Upload
nguyenlien
View
269
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
UJI INTERAKSI DAN EFIKASI HERBISIDA CAMPURAN
PYRIFTALID + METIL BENSULFURON TERHADAP
GULMA PADI SAWAH
Skripsi
Oleh
ERNI MARYANI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK
UJI INTERAKSI DAN EFIKASI HERBISIDA CAMPURANPYRIFTALID + METIL BENSULFURON TERHADAP
GULMA PADI SAWAH
Oleh
ERNI MARYANI
Upaya untuk memperluas spektrum pengendalian gulma dilakukan dengan
pencampuran herbisida yang memiliki bahan aktif berbeda. Dengan demikian
herbisida campuran diharapkan akan dapat mengendalikan spesies gulma yang
lebih banyak atau mempunyai waktu pengendalian yang lebih lama. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi herbisida tunggal pyriftalid, metil
bensulfuron dan campuran pyriftalid + metil-bensulfuron terhadap kerusakan
gulma padi sawah serta untuk mengetahui sifat interaksi pencampuran herbisida
tersebut. Penelitian dilakukan di rumah kaca dan di Laboratorium Gulma
Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Desember 2016 hingga
Januari 2017. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL). Dosis herbisida yang digunakan yaitu pyriftalid ( 0; 18,75; 37,5; 75; 150;
300 dan 600 g ha-1), metil bensulfuron ( 0; 0,625;1,25; 2,5; 5; 10; dan 20 g ha-1),
serta herbisida campuran pyriftalid + metil-bensulfuron (0; 10,31; 20,63; 41,;
82,5; 165; dan 330 g ha-1). Gulma sasaran pada penelitian berupa gulma golongan
daun lebar (Spenochlea zeylanica dan Ludwigia octovalvis), golongan rumput
Erni Maryani
(Leptochloa chinensis dan Ischaemum rogusum), dan golongan teki (Fimbristylis
milliacea dan Cyperus diformis). Homogenitas data diuji dengan uji Bartlett dan
additivitas diuji dengan uji Tukey. Data dianalisis dengan sidik ragam serta
pemisahan nilai tengah diuji dengan uji Beda Nyata Terlecil (BNT) pada taraf 5%.
Uji campuran herbisida menggunakan metode Additive Dose Model (ADM).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa herbisida pyriftalid mampu mengendalikan
gulma L. chinensis pada dosis 37,5 g ha-1 dan I. rogusum pada dosis 150 g ha-1.
Herbisida metil bensulfuron mampu mengendalikan gulma golongan daun lebar
dan gulma golongan teki yang diuji, serta herbisida campuran pyriftalid + metil
bensulfuron mampu mengendalikan ketiga golongan gulma yang diuji.
Berdasarkan analisis ADM diperoleh nilai ED50 perlakuan sebesar 12,628 g ha-1
dan ED50 harapan 0,64 g ha-1 sehingga diperoleh nilai ko-toksisitas 0,05 (<1) yang
menunjukkan campuran herbisida bersifat antagonis.
Kata kunci: Pyriftalid, Metil-bensulfuron, Campuran, ADM, ED50
UJI INTERAKSI DAN EFIKASI HERBISIDA CAMPURANPYRIFTALID + METIL BENSULFURON TERHADAP
GULMA PADI SAWAH
Oleh
ERNI MARYANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan AgroteknologiFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Desa Sulusuban Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 15
Maret 1995. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Mugita
Almarhum dan Ibu Painten. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK PKK
Sulusuban pada tahun 2001 dan lulus dari SD N 2 Sulusuban pada tahun 2007.
Tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Bina Putra Seputih Agung
dan selanjutnya menyelesaikan studi di SMA N 1 Terbanggi Besar pada tahun
2013. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
undangan sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Jurusan Agroteknologi.
Penulis memiliki pengalaman organisasi sebagai anggota Bidang Kaderisasi
Forum Studi Islam (FOSI FP Unila) dan menjadi anggota Bidang Pengabdian
Masyarakat pada periode 2014/2015. Tahun 2016 penulis melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Pekon Gedau, Kecamatan Pesisir Utara, Kabupaten Pesisir
Barat. Pada tahun 2016 juga penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Balai
Besar Teknologi Pati (B2TP) – Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi
(BPPT) di Anak Tuha Lampung Tengah. Penulis pernah menjadi asisten dosen
mata kuliah Produksi Tanaman Perkebunan, Ilmu dan Teknik Pengendalian
Gulma, Pembibitan Karet, Dasar-dasar Perlindungan Tanaman, Herbisida dan
Lingkungan, serta Metodologi Penelitian.
Dengan rasa syukur dan kerendahan hati
Kupersembahkan karya kecilku ini
Kepada:
Almarhum ayah yang selalu menjadi motivasiku, ibu yangselalu mencurahkan kasih sayang dan memberiku semangat,
adik-adik serta saudara-saudariku yang selalu mencurahkandoa-doanya
Orang terdekat yang selalu memberi dukungan, sahabat,teman seperjuangan yang selalu memberi semangat
Serta Almamater yang kubanggakan
Jadikanlah COBAAN ibarat peluit peringatan bagi yang lupa, sarana
penggapai pahala bagi yang sabar, dan pengingat akan rahmat Allah bagi
semua. (AL HASAN BIN SAHAL)
Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu,
barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya ilmu. Dan
barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya ilmu. (H.R Tirmidzi)
Raihlah baju SARJANAMU sebelum baju PENGANTINMU(Erni Maryani)
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “UJI
INTERAKSI DAN EFIKASI HERBISIDA CAMPURAN PYRIFTALID +
METIL BENSULFURON TERHADAP GULMA PADI SAWAH”. Selama
melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan, bimbingan, serta saran dari berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M.Sc., selaku dosen pembimbing utama yang
telah memberi banyak bimbingan dan masukan serta saran kepada penulis
baik dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Hidayat Pujisiswanto, S.P., M.P., selaku dosen pembimbing kedua
yang telah memberi banyak bimbingan saran dan masukan dalam pelaksanaan
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Ir. Dad R. J. Sembodo, M.S., selaku dosen pembahas yang telah
memberi banyak bimbingan, kritik dan masukan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Ir. Muhamad Nurdin, M. Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik
Penulis yang senantiasa memberi bimbingan selama masa perkuliahan.
ix
5. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
7. Almarhum ayah, ibuku tercinta, adik-adik dan saudara penulis yang selalu
memberi kasih saying, cinta, dukungan dan doa kepada penulis.
8. Agus Irawan sebagai seseorang yang selalu membantu penulis, memberikan
dukungan dan semangat selama penelitian hingga terselesainya skripsi ini.
9. Teman-teman sepenelitian gulma: Endah Kusumayuni, Ivan Bangkit
Priambodo, Hendi Pamungkas, Umi Mahmudah, Eko Supriyadi, Putri
Oktaviani, Abdillah Enggal K, Dedi Kurniawan dan M.Arief Suryadi. serta
Nana Ratna Wati yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
10. Teman-teman dekat penulis Erviana Harman, Fitria, Fatya Alvia, Eryka
Merdiana, Ichwan Surya, Galang Indra, Wiji Riyani, dan Intan Bimbing.
11. Teman-teman di Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian yang telah
memberikan semangat selama menjalani perkuliahan serta seluruh orang-
orang baik yang ada didekat penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan mereka dengan lebih baik dan
semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin
Bandar Lampung, Agustus 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR ISI................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xxi
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 11.1 Latar Belakang Masalah .................................................................... 11.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 41.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 41.4 Landasan Teori................................................................................... 51.5 Kerangka Pemikiran........................................................................... 81.6 Hipotesis ............................................................................................ 10
II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 122.1 Deskripsi Umum Padi ........................................................................ 122.2 Gulma di Pertanaman Padi Sawah..................................................... 132.3 Pengendalian Gulma di Pertanaman Padi Sawah .............................. 202.4 Herbisida Metil bensulfuron .............................................................. 222.5 Herbisida Pyriftalid ............................................................................ 232.6 Pencampuran Herbisida ..................................................................... 24
III. BAHAN DAN METODE........................................................................ 293.1 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................ 293.2 Bahan dan Alat................................................................................... 293.3 Metode Penelitian .............................................................................. 303.4 Pelaksanaan Penelitian....................................................................... 31
3.4.1 Tata Letak Percobaan ............................................................... 313.4.2 Penetapan Gulma Sasaran ........................................................ 333.4.3 Penanaman, Pemeliharaan, dan Penjarangan Gulma ............... 333.4.4 Aplikasi herbisida..................................................................... 34
3.5 Pengamatan ........................................................................................ 353.5.1 Pengamatan Gejala Keracunan................................................. 35
3.6 Pemanenan ......................................................................................... 353.7 Penetapan Bobot Kering Gulma ........................................................ 35
xi
3.8 Analisis Data...................................................................................... 363.8.1 Analisis Data Model ADM (Additive Dose Model) ................. 363.8.2 Menghitung Nilai ED50 Perlakuan............................................ 373.8.3 Menghitung Nilai ED50 Harapan ............................................. 38
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 394.1 Spenochlea zeylanica ......................................................................... 39
4.1.1 Gejala Keracunan ..................................................................... 394.1.1.1 Pyriftalid ....................................................................... 394.1.1.2 Metil bensulfuron.......................................................... 404.1.1.3 Pyriftalid + Metil bensulfuron ...................................... 41
4.1.2 Bobot Kering dan Persen Kerusakan........................................ 424.1.2.1 Pyriftalid ....................................................................... 424.1.2.2 Metil bensulfuron.......................................................... 434.1.2.3 Pyriftalid + Metil bensulfuron ...................................... 44
4.2 Ludwigia octovalvis ........................................................................... 444.2.1 Gejala Keracunan ..................................................................... 44
4.2.1.1 Pyriftalid ....................................................................... 444.2.1.2 Metil bensulfuron.......................................................... 454.2.1.3 Pyriftalid + Metil bensulfuron ...................................... 46
4.2.2 Bobot Kering dan Persen Kerusakan........................................ 474.2.2.1 Pyriftalid ....................................................................... 474.2.2.2 Metil bensulfuron.......................................................... 484.2.2.3 Pyriftalid + Metil bensulfuron ...................................... 49
4.3 Fimbristylis millicae .......................................................................... 514.3.1 Gejala Keracunan ..................................................................... 51
4.3.1.1 Pyriftalid ....................................................................... 514.3.1.2 Metil bensulfuron.......................................................... 524.3.1.3 Pyriftalid + Metil bensulfuron ...................................... 53
4.3.2 Bobot Kering dan Persen Kerusakan........................................ 544.3.2.1 Pyriftalid ....................................................................... 544.3.2.2 Metil bensulfuron.......................................................... 554.3.2.3 Pyriftalid + Metil bensulfuron ...................................... 56
4.4 Cyperus diformis ................................................................................ 574.4.1 Gejala Keracunan ..................................................................... 57
4.4.1.1 Pyriftalid ....................................................................... 574.4.1.2 Metil bensulfuron.......................................................... 584.4.1.3 Pyriftalid + Metil bensulfuron ...................................... 59
4.4.2 Bobot Kering dan Persen Kerusakan........................................ 604.4.2.1 Pyriftalid ....................................................................... 604.4.2.2 Metil bensulfuron.......................................................... 614.4.2.3 Pyriftalid + Metil bensulfuron ...................................... 62
4.5 Leptochloa chinensis.......................................................................... 644.5.1 Gejala Keracunan ..................................................................... 64
4.5.1.1 Pyriftalid ....................................................................... 644.5.1.2 Metil bensulfuron.......................................................... 654.5.1.3 Pyriftalid + Metil bensulfuron ...................................... 66
4.5.2 Bobot Kering dan Persen Kerusakan........................................ 67
xii
4.5.2.1 Pyriftalid ....................................................................... 674.5.2.2 Metil bensulfuron.......................................................... 684.5.2.3 Pyriftalid + Metil bensulfuron ...................................... 68
4.6 Ischaemum rogusum .......................................................................... 694.6.1 Gejala Keracunan ..................................................................... 69
4.6.1.1 Pyriftalid ....................................................................... 694.6.1.2 Metil bensulfuron.......................................................... 704.6.1.3 Pyriftalid + Metil bensulfuron ...................................... 71
4.6.2 Bobot Kering dan Persen Kerusakan........................................ 724.6.2.1 Pyriftalid ....................................................................... 724.6.2.2 Metil bensulfuron.......................................................... 734.6.2.3 Pyriftalid + Metil bensulfuron ...................................... 74
4.7 Analisis Campuran Herbisida ............................................................ 764.7.1 Nilai Probit ............................................................................... 764.7.2 Metode ADM (Additive Dose Model) ...................................... 77
4.7.2.1 ED50 Percobaan............................................................. 784.7.2.2 ED50 Harapan................................................................ 79
4.7.3 Sifat Interaksi Herbisida Campuran ......................................... 81
V. SIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 835.1 Simpulan ............................................................................................ 835.2 Saran .................................................................................................. 84
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 85
LAMPIRAN.................................................................................................... 89
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Dosis herbisida yang digunakan ............................................................. 30
2. Bobot kering dan persen kerusakan gulma S. zeylanica padaaplikasi herbisida berbahan aktif pyriftalid ............................................ 43
3. Bobot kering dan persen kerusakan gulma S. zeylanica padaaplikasi herbisida berbahan aktif metil bensulfuron............................... 43
4. Bobot kering dan persen kerusakan gulma S. zeylanica padaaplikasi herbisida berbahan aktif campuran pyriftalid +metilbensulfuron ............................................................................................. 44
5. Bobot kering dan persen kerusakan gulma L. octovalvis padaaplikasi herbisida berbahan aktif pyriftalid ............................................ 48
6. Bobot kering dan persen kerusakan gulma L. octovalvis padaaplikasi herbisida berbahan aktif metil bensulfuron............................... 48
7. Bobot kering dan persen kerusakan gulma L. octovalvis padaaplikasi herbisida berbahan aktif pyriftalid + metil bensulfuron............ 49
8. Bobot kering dan persen kerusakan gulma F. milliace padaaplikasi herbisida berbahan aktif pyriftalid ............................................ 55
9. Bobot kering dan persen kerusakan gulma F. milliace padaaplikasi herbisida berbahan aktif metil bensulfuron............................... 56
10. Bobot kering dan persen kerusakan gulma F. milliace padaaplikasi herbisida berbahan aktif pyriftalid +metil bensulfuron............. 57
11. Bobot kering dan persen kerusakan gulma C. diformis padaaplikasi herbisida berbahan aktif pyriftalid ............................................ 61
12. Bobot kering dan persen kerusakan gulma C. diformis padaaplikasi herbisida berbahan aktif metil bensulfuron............................... 61
xiv
13. Bobot kering dan persen kerusakan gulma C. diformis padaaplikasi herbisida berbahan aktif pyriftalid + metil bensulfuron............ 62
14. Bobot kering dan persen kerusakan L. chinensis pada aplikasiherbisida berbahan aktif pyriftalid.......................................................... 67
15. Bobot kering dan persen kerusakan L. chinensis pada aplikasiherbisida berbahan aktif metil bensulfuron ............................................ 68
16. Bobot kering dan persen kerusakan L. chinensis pada aplikasiherbisida berbahan aktif campuran pyriftalid +metil bensulfuron ......... 69
17. Bobot kering dan persen kerusakan gulma I. rogusum padaaplikasi herbisida berbahan aktif pyriftalid ............................................ 73
18. Bobot kering dan persen kerusakan gulma I. rogusum padaaplikasi herbisida berbahan aktif metil bensulfuron............................... 74
19. Bobot kering dan persen kerusakan gulma I. rogusum pada aplikasiherbisida berbahan aktif campuran pyriftalid +metil bensulfuron ......... 74
20. Transformasi probit dari nilai kerusakan gabungan rata-rata 6 jenisgulma; S. zeylanica, L. octovalvis, F. milliace, C. diformis,L.chinensis, dan I. rogusum .................................................................... 77
21. Persamaan regresi probit dan nilai ED50 perlakuan................................ 78
22. Transformasi nilai probit ........................................................................ 90
23. Data bobot kering gulma S. zeylanica pada pengaplikasianherbisida campuran pyriftalid dan metil bensulfuron............................ 92
24. Analisis ragam bobot kering gulma Spenochlea zeylanica padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif camputan pyriftalid+ metil bensulfuron................................................................................. 93
25. Data bobot kering gulma L. octovalvis pada pengaplikasianherbisida campuran pyriftalid dan metil bensulfuron............................. 93
26. Transformasi √(√(√(x+0,5))) bobot kering gulma Ludwigiaoctovalvis pada pengaplikasian herbisida dengan bahan aktifcamputan pyriftalid + metil bensulfuron ................................................ 93
27. Analisis ragam bobot kering gulma Ludwigia octovalvis padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif camputan pyriftalid+ metil bensulfuron................................................................................. 94
28. Data bobot kering gulma Spenochlea zeylanica pada pengaplikasianherbisida campuran pyriftalid dan metil bensulfuron............................ 94
29. Transformasi √(√(√(x+0,5))) bobot kering gulma Fymbristillismilliace pada pengaplikasian herbisida dengan bahan aktifcamputan pyriftalid + metil bensulfuron ................................................ 94
30. Analisis ragam bobot kering gulma Fymbristillis milliace padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif camputan pyriftalid+ metil bensulfuron................................................................................. 95
31. Data bobot kering gulma Cyperus diformis pada pengaplikasianherbisida campuran pyriftalid dan metil bensulfuron............................ 95
32. Analisis ragam bobot kering gulma Cyperus diformis padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif camputan pyriftalid+ metil bensulfuron................................................................................. 95
33. Data bobot kering gulma Leptochloa chinensis pada pengaplikasianherbisida campuran pyriftalid + metil bensulfuron ............................... 96
34. Analisis ragam bobot kering gulma Leptochloa chinensis padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif camputan pyriftalid+ metil bensulfuron................................................................................. 96
35. Data bobot kering gulma Ischaemum rogusum pada pengaplikasianherbisida campuran pyriftalid dan metil bensulfuron............................ 96
36. Transformasi √(√(√(x+0,5))) bobot kering gulma Ischaemumrogusum pada pengaplikasian herbisida dengan bahan aktifcamputan pyriftalid + metil bensulfuron ................................................ 97
37. Analisis ragam bobot kering gulma Ischaemum rogusum padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif camputan pyriftalid+ metil bensulfuron................................................................................. 97
38. Data bobot kering gulma Spenochlea zeylanica pada pengaplikasianherbisida berbahan aktif pyriftalid......................................................... 97
39. Analisis ragam bobot kering gulma Spenochlea zeylanica padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif pyriftalid ........................ 98
40. Data bobot kering gulma Ludwigia octovalvis pada pengaplikasianherbisida berbahan aktif pyriftalid ........................................................ 98
41. Transformasi √(√(√(x+0,5))) bobot kering gulma Ludwigia octovalvispada pengaplikasian herbisida dengan bahan aktif pyriftalid................. 98
xv
42. Analisis ragam bobot kering gulma Ludwigia octovalvis padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif pyriftalid ........................ 99
43. Data bobot kering gulma Fimbrystilis milliace pada pengaplikasianherbisida berbahan aktif pyriftalid ........................................................ 99
44. Transformasi √(√(√(x+0,5))) bobot kering gulma Fymbristillismilliace pada pengaplikasian herbisida dengan bahan aktif pyriftalid ... 99
45. Analisis ragam bobot kering gulma Fymbristillis milliace padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif pyriftalid ........................ 100
46. Data bobot kering gulma Cyperus diformis pada pengaplikasianherbisida berbahan aktif pyriftalid......................................................... 100
47. Analisis ragam bobot kering gulma Cyperus diformis padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif pyriftalid ........................ 100
48. Data bobot kering gulma Leptochloa chinensis pada pengaplikasianherbisida berbahan aktif pyriftalid......................................................... 101
49. Analisis ragam bobot kering gulma Leptochloa chinensis padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif pyriftalid ........................ 101
50. Data bobot kering gulma Ischaemum rogusum pada pengaplikasianherbisida berbahan aktif pyriftalid......................................................... 101
51. Transformasi √(√(√(x+0,5))) bobot kering gulma Ischaemum rogusumpada pengaplikasian herbisida dengan bahan aktif pyriftalid................. 102
52. Analisis ragam bobot kering gulma Ischaemum rogusum padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif pyriftalid ....................... 102
53. Data Bobot Kering Gulma Spenochlea zeylanica pada pengaplikasianherbisida berbahan aktif metil bensulfuron .......................................... 102
54. Transformasi √(√(√(x+0,5))) bobot kering gulma Spenochleazeylanica pada pengaplikasian herbisida dengan bahan aktifmetil bensulfuron .................................................................................... 103
55. Analisis ragam bobot kering gulma Spenochlea zeylanica padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif metil bensulfuron........... 103
56. Data bobot kering gulma Ludwigia octovalvis pada pengaplikasianherbisida berbahan aktif metil bensulfuron .......................................... 103
xvi
57. Transformasi √(√(√(x+0,5))) bobot kering gulma Ludwigiaoctovalvis pada pengaplikasian herbisida dengan bahan aktif metilbensulfuron ............................................................................................. 104
58. Analisis ragam bobot kering gulma Ludwigia octovalvis padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif metil bensulfuron........... 104
59. Data bobot kering gulma Fimbrystilis milliace pada pengaplikasianherbisida berbahan aktif metil bensulfuron .......................................... 104
60. Transformasi √(√(√(x+0,5))) bobot kering gulma Fymbristillismilliace pada pengaplikasian herbisida dengan bahan aktif metilbensulfuron ............................................................................................. 105
61. Analisis ragam bobot kering gulma Fymbristillis milliace padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif metil bensulfuron........... 105
62. Data bobot kering gulma Cyperus diformis pada pengaplikasianherbisida berbahan aktif metil bensulfuron .......................................... 105
63. Transformasi √(√(√(x+0,5))) bobot kering gulma Cyperus diformispada pengaplikasian herbisida dengan bahan aktif metil bensulfuron ... 106
64. Analisis ragam bobot kering gulma Cyperus diformis padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif metil bensulfuron ........... 106
65. Data bobot kering gulma Leptochloa chinensis pada pengaplikasianherbisida berbahan aktif metil bensulfuron .......................................... 106
66. Analisis ragam bobot kering gulma Leptochloa chinensis padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif metil bensulfuron........... 107
67. Data bobot kering gulma Ischaemum rogusum pada pengaplikasianherbisida berbahan aktif metil bensulfuron .......................................... 107
68. Analisis ragam bobot kering gulma Ischaemum rogusum padapengaplikasian herbisida dengan bahan aktif metil bensulfuron.......... 107
69. Data persen kerusakan gulma Spenochlea zeylanica padapengaplikasian herbisida berbahan aktif campuran pyriftalid+ metil bensulfuron................................................................................. 108
70. Analisis data persen kerusakan gulma Spenochlea zeylanica padapengaplikasian herbisida berbahan aktif campuran pyriftalid + metilbensulfuron ............................................................................................. 108
xvii
71. Data persen kerusakan gulma Ludwigia octovalvis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif campuran pyriftalid+ metil bensulfuron................................................................................. 108
72. Analisis data persen kerusakan gulma Ludwigia octovalvis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif campuran pyriftalid+ metil bensulfuron................................................................................. 109
73. Data persen kerusakan gulma Fimbrystilis milliace padapengaplikasian herbisida berbahan aktif campuran pyriftalid+ metil bensulfuron................................................................................. 109
74. Analisis data persen kerusakan gulma Fimbrystilis milliace padapengaplikasian herbisida berbahan aktif campuran pyriftalid + metilbensulfuron ............................................................................................. 109
75. Data persen kerusakan gulma Cyperus diformis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif campuran pyriftalid+ metil bensulfuron................................................................................. 110
76. Analisis data persen kerusakan gulma Cyperus diformis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif campuran pyriftalid + metilbensulfuron ............................................................................................. 110
77. Data persen kerusakan gulma Leptochloa chinensis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif campuran pyriftalid + metilbensulfuron ............................................................................................. 110
78. Analisis data persen kerusakan gulma Leptochloa chinensis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif campuran pyriftalid + metilbensulfuron ............................................................................................. 111
79. Data persen kerusakan gulma Ischaemum rogusum padapengaplikasian herbisida berbahan aktif campuran pyriftalid+ metil bensulfuron................................................................................. 111
80. Analisis data persen kerusakan gulma Ischaemum rogusum padapengaplikasian herbisida berbahan aktif campuran pyriftalid + metilbensulfuron ............................................................................................. 111
81. Data persen kerusakan gulma Spenochlea zeylanica padapengaplikasian herbisida berbahan aktif pyriftalid............................... 112
82. Analisis data persen kerusakan gulma Spenochlea zeylanica padapengaplikasian herbisida berbahan aktif pyriftalid............................... 112
83. Data persen kerusakan gulma Ludwigia octovalvis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif pyriftalid............................... 112
xviii
84. Analisis data persen kerusakan gulma Ludwigia octovalvis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif pyriftalid................................ 113
85. Data persen kerusakan gulma Fimbrystilis milliace padapengaplikasian herbisida berbahan aktif pyriftalid............................... 113
86. Analisis data persen kerusakan gulma Fimbrystilis milliace padapengaplikasian herbisida berbahan aktif pyriftalid............................... 113
87. Data persen kerusakan gulma Cyperus diformis pada pengaplikasianherbisida berbahan aktif pyriftalid........................................................ 114
88. Analisis data persen kerusakan gulma Cyperus diformis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif pyriftalid............................... 114
89. Data persen kerusakan gulma Leptochloa chinensis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif pyriftalid............................... 114
90. Analisis data persen kerusakan gulma Leptochloa chinensis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif pyriftalid .............................. 115
91. Data persen kerusakan gulma Ischaemum rogusum padapengaplikasian herbisida berbahan aktif pyriftalid............................... 115
92. Analisis data persen kerusakan gulma Ischaemum rogusum padapengaplikasian herbisida berbahan aktif pyriftalid............................... 115
93. Data persen kerusakan gulma Spenochlea zeylanica padapengaplikasian herbisida berbahan aktif metil bensulfuron ................. 116
94. Analisis data persen kerusakan gulma Spenochlea zeylanica padapengaplikasian herbisida berbahan aktif metil bensulfuron ................. 116
95. Data persen kerusakan gulma Ludwigia octovalvis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif metil bensulfuron ................. 116
96. Analisis data persen kerusakan gulma Ludwigia octovalvis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif metil bensulfuron ................. 117
97. Data persen kerusakan gulma Fimbrystilis milliace padapengaplikasian herbisida berbahan aktif metil bensulfuron ................. 117
98. Analisis data persen kerusakan gulma Fimbrystilis milliace padapengaplikasian herbisida berbahan aktif metil bensulfuron ................. 117
99. Data persen kerusakan gulma Cyperus diformis pada pengaplikasianherbisida berbahan aktif metil bensulfuron .......................................... 118
xix
100. Analisis data persen kerusakan gulma Cyperus diformis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif metil bensulfuron ................. 118
101. Data persen kerusakan gulma Leptochloa chinensis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif metil bensulfuron ................. 118
102. Analisis data persen kerusakan gulma Leptochloa chinensis padapengaplikasian herbisida berbahan aktif metil bensulfuron ................. 119
103. Data persen kerusakan gulma Ischaemum rogusum padapengaplikasian herbisida berbahan aktif metil bensulfuron ................. 119
104. Analisis data persen kerusakan gulma Ischaemum rogusum padapengaplikasian herbisida berbahan aktif metil bensulfuron ................. 119
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman1. S. zeylanica ............................................................................................. 15
2. L. octovalvis............................................................................................ 16
3. F. millicea ............................................................................................... 17
4. C. diformis .............................................................................................. 18
5. L. chinensis ............................................................................................. 19
6. I. rogusum............................................................................................... 20
7. Struktur kimia metil bensulfuron............................................................ 22
8. Struktur kimia pyriftalid ......................................................................... 23
9. ADM isobol untuk pencampuran dua herbisida ..................................... 26
10. Analisis model adm (posisi nilai harapan dan perlakuan) ...................... 28
11. Tata Letak Percobaan ............................................................................. 32
12. Sketsa Pelaksanaan Aplikasi Herbisida .................................................. 34
13. Gejala keracunan gulma S. zeylanica pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif pyriftalid ......................................................................... 40
14. Gejala keracunan gulma S. zeylanica pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif metil bensulfuron ............................................................ 41
15. Gejala keracunan gulma S. zeylanica pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif campuran pyriftalid + metil bensulfuron ....................... 42
xxii
16. Gejala keracunan gulma L. octovalvis pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif pyriftalid ......................................................................... 45
17. Gejala keracunan gulma L. octovalvis pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif metil bensulfuron ............................................................ 46
18. Gejala keracunan gulma L. octovalvis pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif pyriftalid + metil bensulfuron......................................... 47
19. Gejala keracunan gulma F. millicea pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif pyriftalid ......................................................................... 52
20. Gejala keracunan gulma F. millicea pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif metil bensulfuron ............................................................ 53
21. Gejala keracunan gulma F. millicea pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif pyriftalid + metil bensulfuron......................................... 54
22. Gejala keracunan gulma C. diformis pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif pyriftalid ......................................................................... 58
23. Gejala keracunan gulma C. diformis pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif metil bensulfuron ............................................................ 59
24. Gejala keracunan gulma C. diformis pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif pyriftalid + metil bensulfuron......................................... 60
25. Gejala keracunan gulma L. chinensis pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif pyriftalid ......................................................................... 65
26. Gejala keracunan gulma L. chinensis pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif metil bensulfuron ............................................................ 65
27. Gejala keracunan gulma L. chinensis pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif pyriftalid + metil bensulfuron......................................... 66
28. Gejala keracunan gulma I. rogusum pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif pyriftalid ......................................................................... 70
29. Gejala keracunan gulma I. rogusum pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif metil bensulfuron ............................................................ 71
30. Gejala keracunan gulma I. rogusum pada pengaplikasian herbisidaberbahan aktif pyriftalid + metil bensulfuron......................................... 72
31. Kurva Analisis Model ADM .................................................................. 80
xxiii
32. Kurva persamaan regresi linear herbisida pyriftalid............................... 120
33. Kurva persamaan regresi linear herbisida metil bensulfuron ................. 120
34. Kurva persamaan regresi linear herbisida pyriftalid + metil-bensulfuron ............................................................................................. 121
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Padi merupakan komoditas pangan pokok di Indonesia. Semakin bertambahnya
jumlah penduduk di Indonesia menyebabkan kebutuhan beras juga semakin
meningkat. Produksi padi di Indonesia belum mencapai potensi hasil produksi
yang seharusnya. Menurut Balai Penelitian padi (2013), produktivitas padi di
Indonesia hanya mencapai 60-80% dari potensi hasil yang seharusnya. Varietas
padi Inpari-10 memiliki potensi hasil sebesar 7,0 ton ha-1 dengan produktivitas
rata-rata sebesar 4,8 ton ha-1 sedangkan Varietas Hipa-4 memiliki potensi hasil
sebesar 12 ton ha-1 namun produktivitas rata-ratanya hanya 6,8 ton ha-1.
Rendahnya produktivitas padi dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantara
kondisi air atau curah hujan, ketersediaan unsur hara bagi tanaman, keterbatasan
pengetahuan petani tentang teknik budidaya, serangan hama penyakit tanaman,
dan adanya gulma.
Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan
manusia (Sembodo, 2010). Adanya gulma pada budidaya padi sawah dapat
menyebabkan kehilangan hasil sebesar 10-40% (Pane, 2009). Menurut
Sastroutomo (1990), ada lebih dari 33 jenis gulma pada lahan sawah, yang terdiri
atas golongan rumput, teki, dan daun lebar. Pane dan Jatmiko (2009)
2
menyebutkan bahwa periode kritis tanaman padi yaitu 0-1/3 umur tanaman atau
dari awal penanaman hingga padi berumur sekitar 40 hari merupakan fase kritis
tanaman. Pada fase ini kanopi antar tanaman belum menutup sehingga biji-biji
gulma akan berkecambah dan tumbuh lebih cepat dari pada tanaman padi. Gulma
menurunkan produksi padi melalui persaingannya dalam memperoleh sarana
tumbuh. Biaya pengendalian gulma pada padi sawah dapat mencapai 50% dari
biaya produksi. Antranila (2012) menyebutkan bahwa sangat perlu dilakukan
pengendalian terhadap gulma. Pengendalian yang dilakukan setelah padi berumur
42 HST akan meningkatkan persentase bulir hampa pada padi. Untuk mengurangi
kerugian hasil yang ditimbulkan oleh adanya gulma pada budidaya padi maka
perlu dilakukan pengendalian terhadap gulma tersebut.
Pengendalian gulma pada budidaya padi sawah dapat dilakukan dengan beberapa
metode seperti pengendalian mekanik/fisik, kultur teknik, hayati, pengendalian
secara kimia, dan terpadu (Sembodo, 2010). Soerjandono (2005) menyatakan
bahwa pegendalian gulma yang efektif pada budidaya padi sawah yaitu
pengendalian secara kimiawi menggunakan herbisida terutama pada areal
budidaya yang luas dan waktu yang relatif singkat jika dibandingkan dengan
pengendalian gulma yang lain.
Pengendalian gulma pada budidaya padi dapat dilakukan dengan herbisida
berbahan aktif tunggal maupun berbahan aktif majemuk. Hafiz dkk (2014)
mengemukakan bahwa penggunaan herbisida majemuk dalam pengendalian
gulma lebih efektif dibandingkan dengan herbisida berbahan aktif tunggal.
Herbisida berbahan aktif majemuk akan memperbesar spektrum golongan gulma
3
yang dikendalian. Pencampuran bahan aktif herbisida dapat menyebabkan respon
yang dibagi menjadi tiga jenis. Respon pertama bersifat aditif, yang ditandai
dengan samanya hasil yang diperoleh terhadap pengendalian gulma baik ketika
herbisida tersebut diaplikasikan tunggal maupun dicampur dengan bahan aktif
yang berbeda. Respon kedua yaitu bersifat antagonis, hal ini terjadi jika campuran
kedua bahan aktif memberikan respon yang lebih rendah dari yang diharapkan.
Sedangkan respon yang ketiga adalah bersifat sinergis, dimana respon dari
pencampuran herbisida lebih tinggi dibandingkan aplikasi dalam bentuk tunggal.
Pencampuran herbisida yang diharapkan adalah yang memiliki sifat sinergis
(Craft dan Robbins dalam Tampubolon, 2000).
Herbisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan gulma pada padi yaitu
herbisida dengan bahan aktif metil bensulfuron maupun herbisida berbahan aktif
pyriftalid. Herbisida berbahan aktif metil bensulfuron merupakan herbisida yang
efektif untuk mengendalikan gulma berdaun lebar dan gulma golongan teki pada
tanaman padi. Sedangkan herbisida berbahan aktif pyriftalid merupakan herbisida
yang efektif mengendalikan gulma golongan rumput pada padi sawah (Tomlin,
2010).
Menurut Osunawa et al. (2002), aplikasi tunggal herbisida metil bensulfuron pada
pertanaman padi di California secara terus menerus menyebabkan resistensi pada
gulma Eichinocloa phyllopogon. Sedangkan pengaplikasian herbisida berbahan
aktif bispiribac-sodium menyebabkan resistensi pada gulma Cyperus diformis.
Untuk mengatasi resistensi terhadap kedua gulma tersebut maka dilakukan
pencampuran kedua bahan aktif herbisida yaitu metil bensulfuron dan bispiribac-
4
sodium. Kuk et al. (2004) menyatakan bahwa aplikasi metil-bensulfuron dalam
jangka panjang di Korea juga menyebabkan resistensi terhadap gulma Cyperus
diformis. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan pencampuran herbisida
dengan herbisida golongan sulfonil-urea.
Pencampuran herbisida berbahan aktif metil bensulfuron dan pyriftalid diharapkan
dapat meningkatkan efektivitas dari masing masing bahan aktif (sinergistik)
sehingga memiliki spektrum pengendalian gulma yang lebih luas.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam
pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh aplikasi herbisida tunggal pyriftalid, metil bensulfuron
dan campuran pyriftalid + metil-bensulfuron terhadap kerusakan gulma padi
sawah.
2. Bagaimana sifat interaksi herbisida campuran pyriftalid + metil-bensulfuron
yang diaplikasikan pada gulma padi sawah.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh aplikasi herbisida tunggal pyriftalid, metil bensulfuron
dan campuran pyriftalid + metil-bensulfuron terhadap kerusakan gulma padi
sawah.
5
2. Mengetahui sifat interaksi herbisida campuran pyriftalid + metil-bensulfuron
yang diaplikasikan pada gulma padi sawah.
1.4 Landasan Teori
Berdasakan rumusan masalah dan tujuan yang telah dikemukakan, penulis
menyusun landasan teoritis sebagai berikut:
Peningkatan produksi padi sawah di Indonesia masih menghadapi kendala.
Kendala yang dihadapi dapat berupa serangan hama, penyakit, maupun adanya
gulma (Untung, 2010). Menurut Setyawan (2010), gulma dapat menurunkan hasil
panen pada padi karena adanya persaingan antara gulma dengan tanaman dalam
pengambilan unsur hara, air dan cahaya. Disamping itu ada beberapa gulma yang
dapat dijadikan tanaman inang oleh hama dan penyakit tanaman padi.
Menurut Fitri (2014), penelitian yang dilakukan di Solok Kabupaten Sumetera
Barat mendapatkan hasil bahwa gulma pada budidaya padi sawah terdiri dari
beberapa golongan yaitu rumput, teki, dan daun lebar. Spesies gulma yang ada di
lahan persawahan yang dianalisis yaitu: Cyperus iria L, Cyperus difformis L.,
Echinochloa cruss galli (L) Beauv, Echinochloa colonum (L.) Link, Marsilea
crenata Presl, Fimbristylis miliacea (L.) Vahl, Pasapalum vaginatum Berg,
Monochoria vaginalis (Burm. F.) L, Salvinia molesta D.S. Mitchel, Scirpus
juncoides Roxb, S. mucronatus L., dan Althernanthera sassilis. Gulma dominan
pada pertanaman tersebut yaitu Fimbristylis milliacea dengan nilai Summed
Domination Ratio (SDR) sebesar 36,17% (Fitri, 2014).
6
Menurut penelitian yang dilakukan Simanjuntak dkk (2016), gulma pada
pertanaman padi sawah yang didapatkan setelah dilakukannya analisis vegetasi
yaitu Ageratum conyzoides L., Alternanthera philoxeroides, Alternanthera
sessilis, Amaranthus spinosus L., Anagallis arvensis L., Centella asiatica,
Chromolaena odorata, Cyperus iria L., Digitaria sanguinalis, Eclipta prostrata,
Eleusine indica, Ischaemum rugosum, Limnocharis flava, Mikania cordata,
Monochoria vaginalis, Pistia stratiotes L., dan Synedrella nodiflora.
Menurut Anderson (1977) ada 4 metode pengendalian gulma, yakni secara
kultural, mekanis, kimia, dan biologi. Pengendalian gulma secara kultural
meliputi penggunaan benih bersertifikat bebas biji gulma, penggunaan tanaman
yang lebih kompetitif dari gulma, dan rotasi tanaman. Sedangkan cara mekanis
meliputi, pencabutan gulma dengan tangan-manual (hand pulling), dengan
cangkul, dipotong, penggenangan, dibakar, dan dengan penggunaan alat-alat
pengolahan lahan (machine tillage). Cara kimia dilakukan dengan menggunakan
zat-zat kimia yang bersifat organik maupun anorganik yang diaplikasikan di lahan
pada berbagai kondisi tergantung jenis herbisida dan tanamannya. Cara biologi
dilakukan dengan menggunakan organisme alami yang antagonis dari gulma
tertentu (Anderson, 1997).
Marpaung dkk (2013) menyatakan bahwa penelitan yang dilakukan di Sumatera
Selatan menunjukkan hasil bahwa pengendalian menggunakan herbisida
menunjukkan hasil yang nyata dibandingkan dengan pengendalian secara manual.
Pengendalian secara kimiawi meningkatkan hasil sebesar 37,7% jika
dibandingkan dengan kontrol. Sembel (2015), herbisida merupakan senyawa
7
yang digunakan untuk mengendalikan gulma. Menurut Pane (2003), herbisida
berbahan aktif metil bensulfuron/metil metsulfuron cukup efektif mengendalikan
gulma padi tabela dengan hasil panen hampir sama dengan padi yang disiang dua
kali.
Pyriftalid juga merupakan herbisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma
golongan rumput pada pertanaman padi sawah. Mekanisme kerja herbisida
pyriftalid maupun metil bensulfuron ialah menghambat enzim ALS/AHAS
(Tomlin, 2010). Enzym acetolactate syntease (ALS) juga dikenali sebagai
Acetohydroxyacid syntease (AHS) merupakan enzim yang mensintesis asam
amino bercabang leusin, isoleusin dan valin (Larossa and Schloss, 1984).
Herbisida berbahan aktif tunggal terkadang hanya dapat mengendalikan gulma
dengan spektrum sempit. Untuk memperoleh pengendalian yang berspektrum
luas dan efektif terhadap gulma campuran dibutuhkan herbisida berbahan aktif
campuran (Barus, 2003). Menurut Siagian (2015), pencampuran herbisida
bertujuan untuk mengurangi kekebalan gulma pada satu herbisida tertentu,
membantu menurunkan gulma dominan homogen dan menurunkan dosis
herbisida tertentu.
Pencampuran herbisida dengan bahan aktif yang sama dapat dilakukan oleh
formulator dari suatu perusahaan maupun dilakukan oleh petani itu sendiri.
Pencampuran herbisida yang diharapkan akan bersifat sinergis maupun aditif.
Apabila suatu campuran herbisida bersifat antagonis maka herbisida tersebut lebih
baik diaplikasikan secara tunggal. Suatu herbisida yang memiliki sifat campuran
aditif akan memiliki hasil yang sama jika dibandingkan dengan aplikasi secara
8
tunggal. Herbisida campuran yang bersifat sinergis akan memiliki hasil yang
lebih tinggi dalam mengendalikan gulma jika dibandingkan dengan aplikasi secara
herbisida secara tunggal (Streibig, 2003).
Uji terhadap pencampuran herbisida dapat dilakukan melalui dua metode yaitu
ADM dan MSM (Multiplicative Survival model). Metode isobol ADM dilakukan
untuk herbisida dengan mode of action atau golongan yang sama. Analisis data
untuk herbisida dengan mode of action atau golongan yang berbeda dapat
dilakukan dengan metode MSM (Multiplicative Survival model) (Kristiawati,
2003).
Additive Dose Model (ADM) merupakan metode yang mengasumsikan bahwa
suatu herbisida dapat menggantikan atau mensubtitusikan suatu herbisida lain
apabila memiliki proses biologi yang sama. Dalam ADM potensial relatif dalam
dua herbisida dapat diibaratkan seperti pertukaran antara mata uang. Penjelasan
untuk ADM dalam aplikasi herbisida yaitu jika kita mengendalikan populasi
gulma 90% dengan aplikasi herbisida metil metsulfuron 0,04 kg ha-1 dan 1 kg ha-1
dari herbisida MCPA memiliki hasil yang sama dengan aplikasi 0,02 kg ha-1metil
metsulfuron dan 0,5 kg ha-1 MCPA (Streibig, 2003).
1.5 Kerangka Pemikiran
Keberadaan gulma pada area budidaya padi sawah menyebabkan tanaman tidak
dapat berproduksi sesuai dengan potensi produksi yang seharusnya. Untuk
mengurangi kerugian hasil yang ditimbulkan akibat adanya gulma perlu dilakukan
pengendalian terhadap gulma tersebut. Gulma pada budidaya padi sawah sangat
9
beragam yang merupakan gabungan dari tiga golongan gulma yaitu gulma dari
golongan rumput, teki, dan daun lebar. Keberagaman gulma yang ada di area
budidaya padi sawah menyebabkan perlu dilakukannya pemilihan metode
pengendalian yang tepat.
Metode pengendalian yang dapat dilakukan yaitu pengendalian secara kultur
teknik, mekanik, biologi maupun pengendalian secara kimiawi dengan
menggunakan herbisida. Pengendalian secara kimiawi merupakan pengendalian
yang dianggap paling efisien. Efisiensi ini dapat dilihat dari segi waktu
pengendalian, biaya pengendalian maupun tingkat keberhasilan pengendalian.
Herbisida yang dapat digunakan untuk pengendalian gulma pada budidaya padi
sawah yaitu herbisida dengan bahan aktif pyriftalid maupun herbisida dengan
bahan aktif metil bensulfuron. Herbisida berbahan aktif pyriftalid maupun metil
bensulfuron memiliki mekanisme kerja yang sama yaitu menghambat enzim
ALS/AHAS. Penggunaan herbisida berbahan aktif pyriftalid maupun metil
bensulfuron secara tunggal akan mempersempit spektrum pengendalian gulma.
Herbisida berbahan aktif pyriftalid hanya dapat mengendalikan gulma golongan
rumput. Sedangkan herbisida berbahan aktif metil bensulfuron dapat
mengendalikan gulma golongan teki dan daun lebar. Untuk memperluas spektrum
pengendalian gulma dilakukan pencampuran dua bahan aktif herbisida tersebut.
Tujuan dilakukannnya pencampuran dua bahan aktif herbisida yaitu agar semua
golongan gulma dapat dikendalikan pada area budidaya.
Keuntungan lain dalam pencampuran herbisida selain semakin luasnya spektrum
pengendalian yaitu mengurangi kekebalan (resistensi) gulma pada satu herbisida
10
tertentu, membantu menurunkan gulma dominan homogen dan menurunkan dosis
herbisida tertentu. Pencampuran bahan aktif herbisida dapat menyebabkan respon
yang dibagi menjadi tiga jenis. Respon pertama bersifat aditif, yang ditandai
dengan samanya hasil yang diperoleh terhadap pengendalian gulma baik ketika
herbisida tersebut diaplikasikan tunggal maupun dicampur dengan bahan aktif
yang berbeda. Respon kedua yaitu bersifat antagonis, hal ini terjadi jika
campuran kedua bahan aktif memberikan respon yang lebih rendah dari yang
diharapkan. Sedangkan respon yang ketiga adalah bersifat sinergis, dimana
respon dari pencampuran herbisida lebih tinggi dibandingkan aplikasi dalam
bentuk tunggal.
Respon yang diharapkan dari suatu pencampuran herbisida yaitu bersifat sinergis.
Oleh karena mekanisme kerja dari pyriftalid maupun metil bensulfuron sama yaitu
menghambat enzim ALS/AHAS maka metode pengujian campuran herbisida
menggunakan model Isobol atau biasa disebut dengan metode Additive Dose
Model (ADM).
1.6 Hipotesis
Hipotesis yang diperoleh berdasarkan kerangka pemikiran dalam penelitian
adalah:
1. Aplikasi herbisida campuran pyriftalid + metil-bensulfuron menimbulkan
kerusakan yang lebih luas pada gulma padi sawah yang diuji jika dibandingkan
dengan aplikasi herbisida tunggal pyriftalid maupun metil-bensulfuron.
11
2. Interaksi campuran herbisida berbahan aktif pyriftalid + metil-bensulfuron yang
diaplikasikan pada gulma uji bersifat sinergis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Umum Padi
Padi merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di daerah tropis. Spesies
padi yang umumnya dibudidayakan oleh petani adalah spesies Oryza sativa L.
Padi merupakan tanaman yang berasal dari divisi Spermatophyta, sub divisi
Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Poales, famili Gramineae, genus
Oryza. Padi tergolong dalam kelompok tanaman hari pendek yang sensitif
terhadap fotoperiodisme. Hari panjang menyebabkan pembungaan tanaman padi
menjadi terlambat. Setidaknya 30-45 hari sebelum panen tanaman yang mendapat
energi surya yang cukup akan memberikan hasil yang tinggi. Jumlah anakan pada
padi bervariasi dapat mencapai 30-110 anakan tergantung teknik budidaya yang
digunakan (Utama, 2015).
Umur tanaman padi bervariasi mulai dari padi yang berumur genjah sampai
dengan padi yang berumur dalam. Padi berumur genjah sudah dapat dipanen
sejak padi berumur lebih kurang 90 hari sedangkan padi berumur dalam baru
dapat dipanen lebih dari 6 bulan. Secara umum, terdapat tiga stadia pertumbuhan
yang dialami oleh tanaman padi yaitu; (a) Stadia vegetatif, dimulai dari
perkecambahan benih padi hingga terbentuknya terbentuknya bulir-bulir padi.
Padi dengan varietas berumur pendek, lamanya stadia satu ini berkisar antara 50
13
hingga 55 hari, sedangkan pada varietas padi berumur panjang sekitar 85 hari. (b)
Stadia reproduktif, diawali sejak terbentuknya bulir padi hingga terjadinya
pembungaan, tadia ini terjadi sekitar 35 hari. (c) Stadia pembentukan gabah,
dimulai dari pembungaan hingga pemasakan biji, waktu yang dibutuhkan stadia
ini berkisar 28 hingga 30 hari. Tanaman padi dapat hidup dengan baik di daerah
yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Suhu yang baik untuk
pertumbuhan tanaman padi adalah 23ºC (Purwasasmita dan Sutayat,2014).
2.2 Gulma di Pertanaman Padi Sawah
Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan
manusia. Karena gulma besifat merugikan maka manusia mencoba untuk
mengendalikannya. Terdapat lebih dari 250 jenis gulma yang dianggap
mengganggu budidaya pertanian. Masa kritis tanaman padi terhadap gulma yaitu
saat padi berumur 3 sampai 6 minggu. Tingkat kehilangan hasil tanaman padi
sawah tanpa dilakukan pengendalian terhadap gulma mencapai 48-81%
(Sembodo, 2010).
Menurut Fitri (2014), penelitian yang dilakukan di Solok Kabupaten Sumetera
Barat mendapatkan hasil bahwa gulma pada pertanaman padi sawah terdiri dari
golongan yaitu rumput, teki, dan daun lebar. Spesies gulma yang ada di lahan
persawahan yang dianalisis yaitu: Cyperus iria L, Cyperus difformis L.,
Echinochloa cruss galli (L) Beauv, Echinochloa colonum (L.) Link, Marsilea
crenata Presl, Fimbristylis miliacea (L.) Vahl, Pasapalum vaginatum Berg,
Monochoria vaginalis (Burm. F.) L, Salvinia molesta D.S. Mitchel, Scirpus
juncoides Roxb, S. mucronatus L., dan Althernanthera sassilis.gulma. Gulma
14
dominan pada pertanaman tersebut yaitu F. milliacedengan nilai Summed
Domination Ratio (SDR) sebesar 36,17% (Fitri dkk., 2014).
Menurut penelitian yang dilakukan Simanjuntak dkk. (2016), gulma pada
pertanaman padi sawah yang didapatkan setelah dilakukannya analisis vegetasi
yaitu Ageratum conyzoides L., Alternanthera philoxeroides, Alternanthera
sessilis, Amaranthus spinosus L., Anagallis arvensis L., Centella asiatica,
Chromolaena odorata, Cyperus iria L., Digitaria sanguinalis, Eclipta prostrata,
Eleusine indica, Ischaemum rugosum, Limnocharis flava, Mikania cordata,
Monochoria vaginalis, Pistia stratiotes L., dan Synedrella nodiflora.
a. Spenoclea. Zeylanica (S. zeylanica)
Klasifikasi S. zeylanica yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dikotyledoneae
Ordo : Solanales
Familia : Spenocleaceae
Genus : Spenoclea
Spesies : S. zeylanica (Holm et al., 1997).
S. zeylanica umumnya ditemukan di dataran rendah hingga ketinggian 300
mdpl. Gulma ini umumnya tumbuh subur pada air tergenang yang bersifat
stagnan. Memiliki daya saing sedang terhadap tanaman budidaya. Siklus
hidup gulma ini yaitu tahunan dengan organ perkembangbiakan berupa biji.
Dormansi biji dapat terjadi karena perkecambahan gulma ini sangat
15
memerlukan bantuan sinar matahari. Pengendalian dapat dilakukan melalui
pemberian naungan, penggenangan lebih awal maupun pengendalian secara
kimiawi menggunakan herbisida (Caton et al., 2011).
Sumber: google image
Gambar 1. S. zeylanica
b. Ludwigia octovalvis (L. octovalvis)
Klasifikasi L. octovalvis yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dikotyledoneae
Ordo : Myrtales
Familia : Ornagraceae
Genus : Ludwigia
Spesies : L. octovalvis (Holm, 1997).
L. octovalvis umumnya ditemukan di ditaran rendah dan dapat tumbuh dengan
baik di daerah basah maupun lembab. Merupakan tumbuhan tegak, memiliki
banyak cabang, merupakan tanaman terna kuat dan tingginya dapat mencapai
1,5 m. L. octovalvis merupakan tumbuhan yang memiliki daya saing tinggi.
Siklus hidup L. octovalvis sepanjang tahun dan dapat berkembangbiak melalui
16
biji maupun bagian tanaman. Merupakan tumbuhan yang memiliki dormansi
yang rendah dan membutuhkan cahaya untuk berkecambah. L. octovalvis
dapat hidup di tempat yang ternaungi maupun tidak ternaungi. Tumbuhan ini
merupakan tumbuhan yang respon terhadap pemupukan. L. octovalvis
merupakan gulma yang tidak resisten terhadap herbisida untuk beberapa tahun
terakhir. Pengendalian dapat dilakukan melaui penyiangan lebih awal,
penggenangan maupun pengendalian menggunakan herbisida (Caton et al.,
2011).
Sumber: google image
Gambar 2. L. octovalvis
c. Fimbristylis milliace (F. milliace)
Klasifikasi F. Milliace yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Fimbristylis
Spesies : F. milliace(Holm, 1997).
17
Sumber: google image
Gambar 3. F. milliace
F. milliaceumumnya ditemukan didataran rendah namun dapat tumbuh pada
ketinggian 1400 mdpl. Tumbuhan ini memiliki batang yang padat dengan daun
berbentuk pita serta tumbuh dalam rumpun. Tumbuhan akan tumbuh baik pada
kelembaban tinggi hingga basah. Perkecambahan biji paling baik pada saat
penyinaran matahari penuh. Pengendalian dapat dilakukan dengan
penggenangan secara terus-menerus pada pertanaman padi sawah (Caton et al.,
2011).
d. Cyperus diformis (C. diformis)
Klasifikasi C. diformis yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Cyperales
Familia : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : C. diformis (Holm, 1997).
18
Sumber: google image
Gambar 4. C. diformis
C. diformis merupakan tumbuhan yang biasanya ditemukan di dataran rendah
dan biasanya hidup dalam rumpun dan tumbuh tegak. Tumbuhan ini dapat
tumbuh pada lingkungan yang basah maupun lembab. Tumbuhan ini secara
umum menjadi gulma dominan pada budidaya padi sawah. Waktu kemunculan
gulma biasanya 7 hari dan akan terus menerus muncul sepanjang musim.
Merupakan gulma tahunan yang berkembangbiak secara umum menggunakan
biji. Biji gulma berkecambah paling baik pada kondisi pencahayaan penuh.
e. Leptochloa chinensis (L. Chinensis)
Klasifikasi L. chinensis yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Leptochloa
Spesies : L. chinensis (Holm, 1997)
19
Sumber: google image
Gambar 5. L. chinensis
L. chinensis umumnya ditemukan didataran rendah dan tumbuh pada
ketinggian 1400 mdpl. Keadaan fisik tumbuhan yaitu dapat tumbuh dalam
rumpun, tegak, ramping, kadang-kadang dapat rebah di tanah dan tinggi
tumbuhan dapat mencapai 1,2 meter. Gulma ini memiliki daya saing tinggi
dengan tanaman budidaya. Siklus hidup gulma sepanjang tahun dengan organ
perkembangbiakan melalui biji maupun potongan tanaman. Pengendalian
terhadap gulma dapat dilakukan dengan pengolahan tanah, penyiangan
menggunakan tangan, dan digenangi selama satu minggu (Caton et al., 2011).
f. Ischaemum rogusum (I. rogusum)
Klasifikasi I. rogusum yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Ischaemum
Spesies : I. rogusum (Holm, 1997)
20
Sumber: google image
Gambar 6. I. rogusum
I. rogusum merupakan gulma yang dapat ditemukan di dataran rendah maupun
di dataran tinggi. Secara umum gulma ini memiliki rimpang, tumbuh tegak
hingga berserak dan ketinggiannya dapat mencapai 1 meter. Gulma dapat
tumbuh pada daerah tergenang maupun basah. Gulma I. rogusum memiliki
daya saing tinggi baik dengan tanaman budidaya seperti padi maupun antar
gulma lainnya. Perkembangbiakan gulma dapat melalui biji maupun rimpang
gulma. Pengendalian dapat dilakukan melaui pencabutan lebih awal,
penggenangan secara terus-menerus maupun melalui pengendalian secara
kimiawi menggunakan herbisida.
2.3 Pengendalian Gulma di Pertanaman Padi Sawah
Pengendalian gulma pada pertanaman padi sawah dapat dilakukan dengan
beberapa metode seperti pengendalian mekanik/fisik, kultur teknik, hayati,
pengendalian secara kimia, dan terpadu (Sembodo, 2010). Menurut Moenadir
(1993) waktu kehadiran gulma yang menjadi masalah besar dalam budidaya padi
ialah pada fase kritis tanaman padi yaitu periode awal pertumbuhan tanaman
21
Menurut Anderson (1977) ada 4 metode pengendalian gulma, yakni secara
kultural, mekanis, kimia, dan biologi. Pengendalian gulma secara kultural
meliputi penggunaan benih bersertifikat bebas biji gulma, penggunaan tanaman
yang lebih kompetitif dari gulma, dan rotasi tanaman. Sedangkan cara mekanis
meliputi, pencabutan gulma dengan tangan-manual (hand pulling), dengan
cangkul, dipotong, penggenangan, dibakar, dan dengan penggunaan alat-alat
pengolahan lahan (machine tillage). Cara kimia dilakukan dengan menggunakan
zat-zat kimia yang bersifat organik maupun anorganik yang diaplikasikan di lahan
pada berbagai kondisi tergantung jenis herbisida dan tanamannya. Cara biologi
dilakukan dengan menggunakan organisme alami yang antagonis dari gulma
tertentu (Anderson, 1997).
Soerjandono (2005) menyatakan bahwa pegendalian gulma yang efektif pada
pertanaman padi sawah yaitu pengendalian secara kimiawi menggunakan
herbisida terutama pada areal pertanaman yang luas dan waktu yang relatif singkat
jika dibandingkan dengan pengendalian gulma yang lain. Herbisida merupakan
zat kimia phytotoxic yang mampu mematikan tanaman dan beberapa mampu
mematikan tanaman tertentu tanpa memberikan efek pada tanaman lainnya
(Anderson, 1977). Menurut Pane (2009), Herbisida berbahan aktif metil
bensulfuron/metil metsulfuron cukup efektif mengendalikan gulma padi tabela
dengan hasil panen hampir sama dengan padi yang disiang dua kali. Pyriftalid
juga merupakan herbisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma golongan
rumput pada pertanaman padi sawah (Tomlin, 2010).
22
2.4 Herbisida Metil bensulfuron
Metil-bensulfuron merupakan bahan aktif herbisida yang memiliki rumus molekul
C16H18N4O7S dengan tatanama senyawa kimia methyl α-(4,6-dimethoxypyrimidin
2-ylcarbamoylsulfamoyl)-o-toluate. Mekanisme kerja herbisida ini ialah
menghambat enzim ALS/AHAS. Herbisida ini bekerja dengan menghambat
biosintesis asam amino valin dan isoleusin sehingga pembelahan sel dan
pertumbuhan tumbuhan akan terhenti. Herbisida ini merupakan herbisida
sistemik selektif yang akan diserap dari akar maupun daun dan ditranslokasikan
secara cepat kejaringan meristematik. Herbisida dapat diaplikasikan secara pre-
emergence maupun post-emergence, dapat digunakan untuk mengendalikan
gulma semusim maupun gulma tahunan. Contoh gulma yang dapat dikendalikan
oleh herbisida ini yaitu: Butomus umbellatus, Scirpus maritimus, Scirpus
mucronatus, Alisma plantago-aquatica, Sparganium erectum, Cyperus spp., dan
Typha spp (Tomlin, 2010). Rumus bangun metil-bensulfuron seperti pada
Gambar 5
Gambar 7. Struktur kimia metil bensulfuron (Tomlin, 2010).
Herbisida berbahan aktif metil bensulfuron merupakan herbisida yang mudah
tersegradasi. Hasil penelitian di Jepang menunjukan bahwa DT50 dari metil-
bensulfuron berkurang dari 16 hari menjadi 9 hari melalui pengaplikasian dalam
23
kurun waktu satu tahun. Metil-bensulfuron cepat terdegradasi melalui aplikasi
berulang disebabkan karena adaptasi bakteri tanah yang memanfaatkan metil-
bensulfuron sebagai sumber karbon dan energi (Xie et al., 2000).
Menurut Luo et al. (2008), herbisida Metil-bensulfuron akan disegradasikan oleh
mikroorganisme menjadi sumber karbon, nirogen dan fosfor. Degradasi akan
terjadi pada mikroognisme melalui prosos co-metabolisme. Degradasi akan lebih
cepat terjadi apabila terdapat kandungan natrium laktat. Adanya kandungan
natrium laktat akan mempercepat degradasi metil-bensulfuron menjadi 79,5%.
2.5 Herbisida Pyriftalid
Herbisida pyriftalid pertama kali diperkenalkan pada tahun 2001 di Korea.
Rumus molekul herbisida pyriftalid adalah C15H14N2O4S dan rumus bangun
seperti Gambar 2 dengan tatanama senyawa kimia 7-[(4,6-dimethoxy-2-
pyrimidinyl)thio]-3-methyl-1(3H)-isobenzofuranone. Mekanisme kerja herbisida
ini ialah menghambat enzim ALS/AHAS. Herbisida ini efektif untuk
mengndalikan gulma golongan rumput pada pertanaman padi. Rumus bangun
pyriftalid seperti pada Gambar 6 (Tomlin, 2010).
Gambar 8. Struktur kimia pyriftalid (Tomlin, 2010).
24
Koboyashi dan Tzunekawa (2010) menyatakan bahwa Pyriftalid dapat
menghambat perkecambahan dan pertumbuhan gulma Eichinocloa oryzoides pada
pertanaman padi sawah di Jepang. Herbisida dengan bahan aktif Pyriftalid
termasuk kedalam golongan herbisida pirimidin(tio)benzoat. Herbisida berbahan
aktif Pyriftalid merupakan herbisida yang dapat diaplikasikan secara tunggal pada
area budidaya maupun dicampur dengan herbisida berbahan aktif lainnya
(Hudayya dan Jayanti, 2013).
2.6 Pencampuran Herbisida
Efektivitas herbisida berbahan aktif tunggal terbatas pada satu golongan tertentu
(gulma golongan berdaun lebar atau berdaun sempit saja) sehingga pada spektrum
tertentu pengendaliannya menjadi sangat sempit. Untuk memperoleh
pengendalian yang berspektrum luas dan efektif terhadap gulma campuran
dibutuhkan herbisida berbahan aktif campuran (Barus, 2003). Menurut Siagian
(2015), pencampuran herbisida bertujuan untuk mengurangi kekebalan gulma
pada satu herbisida tertentu, membantu menurunkan gulma dominan homogen
dan menurunkan dosis herbisida tertentu.
Pencampuran bahan aktif herbisida dapat menyebabkan respon yang dibagi
menjadi tiga jenis. Respon pertama bersifat aditif, yang ditandai dengan samanya
hasil yang diperoleh terhadap pengendalian gulma baik ketika herbisida tersebut
diaplikasikan tunggal maupun dicampur dengan bahan aktif yang berbeda.
Respon kedua yaitu bersifat antagonis, hal ini terjadi jika campuran kedua bahan
aktif memberikan respon yang lebih rendah dari yang diharapkan. Sedangkan
respon yang ketiga adalah bersifat sinergis, dimana respon dari pencampuran
25
herbisida lebih tinggi dibandingkan aplikasi dalam bentuk tunggal. Pernampuran
herbisida yang diharapkan adalah yang memiliki sifat sinergis (Craft dan Robbins
dalam Tampubolon, 2000).
Pencampuran herbisida berbahan aktif Metil bensulfuron dan Pretiachlor pada
pertanaman padi sawah diaplikasikan untuk memperoleh spektrum pengendalian
yang lebih luas. Sebelum herbisida dilakukan pengaplikasian secara luas maka
terlebih dahulu dilakukan pengujian apakah herbisida tersebut berpengaruh
terhadap organisme nontarget maupun ekologi tanah dan air. Pengujian yang
dilakukan mendapatkan hasil bahwa pencampuran herbisida berbahan aktif Metil
bensulfuron dan Pretiachlor tidak menimbulkan dampak negatif pada organisme
nontarget maupun terhadap ekologi tanah dan air. Selain itu pengampikasian
herbisida campuran metil bensulfuron dan pretiachlor justru meningkatkan hasil
gabah (Das et al., 2011).
Menurut Osunawa et al. (2002), aplikasi tunggal herbisida metil bensulfuron pada
pertanaman padi di California secara terus menerus menyebabkan resistensi pada
gulma Eichinocloa phyllopogon. Sedangkan pengaplikasian herbisida berbahan
aktif bispiribac-sodium menyebabkan resistensi pada gulma C. diformis. Untuk
mengatasi resstensi terhadap kedua gulma tersebut maka dilakukan pencampuran
kedua bahan aktif herbisida yaitu metil-bensulfuron dan bispiribac-sodium. Kuk
et al. (2004) menyatakan bahwa aplikasi Metil-bensulfuron dalam jangka panjang
di Korea juga menyebabkan resistensi terhadap gulma C. diformis. Untuk
mengatasi masalah tersebut dilakukan pencampuran herbisida dengan herbisida
golongan sulfonil-urea miasalnya herbisida Pyriftalid.
26
Uji terhadap pencampuran herbisida dapat dilakukan melalui dua metode yaitu
isobol dan MSM (Multiplicative Survival model). Metode isobol dilakukan untuk
herbisida dengan mode of action atau golongan yang sama. Analis data untuk
herbisida dengan mode of action atau golongan yang berbeda dapat dilakukan
dengan metode MSM (Multiplicative Survival model) (Kristiawati, 2003).
Additive Dose Model (ADM) merupakan metode yang mengasumsikan bahwa
suatu herbisida dapat menggantikan atau mensubtitusikan suatu herbisida lain
apabila memiliki prosesbiologi yang sama. Dalam ADM potensial relatif dalam
dua herbisida dapat diibaratkan seperti pertukaran antara mata uang. Penjelasan
untuk ADM dalam aplikasi herbisida yaitu jika kita mengendalikan populasi
gulma 90% dengan aplikasi herbisida metil metsulfuron 0,04 kg ha-1
dan 1 kg ha-1
dari herbisida MCPA memiliki hasil yang sama dengan aplikasi 0,02 kg ha-1
metil
metsulfurondan 0,5 kg ha-1
MCPA (Streibig, 2003). ADM untuk dua
pencampuran herbisida digambarkan pada Gambar 7.
Gambar 9. ADM isobol untuk pencampuran dua herbisida
27
Jika respon kurva dari herbisida yang diaplikasikan terpisah adalah sama maka
kita memperoleh garis isobol pararel yang dianggap terlepas dari responnya.
Namun jika respon kurva tidak sama, maka kita tetap memperoleh garis lurus
namun tidak pararel. Prinsip pertukarannya berupa potensial relatif sehingga
dapat diasumsikan bahwa herbisida tidak dapat mengubah effek nya dalam
tumbuhan meskipun diaplikasikan secara campuran. Sehingga dapat dituliskan
model matematika sebagai berikut:
Dimana za dan zb adalah herbisida yang diaplikasikan secara campuran yang
memiliki respon yang sama dengan herbisida yang Za dan Zb yang diaplikasikan
terpisah. Maka potensial relatif antara a dan b adalah:
Sehingga diperoleh persamaan:
Sifat antagonis atau sinergis dari pencampuran herbisida dapat ditentukan
dengan dua model acuan, yaitu ADM (Additive Dose Model) dan MSM
(Multiplicated Survival Model). Model ADM pada awalnya digunakan untuk
mendemonstrasikan aplikasi insektisida terhadap serangga, kemudian dengan
menggunakan metode isobol dapat diperkirakan sifat insektisida campuran
(sinergis, aditif, atau antagonis). Metode tersebut selanjutnya menjadi dasar
model ADM dan digunakan bila dua herbisida dari kelompok bahan kimia dan
mode of action sama dicampurkan (Tammes, 1964; Hatzios dan Panner, 1984
dalam Fitri 2011).
28
Gambar 10. Analisis Model ADM (Posisi Nilai Harapan dan Perlakuan)
Sumber: Fitri (2011)
Sumbu x dan y menunjukkan dosis herbisida A dan B (Gambar 3). K adalah
LD50 herbisida A, sedangkan L adalah LD50 herbisida B. Garis yang
menghubungkan titik K dan L pada kedua sumbu merupakan titik kedudukan
berbagai campuran herbisida yang menyebabkan kematian 50%. Garis (l)
menggambarkan perbandingan herbisida A dan B dalam formulasi herbisida
campuran. Perpotongan kedua garis ini merupakan nilai LD50-harapan herbisida
campuran. Bila nilai LD50 herbisida campuran lebih kecil dari LD50-harapan,
maka campuran herbisida bersifat sinergis. Bila nilai LD50 sama dengan nilai
LD50 harapan, maka campuran herbisida bersifat aditif, dan bila lebih besar maka
herbisida campuran bersifat antagonis (Fitri, 2011).
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Desember tahun 2016 hingga bulan Januari
tahun 2017. Penelitian dilakukan di rumah kaca dan di Laboratorium Gulma
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah herbisida berbahan aktif
tunggal dengan kandungan pyriftalid (Pyriftalid 250 SC) dan metil bensulfuron
(BENSON 10 WP), serta herbisida berbahan aktif kombinasi pyriftalid dan metil
bensulfuron (APIRO 550 SC), media tanam dalam pot percobaan adalah tanah
sawah berlumpur dan bibit gulma yang terdiri atas gulma golongan daun lebar
yaitu Spenochlea zeylanica dan Ludwigia octovalvis, gulma golongan rumput
yaitu Leptochloa chinensis dan Ischaemum rogusum, serta gulma golongan teki
yaitu Fimbristylis milliacea dan Cyperus diformis. Sedangkan alat-alat yang
digunakan adalah knapsack semi automatic sprayer dengan nosel merah, pinset,
gelas ukur, gelas piala, timbangan, pot percobaan (gelas plastik dengan diameter
6,75 cm dan tinggi 11,5 cm), gunting, nampan, dan oven.
30
3.3 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Masing-masing herbisida baik herbisida pyriftalid, metil bensulfuron maupun
campuran pyriftalid + metil bensulfuron diaplikasikan secara terpisah. Aplikasi
dimulai dari dosis herbisida yang paling rendah. Dosis dari setiap bahan aktif
yang diaplikasikan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Dosis herbisida yang digunakan
Herbisida Dosis Bahan
Aktif (g ha-1)
Dosis Formulasi
pyriftalid + metil bensulfuron
(Apiro 550 SC)
0
10,31
20,63
41,25
82,5
165
330
0
0,01875
0,0375
0,075 l ha-1
0,150
0,300
0,600
pyriftalid
(Pyriftalid 250 SC)
0
18,75
37,5
75
150
300
600
0
0,075
0,150
0,300 l ha-1
0,600
1,200
2,400
metil bensulfuron
(Benson 10 WP)
0
0,625
1,25
2,5
5
10
20
0
6,25
12,5
25 g ha-1
50
100
200
Perlakuan diterapkan pada satuan percobaan yang berupa pot berisi media tanah
berlumpur dan ditanami gulma golongan golongan rumput, teki, dan daun lebar.
Satuan percobaan pada penelitian yaitu 684 satuan percobaan. Pengelompokan
dilakukan berdasarkan tinggi gulma saat sebelum dilakukan aplikasi herbisida.
31
Untuk menguji homogenitas ragam digunakan uji Bartlett dan additifitas data diuji
dengan menggunakan uji Tukey. Jika hasil uji tersebut memenuhi asumsi, data
dianalisis dengan sidik ragam dan dilakukan pengujian pemisahan nilai tengah
perlakuan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Dalam penelitian ini total satuan percobaan yang digunakan adalah 684 pot. Pot
satuan percobaan tersebut diletakkan secara kelompok berdasarkan jenis gulma
dan ulangannya serta antar satuan percobaan diberi jarak untuk menghindari
kontaminasi antar perlakuan. Tahapan pelaksanaan penelitian yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut :
3.4.1 Tata Letak Percobaan
Dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan
pengaplikasian antar bahan aktif herbisida dilakukan secara terpisah. Tata letak
pot diatur sedemikian rupa dengan jarak yang cukup untuk menghindari terjadinya
kontaminasi antar perlakuan dengan menempatkan jenis gulma sasaran seperti
Gambar 13.
32
Keterangan : A: Spenochlea zeylanica; B: Ludwigia octovalvis
C: Fimbristylis milliacea D: Cyperus diformis
E: Leptochloa chinensis F: Ischaemum rogusum 1, 2, 3,…,19 = perlakuan
Gambar 11. Tata Letak Percobaan.
33
3.4.2 Penetapan Gulma Sasaran
Gulma sasaran dalam penelitian ini berupa gulma golongan daun lebar yaitu S.
zeylanica dan L. octovalvis, gulma golongan rumput yaitu L. chinensis dan I.
rogusum, serta gulma golongan teki yaitu C. diformis dan F. milliacea.
3.4.3 Penanaman, Pemeliharaan, dan Penjarangan Gulma
Penanaman gulma dilakukan dengan cara memindahkan gulma muda yang ada di
lahan persawahan. Gulma tersebut kemudian ditanam dalam pot satuan percobaan
dengan 2 gulma/pot dan dikondisikan sesuai dengan habitat aslinya. Media tanam
yang digunakan untuk menanam gulma tersebut adalah tanah sawah berlumpur
dengan bobot 300 gram/pot.
Pemeliharaan gulma yang telah ditanam dalam pot percobaan dilakukan dengan
penyiraman sesuai kebutuhan tumbuh, menyiangi pot percobaan dari tumbuhnya
tumbuhan lain, serta jika diperlukan dilakukan pengendalian terhadap hama dan
penyakit. Pemeliharaan gulma dilakukan dengan sebaik mungkin agar gulma
tumbuh sesuai dengan potensinya dan menghindari stres akibat pindah tanam.
Sebelum dilakukan aplikasi maka dilakukan penjarangan gulma. Penjarangan
gulma dilakukan dengan cara memotong gulma pada bagian batang gulma yang
berada diatas permukaan tanah. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan
gunting sehingga diharapkan tidak merusak perakaran gulma yang lainnya.
Gulma yang dipertahankan adalah gulma yang memiliki pertumbuhan yang relatif
seragam.
34
3.4.4 Aplikasi Herbisida
Kegiatan kalibrasi dilakukan terhadap alat semprot punggung (knapsack sprayer)
dengan nozel merah. Kegiatan ini dilakukan untuk memastikan bahwa alat
tersebut dapat digunakan dengan baik. Kalibrasi dilakukan dengan metode luas
guna mengetahui volume larutan yang dibutuhkan seluas petak yang telah
ditentukan. Volume tersebut diperoleh dengan cara memasukan tiga liter air
kedalam tangki knapsack sprayer dan mengaplikasikan air tersebut pada petak.
Volume semprot pada penelitian ini yaitu 500 l ha-1
.
Pada penelitian ini aplikasi herbisida hanya dilakukan satu kali selama pengujian,
yaitu pada 2 minggu setelah gulma dipindah tanam. Aplikasi herbisida dilakuan
sesuai dosis perlakuan percobaan (Tabel 1). Pot percobaan dari satu jenis dan
dosis herbisida yang sama serta berada pada ulangan yang sama disusun dalam
petak tersebut secara acak pada saat dilakukan aplikasi agar semua pot percobaan
tersebut memperoleh jumlah paparan herbisida yang sama.
5 m
2 m
Gambar 12. Sketsa Pelaksanaan Aplikasi Herbisida
Keterangan: = pot percobaan
Arah
aplikasi
35
3.5 Pengamatan
3.5.1 Pengamatan Gejala Keracunan
Pengamatan dilakukan dengan memoto sampel gulma dari setiap perlakuan yang
dibandingkan dengan sampel dari perlakuan kontrol (tanpa aplikasi herbisida).
Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui perubahan morfologi yang terjadi pada
gulma pasca aplikasi herbisida.
3.6 Pemanenan
Contoh gulma dipanen dengan cara memotong gulma pada permukaan media
tanam. Bagian gulma yang diambil hanya bagian yang masih hidup saja,
sedangkan bagian yang sudah mati dibuang. Pemanenan dilakukan pada 1
minggu setelah aplikasi.
3.7 Penetapan Bobot Kering Gulma
Bagian gulma yang masih hidup dimasukkan dalam kantong kertas dan diberi
label, selanjutnya dioven selama 2 x 24 jam pada temperatur 80o C, untuk
kemudian ditimbang bobot keringnya. Bobot kering gulma tersebut digunakan
untuk menentukan persentase kerusakan gulma dan kemudian dibuat nilai
probitnya. Nilai probit tersebut yang akan digunakan untuk menganalisis sifat
pencampuran herbisida.
36
3.8 Analisis Data
Data bobot kering dikonversi menjadi nilai persen kerusakan. Persen kerusakan
merupakan nilai yang menunjukan seberapa besar kemampuan herbisida dalam
mematikan gulma. Olah data yang dilakukan yaitu dengan menggunakan aplikasi
Statistik X. Data bobot kering dan persen kerusakan diuji kehomogenannya
dengan uji Bartlett dan keaditivan data diuji dengan uji Tukey. Berdasarkan hasil
uji aditivitas dan homogenitas, dilakukan pengujian pemisahan nilai tengah
perlakuan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% terhadap data
bobot kering maupun persen kerusakan gulma untuk memperoleh kesimpulan
mengenai daya kendali herbisida yang digunakan.
Analisis sifat campuran herbisida dilakukan dengan pengujian Additive Dose
Model (ADM) karena dua campuran herbisida yang diuji memiliki mekanisme
kerja yang sama.
3.8.1 Analisis Data Model ADM (Additive Dose Model).
Model ADM (Additive Dose Model) dipakai dalam analisis data pada penelitian
ini karena Pyriftalid dan Metil bensulfuron memiliki mekanisme kerja yang sama.
Dari data bobot kering, selanjutnya dihitung persen kerusakan perlakuan dengan
rumus sebagai berikut :
%KP = {1-
} x 100%
37
Keterangan :
% KP = Persen Kerusakan Perlakuan
Bsp = Bobot kering bagian gulma yang segar perlakuan (gram)
Bsk = Bobot kering bagian gulma yang segar kontrol (gram)
Rata-rata persen kerusakan yang diperoleh dikonversi ke dalam nilai probit. Nilai
probit yakni fungsi kompabilitas dapat dicari memakai rumus NORMINV dalam
Microsoft Excel, kemudian dosis diubah menjadi log dosis menggunakan rumus
LOG pada Microsoft Excel. Nilai probit (y) dan log dosis (x) akan dibuat
persamaan regresi linier.
3.8.2. Menghitung Nilai ED50 Perlakuan
a) Menghitung probit masing-masing herbisida
Probit merupakan fungsi kerusakan gulma berupa persamaan regresi linier
sederhana, yaitu Y= a+bx, dimana Y adalah nilai probit dari persen kerusakan
gabungan gulma, dan x adalah nilai log dosis perlakuan herbisida.
b) Menghitung ED50 perlakuan masing-masing herbisida
ED50 merupakan besarnya dosis yang dapat menyebabkan kerusakan atau
kematian gulma sebesar 50% dari populasi gulma. ED50 diperoleh dari
persamaan regresi yang telah didapat. Nilai ED50 didapatkan dari nilai Y pada
persamaan regresi yang merupakan persen kerusakan (50%) ditransformasikan
kedalam nilai probit menjadi 5. Dari hasil tersebut maka didapatkan nilai x
dari persamaan regresi tersebut yang merupakan log dosis. Nilai x tersebut
perlu dikembalikan kedalam antilog sehingga nilai x yang telah dikembalikan
38
kedalam antilog merupakan ED50 masing-masing herbisida yakni ED50
pyriftalid, ED50 metil bensulfuron, dan ED50 pyriftalid + metil bensulfuron.
3.8.3. Menghitung Nilai ED50 Harapan
Herbisida pyriftalid dan metil bensulfuron memiliki mekanisme kerja yang sama
sehingga untuk menghitung nilai ED50 dapat dilakukan dengan langkah:
a. Herbisida pyriftalid dimisalkan sebagai X dan herbisida metil bensulfuron
sebagai Y. Karena mekanisme kerja kedua herbisida tersebut sama maka nilai
Y akan sama dengan X.
b. Substitusikan nilai ED50 atau antilog kedalam persamaan. Y = a – b X sehingga
akan diperoleh nilai X dan nilai Y
c. ED50 harapan didapatkan dengan menjumlahkan nilai X dan nilai Y.
d. Apabila nilai ED50 percobaan < ED50 harapan maka campuran herbisida bersifat
sinergis.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Herbisida berbahan aktif pyriftalid mampu mengendalikan gulma golongan
rumput Leptochloa chinensis pada taraf dosis 37,5 g ha-1 dan Ischaemum
rogusum pada taraf dosis 150 g ha-1.
2. Herbisida berbahan aktif metil bensulfuron mampu mengendalikan gulma
golongan daun lebar Spenochlea zeylanica dan Ludwigia octovalvis, serta
gulma golongan teki Fimbrystilis millicea dan Cyperus diformis pada semua
taraf dosis, dan gulma Ischaemum rogusum pada dosis dimulai dari 150 g ha-1.
3. Herbisida campuran berbahan aktif pyriftalid + metil-bensulfuron mampu
mengendalikan gulma Spenochlea zeylanica, Ludwigia octovalvis, Fimbrystilis
millicea, Cyperus diformis, Leptochloa chinensis, dan Ischaemum rogusum
pada semua dosis yang diaplikasikan.
4. Pencampuran herbisida berbahan aktif pyriftalid dan metil-bensulfuron
memiliki nilai ko-toksisitas 0,05 (<1) sehingga campuran bersifat antagonis.
84
5.2 Saran
Bagi formulator perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan mencari perbandingan
dosis herbisida berbahan aktif campuran pyriftalid + metil bensulfuron untuk
mendapatkan sifat sinergis pada campuran herbisida tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, W.P. 1977. Weed Science Principles. West Publishing Company. NewYork.
Antralina, M. 2012. Karakteristik Gulma dan Komponen Hasil Tanaman PadiSawah (Oryza sativa) Sistem SRI pada Waktu Keberadaan Gulma yangBerbeda. Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. 3(2): 9–17 .
Barus, I. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan, Efektivitas dan Efisiensi.Kanisius. Yogyakarta.
Balai Penelitian Tanaman Padi. 2013. Deskripsi Varietas Padi. Badan Penelitiandan Pengembangan Padi Hibrida. Bogor.
Brown, H.M. 2006. Mode of Action, Crop Selectivity, and Soil Relation of theSulfonylurea Herbicides. Pest management Science. 29(3) : 263 – 281.
Caton, B.P., M. Mortimer, J.E. Hill, dan D.E. Johnson. 2011. Gulma Padi di Asia.IRRI. Bangkok.
Das, S., A.Gosh, and T.K.Adhya. 2011. Nitrous Oxide and Methane Emissionfrom A Flooded Rice Fields as Influenced by Separate and CombinedAplication of Herbicides Bensulfuron-methyl and Prectiachlor. Jurnal ofChemosphere. 84(1) : 54–62.
Fitri, D.S., Z. Syam, dan Solfiyeni. 2014. Komposisi dan Struktur Gulma padaFase Vegetatif Padi Sawah (Oryza sativa L) di Nagari Singkarak KabupatenSolok Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 3(1) : 68-72.
Fitri, T. Y. 2011. Uji Herbisida Campuran Bahan Aktif cyhalofob-buthyl danPenoxulam Terhadap Beberapa Jenis Gulma Padi Sawah. Skripsi.Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. InstitutPertanian Bogor.
Hafiz, A., E. Purba, dan B.S.J. Damanik. 2014. Efikasi Beberapa Herbisida SecaraTunggal dan Campuran Terhadap Clidermia hirta L. di Perkebunan KelapaSawit. Jurnal Online Agroteknologi. 2(4) : 1578–1583 .
86
Holm, L., J. Doll, H.Eric, J. Panco, J. Herberger. 1997. World Weed NaturalHistories and Distribution. Ind Wirley Press. New York.
Itoh, K. 2002. Sulfonil-urea Resistance Weeds in Paddy Rice Fields of Japan.Proceedings of the World Rice Research Conference. Japan.
Kaboyashi, K., and Y.Tzukenawa. 2010. Behavior of Pyriftalid in Soil and ItsPhytotoxic Activity on Eichinochloa oryzoides Seedling Emerging fromVarious Soil Depts. Journal Weed Biology and Management. 10(2): 249 –256.
Kristiawati, I. 2003. Uji Tipe Campuran Herbisida Fluroksipir dan Glifosat(Topstart 50/30 EW) Menggunakan Gulma Paspalum Conjugatum danmikania Micharanta. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam. Institud Pertanian Bogor. Bogor.
Kuk, Y.I., K.H. Kim, O.D. Kwon, D.J. Lee, N.R. Burgos,nJ. Sunyo, and J.O. Guh.2004. Cross Resistence Pattren and Alternative Herbicides for Cyperusdiformis Resistence to Sulfonilurea Herbicides in Korea. Journal of PestManagement. 60(1) : 85–94.
Kwon., Oh-Do., Kuk., and Yong-in. 2007. Effect of Several Herbicides on Blixaaubertii L. and Chara braunii Gmelin in Paddy Field. Korean Journal ofWeed Science. 27(2) : 122–131.
____________________________. 2016. Control of Sulfonilurea ResistantDiplachne fusca (DF) and Reduction of Rice Yields by OccurrenceDensities of DF in Reclaimed Paddy Fields. Research on Crops. 1(4) : 641 –646.
Larossa, R. A., and J. V. Schloss. 1984. The Sulfonylurea Herbicide SulmeturonMethyl is an Extremely Potent and Selective Inhibitor of AcetolactateSyntease in Salmonella Typhimurium. Journal Bio-chem. 259(1) : 8753 –8757.
Luo, W., Z. Yuhua, H. Ding, and H. Zheng. 2008. Co-metabolic Degradation ofBensulfuron-methyl in Laboratory Condition. Journal of HazardousMaterials. 158(1) : 208 –214.
Marpaung, I.S., Y. Parto., dan E. Sodikin. Evaluasi Kerapatan Tanaman danMetode Pengendalian Gulma pada Budidaya Padi Tanam Benih langsung diLahan Sawah Pasang Surut. Jurnal Lahan Sub-optimal. 1(1) : 354–361.
Moenandir, J. 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
87
Osunawa, M. D., F. Vidotto, A.J. Fischer, D.E. Bayer, R. D. Prado, and A.Ferrero. 2002. Cross Resistence to Byspiripac-sodium and Bensulfuron-methyl in Eichinochloa phyllophogon and Cyperus difformis. PesticideBiochemistry and Physiology. 73(1) : 9–17.
Pane, H., dan S.Y. Jatmiko. 2009. Pengendalian Gulma pada Tanaman Padi.Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Balai Besar Penelitian LingkunganPertanian. Bogor.
Purwasasmita, M., dan Sutayat. 2014. Padi Sri Organik Indonesia. PenebarSwadaya. Jakarta.
Sales Training Guide Team. 1997. Herbicide Mode of Action. Cynamid.Parsippany.
Sastroutomo, S. 1990. Ekologi Gulma. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Siagian, D. T. 2015. Teknologi Lingkungan. CV Andika Offset. Yogyakarta.
Setyawan, D. 2010. Pengendalian Gulma Padi Sawah. http: //bp4k.blitarkab.go.id.Diakses pada 13 Februari 2017 pukul 20.40 WIB.
Simanjuntak, R., K.P. Wicaksono, dan S. Y. Tyasmoro. 2016. Pengujian EfikasiHerbisida Berbahan Aktif Pirazosulfuron Etil 10% untuk Penyiangan padaBudidaya Padi Sawah (Oryza sativa L.). Jurnal Produksi Tanaman. 4(1) :31 –39.
Soerjandono, N. B. 2009. Teknik Pengendalian Gulma dengan HerbisidaPersistensi Rendah pada Tanaman Padi. Buletin Teknik Pertanian. 10(1) : 5–8 .
Streibig, J. C. 2003. Assessment of Herbicide Effect. http: //ewre.org.-herbicides_interaction. Diakses pada 20 September 2016 pukul 19.58 WIB.
Tampubolon, I. 2009. Uji Efektivitas Herbisida Tunggal Maupun Campurandalam Pengendalian Stenochlaena polustris di Gawangan Kelapa Sawit.Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Tomlin, C. D. S., 2010. A World Compendium the E-pesticide Manual 5th. BritishCorp Protection Council (BCPC). United Kingdom.
Untung, A. 2010. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Utama, M.Z.H., 2015. Budidaya Padi pada Lahan Marginal Kiat MeningkatkanProduksi Padi. CV Andi Offset. Yogyakarta.
88
Xie, M.X., P.L. Wei, and A. Subhani. 2004. Rapid Degradation of Bensulfuron-methyl Upon Repeacted Aplication in Paddy Soils. Journal ofEnvironmental Social. 16(2) : 49–52.