Upload
lamthu
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun
Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg
dengan Penambahan Polimer Kombinasi
β-Siklodekstrin dan Polivinil Pirolidon Menggunakan
Metode Pencampuran Kneading
SKRIPSI
INDA FIRLIAH
108102000055
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JANUARI 2013
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun
Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg
dengan Penambahan Polimer Kombinasi
β-Siklodekstrin dan Polivinil Pirolidon Menggunakan
Metode Pencampuran Kneading
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
INDA FIRLIAH
108102000055
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JANUARI 2013
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua unsur baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Inda Firliah
NIM : 108102000055
Tanda Tangan :
Tanggal : 17 Januari 2013
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Inda Firliah
NIM : 108102000055
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun
Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan
Polimer Kombinasi β-Siklodekstrin dan Polivinil Pirolidon
Menggunakan Metode Pencampuran Kneading
Disetujui oleh:
v
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Inda Firliah
NIM : 108102000055
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun
Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg dengan
Penambahan Polimer Kombinasi β-Siklodekstrin dan
Polivinil Pirolidon Menggunakan Metode Pencampuran
Kneading
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
DEWAN PENGUJI
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Inda Firliah
Program Studi : Farmasi
Judul : Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus
altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer
Kombinasi β-Siklodekstrin dan Polivinil Pirolidon Menggunakan
Metode Pencampuran Kneading
Fraksi etil asetat daun sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg yang
berkhasiat sebagai obat kardiovaskular merupakan senyawa obat yang bersifat
sukar larut dalam air. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kelarutan
fraksi etil asetat daun sukun (FEAS). Salah satu cara untuk meningkatkan
kelarutan adalah dengan penambahan polimer siklodekstrin. Polivinil pirolidon
(PVP) sebagai polimer larut air dapat berperan sebagai polimer kombinasi yang
mampu meningkatkan kerja dari β-siklodesktrin (β-CD). Dibuat tiga campuran
FEAS terhadap β-CD yaitu 1:2 (F1), 1:4 (F2), dan 1:6 (F3) dengan penambahan
PVP 5% terhadap bobot total FEAS dan β-CD untuk tiap formula. Penambahan
polimer β-CD+PVP dilakukan dengan menggunakan metode pencampuran
kneading. Tiap formula dikarakterisasi dengan Karl Fischer titration, Scanning
Electron Microscopy dan uji kelarutan. Polimer kombinasi β-CD+PVP
menghasilkan peningkatan kelarutan pada formula sebesar 5,09% (F1), 27,79%
(F2), dan 73,26% (F3) dibandingkan dengan kelarutan FEAS dalam air yang
menunjukkan perbedaan secara signifikan dengan tingkat kepercayaan 95% (p ≤
0,05).
Kata kunci : Fraksi Etil Asetat Daun Sukun, Metode Kneading, β-Siklodekstrin,
Polivinil Pirolidon, Kelarutan.
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Inda Firliah
Program Study : Pharmacy
Title : Enhancement Solubility of Ethyl Acetate Fraction of
Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg Extract with the
Addition of Combination Polymers of β-cyclodextrin and
Polyvinyl Pyrollidone Using Kneading Method.
Ethyl acetate fraction of the Artocarpus altilis extract which have a potency to
treat the cardiovascular diseases have poorly solubility in water. The purpose of
this study was to improve the solubility of the extract. One of method to improve
the solubility is mixing with cyclodextrins polymer. Polyvinyl pyrrolidone (PVP)
as water-soluble polymer can enhance of the β-cyclodextrin (β-CD) activity.
Three comparisons was made between extract and β-CD that were 1:2 (F1), 1:4
(F3), and 1:6 (F3) with the addition of PVP 5% of the total weight of extract and
β-CD for each formula. The sample was prepared by kneading method. Each
formula was characterized by Karl Fischer Titration, Scanning Electron
Microscopy and Solubility Study. The Result showed that the addition polymer
combination of β-CD+PVP caused increasing the solubility of extract in water
5.09% (F1), 27.79% (F2), and 73.26% (F3) compared to extract control with
significant differences at level of confidence 95% (p ≤ 0.05).
Keywords : Ethyl Acetate Fraction Breadfruit leaves, Kneading Method,
β-Cyclodextrin, Polyvinyl Pyrollidone, Solubility.
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan
judul “Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus
altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer Kombinasi β-
Siklodekstrin dan Polivinil Pirolidon Menggunakan Metode Pencampuran
Kneading”. Shalawat serta salam senantiasa terlimpah kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, teladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Sabrina, M.Farm., Apt, selaku pembimbing I dan Ibu Yuni Anggraeni,
M.Farm., Apt, selaku pembimbing II yang memiliki andil besar dalam proses
penelitian dan penyelesaian tugas akhir saya, semoga segala bantuan dan
bimbingan Ibu mendapat imbalan yang lebih baik di sisi-Nya.
2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak. Drs. Umar Mansur M.Sc, selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bimbingan
dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di program studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ayahanda tercinta Achmad Haruna, S.H, Adv dan Ibunda tersayang Farida
Aliah, yang senantiasa memberikan kasih sayang, doa, dan semangat. Tiada
ix
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
apapun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan, cinta dan kasih
sayang yang telah kalian berikan. “I’m really grateful being your daughter”.
6. Kak Abdul Haafidh, S.T, Kak Chaidar Harun, S.T, Kak Mahmuda Ulhaq
Wibowo, S.T, Kak Muhammad Thoufan Noor Fajri, S.T, Muhammad Fachrul
Alam dan Muhammad Iqbal atas doa dan kata-kata yang inspiratif.
7. Kepada sahabat sepenelitian Berty Puspitasari dan Sera Nur Agustin, terima
kasih atas kebersamaan dan kesabaran dalam menjalani skripsi.” Finally, we
can through together ”.
8. Terima kasih atas Adilla Anggiadinta, Eva Yuliani, Megawati, Mega
Armayani, Zulfa Khoiruni’mah, Dina Permata Wijaya, Putri Rahmawati, Indah
Prihandini, Dina Haryanti, Hesty Priska Aprina, Novayanti, Mudrikah
Syaekhan, Novia Fitri Annisa, Agita Mayangsari, dan Srifatini Meilisvina,
untuk kebersamaan, dukungan, motivasi, semangat serta bantuannya selama
ini. Kebersamaan kita didalam suka dan duka akan selalu terkenang di dalam
hati sanubari. “I’m nothing without my friends”.
9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut
membantu menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan guna tercapainya kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil
penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagi
mahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu
pengetahuan.
Jakarta, 10 Januari 2013
Penulis
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Inda Firliah
NIM : 108102000055
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya, dengan judul :
PENINGKATAN KELARUTAN FRAKSI ETIL ASETAT DAUN SUKUN
Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg DENGAN PENAMBAHAN
POLIMER KOMBINASI β-SIKLODEKSTRIN DAN POLIVINIL
PIROLIDON MENGGUNAKAN METODE PENCAMPURAN KNEADING
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : 17 Januari 2013
Yang menyatakan,
(Inda Firliah)
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................ vi
ABSTRACT ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................. x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
1.4 Hipotesis ......................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
2.1 Sukun ............................................................................................ 5
2.1.1 Taksonomi ........................................................................... 5
2.1.2 Morfologi ............................................................................. 5
2.1.3 Nama Daerah ....................................................................... 6
2.1.4 Kandungan Kimia ................................................................ 6
2.1.5 Khasiat ................................................................................. 6
2.2 Flavonoid ...................................................................................... 6
2.3 Siklodekstrin ................................................................................. 9
2.4 Polivinil Pirolidon ......................................................................... 10
2.5 Komplek Inklusi ............................................................................ 11
2.6 Kelarutan ....................................................................................... 16
2.7 Karakterisasi Kompleksasi ............................................................. 19
2.7.1 Scanning Electron Microscopy ............................................ 20
2.7.2 Karl Fisher Titration ........................................................... 20
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 21
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 21
3.2 Alat ................................................................................................ 21
3.3 Bahan ............................................................................................. 21
3.4 Prosedur Kerja ................................................................................ 21
3.4.1 Pembakuan Ekstrak FEAS ................................................... 21
3.4.1.1 Parameter Non-Spesifik ........................................... 21
3.4.1.2 Parameter Spesifik .................................................... 22
3.4.2 Pembuatan Campuran FEAS dengan β-CD + PVP
Menggunakan Metode Pencampuran Kneading.. .............. 23
3.4.3 Karakterisasi Campuran FEAS dengan β-CD + PVP .......... 24
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.3.1 Scanning Electron Microscopy ................................ 24
3.4.3.2 Uji Karl Fisher Titration .......................................... 24
3.4.4 Uji Kelarutan ........................................................................ 24
3.4.5 Analisa Data .......................................................................... 24
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 26
4.1 Karakterisasi FEAS ....................................................................... 26
4.2 Hasil Campuran FEAS dengan β-CD+PVP Menggunakan
Metode Pencampuran Kneading .................................................. 28
4.3 Hasil Karakterisasi Campuran FEAS dengan β-CD+PVP ............. 28
4.3.1 Scanning Electron Microscopy ............................................. 28
4.3.2 Uji Karl Fischer Titration .................................................... 29
4.4 Uji Kelarutan ................................................................................. 31
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 33
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 33
5.2 Saran .............................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 34
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1. Tanaman Sukun (Artocarpus altilis) .............................................. 5
Gambar 2. Flavonoid ....................................................................................... 7
Gambar 3. DS6 ................................................................................................ 7
Gambar 4. 8-geranyl-4',5,7 trihydroxyflavone ................................................ 8
Gambar 5. 2-geranyl-2',3,4,4'-tetrahydroxychalcone ...................................... 8
Gambar 6. Struktur Rutin ............................................................................... 8
Gambar 7. Struktur kimia ɑ, β, dan ɣ siklodekstrin ......................................... 9
Gambar 8. Struktur Kimia dan Bentuk Conical β-CD ................................... 10
Gambar 9. Struktur Polivinil Pirolidon ............................................................ 11
Gambar 10. Skema interaksi siklodekstrin dan molekul tamu .......................... 12
Gambar 11. Campuran Polimer Kombinasi β-CD+PVP ................................... 41
Gambar 12. Campuran FEAS dengan β-CD+PVP dalam bentuk pasta ............ 41
Gambar 13 Hasil SEM FEAS ........................................................................... 52
Gambar 14. Hasil SEM β-CD ............................................................................ 52
Gambar 15. Hasil SEM β-CD + PVP ................................................................ 53
Gambar 16. Hasil SEM Campuran FEAS dengan β-CD+PVP ........................ 53
Gambar 17. FEAS .............................................................................................. 60
Gambar 18. Spektro UV/Vis .............................................................................. 60
Gambar 19. Karl Fischer Titration .................................................................... 60
Gambar 20. SEM ............................................................................................... 60
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Sifat Fisik Siklodekstrin Alami ............................................................. 9
3.1 Formulasi Campuran FEAS dengan β-CD+PVP .................................. 23
4.1 Hasil Karakterisasi FEAS ..................................................................... 26
4.2 Hasil Uji Karl-Fischer Titration ........................................................... 29
4.3 Hasil Uji Kelarutan pada Suhu 37˚C ..................................................... 30
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1. Alur Penelitian ...................................................................... 38
Lampiran 2. Surat Keterangan Rutin ........................................................ 39
Lampiran 3. Hasil Kadar Abu ................................................................... 40
Lampiran 4. Hasil Campuran dengan Metode Kneading ........................... 41
Lampiran 5. Kurva Absorbansi Rutin ........................................................ 42
Lampiran 6. Tabel Data Absorbansi Rutin ............................................... 43
Lampiran 7. Kurva Kalibrasi Rutin............................................................ 43
Lampiran 8. Kadar Total Flavonoid FEAS ................................................ 44
Lampiran 9. Perhitungan Penyetaraan FEAS dengan β-CD+PVP ............ 45
Lampiran 10. Kurva Absorbansi β-CD ........................................................ 46
Lampiran 11. Kurva Absorbansi PVP.......................................................... 47
Lampiran 12. Kadar Total Flavonoid yang Terlarut
pada Uji Kelarutan ................................................................ 48
Lampiran 13. Hasil Uji Karl Fischer Titration FEAS ................................. 50
Lampiran 14. Hasil Uji Karl Fischer Titration Campuran FEAS dengan
β-CD+PVP ............................................................................. 51
Lampiran 15. Hasil Scanning Electron Microscopy ................................... 52
Lampiran 16. Analisa Data Uji Kelarutan FEAS Terhadap Formula ........... 54
Lampiran 17. Analisa Data Uji Kelarutan Formula dengan Formula .......... 57
Lampiran 18. Alat dan Bahan ..................................................................... 60
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISTILAH
FEAS Fraksi Etil Asetat Daun Sukun
β-CD Betasiklodekstrin
PVP Polivinil Pirolidon
SEM Scanning Electron Microscopy
F1 Formula 1
F2 Formula 2
F3 Formula 3
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai obat yang sering digunakan
masyarakat Indonesia secara tradisional adalah Artocarpus altilis (Parkinson)
Fosberg, termasuk famili Moraceae (Mulberry family) yang sering dikenal sebagai
breadfruit atau sukun. Sukun tumbuh pada daerah tropis dan banyak dijumpai di
Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Kamboja. Buahnya mengandung karbohidrat,
asam amino essensial seperti histidin, isoleusin, lisin, metionin, triptofan dan
valin. Daun tanaman sukun mengandung β-sitosterol dan golongan flavonoid
(Kan, 1978; Dalimartha, 2003).
Hampir seluruh bagian dari tanaman ini telah dimanfaatkan sebagai obat
(daun, buah, kulit, batang). Secara tradisional masyarakat menggunakan tanaman
sukun sebagai obat karena memiliki khasiat terapeutik pada beberapa bagian di
antaranya; bagian bunga dapat digunakan sebagai obat sakit gigi, kulit kayu dapat
digunakan untuk mencairkan darah bagi wanita setelah melahirkan, sedangkan
pada bagian daun dapat digunakan untuk mengobati penyakit kulit, jantung, ginjal
maupun digunakan sebagai obat radang (Heyne, 1987).
Hasil elusidasi struktur senyawa aktif yang terdapat dalam fraksi etil asetat
daun sukun adalah golongan sterol (β-sitosterol) dan flavonoid. Studi in vitro dan
in vivo yang telah dilakukan menunjukkan bahwa senyawa-senyawa flavonoid
dari ekstrak daun sukun berpotensi sebagai obat kardiovaskular. Pengujian in
vitro dengan menggunakan 3 sel model, yaitu sel U937- derived foam cells dan sel
endotel yang terlibat dalam patogenesis atherosclerosis serta sel cardiomyocytes,
menunjukkan bahwa total flavonoid dari fraksi etil asetat daun sukun mempunyai
aktivitas sitoprotektif terhadap sel-sel tersebut (Umar et al., 2007).
Senyawa-senyawa aktif dari golongan flavonoid yang ditemukan dalam
fraksi etil asetat daun sukun (FEAS), diantaranya DS6 atau 1-(2,4-
Dihydroxyphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4-methyl-3-pentenyl)-2H-1-
benzopyran-5-yl]-1-propanone, sebagai obat kardiovaskular, anti kanker dan 5-
lipoksigenase inhibitor dengan kandungan senyawa aktif sebesar 0,15%, 8-
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
geranyl-4',5,7 trihydroxyflavone sebagai obat kardiovaskular dan anti kanker
dengan kandungan senyawa aktif sebesar 3,1%, 2-geranyl-2',3,4,4'-
tetrahydroxychalcone sebagai obat kardiovaskular juga obat antikanker
(carcinostatic) yang diberikan baik secara oral ataupun parenteral dengan
kandungan senyawa aktif sebesar 6,5% (Syah et al, 2006; Umar et al., 2007).
Dari informasi di atas terlihat bahwa kandungan flavonoid dari daun sukun
memiliki potensi yang besar untuk pengobatan. Oleh karena itu, sangat perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap fraksi etil asetat daun sukun sebagai
bahan baku obat yang berasal dari bahan alam.
Fraksi etil asetat daun sukun (FEAS) bersifat sukar larut dalam air. Hal ini
sering menimbulkan permasalahan dalam formulasi. Absorpsi obat-obatan yang
kelarutannya rendah dalam air berpengaruh terhadap rendahnya bioavaibilitas
obat tersebut dalam tubuh (Lieberman, Lachman, Schwartz, 1989). Perbaikan
kelarutan dan kecepatan disolusi obat yang sukar larut merupakan langkah
pertama untuk perbaikan ketersediaan hayati (Bekers, 1991). Oleh karena itu perlu
dicari metode yang tepat untuk meningkatkan kelarutan dari FEAS. Salah satu
metode untuk meningkatkan kelarutan adalah dengan penambahan polimer
kombinasi β-siklodektrin (β-CD) dan polivinil pirolidon (PVP) menggunakan
metode pencampuran kneading (Lokamatha et al., 2010)
Dari berbagai pendekatan yang ada, penambahan siklodekstrin telah terbukti
berhasil dalam meningkatkan kelarutan obat-obatan yang memiliki kelarutan
rendah dalam air (Hiremath et al., 2008). Hal tersebut disebabkan interaksi antara
molekul tamu dengan siklodekstrin. Akibat interaksi obat dalam rongga
hidrofobiknya dan gugus hidrofilik di bagian luar permukaannya dapat
menyebabkan modifikasi sifat kimia dan fisik dari molekul tamu (obat yang
bersifat hidrofobik), sehingga terjadi peningkatan stabilitas, kelarutan dalam
medium berair dan bioavailabilitas (Chandrakant et al., 2010; Shewale, Fursule, &
Sapkal., 2008). Penelitian yang telah dilakukan pada lemongrass (Cymbopogon
citratus) oleoresin dan ekstrak daun zaitun mengalami peningkatan kelarutan
dengan penggunaan β-CD (Nur Ain, Diyana, & Zaibunnisa., 2011; Mourtzinos et
al., 2007).
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Efisiensi kompleksasi dan efek kelarutan dari siklodekstrin dalam larutan
air meningkat dengan penambahan polimer larut air (Corrigan et al.,1982).
Penambahan PVP sebagai polimer-larut air menghasilkan efisiensi kompleksasi
yang lebih tinggi dan nyata dalam meningkatkan kelarutan sehingga bisa menjadi
strategi untuk meningkatkan manfaat dari siklodekstrin (Chowdary et al., 2006).
Efek dari β-CD dan PVP K30 pada kelarutan nevirapine telah diteliti, di mana
PVP K30 meningkatkan efek kelarutan β-CD dengan meningkatkan stabilitas
konstan kompleks obat : β-CD. Sistem ternary dengan PVP K30 5%
menunjukkan hasil yang signifikan dalam meningkatkan kelarutan model obat
(Lokamatha et al.,2010).
Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk peningkatan kelarutan
yaitu metode kneading. Pemilihan metode ini digunakan karena merupakan
metode yang sederhana dalam skala laboratorium dan memperkecil biaya
produksi (Patil, 2010). Metode kneading memiliki disolusi yang paling besar
dibandingkan metode evaporasi pelarut, spray drying, dan pencampuran fisik
pada ß-CD dengan bicalutamide (Srikanth et al., 2010).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk
meningkatkan kelarutan FEAS dengan penambahan polimer kombinasi β-
CD+PVP menggunakan metode kneading. Ruang lingkup penelitian ini mencakup
karakterisasi FEAS, pembuatan campuran FEAS dengan penambahan polimer β-
CD+PVP melalui metode kneading, karakterisasi campuran FEAS dengan β-
CD+PVP menggunakan karl fisher titration dan scanning electron microscopy
(SEM), uji kelarutan campuran FEAS dengan β-CD+PVP.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah penambahan polimer kombinasi β-CD+PVP dengan metode
pencampuran kneading mampu meningkatkan kelarutan FEAS.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk Meningkatkan kelarutan FEAS dengan penambahan polimer
kombinasi β-CD+PVP menggunakan metode pencampuran kneading.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4 Hipotesis
Campuran FEAS dengan β-CD+PVP dengan metode pencampuran
kneading mampu meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun.
1.5 Manfaat Penelitian
Mendapatkan informasi mengenai pengaruh penambahan polimer
kombinasi β-CD+PVP menggunakan metode pencampuran kneading
terhadap peningkatan kelarutan FEAS, sehingga nantinya diharapkan dapat
mempermudah dalam formulasi dan memperoleh efek terapeutik yang lebih
optimal.
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sukun
2.1.1 Taksonomi (Dalimartha, 2003) :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Urticales
Suku : Moraceae
Marga : Artocarpus
Jenis : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg.
Gambar 1. Tanaman Sukun (Artocarpus altilis) (Rusmiyanti, 2006)
2.1.2 Morfologi
Habitus sukun berupa pohon dengan tinggi 10–25 m. Batang sukun
berbentuk tegak, bulat, percabangan simpodial, bergetah, permukaan kasar
cokelat. Daun sukun berbentuk tunggal, berseling, lonjong, runcing, pangkal
meruncing, tepi bertoreh, panjang 50-70 cm, pertulangan menyirip, tebal,
permukaan kasar, dan berwarna hijau. Bunga sukun berbentuk tunggal, berumah
satu, di ketiak daun, bunga jantan berbentuk silindris panjang 10-20 cm, berwarna
kuning sedangkan bunga betina berbentuk bulat, garis tengah 2-5 cm, dan
berwarna hijau. Buah sukun berbentuk semu majemuk, bulat, diameter 10-20
cm, berduri lunak dan berwarna hijau. Biji berbentuk ginjal memiliki panjang 3-5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
cm dan berwarna hitam. Akar sukun berbentuk tunggang dan berwarna cokelat
(Dalimartha, 2003).
2.1.3 Nama daerah
Nama lain di Sumatera yaitu Gomu (Melayu), Kulu (Aceh), Kulur (Batak),
Kalawi (Minangkabau), Kaluwih (Lampung). Di daerah Jawa yaitu Kelewih
(Sunda), Kluwih (Jawa), Kolor (Madura). Di daerah Bali yaitu Kalewih (Bali). Di
daerah Nusa tenggara yaitu Kolo (Bima), Lakuf (Timor). Di daerah Sulawesi
yaitu Gamasi (Makassar), Kuloro (Selayar), Ulo (Bugis). Di daerah Maluku yaitu
Limes, Unas (Seram), Dolai (Halmahera) (Dalimartha, 2003).
2.1.4 Kandungan Kimia
Bunga dan daun sukun mengandung asam amino esensial seperti histidin,
isoleusin, lisin, metionin, triptofan, valin serta mengandung flavonoid, fitosterol,
saponin, polifenol dan tanin (Dalimartha, 2003).
2.1.5 Khasiat
Tanaman sukun dapat digunakan sebagai pengobatan karena memiliki
khasiat terapeutik pada beberapa bagian diantaranya; bagian bunga dapat
digunakan sebagai obat sakit gigi, kulit kayu dapat digunakan untuk mencairkan
darah bagi wanita setelah melahirkan, sedangkan pada bagian daun dapat
digunakan untuk mengobati penyakit kulit, jantung, ginjal maupun digunakan
sebagai obat radang, Abu daun yang dibakar dicampur dengan sedikit minyak
kelapa dan kunyit digunakan untuk mengobati penyakit kulit pada penduduk
didaerah Maluku. Campuran tersebut dioleskan pada kulit yang sakit (Heyne,
1987).
2.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol terbesar yang terdapat di
alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan kuning
yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid memiliki kerangka dasar 15
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan oleh rantai linear
tiga karbon dan dapat dinyatakan ke dalam konfigurasi C6-C3-C6.
Gambar 2. Struktur Dasar Flavonoid (Harborne, 1987)
Flavonoid dalam tumbuhan terdapat sebagai campuran, seringkali terdiri
atas flavonoid yang berbeda golongan. Penggolongan jenis flavonoid didasarkan
pada sifat kelarutan dan reaksi warna. Flavonoid merupakan senyawa polar karena
memiliki sejumlah gugus hidroksil yang tidak tersubstitusi. Pelarut polar seperti
etanol, metanol, maupun pelarut semipolar seperti etil asetat, atau campuran dari
pelarut tersebut dapat digunakan untuk mengekstraksi flavonoid dari jaringan
tumbuhan. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi sehingga
menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak
(Markham, Mabry, Thomas, 1970).
Senyawa- senyawa aktif dari golongan flavonoid ditemukan pada FEAS
diantaranya (Umar, et al., 2007) :
Gambar 3. DS6 atau 1-(2,4Dihydroxyphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4-
methyl-3-pentenyl)-2H-1 benzopyran-5-yl]-1-propanone (Umar, et al., 2007)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4. 8-geranyl-4',5,7 trihydroxyflavone (Umar, et al., 2007)
Gambar 4. 2-geranyl-2',3,4,4'-tetrahydroxychalcone (Umar, et al., 2007)
Metode standar penentuan total flavonoid adalah dengan melakukan
hidrolisis dan refluks terlebih dahulu kemudian beberapa kali partisi. Kurva baku
yang digunakan umumnya adalah flavonoid rutin atau kuersetin (Azis, Rahayu,
Teruna, 2011).
Gambar 6. Struktur Rutin (Kuntic et al., 2011)
Rutin (3,3’,4’,5,7-pentahydroxyflavone-3-rhamnoglucoside), C27H30O16
adalah flavonoid jenis flavonol, terdiri dari flavonol kuersetin dan disakarida
rutinose (rhamnosa dan glukosa) (Kuntic et al., 2011). Rutin tidak larut dalam air
akan tetapi memiliki kelarutan yang baik dalam metanol (Sun et al., 2011
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3 Siklodekstrin
Siklodekstrin terdiri dari (α-1,4) terhubung unit α- D-glukopiranosa dengan
sebuah rongga yang bersifat lipofilik. Ada tiga jenis siklodekstrin alami yaitu ɑ, β,
dan ɣ siklodekstrin yang masing-masing strukturnya mengandung 6, 7, dan 8 unit
D-glukopiranosa (Rowe et al., 2006).
Gambar 7. Struktur kimia ɑ, β, dan ɣ siklodekstrin (Aleem et al., 2008)
Tabel 2.1 Sifat Fisik Siklodekstrin Alami (Aleem et al., 2008)
Siklodekstrin merupakan senyawa kristal, homogen, dan non -higroskopis
yang berbentuk seperti cincin makro. Permukaan luar yang bersifat hidrofilik dan
rongga bagian dalam yang bersifat lipofilik Struktur molekul yang demikian
menyebabkan siklodekstrin memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan menjerat
molekul lain yang bersifat hidrofob sehingga membentuk suatu kompleks inklusi
(Aleem et al., 2008).
Siklodekstrin mampu membentuk kompleks inklusi dengan banyak obat
dengan cara memasukkan seluruh obat atau beberapa bagiannya ke dalam rongga.
Karateristik ɑ β ɣ
Jumlah unit glukosa 6 7 8
Berat molekul 972 1135 1297
Kelarutan dalam air
(g/100ml) 14.5 1.85 23.2
Diameter rongga (A°) 4,7-5,3 6-6,5 7,5-8,5
Volume rongga (A°) 174 262 472
Bentuk kristal (dari air) Lempengan
Hexagonal
Parallelogram
monoklonik
Prisma
kuadratik
Air kristal (%) 10,2 13,2-14,5 8,13-17,7
pKa (dengan
potensiometer) pada 25° C 12,3312 12,202 12,081
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Enkapsulasi molekular tersebut akan mempengaruhi sifat-sifat fisikokimia obat,
seperti kelarutan dan laju disolusi. Dari berbagai jenis siklodekstrin yang ada,
ukuran rongga ɑ-CD tidak cukup memadai untuk berbagai macam obat sedangkan
ɣ-CD memiliki biaya yang mahal untuk produksi. Diantara siklodekstrin yang ada
β-CD lebih sering digunakan karena rendahnya biaya produksi dan ukuran rongga
yang sesuai untuk berbagai macam obat di medium berair (Radi, Eissa, 2010).
Gambar 8. Struktur Kimia dan Bentuk Conical Molekul β-siklodekstrin
(Rowe et al., 2006)
β-CD (C42H70O3), memiliki berat molekul yaitu 1135. Pemerian β–CD ini
berupa bubuk kristal putih, praktis tidak berbau, memiliki rasa sedikit manis. β–
siklodekstrin memiliki kelarutan dalam 200 bagian propilen glikol, 1 dalam 50
bagian air pada suhu 20°C, 1 dalam 20 bagian air pada 50°C; praktis tidak larut
dalam aseton, etanol (95%), dan metilen klorida. β–CD memiliki titik lebur
sebesar 255–265°C dan kandungan kelembaban sebesar 13,0–15,0% w/w (Rowe
et al., 2006).
2.4 Polivinil Pirolidon (PVP)
Polivinil Pirolidon (PVP) yang memiliki rumus molekul (C6H9NO)n dan
berat molekul berkisar 2500–3 000 000. Pemerian berupa serbuk putih atau krem
putih, berbau atau hampir tidak berbau, bersifat higroskopis, inert. Memiliki
kelarutan dalam asam, dalam kloroform, dalam etanol, dalam keton, dalam
metanol, dan dalam air. Praktis tidak larut dalam hidrokarbon, dan dalam minyak
mineral. pH sebesar 3,0–7,0 (5% w/v larutan) dan titik leleh sebesar 150°C (Rowe
et al., 2006).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 9. Struktur Polivinil Pirolidon (Rowe et al., 2006)
Penambahan polivinil pirolidon yang berupa polimer-larut air dapat
menghasilkan efisiensi kompleksasi yang lebih tinggi dan nyata dalam
meningkatkan kelarutan. Oleh karena itu, penambahan polivinil pirolidon bisa
menjadi strategi untuk meningkatkan manfaat dari siklodekstrin (Chowdary et al.,
2006).
2.5 Kompleks Inklusi
Komplek inklusi merupakan kompleks di mana komponen tuan rumah (β-
CD) membentuk rongga atau pada kristal merupakan kisi - kisi kristal yang
memiliki ruangan dalam bentuk terowongan atau kanal di mana molekul tamu
(obat) berada (IUPAC Compendium of Chemical Terminology, 1997).
Pada pembuatan kompleks, berbagai jenis pelarut dapat digunakan, tetapi
umumnya air dipilih sebagai pelarut untuk kompleksasi. Rongga siklodekstrin
bersifat non-polar dan menyerupai area non-polar molekul tamu. Air memberikan
tekanan untuk pembentukan kompleksasi. Namun, tidak semua molekul tamu
larut dalam air. Solubilisasi sempurna dari molekul tamu tidak penting dilakukan
karena hanya sejumlah kecil molekul tamu saja yang harus larut untuk
membentuk kompleks. Kadang pelarut yang larut air berguna untuk disolusi tamu
sehingga dapat meningkatkan reaksi kompleksasi. Setelah penambahan molekul
tamu ke dalam larutan siklodekstrin, campuran tersebut dapat dilarutkan atau
disuspensikan menjadi bentuk presipitat. Jika sejumlah pelarut berlebih
ditambahkan, akan dihasilkan pengurangan gaya pada reaksi kompleksasi dengan
mengurangi perbedaan polaritas antara larutan bulk dan rongga siklodekstrin
sehingga didapatkan kelarutan molekul tamu yang baik (Aleem et al., 2008).
Beberapa hipotesis ikatan telah ditemukan untuk kompleks inklusi yaitu
interaksi van der Waals, interaksi antara bagian hidrofobik dari molekul tamu dan
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
rongga siklodekstrin, ikatan hidrogen antara gugus fungsional polar molekul
tamu, gugus hidroksil siklodekstrin dan pelepasan “high energy water” dari
rongga siklodekstrin selama proses inklusi. Diantara beberapa ikatan, Interaksi
hidrofobik sering dianggap sebagai pendorong utama untuk kompleksasi dalam
media berair antara rongga molekul tamu (Loftson et al., 2005; Radi, Eissa,
2010).
Gambar 10. Skema interaksi siklodekstrin dan molekul tamu
(Agrawal, Gupta., 2012)
Ada empat interaksi yang menguntungkan antara siklodekstrin dan molekul
tamu yang menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan kompleks inklusi
(Gambar-5) (Agrawal, Gupta, 2012) :
1. Perpindahan molekul air dari sebuah rongga siklodekstrin.
2. Peningkatan jumlah ikatan hidrogen yang terbentuk sebagai hasil air yang
dipindahkan ke kelompok yang lebih besar,
3. Penurunan interaksi berlawanan antara obat aktif yang bersifat hidrofobik
dengan lingkungan berair,
4. Peningkatan interaksi hidrofobik antara sisipan obat aktif itu sendiri ke
dalam rongga siklodekstrin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kompleks :
1. Tipe siklodekstrin dapat mempengaruhi pembentukan dan penampilan
kompleks obat-siklodekstrin. Untuk kompleksasi, ukuran rongga
siklodekstrin sebaiknya sesuai untuk mengakomodasi molekul obat ukuran
tertentu.
2. Perubahan temperatur dapat mempengaruhi kompleksasi obat-siklodekstrin.
Pada banyak kasus, peningkatan temperatur menurunkan besarnya konstanta
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
stabilitas kompleks obat-siklodekstrin dan efeknya dilaporkan merupakan
hasil dari penurunan kekuatan interaksi obat-siklodekstrin, seperti ikatan van
der Waals dan hidrofobik akibat peningkatan temperatur.
3. Metode pembuatan, seperti co-grinding, kneading, dispersi padat, evaporasi
pelarut, co-presipitasi, spray drying dan freeze drying dapat mempengaruhi
kompleksasi obat-siklodekstrin. Efektifitas metode tergantung pada sifat obat
dan siklodekstrin (Challa et al., 2005).
Beberapa teknologi telah diadopsi untuk membuat kompleks inklusi antara
obat yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air dengan siklodekstrin, di
antaranya :
1. Pembentukan kompleks dalam bentuk larutan
Cara yang paling umum yaitu dengan pengadukan molekul obat dalam
larutan siklodekstrin pada keadaan panas atau dingin, netral, asam atau basa
tergantung pada sifat molekul tamu yang akan diinklusi.
2. Pembentukan kompleks dalam bentuk suspensi
Siklodekstrin tidak perlu larut sempurna. Siklodekstrin dibuat menjadi
suspensi kemudian molekul tamu diaduk dalam suspensi siklodekstrin.
3. Pembentukan kompleks dalam bentuk padatan.
a. Metode Pencampuran Fisik
Siklodekstrin dan zat aktif secara fisik dicampur kemudian digiling
menggunakan mass rapid granulator (Agrawal, Gupta, 2012). Dalam
skala laboratorium siklodekstrin dan obat dicampur bersama secara
menyeluruh oleh triturasi dalam mortar dan melewati saringan yang tepat
untuk mendapatkan ukuran partikel yang diinginkan dalam produk akhir
(Patil et al., 2010).
b. Metode Kneading
Metode Kneading secara harfiah adalah pencampuran melalui
pengadukan. Siklodekstrin dengan penambahan air atau larutan hidro-
alkohol diaduk sampai terbentuk pasta kemudian obat ditambahkan
kedalam pasta yang terbentuk sampai waktu yang cukup. Campuran
kemudian dikeringkan dan dilewatkan melalui ukuran saringan yang
sesuai (Agrawal, Gupta, 2012). Parik et al telah melaporkan peningkatan
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kelarutan Nimesulide menggunakan metode kompleksasi. Dalam skala
laboratorium, metode kneading dapat dicapai dengan menggunakan
mortar dan alu. Dalam skala besar adonan bisa dilakukan dengan
memanfaatkan pengekstrusi dan mesin lain. Metode yang digunakan
untuk mempersiapkan kompleks inklusi ini merupakan yang paling
umum dan sederhana dengan biaya yang relatif murah dalam produksi
(Patil et al., 2010).
c. Teknik Co-grinding
Sebuah senyawa biner inklusi padat dapat dibuat dengan grinding dan
penggilingan obat-siklodekstrin dengan bantuan perangkat mekanis. Obat
dan siklodekstrin dicampur dan campuran fisik dimasukkan dalam
penggilingan oscillatory dan digiling untuk waktu yang sesuai (Patil et
al., 2010).
d. Teknik Co-presipitat
Siklodekstrin dan obat yang ditambahkan ke air atau alkohol rantai
pendek (misalnya etanol atau isopropanol) pada 40°-60°C untuk
membentuk larutan jenuh. Endapan kompleks yang terbentuk selanjutnya
diisolasi dengan filtrasi atau sentrifugasi. Dalam metode ini, waktu
kompleksasi dapat bervariasi yaitu 24-48 jam (Agrawal, Gupta, 2012).
Namun, karena hasil yang rendah, risiko menggunakan pelarut organik,
dan waktu yang lama diperlukan untuk persiapan dalam skala yang lebih
besar (Patil et al., 2010).
e. Presipitasi Netral
Metode ini didasarkan pada pengendapan senyawa inklusi dengan teknik
netralisasi dengan cara melarutkan obat dalam larutan alkali seperti
natrium/amonium hidroksida dan pencampuran dengan larutan berair dari
siklodekstrin. Larutan yang dihasilkan ini kemudian dinetralkan dibawah
pengadukan menggunakan larutan asam klorida sampai mencapai titik
ekivalen. Pada titik ekuivalen, terbentuk endapan putih hal ini
mengkonfirmasi pembentukan kompleks inklusi. Endapan kemudian
disaring dan dikeringkan. Kekurangan metode ini adalah asam dan basa
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dari obat rentan mengalami degradasi selama proses pengerjaan (Patil et
al., 2010).
f. Evaporasi Pelarut
Metode ini melibatkan pelarutan obat dan siklodekstrin secara terpisah
dalam dua pelarut yang berbeda, pencampuran kedua larutan untuk
mendapatkan dispersi obat - ß-siklodekstrin dan akhirnya penguapan
pelarut di bawah kondisi vakum untuk mendapatkan kompleks inklusi
berupa bubuk padat. Umumnya, larutan berair dari siklodekstrin hanya
ditambahkan ke dalam larutan alkohol dari obat. Campuran yang
dihasilkan diaduk selama 24 jam dan menguap dibawah vakum pada
45ºC. Massa kering ditumbuk dan dilewatkan melalui ayakan ukuran no.
60. Cara ini cukup sederhana dan ekonomis baik di laboratorium
maupun produksi skala besar dan dianggap alternatif dari teknik spray
drying (Patil et al., 2010).
g. Freeze Drying
Freeze drying dapat menghasilkan bubuk amorf dengan tingkat interaksi
tinggi antara obat dan siklodesktrin. Dalam teknik ini, sistem pelarut dari
larutan dieliminasi melalui pembekuan primer dan selanjutnya
pengeringan dari larutan yang mengandung kedua obat dan siklodekstrin
akan mengurangi tekanan. Zat yang bersifat termolabil telah berhasil
dibuat menjadi bentuk kompleks inklusi dengan metode ini. Keterbatasan
dari teknik ini adalah proses waktu yang lama dan menghasilkan produk
dengan laju alir yang rendah (Patil et al., 2010).
h. Spray Drying
Spray drying merupakan teknik yang umum digunakan dalam farmasi
untuk menghasilkan bubuk kering dari fase cair. Aplikasi lain adalah
untuk meningkatkan stabilitas penyimpanan karena eliminasi air. Metode
ini merupakan salah satu metode yang umum digunakan untuk
menghasilkan kompleks inklusi mulai dari tahap larutan. Campuran
berlalu dengan cepat dalam sistem eliminasi pelarut dan menunjukkan
efisiensi tinggi dalam pembentukan kompleks. Selain itu, produk yang
diperoleh dengan metode ini menghasilkan partikel yang terkontrol
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam meningkatkan disolusi obat dalam bentuk kompleks. Interaksi
yang cukup dan efisien antara obat dengan siklodekstrin untuk
membentuk kompleks sempurna adalah keuntungan tambahan dari
metode atomisasi/spray drying. Akan tetapi tekanan panas dan hasil yang
rendah dari produk akhir adalah keterbatasan terkait dengan teknik ini
(Patil et al., 2010).
i. Metode Iradiasi Gelombang Mikro
Teknik ini melibatkan reaksi iradiasi gelombang mikro antara obat dan
zat pengompleks menggunakan oven gelombang mikro. Obat dan
siklodekstrin dalam rasio molar tertentu dilarutkan dalam campuran air
dan pelarut organik ke dalam labu dasar bulat. Campuran direaksikan
untuk waktu yang singkat sekitar satu sampai dua menit pada 60ºC dalam
oven gelombang mikro. Setelah reaksi selesai, sejumlah campuran
pelarut ditambahkan ke campuran reaksi di atas untuk menghapus sisa
tak terkomplekskan dari obat bebas dan siklodekstrin. Sehingga endapan
yang diperoleh dipisahkan menggunakan kertas filter whatman dan
dikeringkan dalam oven vakum pada 40ºC selama 48 jam. Metode
iradiasi gelombang mikro merupakan metode baru untuk persiapan skala
industri, keuntungan utamanya adalah waktu reaksi yang lebih singkat
dan hasil produk lebih tinggi (Patil et al., 2010).
j. Teknik Supercritical Antisolvent
Metode ini merupakan salah satu metode paling inovasi untuk
mempersiapkan kompleks inklusi obat dengan siklodekstrin dalam
keadaan padat. Metode ini tidak beracun karena tidak menggunakan
berbagai pelarut organik, proses cepat, biaya pemeliharaan yang rendah
dengan hasil yang menjanjikan, tetapi membutuhkan biaya awal yang
cukup tinggi (Patil et al., 2010).
2.6 Kelarutan
Kelarutan didefinisikan secara kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut di
dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu dan secara kualitatif
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk
dispersi molekuler homogen (Martin et al., 1990).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah :
1. Pengaruh pH
Zat akif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah
senyawa organik yang bersifat asam atau basa lemah.
Hubungan antara pH dengan kelarutan asam dan basa lemah digambarkan
melalui persamaan berikut :
a. Asam lemah : = pKa +
b. Basa lemah : = pKw – pKb +
pHp merupakan harga terendah/tertinggi pada pH tersebut zat yang
berbentuk asam/basa lemah masih dapat larut. Dibawah/diatas pH tersebut akan
membentuk zat yang tidak terdisosiasi, S merupakan konsentrasi molar zat dalam
g yang ditambahkan, S0 merupakan kelarutan fraksi asam/basa yang tidak
terdisosiasi (Martin et al., 1990).
2. Pengaruh Suhu
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal bergantung pada temperatur, titik
leleh zat padat, panas peleburan molar zat tersebut. Pengaruh suhu terhadap
kelarutan zat dalam larutan ideal diberikan oleh persamaan Van’t Hoff sebagai
berikut :
Log =
merupakan kelarutan ideal zat terlarut yang dinyatakan dalam fraksi mol,
T merupakan suhu mutlak larutan, To merupakan titik leleh zat dalam suhu
mutlak, Hf merupakan panas pelarutan molar.
Pada suhu diatas titik leleh, zat berada dalam keadaan cair sehingga dapat
bercampur dengan pelarut dalam setiap perbandingan. Oleh karena itu, persamaan
Van’t Hoff tidaki berlaku bila T > To. Persamaan ini juga tidak berlaku pada suhu
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang diperkirakan dibawah titik leleh dimana tidak dapat digunakan lagi
(Martin et al., 1990).
3. Pengaruh Jenis Pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
akan melarutkan zat-zat polar dan ionik. Kelarutan zat juga tergantung pada
struktur zat seperti perbandingan gugus polar dan non-polar dari suatu molekul.
Makin panjang rantai gugus non-polar dari suatu zat maka kelarutan zat tersebut
dalam air akan berkurang.
Menurut Hildebrane, kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan
hidrogen lebih penting daripada kepolaran suatu zat.
Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :
a. Mengurangi gaya tarik- menarik antara ion yang berlawanan dalam
kristal.
b. Memecahkan ikatan kovalen dari elektrolit kuat dengan reaksi asam
basa karena pelarut ini bersifat amfiprotik.
c. Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non-polar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion
karena konstanta dielektriknya rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan
ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen.
Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul
pelarut non-polar. Pelarut semi polar bertindak sebagai pelarut perantara
(intermediate solvent) untuk mencampurkan pelarut polar dan non-polar (Martin
et al., 1990).
4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan meningkat dengan berkurangnya ukuran partikel
zat tersebut, sesuai dengan persamaan berikut :
=
S adalah kelarutan partikel halus,So adalah kelarutan partikel zat padat yang
terdiri dari partikel-partikel besar, ɣ adalah tegangan permukaan partikel zat, V
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
adalah volume partikel ( ), r adalah jari-jari akhir partikel (cm), R
adalah konstanta gas (8,34 x erg/der mol), dan T adalah suhu mutlak.
Konfigurasi molekul dan bentuk kristal mempunyai pengaruh terhadap
kelarutan zat. Partikel berbentuk tidak simetris lebih mudah larut dibandingkan
dengan partikel berbenruk simetris (Martin et al., 1990).
5. Pengaruh Penambahan Zat-zat Lain
Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan
kelarutan zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan
non-polar. Apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi rendah, akan
berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar kearah air dan
bagian non-polar kearah udara. Kumpulan surfaktan itu akan membentuk suatu
lapisan mono molekular. Bila permukaan cairan telah jenuh dengan permukaan
surfaktan, maka molekul-molekul yang berada dalam cairan akan membentuk
agregat yang disebut misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut
konsentrasi misel kritik (KMK). Sifat penting misel adalah kemampuannya dalam
menaikkan kelarutan zat-zat yang sukar larut dalam air, proses inilah yang
disebut solubilisasi miselar. Solubilisasi terjadi karena molekul zat yang sukar
larut berasosiasi dengan misel membentuk suatu larutan jernih dan stabil secara
termodinamika (Martin et al., 1990).
Selain penambahan surfaktan, dapat juga dilakukan penambahan zat-zat
pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu obat yaitu siklodektrin.
Kompleks yang terbentuk antara siklodekstrin dengan obat yang bersifat lipofilik
akan membentuk suatu kompleks inklusi. Hal yang mendorong terbentuknya
kompleks yaitu : perpindahan molekul air yang berenergi tinggi dari rongga
siklodekstrin, interaksi van der walls, dan terbentuknya ikatan hidrogen dan
hidrofobik (Sharma et al., 2009).
2.7 Karakterisasi Kompleksasi
Kompleksasi sangat bergantung pada dimensi dari siklodekstrin dan
pengaturan sterik tertentu dari gugus fungsional molekul, yang di dalam rongga
molekul bersifat hidrofobik. Kompleksasi yang terbentuk antara molekul tamu
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan molekul siklodekstrin dapat dikarakterisasi dengan teknik-teknik berikut
(Singh et al., 2010) :
2.7.1 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang digunakan
untuk menganalisis aspek morfologi dari material padat (siklodekstrin dan
molekul tamu, secara masing-masing) dan produk yang dihasilkan dari
pencampuran siklodekstrin dengan molekul tamu (Singh et al., 2010)
Scanning electron microscopy (SEM) menggunakan sinar terfokus energi
tinggi elektron untuk menghasilkan berbagai sinyal pada permukaan spesimen
padat. Sinyal yang berasal dari interaksi elektron-sampel mengungkapkan
informasi tentang sampel termasuk morfologi eksternal (tekstur), struktur kristal
dan orientasi dari bahan yang membentuk sampel. Dalam sebagian besar aplikasi,
data yang dikumpulkan melalui area tertentu dari permukaan sampel, dan gambar
2 dimensi yang dihasilkan menampilkan variasi jarak dalam properti. Daerah
lebar mulai ± 1 cm sampai 5 mikron dapat dicitrakan dalam modus pemindaian
menggunakan teknik konvensional Scanning Electron Microscopy (perbesaran
mulai dari 20X menjadi sekitar 30.000 X, resolusi jarak dari 50 sampai 100 nm)
(Swapp).
2.7.2 Karl Fischer Titration
Metode karl fischer titration untuk mengevaluasi hanya kadar air
dibandingkan dengan metode lain yang digunakan untuk evaluasi kandungan
air/kelembaban (misalnya analisis termogravimetri, yang menentukan semua
volatil, termasuk air) (Hadaruga, 2012).
Analisis kadar air kompleks siklodekstrin adalah uji yang penting untuk
evaluasi kualitas proses kompleksasi: jika interaksi molekul tamu-siklodekstrin
sesuai maka molekul air dari rongga bagian dalam siklodekstrin berikatan dengan
molekul tamu sehingga kadar air menurun. Molekul-molekul air tetap berada di
kompleks dan kandungan air yang terdapat pada kompleks siklodekstrin-molekul
tamu dapat ditentukan (Hadaruga, 2012).
21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium PMC (Pharmacy Medicinal
Chemistry), PNA (Pharmacy Natural Analysis) dan PSO (Pharmacy Solid
Preparation Technology), FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pusat
Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, LAPTIAB BPPT
Serpong dan Building Science Centre (BSC) ITB. Penelitian ini dimulai dari
bulan Juni 2012 sampai dengan Desember 2012.
3.2 Alat
Peralatan gelas, mortar dan alu, ayakan no. 100, desikator, neraca analitik,
filter membran 0,20 µm (Sartorius, Jerman), tanur (Thermolyne, Jerman),
moisture analyzer (Wigan, Jerman), shaking waterbath (Advance, Jerman), Oven
(France etuves C3000, Perancis), Spektrofotometer UV/Vis Lambda 25 (Perkin
Elmer, Jerman), Karl fischer moisture titrator MKS 520 (KEM), Scanning
electron microscopy (JEOL, Jepang).
3.3 Bahan
Fraksi etil asetat daun sukun kering (LIPI-Serpong), ß-siklodekstrin grade
analysis (Wako, Jepang), PVP K30 grade analysis (Wako, Jepang), Rutin (LIPI -
Cibinong), metanol HPLC grade (JT Beker, Jerman), aquabidest.
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Pembakuan Ekstrak FEAS
3.4.1.1 Parameter Non-Spesifik
a. Kadar Abu Total ( Depkes RI, 2000)
Sebanyak 2 gram serbuk FEAS ditimbang dan dimasukkan ke dalam krus
telah dipijarkan dan ditara. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur dan
dipijarkan hingga bobot tetap. Sampel diangkat, didinginkan dalam
eksikator dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dihilangkan, tambahkan air panas lalu saring dengan kertas saring bebas
abu. Residu dan kertas saring dalam krus yang sama dipijarkan. Filtrat
dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dan dipijarkan hingga bobot tetap,
lalu ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
di udara.
b. Kadar Air
Kadar air dilakukan dengan menggunakan alat karl fischer titration.
Sampel ditimbang sebanyak 1 gram (W1). Mengalibrasi alat dengan
menetralisir pelarut metanol kering menggunakan pelarut hydranal,
kemudian sampel dimasukkan apabila alat sudah netral. Sampel
dimasukkan sedikit ke dalam pelarut metanol kering. Sampel yang tersisa
ditimbang kembali sehingga diperoleh bobot akhir (W2). Data W1 dan W2
yang diperoleh dimasukkan ke alat karl fischer titration kemudian dicatat
hasil persentasi kadar air dari sampel.
c. Susut Pengeringan
Cakram yang ada dalam alat moisture balance ditara, kemudian masukkan
sebanyak 5 gram serbuk fraksi etil asetat daun sukun pada cakram yang
telah ditara pada suhu 105°C. Lakukan pengukuran susut pengeringan,
catat hasil pengukuran.
3.4.1.2 Parameter Spesifik (Depkes RI, 2000)
a. Organoleptis
Mengamati bentuk, warna, bau dan rasa dari fraksi etil asetat daun sukun.
b. Penentuan Kadar Total Flavonoid
Penentuan Panjang Gelombang Rutin
Sebanyak 10 mg rutin kemudian dilarutkan dengan metanol hingga 10
mL untuk memperoleh larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm.
Diukur serapannya dari panjang gelombang 200 nm sampai dengan
400 nm kemudian ditentukan panjang gelombang maksimumnya.
Pembuatan Kurva Kalibrasi
Dibuat larutan rutin standar dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50
ppm dengan pengenceran dari larutan induk. Kurva kalibrasi dibuat
dengan cara memplot konsentrasi menggunakan spektrofotometer
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UV/Vis dengan panjang gelombang maksimum. Kemudian dibuat
kurva kalibrasi (y = a + bx) dengan absorbansi sebagai sumbu y dan
konsentrasi sebagai sumbu x serta dicari persamaan regresinya
(Rohyami, 2000).
Penentuan Kadar Total Flavonoid
Serbuk FEAS ditimbang sebanyak 10 mg dan dilarutkan dalam 10 mL
metanol sebagai larutan induk (1000 ppm) kemudian dipipet sebanyak
0,1 mL dan ditambahkan dengan metanol hingga 10 mL lalu diplot
terhadap kurva kalibrasi, pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali.
3.4.2 Pembuatan Campuran FEAS dengan β-CD+PVP Menggunakan
Metode Pencampuran Kneading
Pencampuran dilakukan dengan 3 variasi perbandingan berdasar pada
peningkatan jumlah siklodestrin tiap formulasi. Perbandingan FEAS : β-CD yaitu
1:2 (formula 1), 1:4 (formula 2), 1:6 (formula 3). Penambahan PVP sebanyak 5%
b/b untuk masing-masing formulasi.
Tabel 3.1 Formulasi pembuatan campuran FEAS dengan β-CD+PVP
Metode
Kneading
Perbandingan FEAS (mg) ß- CD (mg) PVP 5% b/b
(mg)
Formula 1
(F1)
1 : 2 500 1000 75
Formula 2
(F2)
1 : 4 500 2000 125
Formula 3
(F3)
1 : 6 500 3000 175
FEAS, β-CD, dan PVP seperti pada formula 1, 2 dan 3 ditimbang. β-CD
dan PVP dicampur secara homogen dalam mortar lalu ditambahkan alkohol 50%
kemudian dilakukan pengadukan dalam mortar sampai terbentuk pasta.
Selanjutnya FEAS ditambahkan secara perlahan diatas pasta kemudian lakukan
pengadukan selama 45 menit. Campuran kemudian dikeringkan pada suhu 40°C
selama 48 jam dalam oven, dipulverisasi, dilewatkan diayakan no.100 dan
disimpan di dalam desikator (Vikesh, Rajashree, Ashok, Fakkirappa, 2009).
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.3 Karakterisasi Campuran FEAS dengan β-CD+PVP
Campuran kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan karl fischer
titration dan scanning electron microscopy.
3.4.3.1 Scanning Electron Microscopy ( SEM )
Uji dilakukan terhadap FEAS, β-CD, campuran polimer β-CD+PVP,
Campuran FEAS dengan β-CD+PVP. Siapkan sebuah sample holder yang bagian
bawahnya telah ditempelkan dengan plat tembaga. Sejumlah serbuk sampel
direkatkan pada sebuah perekat berupa selotip karbon kemudian sampel yang
telah merekat diberikan sebuah tekanan udara. Sample holder ditempelkan pada
selotip karbon yang telah bertabur serbuk sampel kemudian dicoating dan diuji
menggunakan scanning electron microscopy. Dengan tegangan 25 kv x 300 x
3000 x besarnya untuk tingkat, dan fokus dari 10-14,1 mm.
3.4.3.2 Karl Fischer Titration
Uji dilakukan terhadap campuran fisik FEAS dengan β-CD+PVP tanpa
perlakuan kneading sebagai kontrol formula, F1, F2, dan F3. Prosedur pengerjaan
sesuai dengan poin 3.4.1.1 (b).
3.4.4 Uji Kelarutan
FEAS ditimbang sejumlah ± 10 mg, Formula 1, 2, dan 3 yang setara dengan
FEAS ± 10 mg secara berurutan ditimbang kemudian dilarutkan dalam10 mL
medium aquadest dan dishaker selama 72 jam pada suhu 37oC (Ferdianan et al.,
2006). Larutan yang diperoleh disaring dengan menggunakan filter membran 0,20
µm. Dari setiap formula dipipet 0,1 mL kemudian di ad sampai 10 mL
menggunakan metanol dan dianalisa dengan spektrofotometer UV/Vis.
Konsentrasi dihitung dengan menggunakan persamaan regresi yang diperoleh
pada pembuatan kurva kalibrasi rutin dengan memasukkan nilai absorbansi
sebagai fungsi y (Corciovia, Cascaval, 2011).
3.4.5 Analisis Data
Data-data uji kelarutan untuk melihat adanya peningkatan kelarutan pada
FEAS terhadap formula dan formula terhadap formula. Data dianalisa
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menggunakan program pengolahan data statistik SPSS 16 yang meliputi uji T
paired sample dan uji T independent sample.
Hipotesis :
H0 = tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan
antara FEAS dengan formula.
H1= terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan antara
FEAS dengan formula.
Kriteria Pengujian :
Bila nilai Sig ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan.
Bila nilai Sig ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan
26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi FEAS
Hasil karakterisasi FEAS dilakukan dengan parameter spesifik dan non-
spesifik.
Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi FEAS
FEAS yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Pusat Penelitian
Kimia LIPI Serpong, yang diperoleh dengan cara melakukan ekstraksi daun sukun
tua dan kering menggunakan etanol 70%, ekstrak etanol dipartisi dengan n-heksan
selanjutnya fase air di partisi dengan etil asetat (Umar et al, 2007).
Karakterisasi merupakan proses penjaminan produk akhir (obat, ekstrak,
atau produk ekstrak) agar mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan (Azis,
Rahayu, Teruna, 2011; Depkes, 2000). Untuk menjamin mutu dari ekstrak
tanaman obat, perlu dilakukan penetapan standar mutu spesifik dan non-spesifik
(Depkes 2000). Parameter spesifik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
Karakteristik Hasil Persyaratan
Non-spesifik
Kadar Abu Total (%b/b) 0,99%
Kadar Air (% b/b) 3,3119% ≤ 10% (Kepmenkes,
1994)
Susut Pengeringan (%b/b) 4,79% ≤ 10% (Anonim,
2007)
Spesifik
Organoleptik
(Bentuk, Warna, Rasa)
FEAS berbentuk
padat, berwarna coklat
kehijauan, Rasa tawar
Kadar Total Flavonoid 32,79%
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengujian organoleptik dan pengujian kadar total flavonoid dalam fraksi etil asetat
daun sukun (FEAS).
Parameter organoleptik bertujuan memberikan pengenalan awal bahan
secara objektif berupa bentuk warna, bau, dan rasa yang dapat dipengaruhi oleh
penyimpanan sehingga mempengaruhi khasiatnya (Depkes 2000). Hasil parameter
spesifik FEAS secara organoleptik adalah berbentuk padat, berwarna hijau
kecoklatan, berbau tajam, dan berasa tawar.
FEAS memiliki kandungan flavonoid yang berpotensi sebagai
kardiovaskular. Untuk mengetahui total kandungan flavonoid yang terkandung di
dalam FEAS dilakukan penentuan kadar total flavonoid.
Penentuan kadar total flavonoid menggunakan standar rutin sebagai
senyawa penanda. Hal ini dikarenakan golongan flavonoid yang tersebar di alam
sebagian besar adalah golongan flavonol yaitu rutin (Markham, Mabry, Thomas,
1970). Tujuan penentuan senyawa kimia penanda dari suatu ekstrak tanaman
dilakukan untuk mengetahui senyawa kimia spesifik yang terdapat di dalam
ekstrak tersebut baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Azis, Rahayu, Teruna,
2011). Spektrum penyerapan flavonoid terdiri dari dua pita yang berbeda dalam
luas kisaran 240-400 nm. Pita I meliputi kisaran 300-380 nm, dikaitkan pada
cincin B, sementara pita II meliputi kisaran 240-280 nm yang dikaitkan dengan
sistem benzoil A-C (Cvetkovic, Markovic, Radovanovic, 2011). Pada panjang
gelombang maksimum rutin dalam metanol yang diperoleh terdapat dua serapan
panjang gelombang yaitu pada 257,3 nm dan 358,2 nm (terdapat pada lampiran
5). Pemilihan panjang gelombang 358,2 nm sebagai pembacaan larutan standar
dikarenakan pada panjang gelombang 257,2 nm memiliki rentang panjang
gelombang yang sama dengan polimer β-CD pada 240,3 nm dan PVP pada 252,7
nm sehingga dikhawatirkan absorbansi yang terbaca bukan absorbansi dari
flavonoid (kurva absorbansi β-CD dan PVP terdapat pada lampiran 10 dan
lampiran 11).
Dari kurva kalibrasi rutin diperoleh persamaan garis y = -0,0154 + 0,0307x
dengan nilai R = 0,9998, yang menunjukkan garis regresi linear.
Dari perhitungan diperoleh kadar total flavonoid dalam FEAS sebesar
32,79% (contoh perhitungan pada lampiran 8).
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Parameter nonspesifik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kadar air,
kadar abu total, dan susut pengeringan. Data kadar air yang diperoleh sebesar
3,3119% telah memenuhi syarat sebagai bahan baku obat yang berasal dari bahan
alam yaitu ≤ 10% dan diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan mikroba
dalam FEAS (Kepmenkes, 1994).
Kadar abu total menentukan sisa kadar abu non-organik setelah pengabuan
(Azis, Rahayu, Teruna, 2011). Kadar abu total dalam serbuk FEAS sebesar 0,99%
(Lampiran 3).
Penetapan kadar susut pengeringan bertujuan untuk mengetahui rentang
batas maksimal banyaknya senyawa yang hilang pada proses pengeringan dengan
batas maksimal yaitu ≤ 10% (Anonim, 2007). Hasil penetapan susut pengeringan
sebesar 4,79% dan masih sesuai dengan persyaratan.
4.2 Hasil Campuran FEAS dengan β-CD+PVP Menggunakan Metode
Pencampuran Kneading
Pencampuran dengan metode kneading dilakukan dengan 3 variasi
perbandingan polimer yang dapat dilihat pada tabel 3.1. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penambahan jumlah polimer terhadap peningkatan
kelarutan obat. Hasil campuran FEAS dengan β-CD+PVP berupa serbuk yang
berwarna kuning kecoklatan (Lampiran 4).
4.3 Hasil Karakterisasi Campuran FEAS dengan β-CD+PVP
Peningkatan kelarutan suatu obat dapat dilakukan dengan penambahan
polimer larut air. Penambahan polimer dengan β-CD biasanya terjadi dengan
adanya pembentukan kompleks inklusi
Karakterisasi campuran FEAS dengan β-CD+PVP bertujuan untuk
mengetahui interaksi penambahan polimer kombinasi β-CD+PVP terhadap FEAS
sebagai data penunjang terbentuknya kompleks inklusi dengan menggunakan
scanning electron microscopy dan karl fischer titration (Hadaruga, 2012)
4.3.1 Scanning Electron Microscopy
Uji scanning electron microscopy (SEM) dilakukan untuk mengetahui
perbedaan morfologi antara FEAS dan campuran FEAS dengan β-CD+PVP.
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perbedaan morfologi bertujuan untuk mengetahui adanya interaksi antara FEAS
dengan penambahan polimer kombinasi yang diperkirakan terjadinya kompleks
inklusi.
Hasil uji yang telah dilakukan FEAS memiliki bentuk partikel iregular
sedangkan pada formulasi campuran FEAS dengan β-CD+PVP memiliki bentuk
polimer dominan menyelimuti partikel FEAS (Lampiran 15). Akan tetapi dari
hasil pengamatan scanning electron microscopy tidak dapat memberikan
informasi yang cukup mengenai interaksi antara perubahan morfologi FEAS
terhadap campuran FEAS dengan β-CD+PVP berkaitan dengan peningkatan
kelarutan.
4.3.2 Uji Karl Fischer Titration
Tabel 4.2 Hasil Uji Karl Fischer Titration
Keterangan :
Kontrol F1 merupakan pencampuran fisik FEAS:β-CD (1:2) dengan penambahan PVP 5%
terhadap bobot total FEAS dan β-CD tanpa perlakuan kneading. F1 merupakan Campuran
FEAS:β-CD (1:2) + PVP 5% dengan perlakuan kneading. F2 merupakan Campuran FEAS:β-CD
(1:4) + PVP 5% dengan perlakuan kneading. F3 merupakan Campuran FEAS:β-CD (1:6) + PVP
5% dengan perlakuan kneading.
Uji karl fischer titration dilakukan untuk mengevaluasi kualitas proses
kompleksasi, jika interaksi molekul tamu-siklodekstrin sesuai maka rongga bagian
dalam siklodekstrin yang bersifat hidrofobik membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul tamu diikuti dengan terjadinya penurunan interaksi berlawanan antara
molekul tamu yang bersifat hidrofobik dengan medium berair kemudian terjadi
peningkatan interaksi hidrofobik antara sisipan molekul tamu ke rongga bagian
dalam siklodekstrin sehingga kadar airnya menurun dan diperkirakan terbentuk
kompleks inklusi (Agrawal, Gupta, 2012; Hadaruga, 2012).
Kontrol F1 yang merupakan campuran FEAS dengan β-CD+PVP tanpa
perlakuan kneading mengalami penurunan kadar air dibandingkan F1 yang diberi
perlakuan kneading sebesar 4,8482%. Sebuah kandungan air yang lebih rendah
Sampel
Kadar Air
Penurunan Kadar Air
terhadap Kontrol
Kontrol F1 12,0980 % -
F1 7,2498 % 4,8482%
F2 8,1298 % -
F3 9,4298 % -
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada campuran siklodekstrin dengan molekul tamu menunjukkan bahwa
kompleks inklusi diperoleh karena sebagian molekul air yang terdapat pada
rongga bagian dalam β-CD digantikan oleh molekul tamu seperti flavonoid yang
terdapat pada ekstrak yang diperkirakan membentuk ikatan hidrogen. Seperti pada
penelitian yang pernah dilakukan terhadap campuran ekstrak daun Ficaria verna
Huds.- β-CD menggunakan metode kneading menunjukkan penurunan kadar air
dibandingkan dengan β-CD tunggal, hal ini dipengaruhi adanya interaksi molekul
tamu-siklodekstrin yang sesuai maka molekul air dari rongga bagian dalam
siklodekstrin berikatan dengan molekul tamu sehingga kadar air menurun yang
menunjukkan terbentuknya kompleks inklusi (Hadaruga, 2012).
Pembuatan kontrol formula hanya dilakukan pada F1 sedangkan untuk
kontrol F2 dan kontrol F3 tidak diuji karena keterbatasan biaya penelitian dan
keterbatasan sampel. Hal ini menyebabkan kontrol F2 dan kontrol F3 dianggap
sama dengan kontrol F1 karena penambahan polimer β-CD pada setiap formulasi
dianggap tidak akan memberikan perbedaan kadar air yang jauh berbeda
dibandingkan dengan kontrol F1 yang di uji. Sehingga pada F2 dan F3
diperkirakan menunjukkan penurunan kadar air seperti pada F1.
Hasil karl fischer titration mendukung karakterisasi mengenai interaksi β-
CD dengan molekul tamu untuk terbentuknya kompleks inklusi diamati dari
penurunan kadar air formula terhadap kontrol formula namun dari hasil penelitian
yang diperoleh hanya dapat memperkirakan terjadi kompleks inklusi pada
campuran FEAS dengan β-CD+PVP. Sedangkan pengamatan pada uji scanning
electron microscopy tidak dapat menunjukkan perbedaan morfologi antara FEAS
terhadap campuran FEAS dengan β-CD+PVP. Selain itu, data penunjang lain
yang dibutuhkan untuk membuktikan terbentuknya kompleks inklusi tidak disertai
dalam penelitian ini seperti QM (quantum mechanic) yang dapat memberikan
informasi struktur 3 dimensi dari kompleks dan NMR yang dapat digunakan
untuk menentukan arah penetrasi molekul tamu ke rongga bagian dalam
siklodekstrin (Yan et al., 2006; Singh et al., 2010).
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4 Uji Kelarutan
Tabel 4.3Hasil Uji Kelarutan pada Suhu 37˚C
Sampel
Kadar Total Flavonoid
yang Terlarut
% Peningkatan Kadar
Total Flavonoid yang
Terlarut *
F1 14,03% 5,09%
F2 17,06% 27,79%
F3 23,13% 73,26%
FEAS 13,35%
*keterangan :
Peningkatan kadar total flavonoid yang terlarut pada formula dalam air terhadap kadar total
flavonoid yang terlarut pada FEAS dalam air.
Uji kelarutan bertujuan untuk mengetahui peningkatan kelarutan total
flavonoid yang terlarut pada FEAS dalam air yang tidak diberikan penambahan
polimer kombinasi terhadap F1, F2, dan F3 yang telah diberi perlakuan kneading,
dimana konsentrasi dihitung dengan menggunakan persamaan linear pada kurva
kalibrasi rutin (untuk perhitungan selengkapnya pada lampiran 12).
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan penambahan polimer kombinasi (β-
CD+PVP) terhadap FEAS menyebabkan peningkatan kadar total flavonoid
formula yang terlarut dalam air pada F1 sebesar 5,09 %, F2 sebesar 27,79%, dan
F3 sebesar 73,26% dibandingkan terhadap kadar total flavonoid FEAS yang
terlarut dalam air sebesar 13,35%. Namun dengan peningkatan kelarutan tersebut
campuran FEAS dengan β-CD+PVP masih termasuk rentang kategori sukar larut
dalam air yaitu 1:1000.
Uji T paired sample pada peningkatan kadar total flavonoid yang terlarut
terhadap FEAS dengan formula dan Uji T independent sample pada peningkatan
kelarutan kadar total flavonoid yang terlarut terhadap formula dengan formula
menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p≤ 0,05) dengan tingkat kepercayaan
95% (Analisa data dapat dilihat pada lampiran 16 dan 17).
Pada penelitian yang telah dilakukan semakin banyak jumlah β-CD maka
semakin tinggi kelarutan FEAS dalam air dan diikuti dengan kombinasi PVP
sebagai polimer hidrofilik.Umumnya penambahan polimer kombinasi β-CD+PVP
terbukti dapat meningkatkan kelarutan dari obat yang sukar larut dalam air.
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penambahan PVP pada campuran FEAS dengan β-CD memberikan efektivitas
kerja dari β-CD untuk meningkatkan kadar kelarutan FEAS karena kemampuan
molekul-molekul PVP untuk mengisi kekosongan ruang dalam rongga
siklodekstrin. Oleh karena itu, PVP bisa berinteraksi dengan rantai samping
molekul tamu (obat), meningkatkan volume dan menjadikan bagian dari molekul
tamu lebih cocok untuk masuk kedalam rongga ß-CD. Hal ini dimungkinkan
bahwa PVP bertindak sebagai penghubung (jembatan) antara β-CD dengan
molekul tamu (Valero, Tejedor, &Rodrıguez., 2007).
Pada penelitian yang telah dilakukan terjadinya peningkatan kelarutan kadar
total flavonoid yang terlarut pada tiap formula terhadap kelarutan kadar total
flavonoid FEAS yang terlarut dalam air diikuti penurunan kadar air pada F1
terhadap kontrol F1 dimungkinkan terbentuknya kompleks inklusi karena molekul
tamu yaitu FEAS berinteraksi kedalam rongga β-CD sehingga membentuk
kompleks yang bersifat hidrofilik. Akan tetapi perlu dilakukan karakterisasi yang
lain sebagai data penunjang terbentuknya kompleks inklusi yang menggunakan
molekul tamu berupa ekstrak bahan alam yang terdiri dari senyawa
multikomponen.
33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Campuran FEAS dengan β-CD+PVP mampu meningkatkan kelarutan pada
fraksi etil asetat daun sukun, dimana terjadi peningkatan antar formula pada
F1, F2 dan F3 sebesar 5,09 %, 27,79%, dan 73,26% .
5.2 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut untuk karakterisasi terhadap campuran fraksi
etil asetat daun sukun dengan penambahan polimer β-siklodekstrin +
polivinil pirolidon.
34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal, R., Gupta, V. (2012). Cyclodextrins – A Review on Pharmaceutical
Application for Drug Delivery. IJPFR, 2(1): 95-112.
Anonim. (2007). United States Pharmacopoeia 30th Edition. USA : The Official
Compendia of Standards.
Aleem, O. M, Patil, A. L., Pore, Y.V., Kuchekar, B.S. (2008). Cyclodextrin in
Pharmaceuticals: An overview. (http: //www.pharmainfo.net /pharma-student-
magazine/cyclodextrins-pharmaceutical-overview-0, diakses tanggal 2 Mei 2012 ,
pukul 8.35 WIB).
Azis, S., Rahayu, V., Teruna, H.Y. (2011). Standardisasi Bahan Obat Alam.
Jakarta: Graha Ilmu.
Bekers, U. (1991). Cyclodextrins. In: The Pharmaceutical Field, Drug Dev. Ind.
Pharm,17(11): 1503-49.
Chandrakant, D. S., Danki, L. S., Sayeed, A., Kinagi, M. B. (2011). Preparation
and Evaluation of Inclusion Complexes of Water Insoluble Drug. International
Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. ISSN: 2229-
3701.
Challa R, Ahuja A, Ali J, Khar RK. (2005). Cyclodextrins in drug delivery: an
updated review.AAPS PharmSciTech. 6(2):E329-57.
Chowdary K, Srinivas SV. (2006). Effect of polyvinylpyrrolidone on complexation
and dissolution rate of β- and hydroxypropyl-β-cyclodextrin complexes of
celecoxib. Indian J Pharm Sci 68:631-4.
Corciovăl, A., Caşcaval, D. (2011). Characterization Of Rutin-Cyclodextrin
Inclusion Compounds. St. CICBIA 12 (4), pp. 341 – 346.
Corrigan, O.I., and C.T. Stanley. (1982). Mechanism of drug dissolution rate
enhancementfrom β-cyclodextrin-drug systems. Journal of Pharmaceutical and
Pharmacology 34:621-626.
Cvetkovic, D., Markovic, D., Radovanovic, B. (2011). Effects of continuous UV-
irradiation on the antioxidant activities of quercetin and rutin in solution in the
presence of lecithin as the protective target. J. Serb. Chem. Soc. 76 (7) 973–985.
Dalimartha, S. (2003). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 3. Jakarta : Puspa
Swara.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta.
Ferdianan A, Yuwono T, Wahyuninhsih I. (2006). Peningkatan kelarutan
Piroksikam Melalui Pembentukan Kompleks dengan ß-cyclodextrins. Media
Farmasi Vol.5, No.2, 7-14.
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan
Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB.
Hadaruga, N.G. (2012). Ficaria verna Huds. extracts and their β-cyclodextrin
supramolecular systems. Chemistry Central Journal 2012, 6:16
Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia II (diterjemahkan oleh Badan
Litbang Kehutanan Jakarta). Jakarta: Penerbit Yayasan Sarana Wana Jaya. 670-
672.
Hiremath, S. N., Raghavendra, R. K.., Sunil, F., Danki, L. S., Rampure, M. V.,
Swamy, P. V., Bhosale, U. V. (2008). Dissolution Enhancement of Glicazide by
Preparation of Inclusion Complex with ß-cyclodextrins. Asian Journal of
Pharmaceutics, 73-76.
IUPAC Compendium of Chemical Terminology. (1997). Inclusion Compound
(Inclusion Complex), http://old.iupac.org/goldbook/I02998.pdf, (diakses tanggal 2
Mei 2012, pukul 10.14 WIB)
Kan, W. S. Pharmaceutical Botany. Taipei : National Research Institute of
Chinese Medicine, 1978.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 661/Menkes/SK/VII tentang Persyaratan
Obat Tradisional, 1994.
Kuntić, V., Filipović, I., Vujić, Z. (2011). Effects of Rutin and Hesperidin and
their Al(III) and Cu(II) Complexes on in Vitro Plasma Coagulation Assays.
Molecules, 16 :1378-1388.
Lieberman, H. A., Lachman, L., & Schwatz,J.B. (Eds.). (1989). Pharmaceutical
Dosage Forms: Tablets Volume 1 Second edition, Revised and Expanded. New
York: Marcel Dekker, 5, 17.
Loftsson,T., Jarho, P., Másson., Järvinen, T. (2005). Cyclodextrins in drug
delivery. Ashley Publications Ltd ISSN 1742-5247.
Lokamatha, K.M., Bharati, A., Kumar, S., Rama ,R. (2010). Effect of PVP K30
On Complexation and Dissolution Rate of Nevirapine–β Cyclodextrin Complexes.
International Journal of Pharmaceutical Sciences, Vol 2, Issue 4, 169-176.
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Markham K.R., Mabry, A.J., Thomas, M.B. (1970). The systemic Identification of
Flavonoids. Berlin.
Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A. (1990). Farmasi Fisik Edisi Ketiga.
Jakarta : UI-Press.
Mourtzinos I, Salta F, Yannakopoulou K, Chiou A, Karathanos VT. (2007).
Encapsulation of olive leaf extract in beta-cyclodextrin. J Agric Food Chem
55(20):8088-94.
Nur Ain A.H., Farah Diyana M.H.,Zaibunnisa A.H. (2011). Encapsulation of
Lemongrass (Cymbopogon citratus) Oleoresin With β-Cyclodextrin; Phase
Solubility Study and Its Characterisation. Singapore : IACSIT Press, IPCBEE
vol.7.
Patil, J. S., Kadam, D. V., Marapur, S. C., Kamalapur, M. V. (2010). Inclusion
Complex System : A Novel Techniques to Improve Solubility And Bioavailability
of Poorly Soluble Drugs : A Review. International Journal of Pharmaceutical
Sciences Reviews and Research, 29-32
Radi, A. E., Eissa, S. (2010). Electrochemistry of Cyclodextrin Inclusion
Complexes of Pharmaceutical Compounds. The Open Chemical and Biomedical
Methods Journal 3: 74-85.
Rohyami, Y. (2008). Penentuan Kandungan Flavonoid dari Ekstrak Metanol
Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Scheff Boerl). Logika
Volume 5, Nomor 1, hal. 1‐8.
Rowe, R, C., Sheskey, P, J., & Owen, S.C. (Ed). (2006). Handbook of
Pharmaceutical Excipients Fifth Edition. London: The Pharmaceutical Press,
217:611.
Rusmiyanti. I. (2006). Optimasi Pengeringan Sukun (Artocarpus Altilis) dan
Karakterisasi Tepung Sukun. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Skripsi.
Sharma, A., Jain, C. P. (2010). Techniques To Enhance Solubility Of Poorly
Soluble Drugs : A Review. Journal Of Global Pharma Technology, 18-28.
Singh, R., Bharti, N., Madan, J., Hiremath, SN. (2010). Characterization of
Cyclodextrin Inclusion Complexes – A Review. Journal of Pharmaceutical Science
and Technology Vol. 2 (3), 2010, 171-183
Shewale, B. D., Fursule, R. A., & Sapkal, N. P. (2008). Effects of pH and
Hydroxypropyl – ß- Cyclodextrin on Solubility and Stability of Gliclazide.
International Journal and Health Research , 1, (2), 95-99.
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Srikanth, M.V., Babu, M. G., Rao, N. S., Sunil, A., Balaji, S., Ramanamurthy, K.
(2010). Dissolution Rate Enhancement Of Poorly Soluble Bicalutamide Using β-
Cyclodextrin Inclusion Complex. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences Vol 2, Issue 1.
Sun, T., Jiang, B., Pan, B. (2011). Microwave Accelerated Transglycosylation of
Rutin by Cyclodextrin Glucanotransferase from Bacillus sp. SK13.002.
International Journal Molecular Science, 12 : 3786-3796.
Swapp, S. Scanning Electron Microscopy (SEM).
http://serc.carleton.edu/research_education/geochemsheets/techniques/SEM.html.
(diakses tanggal 11 November 2012, pukul 15.07 WIB).
Syah, Yana Maolana, Achmad Sjamsul Arifin, Bakhtiar Eri, Hakim Euis
Holisotan, Juliawaty Lia Dewi, Latip Jalifah. (2006). Dua Flavonoid
Tergeranilasi Dari Daun Sukun (Artocarpus altilis). Jurnal Matematika dan Sains,
Vol.11 No.3.
Umar, A., Jenie, L, Kardono., Mozef., T., Jiaan, C., Xiaoxiang, Z., Yuanjiang, P.
(2007). Ekstrak Total Flavonoid dan Fitosterol Daun Sukun (Artocarpus altilis)
sebagai Obat Kardiovaskuler dan Teknik Produksinya. Paten Indonesia terdaftar
No. P00200700707.
Valero, M, Tejedor, J, Rodrıguez, L.J. (2007). Encapsulation of nabumetone by
means of –drug : (b-cyclodextrin) :polyvinylpyrrolidone ternary complex
formation. Journal of Luminescence 126 (2007) 297–302.
Vikesh,
S., Rajashree, M., Ashok, A., Fakkirappa, M. (2009). Influence of β-
Cyclodextrin Complexation on Ketoprofen Release from Matrix Formulation.
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research; 1(3): 195-
202.
Yan, C. Li, X. Xiu, L. Hao, B. (2006). A quantum-mechanical study on the
complexation of b-cyclodextrin with quercetin. Journal of Molecular Structure:
THEOCHEM 764, 95–100.
38
Lampiran 1. Alur Penelitian
Fraksi etil
asetat daun
sukun
sebanyak 15 g
Pembakuan
ekstrak dengan
parameter non-
spesifik :
1. Kadar Abu
2. Kadar Air
3. Susut
Pengeringan
Pembakuan ekstrak
dengan parameter
spesifik :
1. Organoleptik
2. Penentuan Total
Flavonoid
Scanning Electron
Microscopy
Karl
Fischer
Uji
Kelarutan
Karakterisasi Formulasi
Campuran
Spektrofotometer
UV/Vis
Pembuatan Campuran
FEAS dengan β-
CD+PVP Menggunakan
Metode Kneading
39
Lampiran 2. Sertifikat Rutin
40
Lampiran 3. Hasil Kadar Abu
Ulangan bobot wadah + ekstrak
awal (g)
bobot wadah + ekstrak
akhir (g)
bobot ekstrak
awal (g)
1 27,6440 25,6833 2,0002
2 27,1524 25,1510 2,0002
3 27,6193 25,6176 2,0043
Keterangan rumus dan perhitungan:
% kadar abu total =(
)
Keterangan :
W1 = bobot wadah + ekstrak awal (gram)
W2 = bobot wadah + ekstrak akhir (gram)
W3 = bobot ekstrak awal (gram)
% Kadar abu total = -
x 100% = 0,98%
41
Lampiran 4. Hasil Campuran Dengan Metode Kneading
Gambar 11. Campuran Polimer Kombinasi β-CD + PVP
Gambar 12. Campuran FEAS dengan β-CD + PVP dalam bentuk pasta
42
Lampiran 5. Kurva Absorbansi Rutin (nm)
Rutin dilakukan penetapan panjang gelombang pada 200-400 nm
Y
X
Keterangan :
X = Panjang gelombang (nm)
Y = Absorbansi
Spectrum Name: C:\UVWINLAB\DATA\RUTIN1.SP
Description: metanol
Date Created: Fri Dec 21 11:12:49 2012
Data Interval: 1.0000 nm
Instrument Model: Lambda 25
Scan Speed: 960.00 nm/min
Slit Width: 1.0000 nm
Smooth Bandwidth: 6.00 nm
Time: 3:25 :48 P MDate: 12 /21 /2012
200.0 250 300 350 400 450 500 550 600.0
-0.02
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.00
nm
A
358.23
283.50
257.30
239.34
206.13
43
Lampiran 6.Tabel Data Absorbansi Rutin
Deret konsentrasi rutin dilakukan pembacaan pada panjang gelombang 358,2
nm.
Nama Konsentrasi (ppm) Absorbansi
Std1 0.000 0,0005
Std2 10.00 0,2783
Std3 20.00 0,5914
Std4 30.00 0,9031
Std5 40.00 1,2108
Std6 50.00 1,5268
Lampiran 7. Kurva Kalibrasi Rutin
y = 0,0307x - 0,0154 R² = 0,9998
-0,2
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
0 20 40 60
Ab
sorb
an
si
konsentrasi
Kurva Kalibrasi Rutin
Series1
Linear (Series1)
44
Lampiran 8. Kadar Total Flavonoid FEAS
Penentuan kadar total flavonoid dalam FEAS pada panjang gelombang
358,2 nm yang dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier y = 0,0307x-
0,0154.
Ulangan
Konsentrasi
Larutan FEAS
yang di Spektro
(ppm)
Abs
Konsentrasi
Total
Flavonoid
(ppm)
Kadar Total
Flavonoid
1 10 0,0882 3,374 33,74%
2 10 0,0842 3,244 32,44%
3 10 0,0835 3,221 32,21%
Rata – rata 32,79%
SD 0,825
Keterangan rumus dan contoh perhitungan:
Absorbansi FEAS yang di spektro-UV = 0,0882
Persamaan regresi : y = 0.0307x – 0,0154
Konsentrasi (ppm) x =
=
= 3,374 ppm
Kadar Total Flavonoid :
= Konsentrasi Total Flavonoid (ppm) x 100%
Konsentrasi Larutan FEAS yang di Spektro (ppm)
= 3,374 ppm x 100%
10 ppm
= 33,74%
45
Lampiran 9. Perhitungan Penyetaraan FEAS dengan β-CD+PVP
Formula 1 -›
=
X = 31,5 mg
Formula 2 -›
=
X = 52,5 mg
Formula 3 -›
=
X = 73,5 mg
46
Lampiran 10. Kurva Absorbansi β-CD (nm)
Spectrum Name: C:\UVWINLAB\DATA\BCD100.SP
Description: lambda max
Date Created: Wed Nov 21 13:26:53 2012
Data Interval: 1.0000 nm
Instrument Model: Lambda 25
Scan Speed: 960.00 nm/min
Slit Width: 1.0000 nm
Smooth Bandwidth: 6.00 nm
Time: 1:23 :28 P MDate: 11 /21 /2012
200.0 250 300 350 400 450 500 550 600.0
-2.0
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
9.5
nm
A
H P M C
P V P
B -C D
P V P
B -C D
P V C 1 0 0 p p mH P M C 1 0 0 p p m
B -C D 1 0 0 p p m
267.09
264.21
259.46
256.07
251.83
242.28
240.35
232.43
221.84
216.76
213.47
β-CD
47
Lampiran 11. Kurva Absorbansi PVP (nm)
Spectrum Name: C:\UVWINLAB\DATA\PVC100.SP
Description:
Date Created: Wed Nov 21 13:28:21 2012
Data Interval: 1.0000 nm
Instrument Model: Lambda 25
Scan Speed: 960.00 nm/min
Slit Width: 1.0000 nm
Smooth Bandwidth: 6.00 nm
Time: 1:23 :28 P MDate: 11 /21 /2012
200.0 250 300 350 400 450 500 550 600.0
-2.0
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
9.5
nm
A
H P M C
P V P
B -C D
P V P
B -C D
P V C 1 0 0 p p m
266.94
264.27
260.39
257.09
252.74
248.24
244.91
241.77
240.01
233.04
222.29
217.99
215.20
48
Lampiran 12. Kadar Total Flavonoid yang Terlarut Pada Uji Kelarutan
Sampel dan formula diukur pada panjang gelombang 358,2 nm yang
dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier y = 0,0307x-0,0154
Sampel Ulangan Pengenceran Abs Konsentrasi
(ppm)
Kadar
Total
Flavonoid
yang
Terlarut
(%)
% Peningkatan
Kadar Total
Flavonoid yang
Terlarut*
FEAS
1 100 kali 0,0261 1352 ppm 13,52 %
-
2 100 kali 0,0257 1339 ppm 13,39 %
3 100 kali 0,0250 1316 ppm 13,16 %
Rata-rata 13,35 %
SD 0,18
Formula
1
1 100 kali 0,0280 1414 ppm 14,14 %
5,09%
2 100 kali 0,0277 1404 ppm 14,04 %
3 100 kali 0,0273 1391ppm 13,91 %
Rata-rata 14,03 %
SD 0,11
Formula
2
1 100 kali 0,0372 1713 ppm 17,13 %
27,79%
2 100 kali 0,0370 1707ppm 17,07 %
3 100 kali 0,0368 1700 ppm 17 %
Rata-rata 17,06 %
SD 0,06
Formula
3
1 100 kali 0,0559 2322 ppm 23,22 %
73,26%
2 100 kali 0,0556 2313 ppm 23,13 %
3 100 kali 0,0553 2303 ppm 23,03 %
Rata-rata 23,13 %
SD 0,09 *keterangan :
Peningkatan kadar total flavonoid pada formula yang terlarut dalam air terhadap kadar total
flavonoid padaFEAS yang terlarut dalam air.
Keterangan rumus dan contoh perhitungan:
Contoh perhitungan FEAS :
Absorbansi FEAS yang di spektro-UV = 0,0261
Faktor pengenceran = 100x
Persamaan regresi : y = 0.0307x – 0,0154
49
(lanjutan)
Konsentrasi (ppm) x =
=
=
= 1,352 ppm x 100 (faktor pengenceran)
= 135,2 ppm
= 135,2 ppm x 10 mg (kesetaraan FEAS dalam formula)
= 1352 ppm
Maka, kadar total flavonoid FEAS yang terlarut adalah 1352 ppm/ 100 x 100%=
13,52%
Peningkatan kadar total flavonoid yang terlarut pada formula terhadap FEAS =
Contoh formula 1 =
%
= 5,09%
50
Lampiran 13. Hasil Uji Karl Fischer Titration FEAS
51
Lampiran 14. Hasil Uji Karl Fischer Titration Campuran FEAS dengan
β-CD+PVP
52
Lampiran 15. Hasil Scanning Electron Microscopy
Gambar 13. FEAS
Gambar 14. β-CD
53
(lanjutan)
Gambar 15. β-CD+PVP
Gambar 16. Campuran FEAS dengan β-CD+PVP
Keterangan : gambar kiri : perbesaran 1000x, gambar kanan : perbesaran 7000x
54
Lampiran 16. Analisa Data Uji Kelarutan FEAS Terhadap Formula
H0 = tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan
antara fraksi etil asetat daun sukun dengan formula.
H1= terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan
antara fraksi etil asetat daun sukun dengan formula.
Sampel FEAS- Formula 1
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 FEAS 13.3567 3 .18230 .10525
Formula1 14.0300 3 .11533 .06658
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 FEAS & Formula1 3 .996 .053
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-
tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
FEAS -
Formula1 -.67333 .06807 .03930 -.84243 -.50424 -17.133 2 .003
Tabel di atas menunjukkan nilai probabilitas (Sig.2 tailed) 0,03 ≤ 0,05,
maka Ho di tolak atau terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan
kelarutan antara fraksi etil asetat daun sukun dengan formula.
55
(lanjutan)
Sampel FEAS- Formula2
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 FEAS 13.3567 3 .18230 .10525
Formula2 17.0667 3 .06506 .03756
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 FEAS & Formula2 3 .993 .073
Paired Samples Test
Paired Differences
T df Sig. (2-
tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
FEAS -
Formula2 -3.71000 .11790 .06807 -4.00288 -3.41712 -54.504 2 .000
Tabel di atas menunjukkan nilai probabilitas (Sig.2 tailed) 0,00 ≤ 0,05,
maka Ho di tolak atau terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan
kelarutan antara fraksi etil asetat daun sukun dengan formula.
56
(lanjutan)
Sampel FEAS – Formula3
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 FEAS 13.3567 3 .18230 .10525
Formula3 23.1267 3 .09504 .05487
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 FEAS & Formula3 3 .992 .082
Paired Samples Test
Paired Differences
T df Sig. (2-
tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
FEAS -
Formula3 -9.77000 .08888 .05132 -9.99079 -9.54921 -190.389 2 .000
Tabel di atas menunjukkan nilai probabilitas (Sig.2 tailed) 0,00 ≤ 0,05,
maka Ho di tolak atau terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan
kelarutan antara fraksi etil asetat daun sukun dengan formula.
57
Lampiran 17. Analisa Data Uji Kelarutan Formula dengan Formula
H0 = tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan
fraksi etil asetat daun sukun antara formula dengan formula.
H1= terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan fraksi
etil asetat daun sukun antara formula dengan formula.
Formula 1- Formula 2
Group Statistics
VAR00002 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
VAR00001 Formula1 3 14.0300 .11533 .06658
Formula2 3 17.0667 .06506 .03756
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
VAR00001
Equal
variances
assumed
.295 .616 -
91.128 4 .000 -6.06000 .06650
-
6.24463
-
5.87537
Equal
variances
not
assumed
-
91.128 3.537 .000 -6.06000 .06650
-
6.25457
-
5.86543
Tabel di atas menunjukkan nilai probabilitas (Sig.2 tailed) 0,00 ≤ 0,05,
maka Ho di tolak atau perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan
fraksi etil asetat daun sukun antara formula dengan formula.
58
(lanjutan)
Formula 1- Formula 3
Group Statistics
VAR00002 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
VAR00001 Formula1 3 14.0300 .11533 .06658
Formula3 3 23.1267 .09504 .05487
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-
tailed) Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
VAR00001
Equal
variances
assumed
.112 .755 -
105.430 4 .000 -9.09667 .08628
-
9.33622
-
8.85711
Equal
variances
not
assumed
-
105.430 3.859 .000 -9.09667 .08628
-
9.33971
-
8.85362
Tabel di atas menunjukkan nilai probabilitas (Sig.2 tailed) 0,00 ≤ 0,05,
maka Ho di tolak atau perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan
fraksi etil asetat daun sukun antara formula dengan formula.
59
(lanjutan)
Formula 2 - Formula 3
Group Statistics
VAR00002 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
VAR00001 Formula2 3 17.0667 .06506 .03756
Formula3 3 23.1267 .09504 .05487
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-
tailed) Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
VAR00001
Equal
variances
assumed
.295 .616 -
91.128 4 .000 -6.06000 .06650
-
6.24463
-
5.87537
Equal
variances
not
assumed
-
91.128 3.537 .000 -6.06000 .06650
-
6.25457
-
5.86543
Tabel di atas menunjukkan nilai probabilitas (Sig.2 tailed) 0,00 ≤ 0,05,
maka Ho di tolak atau perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan
fraksi etil asetat daun sukun antara formula dengan formula.
60
Lampiran 18. Alat dan Bahan
Gambar 17. FEAS Gambar 18.Spektro UV/Vis
Gambar 19. Karl Fischer Titration Gambar 20. SEM