek perusahaan188.

Selanjutnya, calon investor memiliki alasan yang cukup kuat untuk menanamkan

modalnya pada perusahaan-perusahaam yang memiliki nama baik di mata

pemerintah dan masyarakat luas189.

Dalam dunia perbankan, adanya nama baik dapat menjadi aset tersendiri

bagi perusahaan. Hal ini disebabkan nama baik dapat menjadi faktor pendukung

188 Indra Surya, Ivan Yustiavandana, dan Arman Nefi, Penerapan Good Corporate

Governance : Mengensampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Utama, Jakarta : Kencana, 2006), hal. 82.

189 Ibid.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

87

Universitas Indonesia

bagi perusahaan memperoleh kemudahan mendapatkan kucuran kredit dari

perbankan. Pemberian kredit oleh perbankan itu sendiri sudah memiliki tolok ukur

dalam menentukan pemberian fasilitas kredit kepada calon debitur, seperti prinsip

kehati-hatian (prudential banking practice), prinsip know your costumer (KYC),

dan lain sebagainya190. Diantara masing-masing prinsip tersebut, nama baik

perusahaan memegang peranan bagi perusahaan untuk mendapatkan poin positif

dari perbankan.

Nama baik sebuah perusahaan dapat diperoleh dengan menerapkan prinsip

Good Corporate Governance (GCG). Dalam realitas masa kini, penerapan

prinsip-prinsip GCG dalam suatu perusahaan merupakan salah satu bahan

pertimbangan utama bagi kreditur dalam mengevaluasi potensi suatu perusahaan

untuk menerima pinjaman kredit darinya191. Bahkan bagi perusahaan berdomisili

di negara-negara berkembang, implementasi prinsip GCG secara konkret dapat

memberikan kontribusi untuk memulihkan kepercayaan para kreditur terhadap

kinerja suatuperusahaan yang telah dilanda krisis, misalnya Indonesia192. Di dunia

internasional, penerapan GCG sudah merupakan salah satu syarat utama dalam

perjanjian peberian kredit. Sering kali perusahaan yang telah

mengimplementasikan prinsip-prinsip GCG, mempunyai kemungkinan besar

untuk memperoleh bantuan kredit bagi usahanya.

GCG terdiri dari beberapa prinsip, antara lain193: prinsip fairness,

disclosure, effectiveness and effeciency, dan responsibility. Di Indonesia, GCG

telah menjadi pembahasan tersendiri oleh pelaku dan pakar perekonomian di

Indonesia. Bapepam LK selaku otoritas bursa di Indonesia menaruh perhatian

190 Ibid, hal. 83 191 Ibid, hal. 83 192 Aburizal Bakrie, “Good Corporate Governance: Sudut Pandang Pengusaha”, dalam

Good Corporate Governance: Konsep dan Implementasi Perusahaan Publik dan Korporasi Indonesia, diedit oleh Hindarmoho Hinuri (Jakarta: Yayasan Pendidikan Pasar Modal Indonesia, 2002), hlm. 127.

193 Indra Surya, Ivan Yustiavandana, dan Arman Nefi, Op. Cit, hal. 85-88

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

88

Universitas Indonesia

besar terhadap GCG. Dalam cetak biru Bapepam LK, disebutkan bahwa salah satu

penyebab rentannya perusahaan-perusahaan di Indonesia terhadap gejolak

perekonomian adalah lemahnya penerapan GCG dalam pengelolaan

perusahaan194.

Diantara prinsip-prinsip tersebut, satu yang memegang peranan penting di

bidang Pasar Modal adalah disclosure principle (prinsip keterbukaan).

Pentingnya prinsip keterbukaan dalam pasar modal telah juga telah ditekankan

oleh hail studi International Federation of Stock Exchange (FIBV) pada tahun

1998. Disebutkan dalam rangka menuju milenium ketiga orientasi pengembangan

pasar modal dunia adalah menciptakan pasar modal-pasar modal yang likuid dan

efesien. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, pasar modal dimana-mana

cenderung meningkatkan hal-hal yang lain terkait dengan keterbukaan195.

Tujuan utama dari ditegakannya prinsip keterbukaan di Pasar Modal

adalah untuk menjaga kepercayaan investor196. Pelaksanaan prinsip keterbukaan

guna meningkatkan kepercayaan investor atau publik197 terhadap pasar modal

sangat penting untuk diperhatikan. Karena apabila terjadi “krisis kepercayaan”

atau “ketidakpercayaan” investor kepada Pasar Modal dan Perekonomian, maka

194 Bapepam, Cetak Biru Pasar Modal Indonesia 2000-2004, (Jakarta: Bapepam, 1999),

hal 17. 195 Disamping untuk meningkatkan keterbukaan, juga adalah untuk meningkatkan

infrastruktur pasar, kliring dan penyelesaian transaksi, jenis instrumen yang diperdagangkan, pelayanan terhadap nasabah dan teknologi. Ibid., hal. 8

196 Frank H. Easterbrook, dan Daniel R. Fischel, 1, The Economic Structure of Corporate

Law, (Cambridge, Massachusetts, London: Harvad University Press, 1996), hal 296. 197Di dalam ilmu Psikologi dikenal teori bahwa manusia bereaksi terhadap apa yang

dipercayainya sebagai suatu kenyataan dan terhadap kenyataan itu sendiri. Dengna perkataan lain, faktor persepsi tentang suatu hal lebuh menentukan prilaku orang dan hal itu sendiri, Myers dalam Sarlito W. Sarwomo dan Acuk Parsudi, Mengembalikan Kepercayaan Masyarakat,I” disampaikan pada Simposium Penjelajahan Trace Baru II, Universitas Indonesia, Depok, 30 Maret 1988. Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, (Jakarta: Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001), hal. 31

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

89

Universitas Indonesia

investor menarik modal merka dari pasar. Akibatnya pasar dan perkonomian akan

rusak secara kesleuruhan198.

Infromasi yang didasarkan oleh fakta yang akurat terkait dengan keadaan

Emiten merupakan hal yang penting bagi investor, termasuk pula investor

pemegang obligasi. Informasi tersebut harus diberikan secara akurat dengan

waktu yang tepat. Dengan pemberian informasi berdasarkan prinsip keterbukaan

itu, maka dapat diantisipasi terjadinya kemungkinan investor tidak memperoleh

informasi atau fakta materiel atau tidak meratanya informasi bagi investor

disebabkan ada informasi yang tidak disampaikan adan bisa juga terjadi informasi

yang belum tersedia untuk publik yang telah disampaikan kepada orang-orang

tertentu199, sedangkan informasi itu sangat berfungsi karena berisi fakta material,

yang dapat dibuat sebagai bahan pertimbangan bagi investor untuk melakukan

investasi200.

Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan dengan adanya sistem

keterbukaan wajib bagi perusahaan yang melakukan penawaran umum untuk

menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai keadaan usahanya, bak

dari segi keuangan, manajemen produksi, maupun hal-hal lain yang berkaitan

dengan kegiatan usahanya201.

198 Frank H. Easterbrook, dan Daniel R. Fischel, 2, “Mandatory Disclosure and the

Protection of Investors,” Virginia Law Review, (Vol.70, 1984), hal. 673.

199 James D. Cox, Robert W. Hillman, Donald C. Langevoort, Securities Regulation Cases and Materiels, (Boston, Toronto, London: Little, Brown and Company, 1991), hal 55-56.

200 D. Brian Hufford, “Deserring Fraud vs Avoiding the “Strike Suit” : Reaching An Appropriate Balance,” Brooklyn Law Review, (Vol. 61, 1995), hal. 593-594.

201 Bandingkan dengan Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang menyatakan bahwa “Bapepam wajib memperhatikan kelengkapan, kecukupan, obyektifitasm kemudahan untuk dimenegerti, dan kejelasan dokumen Pernyataan Pendaftaran untuk memastikan bahwa Pernyataan Pendaftaran memenuhi Prinsip Keterbukaan.” Bandingkan juga dengan Pasal 89 ayat (1) yang menyatakan, bahwa “informasi yang wajib disampaikan oleh setiap Pihak kepada Bapepam berdasarkan ketenuan Undang-Undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya tersedia untuk umum.” Dalam Penjelasan Pasal 89 ayat (1) ini dinyatakan, bahwa “yang dimaksud informasi dalam ayat ini, antara lain Pernyataan Pendaftaran termasuk prospektus, permohonan izin usaha, izin orang-perorangan, persetujuan dan pendaftaran profesi, laporan berkala, dan laporan lain-lainnya.”, Bismar Nasution, Op. Cit., hal. 30

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

90

Universitas Indonesia

Penekanan untuk mencermati pelaksanaan prinsip keterbukaan dalam

pasar modal Indonesia adalah langkah yang tepat dilakukan mengingat

terdapatnya berbagai masalah yang timbul dalam pelaksanaan prinsip keterbukaan

tersebut. Tanpa upaya pembenahan prinsip keterbukaan terhadap masalah-

masalah yang timbul menyebabkan tujuan prinsip keterbukaan tidak tercapai, dan

pada akhirnya mengakibatkan pasar modal mengalami distorsi atau menjadi tidak

efesien202.

Pengungkapan informasi tentang fakta materiel secara akurat dan penuh

diperkirakan dapat merealisasikan tujuan prinsip keterbukaan dan mengantisipasi

terjadinya pernyataan yang menyesatkan (misleading). Bagi investor. Sebagai

contoh, dalam hal adanya permohonan kepailitan terhadap Emiten, atau Emiten

terancam gagal bayar (insolven) terhadap suatu utang yang akan jatuh tempo,

Emiten wajib terbuka mengkonsultasikan permasalahan tersebut kepada Wali

Amanat, dan juga menyampaikan laporan kepada Bapepam LK dan Bursa terkait

dengan hal tersebut.

Dalam kaitannya dengan kepailitan Emiten, prinsip keterbukaan

memegang peranan penting dalam upaya perlindungan investor pemegang

obligasi. Sebagai kreditur yang berkepentingan atas obligasi yang dikeluarkan

Emiten, maka investor harus mengetahui segala informasi terkait dengan kondisi

dari Emiten tersebut. Pihak investor tentunya ingin memperoleh keuntungan atas

investasi obligasi yang dikeluarkan Emiten. Investor tentu juga berharap ada

kepastian atas pengembalian uang mereka dan keuntungan yang dapat diperoleh

atas bunga yang terdapat dalam obligasi. Kepailitan Emiten merupakan suatu

perisitwa yang tidak diharapkan oleh investor, sebab peristiwa ini dapat

mengancam keberadaan dana mereka yang mereka pinjamkan kepada Emiten

dalam obligasi.

Upaya penegakan prinsip keterbukaan dalam kepailitan Emiten harus

dijalankan melalui suatu mekanisme terpadu. Pihak Emiten, Wali Amanat,

202 Ibid.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

91

Universitas Indonesia

Bapepam LK dan Bursa memegang posisi penting terkait dengan prinsip

keterbukaan ini. Sejak permohonan kepailitan terjadi, pihak Emiten harus terbuka

kepada pihak investor. Hal ini dapat diusahakan secara nyata dengan upaya

menyampaikan informasi ini kepada pihak Wali Amanat dan melaporkannya

kepada Bapepam LK serta Bursa.

Kewajiban melaporkan kepada pihak Bapepam LK dan Bursa telah

diakomodir oleh Bapepam melalui Peraturan Bapepam LK Nomor K.X.5 tentang

Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang Dimohonkan

Pailit. Peraturan ini meliputi:

a. Peristiwa gagal bayar yang dilakukan oleh Emiten dan disadari oleh

Emiten atas pembayaran kewajiban kepada pinjaman tidak

terafiliasi. Atas inisiatifnya sendiri, maka Emiten wajib melaporkan

kepada Bapepam LK atas adanya keadaan tersebut paling lambat

akhir hari kerja ke-2 (kedua) sejak Emiten atau Perusahaan Publik

mengalami kegagalan atau mengetahui ketidakmampuan

menghindari kegagalan dimaksud. Laporan tersebut memuat rincian

mengenai pinjaman termasuk jumlah pokok dan bunga, jangka

waktu pinjaman, nama pemberi pinjaman, penggunaan pinjaman,

dan alasan kegagalan pembayaran kewajibannya.

b. Kemudian dalam hal kepailitan tersebut karena adanya permohonan

diajukan ke Pengadilan dari pihak lain yang berkedudukan sebagai

kredtior dari Emiten, maka Emiten atau Perusahaan Publik wajib

menyampaikan laporan mengenai hal tersebut kepada Bapepam dan

Bursa Efek dimana Efek Emiten atau Perusahaan Publik tercatat

secepat mungkin, paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua) sejak

Emiten atau Perusahaan Publik mengetahui adanya permohonan

pernyataan pailit dimaksud.

c. Laporan dari pihak yang mengajukan permohonan pailit terhadap

Emiten atau perusahaan publik, kepada Badan Pengawas Pasar

Modal dan Bursa. Pihak yang wajib melaporkan adalah pihak yang

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

92

Universitas Indonesia

dimaksud dalam pasal 85 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995

tentang Pasar Modal203.

Selanjutnya Laporan mengenai adanya permohonan pailit terhadap Emiten

merupakan dokumen publik yang tersedia bagi masyarakat di Pusat Referensi

Pasar Modal. Informasi yang diperoleh atas laporan tersebut wajib diinformasikan

pada hari itu juga setelah menerima laporan bahwa Emiten gagal membayar

kewajibannya atau setelah menerima laporan kepailitan, sehingga masyarakat

dapat menerima informasi tersebut tepat pada waktunya204. Walaupun Emiten

sedang melakukan negoisasi dengan para krediturnya atau sedang melaksanakan

restrukturisasi utang, Emiten tetap wajib melaporkan hal tersebut secepatnya205.

Keadaan insolven suatu badan usaha harus diketahui oleh masyarakat agar

tidak menimbulkan efek yang negatif di kemudian hari, dan mencegah debitur

beritikad buruk untuk mendapatkan dana dari masyarakat dengan cara menipu206.

Investor juga harus mengetahui informasi dengan sesegera mungkin dan sejelas-

jelasnya. Hal ini disebabkan kondisi Emiten yang diajukan permohonan pailit

oleh krediturnya membuar nasib investor tidak menentu. Investor harus

menanggung resiko terburuk yang mungkin akan terjadi apabila Emiten pailit

melalui putusan pengadilan. Resiko yang harus ditanggung oleh investor

pemegang obligasi antara lain disebabkan kurang transparannya Emiten dalam

memberikan informasi kepada publik.

Contoh dari kurang transparannya Emiten kepada publik misalnya adalah

dengan tidak memberikan informasi yang jelas mengenai besarnya kewajiban

yang harus dibayar oleh Emiten dan juga kegagalan Emiten dalam membayar dan

melunasi utang kepada para kreditur sehingga investor tidak mengetahui apa yang

203 Agus Salim Harahap, Bentuk Perlindungan dan Upaya Bursa Dalam Melindugi

Investor Terhadap Kepailitan Perusahaan Publik, Tesis Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Depok : Universitas Indonesia, 2007), hal. 76

204 Ibid, hal. 76-77 205 Ibid, hal. 77 206 Freddy Harris, op. cit.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

93

Universitas Indonesia

sebenarnya terjadi pada Emiten. dan investor baru mengetahui keadaan setelah

Emiten diajukan oleh para krediturnya ke Pengadilan Niaga untuk dimohonkan

pailit, padahal informasi tersebut sangat dibutuhkan oleh investor publik dalam

mengambil keputusan investasi. Hal ini dikarenakan keputusan untuk membeli,

menjual atau tetap menahan efek yang dipegang oleh investor dilakukan

berdasarkan informasi-informasi yang diperolehnya.

Emiten dapat dianggap melanggar prinsip keterbukaan dalam hal Emiten

tidak memberitahukan sama sekali (tidak menjalankan kewajiban pelaporan dan

keterbukaan informasi) atau memberi gambaran yang menyesatkan (misleading

information) tentang keadaan Emiten207. Apabila informasi penting seperti

kegagalan atau ketidakmampuan Emiten untuk melunasi utang-utangnya kepada

kreditur atau mengenai permohonan kepailitan yang diajukan kepadanya, dengan

sengaja tidak diberitahukan kepada Bapepam, Bursa, Publik dan Wali Amanat208

dengan maksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau untuk menghindari

kerugian yang mungkin akan dialaminya apabila dirinya melaksanakan

keterbukaan informasi tersebut. Dengan demikian maka Emiten tersebut telah

melanggar Pasal 90 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal. Apabila informasi tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, maka

investor dapat menuntut bahwa informasi yang diberikan oleh Emiten adalah

informasi yang menyesatkan209.

207 Badan Pengawas Pasar Modal akan memberikan sanksi administratif atas setiap

pelanggaran terhadap peraturan-peraturan prinsip keterbukaan informasi dan juga ditegaskan dalam Undang-Undang Pasar Modal Pasal 102 ayat (2). Sanksi administratif dapat berupa: peringatan tertulis; denda atau kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; pembatasan kegiatan usaha; pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha; pembatalan persetujuan; dan pembatalan pendaftaran. M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi. op. cit., hal. 238.

208 Kewajiban menginformasikan ini biasanya diwajibkan berdasarkan ketentuan dalam

perjanjian perwaliamanatan antara Emiten dengan wali amanat.

209 Dalam Undang-Undang Pasar Modal pasal 107 menegaskan bahwa setiap pihak yang

sengaja bertujuan menipu atau merugikan pihak lain, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal termasukEmiten dan perusahaan publik diancam pidana penjara paling

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

94

Universitas Indonesia

Mengingat pentingnya aspek keterbukaan ini, maka seharusnya Emiten

harus melaksanakan prinsip ini dengan sebaik-baiknya. Keterbukaan informasi ini

juga harus dibarengi dengan prinsip GCG lainnya, agar tercapai keselarasan.

Salah satu prinsip GCG lain yang sangat relevan dengan pelaksanaan prinsip

keterbukaan ini adalah pelaksanaan prinsip keadilan (fairness) dalam konteks

pelaksanaan prinsip keterbukaan. Masing-masing investor sebagai kreditur tidak

boleh mendapatkan perlakuan yang berbeda atau terdiskriminasikan dengan

kreditur lainnya dalam proses kepailitan terkait dengan akses informasi mulai dari

tahap adanya permohonan pailit hingga pada proses pailit selesai.

Komitmen penuh pelaksanaan prinsip GCG dan prinsip keterbukaan di

pasar modal menjadi langkah awal pemberian perlindungan investor dalam

kepailitan Emiten. Dari sisi pihak-pihak terkait di Pasar Modal, dengan terlaksana

dengan baiknya prinsip ini, maka akan menumbuhkan kepercayaan di kalangan

investor dan publik terhadap Pasar Modal. Sementara itu dari sisi Emiten, dengan

terlaksana dengan baiknya prinsip keterbukaan ini, dalam hal Emiten tersebut

lolos dari jeratan likuidasi, maka ketika Emiten tersebut berusaha kembali,

meskipun pernah mengalami proses pailit, Emiten akan mendapatkan respek

yang lebih positif dari publik, terutama pelaku pasar modal.

4.3 Aspek Hukum Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang Obligasi

dengan Proses Kepailitan Emiten yang Mengeluarkan Obligasi di Pasar

Modal

4.3.1 Aspek Hukum Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang Obligasi

dalam Proses Permohonan Pailit

Dalam proses permohonan pailit berjalan, terdapat beberapa aspek yang

menjadi titik utama yang harus diperhatikan terkait dengan kepailitan Emiten.

Aspek tersebut antara lain adalah penerapan prinsip keterbukaan (disclosure),

lama 3 tahun dengan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah). M. Irsan Nasarudin, Indra Surya , dan Arman Nefi., op. cit., hal. 139.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

95

Universitas Indonesia

keadilan (fairness), dan keseimbangan. Pihak yang memegang peranan penting

bagi investor dalam proses ini adalah pihak Wali Amanat, Emiten itu sendiri dan

Otoritas Pasar Modal.

Penerapan prinsip keterbukaan dalam rangka perlindungan investor dalam

kepailitan Emiten bermakna bahwa segala pihak terkait wajib memberikan segala

informasi yang telah menjadi kewajiban dan/atau tanggung jawabnya terkait

dengan kepailitan Emiten. Penerapan prinsip keadilan dalam rangka perlindungan

investor dalam kepailitan Emiten bermakna bahwa pihak investor harus

diperlakukan secara adil, dan bebas dari diskriminasi selama proses kepailitan

baik dalam kedudukan investor pemegang obligasi terkait dengan kepailitan

Emiten. Penerapan prinsip keadilan dalam rangka perlindungan investor dalam

kepailitan Emiten bermakna bahwa masing-masing pihak investor harus

diperlakukan secara adil, dan bebas dari diskriminasi selama proses kepailitan

baik dalam kedudukan investor pemegang obligasi dengan sesama investor

pemegang obligasi. Kemudian prinsip keseimbangan bermakna bahwa segala

upaya perlindungan hukum harus tetap memperhatikan keseimbangan antara

kepentingan investor dalam pengembalikan dana yang telah diinvestasikannya

dalam obligasi tersebut, dengan kepentingan dari debitur yang hendak dipailitkan

agar terhindar dari kepailitan dan dapat melanjutkan usahanya dan melaksanakan

kewajiban-kewajibannya kepada kreditur.

Perlindungan terhadap investor pemegang obligasi dalam proses

permohonan kepailitan dimulai sejak adanya suatu keadaan Emiten tidak mampu

atau mengalami kegagalan pembayaran atas suatu kredit yang telah jatuh tempo

dan dapat ditagih dimana pada saat yang sama Emiten juga memiliki lebih dari

satu utang, atau sejak adanya permohonan pailit terhadap Emiten ke pengadilan

niaga. Hal ini ditandai dengan adanya Peraturan Bapepam K.X.5 yang

mewajibkan Emiten melaporkan atas peristiwa tersebut kepada Bapepam LK dan

Bursa. Selain itu, biasanya kewajiban pelaporan peristiwa ini juga terdapat dalam

perjanjian perwaliamanat, dimana Emiten berkewajiban melaporkannya kepada

Wali Amanat. Dalam praktek, adanya peristiwa kepailitan Emiten dapat

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

96

Universitas Indonesia

dikategorikan sebagai kelalaian Emiten210. Laporan dari Emiten tersebut wajib

disampaikan kepada Investor pemegang obligasi yang dimaksudkan melindungi

investor dari ketidaktahuan informasi atau kemungkinan kerugian di masa yang

mendatang, seperti ketidaktahuan investor mengenai pemerolehan hak yang

terkandung dalam obligasi yang dipegangnya.

Selanjutnya seketika laporan tersebut diperoleh, Wali Amanat wajib

mengadakan RUPO guna membahas mengenai langkah-langkah apa yang akan

diambil untuk menyikapi adanya keadaan tidak mampu atau kegagalan

membayar; dan/atau adanya permohonan pailit kepada Emiten. Setelah

dikeluarkannya keputusan RUPO, maka Wali Amanat wajib melaksanakan

keputusan RUPO tersebut dan menjadi wakil dari investor pemegang obligasi

dalam mengurus kepentingan investor dalam memperjuangkan haknya kepada

Emiten.

Pelaksanaan hak yang dapat dilakukan oleh Investor selama permohonan

kepailitan Emiten berjalan mencakup:

1. Hak Atas Keterbukaan Informasi terkait dengan keadaan Emiten, besar

pertanggungan utang, dan segala hal terkait dengan kepailitan Emiten tersebut.

Sebagai investor publik, keterbukaan informasi menjadi aspek yang

sangat diperhatikan oleh investor sebagai kreditur dalam proses kepailitan

Emiten. Jaminan hukum atas hak ini telah diakomodir dalam Peraturan

Bapepam K.X.5 tentang Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau Perusahaan

Publik yang Dimohonkan Pailit. Kemudian keterbukaan lainnya dalam proses

kepailitan juga turut diakomodir dalam hukum acara dalam proses

pemeriksaan. Dalam proses pemeriksaan kepailitan di Pengadilan Niaga,

ketentuan dalam HIR juga turut berlaku. Oleh karena menurut Pasal 229

UUK-PKPU kecuali ditentukan lain dengan undang-undang, hukum acara

perdata yang berlaku, yaitu HIR211. Jadi dalam hal ini, proses pemeriksaan

210 Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, op. cit., hal. 37.

211 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 177

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 109: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

97

Universitas Indonesia

perkara pailit harus terbuka untuk umum. Ketentuan ini tentu menjamin

pelaksanaan keterbukaan informasi bagi investor pemegang obligasi atas

perolehan informasi terkait Emiten dalam proses pemeriksaan kepailitan di

Pengadilan Niaga.

2. Hak atas perlakuan yang sama tanpa diskriminatif dengan kreditur lainnya

dalam proses kepailitan berlangsung.

Perlakuan yang sama dalam hal ini maksudnya adalah larangan

tindakan diskriminatif dari Emiten terhadap investor dari kreditur lainnya,

terkait dengan penyampaian informasi, perlakuan status utang-piutang, dan

tindakan-tindakan Emiten yang menguntungkan kreditur-kreditur lainnya

secara sepihak yang merugikan investor dalam kedudukannya sebagai

kreditur.

3. Klaim adanya piutang dari para Investor pemegang obligasi kepada Emiten

terkait dengan penerbitan obligasi.

4. Klaim atas jaminan yang disertakan dalam penerbitan obligasi dengan jaminan

(bila ada)

5. Actio Pauliana Sebelum Pernyataan Pailit

Actio Pauliana adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada

kreditur mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalans

segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitur terhadap

harta kekayaannya yang diketahui oleh debitur perbuatan tersebut merugikan

kreditur212. Hak tersebut merupakan perlindungan yang diberikan oleh hukum

kepada kreditur atas perbuatan debitur yang dapat merugikan kreditur. Hak

tersebut diatur dalam KUH Perdata dalam Pasal 1341213.

212 Ibid, hal. 248 213 Dalam Pasal 1341 disebutkan bahwa : “Meskipun demikian, tiap kreditur boleh

mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur, dengan nama apa pun juga, yang merugikan kreditur, asal dibuktikan, bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, debitur dan orang yang dengannya atau untuknya debitur itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para kreditur. Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi obyek dari tindakan yang tidak sah, harus dihormati.Untuk mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan debitur, cukuplah kreditur menunukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu debitur mengetahui, bahwa dengan cara demikian dia merugikan

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 110: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

98

Universitas Indonesia

Istilah ini berasal dari bahasa Romawi yang menunjuk kepada semua

upaya hukum yang dapat menghasilkan batalnya perbuatan debitur yang dapat

menghasilkan batalnya perbuatan debitur yang meniadakan tujuan pasal 1311

KUH Perdata214. Berkaitan dengan kepailitan misalnya, tindakan debitur

yang mengetahui akan dinyatakan pailit, melakukan perbuatan hukum berupa

memindahkan haknya atas sebagian dari harta kekayaannya kepada pihak lain

dan perbuatan tersebut dapat merugikan krediturnya215.

Ketentuan dalam Pasal 1341 memperoleh ketentuan pelaksanaannya

dalam pasal 41-50 UUK-PKPU216. Ketentuan tersebut bertujuan untuk

melindungi kepentingan kreditur. Dalam konteks perlindungan investor

pemegang obligasi, sebagai kreditur ketentuan ini juga turut berlaku bagi

investor pemegang obligasi. Berikut penjelasannya:

a. Menurut Pasal 41 UUK-PKPU

Pasal 41 (1) Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat

dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitur yang telah

dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditur, yang dilakukan

sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Lebih lanjut lagi dalam Pasal

41 ayat (2) disebutkan bahwa Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat

perbuatan hukum dilakukan, Debitur dan pihak dengan siapa perbuatan

hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa

perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditur.

Menurut Pasal 41 ayat (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum Debitur yang wajib

dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena undang-undang.

para kreditur, tak perduli apakah orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak.”

214 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit. 215 Kartini Muljadi, dalam Lontoh dkk, Penyelesaian Utang-Piutang: Melalui Pailit atau

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Penerbit Alumni, 2001) 216 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit. hal. 249

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 111: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

99

Universitas Indonesia

Menurut Fred G. Tumbuan terdapat lima persyaratan yang harus

dipenuhi (agar Actio Pauliana itu berlaku)217. Persyaratan tersebut ialah:

1) Debitur (dalam konteks ini adalah Emiten) telah melakukan perbuatan

hukum

2) Perbuatan hukum tersebut termasuk tidak wajib dilakukan oleh debitur

(Emiten)

3) Perbuatan hukum dimaksud telah merugikan kreditur, termasuk

investor pemegang obligasi selaku kreditur

4) Pada saat melakukan perbuatan hukum tersebut debitur mengetahui

atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan

merugikan kreditur; dan

5) Pada saat melakukan perbuatan hukum tersebut dilakukan dengan pihak

dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau

sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan

mengakibatkan kerugian bagi kreditur.

b. Menurut Pasal 42 UUK-PKPU

Apabila perbuatan hukum yang merugikan Kreditur dilakukan dalam

jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan,

sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan. Debitur, kecuali dapat

dibuktikan sebaliknya, Debitur dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut

dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan

tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditur sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 41 ayat (2), dalam hal perbuatan tersebut:

1) merupakan perjanjian dimana kewajiban Debitur jauh melebihi

kewajiban pihak dengan siapa perjanjian tersebut dibuat;

2) merupakan pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang

belum jatuh tempo dan/atau belum atau tidak dapat ditagih;

3) dilakukan oleh Debitur perorangan, dengan atau untuk kepentingan:

217 Ibid, hal. 250

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 112: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

100

Universitas Indonesia

a) suami atau istrinya, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat

ketiga;

b) suatu badan hukum dimana Debitur atau pihak sebagaimana

dimaksud pada angka 1) adalah anggota direksi atau pengurus

atau apabila pihak tersebut, baik sendiri-sendiri maupun bersama-

sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam

kepemilikan badan hukum tersebut lebih dari 50% (lima puluh

persen) dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum

tersebut.

4) dilakukan oleh Debitur yang merupakan badan hukum, dengan atau

untuk kepentingan:

a) anggota direksi atau pengurus dari Debitur, suam i atau istri, anak

angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau

pengurus tersebut;

b) perorangan, baik sendiri atau bersama-sama dengan suami atau

istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut

serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada

Debitur lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal disetor atau

dalam pengendalian badan hukum tersebut;

c) perorangan yang suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya

sampai derajat ketiga, ikut serta secara langsung atau tidak langsung

dalam kepemilikan pada Debitur lebih dari 50% (lima puluh persen)

dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut.

5). dilakukan oleh Debitur yang merupakan badan hukum dengan atau

untuk kepentingan badan hukum lainnya, apabila:

a) Perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha

tersebut adalah orang yang sama;

b) Suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga

dari perorangan anggota direksi atau pengurus Debitur yang juga

merupakan anggota direksi atau pengurus pada badan hukum

lainnya, atau sebaliknya;

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 113: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

101

Universitas Indonesia

c) Perorangan anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan

pengawas pada Debitur, atau suami atau istri, anak angkat, atau

keluarga sampai derajat ketiga, baik sendiri atau bersama-sama, ikut

serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan

hukum lainnya lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal

disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut, atau

sebaliknya;

d) Debitur adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukum

lainnya, atau sebaliknya;

e) Badan Hukum yang sama, atau perorangan yang sama baik bersama,

atau tidak dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya

dan keluarganya sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung

atau tidak langsung dalam kedua badan hukum tersebut paling

kurang sebesar 50% (lima puluh persen) dari modal yang disetor;

6) Dilakukan oleh Debitur yang merupakan badan hukum dengan atau

terhadap badan hukum lain dalam satu grup dimana Debitur adalah

anggotanya;

7) Ketentuan dalam huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f berlaku mutatis

mutandis dalam hal dilakukan oleh Debitur dengan atau untuk

kepentingan:

a) anggota pengurus dari suatu badan hukum, suami atau istri, anak

angkat atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota pengurus

tersebut;

b) perorangan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan suami atau

istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga yang ikut serta

secara langsung atau tidak langsung dalam pengendalian badan

hukum tersebut.

Pasal 42 ini bukan saja perbuatan hukum yang dilakukan setelah debitur

(Emiten) dinyatakan pailit dapat dibatalkan, tetapi juga perbuatan hukum

yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan dapat juga

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 114: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

102

Universitas Indonesia

dibatalkan. Pasal 42 UUK-PKPU dengan jelas bahwa perbuatan hukum yang

apabila dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan

pernyataan pailit ditetapkan, dengan syarat:

1) Perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan oleh debitur (Emiten)

2) Debitur (Emiten) dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut

dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa

perbuatan tersebut akan merugikan kreditur (dalam hal ini

termasuk pula investor pemegang obligasi selaku kreditur dari

Emiten),

3) Perbuatan tersebut memenuhi syarat-syarat sebagaimana

disebutkan dalam pasal 42 huruf a sampai dengan g218.

c. Menurut Pasal 43 dan 44 UUK-PKPU

Sehubungan dengan pasal 42 di atas, menurut pasal 43 UUK-PKPU,

hibah yang dilakukan oleh debitur dapat dimintakan pembatalan kepada

pengadilan. Apabila kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah

tersebut dilakukan debitur mengetahui atau patut mengetahui bahwa

tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Menurut

penjelasan Pasal 43 tersebut, dengan ketentuan ini kurator tidak perlu

membuktikan bahwa penerima hibah tersebut mengetahui atau patut

mengetahui bahwa tindakan tesebut akan mengakibatkan kerugian bagi

kreditur219. Sementara menurut Pasal 44 UUK-PKPU, kecuali dapat

dibuktikan sebaliknya (oleh debitur), debitur dapat dianggap mengetahui

atau patut mengetahui bahwa hibah tersebut merugikan kreditur, apabila

hibah tersebut dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan

pailit diucapkan220.

d. Menurut Pasal 45 dan 46 UUK-PKPU

218 Ibid, hal. 254 219 Ibid 220 Ibid

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 115: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

103

Universitas Indonesia

Pasal 45 menentukan, bahwa pembayaran suatu utang yang sudah

dapat ditagih dapat dibatalkan apabila dibuktikan (dapat dibuktikan) bahwa:

1) Penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan

pailit debitur didaftarkan, atau

2) Dalam hal pembayaran tersebut merupakan akibat dari

persekongkolan debitur dan kreditur (kreditur tertentu) dengan

maksud menguntungkan kreditur tersebut melebihi kreditur

lainnya.

Dalam Pasal 46 ayat (1) UUK-PKPU menentukan, berdasarkan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, pembayaran yang telah

diterima oleh pemegang surat pengganti atau surat atas tunjuk yang karena

hubungan hukum dengan pemegang terdahulu wajib menerima pembayaran,

pembayar tersebut tidak dapat diminta kembali. Sementara menurut Pasal

46 ayat (2) menetukan, dalam hal pembayaran tidak dapat diminta kembali

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang yang mendapat keuntungan

sebagai akibat diterbitkannya surat pengganti atau surat atas tunjuk, wajib

mengembalikan kepada harta pailit jumlah utang yang telah dibayar oleh

debitur apabila:

1) Dapat dibuktikan bahwa pada waktu penerbitan surat sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) yang bersangkutan mengetahui bahwa

permohonan pernyataan pailit debitur sudah didaftarkan; atau

2) Penerbitan surat tersebut merupakan akibat dari persekongkolan

antara debitur dan pemegang pertama.

Dalam hal permohonan Actio Pauliana sebelum putusan pailit

dikabulkan oleh hakim dan mengakibatkan adanya pembatalan perbuatan

hukum yang melandasi adanya permohonan Actio Pauliana, maka setiap

orang yang telah menerima benda yang merupakan bagian dari harta

Debitur yang tercakup dalam perbuatan hukum yang dibatalkan, harus

mengembalikan benda tersebut kepada Kurator dan dilaporkan kepada

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 116: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

104

Universitas Indonesia

Hakim Pengawas221. Dan dalam hal pihak yang memiliki kewajiban

mengembalikan benda yang perolehannya dibatalkan akibat adanya Actio

Pauliana tidak dapat mengembalikan benda yang telah diterima dalam

keadaan semula, wajib membayar ganti rugi kepada harta pailit222. Akan

tetapi UUK-PKPU ternyata juga melindungi bagi pihak ketiga yang ternyata

dalam perolehan benda tersebut itikad baik dan dengan tidak cuma-cuma223.

Sedangkan bagi pihak Debitur, Benda yang diterima oleh Debitur atau nilai

penggantinya wajib dikembalikan oleh Kurator, sejauh harta pailit

diuntungkan, sedangkan untuk kekurangannya, orang terhadap siapa

pembatalan tersebut dituntut dapat tampil sebagai kreditor konkuren.

6. Hak memprakarsai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bagi Emiten

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari Emiten,

sebagai debitur, dari kepailitan adalah melalui upaya Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (PKPU). Pengajuan PKPU ini dapat dilakukan pada saat

sebelum putusan pailit diputuskan di Pengadilan. Dari membaca ketentuan-

ketentuan dalam Bab III tentang PKPU dalam UUK-PKPU, dapat diketahui

bahwa pengajuan dapat dilakukan sebelum pengajuan permohonan

pernyataan pailit terhadap debitur atau pada pengajuan permohonan

pernyataan pailit terhada debitur atau pada waktu permohonan pernyataan

pailit sedang diperiksa oleh pengadilan niaga. Apabila PKPU diajukan

sebelum pengajuan permohona pernyataan pailit, maka terhadap debitur

tidak dapat diajukan permohonan pernyataan pailit. Sementara itu, apabila

PKPU diajukan di tengah-tengah berlangsungnya pemeriksaan pengadilan

221 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 49 ayat (1) 222 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 49 ayat (2) 223 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 49 ayat (3)

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 117: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

105

Universitas Indonesia

niaga terhadap permohonan pernyataan pailit, maka pemeriksaan itu harus

dihentikan224.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah untuk mencegah

Kepailitan seorang debitur yang tidak dapat membayar tetapi yang mungkin

dapat membayar di masa mendatang225. Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang tidak dimaksudkan untuk kepentingan debiturnya saja, melainkan

juga untuk kepentingan para krediturnya, terutama kreditur konkruen226.

Dengan demikian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang memberikan

kepada Debitur keringanan sementara dalam menghadapi para kreditur yang

menekan untuk mereorganiasi dan melanjutkan usaha, dan akhirnya

memenuhi kewajiban debitur terhadap tagihan-tagihan para kreditur227.

Emiten yang sedang dalam PKPU memiliki kemungkinan untuk dapat

bertahan dan melanjutkan usaha perusahaannya apabila Emiten dapat

memaksimalkan segenap upaya untuk melakukan hal-hal yang dapat

menghindarkan dirinya dari kepailitan dan membuat usahanya dapat terus

berjalan. Selama PKPU berjalan, Emiten selaku debitur akan berada dalam

pengurusan Pengurus. Kartini Mujadi mengemukakan bahwa debitur selama

PKPU tidak kehilangan penguasaan dan hak (beheer en beschikking) atas

kekayaannya. Dalam PKPU, Debitur dan Pengurus merupakan dwi tunggal

karena salah satu antara mereka tidak dapat bertindak dengan sah tanpa

yang lain228.

Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang

Kepailitan yang hanya memungkinkan PKPU diajukan oleh debitur saja,

UUK-PKPU memberikan kemungkinan PKPU diajukan juga oleh kreditur.

224 Sutan Remy Sjaheini, op. cit., hal. 327. 225 Adrian Adonis, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dalam Proses

Kepailitan di Indonesia, (Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hlm. 7 226 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 329 227 Jerry Hoff, Undang-Undang Kepailitan di Indonesia, Penerjemah Kartini Mulyadi,

Cet. I, (Jakarta, Tatanusa, 2000), hlm. 187

228 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 330

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 118: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

106

Universitas Indonesia

Ketentuan ini diatur dalam Pasal 222 ayat (3) UUK-PKPU229. Hal ini tentu

bermakna bahwa investor pemegang obligasi dapat pula mengajukan upaya

PKPU, sebab investor pemegang obligasi juga turut berkedudukan sebagai

kreditur dalam hal terjadinya kepailitan Emiten.

Dalam Pasal 222 ayat (3) disebutkan bahwa:

“Kreditur yang memperkirakan bahwa Debitur tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitur diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitur mengajukan rencana Perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Krediturnya.”

Permohonan PKPU diajukan ke Pengadilan Niaga dalam lingkup

tempat kedudukan debitur. Jadi dalam hal terjadinya kepailitan Emiten,

permohonan dapat diajukan oleh investor pemegang obligasi, melalui Wali

Amanat, ke Pengadilan Niaga tempat kedudukan Emiten. Sementara dalam

Pasal 224 ayat (3) disebutkan bahwa:

“Dalam hal pemohon adalah Kreditur, Pengadilan wajib memanggil Debitur melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang.”

Hal yang perlu diingat dalam pengajuan permohonan PKPU bagi

Emiten oleh Investor Pemegang Obligasi adalah bahwa pengajuan

permohonan PKPU ini wajib didasari oleh keputusan dari RUPO.

Persetujuan RUPO diperlukan mengingat bahwa keputusan mengajukan

229 Menurut Pasal 223 ayat (3), kreditur hanya dapat mengajukan permohonan PKPU apabila

secara nyata debitur tidak lagi membayar piutangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih. Menurut Prof. Sutan Remy Sjahdeini, sebaiknya dimungkinkan pula bagi kreditur apabila dari aporan keuangan yang dikirim oleh debitur kepada kreditur (pada umumnya dalam pemberian kredit kewajiban debitur untuk dalam waktu-waktu tertentu menyampaikan laporan mengenai keadaan keuangannya), dapat pula untuk mengajukan permohonan PKPU, yaitu seperti halnya debitur. Oleh karena itu, seyogyanya hakim tidak menolak permohonan PKPU oleh kreditur apabila kreditur dapat membuktikan bahwa debitur diperkirakan tidak dapat melanjutkan membayar utang-utangnya ketika utang-utang itu jatuh waktu dan dapat ditagih. Sebab Hakim harus bersikap tidak menegakkan undang-undang menurut kata-katanya, tetapi menurut semangatnya (tujuannya). Ibid., hal. 331-337.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 119: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

107

Universitas Indonesia

permohonan RUPO merupakan suatu keputusan yang krusial dan

menyangkut kepentingan masing-masing investor pemegang obligasi.

Persetujuan RUPO ini juga dimaksudkan sebagai legitimasi dari tindakan

permohonan pengajuan PKPU atas nama investor pemegang obligasi, yang

kemudian tindakan konkretnya diwakilkan oleh Wali Amanat. Persetujuan

RUPO harus benar-benar mempertimbangkan kepentingan investor

pemegang obligasi dan merupakan cerminan dari keinginan investor

pemegang obligasi.

4.3.2 Aspek Hukum Perlindungan Kepentingan Investor Pemegang Obligasi

setelah Emiten yang Mengeluarkan Obligasi Dinyatakan Pailit oleh

Hakim

Perlindungan terhadap investor pemegang obligasi dalam hal terjadinya

kepailitan Emiten tidak hanya berhenti dalam proses kepailitan berjalan semata.

Perlindungan tersebut akan tetap berlangsung setelah putusan pernyataan pailit

diputuskan oleh majelis hakim. Sebagai pihak kreditur bagi Emiten yang pailit,

investor pemegang obligasi tentu memiliki kepentingan terhadap piutang yang

dimilikinya serta hak-hak lainnya terkait dengan piutang tersebut. Setidaknya

terdapat beberapa aspek hukum perlindungan kepentingan investor pemegang

obligasi setelah Emiten dinyatakan pailit oleh hakim. Berikut penjelasannya:

1. Hak Investor Pemegang Obligasi dalam Pencocokan Piutang

Ketika Emiten dinyatakan pailit bedasarkan putusan pengdilan, sejak

tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, Emiten demi hukum kehilangan

haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang temasuk dalam

harta pailit. Demikian ditentukan dalam Pasal 24 ayat (1) UUK-PKPU. Sejak

waktu itu pula harta kekayaan Emiten dimasukkan sebagai harta pailit. Untuk

mengurus harta pailit tersebut, menurut Pasal 15 UUK-PKPU, pengadilan

niaga mengangkat kurator di samping sekaligus mengangkap pula seorang

hakim pengawas. Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UUK-PKPU, tugas kurator

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 120: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

108

Universitas Indonesia

antara lain, adalah segera membuat daftar mengenai jumlah utang dan piutang

debitur (Emiten) dan jumlah piutang para kreditur setelah membuat uraian

harta pailit. Tugas tersebut dilakukan oleh kurator mendahului tugasnya untuk

membayar piutang atau tagihan masing-masing kreditur.

Untuk dapat melaksanakan pembayaran piutang para kreditur, kurator

harus terlebih dahulu230:

a. Mendata siapa saja yang menjadi kreditur

b. Memeriksa keabsahan dari piutang atau tagihan dari masing-masing

kreditur itu

c. Memastikan mengenai berapa jumlah atau nilai masing-masing

piutang atau tagihan para kreditur tersebut.

Berdasarkan hal di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hal-hal

utama yang harus dilakukan investor pemegang obligasi melalui perwakilan

Wali Amanat kepada kurator adalah sebagai berikut:

a. Mengajukan klaim atau pernyataan tertulis kepada pihak kurator

mengenai adanya sejumlah utang dari Emiten kepada investor

pemegang obligasi atas penerbitan obligasi yang dilakukan Emiten

di Pasar Modal

b. Menyertakan bukti-bukti berupa dokumen-dokumen tertulis yang

menjamin keabsahan adanya hubungan utang-piutang antara Emiten

dengan investor pemegang obligasi terkait dengan penerbitan

obligasi yang dilakukan oleh Emiten

c. Menyertakan daftar jumlah keseluruhan obligasi yang diterbitkan

oleh Emiten beserta nilai per-lembar obligasi yang diterbitkan oleh

Emiten tersebut. Uraian tersebut turut pula melampirkan jumlah

utang pokok dan bunga obligasi.

d. Dalam hal terdapat jaminan dalam penerbitan obligasi yang

dilakukan oleh Emiten, maka Wali Amanat juga wajib menyertakan

230 Ibid, hal. 262

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 121: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

109

Universitas Indonesia

bukti-bukti adanya hak jaminan dalam penerbitan obligasi yang

dilakukan oleh Emiten.

e. Pengajuan piutang dan bukti-bukti di atas dilakukan sebelum batas

waktu yang ditentukan oleh hakim pengawas231.

f. Atas pengajuan piutang terhadap kurator ini, pihak investor

pemegang obligasi melalui perwakilan Wali Amanat, berhak

meminta suatu tanda terima dari kurator232.

Selanjutnya, selain pengajuan piutang kepada kurator, pihak investor

pemegang obligasi harus menghadiri Rapat Pencocokan Piutang. Kehadiran

investor pemegang obligasi ini tentunya diwakilkan oleh Wali Amanat

sebagai pihak yang mewakili kepentingan investor pemegang obligasi.

Dalam menghadiri Rapat Pencocokan Piutang, Wali Amanat tidak perlu

datang sendiri untuk menghadiri rapat. Wali Amanat dapat saja memberikan

kuasanya kepada pihak penerima kuasa dengan melalui perjanjian

pemberian kuasa dengan perjanjian di bawah tangan atau dengan akta

otentik.

Pasal 124 ayat (1) PKPU menetukan dalam rapat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 121, hakim pengawas membacakan daftar piutang

yang diakui sementara dan daftar piutang yang dibantah oleh kurator. Pasal

124 ayat (2) menetukan bahwa setiap kreditur yang namanya tercantum

dalam daftar piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meminta

agar kurator memberikan keterangan mengenai tiap piutang, adanya hak

231 Hal ini diatur dalam pasal 113 ayat (1) UUK-PKPU dimana dalam pasal tersebut diatur

bahwa paling lambat 14 hari terhitung setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, hakim pengawas harus menetapkan: a) batas akhir pengajuan tagihan; b) batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; c) hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat kreditur untuk mengadakan pencocokan piutang.

232 Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 115 ayat (2) yang berbunyi: “Atas penyerahan

piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kreditur berhak meminta suatu tanda terima dari Kurator.”

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 122: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

110

Universitas Indonesia

untuk didahulukan, hak untuk menahan suatu benda (hak retensi) atau dapat

menyetujui bantahan kurator233.

Dalam hal terjadinya bantahan dari pihak kurator perihal pengajuan

piutang investor pemegang obligasi, maka pihak investor pemegang obligasi

dapat mengajukan keberatan dengan mengajukan bukti-bukti yang dimiliki

dan argumen seputar piutang tersebut. Perselisihan ini akan ditengahi oleh

hakim pengawas. Sesuai dengan ketentuan 127 ayat (1) UUK-PKPU, dalam

hal ada bantahan tetapi hakim pengawas tidak dapat mendamaikan kedua

belah pihak yang berselisih itu, hakim pengawas (wajib) memerintahkan

kedua belah pihak (pihak kurator dan pihak perwakilan dari para investor

pemegang obligasi) untuk menyelesaikan perselisihan tersebut di pengadilan

sekalipun perselisihan tesebut telah diajukan ke pengadilan234.

2. Hak Investor Pemegang Obligasi dalam Pemberesan Harta Pailit

Menurut ketentuan pasal 178 ayat (1) UUK-PKPU, jika dalam rapat

pencocokan piutang (yaitu verifikasi utang-piutang) tidak ditawarkan

rencana perdamaian (oleh debitur), atau rencana perdamaian yag ditawarkan

oleh rapat, atau pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan

pengadilan niaga yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka demi

hukum harta pailit berada dalam keadaan insolvensi (tidak mampu

membayar utang-utang debitur)235. Tindakan selanjutnya yang dapat

dilakukan terhadap harta debitur pailit yang telah dinyatakan dalam keadaan

insolvensi itu adalah melakukan likuidasi, yaitu menjual harta pailit

tersebut. Likuidasi tersebut dilakukan oleh kurator236.

Atas hasil likuidasi tersebut kurator mendistribusikannya kepada

masing-masing kreditur yang utang-piutangnya telah diakui dalam proses

233 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 265 234 Ibid, hal. 270 235 Ibid. hal. 279 236 Ibid.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 123: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

111

Universitas Indonesia

pencocokan utang atau verifikasi utang-piutang. Distribusi tersebut

dilakukan sesuai dengan urutan tingkat masing-masing piutang mereka

sebagaimana ditentukan dalam undang-undang237 kepada kreditur yang

termasuk di dalam Daftar Pembagian Piutang. Tindakan kurator inilah yang

dimaksud dengan pemberesan harta pailit. Bagi investor pemegang obligasi,

pembayaran hasil likuidasi dilakukan kepada pihak paying agent, yang

biasanya dirangkap pula oleh Wali Amanat.

Dalam hal obligasi yang dikeluarkan oleh Emiten merupakan obligasi

tanpa jaminan, yang bermakna pula bahwa investor pemegang obligasi

berkedudukan sebagai kreditur konkruen, maka apabila ternyata Emiten

memiliki cukup dana tunai untuk melunasi utang-utangnya seluruh

krediturnya, maka pembayaran oleh kurator dapat segera dilaksanakan tanpa

menunggu penyelesaian hasil pelelangan atau penjualan bawah tangan harta

pailit yang berupa benda238. Namun apabila ternyata jumlah uang tunai dari

Emiten tidak mencukupi untuk melunasi utang-utangnya, maka investor

pemegang obligasi harus menunggu pembagian hasil likuidasi dari

pelelangan umum atau penjualan di bawah tangan benda-benda kekayaan

Emiten yang tidak dibebani dengan hak jaminan. Pembagian harta pailit

terhadap investor pemegang obligasi yang berkedudukan sebagai kreditur

konkruen dibagi secara proporsional menurut perbandingan besarnya

piutang masing-masing kreditur konkruen239.

237 Apabila tidak ditentukan suatu pitang merupakan hak istimewa yang berdudukan lebih

tingi daripada piutang yang dijamin dengan suatu hak jaminan (gadai, fidusia, hak tanggungan atau hipotek), maka urutan kreditur adalah sebagai berikut: 1) Kreditur yan memiliki pitang yang dijamin dengan hak jaminan (kreditur preferen); 2) Kreditur yang memiliki hak istimewa; 3) Kreditur konkruen Sementara itu, apabila suatu hak istimewa ditentukan harus dilunasi tersebih dahulu daripada kreditur lainnya termasuk para kreditur pemegang hak jaminan, maka urutan para kreditur adalah sebagai berikut: 1) Kreditur yang memiliki hak istimewa; 2) Kreditur yang memiliki putang yang dijamin dengan hak jaminan (kreditur preferen); 3) Kreditur konkruen. Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 7

238 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 188 239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijke Wetboek], diterjemahkan oleh

Subekti dan R. Tjitrosudibjo, (Bandung: Pradnya Paramita, 2001), Pasal 1132

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 124: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

112

Universitas Indonesia

Dalam hal investor pemegang obligasi memegang obligasi yang

diterbitkan oleh Emiten yang disertai dengan jaminan, maka investor

pemegang obligasi tersebut berkedudukan sebagai kreditur preferen.

Sebagai kreditur preferen, maka pihak investor tersebut memilki hak untuk

melakukan eksekusi terhadap jaminan yang menjadi haknya. Berdasarkan

pasal 60 ayat (1), kreditur pemegang hak jaminan wajib memberikan

pertanggunjawaban kepada kurator tentang hasil penjualan benda yang

menjadi agunan dan menyerahkan sisa hasil penjualan setelah dikurangi

jumlah utang, bunga, dan biaya kepada kurator. Berkaitan dengan ketentuan

Pasal 60 ayat (1) UUK-PKPU tersebut sudah tentu harus diberlakukan

dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 56 mengenai keharusan bagi

pemegang hak jaminan tersebut untuk menunggu 90 (sembilan puluh) hari

terlebih dahulu sebelum dapat melaksanakan haknya untuk menjual agunan

tersebut dan ketentuan Pasal 59 mengenai keharusan menjual benda yang

menjadi jaminan dengan jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan240.

Apabila terdapat kekurangan berdasarkan hasil eksekusi jaminan tersebut,

maka investor pemegang obligasi dapat meminta kekurangannya kepada

kurator dari hasil likuidasi harta pailit sebagai kreditur konkruen dengan

berbagi secara proporsional dengan para kreditur konkruen lainnya menurut

perbandingan besarnya piutang masing-masing kreditur konkruen241.

Bila kita telaah aturan-aturan dalam UUK-PKPU bila dikaitkan

dengan prinsip dari hak jaminan, sesungguhnya pengaturan di atas

mengorbankan hak eksklusif kreditur atas barang yang menjadi jaminan

dalam hubungan utang-piutang. Berikut uraiannya:

a. Adanya kewajiban untuk menunggu selama 90 (sembilan puluh) hari

bagi investor pemegang obligasi dalam melakukan eksekusi atas

240 Dalam 59 ayat (2) ditentukan bahwa apabila masa tenggal 2 (dua) bulan tersebut telah

lewat, benda yang menjadi jaminan wajib diserahkan kembali kepada kurator untuk menjadi dalam kuasa kurator untuk melakukan penjualan lelang atau di bawah tangan sesuai dengan pasal 185 UUK-PKPU, dengan tanpa mengurangi hak dari kreditur pemegang hak jaminan.

241 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 60 ayat (3).

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 125: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

113

Universitas Indonesia

benda yang menjadi jaminan dalam penerbitan obiligasi yang

diterbitkan Emiten yang telah diputuskan pailit. Dan menurut pasal

56 ayat (3), selama jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari tersebut

kurator dapat menggunakan harta pailit berupa benda tidak bergerak

maupun benda bergerak atau menual harta pailit yang berupa benda

bergerak yang berada dalam kekuasaan kurator dalam rangka

kelangsungan usaha debitur (dalam hal ini adalah Emiten). Hal ini

mengaburkan prinsip dari Hak Jaminan dalam dimana seharusnya

benda yang menjadi jaminan menjadi terpisah dari harta pailit.

Secara tidak langsung UUK-PKPU telah mengaburkan prinsip

separatis atas hak jaminan dalam kepailitan. Menurut Prof. Sutan

Remy Sjahdeini, sikap UUK-PKPU yang tidak menempatkan harta

debitur yang telah dibebani denan hak jaminan di luar harta pailit

merupakan sikap yang meruntuhkan sendi-sendi sistem hukum

jaminan. Hal itu membuat tidak ada artinya penciptaan lembaga hak

jaminan di dalam hukum perdata dan membuat kaburnya konsep dan

tujuan hak jaminan tersebut242.

b. Bagi obligasi yang diterbitkan dengan jaminan fidusia, berdasarkan

ketentuan dalam Pasal 56 ayat (3), maka kurator kewenangan untuk

melakukan eksekusi atas benda bergerak meskipun benda tersebut

dibebankan dengan hak agunan atas kebendaan. Dengan kata lain,

benda bergerak tersebut meskipun telah menjadi jaminan, akan tetap

menjadi bagian dari harta pailit.

c. Adanya kewajiban dalam pasal 59 ayat (1) bagi investor pemegang

obligasi yang berkedudukan sebagai kreditur pemegang hak jaminan

untuk menjual benda (tidak bergerak) yang menjadi jaminan bagi

investor pemegang obligasi dalam penerbitan obligasi yang

diterbitkan Emiten dalam jangka waktu selama 2 (dua) bulan. Hal ini

memberikan investor dalam keadaan yang sulit sebab menjual asset

242 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 307.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 126: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

114

Universitas Indonesia

yang bernilai begitu besar tentu akan memakan waktu yang lama dan

sulit untuk dijual dalam waktu hanya 2 (dua) bulan.

d. Adanya kewenangan yang sedemikian besar bagi Kurator terhadap

benda yang menjadi jaminan yang dapat merugikan kreditur preferen

yang memegang hak jaminan. Hal ini tercantum dalam pasal 59 ayat

(3) dimana Kurator dapat membebaskan benda yang menjadi agunan

dengan membayar jumlah terkecil antara harga pasar benda agunan

dan jumlah utang yang dijamin dengan benda agunan tersebut

kepada Kreditur yang bersangkutan. Hal ini tentunya dapat

membawa kedudukan investor pemegang obligasi dengan jaminan

ke dalam kedudukan yang tidak menentu sebab sewaktu-waktu dapat

saja benda yang menjadi jaminan dibebaskan oleh Kurator.

3. Hak Investor Pemegang Obligasi atas Penerapan Prinsip Keterbukaan

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, prinsip keterbukaan merupakan

aspek penting yang menjadi perhatian dari investor pemegang obligasi dalam

kedudukannya sebagai kreditur bagi Emiten yang mengalami kepailitan.

Dalam hal telah dijatuhkannya putusan pailit terhadap Emiten, maka aspek

prinsip keterbukaan yang dijamin menurut UUK-PKPU adalah sebagai

berikut:

a. Pengucapan Putusan Kepailitan yang Terbuka untuk Umum

Asas ini sebenarnya dianut dalam HIR. Menurut pasal 229 UUK-

PKPU kecuali ditentukan dalam undang-undang, ketentuan HIR

dalam proses Kepailitan berlaku di Acara Persidangan Pengadilan

Niaga. Sesuai dengan asas dalam HIR tersebut, dalam UUK-PKPU

ditegaskan dalam Pasal 8 ayat (7), yang berbunyi sebagai berikut:

“Putusan atas permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahuku, meskpun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum243”

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 127: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

115

Universitas Indonesia

Sementara itu meneurut Pasal 13 ayat (4) menentukan:

“Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada yat (3) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tesebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.244”

Putusan atas pemohonan PK, menurut Pasal 298 ayat (2) UUK-PKPU,

juga harus diucapkan dalam sidang yuang terbuka untuk umum.

Mengenai putusan pencabutan putusan pernyataan pailut juga harus

diucapkan dlam sidang terbuka untuk umum sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 18 ayat (2) UUK-PKPU. Lengkapnya bunyi pasal

tersebut adalah sebagai berikut:

“Putusan sebaaimana dimaksud pada ayat (1) ducapkan dalam sidang terbuka untuk umum.”245

Sebagai konsekuensi dari berlakunya asas transparasi dalam kepailitan

sebaaimana telah diuraikan di atas, berlaku pula fiksi hukum dalam

kepailitan bahwa: “setiap orang dianggap mengetahui mengenai

kepailitan seorang debitur”. Fiksi hukum itu lebih luas lagi berlakunya

daripada sekedar mengenai kepailitan debitur. Bukan saja setiap orang

diangap mengetahui tentang kepailitan seorang debitur, tetapi juga

diangap mengetahui tentang perdamaian dalam rangka PKPU,

perdamaian setelah pernyataan pailit, pencabutan kepailitan, dan lain-

lain lagi246. Lebih lanjut lagi bila dikaitkan pada penerapan prinsip

keterbukaan bagi investor pemegang obligasi, maka teori fiksi ini juga

turut berlaku bagi investor pemegang obligasi. Untuk menjamin

tersampainya maksud dari penerapan teori fiksi hukum ini bagi

243 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 8 ayat (7). 244 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 13 ayat (4) 245 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 18 ayat (2) 246 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 177-178

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 128: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

116

Universitas Indonesia

investor pemegang obligasi, maka diperlukan inisiatif dari pihak

investor pemegang obligasi untuk mengetahui putusan permohonan

pailit bagi Emiten, baik mengenai pertimbangan hakimnya maupun

pada isi putusan permohonan pailit tersebut.

b. Pengumuman dalam Berita Negara

Menurut pasal 15 ayat (4) UUK-PKPU, dalam jangka waktu paling

lambat lima hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan,

kurator mengumumkan dalam Berita Negara RI serta dalam sekurang-

kurangnya dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim

pengawas, hal-hal sebagai berikut:

1) Ikhtisar putusan pernyataan pailit;

2) Identitas, alamat, dan pekerjaan debitur;

3) Identitas, alamat dan pekerjaan anggota paninta sementara

kreditur, apabila telah ditunjuk;

4) Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditur; dan

5) Identitas Hakim Pengawas

6) Identitas, alamat, pekerjaan Kurator.

Pengumuman dalam Berita Negara merupakan pengumuman yang

ditujukan kepada publik. Pengumuman ini juga dimaksudkan agar

pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan pihak yang telah

diputuskan pailit mengetahui perihal kepailitan tersebut. Dalam hal

kepailitan Emiten, hal ini juga tentu ditujukan pula kepada seluruh

pihak investor pemegang obligasi yang dikeluarkan Emiten yang telah

diputuskan pailit agar mengetahui perihal kepailitan Emiten

.

c. Pencatatan dalam Register Umum

Cara lain yang ditentukan oleh UUK-PKPU untuk menjamin

transparasi publik mengenai kepailitan adalah pencatatan dalam

Register Umum. Menurut pasal 20 ayat (1):

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 129: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

117

Universitas Indonesia

“Panitera Pengadilan wajib menyelenggarakan suatu daftar umum untuk mencatat setiap perkara kepailitan secara tersendiri.”

Menurut ketentuan Pasal 20 ayat (2) UUK-PKPU:

Daftar umum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus memuat secara berurutan: a. Ikhtisar putusan pailit atau putusan pembatalan

pernyataan pailit; b. Isi singkat perdamaian dan putusan pengesahannya c. Pembatalan perdamaian dalam pemberesan d. Jumlah pembagian dalam pemberesan e. Pencabutan kepailitan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18; dan f. Rehabilitas;

dengan menyebutkan tanggal masing-masing.

Perihal bentuk daftar umum tersebut menurut pasal 20 ayat (3) UUK-

PKPU, bentuk dan isi daftar (register) itu ditetapkan dengan

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI. Sesuai dengan ketentuan

Pasal 20 ayat (4) UUK-PKPU, daftar umum itu terbuka untuk publik

dan dapat dilihat setiap orang dengan cuma-cuma. Ketentuan dalam

Pasal 20 ayat (4) ini merupakan bentuk keseriusan UUK-PKPU dalam

menjamin pelaksanaan keterbukaan untuk publik dalam mengakses

Register Umum. Bagi Investor Pemegang Obligasi, dengan adanya

ketentuan dalam Pasal 20 UUK-PKPU ini tentu memudahkan bagi

dirinya untuk memperoleh informasi terkait dengan kepailitan emien,

terutama setelah adanya putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan

Niaga.

4. Actio Pauliana Setelah Pernyataan Pailit

Seperti yang telah diurai sebelumnya ada pembahasan Actio

Pauliana sebelum Pernyataan Pailit, Actio Pauliana adalah hak yang

diberikan oleh undang-undang kepada kreditur mengajukan

permohonan kepada pengadilan untuk pembatalans segala perbuatan

yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitur terhadap harta

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 130: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

118

Universitas Indonesia

kekayaannya yang diketahui oleh debitur perbuatan tersebut

merugikan kreditur247. Hak tersebut merupakan perlindungan yuang

diberikan oleh hukum kepada kreditur atas perbuatan debitur yang

dapat merugikan kreditur.

Actio Pauliana setelah Putusan Pernyataan Pailit diatur dalam

Pasal 50 UUK-PKPU. Bunyi lengkap Pasal 50 adalah sebagai

berikut:

a) Setiap orang yang sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan tetapi belum diumumkan, membayar kepada Debitur Pailit untuk memenuhi perikatan yang terbit sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, dibebaskan terhadap harta pailit sejauh tidak dibuktikan bahwa yang bersangkutan mengetahui adanya putusan pernyataan pailit tersebut.

b) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan sesudah putusan pernyataan pailit diumumkan, tidak membebaskan terhadap harta pailit kecuali apabila yang melakukan dapat membuktikan bahwa pengumuman putusan pernyataan pailit yang dilakukan menurut undang-undang tidak mungkin diketahui di tempat tinggalnya.

c) Pembayaran yang dilakukan kepada Debitur Pailit, membebaskan Debiturnya terhadap harta pailit, jika pembayaran itu menguntungkan harta pailit.

Ketentuan di atas tidak secara langsung mengatur kedudukan

kreditur dalam hal actio pauliana sesudah putusan pailit dinyatakan.

Akan tetapi, secara tidak langsung ketentuan di atas turut melindungi

kepentingan kreditur, termasuk investor pemegang obligasi. Hal ini

disebabkan pengaturan dalam Pasal 50 dimaksudkan untuk

melindungi kreditur, termasuk investor pemegang obligasi dari adanya

pengalihan harta pailit, yang disertai adanya pembayaran dari pihak

ketiga kepada debitur, setelah putusan pailit dinyatakan, namun belum

diumumkan. Perlindungan yang diakomodir dalam pasal 50 ini juga

tetap dimaksudkan untuk pencegahan adanya suatu perbuatan atau

247 Ibid, hal. 248

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 131: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

119

Universitas Indonesia

peristiwa yang dapat merugikan harta pailit. Dengan adanya tindakan

yang merugikan harta pailit, pihak yang paling terkena dampaknya

adalah kreditur konkruen. Bila dikaitkan dengan investor pemegang

obligasi, maka investor pemegang obligasi tanpa disertai jaminan

yang akan terkena dampak karena kedudukannya pula sebagai kreditur

konkruen. Adanya suatu peritiwa yang dapat merugikan harta pailit

dapat mengakibatkan besaran pembagian harta pailit dalam

pemberesan utang menjadi berkurang.

5. Hak Investor Pemegang Obligasi dalam Upaya Perdamaian oleh

Emiten setelah Putusan Pailit Diucapkan

Perdamaian merupakan salah satu alternatif cara untuk

menghindarkan Emiten sebagai debitur pailit dari ancaman likuidasi

dalam kepailitan. Berdasarkan Pasal 144 UUK-PKPU, Emiten selaku

debitur yang dinyatakan pailit dapat menawarkan suatu perdamaian

kepada semua kreditur. Artinya, perdamaian tersebut dapat ditawarkan

oleh debitur (Emiten) setelah debitur dinyatakan pailit di Pengadilan

Niaga248. Ketentuan ini tidak lazim bila dibandingkan dengan

ketentuan Kepailitan di negara-negara lain pada umumnya. Umumnya

di negara-negara lain di dunia, rencana perdamaian (reorganization

plan) tidak dapat ditawarkan apabila putusan pailit telah diputuskan,

sebab hal ini merupakan konsekuensi atas tidak diajukannya

reorganization plan tersebut oleh debitur kepada krediturnya atau

dalam hal tidak disepakatinya reorganizatioan plan tersebut oleh

debitur dan para krediturnya.

Penawaran perdamaian yang diajukan oleh Emiten selaku

debitur pailit harus harus diajukan dan dirundingkan dengan seluruh

kreditur konkruen249 dengan turut menyertakan Rencana Perdamaian

248 Ibid, hal. 407

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 132: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

120

Universitas Indonesia

yang telah disusun oleh Emiten. Dalam hal penawaran perdamaian

tersebut hanya diajukan dan dirundingkan oleh sebagian kreditur saja,

maka apabila perdamaian tersebut tercapai, maka perdamaian tersebut

tidak memiliki konsekuensi apapun dan tidak dapat mengakhiri

kepailitan debitur. Makna dari ketentuan ini bagi investor pemegang

obligasi adalah bahwa dalam hal investor pemegang obligasi

berkedudukan sebagai kreditur konkruen (kreditur yang tidak

memiliki kedudukan yang didahulukan karena memiliki kedudukan

yang diistimewakan atau memiliki hak jaminan), harus turut pula

dilibatkan dalam proses perdamaian tanpa dibeda-bedakan dengan

kreditur-kreditur lainnya. Dalam hal investor pemegang obligasi yang

berkedudukan sebagai kreditur konkruen, maka apabila investor

pemegang obligasi tidak dilibatkan dalam penawaran dan perundingan

rencana perdamaian, pihak investor pemegang obligasi dapat

mengajukan keberatan atas perdamaian tersebut kepada hakim

pengawas.

Meskipun penawaran perdamaian dapat diajukan setelah

Emiten selaku debitur pailit setelah putusan pernyataan pailit

diucapkan, namun dalam prakteknya sulit penawaran perdamaian

yang diajukan oleh debitur tersebut untuk disetujui oleh para

krediturnya. Hal ini akan sangat berpatokan kepada pertimbangan

untung-ruginya bagi kreditur apabila perdamaian tersebut tercapai.

Pertimbangan kreditur tersebut akan sangat dipegaruhi oleh keadaan

keuangan dari pihak Emiten selaku debitur pailit. Apabila Emiten

sebagai debitur pailit masih dianggap solven, maka perdamaian

biasanya akan dapat disetujui oleh pihak kreditur. Dan sebaliknya,

249 Menurut ketentuan Pasal 149 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaaan lainnya dan Kreditor yang diistimewakan, termasuk Kreditor yang mempunyai hak didahulukan yang dibantah, tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana perdamaian, kecuali apabila mereka telah melepaskan haknya untuk didahulukan demi kepentingan harta pailit sebelum diadakannya pemungutan suara tentang rencana perdamaian tersebut. Hal ini bermakna bahwa sejatinya rencana perdamaian merupakan perundingan yang melibatkan debitur dengan pihak kreditur konkruen.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 133: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

121

Universitas Indonesia

apabila Emiten sebagai debitur pailit dianggap insolven terhadap

utang-utangnya, maka perdamaian biasanya akan sulit untuk dapat

disetujui oleh pihak kreditur.

Pihak investor pemegang obligasi yang memiliki obligasi tanpa

jaminan, berkedudukan sebagai kreditur konkruen. Sebagai pihak

kreditur konkruen, tentunya investor memiliki bagian dalam

perundingan penawaran perdamaian yang dilakukan oleh pihak

Emiten. Apabila Emiten hendak mengajukan penawaran, menurut

Pasal 145 ayat (1) UUK-PKPU apabila Emiten selaku debitur pailit

hendak mengajukan penawaran perdamaian kepada para krediturnya,

terlebih dahulu Emiten tersebut harus mengajukan rencana

perdamaian. Rencana perdamaian tersbut harus disediakan paling

lambat delapan hari sebelum rapat pencocokan pitang debitur di

kepaniteraan pengadilan agar dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh

setoap orag yang berkepentingan. Rencana tersebut wajib dibicarakan

dan diambil keputusannya setelah selesainya pencocokan piutang.

Pembicaraan inilah yang wajib melibatkan seluruh debitur konkruen

termasuk investor pemegang obligasi tanpa jaminan yang juga

berkedudukan sebagai kreditur konkruen.

Dalam keterlibatannya dalam perundingan rencana perdamaian,

investor pemegang obligasi mempunyai hak secara merdeka untuk

menyepakati atau tidak menyepakati penawaran perdamaian yang

diajukan oleh pihak Emiten. Keputusan para investor tersebut harus

secara jelas disetujui melalui keputusan RUPO. Meskipun hubungan

utang-piutang antara masing-masing investor dengan Emiten

merupakan hubungan utang-piutang yang berdiri masing-masing,

namun dalam hal melakukan suatu tindakan hukum, pihak investor

harus memilki satu kesatuan yang terwujud melalui keputusan RUPO

dan tindakan tersebut diwakilkan melalui lembaga perwaliamanatan.

Dengan demikian, keputusan RUPO dapat dikatakan sebagai satu

kumpulan suara yang berisikan sikap hukum. Dalam konteks

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 134: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

122

Universitas Indonesia

perundingan perdamaian ini, maka keputusan RUPO adalah satu

kesatuan suara yang memutuskan apakah para investor pemegang

obligasi menyepakati atau tidak menyepakati rencana perdamaian

yang diajukan Emiten.

Berdasaran ketentuan UUK-PKPU, perundingan penawaran

perdamaian dibicarakan melalui suatu rapat kreditur. Dalam rapat

kreditur ini, pihak Wali Amanat merupakan pihak yang mewakili

kepentingan kreditur dan juga pihak yang menyuarakan keputusan

para investor atas sikapnya terhadap rencana perdamaian Emiten

dengan para krediturnya. Menurut pasal 151 UUK-PKPU, rencana

perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat kreditur yang oleh

lebih dari ½ (satu per dua) jumlah kreditur konkruen yang hadir dlam

rapat dan yang haknya diakui atau untuk sementara diakui, yang

mewakili 2/3 (dua per tiga) dari jumlah seluruh piutang konkruen

yang diakui atau untuk sementara diakui dari kreditur konkruen atau

kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut250. Dalam rapat kreditur

tersebutlah akan dirundingkan bagaimana sikap kreditur konkruen

secara keseluruhan (termasuk di dalam para investor pemegang

obligasi tanpa jaminan yang diwakilkan oleh Wali Amanat atau kuasa

dari Wali Amanat). Sikap menyetejui atau tidak menyetujui harus

diputuskan melalui sekurang-kurangnya ½ (satu per dua) suara251

jumlah kreditur yang hadir pada rapat kreditur. Setelah rapat pertama

tersebut usai dan menghasilkan suatu keputusan, maka dalam jangka

waktu paling lambat 8 hari akan dilakukan pemungutan suara kedua.

Pada pemungutan suara kedua ini masing-masing kreditur, termasuk

investor pemegang obligasi tanpa jaminan, memiliki kemerdekaan

untuk tetap pada pendapatnya atau mengubah suaranya dari suara

pada rapat pertama.

250 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 410 251 Suara dalam Rapat Kreditur ini dihitung berdasarkan perimbangannya antara piutang

kreditur dengan seluruh piutang kreditur-kreditur konkruen lainnya kepada debitur pailit.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 135: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

123

Universitas Indonesia

Pasal 156 ayat (1) UUK-PKPU menetukan, dalam hal

penawaran perdamaian oleh Emiten disetujui oleh rapat diterima

(disetujui) sebelum rapat ditutup, hakim pengawas menetapkan hari

sidang pengadilan yang akan memutuskan mengenai disahkan atau

diaknya rencana perdamaian tersebut. Berdasarkan ketentuan tersebut

dapat disimpulkan bahwa sekalipun rencana perdamaian telah

disetujui dalam rapat para kreditur, namun belum final sebagai

perjanjian perdamaian yang disepakati oleh debitur dengan para

kreditur. Atas hal tersebut diperlukan suatu pengesahan rencana

perdamaian oleh Pengadilan Niaga.

Dalam persidangan di pengadilan niaga ini, akan dibahas

perihal rencana persetujuan perdamaian yang telah disetujui dalam

rapat kreditur. Selain itu, dalam akan dibahas pula pihak kreditur yang

tidak menyutujui adanya persetujuan sebagaimana tercantum dalam

berita acara rapat perundingan perdamaian.

Bagi pihak investor pemegang obligasi, dalam hal sikap para

investor adalah tidak menyetujui adanya perdamaian, maka pihak

investor dapat mengemukakan ketidaksetujuannya serta alasan-alasan

yang melandasinya. Pernyataan ini diwakilkan oleh Wali Amanat atau

melalui kuasanya. Hal ini diatur dalam pasal 157 UUK-PKPU.

Selambat-lambatnya pada hari yang sama, pengadilan niaga

harus memberikan ketetapannya yang dapat berupa pengesahan

perdamaian atau penolakan rencana perdamaian, disertai dengan

pertimbangan-pertimbangannya. Demikian menurut Pasal 159 ayat (1)

UUK-PKPU. Kemudian berdasarkan ketenuan dalam pasal 159 ayat

(2) UUK-PKPU, pengadilan niaga wajib menolak perdamaian dalam

hal252:

252 Ketentuan Pasal 159 ayat (2) tidak memberikan pembatasan bahwa penadilan hanya

wajb menolak pengesahan perdamaian apabila terdapat alasan-alasan yang ditentukan dalam Pasal 159 ayat (2) UUK-PKPU tersebut. Berarti, pengadilan niaga masih dapat menolak memberikan pengesahan atas perdamaian tersbut selain berdasarkan alasan sebagaimana telah ditentukan dalam

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 136: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

124

Universitas Indonesia

a. Harta debitur, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak

untuk menahan suatu benda, jauh lebih besar daripada jumlah

yang disetujui dalam perdamaian;

b. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin; dan/atau

c. Perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan

dengan satu atau lebih kreditur, atau karena pemakaian upaya

lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitur

atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini.

Selanjutnya, apabila ternyata pengadilan niaga menetapkan

untuk menolak melakukan pengesahan perdamaian, upaya hukum

yang dapat dilakukan adalah Kasasi253. Bagi investor pemegang

obligasi, dalam hal pihak investor tersebut berkedudukan sebagai

kreditur yang menyetujui adanya upaya perdamaian, maka pihak

investor dapat mengajukan upaya Kasasi dalam waktu paling lambat

delapan hari setelah penetapan tersebut dinyatakan oleh pengadilan

niaga.

Kemudian apabila pihak investor berkedudukan sebagai

kreditur yang menolak adanya upaya perdamaian, dalam hal

pengesahan perdamaian dikabulkan, dalam waktu delapan hari setelah

tanggal pengesahan tersebut diucapkan, dapat diajukan upaya

Kasasi254.

Perdamaian yang telah disahkan, menurut Pasal 162 UUK-

PKPU berlaku bagi semua kreditur yang tidak mempunyai hak untuk

didahulukan, dengan tidak ada pengecualian, baik yang telah

mengajukan diri dalam kepailitan maupun tidak. Upaya perlindungan

Pasal 159 ayat (2) tersebut. Dengan kata lain, alasan-alasan tersebut tidak bersifat limitatif. Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 414

253 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 160 ayat (1) 254 Indonesia, Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443, Pasal 160 ayat (2).

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 137: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

125

Universitas Indonesia

kreditur, termasuk dalam hal ini adalah investor pemegang obligasi,

setelah putusan tersebut disahkan dan memperoleh kekuatan hukum

tetap (in kracht), menurut Pasal 166 ayat (2) UUK-PKPU, Kurator

wajib mengumumkan perdamaian dalam Berita Negara Republik

Indonesia dan paling sedikit dua surat kabar harian nasional.

Ketentuan ini tentunya merupakan penerapan asas keterbukaan yang

dianut oleh UUK-PKPU255. Dengan diterapkan asas keterbukaan ini,

tentunya juga turut melindungi kepentingan investor pemegang

obligasi terkait dengan informasi yang penting untuk diperolehnya.

4.4 Analisa Kasus Perlindungan Investor Pemegang Obligasi dalam

Kepailitan PT. Infoasia Teknologi Global

PT. Infoasia Teknologi Global Tbk (selanjutnya disebut dengan Infoasia)

merupakan suatu Perseroan Terbatas Terbuka yang bergerak di jasa tekonolgi

informatika dan didirikan menurut hukum Negara Republik Indonesia,

berkedudukan di Jakarta, beralamat di Jalan Pembangunan II No. 10 dan 10A.

Infoasia telah menjadi Emiten di Pasar Modal Indonesia, dan penerbitan obligasi

perdana dilakukan pada tahun 2004.

Dalam perkembangannya ternyata Infoasia mengalami permasalahan

keuangan, yang berdampak kepada adanya permohonan kepailitan ke Pengadilan

Niaga Jakarta Pusat dengan perkara Nomor : 37/PAILIT/2009/PN.Niaga Jkt.Pst.

Permohonan tersebut diajukan oleh PT. Orix Indonesia Finance yang berkeduduan

sebagai kreditur dari Infoasia. Berdasarkan hasil pemeriksaan di Pengadilan Niaga

dalam persidangan yang terbuka untuk umum, Hakim mengabulkan permohonan

kepailitan terhadap Infoasia, melalui Putusan No. 37/PAILIT/2009/PN.Niaga

Jkt.Pst. Kemudian, pada tahun 2010, pihak Wali Amanat yang mewakili

255 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 415

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 138: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

126

Universitas Indonesia

kepentingan pemegang obligasi Infoasia Teknologi Global (selanjutnya disebut

dengan “Obligasi ITG) melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat terkait dengan penuntutan piutang atas pembayaran pokok dan bunga

obligasi kepada pihak yang melakukan penjaminan dalam penerbitan Obligasi

ITG. Gugatan tersebut akhirnya diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

bahwa gugatan tidak dapat dikabulkan karena melanggar kompetensi absolut

pengadilan negeri. Untuk lengkapnya pembahasan mengenai kasus yang turut

mencakup perlindungan kepentingan investor pemegang obligasi ini, maka akan

dibahas pada bagian selanjutnya.

4.4.1 Kasus Posisi

A. Dalam Perkara Kepailitan Nomor : 37/ PAILIT/2009/PN.Niaga Jkt.Pst.

1. Pihak-Pihak

Adapun yang menjadi pihak-pihak dalam permohonan kepailitan kasus ini

adalah sebagai berikut:

a. PT. ORIX FINANCE, berdomisili di Jakarta, di Wisma Kyoei Prince

Lt. 24, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 3-4, dalam hal ini memilih

domisili pada Kantor Law Firm Jakarta, SWANDY HALIM &

PARTNERS, berkantor di Gedung World Trade Center Lantai 11,

Jalan Jenderal Sudirman Kav. 30, Jakarta, berdasarkan surat kuasa

khusus tanggal 29 Juni 2009, berkedudukan sebagai PEMOHON

PAILIT;

b. PT. INFOASIA TEKNOLOGI GLOBAL, Tbk. Suatu Perseroan

Terbatas Terbuka yang didirikan menurut Hukum Negara Republik

Indonesia, Berkedudukan di Jakarta, Beralamat di Jalan Pembangunan

II No. 10 dan 10A, jakarta 10130, dan alamat terakhir di Ruko Gading

Kirana Tumur Blok A11 No. 15, Kelurahan Kelapa Gading Barat,

Jakarta Utara, dalam perkara berkedudukan sebagai TERMOHON

PAILIT

2. Pokok Perkara

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 139: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

127

Universitas Indonesia

Adapun yang menjadi objek permasalahan dalam perkara ini adalah

perihal permohonan kepailitan oleh PT. Orix Finance (Pemohon Pailit)

terhadap pihak PT. Infoasia Teknologi Global, Tbk. (Termohon Pailit), akibat

terpenuhinya keadaan yang menjadi syarat dapat dilakukannya permohonan

kepailitan yang diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pihak

Termohon Pailit, Selaku debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan

tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat

ditagih, dan Pihak Pemohon Pailit merupakan salah satu kreditur, dari

Termohon Pailit yang memiliki piutang yang telah jatuh tempo dan dapat

ditagih. Berdasarkan hal tersebut pemohonan pailit oleh pihak Pemohon Pailit

terhadap Termohon Pailit diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

3. Ringkasan Kronologis Perkara

Kronologis mengenai duduknya perkara adalah sebagai berikut256:

1) Infoasia (Termohon Pailit) menerima fasilitas pembiayaan sewa

guna usaha dari PT. Orix Finance (Pemohon Pailit) senilai Rp.

7.724.622.000,- (tujuh milyar tujuh ratus dua puluh empat juta enam

ratus dua puluh dua ribu Rupiah) atas peralatan-peralatan sebagai

berikut:

a. 170 (seratus tujuh puluh) unit SON Metro B250 Outdoor Seed;

b. 128 (seratus dua puluh delapan) unit NDC NWH0303 surge

protector.

2) Berdasarkan Ketenuan dalam Pasal 5.1 dan Pasal 5.2 Perjanjian

Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi Untuk Peralatan Nomor L08J-

03760D tertanggal 23 Juni 2008 antara Infoasia dengan PT. Orix

Finance, Infoasia memiliki kewajiban untuk membayar angsuran

sewa guna usaha secara penuh dan tepat waktu pada tanggal 23

256 Kronologis disusun berdasarkan data dalam Putusan Permohonan Pailit Nomor:

37/PAILIT/2009/PN.Niaga Jkt. Pst.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 140: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

128

Universitas Indonesia

setiap bulannya dengan masa sewa guna usaha selama 39 bulan yang

dimulai sejak 23 Juli 2008

3) Dalam beberapa kali waktu pembayaran, Infoasia tidak memenuhi

pembayaran secara penuh kepada PT. Orix Finance terhitung sejak

bulan Oktober 2008.

4) Atas perbuatan lalai Infoasia dalam pembayaran sewa guna usaha,

maka pihak PT. Orix Finance melayangkan Surat Peringatan

sebanyak 3 (tiga) kali pada tangal 5 November 2008, 17 November

2008, dan 2 Desember 2008. Dan meskipun demikian, pihak Infoasia

masih belum melakukan pembayaran secara penuh atas Angsuran

Sewa Guna Usaha Peralatan yang terdiri atas pokok, bunga dan/atau

denda yang masih tertunggak kepada PT. Orix Finance.

5) Kemudian pada tanggal 9 Juni 2009 PT. Orix Finance melayangkan

Surat Peringatan terakhir kepada Infoasia perihal kelalaian dalam

membayar sewa guna usaha kepada PT. Orix Finance secara penuh

beserta seluruh jumlah angsuran sewa guna usaha untuk seluruh

masa sewa guna usaha yang belum dibayar oleh pihak Infoasia

selambat-lambatnya tangal 16 Juni 2009. Namun demikian, pihak

Infoasia belum juga membayar secara tunai dan penuh kewajibannya

kepada PT. Orix Finance sampai dengan tanggal 30 Juni 2009 yang

berjumlah Rp. 8.409.673,- (delapan milyar empat ratus sembilan

juta enam ratus tuhuh puluh tiga ribu empat ratus enam puluh tujuh

Rupiah).

6) PT. Orix Finance akhirnya mengajukan permohonan pailit tertanggal

6 Juli 2009 kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

7) Dalam permohonan terungkap pula bahwa Infoasia memiliki

sejumlah utang lain dengan kreditur lain disamping PT. Orix

Finance. Kreditur-kreditur tersebut antara lain adalah PT. Bank

International Indonesia, Tbk., Para Pemegang Obligasi Infoasia

Teknologi Global yang masing-masing adalah Dana Pensiun

Perumnas, Dana Pensiun Krakatau Steel, Yayasan Kesejahteraan

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 141: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

129

Universitas Indonesia

Pegawai BRI, Reksadana Bahan Dana Arjuna dan Reksadana

Ganesha Abadi, dan Reksadana Jisawi Pendapatan Tetap.

8) Pada akhirnya dengan pembuktian sederhana dan terpenuhinya

syarat-syarat dijatuhkannya keadaan pailit kepada Infoasia,

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pailit

yang diajukan oleh PT. Orix Finance selaku Pemohon Pailit, kepada

Infoasia sebagai Termohon Pailit pada tanggal 29 Juli 2009.

9) Hakim juga turut menunjuk Sdr. Syarifudin, SH, MH. sebagai

Hakim Pegawas untuk mengawasi proses kepailitan Infoasia sebagai

Termohon Pailit; dan Menunjuk dan mengangkat Sdr. Tommy S.

Siregar, SH., LL.M., sebagai Kurator.

B. Dalam Perkara Gugatan Perdata

1. Pihak-Pihak

Adapun pihak-pihak yang menjadi pihak dalam sengketa kasus ini

adalah sebagai berikut:

a. PT. BANK MEGA Tbk., beralamat di Menara Bank Mega, Jalan

Kapten Tendean 12-14 A, Jakarta, selaku Wali Amanat berdasarkan

Pasal 3 Akta Perubahan I Perjanjian Pewaliamanatan Obligasi

Infoasia Teknologi Global I Tahun 2004 Dengan Bunga Tetap,

Nomor 11 tertanggal 7 Desember 2004 dan oleh karenanya memiliki

kepentingan. Dalam perkara berkedudukan sebagai PENGGUGAT.

b. PT. SEJAHTERA GLOBALINDO, sebuah perseroan terbatas yang

tunduk pada hukum Indonesia yang beralamat di Jalan Pembangunan

II-10-A Graha Info Asia Petojo Utara Gambir Jakarta Pusat, dalam

perkara berkedudukan sebagai TERGUGAT I

c. GLOBAL COMMUNICATION INC, sebuah perusahaan yang

tunduk pada hukum Negara Malaysia, beralamat di Lot 2&3 Wisma

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 142: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

130

Universitas Indonesia

Lazenda, Jalan Kemajuan 8700 W.P Labuan East Malaysia, dalam

perkara berkedudukan sebagai TERGUGAT II

d. PT. INFOASIA TEKNOLOGI GLOBAL Tbk (dalam pailit). Dalam

hal ini diwakili oleh Kurator, Bpk Tommy S. Siregar), dalam perkara

berkedudukan sebagai TURUT TERGUGAT.

2. Pokok Sengketa

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam perkara ini adalah

perihal gugatan pembayaran piutang pemegang obligasi Infoasia I yang

dilakukan oleh Bank Mega selaku Wali Amanat kepada pihak penjamin

yang menjamin pembayaran jaminan dalam hal pihak Emiten tidak

membayar kewajiban pembayaran pokok dan bunga Obligasi Infoasia I oleh

PT. Infoasia Teknologi Global Tbk. Pada saat pengajuan gugatan dan

perkara berlangsung di Pengadilan Negeri, Infoasia sedang dalam pailit.

3. Ringkasan Kronologis Perkara

Kronologis mengenai duduknya perkara adalah sebagai berikut257:

1) PT. Infoasia Teknologi Global Tbk. telah menerbitkan Obligasi

Infoasia Teknologi Global I dengan tingkat bunga tetap (selanjutnya

disebut dengan Obliasi ITG) melalui penawaran umum. Penerbitan

tersebut dilakukan dalam jumlah pokok sebanyak-banyaknya Rp.

125.000.000.000,- (seratus dua puluh lima milyar Rupiah), terdiri dari

3 (tiga) seri, yaitu: 1. Seri A dengan jangka waktu obligasi adalah 3

(tiga) tahun; 2. Seri B dengan jangka waktu obligasi adalah 4 (empat)

tahun; 3. Seri C dengan jangka waktu obligasi adalah 5 (lima) tahun.

Dalam penerbitan tersebut Bank Mega bertindak sebagai Wali Amanat

yang mewakili kepentingan pemegang Obligasi ITG.

257 Kronologis disusun berdasarkan data dalam Putusan Perkara Gugatan Perdata Nomor:

62/Pdt. G/2010/PN.JKT.PST.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 143: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

131

Universitas Indonesia

2) Ternyata dikemudian hari, Infoasia telah tidak membayar sebagian

pokok Obligasi ITG, hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Surat dari

PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia No. KSEI-11595/JKS/0709

tanggal 28 Juli 2009 perihal Laporan Pelunasan Pokok Sebagian

Obligasi Infoasia Teknologi Global I Tahun 2004

3) Kemudian, Infoasia telah tidak membayar bunga Obligasi ITG, yang

diperoleh berdasarkan Surat dari PT. Kustodian Sentral Efek

Indonesia, sebanyak 4 kali pada tanggal 22 September 2008 untuk

pembayaran bunga ke-15 obligasi; tanggal 22 Desember 2008 untuk

pembayaran bunga ke-16 obligasi; tanggal 20 Maret 2009 untuk

pembayaran bunga ke-17 obligasi, dan pada tanggal 22 Juni 2009

untuk pembayaran bunga ke-18 Obligasi.

4) Dalam perkembangannya, Infoasia telah dinyatakan pailit melalui

Putusan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No:

37/PAILIT/2009/PN.NIAGA JKT.PST, pada tanggal 29 Juli 2009

5) Berdasarkan Hasil Rapat Verifikasi Tagihan Pajak dan Kreditur

Infoasia yang dilakukan pada tanggal 9 September 2009 pukul 11.00

betempat di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,

telah menyatakan bahwa Infoasia berada dalam keadaan Insolven,

melalui PenetapanNo. 37/Pailit/2009/PN.NIAGA JKT.PST, yaitu

keadaan dimana Infoasia secara hukum tidak mampu untuk memenuhi

kewajiban pembayaran utang-utangnya kepada Krediturnya.

6) Berdasarkan Pasal 11.1 Akta Perubahan I Perjanjian Perwaliamanatan

Obligasi Infoasia Teknologi Global, disebutkan bahwa PT. Sejahtera

Globalindo, dan Global Communication, kedua perusahaan yang 99%

(sembilan puluh persen) sahamnya dimiliki oleh Infoasia, akan

mengikatkan diri untuk memberikan jaminan kebendaan untuk

menjamin pembayaran kembali dengan tertib dan sebagaiana mestinya

dari seluruh jumlah uang yang oleh sebab apapun juga terhutang dan

wajib dibayar oleh Emiten (Infoasia) berdasarkan Obligasi, dengan

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 144: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

132

Universitas Indonesia

memberikan jaminan kebendaan berupa peralatan telekomunikasi

milik PT. Sejahtera Globalindo dan Global Communiation Inc.

7) Menurut pihak Wali Amanat, didasarkan Pasal 9.2.a Akta Perjanjian

Perwaliamanatan Obligasi Infoasia I, Infoasia telah lalai dalam

membayar pokok dan bunga Obligasi kepada pemegang obligasi

dengan total kewajibannya sebesar Rp. 81.440.011.556,- (delapan

puluh satu milyar empat ratus empat puluh juta sebelas ribu lima

ratus enam puluh enam Rupiah), dan atas hal tersebut maka pihak

penjamin wajib membayarkan apa yang menjadi kewajibannya dalam

pemberian jaminan.

8) Pihak Wali Amanat melayangkan gugatan dengan pokok, yakni:

pertama, meminta hakim kepada Tergugat I dan II selaku penanggung

untuk melakukan pembayaran sebesar Rp. 81.440.011.566,- (delapan

puluh satu empat ratus empat puluh empat sebelas ribu lima ratus

enam puluh enam Rupiah) kepada Penggugat; kedua, untuk

melindungi kepentingan Penggugat (Bank Mega) supaya Penggugat

tidak ilusionir, meminta kepada Majelis Hakim untuk meletakkan Sita

Jaminan (Conservatoir Beslag) atas seluruh harta kekayaan Tergugat I

(PT. Sejahtera Globalindo) dan Tergugat II (Global Communication

Inc.), yang berupa: Peralatan Kantor milik Tergugat I yang terletak di

Jl. Pembangunan II Nomor 12A, Jakarta Pusat; Tanah dan Bangunan

milik Tergugat I beserta kelengkapannya yang terletak di Jl.

Pembangunan II Nomor 12A, Jakarta Pusat; Harta kekayaan milik

Tergugat I dan II yan akan disampaikan kemudian. Ketiga, meminta

hakim menghukum Tergugat I dan II untuk membayar uang paksa

(dwangsom) sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta Rupiah) secara tunai

dan sekaligus, lunas atas setiap hari keterlambatan penyelesaian utang

kepada Penggugat terhitung sejak di daftarkannya gugatan ini, secara

tanggung renteng.

9) Dalam putusannya hakim menolak gugatan Bank Mega yang

bertindak sebagai Wali Amanat (Penggugat) dan mengabulkan eksepsi

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 145: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

133

Universitas Indonesia

Tergugat mengenai kompetensi absolut. Dalam pertimbangannya,

hakim berpendapat bahwa dalam hal Infoasia dalam keadaan Insolven

berdasarkan Hasil Rapat Kreditur, maka seharusnya tuntutan atas

pembayaran diajukan kepada kurator, sedangkan tuntutan atau

gugatan terhadap Tergugat I dan II baru dapat diajukan setelah kurator

melakukan pemberesan / penyelesaian proses kepailitan. Dengan

demikian Majelis Hakim Pengadilan Negeri berpendapat bahwa

perkara yang diajukan oleh penggugat masih dalam lingkup kepailitan

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

4.4.2 Analisis

Berkaitan dengan penelitian dalam penulisan skripsi ini, maka analisa

yang hendak dilakukan berpatokan kepada aspek perlindungan kepentingan

investor pemegang obligasi dalam hal terjadinya kepailitan Emiten. Dalam

kasus, pihak-pihak kunci yang menjadi fokus analisis antara lain:

1. PT. Infoasia Teknolgi Global Tbk, yang berkedudukan sebagai Emiten

dalam penerbitan Obligasi Infoasia Teknologi Global I (Obligasi

ITG).

2. PT. Bank Mega Tbk., yang berperan sebagai pihak Wali Amanat yang

bertindak untuk kepentingan Investor Pemegang Obligasi

3. Investor Pemegang Obligasi, yang terdiri antara lain: Dana Pensiun

Perumnas, Dana Pensiun Krakatau Steel, Yayasan Kesejahteraan

Pegawai BRI, Reksadana Bahan Dana Arjuna dan Reksadana Ganesha

Abadi, dan Reksadana Jisawi Pendapatan Tetap.

4. PT. Sejahtera Globalindo dan Global Communication, kedua

perusahaan yang telah mengikatkan dirinya untuk memberikan

jaminan kebendaan berupa peralatan telekomunikasi masing-masing

perusahaan tersebut dalam hal Infoasia (Emiten) telah lalai dalam

membayar kewajibannya dalam obligasi, baik dalam pembayaran

pokok maupun bunga.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 146: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

134

Universitas Indonesia

Dalam perkara pailit, hemat saya Hakim telah tepat dalam memutuskan

untuk mengabulkan permohonan kepailitan bagi Infoasia. Hal ini disebabkan

secara sederhana dapat dibuktikan bahwa Infoasia telah memiliki lebih dari

satu kreditur yang utangnya telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

1. Memiliki lebih dari satu kreditur

Dalam perkara Nomor 37/PAILIT/PN.NIAGA JKT-PST, setidaknya

Infoasia sebagai debitur telah memiliki setidaknya lebih dari satu

kreditur, kreditur-krediturnya adalah:

a. PT. Orix Indonesia Finance, berkedudukan sebagai kreditur

dengan adanya sejumlah piutang dalam hal kelalaian

pembayaran sewa guna usaha oleh Infoasia kepada PT. Orix

Indonesia Finance

b. PT. Bank International Indonesia Tbk., berkedudukan

sebagai kreditur dalam perjanjian kredit modal kerja dengan

Infoasia

c. Pihak Pemegang Obligasi Infoasia Teknologi Global I, yang

terdiri atas Dana Pensiun Perumnas, Dana Pensiun Krakatau

Steel, Yayasan Kesejahteraan Pegawai BRI, Reksadana

Bahan Dana Arjuna dan Reksadana Ganesha Abadi, dan

Reksadana Jisawi Pendapatan Tetap. Masing-masing pihak

dalam obligasi ini pada dasarnya merupakan kreditur yang

memiliki hubungan utang-piutang sendiri-sendiri dengan

pihak Infoasia. Dan masing-masing pihak secara personal

merupakan kreditur dari Infoasia dalam penerbitan Obligasi

Infoasia Teknologi Global I

2. Utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih

a. Infoasia (Termohon Pailit) menerima fasilitas pembiayaan

sewa guna usaha dari PT. Orix Finance (Pemohon Pailit)

senilai Rp. 7.724.622.000,- (tujuh milyar tujuh ratus dua

puluh empat juta enam ratus dua puluh dua ribu Rupiah) atas

peralatan-peralatan sebagai berikut:

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 147: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

135

Universitas Indonesia

i 170 (seratus tujuh puluh) unit SON Metro B250 Outdoor

Seed;

ii 128 (seratus dua puluh delapan) unit NDC NWH0303

surge protector.

Berdasarkan Ketenuan dalam Pasal 5.1 dan Pasal 5.2 Perjanjian

Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi Untuk Peralatan Nomor

L08J-03760D tertanggal 23 Juni 2008 antara Infoasia dengan

PT. Orix Finance, Infoasia memiliki kewajiban untuk membayar

angsuran sewa guna usaha secara penuh dan tepat waktu pada

tanggal 23 setiap bulannya dengan masa sewa una usaha selama

39 bulan yang dimulai sejak 23 Juli 2008. Dalam beberapa kali

waktu pembayaran, Infoasia tidak memenuhi pembayaran secara

penuh kepada PT. Orix Finance terhitung sejak bulan Oktober

2008. Atas perbuatan lalai Infoasia dalam pembayaran sewa

guna usaha, maka pihak PT. Orix Finance melayangkan Surat

Peringatan sebanyak 3 (tiga) kali pada tangal 5 November 2008,

17 November 2008, dan 2 Desember 2008. Dan meskipun

demikian, pihak Infoasia masih belum melakukan pembayaran

secara penuh atas Angsuran Sewa Guna Usaha Peralatan yang

terdiri atas pokok, bunga dan/atau denda yang masih tertunggak

kepada PT. Orix Finance. Kemudian pada tanggal 9 Juni 2009

PT. Orix Finance melayangkan Surat Peringatan terakhir kepada

Infoasia perihal kelalaian dalam membayar sewa guna usaha

kepada PT. Orix Finance secara penuh beserta seluruh jumlah

angsuran sewa guna usaha untuk seluruh masa sewa guna usaha

yang belum dibayar oleh pihak Infoasia selambat-lambatnya

tangal 16 Juni 2009. Namun demikian, pihak Infoasia belum

juga membayar secara tunai dan penuh kewajibannya kepada

PT. Orix Finance sampai dengan tanggal 30 Juni 2009 yang

berjumlah Rp. 8.409.673,- (delapan milyar empat ratus sembilan

juta enam ratus tuhuh puluh tiga ribu empat ratus enam puluh

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 148: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

136

Universitas Indonesia

tujuh Rupiah). Kelalaian dalam melakukan kewajiban yang bisa

dinilai dengan uang merupakan utang berdasarkan pengertian

UUK-PKPU, dan lewatnya tenggang waktu upaya somasi

terakhir yang dilakukan PT. Orix Finance merupakan masa jatuh

tempo sehingga utang atas kewajiban pembayaran sewa guna

usaha tersebut menjadi sudah dapat ditagih.

Dalam kasus ini, Pemegang Obligasi ITG berkedudukan sebagai

Kreditur bagi Infoasia atas penerbitan Obligasi ITG I. Mengingat adanya

sejumlah jaminan dari pihak ketiga atas obligasi tersebut, maka Pemegang

Obligasi ITG berkedudukan sebagai kreditur preferen. Dalam proses

kepailitan, sebagai kreditur preferen Pemegang Obligasi ITG memiliki hak

untuk didahulukan atas pembayaran piutang dibandingkan kreditur konkruen.

Aspek perlindungan kepentingan investor yang menjadi titik

permasalahan dalam kasus kepailitan Infoasia ini terhadap investor pemegang

obligasi adalah perihal peranan Wali Amanat untuk bertindak melindungi

kepentingan pemegang obligasi dalam hal terjadinya kepailitan Emiten,

pembayaran pokok dan bunga Obligasi Infoasia Teknologi Global I

(selanjutnya disebut dengan Obligasi ITG), dan perihal jaminan kebendaan dari

pihak ketiga.

Bank Mega, selaku Wali Amanat, telah melaksanakan perannya untuk

bertindak atas nama pemegang Obligasi ITG dalam melindungi kepentingan

pemegang obligasi terkait segala aspek yang berkaitan dengan Obligasi ITG.

Hal ini selaras dengan pemahaman tentang Wali Amanat di Pasar Modal dalam

Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,

yang mendefinisikan bahwa Wali Amanat adalah pihak yang mewakili

kepentingan pemegang efek bersifat utang (dalam kasus ini efek bersifat utang

tersebut adalah obligasi). Satu hal yang menjadi perhatian penulis adalah

bahwa ternyata pihak Wali Amanat tidak secara aktif datang untuk menghadiri

persidangan dalam persidangan permohonan kepailitan, baik secara langsung

ataupun dikuasakan kepada kuasa hukum, dan Wali Amanat juga telah lalai

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 149: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

137

Universitas Indonesia

dengan tidak menyelenggarakan RUPO untuk mengambil keputusan RUPO

yang berisikan sikap pemegang Obligasi ITG atas kepailitan Infoasia. Hal ini

patut disayangkan, padahal Wali Amanat merupakan pihak yang berwenang

mewakili pemegang obligasi baik di dalam maupun di luar persidangan, dan

juga Wali Amanat harus secara pro-aktif melakukan tindakan-tindakan yang

berkaitan dengan kepentingan investor pemegang obligasi.

Kepailitan Emiten merupakan peristiwa penting yang harus ditanggapi

secara serius oleh Wali Amanat dalam rangka melindungi kepentingan

pemegang obligasi. Usaha untuk secara aktif terlibat dan memahami proses

kepailitan Emiten yang tengah berjalan wajib diperhatikan oleh Wali Amanat

guna menghindari terjadinya kerugian di pihak pemegang obligasi atas

kesalahan, kelalaian, atau kealpaan dalam melakukan tindakan hukum

perlindungan kepentingan pemegang obligasi.

Terkait dengan gugatan perdata dari Wali Amanat kepada pihak, hemat

penulis terdapat kesalahan dalam melakukan tindakan hukum bagi pemegang

obligasi selama dalam proses kepailitan. Gugatan tidak seharusnya dilakukan,

sebab pada saat tersebut debitur masih dalam pailit. Setelah putusan pailit

dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Niaga, Bank Mega sebagai Wali

Amanat harus terlebih dahulu melakukan pencocokan piutang kepada kurator.

Hal-hal utama yang harus dilakukan investor pemegang obligasi melalui

perwakilan Wali Amanat kepada kurator adalah sebagai berikut:

a. Mengajukan klaim atau pernyataan tertulis kepada pihak kurator

mengenai adanya sejumlah utang dari Emiten kepada investor

pemegang obligasi atas penerbitan obligasi yang dilakukan Emiten

di Pasar Modal

b. Menyertakan bukti-bukti berupa dokumen-dokumen tertulis yang

menjamin keabsahan adanya hubungan utang-piutang antara Emiten

dengan investor pemegang obligasi terkait dengan penerbitan

obligasi yang dilakukan oleh Emiten

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 150: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

138

Universitas Indonesia

c. Menyertakan daftar jumlah keseluruhan obligasi yang diterbitkan

oleh Emiten beserta nilai per-lembar obligasi yang diterbitkan oleh

Emiten tersebut. Uraian tersebut turut pula melampirkan jumlah

utang pokok dan bunga obligasi.

d. Dalam hal terdapat jaminan dalam penerbitan obligasi yang

dilakukan oleh Emiten, maka Wali Amanat juga wajib menyertakan

bukti-bukti adanya hak jaminan dalam penerbitan obligasi yang

dilakukan oleh Emiten.

e. Pengajuan piutang dan bukti-bukti di atas dilakukan sebelum batas

waktu yang ditentukan oleh hakim pengawas258.

f. Atas pengajuan piutang terhadap kurator ini, pihak investor

pemegang obligasi melalui perwakilan Wali Amanat, berhak

meminta suatu tanda terima dari kurator259.

Dalam kasus Infoasia, Obligasi dijaminkan dengan jaminan

kebendaan dari 2 (dua) Penanggung dengan jaminan kebendaan. Meskipun

terdapat penanggung, namun karena dijaminkan dengan jaminan kebendaan ari

penanggung, hal ini tidak dapat disamakan dengan konsep corporate guarantee

tanpa jaminan kebendaan sehingga seluruh harta penanggung tidak dapat

dijadikan jaminan pelunasan utang yang menjadi tanggungannya. Jaminan

kebendaan, menurut J. Satrio S.H., adalah hak yang memberikan hak

didahulukan dalam pengambilan pelunasan daripada kreditur-kreditur lain, atas

hasil penjualan suatu benda tertentu atau sekelompok benda tertentu, yang

secara khusus diperikatkan260. Kemudian bila ditilik menurut pasal 141 ayat

258 Hal ini diatur dalam pasal 113 ayat (1) UUK-PKPU dimana dalam pasal tersebut diatur

bahwa paling lambat 14 hari terhitung setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, hakim pengawas harus menetapkan: a) batas akhir pengajuan tagihan; b) batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; c) hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat kreditur untuk mengadakan pencocokan piutang.

259 Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 115 ayat (2) yang berbunyi: “Atas penyerahan

piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kreditur berhak meminta suatu tanda terima dari Kurator.”

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 151: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

139

Universitas Indonesia

(1), pihak Pemegang Obligasi yang diwakilkan oleh Wali Amanat dalam

melakukan pencocokan piutang setelah dikurangi dengan pembayaran yang

telah diterimanya dari penanggung. Mengingat bahwa penanggungan yang

diberikan oleh PT. Sejahtera Globalindo dan Global Communication Inc.

adalah jaminan kebendaan berupa fidusia, maka seharusnya pihak Wali

Amanat dapat melakukan eksekusi langsung jaminan fidusia yang dimilikinya

tersebut tanpa harus mengajukan gugatan kepada Pengadilan seperti halnya

gugatan yang dilakukan oleh Wali Amanat dalam Perkara Nomor

62/Pdt.G/2010/PN.JKT.PST. Hak eksekusi ini merupakan hak yang diatur

dalam UUK-PKPU dalam pasal 55 UUK-PKPU yang mengakui hak separatis

setiap kreditur pemegang hak jaminan, termasuk pemegang hak jaminan

fidusia. Eksekusi tersebut dilakukan setelah menunggu selama 90 (sembilan

puluh) hari setelah putusan pailit tersebut dibacakan oleh Hakim. Dalam hal

terdapat kekurangan, menurut Pasal 138, barulah Wali Amanat dapat

melakukan pencocokan piutang atas sisa piutang yang belum terlunasi oleh

jaminan kebendaan yang dimilikinya dengan berkedudukan sebagai kreditur

konkruen.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya

permasalahan pemenuhan pembayaran piutang baik berupa pokok maupun

bunga obligasi masih dalam masa proses kepailitan. Dan menurut penulis,

putusan yang dikeluarkan oleh Hakim Pengadilan Negeri telah tepat untuk

menolak melanjutkan pemeriksaan dengan dasar bahwa permasalahan yang

diajukan oleh Bank Mega selaku Wali Amanat masih dalam lingkup Kepailitan

yang masih dalam lingkup wewenang kompetensi absolut Peradilan Niaga, dan

Pengadilan Negeri tidak memiliki kompetensi absolut untuk melanjutkan

pemeriksaan gugatan perdata tersebut.

Berdasarkan analisis di atas, kiranya dapat ditarik kesimpulan pihak

PT. Bank Mega Tbk. telah melakukan kelalaian dan kesalahan. Kelalaian yang

260 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti,

2002) hal. 17

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 152: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

140

Universitas Indonesia

dilakukan oleh Bank Mega sebagai Wali Amanat adalah kelalaian dengan tidak

menghadiri proses persidangan kepailitan Infoasia, dan kelalaian dengan tidak

menjalankan RUPO untuk menentukan langkah yang hendak diambil terkait

kepailitan infoasia. Kesalahan yang dilakukan oleh Bank Mega selaku Wali

Amanat Obligasi ITG setidaknya adalah kesalahan dalam menentukan langkah

hukum dalam proses pemberian perlindungan pemegang Obligasi ITG yang

diwakilinya dalam hal terjadinya kepailitan Infoasia selaku Emiten dari

penerbitan Obligasi ITG. Menurut penulis, seharusnya pihak Wali Amanat

secara cermat melakukan tindakan sesuai dengan proses sebagaimana mestinya

menurut aturan hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 153: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

141

Universitas Indonesia

BAB V

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Sebagai suatu badan hukum emiten dapat saja mengalami kepailitan. Emiten

dapat dipailitkan asalkan dapat dibuktikan secara sederhana memenuhi syarat

dijatuhkannya pernyataan pailit oleh Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004,

yakni emiten mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas

sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Perikatan dasar

obligasi pada dasarnya merupakan hubungan utang-piutang antara pihak

emiten dengan pihak investor pemegang obligasi. Emiten selaku penerbit

obligasi meminjam kepada para pemegang obligasi sejumlah uang yaitu

senilai nominal obligasi yang bersangkutan dan berjanji mengembalikan uang

tersebut pada saat jatuhnya tempo obligasi. Pemegang obligasi yang membeli

obligasi kepada penerbit dianggap telah menghutangkan sejumlah uang

kepada penerbit. Dalam konsep hubungan hukum utang-piutang tersebut,

maka emiten berkedudukan sebagai debitur bagi investor pemegang obligasi,

sedangkan investor pemegang obligasi berkedudukan sebagai kreditur bagi

emiten. Dalam hal terjadinya kepailitan, maka otomatis secara hukum

obligasi yang diterbitkan oleh emiten merupakan suatu utang yang dapat

ditagih oleh pemegang obligasi selaku kreditur dari emiten dalam proses

kepaililtan emiten.

2. Dalam penerbitan dan perdagangan obligasi di Pasar Modal, terdapat dua

pihak yang menjadi unsur penting dalam rangka mengakomodir kepentingan

dari investor pemegang obligasi, yaitu Wali Amanat dan Bapepam LK

Wali Amanat berdasarkan ketentuan regulasi pasar modal yang berlaku di

Indonesia merupakan suatu pihak yang bertugas mewakili kepentingan

pemegang efek bersifat utang. Tentunya tugas tersebut juga turut berlaku

dalam penerbitan dan perdagangan obligasi di Pasar Modal. Peran Wali

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 154: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

142

Universitas Indonesia

Amanat dalam rangka melindungi investor pemegang obligasi dimulai sejak

tahap penerbitan obligasi oleh emiten hingga selesainya masa

perwaliamanatan. Dalam hal terjadinya kepailitan emiten, tentu memiliki

peranan besar dalam melakukan berbagai tindakan hukum untuk melindungi

investor pemegang obligasi, tindakan tersebut mencakup segala urusan yang

berkaitan dengan kepailitan, mulai dari tahap sebelum putusan pernyataan

pailit diucapkan oleh hakim, maupun proses hukum kepailitan setelah putusan

pernyataan pailit diucapkan oleh hakim.

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM LK)

merupakan lembaga yang diberi kewenangan dan kewajiban untuk melakukan

pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari seluruh kegiatan institusi

pelaku pasar modal di Indonesia. Sebagai otoritas pasar modal, Bapepam LK

mempunyai 3 fungsi utama, yaitu melakukan pembinaan, pengaturan, dan

pengawasan. Dalam rangka memberikan perlindungan bagi investor

pemegang obligasi dalam hal terjadinya kepailitan emiten, Bapepam LK

memiliki peranan meliputi perlindungan preventif dalam bentuk aturan,

pedoman, bimbingan, dan arahan; dan bentuk perlindungan represif dalam

bentuk pemeriksaan, penyidikan, dan pengenaan sanksi.

3. Aspek perlindungan hukum pemegang obligasi sebagai kreditur dalam

kepailitan emiten dapat digolongkan dalam dua pembagian, yakni aspek

perlindungan hukum pemegang obligasi pada saat permohonan pailit emiten,

dan aspek perlindungan hukum pemegang obligasi setelah putusan pailit

diputuskan oleh hakim. Aspek perlindungan hukum pemegang obligasi pada

saat permohonan pailit emiten meliputi hak atas keterbukaan informasi terkait

dengan keadaan emiten, besar pertanggungan utang, dan segala hal terkait

dengan kepailitan emiten tersebut; Hak atas perlakuan yang sama tanpa

diskriminatif dengan kreditur lainnya dalam proses kepailitan berlangsung;

klaim adanya piutang dari para Investor pemegang obligasi kepada emiten

terkait dengan penerbitan obligasi; klaim atas jaminan yang disertakan dalam

penerbitan obligasi dengan jaminan (bila ada); Actio Pauliana; dan hak

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 155: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

143

Universitas Indonesia

memprakarsai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bagi Emiten.

selanjutnya, aspek perlindungan hukum pemegang obligasi setelah putusan

pailit diputuskan oleh hakim mencakup hak pemegang obligasi dalam

pencocokan piutang; hak investor pemegang obligasi dalam pemberesan harta

pailit; hak pemegang obligasi atas penerapan prinsip keterbukaan; Actio

Pauliana; dan hak pemegang obligasi dalam upaya perdamaian oleh emiten

setelah putusan pailit.

Berdasarkan studi kasus, implementasi perlindungan pemegang obligasi dalam

kepailitan PT. Infoasia Teknologi Global Tbk telah dilaksanakan dengan

cukup baik. Hal ini ditandai dengan adanya peranan wali amanat dalam

melakukan tindakan mewakili kepentingan pemegang obligasi Infoasia

Teknologi Global dalam proses kepailitan. Hanya saja terdapat beberapa

kekurangan dalam penerapannya, terutama bila dikaitkan dengan peran wali

amanat dalam melakukan tindakan-tindakan hukum dalam rangka mewakili

kepentingan pemegang obligasi Infoasia Teknologi Global Tbk. Kekurangan

tersebut meliputi kelalaian wali amanat untuk menghadiri proses persidangan

kepailitan Infoasia di Pengadilan Niaga; kelalaian dalam tidak

menyelenggarakan RUPO terkait dengan adanya kepailitan Infoasia tersebut;

dan kesalahan pengambilan langkah hukum dengan pengajuan gugatan

perdata padahal proses kepailitan setelah putusan pailit masih berjalan.

4.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis menyarankan:

1. Dalam proses kepailitan, Emiten harus tetap menerapkan pelaksanaan asas-

asas kepailitan, terutama Asas Keterbukaan. Hal ini bertujuan agar segala

informasi penting dapat tetap diketahui oleh krediturnya, terutama para

pemegang obligasi. Selain demi melindungi kepentingan pemegang obligasi,

pelaksanaan asas-asas tersebut juga turut menjaga nama baik dan integritas

perusahaan di mata publik. Dengan demikian diharapkan, dalam hal emiten

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 156: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

144

Universitas Indonesia

tidak jadi dipailitkan, emiten akan lebih mudah dalam memperoleh simpati

dan kepercayaan dari investor.

2. Peraturan Bapepam X.K.5 tentang Keterbukaan Informasi Bagi Emiten atau

Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pailit, hemat saya perlu diubah dengan

menambahkan ketentuan yang berisikan bahwa dalam hal emiten yang

dipailitkan tersebut adalah emiten yang mengeluarkan obligasi, maka

Bapepam LK tidak semata-mata menyediakannya saja dalam bentuk dokumen

publik dalam Pusat Referensi Pasar Modal, tapi juga Bapepam-LK harus turut

berperan aktif dengan menyampaikan laporan Emiten yang dimohonkan pailit

tersebut kepada pihak Wali Amanat. Hal ini bertujuan agar pelaksanaan

keterbukaan informasi tersebut dapat lebih maksimal dalam rangka

memaksimalkan perlindungan bagi pemegang obligasi.

3. Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Obligasi perlu dimaksimalkan

dalam hal terjadinya kepailitan emiten agar mencegah terjadinya berbagai

kesalahan atau kelalaian oleh Wali Amanat, sekaligus juga menjadi legitimasi

Wali Amanat dalam melakukan berbagai tindakan dalam mewakili

kepentingan pemegang obligasi dalam hal terjadinya kepailitan emiten.

Meskipun memakan waktu dan biaya, penyelenggaraan RUPO harus

dilaksanakan dalam hal terjadinya kepailitan emiten karena kepailitan emiten

merupakan suatu peristiwa yang amat penting untuk dibahas melalui RUPO.

Pengaturan Kewajiban Penyelenggaraan RUPO dalam hal terjadinya

kepailitan emiten ini harus dicantumkan dalam Perjanjian Perwaliamanatan.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 157: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

145

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adonis, Adrian, “Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dalam Proses Kepailitan di Indonesia,” Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Kepailitan, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1999

Aritonang, Maria Imelda, “Pelaksanaan Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Penerbitan Obligasi di Indonesia,” Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2008.

Aria Suyudi, et. al. Analisa Hukum Kepailitan di Indonesia : Kepailitan di Negara Pailit, Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2004.

Aruan, Albert Richi, “Kedudukan Utang Negara atas Utang Pajak PT. Atika Optima Inti dalam Kasus Kepailitan,” Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2010.

A.S., Sarmiati, “Fungsi Wali Amanat.” Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Bisnis Lainnya Tahun 2004 yang bertema Transaksi di Pasar Modal Obligasi, 29-30 Juni 2004.

Bahar, Wahyuni, “Aspek Hukum Perwaliamanatan.” Tanggung Jawab Emiten dan Wali Amanat, serta Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Obligasi, Prociding, Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2005.

Bahar, Wahyuni, “Aspek Hukum Perjanjian Perwaliamanatan,” Tanggung Jawab wali amanat dan Emiten, serta Perlindungan Hukum Pemegang Obligasi, Lampiran Makalah Dalam Prosiding Transaksi Obligasi Di Pasar Modal.

Bakrie, Aburizal, “Good Corporate Governance: Sudut Pandang Pengusaha”, dalam Good Corporate Governance: Konsep dan Implementasi Perusahaan Publik dan Korporasi Indonesia, diedit oleh Hinuri, Hindarmono, Jakarta: Yayasan Pendidikan Pasar Modal Indonesia, 2002.

Bapepam, Cetak Biru Pasar Modal Indonesia 2000-2004, Jakarta: Bapepam, 1999.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 158: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

146

Universitas Indonesia

Frank H. Easterbrook, dan Daniel R. Fischel, 1, The Economic Structure of Corporate Law, Cambridge, Massachusetts, London: Harvad University Press, 1996.

Garner, Bryan A., Black’s Law Dictionary, 2nd Pocket Edition, St. Paul Minn.: West Publishing Co. 2001.

Gifis, Steven H., Law Dictionary, 5th ed, New York: Barons’s Educational Series Inc., 2003.

_________. Law Dictionary, Woodbury : Barron’s Educational Series Inc., 1975.

Gunawan Widjaja dan Jono, Penerbitan Obligasi &Peran Serta Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Pasar Modal, Jakarta: Kencana, 2006.

Harahap, Agus Salim, “Bentuk Perlindungan dan Upaya Bursa Dalam Melindugi Investor Terhadap Kepailitan Perusahaan Publik,” Tesis Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok : Universitas Indonesia, 2007.

Hartini, Rahayu, Hukum Kepailitan, Jakarta: Direktorat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional, 2002

Hoff, Jerry, Indonesian Bankruptcy Law, .Jakarta: PT Tata Nusa, 1998.

_________. Undang-Undang Kepailitan di Indonesia, Penerjemah Kartini Mulyadi, Cet. I, Jakarta, Tatanusa, 2000.

Indra Surya, Ivan Yustiavandana, dan Arman Nefi, Penerapan Good Corporate Governance : Mengensampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Utama, Jakarta : Kencana, 2006.

James D. Cox, Robert W. Hillman, Donald C. Langevoort, Securities Regulation Cases and Materiels, Boston, Toronto, London: Little, Brown and Company, 1991.

Kartini, Rahayu, Hukum Kepailitan, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2002.

Lontoh dkk, Penyelesaian Utang-Piutang: Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Penerbit Alumni, 2001.

Marzuki Usman, Singgih Riphat dan Syahrir Ika, ABC Pasar Modal Indoensia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia dan Ikatan Sarjana Ekonomi Cabang Jakarta, 1990.

Marzuki Usman, et. al.”Pengetahuan Dasar Pasar Modal.” Jurnal Keuangan dan Moneter dan IBI, Jakarta, 1999.

Mayasari, Ima, “Perlindungan hukum Terhadap Pemegang Obligasi atas Wanprestasi yang dilakukan oleh Emiten Obligasi : Studi Kasus

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 159: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

147

Universitas Indonesia

Obligasi Subordinasi I Bank Global Tahun 2003,” Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Univesitas Indonesia, 2007.

Muljadi, Kartini, “ Aspek-Aspek Hukum Emisi Obligasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN dan Perusahaan Swasta.” Makalah tidak diterbitkan.

Purwosutjipto, H.M.N., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia : Hukum Surat Berharga, Jakarta: Penerbit Djambatan, 2008.

Rokayah, Milasari, “Peranan Wali Amanat,” Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

R. Subekti, et al, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1973.

Saleh Adiwinata, et al, Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae, Edisi Bahasa Indonesia, Bandung : Binacipta, 1983.

Sastrawidjaja, H. Man S., Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Alumni, 2006.

Sjahdaeni, Sutan Remy, Hukum Kepailitan : Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Jakarta: Grafiti, 2009.

SL. Salwan dan U. Narang, Academic’s Legal Dictionary, 14th ed., New Delhi Academic (India) Publishes Regd, 2003.

Sutantio, Retnowulan, Kapita Selekta Hukum Ekonomi Dan Perbankan, Seri Varia Yustisia, Bandung: Mandar Maju, 1996.

Widiatmodjo, Sawidji, Cara Cepat Memulai Iinvestasi Saham, cet. 8, Elex Media Computindo, 2008

Winarto, Jasso, Pasar Modal Indonesia: Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ, Jakarta: Sinar Harapan, 1997

Artikel

Bataviese, “Bank Mega Gugat 2 Penjamin Efek Infoasia,” (Artikel, 30 September 2010), http://bataviase.co.id/node/400040, diakses pada tanggal 10 Februari 2011

D. Brian Hufford, “Deserring Fraud vs Avoiding the “Strike Suit” : Reaching An Appropriate Balance,” Brooklyn Law Review, Vol. 61, 1995.

D. Fullartion, “Trust Fund Laws and Agreements”. Hal. 2, http://www.fullertonlaw. com/trustfundchap.htm

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 160: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

148

Universitas Indonesia

Frank H. Easterbrook, dan Daniel R. Fischel, 2, “Mandatory Disclosure and the Protection of Investors,” Virginia Law Review, Vol.70, 1984.

Siahaan, Hinsa,”Analisis Penerbitan Obligasi Tanpa Jatuh Tempo Oleh Pemerintah Republik Indonesia,” http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kajian\Analisis%20Perpetual%20 Bond.pdf.

Soepraptomo, H. Heru , “Segi-Segi Hukum Obligasi.” Jurnal Hukum Bisnis Vol. 23 No. 1, 2004, hlm. 45, mengutip Mr. N. E. Algra, et.al., Kamus Istilah Hukum Foeckma Andreae (Jakarta: Binacipta, 1983)

Sweet, Joe, “Essay on The International, Souveriegn, Pure, Private, Non-Statutory, Non-Associated Unincorporated Business Trust Organization (UBTO)” hlm. 2, http://www.savingclub.com/truth/TBA/UBTO.htm, diakses pada 22 Maret 2011

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/10/25/16165910/IHSG.Ciptakan.Rekor.Baru, dipublikasikan pada website kompas.com pada tanggal 25 Oktober 2010, diunduh pada tanggal 25 Januari 2011.

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/03/16/56126/Koperasi.Boleh.Terbitkan.Obligasi, diakses pada tanggal 22 februari 2011

Peraturan Perndang-Undangan

Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

________. Undang-Undang tentang Pasar Modal, Nomor 8 Tahun 1995, LN. No. 64 Tahun 1995, TLN. 3608,

________. Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Nomor 37 Tahun 2004, LN. No 31 Tahun 2004, TLN. 4443

________. Undang-Undang No. 22 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (LN 1992 No. 31)

________. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Pengaturan Mengenai Hipotik diganti dengan istilah Hak Tanggungan

________. Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, Nomor 40 Tahun 2007, LN. No.106 Tahun 2007, TLN. 4756,

_________. Koninjklijk Besluit v. 28 Maret 1870 (S : 70 – 64)

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.

Page 161: UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20234431-S583-Durma...UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN INVESTOR PEMEGANG OBLIGASI DALAM KEPAILITAN

149

Universitas Indonesia

Departemen Keuangan, Keputusan Menkeu tentang Lembaga Penunjang Pasar Modal, Kepmen Keuangan No. 696, Tahun 1985

________. Keputusan Menkeu tentang Pasar Modal, Kepmen Keuangan No. 1548 , Tahun 1990, Pasal 1 butir 73 Keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990 tentang Pasar Modal.

________. Keputusan Menkeu tentang Pasar Modal, Kepmen Keuangan No. 1548 , Tahun 1990, Pasal 1 butir 13

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-78/PM/1996 tentang Pemeliharaan Dokumen oleh Wali Amanat (Peraturan Nomor X.I.2)

________. Keputusan Ketua Bapepam No. Kep. 77/PM/1996 tentang Laporan Wali Amanat (Peraturan No. X.I.1).

Putusan Pengadilan

Putusan Permohonan Pailit Nomor: 37/PAILIT/2009/PN.Niaga JKT.PST.

Putusan Perkara Gugatan Perdata Nomor: 62/Pdt. G/2010/PN.JKT.PST.

Lain-lain

Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Republik Indonesia tahun 1999-2004.

Perlindungan investor..., Durma Jaya, FH UI, 2011.