70
DAN EKSTR UJI EFEK HIPOGL KOMBINASI EKSTRAK ETA RAK ETANOL SARANG SEMUT ( PADA MENCIT (Mus ELISABET ANITA RAN N111 07 611 PROGRAM STUDI F FAKULTAS FAR UNIVERSITAS HASA MAKASSAR 2012 LIKEMIK ANOL PROPOLIS (Myrmecodia pendens Merr & Perry musculus) NDALINGGI 1 FARMASI RMASI ANUDDIN R y)

UJI EFEK HIPOGLIKEMIK KOMBINASI EKSTRAK ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri atas 5 ekor, sebelum perlakuan hewan uji dipuasakan

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

DAN EKSTRAK

UJI EFEK HIPOGLIKEMIK

KOMBINASI EKSTRAK ETANOL

DAN EKSTRAK ETANOL SARANG SEMUT (

PADA MENCIT (Mus musculus

ELISABET ANITA RANDALINGGI

N111 07 611

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

EFEK HIPOGLIKEMIK

ETANOL PROPOLIS

ARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr & Perry

us musculus)

RANDALINGGI

N111 07 611

FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

erry)

UJI EFEK HIPOGLIKEMIK

KOMBINASI EKSTRAK ETANOL PROPOLIS

DAN EKSTRAK ETANOL SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr & Perry)

PADA MENCIT (Mus musculus)

SKRIPSI

Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana

ELISABET ANITA RANDALINGGI N111 07 611

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2012

DAN EKSTRAK

Panitia Penguji Skripsi

1. Ketua

Prof. Dr. H.

2. Sekretaris

Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt.

3. Anggota

Prof. Dr. H. Faisal Attamimi,

4. Ex Officio

Prof. Dr. rer

5. Ex Officio

Drs. H. Burhanuddin Taebe, M.Si., Apt.

6. Ex Officio

Usmar, S.Si

PENGESAHAN

UJI EFEK HIPOGLIKEMIKKOMBINASI EKSTRAK ETANOL

DAN EKSTRAK ETANOL SARANG SEMUT (Perry)

PADA MENCIT (Mus musculus

Oleh : Elisabet Anita Randalinggi

N111 07 611

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Pada Tanggal, 4 Desember

Panitia Penguji Skripsi

H. M. Natsir Djide, MS., Apt.

Sekretaris

Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt.

H. Faisal Attamimi, MS.

Ex Officio

rer-nat. Hj. Marianti A. Manggau, Apt.

Ex Officio

Burhanuddin Taebe, M.Si., Apt.

Ex Officio

S.Si., M.Si., Apt.

Mengetahui :Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEANIP. 19560114 198601 2 001

PENGESAHAN

UJI EFEK HIPOGLIKEMIK ETANOL PROPOLIS

ARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr &

us musculus)

Elisabet Anita Randalinggi 11

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

4 Desember 2012

:…………………

: …………………

: …………………

Manggau, Apt. : …………………

: …………………

: …………………

Mengetahui : Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Hasanuddin

Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt. 9560114 198601 2 001

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya saya sendiri,

tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan

di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali

yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar,

maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.

Makassar, 4 Desember 2012

Penyusun,

Elisabet Anita Randalinggi

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat TUHAN Yang Maha

Esa dan Maha Pengasih, atas segala perkenaan-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Efek Hipoglikemik Kombinasi Ekstrak

Etanol Propolis dan Ekstrak Etanol Sarang Semut (Myrmecodia pendens Merr &

Perry) pada Mencit (Mus musculus)”.

Penyusunan skripsi ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa

dukungan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini

penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Ayahanda tercinta Frans Upa dan Ibunda tercinta Martha Ruru, yang telah

membesarkan ananda, dan dengan penuh kesabaran serta ketulusan hati

senantiasa mendoakan ananda sehingga ananda bisa menyelesaikan kuliah

sampai saat ini. Terimakasih kepada kakak-kakakku tersayang Urpa

Randalinggi, dan Niko Randalinggi yang selalu memberikan dukungan, dan

mendoakan penulis.

2. Ibu Prof. Dr.rer-nat. Hj. Marianti A. Manggau, Apt., sebagai pembimbing

utama, Bapak Drs. H. Burhanuddin Taebe, M.Si., Apt., sebagai pembimbing

pertama, dan Bapak Usmar, S.Si., M.Si., Apt., sebagai pembimbing kedua

yang telah meluangkan waktu dalam memberi petunjuk, dan menyumbangkan

pikiran, dan tenaganya dalam membimbing mulai saat perencanaan penelitian

sampai selesainya penulisan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, MS., Apt., Ibu Dr. Mufidah, S.Si., M.Si.,

Apt., dan Bapak Prof. Dr. H. Faisal Attamimi, MS., selaku tim penguji yang

sudah menyediakan waktu untuk menguji dan memberikan saran untuk

penyempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Prof. Dr. Hj. Asnah Marzuki, M.Si., Apt., sebagai penasehat akademik atas

segala perhatian dan nasehatnya selama perkuliahan.

5. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Elly Wahyudin,

DEA, Apt., Wakil Dekan I Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt., Wakil Dekan II

Prof. Dr. rer-nat. Hj. Marianti A. Manggau Apt., dan Wakil Dekan III Drs. Abd.

Muzakkir Rewa, M.Si., Apt.

6. Segenap Dosen, Asisten Dosen, Staf Laboratorium, dan Staf pegawai

Fakultas Farmasi atas bantuannya selama ini.

7. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas semua dukungan, bantuan dan

doanya selama ini kepada Bapak Andi sekeluarga, Bapak Rian sekeluarga,

Ibu Sari sekeluarga, Bapak Arfan sekeluarga dan semua keluarga yang tidak

sempat penulis sebutkan.

8. Ucapan terimakasih juga kepada sahabat-sahabatku yang selalu setia

memberikan bantuan, doa, semangat, kasih sayang, teguran, dan motivasi

yang besar kepada penulis: Zainab Jumira Saimima, Nur Nazmi Selan, Zusy

Fatma Lulun, Christina Lumamuly, Ferawati Silehu, Vera Amelia, Milka

Tonapa, Musnaeni T., Mersy Wattimena, Nunung, Niken, dan Sumena.

9. Teman-teman seperjuanganku Irene Tanlain, Nita Elle, Suhartina Hamzah,

Mastin, Grisye, Friska, Akmal, Aksan, Husban, Masdar dan seluruh teman-

teman angkatan 2007 Farmasi Unhas, serta rekan-rekan dan semua pihak

yang tidak sempat penulis sebutkan terima kasih atas bantuan dan doanya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, meskipun penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam

menyajikannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun dari semua pihak untuk skripsi ini sehingga bisa bermanfaat untuk

pengembangan ilmu pengetahuan dan penyusunan skripsi berikutnya.

Makassar, 4 Desember 2012

Elisabet Anita Randalinggi

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang uji efek hipoglikemik kombinasi ekstrak

etanol propolis dan ekstrak etanol sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) pada mencit (Mus musculus). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dari kombinasi ekstrak etanol propolis dan ekstrak etanol sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) terhadap penurunan kadar glukosa darah. Penelitian ini menggunakan 25 ekor mencit jantan yang dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri atas 5 ekor, sebelum perlakuan hewan uji dipuasakan 8-16 jam lalu kadar glukosa darah diukur sebagai glukosa darah puasa. Setelah 1 jam, kemudian diberikan suspensi glukosa 15% b/v. Kelompok I sebagai kontrol negatif yang diberikan suspensi NaCMC 1% b/v, kelompok II yang diberikan ekstrak etanol propolis 1,26% b/v, kelompok III yang diberikan ekstrak etanol sarang semut 8,4% b/v, kelompok IV yang diberikan kombinasi ekstrak etanol propolis 0,63% dan ekstrak etanol sarang semut 4,2% b/v, dan kelompok V sebagai kontrol positif yang diberikan suspensi glibenklamid 0,00195% b/v. Pemberian dilakukan secara oral dengan volume pemberian 1 ml /30 g BB. Berdasarkan analisis statistik dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dan dilanjutkan dengan uji Beda Jarak Nyata Duncan (BJND), hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol propolis dan ekstrak etanol sarang semut maupun kombinasi ekstrak etanol propolis dengan ekstrak etanol sarang semut memiliki efek yang sangat signifikan bila dibandingkan dengan kontrol negatif (NaCMC) namun belum memberikan perbedaan efek yang signifikan bila dibandingkan dengan kontrol positif (glibenklamid) dalam menurunkan kadar gula darah, sehingga untuk mendapatkan efek hipoglikemik tidak perlu dikombinasikan.

ABSTRACT

The research about the hypoglycemic effect of the combination of ethanol

extract of propolis with the ant-plants (Myrmecodia pendens Merr & Perry) of ethanol extract in mice (Mus musculus) has been conducted. The research was aimed to observe the effect of the combination ethanol extract of propolis with the ant-plants (Myrmecodia pendans Merr & Perry) of ethanol extract on lowering blood glucose levels. This research used 25 male mices which were divided into 5 groups, each group consisted of 5 animals, the animals test was fasted 8-16 hours prior treatment then blood glucose levels was measured as fasting blood glucose. An hour later was given 15% w/v glucose suspension. Group I as negative control group was given 1% w/v NaCMC suspension, group II was given 1,26% w/v the ethanol extract of propolis, group III was given 8,4% w/v the ethanol extract of the ant-plants, group IV as the combination group was given 0,63% the ethanol extract of propolis with 4,2% w/v the ethanol extract of the ant-plants, and group V as positive control group was given 0,00195% w/v glibenclamide suspension. The treatment was given with volume of 1 ml/30g BW by orally. From the result of the statistical analysis with Completely Randomized Design (CRD), and followed by Duncan’s Multiple Range Test (DMRT), the result showed that a treatment of extract ethanol of propolis and extract ethanol of the ant-plants or a combination of ethanol extract of propolis with the ant-plants of ethanol extract had effect significantly if compared with NaCMC as negative control but had not effect significantly if compared with glibenclamide as positive control to decrease blood glucose levels, so as to obatain hypoglicemic effect not have to combinated.

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ………………………………………………………. iii PENGESAHAN ……………………………………………………….. iv PERNYATAAN ………………………………………………………... v UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………… vi ABSTRAK ……………………………………………………………... ix ABSTRACT ……………………………………………………………. x DAFTAR ISI …………………………………………………………… xi DAFTAR TABEL ……………………………………………………… xiv DAFTAR GAMBAR …………………………………………………... xv DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………… xvi BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………… 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………….. 4

II.1 Uraian Lebah Trigona sp. Dan Propolis …………….…… 4 II.1.1 Lebah Trigona sp. …………….……………………….. 4 II.1.2 Propolis ………………………………………………… 6

II.1.2.1 Uraian Propolis …………………………………… 6 II.1.2.2 Morfologi Propolis ………………………………… 7 II.1.2.3 Kandungan Kimia ………………………………… 7 II.1.2.4 Kegunaan Propolis …………………………………. 8

II.2 Sarang Semut (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) …. 8 II.2.1 Taksonomi Sarang Semut …………………………….. 8 II.2.2 Nama Daerah …………………………………………... 9 II.2.3 Morfologi Tanaman ……………………………………. 9 II.2.4 Tempat Tumbuh ………………………………………... 10 II.2.5 Kandungan Kimia ………………………………………. 11 II.2.6 Kegunaan ……………………………………………….. 11

II.3 Diabetes Melitus …………………………………………… 12 II.3.1 Pengertian Diabetes Melitus ………………………….. 12 II.3.2 Penyebab Diabetes Melitus …………………………… 12 II.3.3 Gejala Diabetes Melitus ……………………………….. 14 II.3.4 Komplikasi Diabetes Melitus ………………………….. 17 II.3.5 Klasifikasi Diabetes Melitus …………………………… 18 II.3.6 Pankreas,insulin dan mekanisme ……………………. 22

II.4 Pengobatan Diabetes Melitus …………………………….. 25 II.4.1 Obat Antidiabetik Oral …………………………………. 25 II.4.2 Terapi Kombinasi Insulin dan Agen Antidiabetika Oral ..... 32 II.4.3 Metode Analisis Glukosa ……………………………… 32

II.5 Ekstraksi dan Metode Ekstraksi ………………………….. 33 II.5.1 Ekstraksi ………………………………………………… 33 II.5.2 Metode Maserasi ………………………………………. 34

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN …………………………….. 35

III.1 Alat dan Bahan ……………………………………………. 35 III.2 Pengambilan dan Penyiapan Sampel ………………….. 35

III.2.1 Pengambilan Sampel …………………………………. 35 III.2.2 Penyiapan Sampel ……………………………………. 35

III.3 Penyiapan Ekstrak Etanol Sampel ……………………… 36 III.4 Pembuatan Sediaan Uji …………………………………... 37

III.4.1 Pembuatan Larutan Koloidal NaCMC ………………. 37 III.4.2 Pembuatan Suspensi Glukosa ………………………. 37 III.4.3 Pembuatan Suspensi Glibenklamid …………………. 37 III.4.4 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Propolis …….. 38 III.4.5 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Sarang Semut. 38 III.4.6 Pembuatan Suspensi Kombinasi Ekstrak Etanol Propolis dan Ekstrak Etanol Sarang Semut ………. 38

III.5 Pemilihan dan penyaiapan Hewan Uji ………………….. 39 III.6 Perlakuan Terhadap Hewan uji …………………………. 39 III.7 Pengukuran Kadar Glukosa Darah Hewan Uji ………… 40 III.8 Pengambilan Data Analisis ………………………………. 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………….. 41 IV.1 Hasil Penelitian ……………………………………………. 41 IV.2 Pembahasan ………………………………………………. 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………... 47 V.1 Kesimpulan …………………………………………………. 47 V.2 Saran ………………………………………………………... 47

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perubahan rata-rata kadar glukosa darah mencit jantan sebagai efek

kombinasi ekstrak etanol propolis dan ekstrak etanol sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) dengan kontrol negatif (NaCMC) dan kontrol positif (glibenklamid) ........................ 41

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambar anatomi pangkareas ......................................................... 23

2. Grafik laju penuruan kadar glukosa darah pada masing-masing kelompok tiap jam setelah perlakuan ............................................. 42

3. Penurunan rata-rata kadar glukosa darah mencit dengan perlakuan Na.CMC 1% b/v ............................................................. 58

4. Penurunan rata-rata kadar glukosa darah mencit dengan perlakuan ekstrak etanol propolis 1,26% b/v .................................. 58

5. Penurunan rata-rata kadar glukosa darah mencit dengan perlakuan ekstrak etanol sarang semut (Myrmecodia pendens merr. & perry) 8,4% b/v .................................................................. 59

6. Penurunan rata-rata kadar glukosa darah mencit dengan perlakuan kombinasi ekstrak etanol propolis dan ekstrak etanol sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) 0,63 dan 4,2% b/v .......................................................................................... 59

7. Penurunan rata-rata kadar glukosa darah mencit dengan perlakuan glibenklamid 0,00195% b/v ............................................ 60

8. Sampel propolis ……………………………………………………….. 63

9. Sampel sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) …….. 63

10. Foto alat glukometer dengan contoh strip ...................................... 64

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Kerja ................................................................................... 52

2. Perhitungan Dosis .......................................................................... 53

3. Volume Maksimum Larutan Obat yang Diberikan Pada Hewan Coba ............................................................................................... 55

4. Perbandingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan (Konversi Dosis) ……………………………………………………….. 56

5. Hasil Lengkap Pengukuran Kadar Glukosa Darah Sebagai Efek Pemberian Kombinasi Ekstrak Etanol Propolis dan Ekstrak Etanol Sarang Semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) Pada Mencit (Mus musculus) Dengan Kontrol Negatif (NaCMC), dan Kontrol Positif (Glibenklamid) …………………………………………………. 57

6. Profil Penurunan Kadar Glukosa Darah Sebagai Efek Pemberian Masing-Masing Perlakuan ……………………………………………. 58

7. Analisis Statistika Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Propolis dan Ekstrak Etanol Sarang Semut Serta Kombinasinya, Dibandingkan dengan Kontrol Negatif (NaCMC), dan Kontrol Positif (Glibenklamid) …………………………………………………. 61

8. Gambar Sampel dan Alat …………………………………………….. 63

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes melitus biasa disebut juga diabetes, DM atau kencing manis

adalah suatu sindroma klinik, disertai peningkatan glukosa darah atau

hiperglikemia yang disebabkan oleh difensiasi insulin relatif atau absolut dan

apabila tidak segera di atasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan

protein (1).

Selama ini pengobatan diabetes melitus biasanya dilakukan dengan

pemberian obat-obat Antidiabetik oral, atau dengan suntikan insulin. Disamping

itu banyak pula di antara penderita diabetes berusaha mengendalikan kadar

glukosa darahnya dengan cara tradisional yaitu menggunakan bahan alam.

Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan

oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lalu dan kembalinya perhatian

masyarakat pada pengobatan menggunakan bahan alam yang dikenal dengan

istilah “kembali ke alam” disebabkan karena obat tradisional memiliki efek

samping yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan obat sintesis (2).

Propolis adalah bahan perekat yang bersifat resin yang dikumpulkan oleh

lebah pekerja dari kuncup (cabang atau daun), kulit tumbuhan atau bagian-bagian

lain dari tanaman, dikelola dengan saliva dan enzim yang ada di lebah dan

mencampurnya dengan lilin yang ada dalam sarangnya untuk digunakan

menambal dan mensterilkan sarangnya (3).

Propolis memiliki efek antihiperglikemik, dimana kandungan propolis

seperti flavonoid, asam klorogenat, asam sinamat, asam ferulik, dan ester asam

kafeik fenetil merupakan antioksidan kuat, dan dapat digunakan untuk

menurunkan kadar glukosa darah. Telah dilaporkan bahwa ekstrak etanol propolis

pada konsentrasi 1,26% b/v dapat menurunkan kadar glukosa darah pada mencit

jantan (4,5,6).

Sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) merupakan suku

Rubiaceae yang berasal dari Papua dan Papua Nugini adalah tumbuhan epifit

yang menempel di pohon-pohon besar, yang batang bagian bawahnya

menggelembung berisi rongga-rongga yang disediakan sebagai sarang semut

jenis tertentu (7).

Sarang semut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengobati penyakit

diabetes, kandungan senyawa seperti kuersetin, luteolin, rutin, apigenin,

kaempferol, alfa-tokoferol, tannin dan stigmasterol dapat digunakan untuk

mengontrol kadar glukosa darah, dan meningkatkan produksi insulin, serta

menghambat kerja enzim alfa-glukosidase di usus. Telah dilaporkan bahwa

konsentrasi ekstrak etanol sarang semut pada konsentrasi 8,4% b/v dapat

menurunkan kadar kolestrol total darah pada mencit jantan (8,9,10).

Berdasarkan penelitian farmakologi propolis dan sarang semut di

masyarakat pada umumnya, permasalahan yang timbul adalah apakah ekstrak

etanol propolis dan ekstrak etanol sarang semut lebih baik di-kombinasikan atau

digunakan sendiri-sendiri dalam menurunkan kadar glukosa darah pada mencit.

Untuk memecahkan masalah tersebut, maka telah dilakukan penelitian uji efek

hipoglikemik kombinasi ekstrak etanol propolis dan ekstrak etanol sarang semut

pada mencit.

Maksud dilakukan penelitian ini adalah untuk menguji efek masing-masing

ekstrak dan kombinasi ekstrak etanol propolis dan ekstrak etanol sarang semut

terhadap penurunan kadar glukosa darah pada mencit. Sedangkan tujuan

penelitiannya adalah untuk mengetahui pengaruh dari kombinasi ekstrak etanol

propolis dan ekstrak etanol sarang semut dalam menurunkan kadar glukosa

darah pada mencit, sehingga diharapkan mampu memberikan informasi dan

melengkapi data tumbuhan khususnya propolis dan sarang semut dalam

pengembangan obat tradisional.

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes melitus biasa disebut juga diabetes, DM atau kencing manis

adalah suatu sindroma klinik, disertai peningkatan glukosa darah atau

hiperglikemia yang disebabkan oleh difensiasi insulin relatif atau absolut dan

apabila tidak segera di atasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan

protein (1).

Selama ini pengobatan diabetes melitus biasanya dilakukan dengan

pemberian obat-obat Antidiabetik oral, atau dengan suntikan insulin. Disamping

itu banyak pula di antara penderita diabetes berusaha mengendalikan kadar

glukosa darahnya dengan cara tradisional yaitu menggunakan bahan alam.

Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan

oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lalu dan kembalinya perhatian

masyarakat pada pengobatan menggunakan bahan alam yang dikenal dengan

istilah “kembali ke alam” disebabkan karena obat tradisional memiliki efek

samping yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan obat sintesis (2).

Propolis adalah bahan perekat yang bersifat resin yang dikumpulkan oleh

lebah pekerja dari kuncup (cabang atau daun), kulit tumbuhan atau bagian-bagian

lain dari tanaman, dikelola dengan saliva dan enzim yang ada di lebah dan

mencampurnya dengan lilin yang ada dalam sarangnya untuk digunakan

menambal dan mensterilkan sarangnya (3).

Propolis memiliki efek antihiperglikemik, dimana kandungan propolis

seperti flavonoid, asam klorogenat, asam sinamat, asam ferulik, dan ester asam

kafeik fenetil merupakan antioksidan kuat, dan dapat digunakan untuk

menurunkan kadar glukosa darah. Telah dilaporkan bahwa ekstrak etanol propolis

pada konsentrasi 1,26% b/v dapat menurunkan kadar glukosa darah pada mencit

jantan (4,5,6).

Sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) merupakan suku

Rubiaceae yang berasal dari Papua dan Papua Nugini adalah tumbuhan epifit

yang menempel di pohon-pohon besar, yang batang bagian bawahnya

menggelembung berisi rongga-rongga yang disediakan sebagai sarang semut

jenis tertentu (7).

Sarang semut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengobati penyakit

diabetes, kandungan senyawa seperti kuersetin, luteolin, rutin, apigenin,

kaempferol, alfa-tokoferol, tannin dan stigmasterol dapat digunakan untuk

mengontrol kadar glukosa darah, dan meningkatkan produksi insulin, serta

menghambat kerja enzim alfa-glukosidase di usus. Telah dilaporkan bahwa

konsentrasi ekstrak etanol sarang semut pada konsentrasi 8,4% b/v dapat

menurunkan kadar kolestrol total darah pada mencit jantan (8,9,10).

Berdasarkan penelitian farmakologi propolis dan sarang semut di

masyarakat pada umumnya, permasalahan yang timbul adalah apakah ekstrak

etanol propolis dan ekstrak etanol sarang semut lebih baik di-kombinasikan atau

digunakan sendiri-sendiri dalam menurunkan kadar glukosa darah pada mencit.

Untuk memecahkan masalah tersebut, maka telah dilakukan penelitian uji efek

hipoglikemik kombinasi ekstrak etanol propolis dan ekstrak etanol sarang semut

pada mencit.

Maksud dilakukan penelitian ini adalah untuk menguji efek masing-masing

ekstrak dan kombinasi ekstrak etanol propolis dan ekstrak etanol sarang semut

terhadap penurunan kadar glukosa darah pada mencit. Sedangkan tujuan

penelitiannya adalah untuk mengetahui pengaruh dari kombinasi ekstrak etanol

propolis dan ekstrak etanol sarang semut dalam menurunkan kadar glukosa

darah pada mencit, sehingga diharapkan mampu memberikan informasi dan

melengkapi data tumbuhan khususnya propolis dan sarang semut dalam

pengembangan obat tradisional.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman

berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah

kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasar pada

pengalaman dan ketrampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari

satu generasi ke generasi berikutnya. WHO merekomendasi penggunaan obat

tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat,

pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit

degeneratif dan kanker (11).

Salah satu penggunaan obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat

adalah Propolis dan Sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry).

II.1 Uraian Lebah Trigona sp. dan Propolis

II.1.1 Lebah Trigona sp.

Lebah madu Trigona sp. merupakan salah satu serangga sosial yang hidup

berkelompok membentuk koloni. Trigona sp. banyak ditemukan hidup di daerah

tropis dan sub tropis, ditemukan di Amerika Selatan dan Asia selatan (12).

Lebah Trigona sp. memiliki taksonomi sebagai berikut: (3,13,14)

Kerajaan : Animalia

Divisi : Arthropoda

Anak divisi : Mandibulata

Kelas : Insekta

Anak kelas : Pterygota

Bangsa : Hymenoptera

Anak bangsa : Clistogastra

Suku : Apidae

Anak suku : Apinae

Marga : Trigona

Jenis : Trigona sp.

Trigona sp. dalam bahasa daerah disebut klanceng (jawa), gala-gala

(sumatra), dan teuweul (sunda), memiliki jumlah madu yang dihasilkan lebih

sedikit dan lebih sulit diekstrak, namun jumlah propolis yang dihasilkan lebih

banyak dibandingkan dengan lebah jenis lain (12).

Trigona sp. merupakan salah satu lebah tanpa sengat. Mereka tidak

memiliki sengat yang dapat digunakan untuk pertahankan diri. Namun beberapa

spesies Trigona mempertahankan dirinya dengan gigitan (12).

Di alam bebas lebah tinggal di gua-gua dalam hutan termasuk di tebing-

tebingnya. Selain itu lebah membuat sarang di dalam lubang-lubang pohon,

celah-celah dinding atau lubang bambu di dalam rumah, dan tidak suka berpindah

rumah karena lebah ratunya sangat gemuk dan tidak bisa terbang (3,15).

Sarang Trigona sp. dibangun dari campuran lilin dan resin propolis

tanaman. Didalam sarang terdapat sel-sel anakan yang dilindungi oleh selubung

yang lembut yang disebut involucrum dan sel-sel ini dikelilingi tempat

penyimpanan makanan (12).

Salah satu sifat lebah madu yang memungkinkannya bertahan hidup pada

kondisi lingkungan yang berbeda-beda adalah kemampuannya mengatur

temperatur didalam sarang. Oleh karena itu lebah membuat sarang yang

terlindung, volume ruang yang cukup, arah pintu dan pemanfaatan ruang yang

baik. Koloni lebah lebih suka memilih ruangan dengan pintu masuk mengarah

keselatan dan terletak didasar ruangan dan lubang-lubang kecil pada sarang

akan ditutup dengan propolis (15).

II.1.2 Propolis

II.1.2.1 Uraian Propolis

Propolis adalah bahan perekat atau dempul yang bersifat resin yang

dikumpulkan oleh lebah pekerja dari kuncup (cabang atau daun), kulit tumbuhan

atau bagian-bagian lain dari tanaman yang kemudian dihisap lebah, selanjutnya

dicampur dengan saliva dan berbagai enzim dalam lebah dan mencampurkannya

dengan lilin yang ada dalam sarangnya dan digunakan untuk menutup celah-

celah, mendempul retakan-retakan, dan mensterilkan sarangnya (15,16).

Resin-resin yang dikumpulkan dari bermacam-macam tumbuhan ini

dicampur dengan saliva dan enzim dalam lebah sehingga menghasilkan resin

baru yang berbeda dari resin asalnya. Baunya yang spesifik, segar, di-sebabkan

kandungan resin dan minyak esterisnya (16).

Propolis berwarna kuning sampai coklat tua, bahkan ada yang transparan,

yang dipengaruhi oleh kandungan flavonoidnya. Hal ini di-pengaruhi oleh

temperaturnya. Pada temperatur dibawah 15C, propolis keras dan rapuh tapi

kembali lebih lengket pada temperatur yang lebih tinggi (24-45C). Propolis

umumnya meleleh pada temperatur 60-70C dan beberapa sampel mempunyai

titik leleh diatas 100C (17).

II.1.2.2 Morfologi Propolis

Propolis yang bersifat lengket menyerupai lem, digunakan oleh lebah

sebagai perlindungan bagi telur-telur agar tetap dalam kondisi yang suci hama.

Cairan kental itu dioles-oleskan merata dalam lubang sarang. Selain itu, propolis

juga digunakan sebagai bahan penambal sarang yang mengalami kerusakan.

Umumnya berwarna kuning sampai cokelat tua bahkan ada pula yang transparan

(18).

II.1.2.3 Kandungan Kimia

Kandungan utama propolis, yaitu 45-55% resin (flavonoid, asam kafeat dan

esternya), 25-35% lilin lebah alias wax dan asam lemak (asam lemak dan

esternya), 10% minyak essensial (volatil), 5 % polen atau serbuk sari (protein dan

asam amino bebas), dan 5% senyawa organik dan mineral (nutrisi, seng,

magnesium, besi, tembaga, keton, lakton, quinon, steroid, dan gula). Propolis

juga mengandung segudang senyawa bermanfaat bagi kesehatan tubuh

diantaranya, yaitu asam klorogenat, asam kafeat, asam quinik, asam sinamat,

asam kafeat fenetil ester, asam ferulat, asam benzoat dan esternya, asam fenolat

dan esternya, senyawa alkaloid, khususnya bioflavanoid yang meliputi 50% dari

propolis. (4,17,19).

II.1.2.4 Kegunaan Propolis

Propolis digunakan sebagai antifungi, antivirus, antibiotik, antimikroba,

antikanker, antitumor, antibakteri, antiinflamasi, hepatoprotektif, menangani

penyakit kardiovaskuler atau penyakit jantung, anemia, memperbaiki serta

meningkatkan sistem kekebalan tubuh (imunostimulasi), melindungi hati,

menyembuhkan gangguan pencernaan, dan antioksidan yang dapat menghambat

terakumulasinya radikal bebas penyebab penyakit kronis, seperti kerusakan ginjal

(15,18).

II.2 Uraian Sarang Semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry)

II.2.1 Taksonomi Sarang semut

Kerajaan : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Magnoliopsida

Anak kelas : Sympetalae

Bangsa : Rubiales

Suku : Rubiaceae

Marga : Myrmecodia

Jenis : Myrmecodia pendens Merr & Perry (7,20)

II.2.2 Nama Daerah

Sumatera: rumah semut, Jawa: ulek-ulek polo, Papua: lokon, suhendep

atau nongon, nama lain: periok hantu, peruntak, dan sembuku (peninsular)

(Malaysia) (7).

II.2.3 Morfologi Tanaman

1. Umbi

Umbi pada tumbuhan sarang semut umumnya berbentuk bulat saat muda,

kemudian menjadi lonjong memendek atau memanjang setelah tua. Umbinya

hampir selalu berduri. Umbi selalu nampak pada semua jenis dari 5 genus

sarang semut, kecuali sebagian kecil dari spesies Hydnophytum. Tumbuhan

hanya dihuni oleh satu jenis semut (7).

2. Batang

Tumbuhan sarang semut biasanya hanya memiliki satu atau beberapa

cabang. Batangnya jarang ada yang bercabang. Bahkan, pada beberapa

spesies tidak bercabang sama sekali. Batangnya tebal dan internodalnya

sangat dekat, kecuali pada pangkal dari sarang semut dari beberapa spesies

(7).

3. Duri

Keistimewaan yang menarik dari sarang semut adalah durinya yang tumbuh

atau muncul pada umbi dan batang. Duri tersebut merupakan modifikasi akar

yang terlihat atau hadir pada tingkat menengah, struktur vaskular, dan

kemunculan dari akar besar. Duri nampak pada Mymecordia dengan bentuk

yang bervariasi (7).

4. Daun

Daun sarang semut tebal seperti kulit. Pada beberapa species memiliki daun

yang sempit dan panjang. Stipula (penumpu) besar, persisten, terbelah dan

berlawanan dengan tangkai daun (petiol), serta membentuk “telinga” pada

klipeoli. Kadang-kadang terus berkembang menjadi sayap disekitar bagian

atas klipeolus. Daun dari Myrmecordia bentuknya normal yaitu lebar dan tipis

(7).

5. Bunga

Pembungaan mulai sejak beberapa ruas (internodal) terbentuk dan ada pada

tiap nodus (buku). Dua bagian pada setiap bunga berkembang pada suatu

kantong udara (alveolus) yang berbeda. Alveoli tersebut mungkin ukurannya

tidak sama dan terletak pada tempat yang berbeda dibatang. Kuntum bunga

muncul pada dasar alveoli. Setiap bunga berlawanan oleh suatu brakteola.

Kelopak biasanya terpotong (7).

II.2.4 Tempat Tumbuh

Sarang semut merupakan tumbuhan epifit, artinya tumbuhan yang

menempel pada tumbuhan lain, tetapi tidak hidup secara parasit pada inangnya,

hanya sebagai tempat menempel. Penyebaran tumbuhan sarang semut banyak

ditemukan mulai dari semenanjung Malaysia hingga Filipina, Kamboja, Sumatera,

Kalimantan, Jawa, Papua, Papua Nugini, Cape York hingga kepulauan Solomon

(7).

Secara ekologi, tumbuhan sarang semut tersebar dar hutan bakau dan

pohon-pohon di pinggir pantai hingga ketinggian 2.400 m di atas permukaan laut

(dpl). (gempur). Sarang semut banyak ditemukan menempel pada pohon dari

jenis kayu putih, cemara gunung, kaha dan pohon beach. Sarang semut selain

bersimbiosis dengan semut, juga ditemukan menempel pada pohon Perepat Laut

(Sonneratia alba Smith) (7,21).

II.2.5 Kandungan Kimia

Kandungan zat-zat bermanfaat yang telah diuji penapisan kimia dari

tumbuhan sarang semut menunjukkan bahwa tumbuhan ini mengandung

senyawa-senyawa kimia seperti quercetin, kaempferol, luteolin, rutin, apigenin,

tanin, alfa-tokoferol, polifenol, senyawa aktif lain (klasium, natrium, kalium, seng,

besi, fosfor, dan magnesium), mineral, dan stigmasterol. Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya yang

mempelajari golongan senyawa ini dalam kaitannya dengan sistem pertahanan

diri semut (7,8).

II.1.2.6 Kegunaan

Penggunaan sarang semut sebagai bahan obat yang diperoleh dari

beberapa penduduk lokal di Papua, seperti ekstrak rebusan air (dekoktum) dari

tumbuhan sarang semut tersebut dapat menyembuhkan beragam penyakit berat

seperti tumor, kanker, jantung, wasir, TBC, rematik, gangguan asam urat, stroke,

maag, diabetes, gangguan fungsi ginjal dan prostat. Selain itu, ekstrak rebusan

air tumbuhan sarang semut juga terbukti dapat memperlancar air susu ibu (ASI),

meningkatkan gairah seksual bagi pria maupun wanita dan berguna untuk

memperlancar haid, serta mengatasi keputihan. Dari hasil penelitian ekstrak

sarang semut dapat digunakan sebagai antioksidan, dan menurunkan kadar

kolestrol (7,9,10)

II.3 Diabetes Melitus

II.3.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes mellitus biasa disebut juga diabetes, DM atau kencing manis

adalah suatu sindroma klinik, disertai peningkatan glukosa darah atau

hiperglikemia yang disebabkan oleh difensiasi insulin relatif atau absolut dan

apabila tidak segera diatasi maka akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan

protein (1).

Diabetes melitus atau DM didefinisikan sebagai suatu penyakit atau

gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan

tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,

lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Penyakit ini disebabkan

karena terjadi dekstruksi sel β pulau Langerhans akibat proses autoimun

sehingga pankreas tidak dapat memproduksi insulin dan adanya kegagalan relatif

sel β serta resistensi kerja insulin karena interaksi kerja insulin dengan reseptor

berkurang sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel (22).

II.3.2 Penyebab Diabetes Melitus

Terdapat banyak kondisi yang dapat menyebabkan penyakit diabetes

melitus yaitu karena pengaruh produksi insulin atau insulin yang tersedia tidak

bekerja dengan semestinya dalam proses pengubahan glukosa menjadi energi

serta sintesis lemak. Beberapa faktor yang dapat berperan dalam timbulnya

diabetes mellitus yaitu: (23,24)

1. Gen insulin abnormal. Kadang-kadang gen insulin menghasilkan insulin yang

sedikit berbeda dimana insulin tidak bekerja dengan seharusnya.

2. Produksi insulin tidak mencukupi. Sel-sel yang menghasilkan insulin dapat

dirusak oleh peradangan pankreas (pankreatitis) atau endapan-endapan besi

dalam pankreas (hemokromatosis atau hemosiderosis).

3. Kerja insulin terganggu. Kerja insulin dapat dipengaruhi oleh beberapa obat

seperti steroid, kontrasepsi oral, dan diuretik atau oleh penyakit seperti

gangguan hati, dan gangguan hormon (misalnya penyakit tiroid). Kadang-

kadang syok dapat menyebabkan perubahan hormonal pada penderita

diabetes yang tidak terdiagnosis hingga menyebabkan timbulnya gejala. Tapi,

syok itu sendiri tidak dapat menyebabkan diabetes.

4. Darah. Adanya antibodi insulin, meningkatkan ikatan insulin oleh protein

plasma, meningkatnya hormon-hormon kontra insulin seperti kortison, hormon

plasma, meningkatnya hormon pertumbuhan, katekolamin dan lain-lain. Juga

karena meningkatnya lemak darah.

5. Virus. Beberapa virus yang diduga dapat menimbulkan diabetes mellitus

seperti virus Enchephalomyocarditis (EMC), virus mumps dan virus pye

hepatitis.

6. Keturunan. Keluarga penderita diabetes mellitus mempunyai resiko menderita

diabetes mellitus.

7. Kurang gerak. Segan olahraga dan kemalasan karena pekerjaan dapat

menjadi penyebab diabetes mellitus.

8. Kegemukan. Penderita diabetes mellitus sekitar 50 - 60 % biasanya

mempunyai tubuh yang gemuk.

9. Usia. Penyakit diabetes mellitus biasa menyerang pada usia 40 tahun ke

atas.

10. Ketegangan. Ketegangan jiwa dapat merupakan pencetus terjadi diabetes

mellitus yang lebih berat.

11. Kehamilan. Wanita yang sering melahirkan dan memiliki riwayat diabetes

mempunyai resiko terserang diabetes mellitus.

II.3.3 Gejala Diabetes Melitus

Gejala-gejala yang terjadi pada penderita diabetes melitus dapat

digolongkan menjadi 2 yaitu:

1. Gejala akut

Gejala penyakit diabetes melitus dari suatu penderita ke penderita lainnya

tidaklah selalu sama. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi: (25)

a. Polifagia (banyak makan)

Kadar glukosa darah yang tidak masuk ke dalam sel, menyebabkan

timbulnya rangsangan ke otak untuk mengirim pesan rasa lapar. Akibatnya

penderita semakin sering makan. Kadar glukosa pun makin tinggi, tetapi tidak

seluruhnya dapat dimanfaatkan tubuh karena tidak bisa masuk ke sel tubuh (24).

b. Poliuria (banyak kencing)

Peningkatan konsentrasi glukosa darah dan osmolalitas darah

menimbulkan dehidrasi. Apabila konsentrasi gula darah melebihi ambang batas

ginjal maka terjadi diuresis osmotik. Diuresis osmotik inilah yang menimbulkan

peningkatan pengeluaran urin (24).

c. Polidipsia (banyak minum)

Polidipsia terjadi akibat volume urin yang sangat banyak dan keluarnya air

yang menyebabkan dehidrasi eksternal. Dehidrasi internal mengikuti dehidrasi

eksternal karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan

gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik. Dehidrasi intrasel merangsang

pengeluaran Anti Diueretik Hormon dan menimbulkan rasa haus. Makin banyak

urin yang dikeluarkan, tubuh makin kekurangan air, akibatnya timbul rasa haus

dan ingin minum terus (26).

Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama kelamaan mulai timbul

gejala yang disebabkan oleh kurangnya insulin dan bukan "3P" lagi, melainkan

hanya "2P" saja (polidipsia dan poliuria) dan beberapa keluhan lain: nafsu makan

berkurang (tidak polifagia lagi), bahkan kadang-kadang disusul dengan mual jika

kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl. Gejala yang ditimbulkan yaitu; (25)

(1) banyak minum

(2) banyak kencing

(3) berat badan turun dengan cepat (dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4

minggu)

(4) mudah lelah

(5) bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan

mengalami koma (tidak sadarkan diri) dan disebut koma diabetik. Koma

diabetik adalah koma pada penderita diabetes melitus akibat kadar glukosa

darah terlalu tinggi, biasanya melebihi 600 mg/dI.

2. Gejala kronik

Kadang-kadang penderita penyakit diabetes melitus tidak menunjuk-kan

gejala akut, tetapi penderita tersebut baru menunjukkan gejala sesudah beberapa

bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit diabetes melitus. Gejala ini disebut

gejala kronik atau menahun. Gejala kronik yang sering timbul adalah: (25)

a. kesemutan.

b. kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum.

c. rasa tebal di kulit, sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur.

d. kram, capek, mudah mengantuk.

e. mata kabur, biasanya sering ganti kacamata.

f. gatal di sekitar kemaluan, terutama wanita.

g. gigi mudah goyah dan mudah lepas.

h. kemampuan seksual menurun, bahkan impotent.

i. Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam

kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.

II.3.4 Komplikasi Diabetes Melitus

Sebelum insulin ditemukan, setiap orang yang menderita diabetes yang

tergantung pada insulin (tipe 1) meninggal setelah dua tahun. Namun, dengan

ditemukannya insulin ada sebuah perubahan dramatis. Orang yang menderita

diabetes melitus masih memiliki harapan untuk hidup lebih lama lagi. Namun,

setelah bertahun-tahun, diabetes melitus kronis dapat merusak sejumlah jaringan

tubuh yang berdampak pada timbulnya penyakit komplikasi. Berikut penyakit yang

disebabkan oleh diabetes mellitus kronik (25,26).

1. Gangguan Pada Mata

a. Katarak

Katarak adalah kekaburan pada lensa mata, sering dialami oleh penderita.

Untuk memulihkan penglihatan, diperlukan operasi kecil.

b. Diabetik Retinopati

Retina merupakan bagian dibelakang mata yang terlibat dalam mengirim

obyek yang dilihat ke otak. Diabetes dapat menyebabkan kelainan pada

retina (diabetik retinopati). Pada diabetik retinopati, ter-bentuk gelembung-

gelembung kecil pada pembuluh darah yang di-sebabkan oleh terjadinya

pendarahan kecil pada pembuluh darah. Perubahan pada retina dapat

menjadi parah dan memerlukan perawatan. Dalam kondisi parah dan tidak

terawat, dapat menyebabkan kebutaan.

c. Glaukoma

Pada glaukoma, pengeluaran cairan dari mata terganggu dan timbul tekanan

dalam bola mata yang dapat menyebabkan pembuluh darah kecil yang

mensuplai makanan ke saraf optik rusak. Hal ini me-nyebabkan

terganggunya penglihatan.

2. Diabetik Neuropati

Diabetik neuropati adalah gangguan pada bagian saraf sensorik yang

dapat menyebabkan sering kehilangan rasa nyeri. Jika ada luka atau tertusuk

benda tajam, penderita diabetes tidak menyadarinya. Penderita juga sering

merasa kesemutan dan kram betis.

3. Gangguan Pada Kaki

Penderita diabetes berisiko tinggi infeksi dan luka pada kaki. Luka kecil

pada kaki dapat menyebabkan luka yang lebih besar, bahkan jika tidak dirawat

dapat menimbulkan ganggren (pembusukan akibat luka).

4. Gangguan Kulit

Biasanya, daya tahan tubuh penderita menurun sehingga sering terkena

infeksi yang disebabkan oleh jamur dan bakteri. Infeksi pada kulit menimbulkan

rasa gatal dan bisul.

II.3.5 Klasifikasi Diabetes Melitus

Terdapat bermacam-macam usulan tentang klasifikasi untuk penyakit

diabetes melitus. Salah satunya disusun oleh WHO study group tahun 1985 dan

telah dipakai di seluruh dunia.

A. Diabetes Melitus (DM)

1. DM tipe I: Insulin Dependent Diabetes melitus (IDDM) = Diabetes Melitus

Tergantung Insulin

Pada tipe ini terdapat destruksi pada sel-sel beta pankreas, sehingga

tidak memproduksi insulin lagi dengan akibat sel-sel tidak dapat menyerap

glukosa dari darah. Karena itu kadar glukosa me-ningkat diatas 10 mmol/l,

yakni nilai ambang ginjal, sehingga glukosa berlebihan dikeluarkan lewat

urin bersama banyak air (glycosuria). Dibawah kadar tersebut, glukosa

ditahan oleh tubuli ginjal (27).

Diabetes mellitus tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang

berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Keadaan

tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena

hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat,

dan sel-sel beta pangkreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik.

Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki

katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia, serta

peningkatan kadar glukosa darah (28).

Tipe 1 menghinggapi orang-orang dibawah usia 30 tahun dan paling

sering dimulai pada usia 10-13 tahun. Karena penderita senantiasa

membutuhkan insulin, maka tipe 1 juga disebut Insulin Dependent Diabetes

Melitus (IDDM). Penyababnya belum begitu jelas, tetapi terdapat indikasi

kuat bahwa jenis ini disebabkan oleh suatu infeksi virus yang menimbulkan

reaksi autoimun berlebihan untuk me-nanggulangi virus. Akibatnya sel-sel

pertahanan tubuh tidak hanya membasmi virus, melainkan juga turut

merusak atau memusnahkan sel-sel langerhans. Virus yang dicurigai adalah

virus Coxsackie-B, Epstein-Barr, morbilli (meales) dan virus protitis (27).

2. DM tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) = Diabetes

Melitus Tidak Tergantung Insulin.

DM tipe II dibagi lagi menjadi penderita tidak gemuk, dan penderita

gemuk. Tipe 2 merupakan jenis dewasa (mature onset) atau tipe non insulin

dependent diabetes melitus lazimnya mulai diatas 40 tahun dengan insidensi

lebih besar pada orang gemuk dan pada usia lebih lanjut, tetapi akhir-akhir

ini penderita diabetes meitus tipe 2 juga terdapat dikalangan remaja dan

anak-anak. Etiologi diabetes melitus tipe 2 merupakan multifaktor yang

belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh

lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya diabetes melitus

tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, proses

penuaan serta kurang gerak badan lebih besar lagi resikonya (22).

Kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi utama.

Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan

antara gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen

yang merupakan faktor pradisposisi untuk diabetes melitus tipe 2. Akibat

proses penuaan, banyak pasien tipe ini mengalami penyusutan sel-sel beta

yang progresif serta penumpukkan amiloid disekitar sel-sel beta. Sel-sel

beta yang tersisa pada umumnya masih aktif, tetapi sekresi insulinnya

semakin berkurang. Selain itu kepekaan reseptornya menurun. Hipofungsi

sel-sel beta ini bersama resistensi insulin yang meningkat mengakibatkan

gula darah meningkat (hiperglikemia). Mungkin juga sebabnya berkaitan

dengan suatu infeksi virus pada masa muda (27).

3. Diabetes Melitus tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom

tertentu seperti: (24)

a. Kelainan genetik dalam sel beta.

b. Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi

insulin berat dan akantosis negrikans.

c. Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreas kronik.

d. Penyakit endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegali

e. Obat-obatan / bahan kimia lain yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta

f. infeksi

4. Diabetes gestasional (Diabetes kehamilan)

Diabetes Gestasional (GDM) dikenal pertama kali selama kehamilan

dan mempengauhi 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM

adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat

diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai

hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka

kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik. Pasien-pasien yang

mempunyai predeposisi diabetes secara genetik mungkin akan

memperlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinik diabetes pada

kehamilan. Pengenalan diabetes seperti ini penting karena penderita

beresiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal dan mempunyai

frekuensi kematian janin viabel yang lebih tinggi. Kebanyakan wanita hamil

harus menjalani penapisan untuk diabetes selama usia kehamilan 24 hingga

28 minggu (29).

B. Gangguan Toleransi Glukosa

Gangguan Toleransi Glukosa yaitu keadaan dimana kadar glukosa

darah seseorang pada uji toleransi glukosa berada di atas normal tetapi

tidak cukup tinggi dikategorikan ke dalam kondisi diabetes. Pada pasien

dengan Gangguan Toleransi Glukosa me-nunjukan kadar glukosa darah

puasa ≥110 dan <126 mg/100 ml (kadar glukosa normal <100 mg/dl dan

kadar glukosa diabetes >126 mg/dl), namun nilai Tes Toleransi Glukosa Oral

(OGTT) adalah 140-200 mg/dl 2 jam setelah makan (kadar glukosa normal

<140 mg/dl dan kadar glukosa diabetes ≥200 mg/dl) (29).

II.3.6 Pankreas, Insulin dan Mekanisme

Sebagai organ pancreas, memiliki dua fungsi yang penting, yaitu fungsi

eksokrin yang memegang peranan penting dalam fungsi pencernaan dan fungsi

endokrin yang menghasilkan hormon insulin, glukagon, somastatin dan pankreatik

polipeptida. Fungsi endokrin adalah untuk mengatur berbagai aspek metabolisme

bahan makanan yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein. Komponen

endokrin pankreas terdiri dari kurang lebih 0,7 sampai 1 juta sel endokrin yang

dikenal sebagai pulau-pulau langerhans. Sel pulau dapat dibedakan sebagai:

(26,28)

a. Sel alfa (lebih kurang 20% dari sel pulau) yang menghasilkan glukagon, dan

proglukagon.

b. Sel beta (lebih kurang 75 % dari sel pulau) yang menghasilkan hormon insulin

dari proinsulin, C-peptida, dan pulau polipeptida amilod.

c. Sel delta (lebih kurang 3-5% dari sel pulau) yang menghasilkan somatostatin.

d. Sel PP (lebih kurang 2% dari sel pulau) yang menghasilkan pankreatik

polipeptida.

Gambar 1. Gambar Anatomi Pankreas (Sumber : Agur, Anne M.R. & Arthur FD. Grant’s Atlas Anatomy 12

th ed. Wolters Kluwer. Canada. 2009. Hal. 135).

Insulin adalah peptida dengan berat molekul kira-kira 5700 pada manusia.

polipeptida ini terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri

dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Antara rantai A dan

B terdapat 2 jembatan disulfida yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-

19. Selain itu masih terdapat jembatan disulfida antara asam amino ke-6 dan ke-

11 pada rantai A (1).

Pada awalnya, diduga bahwa sekresi insulin seluruhnya diatur oleh

konsentrasi gula darah tetapi diatur juga oleh hormon lain dan mediator automik.

Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan disfosforisasi dalam sel

beta pankreas. Karena insulin adalah protein, insulin akan didegradasi pada

saluran cerna jika diberikan peroral. Karena itu perparat insulin umumnya

diberikan secara suntikan subkutan. Gejala hipoglikemia merupakan reaksi

samping insulin yang paling serius dan umum dari kelebihan dosis insulin, reaksi

samping lainnya berupa lipodistrofi dan reaksi alergi (27).

Peran dari insulin antara lain: (30)

1. menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan

2. menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif

3. menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan

mencegah penguraian glikogen

4. menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa

Insulin bekerja dengan jalan terikat dengan reseptor insulin yang terdapat

pada membran sel target. Terdapat dua jenis mekanisme kerja insulin. Pertama,

melibatkan proses fosforilase yang berasal dari aktifitas tirosin kinase yang

menyebabkan beberapa protein intrasel seperti glucose transporter-4, transferin,

reseptor low-density lipoprotein (LDL), dan reseptor insulin-like growth factor II

(IGF-II), akan bergerak kepermukaan sel. Bergeraknya reseptor-reseptor ini

kepermukaan sel akan memfasilitasi transport berbagai bahan nutrisi ke jaringan

yang menjadi target dari hormon insulin. Kedua, melibatkan proses hidrolisis dari

glikolipid membran oleh aktifitas fosfolipase C. Dalam proses ini dilibatkan second

messenger seperti IP3, DAG atau glukosamin yang menyebabkan respon intrasel

dengan jalan mengaktifkan protein kinase (31).

II. 4 Pengobatan Diabetes Melitus

II.4.1 Obat antidiabetik

Obat-obat antidiabetik dibagi dalam 2 jenis, yaitu obat antidiabetik suntikan

dan obat antidiabetik oral. Penggunaan kedua jenis obat tersebut tergantung

pada status diabetes melitus yang diderita dan strategi terapi yang diterapkan

disesuaikan dengan kondisi pasien.

1. Antidiabetik Suntikan

Jenis ini hanya terdiri dari suatu bahan aktif yaitu insulin. Hormon ini

dihasilkan oleh sel β Langerhans pankreas. Merupakan protein yang terdiri dari

sederet asam amino tertentu, dan melalui teknik rekombinan asam

deoksiribonukleat (DNA) akan diperoleh insulin yang analog dengan insulin

manusia. Terdapat beberapa preparat insulin dengan sifat yang berbeda-beda,

yaitu: (29)

a. Insulin kerja cepat, contohnya insulin seng kristalin yang masa kerjanya 0,5

sampai 8 jam.

b. Insulin kerja sedang, contohnya insulin semilente, insulin isofan (NPH), insulin

lente dan kombinasi insulin manusia yang masa kerjanya 2 sampai 13 jam.

c. Insulin kerja lama, contohnya insulin ultralente yang masa kerjanya 6 sampai

24 jam.

Mekanisme kerja insulin dalam menurunkan kadar glukosa darah yaitu

dengan meningkatkan penggunaan karbohidrat dan lemak dalam jaringan perifer.

Insulin digunakan pada pasien dengan indikasi sebagai berikut: (22)

a. Ketoasidosis diabetik.

b. Diabetes melitus dengan berat badan kurang.

c. Diabetes melitus stress berat (infeksi, operasi dan lain-lain).

d. Diabetes melitus dalam keadaan hamil.

e. Kegagalan antidiabetik oral.

f. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat-obat antidiabetik oral.

g. Diabetes mellitus tipe 1.

h. Diabetes mellitus tipe 2 tertentu.

2. Antidiabetik Oral

Syarat-syarat obat oral untuk penderita diabetes mellitus, yaitu: (22)

a. Berat badan normal (Sulfonilurea)

b. Berat badan gemuk (Biguanid)

c. Diet dan olahraga gagal

d. Tidak tergantung insulin

e. Bila pernah memakai insulin jumlah kebutuhan 40 Ul/sehari.

Obat antidiabetik oral dibagi dalam 5 golongan, yaitu:

1) Golongan Sulfonilurea

Obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan untuk

penderita diabetes tipe 2, dan tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya.

Senyawa-senyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penderita

gangguan hati, ginjal dan tiroid (22).

Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian

sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin dari sel β pankreas.

Sifat perangsangan sulfonilurea berbeda dengan perangsangan oleh glukosa,

karena ternyata pada saat glukosa gagal merangsang sekresi insulin dalam

jumlah yang mencukupi, sebaliknya obat-obat tersebut masih mampu

meningkatkan sekresi insulin. Itulah sebabnya mengapa obat-obat ini sangat

bermanfaat pada penderita diabetes yang pankreasnya masih mampu

memproduksi insulin. Pada penderita dengan kerusakan sel pulau langerhans,

pemberian obat derivat sulfonilurea tidak bermanfaat (22).

Absorpsi derivat sulfonilurea melalui usus baik, sehingga dapat diberikan

per oral, setelah diabsorpsi obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel dalam

plasma, dan sebagian terikat pada protein plasma terutama albumin (70-90%)

(22).

Golongan Sulfonilurea dibagi dalam 2 golongan yaitu:

Sulfonilurea Generasi Pertama

a) Tolbutamid

Tolbutamid diabsorbsi dengan baik tetapi cepat dimetabolisme dalam

hati. Sediaan ini yang paling aman digunakan untuk pasien diabetes berusia

lanjut. Dalam obat ini diubah menjadi karboksitolbutamid untuk diekskresi

melalui ginjal. Tolbutamid paling baik diberikan dalam dosis terbagi (misalnya

500 mg sebelum makan dan sebelum tidur), namun beberapa pasien hanya

memerlukan satu atau dua tablet sehari. Contoh sediaannya adalah rastinon

(28).

b) Klorpropamid

Klorpropamid dimetabolisme di hati dengan lambat dan sekitar 20-30%

diekskresi dalam bentuk tidak berubah di dalam urin. Rata-rata dosis

pemeliharaanya adalah sebesar 250 mg sehari yang diberikan dalam dosis

tunggal pada pagi hari. Reaksi hipoglikemik yang ber-langsung dalam waktu

panjang lebih lazim terjadi dibandingkan dengan tolbutamid. Contoh sediaan

yang sekarang banyak digunakan adalah diabinese (28).

Golongan sulfonilurea generasi pertama lainnya adalah tolazamid,

asetoheksamid (28).

Sulfonilurea Generasi Kedua

a) Gliburid (Glibenklamid)

Obat ini memiliki efek hipoglikemik 200 kali lebih kuat daripada

tolbutamid, dan memiliki mekanisme kerja yang beda dengan sulfonilurea

lainnya yaitu dengan dosis tunggal mampu merangsang sel β pankreas untuk

melepaskan insulin. Rata-rata dosis pemeliharaannya adalah 5 sampai 10 mg

sehari yang diberikan dalam dosis tunggal pada pagi hari, dan apabila

pemberian dihentikan maka obat akan bersih dari serum sesudah 36 jam.

Glibenklamid dimetabolisme di hati pada pemberian dosis tunggal, dan hanya

25% metabolitnya diekskresi melalui urin, dan sisanya diekskresi melalui

empedu, dan tinja. Glibenklamid mempunyai sedikit efek samping, selain

potensinya menyebabkan hipoglikemia. Contoh sediaan yang sekarang

banyak digunakan adalah glibenklamid (1,28).

b) Glipizid

Obat ini memiliki efek hipoglikemik 100 kali lebih kuat daripada

tolbutamid, dan memiliki mekanisme kerja yang mirip dengan glibenklamid,

dimana mempunyai masa kerja yang hampir sama dengan glibenklamid tetapi

memiliki waktu paruh yang lebih pendek dibandingkan dengan glibenklamid,

sehingga glipizid kurang menyebab-kan hipoglikemia dibandingkan dengan

glibenklamid. Contoh sediaanya adalah glyzid (1,28).

Golongan sulfonilurea generasi kedua lainnya adalah Glimepirid dengan

khasiat dan penggunaan yang sama dengan sulfonilurea lainnya. Contoh

sediaanya adalah amaryl (28).

Efek samping golongan sulfonilurea, yaitu: (1)

a. Mual, muntah, sakit kapala, demam.

b. Kelainan susunan saraf: vertiligo, ataksia, kebingungan.

c. Kelainan-kelainan pada kulit, dermatitis, pruritus.

d. Kelainan hematologik : lekopeni, trombositopeni, anemia

2. Golongan Biguanid

Derivat Biguanid mempunyai mekanisme kerja yang berlainan dengan

derivat sulfonilurea, obat-obat tersebut kerjanya tidak melalui perangsangan

sekresi insulin, tetapi langsung menurunkan kadar glukosa darah menjadi

normal dan istimewanya tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. Biguanid

tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi lemak.

Pada penderita diabetes yang gemuk ternyata pemberian biguanid menurunkan

bobot badan dengan mekanisme yang belum jelas, karena pada orang non

diabetik yang gemuk tidak timbul penurunan berat badan dan kadar glukosa

darah. Sebagai besar penderita diabetes yang gagal diobati dengan sulfonilurea

dan dapat ditolong dengan biguanid (1).

Efek samping biguanid yang sering terjadi adalah maul, muntah-muntah,

dan kadang-kadang diare. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau

system kardiovaskular, pemberian biguanid dapat meningkatkan kadar asam

laktat dalam darah. Contohnya yang sekarang banyak digunakan adalah

metformin (1).

3. Thiazolidindion

Senyawa tiazolidindion ini bekerja meningkatkan kepekaan tubuh terhadap

insulin dengan jalan berikatan dengan PPAR (peroxisome proliferator activated

receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi

insulin (22).

Sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot

meningkat. Begitupula asam lemak bebas dan mengurangi glukoneogenesis

dalam hati. Zat ini tidak mendorong pankreas untuk me-ningkatkan pelepasan

insulin seperti pelepasan insulin seperti sulfonilurea. Efek samping yang dapat

terjadi adalah peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma, dan

memperburuk gagal jantung kongesif. Dua anggota dari golongan tersebut

tersedia secara komersial yaitu Rosiglitazon dan Pioglitazon (27,28).

4. Penghambat alfa-glukosidase

Obat-obat ini termasuk kelompok obat baru, yang berdasarkan per-saingan

inhibisi enzim alfa-glukosidase di mukosa duodenum, sehingga reaksi

penguraian disakarida atau polisakarida menjadi monosakarida di-hambat.

Dengan demikian glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorbsi-nya kedalam

darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga memucaknya

kadar gula darah dihindarkan. Kerja ini mirip dengan efek dari makanan yang

kaya akan serat gizi (28).

Obat-obat inhibitor alfa-glukosidase dapat diberikan sebagai obat tunggal

atau dalam bentuk kombinasi dengan obat hipoglikemik lainnya efek samping

obat ini adalah rasa perut yang tidak enak, dan kadang-kadang diare.

Contohnya adalah akarbose (22).

5. Miglitinida dan turunan fenilanin

Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida ini merupakan obat

hipoglikemik generasi baru yang cara kerjanya mirip dengan golongan

sulfonilurea. Kedua golongan senyawa hipoglikemik oral ini bekerja me-

ningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Umumnya

senyawa obat hipoglikemik golongan meglitinida dan turunan fenilalanin ini

dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral lainnya.

Contohnya adalah repaglinid, dan nateglinid (22).

II.4.2 Terapi Kombinasi Insulin dan Agen Antidiebetika Oral

Terapi kombinasi pada Diabetes Mellitus Tipe 2 dimana telah dianjurkan

pemberian insulin sebelum tidur sebagai suatu tambahan terapi antidiabetes oral

untuk untuk pasien diabetes tipe 2 yang gagal mendapat-kan efek maksimal pada

terapi oral. Regimen yang paling sering diuji adalah pemberian insulin NPH

sebelum tidur yang dikombinasikan dengan terapi sulfonilurea yang diberikan

pada siang hari yang dikenal dengan singkatan “BIDS” (bedtime insulin daytime

sulfonylurea). Namun dengan tersedianya agen oral yang lain sekarang ini

praktek klinis telah berubah dengan menyertakan semua yang ada (sulfonilurea,

meglitinid, biguanid, thiazolidindion, serta penghambat glucosidase-alfa) (22,28).

II.4.3 Metode Analisis Glukosa

Pengukuran glukosa darah dengan glukometer menggunakan metode

elektrokimia, yaitu berdasarkan pada pengukuran potensial (daya listrik) yang

disebabkan oleh reaksi dari glukosa dengan bahan pereaksi glukosa pada

elektroda strip. Strip uji mengandung bahan kimia glukosa oksidase 29,1% b/b,

Kalium ferisianida 32,0% b/b, dan bahan-bahan tidak aktif 38,9% b/b (32).

Prinsip kerja alat glukometer adalah sampel darah diserap masuk ke

dalam ujung strip berdasarkan reaksi kapiler. Apabila darah mengisi ruang reaksi

pada strip uji, kalium ferisianida diuraikan dan glukosa sampel dioksidasi oleh

enzim glukosa oksidase menyebabkan penurunan bilangan oksidasi menjadi

kalium ferosianida. Aplikasi jumlah voltase yang konstan dari meteran,

mengoksidase kalium ferosianida kembali menjadi kalium ferisianida, dan

memberikan elektron. Elektron yang dihasilkan untuk menimbulkan arus

sebanding dengan kadar glukosa pada sampel. Setelah waktu 60 detik,

konsentrasi glukosa pada sampel darah ditayangkan pada layar monitor dengan

satuan mg/dl (32).

II.5 Ekstraksi dan Metode Ekstraksi

II.5.1 Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan

mengekstraksi simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar

pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus

menjadi serbuk (33).

Ekstraksi adalah penyarian komponen kimia atau zat-zat aktif dari bagian

tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan dan termasuk biota laut. Zat-zat

aktif tersebut berada di dalam sel, namun sel tumbuhan dan hewan berbeda

demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dan pelarut

tertentu dalam mengekstraksinya (34).

Umumnya, zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun hewan

lebih larut dalan pelarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif dalam tumbuhan

adalah pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga

sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik diluar sel.

Maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar sel, dan proses ini berulang terus

sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam sel dan di luar

sel (34).

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat

dalam bahan alam baik dari tumbuhan, hewan dan biota laut dengan pelarut

organik tertentu. Proses ekstraksi ini berdasarkan pada kemampuan pelarut

organik untuk menembus dinding sel dan masuk dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dalam pelarut organik dan karena

adanya perbedaan antara konsentrasi di dalam dan konsentrasi di luar sel,

mengakibatkan terjadinya difusi pelarut organik yang mengandung zat aktif keluar

sel. Proses ini berlangsung terus menerus sampai terjadi ke-seimbangan

konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel (34).

II.5.2 Metode Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa

hari pada tempat yang terlindung oleh cahaya. Maserasi digunakan untuk untuk

penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan

penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari,

tidak mengandung benzoin, stirak, dan lain-lain. Keuntungan cara penyarian

dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan

sederhana dan mudah diusahakan (35).

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

III.1 Alat dan Bahan Yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan adalah alat maserasi, labu tentukur 100 ml, labu

Erlenmeyer (Pirex), gelas ukur, termometer, batang pengaduk, lumpang dan alu,

glukometer (Nesco), spoit injeksi (OneMed), spoit oral, timbangan analitik (Dragon

303), dan timbangan hewan (Denver).

Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling, etanol 70%, glukosa,

NaCMC, propolis, sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) dan tablet

glibenklamid (tablet @ 5 mg). Hewan yang digunakan adalah mencit (Mus

musculus).

III.2 Pengambilan dan Penyiapan Sampel Penelitian

III.2.1 Pengambilan Sampel

Sampel propolis yang digunakan berasal dari lebah madu Trigona sp.,

diambil dari Fakultas Kehutanan, Unhas, Makassar.

Sampel sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) diperoleh dari

Desa Bupul, Distrik Eligobel, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua.

III.2.2 Penyiapan Sampel

Propolis dibersihkan dari kotoran-kotoran yang melekat kemudian dicuci

bersih dengan air mengalir dan ditiriskan, setelah itu dikeringkan dengan cara

diangin-anginkan pada tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung hingga

kering. Propolis yang sudah kering kemudian dipotong-potong kecil dan

dimaserasi dengan etanol 70%.

Umbi sarang semut dibersihkan terlebih dahulu dengan cara me-ngupas

kulit terluar dan dibelah menjadi beberapa bagian. Kemudian dibersihkan kotoran

dan semut yang menempel di dalamnya. Umbi dicuci bersih kemudian dipotong

kecil-kecil dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada tempat yang tidak

terkena sinar matahari langsung. Umbi sarang semut yang sudah kering

kemudian dihaluskan dengan mengguna-kan blender sehingga menjadi serbuk

dan dimaserasi dengan etanol 70%.

III.3 Penyiapan Ekstrak Etanol Sampel

Sebanyak 100 g propolis, diekstraksi dengan 1 liter etanol 70% secara

maserasi selama 3 hari sambil sesekali diaduk. Setelah 3 hari, filtrat diambil dan

ditampung. Selanjutnya ampas propolis dimaserasi kembali, diulangi sebanyak 3

kali setiap kali dengan 1 liter etanol 70% agar dapat dipastikan zat aktif propolis

terekstraksi secara sempurna. Hasil yang diperoleh disaring menggunakan kertas

saring dan filtrat propolisnya dipekatkan pada rotavapor, sehingga diperoleh

ekstrak kental propolis. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya ditimbang bobotnya.

Serbuk umbi sarang semut ditimbang sebanyak 500 g kemudian

diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Sebelum

diekstraksi, sampel direndam terlebih dahulu dengan cairan penyari etanol 70%

secukupnya dan dibiarkan terendam selama 1-2 jam. Setelah itu sampel

diekstraksi dengan etanol 70% sebanyak 2 liter selama 3 hari sambil sesekali

diaduk. Wadah maserasi ditutup rapat dan disimpan ditempat yang sejuk dan

tidak terkena sinar matahari langsung. Hasil maserasi pertama disaring dan

filtratnya dikumpulkan. Ampas dimaserasi kembali dengan pelarut dan volume

yang sama selama 3 hari dan di-lakukan sebanyak 3 kali. Filtrat yang telah

dikumpulan, dipekatkan dengan alat rotavapor, hingga diperoleh ekstrak kental

etanol 70% lalu diangin-anginkan hingga diperoleh ekstrak kering sarang semut.

Ekstrak yang diperoleh selanjutnya ditimbang bobotnya.

III.4 Pembuatan Sediaan Uji

III.4.1 Pembuatan Larutan koloidal NaCMC 1% b/v

Sebanyak 1 gram NaCMC dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam 50 mL

air suling yang telah dipanaskan hingga suhu 70C, sambil diaduk dengan

pengadukan elektrik hingga terbentuk larutan koloidal, kemudian di-masukkan ke

dalam labu tentukur 100 ml dan volumenya dicukupkan dengan air suling hingga

100 ml.

III.4.2 Pembuatan Suspensi Glukosa 15 % b/v

Sebanyak 15 g glukosa dimasukan ke dalam lumpang kemudian

ditambahkan larutan koloidal NaCMC 1% b/v sedikit demi sedikit hingga 100 ml

sambil digerus sampai homogen.

III.4.3 Pembuatan Suspensi Glibenklamid 0,00195 % b/v

Ditimbang sebanyak 20 tablet glibenklamid, dihitung bobot rata-ratanya

kemudian dimasukkan ke dalam lumpang dan digerus. Sebanyak 78,8 mg serbuk,

mengandung 1,95 mg glibenklamid disuspensikan dengan larutan koloidal

NaCMC 1 % b/v hingga homogen, kemudian dicukupkan volumenya sampai 100

ml dengan NaCMC 1% b/v. (Perhitungan penimbangan glibenklamid, dapat dilihat

pada lampiran II).

III.4.4 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Propolis 1,26% b/v

Ekstrak kental propolis sebanyak 1,26 g dimasukan ke dalam lumpang

kemudian ditambahkan larutan koloidal NaCMC 1% b/v sedikit demi sedikit

hingga 100 ml sambil digerus sampai homogen.

III.4.5 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Sarang Semut 8,4% b/v

Ekstrak kering sarang semut sebanyak 8,4 g dimasukan ke dalam lumpang

kemudian ditambahkan larutan koloidal NaCMC 1% b/v sedikit demi sedikit

hingga 100 ml sambil digerus sampai homogen.

III.4.6 Pembuatan Suspensi Kombinasi Ekstrak Etanol Propolis 0,63 dan

Ekstrak Etanol Sarang Semut 4,2 % b/v

Ekstrak kental propolis sebanyak 0,63 g dimasukan ke dalam lumpang

kemudian ditambahkan 50 ml larutan koloidal NaCMC 1% b/v sedikit demi sedikit

sambil digerus hingga homogen. Ekstrak kering sarang semut sebanyak 4,2 gram

dimasukan ke dalam lumpang yang lainnya kemudian ditambahkan larutan

suspensi propolis yang telah larut sedikit demi sedikit sambil digerus kemudian

ditambahkan sisa larutan koloidal NaCMC 1% b/v sedikit demi sedikit, dan

dicukupkan volumenya hingga 100 ml sambil digerus sampai homogen.

III.5 Pemilihan dan Penyiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) yang sehat dan

dewasa dengan bobot badan 20-30 g, dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok

terdiri atas 5 ekor mencit.

III.6 Perlakuan Terhadap Hewan UJi

Sebelum diberi perlakuan, mencit dipuasakan selama 8-16 jam, kemudian

masing-masing ditimbang berat badannya dan tiap 5 ekor di-simpan dalam 1

kandang, lalu diberi suspensi glukosa secara oral sebanyak 1 ml/30 g berat

badan mencit. Setelah 1 jam, seluruh mencit diambil darahnya melalui ekor untuk

ditentukan kadar glukosa darah terinduksi.. Kemudian kelompok I diberi NaCMC

1% b/v, kelompok II diberi ekstrak etanol propolis 1,26% b/v, kelompok III diberi

ekstrak etanol sarang semut 8,4% b/v mg/ml, kelompok IV diberi kombinasi

ekstrak etanol propolis 0,63 dan ekstrak etanol sarang semut 4,2 % b/v, kelompok

V diberi glibenklamid 0,00195% b/v sebagai pembanding. 1 jam setelah diberi

perlakuan, selanjutnya dilakukan pengukuran kadar glukosa dengan cara, darah

diambil melalui ujung ekor dan diteteskan pada strip. Pengambilan darah

dilakukan hingga jam ke-5 dengan interval waktu 1 jam pada semua hewan uji.

Setelah seluruh pengambilan darah selesai, maka ekor mencit yang terpotong

dioleskan (antiseptik) agar tidak terjadi infeksi.

III.7 Pengukuran Kadar Glukosa Darah

Sebelum pengambilan darah terlebih dahulu alat glukometer diaktifkan

dengan menekan tombol alat tersebut dan dikalibrasi kemudian dimasukkan strip

pada alat tersebut. Darah mencit diambil melalui pembuluh darah vena marginalis

kemudian diteteskan diatas strip, dan kadar glukosa akan terukur secara otomatis

yang akan ditampilkan pada layar monitor.

III.8 Pengambilan dan Analisis Data

Data dikumpulkan dari hasil pengukuran kadar glukosa darah awal, setelah

pemberian induksi suspensi glukosa dan setelah pemberian ekstrak propolis dan

ekstrak sarang semut. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik untuk

mengetahui laju penurunan kadar glukosa darah pada mencit.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Penelitian

Hasil ekstraksi 500 gram sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) dan

100 gram propolis yang dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dan cairan

penyari etanol 70% diperoleh 7,2 gram ekstrak kental propolis dan 71 gram ekstrak

kering sarang semut.

Hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit selama 5 jam diperoleh rata-rata

penurunan kadar glukosa darah akibat pengaruh pemberian kombinasi ekstrak etanol

propolis dan ekstrak etanol sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) pada

mencit (Mus musculus) jantan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Perubahan rata-rata kadar glukosa darah pada mencit jantan sebagai efek kombinasi ekstrak etanol propolis dan ekstrak etanol sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) dengan kontrol negatif (NaCMC) dan kontrol positif (glibenklamid).

Perlakuan (b/v)

Glukosa Darah Puasa (mg/dl)

Glukosa Darah

Setelah Induksi (mg/dl)

Kadar Glukosa Tiap Jam Setelah pemberian Perlakuan Sediaan Uji (mg/dl)

Laju Penurunan

Kadar Glukosa Darah

(mg/dl.jam) 1 2 3 4 5

NaCMC 1% 81,67 159,00 139,33 137,67 135,67 133,00 133,33 4,27

Propolis 1,26%

Sarang semut8,4%

Komb. Propolis 0,63 dan Sarang

semut 4,2 %

Glibenklamid0,00195%

Gambar 2. Grafik setelah perlakuan. propolis 1,26% b/vetanol propolis b/v (kontrol positif

IV.2 Pembahasan

Diabetes melitus biasa disebut juga diabetes, DM atau kencing manis

adalah suatu sindroma klinik, disertai peningkatan glukosa darah atau

hiperglikemia yang disebabkan oleh difensiasi insulin relatif atau absolut dan

apabila tidak segera di atasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan

protein (1).

LA

JU

PE

NU

RU

NA

N K

AD

AR

GL

UK

OS

A

DA

RA

H (

mg

/dl)

76,33 173,67 101,67 82,33

Sarang semut 75,33 163,67 101,67 89,33

. Propolis 0,63 dan Sarang

% 72,67 172,67 108,67 91,33

libenklamid 95%

68,67 173,67 118,33 99,33

Gambar 2. Grafik laju penurunan kadar glukosa darah pada msetelah perlakuan. Keterangan: Klp I = NaCMC 1% (kontrol

1,26% b/v, Klp III = Ekstrak etanol sarang semutropolis 0,63 dan ekstrak etanol sarang semut 4,2

kontrol positif).

IV.2 Pembahasan

Diabetes melitus biasa disebut juga diabetes, DM atau kencing manis

suatu sindroma klinik, disertai peningkatan glukosa darah atau

hiperglikemia yang disebabkan oleh difensiasi insulin relatif atau absolut dan

apabila tidak segera di atasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan

0

3

6

9

12

15

18

21

I II III

KELOMPOK PERLAKUAN

82,33 60,00 62,67 74,33 18,17

89,33 71,00 61,00 72,33 17,06

91,33 77,33 67,00 65,67 19,26

99,33 80,00 71,67 64,00 20,22

glukosa darah pada masing-masing kelompok tiap jam CMC 1% (kontrol negatif), Klp II = Ekstrak etanol arang semut 8,4% b/v, Klp IV = Kombinasi ekstrak

4,2 % b/v, Klp V= Glibenklamid 0,00195%

Diabetes melitus biasa disebut juga diabetes, DM atau kencing manis

suatu sindroma klinik, disertai peningkatan glukosa darah atau

hiperglikemia yang disebabkan oleh difensiasi insulin relatif atau absolut dan

apabila tidak segera di atasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan

IV V

KELOMPOK PERLAKUAN

tiap jam Ekstrak etanol

ekstrak 95%

Diabetes melitus biasa disebut juga diabetes, DM atau kencing manis

suatu sindroma klinik, disertai peningkatan glukosa darah atau

hiperglikemia yang disebabkan oleh difensiasi insulin relatif atau absolut dan

apabila tidak segera di atasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari kombinasi

ekstrak etanol propolis dan ekstrak etanol sarang semut (Myrmecodia pendens Merr &

Perry) dalam menurunkan kadar glukosa darah pada mencit (Mus musculus).

Telah dilaporkan ekstrak etanol propolis dengan konsentrasi 1,26% b/v dan

ekstrak etanol sarang semut dengan konsentrasi 8,4% b/v dapat menurunkan kadar

glukosa darah pada mencit jantan (6,10). Penelitian ini dibuat dalam 5 kelompok, dimana

kelompok I adalah ekstrak etanol propolis dengan konsentrasi 1,26% b/v, kelompok II

adalah ekstrak etanol sarang semut dengan konsentrasi 8,4% b/v, kelompok III adalah

kombinasi ekstrak etanol propolis dengan konsentrasi 0,63% dan ekstrak etanol sarang

semut 4,2% b/v, kelompok IV sebagai kontrol negatif digunakan NaCMC dengan

konsentrasi 1% b/v, dan kelompok V sebagai kontrol positif digunakan glibenklamid

dengan konsentrasi 0,00195% b/v.

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit yang berjenis kelamin

jantan. dalam kondisi sehat, dan berat badannya 20–30 gram (39). Mencit betina tidak

digunakan karena sistem hormonalnya tidak stabil dibandingkan dengan mencit yang

berjenis kelamin jantan, serta mencit betina memiliki kadar glukosa darah lebih tinggi

pada saat hamil, sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian (40). Sebelum

perlakuan, mencit terlebih dahulu dipuasakan selama 8–16 jam untuk menghindari

pengaruh makanan pada saat dilakukan pengukuran kadar glukosa darah dan untuk

meningkatkan kecepatan absorpsi obat dan memudahkan pemberian sediaan secara oral

(40).

Berdasarkan hasil orientasi untuk menaikan kadar glukosa darah digunakan

suspensi glukosa 15% b/v dengan kenaikan kadar glukosa darahnya 183 mg/dl pada

menit ke 60. Suspensi glukosa 15% b/v diberikan pada mencit 1 jam sebelum perlakuan

dengan tujuan untuk menaikkan kadar glukosa darah sehingga kemampuan menurunkan

kadar glukosa dari sampel atau sediaan uji dapat diamati secara jelas.

Pengukuran kadar glukosa darah pada mencit dilakukan selama 5 jam dengan

interval waktu 1 jam. Hal ini berdasarkan literatur yang menyatakan bahwa absorbsi

glukosa dalam tubuh memerlukan waktu sekitar 30–60 menit dan akan menurun setelah

2–3 jam, maka untuk melihat penurunan kadar glukosa yang lebih jelas digunakan jangka

waktu selama 5 jam setelah pemberian sediaan uji (40).

Setelah dilakukan pengukuran kadar glukosa darah selama 5 jam, dari

grafik terlihat bahwa yang memiliki laju penurunan kadar glukosa terbesar dari

masing–masing ekstrak dan kombinasi ekstrak adalah kombinasi ekstrak etanol

propolis dan ekstrak etanol sarang semut dengan laju penuruan kadar glukosa

19,26 mg/dl.jam. Pengaruh terbesar laju penuruan kadar glukosa darah pada

penelitian ini masih ditunjukkan oleh pemberian kontrol positif glibenklamid,

melebihi efek dari kombinasi ekstrak etanol propolis dan ekstrak etanol sarang

semut.

Penurunan kadar glukosa darah pada setiap jenis perlakuan mem-

perlihatkan hasil yang berbeda-beda. Laju penurunan dinyatakan dengan nilai

slop regresi linier. Laju penurunan kelompok I sebagai kontrol negatif yang diberi

NaCMC 1% b/v adalah 4,27 mg/dl.jam, kelompok II yang diberikan ekstrak etanol

propolis 1,26% b/v adalah 18,17 mg/dl.jam, kelompok III yang diberikan ekstrak

etanol sarang semut 8,4% b/v adalah 17,06 mg/dl.jam, kelompok IV yang

diberikan kombinasi ekstrak etanol propolis 0,63 dan ekstrak etanol sarang semut

4,2 % b/v adalah 19,26 mg/dl.jam, dan kelompok V sebagai kontrol positif yang

diberikan glibenklamid 0,00195% b/v adalah 20,22 mg/dl.jam.

Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi pada kelompok kontrol negatif

(NaCMC 1% b/v) selama rentan waktu 5 jam disebabkan karena adanya

penggunaan glukosa oleh mencit dalam pembentukan energi dan terjadinya

absorpsi glukosa ke dalam sel yang disimpan sebagai gula cadangan.

Penurunan kadar glukosa darah pada hewan uji untuk pemberian ekstrak

etanol propolis disebabkan karena propolis mengandung flavonoid, asam

klorogenat, asam sinamat, asam ferulik dan ester asam kafeik fenetil yang

bersifat antioksidan kuat sehingga dapat mengurangi gangguan metabolisme lipid

dan kerusakan ginjal, menghambat kerusakan oksidatif protein, dan sel β di pulau

langerhans pankreas, dan merangsang pelepasan insulin pada sel β pankreas

untuk disekresikan kedalam darah, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin

pada sel, serta menghambat kerja enzim alfa-glukosidase sehingga penyerapan

glukosa di usus terhambat (4,5,9,37).

Penurunan kadar glukosa darah pada hewan uji untuk pemberian ekstrak

etanol sarang semut disebabkan karena kandungan dari sarang semut seperti

kuersetin, luteolin, rutin, apigenin, kaempferol, tannin, alfa-tokoferol, dan

stigmasterol dapat digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah dengan cara

merangsang sel β pankreas untuk mensekresi insulin lebih banyak, menghambat

kerja enzim alfa-glukosidase sehingga penyerapan glukosa di usus terhambat,

mengurangi gangguan fungsi ginjal, serta meningkatkan kelarutan glukosa darah

sehingga mudah diekresikan melalui urin (9,37,38).

Nilai slop tersebut dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang

memperlihatkan perbedaan yang sangat signifikan antara perlakuan dengan

kelompok kontrol negatif (NaCMC 1% b/v). Hal ini dapat dilihat pada tabel

ANOVA yaitu F hitung > F tabel pada taraf 5% dan 1% adalah 31,71 dengan

koefisien keragaman (KK) 12,70%. Karena KK > 10%, maka perlu dilakukan uji

lanjutan dengan metode uji Beda Jarak Nyata Duncan (BJND).

Uji lanjutan menggunakan uji Beda Jarak Nyata Duncan (BJND) untuk

analisis antar perlakuan pada taraf 5% dan 1% dapat dilihat bahwa ekstrak etanol

propolis 1,26% b/v, ekstrak etanol sarang semut 8,4% b/v, kombinasi ekstrak

etanol propolis 0,63 dan ekstrak etanol sarang semut 4,2 % b/v, dan glibenklamid

0,00195% b/v menunjukkan perbedaan efek yang sangat signifikan terhadap

penurunan kadar glukosa darah pada mencit bila dibandingkan dengan kontrol

negatif (NaCMC) akan tetapi tidak memberikan perbedaan efek yang signifikan

bila dibandingkan dengan kontrol positif (glibenklamid). Hal ini berarti tidak perlu

dikombinasikan antara kedua ekstrak tersebut, cukup diberikan dari salah satu

ekstrak sampel dengan dosis yang sesuai.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak

etanol propolis dengan konsentrasi 1,26% b/v dan ekstrak etanol sarang semut

dengan konsentrasi 8,4% b/v maupun kombinasi ekstrak etanol propolis 0,63

dengan ekstrak etanol sarang semut 4,2 % b/v memiliki efek menurunkan kadar

glukosa darah yang sangat signifikan bila dibandingkan dengan kontrol negatif

(NaCMC) namun belum memberikan perbedaan efek yang signifikan bila

dibandingkan dengan kontrol positif (glibenklamid). Hal ini berarti tidak perlu

dilakukan kombinasi untuk mem-berikan efek yang signifikan.

V.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode

pengujian yang berbeda untuk mengetahui efek kombinasi ekstrak etanol propolis

dan ekstrak etanol sarang semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) sebagai

antidiabetes.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan, S.G. (Editor). Farmakologi dan Terapi, ed. 5. Departemen

Farmakologi dan Terapeutik. Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. Hal: 481-494

2. Widowati, L., Dzulkarnain, B., Tanaman Obat Untuk Diabetes Mellitus Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta. 2005. Hal: 53-54

3. Sarwono,B., Lebah Madu. Agromedia Pustaka. Jakarta. 2001. Hal: 17-76

4. Sforcin, J.M., Bankova, S., Propolis: Is There a Potential for the Development of New Drugs?. Journal of Ethnopharmacology, Vol.133, No.2011, Departement of Microbiology, Biosciences Institute, UNESP, Institute of Organic Chemistry with Center of Phytochemistry, Bulgarian Academic of Sciences. Brazil. Oktober 2010. Hal: 255-258

5. Yajing, L., Minli, C., Hongzhuan X., and Fuliang, H., Effect of Encapsulated Propolis on Blood Glycemic Control, Lipid Metabolism, and Insulin Resistance in Type 2 Diabetes Mellitus Rats. Departement of Applied Engineering, Zhejiang Economic and Trade Polythechnic, Laboratory Animal Research Center, Zhejiang Traditional Chinese Medicine University. Hangzhou, China. Vol.2012. April 2011. Hal: 3-6

6. Abo-Salem, O.M., El-Edel, R.H., Harisa, G.E.I., El-Halawany N., and Ghonaim, M.M., Experimental Diabetic Nephropathy Can Be Prevented by Propolis: Effect on Metabolic Distrubances and Renal Oxidative Parameters. Pharmacology and Toxicology Departement and Biochemistry Department, Faculty of Pharmacy, Al-Azahar University Cairo, Clinical Pathology Department and Microbiology and Immunology Department, Faculty of Medicine, Menoufiya University, Cell Biology Department, National Reseacrh Center. Giza, Egypt. Vol. 22, No.2. April 2009. Hal: 206-209

7. Subroto, M.A., Gempur Penyakit dengan Sarang Semut. Swadaya. Jakarta. 2006. Hal: 15-21

8. Engida, A.M., Kasim, N.S., Tsigie, Y.A., Ismadji, S., Yi-Hsu, J., Extraction, Identification and Quantitative HPLC Analysis of Flavonoids from Sarang Semut (Myrmecodia penden). Departement of Chemical Engineering National Taiwan University of Science and Technology, Keelung Road, Taiwan, Departement of Chemical Engineering, Widya Mandala Surabaya Catholic University, Surabaya, Indonesia, Departement of Chemical Engineering, Can Tho University, Viet Nam. Vol.41. Januari 2012. Hal:392

9. Kim, J.S., Kwon, C.S., Son, K.H., Inhibition of Alpha-glucosidase and Amylase by Luteolin, a Flavonoid. Departement of Animal Science and Biotecnology, Kyungpook National University. Taegu, Korea. Vol.64, No.11. November 2000. Hal: 61

10. Guspari, A., Efek Ekstrak Sarang Semut (Hydnophytum Sp.) Terhadap Kadar Kolesterol Total Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Jantan. Skripsi. Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin. Makassar. 2011. Hal: 24-27

11. Sari, L.O.R.K., Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol.3, No.1, April 2006. Hal: 1-2

12. Free J.B., Bees and Mankind. George Allen and Unwin. Boston, London. 1982.

13. Heard, T.A., The Role of Stingless Bees in Crop Pollination. CSIRO Entomology, PMB 3 Indooroopilly. Australia. 1999. Hal: 183-200

14. Rasmusen, C., Molecular Phylogeny of Stingless Bees: Insights into Divergence Times, Biogeography, and Nest Architectur Evolution (Hymenoptera: Apidae: Meliponini). Aarhus University. Denmark. 1999. Hal: 39-134

15. Sihombing, D.T.H., Ilmu Beternak Lebah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1997. Hal: 127

16. Gojmerac, W.L., Bees, Beekeeping, Honey and Pollination. AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. 1983.

17. Krell, R., Propolis, Value Added Products from Beekeeping. Agriculture and Consumer Protection, Food Agriculture Organization Services Bulletin, No.124. Food Agriculture Organization of the United Nations. Rome. 1996.

18. Franz J.B., Sehat dengan Terapi Lebah (Apitherapy). Terjemahan oleh Febrian, A., Jakarta. PT. Elex Media Komputindo Gramedia. 2008. Hal: 3-66

19. Gomez-Caravaca, A.M., Gomez-Romero, M., Arraez-Roman, D., Segura-

Carretero, A., Fernandez-Gutierrez, A., Advances in the Analysis of Phenolic Compounds in Product Derived from Bees. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, Vol.41, Departement of Analysis Chemistry, Faculty of Sciences, University of Granada. Granada, Spain. 2006. Hal:1231

20. Huxley C.R., The Ant-Plants Myrmecordia and Hydnophytum (Rubiaceae), and The Relationships Between Their Morphology, Ant Occupants, Physiology and Ecology. Department of Biology, University of Papua New Guinea, Port Moresby. Papua New Guinea. 1978. Hal: 231-268

21. Wardiyono. Sonnetaria ovate backer [monograph on internet]. Bogor: Prosea dan Yayasan Kehati; 2009 [accessed 24 Juni 2009]. Available from: http://www.proseanet.org

22. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2005. Hal: 13-48

23. Leslie, R.D.G., Buku Pintar Kesehatan Diabetes. Penerbit Arcan. Jakarta. 1991. Hal: 4-7

24. Wijayakusuma H., Bebas Diabetes Mellitus ala Hembing. Puspa Swara. Jakarta. 2007. Hal: 6-8

25. Misnadiarly. Diabetes Mellitus: Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal Gejala, Menanggulangi, dan Mencegah Komplikasi, ed.1. Pustaka Populer Obor. Jakarta. 2006. Hal: 14-22

26. Corwin, E.J., Buku Saku Patologi. Terjemahan oleh Pakaryaningsih, E., Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2001. Hal: 546-553

27. Tan H.T., & Rahardja K., Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan

Efek-Efek Sampingnya. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. 2002. Hal: 741-755

28. Katzung B.G., Farmakologi Dasar dan Klinik, ed. 8. Terjemahan oleh Sjabana, D., Isbandianti, E., Basori, A., Salemba Medika. Jakarta. 1997. Hal: 663-680

29. Price S.A., Wilson, L.M., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, ed. 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1995. Hal: 1259-1270

30. Mutschler E. Dinamika Obat, ed. 5. Terjemahan oleh Mathilda B.W., dan Anna S.R., Universitas Indonesia Press. Bandung. 1986. Hal: 345

31. Ganong, W.F., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed. 20. Terjemahan oleh Widjajakusumah, D., Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2002. Hal: 321-328

32. Mahmudatussadeh. Metode analisis kadar glukosa darah. [serial on the internet]. 2005 [dikutip 17 September 2011]. Available from: www.scribd.com

33. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1979. Farmakope Indonesia, ed.3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hal: 9.

34. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Bhakti Husada. Jakarta. 1986. Hal: 2-32

35. Ansel HC. Pengantar Sediaan Farmas, ed. 4. Terjemah oleh Faridah Ibrahim. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 2005. Hal: 607.

36. Agur, A.M.R., Arthur F.D., Grant’s Atlas Anatomy, ed.12. Wolters Kluwer. Canada. 2009. Hal. 135

37. Sandhar, H.K., Kumar, B., Prasher, S., Tiwari, P., Salhan, M., Sharma, P., A Review of Phytochemestry and Pharmacology of Flavonoids. Internationale Pharmaceutica Sciencia. Lovely School of Pharmaceutical Science, Lovely Professional University. Phagwara, Punjab, India. Vol.1. Maret 2011. Hal: 25-38.

38. Roblatt, M., Ziment, I., Evidence-Based Herbal Medicine. Hanley and Belfus. Philadelpihia. 2002.

39. Malole, M.B.M., Pramono C.S.U., Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan Di Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 1989. Hal:62

40. Sirait, M., Hargono, D., Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia, dan Pengujian Klinik. Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica, Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1991. Hal: 15, 195

Uji Efek Hipoglikemik Kombinasi Ekstrak Sarang Semut (musculus)

LAMPIRAN I

SKEMA KERJA

Uji Efek Hipoglikemik Kombinasi Ekstrak Etanol Sarang Semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry

LAMPIRAN I

SKEMA KERJA

Etanol Propolis dan Ekstrak EtanolMerr & Perry) Pada Mencit (Mus

Etanol Mus

LAMPIRAN II

PERHITUNGAN DOSIS

A. Perhitungan Dosis dan Pemberian Glibenklamid

1) Konversi dosis Glibenklamid mencit dan manusia

a. Dosis Lazim untuk manusia = 5 mg

b. Faktor konversi untuk mencit = 0,0026

dengan bobot 20 g

c. Dosis konversi untuk mencit 20 g = 0,0026 x 5 mg

= 0,013 mg / 20 g BB Mencit

2) Penyiapan Sediaan Glibenklamid

a. Volume pemberian maksimal = 1 ml

oral untuk mencit 30 g

b. Dosis untuk mencit 30 g = 30 g x 0,013 mg = 0,0195 mg 20 g

c. Konversi sediaan Glibenklamid = 0,0195 mg / ml

a. Sediaan stok dibuat sebanyak = 100 ml

b. Jumlah Glibenklamid yang dibuat = 0,0195 mg x 100 ml

= 1,95 mg / 100 ml

3) Perhitungan serbuk tablet Glibenklamid yang setara dengan 1,95 mg

a. Tablet Glibenklamid yang tersedia = tablet @ 5 mg

b. Berat rata-rata tablet = 202 mg

1,95 mg c. Berat tablet yang ditimbang = x 202 mg = 78,8 mg

5 mg

Dosis oral Glibenklamid 1,95 mg dibuat dengan cara menimbang serbuk

tablet sebanyak 78,8 mg kemudian disuspensikan menggunakan air suling hingga

100 ml.

B. Perhitungan Konversi Volume Pemberian Sediaan/Sampel

Volume maksimal pemberian sediaan : 1 ml

secara oral pada mencit (Mus musculus)

Hewan Uji dengan BB yang tertinggi : 30 gram

Volume pemberian sediaan/sampel : 1 ml / 30 gram BB

BB (gram) Untuk Hewan Uji dengan BB < 30 gram : x 1 ml 30 gram

LAMPIRAN III

VOLUME MAKSIMUM LARUTAN OBAT YANG DIBERIKAN PADA HEWAN COBA

Jenis Hewan dan Bobot

Badan

Cara Pemberian dan Volume Maksimum dalam mililiter (ml)

i.v. i.m. i.p. s.c. p.o.

Mencit (20-30 g)

Tikus (100 g)

Hamster (50 g)

Marmut (250 g)

Merpati (300 g)

Kelinci (2,5 kg)

Kucing (3 kg)

Anjing (5 kg)

0,5

1,0

-

-

2,0

5,0 - 10,0

5,0 - 10,0

10,0 - 20,0

0,05

0,1

0,1

0,25

0,5

0,5

1,0

5,0

1,0

2,0 – 5,0

1,0 – 5,0

2,0 – 5,0

2,0

10,0 -20,0

10,0 – 20,0

20,0 – 50,0

0,5 – 1,0

2,0 – 5,0

2,5

5,0

2,0

5,0 - 10,0

5,0 – 10,0

10,0

1,0

5,0

2,5

10,0

10,0

20,0

50,0

10-0,0

Keterangan : i.v = intra vena

i.m = intramuscular

i.p = intraperitonial

s.c = subcutan

p.o = per oral

LAMPIRAN IV

PERBANDINGAN LUAS PERMUKAAN TUBUH HEWAN PERCOBAAN (KONVERSI DOSIS)

Hewan dan

Bobot Badan

rata-rata

Men

cit

20 g

Tik

us

200 g

Marm

ut

400 g

Keli

nci

1,5

Kg

Ku

cin

g

2,0

Kg

Kera

4,0

Kg

An

jin

g

12,0

Kg

Man

usia

70,0

Kg

Mencit 20 g

1,0 7,0 12,29 27,8 26,7 64,1 124,2 387,9

Tikus 200 g

0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 60,5

Marmut 400 g

0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5

Kelinci 1,5 Kg

0,04 0,25 0,44 1,0 1,06 2,4 4,5 14,2

Kucing 2,0 Kg

0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0

Kera 4,0 Kg

0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1

Anjing 12,0 Kg

0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1

Manusia 70,0 Kg

0,0026 0,018 0,031 0,07 0,36 0,16 0,32 1,0