65
UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN KONSTRUKTIVISME MENJELASKAN TINDAKAN AS DALAM MENGHADAPI TERORISME AL QAEDA PASCA SERANGAN 9/11 (2001-2011) TUGAS KARYA AKHIR LADIA FITRAH 0906553766 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DEPOK JULI 2013 Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

UNIVERSITAS INDONESIA

PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN

KONSTRUKTIVISME MENJELASKAN TINDAKAN AS

DALAM MENGHADAPI TERORISME AL QAEDA PASCA

SERANGAN 9/11 (2001-2011)

TUGAS KARYA AKHIR

LADIA FITRAH

0906553766

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

DEPOK

JULI 2013

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN

KONSTRUKTIVISME MENJELASKAN TINDAKAN AS

DALAM MENGHADAPI TERORISME AL QAEDA PASCA

SERANGAN 9/11 (2001-2011)

TUGAS KARYA AKHIR

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Sosial pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

LADIA FITRAH

0906553766

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

DEPOK

JULI 2013

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

iii

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

iv

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, penulis mampu menyelesaikan Tugas Karya Akhir ini.

Penulisan Tugas Karya Akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu

syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

pada Fakultas Ilmu Sosiaal dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Tugas Karya Akhir yang membahas mengenai fenomena terorisme dan

kebijakan War on Terror AS ini mencoba untuk mengupas fenomena ini dalam

jalur ilmu Hubungan Internasional. Pembahasan tersebut dilakukan dengan

membaginya berdasarkan tiga paradigma besar dalam ilmu Hubungan

Internasional. Penulis berharap karya akhir ini akan mampu memberikan

kontribusi bagi dunia Hubungan Internasional dan masyarakat luas.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kelemahan dan

kekurangan dalam penulisan tugas karya akhir ini sehingga penulis mengharapkan

kritik serta saran yang membangun untuk memperkaya hasil karya ini. Akhir kata,

penulis berharap bahwa tugas karya akhir ini dapat membawa manfaat bagi pihak

yang bersangkutan.

Depok, Juli 2013

Ladia Fitrah

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan ini, penulis hendak mengucapkan puji dan syukur atas

kehadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan rezeki dan kemudahan

dalam melaksanakan tugas penulis sebagai mahasiswa di masa perkuliahan ini

serta memberikan kekuatan di kala penulis lemah. Lahirnya tugas karya akhir ini

tidak lepas dari bantuan segenap pihak yang telah membantu untuk mewujudkan

karya ini dengan segal keikhlasannya, yaitu:

1. Andi Widjajanto, M. Sos, M.A., PhD., selaku dosen pembimbing yang

telah membimbing dan mengarahkan, memberikan masukan dan

komentar, serta menjawab semua masalah Saya temukan dalam menulis

Tugas Karya Akhir ini.

2. Dra. Evi Fitriani M.A., M.IA., PhD., selaku Ketua Departemen Ilmu

Hubungan Internasional dan Penguji Ahli yang telah memberikan banyak

masukan yang konstruktif dalam penulisan dan penyelesaian Tugas Karya

Akhir ini.

3. Dra. Nurul Isnaeni, M.A., selaku Ketua Program Sarjana Reguler Ilmu

Hubungan Internasional dan Ketua Sidang yang telah memberikan banyak

dukungan, bantuan, serta masukan yang konstruktif dalam penyelesaian

Tugas Karya Akhir ini.

4. Andrew W. Mantong S.Sos., M.Sc., selaku Sekretaris sidang yang telah

membantu dan memberikan informasi dalam penyelesaian Tugas Karya

Akhir ini.

5. Seluruh dosen HI yang selama ini memberikan perkuliahan dan

pembelajaran yang tentunya bermanfaat bagi kehidupan akademis Saya,

serta staf di program studi Ilmu Hubungan Internasional yang tidak dapat

disebutkan satu per satu, yang telah membantu mengurus kelengkapan

administrasi Tugas Karya Akhir sebagai syarat kelulusan.

6. Kedua orang tua, Iskandar Idman dan Elmil Pranita, yang selalu

mendukung, mendoakan, mengajarkan Saya untuk lebih dewasa dalam

menghadapi segala sesuatu dan memberikan nasihat-nasihat yang

memotivasi Saya ketika dalam masa-masa sulit dalam perkuliahan

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

vii

terutama selama mengerjakan Tugas Karya Akhir ini. Saudara-saudara

Saya Veni, Rindah, dan Elita yang selalu mendukung dan memberikan

semangat serta kebersamaan sebagai saudara.

7. Hindun Harahap dan Zein Septian Hidayat sebagai sahabat yang berjuang

bersama-sama dalam mengerjakan Tugas Karya Akhir dan Skripsi dan

saling membantu, mengingatkan, memberikan semangat, motivasi dan

hiburan. Serta Pettisa Rustadi yang juga sebagai sahabat yang selalu

membantu dan memberikan dukungan dari awal penulisan hingga

pengumpulan Tugas Karya Akhir ini.

8. Novryansyah, sebagai sahabat sekaligus orang yang spesial yang selalu

dengan sabar mendengarkan segala keluhan, masalah, beban pikiran,

memahami Saya, memberikan semangat dan dukungan, mengingatkan

segala hal hingga hal kecil sekalipun, mengubah Saya menjadi lebih baik,

serta selalu ada ketika Saya butuhkan.

9. Keluarga HMHI UI, khususnya angkatan 2009, Afu, Alin, Arlina, Arif,

Aswin, Bagus, Candini, Catur, Darang, Dikki, Diku, Doni, Dwinta, Gery,

Gesa, Fahmi, Hanna, Husni, Iman, Imung, Indaah, Indi, Ipeh, Iqbal, Jeklin,

Kiki, Lya, Mikha, Natalia, Pandu, Ponda, Richard, Ryan, Sandi, Tama,

Uwi, Vale dan Widy, yang belajar bersama, membuat Saya nyaman berada

dilingkungan HI. Semoga kita sukses ke depannya dan dilancarkan semua

urusannya.

10. Ticul, Viny, mbak Evi, Tia, Nabila dan Sapta teman-teman dari Muara

Enim yang sama-sama berjuang dari jaman maba hingga saat ini, yang

selalu berusaha meluangkan waktu untuk bisa berkumpul bersama walau

hanya makan sejenak.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir

dan masa studinya di jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas

Indonesia yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Depok, Juli 2013

Ladia Fitrah

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

viii

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

ix Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Ladia Fitrah

Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional

Judul : PARADIGMA REALISME, LIBERALISME DAN

KONSTRUKTIVISME MENJELASKAN TINDAKAN AS

DALAM MENGHADAPI TERORISME AL QAEDA PASCA

SERANGAN 9/11 (2001-2011)

Tugas karya akhir ini membahas mengenai tindakan AS dalam menghadapi

terorisme al Qaeda pasca serangn 9/11 dengan menggunakan paradigma realisme

yang melihat tindakan tersebut sebagai bentuk perang asimetris, paradigma

liberalisme yang melihat tindakan tersebut sebagai pelanggaran terhadap rezim

internasional, dan paradigma konstruktivisme yang melihat tindakan tersebut

sebagai bentuk sekuritisasi. Pembahasan ini bertujuan untuk memberikan

gambaran mengenai fenomena terorisme yang direspon oleh AS dari tiga

paradigma berbeda dalam hubungan internasional. Hasil yang didapatkan dari

analisis menunjukkan bahwa tindakan AS menghadapi terorisme al Qaeda pasca

serangan 9/11 tersebut sebagai sebuah interaksi antar aktor dalam hubungan

internasional yaitu dengan melakukan perang, membentuk undang-undang baru

dan menginternasionalisasikannya, dan melakukan sekuritisasi.

Kata kunci: terorisme, perang asimetris, rezim, sekuritisasi

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

x

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Ladia Fitrah

Study Program : International Relations

Title : REALISM, LIBERALISM AND CONSTRUCITIVSM

PARADIGM EXPLAIN U.S. ACTION TOWARDS AL

QAEDA TERRORISM SINCE 9/11 ATTACK (2001-2011)

This final paper discusses the U.S. actions in facing terrorism after the attacks of

al Qaeda 9/11 by using the paradigm of realism as a form of asymmetric warfare,

paradigm liberalisme as a international regime violation, and constructivist as

forms of securitization. This discussion is intended to provide an overview of the

phenomenon of terrorism by the U.S. responded in three different paradigms in

international relations. The results from analysis shows that the U.S.action in

facing terrorism al Qaeda after the 9/11 attacks as an interaction between actors in

international relations is to make war, form and practice a new act and

internationalize it, and securitize it.

Key words: terrorism, asymmetric war, regime, securitizaion

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

xi

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.....................................................................................................i

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS........................................................iii

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................iv

KATA PENGANTAR......................................................................................................v

UCAPAN TERIMA KASIH..........................................................................................vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..............................vii

ABSTRAK........................................................................................................................ix

ABSTRACT......................................................................................................................x

DAFTAR ISI.....................................................................................................................xi

DAFTAR GAMBAR, GRAFIK DAN TABEL.........................................................xii

1. PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................................1

1.2 Pertanyaan Masalah................................................................................2

1.3 Kerangka Pemikiran...............................................................................3

1.3.1 Perang Asimetris...........................................................................3

1.3.2 Rezim Internasional......................................................................6

1.3.3 Sekuritisasi.....................................................................................8

1.4 Tujuan Penulisan................................................................................11

2. PERANG ASIMETRIS AS DAN AL QAEDA...........................................12

2.1 AS dan Al Qaeda Sebagai Aktor dalam Perang Asimetris.............12

2.2 Interaksi Strategis AS dan Al Qaeda Pasca Serangan 9/11

hingga Kematian Osama.....................................................................16

3. PELANGGARAN PATRIOT ACT TERHADAP REZIM

INTERNASIONAL DAN UPAYA INTERNASIONALISASINYA.......22

3.1 Rezim Internasional yang Berkaitan dengan Terorisme..................22

3.2 Patriot Act sebagai Undang-Undang Khusus Anti Terorisme

AS dan Pelanggarannya........................................................................26

3.3 Upaya Internasionalisasi Patriot Act Melalui

Global War on Terror...........................................................................30

4. SEKURITISASI TERORISME OLEH AS DALAM MENGHADAPI

AL QAEDA......................................................................................................35

4.1 Terorisme sebagai Isu Ancaman dan Prioritas Keamanan

Nasional AS..........................................................................................35

4.2 Proses Sekuritisasi Terorisme oleh AS..............................................37

5. KESIMPULAN................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................48

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

xii

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 1.1 Pendekatan Interaksi Strategis.......................................................................5

Tabel 2.1 Kekuatan Militer Global...............................................................................13

Gambar 2.1 Persebaran Jaringan Kelompok Gabungan Al Qaeda...........................15

Gambar 2.2 Jaringan dan Kapabilitas al Qaeda..........................................................17

Gambar 2.3 Target Strategi Melawan al Qaeda..........................................................18

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Isu terorisme bukanlah suatu hal yang baru dan merupakan hal yang penting

dalam kajian hubungan internasional karena fenomena ini dapat mempengaruhi

sistem internasional. Adanya konflik antar aktor dalam hubungan internasional

dapat membuat suatu pihak atau kelompok tertentu menyerang aktor lain melalui

serangan teror. Tindakan teror ini tidak hanya menimbulkan efek gentar bagi aktor

yang diserang, tetapi juga memakan korban jiwa dan mempengaruhi sistem

internasional. Oleh karena itu, menjadi hal yang penting untuk membahas

terorisme ini dari kerangka pemikiran hubungan internasional.

Salah satu kelompok terorisme yang paling sering disorot dalam dunia

internasional adalah Al Qaeda. Al Qaeda didirikan oleh Osama bin Laden pada

akhir tahun 1980an, untuk membawa kebersamaan bangsa Arab yang bertempur

di Afghanistan melawan soviet, membantu finansial, rekrutmen, transportasi, dan

melatih ekstrimis Islam Sunni untuk perlawanan Afghanistan. 1

Tujuannya adalah

untuk membentuk pan-Islamic Caliphate seluruh dunia dengan bekerja sama

sesama Muslim, menggulingkan rezim pemerintahan non-Muslim, dan

menyingkirkan “Barat” dan “non Muslim” dari negara Muslim, khususnya Saudi

Arabia.2 Jadi, secara umum, target mereka adalah Barat dan non Muslim yang

sebagian besar terlibat di negara Muslim adalah Amerika Serikat dan sekutunya.

Al Qaeda menjadi sorotan dunia internasional sejak terjadinya peristiwa 11

September 2001 yang menghancurkan gedung World Trade Center di New York

dan Pentagon, AS. Serangan tersebut menimbulkan korban jiwa hingga kurang

lebih 3000 jiwa serta kerusakan materiil lain yang diakibatkan ledakan bom

tersebut.3 Kejadian ini menimbulkan trauma dan pandangan negatif masyarakat

AS yang ketakutan terhadap tindakan teroris yang banyak diasosiasikan dengan

kelompok Islam radikal.

1 Adjie. S., Terorisme, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), 281.

2 Ibid., 282.

3 Ibid., 283.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

2

Universitas Indonesia

Osama bin Laden termasuk ke dalam daftar 10 orang paling dicari oleh

Federal Bureau of Investigation (FBI) AS sejak masa pemerintahan George W.

Bush mendeklarasikan perang global melawan terorisme.4 Serangan 9/11 ini

merupakan serangan pertama bagi AS di dalam negerinya. Karena selama ini,

serangan teror terhadap AS dilakukan oleh kelompok teroris di pusat

pemerintahan, kamp militer, dan unsur ekonomi AS lainnya di luar negara. Seperti

serangan di Kedutaan besar AS di Narobi, Kenya dan Tanzania pada Agustus

1998, peledakan bom terhadap pasukan AS di Yaman pada tahun 1992, serangan

ke USS Coe, Port Aden, Yaman pada Oktober 2000, serta berbagai serangan lain

dimana terdapat keterlibatan AS di dalamnya.5

Melihat keseriusan al Qaeda dalam menyerang AS tidak hanya untuk

mengancam tetapi juga melawan untuk berperang, AS merespon terorisme beserta

organisasinya Al Qaeda dengan agresif dan konfrontatif dan mengajak negara-

negara lainnya seluruh dunia untuk melawan terorisme ini secara global yang

dikenal sebagai Global War on Terror. Selain itu, dengan pertimbangan stabilitas

keamanan nasional dan juga peran AS sebagai negara hegemon dalam dunia

hubungan internasional, terorisme dan al Qaeda mendorong AS dalam mengubah

pandangan terhadap terorisme itu sendiri. Tindakan AS dalam menghadapi

terorisme al Qaeda inilah yang nantinya akan menjadi fokus analisis dalam tugas

akhir ini.

I.2 Pertanyaan Masalah

Dengan melihat adanya peningkatan serangan terorisme terhadap AS

terutama di negaranya secara langsung yang membuat AS meresponnya dengan

agresif dan konfrontatif, maka tulisan ini akan menjawab pertanyaan,

“Bagaimana paradigma realisme, liberalisme, dan konstruktivisme

menjelaskan tindakan AS dalam menghadapi terorisme pasca serangan 9/11

oleh al Qaeda (2001-2011)?”

4 Sukawarsini Djelantik, Terorisme: Tinjauan Psiko Politis, Peran Media, Kemiskinan, dan

Keamanan Nasional, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), 40. 5 Ibid., 41.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

3

Universitas Indonesia

1.3 Kerangka Pemikiran

Dengan berdasarkan masalah yang dirumuskan di atas, penulis akan

menganalisis menggunakan konsep dari masing-masing paradigma sebagai

berikut.

1.3.1 Perang Asimetris

Dalam paradigma realisme, perang adalah sesuatu hal yang sangat penting

dalam hal mencapai, meningkatkan maupun mempertahankan power demi

kelangsungan hidup. Oleh karena itu, perang bertujuan untuk melestarikan

kekuasaan dan kelangsungan hidup dari pihak yang berusaha untuk

menghancurkannya. Perang merupakan ancaman yang besar terhadap eksistensi

suatu negara sehingga untuk dapat mempertahankannya negara harus menghadapi

perang dan mengalahkan lawan atau akan dikalahkan lawan. 6

Perang asimetris merupakan perang generasi keempat melihat adanya

pergeseran beberapa aspek dari perang generasi sebelumnya (William S. Lind,

2004). Hal ini dapat dilihat dalam berbagai aspek seperti taktik, strategi, tujuan,

sistem persenjataan, dan sebagainya. Lind menjelaskan bahwa pada Perang

Generasi Pertama sifatnya konvensional dan teratur dalam hal medan perang,

pasukan perang dan senjata yang digunakan. Contohnya perang-perang yang

terjadi sejak perjanjian Westphalia 1648 hingga 1860. Pada perang Generasi

Kedua terdapat peningkatan teknologi persenjataan yang digunakan seperti artileri

dan tank, namun masih bersifat konvensional. Contohnya Perang Dunia I. Pada

perang generasi ketiga, terdapat perubahan senjata yang digunakan yaitu

penggunaan nuklir. Contohnya, bom nuklir yang digunakan oleh Jerman terhadap

Jepang di Hirosima dan Nagasaki pada Perang Dunia II. Sedangkan Perang

Generasi Keempat cenderung tidak teratur karena medan perangnya tidak

ditentukan, tidak adanya penentuan kombatan dan non-kombatan, serta

munculnya aktor non negara sebagai aktor perang.7

6 “Terrorism and the Philosophy of History: Liberalism, Realism, and the Supreme Emergency

Exemption “, Andrew Fiala, diakses pada tanggal 20 November 2012,

http://commons.pacificu.edu/eip/vol3/iss3/2. 7 “Understanding Fourth Generation of War”, Wiiliam S. Lind, diakses pada tanggal 12 Februari

2013, http://www.antiwar.com/lind/index.php?articleid=1702.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

4

Universitas Indonesia

Jadi, sebagai perang generasi keempat, perang asimetris merupakan perang

yang terjadi antara kedua aktor kuat dengan aktor lemah, dimana strategi dan

taktik yang digunakan dalam perang tidak lagi konvensional seperti perang

generasi sebelumnya.8 Menurut Collin S. Gray, perang asimetris juga merupakan

bagian dari perang tidak teratur, contohnya terorisme.9

Perang ini tidak selalu dimenangkan oleh aktor yang kuat, karena terdapat

pola interaksi yang berbeda dengan perang-perang generasi sebelumnya. Jadi,

terdapat kemungkinan aktor yang lemah untuk dapat memenangkan perang.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Ivan Arreguin Toft bahwa dalam

konflik asimetris kemenangan ditentukan dari interaksi strategis.10

Hasil konflik

asimetris tersebut dapat dijelaskan melalui tipologi strategi perang sebagai titik

awal yang berguna untuk analisis.11

Tipologi berikut menggunakan perbandingan

pendekatan yang digunakan yaitu strategi langsung dan strategi tidak langsung.

Strategi langsung, yang merupakan pendekatan serangan maupun

pertahanan secara langsung yaitu dengan memanfaatkan kekuatan militer untuk

membentuk pertahanan dan juga menyerang musuh. Adapaun target dari strategi

ini adalah pasukan militer musuh dengan tujuan untuk mengambil alih kontrol dan

melumpuhkan kekuatan militer musuh.12

Misalnya serangan Jepang ke Pearl

Harbor tahun 1941 atau serangan Mesir ke Israel tahun 1973.

Strategi tidak langsung, yang merupakan pendekatan serangan maupun

pertahanan secara tidak langsung yaitu dengan tujuan yang sama untuk

menghancurkan kapasitas musuh namun dengan memanfaatkan sumber kekuatan

tidak hanya militer seperti teknologi, kampanye, ideologi, budaya, dan

sebagainya. Misalnya dengan menggunakan teror terhadap publik untuk

8 Ivan Arreguin Toft menjustifikasi kekuatan aktor untuk menentukan aktor kuat dan aktor lemah

dengan melihat kekautan materi yang dapat dihitung (kuantitatif), yang dapat dijabarkan dalam

John Jacob Nutter,Unpacking Threat: AConceptual and Formal Analysis,” dalam Norman A.

Graham, ed., Seeking Security and Development: The Impact of Military Spending and Arms

Transfers, (Boulder, Colo.: LynneRienner, 1994), 29–49. Sedangkan strategi dan taktik yang

dimaksud adalah dengan menggunakan teror, insurgensi, doktrin, dan lain sebagainya. 9 Collin S. Gray, Another Bloody Century: Future Warfare, (London: Weidenfeld&Nicolson,

2005), 223-226 10

Ivan Arreguin Toft, How the Weak Win Wars: A Theory of Asymmetric Conflict, (UK:

Cambridge University Press, 2005), 96-100 11

Ibid., 101 12

Ibid., 103

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

5

Universitas Indonesia

menciptakan ketakutan dan ketidakstabilan dalam pemerintahan demi mencapai

tujuan. Selain itu, objek dalam pendekatan ini tidak hanya militer (kombatan)

tetapi juga sipil (non-kombatan) yang mengabaikan hukum perang.13

Misalnya

barbarisme dan perang gerliya.14

Dari kedua pedekatan tersebut, jika interaksi yang terjadi adalah sama

(direct-direct atau indirect-indirect) mengimplikasikan kekalahan terjadi pada

pihak lemah karena tidak ada yang dapat menengahi atau mengelakkan kekuatan

aktor kuat. Sebaliknya, jika interaksi berlawanan (direct-indirect atau idirect-

direct) mengimplikasikan kemenangan bagi aktor lemah karena kekuatan aktor

kuat dapat ditengahi atau dielakkan.

Arreguin Toft menjelaskan menjelaskan hubungan pendekatan interaksi

strategis dengan hasil dari konflik asimetris seperti dalam tabel berikut.

Tabel 1.1 Pendekatan Interaksi Strategis

Weak-Actor Strategic

Approach

Strong-

Actor

Strategic

Approach

Direct

Direct Indirect

Strong actor

Weak actor

Indirect

Weak actor

Strong actor

Sumber: Ivan Arreguin Toft, How the Weak Win Wars: A Theory of Asymmetric Conflict,

102

Hipotesis 1: ketika aktor kuat menyerang menggunakan strategi langsung

dan aktor lemah melawan dengan strategi langsung, semua hal dianggap sama,

aktor kuat dapat menang dengan cepat dan meyakinkan (direct attack vs direct

defense). Dalam interaksi ini, kedua aktor memiliki asumsi yang sama mengenai

13

Hukum perang mengalami perkembangan. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam Andre

Corvisier and Barry Paskins, Laws of War, dalam Corvisier and Childs, A Dictionary of Military

History and the Art of War, 443-453. Namun pada umumnya, yang ditekankan dalam hukum

perang adalah larangan penggunaan senajata pemusnah masal, adanya pembedaan antara

kombatan dan non-kombatan, adanya aturan dalam pelaksanaan hukuman penjahat perang dan

sebagainya. 14

Toft, How the Weak Win Wars, 102.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

6

Universitas Indonesia

prioritas dalam pertarungan. Keduanya mengakui adanya kekalahan dalam

pertempuran, aturan perang, atau pengusaan ibukota. Karena dalam interaksi ini

tidak ada yang memediasi antara relative material power dan akibat, aktor kuat

dapat menang dengan cepat dan meyakinkan.

Hipotesis 2: ketika aktor kuat menyerang dengan strategi langsung, dan

aktor lemah melawan dengan strategi tidak langsung, aktor lemah akan menang

(direct attack vs indirect defense). Tidak seperti dalam strategi langsung yang

melibatkan penggunaan kekuatan yang terlatih dan bersenjata untuk melawan

musuh yang juga sama terlatihnya, strategi pertahanan tidak langsung

mengandalkan pasukan bersenjata tidak teratur dimana pasukan sulit membedakan

antara kombatan dan non kombatan. Hasilnya, pasukan penyerang cenderung

untuk membunuh atau menyerang non kombatan selama operasi, yang cenderung

menstimulasi kekebalan aktor lemah.

Hipotesis 3: ketika aktor kuat menyerang menggunakan strategi tidak

langsung dan aktor lemah melawan dengan menggunakan strategi langsung, aktor

kuat dapat kalah (indirect attack vs direct defense). Karena kekuatan besar yang

tersedia untuk aktor yang kuat menyiratkan kesuksesan melawan musuh yang

lemah yang mencoba strategi pertahanan langsung, aktor kuat menggunakan

strategi tidak langsung dengan cara menargetkan kehendak pihak yang membela

diri untuk melawan. Aktor yang kuat akan kehilangan interaksi ini karena

memakan banyak waktu dan cenderung ke arah barbarisme.

Hipotesis 4: ketika aktor kuat menggunakan barbarisme untuk menyerang

aktor lemah yang melawan dengan strategi gerilya, aktor kuat dapat menang

(indirect attack vs indirect defense).

Dari keempat hipotesis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam

perang asimetris, aktor kuat cenderung akan menang dalam pendekatan interaksi

yang sama dan kalah dalam interaksi pendekatan berlawanan.

3.2 Rezim

Pendekatan kedua yang digunakan dalam karya tulis ini adalah liberalisme.

Dalam paradigma liberalisme, sifat manusia (human nature) pada dasarnya

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

7

Universitas Indonesia

rasional.15

Perilaku buruk manusia, seperti ketidakadilan dan perang adalah hasil

lembaga (institusi) sosial yang tidak memadai atau rusak dan karena

kesalahpahaman di antara pemimpin. Liberal percaya bahwa ketidakadilan,

perang, dan agresi bukanlah merupakan hal yang tidak dapat dihindari tetapi dapat

dilunakkan atau bahkan dihilangkan melalui reformasi institusi atau tindakan

kolektif.

Dalam pandangan liberalisme, negara dianggap bukan satu-satunya aktor

dalam hubungan internasional. Selain negara terdapat juga aktor non negara yang

mempunyai pengaruh dan legitimasi yang independen dari negara. Sifat dasar

sistem internasional adalah anarki yang tertib dan hirarki yang didukung oleh

aaturan-aturan dan hukum internasional. Sifat dasar interaksi antar negara yakni

kompetitif dan kadang-kadang konflik tetapi lebih sering bersifat kerjasama dalam

bidang ekonomi dan isu lainnya.16

Rezim internasional yang merupakan salah satu alternatif dari tipe institusi

internasional untuk menyelesaikan konflik antar aktor dalam hubungan

internasional, didefinisikan oleh Stephen Krasner sebagai “principles, norms,

rules and decision-making procedures around which actor expectations converge

in a given issue area.”17

Artinya terdapat aturan, prinsip, norma dan prosedur

dalam sebuah rezim. Rezim dapat bersifat formal dalam bentuk institusi maupun

informal dalam bentuk hukum adat, norma budaya, dan juga norma sosial.

Dengan kata lain, rezim mengatur tindakan dan perilaku aktor negara maupun non

negara dalam hubungan internasional terutama dalam konflik.

Robert O. Keohane menambahkan bahwa dalam sebuah rezim tidak hanya

terdiri dari norma, prinsip, dan aturan tetapi juga ada prosedur atau mekanisme

yang mengatur bagaimana rezim tersebut diimplementasikan.18

Rezim dapat

berupa konvensi, perjanjian internasional, perjanjian, atau lembaga-lembaga

internasional. Rezim dapat ditemukan dalam berbagai bidang masalah, termasuk

15

Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mohamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan

Internasional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 23. 16

Perwita dan Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, 25. 17

Trevor C. Salmon dan Mark E. Imber (ed), Issues in International Relations: 2nd Edition, (New

York: Routledge, 2008), 123. 18

Robert O. Keohane, The Demand for International Regimes, Vol.36, No.2, International

Regimes (spring, 1982), 2.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

8

Universitas Indonesia

ekonomi, lingkungan, kepolisian, transportasi, keamanan, komunikasi, hak asasi

manusia, kontrol senjata, bahkan hak cipta dan paten, dimana terdapat

kepentingan yang sama antar aktor yang terlibat dalam rezim. Organisasi

Perdagangan Dunia (WTO), Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), dan

Konvensi Senjata Kimia (KSK) merupakan contoh rezim yang mapan.19

Robert

Keohane juga menambahkan bahwa rezim digunakan untuk memfasilitasi aktor-

aktor internasional dalam membuat perjanjian dan kerjasama internasional. 20

Rezim bisa bilateral, multilateral, regional, maupun dalam lingkup global,

yang sifatnya bisa dalam bentuk formal maupun informal. WTO adalah contoh

yang baik dari sebuah rezim formal dan dilembagakan, sedangkan UNCLOS dan

KSK memiliki struktur kelembagaan yang lebih sedikit yang mendukung mereka.

Negara yang telah menerima ketentuan yang ditetapkan oleh rezim berada di

bawah kewajiban untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsipnya. Rezim

mengandaikan bahwa negara memiliki kepentingan yang sama dalam berbagai isu

dan bahwa kepentingan tersebut dapat dikoordinasikan dengan adanya aturan.

Dengan kata lain, rezim menyediakan kerangka peraturan bagi negara-negara

yang memfasilitasi kemiripan pemerintahan global.21

3.3 Sekuritisasi

Pendekatan ketiga yang digunakan dalam karya tulis ini adalah

konstruktivisme. Dalam paradigma konstruktivisme, perilaku negara dipengaruhi

dan dikonstruksikan oleh struktur sosial. 22

Jadi, politik internasional diarahkan

secara intersubjektif oleh norma, nilai, dan prinsip yang yang dilakukan oleh aktor

internasional sehingga menjadi sebuah konstruksi sosial. Konstruktivis melihat

terdapat hubungan antara struktur dan agen. Struktur dapat mendorong aktor atau

agen untuk mendefinisikan kepentingan dan identitas mereka dalam proses

sosialisasi. Negara dan kepentingan nasional adalah hasil dari identitas sosial

19

Keohane, The Demand for International Regimes, 3. 20

Ibid, 332. 21

Martin Griffiths, Terry O’Callaghan, dan Steven C. Roach, International Relations: The Key

Concepts Second Edition, (New York: Routledge, 2008), 27-62. 22

Viotti, Paul R. and Mark Kauppi, International Relations Theory, Fourth Edition. (London:

Person Education Inc., 2010), 276-290.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

9

Universitas Indonesia

aktor-aktor tersebut yang dilakukan berdasakan norma sosial.23

Sama halnya

dengan hubungan internasional, keamanan dalam hubungan internasional juga

dikonstruksikan secara sosial. Isu yang berkaitan dengan keamanan

konstruktivisme tidak hanya berasal dari militer dan ancaman dari negara saja,

tetapi lebih luas daripada hanya sekedar isu keamanan tradisional, seperti bidang

politik, ekonomi, ekologi, dan sosial.

Buzan melihat keamanan sebagai “freedom from threat”,yang

mempengaruhi self determination dan kedaulatan unit.24

Menurut Buzan dan

Waever, sekuritisasi merupakan bagian dari proses politik yaang memperluas

cakupan keamanan nasional dari berbagai bidang.25

Paradigma dalam

konstruktivisme mendefinisikan keamanan sebagai suatu hal yang

dikonstruksikan sehingga pergeseran sebuah isu menjadi isu keamanan juga

dianggap sebagai ancaman. Sekuritisasi juga merupakan perluasan makna

keamanan tradisional yang mana sumber ancaman nasional adalah ancaman

militer, yaitu ancaman non tradisional yang bersifat non-militer seperti terorisme,

kejahatan transnasional, isu lingkungan, migrasi ilegal, keamanan energi dan

human security.

Barry Buzan, Waever, dan den Wilde mendefinisikan sekuritisasi sebagai

proses sekuritisasi dari militer ke isu/bidang lain seperti keamanan energi,

lingkungan, proliferasi senjata ringan, kejahatan transnasional, termasuk

terorisme. Dengan kata lain, sekuritisasi merupakan proses memaknai isu selain

isu militer sebagai isu keamanan.

Menurut Buzan dan Hansen, dalam sekuritisasi terdapat unsur-unsur penting

yaitu (1) speech act, pernyataan disertai dengan tindakan yang mendeklarasikan

sebuah kondisi darurat yang mengklaim hak unutk menggunakan cara apapun

demi mengatasi ancaman (2) referent object, objek yang menjadi acuan sejauh

mana keamanan itu dimaknai terhadap negara, individu, masyarakat, kolektif dan

lingkungan; (3) securitizing actor, didefinisikan sebagai aktor yang

23

Karen A. Mingst, Essential of International Relations, (New york: W.W Norton Company,

2003), 76-79. 24

Ole Weaver, Securitization and Desucuritization, (New York: Columbia University Press,

1995), 46-86 25

Alan collins, Securitization, Contemporary Security Studies, (New York: Oxford University

Press, 2007), 109-124

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

10

Universitas Indonesia

mensekuritisasi sebuah isu/masalah dengan mendeklarasikan sesuatu, pada

umumnya aktor ini adalah pemimpin politik, birokrasi, pemerintah, lobbyists, dan

pressure groups; (4) audience, publik yang menerima dan menyaksikan proses

sekuritisasi terhadap suatu isu yang dianggap mengancam dan mentolerir atau

menyalahkan tindakan yang dilakukan oleh aktor sekuritisasi dengan pertimbagan

ancaman tersebut terhadap keamanan mereka; (5) existential threat, hal-hal yang

kehadirannya bersifat mengancam dan dianggap perlu untuk disekuritisasi.26

Jadi prosesnya adalah keamanan melingkupi sebuah isu menjadi sebuah

jenis politik khusus atau di atasnya dan spektrumnya beragam dari berbagai isu

publik mulai dari yang tidak dipolitisasi (non-politicised - dimana negara tidak

berurusan dengan hal tersebut) menjadi dipolitisasi (politicised – dimana masalah

tersebut menjadi bagian dari kebijakan publik, membutuhkan keputusan dan

alokasi perhatian dari negara) yang kemudian menjadi sekuritisasi karena masalah

tidak lagi diperdebatkan sebagai pertanyaan politik tetapi langsung ditangani

melalui fase yang dipercepat dan terdapat kemungkinan terjadi pelanggaran

hukum dan sosial yang secara normal harus ditaati. 27

Sebagaimana yang

dinyatakan Barry Buzan, Ole Waever, dan Jaap de Wilde bahwa:

“If by means of an argument about the priority

and urgency of an existential threat the securitizing

actor has managed to break free of procedures or rules

he or she would otherwise be bound by, we are

witnessing a case of securitization.” 28

Artinya, ketika aktor sekuritisasi melakukan pelanggaran terhadap peraturan

yang seharusnya ditaati demi meningkatkan prioritas dan urgensi dari sebuah

existential threat yang ditolerir oleh audience, maka telah terjadi sekuritisasi. Jadi,

sekuritisasi adalah proses meningkatkan level urgensi dan prioritas terhadap suatu

isu yang mengancam dengan alasan kelangsungan hidup sehingga tindakan

khusus selain penggunaan hukum dan politik dibenarkan untuk dilakukan sama

halnya dengan menindak ancaman militer dalam keamanan tradisional.

26

Barry Buzan dan Lene Hansen, The Evolution of International Security Studies, (New York:

Cambrigde Univeristy Press, 2009), 214-217 27

Barry Buzan, Ole Waever, dan Jaap de Wilde, Security: A New Framework for Analysis

(London: Lynne Rienner, 1998), 23 28

Ibid., 25

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

11

Universitas Indonesia

I.4 Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis masing-masing paradigma,

sehingga mendapatkan kesimpulan bahwa satu fenomena dapat dijelaskan melalui

perspektif yang berbeda dalam hubungan internasional dan masing-masing

memiliki kontribusi dalam ilmu hubungan internasional.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

12 Universitas Indonesia

BAB 2

PERANG ASIMETRIS AS DAN AL QAEDA

Realisme melihat tindakan yang dilakukan AS dalam menghadapi terorisme

al Qaeda sebagai bentuk perang asimetris. Bab ini menjelaskan interaksi strategis

antara AS dan al Qaeda sebagai aktor dalam perang asimetris. Sehingga dapat

menghasilkan satu kesimpulan yaitu kemenangan aktor dapat ditentukan dengan

menganalisis interaksi strategis keduanya.

2.1 AS dan Al Qaeda Sebagai Aktor dalam Perang Asimetris

Konflik yang mencuat antara AS dengan al Qaeda yang merupakan

kelompok organisasi Islam radikal telah terjadi sejak lama. Perang melawan AS

telah dinyatakan oleh Osama sejak tahun 1992 secara resmi sebagai fatwa yang

berisi seruan untuk jihad kepada seluruh umat muslim seluruh dunia untuk

melawan AS yang menentang dan menghambat pelaksanaan perintah Tuhan

(dalam Islam).29

Sejak deklarasi tersebut al Qaeda melancarkan serangan ke

wilayah-wilayah yang di dalamnya terdapat keterlibatan AS sebagai bentuk

aancaman jika AS tidak menghentikan keterlibatan mereka. Dalam pernyataan

resminya yang dipublikasikan melalui media massa, Osama mendeklarasikan

mengapa mereka menyerang dan apa yang diinginkan mereka untuk AS

lakukan.30

Dalam hal ini, AS dan al Qaeda merupakan aktor dalam perang asimetris.

Sebagaimana dalam penjelasan teori bahwa dalam perang asimetris terdapat dua

aktor yang kekuatan dan kapabilitasnya berbeda atau tidak seimbang, maka

penulis akan memberikan perbandingan kapabilitas antara AS dan Al Qaeda.

Terdapat perbedaan kapabilitas antara AS dan al Qaeda yang

mengindikasikan kekuatan keduanya. Sebagai sebuah negara, AS memiliki

29

The 9/11 Commission Report: Final Report of the National Commission on Terrorist Attacks

Upon the United States, (USA: W.W. Norton & Company, Inc., ----), 59. 30

David Sobek, The Causes of War, (UK: Polity Press, 2009), 188.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

13

Universitas Indonesia

kapasitas yang unggul kekuatan militernya di dunia.31

Hingga 2011, anggaran

militer AS merupakan anggaran milter terbesar pertama di dunia yaitu 739,3

milyar dolar AS dengan angkatan bersenjata sebanyak 1,569 juta personil serta

dilengkapi dengan 6.302 tank perang, 3.252 pesawat tempur, 71 kapal selam dan

450 misil.32

Sumber: http://www.globalfirepower.com/countries-listing.asp (telah diolah kembali)

31

AS merupakan negara dengan kekuatan militer terkuat di dunia berdasarkan SDM, SDA,

logistik, serta sistem persenjataann Data peringkat kekuatan militer negara-negara di dunia dapat

dilihat secara lengkap di http://www.globalfirepower.com. 32

“Military Balance: The US and Other Key Countries”, BBC News, 5 Januari 2012,

http://www.bbc.co.uk/news/world-us-canada-16428133,

Tabel 2.1 Kekuatan Militer Global

Ranking Negara Power Index Ranking Negara Power Index

1 USA 0,2475 35 Argentina 1,2961

2 Russia 0,2618 36 Nigeria 1,3441

3 China 0,3351 37 Austria 1,3695

4 India 04346 3 Algeria 1,4107

5 United Kingdom 0,5185 39 Syria 1,4706

6 France 0,6163 40 Venezuela 1,4905

7 Germany 0,6491 41 Colombia 1,5049

8 South Korea 0,6547 42 Norway 1,5138

9 Italy 0,6838 43 Yemen 1,5863

10 Brazil 0,6912 44 Denmark 1,6116

11 Turkey 0,7059 45 Finland 1,6121

12 Pakistan 0,7331 46 Kenya 1,6237

13 Israel 0,7559 47 Singapore 1,6284

14 Egypt 0,7569 48 Afghanistan 1,6381

15 Indonesia 0,7614 49 Greece 1,6527

16 Iran 0,7794 50 Romania 1,6555

17 Japan 0,7918 51 Serbia 1,6847

18 Taiwan 0,8632 52 Chile 1,7081

19 Canada 0,8638 53 Belgium 1,7258

20 Thailand 0,8979 54 Croatia 1,7405

21 Mexico 0,9144 55 Portugal 1,7627

22 Ukraine 0,9167 56 Jordan 1,7775

23 Australia 0,9386 57 Unated Arab Emirates 1,8131

24 Poland 0,9518 58 Iraq 1,8133

25 Vietnam 1,0676 59 Libya 1,8428

26 Sweden 10841 60 Georgia 18539

27 Saudi Arabia 11038 61 Mongolia 2,0267

28 Ethiopia 11725 62 Paraguay 2,1201

29 North Korea 11754 63 Kuawait 2,1239

30 Spain 11847 64 Nepal 2,1578

31 Philippines 11871 65 Qatar 2,4842

32 Switzerland 12275 66 Lebanon 2,5049

33 Malaysia 12475 67 Uruguay 2,5453

34 South Africa 12582 68 Panama 3,0508

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

14

Universitas Indonesia

Dengan melihat besarnya anggaran militer AS sebagai terbesar pertama

tersebut maka dapat dikatakan bahwa AS sebagai negara dengan kekuatan militer

terbesar di dunia. Hal tersebut didukung dengan perhitungan data dalam Global

Fire Power yang terdapat dalam tabel 2.1 di atas. Tabel tersebut menunjukkan

kekuatan militer dari 68 negara yang mewakili kekuatan militer seluruh dunia.33

Perhitungan tersebut kemudianmenghasilkan power index dimana semakin kecil

power index, maka semakin besar kekuatan militer negara tersebut. Dalam tabel 2

di atas, AS berada pada urutan pertama dengan power index paling kecil yaitu

0,2475. Artinya, AS memimpin kekuatan militer seluruh dunia yang berjumlah 68

negara.

Hal tersebut mengindikasikan ketersediaan dan kesiapan kekuatan militer

AS sebagai negara terkuat di dunia serta menunjukkan besaran pertahanan

nasional AS dalam menghadapi isu yang mengancam negara. Dengan unggulnya

posisi, tentu saja AS memiliki angkatan bersenjata dan sistem persenjataan yang

tangguh. Selain itu, sebagai negara yang mendominasi dunia, AS juga beraliansi

dengan negara-negara di dunia yang tergabung dalam berbagai organisasi atau

asosiasi internasional seperti North Atlantic Treaty Organization (NATO). Aliansi

tersebut merupakan jaringan AS yang juga memperkuat dan memperluas

dominasi AS di dunia.

Sedangkan kapabilitas al Qaeda yang merupakan aktor non-negara berbeda

dengan kapabilitas yang dimiliki oleh AS sebagai sebuah negara. Karena pada

dasarnya sebagai kelompok teror yang sifatnya terselubung kegiatan penyediaan

senjata, pelatihan, hingga pendanaan kegiatan al Qaaeda dilakukan secara

terselubung agar tidak mudah dideteksi dan disadari oleh AS. Sehingga sulit untuk

mendapatkan data yang konkrit mengenai besaran anggaran militer yang dimiliki

al Qaeda untuk dapat dibandingkan dengan AS. Namun, kapabilitas selain

anggaran militer yang dapat disajikan penulis yaitu jaringan dan pasukan

militannya. Keterbatasan al Qaeda sebagai organisasi militan dan bukan aktor

33

Data dalam http://www.globalfirepower.com/countries-listing.asp dihitung berdasarkan 40

faktor yang menetukanperingkat yaitu terdiri dari kekuatan SDM, kekuatan darat, kekuatan udara,

kekuatan laut, sumber daya alam, logistik, finansial, serta faktor geografis. Data-data tersebut

merupakan gabungan dari sumber resmi US Library of Congress, CIA World Factbook, EIA,

energy.eu, Sipri.org, dan beberapa sumber data resmi lainnya.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

15

Universitas Indonesia

negara juga mempengaruhi ketersediaan sistem persenjataan yang dimiliki.

Sehingga, al Qaeda lebih memanfaatkan sumber daya alam, teknologi, ideologi,

media massa, dan lain sebagainya yang bersumber dari afiliasi.

Al Qaeda memiliki jaringan yang tersebar di seluruh dunia yang membuat

organisasi ini kuat secara internasional. Jaringan yang tergabung merupakan

kelompok Islam radikal seperti kelompok ekstrimis Islam Sunni, al-Gamma’a

Islamiya, Islamic Movement, Harakat ul-Mujahideen, Jama’a Islamiya, dan

berbagai kelompok lainnya.34

Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa jaringan al

Qaeda telah meluas ke banyak negara di dunia seperti Inggris, Belgia, Jerman,

Prancis, Spanyol, Italia, Moroko, Maouritania, Mali, Pakistan, Saudi Arabia,

Yemen, Uganda, Somalia, Kenya, Tanzania, Filipina, termasuk Indonesia.35

Jaringan organisasi yang luas tersebut berpusat di Afghanistan sampai

menggulingkan Taliban tahun 2001 dan memecahkan diri menjadi kelompok-

kelompok kecil yang aktif di kawasan Asia Selatan, Asia Tenggara dan Timur

Tengah.36

Gambar 2.1 Peta Persebaran Jaringan Al Qaeda di Dunia Sumber: http://www.bbc.co.uk/

34

Untuk lebih jelasnya, jaringan global organisasi al Qaeda termasuk organisasi yang berafiliasi

dengan organisasi teroris ini dapat diakses pada http://www.unitedstatesaction.com/al-qaeda-

cells.htm. 35

“Al Qaeda Around The World”, BBC News, 5 Mei 2011, http://www.bbc.co.uk/news/world-

13296443. 36

Adjie. S., Terorisme, 283-284.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

16

Universitas Indonesia

Kekuatan militer al Qaeda di Afghanistan terdiri dari lebih 10 ribu tentara

terlatih, termasuk hampir 3000 orang Arab yang berasal dari Afghanistan, yang

disebut dengan Gerakan Tentara Islam (GTI).37

Batalion pasukan bunuh diri

terdiri atas bom manusia telah dilatih untuk melaksanakan operasi-operasi teroris.

Sebagian besar dari sumber daya manusia yang direkrut dari jaringan tersebut

adalah orang-orang dengan pendidikan tinggi dan ahli dalam bidangnya seperti

arsitektur, dokter, teknisi, dan sebagainya yang dapat mengoperasikan teknologi

informasi canggih dan dapat merangkai perencanaan hingga pelaksanaan operasi.

Dari data di atas, secara kuantitif AS lebih unggul dibandingkan al Qaeda.

Kemudian, perbandingan kapasitas keduanya berdasarkan data tersebut, maka

dapat disimpulkan bahwa sebagai aktor dalam perang asimetris, AS merupakan

aktor yang kuat dan al Qaeda sebagai aktor yang lemah. Penentuan kekuatan

kapabilitas yang dimiliki oleh kedua aktor tersebut digunakan oleh penulis untuk

menganalisis interaksi strategis keduanya pada sub bab selanjutnya.

2.2 Interaksi Strategis AS dan Al Qaeda Pasca Serangan 9/11 hingga

Kematian Osama bin Laden

Sebagai aspek kualitatif, strategi merupakan unsur penting dalam perang

asimetri. Hal ini dikarenakan dari interaksi strategis antara aktor kuat dan aktor

lemah dapat menentukan pihak mana yang akan menang sesuai dengan strategi

serangan yang digunakan oleh aktor yang terlibat. Strategi yang digunakan oleh

AS dan al Qaeda yang menjadi unit analisa dalam sub bab ini.

Berdasarkan dokumen nasional AS yang disahkan pada Februari 2003,

strategi yang digunakan AS untuk melawan terorisme adalah dengan cara

mengurangi jaringan dan kapabilitas al Qaeda melalui 4D Strategy (Defeat, Deny,

Diminish, and Defend).38

4D Strategy termasuk di dalamnya peningkatan

37

Djelantik, Terorisme: tinjauan Psiko Politis, 42. 38

4D Strategy terdiri dari (1) defeat: menyerang kepemimpinan, pusat kontrol dan komunikasi

serta keuangan. Tujuannya untuk menghancurkan koordinasi jaringan; (2) deny: memastikan

negara-negara lain untuk menolak dan menentang untuk mendukung segala tindak terorisme

dengan tujuan untuk melemahkan perlindungan dan sponsorship kelompok teroris; (3) diminish:

mengurangi peluang teroris memperluas jaringan dengan memperkuat negara lemah dan

merangkul komunitas internasional; dan (4) defend: memperluas pertahanan dalam dan luar negeri

untuk memastikan perlindungan dan menetralisir ancaman sedini mungkin. Secara lengkap dapat

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

17

Universitas Indonesia

kapabilitas militer, memperketat sistem keamanan dan menyelidiki jaringan teror

al Qaeda melalui agen intelejen nasional AS yaitu FBI (Federal Bureau of

Investigation) dan CIA (Central Intellegence Agency), dan bekerja sama dengan

kelompok anti-Taliban Afghanistan (anti-Taliban Afghan Northern Alliance)

untuk menyerang kamp-kamp al Qaeda di Afghanistan.39

Gambar 2.2 Jaringan dan Kapabilitas al Qaeda

Sumber: U.S. National Security Strategy

Dapat dilihat dalam Gambar 2.2 bahwa al Qaeda saat ini merupakan

jaringan global dan sebagai ancaman tingkat tinggi.40

Hal ini berdasarkan

ideologi, sumber daya, kesamaan musuh, dukungan dan sponsor, dimana al Qaeda

memiliki jaringan yang meluas secara global. Hal tersebut membuat ancaman

terhadap keberadaan al Qaeda meningkat dan dikategorikan tinggi. Gambar 2.3

yang merupakan menunjukkan strategi AS untuk mengurangi jaringan dan

kapabilitas al Qaeda hingga tingkat ancaman menurun dan jaringannya hanya

dalam lingkup negara.41

Selain itu, AS juga membantu meningkatkan kapasitas

dilihat dalam dokumen nasional AS “National Strategy For Combating Terrorism”, 9,

http://www.whitehouse.gov/sites/default/files/rss_viewer/national_security_strategy.pdf. 39

Thomas J. Biersteker, Peter J. Spiro, Chandra Leha Sriram, dan Veronica Raffo (ed),

International Law and International Relations: Bridging Theory and International Practice,(New

York: Routledge, 2007), 115-116. 40

Berdasarkan dokumen nasional AS “National Strategy For Combating Terrorism”, Februari

2003, 10-13, http://www.whitehouse.gov/sites/default/files/counterterrorism_strategy.pdf. 41

National Strategy For Combating Terrorism, 13.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

18

Universitas Indonesia

pasukan keamanan Afghanistan (Afghan National Security Forces) yang dapat

mendukung usaha AS dalam menyelidiki, mengintai, dan menyerang al Qaeda yang

bermarkas di negara tersebut.42

Tindakan AS melawan terorisme juga tidak hanya pada

Afghanistan, tetapi juga di Iraq, Pakistan, dan beberapa negara lainnya, didukung oleh

pasukan NATO untuk menjalankan operasi militernya.43

Gambar 2.3 Target Strategi Melawan al Qaeda

Sumber: U.S. National Security Strategy

Berdasarkan Arreguin Toft, strategi yang dilakukan AS dalam menghadapi

al Qaeda adalah bentuk dari barbarisme. Dalam pelaksanaannya, AS melakukan

serangan terhadap al Qaeda di Afghanistan menggunakan kekuatan militer.

Naumn, AS juga harus memiliki informasi atau data mengenai lokasi dan aktivitas

target serangan untuk mendukung pelaksanaan operasi serangan yang didapatkan

secara tidak langsung dengan menggunaakan intelijen (mata-mata), deteksi jarak

jauh (teknologi), dan lain sebagainya. Sehingga, walaupun dalam kurun waktu

sepuluh tahun upaya AS memerangi al Qaeda pasca serangan 9/11 hingga

kematian Osama dengan mengkombinasikan strategi langsung dan tidak langsung,

42

“The 9/11 Terrorist Attacks”, diakses pada tanggal 19 November 2012,

http://www.bbc.co.uk/history/events/the_september_11th_terrorist_attacks. 43

“Operation Active Endeavour”, diakses pada tanggal 2 Maret 2013,

http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_7932.htm.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

19

Universitas Indonesia

penulis mengidentifikasikan strategi yang digunakan AS sebagai strategi tidak

langsung yaitu dalam bentuk barbarisme.

Banyaknya masyarakat sipil yang tewas akibat invasi AS di Afghanistan

dan Iraq, peningkatan kapasitas pasukan keamanan Afghanistan, serta penyiksaan

dalam penjara Abu Ghraib dan Teluk Guantanamo menjadi karakter barbar AS.44

Selain itu, pernyataan AS untuk melawan terorisme secara global (Global War on

Terror) yang membentuk opini publik internasional untuk memerangi ideologi

radikal Islam juga menjadi karakter strategi tidak langsung karena strategi tidak

ditargetkan langsung kepada al Qaeda namun melalui penciptaan persepsi

ancaman terorisme dan Islam Radikal yang mampu menekan eksistensi al Qaeda.

Setelah AS menyerukan perang global melawan terorisme, negara-negara di dunia

turut mengecam tindak terorisme khususnya al Qaeda serta membentuk pasukan

khusus dan undang-undang yang mengatur terorisme. Misalnya, Israel yang

mendukung untuk menyerang PLO dan Hamas sebagai respon terhadap perang

gblobal melawan terorisme, negara-negara Eropa Barat yang mendukung

pernyataan GWOT AS, serta Inggris yang mengoperasikan pasukan khususnya di

perbatasan Afghanistan.45

Sedangkan strategi serangan yang digunakan al Qaeda adalah dengan

mengecohkan yang bertujuan untuk membuat AS mempertimbangkan

kepentingan al Qaeda. Sama halnya dengan strategi yang digunakan oleh AS,

strategi yang digunakan oleh al Qaeda merupakan bentuk dari barbarisme

(indirect). Dalam pelaksanaannya, al Qaeda menyerang secara tidak langsung,

artinya penyerangan tidak terhadap militer AS namun kepada titik-titik publik dan

sipil. Serangan seperti ini yang merupakan tindakan barbarisme karena

penyerangan dilakukan terhadap warga sipil yang merupakan non-kombatan. Hal

ini dilakukan karena al Qaeda menyadari bahwa kekuatan pasukannya tidak

sepadan dengan kekuatan militer yang dimiliki AS. Sehingga cara yang digunakan

adalah dengan cara pengalihan target yaitu masyarakat sipil dan area publik.

44

Nick Turse, Kill everything that moves: the American way of war from Vietnam to Iraq to

Afghanistan, diakses pada tanggal 2 Maret 2013, http://www.stopwar.org.uk/index.php/kill-

everything-that-moves-the-american-way-of-war-from-vietnam-to-iraq-to-afghanistan. 45

Jeremy Lewis, “International Terrorism and Response: Notes”, diakses pada tanggal 30 Juni

2013, http://fs.huntingdon.edu/jlewis/Outlines/TerrorismNotes.htm#examples.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

20

Universitas Indonesia

Beberapa taktik yang digunakan oleh al Qaeda yaitu (1) meningkatkan

pesan video berisi ancaman serangan terhadap AS yang dikirim melalui media

masa dan meningkatkan penggunaan internet untuk mengkoordinasi kegiatan

jaringan global al Qaeda; (2) menciptakan keretakan antara AS dan sekutunya

dengan cara menyerang Israel, Spanyol, Inggris, Jerman, dan kekuatan aliansi

lainnya dalam upaya untuk melemahkan dukungan invasi AS ke Afghanistan, Iraq

dan negara-negara target perang AS lainnya; (3) serta menyerang fasilitas

penyediaan energi minyak di Timur Tengah dan sekitarnya yang merupakan

jantung ekonomi AS dan negara-negara Barat lainnya. Dengan menargetkan

sumber tersebut, maka dapat melemahkan dan menghambat kegiatan ekonomi AS

sehingga pertahanannya juga akan ikut melemah.46

Al Qaeda juga memanfaatkan

pandangan AS terhadap mereka bahwa kekuatan al Qaeda rentan (lemah) dari

angka yang kecil, senjata mentah, dan pelatihan yang terbatas.47

Serangan September 2001 menjadi awal interaksi strategis antara AS dan

Al Qaeda dan kematian Osama bin Laden pada tahun 2011 sebagai hasil akhirnya.

Keberhasilan serangan al Qaeda pada tahun 2001 dikarenakan al Qaeda

melakukannya secara diam-diam (gerilya). Sedangkan AS yang tidak menyadari

aktivitas al Qaeda dan juga tidak memprediksi serangan terhadap homeland AS,

menggunakan pertahanan langsung. Strateginya adalah dengan menggunakan

pasukan militer untuk mempertahankan homeland security dan mencegah

serangan terhadap wilayah militer AS dilakukan tanpa ada identifikasi terhadap

aktor-aktor lain yang berpotensi mengancam dan mencegahnya. Strategi tidak

langsung al Qaeda sebagai aktor lemah dan strategi langsung AS sebagai aktor

kuat menghasilkan kemenangan bagi al Qaeda sebagaimana dalam hipotesis

logika interaksi strategis Arreguin Toft.

Kemudian dalam kurun waktu tersebut (2001-2011) AS dan al Qaeda

saling menyerang satu sama lain dengan pendekatan strategi masing-masing.

46

Braniff, B. dan Moghadam, A, “Towards Global Jihadism: Al-Qaeda's Strategic, Ideological

and Structural Adaptations since 9/11. Perspectives on Terrorism, North America”, diakses pada

tanggal 5 Mei 2011, http://www.terrorismanalysts.com/pt/index.php/pot/article/view/braniff-

towards-global-jihadism. 47

Michael Breen dan Joshua A. Geltzer, “Asymmetric Strategies as Strategies of the Strong, 44”,

diakses pada tanggal 29 November 2012,

http://www.carlisle.army.mil/USAWC/parameters/Articles/2011spring/Breen-Geltzer.pdf.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

21

Universitas Indonesia

Kemudian pada 2011 menjadi titik puncak interaksi keduanya yang dimenangkan

oleh AS. Kemenangan AS yang ditandai dengan penyerangan markas al Qaeda

yang dikenal dengan operasi Geronimo yang dilakukan oleh pasukan NAVY

SEALS AS pada Mei 2011.48

Pada operasi tersebut, pasukan AS dibantu dengan

informasi intelejen termasuk dukungan pemerintah Afghanistan, berhasil

menangkap Osama dan pasukan AS mendapatkan legitimasi untuk membunuh

Osama. Dari interaksi strategis yang terjadi antara AS dan al Qaeda, maka penulis

dapat menyimpulkan bahwa hasil perang asimetris tersebut adalah kemenangan

bagi AS.

Hal ini sesuai dengan hipotesis akhir interaksi strategis Arreguin Toft

bahwa penggunaan strategi yang sama menghasilkan kemenangan bagi aktor kuat

dan penggunaan strategi yang berbeda menghasilkan kekalahan bagi aktor kuat.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa AS menggunakan barbarisme walaupun tidak

secara konstan, sedangkan al Qaeda juga menggunakan barbarisme. Artinya,

strategi yang digunakan oleh keduanya merupakan strategi tidak langsung yang

pada akhirnya AS (aktor kuat) berhasil mengalahkan al Qaeda (aktor lemah).

48

“Osama Bin Laden Operation Ended with Coded Message ‘Geronimo-E KIA’”, 2 Mei 2011,

http://abcnews.go.com/Politics/osama-bin-laden-operation-code-geronimo/story?id=13507836.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

22 Universitas Indonesia

BAB 3

PELANGGARAN PATRIOT ACT TERHADAP REZIM INTERNASIONAL

DAN UPAYA INTERNASIONALISASINYA

Bab ini akan menjabarkan bagaimana paradigma liberalisme melihat

tindakan AS dalam menghadapi terorisme al Qaeda dengan menggunakan teori

rezim internasional. Dengan menjelaskan rezim internasional terkait dengan

perang global melawan terorisme (global war on terror), karya tulis ini

menganalisis bagaimana upaya AS untuk menginternasionalisasikan PATRIOT

ACT terhadap sekutunya sehingga mendukung global war on terror dengan

PATRIOT ACT sebagai landasan hukumnya.

3.1 Rezim Internasional yang Berkaitan Dengan Terorisme

Paradigma liberalisme melihat bahwa dalam hubungan internasional

dengan sistem yang anarki, sebuah rezim internasional penting untuk dapat

mengatur dan membatasi perilaku aktor-aktor untuk menciptakan dan menjaga

kestabilan sistem. Sehingga konflik dapat diminimalisir atau dapat diselesaikan

dengan adanya rezim tersebut. Perang merupakan sebuah aktivitas yang lazim

dalam dunia internasional. Untuk itu, rezim internasional yang mengatur perang

(hukum perang) diperlukan terkait pelaksanaan perang, senjata yang digunakan,

tindakan terhadap korban perang, penghukuman tahanan, dan sebagainya.

Merespon serangan terorisme 9/11, PBB kemudian memperkuat peranannya

dalam menangani terorisme. Dengan menciptakan 13 konvensi dan 16 instrumen

legal universal berkaitan terorisme, PBB mewajibkan aturan-aturan yang terdapat

di dalamnya ke negara-negara anggota.49

Berikut beberapa konvensi/perjanjian

49

PBB melaporkan bahwa 13 instrumen dan tiga amandemen telah dikembangkan dan diadopsi di

bawah naungan PBB dan organisasi antar pemerintah terkait. Sebagian besar instrumen ini berlaku

dan memberikan kerangka hukum bagi tindakan internasional melawan terorisme dan

mengkriminalkan tindakan spesifik terorisme, termasuk pembajakan, penyanderaan, teror bom,

pembiayaan terorisme dan terorisme nuklir. Intrumen-instrumen tersebut dilengkapi dengan

resolusi Majelis Umum (49/60, 51/210 dan 60/288) dan Dewan Keamanan 1267 (1999), 1373

(2001), 1540 (2004), 1566 (2004) dan 1624 (2005), dapat dilihat secara lengkap dalam

http://www.un.org/terrorism/instruments.shtml.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

23

Universitas Indonesia

yang menjadi bagian dari rezim internasional berkaitan dengan terorisme tersebut

yaitu:50

1. Universal Declaration of Human Right 1948

2. Konvensi-konvensi den Haag 1907 (Hukum den Haag)

3. Konvensi-konvensi Jenewa 1949 (Hukum Jenewa)

4. Convention on Offences and Certain other Acts Committed on Board

Aircraft tahun 1963 (Konvensi Aircraft)

5. Convention for Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft tahun 1970

(Unlawful Seizure Convention)

6. Convention for Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Civil

Aviation tahun 1971 (Civil Aviation Convention)

7. Convention on the Prevention and Punishment of Crimes against

Internationally Protected Persons tahun 1973 (Diplomatic Agents

Convention)

8. International Convention against the Taking of Hostages tahun 1979

(Hostages Convention)

9. Convention on the Physical Protection of Nuclear Material tahun 1979

10. Convention for the Suppression of Unlawful Act against the Safety

Maritime Navigation tahun 1988 (Maritime Convention)

11. Protocol for the Suppression of Unlawful Acts of Violence at Airports

Serving International Civil Aviation, melengkapi the Convention for the

Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Civil Aviation tahun

1988 (Airport Protocol)

12. Protocol for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Fixed

Platforms Located on the Continental Shelf tahun 1988 (Fixed Platform

Protocol)

13. Convention on the Marking of Plastic Explosives for the Purpose of

Detection tahun 1991 (Plastic Explosives Convention)

50

Konvensi den Haag dan Konvensi Jenewa sebagai sumber hukum perang dapat dilihat dalam

KGPH, Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005), 6-7

dan Konvensi lainnya dapat dilihat dalam situs resmi PBB,

http://www.un.org/terrorism/instruments.shtml.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

24

Universitas Indonesia

14. International Convention for the Suppression of Terrorist Bombings tahun

1997

15. International Convention for the Suppression of the Financing of

Terrorism tahun 1999

16. International Convention for the Suppression of Acts of Nuclear

Terrorism tahun 2005 (Nuclear Terrorism Convention)

17. Convention on the Suppression of Unlawful Acts Relating to International

Civil Aviation tahun 2010 (New civil aviation convention)

Konvensi-konvensi di atas dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian.

Pertama, rezim yang berkaitan dengan HAM seperti Universal Declaration of

Human Right 1948, Konvensi-konvensi den Haag 1907 (Hukum den Haag), dan

Konvensi-konvensi Jenewa 1949 (Hukum Jenewa). Kedua, rezim yang berkaitan

dengan pengamanan dan perlindungan transportasi seperti Convention on

Offences and Certain other Acts Committed on Board Aircraft tahun 1963

(Konvensi Aircraft), Convention for Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft

tahun 1970 (Unlawful Seizure Convention), dan Convention for Suppression of

Unlawful Acts Against the Safety of Civil Aviation tahun 1971 (Civil Aviation

Convention). Ketiga, rezim yang berkaitan dengan penyebaran dan penggunaan

bahan berbahaya dan senjata pemusnah masal seperti Plastic Explosives

Convention, Convention on the Physical Protection of Nuclear Material tahun

1979 dan International Convention for the Suppression of Acts of Nuclear

Terrorism tahun 2005 (Nuclear Terrorism Convention). Keempat, rezim yang

berkaitan dengan aksi terorisme seperti International Convention for the

Suppression of Terrorist Bombings tahun 1997 dan International Convention for

the Suppression of the Financing of Terrorism tahun 1999.

Sebagai rezim internasional, hukum-hukum tersebut memiliki aturan,

prosedur dan mekanisme serta norma/prinsip terkait perang melawan terorisme.

Aturan dalam rezim tercakup pada definisi terorisme, kegiatan terorisme,

kerangka obligasi bagi negara-negara, termasuk langkah untuk mencegah dan

bekerja sama dalam pengadilan (prosecution).51

Mekanisme dan prosedur yang

51

Helen Duffy, The ‘War on Terror’ and the Framework of International Law, (New York:

Cambridge University Press, 2005), 23.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

25

Universitas Indonesia

disediakan juga diatur dalam pasal-pasal konvensi. Mekanisme dan prosedur ini

terkait perlindungan korban perang, perlakuan terhadap tahanan perang,

pembedaan kombatan dan non kombatan, serta bagaimana proses penahanan dan

pengadilan dilakukan. Konvensi-konvensi tersebut mengharuskan masing-masing

negara untuk mengimplementasikan rezim internasional ke dalam hukum

domestik.52

Dalam rezim-rezim tersebut juga terdapat prinsip-prinsip yang mendasari

tindakan untuk melawan terorisme. Pertama, prinsip legalitas yang berkaitan

dengan yuridiksi dan pengadilan. Artinya, tindakan perang melawan terorisme

harus berdasarkan aturan hukum yang berlaku baik secara domestik maupun

internasional.53

Prinsip ini terkait bagaimana mengadili teroris secara sah dalam

hukum nasional maupun internasional. Jika secara nasional permasalahan phukum

pengadilan tidak dapat diselesaikan, maka yurisdiksi internasional harus ikut

andil, seperti International Criminal Court (ICC) dan International Court Justice

(ICJ).54

Kedua, prinsip universalitas atau yuridiksi universal yang melegalkan atau

memungkinkan negara mengadili tindak kejahatan terlepas dari tempat tinggal

dan kewarganegaraan pelaku.55

Hal tersebut didasarkan pada gagasan bahwa

kejahatan tertentu seperti terorisme berbahaya bagi kepentingan internasional

sehingga proses pidana dapat menggunakan hukum nasional tanpa

mempertimbangkan kewarganegaraan pelaku.56

Prinsip tersebut tercantum dalam

Konvensi Jenewa 1949.57

Ketiga, asas kedaulatan negara dan non-intervensi,

artinya penegakan hukum tidak boleh melampaui legitimasi dan supremasi suatu

negara yang berdaulat.58

Jadi, penindakan terhadap suatu tindak kriminal tidak

52

Helen Duffy, The ‘War on Terror’ and the Framework of International Law, 24. 53

Ibid., 76-77. 54

Ibid., 93. 55

Kenneth C. Randall, Universal jurisdiction under international law, (Texas Law Review, No. 66

(1988), 785–788. 56

Mary Robinson, ‘Foreword’, The Princeton Principles on Universal Jurisdiction, (Princeton

University Press, Princeton, 2001), 16. 57

Dasar asas universalitas rezim internasional dalam Konvensi Jenewa 1949 seperti Konvensi

Jenewa I pasal 1 dan 49, Konvesi Jenewa II pasal 50, Konvensi Jenewa III pasal 129, dan

Konvensi Jenewa IV pasal 146. 58

Kedaulatan suatu negara terkait membuat hukum, bertindak secara independen dalam hubungan

internasional, mengontrol teritori dan warga negaranya, serta memanfaatkan sumber daya yang

ada.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

26

Universitas Indonesia

boleh menabrak aspek kedaulatan suatu negara, misalnya intervensi. Keempat,

prinsip integritas teritorial yang berkaitan dengan kesatuan dan batas wilayah.

Jadi, tindakan melawan terorisme harus tetap menjaga agar integritas teritorial

suatu negara tetap utuh.59

Kelima, sas perlakuan hukum yang adil dimana

penegakan hukum sesuai dengan tindakan pelanggaran yang dilakukan. Keenam,

asas nasional aktif yang artinya udang-undang suatu negara dapat berlaku

terhadap pelaku pidana yang tindak pidananya dilakukan di luar negara asalnya.60

Ketujuh, prinsip humaniter yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan

seperti HAM, pembedaan antara kombatan dan non kombatan, perlindungan

terhadap korban perang, serta pencegahan serangan demi meminimalisasi

korban.61

Konvensi-konvensi tersebut beserta unsur-unsurnya sebagai rezim

internasional disepakati bersama oleh partisipan konvensi. Walaupun demikian,

AS membentuk undang-undang baru khusus untuk menghadapi isu terorisme.

Namun, undang-undang tersebut bertentangan dengan prinsip dalam rezim

internasional yang berkaitan dengan terorisme. Selain itu, unsur-unsur dalam

rezim internasional tersebut juga menjadi analisis dalam sub bab selanjutnya.

3.2 Patriot Act sebagai Undang-Undang Khusus Anti Terorisme AS dan

Pelanggarannya

Sejak terjadinya serangan 9/11, AS memberlakukan undang-undang

nasional baru yang disebut Patriot Act 2001, yang melarang keras tindak

terorisme dan melawan secara preemptif termasuk peamberlakuan sanksi terhadap

segala bentuk dukungan terhadap terorisme.62

USA PATRIOT ACT atau Patriot

Act merupakan singkatan dari Uniting an Strengthening America by Providing

Appropriate Tools Required to Intercept and Obstruct Terrorism Act of 2001,

59

Sharon Korman, The Right of Conquest: The Acquisition of Territory by Force in International

Law and Practice.( Oxford: Clarendon, 1996), 132-136. 60

Ilias Bantekas dan Susan Nash, International Criminal Law, (London: Cavendish Publishing,

2003), 151. 61

Chaloka Beyani, International Law and the “War on Terror”’, dalam Joanna Macrae and Adele

Harmer (eds), Humanitarian Action and the ‘Global War on Terror’: A Review of Trends and

Issues, HPG Report 14 (London: ODI, 2003), 3, diakses pada tanggal 10 Maret 2013,

.http://www.odi.org.uk/sites/odi.org.uk/files/odi-assets/publications-opinion-files/353.pdf 62

Ibid., 166.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

27

Universitas Indonesia

yang ditandatangani oleh Presiden Bush pada tanggal 26 Oktober 2001. Patriot

Act yang merupakan respon dari serangan 9/11, bertujuan untuk menangani

terorisme melalui penegakan hukum disertai prioritas terhadap isu terorisme juga

peningkatan otoritas pihak berwenang yang melaksanakan dan menindak. Patriot

Act terdiri dari 10 pasal yang masing-masing terdapat beberapa ayat yang lebih

spesifik mengenai penanganan terorisme.

Pasal-pasalnya adalah: (1) meningkatkan keamanan nasional melawan

terorisme; (2) meningkatkan prosedur pengawasan; (3) pengurangan pencucian

uang internasional dan UU pendanaan anti-teroris 2001; (4) melindungi

perbatasan; (5) menghapuskan hambatan dalam penyelidikan terorisme; (6)

menyediakan perlindungan bagi korban terorisme, petugas keselamatan publik,

dan keluarga mereka; (7) meningkatkan information sharing untuk perlindungan

infrastruktur; (8) memperkuat hukum pidana terhadap terorisme; (9)

meningkatkan intelijen; dan (10) lain-lain.63

Dalam pasal-pasal tersebut terdapat

aturan, norma, dan prinsip serta mekanisme/prosedur yang digunakan AS untuk

menangani dan menindak terorisme.

Terdapat aturan dan norma yang dibentuk AS melalui Patriot Act yang

cenderung memprioritaskan peningkatan otoritas dan hak pemerintah untuk

menyelidiki, menindak, dan mengawasi aktivitas dan segala hal yang berpotensi

terorisme. Sedangkan prinsip yang mendasari Patriot Act adalah perlindungan

keamanan dan penegakan hukum. Selain itu, dalam Patriot Act juga terdapat

mekanisme mengenai bagaimana tindakan peningkatan keamanan, perlindungan,

pengawasan, dan penyelidikan itu dilakukan dan dibatasi. Patriot Act ini bersifat

represif, artinya tindakan yang dilakukan cenderung agresif dan koersif serta

bersifat menekan/menindas. Hal ini dilakukan sebagai langkah yang tepat untuk

melawan dan menghadapi terorisme yang sifatnya juga radikal. Secara nasional

aktif, AS menindak pihak yang berpotensi teroris dalam domestik negaranya. AS

juga membelakukan prinsip universalitas melihat pelaku teroris yang berasal dari

63

“USA PATRIOT ACT 2001” dapat dilihat lebih lengkap dan dijelaskan secara rinci dalam

dokumen resmi AS, diakses pada tanggal 20 Desember 2012,

http://www.gpo.gov/fdsys/pkg/PLAW-107publ56/pdf/PLAW-107publ56.pdf.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

28

Universitas Indonesia

neara lain seperti Afghanistan dan Iraq untuk kemudian ditahan dan diadili secara

internasional.

Dalam pelaksanaannya, hingga kematian Osama bin Laden sebagai pemimpin

kelompok teroris al Qaeda yang bertanggung jawab atas serangan 9/11, tindakan

AS berlandaskan pada beberapa prinsip seperti prinsip legalitas yang tercantum

dalam pasal 8 Patriot Act, dan prinsip integritas wilayah dalam pasal 4 Patriot

Act. Hal ini dapat dilihat dari tindakan AS yang secara tegas dan konsisten

menegakkan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh paratersangka

teroris dan upaya keras AS untuk menjaga dan menjaga kesatuan wilayah dari

ancaman terorisme. Namun, selain itu juga terdapat berbagai pelanggaran yang

menjadi kontroversi dari keberadaan undang-undang ini baik dalam lingkungan

domestik maupun internasional.

Di lingkungan nasional, pelaksanaan Patriot Act ini pada awalnya sangat

didukung oleh masyarakat AS yang mengalami dan menyaksikan aksi teror di

tanah air. Namun, pada akhirnya, masyarakat AS kemudian menyadari bahwa

pelaksanaan Patriot Act yang memberikan hak khusus kepada pihak-pihak

tertentu seperti pemerintah, FBI, CIA, pasukan bersenjata, kepolisian dan lainnya

dianggap berlebihan dan melanggar kebebasan masyarakat sipil AS. Hal ini

dikarenakan hak interogasi, penyelidikan, investigasi, kegiatan intelijen dalam

mendapatkan informasi melalui penyadapan informasi, data dan lain sebagainya

dianggap mengganggu privasi dari masyarakat sipil. Otoritas tersebut diatur dalam

pasal 2 Patriot Act mengenai upaya memperbanyak prosedur pengawasan. Pasal

tersebut membuat kerahasiaan dan keleluasan masing-masing pribadi individu

menjadi terbatas dan menjadi terbuka.64

Pasal yang mengatur imigrasi yaitu pasal 4 Patriot Act mengenai perlindungan

perbatasan juga dianggap diskriminatif dan tidak adil. Hal tersebut dikarenakan

syarat dan prosedur yang ketat mempersulit kegiatan masyarakat sipil lintas batas

wilayah. Selain itu, generalisasi terhadap imigran-imigran yang dicurigai sebagai

teroris tidak berdasarkan bukti-bukti yang kuat misalnya penolakan kedatangan

imigran hanya karena nama imigran tersebut mengandung unsur Islam yang telah

64

“Surveillance Under the US PATRIOT Act”, 10 Desember 2010, http://www.aclu.org/national-

security/surveillance-under-usa-patriot-act.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

29

Universitas Indonesia

ditentukan AS dalam 9/11 Commission Report.65

Diskriminasi masyarakat sipil

tersebut melanggar prinsip humaniter dalam rezim internasional yaitu dalam

Deklarasi Universal HAM pasal 7 yang menyatakan bahwa, “All are equal before

the law and are entitled without any discrimination to equal protection of the law.

All are entitled to equal protection against any discrimination in violation of this

Declaration and against any incitement to such discrimination”. Artinya, semua

orang sama dan tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun serta terdapat

perlindungan hukum dari tindak diskriminasi.

Dalam lingkup internasional, penanganan terorisme dengan menggunakan

Patriot Act juga memunculkan komentar negatif dari masyarakat internasional.

Tindakan serangan langsung terhadap kamp-kamp al Qaeda termasuk yang

dicurigai merupakan aktivitas teroris dianggap melanggar nilai-nilai hukum

humaniter seperti yang tertera dalam Konvensi Jenewa dimana terdapat

pembedaan antara kombatan dan non-kombatan dalam perang serta larangan dan

perlindungan untuk tidak menyerang non kombatan musuh.66

Serangan AS ke

wilayah negara Afghanistan tersbeut melanggar prinsip kedaulatannegara yang

dimiliki Afghanistan.

Selain itu, berdasarkan laporan International Court of Justice (ICJ), AS

merupakan salah satu negara yang memanfaatkan ketakutan pada terorisme untuk

menerapkan langkah-langkah ilegal seperti penyiksaan, penahanan tanpa

pengadilan, termasuk penculikan.67

Misalnya kehadiran kamp tahanan militer AS

di Teluk Guantanamo, Kuba yang menimbulkan pertanyaan mengenai

kelangsungan hidup tahanan perang tanpa pengadilan. Dalam kasus tersebut,

tahanan perang yang berada di Teluk Guantanamo tidak diadili sesuai dengan

prosedur yang terdapat dalam Hukum Jenewa.68

65

The 9/11 Commission Report: Final Report of the National Commission on Terrorist Attacks

Upon the United States, (USA: W.W. Norton & Company, Inc., ----). 66

Pembedaan antara kombatan dan non kombatan tersebut diatur dalam Konvensi Jenewa 12

Agustus 1949 yang berkaitan dengan Perlindungan Masyarakat Sipil dalam Perang yang diatur dan

dijabarkan secara rinci dalam dokumen resmi The International Committee of the Red Cross. 67

ICJ Kecam Taktik Anti-Teror, 17 Februari 2009, http://www.republika.co.id/berita/breaking-

news/internasional/09/02/17/31933-icj-kecam-taktik-anti-teror. 68

Pasal-pasal dalam Hukum Jenewa 12 Agustus 1949 yang mengatur tentang perlakuan terhadap

tawanan perang terkait bagaimana menentukan tahanan perang, menindak, mengadili serta

menjatuhkan hukum kepada mereka.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

30

Universitas Indonesia

Pembentukan undang-undang anti teror – Patriot Act ini memunculkan

pertanyaan mengapa AS tidak menggunakan Konvensi Jenewa atau

perjanjian/konvensi internasional terorisme lainnya sebagai dasar tindakannya. AS

malah membentuk norma baru yang legalitasnya nasional namun

diimplementasikan juga secara internasional (di luar nasional AS). Menurut

penulis, hal ini dilakukan karena AS memasukkan terorisme sebagai isu yang

urgen dan menjadikannya prioritas sehingga dibutuhkan aturan yang sesuai

dengan kepentingan nasional dimana pembentukan norma baru ini tidak

membatasi AS dalam memerangi terorisme.

AS juga menyadari adanya batasan dalam bertindak jika menggunakan

Konvensi Jenewa dan perjanjian internasional anti terorisme lainnya, sehingga AS

memilih untuk membentuk undang-undang baru yang legal secara nasional yang

merupakan tindakan cepat untu menangani terorisme pasca serangan 9/11. Hal

tersebut memungkinkan kepentingan AS untuk mengalahkan terorisme dapat

tercapai tanpa adanya hambatan hukum internasional. Namun, pada prakteknya,

Patriot Act ini bertabrakan dengan rezim internasional yang sudah ada, dimana

terdapat pelanggaran prinsip dan ketidaksesuaian pelaksanaannya dengan rezim

internasional sebagai hukum legal internasional.

Jadi, pada dasarnya Patriot Act yang dibentuk AS ini tidak berlandaskan pada

prinsip-prinsip dalam rezim internasional yang sudah ada. Walaupun dalam

pelaksanaannya konsisten terhadap beberapa prinsip rezim internasional, namun

AS cenderung menggunakan prinsip dalam Patriot Act yang sebenarnya bertolak

belakang dengan rezim internasional tersebut. Sehingga secara hukum legal,

Patriot Act tidak menggantikan ataupun memperkuat rezim internasional yang

sudah ada, melainkan undang-undang khusus berdiri sendiri untuk menangani

terorisme.

3.3 Upaya Internasionalisasi Patriot Act melalui Global War on Terror

AS menyadari bahwa Patriot Act tidak dapat dipraktekkan dalam

internasional karena Patriot Act yang merupakan hukum domestik (nasional).

Sedangkan masalah terorisme yang diperangi AS berada di luar teritori nasional

AS. Hal ini membuat AS berupaya untuk melakukan internasionalisasi terhadap

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

31

Universitas Indonesia

Patriot Act. Setelah serangan 9/11, status kontra-terorisme sebagai kebijakan

keamanan nasional negara meningkat dan dari dimensi internasional kontra-

terorisme menjadi lebih menonjol.69

Kondisi ini dimanfaatkan oleh AS untuk

menginternasionalisasikan Patriot Act agar dapat menjadi salah satu hukum legal

internasional untuk menghadapi terorisme.

Global war on terror atau perang global melawan terorisme merupakan

kampanye yang digunakan AS pasca serangan 9/11 oleh pemerintahan Bush.

Dalam pidatonya pasca 9/11, Bush menyatakan "Our war on terror will not end

until every terrorist group of global reach has been found, stopped and

defeated."70

Artinya, perang melawan terorisme harus dilakukan secara global

agar jaringan terorisme yang menyebar secara global ini juga dapat dikalahkan

dan dihentikan. Dengan menyerukan perang global melawan terorisme tersebut,

maka negara-negara di dunia juga harus berpartisipasi dan mendukung

pengecaman terhadap tindak terorisme. Dengan dalil “global” yang

dikampanyekan dapat memudahkan AS untuk dapat menginternasionalisasikan

Patriot Act.

Terdapat beberapa upaya yang dilakukan AS untuk dapat

menginternasionalisasikan Patriot Act terhadap sekutu-sekutunya. Salah satu

upaya tersebut adalah melalui PBB. Dengan memobilisasi Dewan Keamanan

PBB, AS mewajibkan semua negara anggota PBB untuk memberlakukan Patriot

Act dalam hukum domestik masing-masing negara.71

Dewan Keamanan PBB

mengeluarkan Resolusi 1373 (2001) dan 1624 (2005).72

Kemudian dibentuk

Counter-Terrorism Commitee (CTC) dengan kedua resolusi tersebut sebagai

panduannya. CTC bertujuan untuk meningkatkan kemampuan negara anggota

69

Dimitros Anagnostakis, “Regime Theory and Global Counter-Terrorism: Some Starting Points”,

19 Oktober 2012, http://www.e-ir.nfo/2012/10/19/regime-theory-and-global-counter-terrorism-

some-starting-points/. 70

Scott Wilson dan Al Kamen, “Global War on Terror is Given New Name”, 25 Maret 2009,

http://articles.washingtonpost.com/2009-03-25/politics/36918330_1_congressional-testimony-

obama-administration-memo. 71

Kim Schepelle, “The Global Patriot Act”, diakses pada tanggal 15 Mei 2013,

http://prospect.org/article/global-patriot-act. 72

Resolusi 1373 menyerukan negara anggota untuk mengimplementasikan langkah-langkah yang

disediakan untuk meningkatkan kemampuan hukum dan kelembagaan dalam menghadapi

terorisme serta mewajibkan pemerintah untuk bergabung dengan kampanye anti-terorisme baru

yang ambisius. Sedangkan Resolusi 1624 menyerukan negara anggora untuk melarang dan

mencegah segala tindakan terorisme secara hukum.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

32

Universitas Indonesia

untuk mencegah tindakan teroris baik di dalam perbatasan maupun antar

wilayah.73

Uni Eropa, Uni Afrika, Organisasi Negara-negara Amerika, Organisasi

untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa, Asosiasi Negara Asia Tenggara, Liga

Arab, dan organisasi lainnya mendukung rencana Dewan Keamanan dan

diperlukan negara-negara anggota mereka untuk memenuhi kewajiban tersebut.74

AS sebagai anggota G7 juga menambahkan standar dan beberapa

rekomendasi dalam memerangi finansial teroris melalui Financial Action Task

Force on Money Laundering (FTAF) pasca serangan 9/11. FATF merupakan

badan antar-pemerintah yang didirikan pada tahun 1989 oleh negara-negara

anggota G-7 yang bertujuan untuk menetapkan standar dan mempromosikan

pelaksanaan yang efektif dari langkah-langkah hukum, peraturan dan operasional

untuk memerangi pencucian uang, pendanaan teroris dan ancaman terkait lainnya

untuk integritas sistem keuangan internasional. Saat ini FATF telah memiliki

standar internasional dan rekomendasi dalam melawan tindak pencucian uang

yang telah disetujui internasional.75

Selain itu, pemerintah AS juga membentuk beberapa program untuk

melawan terorisme seperti CSI, PSI dan MDA. Pertama, CSI (Containter Security

Initiative) yang dibuat oleh US Custom yang bertujuan untuk memastikan semua

containers yang berpotensi terorisme dapat dideteksi dan diidentifikasi di

pelabuhan asing sebelum masuk ke AS.76

Kedua, The Proliferation Security

Initiative (PSI) sebagai upaya global untuk menghentikan perdagangan senjata

pemusnah masal, sistem pengirimannya, dan hal terkait proliferasi lainnya jatuh

ke tangan teroris.77

Ketiga, Maritime Domain Awareness (MDA) yang merupakan

pemahaman efektif mengenai segala hal terkait wilayah maritim global yang dapat

berdampak pada keamanan, perlindungan, ekonomi atau lingkungan AS bertujuan

73

“Counter-Terrorism Committee”, diakses pada tanggal 15 April 2013,

http://www.un.org/en/sc/ctc/. 74

Kim Schepelle, “The Global Patriot Act”. 75

“History of the FTAF”, diakses pada tanggal 20 Mei 2013, http://www.fatf-

gafi.org/pages/aboutus/historyofthefatf/. 76

“CSI in Brief”, diakses pada tanggal 20 Mei 2013,

http://www.cbp.gov/xp/cgov/trad.e/cargo_security/csi/csi_in_brief.xml. 77

“Proliferation Security Initiative”, diakses pada tanggal 20 Mei 2013 ,

http://www.state.gov/t/isn/c10390.htm

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

33

Universitas Indonesia

untuk mengurangi potensi ancaman teroris melalui wilayah maritim di dunia yang

dapat membahayakan AS.78

Walaupun sebagian besar negara sekutu AS mematuhi dan

mengimplementasikan regulasi dan memasukkan Patriot Act dalam hukum

nasional masing-masing negara, namun masih ada beberapa negara yang tidak

patuh dan bahkan beberapa tergolong sebagai negara sponsor terorisme. Negara

tersebut seperti Syria, Kuba, Iran dan Sudan (masih hingga saat ini) dan beberapa

negara seperti Korea Utara dan Israel juga pernah masuk daftar tersebut.79

Adapun

sanksi yang dikenakan AS terhadap negara yang masuk daftar blacklist adalah

pembatasan bantuan luar negeri AS, larangan ekspor, kontrol ekspor, pembatasan

keuangan dan pembatasan lainnya.80

FATF juga mendaftar negara yang tidak

mematuhi dan berpotensi dapat mengganggu sistem keuangan internasional yaitu

Iran, Ekuador, Ethipia, Indonesia, Kenya, Myanmar, Nigeria, Pakistan, Syria,

Tanzania, Turki, Vietnam dan Yemen.81

Penulis menganalisis bahwa AS melakukan upaya internasionalisasi Patriot

Act karena aturan dan ketentuan yang terdapat dalam Patriot Act disusun dengan

menyesuaikan kepentingan AS untuk memerangi terorisme tanpa adanya

hambatan. Jadi, karena Patriot Act sesuai dengan kepentingan nasional AS, maka

pemerintah Bush mengupayakan internasionalisasi hukum tersebut dengan

menyerukan global war on terror. Sehingga tindakan AS untuk memerangi

terorisme menggunakan undang-undang tersebut dapat didukung internasional.

Internasionalisasi dilakukan oleh AS karena Patriot Act menabrak prinsip-

prinsip yang terdapat dalam rezim internasional. Selain itu, tindakan AS

menyerang dan mengadili kelompok teroris juga menuai kritik dari internasional.

Hal tersebut membuat AS berupaya untuk membuat Patriot Act agar disetujui

oleh koalisinya dan mendukung tindakan represif terhadap terorisme serta secara

78

Dokumen Nasional AS, diakses pada tanggal pada tanggal 20 Mei 2013

http://www.navy.mil/navydata/cno/Navy_Maritime_Domain_Awareness_Concept_FINAL_2007.

pdf. 79

“State Sponsors of Terrorism”, diakses pada tanggal 6 Mei 2013,

http://www.state.gov/j/ct/list/c14151.htm 80

Ibid. 81

FTAF Public Statement 22 February 2013, diakses pada tanggal 6 Mei 2013, http://www.fatf-

gafi.org/topics/high-riskandnon-

cooperativejurisdictions/documents/fatfpublicstatement22february2013.html.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

34

Universitas Indonesia

bersama-sama memerangi terorisme melalui undang-undang anti terorisme

tersebut.

Selain itu, terorisme muncul sebagai isu keamanan transnasional yang

cukup menekan terutama sejak serangan 9/11. Sehingga dibutuhkan kerjasama

internasional dan aturan baru yang memadai.82

Artinya, sebagai isu keamanan

transnasional, negara-negara internasional harus bekerja sama untuk melawan

terorisme. Dengan adanya kerjasama internasional dengan Patriot Act sebagai

dasar tindakan dalam memerangi terorisme secara global, maka AS dapat berhasil

mengalahkan terorisme al Qaeda berikut jaringan globalnya.

Jadi, upaya internasionalisasi Patriot Act dilakuka AS untuk mendapatkan

dukungan internasional dalam memerangi terorisme mealui kampanye perang

global melawan terorisme. Selain itu, AS juga menginginkan negara sekutunya

untuk menyetujui undang-undang tersebut sebagai hukum legal untuk menghadapi

terorisme internasional terutama mengalahkan al Qaeda. adapun persetujuan

tersebut adalah dengan mendukung dan mengimplementasikan nilai dan unsur

dalam Patriot Act ke dalam undang-undang nasional negara masing-masing.

Setujunya negara-negara anggota PBB terhadap resolusi 1373, dibentuknya CTC

dengan dasar hukum Patriot Act dan mengimplementasikannya dalam undang-

undang domestik masing-masing negara serta patuhnya sebagian besar negara

sekutu terhadap program-program yang dibentuk AS menjadi bukti upaya

internasionalisasi undang-undang tersebut. Namun, Patriot Act belum dianggap

menggantikan rezim yang sudah ada karena keberadaan rezim internasional yang

sudah ada tersebut berlaku secara universal dan masih relevan dengan lingkungan

internasional saat ini. Setidaknya, AS berhasil menginternasionalisasikan Patriot

Act kepada koalisinya untuk bersama memerangi terorisme dan menyetujui

tindakan global war on terror melalui Patriot Act yang diaplikasikan secara

domestik juga.

82

Eriksson Johan, dan Mark Rhinard, “The Internal-External Security Nexus: Notes on an

Emerging Research Agenda”, Cooperation and Conflict 44, no. 3 (September 2009), 247.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

35 Universitas Indonesia

BAB 4

SEKURITISASI TERORISME OLEH AS DALAM MENGHADAPI

AL QAEDA

Bab ini memaparkan pandangan konstruktivisme terhadap tindakan AS

dalam menghadapi terorisme pasca serangan 9/11 oleh al Qaeda yaitu sebagai

bentuk sekuritisasi terhadap isu terorisme dengan mengidentifikasi unsur-unsur

dalam proses sekuritisasi dan menjelaskan bagaimana proses sekuritisasi

terorisme berlangsung hingga toleransi dan protes dari audiens terhadap

pelanggaran yang dilakukan demi memerangi terorisme. Hingga kemudian dapat

dipahami bagaimana AS mengkonstruksikan terorisme bukan lagi sebagai tindak

kriminal tetapi merupakan ancaman keamanan serta ancaman tersebut tidak hanya

sebagai ancaman nasional tetapi juga sebagai ancaman internasional.

4.1 Terorisme sebagai Isu Ancaman dan Prioritas Keamanan Nasional AS

Dari segi keamanan tradisional, suatu negara mengidenfikasikan sebuah

ancaman ketika ancaman tersebut berasal dari luar negara dan merupakan

ancaman yang bersifat militer. Seiring berjalannya waktu, ancaman tidak hanya

muncul sebagai ancaman dari militer saja, melainkan isu non militer lainya yang

dikenal sebagai isu non tradisional. Isu-isu non tradisional seperti perdagangan

narkoba, penyelundupan senjata, perdagangan manusia, termasuk terorisme

diantaranya juga merupakan isu yang dipertimbangkan sebagai ancaman bagi

suatu negara.

Sejak masa pemerintahan Reagan tahun 1980an, AS memperluas makna

keamanan nasional dalam hal melindungi rakyat Amerika, teritori, dan nilai dari

unwanted depredation but thugs or drugs. Namun, yang menjadi prioritas AS

adalah perdagangan obat-obat terlarang.83

Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya bahwa serangan teror 9/11 al Qaeda bukan merupakan serangan teror

83

Michael Kenney, Drug Traffickers,Terrorist Networks, and Ill-Fated Government Strategies, 70,

dalam Elke Krahmann, New Threats and New Actors in International Security, (New York:

Macmillan, 2005), 70.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

36

Universitas Indonesia

pertama bagi AS, namun merupakan serangan pertama di homeland AS secara

langsung.

Serangan 9/11 juga menjadi turning point bagi AS dalam meningkatkan

prioritas dan urgensi isu terorisme. Terorisme menjadi prioritas bagi AS dalam hal

keamanan nasional, kestabilan nasional termasuk kebijakan dalam bidang

ekonomi, politik, hukum, pertahanan, juga kebijakan luar negeri. Terorisme

merupakan isu yang menghambat pelaksanaan kegiatan dalam negeri AS

khususnya pencapaian kepentingan nasional. Serangan 9/11 di pusat kegiatan AS

terutama ekonomi telah menghambat kegiatan rutin yang berlangsung. Dari sisi

ekonomi, serangan ini merusak sistem teknologi komuniasi AS serta

menyebabkan ketidakstabilan sistem ekonomi dan keuangan AS.84

Dalam bidang

sosial budaya, serangan teror al Qaeda 9/11 menimbulkan sentimen terhadap

masyarakat Muslim di AS karena serangan ini mengatasnamakan jihad dalam

Islam.85

Hal tersebut menimbulkan ketegangan, kecurigaan, serta diskriminasi

antara masyarakat AS Muslim dan non Muslim. Dengan kata lain, terorisme

terutama sejak serangan 9/11 mengganggu kestabilan nasional AS.

Masyarakat AS merasa tidak aman dan trauma akibat serangan yang

memakan banyak korban jiwa dan kerugian materiil. Pengamanan nasional di

berbagai tempat umum juga merasakan kecemasan akan kemungkinan terjadinya

serangan teror selanjutnya. Tewasnya banyak korban dari masyarakat sipil AS

juga menimbulkan trauma mendalam sehingga mereka menuntut kepada

pemerintah untuk dapat lebih waspada dan meningkatkan perlindungan terutama

di area publik yang sering menjadi wilayah target serangan teror.

Pada level yang lebih luas lagi, hubungan kerjasama AS dengan negara lain

juga menjadi tidak stabil karena negara yang memiliki hubungan kerjasama

merasa ragu dan tidak aman terhadap sistem pengawasan dan perlindungan

keamanan nasional AS. Hal ini menyebabkan posisi AS sebagai kekuatan

hegemoni menjadi menurun di mata internasional karena dianggap masih

84

“How 9/11 Changed Investing”, 8 September 2011, http://money.msn.com/stock-broker-

guided/how-9-11-changed-investing-marketwatch.aspx. 85

“Ten Years After 9/11, U.S. Muslims still Battling Stereotypes”, 9 September 2011,

http://www.northjersey.com/news/state/090911_Ten_years_after_911_US_Muslims_still_battling

_stereotypes.html.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

37

Universitas Indonesia

“kecolongan” dari suatu ancaman keamanan yang berakibat fatal terhadap

keamanan nasional.

Serangan 9/11 telah menyadarkan AS bahwa terorisme bukan hanya sebagai

tindak kriminal lagi, melainkan telah menjadi ancaman bagi nasional AS. Untuk

itu, dibutuhkan tindakan dalam merespon serangan terorisme yang harus melalui

proses yang legal sesuai dengan kebijakan dan UU nasional. Dengan

pertimbangan pada pergeseran makna ancaman keamanan sebelumnya yang

bersifat militer dan state-centris, maka AS menyadari bahwa perlu untuk

dilakukan sekuritisasi terhadap isu terorisme terutama pasca serangan 9/11 oleh al

Qaeda yang mempengaruhi stabilitas nasional AS. Sehingga pada saat melakukan

tindakan kontra terhadap terorisme strategi dan langkah yang diambil dapat

dibenarkan.

4.2 Proses Sekuritisasi Terorisme oleh AS Pasca Serangan 9/11

Sebagai sebuah proses, sekuritisasi memiliki elemen yang menjadi variabel

penanda bagaimana proses tersebut terjadi. Untuk itu dalam sub bab ini penulis

akan mengidentifikasikan elemen-elemen penting dalam sekuritisasi yang terdiri

dari aktor sekuritisasi, speech act, referenct object serta audiens. Setelah

mengidentifikasi elemen-elemen tersebut, maka dapat dijelaskan bagaimana

proses sekuritisasi terorisme oleh AS itu berlangsung hingga adanya tindakan

khusus untuk mengadapi ancaman terorisme tersebut.

Menurut paradigma konstruktivisme keamanan merupakan hal yang

dikonstruksikan oleh aktor sekuritisasi. Dalam hal ini, aktor sekuritisasi

merupakan negara yaitu AS dengan presiden sebagai kepala negara dan

pengambil keputusan. Sejak serangan 9/11 terjadi (2001) hingga kematian Osama

(2011), terdapat dua masa kepemimpinan yaitu Bush (2001-2008) dan Obama

(2008-2011). Dari dua pemerintahan tersebut terdapat perubahan pendekatan yang

digunakan oleh Bush dan Obama dalam menghadapi terorisme.

Serangan 9/11 telah memberikan dampak yang besar bagi AS sehingga

Bush sebagai presiden AS saat itu memberikan prioritas dan urgensi terhadap

terorisme untuk dengan segera ditangani dan ditindak. Terdapat banyak speech

act yang dilakukan oleh Bush dan Obama dalam merespon terorisme. Sebagai

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

38

Universitas Indonesia

respon pasca serangan 9/11, Bush sebagai presiden AS pada masa itu berpidato

pada malam hari setelah serangan terjadi menyatakan bahwa:

“today, our nation saw evil, the very worst of human nature, and

..... Immediately following the first attack, I implemented our

government's emergency response plans. Our military is

powerful, and it's prepared. Our emergency teams are working

in New York City and Washington, D.C., to help with local

rescue efforts. Our first priority is to get help to those who have

been injured and to take every precaution to protect our citizens

at home and around the world from further attacks”86

Dalam pidato tersebut, Bush mengungkapkan belasungkawa terhadap

korban serangan tersebut dan menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan

tindakan teror yang sangat terhin dan dilakukan tindakan darurat sebagai respon

yaitu membentuk tim darurat untuk membantu penyelamatan korban dan

melindungi warga AS juga masyaakat internasional dari serangan lebih lanjut.

Serangan 9/11 telah membuat AS untuk bertindak lebih agresif dan

konfrontatif dalam menghadapi terorisme, terutama al Qaeda sebagai pihak yang

bertanggung jawab atas serangan tersebut. Untuk itu, AS kemudian juga

mendeklarasikan bahwa AS menyatakan perang terhadap terorisme dan segala

macam unsurnya terutama terhadap al Qaeda dan menyerukan kepada dunia

internasional untuk ikut memerangi terorisme dan membantu pelaksanaan

kontraterorisme secara global karena terorisme merupakan sebuah kejahatan

transnasional yang mengancam keamanan internasional sehingga harus ditangani

secara global pula. Hal tersebut dinyatakan oleh Bush pada tanggal 20 September

2001 sebagai speech act yang terdapat dalam kutipan berikut.87

“Al Qaeda was responsible for bombing the USS Cole; The enemy

of America is not our many Muslim friends; it its not our many

Arab friends. Our enemy is a radical network of terrorists, and

every government that supports them; every nation, in every

region, now has decision to make: Either you are with us, or you

are with terrorists.”

86

“Text of Bush's address”, diakses pada tanggal 19 November 2012,

http://articles.cnn.com/2001-09-11/us/bush.speech.text_1_attacks-deadly-terrorist-acts-despicable-

acts?_s=PM:US. 87

“Text: President Bush Addresses the Nation”, diakses pada tanggal 30 Juni 2013,

http://www.washingtonpost.com/wp-

srv/nation/specials/attacked/transcripts/bushaddress_092001.html.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

39

Universitas Indonesia

Dalam pidato tersebut, AS mendeklarasikan perang terhadap kelompok

teroris al Qaeda dan menyerukan kepada dunia untuk mendukung dan turut andil

dalam memerangi terorisme. Secara implisit, pernyataan Bush tersebut

menyerukan kepada dunia untuk berpihak pada AS memerangi teroris atau

dianggap sebagai musuh dan merupakan bagian dari teroris. Selain itu, pada

tanggal 21 September 2001, Bush kembali memberikan speech act sebagai

berikut.88

“And tonight, the United States of America makes the following

demands on the Taliban: Deliver to United States authorities

all the leaders of al Qaeda who hide in your land. Release all

foreign nationals, including American citizens, you have

unjustly imprisoned. Protect foreign journalists, diplomats and

aid workers in your country. Close immediately and

permanently every terrorist training camp in Afghanistan, and

hand over every terrorist, and every person in their support

structure, to appropriate authorities. Give the United States full

access to terrorist training camps, so we can make sure they are

no longer operating. These demands are not open to

negotiation or discussion. The Taliban must act, and act

immediately. They will hand over the terrorists, or they will

share in their fate......... Our war on terror begins with al Qaeda,

but it does not end there. It will not end until

every terrorist group of global reach has been found, stopped

and defeated.”

Dalam pernyatan tersebut AS mewajibkan Taliban untuk dengan segera

melakukan permintaan yang diwajibkan oleh AS dalam rangka memerangi

terorisme serta perang berawal dari al Qaeda dan tidak akan berhenti ingga

seluruh kelompok teroris global ditemukan, dihentikan dan dikalahkan.

Pernyataan tersebut merupakan kecaman keras dari AS terhadap pihak yang

mendukung terorisme juga seluruh dunia. Terdapat juga dalam Laporan Komisi

Nasional Terhadap Serangan Teroris AS atau yang dikenal dengan Komisi 9/11

bahwa Presiden Bush menganggap al Qaeda sebagai musuh dan bertanggung

jawab atas serangan 9/11.89

Pernyataan-pernyataan resmi AS oleh Presiden Bush

88

“Text of George Bush's speech”, 21 September 2001, Guardian,

http://www.guardian.co.uk/world/2001/sep/21/september11.usa13. 89

The 9/11 Commission Report, 337. Pernyataan dalam Laporan tersebut dikutip dari White

House Transcript, Pidato Bush dalam Joint Session of Congress and the American People pada

tanggal 20 September 2001

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

40

Universitas Indonesia

inilah yang disebut sebagai speech act yang menjadi awal tindakan dalam

menghadapi terorisme.

Dalam pidato Bush pasca serangan juga menyatakan kepada dunia untuk

ikut memerangi terorisme. Pidato tersebut membentuk persepsi terhadap

masyarakat AS maupun masyarakat internasional akan ancaman terhadap

terorisme. Publik nasional maupun internasional yang menyaksikan tragedi 9/11

disertai pernyataan ancaman dan perang oleh AS tidak hanya menimbulkan

dukungan tetapi juga kecaman. Bush menggunakan istilah “crusade” dalam

mengkampanyekan perang melawan terorisme, “this crusade, this war on

terrorism, is going to take a while."90

Istilah tersebut mengingatkan pada Perang

Salib yang terjadi pada abad pertengahan antara tentara Kristen ke Palestina untuk

menyerang tentara Muslim yang mengendalikan Yerusalem.91

Penggunaan istilah

tersebut merupakan kesalahan Bush dalam mengkampanyekan perang melawan

terorisme karena menimbulkan ketegangan antara umat Kristen dan Islam.

Walaupun terdapat pergantian presiden pada periode tersebut, upaya

sekuritisasi terhadap terorisme terus dilakukan namun dengan perubahan

pendekatan. Obama memfokuskan ada pertempuran terhadap al Qaeda dan

cabang-cabangnya dan menekankan paa pencegahan proses radikalisasi dalam

masyarakat Islam serta menetralkan basis dukungan al Qaeda.92

Penggunaan

istiliah ”crusade” dan “global war on terrror” dalam pemerintahan Bush tidak

digunakan dalam pemerintahan Obama. Obama berusaha untuk menghapuskan

“anti islam” dan mengganti istilah “global war on terror” yang digunakan dalam

pemerintahan Bush menjadi ”overseas contingency operations”.93

Dalam

pidatonya, Obama menyatakan bahwa,

“I think you've already seen a commitment, in terms of closing

Guantánamo, and making clear that even as we are decisive in

going after terrorist organizations that would kill innocent

90

Peter Ford, “Europe cringes at Bush “crusade” against terrrorists”, diakses pada tanggal 15

Maret 2013, http://www.csmonitor.com/2001/0919/p12s2-woeu.html 91

Sally Buzbee, “Bush’s Use of Word ‘Crusade’ A Red Flag”, diakses pada tanggal 15 Mei 2013,

http://www.seattlepi.com/news/article/Bush-s-use-of-word-crusade-a-red-flag-1066045.php 92

Boaz Ganor, “The U.S. Counter Terrorism Policy – The Calm before the Storm”, diakses pada

tanggal 15 Mei 2013, http://rslissak.com/content/us-counter-terrorism-policy-boaz-ganor 93

Olive Burkeman, “Obama Administration says Goodbye to “War on Terror”, Guardian, 25

Maret 2009, http://www.guardian.co.uk/world/2009/mar/25/obama-war-terror-overseas-

contingency-operations.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

41

Universitas Indonesia

civilians, that we're going to do so on our terms, and we're going to

do so respecting the rule of law that I think makes America

great.”94

Dalam pernyataan tersebut, Obama berupaya untuk menghapuskan penjara

Guantanamo karena inkonstitusional dan tidak sesuai dengan standar keadilan.95

Obama juga menyatakan bahwa perang melawan terorisme tetap berlanjut namun

harus dihentinkan seiring dengan upaya melucuti kekuatan teroris global.96

Jadi,

pendekatan yang digunakan Obama sedikit lebih soft dan fokus pada al Qaeda

dibandingkan Bush yang ofensif dan menggeneralisasikan segala bentuk tindak

terorisme di dunia.

Penulis melihat bahwa terorisme merupakan existential threat bagi AS yang

dapat mengancam negara, masyarakat dan teritori AS sebagai referent object dan

mendeklarasikan hal tersebut melalui pernyataan resmi Presiden Bush dan Obama

yang merupakan speech act dalam sekuritisasi. Setelah mengidentifikasi elemen-

elemen penting tersebut dalam sekuritisasi, selanjutnya bab ini memaparkan

bagaimana respon dari audiens yang merupakan pihak yang mempengaruhi dan

dipengaruhi dari adanya tindakan sekuritisasi tersebut yaitu masyarakat AS dan

masyarakat internasional.

Dampak dari serangan dan goyahnya stabilitas keamanan nasional menjadi

pertimbangan AS untuk melakukan sekuritisasi tersebut dengan menyerukan

global war on terror. Masyarakat AS merupakan pihak yang terkena dampak

secara langsung dari serangan teror tersebut, yang juga menimbulkan trauma dan

ketakutan. Serangan 9/11 juga mempengaruhi masyarakat internasional yang juga

menyaksikan dan merespon tindakan tersebut. Audiens dalam hal ini menyaksikan

tindakan AS mensekuritisasi isu terorisme sebagai salah satu isu keamanan dan

merupakan ancaman bagi masyarakat dan teritori AS yang membutuhkan

tindakan urgensi. Speech act Bush maupun Obama pada akhirnya membentuk

opini masyarakat AS untuk mendukung apapun bentuk tindakan yang diambil AS

94

“President Obama's interview with Al-Arabiya Arab TV Network”, 27 Januari 2009,

http://www.alarabiya.net/articles/2009/01/27/65087.html. 95

Matthew Evangelista, A “War on Terror” by Any Other Name, What did Obama Change?,

(New York: Mario Einaudi Center for International Studies of Cornell University, 2012), 5. 96

“Pivoting From a War Footing, Obama Acts to Curtail Drones”, 23 Mei 2013, New York Times,

http://www.nytimes.com/2013/05/24/us/politics/pivoting-from-a-war-footing-obama-acts-to-

curtail-drones.html?pagewanted=all&_r=0.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

42

Universitas Indonesia

untuk menggunakan kekuatan militer dalam menghadapi terorisme seperti yang

dinyatakan Bush dalam pidatonya. Sama halnya dengan masyarakat internasional

yang mendukung tindakan AS dalam memerangi terorisme dan al Qaeda karena

terorisme juga menghantui mereka dan negara dituntut untuk bersama-sama

mendukung respon tersebut.

Dari pernyataan-pernyataan Bush dan Obama tersebut menunjukkan bahwa

AS mengkonstruksikan terorisme sebagai ancaman keamanan. Ancaman tersebut

tidak hanya merupakan ancaman bagi nasional AS tetapi juga sebagai ancaman

bagi dunia internasional. Walaupun masyarakat AS dan dunia mendukung

tindakan agresif dan konfrontatif AS untuk memerangi terorisme secara global,

namun juga muncul respon negatif dari publik akan hal ini. Artinya, audiens

memang mendukung tindakan urgen yang sifatnya melanggar hukum dan aturan,

namun pada akhirnya tidak sedikit dari mereka yang juga mengecam tindakan AS

karena dianggap terlalu berlebihan. Berlebihan dalam hal ini adalah karena

tindakan AS yang terlalu fokus pada penindakan dan memerangi terorisme tanpa

mengindahkan nilai-nilai demokrasi dan HAM yang seharusnya dijunjung tinggi

oleh AS sendiri sebagai negara penggerak demokrasi. Hal ini dikarenakan dalam

memerangi terorisme, AS melakukan intervensi secara langsung ke unsur-unsur

teroris di beberapa negara yang dicurigai terutama Afghanistan dengan rezim

Taliban yang dianggap sebagai pendukung teroris al Qaeda.

Tindakan keras AS ini juga muncul di media nasional dan internasional

terhadap perkembangan melawan terorisme yang mempublikasikan pemikiran-

pemikiran para ahli, analis, dan pemerintah terkait tindakan perang melawan

terorisme AS pasca serangan 9/11 yang pada akhirnya juga membentuk opini

publik.97

Respon media internasional tersebut mencerminkan opini yang terbentuk

dari speech act yang dilakukan. Sejak serangan 9/11 hingga kematian Osama

menunjukkan bahwa AS melakukan sekuritisasi terhadap terorisme ini dengan

97

Respon terhadap tindakan intervensi AS ke Afghanistan, menggulingkan rezim Taliban sebagai

negara sponsor al Qaeda, dan analisis para pemikir HI dapat dilihat dalam website media online

resmi nasional (seperti BBC, NYTimes, dan Telegraph) yang pada akhirnya membentuk opini

publik terhadap tindakan tersebut. Karena media tidak hanya mempublikasikan tulisan/fakta/berita

dari satu persektif saja, yang mana terdapat pihak-pihak yang merasa adanya tindakan berlebihana

dalam menindak terorisme dan al Qaeda oleh AS tersebut.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

43

Universitas Indonesia

serius dan melihat terorisme merupakan ancaman yang harus ditindak dengan

agresif dan konfrontatif.

Dari penjabaran elemen-elemen dalam sekuritisasi di atas, dapat dilihat

bahwa proses sekuritisasi terorisme ini sampai pada pelaksanaan tindakan

memerangi terorisme sebagai ancaman keamanan nasional AS pada khususnya

dan keamanan internasional pada umumnya. Terorisme telah berskalasi dari

tindak kriminal menjadi ancaman nasional, sehingga terdapat tindakan khusus

untuk menanganinya. Sekuritisasi terhadap terorisme inilah yang menjadi bentuk

konstruksi sosial yang dilakukan AS terhadap masyarakat AS pada khususnya dan

masyarakat global pada umumnya.

Dalam prosesnya, AS sebagai aktor sekuritisasi telah berhasil meyakinkan

masyarakat AS akan terorisme sebagai ancaman yang membutuhkan tindakan

urgensi dan harus diprioritaskan melalui speech act. Masyarakat AS dan

masyarakat internasional sebagai audiens merespon tindakan tersebut dengan

mentolerir dan mendukung langkah-langkah yang diambil AS yang bersifat

melanggar aturan demi memberantas terorisme dan melindungi keamanan

masyarakat AS. Walaupun pada akhirnya juga menimbulkan respon negatif atas

tindakan AS yang dianggap berlebihan. Hasilnya, pembentukan undang-undang

anti terorisme yaitu Patriot Act yang disahkan dalam kurun waktu waktu kurang

lebih dua bulan setelah peristiwa 9/11 terjadi. Pembentukan undang-undang yang

terbilang cepat tersebut menunjukkan peningkatan urgensi terorisme sebagai

ancaman bagi AS.98

Sebagaimana dalam konstruktivisme bahwa keamanan dikonstruksikan,

tindakan AS dalam menghadapi terorisme pasca serangan al Qaeda 9/11 termasuk

mengalahkan al Qaeda sebagai jaringan teroris global menjelaskan apa yang

dalam konstruktivisme sebut sebagai sekuritisasi. Pemahaman tindakan AS

sebagai sekuritisasi terorisme ini merupakan hal yang penting dalam kajian ilmu

hubungan internasional seiring perkembangan studi keamanan yang mengalami

pendalaman dan perluasan makna keamanan. Tindakan AS menghadapi terorisme

dan al Qaeda dijelaskan sebagai proses sekuritisasi isu terorisme yang tadinya

98

“USA Patriot Act”, diakses pada tanggal 20 Mei 2013

http://epic.org/privacy/terrorism/hr3162.html.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

44

Universitas Indonesia

bukan menjadi prioritas dalam memahami keamanan nasional AS hingga pada

akhirnya dengan pernyataan dan tindakan AS yang disertai respon audiens

merupakan isu keamanan yang membutuhkan prioritas dan tindakan urgensi

dalam menghadapinya.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

45 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN

Isu terorisme merupakan isu yang membutuhkan prioritas dan urgensi

yang cepat untuk ditangani karena terorisme saat ini bukan hanya sebagai sebuah

tindak kriminal tetapi meningkat menjadi ancaman nasional bahkan ancaman

global. Kekuatan jaringan global yang dimiliki al Qaeda membuat AS bertindak

dengan cepat secara agresif dan konfrontatif terhadap terorisme dan mengalahkan

al Qaeda. Pemikiran dalam hubungan internasional kemudian juga mengkaji

tindak terorisme ini termasuk respon suatu negara dalam menghadapi isu tersebut.

Ketiga paradigma telah menjelaskan tindakan AS dalam menghadapi terorisme

dan al Qaeda berdasarkan masing-masing pendekatan.

Paradigma realisme melihat tindakan AS dalam menghadapi terorisme

sebagai bentuk perang asimetris karena adanya ketidakseimbangan kekuatan yang

dimilliki antara AS dan al Qaeda. Selain itu, perbedaan strategi serangan antara

keduanya juga mewarnai interaksi strategis perang yang terjadi. Sebagaimana

dalam teori perang asimetris mengenai hasil interaksi strategis, AS mampu

mengalahkan al Qaeda dalam kurun waktu satu dekade yang ditandai dengan

kematian Osama melalui Operasi Geronimo oleh pasukan AS. Analisis interaksi

strategis dalam perang asimetris telah membuktikan penggunaan strategi yang

sama antara AS dan al Qaeda menghasilkan kemenangan bagi AS sebagai aktor

kuat. Penjelasan realisme mengenai perang asimetris suatu negara memerangi

sebuah ancaman yang berasal dari aktor yang lemah masih relevan dalam kajian

hubungan internasional. Namun, selalu terdapat kemungkinan akan terjadi

perubahan dalam hal teori, konsep, ataupun analisis seiring berjalannya waktu dan

perkembangan yang terjadi dalam ilmu hubungan intenasional.

Paradigma liberalis melihat tindakan AS dalam menghadapi terorisme al

Qaeda adalah sebagai sebuah bentuk pelanggaran terhadap rezim internasional.

Hal ini tentu saja menjadi tantangan bagi AS karena tindakan tersebut tidak hanya

menimbulkan dukungan tetapi juga protes keras dari masyarakat AS yang merasa

hak-hak mereka diabaikan demi pelaksanaan Patriot Act. Selain itu, AS juga

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

46

Universitas Indonesia

membentuk Patriot Act dan membedakannya dengan Konvensi Jenewa dan

konvensi terorisme lainya dengan tujuan agar tindakan AS tidak terbatas pada

hukum tersebut baik dari penyelidikan, penindakan, hingga penghukuman

terhadap tindak teroris, demi tercapainya tujuan AS untuk mengalahkan al Qaeda

dan terorisme. Tindakan AS dengan menginternasionalisasikan Patriot Act

berlaku pada sekutu-sekutunya yang dilakukan melalui PBB, pembentukan

program nasional dan kerjasama multilateral lainnya. Pemahaman dalam langkah

internasionalisasi Patriot Act tersebut memberikan kelonggaran bagi AS dalam

melawaan terorisme dengan dasar Patriot Act.

Paradigma konstruktivisme melihat tindakan AS dalam menghadapi

terorisme al Qaeda pasca serangan 9/11 sebagai bentuk sekuritisasi yang

meningkatkan prioritas dan urgensi terhadap terorisme. Dampak dari serangan

teror 9/11 telah menyadarkan AS bahwa aktor non negara seperti al Qaeda dan

tindakan terorisme yang dilakukan terhadap AS merupakan ancaman serius bagi

keamanan nasional AS sehingga membutuhkan tindakan cepat untuk

menanganinya. Tindakan yang dilakukan AS dengan mensekuritisasi terorisme

diiringi dengan pembenaran pelanggaran hukum dan prinsip yang berlaku yang

tidak hanya memunculkan dukungan tetapi juga protes dari masyarakat AS dan

masyarakat internasional pada umumnya sebagai audiens. Berdasarkan paradigma

konstruktivisme, tindakan AS tersebut telah menjelaskan bahwa keamanan adalah

suatu hal yang dikonstruksikan dan melalui proses sekuritisasi untuk menciptakan

keamanan yang diinginkan. Selain itu, dibentuknya undang-undang anti teror –

Patriot Act dengan segera menjadi hasil dari sekuritisasi yang dikonstruksikan AS

terhadap terorisme.

Dengan melihat ketiga paradigma dalam menjelaskan tindakan AS

menghadapi terorisme al Qaeda dapat disimpulkan bahwa ketiga paradigma

dengan masing-masing perspektif melihat tindakan AS tersebut merupakan proses

perang, pembentukan rezim, dan sekuritisasi. Dalam masing-masing perspektif,

paradigma menjelaskan interaksi antara AS dan al Qaeda sebagai kelompok

teroris yang ingin dikalahkan AS. Dari masing-masing penjelasan penulis

menemukan keterkaitan diantara ketiganya yaitu tindakan AS sebagai sebuah

respon terhadap al Qaeda dan terorismenya yang mengancam AS merupakan

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

47

Universitas Indonesia

interaksi antar aktor dalam hubungan internasional yaitu dengan melakukan

perang, membentuk rezim dan melakukan sekuritisasi. Hingga pada akhirnya,

melalui proses yang dijelaskan melalui masing-masing paradigma menunjukkan

keberhasilan AS mengurangi kapablitas dan jaringan al Qaeda sebagai kelompok

teroris global ditandai dengan kematian Osama sebagai pemimpin sekaligus

pendiri al Qaeda, walaupun pada akhirnya al Qaeda masih tetap eksis dan

beraktivitas hingga saat ini.

Penjelasan fenomena ini melalui tiga paradigma dalam ilmu hubungan

internasional menghasilkan analisa yang dapat berguna baik bagi penulis maupun

pembaca yang nantinya dapat digunakan sebagai referensi atau kajian ulang

terhaap analisis yang didalamnya masih banyak terdapat kekurangan sehingga

memungkinkan untuk dikembangkan dan diperbaiki lebih lanjut. Dari pemahaman

dan analisa penulis dalam tugas karya akhir ini telah menunjukkan bahwa

paradigma dalam hubungan internasional dapat menjelaskan satu isu melalui

perspektif masing-masing paradigma.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

48 Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

“Al Qaeda Around The World”. 5 Mei 2011. BBC.

http://www.bbc.co.uk/news/world-13296443.

Anagnostakis, Dimitros. “Regime Theory and Global Counter-Terrorism: Some

Starting Points”, 19 Oktober 2012, http://www.e-ir.nfo/2012/10/19/regime-

theory-and-global-counter-terrorism-some-starting-points/.

Bantekas, Ilias dan Susan Nash. International Criminal Law. London: Cavendish

Publishing, 2003.

Biersteker, Thomas J., Peter J. Spiro, Chandra Leha Sriram, dan Veronica Raffo

(ed), International Law and International Relations: Bridging Theory and

International Practice. New York: Routledge, 2007.

Braniff, B. dan Moghadam, A. “Towards Global Jihadism: Al-Qaeda's Strategic,

Ideological and Structural Adaptations since 9/11. Perspectives on

Terrorism, North America.”

http://www.terrorismanalysts.com/pt/index.php/pot/article/view/braniff-

towards-global-jihadism.

Burkeman, Olive. “Obama Administration says Goodbye to “War on Terror”. The

Guardian. 25 Maret 2009.

http://www.guardian.co.uk/world/2009/mar/25/obama-war-terror-overseas-

contingency-operations.

Buzan, Barry dan Lene Hansen, The Evolution of International Security Studies.

New York: Cambrigde Univeristy Press, 2009.

Buzan, Barry., Ole Waever, dan Jaap de Wilde, Security: A New Framework for

Analysis. London: Lynne Rienner, 1998.

Chaloka Beyani, “International Law and the “War on Terror”, dalam Joanna

Macrae and Adele Harmer (eds). “Humanitarian Action and the ‘Global

War on Terror’: A Review of Trends and Issues”, HPG Report 14. London:

ODI, 2003. http://www.odi.org.uk/sites/odi.org.uk/files/odi-

assets/publications-opinion-files/353.pdf.

Collin S. Gray. Another Bloody Century: Future Warfare. London:

Weidenfeld&Nicolson, 2005.

_____”CSI in Brief”. 6 Mei 2013.

http://www.cbp.gov/xp/cgov/trade/cargo_security/csi/csi_in_brief.xml.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

49

Universitas Indonesia

Djelantik, Sukawarsini. Terorisme: Tinjauan Psiko Politis, Peran Media,

Kemiskinan, dan Keamanan Nasional. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia, 2010.

Duffy, Helen. The ‘War on Terror’ and the Framework of International Law.

New York: Cambridge University Press, 2005.

Emmers, Ralf. Securitization, dalam Alan collins, Contemporary Security Studies.

New York: Oxford University Press, 2007.

Eriksson, Johan, dan Mark Rhinard. The Internal-External Security Nexus: Notes

on an Emerging Research Agenda. Cooperation and Conflict 44. No.3.

September 2009.

Evangelista, Matthew. A “War on Terror” by Any Other Name, What did Obama

Change?. New York: Mario Einaudi Center for International Studies of

Cornell University, 2012.

Fiala, Andrew. “Terrorism aand the Philosophy of History: Liberalism, Realism,

and the Supreme Emergency Exemption”.

http://commons.pacificu.edu/eip/vol3/iss3/2

Ford, Peter. “Europe cringes at Bush “crusade” against terrrorists”. 15 Maret

2013. http://www.csmonitor.com/2001/0919/p12s2-woeu.html.

_____”FTAF Public Statement 22 February 2013”. 6 Mei 2013. http://www.fatf-

gafi.org/topics/high-riskandnon-

cooperativejurisdictions/documents/fatfpublicstatement22february2013.html

Ganor, Boaz. “The U.S. Counter Terrorism Policy – The Calm before the Storm”.

15 Mei 2013. http://rslissak.com/content/us-counter-terrorism-policy-boaz-

ganor.

_____”Global Fire Power: Strength in Number”, 20 Mei 2013.

http://www.globalfirepower.com.

Griffiths, Martin., Terry O’Callaghan, dan Steven C. Roach. International

Relations: The Key Concepts Second Edition. New York: Routledge, 2008.

Haryomataram, KGP. Pengantar Hukum Humaniter. Jakarta: Rajagrafindo

Persada, 2005.

_____”History of the FTAF”. 20 Mei 2013. http://www.fatf-

gafi.org/pages/aboutus/historyofthefatf/.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

50

Universitas Indonesia

_____”How 9/11 Changed Investing”. 8 September 2011.

http://money.msn.com/stock-broker-guided/how-9-11-changed-investing-

marketwatch.aspx.

____ “Global Fire Power”, _http://www.globalfirepower.com/countries-

listing.asp.

_____ “Counter-Terrorism Committee”, http://www.un.org/en/sc/ctc/.

_____ http://www.un.org/terrorism/instruments.shtml.

_____ http://www.unitedstatesaction.com/al-qaeda-cells.htm.

_____”ICJ Kecam Taktik Anti-Teror”. 17 Februari 2009.

http://www.republika.co.id/berita/breaking-

news/internasional/09/02/17/31933-icj-kecam-taktik-anti-teror.

Kenney, Michael. Drug Traffickers,Terrorist Networks, and Ill-Fated Government

Strategies, 70, dalam Elke Krahmann, New Threats and New Actors in

International Security. New York: Macmillan, 2005.

Keohane, Robert O. The Demand for International Regimes, Vol.36, No.2,

International Regimes. Spring, 1982.

Korman, Sharon. The Right of Conquest: The Acquisition of Territory by Force in

International Law and Practice. Oxford: Clarendon, 1996.

Lewis, Jeremy. “International Terrorism and Response: Notes”, diakses pada

tanggal 30 Juni 2013.

http://fs.huntingdon.edu/jlewis/Outlines/TerrorismNotes.htm#examples.

Lind, Wiiliam S. “Understanding Fourth Generation of War”.

http://www.antiwar.com/lind/index.php?articleid=1702.

Michael Breen and Joshua A. Geltzer, “Asymmetric Strategies as Strategies of

the Strong”, 44, diakses pada tanggal 29 November 2012,

http://www.carlisle.army.mil/USAWC/parameters/Articles/2011spring/Bree

n-Geltzer.pdf.

“Military Balance: The US and Other Key Countries”, diakses pada tanggal 30

Juni 2013, http://www.bbc.co.uk/news/world-us-canada-16428133.

Mingst, Karen A. Essential of International Relations. New york: W.W Norton

Company, 2003.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

51

Universitas Indonesia

_____”National Strategy For Combating Terrorism”. Februari 2003.

http://www.whitehouse.gov/sites/default/files/rss_viewer/national_security_

strategy.pdf.

_____”Navy Maritime Domain Awareness”. 6 Mei 2013.

http://www.navy.mil/navydata/cno/Navy_Maritime_Domain_Awareness_C

oncept_FINAL_2007.pdf.

_____Nick Turse. “Kill everything that moves: the American way of war from

Vietnam to Iraq to Afghanistan”. http://www.stopwar.org.uk/index.php/kill-

everything-that-moves-the-american-way-of-war-from-vietnam-to-iraq-to-

afghanistan.

Nutter, John Jacob. Unpacking Threat: AConceptual and Formal Analysis,”

dalam Norman A. Graham, ed., Seeking Security and Development: The

Impact of Military Spending and Arms Transfers. Colo: LynneRienner,

1994.

_____”Operation Active Endeavour”. diakses pada tanngal 2 Maret 2013.

http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_7932.htm.

_____”Osama Bin Laden Operation Ended with Coded Message ‘Geronimo-E

KIA’”. 2 Mei 2011. http://abcnews.go.com/Politics/osama-bin-laden-

operation-code-geronimo/story?id=13507836.

Parthiana, Wayan. Hukum Pidana Internasional. Bandung: Yrama Widya, 2006.

Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan Mohamad Yani. Pengantar Ilmu

Hubungan Internasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.

_____”President Obama's interview with Al-Arabiya Arab TV Network”. 27

Januari 2009. http://www.alarabiya.net/articles/2009/01/27/65087.html.

_____”Pivoting From a War Footing, Obama Acts to Curtail Drones”. 23 Mei

2013. http://www.nytimes.com/2013/05/24/us/politics/pivoting-from-a-

war-footing-obama-acts-to-curtail-drones.html?pagewanted=all&_r=0.

_____”Proliferation Security Initiative”. http://www.state.gov/t/isn/c10390.htm.

Randall, Kenneth C. Universal jurisdiction under international law. Texas Law

Review, No. 66. 1988.

Robinson, Mary. Foreword: The Princeton Principles on Universal Jurisdiction.

Princeton University Press, Princeton, 2001.

Salmon, Trevor C. dan Mark E. Imber (ed), Issues in International Relations: 2nd

Edition, New York: Routledge, 2008.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

52

Universitas Indonesia

Sally Buzbee. “Bush’s Use of Word ‘Crusade’ A Red Fla”. 15 Mei 2013.

http://www.seattlepi.com/news/article/Bush-s-use-of-word-crusade-a-red-

flag-1066045.php.

S., Adjie. Terorisme. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2005.

Schepelle, Kim. “The Global Patriot Act”. 15 Mei 2013.

http://prospect.org/article/global-patriot-act.

Sobek, David. The Causes of War. UK: Polity Press, 2009.

_____”State Sponsors of Terrorism.” 6 Mei 2013.

http://www.state.gov/j/ct/list/c14151.htm.

_____”Surveillance Under the US PATRIOT Act”. 10 Desember 2010.

http://www.aclu.org/national-security/surveillance-under-usa-patriot-act.

The 9/11 Commission Report: Final Report of the National Commission on

Terrorist Attacks Upon the United States. USA: W.W. Norton & Company,

Inc.

_____”Ten Years After 9/11 U.S. Muslims still Battling Stereotypes”, 9

September 2011.

http://www.northjersey.com/news/state/090911_Ten_years_after_911_US_

Muslims_still_battling_stereotypes.html.

_____”Text: President Bush Addresses the Nation”. 30 Juni 2013.

http://www.washingtonpost.com/wp-

srv/nation/specials/attacked/transcripts/bushaddress_092001.html.

_____”Text of George Bush's speech”. 21 September 2001.

http://www.guardian.co.uk/world/2001/sep/21/september11.usa13.

_____”Text of Bush's address”. 19 November 2012. http://articles.cnn.com/2001-

09-11/us/bush.speech.text_1_attacks-deadly-terrorist-acts-despicable-

acts?_s=PM:US.

_____”The 9/11 Terrorist Attacks”, diakses pada tanggal 19 November 2012,

http://www.bbc.co.uk/history/events/the_september_11th_terrorist_attacks.

Toft, Ivan Arreguin. How the Weak Win Wars: A Theory of Asymmetric Conflict.

UK: Cambridge University Press, 2005.

_____”USA PATRIOT ACT 2001”. http://www.gpo.gov/fdsys/pkg/PLAW-

107publ56/pdf/PLAW-107publ56.pdf.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA PARADIGMA REALISME, …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350951-TA-Ladia Fitrah.pdf · UNIVERSITAS INDONESIA . PARADIGMA REALISME, ... Indonesia yang tidak dapat

53

Universitas Indonesia

_____ “USA Patriot Ac”t. 20 Mei

2013.http://epic.org/privacy/terrorism/hr3162.html.

Viotti, Paul R. and Mark Kauppi, International Relations Theory, Fourth Edition.

London: Person Education Inc., 2010.

Weaver, Ole. Securitization and Desucuritization. New York: Columbia

University Press, 1995.

Wilson, Scott dan Al Kamen. “Global War on Terror is Given New Name”. 25

Maret 2009. http://articles.washingtonpost.com/2009-03-

25/politics/36918330_1_congressional-testimony-obama-administration-

memo.

Paradigma realisme ..., Ladia Fitrah, FISIP UI, 2013