25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekotoksikologi merupakan sebuah cabang ilmu dari toksikologi, yaitu bidang ilmu yang mempelajari mengenai racun yang ada di lingkungan (Idris, 2013). Rudolph (1991) dalam Suryani et al. (2014) menyatakan bahwa ekotoksikologi merupakan ilmu yang mempelajari efek dari senyawa-senyawa kimia terhadap populasi dan ekosistemnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Lebih lanjut dijelaskan bahwa penelitian mengenai ekotoksikologi menitikberatkan pada perubahan struktur dan fungsi ekosistem oleh senyawa kimia lingkungan, yang mengakibatkan efek yang berbahaya bagi organisme. Zat toksik dapat terdedah di lingkungan perairan, darat, maupun udara. Ilmu yang mempelajari mengenai zat toksik yang ada di lingkungan perairan disebut ekotoksikologi perairan. Berbagai jenis racun tersebut berbeda-beda sesuai dengan jenis dan senyawa-senyawa kimia pembentuknya. Salah satu zat toksik adalah tembakau rokok. Tembakau yang dikandung dalam rokok diyakini berdampak negatif terhadap kesehatan perokok disamping itu sisa rokok yang dibuang akan terbawa ke perairan yang dapat berdampak pencemaran. Wigand (2006) menyatakan bahwa daun tembakau mengandung lebih dari 3000 bahan kimia organik dan anorganik seperti asam-asam organik, alkohol, aldehida, keton, quinon, basa dan alkaloid, alken dan alkyen, asam amino, karbohidrat, esterester, senyawa N-heterosiklik, fenol, sterol, terpen beroksigen, isoprene dan senyawa-lainnya. Selanjutnya Micevska et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan utama yang beracun pada tembakau adalah nikotin dan etilfenol. Nikotin pada daun tembakau kadarnya bervariasi dari 0,2 % sampai 5,0 % dari berat kering tembakau. Bagian tembakau setelah dikurangi kandungan air dan nikotin adalah TAR (Total Aerosol Residu) yang mengandung karbon aromatis polisiklik, 1

Uji Toksisitas Rokok Terhadap Mortalitas Ikan Gatul Kelompok 5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ekotoksikologi

Citation preview

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangEkotoksikologi merupakan sebuah cabang ilmu dari toksikologi, yaitu bidang ilmu yang mempelajari mengenai racun yang ada di lingkungan (Idris, 2013). Rudolph (1991) dalam Suryani et al. (2014) menyatakan bahwa ekotoksikologi merupakan ilmu yang mempelajari efek dari senyawa-senyawa kimia terhadap populasi dan ekosistemnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Lebih lanjut dijelaskan bahwa penelitian mengenai ekotoksikologi menitikberatkan pada perubahan struktur dan fungsi ekosistem oleh senyawa kimia lingkungan, yang mengakibatkan efek yang berbahaya bagi organisme. Zat toksik dapat terdedah di lingkungan perairan, darat, maupun udara. Ilmu yang mempelajari mengenai zat toksik yang ada di lingkungan perairan disebut ekotoksikologi perairan. Berbagai jenis racun tersebut berbeda-beda sesuai dengan jenis dan senyawa-senyawa kimia pembentuknya.Salah satu zat toksik adalah tembakau rokok. Tembakau yang dikandung dalam rokok diyakini berdampak negatif terhadap kesehatan perokok disamping itu sisa rokok yang dibuang akan terbawa ke perairan yang dapat berdampak pencemaran. Wigand (2006) menyatakan bahwa daun tembakau mengandung lebih dari 3000 bahan kimia organik dan anorganik seperti asam-asam organik, alkohol, aldehida, keton, quinon, basa dan alkaloid, alken dan alkyen, asam amino, karbohidrat, esterester, senyawa N-heterosiklik, fenol, sterol, terpen beroksigen, isoprene dan senyawa-lainnya. Selanjutnya Micevska et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan utama yang beracun pada tembakau adalah nikotin dan etilfenol. Nikotin pada daun tembakau kadarnya bervariasi dari 0,2 % sampai 5,0 % dari berat kering tembakau. Bagian tembakau setelah dikurangi kandungan air dan nikotin adalah TAR (Total Aerosol Residu) yang mengandung karbon aromatis polisiklik, dalam bentuk padat berwarna coklat yang jumlahnya meningkat pada rokok yang sudah dihisap sampai pendek (Relicardo, 1988).Tembakau rokok merupakan sampah domestik yang penyebarannya sangat luas melalui buangan sisa rokok. Sisa rokok ataupun abu tembakau sangat mudah terbawa ke perairan sehingga sangat potensial meracuni organisme air. Seckar et al. (2008) menyatakan nikotin yang dibuang ke lingkungan selanjutnya akan berada terutama di perairan (93 %), berikutnya berada di tanah (4%), di udara (3%) dan di sediment (0,4%). USEPA (2010) memperkirakan 65 % sungai di Amerika tercemar oleh puntung rokok. Meningkatnya jumlah perokok di Indonesia dikhawatirkan dapat menjadi sumber polutan yang dapat mengganggu kualitas hidup di perairan. Untuk mengetahui tingkat toksisitas tembakau rokok terhadap ikan telah dilakukan uji biologi pada medium statis terhadap ikan Gatul (Poecilla sp.). Untuk mengetahui tingkat toksisitas tembakau rokok terhadap ikan maka dilakukan uji biologi pada medium statis terhadap ikan Gatul. Ikan merupakan organisme perairan yang sangat sensitif terhadap pencemaran pestisida. Tercemarnya ikan oleh pestisida terutama disebabkan oleh masuknya bahan aktif pestisida ke dalam media pemeliharaan (air) yang diserap oleh tubuh, insang dan terbawa bersama makanan. Tekanan lingkungan pada media hidup ikan dapat mengakibatkan kemampuan ikan menjadi resisten terhadap tekanan tersebut melalui adaptasi fisiologis dan ketidaksanggupan menyesuaikan diri dan berakibat pada kematian. Masuknya pestisida dalam insang melalui kontak langsung, karena letaknya yang ada di luar.Secara umum bahan pencemar baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi proses fisiologi dalam tubuh dan pertumbuhan biota air. Ikan yang terkena kepekatan subletal dari jenis pestisida memperlihatkan perubahan dalam aksi fisiologis, pertumbuhan, kegagalan dalam perkembangbiakan dan pengaruh lainnya bahkan kematian.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah pemberian ekstrak tembakau rokok berpengaruh terhadap ikan gatul?

C. TujuanTujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian konsentrasi tembakau rokok terhadap kematian (mortalitas) ikan gatul (Poecilia sp.) dalam skala laboratorium.

D. ManfaatManfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh perbedaan konsentrasi ekstrak tembakau rokok terhadap kematian (mortalitas) ikan gatul (Poecilia sp.) dalam skala laboratorium2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat mengasah keterampilan mahasiswa dalam penelitian bidang ekotoksikologi khususnya masalah pencemaran air3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat memberikan acuan tentang buangan/ limbah ekstrak tembakau rokok yang masih dapat ditolerir oleh organisme perairan, khususnya ikan gatul

E. BatasanAdapun batasan penelitian adalah sebagai berikut:1. Pengamatan mortalitas ikan gatul(Poecilia sp.) dilakukan sampai 6 hari dan diamati setiap 24 jam sekali2. Ikan gatul yang dipakai untuk uji adalah ikan fase juvenil3. Sebelum melakukan uji yang sesungguhnya, dilakukan uji pendahuluan terlebih dahulu untuk menentukan konsentrasi ekstrak tembakau rokok yang dipakai dalam uji sesungguhnya

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

A. Ikan Gatul (Poecilia sp.)Sistematika ikan Gatul (Poecilia sp.) menurut Axelrod dan Schultz (1993) adalah sebagai berikut :Filum: ChordataSubfilum: CraniataSuperkelas: GnatastomataKelas: OsteichthyesSubkelas: ActinopterygiiSuperordo: TeleosteiOrdo: CyprinodontoideiSubordo: PoecilioideaFamili: PoecilidaeGenus: PoeciliaSpesies:Poecilia sp.Ikan Gatul memiliki habitat asli di perairan dangkal, sungai, parit dan danau. Ikan Gatul berasal dari daerah utara Amazon yaitu Trinidad, Barbados, Venezzuela, Gunaya, dan Brazil. Ikan Gatul juga dapat hidup di perairan payau (Nelson, 1984 dalam Ukhroy, 2008). Ikan Gatul termasuk famili Poecilidae yang mudah berkembangbiak. Ikan Gatul merupakan jenis ikan yang bersifat ovovivipar yaitu telur yang dibuahi sperma secara internal, embrio disimpan, dan terus berkembangbiak hingga terbentuk anak. Embrio mendapatkan makanan dari kuning telur tanpa adanya pemindahan makanan dari induk menuju embrio (Jollie, 1964 dalam Ukhroy, 2008).Ikan Gatul mampu menyimpan sperma dalam jangka waktu yang lama di dalam oviduk. Kemampuan ikan Gatul dalam melahirkan termasuk tinggi namun bervariasi tergantung pada umur dan strain ikan. Pada umumnya induk betina mampu menghasilkan anak sebanyak 30-80 ekor namun ada juga yang sampai ratusan ekor dalam 1 kali perkawinan (Fernando dan Phang, 1985 dalam Ukhroy, 2008). Calon induk yang baik biasanya minimal telah berumur 4-6 bulan dengan perbandingan jantan dan betina 1: 2. Induk betina dipilih yang berukuran besar dan berwarna cemerlang. Sedangkan induk jantan yang digunakan memiliki ciri-ciri berwarna cerah dan ekornya mengembang lebar (Zairin, 2002). Ikan Gatul memiliki beberapa tahap dalam siklus hidupnya yaitu tahap larva, tahap juvenil, tahap dewasa, dan masa pertumbuhan maksimum. Setelah larva dilahirkan 3-4 minggu maka gonopodium (modifikasi sirip anal) pada ikan jantan telah berkembang. Kemampuan berkembangbiak ikan Gatul sudah sejak 3 minggu setelah ikan dilahirkan maka ikan Gatul termasuk ke dalam ikan yang cepat berkembangbiak. Sekali melakukan perkawinan dapat beranak sampai 3 kali dengan jarak kelahiran 1 bulan kemudian dapat dikawinkan lagi selama masih dalam kondisi produktif. Masa juvenil ikan berlangsung sampai ikan berumur 2 bulan ditandai dengan sirip ekor mulai melebar dan warna tubuh terlihat jelas. Saat ikan berumur 3-4 bulan merupakan masa paling aktif dan penampakan warna paling indah. Masa pertumbuhan maksimum dicapai pada saat ikan berumur lebih dari 6 bulan. Setelah melewati masa pertumbuhan maksium maka terjadi penurunan penampilan, sirip mulai robek, dan gerakan melambat (Iwasaki, 1989 dalam Ukhroy, 2008).B. Rokok 1. Pengertian RokokRokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Menurut Trim (2006) pengertian rokok adalah silinder dari kertas yang berukuran panjang sekitar 120 milimeter dengan diameter 10 milimeter yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Selain itu, ada juga yang menyebutkan bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bahan lainnya yang dihasilkan dari tanamam Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Hans Tendra, 2003).

2. Bahan Baku Pembuatan RokokRokok terbuat dari tembakau yang diperoleh dari tanaman Nicotiana tabacum L. Tembakau dipergunakan sebagai bahan untuk sigaret, cerutu, tembakau untuk pipa serta pemakaian oral. Di Indonesia, tembakau ditambah cengkeh dan bahan-bahan lain dicampur untuk dibuat rokok kretek. Selain kretek, tembakau juga dapat digunakan sebagai rokok linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa, dan tembakau tanpa asap (chewing tobacco atau tembako kunyah). Tembakau merupakan penyebab eksogen kanker yang paling sering terjadi, terutamanya kanker paru yaitu kira-kira 90% daripada kanker paru disebabkan oleh konsumsi tembakau. Tembakau mengandung antara 2000-4000 bahan kimia. Daun tembakau yang telah dipanen kemudian dikeringkan dan diolah menjadi rokok dengan tambahan bahan-bahan tertentu seperti cengkeh. Biasanya rokok dibuat dalam bentuk batangan dengan kertas pelapis. Rokok digunakan dengan cara dibakar dan dihisap asapnya. Orang menikmati rokok untuk menghangatkan badan dan untuk menikmati rasa tembakau yang khas. Di balik nikmatnya rokok tersebut ternyata tersimpan bahaya yang tidak disadari oleh para perokok. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun di lain pihak dapat menimbulkan dampak buruk baik bagi si perokok itu sendiri maupun orang-orang disekitarnya. Pada awalnya kebanyakan orang menghisap tembakau dengan menggunakan pipa. Masyarakat Timur (Estern societies) menggunakn air untuk mengurangi asap tembakau sebelum diinhalasi. Tembakau yang dikunyah (chewing tobacco) merupakan salah satu cara konsumsi yang jarang dilakukan.

3. Bahan-Bahan Kimia dalam Rokok1. TarTar adalah zat berwarna coklat berisi berbagai jenis hidrokarbon aromatik polisiklik, amin aromatik dan N-nitrosamine. Tar yang dihasilkan asap rokok akan menimbulkan iritasi pada saluran napas, menyebabkan bronchitis, kanker nasofaring dan kanker paru. Tar mempunyai bahan kimia yang beracun yang bisa menyebabkan kerusakan pada sel paru-paru dan menyebabkan kanker (Sitepoe, 2000).2. NikotinNikotin adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan senyawa amin tersier, bersifat basa lemah dengan pH 8,0. Pada pH fisiologis, sebanyak 31% nikotin berbentuk bukan ion dan dapat melalui membran sel. Asap rokok pada umumnya bersifat asam (pH 5,5). Pada pH ini nikotin berada dalam bentuk ion dan tidak dapat melewati membran secara cepat sehingga di mukosa pipih hanya terjadi sedikit absorpsi nikotin dari asap rokok. Pada perokok yang menggunakan pipa, cerutu dan berbagai macam sigaret Eropa, asap rokok bersifat basa dengan pH 8,5 dan nikotin pada umumnya tidak dalam bentuk ion dan dapat diabsorpsi dengan baik melalui mulut. Nikotin bersifat adiktif sehingga bisa menyebabkan seseorang menghisap rokok secara terus-menerus. Sebagai contoh, seseorang yang menghisap rokok sebanyak sepuluh kali isapan dan menghabiskan 20 batang rokok sehari, berarti jumlah isapan rokok per tahun mencapai 70.000 kali. Nikotin bersifat toksis terhadap jaringan saraf juga menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian oksigen bertambah, aliran darah pada pembuluh darah koroner bertambah dan vasokontriksi pembuluh darah perifer. Nikotin meningkatkan kadar gula darah, kadar asam lemak bebas, kolestrol LDL dan meningkatkan agresi sel pembekuan darah 3. Karbon MonoksidaRokok juga mengandung gas karbon monoksida (CO) yang bisa membuat berkurangnya kemampuan darah untuk membawa oksigen. Gas ini bersifat toksis yang bertentangan dengan gas oksigen dalam transport hemoglobin. Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun yang mempunyai afinitas kuat terhadap hemoglobin pada sel darah merah, ikatan CO dengan haemoglobin akan membuat haemoglobin tidak bisa melepaskan ikatan CO dan sebagai akibatnya fungsi haemoglobin sebagai pengangkut oksigen berkurang, sehingga membentuk karboksi hemoglobin mencapai tingkat tertentu akan dapat menyebabkan kematian4. Timah HitamTimah hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 mg. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa dibayangkan, bila seorang perokok berat menghisap rata-rata 2 bungkus rokok per hari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh

C. Interaksi Toksik Toksisitas didefinisikan sebagai segala hal yang memiliki efek berbahaya dari zat kimia atau obat pada organisme target. Uji toksisitas terdiri atas uji toksisitas akut (Amiria, 2008). 1. Uji Toksisitas AkutBertujuan untuk menetapkan potensi toksisitas akut (LD50), menilai gejala klinis, spektrum efek toksik, dan mekanisme kematian. Untuk uji toksisitas akut perlu dilakukan pada sekurang-kurangnya satu spesies hewan coba, biasanya spesies pengerat, yaitu mencit atau tikus, baik dewasa maupun muda, dan mencakup kedua jenis kelamin. Perlakuan berupa pemberian obat pada masing-masing hewan coba dengan dosis tunggal. Terkait dengan upaya mendapatkan dosis letal pada uji LD50, pemberian obat dilakuakn dengan besar dosis bertingkat dengan kelipatan tetap (Amiria, 2008).Setelah mendapatkan perlakuan berupa pemberian obat dosis tunggal maka dilakuakn pengamatan secara intensif, cermat, dengan frekuensi dan selama jangka waktu tertentu yaitu 7-14 hari, bahkan dapat lebih lama antara lain dalam kaitannya dengan pemulihan gejala toksik (Amiria, 2008).Di samping terjadinya kematian hewan uji, dalam pengamatan perlu diperhatikan timbulnya gejala-gejala, terutama yang terkait dengan fungsi organ tubuh yang tergolong cukup vital antara lain: hati, ginjal dan hemopoetik. Setiap hewan uji yang mati perlu diautopsi, untuk pemeriksaan organ tubuh secara makroskopik maupun mikroskopik, untuk mengungkapkan kerusakan struktur organ yang dapat menjelaskan gejala gangguan fungsinya. Hewan uji yang bertahan hidup sampai batas akhir masa pengamatan, perlu diautopsi. Hewan coba yang menunjukkan gejala efek toksik namun tidak mati, bermanfaat untuk diamati terjadi atau tidaknya efek pemulihan (Amiria, 2008).2. Uji Toksisitas SubkronikUji toksisitas subkronik terdiri atas:a. Pemberian zat kimia uji secara berganda (dosis harian) b. Durasi 3 bulan untuk Dua spesies uji (biasa tikus dan anjing)c. Evaluasi: 1) Seluruh hewan ditimbang seminggu sekali2) Pemeriksaan badan lengkap seminggu sekali3) Uji kimia darah, analisis air kencing, uji hematologi, dan uji fungsi dikerjakan atas seluruh hewan yang sakit4) Seluruh hewan dapat mengalami bedah mayat lengkap yang menyangkut histologi seluruh organ (Wirasuta, 2011).3. Uji toksisitas kronisUji toksisitas kronis adalah dimana zat uji diberikan selama sebagian besar masa hidup hewan uji, yang memiliki kriteria:a. Durasi 2 - 7 th bergantung pada spesiesb. Spesies dipilih dari hasil uji subkronis sebelumnya, studi farmakodinamik atas beberapa spesies hewan, mungkin dapat juga pada manusia dengan dosis tunggal yangmemungkinkan sebagai uji coba, jika tidak digunakan dua spesies hewan yang telah ditentukan tadi.c. Minimum dua peringkat dosisd. Evaluasi:1) Seluruh hewan ditimbang seminggu sekali2) Pemeriksaan badan lengkap seminggu sekali3) Uji kimia darah, analisis air kencins, pemeriksaan hematologi dan uji fungsi atas seluruh hewan pada interval 3 sampai 6 bulan dan atas seluruh hewan yang sakit atau abnormal4) Seluruh hewan dapat mengalami bedah mayat lengkap yang menyangkut histologi dari seluruh organ(Wirasuta, 2011).4. Uji toksisitas khususUji toksisitas khusus terdiri atas:a. Uji potensi menentukan potensiasi zat uji bila dicampur dengan zat lainb. Uji teratogenik: uji toksisitas untuk menentukan efek atas janin (fetus) pada hewan buntingc. Uji reproduksi: menentukan efek atas kemampuan reproduksi hewan ujid. Uji mutagenice. Uji tumorgenisitas & karsinogenisitasf. Uji iritasi atau sensitivitas pada kulit & matag. Uji perilaku(Wirasuta, 2011).5. Asas Uji Biologi bagi ToksisitasAsas uji biologi bagi toksisitas terdiri atas:a. Zat kimia harus kontak dengan target sel/jaringan biologi untuk menimbulkan efekb. Terdapat kisaran daerah antara NOEL (No Observed Effect Level) dengan konsentrasi secara signifikan memberi efek atas segala sistem biologic. Sel-sel biologi dlm berbagai macam spesies memiliki fungsi serupa dan juga jalur metabolik yang serupa, pada umumnya dengan cara serupa akan dipengaruhi oleh zat kimiad. Perubahan kecil yg terjadi pada struktur suatu zat kimia mungkin sangat mempengaruhi aksi biologi yang ditimbulkan (Wirasuta, 2011).

BAB IIIMETODE PENELITIANA. Desain PenelitianPenelitian ini bersifat eksperimental untuk menguji toksisitas tembakau rokok terhadap mortalitas ikan gatul (Poecilia sp.) fase juvenil melalui perbedaan pemberian konsentrasi ekstrak tembakau rokok.B. Waktu dan TempatPenelitian dilakukan pada Bulan April 2015 di Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang. Uji pendahuluan dilakukan selama 3x24 jam sampai mendapat Lc50, sedangkan uji sesungguhnya dilakukan selama 6 hari.C. Variabel PenelitianVariabel yang digunakan pada penelitian ini adalah.1. Variabel bebas: konsentrasi tembakau rokok2. Variabel terikat: mortalitas ikan gatul (Poecilia sp.)3. Variabel kontrol: fase ikan gatul (juvenil), suhu air (suhu ruang 260C) dan volume air (2 Liter)D. Pembuatan ekstrak tembakau rokok danAklimatisasi ikan GatulAlur berpikir/ Kerangka Konseptual

Pembuatan konsentrasi masing-masing 3 ulangan Yakni konsentrasi 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, 125 ppm dan 150 ppm

Pengambilan Data Analisis data dengan menggunakan uji anava tunggal

Pembahasan

Kesimpulan

E. Alat dan Bahan

14

1. AlatAlat yang digunakan adalah:a. 15 buah toples plastikb. 2 buah saringan ikanc. 1 buah gelas ukur 1000 mld. 1 buah gelas ukur 100 mle. 1 buah pipet ukurf. Alat tulis g. Kertas label

2. BahanBahan yang digunakan adalah:a. 300 ekor ikan gatul (Poecilia sp.) fase dewasa grafitb. Tembakau rokokc. Air krand. Air kolam

F. Langkah KerjaPenelitian ini dilaksanakan pada beberapa tahap, yaitu. 1. Pembuatan Ekstrak Tembakau Rokok :

Sampel tembakau rokok dipisahkan dari kertas pembungkus dan filternya Sampel tembakau rokok ditimbang dengan ukuran 2 gram Tembakau rokok dihaluskan dengan menggunakan mortar dan pistil Tembakau rokok yang kurang lebih sudah halus dilarutkan dalam 2 liter air kran

2. Aklimatisasi Ikan GatulIkan gatul yang telah didapat diletakkan pada akuarium besar yang telah berisi airkolam dengan aerator selama 1 x 24 jam.

3. Uji toksisitas ekstrak tembakau rokok terhadap ikan gatul Memasukkan konsentrasi air kolam pada satu toples sebanyak 0ppm Larutan stok yang telah dibuat digunakan untuk membuat konsentrasi 50ppm, 100ppm, 150ppm dan 200ppm pada 4 toples. Setelah semua konsentrasi siap, ikan gatul dalam akuarium dipindahkan ke masing-masing toples dengan jumlah 10 ekor tiap toples Setiap toples yang telah berisi ikan diberi label agar mudah dalam pengambilan data Pengambilan data dilakukan selama 2x 24 jam atau sekitar pukul 12.30 WIB selama 2 hari Pengambilan data yang dilakukan menggunakan indikator jumlah ikan yang mati dan ikan yang masih tersisa Ikan yang mati pada masing-masing toples diambil dengan jaring dan dibuang agar tidak menimbulkan bau

4. Uji SesungguhnyaBerdasarkan hasil uji pendahuluan, selanjutnya dilakukan uji sesungguhnya. Tahap yang dilakukan dalam uji sesungguhnya adalah sebagai berikut:a. Memasukkan air sebanyak 2 liter pada masing-masing aquarium yang sudah dibersihkan sebelumnyab. Menentukan konsentrasi untuk uji sesungguhnya berdasarkan hasil Lc50 dari uji pendahuluan. Berdasarkan uji pendahuluan, konsentrasi ekstrak tembakau rokok yang menyebabkan 50% mortalitas ikan uji (Lc50) adalah pada konsentrasi 100 ppm. Dari konsentrasi tersebut diambil 2 rentang konsentrasi ke atas dan ke bawah, sehingga didapatkan hasil konsentrasi untuk uji sesungguhnya adalah 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, 125 ppm, 150 ppm, dan 0 ppm sebagai kontrol.c. Membuat larutan ekstrak tembakau rokok dengan konsentrasi yang telah ditentukan, dengan langkah-langkah sebagai berikut:1) Membuat larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm. Caranya dengan menimbang 2000mg tembakau rokok lalu dilarutkan dalam 2 liter air2) Membuat konsentrasi yang telah ditentukan dengan melakukan pengenceran dari larutan induk, menggunakan rumus:V1 . N1 = V2 . N2Keterangan:V1: volume yang dibutuhkan (volume encer)N1: konsentrasi Rhodamin B yang dibutuhkan (konsentrasi encer)V2: volume yang diambil untuk pengenceran (volume pekat)N2: konsentrasi larutan induk (konsentrasi pekat)

Misalnya untuk membuat konsentrasi 50 ppm:V1 . N1= V2 . N22000 . 50 = V2. 1000V2= 100 mlJadi untuk membuat konsentrasi 50 ppm dengan cara mengambil 100ml larutan induk lalu dilarutkan dalam air kolam sampai 2 liter3) Membuat pengenceran untuk masing-masing konsentrasi: Konsentrasi 50 ppm: Mengambil 100 ml larutan induk lalu dilarutkan dalam air kolam sampai 2 liter Konsentrasi 75 ppm: Mengambil 150 ml larutan induk lalu dilarutkan dalam air kolam sampai 2 liter Konsentrasi 100 ppm: Mengambil 200 ml larutan induk lalu dilarutkan dalam air kolam sampai 2 liter Konsentrasi 125 ppm: Mengambil 250 ml larutan induk lalu dilarutkan dalam air kolam sampai 2 liter Konsentrasi 150 ppm: Mengambil 300 ml larutan induk lalu dilarutkan dalam air kolam sampai 2 literd. Memasukkan larutan ekstrak tembakau rokok dengan konsentrasi yang telah ditentukan ke dalam masing-masing toplese. Memasukkan ikan uji ke dalam toples dengan kepadatan 10 ekor setiap toplesf. Melakukan pengamatan mortalitas ikan gatul pada hari pertama sampai hari ke-6g. Setiap perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan

BAB IVDATA DAN ANALISA DATAA. Data Tabel 4.1 Data Pengamatan Uji Pendahuluan Pengaruh Ekstrak Tembakau Rokok terhadap Mortalitas Ikan Gatul (Poecila sp)Konsentrasi (ppm)Jumlah Ikan Gatul yang Mati Hari Ke-Jumlah Ikan yang Tersisa (ekor)

12

0 0010

50019

100325

150550

200910

Data uji pendahuluan menunjukkan semakin tinggi konsentrasi larutan pada perlakuan, maka akan semakin banyak jumlah ikan yang mati. Sedangkan semakin rendah konsentrasi larutan yang diberikan maka akan semakin sedikit jumlah ikan yang mati. Karena sudah memperoleh Lc50 tepatnya pada konsentrasi 100 ppm. Jadi, pada uji toksisitas lethal kami menggunakan konsentrasi 0 ppm, 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, 125 ppm dan 150 ppm.

Tabel 4.2 Data Pengamatan Mortalitas Ikan Gatul pada Uji Toksisitas LethalUlangan Konsentrasi (ppm)Mortalitas Ikan Gatul (%) Hari Ke-Jumlah total (%)

123456

I00000000

5010001010030

7510010001030

100101002010050

1250000102030

1501010100201060

II00000000

500010001020

750000000

1002000001030

125100100101040

150102010010050

III00000000

50101010001040

750001001020

100000001010

12510010020030

15003020001060

Grafik tersebut menunjukkan hubungan antara konsentrasi ektrak tembakau rokok terhadap mortalitas ikan gatul (Poecilia sp) yang ditunjukkan dalam persen (%). Mortalitas ikan terbanyak berada pada konsentrasi 150 ppm. Hasil data yang diperoleh dari uji sesungguhnya ini kemudian dianalisis dengan analisis varian (ANAVA) tunggal dengan taraf signifikan 5%. Analisis tersebut berguna untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian ekstrak tembakau rokok terhadap mortalitas ikan gatul. Jika F hitung lebih besar dibandingkan dengan F table, maka dilanjutkan dengan uji lanjutan yaitu dengan menggunakan uji BNT untuk mengetahui konsentrasi yang paling berpengaruh terhadap mortalitas ikan gatul.

B. Analisis DataAnalisa data yang digunakan dalam percobaan ini adalah ANAVA tunggal dengan taraf signifikan 5% untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian ekstrak tembakau rokok terhadap mortalitas ikan gatul yang kemudian dilanjutkan dengan uji BNT, jika terdapat pengaruhnya terhadap mortalitas ikan gatul.Tabel 4.3 Ringkasan ANAVA Pengaruh Pemberian Ekstrak Tembakau Rokok Terhadap Mortalitas Ikan Gatul (Poecilia sp)SKdbJKKTFhitungF0,05

Perlakuan55383,331076,6713,363,11

Galat12966,6780,56

Total 176350373,52

Rujukan Fhitung (13,36) > F0,05 (3,11)Ho ditolak, H1 diterima.Jadi, pemberian ekstrak tembakau rokok berpengaruh terhadap mortalitas ikan gatul (Poecilia sp).Anava signifikan, sehingga dapat dilanjutkan pada Uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

Uji BNTNilai BNT= t0,05 x = 2,179 x = 2,179 x 8,02786813 = 17,492

Tabel 4.4 Notasi BNTKonsentrasi (ppm)Total Rerata Notasi BNT

755016,67a

509030b

10010033,33b

12510033,33c

15017056,67c

Jadi, dapat disimpulkan bahwa:a. Macam konsentrasi (ppm) ekstrak tembakau rokok berpengaruh terhadap mortalitas ikan gatul (Poecilia sp).b. Konsentrasi 150 ppm menunjukkan rerata mortalitas ikan gatul yang paling besar, tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 125 ppm.

BAB VPEMBAHASANHasil uji pendahuluan didapatkan nilai ambang atas 150 ppm dan ambang bawah 50 ppm. Selanjutnya konsentrasi perlakuan pada uji lanjut diperoleh dari hasil penelitian pendahuluan sejumlah lima deret konsentrasi yang nilainya terletak antara konsentrasi ambang atas dan ambang bawah. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut : A (50 ppm), B (75 ppm), C (100 ppm), D (125 ppm), E (150 ppm) dan 0 ppm sebgai kontrol. Persentase mortalitas ikan gatul tertinggi adalah pada perlakuan dengan konsentrasi 150 ppm, kemudian diikuti pada konsentrasi 125 ppm, perlakuan konsentrasi 100 ppm, perlakuan konsentrasi 50 ppm dan perlakuan konsentrasi 75 ppm. Dari hasil penelitian pada uji pendahuluan menunjukkan bahwa ikan gatul (Poecilia sp) mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap ekstrak daun tembakau rokok yang diberikan. Pernyataan ini diperkuat oleh Connell dan Miller (1995) bahwa semakin tinggi konsentrasi pestisida yang masuk ke dalam perairan secara langsung maka akan mempengaruhi proses-proses fisiologis pada ikan dan kondisi puncaknya dapat menyebabkan kematian. Proses kematian ini diduga karena hewan mengambil pestisida secara langsung melalui penelanan makanan, pengambilan air melalui membran insang dan penyerapan langsung dari sedimen.Pada uji toksisitas letal selama pengamatan secara visual terhadap ikan terlihat bahwa ikan uji mengalami perubahan tingkah laku. Pergerakan ikan pada setiap perlakuan tampak berbeda, hal ini diduga bahwa dengan perbedaan pemberian konsentrasi ekstrak daun tembakau rokok akan menimbulkan pengaruh terhadap perbedaan pergerakan ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Thomson (1971) bahwa pestisida dapat memberikan pengaruh pada pola tingkah laku, arah gerakan dan persepsi terhadap rangsangan. Pengamatan terhadap tingkah laku ikan di atas juga sesuai dengan pernyataan Sudarmo (1991) bahwa ikan yang terkena racun pestisida dapat diketahui dengan gerakan hiperaktif, menggelepar, lumpuh kemudian mati. Secara klinis hewan yang terkontaminsi racun memperlihatkan gejala stress, ditandai dengan gerakan yang kurang stabil dan cenderung berada di dasar. Hal ini merupakan salah satu cara memperkecil proses biokimia dalam tubuh yang teracuni sehingga efek letal yang terjadi lebih lambat. Sedangkan Alabaster dan Lloyd (1980) menjelaskan bahwa penurunan pertumbuhan dalam media yang terkontaminasi bahan pencemar disebabkan oleh 4 hal yaitu menurunnya nafsu makan, peningkatan aktivitas ikan untuk menghindari media yang terkontaminasi, peningkatan energi untuk mengeluarkan racun dalam tubuh dan beradaptasi terhadap air media yang terkontaminasi serta peningkatan pengeluaran energi untuk memperbaiki sel tubuh yang rusak.Adanya perubahan tingkah laku dan kematian pada ikan menunjukkan bahwa ekstrak daun tembakau rokok yang mengandung bahan aktif nikotin dapat menimbulkan pengaruh terhadap mortalitas ikan gatul. Munajat dan Budiana (2003) menyatakan bahwa nikotin yang terkandung di dalam daun tembakau bekerja secara racun kontak, perut dan pernafasan serta bersifat sistemik. Wattimena dan Soebito (1990) dalam Taurusman (1997) menyatakan bahwa nikotin yang terdapat dalam ekstrak daun tembakau di dalam tubuh organisme akan menstimulir ganglion pada sistem syaraf melalui depolarisasi membran pasca sinaps pada dosis yang lebih tinggi dan pengaruh yang berlangsung lebih lama dapat menghambat stimulus di ganglion karena depolarisasi yang berkepanjangan. Akhirnya sistem koordinasi rangsangan dari organ tubuh ke sistem syaraf pusat mengalami gangguan yang dapat menyebabkan hilangnya keseimbangan tubuh, mati rasa dan gerakan tubuh yang tidak terkontrol.Berdasarkan kriteria daya racun letal pestisida dari Komisi Pestisida Departemen Pertanian (1983) ekstrak daun tembakau merupakan pestisida yang tergolong berdaya racun sedang. Kematian pada ikan ini diduga adanya pengaruh dari pemberian ekstrak daun tembakau dengan konsentrasi yang melebihi dari kemampuan ikan untuk mentolerir zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Thomson (1971) menyatakan bahwa besar kecilnya toksisitas pestisida satu dengan yang lainnya berbeda-beda tergantung dari bahan aktif yang terkandung, ukuran dan kondisi ikan uji, kualitas media uji serta lamanya waktu terkontaminasi.

BAB VIPENUTUPA. KesimpulanKesimpulan dari laporan ini adalah sebagai berikut:1. Perbedaan konsentrasi ekstrak tembakau rokok memberikan pengaruh terhadap mortalitas ikan gatul (Poecilia sp). 2. Konsentrasi ekstrak tembakau rokok yang memiliki pengaruh paling tinggi terhadap mortalitas ikan gatul yaitu pada konsentrasi 150 ppmB. SaranSaran dari kami dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Hendaknya peneliti lebih memahami terlebih dahulu bagaimana cara mengekstrak dengan baik bahan yang akan digunakan untuk pengujian.2. Hendaknya peneliti lebih cermat dalam membuat konsentrasi larutan.

DAFTAR PUSTAKA

Adamu, K.M. 2009. Sublethal Effects of Tobacco (Nicotiana tobaccum) Leaf Dust on Enzymatic Activities of Hetero clarias. Jordan J. Biol.Sci. 2(4):151-158.

Amiria, F.D. 2008. Uji Toksisitas, (Online), dalam (lib.ui.ac.id/file?file=digital/126098-FAR.040-08-Uji%20toksisitas...pdf) diakses 11 April 2015Axelrod HR dan LP Schultz. 1983. Aquarium Fishes. mcGraw-Hill Book Company, Inc., New York. P. 655-656Connel, Des W and Miller G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI Press, Jakarta, 520 hlm. (diterjemahkan oleh : Yanti Koestoer)

Hubert, J.J. 1980. Bioassay. Kenda L Hunt Publishing Company, Toronto

Komisi Pestisida. 1983. Pedoman Umum Pengujian Laboratorium Toksisitas Lethal Pestisida pada Ikan untuk Keperluan Pendaftaran. Departemen Pertanian, Jakarta, 24 hlm

Munajat, A dan Budiana, N.S. 2003. Pestisida Nabati untuk Penyakit Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta, 87 hlm.

Sudarmo, S. 1991. Pestisida. Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 130 hlm.

Taufik, I. 2004. Pengaruh Kronis Insektisida Klorfiripos Etil terhadap Pertumbuhan dan Struktur Hati Ikan Nila. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 10 : (1). hlm. 71 77 Thomson, R.C.M. 1971. Pesticide and Freshwater Fauna. Academic Press, London and New York.Ukhroy, N.U. 2008. Efektivitas Propolis terhadap Nisbah Kelamin Ikan Guppy Poecilia Reticulata. Bogor: Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Wirasuta, I.M.A.G. 2011. Metode Pengujian Toksisitas, (Online), dalam (http://farmasi.unud.ac.id/ind/wp-content/uploads/Metode-Pengujian-Toksisitas.pdf) diakses 11 April 2015

Zairin M. 2002. Sex reversal : Memproduksi Benih Ikan Jantan atau Betina. Penebar Swadaya. Jakarta